Postingan

Jilid 10

SEBETULNYA dia membawa Pedang pusaka Hiat-ho Sin-pie inipun tidak ada gunanya, sekalipun harus diberikan kepadanya secara cuma2 tidak ada salahnya.

Ketika orang itu melihat Koan Ing menyetujuinya dengan begitu cepatnya malah sebaliknya dibuat tertegun.

“Menurut keadaan yang sesungguhnya aku tidak seharusnya menggunakan keadaan yang kepepet dari orang lain untuk memaksa kau menyerahkan barang itu kepadaku, tetapi sepasang kakiku sudah cacat, bilamana tidak ada pedang Hiat-ho Sin-pie mi aku tidak akan berhasil memulihkan kembali sepasang kakiku yang sudah cacat ini,” katanya.

Sehabis berkata tampak dia termenung sebentar, kemudian baru tambahnya lagi, “Kau suka menyerahkan ilmu silat dari partai Hiat-ho-pay kepadaku, untuk mengucapkan terima kasih ini selain aku akan menyembuhkan luka yang kau derita bahkan aku turunkan juga ilmu silat yang di ketahui olehku selama beberapa tahun ini.”

Mendengar perkataan tersebut Koan Ing jadi melengak. Kiranya ilmu silat dari partai Hiat-ho-pay disimpan di dalam pedang Hiat-ho Sin-pie ini

Sebetulnya dia tidak mengetahui akan hal ini, bahkan sekalipun tahu juga tidak ada gunanya, karena itu sekalipun saat ini dia mengetahui kalau di dalam pedang Hiat-ho Sin-pie itu termuat ilmu silat dari aliran Hiat-ho-pay tetapi hatinya sama sekali tidak jadi menyesal barang sedikit pun juga.

Terdengar orang itu tertawa kembali.

“Kau orang sungguh Iucu sekali, siapa dirikupun kau tidak tahu kenapa kau suka menyerahkan pedang ini kepadaku? Kau tidak takut aku adalah jagoan dari kalangan hitam

Koan Ing tersenyum.

“Soal dari kalangan lurus atau dari kalangan hitam tidaklah penting, yang ingin aku ketahui adalah siapakah engkau?”

“Aku bernama Tong Phoa Pek, kemungkinan kaupun pernah mendengar namaku ini dari orang lain,” jawab orang itu tertawa.

Mendengar disebutnya nama tersebut Koan Ing jadi terperanjat. Tong Phoa Pek?

mungkin dia adalah jagoan nomor wahid dari partai Thian- san-pay pada dua puluh tahun yang lalu, “Thian Yang Siuw-su atau si sastrawan seujung langit Tong Phoa Pek? Bagaimana

dia bisa muncul di tempat ini?

Dua puluh tahun yang lalu sewaktu kereta berdarah munculkan dirinya untuk pertama kalinya, berpuluh-puluh orang jago dari daerah Tionggoan bersatu padu untuk mengerubuti kereta berdarah itu Ketika kereta berdarah memasuki daerah Tibet dan berpuluh-puluh orang jagoan itupun mengejar terus dengan kencangnya, di tengah perjalanannya kembali berpuluh-puluh orang jago luka maupun binasa.

Sehingga sewaktu tiba di daerah Sin kiang para jago yang mengejar tinggal sebelas

orang saja, tapi merekapun sejak itu lenyap tak berbekas. Kereta berdarah kembali munculkan dirinya orang-orang

Bu-lim lantas mengambil kesimpulan kalau kesebelas orang itu telah mati semua dan Tong Phoa Pek ini adalah salah satu diantaranya.

Selama dua puluh tahun lamanya dia tidak ada ujung beritanya, tidak disangka hari ini bisa muncul disini.

Tampak Tong Phoa Pek mengerutkan alisnya rapata kemudian tertawa.

“Tempo hari sewaktu kami sebelas orang memasuki daerah Tibet disana sepuluh orang pada mati ditangan pemilik kereta berdarah tersebut sedang sepasang kakipun terhajar putus oleh ilmu ‘Khet Sim Cen Khie’ dari Jien Wong, untung saja aku berhasil melarikan diri dan bersembunyi di dalam gua ini, hee.... hanya dalam sekejap saja dua puluh tahun sudah lewat.”

Dengan pandangan terpesona Koan Ing memperhatikan Tong Phoa Pek, sungguh tak pernah disangka olehnya kalau si sasterawan seujung langit yang tempo hari disebut sebagai seorang jagoan kelas wahid dari Bu-lim kini sudah menemui akibat yang amat mengerikan.

Dia tahu bukan saja kepandaian silat dari Tong Phoa Pek ini amat tinggi bahkanjadi orangpun sangat baik dan disebut sebagai seorang penolong yang budiman. Hanya saja kepandaian silatnya tidak bisa memadai kepandaian silat dari Kong Bun-yu sekalian, bagaimana mungkin hanya di dalam dua puluh tahun ini kepandaian silatnya sudah memperoleh kemajuan yang demikian mengerikan?

Tong Phoa Pek yang melihat Koan Ing terjerumus di dalam lamunan, dia kembali tertawa. “Eeei.... kau tidak usah banyak berpikir lagi, mari aku bantu untuk menyembuhkan lukamu.”

Sambil berkata dia tempelkan telapak tangannya ke atas telapak tangan Koan Ing lalu mulai salurkan hawa murninya untuk menyembuhkan luka yang diderita olehnya.

Dengan perlahan Koan Ing pejamkan matanya rapat-rapat, dia cuma merasakan adanya aliran hawa murni yang amat lunak dengan tiada putus2nya mengalir masuk ke dalam badannya membuat dia segera merasa amat segar dan bersemangat sekali.

Dimana hawa murni itu mengalir Koan Ing lantas meratakan lukanya seperti telah disembuhkan sama sekali, dia benar-benar kagum terhadap ilmu silat dari Tong Phoa Pek.

Tetapi diapun merasa amat terkejut ter hadap kedahsyatan dari tenaga dalam yang dimiliki orang ini, sekalipun Sang Su- im sendiri belum tentu bisa memiliki tenaga dalam yang begitu tingginya

Dia merasa luka dalam yang dideritanya sudah sembuh kembali, baru saja hatinya merasa kegirangan mendadak....

Dia merasakan tenaga dalam dari Tong Phoa Tek tiba-tiba menggetar keras lalu disusul segulung hawa murni yang amat panas sekali mengalir masuk dan mendesak terus ke dalam tubuhnya.

Koan Ing benar-benar amat terperanjat dia tidak mengerti apa tujuan dari Tong Phoa Pek berbuat demikian

Ooo)*(ooO

Bab 22 TERDENGAR Tong Phoa Pek mendengus dingin, hawa murninya agak sedikit tergetar lalu dengan dahsyatnya menyusup masuk kembali Koan Ing dengan derasnya.

“Cepat kerahkan tenaga dalammu untuk mengikuti!” teriak Tong Phoa Pek dari samping telinganya dengan suara yang cemas.

Koan Ing menurut dan salurkan hawa murni yang menerjang masuk ke dalam tubuhnya itu.

Dia merasakan hawa murni yang amat panas itu segera bersatu padu dengan hawa murninya sendiri, begitu bertemu lalu dengan cepatnya berputar mengelilingi tubuhnya satu lingkaran saja, dia sudah merasa tenaga dalamnya telah mendapatkan kemajuan satu kali lipat.

Koan Ing tidak mengerti apa maksud Tong Phoa Pek berbuat demikian terhadap dirinya, dengan perlahan dia membuka matanya dan memandang ke arah Tong Phoa Pek yang melihat wajahnya kini sudah berubah jadi pucat pasi bagaikan mayat tetapi masih tersungging satu senyuman.

Tong Phoa Pek yang melihat dia sudah membuka matanya lantas tertawa.

“Tadi sewaktu aku salurkan tenaga dalamku untuk menyembuhkan luka dalammu waktu itu aku menemukan kalau di dalam badanmu sudah terkena semacam racun yang tidak dapat disembuhkan lagi, bila mana aku minta pedang Hiat-ho Sin-pie mu itu dengan begitu saja, dalam hati aku merasa rada tidak enak. Karenanya aku lantas bagikan separuh tenaga dalam yang berhasil aku latih selama dua puluh tahun ini kepadamu”

Koan Ing jadi termangu-mangu, orang bilang Tong Phoa Pek adalah seorang manusia baik-baik, ini hari dia baru merasa percaya kalau perkataan tersebut sedikitpun tidak salah bahkan boleh dikata hampir-hampir dia merasa tidak percaya kalau di dalam dunia saat ini benar-benar ada orang yang demikian baiknya.

Tong Phoa Pek kembali tertawa.

Jika ditinjau dari luka dalam yang kau derita pada saat inijelas musuh besarmu itu adalah seorang iblis pembunuh manusia yang tak berkedip, kau boleh pergi membalas dendam kepadanya sesaat sebelum racun yang bersarang di dalam badanmu kambuh, dengan begitu sewaktu racun mulai bekerja hatimupun sudah rada sedikit lega.

“Imiah hasil yang aku dapatkan dari anak murid partai Siauw-lim-pay yang diperintah oleh Ciangbunjien,” ujar Koan Ing dengan suara yang perlahan.

Tong Phoa Pek jadi melengak, dia sama sekali tidak mengira kalau semua orang yang melukai diri Koan Ing adalah anak murid dari Siauw-lim-pay, tapi Thian Siang Thaysu menduduki sebagai pimpinan dari tiga manusia genah, tidak mungkin dia suka sembarangan melukai orang lain.

Walaupun pada masa yang lampau ada beberapa kali dia berjodoh bisa bertemu muka dengan Kong Bun-yu dan merasakan sifatnya amat congkak danjumawa tapi dia percaya terhadap muridnya dia orang masih mengawasinya dengan ketat keras, dia bukan seorang dari kalangan Hek To sudah tentu muridnya tidak jelek bahkan diwaktu lampau diapun menaruh rasa hormat terhadap diri Kong Bun-yu. Lama sekali dia termenung kemudian sambil tertawa baru ujarnya, “Akupun tidak ingin bertanya kepadamu apa sebabnya sehingga terjadi peristiwa ini, tetapi aku percaya akan hatimu, kau bukanlafa seorang manusia yang jahat cuma saja....

sifatmu rada sombong, cacat ini persis seperti apa yang dialami oleh Kong Bun-yu tempo

hari, mudah melukai hati orang.”

Koan Ing tersenyum, saat ini hatinya benar-benar merasa kagum bercampur terharu terhadap diri Tong Phoa Pek sehingga tak terasa lagi dia sudah jatuhkan diri berlutut di hadapannya,

“Terima kasih atas budi dari loocianpwee yang sudi menolong jiwaku,” ujarnya,

“Tidak usah.... tidak usah.” Cegah Tong Phoa Pek sambil tersenyum. “Tempo hari sewaktu aku berhasil melarikan diri masuk ke dalam gua ini kebetulan di tempat ini aku sudah temukan sejilid kitab ilmu pedang “Suo Siam Kiam Boh” yang ditinggalkan oleh seorang iblis sakti yang pernah menjagoi seluruh Bu-lim pada masa yang lalu, di samping itu terdapat pula kepandaian silat hasil peninggalan dari “Bu-lim Kiam Sin” atau si rasul pedang Yong Ci Teng, coba kau pergilah ke belakang untuk pelajari seluruh ilmu pedang ‘Suo Sim Cap Pwee Kiam’ tersebut.”

Koan Ing merasa agak ragu-ragu, dia tahu ilmu pedang “Suo Sim Cap Pwee Kiam” adalah merupakan serangkaian ilmu pedang yang terganas di dalam Bu-lim pada masa yang lampau, pemiliknya si “Suo Sim Kiam” atau jagoan pedang penghancur sukma Pek Li Si Beng bersama-sama dengan Bu- lim Kiam Sin atau si rasul pedang Yong Ci Ceng telah lenyap dan Bu-lim beberapa puluh tahun yang lalu, soal ini hingga kini masih merupakan satu teka teki buat orang lain. tidak

disangka merekapun ada disini.

“Kepandaian silat dari Yong Ci Teng terlalu mendalam dan bukannya bisa dipelajari hanya di dalam sehari dua hari saja,” ujar Tong Phoa Pek sambil tertawa. “Aku tidak bisa banyak berbicara lagi dan harus cepat-cepat bersemedhi, kau pergi lah berlatih dengan baik-baik setelah itu boleh keluar dari sini tanpa perdulikan aku lagi”

“Terima kasih atas perhatian cianpwe!” seru Koai Ing kemudian sambil bungkukkan badannya memberi hormat.

Tong Phoa Tek tersenyum dan pejamkan matanya kembali sedang Koan Ing segera berjalan masuk ke dalam gua, terlihat lah olehnya di atas dinding gua sudah terukir delapan belas macam gaya ilmu pedang yang setiap lukisan terukir amat dalam sekali di atas batu, jelas

orang yang melukiskan gambar2 itu memiliki tenaga dalam yang amat sempurna.

Sinar matanya dengan cepatnya menyapu sekejap ke arah gambar2 tersebut, hatinya terasa berdebar-debar dengan amat kerasnya.

Dengan kehebatan dari tenaga dalam yang dimiliki Koan Ing pada saat ini terhadap segala macam ilmu silat asalkan bisa melihatnya sekejap tentu dapat memahami, ditambah lagi dia sudah pernah menghapalkan seluruh isi dari kitab pusaka ‘Boe Shia Koei Mie’ pemberian Song Ing, membuat daya ingat terhadap kepandaian silat menemui kemajuan yang

pesat,

Cukup hanya di dalam sekali pandang saja dia sudah bisa mengetahui gaya mana yang lihay dan gerakan mana sempurna.

Keistimewaan dari ilmu pedang “Thian-yu Khei Kiam” terletak pada keanehannya, setiap serangan yang dilancarkan dengan ilmu tersebut bisa membingungkan pihak lawan arah mana yang hendak dituju, tetapi kelemahannya bilamana keistimewaan itu sudah diketahui orang maka perubahan jurus akan menemui kemacetan2.

Sebaliknya ilmu pedang “Suo Sin Kiam Hoat” ini jauh berbeda sekali dengan ilmu padang ‘Thian-yu Khei Kiam’, bukan saja ganas, telengas bahkan amat cepat, disamping

itu terdapat pula jurus-jurus serangan yang dilancarkan dengan menggunakan hawa pedang untuk menghajar musuh- musuhnya, hal ini membuktikan kalau ilmu pedang inipun rnerupakan ilmu pedang golongan atas. Lama sekali dia memperhatikan gambar2 itu kemudian baru dengan perlahan dilatihnya sekali.... dua kali.... tiga kali....

Dimana jurus pedang tersebut berkelebat disanalah hawa pedang tersebar memenuhi angkasa, Koan Ing yang melihat tenaga dalamnya memperoleh kemajuan yang amat pesat dalam hati merasa semakin girang lagi.

Hanya di dalam sekejap saja tiga hari sudah berlalu dengan amat cepatnya.... terhadap ilmu pedang “Suo Sim Kiam Hoat” itupun Koan Ing sudah berhasil menghapalkannya.

Sewaktu dia keluar dari dalam gua. Tong Phoa Pek masih duduk bersemedi sehingga dia tidak suka mengganggunya lagi.

Untuk melampiaskan rasa terima kasih yang meliputi hatinya, Koan Ing lantas jatuhkan diri berlutut dihadapan orang itu untuk menjalankan penghormatan setelah itu baru berjalan keluar dari dalam gua,

Sesampainya diluar goa, hatinya merasa kebingungan, kemana dia harus pergi? Lama sekali dia berdiri termangu- mangu disana.

Tiba-tiba teringat olehnya kalau semua orang pada berangkat menuju ke sebelah Barat Mengapa dirinya tidak sekalian pergi kesana? Ada kemungkinan di sana dirinya bisa mendapatkan sedikit berita tentang diri Bun Ting-seng Berpikir sampai di situ Koan Ing lalu berjalan menuju ke arah setelah Barat,

Lama sekali dia berjalan ke depan tapi yang tampak kecuali permukaan salju nan putih, sedikit bayangan manusia pun tidak tampak.

Alisnya segera dikerutkan, sembari berjalan dia menundukkan kepalanya berpikir, “Haai.... mungkin di daerah Tibet saat ini sudah terjadi kekacauan.... para jago Bu-lim sudah pada berdatangan kemari. ”

Dia berpikir.... berpikir terus, mendadak kepalanya didongakkan ke atas. Seekor kereta yang tinggi besar dengan kecepatan yang luar biasa berlarik Koan Ing jadi melengak, kereta berdarah kembali munculkan dirinya!

Teringat akan lenyapnya Bun Ting-sengg dengan menaiki kereta berdarah, dia lalu merasa dari kereta berdarah ini pula ada kemungkinan dia bisa memperoleh sedikit jejaknya.

Bagaikan terbang larinya kereta berdarah berlari mendatang hatinya rada bergerak, tanpa pikir panjang lagi badannya segera melayang keangkasa dan menubruk ke arah kereta berdarah.

Di tengah mara ringkikan keempat ekor kuda berwarna merah darah itu tubuhnya sudah melayang turun di atas kereta, sedang telapak tangannya cepat-cepat disilang di depan dada siap menghadapi serangan mendadak dari Jien Wong si manusia tunggal dari Bu-lim itu.

Tetapi sebentar saja dia sudah dibuat tertegun. Kiranya

kereta tersebut kosong melompong tak tampak sesosok manusiapun.

Kemana perginya Jien Wong si manusia tunggal dari Bu-lim itu? walaupun dia rada gila tetapi dengan kedahsyatan dari ilmu silatnya tidak bakal ada orang yang bisa mengapa-apakan dirinya.

Pikiran Koan Ing dengan cepat berputar, dia lantas menarik tali les kuda itu untuk menghentikan Iarinya kereta berdarah tersebut”, agaknya pemuda ini bermaksud untuk melihat keadaan yang sebenarnya. Tetapi sebentar kemudian dari arah belakang telinganya dapat menangkap suara larinya kuda yang mengejar mendatang.

Koan Ing menoleh ke arah belakang, hanya d dalam sekali pandang saja dia dapat melihat ada dua orang hweesio dengan menunggang dua ekor kuda dengan cepatnya mengejar datang dari arah belakang dan pada saat ini sudah berada tidak jauh dari kereta berdarah tersebut,

Koan Ing segera mengerutkan alisnya rapat-rapat, walaupun dia dia tidak takut terhadap mereka berdua tetapi hatinya rada benci.

Tali les kudanya dengan cepat digetarkan kembali, keempat ekor kuda itu sambil meringkik panjang segera berlari kembali ke arah depan.

Kedua orang pengejar itu mana suka melepaskan kereta berdarah itu dengan begitu saja, dengan kencangnya mereka melakukan pengejaran terus sejauh tujuh delapan li,

Diam-diam Koan Ing mulai merasa gusar, mendadak dia menahan tali les untuk menghentikan larinya kereta, sedang dalam hati diam-diam berpikir, “Hmmm.... nyali kalian berdua sungguh amai besar, bilamana penghuni di dalam kereta pada saat ini adalah Jien Wong sendiri sejak semula kalian sudah pada modar.”

Hanya di dalam sekejap saja kedua orang pengejar itupun sudah tiba, jelas kedua orang

hweesio itu sudah dibasahi oleh keringat yang mengucur keluar dengan amat derasnya, cepat-cepat mereka silangkan kudanya menghalangi perjalanan pergi diri kereta berdarah.

Koan Ing yang berada di atas kereta dengan dinginnya lantas memandang ke arah kedua orana hweesio itu.

Sedang kedua orang hweesio yang melihat orang yang ada di dalam kereta berdarah itu bukan lain adalah Koan Ing pada melengak semua dibuatnya, untuk beberapa saat lamanya tak sepatah katapun yang bisa diucapkan keluar.

Dari tempat jauh segera terdengarlah suara tertawa keras yang amat memekik kau telinga, tampak sesosok bayangan manusia dengan amat cepatnya menubruk datang.

“Hee.... heee.... apakah Thian Siang si hweesio tua itu cuma mengirim kalian berdua saja?” taayanya dengan suara yang serak dan mirip gembrengan bobrok itu.

Air muka kedua orang hweesio itu segera berubah sangat hebat, jika didengar dari suaranyajelas orang itu bukan lain adalah Toocu dari pulau Ciat Ie Too di lautan Timur, Ciu Tong adanya

Tubuh Ciu Tong dengan amat cepatnya berkelebat mendatang, pada tangan kanannya mencekal sebuah tongkat yang berwarna hitam pekat.

Hanya di dalam sekejap saja tubuhnya sudah berada sangat dekat dengan tempat itu, ketika dilihatnya di dalam kereta berdarah cuma ada Koan Ing seorang diri, dia jadi rada melengak.

“Dimanakah Jien Wong si manusia tung gal dari Bu-lim?” tanyanya tak tertahan. Jien Wong si manusia tunggal dari Bu- lim tidak ada disini, kereta berdarah ini

adalah milikku”jawab Koan Ing tawar,

Ciu Tong segera tertawa terbahak-bahak tubuhnya sedikit bergerak tangannya dengan cepat sudah menyambar tali les tersebut, kepada kedua orang hweeiio itu lantai ujarnya

“Kalian berdua pulanglah dan beritahu keoada si hweesio gede, katakan saja kereta

berdarah ini mulai sekarang sudah menjadi milik aku orang Ciu Tong.” “Ciangbunjien sebentar lagi akan tiba,” sahut kedua orang hweesio itu setelah saling bertukar pandangan sejenak.

Air muka Ciu Tong segera berubah sangat hebat,

“Kalian berdua apakah benar-benar tidak ingin pergi dengan sendirinya? Kalian minta aku yang paksa kalian pergi?” ancamnya.

Kedua orang hweesio itu dengan amat tenangnya berdiri tidak bergerak.

Pada saat itulah kembaii ada dua orang bergerak mendatang dan orang itu bukan lain adalah Ciu Pak serta Bu Sian dua orang

Dengan pandangan yang tercengang bercampur kaget mereka berdua memandang sekejap ke arah Koan Ing, agaknya kedua orang itu sama sekali tidak menyangka kalau orang yang berada di atas kereta bukan lain, adalah diri Koan Ing. Sewaktu melihat kedatangan kedua orang itu Ciu Tong lantas berseru. “Usir pergi kedua orang hweesio itu!” perintahnya.

Koan Ing diam-diam mengerutkan alisnya, tangan kanannya dengan cepat digetarkan untuk melemparkan Ciu Tong ke samping.

“Minggir!” bentaknya.

“Heee.... he.... Koan Ing, sungguh besar nyalimu!” teriak Ciu Tong sambil tersenyum,

Diantara teriakannya yang amat keras badannya dengan cepat menubruk ke arah Koan Ing sedang tangan kirinya kembali menyambar ke arah tali les kuda itu.

Tangan kanan Koan Ing kembali digerakkan, dengan menggunakan ujung cambuk kuda itu menghajar pundak Ciu Tong. Serangannya kali mi disertai dengan tenaga dalam yang amat dahsyat membuat Ciu Tong merasa hatinya berdesir, dengan dahsyat dari tenaga dalam Koan Ing pada saat ini bukankah sudah berhasil mencapai apa yang dimiliki Kong Bun-yu tempo hari?”

Pada permulaan Ciu Tong sama sekali tidak pandang sebelah matapun terhadap diri Koan Ing, tidak disangka karena ia berlaku sedikit gegabah hampir-hampir sajajatuh kejurang, dengan cepat kakirya melancarkan tendangan cambuk itu.

“Sungguh dahsyat tenaga dalammu!” serunya dengan dingin.

Koan Ing pun tahu kalau serangannya tadi tidak bisa mengapa-apakan diri Ciu Tong, tidak menanti dia orang melancarkan tendangan, tangan kanannya cepat-cepat di tarik ke belakang lalu melemparkan cambuk tersebut ke dalam kereta.

Ciu Tong yang tendangannya kembali mencapai pada sasaran yang kosong hatinya rada sedikit melengak.

Perubahan jurus yang dilakukan oleh Koan Ing ini benar- benar sangat luar biasa sekali membuat dalam hati dia mulai menggerutu.

Tubuhnya yang ada di tengah udara segera berjumpalitan kemudian menubruk ke arah kereta.

Sejak semula Koan Ing sudah mengadakan persiapan, tangan kanannya dengan cepat mencabut keluar pedangnya, diantara berkelebatnya sinar keemas-emasan pedang Kiem- hong-kiam dengan mengubah jadi gerakan setengah busur menghajar tubuh Ciu Tong.

Ciu Tong segera mendengus dingin, walaupun dalam hati dia lagi menggerutu tetapi melihat datangnya serangan yang amat dahsyat dari Koan Ing ini dia tidak berani berlaku gegabah.

Tangan kanannya dengan cepat diulapkan tongkat ditangannya dengan disertai sambaran yang tajam menghajarpergelangan tangan dari sang pemuda.

Saat ini tenaga dalam Koan Ing sudah memperoleh kemajuan yang amat pesat dan bukanlah seperti tempo hari lagi, pedang panjangnya segera disentil ke depan ujung pedangnya menekan ujung toya dari Ciu Tong guna menahan datangnya serangan tersebut, inilah yang dinamakan jurus “Ban Sin Pek To” atau selaksa malaikat menenangkan ombak.

“Hmmmm.... Bangsat cilik ini berani adu kekerasan dengan aku.... kurang ajar Ini hari aku harus menjajal sebetulnya tenaga dalammu ada seberapa tingginya sehingga sikapmu jadi begitu sombong” pikir Ciu Tong dalam hati.

Serangan yang sebenarnya bisa dihindar kini sebaliknya malah dihadapi dengan keras lawan keras.

Begitu ujung pedang Koan Ing berhasil menempel ujung toyanya dia terus bersuit nyaring, ujung pedangnya menekan ke bawah sedang tubuhnya melayang keang kasa menginjak toya tersebut pedang kiem-hong-kiam ditangan kanannya dengan menggunakan jurus ‘Hiat cong Ban Lie’ atau jejak berdarah selaksa li mendesak Ciu Tong lebih lanjut.

Ciu Tong jadi amat terperanjat, kecepatan merubah jurus dari Koan Ing benara berada diluar dugaannya, dengan di injaknya uyung toya oleh Koan Ing segera membuat keadaannya jadi kepepet.

Terpaksa dia harus menarik kembali toyanya dan meloncat turun, dalam hati Ciu Tong benara merasa terkejut bercampur gusar, dengan kedudukannya sebagai salah satu anggota empat manusia aneh ternyata tidak berhasil merebut kereta berdarah itu, sebaliknya malah dipaksa turun oleh Koan Ing, bukankah hal ini merupakan suatu hal yang amat memalukan sekali?

Dalam hati dia bermaksud untuk sekali lagi meloncat naik ke atas kereta, tetapi pada saat itiYah ujung matanya dapat menangkap berkelebatnya beberapa sosok bayangan yang dengan cepat lari mendekat.

Orang itu bukan lain adalah Thian Siang Thaysu itu ciangbunjien dari Siauw-lim-pay beserta anak muridnya,

Thian Siang Thaysu yang melihat kereta berdarah sudah ada dihadapan matanya dengan cepat dia melayang datang, tubuhnya laksana seekor burung bangau dengan cepatnya melayang turun ke tengah kalangan.

Begitu tubuhnya mencapai permukaan tanah sepasang matanya segera bisa menangkap kalau orang yang ada di atas kereta berdarah itu bukan lain adalah Koan Ing adanya, dia jadi melengak.

Dari tempat kejauhan dia bisa melihat Ciu Tong lagi bergebrak dengan seseorang di atas kereta, di dalam anggapannya orang itu pastilah si Jien Wong manusia tunggal dari

Bu-lim itu, tidak disangka dugaannya ternyata meleset orang itu adalah Koan Ing adanya.

Tetapi hal ini hampir boleh dikata tidak mungkin biia terjadi, menurut apa yang dia ketahui Koan Ing lagi menderita luka parah, bagaimana hanya di dalam waktu yang amat singkat pemuda itu sudah berhasil memulihkan kembali tenaganya?

Apalagi dia harus bergebrak melawan Ciu Tong, hal ini semakin membuat hatinya kebingungan.

Sinar matanya dengan cepat berkelebat sekejap sewaktu dilihatnya di atas kereta berdarah hanya Koan Ing seorang matanya lalu berkedip memberi tanda. Ketiga puluh orang jagoan kelas wahid penjaga ruangan Tat Mo Tong dikull Siauw-lim-si dengan cepatnya menyebarkan diri dan mengurung diri Koan Ing.

“Hey hweesio gede, sungguh seru permainanmu ini,” ejek Ciu Tong dari samping sambil

tersenyum

Thian Siang Thaysu melirik sekejap ke arah Ciu Tong lalu mendengus dengan kasar.

“Koan Ing sudah membinasakan anak muridku, urusan ini sudah pasti haruslah aku yang

mengambil keputusan. Ciu sicu harap jangan ikut campur.” Sinar mata Ciu Tong berkelebat, dengan perkataan dari

Thian Siang Thaysu inijelas dia tidak pandang sebelah mata pun kepada dirinya, di dalam anggapan Thian Siang Thaysu terlalu sombong membuat hatinya jadijengkel.

“Heey hweesio gede!” serunya sambil tertawa seram, “Urusanmu dengan diri Koan Ing aku Ciu Tong tidak akan ikut campur, tetapi yang aku maui adalah Kereta berdarah ini. Bagaimana kalau kau si hweesio gede berikan saja kereta berdarah ini untuk aku bawa pergi?”

Mendengar perkataan tersebut Thian Siang Thaysu segera mengerutkan alisnya rapat-rapat, saat ini kereta berdarah tidak berpemilik, bahkan siapapun boleh mendapatkannya. Dia lantas tertawa tawar.

“Ciu sicu Tahukah kau orang kalau kereta berdarah ini kini sudah terjatuh ke tangan kami pihak Siauw-lim-pay?”

Mendengar omongan itu Ciu Tong jadi gusar, dia segera menganggap Thian Siang Thayiu

dengan mengandalkan jago-jago penjaga ruangan Tat Mo Tongnya untuk merebut kereta berdarah itu dengan paksa hal ini membuat dia saking gusarnya lalu tertawa terbahak-bahak, “Haa,.... haa perkataan dari kau si hwesio gede sungguh menggelikan sekali, seharusnya akulah yang mengatakan kalau kereta berdarah ini adalah milikku.”

Dengan perlahan Thian Siang Thaysu menarik napas panjang-panjang lalu merangkap tangannya di depan dada dan tidak bergerak lagi.

Ciu Tong yang melihat sikapnya itu segera mengetahui kalau dia orang hendak menggunakan ilmu khie-kang “Sian Bu Sian Thian Ceng Khio” untuk melancarkan serangannya, dia tertawa dingin toya ditangan kanannya dengan cepat diayunkan ke depan siap-siap menghadapi sesuatu. -

“lni hari aku orang ingia menjajal kepandaian Sian Thian Ceng Khie dari kau si hweesio gede!” serunya dengan dingin.

Dengaa pandangan tajam Thian Siang Thaysu memperhatikan diri Ciu Tong, mendadak hatinya merasa rada tidak aman sinar matanya kembali menyapu sekejap ke arah Koan Ing.

Saat itulah dia dapat melihat sang pemuda dengan tangan kiri mencekal tali les kuda dan tangan kanan mencekal pedang sedang memandang ke arah mereka berdua deaganpaadangan yang sangat dingin. Hatinya rada bergidik, pikirnya, “Bilamana aku serta Ciu Tong sama-sama terluka parah, apakah para jago penjaga ruangan Tat Mo Tong bisa menahan serangan dari sipemuda aneh itu?”

Thian Liong Thaysu serta Hud Ing Thaysu adalah jago kelas satu pula tetapi beberapa Ikali mereka tidak berhasil menawan diri Koan Ing, dia tidak berani terlalu mengandalkan mereka lagi apalagi di ujung pedang pemuda itupun sudah berlumuran darah seorang hweesio dari Siauw-lim-pay.

Dia diharuskan menghadapi Ciu Tong pada saat ini atau nanti adalah sama saja tetapi terhadap Koan Ing adalah sangat berlainan. Setelah pikirannya berputar keras, dengan perlahan Thian Siang Thaysu melirik sekejap ke arah diri Ciu Tong, pikirnya kembali, “Ciu Tong manusia inipun tidak terlalu lihay, dengan Thian Liong, Hud Ing di tambah ketiga puluh tiga orang anak murid penjaga Tat Mo Tong agaknya masih bisa kuasai dirinya.”

Tangan kanannya dengan perlahan diturunkan kembali, sedang telapak kirinya di silangkan di depan dada, ujarnya kepada diri Ciu Tong.

“Bilamana Ciu sicu tidak suka mundur akupun tidak akan memaksa tetapi aku akan peringatkan dirimu terlebih dahulu,

Ciu sicu bilamana kau suka mengundurkan diri pada

saat ini keadaan masih mengijinkan bahkan tidak akan mengganggu persahabatan kita, tetapi bilamana tidak. ”

Ciu Tong tahu apa maksud dari perkataan Thian Siang Thaysu ini, sinar matanya berkedip-kedip lalu tertawa terbahak-bahak.

“Haaa.... haaa.... bagaimana kalau kita tentukan saja siapa menang siapa kalah dengan melibat siapa orang yang lebih cepat mengalahkan diri Koan Ing?” katanya.

Dia sendiripun tahu bagaimana dahsyatnya tenaga dalam yang dimiliki pihak Siauw-lim-pay, bilamana mengharuskan dia seorang untuk menghadapi orang- itu dengan keras lawan keras maka hal ini tidaklah terlalu menguntungkan dirinya sendiri.

Thian Siang Thaysu sendiri juga bukanlah seorang bocah cilik, sudah tentu terhadap apa yang dimaksud Ciu Tong ini diapun tahu, bilamana pihak lawan berani kenapa dirinya

tidak berani?

Tetapi bilamana harus bertanding satu lawan satu dia percaya walaupun tidak sampai dikalahkan tetapi bakal menemui kerugian. Setelah berpikir sejenak akhirnya dia tertawa tawar. “Demikianpun juga boleh,” sahutnya kemudian.

Sehabis berkata dia menyapu sekejap ke arah Thian Liong serta Hud Ing berdua.

Ciu Tong tertawa terbahak-, tubuhnya dengan cepat begerak menubruk ke arah diri Koan Ing sedang Thian Liong serta Hud Ing pun bersama- bergerak dari kiri dan kanan menghajar ke arah diri Ciu Tong.

Thian Siang Thaysu tertawa tawar, dengan menggunakan saat itulah dia mengancam diri

Koan Ing,

Ciu Tong yang melihat Hud Ing serta Thian Liong Thaysu menubruk ke arahnya dalam hati merasa rada bergidik, matanya dengan cepat menyapu sekejap ke arah samping.

Waktu itulah dia dapat menemukan kalau Boe Siao serta Ciu Pak pun pada saat ini sudah terkurung rapat-rapat di dalam kerubutan para hweesio Siauw-lim-pay,

Dalam hati dia benar-benar merasa amat gusar, di tengah suara aumannya yang amat keras, toya ditangan kanannya menyapu ke arah kedua orang itu sedang tubuhnya melanjutkan tubrukannya ke arah kereta berdarah.

Thian Liong Thaysu serta Hud Ing thay su yang merupakan jago-jago berkepandaian tinggi satu tingkat di bawah Thian Siang Thaysu apalagi kini bekerja sama-sama bisa dihindari dengan begitu mudah?

Melihat Ciu Tong berusaha untuk meloloskan diri dari kepungan tersebut, mereka berdua lantas mengubah jurus serangannya, Thian Liong Thaysu meloncat ke tengah udara dan melancarkan babatan menghajar ke arah pundak Ciu Tong sedangkan Hud Ing Thaysu dengan mengerahkan ilmu telapak Thay So Ingnya menghajar pundak kanan dari Ciu Tong.

Ciu Tong si iblis tua bukanlah manusia sembarangan, sewaktu dilihatnya kedua orang itu sudah berubah jurus serangannya, dia lantas tahu kalau keadaan tidak menguntungkan, bila dia tidak cepat-cepat memutar badannya, ada kemungkinan dirinya bisa dipaksa berada di bawah angin oleh serangan kedua orang itu

Tubuh Thian Siang Thaysu laksana seekor burung bangau dengan cepatnya menerjang ke depan diri Koan Ing

Sedangkan Koan Ing dengan amat ringannya sedang memperhatikan keadaan situasi di sekeliling kalangan.

Thian Siang Thaysu mendesak semakin mendekat melihat hal ini segera Koan Ing bergerak, tangan kiri yang mencekal cambuk dengan cepat digetarkan ke depan sedang pedang ditangan kanannya bergetar ke samping dan membentuk gerakan setengah lingkaran menyambut datangnya diri Thian Siang Thaysu.

Thian Siang Thaysu segera mengerutkan alisnya, dia sama sekali tidak menduga pemuda ini berani menyambut kedatangannya dengan keras melawan keras.

Telapak tangannya segera membentuk satu lingkaran dan menghajar ke atas pedang yang ada ditangan Koan Ing tersebut.

Demikianlah hanya di dalam sekejap saja mereka berdua sudah saling serang menyerang sebanyak beberapa jurus ditambah lagi goncangan yang ditimbulkan dari kereta berdarah itu....

“Brak.... ” pedang Kiem-hong-kiam ditangannya dengan cepat berubah jadi gulungan sinar keemas-emasan yang amat menyilaukan mata. Koan Ing mundur satu langkah ke belakang tetapi si hweesio dari Siauw-lim-pay itu telah tergetar mundur.

Thian Siang Thaysu merasa gusar bercampur terkejut, tenaga pukulannya tadi, dia orang sudah menggunakan delapan bagian tetapi kena digetar mundurjuga oleh tusukan pedang Koan Ing jelas tenaga dalam pemuda itu sudah memperoleh kemajuan yang amat pesat.

Bahkan diantara berkelebatnya sinar keemas-emasan dari tubuh pedangnya secara samar-samar

membawa hawa pedang yang amat tajam.

Dia tidak dapat percaya, perpisahan hanya di dalam tempo tiga hari Koan Ing sudah memperoleh penemuan aneh lagi, bagaimana kedahsyatan dari tenaga dalam yang dimiliki Koan Ing diketahui amat jelas.

Dia tahu walaupun kepandaiannya amat menonjol di dalam angkatan muda tetapi bilamana menghadapi jago-jago kelas satu kepandaian dari pemuda itu sebenarnya masih belum apaanya.

Tetapi tenaga dalam dari Koan Ing sudah memperoleh kemajuan amat pesat sekali, hanya di dalam sekejap saja dia sudah jadi sangat lihay sekali.

Di dalam keadaaa terkejut bercampur gusar, Thian siang Thaysu segera menjejakkan kakinya ke atas permukaan tanah lalu di tengah bentakannya yang amat keras kembali

menubruk ke depan.

Di tengah berkelebatnya bayangan itujubahnya yang berwarna keabu-abuan sudah menggelembung kemudian menghajar ke arah badannya.

Melihat gaya dari Thian Siang Thaysu ini Koan Ing merasa hatinya rada bergidik. IImu Khie-kang ‘Siau Bu Sian Thian Ceng Khie’ merupakan tenaga pukulan penghancur gunung, jelas Thian Siang Thaysu ingin membinasakan dirinya di dalam pukuIan ini.

Begitu sepasang telapak tangan dari Thian Siang Thaysu didorong ke depan seluruh angkasa sudah dipenuhi dengan sambaran angin topan yang memekikkan telinga, diantara mengamuknya salju yang pada beterbangan dengan dahsyatnya menggulung ke arah diri Koan Ing.

Saat ini terpaksa Koan Ing harus menghadapi serangan tersebut dengan seluruh tenaga.

Di tengah suara suitannya yang nyaring badannya melayang ke depan meninggalkan kereta berdarah tersebut, pedang Kiem-hong-kiamnya dengan sejajar dada lantas ditusuk ke arah depan.

Dimana tudingan ujung pedang tersebut, segera terlihatlah segulung sinar keemasan

berkelebat ke depan, inilah jurus ‘Ban Sin Sin Peng To’ dari ilmu ‘Thian-yu Jie Cap Su cau’ yang dicampurkan dengan ilmu pedang ‘Suo Si yi Cap pwe kiam” kehebatannya benar-benar luar biasa sekali.

Melihat kejadian tersebut Thian Siang Thaysu segera merasakan hatinya amat terkejut, dengan perlahan dia pejamkan matanya.

“Tenaga pukulan berhawa khie-kangnya yang melanda datang begitu bertemu dengan sinar keemasan yang muncul dari ujung pedang Kiem-hong-kiam ditangan Koan Ing segera menyebar ke kiri dan ke kanan membuat salju di atas permukaan tanah pada beterbangan memenuhi angkasa.

Saat ini rubuh mereka berdua masih ada di tengah udara, sepasang telapak tangan Thian Siang Thaysu satu Cun demi satu Cun didorong ke arah depan

Sedang sinar keemas-emasan yang di pantul kan keluar dari pedang Kien: Kong Kiam ditangan Koan Ing pun sedikit demi sedikit menyusut ke belakang, dimana sambaran angin berlalu segera menimbulkan desiran tajam yang memekikkan telinga.

Orang- yang lagi bertempur di atas permukaan tanahpun saat ini pada dibikin terperanjat oleh kedahsyatan pertempuran ini sehingga tanpa terasa sudah pada berhenti bergebrak.

Pertempuran dengan menggunakan hawa khie-kang serta hawa pedang adalah satu cara bertempur yang sangat unik danjarang sekali terjadi, sudah tentu hal ini menarik perhatian semua orang.

Ciu Tong sendiri sama sekali tidak percaya kalau tenaga dalam dari Koan Ing bisa memperoleh kemajuan yang demikian pesatnya, dia tak menyangka kalau dia bisa bertempur melawan Thian Siang Thaysu itu ciangbunjin dari Siauw-lim-pay, hal ini mungkin tidak bisa terjadi., tetapi dia pun mau tak mau harus mempercayainya juga karena bukti ada di depan mata.

Kening Koan Ing sudah mulai dibasahi oleh keringat dingin, sinarpedang yang dipancarkan keluar dari ujung pedang kiem- hong-kiam pun semakin lama semakin pendek tetapi semakin bercahaya, dia tahu bilamana serangannya ini tak bisa diterima olehnya dengan baik maka sebentar lagi dirinya akan mati ditangan orang itu.

Semua orang bisa melihat keringat dingin mulai mengucur keluar membasahi seluruh tubuh Koan Ing sedang tubuhnya pun mulai bergoyang tiada hentinya.

Sebaliknya kepala Thian Siang Thaysu ditundukkan semakin rendah, sepasang telapak tangannya satu demi satu didorong ke arah depan.

Pikiran Ciu Tong dengan cepat berputar dia tahu memang kalah sebentar lagi bakal terjadi dan Koan Ing pasti akan menemui ajalnya ditangan Thian Siang Thaysu. Walaupun dia merasa benci terhadap Koan Ing tetapi kematian dari Koan Ing pada saat ini atau sepuluh hari kemudian adalah tidak sama karena bilamana pemuda itu saat ini juga mati maka kereta berdarah tersebut akan terjatuh ke tangan pihak Siauw-lim-pay.

Pikiran tersebut dengan amat cepatnya berkelebat di dalam benaknya, tanpa berpikir panjang lagi di tengah suara bentakannya yang amat nyaring tubuhnya menubruk ke arah depan, toya di tangannya dengan melancarkan satu serangan dahsyat menghajar diri Thian Siang Thaysu,

Thian Siang Thaysu yang secara tiba-tiba mendapatkan serangan bokongan sepasang matanya segera melotot lebar- lebar, tangannya didorong ke depan balas menghajar tubuh Ciu Tong.

Koan Ing yang kena terpancing oleh pukulan Thian Siang Thaysu sehingga serangan

pedangnya malah sebaliknya menyerang ke arah diri Ciu Tong, hatinya merasa rada berdesir, berturut-turut dia melancarkan tiga serangan sekaligus memunahkan serangan tersebut.

Ooo)*(ooO

Bab 23

SEWAKTU dia menarik kembali serangannya dengan menggunakan kesempatan itulah

tubuhnya meloncat ke atas permukaan tanah lalu lari mengejar ke arah kereta berdarah tersebut.

Tubuh Thian Siang Thaysu maupun Ciu Tong begitu mencapai permukaan tanah tanpa memandang sekejappun ke arah pihak lawannya mereka segera pergi mengejar ke arah kereta berdarah tersebut. Tubuh Koan Ing dengan cepatnya berlari ke depan, dengan tangan kanan mencekal cambuk kuda bagaikan kilat cepatnya dia berlari ke arah depan membuntuti kereta berdarah itu, hanya di dalam sekejap saja dia sudah berhasil menaiki kereta itu kemudian melarikan keretanya semakin cepat lagi.

Beberapa puluh kaki di belakangnya tampaklah dua sosok bayangan manusia dengan amat

cepatnya mengejar kencang. kemudian dipaling belakang kembali tampak segerombolan manusia.

Kereta berdarah dengan cepatnya berlari di atas permukaan salju, Koan Ing yang saling beradu tenaga dengan Thian Siang Thaysu saat ini merasakan dadanya amat mangkel sedang seluruh tubuhnya tak bertenaga.

Dia tahu bilamana dirinya tidak cepat-cepat meninggalkan orang-orang itu maka bilamana sampai terkurung kembali dirinya tidak bakal bisa meloloskan diri.

Kereta berdarah dengan gerakan yang amat cepat berlari terus ke arah depan, mendadak kuda berwarna merah itu meringkik panjang Koan Ing jadi sangat terperanjat dia tahu tentunya kuda tersebut telah melihat akan sesuatu.

Baru saja dia berpikir sampai di situ mendadak terlihatlah dari hadapannya berkelebat mendatang sesosok bayangan manusia.

Begitu tubuh orang itu berkelebat datang tangannya dengan cepat menyambar ke atas tali les kuda.

Kuda berdarah itu kembali meringkik panjang, orang itu dengan gusarnya lantas mendengus kemudian menahan larinya kereta kuda itu.

Sekali lagi Koan Ing merasa sangat terperanjat, tak tersangka olehnya disaat dan tempat seperti ini hari dari hadapannya kembali muncul seorang berkepandaian tinggi, kecuali oranga dari tiga manusia genah empat manusia aneh entah ada siapa lagi yang memiliki kepandaian begitu tingginya?

Ketika matanya memandang lebih jelas lagi, dia bisa melihat orang itu bukan lain adalah si dewa telapak dari gurun pasir Cha Can Hong adanya

Pada saat itulah Ciu Tong serta Thian Siang Thaysu pun sudah pada mengejar sampai di tempat tersebut.

“Hee.... hee Cha Loo-te tidak kusangka kaupun bisa tiba di tempat ini!” seru Ciu Tong sambil tertawa terbahak-bahak.

Begitu Cha Can Hong tiba maka Cing Cing, Ing Ing serta istrinya pun pada tiba di sana.

Dengan tawarnya dia menyapu sekejap ke sekeliling tempat itu lalu memandang Koan Ing dengan terpesona.

“Siauw-tan sudah jadi pendeta,” ujarnya dengan perlahan. “Apa?” teriak Koan Ing tertegun, dadanya seperti digodam

dengan martil besar. “Sang Siauw-tan jadi nikouw?” dia sama sekali tidak menyangka kalau Sang Siauw-tan bisa mengambil tindakan demikian, dia masih mengira nona itu sudah melupakan dirinya, tidak disangka....

Dengan pandangan yang amat dingin Cha Can Hong memperhatikan diri Koan lag, hanya di dalam sekejap ini dia tidak dapat mengerti sebenarnya apa hubungannya antara pemuda ini dengan Sang Siauw-tan? Agaknya pemuda ini ada rasa cinta kepadanya tetapi seperti juga tak mempunyai perasaan tersebut....

“Dia ada dimana? Aku mau pergi mencarinya!” seru Koan Ing termangu-mangu.

Cha Can Hong segera tertawa dingin.

“Siauw-tan sudah menaiki puncak Su Lie Hong dan mengangkat Sin-san Soat-nie sebagai gurunya.” Koan Ing kembali melengak, Sin-san Soat-nie yang tinggal di puncak Su Lie Hong adalah salah satu anggota dari tiga manusia genah yang tempo hari terkenal akan kebajikan serta keramah-tamahannya selamanya tak seorangpun yang tahu dari mana berasalnya perguruan orang itu tetapi yang jelas puncak Su Lie Hong melarang setiap orang lelaki untuk memasukinya dan tak ada orang yang berani pergi kesana. Tetapi Sang Siauw-tan sudah menaiki puncak Su Lie Hong.

Bagaimana dahsyatnya tenaga dalam yang dimiliki Sin-san Soat-nie tak seorangpun yang tahu tetapi kebanyakan orang percaya kalau kedahsyatan tenaga dalamnya tidak berada di bawah dua manusia genah serta empat manusia aneh lainnya bahkan jurus serangannya amat dahsyat sekali,

Ciu Tong memandang sekejap ke arah Cha Can Hong lalu ujarnya sambil tertawa,

“Cha Lote, perpisahan kita selama sembilan belas tahun ini keadaanmu sungguh sudah berubah, tidak kusangka kalau istrimu kiranya adalah Han Hay Cing Hong atau siburung hong hijau dari Han Hay, Suto Beng Cu adanya, bahkan kedua orang putrimu sudah demikian besarnya.

Cha Can Hong tertawa tawar, dia memandang sejenak ke kiri dan ke kanan sedang dalam

hati merasa keheranan, bagaimana mungkin kereta berdarah itu bisa jatuh ke tangan Koan Ing? Bahkan memancing datangnya pengejaran dari Ciu Tong serta Thian Siang Thaysu.

Sewatu dilihatnya Koan Ing lagi berdiri termangu-mangu seorang diri, alisnya segera dikerutkan rapat-rapat, dia tahu manusia yang ada di dalam dunia kangouw adalah sangat kejam dan berbahaya sekali, Koan Ing ini sudah berbuat salah terhadap diri Sang Siauw-tan, jelas diapun adalah seorang manusia jahat.... Cha Can Hong termenung berpikir sebentar, akhirnya dengan dinginnya dia berkata, “Aku sudah menggunakan burung merpati untuk laporkan urusan ini kepada Sang Su-im, sebentar lagi dia bisa tiba disini untuk menyelesaikan urusan ini sendiri dengan dirimu.” Mendengar perkataan tersebut Koan Ing segera mengerutkan alisnya rapat-rapat, pikirnya. “Tidak aku harus pergi menemui sekejap Sang Siauw-tan.

Tali les kudanya segera digetarkan untuk menekan mundur tenaga tekanan dari Cha Can Hong, setelah itu mengebutkan talinya ke depan.

Siapa tahu walaupun dia sudah berusaha keras, kereta itu tak dapat bergerak juga karena sudah kena ditahan olah tenaga sakti dari Cha Can Hong si dewa telapak.

Dengan tindakannya ini Cha Can Hong semakin jengkel, di dalam anggapannya Koan Ing hendak melarikan diri.

“Koan Ing, kau hendak pergi dari sini?” serunya dingin, “Cha sicu kenapa tidak sekalian binasakan saja keempat

ekor kuda tersebut?” sela Thian Siang Thaysu dari samping,

Cha Can Hong segera menoleh, terlihatlah olehnya anak murid partai Siauw-lim-pay sudah pada mengurung tempat itu rapat-rapat, alisnya segera dikerutkan rapat-rapat.

“Thaysu, kau ingin berbuat apa?” tanyanya dengan suara berat.

“Tahukah Cta Sicu, kalau Koan Ing su dah membinasakan anak murid dari Siauw-lim-pay?” seru hweesio itu dingin.

Kembali Cha Can hong melengak di buatnya, sewaktu melihat Koan Ing tidak jadi melarikan kereta kudanya, melainkan duduk termenung, kembali dengan dinginnya dia segera mendengus, pikirnya. “Hmm. orang ini adalah keponakan murid dari Kong Bun-

yu sudah tentu pikirannya amat licik dan sangat berbahaya. Dia termenung berpikir sebentar lalu ujarnya.

“Kalau memangnya demikian aku serahkan dirinya kepada diri Thaysu, tetapi Sang Su-im sebentar lagi bakal datang anak putrinya sudah jadi nikouw, dia pasti akan pergi mencari Koan Ing untuk mencari balas.”

Dengan dinginnya Thian Siang Thaysu mendengus sejak semula dia sudah bentrok dengan diri Sang Su-im, bagaimana saat ini dia suka untuk bersama-sama dengan dirinya untuk memberi hukuman kepada diri Koan Ing?

“Lalu Cha sicu hendak berdiri di pihak pinceng sini atau berdiri di pihak Sang Su-im sana?” tanyanya kemudian dengan perlahan.

Cha Can Hong jadi melengak, dia masih tidak mengerti apa yang dimaksudkan oleh Thian Siang Thaysu itu.

Pada saat itulah terdengar Ciu Tong yang ada di samping sudah tertawa tergelak, “Haaa.... haaa. sejak dahulu mereka

berdua sudah tidak akur, apakah Cha Loo-te tidak mengetahui akan urusan ini?”

Mendengar perkataan itu Cha Can Hong jadi paham kembali.

Terdengar Ciu Tong sudah melanjutkan kembali kata- katanya, “Kita empat manusia aneh sama-sama mengangkat nama sudah tentu tentang kereta berdarah ini harus diputuskan dari kita empat oranng, sedang mengenai diri Koan Ing mau dihukum mati atau tidak buat aku tidak ada usul apa apa lagi,

“Hmmm.... ” dengus Thian Siang Thaysu dengan bertanya, “Koan Ing baru saja memperoleh kereta berdarah, apalagi tenaga dalamnya sudah berhasil dilatih hingga mencapai pada taraf kesempurnaan, dia orang tidak boleh dibiarkan hidup lebih lama lagi, soal ini biarlah dari pihak siauw-lim-pay kami saja yang mengambil keputusan. Sang Su-im tidak usah ikut campur lagi.”

Mendengar perkataan ini alis yang dikerutkan Cha Can Hong semakin diperkencang lagi,

“Perkataan dari Thaysu ini apakah tidak terlalu sombong? Kau terlalu tidak pandang sebelah matapun terhadap kami orang-orang dari kalangan Bu-lim” serunya.

Sinar mata Thian Siang Thaysu dengan perlahan menyapu sekejap ke arah diri Ciu Tong sekalian, dia tahu Suto Beng Coe istri dari si dewa telapak dari gurun pasir itupun merupakan satu musuh yang amat tangguh, dia merasa dengan kekuatan tenaga dalamnya sendiri tidak mungkin bisa memperoleh hasil, apalagi saat ini masih ada Koan Ing disana.

Sewaktu dia hendak menyingkir ke samping dan dilihatnya Ciu Tong lagi memandang dirinya sambil tertawa dingin, hatinya jadi amat gusar sekali, alisnya dikerutkan rapat-rapat.

“Pinceng pasti akan basmi dirinya.” katanya dengan gesar. “Kurang ajar, Thian Siang Thaysu jadi orang sungguh amat

sombong, semua adalah orang yang pada angkat nama berbareng, kenapa dia harus berbuat demikian?”

Berpikir akan hal itu dia lantas tertawa tawar.

“Kalau memangnya Thaysu demikian ngotot, aku Cia Can Hong hendak menangkap orang

itu.”

Thian Siang Thaysu tahu dirinya sudah menggusarkan Cha Cian Hong tetapi dia tidak dapat berbuat apa apa.

“Kalau memangnya Cha sicu hendak berbuat demikian, silahkan turun tangan.” Cha Cian Hong segera tertawa terbahak babak, tubuhnya bergerak maju ke depan menubruk ke arah diri Koan Ing.

“Cha sicu, terimalah seranganku!” bentak Thian Siang Thaysu dengan cepat.

Pandangannya terhadap Cha Can Hong masih lumayan juga, karenanya sewaktu hendak turun tangan, dia sudah memberi peringatan dulu.

Cha Can Hong menoleh tidak, pada saat itulah terdengar si burung hong hijau dari daerah Han Hay, Suto Beng Coe sudah membentak keras, sedang tubuhnya berkelebat ke depan, berturut2 melancarkan tiga pukulan dahsyat menghajar diri Thian Siang Thaysu.

Thian Siang Thaysu jadi sangat terperanjat, dia sama sekali tidak menyangka kalau Suto Beng Coe bisa melancarkan serangan pada saat itu, bahkan keanehan dan kedahsyatan dari angin pukulannya membuat dia orang mau tidak mau terpaksa harus putar badannya menerima datangnya serangan itu.

Bilamana saat ini dia harus putar badan maka Cha Can Hong akan menghajar diri Koan Ing dengan seluruh tenaga, hatinya jadi merasa amat cemas, di tengah suara aumannya yang amat keras tenaga khie-kang Sian Thian Ceng Khienya dengan mengikuti gerakan telapak tersebut balas menghajar diri Suto Beng Cu.

Cha Can Hong yang mendengar datangnya sambaran angin tajam hatinya merasa bergidik, sambil putar badan dia membentak keras, berturut-turut telapak tangannya melancarkan delapan belas buah serangan sekaligus, inilah jurus Hwee Sah Cu Sak atau pasir terbang batu berjalan dari ilmu Thay Mo Ciangnya yang sudah terkenal di seluruh Bu-lim,

Cha Can Hong yang melihat Thian Siang Thaysu ternyata sudah menggunakan tenaga khie-kangnya untuk menghantam sang istri, dengan gusarnya dia lantas balikan badannya kirim satu pukulan.

Seketika itu juga seluruh angkasa sudah dipenuhi dengan angin yang menderu-deru membuat napas terasa menjadi sesak.

Serangan dari Thian Siang Thaysu tadi sebetulnya hanya ingin memancing agar Cha Can Hong suka menoleh.

Kini melihat dia sudah putar badan balas melancarkan serangan dengan cepat telapak tangannya ditarik kembali ke belakang”

Pada saat itulah Hud Ing Thaysu sudah berkelebat ke depan menghalangi din Suto Beng Cu.

Sinar mata Koan Ing dengan cepat berputar, tali les kudanya mendadak disentakkan ke depan sehingga kereta berdarah tersebut dengan cepafaya sudah menerjang ke arah depan.

Dengan gerakan yang amat ganas dari kereta tersebut ternyata tak seorangpun yang berani menghalanginya,

Di tengah suara bentakan yang mengandung rasa terkejut Ciu Tong, Cha Can Hong serta Thian Siang Thaysu tiga orang bersama-sama berkelebat ke depan mengejar ke arah kereta berdarah.

Di tengah suara tertawa tergelaknya yang amat keras Ciu Tong dengan menggunakan toyanya yang ada ditangan kanan menghajar Cha Can Hong, tangan kirinya menghantam pula ke arah Thian Siang Thaysu.

Mereka bertiga boleh dikata bersama-sama menginjakkan kakinya ke atas kereta berdarah, tetapi dengan perbuatan dari Ciu Tong yang ada diluar dugaan ini mereka berdua jadi sedikit terhalang sehingga terlambat satu langkah dari diri Ciu Tong. Begitu mereka berdua terjatuh ke permukaan tanah dengan gusarnya segera melanjutkan

kejarannya ke depan.

Sebaliknya Ciu Tong sendiri yang sudah ada di atas kereta berdarah segera tertawa terbahak-bahak, walaupun jarak mereka berdua dengan kereta berdarah cuma beberapa langkah tetapi tidak bisa bakal menyandak.

Sewaktu Ciu Tong lagi tertawa tergelak dengan bangganya itulah Koan Ing yang ada di depan sudah mendengar suaranya itu.

Pemuda itu agak ragu-ragu sebentar, dalam hati dia tahu untuk meloloskan diri dari Ciu Tong bukanlah satu pekerjaan yang gampang sehingga tanpa terasa lagi berpuluh-puluh pikiran kembali berkelebat di dalam benaknya.

Koan Ing dengan tangan kanan mencekal pedang tangan kiri memegang kemudi dia melarikan kereta berdarah tersebut jauh lebih cepatnya menuju ke depan.

Mendadak tubuhnya meloncat ke atas kereta, sedang pedangnya melancarkan tiga serangan sekaligus.

Ciu Tong yang melihat datangnya serangan dari Koan Ing itu tidak jadi gugup dibuatnya, sejak tadi dia sudah menduga akan datangnya serangan tersebut karena itu toya yang ada ditangan kanannya dengan cepat dibabat ke depan menghalangi datangnya serangan tersebut.

Koan Ing tergetar mundur dua langkah ke belakang, dia tahu bilamana serangannya ini mencapai pada sasaran yang kosong maka keadaannya sangat berbahaya sekali. Ciu Tong segera tertawa terbahak-bahak kepada Koan Ing ujarnya, “Bilamana kau suka melarikan kuda ini terus, aku masih tak mengapa, kalau tidak.... Hmm kau harus tahu akupun bisa memaksa kau untuk meloncat turun dari kereta ini.” Sinar mata Koan Ing berputar-putar, tubuhnya mendadak meloncat kembali ke depan, sedang Kiem-hong-kiamnya dengan menimbulkan sinar cemerlang menghajar tubuh Ciu Tong.

Ciu Tong si iblis tua dari lautan Timur itu lantas tertawa dingin, dia tidak mengira kalau Koan Ing sambil melarikan kudanya berani melancarkan serangan yang begitu gencar kepadanya, dia yang pernah melihat pertempurannya dengan Thian Siang Thaysu sudah tentu tidak berani memandang terlalu gegabah kepadanya.

Tangan kanannya dengan cepat diayun ke depan, toyanya dengan menimbulkan suara yang menderu-deru menghajar pedang Kiem-hong-kiam dari Koan Ing.

Pemuda itu dengan terburu-buru lantas menarik kembali pedangnya ke belakang, di tengah dengusan yang amat nyaring pedangnya dengan menggunakan jurus “Ci Cie Thian Yang” menghantam diri Ciu Tong serangannya ini sudah menggunakan seluruh kemampuannya.

Ciu Tong dengan cepat miringkan toyanya kesamping, agaknya dia sudah menduga kalau Koan Ing bisa menggunakan jurus itu, karenanya sewaktu Koan Ing berganti jurus toyanya sudah diangkat untuk menyambut datangnya serangan itu.

Koan Ing jadi amat terperanjat, dia sama sekali tidak mengetahui kalau tempo dulu Ciu Tong pernah bertempur sengit melawan diri Kong Bun-yu sehingga membuat dia orang agak mengetahui tentang ilmu Thian-yu Kiam Hoat tersebut, pengalamannya ini bilamana dibandingkan dengan Thian Siang Thaysu memang rada berbeda dan dia memang jauh lebih berpengalaman.

Koan Ing yang melihat serangannya berhasil ditahan oleh pihak musuh tangan kanannya dengan cepat dibabat kesamping, pedang Kiem-hong-kiamnya dengan menimbulkan suara yang nyaring lantas balik menusuk ke arah alis dari Ciu Tong.

Sinar mata Ciu Tong dengan cepat berputar, jurus  serangan Koan Ing ini ternyata jauh lebih lihay daripada ilmu ‘Thian-yu Khie Kiam’ dari Kong Bun-yu tempo hari.

Toya di tangannya dengan cepat membalik, dengan datar menangkis datangnya serangan tersebut.

Saat ini kepandaian siiat dari Koan Ing sudah berhasil dilatihnya hingga mencapai pada taraf yang sempurna, jurus serangannya digunakan belum selesai tangan kanannya sudah menarik ke belakang

“He.... hee bocah, kau boleh terhitung sebagai jagoan nomor wahid!” seru Ciu Tong tertawa.

Saat ini dia tidak berani pandang rendah diri Koan Ing lagi, tangan kanannya dengan cepat dipentangkan lebar-lebar toyanya bagaikan bayangan iblis dengan cepatnya mengurung seluruh pedang dari Koan Ing membuat gerakannya jadi kurang leluasa.

Koan Ing jadi terperanjat, sebenarnya dia ingin menyerang dan menarik kembali serangannya dengan gerakan cepat, siapa sangka perubahan jurus dari Ciu Tong jauh lebih  dahsyat lagi, sehingga sewaktu dia sadar keadaan sudah terlambat.

Dia sadar tenaga dalamnya masih bukan tandingan dari Ciu Tong, bilamana pedangnya sampai kena terhajar toya itu maka pedang tersebut akan terpukul mental ke tengah udara.

Pikirannya dengan cepat berputar, tubuhnya mendadak merendah, pedangnya disentil ke depan menjauhi datangnya serangan dari Ciu Tong itu.

Ciu Tong segera mendengus dingin, toyanya bagaikan ambruknya gunung Thay-san segera menindih dirinya,

Ujung pedang dari Koan Ing yang kena tertempel dengan toya pihak lawan tidak mau berdiam sampai disitu saja, tangan kirinya berturut-turut menyentil ke depan, segulung angin serangan dengan menggunakan kesempatan tersebut meluncur ke depan menghajar Iambung dari Ciu Tong.

Sinar mata Ciu Tong yang terhalang oleh putaran toyanya sendiri sama sekali tidak dapat melihat Koan Ing melancarkan sentilanjari,

Ketika dia mendengar datangnya angin serangan itu hatinya jadi berdesir tak

tersangka olehnya kalau Koan Ing bisa menggunakan “Han Yang Sin Ci” dari Sang Su-im. Dalam hati dia merasa kheki bercampur gusar.

“Hmmm Serangan yang bagus!” serunya dingin.

Sehabis berkata toyanya dimiringkan ke samping untuk menghindarkan diri dari sambaran lima jari Koan Ing lalu dengan meminjam kesempatan itu membentuk gerakan lingkaran di tengah udara dan menghajar tubuh pemuda tersebut.

Kecepatan gerak dari Ciu Tong ini membuat Koan Ing merasa hatinya rada berdesir, tubuhnya baru saja sedikit bergerak toya dari Ciu Tong telah menyambar datang.

Dengan menggunakan kesempatan itulah kembali Koan Ing melayang ke tengah udara lalu meluncur pergi.

Ciu Tong tertawa dingin, toyanya rada merandek lalu kembali menyapu ke atas, di mana toya tersebut menyernbar datang segera terasalah ada segulung angin menyambar dari tiga jurusan mengancam tubuh Koan Ing.

Melihat hal tersebut pemuda itu jadi kerutkan alisnya rapat- rapat, pikirnya, “Aku tidak boleh menghindar terus seperti begini, kalau begitu terus hal ini bukanlah satu cara yang baik.”

Dia lantas bersuit panjang, pedangnya menekan ke bawah menghajar ujung toya tersebut inilah yang dinamakan jurus ‘Ban Sin Peng To’ dari ilmu pedang ‘Thian-yu Khei Kiam’.

Begitu pedang serta toya saling bertemu suara suitan pun lantas berhenti, dengan sekuat tenaga dia menekan toya itu ke bawah.

Ciu Tong sendiripun cepat-cepat pusatkan pikirannya tidak bergerak, toyanya dengan berat

menghisap pedang Kiem-hong-kiam dari Koan Ing, dengan perlahan tenaga dalamnya makin diperberat, agaknya dia bermaksud hendak menggetarjatuh dirinya dari atas kereta berdarah tersebut.

Kereta berdarah itu masih lari terus ke depan dengan cepatnya, sedang orang yang ada di atas keretapun berdiri tak bergerak, laksana dua buah patung arca.

Pada waktu itu Thian Siang Thaysu serta Ca Can Hong dua orang sudah berhasil menyandak kereta itu beberapa depa di belakangnya, sewaktu dilihatnya Koan Ing lagi melawan diri Ciu Tong mati2an, dalam hatipun ikut merasa rada tegang, mereka berharap kereta berdarah itu bisa bergerak lebih lambat lagi sehingga ada kesempatan buat mereka untuk meloncat naik ke atas kereta.

Dari wajah Ciu Tong perlahan demi perlahan muncullah suatu senyuman, dia tidak perlu membinasakan diri Koan Ing, asalkan bisa merubuhkan dirinya dari atas kereta berdarah itu maka Thian Siang Thaysu serta Cha Can Hong yang lagi mengejar dari belakang bisa membereskan nyawanya.

Mendadak Ciu Tong membentak keras, tubuhnya merendah sedang toyanya disodok ke depan berusaha mendorong tubuh Koan Ing dari atas kereta tersebut. Koan Ing yang mendadak merasakan pedangnya menekan pada tempat yang kosong hatinya jadi amat terperanjat, tubuhnya dengan cepat bersalto beberapa kali di tengah udara lalu ujung kakinya menutul pada pinggiran kereta.

Ciu Tong sama sekali tidak mengira kalau Koan Ing tak berhasil dijatuhkan dari atas kereta, tangan kanannya dengan cepat membabat ke arah depan menghajar tubuh Koan Ing.

Koan Ing yang baru saja berhasil mantapkan dirinya mendadak melihat iblis tua itu kembali melancarkan serangan dalam hati jadi merasa terkejut pedang panjangnya digetarkan ke depan sehingga memancarkan sinar keemas-emasan,  ujung pedangnya bergetar berkelebat tiada hentinya ke depan, inilah jurus untuk mempertahankan diri “Hay Thian It Sian” atau langit dan lautan satu garis.

Melihat datangnya serangan bertahan dari sang pemuda, Ciu Tong lantas mendengus dingin, dia tidak menyangka kalau jurus ‘Hay Thian It Sian’ yang merupakan jurus rahasia dari Thay Mo Pay dia bisa memahami.

Berturut-turut dia melancarkan tiga serangan sekaligus berusaha untuk mendesak sang pemuda sehinggajatuh dari kereta.

Tetapi tubuh Koan Ing pun seperti di pantek pada pinggiran kereta itu sedikit pun tidak bergeming.

Thian Siang Thaysu serta Cha Can Hong yang melihat kejadian tersebut hatinya merasa berdebar dengan amat kerasnya, mereka tahu bilamana Koan Ing mundur satu langkah ke belakang maka dia segera akan terjatuh dari atas kereta dan bilamana kereta berdarah itu berhasil di kuasai oleh Ciu Tong maka mereka harus membuang banyak tenaga lagi untuk memilikinya.

Tetapi bilamana ditinjau dari keadaannyajelas di dalam waktu yang singkat semata tidak bakal terjatuh dari atas kereta Waktu ini Thian siang Thaysu cuma mengharapkan Koan Ing dapat bertahan sejenak lagi, sedangkan Cha Can Hong yang melihat kekukuhan hati sang pemuda jauh melebihi dirinya dalam hati mulai menaruh rasa kagum terhadap dirinya.

Saat ini pedang serta toya pada melengket jadi satu membuat Koan Ing mau tak mau terpaksa harus mengadu kekerasan. Sepasang kakinya masih menempel pinggiran kereta dengan payahnya dia saling serang menyerang sebanyak puluhan jurus.

Dalam hati Ciu Tong merasa hatinya amat terkejut bercampur gusar, di dalam keadaan begini bilamana sampai dilihat oleh Thian Siang Thaysu serta Cha Can Hong, apa yang bakal dikatai oleh mereka? Dirinya tak berhasil pukul rubuh Koan Ing, Dengan gusarnya dia lantas meraung keras, toyanya dengan kecepatan yang luar biasa menerjang ke depan, jurus-jurus serangannyapun semakin ganas lagi, agaknya dia bermaksud hendak menjatuhkan diri Koan Ing jauh lebih cepat lagi.

Melihat serangan yang begitu ganas pemuda itu jadi berdesir, dia tahu datangnya serangan ini amat dahsyat dan tidak mungkin dirinya berhasil bertahan lebih lanjut.

Pada saat itulah kuda berdarah tersebut kembali meringkik panjang, sesosok bayangan hijau dengan kecepatan yang luar biasa sudah berkelebat mendatang.

Begitu tiba di atas kereta orang itu lantas melancarkan seranganjari menghajar punggung diri Ciu Tong.

Ciu Tong jadi amat terkejut, jika didengar dari seranganjarinyajelas orang yang baru datang itu bukan lain adalah Sang Su-im adanya.

Toyanya dengan cepat diputar sedemikian rupa menyapu pergi datangnya angin serangan tersebut. Tubuh Sang Su-im cepat-cepat bergerak mempertahankan larinya kereta berdarah sehingga rada merandek, dan dengan menggunakan kesempatan itulah tubuh Cha Can Hong bergerak maju ke depan lalu mencekal erat-erat ujung kereta dan menariknya kuat-kuat.

Sang Su-im yang muncul secara tiba-tiba lantas menyapu sekejap ke arah keempat orang itu, tadi dari tempat kejauhan dia bisa melihat pertempuran antara Koan Ing dengan diri Ciu Tong, dia masih menyangka matanya yang kabur, tetapi sekarang dia baru percaya pemuda itu benar-benar adalah Koan Ing.

Ooo)*(ooO

Bab 24

DIA sama sekali tidak menyangka kalau Koan Ing, berani bergebrak melawan diri Ciu Tong bahkan berada di atas  kereta berdarah pula.

Sang Su-im sama sekali tidak menduga kalau urusan di dalam dunia ini bisa terjadi begitu kebetulan, jika dilihat dari tindakan si Dewa telapak dari gurun pasir Cha Can Hong serta Thian Siang Thaysu yang lagi mengejar kereta berdarah, jelas merekapun seperti lagi menghadapi Koan Ing.

Cha Can Hong sendiri merasa rada heran, dia merasa bingung bagaimana mungkin Sang Su-im yang munculkan dirinya lalu menolong diri Koan Ing, kenapa dia tidak menghajar sekalian diri sang pemuda?

Waktu itulah berturut-turut Thian Liong Thaysu, Hud Ing Thaysu, Suto Beng Coo, Ing Ing, Cing Cing serta para hwesio dari Siauw-lim-pay pada berdatangan. “Sang-heng, apakah kau orang sudah menerima suratku?” tanya Cha Can Hong kemudian.

Dengan perlahan Sang Su-im mengangguk, di dalam sekejap itulah pada air mukanya sudah terjadi beberapa kali perubahan yang mengandung rasa yang amat aneh entah dia lagi

merasa sedih, murung atau marah.

“Heeei soal ini bukan kesalahan dari Koan Ing, akulah yang seharusnya merasa berdosa,” sahutnya dengan perlahan.

Cha Can Hong jadi melengak, bukan kesalahan dari Koan Ing? Dia tidak paham apa yang diucapkan oleh Sang Su-im itu apa dia orang belum melihat jelas isi suratnya? hal ini tidak mungkin terjadi!

Dengan perlahan dia menarik napas panjang-panjang, lalu menoleh memandang sekejap ke arah Koan Ing.

Tampaklah waktu itu pemuda tersebut lagi menundukkan kepalanya, sepatah kata pun tidak diucapkan olehnya.

Si dewa telapak dan gurun pasir ini segera mengerutkan alisnya rapat-rapat, dia tidak mengerti sebetulnya tudah terjadi urusan apa.

Terdengar Sang Su-im dengan perlahan menghela napas panjang, ujarnya kepada Koan Ing, “Aku tahu paman Cha pasti akan menaruh kesalah pahaman terhadap dirimu maka itu aku mengejar datang kemari agar urusanjadi semakin tidak karuan.”

Koan Ing yang melihat Sang Su-im sengaja datang untuk menolong dirinya, di dalam hati merasa sangat berterima kasih sekali, saat ini dia merasa dirinya dengan Sang Su-im rasanya sudah ada satu ikatan batin, karenanya tak sepatah kata pun di ucapkan kembali. Dengan perlahan senyuman mulai menghiasi bibirnya,

“Aku sudah memperoleh kereta berdarah ini, mereka datang merebutnya dari tanganku,” katanya perlahan.

Sinar mata Sang Su-im rada bergerak, dia tersenyum lalu menyapu sekejap ke arah Ciu Tong serta Thian Siang Thaysu kemudian kepada Cha Can Hong ujarnya, “Cha Hian-te Koan Ing adalah orang dari golonganku, kita harus membantu dia untuk mempertahankan kereta berdarah ini”

Pada mulanya Cha Can Hong memang menaruh rasa kesalah pahaman terhadap sang pemuda

bahkan hampir-hampir melukai dirinya, kini melihat dia orang mempunyai hubungan yang sangat

erat sekali dengan Sang Su-im bahkan merupakan murid dari Kong Boon Yu pula membuat dia

lalu tersenyum dan mengangguk. “Hal ini sudah tentu.”

“Hmm tetapi sayang urusan ini bukanlah bisa diputuskan oleh kalian berdua saja,” sela Thian Siang Thaysu secara tiba- tiba sambil mendengus dingin.

“Betul” timbrung Ciu Tong pula sambil tertawa. “Masih ada aku si orang tua juga belum setuju.”

Sang Su-im tertawa tawar, sinar matanya dengan perlahan menyapu sekejap ke arah kedua orang itu.

“Perduli kalian setuju atau tidak, kali ini tidak ada bagian buat kalian berdua!” serunya.

Thian Siang Thaysu yang merasa Ciu Tong pun ada dendam dengan diri Sang Su-im sehingga dirinya punya kawan seiring nyalinyapun semakin bertambah besar dia lantas tertawa dingin.

“Hmmm.... jangan omong begitu gampang, pokoknya ini hari Koan Ing tidak bakal bisa kau

bawa”

Cha Can Hong segera mengerutkan alisnya rapat-rapat, dia tahu agaknya ini hari harus terjadi suatu pertempuran yang amat sengit dengan beberapa orang itu, matanya lantai dikerlingkan memberi tanda kepada Suto Beng Cu.

Suto Beng Cu menyahut dengan membawa Cing Cing serta Ing Ing mereka bertiga pada meloncat naik ke atas kereta.

Sang Su-im yang melihat tindakan dari Cha Can Hong ini dia lantas mengetahui kalau dirinya hendak menyerang secara tiba-tiba.

“Tahan!” serunya cepat.

Sudah tentu Thian Siang Thaysu pun bisa melihat maksud hati dari Cha Can Hong hendak mengadakan penyerangan secara tiba-tiba itu, dengan terburu-buru diapun lantas memberi perintah kepada anak muridnya.

Tetapi setelah mendengar suara teriakan dari Sang Su-im ini diapun lantas berhenti.

“Heeey Hweesio gede!” seru Sang Su-im sambil tertawa dingin. “Kekuatan dari Siauw-lim-si sungguh tidak jelek.”

“Kenapa Sang pangcu tidak suka mencobanya sendiri?” balas Thian Siang Thaysu dengan dingin.

Sang Su-im segera angkat kepalanya tertawa terbahak- bahak belum habis suara tertawanya bergema diangkasa dari tempat kejauhan tampaklah segerombolan penunggang kuda laksana bertiupnya angin dengan amat cepatnya sudah bergerak datang.

Sekali pandang saja Thian Siang Thaysu dapat melihat kalau setiap penunggang kuda

dari kedua belas orang itu pada memakai mantel lebar, mereka bukan lain adalah kedua belas orang pelindung hukum dari perkumpulan Tiang-gong-pang hal ini seketika itu juga membuat hatinya rada berdesir.

Telah lama tersiar berita kalau perkumpulan Tiang-gong- pang merupakan satu perkumpulan yang paling besar di daerah Tionggoan tetapi sejak memasuki daerah Tibet belum pernah dia menemui seorang pun, tidak disangka pada saat keadaan seperti ini kedua belas orang pelindung hukum dari perkumpulan tersebut bisa munculkan diri disini.

Air mukanya segera berubah sangat hebat, hanya di dalam sekejap mata kedua belas orang pelinduag hukum itu sudah menerjang masuk dari kepungan para hweesio Siauw-lim-si lalu mengadakan penjagaan di sekeliling kereta berdarah untuk mengawasi gerak-gerik para hweesio.

Koan Ing yang melihat munculnya kedus belas orang pelindung hukum tersebut tidak

kuasa lagi sudah berseru,

“Anak buah dari empek Sang baru untuk pertama kali ini aku bisa menemuinya sendiri.”

Sang Su-im tersenyum, walaupun dia berkedudukan sebagai seorang pingcu dari suatu perkumpulan besar tetapi sifatnya lebih suka menyendiri dan bebas laksana burung bangau, walau kemanapun dia paling tidak suka membawa pengikut tetapi dikarenakan pada saat ini Thian Siang Thaysu dari Siauw-lim-pay sudah membawa pula hweesiojagoannya untuk memasuki daerah Tibet memaksa dia mau tidak mau harus menggerakkan juga kedua belas orang pelindung hukum perkumpulan Tiang-gong-pang itu.

Dia mengirim satu senyuman kepada Koan Ing lalu menoleh ke arah Ciu Tong serta Thian Siang Thaysu.

“Kalian berdua silahkan untuk turun dari kereta!” perintahnya.

Dengan dinginnya Thian Siang Thaysu mendengus, jika ditinjau dan keadaannya pada

saat ini kecuali menerjang dengan kekerasan satuanya jalan adalah mengaku kalah dan menarik kembali pasukannya. Bilamana dia ingin menerjang kekar dengan menggunakan kekerasan dengan kekuatannya pada saat ini kiranya tidak mungkin bisa berhasil, bahkan malah ada kemungkinan besar bisajatuh di bawah angin.

Apalagi saat ini kedua belas orang pelindung hukum dari perkumpulan Tiang-gong-pang sudah munculkan dirinya, bilamana secara gegabah dia menerjang dengan kekerasan bukan saja bakal banyak anak muridnya yang akan terluka bahkan rasa malu itu sukar untuk dipikul.

Tetapi sebaliknya jikalau menyuruh dia mengundurkan diri dengan demikian saja hatinya masih rada tidak rela

Sewaktu dia masih ragua itulah Ciu Tong sudah tertawa terbahak-bahak.

“Sang Su-im!” teriaknya. “Kiranya ini hari kau sudah mengalihkan seluruh kekuatan perkumpulan Tiang-gong-pang datang kemari”

“Heee.... heee.... oranga dari pulau Ciat Ih To dari lautan Timurpun bukannya tidak mengirim orang masuk ke daerah Tibet, cuma sayang sebagian besar sudah terhalang” seru Sang Su-im balas mengejek.

Ciu Tong jadi melengak, di dalam hati dia merasa sangat menguatirkan kemanakah

perginya anak buah dari pulau Ciat Ie To, apalagi diapun tahu bilamana terus menerus berada disini bukanlah satu cara yang baik untuk menghadapi musuhanya. Dia lantas tertawa terbahak-bahak,

“Haa,.... haa kalau begitu mohon diri lebih dahulu, untuk sementara biarlah kereta berdarah itu terjatuh ke tangan seorang boanpwee di bawah empat manusia aneh, lain kali kita bertemu kembali.”

Sehabis beikata toya ditangan kanannya sedikit menutul permukaan tanah tubuhnya laksana seekor burung elang dengan cepatnya melayang ke tengah udara lalu berlalu dari situ bersama-sama Ciu Pak serta Bu Sian, Thian Siang Thaysu yang melihat Ciu Tong berlalu terlebih dulu hatinya jadi berdesir, dengan demikian kekuatan kedua belah pihak jauh tidak seimbang, bilamana dia bermaksud untuk merebut kereta berdarah itu maka hal ini tidak bakal biia terjadi lagi,....

Dalam hati dia menghela napas panjang, pikirnya, “Heei....

kenapa sampai sekarang Yuan Si Tootiang itu ciangbunjien dari Bu-tong-pay

masih belum muncula juga, bilamana saat ini dia bisa datang hal itu sungguh bagus sekali, kereta berdarahpun bisa dihalangi.”

Berpikir sampai disitu dia lantas melayang turun dari kereta berdarah dan berlalu menuju ke arah barat.

Para hweesio dari Siauw-lim-si lainnya sewaktu melihat ciangbunjiennya sudah berlalu, sudah tentu merekapun tidak berani mengurung kereta berdarah itu lebih lama lagi, mereka bersamaa pada bubaran dan mengikuti diri Thian Siang Thaysu berlalu dari sana.

Sang Su-im memandang hingga bayangan dari hweesio- hweesio Siauw-lim-pay itu lenyap dari pandangan lalu dengan perlahan menoleh ke arah Koan Ing.

Di dalam hati dia merasa rada heran, tak disangka hanya perpisahannya selama beberapa hari ini tenaga dalam dari Koan Ing kembali memperoleh kemajuan yang demikian pesatnya. Dia menoleh dan menghela napas panjang.

“Cha Hian-te!” serunya kemudian kepada diri si dewa telapak dari gurun pasir. “Koan Ing sama sekali tidak salah, nyawanya cuma tinggal sepuluhan saja, akulah yang memaksa dia untuk berbuat demikian.”

Dalam hati Cha Can Hong merasa hatinya berdesir tetapi tak sepatah katapun diucapkan keluar. “Apa?”  

Tiba-tiba terdengar suara jeritan kaget berkumandang keluar dari sisi tubuhnya.

Ketika menoleh ke samping terlihatlah putrinya yang terkecil Ing Ing lagi berdiri melongo-longo.

Melihat kejadian itu dia jadi melengak, lalu saling tukar pandangan dengan Suto Beng Cu, di dalam hati mereka berdua mulai merasa rada tidak tenang. Kiranya Cha Ing Ing si dara cilik ini pun secara diam-diam sudah mencintai sang pemuda

Sang Su-im serta Koan Ing yang lagi memikirkan keadaan dari Sang Siauw-tan sama sekali tidak pernah berpikir lebih teliti lagi terhadap sikap yang aneh dari Ing Ing ini, air muka mereka amat murung sekali.

Cha Ing Ing yang merasa dirinya sudah terlanjur berteriak dengan cepat tutup mulutnya, tetapi sewaktu dilihatnya orang tuanya lagi memperhatikan dirinya dia lantas tundukkan kepalanya rendah-rendah.

“Heeei.... kesemuanya adalah kesalahanku!” seru Koan Ing tiba-tiba sambil angkat kepalanya. “Akulah yang sudah mengambil keputusan untuk berbuat begitu.”

Selesai berkata dia tundukkan kepalanya kembali dan tambahnya, “Tetapi aku tidak tahu kalau Siauw-tan bisa pergi menjadi Ni-kouw.”

“Lalu kenapa tidak sejak semula kau beritahukan soal itu kepadaku!” tegur Cha Can Hong.

Koan Ing lantas tertawa.

“Itu adalah soalku, bagaimana mungkin aku boleh ceritakannya kepada orang lain?” Selesai berkata dia tersenyum kembali, “Padahal tidak lebih aku bakal kehilangan ilmu silat sedang badan merasa lelah saja.”

Tidak usah dipikir panjang lagi, Cha Can Hong pun tahu tentu hal itu disebabkan oleh permainan setan dari Ciu Tong, bilamana benar-benar sampai kehilangan ilmu silat jika  ditinjau dari oranga kalangan Bu-lim hal ini jauh lebih tersiksa daripada menemui kematian, dengan perlahan dia lantas menundukkan kepalanya rendaha. Dia termenung berpikir beberapa saat lamanya, lalu ujarnya, “Sekarang Siauw-tan belum dicukur gundul, tetapi kalau sudah naik kepuncak Su Li Hong maka berarti pula urusan ini tidak bisa ditarik kembali.”

Mendengar perkataan itu Koan Ing semakin merasakan hatinya tergetar amat keras. “Biarlah sekarang juga aku berangkat menuju kepuncak Su Lie Hong” serunya.

“Bagaimana kau boleh pergi?” teriak Sang Su-im melengak.

“Sebenarnya aku sudah ambil keputusan untik mencari dirinya, kini Siauw-tan belum dicukur gundul maka aku mau pergi mencari dirinya!”

Sang Su-im, Cha Can Hong serta Suto Beng Cu pada melengak.

Puncak Su Lie Hong selamanya selalu di anggap sebagai tempat yang keramat oleh para jago Bu-lim, apalagi disanalah bertempat tinggal Sin-san Soat-nie membuat setiap orang baik dari kalangan Hek To maupun dari kalangan Pek To pada merasa hormat terhadap tempatnya.

Tidak disangka kini Koan Ing mau menerjang dengan menggunakan kekerasan.

Dengan sedihnya Sang Su-im menghela napas panjang....

“Heei.... bilamana kau sungguh berbuat demikian maka hal ini sama saja dengan pelanggaran satu pantangan yang terbesar di dalam dunia kangouw.... tetapi. tetapi

sesukamulah”

Dia tahu sekalipun masa hidup Koan Ing tidak akan lama lagi, bilamana dia bisa berbuat demikian hal ini lebih bagus lagi, biarlah dengan menggunakan waktu yang singkat ini dia berbuat satu pekerjaan baik, menasehati Sang Siauw-tan agarjangan menjadi nikouw.

Traktiran: (7891767327 | BCA A.n Nur Ichsan) / (1740006632558 | Mandiri A.n Nur Ichsan) / (489801022888538 | BRI A.n Nur Ichsan) ataupun bisa melalui via Trakteer yang ada dibawah

DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar