Kereta Berdarah Jilid 07

Jilid 07  

Di dalam hati kecilnya dia ingin membantu Sang Siauw-tan untuk meloloskan diri dari kurungan bahaya, tetapi waktu itu dia sama sekali tidak dapat membuktikan lamunannya tersebut, tetapi kini mereka benar-benar telah lolos dari kurungan bahaya, bagaimana selanjutnya? Dia tidak boleh menghancurkan kebahagiaan Sang Siauw-tan selanjutnya.

Sang Siauw-tan yang melihat Koan Ing bersikap demikian di dalam hati dia menganggap dia orang tarlalu girang hati,  dia tertawa. “Apa kau sudah lupa?” tanyanya merdu.

Dengan perlahan Koan Ing menundukkan kepalanya rendah-rendah berbagai urusan bercampur aduk dan saling bertentangan di dalam hatinya. agaknya dia rada menyesal karena mereka sudah berhasil meloloskan diri dari kurungan tersebut, tetapi sebentar saja pikiran itu sudah tersapu oleh satu ingatan baru

Dia tidak seharusnya bersikap demikian mementingkan dirinya sendiri, dia tidak punya alasan untuk meminta Sang Siauw-tan untuk ikut mati bersama-sama dirinya semakin tidak ada alasan lagi meminta dia menemani seorang yang usianya tinggal beberapa hari saja seperti dirinya

Sebetulnya dia mengira diri mereka berdua sudah tidak ada harapan lagi untuk bisa meloloskan diri dari lembah tersebut kini dia harus mengambil keputusan di dalam hatinya walaupun di dalam hati dia sama sekali tidak ingin Sang Siauw-tan meninggalkan sisi

tubuhnya tetapi hal itu tidak mungkin bisa terjadi

Sang Siauw-tan yang melihat lama sekali Koan Ing tidak memberikan jawabannya tetapi cuma termangu-mangu, tidak terasa di dalam hati rada cemas juga,

“Ing koko!” teriaknya dengan keras, “Kau kenapa? Kau sedang memikirkan urusan apa?” “Siauw-tan,” akhirnya tampak dari sepasang mata dari Koan Ing memancar keluar sinar yang amat tajam dan dengan amat halusnya memperhatikan diri Sang Siauw-tan. “Aku ingin menyembuhkan lukaku dengan jalan menyalurkan tenaga dalamku, kau tunggu dulu sebentar yaaa?”

Sambil tersenyum Sang Siauw-tan mengangguk.

“Kita sekarang sudah lolos dari kurungan, kau suka berbuat apa lakukanlah sesuka hatimu,” ujarnya,

Koan Ing memandang terpesona ke arah Sang Siauw-tan beberapa saat lamanya, kemudian

baru pejamkan sepasang matanya untuk mulai menyalurkan hawa murninya untuk menyembuhkan

luka yang diderita.

Sang Siauw-tan segera berjaga di samping badan Koan Ing dia yang melihat pandangan mata Koan Ing begitu mempesonakan dan mengandung rasa cinta yang amat sangat itu membuat hatinya seketika itu juga terasa amat hangat dan nyaman sekali

Sejak kecil dia dibesarkan dengan mengikuti ayahnya terus walaupun Sang Su-im memandangnya seperti mutiara di dalam telapak tetapi dia yang menjabat sebagai pangcu dari Tiang-gong-pang dan harus berlatih ilmu silatnya terus menerus untuk persiapan pertemuan para jago yang ke dua di atas gunung Hoa-san membuat perhatiannya terhadap putrinya ini agak berkurang,

Sekalipun Sang Siauw-tan memiliki wajah yang cantik dan banyak yang tunduk terhadap

dirinya tetapi di dalam hati yang benar-benar dia cintai kecuali ayahnya seorang cumalah Koan

Ing saja Sikap baik Koan Ing terhadap dirinya ini sama sekali bukan dikarenakan dia adalah putri dari si jari sakti Sang Su-im bahkan hal yang benar-benar mengena dan teringat terus oleh Sang Siauw-tan adalah beberapa kali dia berhasil ditolong oleh Koan Ing di saat-saat yang kritis.

Dengan pandangan mendelong dia memperhatikan diri Koan Ing, dalam hati dia berpikir bilamana dia bisa kawin dengan dirinya, lain kali setelah hidup bersama-sama keadaannya tentu akan jauh lebih gembira lagi, dia tentu akan mengajak dia untuk tinggal disebuah tempat yang sunyi....

disebuah gunung yang amat sunyi sehingga tidak ada yang datang mengganggu.

Sudah tentu ayahnya tahu mereka bertempat tinggal dimana, bahkaa sering pergi mengunjungi mereka. dan lebih

bagus lagi kalau mereka dikaruniai seorang anak

Berpikir sampai disitu tidak kuasa lagi air mukanya berubah memerah, dengan perlahan kepalanya ditoleh ke arah Koan Ing yang sedang memusatkan pikirannya untuk menyembuhkan luka dalamnya.

Setelah pikirannya tenang kembali sekali lagi dia berpikir, dia tidak tahu Koan Ing bisa mengharapkan mereka dikaruniai seorang anak lelaki atau seorang anak perempuan saja.... ,....

Dia berpikir.... berpikir terus.... seorang diri dia duduk termangu-mangu disana membuat apapun dia sudah lupa....

seluruh pikiran serta kesadarannya sudah terjerumus ke dalam lamunan yang indah itu.

Lewat beberapa saat kemudian terdengarlah Koan Ing menghembuskan napas panjang dan bangkit berdiri.

Sekali lagi wajah Sang Siauw-tan berubah memerah, serunya dengan amat girang, “Ing Koko, kau sekarang merasa bagaimana?” Dengan perlahan Koan Ing menoleh ke arah Sang Siauw- tan yang wajahnya penuh diliputi oleh kegembiraan itu, dia jadi tertegun dan tidak terasa sudah menundukkan kepalanya untuk berpikir: dia merasa dengan keadaan seperti ini bilamana dia harus meninggalkan dirinya seorang diri maka Sang Siauw-tan tentu merasa sangat lelah sekali.

Atau mungkin dia harus mengambil keputusan kembali yang baru, dia harus berpisah dengan diri Sang Siauw-tan secara perlahan-lahan, dengan berbuat begitu maka dia tentu tidak akan merasa terlalu sedih oleh kejadian tersebut.

Karena terlalu lama dia berpikir membuat dirinya lupa  untuk memberikan jawabannya. Sang Siauw-tan seketika itu juga dibuat termangu-mangu, dia heran kenapa Koan Ing sewaktu masih ada di dalam selat dia begitu bernafsu untuk meloloskan diri dari kurungan, kini setelah berhasil meloloskan diri dari kurungan kenapa tidak tampak rasa girang hatinya? Berpikir akan hal ini keningnya segera dikerutkan rapat-rapat. Mendadak Koan Ing tersadar kembali dari lamunannya, dia tertawa paksa.

“Aku sudah jauh lebih baikkan, terima kasih terima

kasih” serunya cepat.

Sekali lagi Sang Siauw-tan mengerutkan alisnya rapat-rapat dia merasa heran agaknya Koan Ing sedikit tidak beres, dia merasa agaknya Koan Ing sedang diliputi oleh pikiran yang bertumpuk-tumpuk bahkan kelihatan sekali senyumannya terlalu dipaksakan.

Koan Ing yang melihat Sang Siauw-tan dibuat tertegun oleh sikapnya itu dia segera merasa kalau dia orang tentu telah merasakan sesuatu yang tidak beres dari dirinya membuat hatinya rada tidak tegah, tetapi ketika teringat kembali kalau dia adalah seorang manusia yang hampir mendekati ajalnya dia benar-benar tidak ingin agar orang lainpun merasakan siksaan yang amat berat itu. Sinar matanya segera berkelebat dengan amat tajam, dia tersenyum.

“Siauw-tan,” ujarnya halus. “Mari kita keluar dari sini.

Sehabis berkata dia meloncat terlebih dulu ke atas, tetapi sebentar saja dia telah merasakan dadanya terasa amat mual kembali.

Dia mengerutkan alisnya rapat-rapat, dalam hati dia tahu luka dalamnya yang ditekan ke bawah dengan paksa ini sedikit tidak berhati-hati saja segera dapat kambuh kembali.

Dia segera menarik tangan Sang Siauw-tan dan memandang keadaan di sekeliling tempat itu

Empat penjuru diliputi oleh kabut putih yang melayang dekat dengan permukaan tanah, Koan Ing perlahan-lahan angkat kepalanya memandang ke arah sinar Surya yang memancarkan sinar keemas- emasan itu. ujarnya dengan perlahan.

“Ayahmu tentu merasa amat cemas. bilamana dia tahu kau telah masuk ke dalam selat,

ada kemungkinan dia orang tuapun ikut mengejar ke dalam, kita harus cepat-cepat turun dari sini dan menuju kepintu selat untuk melihat-lihat keadaan, kau rasa bagaimana?”

Dengan bimbangnya Sang Siauw-tan mengangguk, secara tiba-tiba dia merasa telah lolos dari kurungan tersebut sikap mesra dari Koan Ing yang diperlihatkan waktu masih berada di dalam selat sama sekali telah lenyap dari badannya apalagi hal yang benar-benar membuat dia merasa tidak tahan adalah Koan Ing yang terus menerus mengerutkan keningnya itu, agaknya dia mempunyai urusan yang membingungkan hatinya.

Di dalam hati diam-diam dia berpikir, “Agaknya dia punya pikiran yang amat ruwet, tapi aku tidak akan bertanya apapun, aku mau lihat kau bisa beritahu kepadaku dengan sendirinya atau tidak.”

Dia lantas anggukkan kepalanya dan menarik diri Koan Ing.

Dengan sentuhan badan ini baik Koan Ing maupun Sang Siauw-tan segera merasakan badan mereka seperti kena distrum saja dan tergetar dengan amat kerasnya, di dalam sekejap saja pikiran Koan Ing mulai bergolak.

“Aku tidak seharusnya membuat Sang Siauw-tan menerima pukulan yang amat berat sehingga membuat hatinya sedih” Pikirnya di dalam hati. “Apalagi sebelum bertemu muka dengan ayahnya, aku tidak boleh melukai hatinya.”

Dia ragu-ragu sebentar, akhirnya satu senyuman kembali menghiasi bibirnya.

“Tidak tahu Sang Pepek ada dimana? Dia orang tua sewaktu tidak menemui dirimu, di dalam hati tentu merasa amat cemas sekali.”

Dengan murungnya Sang Siauw-tan pun tersenyum, mereka berdua dengan saling

berdampingan bersama-sama turun gunung.

Selama di dalam perjalanan ini, siapa pun tidak ada yang berbicara.

Sang Siauw-tan tidak bercakap2 sedang Koan Ing sendiripun agaknya sedang memikirkan sesuatu sehingga diapun tetap membungkam.

Setelah lewat beberapa saat lamanya akhirnya Sang Siauw- tan tidak bisa menahan sabar lagi, kepada Koan Ing segera tanyanya:

“Ing Koko Sebetulnya kau sedang memikirkan urusan penting apa toch?.... ,. kenapa kau tidak berbicara terus?” Koan Ing seketika itu juga sadar kembali dari lamunannya, dia segera menjerit kaget

dan termangu-mangu,

“Aaaah.... tidak mengapa.... tidak mengapa.... ” Serunya. “Aku sedang berpikir Si Sastrawan berbaju sutera Bun Ting- seng entah sudah pergi kemana? Sewaktu aku menemukan kereta berdarah itu dia tidak ada disana.... Heeei.... hal ini betul-betul membuat aku merasa tidak tenang, untuk makan tidak enak untuk tidurpun tidak nyenyak.”

Mendengar perkataan itu Sang Siauw-tan baru bisa menghembuskan napas lega.

“Ooouw.... kiranya begitu Kalau begitu tentu akulah yang sudah banyak menaruh curiga,” pikirnya di dalam hati.

Teringat akan hal ini dia merasa rada menyesal.

“Oooh.... aku masih mengira kau sudah marah kepadaku dan terus menerus tidak mau bicara,” ujarnya tertawa. “Mengenai Bun Ting-seng manusia itu pada suatu hari tentu bisa kau dapatkan, tidak perduli sampai di ujung langitpun aku sanggup untuk menemani dirimu terus menerus “

Seketika itu juga seluruh tubuh Koan Ing tergetar dengan amat kerasnya, dengan perlahan mereka berjalan diantara kabut yang amat tebal.

Terlihatlah dia tersenyum.

“Heei.... cuma sayang aku tidak tahu bisakah aku hidup terus dengan selamat dan berhasil menemukan dirinya.”

Mendengar perkataan itu Sang Siauw-tan merasakan hatinya seperti mau meloncat keluar, dia berhenti sebentar untuk kemudian berjalan kembali ke depan.

“Ing Koko,” ujarnya sesudah termenung berpikir sebentar, “Kenapa secara tiba-tiba kau ingin mati?” Koan Ing cuma tertawa tawa saja dan menundukkan kepalanya tidak mengucap kan sepatah katapun, dia akan memaksa diri Sang Siauw-tan untuk dengan perIahan2 meninggalkan dirinya dengan sendirinya,

Sang Siauw-tan yang melihat Koan Ing sama sekali tidak berbicara segera ujarnya lagi.

“Bilamana kau sungguh-sungguh mati, aku bisa mewakili kau untuk membalaskan dendammu itu kemudian cukur rambut sebagai Nikouw “

Mendengar perkataan tersebut Koan Ing benar-benar merasa sangat terperanjat sekali, dia yang melihat Sang Siauw-tan sehabis berbicara demikian lantas tundukkan kepalanya tidak berbicara lagi bahkan kelihatan sekali sikapnya yang bersungguh-sungguh, di dalam hati dia merasakan segulung hawa yang berdesir meliputi seluruh badannya. Lama sekali dia berdiri tertegun, kemudian baru tersenyum pahit.

“Siauw-tan,” ujarnya halus. “Kenapa kau bicara seperti aku benar-benar sudah mati? Kau mau jangan membicarakan soal ini lagi?”

Ooo)*(ooO

Bab 15

SANG SIAUW-TAN tertawa, dia sendiripun merasa heran kenapa dia orang bisa begitu bersungguh-sungguh, dengan perlahan dia angkat kepalanya dan memandang terpesona ke arah diri Koan Ing.

Empat pasang mata bertemu jadi satu, lama sekali mereka baru tersenyum kemudian saling bergandeng tangan dan lari turun dari gunung itu.

Dengan cepatnya mereka berkelebat menuruni gunung itu dan tidak lama kemudian sudah tiba kembali di mulut selat tersebut. Keadaan di sekeliling Selat itu sunyi senyap tak sesosok bayangan manusiapun, sinar mata dari Koan Ing segera berkelebat memandang ke sekeliling tempat itu.

Dia sama sekali tidak percaya kalau dengan manusia seperti Hud Ing Thaysu ternyata dia tidak meninggalkan seorang penjaga pun di depan mulut lembah itu.

“Ing Koko.... ” terdengar Sang Siauw-tan berkata sambil tertawa. “Aku rasa Si keledai

gundul itu kemungkinan sekali telah pergi ke kuil Siauw-lim- si di atas gunung Siong San.

Sebenarnya dia adalah hweesio keluaran Siauw-lim-pay, kali ini kuilnya telah aku bakar

musnah sudah tentu untuk sementara waktu dia akan kembali lagi ke kuilnya dahulu di Siauw

lim-si.

Dengan perlahan Koan Ing mengangguk,

“Mari kita pergi menanti kedatangan dari Sang Pepek,” ujarnya tertawa,

Sang Siauw-tan yang melihat Koan Ing telah tidak diliputi oleh pikiran-pikiran yang butek lagi dia segera tertawa manis, pikirnya, “Aku harus membantu dirinya untuk mencarikan satu akal hingga dia dapat menemukan kembali jejak dari si sastrawan berbaju Sutera Bun Ting-seng itu.”

Diam-diam di dalam hati dia telah mengambil keputusan untuk meminta bantuan ke ayahnya, jikalau ayahnya mau membantu, dengan ketajaman ‘Pendengaran’ dari anggota perkumpulan Tiang-gong-pang suaranya tidaklah terlalu sukar baginya untuk memperoleh kabar tersebut,

Kembali mereka berdua melanjutkan perjalanannya menuju ke arah luar.... Kurang lebih seperminum teh kemudian tiba-tiba terlihatlah sesosok bayangan abu-abu dengan kecepatan luar biasa berkelebat menuju ke arah mereka.

Ketika mereka bertiga saling bertemu tidak terasa semuanya pada tertegun dibuatnya, kiranya orang itu bukan lain adalah Hud Ing Thaysu adanya

Tadi setelah Hud Ing Thaysu meninggalkan tempat itu di tengah perjalanan dia merasa hatinya tidak tenang, karenanya dengan cepat dia balik lagi ke tempat semula.

Sama sekali tidak disangka olehnya Koan Ing serta Sang Siauw-tan yang telah memasuki lembah itu ternyata dapat meloloskan diri bahkan bertemu lagi dengan dirinya, hal ini benar-benar tidak pernah dibayangkan di dalam benaknya

Selama ratusan tahun ini tidak ada seorangpun yang berani memasuki ‘Selat Hwee Im Shia’ ini, jikalau seandainya ada yang berani memasuki selat tersebut maka tidak mungkin baginya dapat keluar lagi dalam keadaan selamat tetapi bagaimana mereka berdua bisa dengan begitu mudahnya berhasil meloloskan diri dari selat itu?

Koan Ing dan Sang Siauw-tan sendiripun sama-sama dibuat tertegun, merekapun sama sekali tidak menyangka kalau orang pertama yang ditemuinya setelah lolos dari selat Hwee Im Shia itu adalah diri Hud ing Thaysu sendiri.

Setelah tertegun beberapa saat lamanya akhirnya Hud Ing Thaysu dengan dinginnya mendengus. “Hmmm. ternyata

Pinceng amat mujur benar dan dapat bertemu lagi dengan wajah dari sicu berdua,” serunya dingin.

Koan Ing seperti biasanya segera menarik tubuh Sang Siauw-tan ke belakang badannya, dengan menggunakan badannya sendiri dia menghalangi depan tubuhnya lantas dengan pandangan yang amat dingin memandang ke arah diri Hud Ing Thaysu. “Hey! Keledai gundul!”

Terdengar Sang Siauw-tan yang ada di belakang badan Koan Ing membentak dengan keras, “Kau berani berbuat apa terhadap diri kami? Tia sebentar lagi bakal datang, dia orang tua tidak akan mengampuni dirimu.”

Hud Ing Thaysu segera mengerutkan alisnya rapat-rapat. “Sang   Su-im   tidak   lebih   cuma   manusia-manusia dari

golongan yang tidak becus, sekalipun dia datang akupun tidak

akan melepaskan dia dengan begitu mudah” ujarnya dengan suara yang berat.

Koan Ing yang melihat munculnya Hud Ing Thaysu dengan mendadak, dia tahu urusan bakal celaka. Saat ini luka dalam yang dideritanya sama sekali belum sembuh benar-benar, apalagi perutnya terasa amat lapar dan dahaga sekali, dia sama sekali tidak mempunyai

kekuatan untuk bertempur dengan Hud Ing Thaysu, tetapi saat ini Sang Siauw-tan ada di samping badannya. dia mau tidak mau harus melindungi dirinya”

Dengan perlahan dia menoleh dan bisiknya kepada diri Sang Siauw-tan dengan suara yang amat lirih, “Siauw-tan kau pergilah terlebih dulu, biar aku yang menghadapi dirinya seorang diri”

Sang Siauw-tan jadi melengak dia sama sekali tidak menyangka kalau Koan Ing yang masih menderita luka dalam masih dapat bersikap begitu baik terhadap dirinya, dia tahu dengan keadaan luka dari Koan Ing saat ini jangan di kata bertempur sekalipun menerima satu pukulannyapun tentu tidak sanggup, Dengan cepat dia gelengkan kepalanya berulang kali,

“Tidak.... aku tidak mau pergi!” serunya. “Kau tidak seharusnya menyuruh aku berangkat terlebih dulu” Baru saja dia berbicara sampai di situ mendadak terdengarlah satu suara yang amat dingin sudah menyambung, “Hmm.... hmm, aku mau lihat kau hendak menggunakan cara apa untuk menghadapi putriku.”

Mendengar suara tersebut bukan saja Hud Ing Thaysu seorang yang merasa terperanjat sampai Sang Siauw-tan serta Koan Ing pun bersama-sama merasa sangat terkejut sekali.

Koan Ing berdiri tidak menjawab, dia merasa dirinya yang cuma berumur puluhan hari lagi ini sekalipun harus mati demi Sang Siauw-tan sebetulnya adalah berharga sekali, tetapi dia diharuskan mengatakan secara bagaimana kepadanya?”

Hud Ing Thaysu yang melihat mereka berdua tidak ada yang bergerak maupun bicara dia

segera tertawa dingin lagi,

“Dengan perbuatan dari kalian berdua seharusnya pinceng hancur leburkan badan kalian, tetapi memandang di atas wajah Suhu kalian, sekarang aku musnahkan dulu seluruh  ilmu silat kalian kemudian membawa kalian ke gunung Siong San untuk menanti kedatangan Suhu kalian berdua”

Sang Siauw-tan segera dongakkan kepalanya dan berteriak dengan kegirangan “Tia, kau baru datang.“

Sehabis berkata dia melepaskan genggaman tangan Koan Ing dan berlari ke depan.

Hud Ing Thaysu jadi tertegun, dia sama sekali tidak menyangka kalau Sang Su-im bisa munculkan dirinya disana, dia tahu kepandaian silat yang dimiliki Sang Su-im amat tinggi sekali, bilamana dia orang diharuskan bertempur dengan dirinya baginya untuk memperoleh kemenangan boleh dikata kemungkinan sekali tidaklah terlalu mudah

Sang Su-im segera menarik tangan Sang Siauw-tan dan melirik sekejap ke arah diri Koan. “Siauw-tan,” ujarnya sambil tertawa tawar. “Tia pergi mengejar kereta berdarah itu sehingga datang terlambat satu tindak kemari, apakah hweesio ini mengganggu dirimu?”

Koan Ing yang melihat Sang Su-im bisa muncul tepat pada waktunya dia segera menghembuskan napas lega.

“Ing Koko, kau kemarilah!” seru Sang Siauw-tan secara tiba-tiba setelah melirik sekejap ke arah diri Koan Ing.

Koan Ing dengan cepat maju ke depan dan bungkukkan diri menjuru terhadap diri Sang So Im,

“Koan Ing datang mengunjuk hormat terhadap Sang Pepek,” ujarnya dengan hormat.

“Kini aku sudah datang, kalian tidak usah takuti hweesio ini lagi,” ujar Sang Su-im sambil tertawa-tawa. “Saat ini kereta berdarah sudah berlalu dan jauh memasuki daerah pedalaman Tibet dan akupun telah memerintahkan orang untuk pergi mengejarnya, kau ikutilah aku sembari mengejar kaupun bisa menyembuhkan lukamu.”

Baru saja Sang Su-im selesai berkata terdengar Hud Ing Thaysu yang berdiri di samping sudah mendengus dengan amat dinginnya.

“Sang Su-im!” bentaknya dengan suara berat. “Perkataanmu terlalu sederhana sekali, Koan Ing menerjang masuk ke dalam kuil ku dan merusak patung-patung arca yang ada disana sedangkan putrimu telah membakar kuil Han- poh-si kami, kau kira kau orang dapat membawa pergi mereka dengan begitu mudah?”

Sinar mata dari Sang Su-im segera berkelebat tak henti- hentinya. dia tahu tentu Sang Siauw-tan serta Koan Ing telah membuat suatu kesalahan terhadap diri Hud Ing Thaysu, tetapi dia sama sekali tidak menyangka kalau putrinya Sang Siauw-tan telah membakar habis kuil Han-poh-si tersebut Dia orang yang membuntuti jejak dari kereta berdarah tetapi di tengah jalan tiba-tiba sudah kehilangan jejaknya memaksa dia harus kembali ke tempat semula, waktu itulah kebetulan dia lewat di tempat tersebut dan melihat Sang Siauw-tan serta Koan Ing sedang berdiri tidak bergerak di sini karena itulah terhadap peristiwa terbakarnya kuil Han-poh-si dia sama sekali tidak mengetahui.

Mendengar perkataan tersebut dia segera tertawa tawar. “Hey Hweesio gede bilamana urusan ni menyangkut orang

lain aku mungkin bisa lepas tangan, tetapi putriku aku larang kau untuk mengganggu barang seujung rambutnyapun.” Dengan gusarnya Hud Ing Thaysu mendengus berat.

“Kalau begitu aku mau menjajal2 kelihayan dari ilmu jari saktimu yang sudah pernah menggetarkan seluruh dunia kangouw itu!” serunya dengan berat.

Sejak semula Sang Su-im sudah tahu kalau suatu pertempuran tidak bakal bisa lolos lagi, dia segera tersenyum.

“Heee.... heeee.... Hweesio gede nama besarmu sebagai jagoan nomor wahid dari seluruh daerah Tibet bukanlah satu nama yang kecil apalagi untuk mendapatkannyapun amat sukar sekali, kenapa kau harus memaksa hendak menghancurkannya pada hari ini?” ejeknya.

Mendengar perkataan itu Hud Ing Thay su semakin gusar lagi, jika didengar dari nada suara Sang Su-im agaknya dia sama sekali tidak menganggap dirinya di dalam hati, hal ini membuat dia benar-benar merasa sangat gemas sekali pikirnya, “Hmm Ilmu Thay Su Ing dari Tibet sekalipun belum tentu bisa menangkan diri mu, tetapi dengan latihan tenaga dalamku selama sepuluh tahun belum tentu aku bisa menemui kekalahan Sungguh sombong sikapnya itu ”

Dia lantas tertawa dingin, sepasang tangannya didorong ke depan sambil menyalurkan hawa murninya, seketika itu juga sepasang telapak tangannya mengembang besar beberapa kali lipat

Walaupun pada mulutnya Sang Su-im bicara dengan begitu ringannya, tetapi diapun tidak berani memandang rendah diri Hud Ing Thaysu, dengan cepat dia melepaskan tangan Sang Su-im dan tertawa. “Kalian mundurlah ke belakang,” ujarnya.

Air muka Hud Ing Thaysu segera berubah amat keren sekali, tubuhnya mendadak berkelebat ke depan berturut-turut dia melancarkan delapan buah pukulan mengancam seluruh tubuh dari Sang Su-im,

Melihat datangnya serangan itu Sang Su-im mengerutkan alisnya kencang-kencang, diiringi satu senyuman yang menghiasi bibirnya, jari tengah serta jari telunjuknya disentil ke depan sehingga terdengarlah suara desiran angin yang memecahkan kesunyian, dengan amat tajamnya meluncur ke atas alis dari Hud Ing Thaysu.

Hud Ing Thaysu yang melihat serangannya baru saja dilancarkan ternyata desiran angin sentilan itu berhasil menerobos angin pukulannya membuat dalam hati dia merasa sedikit berdesir, sejak lama dia sudah pernah mendengar tentang kedahsyatan dari ilmu jari “Han Yang Ci Lek” dari Sang Su-im yang sudah menjagoi seluruh Bu-lim itu, dia sama sekali tidak menyangka kalau kedahsyatannya ternyata jauh berada diluar dugaannya,

Dia tahu hanya cukup satu totokan saja maka seluruh tenaga murni yang ada di dalam tubuhnya bakal buyar, jikalau ini hari dia tidak berhati-hati, seperti juga apa yang dikatakan oleh Sang Su-im tadi, nama besarnya yang dipupuk selama berpuluh puluh tahun ini bakal musnah seperti mengalirnya air sungai

Dengan cepat dia membentak keras, telapak kirinya dibabat ke samping menghalau datangnya sentilan dari Sang Su-im, telapak kanannya membalik dengan menggunakan ilmu ‘Thian Ong Cap Pwee Ing’ atau delapan belas pukulan raja langit, ilmu dahsyat dari daerah Tibet satu demi satu dia meneter musuhnya.

Sang Su-im segera tertawa terbahak-bahak, tubuhnya dengan cepat melompat ke depan dan melancarkan ilmu jari ‘Thian Kang Ci Hoat’ dari Cian san Pay untuk menandingi ilmu ‘Thian Ong Cap Pwee Ing’ dari Hud Ing Thaysu itu.

Di dalam hati diam-diam Hud Ing Thaysu merasa amat gusar sekali, dia merasa amat gemas karena Sang Su-im melawan dirinya dengan tidak menggunakan ilmu silatnya sendiri sebaliknya menggunakan ilmu silat dari aliran lain, hal ini jelas memperlihatkan kalau dia orang sama sekali tidak memandang sebelah matapun kepada dirinya.

Dia tertawa dingin, sepasang telapak tangannya dipisahkan ke kanan dan ke kiri, satu dari depan yang lain dari belakang bersama-sama ditepuk ke arah depan.

Sang Su-im bukanlah manusia rendahan yang mudah kena tipu, sekali pandang saja dia bisa tahu kalau jurus “Hay Sim Kiong Ing” atau tengah laut sembilan telapak dari Hud Ing Thaysu mengandung suatu tenaga pukulan yang amat  dahsyat dan sukar untuk diterima. 

Tubuhnya dengan cepat berkelebat ke samping, tangannya dibalik balas melancarkan tiga totokan dengan menggunakan jurus “Ci Gwat Hwee Thian” atau menunjuk bulan mengaduk langit dari Thian Lam Pay.

Baru saja Hud Ing Thaysu mau melancarkan serangan kembali mendadak dia melihat Sang Su-im melancarkan serangan dengan menggunakan jurus ini membuat hatinya terasa sedikit bergidik.

Jurus dari Sang Su-im memang merupakan tandingan dari jurus ‘Hay Sim Kioe Ing’ nya itu membuat dia sedikit merasa bingung. Dia benar-benar merasa bergidik melihat pengetahuan yang begitu luas dari Sang Su-im terhadap segala macam ilmu jari dari aliran manapun, dengan tergesa-gesa serangannya diubah menjadi jurus ‘Gwat In Ing Hong’ atau bayangan bulan membekas di puncak.

Di tengah suara tertawa tergelak dari Sang Su-im yang amat keras dia berturut-turut berkelebat maju ke depan mendesak musuhnya, sepuluh jari dari sepasang tangannya berturut-turut disentilkan ke depan dengan menggunakan ilmu jari tunggal dari Hay Neh Cap Pwee Kia yang amat terkenal itu.

Hud Ing Thaysu jadi sangat terperanjat, sepasang telapaknya berturut-turut di pukul ke depan menghalau datangnya serangan tersebut, dia tidak berani maju menyerang kembali terpaksa dari kedudukan menyerang berubah menjadi kedudukan bertahan.

Di dalam sekejap saja seluruh kalangan sudah dipenuhi dengan suara desiran angin pukulan yang amat tajam disertai suara bentrokan berat dari telapak tangan masing-masing.

Koan Ing yang menonton jalannya pertempuran itu di samping saat ini merasakan hatinya berdebar-debar dengan amat kerasnya. Kecepatan perubahan jurus dari kedua orang itu benar-benar bagaikan kilat sehingga membuat dia tidak sanggup untuk memperhatikan lebih teliti. Mendadak terdengar Sang Su-im tertawa panjang, tubuh kedua orang itu segera berpisah.

Tampak Hud Ing Thaysu dengan wajah pucat pasi mundur dua langkah kebela kang dengan terhuyung-huyung.

Sekali lagi Sang Su-im tertawa tergelak.

“Haaa.... haaaa.    tidak kusangka jagoan nomor wahid dari

Tibet tidak lebih cuma begitu saja, baru saja aku menggunakan satu jurus ‘Han Liang Gong Ie’ atau naga dingin menembus pakaian kau sudah menemui kekalahan.... haaa....

haaa sayang, sayang “

Lengan kanan dari Hud Ing Thaysu dengan lemasnya lurus ke bawah, dia menarik napas panjang-panjang kemudian tertawa dingin kepada Koan Ing serta Sang Siauw-tan dia melirik sekejap lalu ujarnya kepada diri Sang Su-im.

“Nama besar dari Tiang Hong Sin-cie ternyata bukan nama kosong belaka kekalahanku ini hari aku anggap saja sebagai ketidak becusan dari ilmu silatku sendiri, tetapi urusan ini untuk selamanya tidak bakal ada habisnya, tunggu saja di lain waktu.”

Sang Su-im lantas tertawa terbahak-bahak.

“Menurut apa yang aku ketahui si hweesio tua dari Siauw- lim-si, Thian Siangpun telah berangkat menuju ke daerah Tibet, lebih baik kau pergi saja mencari dirinya,” ujarnya.

Dengan pandangan terpesona Hud Ing Thaysu memperhatikan diri Sang Su-im lama sekali, kemudian dia baru putar badan, dan berlari menuju ke dalam hutan, Hanya di dalam sekejap saja sudah lenyap dari pandangan.

Setelah dilihatnya bayangan dari Hud ing Thaysu lenyap dari pandangan Sang Su-im baru tersenyum. sambil menarik tangan Sang Siauw Im ujarnya kepada diri Koan Ing, “Kau ikutilah diriku pergi ke arah Barat dan belajar sedikit kepandaian dari aku orang, sehingga tahun besok pada pertemuan para jago yang kedua di atas gunung Hoa-san kaupun bisa sedikit memperlihatkan kepandaian silatmu, dengan bakatmu yang ada untuk mendapatkan nama besar di kemudian hari agaknya bukanlah satu pekerjaan yang sulit.“

Koaa Ing yang mendengar perkataan dari Sang Su-im ini sudah tentu tahu apa arti dari perkataannya itu, terang- terangan dia bermaksud hendak menerima dirinya sebagai menantu. Hatinya jadi terasa sedikit berdesir, dia teringat kembali kalau usianya cuma tinggal beberapa puluh hari lagi.

Ketika matanya menoleh ke arah Sang Siauw-tan, tampaklah dengan wajah yang amat kegirangan, dia sedang memperhatikan dirinya, terpaksa dia bungkukkan dirinya memberi hormat,

“Terima kasih loocianpwee.”

Sang Su-im segera tertawa terbahak-bahak. “Mari kita pergi,” ujarnya kepada Koan Ing.

Belum mereka berjalan beberapa langkah mendadak terdengarlah satu suara yang amat dingin sekali sudah berkumandang datang, “Sang Loo-te ada urusan apa yang membuat kau orang merasa begitu gembira apakah kau orang boleh membiarkan aku pun ikut merasa sedikit gembira?”

Tampaklah dari dalam hutan berjalan keluar dua orang yang bukan lain adalah Ciu Tong ayah beranak dua orang

Sang Su-im yang melihat Ciu Tongpun tiba disana dia tertawa dingin.

“Ciu heng kaupun datang kemari? “ujarnya ketus. “Apa kau orang sudah menemukan kereta berdarah itu?”

“Tia!” tiba-tiba terdengar Sang Siauw-tan menarik ujung baju dari ayahnya.” Tidak usah urus mereka, ayo kita pergi dari sini saja.”

Waktu itulah Ciu Tong sudah memperhatikan diri Koan Ing beberapa saat lamanya kemudian kepada Sang Su-im ujarnya.

“Sang Loo-te, pertemuan kita pada tempo hari benar-benar keadaanku sangat terdesak sekali, kalau tidak akupun tidak bakal melakukan perbuatan tersebut, tentunya Sang Loo-te mau memaafkan bukan?” Di dalam hati Sang Su-impun sudah punya perhitungan sendiri, dia tidak memperdulikan omengan dari Sang Siauw- tan, kepada Ciu Tong dia tertawa tawar.

“Oooh itu cuma urusan kecil saja.” serunya dingin. “Kini kereta berdarah sudah menuju ke arah Barat. saat ini adalah waktu yang paling bagus buat kita untuk bekerja sama, kenapa aku harus mengingat-ingat urusan kecil di dalam hati? Urusan yang sudah berlalu tidak usah kita ungkat kembali.” Sinar mata Ciu Tong segera bersinar, pikirnya di dalam hati, “Oouw.... ouw.... kiranya Sang Su-im mau menggunakan diriku untuk pergi mencari kereta berdarah.”

Dia segera tertawa dingin, pikirnya kembali, “Demikianpun baik juga, kita bisa saling bantu membantu, aku mau lihat siapakah akhirnya yang mendapatkan keuntungan.”

“Perkataan dari Sang Loo-te sedikitpun tidak salah,”  ujarnya kemudian. “Saat ini peristiwa bangkitnya kembali manusia tunggal dari Bu-lim Jien Wong sudah tersiar di dalam dunia kangouw, bilamana kita tidak cepat-cepat menawan dirinya bagaimana nama besar kita empat manusia aneh bisa dipertahankan lebih lanjut?”

Sang Su-im tersenyum dan anggukkan kepalanya, diapun sudah tahu kalau Jien Wong itu si manusia tunggal dari Bu-lim masih hidup di dalam dunia

Sebaliknya di dalam hati Sang Siauw-tan merasa sedikit keheranan, bagaimana sikap serta tindak tanduk dari ayahnya sama sekali berbeda dengan keadaan yang lampau? Jika ditinjau dari kejadian dulu terang-terangan ayahnya sudah bentrok satu sama lainnya dengan diri Ciu Tong, bagaimana sekarang hubungannya bisa membaik kembali? Apa mungkin dikarenakan peristiwa kereta berdarah?” Ciu Tong segera tertawa.

“Urusan yang sudah lalu kini bisa dibikin beres, itulah sungguh bagus sekali, mari Sang Loo-te, kau berangkat bersama-sama dengan kami saja untuk pergi mengejar jejak dari kereta berdarah itu.” ujarnya.

Sang Su-impun tertawa, baru saja mereka hendak meninggalkan tempat itu tiba-tiba....

Tampak dua orang gadis kembar dengan bergandengan tangan mendadak melompat keluar dari dalam hutan.

Koan Ing yang melihat kedua orang gadis itu, tak terasa lagi dibuat sedikit tertegun, usia kedua orang gadis itu kurang lebih baru delapan belas tahun, wajahnya seperti pinang dibelah dua, baik wajah pakaian serta dandanannya satu sama yang lain tidak ada bedanya cuma saja warna baju yang dipakai tidak sama.

Yang satu memakai baju berwarna kuning sedang yang lain memakai baju berwarna hijau, jikalau tidak begitu siapapun jangan harap bisa membedakan kedua orang itu.

Sang Su-im sendiripun dibuat tertegun, dia merasa kedua orang gadis itu tentu orang-orang

dari daerah Tibet bahkan kelihatannya mereka berdua memiliki kepandaian silat yang amat tinggi sekali, agaknya mereka merupakan anak murid dari seorang jagoan terkenal.

Sang Siauw-tan yang melihat munculnya kedua orang gadis itu dengan cepat dia menoleh memandang ke arah Koan Ing, ketika dilihatnya Koan Ing dengan mata terbelalak sedang memandang mereka dengan terpesona hatinya merasa agak panas.

“Ing Koko,” teriaknya dengan keras.

Koan Ing segera menoleh ke arahnya dan tertawa, sebetulnya dia mau bilang: kedua orang gadis ini sungguh mirip, tetapi sewaktu dilihatnya wajah Sang Siauw-tan sedikit tidak beres, suatu ingatan mendadak berkelebat di dalam benaknya. Entah bagaimana mendadak dia berkata, “Siauw-tan Coba kau lihat sungguh menarik sekali kedua orang gadis itu”

Mendengar perkataan tersebut Sang Siauw-tan jadi melengak, dia segera melengos tanpa mengucapkan sepatah katapun.

Sang Su-im sendiri jadi tertegun, dia segera menoleh dan memandang ke arah diri Koan

Ing.

Dia tahu putrinya Sang Siauw-tan sangat suka dengan diri Koan Ing, tetapi kenapa bocah ini begitu tidak tahu adat bahkan sembarangan memuji kedua gadis yang sama sekali tidak dikenalnya?

Jika dilihat dari wajah kedua orang gadis itu jelas belum ada sepersepuluhnya dari kecantikan wajah Sang Siauw-tan, tapi entah apa maksud dari Koan Ing berkata demikian?  Kedua orang gadis itu setelah berada di depan para jago cuma kirim satu senyuman saja lalu melanjutkan kembali perjalanan ke arah depan.

“Berhenti!” tiba-tiba terdengar Sang Siauw-tan membentak dengan keras sewaktu di lihatnya kedua orang gadis itu hendak pergi.

Selesai berkata tubuhnya segera bergerak mengejar dari belakang kedua orang gadis tersebut.

Saat itulah Koan Ing merasakan di dalam hatinya terasa satu perasaan yang sangat tidak enak sekali, dia memperhatikan bayangan punggung Sang Siauw-tan dengan termangu mangu, dia tidak tahu sebetulnya dirinya harus senang atau benci, pikirannya benar-benar amat kacau sekali.... perkataan yang hendak diucapkan mendadak ditarik kembali.

Sang Su-im yang melihat Sang Siauw-tan meninggalkan dirinya dan pergi mengejar kedua orang gadis itu di dalam hati dia merasa amat murung sekali, tetapi ketika dilihatnya gerakan tubuh dari kedua orang gadis itu dia baru bisa menghembuskan napas lega, sekali pandang saja dia sudah tahu kalau ilmu meringankan tubuh yang digunakan oleh kedua orang gadis itu bukan lain adalah ilmu ‘Liuw Sah Cian Li’ yang merupakan ilmu tunggal dari Thay Mo Sian Ciang.

Dia tahu diantara empat manusia aneh orang yang mempunyai hati paling baik cumalah seorang Thay Mo Sian Ciang, Cha Can Hong saja, bahkan diapun paling suka dengan diri Sang Siauw-tan, karenanya dia berlega hati karena dia sudah tahu Sang Siauw-tan tidak mungkin bisa menemui bencana.

Tetapi diapun merasa sangat tidak puas dengan sikap serta tindak tanduk yang di perlihatkan oleh Koan Ing itu, matanya dengan perlahan ditoleh ke arah diri Koan Ing dan memandangnya dengan amat tawar sekali,

Pada air muka Koan Ing sendiri sama sekali tidak memperlihatkan perubahan apa pun, agaknya dia sama sekali tidak merasakan kalau ada sesuatu yang tidak beres. Dalam hati Sang Su-im segera berpikir.

Sungguh aneh sekali sikapnya itu, pada satu hari aku tentu mau cari satu kesempatan untuk membicarakan urusan ini dengan dirinya, aku mau lihat sebetulnya bagaimana sikapnya terhadap diri Siauw-tan

Pada saat itulah terdengar Ciu Tong yang berdiri di  samping sudah tertawa ter bahak-bahak. Selesai berkata dia melirik sekejap ke arah diri Koan Ing.

Dengan tawarnya Koan Ing balas melirik sekejap ke arahnya, berita kematian dari Kong Bun-yu sampai saat ini juga dia orang tidak mau menyiarkannya keluar.

Sang Su-im yang melihat Koan Ing sepertinya sama sekali tidak mendengar perkataan dari Ciu Tong itu diam-diam di dalam hati merasa keheranan, dia tidak tahu sebetulnya sudah terjadi urusan apa dengan pemuda ini? Kenapa dia bisa jadi begitu?

Menanti lagi beberapa saat lamanya, akhirnya Sang Su-im tidak bisa menahan sabar lagi, ujarnya.

Jikalau Siauw-tan sudah bertemu dengan Paman Chanya, ada kemungkinan tidak segera kembali, mari kita berangkat dulu saja.”

“Bagus, hal itu memang cocok dengan maksud hatiku,” sahut Ciu Tong tertawa.

“Haaa.... haha.... sungguh tidak disangka Thay Mo Sian Ciang, Ca Loo-tepun sudah datang, kini diantara empat manusia aneh cuma tinggal Thian-yu Khei Kiam Kong Bun-yu seorang saja yang belum munculkan dirinya,” serunya keras.

Dalam hati Sang Su-im jadi curiga, Cocok dengan maksud hatinya? Entah Ciu Tong mau memperhatikan permainan apa lagi terhadap dirinya, sembari berjalan pikirannya terus berputar untuk menghadapi sesuatu.

Dengan perlahan mereka berempat melanjutkan perjalanan kembali menuju ke arah depan, sembari berjalan Koan Ing berpikir juga tentang diri Sang Siauw-tan dia tidak tahu Sang Siauw-tan pada saat ini sudah pergi kemana? Bilamana dia bisa bertemu dengan “Thay Mo Sian Ciang” atau si dewa telapak dari gurun pasir Cha Can Hong masih tidak mengapa, bilamana tidak bertemu lalu bagaimana? Bilamana dia sedang berada sendirian dan bertemu dengan musuh tangguh, hal ini bukankah sangat berbahaya sekali?

Diam-diam Sang Su-im memperhatikan terus gerak-gerik dari Koan Ing, ketika dilihatnya wajahnya sangat tidak tenang sekali dia merasa keheranan, pikirnya, “Sebetulnya sudah terjadi urusan apa?jika dilihat dari sikap Koan Ing pada saat ini agaknya dia menaruh rasa cinta kepada diri Siauw-tan tetapi kenapa tadi sengaja dia memperlihatkan sikap ademnya? Sungguh membingungkan. “ Sewaktu Koan Ing sedang terjerumus ke dalam lamunan itulah mendadak terdengar suara ringkikan kuda yang amat panjang dan nyaring sekali, bergema datang, dia jadi terperanjat sekali.

“Kereta berdarah,” teriaknya tanpa terasa.

Di dalam sekejap saja keempat orang itu bersama sama jadi merasa tegang sekali, hati terasa berdebar sedang mata dipentangkan lebar-lebar.

Sebaliknya Sang Su-im jadi sedikit ragu-ragu, terang- terangan dia melihat Kereta berdarah itu menuju ke arah Barat bagaimana kini bisa balik kembali kesini? Tetapi dia tahu Koan Ing tidak mungkin bisa balik menipu dirinya.

Baik Sang Su-im maupun Ciu Tong masing-masing mempunyai satu tujuan yang sama, masing-masing dengan memandang diri Koan Ing serta Ciu Pak cepat-cepat berkelebat menuju ke arah dimana berasalnya suara ringkikan kuda tadi.

Sebaliknya di dalam hati Ciu Tong ayah beranak sejak semula sudah punya perhitungan, dengan amat bangganya mereka memperhatikan diri Koan Ing.

Ketika keempat orang itu tiba di sebuah bukit kecil, terlihatlah sebuah kereta yang ditarik oleh empat ekor kuda jempolan berwarna merah darah dengan amat cepatnya sedang berlari menuju ke arah Barat.

Mereka berempat tidak ragu-ragu lagi, dengan kekuatan seluruh tenaga mereka melakukan pengejaran terus.

Cuaca semakin lama semakin gelap, hujan saljupun mulai melayang turun dengan derasnya, akhirnya bayangan dari kereta berdarah itu lenyap dari hadapan mereka.

Tampak Ciu Tong mengerutkan alisnya rapat-rapat. setelah memperhatikan sekejap ke arah di sekeliling tempat itu ujarnya kemudian, Ooo)*(ooO

Bab 16

“SANG Loo-te, bagaimana kalau kita masuk ke dalam gua itu untuk beristirahat sebentar. ”

Sang Su-im yang melihat mereka tidak bisa meneruskan kejarannya lagi terpaksa cuma mengangguk saja. sambil mengempit badan Koan Ing mereka berlari masuk ke dalam gua tersebut.

Tinggi gua itu ada beberapa kaki dengan keadaan yang amat gelap sekali, tetapi mereka berdua yang merupakan jagoan berkepandaian tinggi dari Bu-lim sudah tentu tidak takut akan hal itu, sesampainya didalam gua mereka segera meletakkan diri Koan Ing serta Ciu Pak ke atas tanah. Tetapi sebentar kemudian....

“Aaah.... huh. !”

Suara teriakan kaget memenuhi angkasa, kiranya di atas dinding gua itu mereka sudah menemukan selapis kulit manusia yang masih baru dengan darah segar masih menetes keluar

dengan derasnya.

Ciu Tong tidak mengucapkan sepatah katapun, dia segera putar badannya melancarkan satu pukulan dahsyat menghajar ke dalam gua.

“Brak....!” terdengar suara ledakan yang keras memecahkan kesunyian.

“Eei.... tidak ada orang di dalam gua!” serunya kemudian dengan tawar.

Sang Su-im tidak mengucapkan sepatah katapun, dengan perlahan dia duduk di atas tanah. Ciu Pak segera pergi mengumpulkan kayu-kayu bakar serta ranting untuk membuat api unggun, sedangkan Koan Ing setelah sedikit bersantap bersama-sama dengan Sang Su-im

duduk bersemedi,

Ciu Tong serta Cio Pak dengan termenung memandangi api unggun yang sedang berkobar dengan jilatan api yang amat besar itu.

Ciu Tong tidak berani mengambil kesimpulan apakah Sang Su-im benar-benar sudah melupakan urusan yang telah lalu ataukah hal ini cuma palsu saja.

Dia harus bersiap-siap untuk menghadapi segala kemungkinan bilamana dia turun tangan secara membokong, tetapi ketika dilihat Sang Su-im sama sekali tidak menggubris akan hal ini dia jadi ragu-ragu sendiri.

Ketika melihat pula ke arah diri Koan Ing yang sedang menyalurkan hawa murninya untuk menyembuhkan luka dalam yang dideritanya dia diam-diam merasa geli sendiri, dia sudah menghitung nyawa Koan tinggal delapan puluh hari saja, sekalipun kepandaian silatnya jauh lebih tinggipun semuanya bakal tidak terpakai lagi,

Di dalam sekejap saja cuaca sudah terang tanah kembali, tumpukan api unggun itupun kini sudah tinggal abunya saja, sejak tadi Ciu Pak sudah tertidur, sebaliknya Ciu Tong belum berani untuk memejamkan matanya,

Dengan perlahan Koan Ing membuka sepasang matanya, dia berpikir sendiri dalam hatinya,

“Hee. lukaku paling sedikit harus ada beberapa puluh hari

baru bisa sembuh benar, sedang jawaku saat ini tinggal delapan puluh lima hari, bagaimana selanjutnya?

Sinar matanya dengan sangat tawar sekali menyapu sekejap ke arah Ciu Tong ayah beranak lalu memandang pula ke arah Sang Su-im. Dia melihat cuma Sang Su-im saja yang tidak mau mengetahui urusan lain, dengan amat tenangnya dia bersemedi untuk mengembalikan tenaga murninya.

Sinar mata dari Ciu Tong dengan perlahan dialihkan ke atas wajah Koan Ing lalu tersenyum kepadanya, kepada Sang Su- im tiba-tiba ujarnya, “Sang Loo-te Aku punya beberapa perkataan yang hendak aku katakan dengan dirimu”

Walaupun diluarnya Sang Su-im kelihatan sedang mengatur pernapasan padahal di dalam hati secara sangat berhati-hati sekali dia terus menerus memperhatikan seluruh gerak-gerik dari Ciu Tong. Bcgilu Ciu Tong membuka mulut mengajak dia berbicara dengan perlahan dia mementangkan matanya kembali.

“Sang Loo-te,” ujar Ciu Tong sambil tertawa. “Aku pernah dengar katanya urusan perkawinan putrimu harus ditentukan oleh pemenang di dalam pertemuan puncak para jago yang akan datang di atas gunung Hoa-san, bukan begitu?”

Dengan tajamnya Sang Su-im memperhatikan diri Ciu Tong kemudian dengan perlahan baru mengangguk untuk mengakuinya.

Ciu Tong tertawa kembali.

“Tetapi menurut tindak tanduk dari Sang Loo-te yang bisa Siauw-heng lihat agaknya kau bermaksud hendak menjodohkan putrimu kepada diri Koan Ing.” Dia berhenti sebentar untuk kirim satu senyuman mengejek lalu sambungnya lagi, “Entah apa yang aku ucapkan ini benar atau tidak?”

Mendengar perkataan tersebut Sang Su-im segera mengerutkan alisnya rapat-rapat pikirnya, “Aaaaah tidak

aneh bangsat tua ini tadi bilang sesuai dengan maksud  hatinya kiranya dia maksudkan persoalan ini. Hmm kalau memang hendak berbuat demikian kau hendak berbuat apa lagi?” Berpikir sampai disini dia segera menjawab, “Buat apa Ciu heng mengungkit persoalan ini pada saat seperti ini?”

Ciu Tong segera memperdengarkan suara tertawanya yang amat menyeramkan.

“Aku sih tidak hendak berbuat apa-apa,” ujarnya setelah melirik sekejap ke arah diri Koan Ing. Tetapi aku merasa Sang loo-te tentu tidak akan menjodohkan putrimu dengan seorang manusia yang umurnya tinggal beberapa puluh hari saja bukan?”

Sang Su-im jadi melengak, dengan perlahan dia menoleh ke arah Koan Ing dan memandang sekejap ke arahnya.

Terlihatlah Koan Ing bungkam diri tidak mengucapkan sepatah katapun.

Tempo hari sekalipun aku sudah melepaskan dirinya. ”

sambung Ciu Tong lebih Ianjut.

“Tetapi aku cuma melepaskan dia selama seratus hari saja, aku berbuat begitu agar Kong

Bun Yu jangan bilang aku jadi orang keterlaluan.”

Sang Su-im yang mendengar perkataan ini dengan pandangan terpesona dia memperhatikan diri Koan Ing, gerak-gerik yang aneh serta tindak tanduk dari Koan Ing yang lain dari pada yang lain itu sama sekali lagi berkelebat di dalam benaknya, dia bingung bagaimana dia harus berbuat pada saat ini.

Dia tahu racun dari Ciu Tong sama sekali tidak ada obat untuk melenyapkannya,

Lama sekali Sang Su-im memperhatikan dirinya, mendadak tangan kanannya berkelebat mencengkeram dirinya,.

Sebetulnya Koan Ing sedang menderita luka dalam yang amat parah, ditambah lagi dia sama sekali tidak memberi perlawanan hanya di dalam satu jurus saja dia berhasil ditawan oleh diri Sang Su-im.

Sang Su-im yang berhasil menawan diri Koan Ing dengan gerakan yang amat cepat sekali dia berkelebat menuju keluar.

Dengan pandangan yang amat dingin Ciu Tong memperhatikan bayangan tubuh Sang Su yang mulai lenyap dari pandangan, dengan perlahan dia menoleh ke arah anaknya.

“Bilamana Sang Su-im tidak senang, kemungkinan sekali Koan Ing tidak bakal hidup lebih lama lagi,” ujarnya.

Sehabis berkata dia tertawa dingin lagi, ujarnya kembali, “Atau sedikitpun Sang Siauw-tan tidak bakal bisa dia peroleh Tindakan kita selanjutnya kita harus mencari akal agar dia mau tidak mau harus mengawinkan putrinya Sang Siauw-tan kepada dirimu.”

Pada ujung bibirnya Ciu Pak segera memperlihatkan satu senyuman yang amat dingin sekali, bayangan dari Sang Siauw-tan kembali berkelebat di dalam benaknya, pikirnya.

“Hmmm, asalkan tidak ada Koan Ing lagi maka Sang Siauw- tan tentu dapat kuperoleh dengan mudah, Baru saja dia berpikir sampai disitu mendadak terlihatlah tiga sosok bayangan manusia dengan amat cepatnya berkelebat datang, dengan cepat dia memperhatikan diri mereka bertiga.

Ternyata orang-orang itu bukan lain adalah diri Sang Siauw-tan serta kedua orang gadis

yang mempunyai wajah seperti pinang dibelah dua itu.

Begitu mereka bertiga berkelebat mendatang, dengan amat girangnya Ciu Pak segera bangkit berdiri,

“Siauw-tan Moay-moay,” serunya sambil tersenyum tengik. “Kau sudah bertemu dengan paman Cha?” Dengan dinginnya Sang Siauw-tan mendengus dia tidak mengucapkan sepatah katapun, sebaliknya kedua orang gadis itu segera saling memperlihatkan wajah yang mengejek.

Ciu Tong yang melihat keadaan dari Sang Siauw-tan itu mendadak satu pikiran berkelebat di dalam benaknya,

“Siauw-tan.” ujarnya sambil tertawa, “Apakah paman Cha mu sudah datang?”

Sang Siauw-tan yang melihat ayahnya serta Koan Ing tidak kelihatan disana sebetulnya dia tidak ingin memperdulikan lagi diri Ciu Tong ayah beranak, tetapi sekarang mau tidak mau  dia harus menjawab juga. “Empek Cio, dimana Tia serta Ing Koko?” tanyanya. Sinar mata dari Ciu Tong segera berkelebat dengan amat tajamnya.

Ayahmu serta Koan Ing ada urusan sedang pergi, mungkin beberapa hari kemudian baru kembali”, ujarnya sambil  tertawa tawar, “dia bilang jikalau dia kembali lagi kesini maka kau disuruh berangkat dulu bersama kami, dia bisa datang mencari dirimu dengan sendirinya,”

Sang Siauw-tan jadi melengak, dia tahu Ciu Tong pasti sedang menipu dirinya, pikirannya dengan cepat berputar,

“Baiklah,” ujarnya kemudian sambil mengangguk, “Kita berangkat bersama saja,” Ciu Tong tersenyum.

Kedua orang ini apakah anak murid dari Cha Loo-te?” tanya kemudian. “Dia adalah ayah kami,” sahut kedua orang gadis itu berbareng,

Ciu Tong jadi melengak, sembilan belas tahun yang lalu sewaktu diadakannya pertemuan puncak di gunung Hoa-san, Cha Can Hong waktu itu belum kawin, tidak disangka perpisahan yang tidak lama ini dia sudah memperoleh dua orang putri yang sangat cantik “Ooh.... kiranya kalian berdua adalah keponakan perempuanku, bagaimana keadaan dari ayahmu?” ujarnya tertawa.

“Ayahku sebentar lagi bakal datang ke mari,” ujar gadis berbaju kuning itu setelah memandang sekejap ke arah diri Sang Siauw-tan. “Bilamana bukannya Siauw-tan cici terus mendesak kami untuk berangkat terlebih dulu mungkin kami bisa datang kesini bersama-sama dengan ayah.”

“Oooo.... sebenarnya ayahmu ada urusan apa tokh sehingga tidak datang bersama-sama dengan kalian?” tanyanya kemudian sambil tertawa.

“Siauw-tan cici bilang kau adalah seorang jahat, aku tidak mau beritahu kepadamu,” sambung gadis berbaju hijau itu dengan cepat.

Untuk beberapa saat lamanya CiuTong dibuat serba salah, jikalau orang lain yang berkata demikian mungkin sejak semula dia sudah turun tangan terhadap dirinya.

Tetapi pihak lawan bukan saja merupakan seorang nona yang sama sekali tidak tahu urusan bahkan merupakan putri kesayangan dari Si dewa telapak dari gurun pasir, Cha Can Hong, sudah tentu dia tidak berani berlaku gegabah.

Walaupun Cha Can Hong jadi orang baik hati tetapi dia paling benci orang yang berbuat jahat, bilamana sampai terjadi bentrokan dengan dirinya maka pulau Ciat Ie To nya jangan harap bisa mendapat suasana ketenangan.

Diam-diam di dalam hati dia merasa sangat gusar sekali, sinar matanya dengan perlahan dialihkan ke atas tubuh Sang Siauw-tan.

Tampak Sang Siauw-tan dengan mata terbelalak lebar2 sedang memandang ke atas atap gua, agaknya dia sama sekali tidak mendengarkan apa yang diucapkan oleh gadis berbaju hijau itu. Terdengar Ciu Tong kembali tertawa dingin.

“Heee.... heee. di dalam kolong langit pada saat ini mana

ada orang baik atau orang jahat? Semuanya sama saja”

“Siapa yang bilang tidak ada orang jahat atau tidak ada orang baik?” bantah gadis berbaju kuning itu dengan cepat. “Seperti Tia kami dialah orang yang sangat baik”

Untuk sesaat Ciu Tong semakin tidak bisa berkutik lagi, di dalam hati dia merasa sangat gemas sekali terhadap diri Sang Siauw-tan. dia sama sekali tidak menyangka kalau seorang gadis perempuan yang demikian cantiknya ternyata bisa begitu licik dan jahatnya, bilamana dia bukannya putri kesayangan dari Sang Su-im serta perempuan kesukaan putranya mungkin sejak tadi dia tidak akan berlaku demikian sungkannya. Pikirnya di dalam hati, “Hmm, tunggu saja setelah kau berhasil dikawini oleh putraku, hee.... hee aku mau kasih lihat kelihayanku.

Berpikir sampai disini dia tidak mau ambil perduli terhadap diri Sang Siauw-tan lagi tanyanya kemudian, “Eeei siipa nama kalian?” Gadis berbaju kuning itu segera tertawa.

“Aku adalah cicinya bernama Cing Cing dia adalah adikku bernama Ing Ing.”

Sang Siauw-tan Yang melihat Ciee Tong  sudah mengalihkan bahan pembicaraannya dia baru berbicara kembali.

“Empek Ciu. Ayahku ada urusan apa toh? Apa dia tidak memberitahukan kepadamu?”

“Aku tidak tahu,” sahut Ciu Tong sambil gelengkan kepalanya berulang kali, tetapi ada kemungkinan dikarenakan soal kereta berdarah itu.

Sinar mata Sang Siauw-tan dengan cepat berputar, dia mengangguk kemudian menoleh memandang ke arah Cing Cing serta Ing Ing. “Kalau begitu tidak tahu juga kapan dia baru bisa kembali lagi kesini,” ujarnya sambil tertawa.

Ciu Tong yang mendengar Sang Siauw-tan berkata demikian dia jadi semakin berhati-hati, dia tahu gadis ini tentu sedang mempersiapkan satu permainan setan buat dirinya karena itu secara diam-diam dia sudah bersiap sedia.

“Soal itu tidak tentu,” sahutnya sambil tertawa tawar. “Kemungkinan sekali setiap saat dia bisa kembali lagi,”

“Oow.... kalau begitu bisa jadi,” ujar Cing Cing sambil mengedip2-kan matanya, “kita tidak boleh terus menerus menunggu lebih baik kita bertiga berangkat terlebih dulu,”

Sekali lagi Ciu Tong jadi melengak, dia sama sekali tidak menyangka Sang Siauw-tan bisa melakukan perbuatan seperti ini, dia tidak mengira dia berani bekerja sama dengan kedua orang gadis cilik ini untuk mempermainkan dirinya kemudian baru berangkat,

“Siauw-tan,” sambung dengan cepat, “Ayahmu suruh kau tinggal disini, jikalau kau tidak tinggal disini bagaimana aku memberi pertanggunganjawab terhadap ayahmu?”

“Empek Ciu,” timbrung Ing Ing yang ada di samping secara tiba-tiba, “Jikalau kita diharuskan berangkat bersama-sama dengan kalian maka di samping harus berhati-hati terhadap sikap kalian ayah beranak bahkan harus jaga2 juga terhadap siasat setanmu, waah.... kita kan tidak dapat leluasa untuk bergerak, apalagi Siauw-tan cicipun punya burung merpati, empek Ciu tidak usah merasa kuatir lagi.“

Sang Siauw-tan yang mendengar perkataan  tersebut segera tersenyum lalu menggandeng tangan kedua orang gadis itu berlalu dari sana.

“Empek Ciu kami pergi dulu,” ujarnya kepada Ciu Tong.

Sehabis berkata mereka bertiga sambil tertawa segera berlalu dari dalam gua itu. Saking khekinya untuk beberapa saat, ia hanya pandang Ciu Tong, tidak dapat mengucapkan

sepatah katapun juga, sinar matanya berkelebat tak hentinya lama sekali baru perintahnya

kepada Ciu Pak, “Ayoh kita kejar!“

Sejak semula Ciu Pak memang mempunyai maksud ini, mendengar perkataan dari ayahnya itu di dalam hati dia merasa sangat girang sekali, tubuh mereka berdua dengan amat cepatnya berkelebat keluar dari gua dan mengejar ke arah dimana Sang Siauw-tan bertiga

tadi melenyapkan dirinya,

Kita balik pada Sang Su-im yang mengempit diri Koan Ing berlari ke arah tempat luaran, setelah melakukan perjalanan selama beberapa puluh lie jauhnya dia baru berhenti berlari,

Dengan perlahan dia meletakkan diri Koan Ing ke atas tanah lantas memperhatikan dirinya dengan pandangan yang sangat dingin sekali.

Koan Ing yang diletakkan Sang Su-im ke atas tanah diapun jadi bingung harus berbuat bagaimana baiknya, terpaksa dia duduk di atas tanah tanpa mengucapkan sepatah katapun.

Lama sekali Sang Su-im memperhatikan pemuda ini, di dalam hati dia benar-benar merasa sangat benci sekali terhadap diri Ciu Pak, Sang Siauw-tan adalah satu-satunya putri kesayangannya, dia tidak bakal membiarkan Sang Siauw- tan menderita siksaan selama hidupnya.

Terhadap diri Koan Ing dia merasa amat puas terhadap segala-galanya, cuma saja dia tidak lebih adalah seorang manusia yang mendekati kematiannya.

Lama sekali Sang Su-im termenung berpikir keras, akhirnya dengan perlahan telapak tangannya ditempelkan ke atas pundak diri Koan Ing, Koan Ing jadi sangat terperanjat sekali, baru saja dia siap- siap hendak mengerahkan tenaga dalamnya untuk melakukan perlawanan mendadak dia merasakan satu aliran hawa yang amat panas menerjang. masuk ke dalam badannya, dia jadi termangu-mangu.

Dia sama sekali tidak menyangka kalau Sang Su-im mengerahkan tenaga dalamnya untuk bantu dia mengobati luka dalamnya

Dia tidak tahu dikarenakan urusan apa Sang Su-im mau membantu dirinya untuk menyembuhkan luka dalamnya, dia cuma merasakan ada satu tenaga dalam yang maha dahsyat menyedot dirinya sehingga membuat dirinya tidak dapat bergerak.

Hawa panas dengan cepatnya berputar mengelilingi seluruh tubuhnya sebanyak tiga

kali, dia merasa dimana terdapat luka dalamnya dengan perlahan-lahan mulai jadi sembuh kembali.

Setelah selesai menyembuhkan luka dalamnya Sang Su-im duduk termenung kembali ke atas tanah untuk beristirahat sebentar. akhirnya dia pentangkan matanya kembali. “Kapan Supekmu hendak datang ke daerah Tibet?” tanyanya kemudian.

Lama sekali Koan Ing termenung berpikir keras, akhirnya sambil mengerutkan alisnya rapat-rapat, sahutnya, “Supekku sudah lama meninggal “

Sang Su-im yang mendengar berita ini seketika itu juga dibuat tertegun, diantara empat manusia aneh usia Kong Bun- yu lah yang paling muda dan tenaga dalamnya yang paling sempurna, menurut pandangannya ada kemungkinan diantara mereka bertiga dialah satu-satunya orang yang bisa memperoleh gelar jagoan pada pertempuran di puncak gunung Hoa-san tahun depan, siapa sangka ternyata dia telah menemui ajalnya. Agaknya dia rada tidak percaya dengan berita ini, tetapi ketika teringat kembali kalau Kong Bun-yu sudah menyerahkan tanda kepercayaan ciangbunjinnya kepada Koan Ing diapun rada percaya juga, karena menurut apa yang dia ketahui pedang tersebut selamanya belum pernah lepas dari badannya.

Tetapi selamanya dia sama sekali belum pernah berpikir kalau Kong Bun-yu bisa mati

dengan begitu cepatnya, hal ini benar-benar berada diluar dugaannya

Dalam hati Sang Su-im merasa sangat menyesal sekali, lama sekali dia termenung tidak mengucapkan sepatah katapun.

Akhirnya ketika teringat kembali kalau Koan Ing  sudah tidak bisa hidup lebih lama lagi dia segera bertanya lagi kepada dirinya. “Apakah perkataan yang diucapkan oleh Ciu Tong benar?”

Dengan sayunya Koan Ing mengangguk.

Sang Su-impun tahu kalau jawaban dari Koan Ing tentu membenarkan, dia berkata lagi. “Apakah di dalam hati kecilmu kau suka dengan Siauw-tan?”

Koan Ing seperti merasakan kepalanya seperti digodam dengan martil besar, dia jadi bingung sekali untuk menjawab secara bagaimana, setelah ragu-ragu sebentar akhirnya dia mengangguk juga.

“Aku tahu Siauw-tan pun suka dengan dirimu,” ujar Sang Su-im kemudian setelah termenung berpikir sebentar. “Sebetulnya akupun ingin menjodohkan dirimu kepada diri Siauw-tan dan sangat berharap kau bisa  baik-baik menghadapi dirinya, dia adalah seorang bocah yang amat baik sekali cuma sayang sifatnya rada keras.” Koan Ing termenung tidak mengucapkan sepatah katapun, dia teringat kembali terhadap diri Sang Siauw-tan berlaku amat baik sekali terhadap dirinya, tetapi usia dirinya cuma tinggal delapan puluh lima hari saiya, dia tidak  bisa mencelakai dirinya

Sebetulnya Sang Su-im berbicara demikian bertujuan agar Koan Ing mau menjauhi diri Sang Siauw-tan dengan sendirinya, tetapi kini melihat dia tidak mengucapkan kata- kata lagi,

terpaksa ujarnya lagi, “Sejak kecil Siauw-tan sudah kehilangan ibunya, akupun tidak punya waktu yang banyak untuk menjaga dan menemaninya, kini dia sudah besar dan aku sebagai orang tuanya malah merasa tambah tidak leluasa lagi, aku kira kalau dia dikawinkan cepat-cepat malah jauh lebih baik lagi.”

Berbicara sampai disini dia berhenti sebentar, kemudian sambungnya lagi: “Sifat, tindak tandukmu serta kepandaian silatmu memang amat cocok sekali dengan diri Siauw-tan, aku sangat mengharapkan kau bisa memperoleh obat penawar dengan cepat dan menyembuhkan racunmu terlebih dulu kemudian baru cari dia lagi, kalau tidak: dia tentu akan sangat berduka sekali.”

Mendengar perkataan tersebut Koan Ing segera tertawa sedih.

“Sejak semula aku sudah mengambil keputusan untuk meninggalkan diri Siauw-tan,” ujarnya kemudian.

Mendengar perkataan tersebut Sang Su-im jadi melengak, dalam hati dia merasa semakin kecewa lagi, dia sama sekali tidak menyangka Koan Ing adalah seorang lelaki sejati, lama sekali dia termenung akhirnya tak tertahan lagi satu helaan napas panjang memecahkan kesunyian.

“Aku adalah ayahnya,” ujarnya perlahan. “Tentunya kau bisa paham bagaimana perasaan seorang ayah menghadapi urusan semacam ini, aku sangat kagum atas sifat serta tindak tandukmu tetapi aku tidak bisa mengorbankan seluruh kebahagiaan dari Siauw-tan.”

“Aku paham apa yang kau maksudkan,” sahut Koan Ing sambil tersenyum sedih. “Akupun harus mengucapkan banyak terima kasih karena kau sudah membantu diriku untuk menyembuhkan luka dalam yang aku derita.”

Sang Su-im yang takut dalam hati Koan Ing merasa semakin sedih lagi dengan cepat dia berkata kembali, “Aku sanggup untuk mewariskan seluruh kepandaian silatku kepadamu termasuk juga ilmu jari “Han Yang Ci Hoat” yang paling kuandalkan itu.”

Lama sekali Koan Ing memperhatikan diri Sang Su-im, akhirnya dia memperlihatkan satu senyuman paksa.

“Terima kasih atas kebaikan budi dari Empek Sang” ujarnya kemudian sambil bangkit berdiri. “Budi tersebut aku tidak berani menerimanya, bilamana kau menganggap hal ini sebagai pengganti kerugian ku, sebetulnya hal ini tidak perlu lagi, karena aku sama sekali tidak menderita  kerugian  apapun ”

Sehabis berkata dia segera bungkukkan badannya menjura, “Empek Sang, lain waktu bila ada jodoh kita bertemu kembali.”

Selesai berkata dia putar badan, dengan langkah  yang lebar berjalan meninggalkan tempat tersebut.

Dengan pandangan mata yang mendelong, Sang Su-im memperhatikan bayangan dari Koan Ing yang mulai lenyap dari pandangannya, dia menghela napas panjang sedang pikirannya semakin bertambah kacau lagi,

Koan Ing dengan seorang diri melanjutkan perjalanannya menuju ke arah sebelah Barat, dengan perlahan dia naik ke atas sebuah bukit yang kecil.... Ooo)*(ooO

Bab 17

WAKTU ITU bunga-bunga salju beterbangan memenuhi angkasa, dengan termangu-mangu dia berdiri seorang diri di atas bukit kecil itu,

Dia merasa setiap bunga salju yang melayang memenuhi angkasa sudah berubah jadi bayangan Sang Siauw-tan yang amat banyak sekali.

Berpuluh-puluh bayangan dari Sang Siauw-tan dengan perlahan melayang turun di hadapannya

lalu lenyap tak berbekas.

Dengan kuat-kuat dia menggosok matanya untuk menghilangkan bayangan lamunan itu. dia sekarang tidak berhak lagi untuk pergi memikirkan diri Sang Siauw-tan. kalau dipikirkan lebih lanjut tidak lebih cuma mendatangkan kemurungan serta kebingungan hatinya saja

Kesemuanya bisa jadi begini hal ini tidak lebih dikarenakan Ciu Tong sudah memaksa dia untuk menelan obat racun tersebut.... semuanya ini dikarenakan ilmu silatnya tidak bisa melebihi diri Ciu Tong, bilamana kepandaiannya jauh melebihi dirinya....

Mendadak satu bayangan berkelebat kembali di dalam benaknya, diam-diam gumamnya seorang diri, “Apa sungguh- sungguh tidak bisa? Apakah aku Koan Ing tidak bisa berbuat sesuatu pekerjaan yang orang lain merasa suatu pekerjaan yang tidak mungkin terjadi? Pada tempo hari si manusia aneh dari Bu-lim Jien Wong pun bisa bangkit berdiri kembali setelah dipukul hingga terluka parah, hal itu adalah satu pekerjaan yang tidak mungkin bisa terjadi, tetapi dia bisa melakukannya, apa dirinya tidak sanggup. ?”

Berpikir sampai disini, dengan amat sedihnya Koan Ing menundukkan kepalanya, lantas menghela napas panjang, dirinya yang sudah berlatih selama hidupnyapun belum bisa menandingi Ciu Tong, apa lagi usianya kini tinggal delapan puluh lima hari saja, selama delapan puluh lima hari ini dapatkah dia melatih ilmu silatnya sendiri jauh lebih tinggi dari kepandaian silat yang dimiliki oleh Ciu Tong? hal itu tidak mungkin bisa terjadi atau boleh dikata cuma satu kata-kata impian belaka....

Sinar matanya dengan perlahan berkelebat, kenapa dirinya tidak mencoba-coba dulu? Dengan sisa hidupnya yang tinggal tidak seberapa lama dia harus menciptakan satu peristiwa yang luar biasa dan lain daripada yang lain....

Tetapi harus berbuat bagaimana?jikalau berdiam diri terus menerus tidak mungkin bisa memperoleh satu kejadian yang luar biasa.

Berpikir sampai disitu Koan Ing mendadak teringat kembali akan sesuatu, mendadak dia teringat kembali.

Kitab pusaka Boo Shia Koei Mie yang pernah diperoleh dari tangan Song Ing, selama ini dia belum pernah melihatnya barang sekejappun. dengan perlahan dia mulai mengambilnya keluar dari dalam sakunya.

Dia masih teringat sikap dari Song Ing sewaktu menghadiahkan kitab pusaka tersebut kepadanya, tetapi selama ini dia terlalu memandang enteng kitab tersebut karena menurut anggapannya sekalipun kepandaian silat yang dimiliki Song Ing amat tinggi tetapi dia belum termasuk luar biasa.

Dengan per lahan-lahan Koan Ing mengambil kitab pusaka Boe Shia Koei Mia tersebut lalu duduk bersila dan mulai membuka halaman pertama.

Di atas kitab yang terbuat dari kain sutera itu terlihatlah beberapa kata yang ditulis dengan amat indahnya, pada baris pertama kira-kira bertuliskan. ilmu silat tak ada ujung pangkalnya, walaupun aku sudah mengadakan penyelidikan selama lima belas tahun lamanya di daerah Tionggoan dan memperdalam ilmu silat dari sepuluh partai besar tetapi apa yang aku peroleh tidaklah terlalu banyak.

Apa yang aku peroleh tempo hari bersama-sama dengan kepandaian yang aku dapatkan sebelumnya kini aku bukukan jadi satu, barang siapa saja yang dapat mempelajarinya maka segera akan menjadi seorang jagoan tanpa tandingan, harap suka memelihara buku ini baik-baik,

Lama sekali Koan las termenung membaca tulisan tersebut, dia sama sekali tidak mengira kalau kitab tersebut adalah hasil penyelidikan dari Song Ing sendiri yang kemudian dibukukan.

Lama sekali dia termenung, akhirnya dia membuka kembali halaman yang kedua, di sana tercatatlah berbagai ilmu silat yang paling dahsyat dari Thian-yu-pay, di samping itu ternyata masih termuat juga berpuluh-puluh jurus gerakan yang dia belum pernah memperoleh sebelumnya, bahkan disampingnya masih terdapat juga kritikan dari Song Ing sendiri.

Selanjutnya pada halaman berikutnya termuat berbagai ilmu silat dari partai2 yang lain, ternyata Song log itu memang benar amat dahsyat sekali tidak disangka seluruh ilmu silat di dalam dunia kangouw dia memahaminya benar-benar, bahkan terdapat pula perubahan serta pecahan2 menurut pendapatnya sendiri,

Di dalam hati Koan Ing benar-benar merasa amat kagum atas ketelitian dan ketajaman otaknya, dia cuma merasa heran secara bagaimana Song Ing bisa mencuri begitu banyak ilmu

silat yang amat lihay dari jago-jago Bu-lim, bahkan dapat memahaminya pula.

Satu halaman demi satu halaman dibacanya dengan teliti, semakin melihat dia merasa semakin tertarik lagi dan dia merasa apa yang dimuat di dalam kitab itu mengandung maksud yang mendalam dan mempunyai perubahan yang amat luas sekali, sehingga tanpa terasa lagi dia sudah membacanya sampai halaman terakhir.

Setelah habis membaca kitab itu dia termenung berpikir beberapa saat lamanya. dia merasa jurus serangan yang termuat di dalam kitab pusaka ‘Boe Shia Koei Mia’ itu dahsyat laksana menggulungnya ombak, di tengah samudra yang saling susul menyusul dengan tak henti-hentinya berkelebat di dalam benaknya.

Lama sekali Koan Ing termenung berpikir keras, dia merasa perkataan Song Ing yang mengatakan ‘Ilmu silat tidak ada ujung pangkalnya’ memang benar, dia merasa semakin belajar semakin tertarik dan tidak ada jemu2nya.

Tidak tertahan lagi sekali lagi dia membaca seluruh isi yang termuat di dalam kitab pusaka ‘Boe Shia Koei Mia’ itu, kali ini dia benar-benar merasa hatinya amat girang benar, dia merasa menyesal kenapa tidak sejak dahulu dia mempelajarinya.

Ketika Koan In selesai membaca isi kitab pusaka itu untuk kedua kalinya cuaca sudah mulai menggelap, dia jadi tertegun dia sama sekali tidak menyangka dirinya sudah membaca kitab itu selama satu harian penuh.

Dengan perlahan dia kebut jatuh bunga-bunga salju yang mengotori bajunya, pada waktu itu dia sama sekali tidak merasa lapar ataupun dahaga, di dalam benaknya cuma dipenuhi dengan jurus-jurus serangan dari perbagai aliran yang ada di dalam Bu-lim pada saat ini,

Pada waktu Koan Ing sedang berpikir keras itulah mendadak dari tempat kejauhan berkelebat mendatang dua sosok bayangan manusia dengan amat cepatnya, dia mengerutkan alisnya rapat-rapat. Di tengah tanah salju yang demikian sunyi dan sepinya jagoan berkepandaian tinggi dari mana lagi yang sedang melakukan perjalanan?
DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar