Jilid 05
KOAN ING yang melihat Sang Su-im maupun Ciu Tong sama sekali tidak menggubris terhadap bentakan dari Gong Ing Thaysu, dia segera sadar kembali, diam-diam pikirnya, “Hmmm! kenapa aku demikian gobloknya? Bukankah saat ini merupakan saat yang paling baik untuk menyembuhkan lukaku sendiri lalu menonton keramaian yang bakal terjadi?”
Berpikir akan hal ini dia segera pejamkan mata untuk mulai mengalirkan hawa murninya
menyembuhkan luka dalam yang dideritanya.
Gong Ing Thaysu yang melihat Sang Su-im maupun Ciu Tong tidak mengambil gubris suara bentakannya segera dia tahu kalau mereka berdua sedang terluka dalam.
Mereka berdua merupakan jago-jago berkepandaian tinggi yang amat ditakuti oleh setiap jago, walaupun saat ini mereka terluka parah dan sedang menyalurkan tenaga murni untuk menyembuhkan luka tersebut tetapi bilamana dirinya berani menggunakan kesempatan itu untuk maju mengirim serangan bokongan kemungkinan sekali bukannya mereka terkena serangan sebaliknya menerima serangan gabungan dari mereka berdua, saat itu apakah dirinya kuat menahan serangan tersebut.
Dengan menyeret toyanya dia berputar beberapa kali mengelilingi tempat dimana kedua orang itu duduk bersila, tetapi sampai waktu itu dia masih tidak berani berlaku gegabah. Akhirnya Gong Ing Thaysu menghentikan gerakannya, beberapa kali dia ingin turun tangan melancarkan serangan bokongannya tetapi diapun tahu kalau serangannya ini menyangkut soal mati hidupnya sendiri.
Karena itu setelah ragu-ragu beberapa saat lamanya dia masih tetap tidak berani melanjutkan serangannya.
Sinar mata dari Gong Ing Thaysu berkelebat tidak henti- hentinya, mendadak pandangannya terhenti di atas tubuh Ciu Pak.
Ciu Pak segera merasakan hatinya berdesir, dia tidak tahu Gong Ing Thaysu ini adalah sute dari Hul Ing Thaysu itu jagoan nomor wahid dari Tibet, tangan kanannya dengan kencang mencekal toya milik ayahnya sedangkan pandangannya dengan sangat dingin sekali memperhatikan seluruh gerak-gerik dari Goan Ing Thaysu.
Sekali pandang saja Gong Ing Thaysu sudah tahu siapakah Ciu Pak adanya, saat ini dia sedang berdiri membelakangi Ciu Tong, bilamana secara tiba-tiba dia melancarkan serangan untuk menguasainya tentu hal ini akan memancing serangan balasan dari Ciu Tong Terakhir matanya beralih ke arah Koan Ing.
“Siapa kau?” terdengar Gong Ing Thay su bertanya dengan suara yang amat berat.
Koan Ing yang sendang memusatkan seluruh perhatian untuk bersemedi segera merasakan hatinya tergetar amat keras, dengan perlahan dia mementangkan matanya kembali. Dia merasa heran kenapa Gong Ing Thaysu yang sewaktu datang kelihatannya begitu buas dan bengisnya, tetapi akhirnya sama sekali tidak berani berbuat sesuatu terhadap Sang Su-im serta Ciu Tong?
Dia sendiri adalah murid dari Cu Yu dan sejak kecil ikut dirinya sampai menginjak dewasa, sedangkan Cu Yu pun merupakan sute dari Kong Bun-yu. dan Kong Bun-yu ini pernah menurunkan ilmu silatnya kepada dirinya.
Makanya terhadap empat manusia aneh dia sama sekali tidak merasa asing, tetapi dia tidak tahu bagaimana tingginya kedudukan empat manusia aneh itu di dalam Bu-lim, siapapun tidak ada yang berani mengganggu mereka, sudah tentu diapun tidak paham kenapa Gong Ing Thaysu begitu jeri terhadap diri mereka berdua?
Bilamana bukannya Sang Su-im serta Ciu Tong sudah terluka parah, mungkin sejak tadi Gong Ing Thaysu sudah melarikan dirinya terbirit-birit.
“Siapakah aku buat apa kau orang ikut campur?” serunya sambil mengerutkan alisnya rapat-rapat.
Gong Ing Thaysu yang memperoleh sikap dingin dari Sang Su-im maupun Ciu Tong di dalam hatinya sudah merasa sangat gusar sukar ditahan, tetapi dikarenakan takut terhadap nama besar mereka berdua dia orang tidak berani mengapa- apakan kedua orang itu.
Kini mendengar Koan Ing pun memberi jawabannya dengan ketus dan sangat dingin hatinya benar-benar merasa amat gusar.
“Bagus.... bagus.... punya semangat” Teriaknya marah. “Cuma sayang aku orang mau ikut campur, kau mau berbuat apa?”
Koan Ing segera tertawa dingin, sekali lagi dia pejamkan matanya tidak berbicara.
Dengan mementangkan matanya lebar-lebar Koan Ing melirik sekejap ke arah Gong Ing Thaysu, terhadap sikap Gong Ing Thaysu yang takut terhadap yang kuat dan berani terhadap yang lemah di dalam hati dia merasa tidak puas.
Melihat sikapnya itu Gong Ing Thaysu benar-benar berbuat mendongkol sekali, alisnya dikerutkan rapat-rapat mendadak tangan kanannya diayun ke depan toyanya dengan diikuti sambaran angin pukulan yang amat keras membabat ke atas kepala Koan Ing.
Sejak semula Koan Ing sudah mengadakan persiapan, tubuhnya dengan cepat mundur ke belakang tangannya segera mencabut pedang Kiem-hong-kiamnya.
Di tengah berkelebatnya sinar emas yang berkilauan pedang tersebut dengan gerakan lurus menangkis datangnya serangan toya dari Gong Ing Thaysu itu.
“Criiing....!” dengan disertai suara benturan yang amat nyaring toya tersebut segera terpukul mental kesamping.
Koan Ing yang berhasil memukul mental toya Gong Ing Thaysu dengan menggunakan jurus ‘Lieh Boe Gong Thian’ atau kuda binal menjurus ke langit, dikarenakan menggunakan tenaga terlalu besar membuat tubuhnya dengan sempoyongan mundur dua langkah ke belakang lalu muntahkan darah segar dari mulutnya,
“Aaaah.... Thian-yu Khei Kiam!” teriak Gong Ing Thaysu dengan terperanjat.
Di bawah kolong langit saat ini cuma ada satu aliran diri ‘Thian-yu Khei Kiam’ Kong Bun-yu saja yang menggunakan ilmu silat dengan gerakan busur, dia orang sama sekali tidak menduga kalau munculnya si jari sakti Sang Su-im serta si iblis sakti dari luar lautan, Ciu Tong disini ternyata Thian-yu Khei Kiampun ikut muncul
“Kau orang adalah anak murid dari Thian-yu Khei Kiam, Kong Thayhiap?” tanyanya dengan perasaan terperanjat.
“Bukan,” sahut Koan Ing dengan gusar, dia merasa mendongkol melihat Gong Ing Thaysu yang ketakutan mendengar nama besar dari seorang jago.
Gong Ing Thaysu agak melengak, dia sama sekali tidak menyangka kalau Koan Ing bisa mengatakan demikian. Bilamana Koan Ing benar-benar adalah anak murid dari Kong Bun-yu dia orang tidak mungkin menyangkal, tetapijika bukan. bukan saja dia memiliki kepandaian silat yang amat
aneh dari aliran “Thian-yu-pay bahkan di tangannya mencekal pedang “Kiem-hong-kiam” yang merupakan tanda kepercayaan dari ciangbunjin Thian-yu-pay, tidaklah mungkin barang itu bisa terjatuh ke tangan orang lain
Saat ini dia orang tidak mau pikir panjang lagi, teriaknya dengan keras, “Kami orang-orang dari daerah Tibet selama ini tidak ada dendam sakit hati apapun dengan kalian, kenapa secara tiba-tiba kalian memasuki daerah Tibet dengan membunuhi hweesio-hweesio kami?”
“Hmmm.... hmmm.... bukankah murid tertua dari Hud Ing Thaysu dari partai kalian Husangko yang mengundang kita untuk memasuki daerah Tibet?” seru Koan Ing dengan nada yang amat dingin. Gong Ing Thaysu jadi melengak.
Jikalau kalian bermaksud untuk menguntit jejak dari kereta berdarah lebih baik berterus terang saja, buat apa meminjam nama dari Husangko segala?”
Mendengar perkataan dari Gong Ing Thaysu ini Koan In yang berganti jadi melengak, pikirnya, “Eeeei.... apa mungkin ada orang yang memalsukan nama Husangko? Kalau tidak bagaimana Gong Ing Thaysu menyangkal? Lalu siapa yang sudah menyamar sebagai Husangko. ?”
Bukan Koan Ing saja yang dibuat melengak, sampai Sang Su-im serta Ciu Tong pun dibuat terkejut oleh perkataan dari Gong Ing Thaysu ini sehingga pada mementangkan matanya lebar-lebar.
Sebenarnya sejak semula Sang Su-im sudah menduga kalau urusan ini tidak mungkin demikian mudahnya, tetapi dia orang sama sekali tidak menyangka Gong Ing Thaysu bisa demikian berterus terangnya menyangkal kalau Husangkolah yang mengundang mereka untuk memasuki daerah Tibet. Bilamana bukannya perkataan dari Gong Ing Thaysu ini bohong tentu di dalam persoalan ini masih menyangkut suatu rencana busuk yang lebih besar lagi, ternyata orang itu begitu berani memancing empat manusia aneh untuk memasuki daerah Tibet berarti pula kalau nyali orang itu tidak kecil bahkan jikalau tidak mempunyai pegangan yang kuat dia orang tidak mungkin berani melakukan hal ini.
Gong Ing Thaysu yang melihat Koan Ing sekalian dibuat melengak, dia sendiri pun tertegun dibuatnya.
“Sampai hari ini juga Husangko sutit belum pernah meninggalkan daerah Tibet barang selangkahpun, yang kalian temui kemungkinan sekali bukanlah dirinya,” ujarnya dengan cepat.
Ciu Tong segera mendengus dengan amat dinginnya, ujarnya sambil bangkit berdiri, “Heee.... heeee.... ternyata di kolong langit saat ini masih ada juga orang yang berani main setan dengan aku orang.”
Sang Su-im pun mendengus dengan dingin lalu dengan perlahan bangkit berdiri.
Walaupun dia tahu beberapa orang ini hendak memasuki sebuah jebakan yang amat menakutkan sekali, tetapi saat ini dia merasa sangat tidak puas terhadap diri Ciu Tong Masuknya ke daerah bahaya merupakan satu urusan sedangkan dendam sakit hatinya dengan Ciu Tong merupakan urusan yang lain.
Ciu Tong yang melihat sikap Sang Su-im yang demikian dinginnya sinar matanya segera berkelebat tidak henti- hentinya, tubuhnya mendadak berkelebat maju mendesak ke arah Gong Ing Thaysu.
Gong Ing Thaysu menjadi amat terperanjat, dia orang sama sekali tidak menyangka Ciu Tong bisa mendesak dirinya secara tiba-tiba. Tangan kanannya dengan cepat diangkat telapak tangannya seketika itu juga mengembang beberapa kali lipat lebih besar lalu ditepukkan ke arah Ciu Tong.
Perbuatannya ini sebenarnya hanya merupakan gerakan langsung yang muncul dari dasar
hatinya, ketika serangan tersebut baru saja mencapai di tengah jalan mendadak hatinya
terasa berdesir.
Kepandaian silat dari Ciu Tong amat lihay sekali dan bukanlah tandingan dari dirinya, tetapi ketika teringat kalau Ciu Tong sudah terluka parah kemungkinan sekali dia masih bisa bertahan dua tiga jurus banyaknya.
Apalagijika dilihat keadaan agaknya Ciu Tong serta Sang Su-im rada tidak akur, Sang Su-im pasti tidak akan membiarkan dirinya terluka di bawah serangan Ciu Tong. Sekali lagi Gong Ing Thaysu siap melancarkan serangannya kembali.
Tetapi jago berkepandaian tinggi bergebrak paling mengutamakan kecepatan gerak, apalagi Ciu Tong pun merupakan jago yang amat terkenal di dalam Bu-lim saat ini, walaupun rasa ragu-ragu tersebut hanya berkelebat di dalam benaknya dalam waktu yang amat singkat tetapi pada saat yang bersamaan itulah lima jari dari Ciu Tong berhasil mencekal pergelangan tangannya.
Begitu lima jari dari Ciu Tong berhasil menempel pergelangan tangan Gong Ing Thaysu, sambil tertawa keras dia segera mengundurkan dirinya ke belakang.
Gong Ing Thaysu cuma merasakan pergelangan tangannya terasa sangat dingin berturut-turut dia mengundurkan diri dua langkah ke belakang, ketika menundukkan kepalanya memandang pergelangan tangannya terlihatlah di atas tangannya itu sudah bertambah dengan bekas lima jari yang berwarna hijau tua.
Seketika itu juga air mukanya berubah menjadi pucat pasi bagaikan mayat.
Dia tahu bukan saja kepandaian silat dari Ciu Tong amat tinggi sekali bahkan diapun pandai di dalam ilmu obat-obatan.
Ciu Tong yang cuma hanya menempelkan lima jarinya ke atas pergelangan tangannya lalu memundurkan diri bahkan bekas lima jari itu berwarna hijau, jelas sekali menunjukkan kalau aku dia sudah terkena racun yang amat ganas sekali.
Sang Su-im dengan dingin mendengus, tanpa mengucapkan sepatah katapun dengan langkah lebar dia berjalan ke arah Sang Siauw-tan yang menggeletak di atas tanah.
Ciu Tong yang melihat Sang Su-im berjalan ke arah Siauw- tan dari ujung bibirnya segera memperlihatkan senyuman yang amat tawar dan dingin sekali.
Sang Su-im yang sedang berjalan keluar dari ruangan itu segera menghentikan langkahnya sewaktu mendengar perkataan tersebut, sambil menoleh dengan pandangan gusar dia tertawa dingin.
“Perkataan dari Ciu heng bukankah sedikit keterlaluan? pemberian hadiah buat Siauwte ini hari pada kemudian hari aku orang pasti akan membalasnya.”
Dengan dinginnya Ciu Tong mengerutkan alisnya, dia tidak mengucapkan kata-kata lagi.
Sebenarnya di dalam hati kecilnya dia ingin memaksa Sang Su-im untuk mengaku kalah di hadapannya tetapi pada hal sekalipun Gong Ing Thaysu sudah berhasil dikuasai tetapi diapun belum berani mengapa-apakan diri Sang Su-im. Sang Su-im yang berjalan ke arah samping tubuh Sang Siauw-tan segera menggendong tubuhnya dan berjalan keluar dari ruangan tersebut tanpa mengucapkan sepatah katapun. Tidak terasa lagi Ciu Tong mengerutkan alisnya rapat-rapat.
“Sang Loo-te,” ujarnya sambil tertawa. “Kehebatan musuh yang kita hadapi sekali ini kaupun tentunya mengetahui dengan jelas, bagaimana sifatku, kaupun tentu mengetahui bukan, hari ini kau ingin mendesak orang lain, keterlaluan.”
Selesai berkata Sang Su-im melirik kembali ke arah Koan Ing dengan pandangan penuh berterima kasih, lalu tanpa menoleh lagi berlalu dari sana dengan tergesa-gesa.
Ciu Tong yang melihat Sang Su-im meninggalkan tempat itu dia cuma tertawa tawar saja, sekalipun sejak hari itu dia bakal memperoleh tambahan seorang musuh tangguh lagi tetapi Koan Ing yang masih tertinggal disana menunjukkan kalau dia masih berada di atas angin.
Bahkan dia merasa di dalam adu kecerdasan dia jauh lebih pintar daripada diri Sang Su-im. hal ini terbukti dengan kejadian ini hari.
Asalkan sejak ini hari dia orang lebih waspada lagi maka semuanya tidak perlu ditakuti lagi. Sang Su-im adalah seorang manusia yang paling suka menjaga namanya sendiri, urusan ini hari dia pasti tidak akan mau menceritakan kepada orang lain,
dengan sendirinya peristiwa ini haripun tidak bakal yang tahu pula. Dia tertawa, ujarnya kepada Ciu Pak.
“Hey bocah kau sudah demikian besarnya, coba kau katakan selama hidupku ini aku paling mementingkan apa?”
Ciu Pak yang mendengar perkataan tersebut segera mengetahui apa yang sedang diartikan oleh ayahnya. “Menurut apa yang aku tahu.... ” ujarnya cepat. “Selama hidupnya ayah paling mementingkan perbedaan tingkat antara angkatan tua dengan angkatan muda.”
Selesai berkata dengan sinar mata yang amat dingin dia melirik sekejap ke arah Koan Ing.
Koan Ing tahu ini hari dirinya sukar untuk meloloskan diri dari bencana, dia yang melihat Ciu Tong ayah beranak sengaja memperlihatkan gaya serta tindak tanduk seperti itu segera tertawa tawar, dengan perlahan matanya dipejamkan kembali untuk menyalurkan tenaga dalamnya menyembuhkan luka yang diderita.
Gong Ing Thaysu yang berdiri tertegun disana dia orang sama sekali tidak mengerti apa yang sedang dibicarakan oleh Ciu Tong ayah beranak, tetapi di dalam hati dia merasa bergidik terhadap kekejaman serta keganasan dari Ciu Tong sehingga sepatah katapun dia tidak berani berbicara.
Ciu Tong pun di dalam hati diam-diam merasa terkejut atas ketenangan dari Koan Ing ini, tetapi pada air mukanya dia sengaja memperlihatkan sikapnya yang amat tenang, sekali lagi dia tertawa terbahak-bahak, kepada Ciu Pak ujarnya kembali, “Orang berkata untuk mengetahui putranya harus mengetahui juga ayahnya, tetapi kau tidak malu disebut sebagai putraku karena mengetahui dengan jelas apa yang aku pikirkan di dalam hati, tetapi ini hari aku mau turun tangan menghajar seorang anak muda, kau kira bagaimana?”
“Selamanya ayah berani berkata berani berbuat.... ” ujar Ciu Pak sambil tertawa.
“Pada tempo hari bukankah Tia sudah pernah berbuat demikian, buat apa sekarang merasa kebingungan?”
Kembali Ciu Tong melirik sekejap ke arah Koan Ing, melihat dia orang sama sekali tidak memperlihatkan perubahan apa pun, dia segera tertawa tawar. “Tetapi orang ini adalah murid keponakan dari Thian-yu Khei Kiam” ujarnya mengejek. “Aku merasa tidak tega untuk membinasakan dirinya, tetapi akupun tidak dapat melepaskan dirinya begitu saja.”
Ciu Pak agaknya tidak tahu apa arti dari perkataan dari ayah Ciu Tong ini, dengan perlahan ujarnya, “Siasat dari Tia tidak ada keduanya di dalam kolong langit pada saat ini, biarlah aku mendengarkan saja semua petunjuk dari Tia.”
Dengan dinginnya Ciu Tong segera tertawa keras, mendadak tangan kanannya di angkat segera terlihatlah sebutir pil dengan cepatnya meluncur keluar dari tangannya.
Koan Ing yang sedang pejamkan matu untuk mengerahkan tenaga dalamnya tiba-tiba mendengar adanya segulung desiran angin tajam menyerang ke arahnya, di dalam hati merasa sangat berdesir, sepasang matanya dengan cepat dipentangkan lebar-lebar, bersamaan pula waktunya dengan menggunakan jurus ‘Lieh Bhe Gong Thian’ atau kuda binal menjura ke langit dia menyambut datangnya serangan desiran angin tajam itu,
Ciu Tong adalah manusia macam apa? Kalau memandangnya dia orang sudah turun tangan sudah tentu, tidak akan membiarkan Koan Ing menyampoknya dengan amat mudah dia orang setelah melihat Koan Ing menggunakan jurus serangannya ditambah jurus serangan yang sering digunakan oleh Kong Bun-yu tempo hari membuat dia orang sudah bisa menebak delapan, sembilan bagian jurus apa yang bakal digunakan oleh Koan Ing ini.
Baru saja Koan Ing melancarkan serangan dengan menggunakan jurus tersebut, mendadak sambaran angin tajam itu miring ke samping membuat serangannya ini mencapai pada sasaran kosong.
Dia agak melengak tetapi tidak berani berpikir lebih panjang lagi, tangan kirinya dengan cepat diangkat melancarkan serangan dengan menggunakan jurus “Ci Cie Thian Yang” atau mengukur ujung langit.
Tangan kirinya dengan sangat tepat sekali berhasil menyampok jatuh butiran pil yang disambit oleh Ciu Tong tadi.
Ciu Tong jadi melengak, dia orang sama sekali tidak menduga kalau jurus serangan “Ci Cie Thian Yang” ini bisa demikian sempurnanya. Dia segera mendengus dingin.
“Hemm anak murid dari Kong Bun-yu ternyata tidak jelek juga!” serunya.
Sembari berbicara jari tangan kanannya sekali lagi menyambitkan sebutir pil mengarah diri Koan Ing.
Kali ini dia menggunakan tenaga dalam yang jauh lebih besar, apalagi datangnya seranganpun amat cepat sekali membuat Koan Ing sama sekali tidak mempunyai kesempatan untuk berpikir, tangan kanannya dengan cepat membalik menggunakan jurus ‘Noe Chi Sin Kiam’ atau pedang sakti mengunjuk amarah menyentil datangnya pil itu,
Begitu serangan tersebut dihantam ke depan, segera terlihatlah pil itu sedikit tergetar, lalu meloncat masuk ke dalam mulutnya.
Koan Ing menjadi tertegun, dia sama sekali tidak menyangka Ciu Tong bisa menggunakan tenaga dalam yang demikian besarnya untuk menyambitkan sebutir pil saja, pada dia sedikit berayal itulah pil tersebut sudah meluncur masuk ke dalam mulutnya dan hancur terkena ludah masuk ke dalam perutnya,
Di dalam sekejap saja Koan Ing hanya merasakan hawa dingin menyusup ke seluruh tubuhnya, walaupun saat ini dia memiliki tenaga dalam yang amat tinggi tetapi tidak tertahan lagi diapun bersin beberapa kali, Segulung hawa murni yang amat panas sekali mengalir memenuhi seluruh tubuh membuat tubuhnya terasa amat segar sekali.
Ciu Tong segera tertawa dingin, ujarnya kepada Koan Ing, “Selama sembilan belas tahun ini, aku selalu berpikir ingin sekali menjadi seorang jagoan nomor wahid yang tidak terkalahkan di dalam Bu-lim. dengan seluruh tenaga yang aku punyai aku orang telah pergi ke seluruh penjuru kolong langit untuk mencari tujuh puluh dua macam bahan obat dan membuat tiga butir pil yang dibuat menurut resepku, ketiga butir pil itu setiap butirnya bisa menambah tenaga dalamku seperti sepuluh tahun latihan sehingga dengan demikian aku berhasil menjadi jagoan nomor wahid.”
Dia berhenti sebentar lalu tertawa dingin, sambungnya lagi, “Salah seorang muridku telah mencuri sebutir pilku itu. tetapi untung dia orang sama sekali tidak menyangka kalau di dalam obat tersebut sudah aku beri Sin Ciah serta Thian Ci dua macam obat racun, setelah seratus hari kemudian keempat buah anggota badannya akan berubah menjadi hitam hangus, mulutnya tidak bisa berbicara sedang tangannya tidak akan bisa bergerak lagi.”
Koan Ing segera merasakan kepalanya segera digodam dengan sebuah martil yang amat berat sekali, dia tidak dapat mendengar perkataannya lebih lanjut dia cuma mendengar suara tertawa dingin dari Ciu Tong lalu pandangannya menjadi gelap.... gelap sekali. dia jatuh tidak sadarkan diri.
Ciu Tong tertawa dingin lagi, ujarnya, “Hmmm.... hmmm....
kecuali kau sudah bertemu dengan seorang tabib yang jauh lebih pandai dari diriku, tetapi menurut apa yang aku ketahui di dalam kolong langit saat ini tidak akan ada manusia seperti itu.”
Sesaat sebelum jatuh tidak sadarkan diri Koan Ing cuma merasakan telinganya mendengung-dengung dengan amat kerasnya. di dalam benaknya cuma berkelebat satu ingatan saja, di dalam seratus hari kemudian dia bakal menjadi seorang cacat.... dia tidak akan bisa membalas dendam atas kematian ayahnya lagi.... soal kereta berdarahpun dia tidak bisa menguntit lebih jauh....
Entah lewat beberapa saat lamanya dia baru sadar kembali dari pingsannya, sewaktu matanya dipentangkan saat itu cuaca sudah terang tanah, suasana di sekeliling tempat itu sunyi senyap tidak tampak sesosok manusiapun kecuali sesosok mayat yang menggeletak dengan keadaan yang amat mengerikan di atas tanah.
Dia mengerutkan alisnya, lantas dengan perlahan bangkit berdiri.
Di dalam sekali pandang saja dia sudah mengenal kembali kalau mayat itu adalah mayat dari Gong Ing Thaysu, akibat yang bakal diterima olehnya sejak tadi dia sudah menduga, orang semacam Ciu Tong tidak akan turun tangan ringan, terhadap dirinya saja yang ada nama Kong Bun-yu di belakangnya dia masih berani turun tangan jahat apalagi terhadap Gong Ing Thaysu?
Dengan termangu-mangu dia berdiri tertegun beberapa saat lamanya disana, sebelum ilmu silatnya musnah dia harus pergi mencari kereta berdarah itu
Teringat akan diri Ciu Tong di dalam hatinya dia merasa sangat mangkel sekali, dengan cepat dia kerahkan tenaga dalamnya menghajar sebuah patung manusia yang ada di sampingnya.
“Braaaaaak.... dengan disertai suara ledakan yang amat keras patung tersebut segera terpukul hancur menjadi berkeping-keping.
Dia melihatnya sebentar lalu tertawa tawar kekuatan
tenaga dalamnya seperti latihan sepuluh tahun? Tidak lebih cuma bisa bertahan seratus hari saja.... setelah itu. setelah itu.... dengan amat sedihnya dia menundukkan kepalanya, dengan hati perih dia berpikir....
Di atas permukaan salju yang amat tebal sekali terlihatlah seorang pemuda yang wajahnya amat murung sedang melakukan perjalanannya ke depan.
Kuil yang ada di hadapannya sekarang itu bukan lain adalah kuil Jien Ko Ci yang merupakan pusat pemerintahan para Lhama di daerah Tibet.
Dengan perlahan Koan Ing berjalan maju ke depan, tidak selang lama kemudian dia sudah tiba di kuil Han-poh-si yang merupakan kuil terbesar di Jien Ko Ci, dia tahu peristiwa masuknya kereta berdarah ke daerah Tibet tidak bakal salah lagi.
Dia cuma tidak tahu bagaimana jejak selanjutnya dari kereta berdarah itu.... dia harus mendapatkan “Kereta berdarah” itu untuk membalas dendam sebelum kepandaian silatnya musnah, sedangkan untuk mendapatkan kereta berdarah itu cuma ada Hud Ing Thaysu seorang saja yang bisa memberikan bantuan yang paling besar kepadanya.
Dengan tenangnya dia berjalan masuk ke dalam kuil Han- poh-si, terlihatlah kedua belah samping dari pintu kuil tersebut berdirilah berpuluh-puluh patung arca malaikat yang tingginya beberapa kaki, setiap arca tersebut terbuat dari emas yang menyilaukan mata, keadaannya sangat angker sekali.
Di dalam ruangan kuil itu penuh dengan asap dupa yang amat tebal, terlihatlah banyak sekali orang-orang Tibet yang sedang bersembahyang disana.
Setelah berdiri beberapa saat lamanya di depan kuil, akhirnya dengan langkah perlahan Koan Ing berjalan masuk ke dalam. Para Lhama yang melihat Koan Ing berjalan masuk ke dalam kuil segera dengan menggunakan pandangan yang amat terkejut bercampur heran memandang ke arahnya.
Koan Ing sama sekali tidak mau ambil gubris keadaan mereka yang keheranan itu, baru saja berjalan sampai di ruangan kuil segera terlihatlah seorang Lhama tua berjalan maju
ke depan Koan Ing lalu merangkap tangannya memberi hormat.
Ujarnya dengan menggunakan bahasa Han yang agak lancar, “Tolong tanya sicu datang kemari ada urusan apa?”
Koan Ing melirik ke arah Lhama tersebut lalu mendengus tawar.
“Cayhe bernama Koan Ing, ada urusan hendak bertemu dengan Hud Ing Thaysu ciangbunjin dari kuil ini? Entah apakah Thaysu ada di dalam kuil?”
“Ciangbun Thaysu ada di ruangan sebelah belakang,” ujar Lhama itu sambil tertawa. “Biarlah siauw-ceng pergi melapor, harap Koan sicu menanti sejenak di kamar samping.”
Segera terlihatlah seorang hweesio cilik berjalan mendatang dan memimpin Koan Ing menuju ke kamar samping, sedangkan Lhama itupun dengan langkah yang tergesa-gesa berjalan masuk ke dalam ruangan kuil itu.
Dengan amat tenangnya Koan Ing mengikuti hweesio itu berjalan masuk ke dalam ruangan samping.
Tidak selang lama tampaklah Lhama tadi sudah berjalan datang kembali, kepada Koan Ing sambil merangkap tangannya memberi hormat, ujarnya, “Ciangbun Thaysu mempersilahkan Koan sicu untuk bertemu di dalam ruangan tengah.” Sewaktu dia berbicara sampai disitu genta besar yang ada di kuil berbunyi tidak henti-hentinya membuat suara tersebut bergema memenuhi seluruh kuil.
Koan Ing segera mengangguk dan berjalan keluar dari kamar samping tersebut saat itu orang-orang yang sedang bersembahyang di dalam kuil itu sudah mulai pada bubaran.
Diam-diam dia kerutkan alisnya rapat-rapat, dia tidak tahu kenapa Hud Ing Thaysu harus berbuat demikian repotnya hanya untuk bertemu dengan dia orang? Tetapi dia tidak mau berpikir panjang lagi, dengan langkah perlahan berjalan masuk ke dalam ruangan sebelah dalam.
Sesampainya di dalam ruangan tengah sepasang matanya dengan perlahan menyapu sekejap ke tempat itu terlihatlah tinggi ruangan tersebut ada sepuluh kaki dengan patung Buddha yang terbuat dari emas setinggi sembilan kaki berdiri dengan angkernya di tengah ruangan, asap dupa membumbung memenuhi seluruh ruangan laksana selapis kabut tebal yang melayang dekat dengan permukaan.
Koan Ing segera berdiri di tengah ruangan, waktu itu ruangan tersebut kosong tidak tampak seorangpun sehingga kelihatan jauh lebih megah, suara genta sudah berhenti para umat yang sedang sembahyang pun telah pergi, sebuah kuil Han-poh-si yang begitu besar berada di dalam keadaan sunyi senyap tak terdengar sedikit suarapun.
Sekali lagi Koan Ing menyapu sekejap keadaan di sekeliling tempat itu, terlihatlah beratus-ratus buah patung arca dengan megahnya berdiri memenuhi sekeliling ruangan tersebut.
Mendadak.... suara genta yang amat gencar kembali bergema memenuhi angkasa, di tengah ruangan yang amat sunyi itu mendadak berkumandang datang suara nyanyian doa yang amat ramai disusul suara langkah manusia yang amat perlahan berjalan memasuki ruangan. Diam-diam Koan Ing mengerutkan alisnya rapat-rapat lalu putar badannya, tampaklah dua puluh empat Lhama berjubah kuning dengan masing-masing membawa senjata ditangannya dengan langkah perlahan berjalan masuk ke tengah ruangan.
Sinar matanya segera berkelebat memancarkan sinar tajam dan menyapu sekejap ke arah Lhama-lhama tersebut.
Mendadak suara nyanyian berhenti disusul berkelebatnya sesosok bayangan kuning masuk ke dalam ruangan.
Wajah Lhama itu putih bersih dan segar, usianya kurang lebih baru tiga puluh tahunan, tetapi sikapnya amat gagah sekali.
Diam-diam pikir Koan Ing di dalam hati, “Hud Ing Thaysu adalah seorang pendeta kenamaan, sekalipun aku belum pernah bertemu dengan dirinya tetapi kiranya tidak mungkin baru berusia sedemikian mudanya.”
Begitu Lhama berjubah kuning itu masuk ke dalam ruangan, sepasang matanya segera memandang ke arah Koan Ing dengan tajamnya.
Diantara kedipan serta sapuan matanya itulah Koan Ing bisa menduga kalau kepandaian silatnya berada di atas diri Ciu Pak, itu putra kesayangan dari iblis sakti dari Lautan Timur, diam-diam dalam hati merasa keheranan.... Siapa sebetulnya orang itu? Bagaimana kepandaiannya bisa begitu tingginya?
Lhama berjubah kuning itu melirik sekejap ke arah Koan Ing lalu ujarnya, “Pinceng Husangko, entah Koan sicu mempunyai urusan apa hendak bertemu dengan suhuku?”
Dalam hati Koan Ing merasa melengak pikirnya, “Aaaah....
kiranya orang inilah yang bernama Husangko, kalau begitu orang yang sudah mengaku sebagai Husangko sewaktu ada di sungai Tiang Kang adalah palsu. Jika dilihat gerak-geriknya jelas kepandaian silatnya berada di atas diri Ciu Pak, tetapi kepandaian silat Hud Ing Thaysu sendiri tidak lebih sejajar dengan kepandaian silat dari Ciu Tong. bagaimana dia bisa mempunyai murid yang memiliki kepandaian silat demikian tingginya?”
Tetapi mana dia tahu kalau Ciu Pak serta Sang Siauw-tan sekalian sejak kecil belajar ilmu silat tetapi dikarenakan ayahnya merupakan salah satu dan empat manusia aneh yang amat terkenal membuat mereka tidak takut terhadap siapapun sehingga sekalipun tidak belajar ilmu silat, juga tidak ada orang yang berani mengganggu mereka.
Sebaliknya Husangko sejak kecil dibesarkan di dalam kuil dan sejak kecil pula sudah diterima sebagai murid oleh ciangbunjin sehingga mau tidak mau dia orang harus berlatih setiap hari.
Koan Ing yang mendengar dia orang menyebut dirinya sebagai Husangko segera sahutnya dengan tawar, “Aku mau bertemu dengan Hud Ing Thaysu ”
Husangko sama sekali tidak menduga Koan Ing bisa berbuat demikian tidak tahu adatnya, dia agak melengak.
Dia adalah murid tertua dari Hud Ing Thaysu sebagai ciangbunjin dari kuil-kuil daerah Tibet, mana dia orang pernah memperoleh hinaan seperti ini? Tetapi bagaimanapun juga dia adalah seorang yang beribadat sehingga tidak mau mengumbar nafsu berlebihan. Jikalau Koan sicu ada perkataan silahkan bicara dengan aku saja,” ujarnya halus.
Koan Ing menarik napas panjang-panjang, dia mau bertemu Hud Ing Thaysu dengan menggunakan kedudukannya sebagai ciangbunjin dari Thian-yu-pay, tidak seharusnya Hud Ing Thaysu cuma mengirim Husangko saja untuk menemui dirinya, apalagi dia orang tidak mempunyai waktu yang banyak.
“Kalau memangnya suhumu tidak ada, yah sudahlah, aku Koan Ing mohon diri dulu,” sahutnya dengan amat tawar. Sehabis berkata dia merangkap tangannya memberi hormat dan siap meninggalkan tempat
itu.
Melihat sikap Koan Ing yang amat ketus dalam hati Husangko merasa amat gusar sekali.
“Tunggu dulu!” bentaknya sembari mendengus dingin.
Waktu itu Koan Ing sudah berada di pintu sebelah depan dari kuil itu, mendengar suara bentakan tersebut dengan cepat dia putar badannya.
“Hmmm,” dengusnya sembari memandang beberapa saat lamanya ke arah Husangko, “Aku Koan Ing dengan menggunakan kedudukanku sebagai ciangbunjin dari Thian- yu-pay hendak bertemu dengan Hud Ing Thaysu, aku bukannya hendak bertemu dengan Hud Ing Thaysu dengan menggunakan kedudukanku sebagai seorang boanpwee.”
Sehabis berkata dengan pandangan yang amat dingin dia memperhatikan diri Husangko,
Sejak kecil Husangko sudah ditentukan sebagai calon pengganti ciangbunjin dari aliran Tibet sehingga sudah terbiasa bersikap congkak, kini dia orang mana bisa tahan menerima pandangan rendah dari diri Koan Ing? Dia segera mengerutkan alisnya rapat-rapat.
“Untuk bsrterau dengan suhu tidak sukar” serunya dingin, “Kau menyebut diri mu sebagai ciangbunjin dari aliran Thian- yu-pay, seharusnya sekarang ciangbunjin harus memperlihatkan sedikit kelihayan sedikit kepadaku, asalkan kau orang bisa menangkan diriku segera aku akan membawa kau untuk bertemu dengan dia orang tua.”
Mendengar perkataan tersebut Koan Ing segera tertawa dingin. “Bilamana kau memaksa aku orang untuk memperlihatkan kelihayanku terlebih dulu baru
bisa bertemu dengan suhumu. Heeee.... heeee.... hal ini bukanlah merupakan satu persoalan
yang sukar!” serunya mengejek.
Air muka Husangko segera berubah sangat hebat. Jelas sekali usia dari Koan Ing ini jauh lebih kecil sepuluh tahun dari dirinya tetapi perkataannya sama sekali tidak memandang sebelah matapun terhadap dirinya, bagaimana dia orang bisa tahan atas hinaan itu
Ooo)*(ooO
Bab 11
DIAPUN segera tertawa dingin, “Bilamana kau bisa keluar dari pintu besar kuil Han-poh-si ini, suhuku sudah tentu bisa keluar sendiri untuk bertemu dengan dirimu.”
Dengan dinginnya Koan Ing menoleh ke belakang lalu tanpa mengucapkan sepatah katapun berjalan keluar dari ruangan.
Tetapi baru saja dia berjalan keluar dari pintu ruangan itu mendadak tampaklah olehnya kedua belah sampan dari pintu tersebut sudah berdiri berpuluh-puluh orang Lhama berjubah kuning dengan sikapnya yang amat angker sekali.
Tiba-tiba suara genta berbunyi kembali sebanyak tiga kali, Lhama-lhama tersebut segera pada bergeser menutupi jalan tengah.
Sinar mata Koan Ing segera berkelebat, di tengah suara suitannya yang amat nyaring tubuhnya segera meloncat ke tengah udara lalu melayang turun ke tengah jalan keluar.
Baru saja tubuhnya bergerak maju ke depan, di tengah suara bentakan yang amat keras segera tampaklah dua sosok bayangan kuning berkelebat menubruk ke arahnya, satu dari kanan yang lain dari kiri dengan dahsyatnya melancarkan serangan gencar mengancam seluruh tubuhnya.
Koan Ing segera mendengus dingin, tangan kanannya didorong ke depan dengan menggunakan jurus ‘Han Lin Sin Wei’ atau dingin membeku unjuk kekuatan balas melancarkan serangan dahsyat menghajar kedua orang itu.
Ilmu sakti ‘Thian-yu Jie Cap Su Cau’ merupakan salah satu ilmu aneh yang amat dahsyat di kolong langit saat ini, serangan yang dilakukan dengan menggunakan tenaga dalam yang dimiliki saat ini mana bisa ditahan oleh Lhama-lhama tersebut?
Bagitu serangannya dilancarkan keluar, dari gerakan telapak segera diubah menjadi gerakan mencengkram lantas dengan dahsyatnya mencengkram tangan kanan Lhama tersebut.
“Kraaaak!” dengan tepatnya serangan tersebut berhasil menghajar iga dari Lhama tersebut.
Sang Lhama yang terkena serangan dahsyat dari Koan Ing seketika itu juga ada dua kerat tulang iganya terpukul patah dia segera mendengus berat tubuhnya dengan kerasnya menubruk ke arah sebuah patung arca.
Koan Ing sama sekali tidak berkedip lagi, tangan kanannya kembali menyambar mencengkram Lhama yang satunya lagi lalu melemparkannya ke arah patung arca yang ada di sekeliling ruangan
“Braaaak. !”
Seketika itu juga patung arca yang terbuat dan emas itu tertumbuk rubuh berantakan di atas tanah.
Baru saja tubuhnya melayang turun ke atas permukaan tampaklah kembali ada lima enam orang Lhama berjubah kuning dengan disertai suara bentakan yang amat keras pada menubruk ke arahnya. Begitu ujung kaki kiri dari Koan Ing menginjak permukaan tanah tubuhnya mendadak dengan merendah berputar satu lingkaran, di tengah pentangan tangannya kembali ada dua orang Lhama berjubah kuning terlempar jatuh dengan kerasnya.
Patung arca yang memenuhi seluruh ruangan itu segera pada rubuh berantakan ke atas tanah membuat debu serta bekas-bekas salju pada berhamburan memenuhi angkasa.
Husangko yang saat ini sedang menjaga di pintu depan kuil sewaktu melihat kejadian ini diam-diam dalam hati merasa bergidik juga, bukan saja jurus-jurus serangan yang digunakan Koan Ing ini amat aneh dan belum pernah ditemui bahkan tenaga dalam yang dimiliki jauh melebihi tenaga dalamnya sendiri.
Kedua puluh empat Lhama berjubah kuning yang terbagi menjadi dua bagian dan berdiri di samping Husangko itu segera pada maju ke depan menyerbu diri Koan Ing.
Koan Ing yang melancarkan serangan-serangannya dengan menggunakan jurus-jurus aneh
berturut-turut melemparkan lima, enam orang ke tempat kejauhan memaksa orang-orang itu pada ketakutan dan mengundurkan dirinya ke belakang, mendadak dia bisa melihat kalau kedua puluh empat Lhama berjubah kuning itu dengan membawa senjata yang aneh-aneh mulai menerjang ke arah dirinya.
Di tengah suara bentakan yang amat keras tampaklah sepasang gelang berganda sudah menghajar ke arah pundak kanannya.
Koan Ing segera mendengus dingin, tubuhnya merendah ke bawah diantara berkelebatnya bayangan tangan dia sudah mencabut keluar pedang Kiam Hong Kiam-nya. Dia segera membentak keras, pedang Kiam Hong Kiamnya dengan disertai suara dengungan yang amat keras segera membentuk gerakan busur yang amat besar, dengan menggunakan jurus ‘Thian Hong si Lan’ atau angin langit meniup ombak melancarkan serangan dahsyat ke depan.
Pedang di tangannya mendadak membelok ke bawah, sewaktu Lhama itu dibuat tertegun tangannya sudah terasa menjadi kaku,sepasang gelang berganda yang ada di tangannya sudah berhasil dipukul mental oleh pedang panjang Koan Ing.
Pada saat yang bersamaan itulah terasa sebuah toya dengan disertai desiran angin pukulan yang amat keras menghajar punggungnya, bahkan masih ada empat, lima buah senjata aneh dengan disertai desiran angin dahsyat pula bersama-sama menyerang tubuhnya.
Koan Ing segera mengerutkan alisnya rapat-rapat, musuh demikian banyaknya apakah dengan
kekuatan seorang diri dia masih mampu menghadapi mereka semua?
Pikirannya segera berputar, kaki kanannya mendadak bergeser maju ke samping tubuh Lhama bersenjatakan toya itu, pedang panjangnya dengan disertai suara sambaran yang amat tajam ditarik kembali ke belakang, inilah jurus ‘Han Lin Sin Wie’ yang amat dahsyat.
‘Ilmu sakti Thian-yu Jie Cap Su Cau’ bukan saja di dalam ilmu telapak bahkan di dalam jurus-jurus pedangpun mempunyai perubahan-perubahan aneh yang amat banyak sekali, apalagi untuk menghadapi para jago dari daerah Tibet yang jarang pergi ke daerah Tionggoan, sewaktu menghadapi jurus-jurus aneh untuk pertama kalinya tidak urung dibuat kalang kabut juga, dengan demikian seluruh peranan ada di tangan Koan Ing seorang. Begitu Koan Ing melancarkan serangan dengan menggunakan jurus tersebut, Lhama itu segera terdesak dan dengan gugupnya menarik kembali toyanya untuk melindungi tubuh sendiri.
Sambaran angin tajam yang melanda ke belakang badannya, tangan kiri Koan Ing cepat-cepat dibabat ke belakang mencengkram Lhama tersebut, dia segera membentak keras tubuhnya membalik ke belakang.
Empat lima Lhama lainnya segera pada ketakutan dan cepat-cepat menarik kembali serangannya untuk mengundurkan diri ke belakang.
Koan Ing segera kerahkan tenaganya melemparkan Lhama tersebut ke tempat kejauhan, dengan meminjam tenaga lemparan tersebut diapun melayangkan tubuhnya keluar kuil,
Baru saja tubuhnya mencapai tengah udara tiba-tiba terdengarlah suara seruang yang amat dingin sekali, “Hmm....
hmmm mau keluar dari kuil Han-poh-si? Tidak mudah kawan!“
Sekali dengar saja Koan Ing segera mengetahui kalau suara itu berasal dari diri Husangko, sinar matanya dengan cepat berkelebat ke arahnya
Tampaklah tubuh Husangko sudah melayang menghalangi perjalanannya, toya berlapiskan emas yang ada di tangan kanannya segera dibabat ke depan menyambut datangnya tubuh Koan
Koan Ing segera mendengus dingin, pedang panjangnya berputar satu lingkaran di tengah suara dengungan ringan yang memekakkan telinga dengan menggunakan jurus ‘Hay Ciauw Thian Yang’ atau pojok laut ujung langit pedangnya membentuk gerakan busur lalu menusuk ke pundak kanan dari Husangko.
Husangko adalah murid tertua dari Hud Ing Thaysu itu jagoan nomor wahid di daerah Tibet, sudah tentu kepandaian silatnya tidak bisa dibandingkan dengan Lhama2 lainnya, tubuhnya segera mencelat ke samping dengan melintangkan toyanya ke depan menghalangi jalan pergi dari Koan Ing.
Toyanya segera dicukil dan dibabat menghajar lambung dari Koan Ing, inilah jurus ‘Kiem Kong Ciang Mo’ atau malaikat sakti penakluk hantu dari ‘Hu Mo Chiet’ atau ilmu toya penakluk iblis yang paling diandalkan oleh jago-jago di daerah Tibet.
IImu toya penakluk iblis ini menjadi tenar dikarenakan mengandalkan tenaga dalam yang amat dahsyat, sebaliknya walaupun ‘Thian-yu Jie Cap Su Kiam’ merupakan sebuah jurus pedang yang amat aneh tetapi alirannyapun menganut kekerasan.
Koan Ing segera mengerutkan alisnya rapat-rapat, pedang panjangnya ditekan ke bawah lalu menggencet serangan musuh, inilah jurus ‘Ban Sin Peng To”’ atau selaksa malaikat menenangkan ombak, dengan amat tepatnya toya Husangko cuma merasakan toyanya menjadi amat berat laksana ditindihi dengan gunung Thay san.
Dia jadi sangat terperanjat, di tengah suara bentakan yang amat keras toyanya dicabut ke belakang lalu balik menghajar tubuh Koan Ing.
Koan In tidak mau bertempur lebih lanjut, begitu Husangko mencabut kembali toyanya diapun dengan meminjam ke sempatan ini meloncat ke atas.
Husangko yang melihat serangannya tidak mencapai sasaran bahkan Koan Ing pun mau meninggalkan tempat tersebut, tubuhnya dengan cepat meloncat ke atas, ujung kaki kanannya menutul atas kepala arca emas disana, lalu laksana seekor bangau kuning yang menembus awan di tengah suara bentakan gusar yang amat keras tubuhnya bagaikan kilat cepatnya sekali lagi menghalangi perjalanan dari Koan Ing. Koan Ing yang melihat Husangko menghalangi perjalanan perginya lagi, alisnya segera dikerutkan rapat-rapat.
Bilamana tubuhnya sampai terjatuh ke atas permukaan tentu tidak ada cara lagi untuk keluar dari kuil itu.
Pikirannya segera berputar, pedang panjangnya mendadak berkelebat membabat pergelangan tangan dari Husangko.
Husangko dengan dinginnya mendengus, tangan kanannya digetarkan toyanya dengan mendatar menghantam dada Koan Ing, sedangkan jari tengah serta jari telunjuk tangan kirinya menotok ke badan pedang Koan Ing.
Saat ini Koan Ing sudah punya perhitungan masak, dia segera membentak gusar pedangnya miring kes amping....
“Tiiiing!” gagang pedangnya dengan amat tepat sekali berhasil menyapu ujung toya dari Husangko.
Tangan kirinya dengan meminjam sewaktu toya di tangan Husangko rada perlahan segera menangkap ujung toyanya, tubuhnya dengan meminjam gerakan tersebut melayang ke atas, ujung kaki kanannya dengan amat dahsyatnya menghajar ke atas wajah Husangko,
Gerakan dari Koan Ing yang amat aneh dan dahsyat ini sama sekali tidak memberikan waktu buat Husangko untuk berpikir lebih panjang lagi, Husangko sama sekali tidak menduga kalau Koan Ing bisa melancarkan jurus serangan yang demikian anehnya, saking terperanjatnya dia menjadi tertegun lalu cepat-cepat melepaskan tangannya.
Koan Ing yang berhasil merebut toya pihak lawan di dalam hati punya maksud untuk menjajal kepandaian silatnya lebih lanjut, tangan kirinya dengan cepat ditarik kembali.
Di tengah suara suitan yang amat nyaring. “Nguuuung!” Dengan menggunakan tenaga dalamnya dia berhasil menggetarkan toya tersebut sehingga berubah menjadi gerakan busur yang amat besar.
Pedang panjang di tangan Koan Ing cepat-cepat ditarik kembali, tangannya yang sebelah segera mencekal ekor toyanya lalu ditarik dengan keras ke belakang, sebuah toya yang terbuat dari baja murni seketika itu juga berubah menjadi sebuah benda bulat.
Di tengah suara sultannya yang amat nyaring patung emas tersebut sudah ditendang terbalik lalu toya di tangan kirinya dengan kerasnya disambit ke depan dan menancap pada mata dari patung yang tertendang terbalik itu.
Pameran kesaktian yang dilakukan Koan Ing ini seketika itu juga membuat para lhama dari kuil Han-poh-si pada berdiri melongo, matanya terbelalak lebar-lebar, tak seorangpun yang mengucapkan kata-kata.... Mereka sama sekali tidak menyangka kalau seorang pemuda yang baru berusia dua puluh tahunan bisa memiliki kepandaian yang demikian tingginya. Siapa yang percaya kalau dia memiliki tenaga dalam yang amat tinggi sekali?
Tubuh Koan Ing dengan cepat melayang ke depan kuil, baru saja tubuhnya hendak melayang turun ke atas permukaan mendadak tampak berkelebatnya sesosok bayangan kuning, kembali seorang Lhama menghadapi perjalanannya.
Koan Ing tidak mau ambil perduli lagi, tubuhnya yang masih ada di tengah udara segera berjumpalitan lalu dengan kecepatan bagaikan kilat kaki kanannya melancarkan tendangan dahsyat menghajar dada hweesio tersebut.
Tetapi baru saja tendangannya dilancar kan hweesio itu sudah melayang kembali menghalangi tepat di depan tubuhnya. Koan Ing menjadi tertegun, dia sama sekali tidak menyangka kalau di depan pintu kuil itu masih ada seorang hweesio yang berkepandaian tingginya menghalangi perjalanan
selanjutnya, matanya dengan cepat berputar terlihatlah orang itu bukan lain adalah seorang hweesio tua yang kurus kering.
Dengan cepat Koan Ing menarik kembali kaki kanannya lantas dengan dahsyat sikut kanannya didorong mengancam iga hweesio itu.
Dengan suara yang amat berat hweesio itu segera memuji keagungan Buddha, begitu serangan Koan Ing mencapai pada sasarannya dia segera merasakan dari iga hweesio tua itu memancar keluar tenaga pantulan yang amat keras sekali membuat tubuhnya tidak kuasa lagi tergetar mundur satu langkah ke belakang.
Tampak hwesio itu dengan wajah tenang berdiri di hadapannya, ujarnya dengan suara berat, “Loolap adalah Hud Ing, Koan sicu ada urusan apa mencari aku orang?”
Koan Ing menjadi sangat terperanjat dia sama sekali tidak menyangka kalau jagoan nomor wahid dari daerah Tibet ternyata merupakan seorang hweesio tua yang sama sekali tidak terpandang mata, tidak terasa lagi dia menjadi termangu-mangu dibuatnya.
Dengan amat dinginnya sekali lagi Hud log Thaysu memperhatikan seluruh tubuh Koan Ing.
“Hmm.... sungguh dahsyat kepandaian silat dari Siauw sicu,” ujarnya dingin.
Koan Ing pun dengan pandangan tajam memperhatikan diri Hud Ing Thaysu, tampaklah diantara berkelebatnya sinar mata serentetan cahaya tajam memancar ke luar tak henti-hentinya, jelas sekali kalau kepandaian silat Yang dimilikinya amat tinggi sekali, agaknya tidak berada di bawah tenaga dalam Ciu Tong
“Koan sicu.... ” Terdengar Hud Ing Thaysu berkata kembali dengan suara yang amat berat. “Sekalipun kau orang hendak menemui aku dengan menggunakan sebagai seorang ciangbunjin suatu parlai, tapi di dalam pandanganku, Koan sicu tidak lebih cuma seorang dari angkatan muda saja.”
Selesai berkata sinar mata tajamnya memperhatikan dirinya kembali, tambahnya, “Urusan ini hari apakah Koan sicu mau menyerah dibelenggu untuk minta maap ataukah hendak memaksa Loolap menjajal-jajal kepandaian silat Thian-yu Khie Kangmu?”
Dalam hati diam-diam Koan Ing merasa berdebar, ujarnya kemudian dengan dingin pula, “Chayhe minta bertemu dengan menggunakan peraturan dan adat sebaliknya anak muridku pada goblok dan kasar, sekalipun aku cuma seorang dari angkatan muda tetapi jelek2pun merupakan seorang ciangbunjin dari satu partai, bukannya Thaysu menyalahkan murid-muridmu kenapa sekarang malah suruh aku meminta maaf kepadamu?”
Hud Ing Caysu dengan dinginnya mendengus, sinar matanya dengan cepat menyapu sekejap ke sekeliling ruangan itu, terlihatlah ada puluhan orang anak muridnya terluka parah dan separuh lebih arca2 emasnya rubuh berantakan, tidak terasa lagi hal ini membuat hawa amarahnya semakin membara.
“Seorang ciangbunjin dari partai besar!” serunya dengan amat dingin. “Sungguh besar omonganmu.... hmmm. hmm
sekalipun Kong Bun-yu datang sendiri kesinipun tidak seharusnya berbuat demikian gegabah”
Koan Ing tahu dia orang bukanlah tandingan dari Hud Ing Thaysu, tetapi sikap dari Hun In Thaysu yang demikan tidak memandang hormat terhadap seorang ciangbunjin dari “Thian-yu-pay” membuat hatinya merasa sangat tidak puas, dia segera tertawa dingin,
“Hmmm?.... heee.... heeee aku Koan Ing ingin sekali menjajal kepandaian “Thay Su Ing” yang lihay dan sudah menggetarkan seluruh Bu-lim dari Thay-su!” serunya.
Hud Ing Thaysu yang melihat sikap Koan Ing ternyata begitu ketusnya, bahkan sedikitpun tidak mau mengalah di hadapannya tidak urung dia mengerutkan alisnya juga, “Kau bangsat cilik sungguh sombong!” teriaknya gusar.
Tidak menanti perkataan selanjutnya di ucapkan, dengan cepat Koan Ing mencabut keluar pedangnya dari dalam sarung, lalu dengan menggunakan jurus ‘Noe Ci Sin Kiam’ atau dengan gusar kebaskan pedang menyerang tubuh Hud ing Thaysu.
Hud Ing Thaysu segera mendengus dingin ujung jubahnya dikebut ke depan sedang tubuhnya dengan miring mundur satu langkah ke belakang.
Jurus ‘Noe Ci Sin Kiam’ ini merupakan jurus yang paling aneh diantara ‘Thian Ya Jie Cap Su Cau’ baru saja Hud Ing Thaysu mundur satu langkah ke belakang pedang Cing Hong Kiam itu mendadak dengan disertai suara dengungan, yang amat keras membelok ke samping lalu menusuk iga sebelah kiri dari Hud Ing Thaysu.
Dengan memandang kedudukannya sebagai seorang cianpwee sebenarnya Hud Ing Thaysu hendak mengalah tiga jurus kepadanya, tetapi dia orang sama sekali tidak menyangka kalau ilmu pedang dari Koan Ing demikian anehnya, jikalau sekali lagi dia menghindarkan diri tentu seketika itu juga dia akan dipaksa menemui kekalahan.
Dia tidak mengira kalau maksudnya semula untuk mengalah tiga jurus kepadanya ternyata kini tidak berhasil mengalah barang sejuruspun, hatinya makin gusar lagi. “Ilmu pedang yang bagus” teriaknya dengan gusar.
Telapak tangan kanannya mendadak membabat ke depan mengancam tubuh pedang yang ada di tangan Koan Ing.
Koan Ing tahu kalau tenaga dalam yang dimilikinya masih bukan tandingan dari Hud Ing Thaysu, pedangnya dengan cepat ditarik ke belakang berubah menjadi jurus ‘Ci Cie Thian Yang’ atau mengukur ujung langit, kaki kanannya maju ke samping sedangkan ujung pedangnya mengancam alis dari Hud Ing Thaysu.
Hud Ing Thaysu segera mendengus, ketika dia orang melihat jurus-jurus serangan dari Koan Ing amat aneh sekali dalam hati segera punya niat untuk menjajal kepandaian “Thian-yu Khei Kang” lebih lanjut, pikirnya, “Ehmmm. sejak
dulu aku orang kepingin menjajal kepandaian silat dari empat manusia aneh, kini murid keponakan dari Kong Bun-yu sudah datang kemari aku harus coba menjajal bagaimanakah kehebatan dari kepandaiannya”
Tangan kanannya dari gerakan telapak berubah menjadi gerakan jari, tiga jarinya dengan berpencar menyerang tubuh Koan Ing serta menjepit pedang yang menyerang ke arahnya.
Jurus yang digunakan oleh Koan Ing barusan ini adalah salah satu dari ‘Thian-yu Jie Cap Su Khei Cau’ mana mungkin pedangnya berhasil dijepit oleh Hud Ing Thaysu dengan begitu mudahnya? pedangnya dengan cepat miring ke samping berganti arah menyerang ke bagian tubuh yang lain.
Tampaklah sinar yang berkilauan memenuhi angkasa, dia mendesak mundur kedua jari dari Hud Ing Thaysu lalu pedangnya diteruskan menusuk pelipis kanan dari Hud Ing.
Baru saja Hud Ing Thaysu mau menghindar untuk menyerang dari arah samping tetapi ketika dilihatnya kedudukan kaki kanan dari Koan Ing amat rapat sekali dia menjadi sangat kaget, karena dengan demikian jalan majunya sudah terhambat mati. Pikirnya di dalam hati, “Kenapa sejak tadi aku tidak melihat akan hal ini?”
Sekali lagi dia terdesak mundur satu langkah ke belakang. Dalam hati Hud Ing Thaysu benar-benar amat gusar sekali,
dengan kepandaian siiat yang dimilikinya serta kedudukannya sebagai angkatan tua, ternyata dia orang berhasil didesak mundur oleh Koan Ing sebagai seorang dari angkatan muda di hadapan orang banyak, bagaimana urusan ini tidak membuat hatinya merasa amat malu?
Pada saat itulah Koan Ing yang melihat serangannya mencapai hasil segera melancarkan lagi serangan yang lebih gencar ke arahnya,
Hud Ing Thaysu dengan gusar mendengus, tangan kanannya dipentangkan lebar-lebar, seketika itu juga berubah menjadi merah darah, inilah ilmu telapak ‘Thay Su Ing’ yang amat dahsyat dari daerah Tibet.
Pada saat telapak tangannya mulai membesar itulah berturut-turut dia melancarkan tiga serangan sekaligus.
Koan Ing yang melihat telapak tangan Hud Ing Thaysu mulai berubah warna dalam hati segera tahu kalau urusan tidak beres, tetapi untuk menarik kembali pedangnya sudah tidak sempat lagi dari telapak tangan Hud Ing Thaysu segera terasalah segulung hawa sedotan yang amat kuat memaksa dia tidak sanggup untuk menarik pedangnya kembali.
Pedangnya segera tergetar dengan amat kerasnya. “Ngoooong.... ” tidak kuasa lagi pandangnya segera
terpental ke tengah udara.
Hud Ing Thaysu yang hanya di dalam tiga pukulan saja berhasil memukul jatuh pedang Koan Ing tubuhnya segera maju mendesak ke depan mendekati pihak lawannya^ Di dalam keadaan gugup Koan Ing cepat-cepat lintangkan telapak tangannya untuk menangkis datangnya serangan musuh, tapi keadaan sudah terlambat tangannya berhasil dicengkram oleh Hud Ing Thaysu.
Terdengar dengan amat dinginnya Hud lug Thaysu tertawa dingin.
“Kepandaian silat dari Koan sicu boleh dikata merupakan jagoan nomor wahid diantara
angkatan muda, tetapi jikalau kau orang mau mengandalkan sedikit kepandaian itu untuk mengacau di kuil Han-poh-si kami.... hehehee.... bukankah kau orang terlalu pandang tinggi dirimu sendiri?”
Dengan amat tawarnya Koan Ing melirik sekejap ke arah diri Hud Ing Thaysu, tidak ada sepatah katapun diucapkan keluar.
“Bukankah tujuan Koan sicu datang ke mari untuk mencari jejak dari kereta berdarah itu?” tanya Hud Ing Thaysu lagi sambil kerutkan alisnya rapat-rapat.
Koan Ing kini sudah berhasil kena tawan sudah tentu dia orang tidak mau mengucapkan sepatah katapun. Sebenarnya tujuannya datang ke kuil Han-poh-si ini tidak mengandung maksud untuk berkelahi, tetapi sewaktu dilihatnya sikap Husangko demikian Congkaknya serta tidak tampaknya Hud Ing Thaysu maka hal ini memaksa dia mau tak mau harus turun tangan juga.
Saat dalam hati dia orang semakin tidak memandang sebelah matapun terhadap Hud Ing Thaysu.
Hud Ing Thaysu yang melihat Koan Ing tidak mengucapkan sepatah katapun, dia segera mengetahui sifat Congkak dari Koan Ing membuat dia orang bungkam, tetapi dia orang tidak bisa berbuat apa-apa terhadap dirinya. Sebetulnya di dalam hati dia ingin mengetahui apa tujuan dari Koan Ing datang kemari, tentang berita terbunuhnya Kong Ing Thaysu dia sudah tahu, cuma saja dia orang tidak tahu siapa yang sudah turun tangan terhadapnya.
Dia termenung berpikir sebentar, akhirnya sambil berjalan menuju ke kuil sebelah dalam ujarnya kepada Husangko, “Bawa dia ke dalam kamarku”
Husangko agak melengak, setelah termenung beberapa saat lamanya dia turun tangan juga membebaskan jalan darah dari Koan Ing.
“Kau ikutilah diriku,” ujarnya.
Dengan sifat yang tinggi hati dan sombong dari Koan Ing mana dia orang mau melarikan diri dengan mengambil kesempatan itu? Sepasang alisnya dikerutkan rapat-rapat, setelah memungut kembali pedangnya dengan mengikuti diri Husangko berjalan masuk ke dalam ruangan tengah.
Para Lhama yang ada di kedua belah samping dengan pandangan amat gusar memperhatikan dirinya terus, tetapi Koan Ing tidak mau ambil perduli, dia tetap lanjutkan perjalanannya menuju ke depan.
Setelah berputar melalui sebuah pendopo sampailah mereka di ruangan kuil sebelah belakang, tampak Hud Ing Thaysu sudah duduk di atas kasurnya, melihat Koan Ing berjalan masuk dia segera memberi tanda supaya dia duduk.
Dengan amat tawarnya Koan Ing memandang sekejap ke arahnya lalu duduk di tempat yang sudah ditunjuk.
Hud Ing Thaysu termenung sebentar, lalu baru terdengar dia berkata, “Berita masuknya kereta berdarah ke daerah Tibet sudah tersebar luas di seluruh daerah Tionggoan, tetapi sampai saat ini kecuali kau seorang belum tampak ada orang lain yang munculkan dirinya, akupun tahu kalau jago-jago Bu- lim yang muncul disini tidak sedikit jumlahnya, tetapi kereta berdarah itu benar-benar tidak masuk ke daerah Tibet kami ini.“
Koan Ing tertawa tawar, kini Hud Ing Thaysu bersikap hormat kepadanya membuat dia orang tidak dapat berdiam diri terus.
Dia tidak tahu perkataan dari Hud Ing Thaysu ini sungguh atau palsu tetapi palsunya Husangko benar-benar merupakan soal yang nyata, dia segera menarik napas panjang-panjang ujarnya, “Perkataan dari Thaysu ini benar-benar atau tidak?”
“Tidak ada seorangpun yang pernah melihat kereta berdarah memasuki daerah Tibet” sahut Hud Ing Thaysu sambil tertawa.
Dalam hati Koan Ing merasa tidak percaya dengan perkataannya itu, tetapi pada mulutnya tetap berkata:^
“Aku datang kemari cuma ada satu tujuan saja yaitu untuk mengetahui jejak dari kereta berdarah dimana dia sudah membinasakan ayahku”
“Tetapi ini hari Koan sicu sudah melukai anak murid kami,” ujar Hud Ing Thaysu sambil mengerutkan alisnya rapat-rapat,
“Tentang rusaknya patung-patung arca itu kami tidak akan mengungkit lagi tetapi aku ada satu permintaan harap Koan sicu mau segera meninggalkan daerah Tibet untuk menuju ke daerah Mongol.”
Koan Ing menjadi melengak, dia tahu Hud Ing Thaysu bertujuan untuk memancing pergi kaum jago Bu-lim yang menguntit jejak dari Kereta Berdarah itu ke daerah lain, karena mereka semua tahu kalau Koan Ing sangat terburu- buru untuk menguntit jejak dari kereta berdarah itu, dia orang tidak mungkin mau tanpa sebabjauh2 ke daerah Mongol.
Sekalipun misalnya dia orang belum terkena racun diapun tidak akan mau berbuat demikian apalagi sekarang dia bakal kehilangan seluruh ilmu silatnya beberapa puluh hari lagi, segera dia tertawa tawar. “Tidak mungkin!” sahutnya singkat.
Hud Ing Thaysu menjadi melengak, dia sama sekali tidak menyangka Koan Ing bisa bersikap demikian ketusnya.
“Apakah Koan sicu benar-benar tidak mau memberi muka kepadaku?” tanyanya dingin.
Koan Ing tahu apa yang dimaksud dengan perkataan Hud Ing Thaysu itu, dia tertawa dingin.
“Thaysu adalah seorang yang beribadat,” ujarnya kaku. “Kenapa kau orang masih mau juga melakukan pekerjaan yang menghilangkan wajahmu sendiri?” Hud Ing Thaysu yang dimaki dengan kata-kata itu hatinya menjadi teramat gusar.
“Ikat dirinya, tunggu sampai Kong Bun-yu datang baru lepas dia!” teriaknya keras.
Koan Ing tertawa dingin tidak mengucapkan sepatah katapun, Husangko dengan cepat berjalan mendekati badannya lalu menotok jalan darahnya tetapi Koan Ing sama sekali tidak memberikan perlawanannya segera mendengus dingin, dia segera bangkit berdiri dan mengundurkan diri dari sana.
Dengan mengempit tubuh Koan Ing, Husangko berjalan menuju ke kuil sebelah belakang lalu mengikat kaki serta tangannya dengan tali dan digantung di atas sebuah pohon.
“Koan sicu,” ujarnya sambil tertawa dingin. “Kau tunggulah untuk sementara waktu di tempat ini, menunggu setelah Kong Bun-yu datang kau baru akan kami lepaskan kembali. ”
Selesai berkata sambil tertawa keras dia berlalu dari sana, Koan Ing yang badannya tergantung di atas pohon dalam hati sadar, jikalau tidak ada orang yang datang memberikan pertolongannya kepada dirinya maka dia jangan harap bisa lolos dari sana, Tidak terasa lagi di dalam hati diam-diam pikirnya, “Tidak perduli bagaimanapun aku bakal mati juga, bukankah diperlakukan secara demikianpun sama saja? hanya saja dendam sakit hati ayahku belum terbalas, haaaaai. hal
ini benar-benar membuat aku merasa menyesal.“
Ooo)*(ooO
Bab 12
BUNGA SALJU BERHAMBURAN memenuhi seluruh permukaan seluruh tubuh dari Koan sudah dipenuhi dengan
hamburan salju, tetapi jalan darahnya saat ini sudah tertotok, dia tidak dapat mengerahkan tenaga dalamnya untuk mengusir rasa dingin tersebut membuat tubuhnya gemetar dengan amat kerasnya.
Cuaca semakin lama semakin gelap, saking kedinginannya hampir-hampir Koan Ing jatuh tidak sadarkan diri.
Mendadak tampaklah sesosok bayangan merah berkelebat, sekali pandang saja Koan Ing sudah mengenal kembali kalau orang itu bukan lain adalah Sang Siauw-tan adanya.
Dengan amat cepatnya tubuh Sang Siauw-tan mendekati tubuh Koan Ing lalu dengan menggunakan sebilah pisau belati memutuskan otot kerbau yang digunakan untuk mengikat badan Koan Ing itu, setelah itu barulah dia orang menggendong badannya berkelebat menuju ke dalam rimba.
Diam-diam dalam hati Koan Ing merasa keheranan, bagaimana secara tiba-tiba Sang Siauw-tan bisa muncul di tempat itu?
Sang Siauw-tan membawa tubuh Koan Ing ke dalam sebuah hutan yang amat lebat sekali, setelah membantu dia orang melepaskan ikatan otot kerbau dia baru mengurutkan jalan darahnya.
Saat ini seluruh tubuh Koan Ing sudah membeku sehingga hampir-hampir tidak bisa bergerak lagi, dengan termangu- mangu Sang Siauw-tan memandang dirinya tiba-tiba dia melelehkan air matanya lalu dengan menggunakan sepasang tangannya mencekal tangan dari Koan Ing.
Koan Ing segera merasakan hatinya tergetar amat keras, dengan terpesona diapun balas memperhatikan diri Sang Siauw-tan.
Lama sekali.... baru terdengar Sang Siauw-tan menghela napas kemudian membuatkan api unggun disana.
Beberapa saat kemudian Koan Ing baru bisa menggerakkan badannya kembali, dengan termangu-mangu dia memandang diri Sang Siauw-tan dengan terpesona.
“Koan Toako, kau masih merasa kedinginan?” tanya Sang Siauw-tan sambil tertawa.
Koan Ing yang melihat Sang Siauw-tan tertawa sehingga kelihatan pipinya yang berwarna merah dadu membuat dia sekali lagi termangu-mangu,
Sikap yang demikian baik dari Sang Siauw-tan ini benar- benar membuat dirinya sama sekali tidak menyangka.
Dengan amat ragu-ragu dia mengangguk.
Sang Siauw-tan tertawa lagi, sambil mengusap kering bekas air mata ujarnya sambil tertawa, “Tia masih belum kembali, terpaksa aku pergi menolong dirimu seorang diri, aku sama sekali tidak mengira kau bisa kedinginan sehingga sebegitu hebatnya.”
Dalam telinganya Koan Ing mendengar kalau Sang Siauw- tan sedang berbicara tetapi dia sama sekali tidak mengerti apa yang sedang diucapkan olehnya, dia tidak tahu di dalam benaknya saat ini sedang memikirkan apa?
Sang Siauw-tan yang melihat Koan Ing memandang dirinya terus menerus tak terasa lagi air mukanya menjadi merah padam. “Koan Toa-ko kau masih membenci diriku?” tanyanya sambil menundukkan kepalanya,
Tidak terasa lagi Koan Ing mencekal sepasang tangan dari Sang Siauw-tan dan mengelusnya dengan penuh kasih sayang tetapi sebentar saja dia sudah melepaskannya kembali
Sang Siauw-tan menjadi melengak, dia segera angkat kepalanya memandang ke arahnya.
Dengan perlahan Koan Ing menundukkan kepalanya, dia teringat kembali bagaimana perasaannya dahulu Sang Siauw- tan, di dalam hati kecilnya dia benar-benar merasa sangat senang dengan perempuan ini, tetapi sekarang semuanya
sudah terlambat
Dia segera bangkit berdiri lalu dengan perlahan-lahan putar badan dan berjalan menuju ke tengah hutan.
Sang Siauw-tan tidak mengetahui apa yang sedang dipikirkan Koan Ing saat ini, diapun dengan cepat bangkit berdiri.
“Koan Toa-ko kau kenapa ?” tanyanya heran.
“Buat apa kau mengikuti diriku?” seru Koan Ing sambil menoleh lagi.
Sang Siauw-tan menjadi tertegun, dia sebenarnya adalah seorang gadis yang tinggi hati tetapi karena teringat akan pertolongan dari Koan Ing yang berulang kami maka tadi dia berusaha untuk menekan sifat tinggi hatinya itu, tetapi dia orang sama sekali tidak menyangka kalau Koan Ing bisa berbuat demikian kasar terhadap dirinya....
Tidak kuasa lagi dia menangis tersedu-sedu, sambil menutupi mukanya dengan tangan dia putar badan lari dari sana.
Dalam hati Koan Ing merasa hatinya amat perih, titik-titik air mata menetes keluar membasahi wajahnya, bayangan tubuh dari Sang Siauw-tan sekali lagi berkelebat di dalam benaknya, bajunya yang berwarna merah serta sepasang pipinya yang merah dadu menarik jelas sekali dia sengaja berdandan buat dirinya melihat.
Sejak semula di dalam hati kecilnya dia sudah merasa senang dengan sifat dari Sang Siauw-tan yang gagah dan bersemangat, wajahnya yang cantik menawan serta sikap cemberut
sewaktu marah membuat hatinya benar-benar tertarik, tetapi ini hari dia harus berbuat demikian, dia terpaksa harus berbuat begitu.
Setelah berdiri tertegun beberapa waktu lamanya akhirnya dia mengulapkan tangannya dan mendepakkan kakinya ke atas tanah, dia tidak punya jalan lain kecuali berbuat demikian, dengan tanpa berpikir panjang lagi cepat-cepat dia berlari ke depan.
Mendadak tampak cahaya terang membumbung ke angkasa, dia menjadi melengak dan menghentikan langkahnya.
Ketika menoleh ke belakang terlihatlah kuil Han-poh-si itu sudah berada di tengah lautan api. Koan Ing tahu tentulah itu hasil perbuatan dari Sang Siauw-tan yang sedang berada di dalam keadaan amat gusar.
Di tengah membumbungnya api yang berkobar dengan amat dahsyatnya itulah mendadak secara samar-samar terdengar suara ringkikan kuda yang amat panjang berkumandang ke dalam telinganya.
Begitu mendengar suara ringkikan kuda itu semangatnya dari Koan Ing segera berkobar kembali, di dalam ingatannya segera terbayang kembali sesuatu benda....
Tampak empat ekor kuda jempolan berwarna merah darah dengan menarik sebuah kereta besar yang berwarna merah darah pula menerjang keluar dari antara lautan api terus menerjang ke arahnya Inilah kereta berdarah.... tidak di sangka olehnya kereta berdarah yang dikejarnya sejauh ribuan li ternyata bisa muncul di tempat dan pada saat seperti ini.
Koan Ing segera bersuit panjang, pedangnya dicabut keluar dari sarungnya lalu bagaikan kilat cepatnya melayang dan menubruk ke arah kereta berkuda itu.
Baru saja tubuh Koan Ing meloncat ke atas mendadak dari dalam ruangan kereta itu menggulung keluar hawa pukulan yang amat dahsyat sekali.
“Braaaak!”
Tidak kuasa lagi tubuh Koan Ing terpukul mental sejauh tiga kaki lebih dan menubruk sebuah pohon besar.
Begitu punggungnya menempel permukaan pohon, sekali lagi tubuhnya meloncat ke atas, disertai suara suitan gusar tubuhnya dengan amat cepatnya mengejar ke arah kereta berdarah itu.
Larinya kereta berdarah itu amat cepat sekali laksana menyambarnya kilat di tengah udara, di dalam sekejap saja sudah lenyap dibalik sebuah rimba di tengah gunung.
Koan Ing yang dengan susah payah baru berhasil menemukan jejak dari kereta berdarah itu sudah tentu tidak mau melepaskan dengan demikian mudahnya, dia bersuit nyaring, dengan sekuat tenaga tubuhnya berkelebat ke depan mengeja rjejak kereta berdarah tersebut.
Setelah mengejar sampai di tengah gunung dan berputar- putar dua kali disana mendadak baik suara ringkikan kuda maupun suara berputarnya roda kereta berdarah itu sudah lenyap tak berbekas lagi.
Koan Ing tidak mau melepaskan begitu saja, diapun ikut mengejar ke arah depan. Tampaklah kereta berdarah tersebut dengan kecepatan yang luar biasa meluncur masuk ke dalam sebuah gua yang luasnya ada satu kaki lebih.
Keadaan di dalam gua itu amat gelap dan sunyi sekali, agaknya merupakan sebuah gua buntu tetapi seperti juga sebuah gua yang dalamnya sukar diukur, di atas dinding gua tergantunglah pilar-pilar salju yang amat besar dan banyak sekali.
Koan Ing menjadi ragu-ragu untuk beberapa saat lamanya, pikirnya di dalam hati, “Aku sudah melakukan pengejaran sejauh ribuan li, tidak seharusnya menemui kegagalan dengan begitu saja. ”
Berpikir sampai disini, dengan melintangkan pedangnya di depan dada dia berjalan masuk ke dalam gua tersebut.
Dia orang pernah mengikuti Kong Bun-yu berdiam di dalam gua batu selama dua bulan lamanya sehingga matanya berhasil dilatih untuk melihat di tempat kegelapan, karena itu pandangannya amat tajam seluruh benda yang ada di dalam gua itu bisa dilihatnya dengan amat jelas sekali.
Agaknya gua itu kosong melompong tidak ada sebuah barangpun, walaupun dia sudah masuk sejauh puluhan kaki tetapi apapun tidak kelihatan
Dalam hati diam-diam Koan Ing merasa keheranan, dia tidak tahu seberapa dalamnya gua tersebut, harus membutuhkan waktu berapa lama baru bisa mencapai ujung gua tersebut?
Dia maju lagi beberapa saat lamanya, jalanan gua itu mulai membelok bahkan di atas tanah penuh dengan bekas roda dari kereta berdarah itu yang memanjang ke depan.
Koan Ing tidak mau ambil perduli dia meneruskan perjalanannya ke depan, akhirnya sampailah di sebuah perut gunung yang amat besar sekali dimana gua itu dipisahkan oleh pilar-pilar batu besar yang berbentuk amat aneh sekali.
Dengan pandangan yang amat tajam Koan Ing memperhatikan keadaan di sekeliling tempat itu, tetapi apapun tidak kelihatan membuat hatinya tidak kuasa lagi merasa bergidik juga.
Dia menarik napas panjang-panjang, sambil mengerutkan alisnya kembali dia melanjutkan perjalanannya menuju ke depan.
Bekas roda kereta mulai membelok ke sebelah kiri, tubuhnyapun dengan cepat pula berputar kesana....
mendadak....
Tepat pada belokan itu terlihatlah sesosok bayangan manusia sedang duduk dengan amat tenangnya disana, dia menjadi amat terperanjat, sambil membentak keras tangan kanannya dengan menggunakan jurus ‘Noa Ci Sin Kiam’ menghantam tubuh orang itu.
Orang itu segera mendengus dingin, jarinya disentil ke depan menghajar ujung pedang Kiam Hong Kiam yang digunakan Koan Ing itu.
Seketika itu juga baik Koan Ing mau pun pedangnya terpental jatuh ke belakang oleh tenaga sentilan tersebut.
Dengan cepat Koan Ing bersalto dan berjumpalitan di tengah udara lalu dengan tenangnya melayang kembali ke atas permukaan tanah.
Ketika dia memperhatikan orang itu, tampaklah seorang yang kepalanya penuh ditumbuhi rambut serta jenggot yang berwarna putih duduk bersila disana, sepasang matanya yang amat tajam sekali sedang memperhatikan dirinya.
Dia orang merasakan hawa dingin menyusup masuk dari dasar hatinya, kepandaian silat yang dimiliki orang ini benar- benar amat dahsyat sekali bahkan jauh berada di atas kepandaian silat dari supeknya ‘Thian-yuu Khei Kiam’ Kong Bun-yu entah siapakah sebetulnya manusia aneh ini?
“Siapa kau?” tanyanya ragu-ragu.
“Haaaa.... haaaa.... Bu-lim Ku-cu atau si manusia tunggal dari Bu-lim, Jien Wong.”
Koan Ing menjadi betul-betul terperanjat, dia berdiri tertegun disana sepatah kata pun tidak bisa diucapkan keluar.
Pada pertemuan puncak di atas gunung Hoa-san sembilan belas tahun yang lalu Jien Wong sudah dihantam kempas- kempis oleh empat manusia aneh lalu dengan meminjam kesempatan sewaktu keempat manusia aneh itu tidak waspada dengan menunggang kereta berdarah melarikan dirinya, menurut keadaan waktu itu sekalipun dia orang mempunyai kepandaian silat yang jauh lebih tinggipun belum tentu bisa hidup lebih lanjut, tetapi kini dia sudah munculkan dirinya kembali hal ini benar-benar merupakan satu berita yang mengerikan sekali.
Si Bu-lim Kucu, Jien Wong sewaktu melihat Koan Ing dibuat berdiri termangu-mangu, sekali lagi tertawa terbahak-bahak.
“Aku kira di dalam kolong langit saat ini tidak ada seorangpun yang bisa mencabut nyawaku, jikalau saat kematianku sudah tiba, aku bisa mati sendiri, orang lain siapapun tidak akan bisa mengapa-apakan diriku
Koan Ing merasakan hatinya bergidik, keheranan dan kedahsyatan dari kepandaian silat Jien Wong benar-benar membuat hatinya merasa berdesir Jien Wong mengerutkan alisnya rapat-rapatr ujarnya lagi, “Dari jurus serangan serta usiamu aku kira kau orang tentunya anak murid dari Kong Bun-yu bukan?”
Dengan perlahan Koan Ing berhasil menguasai ketenangan hatinya lagi, bukannya menjawab, sebaliknya dia malah balas bertanya, “Dimanakah si Boe Cing Kongcu, Bun Ting-seng?”
Jien Wong jadi jengkel, dengan dinginnya dia mendengus.
Tangan kanannya dengan perlahan diangkat, lima jarinya dipentangkan ke depan segera terasalah lima gulung hawa pukulan menghajar ke tubuh Koan Ing.
Koan Ing menjadi terperanjat ilmu, ilmu khikang semacam ini dia pernah dengar orang membicarakannya tetapi selamanya belum pernah melihatnya sendiri, mungkin tidak disangka Jien Wong sudah berhasil melatih ilmu Khi-kang sehingga demikian dahsyatnya.
Pedang panjangnya diputar satu lingkaran, dengan menggunakan jurus “Kioe Ku Cang jiet” atau sembilan busur memanah sang surya menggetar pergi serangan dari Jien Wong itu.
Jien Wong segera tertawa dingin, mana dia orang mau membiarkan Koan Ing memberikan perlawanannya, lima jarinya yang mencengkeram tangannya semangkin mengencang.
“Heee.... heee.... semua orang bilang aku kalap, ganas makanya menyebut aku sebagai Jien Wong, tetapi aku lihat kau orang jauh lebih kalap, jauh lebih ganas dari diriku!” serunya sambil tertawa dingin.
Koan Ing yang berhasil ditawan oleh pihak musuh hanya dalam satu jurus saja membuat dia orang tidak bisa mengucap sepatah katapun juga. Sekali lagi Jien Wong mendengus dingin.
Jikalau membicarakan kehebatan dari ilmu silatmu boleh dikata diantara anak murid empat manusia aneh kaulah nomor satu, dengan usiamu yang masih muda boleh dikata ilmu silatmu sudah mencapai pada puncak kesempurnaan tetapi memamerkan kepandaian bukanlah suatu pekerjaan yang baik.