Kereta Berdarah Jilid 03

Jilid 03

SAKING lapar yang tidak tertahan lagi, tanpa berpikir panjang terpaksa tangannya mencomot jamur yang melekat pada dinding ruangan tersebut kemudian dijejalkan ke dalam mulut.

Jamur yang semula diduga tentu sukar untuk dikunyah kini dalam keadaan nyata tidaklah terlalu sukar untuk menelannya ke dalam mulut tetapi kalau dia harus berdiam begini terus menerus sampai kapan dia baru berhasil memisahkan tulang- tulang yang sudah hancur ini?

Sehabis berlatih ilmu pernapasan dengan perlahan Kong Bun-yu mencabut keluar sebuah pedang panjang dari belakang tubuhnya, Koan Ing dapat melihat begitu pedang tersebut dicabut keluar dari sarungnya segera terasalah segulung angin yang amat dingin sekali menyerang badannya.

Seluruh tubuh pedang itu memancarkan sinar kebiru-biruan yang menyilaukan mata, di tengah-tengah antara sinar tersebut terlihatlah sebuah lukisan emas yang amat aneh sekali, sekali pandang saja ia sudah dapat tahu kalau pedang ini pastilah bukan barang sembarangan.

Kong Bun-yu setelah mencabut keluar pedangnya lalu dengan tangan kiri perlahan-lahan mengelusnya,  dia menghela napas dengan perlahan.

“Heeey sudah lama aku tidak menggunakan pedang.” Agaknya dia benar-benar sangat terharu akan hal itu, dengan termangu-mangu dia memegang erat-erat pedang tersebut.

Mendadak tangan kirinya dibabat ke depan, sekerat tulang manusia segera terlempar ke atas, bersamaan waktunya pula tangan kanannya digetarkan dengan disertai suara dengungan yang amat nyaring pedang panjang di tangannya itu segera membentuk sebuah lingkaran yang amat besar di depan dadanya.

Di tengah berkelebatnya sinar pedang, tulang manusia tersebut sudah terbabat putus menjadi dua bagian dan tepat terjatuh di hadapan Koan Ing.

Dengan cepat Koan Ing menundukkan kepalanya, melihat tulang manusia tersebut ternyata sudah dibabat putus menjadi dua bagian dengan bekas bacokan yang amat rata sekali, hatinya benar-benar merasa amat ragu dengan tak terasa lagi dia mengambil kedua belah tulang itu. Segera terasalah sampai beratnya pun sama.

Diam-diam dia merasa amat terperanjat, walaupun sepasang mata dan kaki dari Kong Bun-yu sudah hilang tetapi kesempurnaan dari tenaga dalamnya serta keanehan dari ilmu pedangnya benar-benar amat tinggi sehingga susah dicarikan tandingannya pada saat ini. Terdengar Kong Bun-yu mendengus dengan amat dinginnya, kepada Koan  Ing ujarnya, “Ilmu silat dari semua partai yang ada di dalam Bu- lim sekarang ini tidak ada sebuahpun yang merupakan ilmu yang betul-betul lurus, setiap melancarkan serangan mereka tentu langsung menyerang musuhnya, di antara kedua hal ini kebanyakan mereka tidak mau melancarkan serangan secara terang-terangan, sedang jurus serangannyapun jauh dari jalan yang sebenarnya, pada masa yang lalu sucouwmu Kiem Kiam Sioe Su, sudah menggunakan seluruh hidupnya untuk menyelami ilmu silat dari seluruh Bu-lim, akhirnya dia berhasil juga ciptakan ilmu sakti Thian-yu Khei Kang ini, tentu kau bisa bayangkan bukan bagaimana tingginya ilmunya tersebut?”

Koan Ing yang mendengar perkataan dari Kong Bun-yu ini semakin lama terasa semakin tertarik dengan ilmu silat demikian aneh dan lihaynya, bilamana dirinya mau berlatih dengan sungguh-sungguh bukankah pada kemudian hari dia tidak usah takut dengan si kongcu tak berbudi lagi?

Kong Bun-yu yang melihat Koan Ing sama sekali tidak memberikan reaksi apa pun segera dia mendengus.

“Haruslah kau ketahui, sebelum kamu orang berhasil memisahkan abu tulang ini maka selama itu pula aku menjadi supekmu.”

Saat itulah Koan Ing baru sadar dari lamunan, kiranya secara tiba-tiba dia mulai merasakan kalau supeknya Kong Bun-yu bermaksud hendak menurunkan ilmu sakti Thian-yu Khei Kang tersebut kepadanya.

Dengan perlahan dia angkat kepalanya terlihatlah air muka Kong Bun-yu sudah berubah menjadi sangat angker sekali, dibalik keangkeran itu terlihat juga warna keabu-abuan yang mulai meliputi seluruh tubuhnya.

Dengan perlahan dia tundukan kepalanya di dalam sekejap mata itu pula agaknya dia berhasil mengetahui kesedihan di dalam hati orang tua itu, tak terasa lagi dia mengerutkan alisnya rapat-rapat tapi tetap tak mengucapkan sepatah katapun.

Kong Bun-yu tidak banyak bicara, tetapi sewaktu dia mulai merasakan kalau Koan Ing sudah amat lelah, pada saat itulah secara enaknya saja dia menjelaskan dua buah jurus aneh kepadanya. Koan Ing tidak ingin mempelajari ilmu tersebut, tetapi dalam hati diapun merasa ingin tahu, teringat akan Kong Bun- yu pun merupakan supeknya sendiri, bilamana dia belajar silat darinya bukanlah tidak mengapa?

Berpikir sampai disitu diapun mulai ikut belajar terhadap ilmu yang diturunkan Kong Bun-yu kepadanya, dia mulai merasakan keterangan dari Kong Bun-yu yang diberikan kepadanya amat jelas sekali bahkan dia merasa bahwa setiap jurus serangan yang disampaikan sangat beralasan sekali dan sama sekali berbeda dengan jurus-jurus silat lainnya.

Di bawah bimbingan dari Kong Bun-yu inilah dia berhasil memahami beberapa banyak keanehan serta kelihayan dari ilmu itu.

Waktu berlalu dengan amat cepatnya di dalam sekejap saja beberapa bulan sudah berlalu dengan amat cepatnya, abu tulang yang dipisahkan kini baru mencapai seperempatnya saja, tetapi pandangan matanya sudah mendapatkan kemajuan yang amat pesat, semakin membagi semakin cepat dan dalam hatinyapun mulai merasakan kebosanan yang benar-benar memuakkan.

Walaupun selama ini Kong Bun-yu sama sekali belum pernah mengungkit kembali peristiwa yang sudah terjadi tempo hari tetapi dari semua gerak-geriknya Koan Ing bisa mengambil sedikit kesimpulan.

Tetapi kesemuanya itu dia pun merasa heran walaupun sepasang mata dan kaki dari Kong Bun-yu sudah kehilangan kegunaannya tetapi ilmu silatnya masih amat tinggi sekali, tapi kenapa dia tidak mau keluar dari tempat itu?

Demikianlah setiap hari Koan Ing berlatih terus, pagi hari dia harus berlatih ilmu lweekang Thian-yu Chiet Co Si kemudian mulai bekerja lagi untuk memisahkan abu-abu tulang manusia tersebut. Pada suatu hari. Kong Bun-yu yang duduk di sampingnya

mendadak membuka mulut bertanya kepadanya. “Kau sudah berhasil memisahkan beberapa bagian?”

Koan Ing menjadi melengak, selama ini Kong Bun-yu tidak pernah menanyakan urusan mi tetapi entah kenapa ini hari dia membuka mulut bertanya?”

“Hampir seperempatnya,” jawabnya kemudian dengan perlahan.

“Hmmm sudah satu bulan lamanya, kau masih ingin melepaskan diri dari Thian-yu-pay?”

Ketika Koan Ing melihat air muka Kong Bun-yu sedikit tidak beres dia segera bangkit berdiri.

“Suhuku bersikap sangat baik sekali terhadap diriku, kau sudah membunuh suhuku, bagaimana aku mau memanggilmu sebagai supek?”

Air muka Kong Bun-yu segera berubah amat hebat, dengan gusar bentaknya, “Lalu bagaimana dengan ilmu siiat yang sudah kau pelajari dari diriku selama satu bulan ini?”

Koan Ing menjadi keheran-heranan. belajar “ilmu silat dari dirinya selama satu bulan ini? Selain disuruh memisahkan abu- abu tulang manusia itu apa lagi yang dikerjakan sendiri? Dalam hatipun dia mulai merasa jengkel, dengan cepat dia meloncat maju ke depan.

“Aku sekarang ada disini, dengan kepandaian silatmu setiap saat kau masih bisa mencabut kembali kepandaian yang aku miliki sekarang ini.”

“Baiklah,” teriak Kong Bun-yu semakin gusar setelah dilihatnya sikap Koan Ing masih tetap ketus. Jika kau orang memang sudah mengambil keputusan begitu aku segera memenuhi keinginanmu itu.” Selesai berkata tangan kanannya digunakan mencabut keluar pedang panjangnya, mendadak tangan kirinya kirim satu pukulan membuat abu tulang yang ada di atas tanah terpukul mabur sedang pedang ditangan kanannya dengan membentuk sinar kemerah-merahan dengan amat cepatnya berkelebat di tengah udara.

Di mana ujung pedangnya menyambar benda yang ada disitu segera terbabat menjadi dua bagian, keadaannya sama sekali tidak kacau, jelas kelihatan kecepatan gerak pedangnya memang benar-benar amat lihay.

Melihat hal itu Koan Ing menjadi berdesir rasanya, dengan ketinggian ilmu silat dari Kong Bun-yu sampai hancuran tulangpun bisa dipisahkan kembali menjadi bagian2 yang amat kecil hal ini sudah perlihatkan kalau kelihayan ilmu silatnya bukanlah tandingan dan dirinya sendiri.

“Sekarang kau boleh pergi dari sini!” tiba-tiba terdengar Kong Bun-yu membentak kembali. Koan Ing menjadi melengak, tetapi dia sama sekali tidak pergi dari sana.

“Hmmm.... kenapa kau tidak pergi?” teriak Kong Bun-yu dingin.

“Abu tengkorak itu bukan aku yang memisahkan, bagaimana aku harus pergi dari sini?”

Agaknya Kong Bun-yu segera dibuat melengak oleh kata- kata dari Koan Ing ini, dia angkat kepalanya kemudian termenung berpikir beberapa saat lamanya.

Koan Ing yang melihat Kong Bun-yu dibuat termangu- mangu oleh sikapnya, dia pun sedikit tertegun dibuatnya. apa yang sedang dipikirkan Kong Bun-yu sekarang ini? Tapi dia tidak banyak tanya, walaupun hatinya heran tapi mulutnya tetap bungkam dalam serbu bahasa. Lama sekali baru kelihatan Kong Bun-yu tundukkan kepalanya kembali, ujarnya kepada diri Koan Ing.

“Peristiwa yang terjadi tempo hari memang benar adalah kesalahanku, tetapi urusan itu tidak bisa ditarik kembali lagi. Heey.... tidak disangka dengan kebesaran namaku pada tempo hari kini harus menerima nasib yang demikian buruknya.... sebelum aku meninggal maukah kau menerima satu permintaanku?”

Seluruh air muka Kong Bun-yu diliputi oleh kesedihan membuat Koan Ing yang melihat hal itu dibuat termangu- mangu, sebelum meninggal? Apakah Kong Bun-yu sudah mendekati kematiannya?

Dengan nama besarnya bagaimana dia orang bisa berubah menjadi demikian tak bersemangat? Teringat budi Kong Bun- yu terhadap dirinya selama satu bulan ini di mana dengan tak henti-hentinya dia orang memberikan petunjuk ilmu silat kepadanya membuat hatinya pun terasa ikut bersedih.

Kong Bun-yu yang melihat Koan Ing tidak memberikan jawab segera, ujarnya kembali, “Selama hidupku ini, aku orang mempunyai sifat keras kepala, selamanya apa yang sudah aku kerjakan tidak akan menyesal kembali, beberapa patah perkataanmu tadi secara

mendadak sudah membuat aku menjadi sadar kembali, sekalipun aku sebagai seorang ciangbunjin tetapi dalam hidupku ini aku cuma mengurusi dendam sakit hati pribadiku sendiri saja, sama sekali tidak pernah mengurusi tugasku sebagai seorang ketua partai.”

Koan Ing yang mendengar perkataan ini hatinya jauh semakin lunak, teringat kalau Kong Bun-yu bukan saja merupakan supeknya, bahkan diapun merupakan seorang pendekar kenamaan, berpikir sampai disitu tak terasa lagi dia sudah menyahut, “Supek ada permintaan apa, silahkan memberi petunjuk.” “Tidak perduli urusan yang bagaimana beratnya, kau tidak akan menyesali kembali?” tanyanya dengan wajah penuh diliputi kegirangan.

Koan Ing menjadi ragu-ragu sejenak, dia tidak tahu sebenarnya supeknya ini hendak memerintahkan dirinya untuk berbuat apa, tapi akhirnya da menyanggupinya juga. “Aku akan melakukannya dengan sepenuh tenaga.”

“Hmm. kalau begitu kau kemarilah.”

Koan Ing menjadi melengak, tapi dia pun dengan cepat berjalan mendekati diri Kong Bun-yu. “Berlutut.”

Koan Ing menurut saja dan dengan cepat jatuhkan diri berlutut, Kong Bun-yu lalu meletakkan tangannya ke atas kepalanya, dia berkata, “Sejak saat ini juga kau adalah Ciangbunjien angkatan ketiga dari Thian-yu-pay.”

Koan Ing benar-benar dibuat tertegun oleh kenyataan ini, semula dia mengira Kong Bun-yu mau menyuruh dia berbuat sesuatu urusan tetapi tidak disangka ternyata dia hendak meminta dirinya menduduki jabatan sebagai Ciangbunjien dari partai Thian-yu-pay.

Dari belakang badannya Kong Bun-yu mengeluarkan sebuah pedang panjang lalu menyerahkannya kepada Koan Ing, ujarnya kembali, “Pedang ini bernama Kiem-hong-kiam yang selama ini tidak pernah berpisah dari tangan sucow serta diriku, kau baik-baiklah melindunginya, selama ini orang yang menjabat sebagai ciangbunjin dari partai Thian-yu selamanya merupakan pendekar jagoan dari Bu-lim, kau harus mengingat-ingat akan hal ini.”

“Tetapi.... tetapi kepandaian silatku sangat rendah aku tidak berhak untuk menduduki sebagai ciangbunjin suatu partai, hal ini tidak mungkin terjadi!” bantah Koan Ing sambil menerima pedang tersebut. Kong Bun-yu menjadi amat gusar, bentaknya, “Ilmu silat tidak lebih hasil latihan dari seseorang, kenapa kau orang begitu tidak becus?”

Koan Ing yang mendengar Kong Bun-yu memaki dirinya dengan amat kasar dia menjadi termangu-mangu, dia tahu maksud Kong Bun-yu adalah baiki ilmu silat adalah hasil latihan dari seseorang, benar, sedikitpun tidak salah, dengan usia Kong Bun-yu yang masih muda tempo hari dia sudah berhasil merebut kedudukan sebagai salah satu dari empat manusia aneh, hal inipun berkat ketekunan latihannya itu. Berpikir sampai disini, dia segera menerima pedang tersebut.

“Sejak ini hari tecu Koan Ing akan melaksanakan tugas sebaik-baiknya sehingga tidak sampai menyia-nyiakan harapan dari supek.

Kong Bun-yu tersenyum puas.

“Dengan kepandaian yang dimiliki suhumu sehingga dia orang berhasil mendidik kau sampai seperti ini, jelas sekali kalau bakatmu amat bagus sekali, sebelum aku meninggal kau harus tetap tinggal di dalam gua ini, aku akan menurunkan seluruh ilmu silatku kepadamu.”

Koan Ing termenung tidak berbicara, teringat akan tugasnya pada kemudian hari, teringat pula kalau supeknya Kong Bun-yu tidak akan lama lagi hidup di dunia ini, tak terasa lagi hatinya menjadi amat sedih.

Terdengar Kong Bun-yu tertawa keras ujarnya, “Aku sudah terkena bokongan orang lain dan tidak lama kemudian akan meninggal dunia, dalam hal ini kau tidak perlu mengetahui lebih jelas lagi apa sebabnya, tempo hari sucouwmu karena hendak mendirikan partai Thian-yu ini saking lelahnya dia orang sudah menemui ajalnya sehingga nama dari partai kita tidak bisa muncul di dalam Bu-lim, sampai waktumu walaupun di dalam Bu-lim aku orang berhasil mendapatkan julukan sebagai Thian-yu Khie Kiam tetapi selama ini pula aku cuma berhasil mengimbangi kepandaian silat dari manusia aneh lainnya, sekarang harapan ku yang terakhir terletak di tanganmu, kau harus bisa mengembangkan nama Thian-yu- pay di dalam Bu-lim.”

Dia berhenti sebentar untuk menghela napas panjang, lalu sambungnya lagi, “Latihanku selama puluhan tahun ini sebenarnya sudah memperoleh sedikit kemajuan, cuma sayang pertemuan puncak para jago yang diadakan untuk kedua kalinya di atas gunung Hoa-san bulan Tong Ciu nanti, aku tidak dapat hadir, dalam hal ini kau harus sudah hadir, sebelum aku meninggalkan kau harus tetap tinggal gua ini untuk mempelajari seluruh ilmu silat yang aku pahami selama hidupku ini.”

Koan Ing hanya berdiam diri saja, dia tidak ingin memberikan komentar apa-apa kepada dirinya.

Demikianlah sejak hari itu mereka berdua mulai saling memperdalam ilmunya sendiri-sendiri, Koan Ing pun di bawah bimbingan dari Kong Bun-yu sudah mendapatkan kemajuan kang amat pesat sekali.

Tubuh Kong Bun-yu semakin hari semakin lemah, sering sekali tanpa ada sebab dia sudah tertawa terbahak-bahak, lagaknya mirip sekali dengan orang gila, walaupun dalam hati Koan Ing merasa tidak betah tapi dia tidak bisa berbuat apa- apa, terpaksa dengan rajinnya dia melatih ilmu silatnya sendiri.

Hari itu ilmu silatnya sudah memperoleh kemajuan yang dia sendiri selamanya belum pernah menduga.

Terdengar Kong Bun-yu berkata kepadanya, “Hey. Koan

Ing, tentu selama beberapa hari ini kau bisa melihat keadaanku yang seperti orang setengah gila bukan? Kini seluruh ilmu silat yang aku miliki sudah aku turunkan kepadamu, kau boleh meninggalkan tempat ini.” Koan Ing menjadi melengak, walaupun pada tempo hari Kong Bun-yu berbuat sesuatu yang tidak senonoh kepada suhunya tetapi sikapnya terhadap dirinya amat baik sekali, teringat kembali kalau dia orang mau meninggal, hatinya merasa amat sedih sekali. Kong Bun-yu tertawa kembali, ujarnya.

“Buat apa kau orang memperlihatkan lagak seorang gadis? Dengan kepandaian silat yang kau miliki sekarang ini, walaupun tidak jelek tetapi jika dibandingkan dengan ilmu silat yang dimiliki Sang Su-im masih tertinggal amat jauh, kelicikan dan kejahatan yang ada di Bu-limpun kau orang tidak tahu. Setelah kau keluar dari sini janganlah sekali-kali menyiarkan berita kematianku, untuk menjaga kewibawaan dari seorang ketua partai besar kau jangan terlalu merendahkan derajatmu, kalau tidak kau orang akan mendapatkan kerugian yang amat besar sekali.”

Dengan perlahan Koan Ing jatuhkan diri berlutut di hadapannya. hatinya benar-benar terasa amat susah.

“Supek,” ujarnya sedih. “Sekarang aku tidak ingin pergi lagi, aku ingin tinggal lebih lama lagi disini.”

Kong Bun-yu menjadi melengak, tapi sebentar kemudian dia sudah tertawa terbahak-bahak, “Kau tidak mau pergi pun sekarang harus pergi juga.”

Tiba-tiba suara tertawanya yang amat keras berhenti di tengah jalan, kemudian tidak terdengar suaranya kembali.

Koan Ing menjadi melengak., tapi sebentar saja dia sudah tahu kalau Kong Bun-yu telah membunuh diri dengan jalan menghancurkan isi perutnya sendiri.

Tak terasa lagi dia meneteskan air matanya, dengan cepat dia jatuhkan diri berlutut dan memberikan penghormatannya yang terakhir. Teringat akan pengalamannya selama dua bulan ini, tak terasa lagi dia menghela napas panjang.

Koan Ing berdiri termangu-mangu beberapa saat lamanya, akhirnya dia teringat kembali keterangan yang diberikan Kong Bun-yu kepadanya, dengan perlahan dia mendorong sebuah pintu batu di samping kanan kemudian menaiki sebuah tangga batu yang amat panjang.

Dengan langkah perlahan dia melanjutkan perjalanannya keluar dari dalam ruangan tersebut.

Saat itu musim gugur sudah tiba, terasa angin bertiup dengan kencangnya, sedaun pada rontok memenuhi seluruh tanah.

Koan Ing yang teringat akan persoalan Kereta Berdadah tak terasa lagi sudah menghela napas panjang. entah itu kereta berdarah sekarang berada dimana? Bagaimana dengan sakit suhunya?

Baru saja dia termenung, mendadak terdengar sebuah suara yang dingin berkumandang keluar dari samping tubuhnya.

“Hey bangsat cilik, lama sekali kau pergi kesana.”

Dengan cepat Koan Ing putar badannya, dia menjadi amat terperanjat, kiranya di belakang tubuhnya sekarang ini sudah berdiri seorang yang bukan lain adalah si Thiat-lang, Gui Cun- pak adanya.

Dia sama sekali tidak menduga kalau Gui Cun-pak bisa menanti dirinya dengan begitu sabar, teringat akan keadaan dari supeknya Kong Bun-yu mendadak di dalam benaknya terbayang suatu ingatan.

“Apakah buntungnya sepasang kaki Supek ada sangkut paut dengan mereka berdua?” Gui Cun-pak dengan pandangan tajam memperhatikan diri Koan Ing, ketika dilihatnya lama sekali dia tidak memberikan jawabannya ia segera mendengus, tubuhnya dengan cepat berkelebat lima jari tangan kanannya dipentangkan kemudian dengan kecepatan yang luar biasa mencengkeram tubuh Koan Ing,

Koan Ing yang sudah mendapatkan latihan selama beberapa bulan di dalam gua sudah tentu ilmu silatnya memperoleh kemajuan yang amat pesat sekali, kaki kanannya dengan cepat bergerak, setelah membentuk setengah lingkaran busur di atas tanah tubuhnya dengan amat cepatnya menyingkir ke samping menghindarkan diri dari cengkeraman maut Gui Cun-pak tersebut.

Koan Ing Yang berhasil menghindarkan diri cengkeraman Gui Cun-pak, tanpa menoleh lagi tangan kanannya dibalik lima jarinya dengan amat cepat dan tepat tanpa banyak menemui kesukaran mencengkeram jalan darah Cie Ti Hiat pada tangan kanan musuhnya.

Gui Cun-pak benar-benar merasa amat terperanjat, tidak disangka sama sekali olehnya selama dua bulan tidak bertemu Koan Ing dia orang sudah memperoleh kemajuan yang begitu pesat di dalam ilmu silatnya hal ini benar-benar membuat hatinya bergidik.

Dia mana tahu kalau selama bulan pertama Koan Ing sudah dilatih ketajaman mata serta kekuatan jarinya, kini serangannya benar-benar amat membahayakan sekali.

Sedangkan langkah yang digunakan bukan lain adalah ilmu langkah Thian-yu-poh atau ilmu langkah manunggal yang diandalkan Kong Bun-yu selama berkelana di dalam Bu-lim,

Setiap langkah yang dilaluinya semuanya mengandung rahasia yang amat dalam sekali, bahkan sampai empat manusia aneh pun pada masa yang lalu tidak bisa memecahkan ilmu tersebut apalagi Gui Cun-pak sebagai seorang manusia biasa?

Di dalam keadaan terkejut Gui Cun-pak benar-benar dibuat bingung, terpaksa dia mundur dua langkah ke belakang, pikirnya, “Sungguh sialan, nenek reyotpun tidak ada disini ini hari aku betul-betul didesak di bawah angin oleh setan cilik ini,”

Ooo)*(ooO

Bab 6

BERPIKIR sampai disitu tanpa banyak pikir lagi Gui Cun-pak melancarkan dua serangan kembali,

Koan Ing yang melihat serangannya mencapai pada sasaran dia tidak sungkan-sungkan lagi, semula dia memang masih menaruh rasa jeri terhadap diri Gui Cun-pak, tetapi saat ini rasa jeri itu sudah tersapu bersih dari benaknya.

Kaki kirinya dengan cepat menutul permukaan tanah menghindarkan diri dari kedua buah serangan Gui Cun-pak ini, tangan kanannya ditarik ke atas lantas balas mengurung musuhnya.

Gui Cun-pak yang melihat dua buah serangannya kembali mencapai pada sasaran kosong hatinya semakin bergidik, dia benar-benar dibuat terkejut dan ketakutan oleh keanehan dan kelihayan dari ilmu silat Koan Ing ini.

Dengan cepat serangan Koan Ing sudah menyapu ke depan wajahnya, baru saja dia orang mau menghindar mendadak kaki kanan Koan Ing diangkat melancarkan tendangan menghajar tumitnya, serangannya ini mengandung hawa pukulan yang amat hebat, asalkan terkena serangan tersebut tanggung tumitnya akan hancur dibuatnya.

Gui Cun-pak menjadi gugup, jurus serangan yang dilancarkan Koan Ing semakin lama semakin aneh dan semakin lihay lagi, membuat dia untuk beberapa saat lamanya dibuat kebingungan sehingga gerakan tubuhnyapun semakin kacau.

Walaupun Koan Ing masih belum paham benar terhadap jurus serangannya, tetapi tak

urung pipi kanannya terkena sambaran jari-jari Koan Ing juga sehingga terasa panas, pedas,

linu dan sukar ditahan.

Dia menjadi amat terkejut bercampur gusar, dengan amat kerasnya dia bersuit panjang tangannya diayun berturut-turut melancarkan sepuluh serangan lebih.

Kali ini dia melancarkan serangan dengan menyalurkan seluruh tenaga dalam yang dimilikinya, tanpa banyak rewel- rewel lagi ilmu telapak Na Im Ciang yang paling diandalkan dikeluarkan.

Sebenarnya dia pun merupakan seorang jago yang mempunyai nama terkenal di dalam Bu-lim, begitu ilmu andalannya dikeluarkan jurus-jurus serangannyapun semakin gencar dan membingungkan sekali.

Semakin bertempur Koan Ing merasa hatinya semakin mantap, dia segera mengeluarkan seluruh ilmu silat yang berhasil dipelajarinya dari dalam gua untuk melawan Gui Cun- pak.

Walaupun kepandaian silatnya sudah amat tinggi tetapi tenaga dalamnya jauh di bawah Gui Cun-pak, apalagi banyak jurus serangan lihay yang belum dapat digunakan olehnya dengan sempurna, dengan demikian untuk mencapai kemenanganpun dia masih belum sanggup,

Sekalipun dengan demikian Gui Cun-pak pun untuk sementara waktu tidak dapat mengapa-apakan dirinya.

Di dalam sekejap mata saja mereka berdua sudah bergerak kurang lebih lima puluh jurus banyaknya, hati Gui Cun-pak semakin lama semakin terperanjat, pada dua bulan yang lalu Koan Ing tidak dapat lolos dari tangannya, cuma di dalam lima jurus saja tetapi kehebatan dari ilmu silatnya sekarang ini benar-benar berada diluar dugaannya, bahkan terhadap jurus- jurus serangan yang digunakan Koan Ing diapun harus menaruh tiap bagian perasaan jerinya.

Jikalau hal ini dibiarkan berlarut terus, kemungkinan sekali beberapa hari kemudian kepandaian silat dari Koan Ing akan jauh lebih tinggi lagi, ini semakin membahayakan kedudukannya.

Sambil bertempur Gui Cun-pak berpikir keras, dia benar- benar merasa terperanjat atas kelihayan musuhnya.

Pada saat mereka berdua sedang bertempur dengan amat serunya itulah mendadak dari dalam hutan muncul seseorang, kedatangan orang tersebut seketika itu juga membuat suasana di tengah kalangan menjadi berubah, masing-masing dengan cepat meloncat mundur ke belakang.

Dengan cepat Koan Ing menoleh ke arah orang tersebut, tetapi sebentar kemudian dia sudah dibuat tertegun, orang itu berjubah hijau dengan wajah berwarna kuning pucat, dia orang bukan lain adalah suhunya si pendekar pedang menyendiri Cu Yu adanya.

Hatinya benar-benar terasa amat terkejut bercampur girang, tak tertahan lagi teriaknya, “Suhu.”

Tubuhnya dengan cepat berkelebat menuju ke arah orang itu.

Gui Cun-pak yang mendengar Koan Ing memanggil orang itu sebagai suhunya dalam hati semakin merasa terkejut lagi, dengan diam-diam dia putar badannya meninggalkan tempat itu.

Koan Ing dengan cepat berlari ke depan suhunya, kedatangan dari suhunya yang mendadak ini seketika itu juga mengingatkan Koan Ing atas perkataan dari Kong Bun-yu,  saat ini hatinya benar-benar sangat gembira sekali sehingga tanpa terasa air mata sudah menetes keluar membasahi pipinya.

Wajah Cu Yu yang kuning pucat tampak sedikit bergerak, tangannya dengan perlahan-lahan mengelusi kepala Koan Ing ujarnya, “Anak bodoh, kau kenapa menangis.”

“Suhu,” seru Koan Ing sambil melelehkan air  matanya. “Kau orang tua datang dari mana?”

“Kau jangan menanyakan urusan itu dulu tadi aku melihat kepandaian silatmu amat tinggi sekali, sebenarnya sudah terjadi urusan apa?”

“Aku sudah bertemu dengan supek ”

“Supekmu?” potong Cu Yu dengan terperanjat. “Sekarang dia berada dimana?”

Koan Ing ragu-ragu sebentar, akhirnya jawabnya juga. “Supek sudah meninggal, dia berada di dalam gua itu.”

Sambil berkata dia menuding ke arah gua batu itu, tampak tubuh Cu Yu sedikit tergetar, mendadak dia termangu mangu kemudian dengan cepatnya berkelebat menuju kesana.

Koan Ing yang melihat sikap suhunya amat aneh, dia menjadi sangat terperanjat dia sama sekali tidak menyangka kalau suhunya bisa begitu terharu sesudah mendengar berita atas kematian Kong Bun-yu.

“Suhu.... ” teriaknya, tubuhnyapun dengan cepat ikut mengejar dari belakang.

Ketika dia berhasil memasuki ruangan batu itu tampaklah suhunya sedang berlutut termangu-mangu di depan jenazah Kong Bun-yu, air matanya menetes keluar membasahi seluruh wajahnya, sedang tangannya dengan perlahan mengelus-elus sepasang mata dari Kong Bun-yu. Koan Ing menjadi tertegun.

“Suhu,” panggilnya kembali dengan perlahan.

Cu Yu seperti baru saja tersadar dari lamunannya, mendadak dia berseru dengan suara yang gemetar sedang air mata menetes keluar semakin deras, “Sedih dan senang laksana impian, cinta buta sepuluh tahun mendatangkan kepedihan. ”

Koan Ing yang sama sekali tidak tahu urusan yang sudah terjadi di antara suhunya dengan Kong Bun-yu, saat ini menjadi tertegun, dia bingung harus berbuat bagaimana untuk menghibur suhunya kemudian. “Suhu. ”

Cu Yu termangu-mangu sebentar, akhirnya dia menghela napas panjang dan duduk bersila di samping jenazah Kong Bun-yu. ujar dengan perlahan, “Ing jie, coba kau ceritakan pengalamanmu sewaktu bertemu dengan supekmu.”

Koan Ing sewaktu melihat air mukanya amat sedih sekali tidak berani membangkang perintahnya, dengan perlahan dia mulai menceritakan kisahnya bagaimana bertemu dengan Cien-hu Thiat-lang, lalu bagaimana dia melarikan diri dan bertemu dengan Kong Bun-yu.

Dia bercerita terus, tidak lama kemudian sudah hampir sebagian besar telah diceritakan tetapi selama ini Cu Yu tidak mengucapkan sepatah katapun.

Koan Ing segera merasakan sesuatu yang tidak beres, mendadak dia menubruk maju ke depan dan memeriksa pernapasan dari suhunya.

Entah sejak dari kapan suhunya Cu Yu sudah menghembuskan napasnya yang penghabisan, dia menjadi amat terkejut sekali.

“Suuuuhu.... ” teriaknya, saking tergoncang hatinya tak tertahan lagi dia jatuhkan tak sadarkan diri. Lama sekali dia baru sadar kembali dari pingsannya, dia menangis kembali dengan sedihnya.

Dia orang sama sekali tidak menyangka kalau suhunya tanpa mengucapkan sepatah kata pun sudah menghembuskan napasnya yang penghabisan, dengan termenung dia berpikir keras akhirnya dengan menggigit kencang bibirnya, dia jatuhkan diri berlutut di depan suhunya untuk memberi hormat kemudian dengan cepat meninggalkan gua itu.

Sekeluarnya dari gua, dia pun dengan cepat menutup kembali pintu gua tersebut, akhirnya setelah semuanya selesai dia baru berlalu dari sana.

Sungai Tiang Kang mengalirkan airnya dengan deras menuju ke arah sebelah Timur.

Sebuah perahu dengan lajunya berlayar ke depan, tampak Koan Ing dengan perlahan keluar dari ruangan kapal tapi sebentar kemudian dia sudah dibuat tertegun, kiranya di  ujung perahu tersebut sudah berdiri seorang pemuda berbaju hijau dengan angkernya, Sekali pandang saja Koan Ing sudah mengenal kembali kalau orang itu bukan lain adalah Sang Siauw-tan, selama tiga hari tiga malam ini dia tak pernah bertemu dengan seorangpun di atas perahu itu, bagaimana sekarang dia orang bisa muncul disini?

Menurut kabar kereta berdarah itu sudah menuju ke arah Barat dan kini lenyap tanpa bekas, tapi dia sama sekali tidak menyangka di atas perahu yang sedang berlayar dengan lajunya ini, dia orang bisa bertemu kembali dengan Sang Siauw-tan.

Koan Ing yang di buat termangu, dengan cepat balik badan mau berjalan masuk kembali ke dalam bilik, tetapi saat itu pula Sang Siauw-tan sudah putar badannya. Dia yang melihat Koan Ing pun ada di sana kelihatan sekali dibuat melengak juga.

“Hey, kau kemarilah!” terdengar dia berteriak. Koan Ing yang mendengar dia orang dipanggil dengan begitu kasarnya, dalam hati benar-benar merasa mendongkol pikirnya.

“Kesana. yaah kesana, apakah kau kira aku takut kepadamu?”

Berpikir sampai disitu dengan mengerutkan alisnya dia berjalan menuju ke ujung perahu.

Sang Siauw-tan memperhatikan sebentar keadaan dari Koan Ing kemudian sambil tertawa tawar ujarnya, “Kau mau kemana?”

Koan Ing yang melihat senyuman dingin yang sepertinya dia crang sama sekali tidak dipandang sebelah matapun kepada dirinya membuat hatinya terasa amat gusar sekali sebenarnya dia ingin sekali memaki dengan beberapa patah kata kepadanya, tetapi entah karena apa mendadak dia toleh kepalanya ke arah sungai tanpa mengucapkan sepatah katapun,

Sang Siauw-tan yang melihat Koan Ing sudah dibuat mendongkol oleh dirinya, dia segera tertawa geli,

“Hey Koan Kongcu, aku sedang bertanya kepadamu!” serunya.

Koan Ing semakin mendongkol lagi, jelas sekali Sang Siauw-tan sedang menggoda dirinya pikirnya dalam hati, “Hmm, apa anehnya kau mempunyai seorang ayah yang lihay? Kalau benar-benar becus gunakanlah ilmu silatmu.”

Dia mengerutkan alisnya kembali, sahutnya ketus, “Aku sedang mengejar jejak kereta berdarah.”

“Cuma mengandalkan kepandaian silat mu ini?” tanyanya tawar.

Koan Ing semakin dibuat jengkel lagi setelah mendengar perkataan dari Sang Siauw-tan ini, pikirnya, “Kau orang jangan sombong dulu, pada suatu hari aku bisa perlihatkan kelihayanku di depan matamu.”

Saking khe-kinya dia bungkam di dalam seribu bahasa.

Sang Siauw-tan yang melihat Koan Ing dibuat gusar sehingga bungkam hatinya semakin gembira tapi dia ingin menggoda dirinya lebih jauh.

“Hey Koan Ing, kau sudah pernah mendengar ilmu Thay So Ing dari Tibet?” tanyanya sambil tertawa.

Saking gemasnya Koan Ing merasa mulutnya seperti disumbat, sepatah katapun tidak dapat diucapkan keluar, terpaksa dia tetap menutup mulutnya rapat-rapat. Sinar mata dari Sang Siauw-tan berputar ujarnya kembali.

“Perkataanku ini adalah benar-benar, kau jangan takut aku sudah membohongi dirimu.”

Koan Ing tidak mau menggubris lagi, pandangan matanya dengan sayu memandang ke arah kejauhan sedang pikirannya berputar memikirkan urusannya.

Sang Siauw-tan yang melihat Koan Ing dibuat gusar tanpa berani membalas dalam hati benar-benar merasa geli, pikirannya pun berputar terus memikirkan cara yang lain  untuk menggoda diri Koan Ing.

Tampak dengan perlahan Koan Ing putar badannya, diapun cepat-cepat ikut putar badan, kurang lebih satu kaki dari mereka berdiri tiba-tiba tampaklah seorang lelaki berusia pertengahan yang memiliki tubuh amat tinggi besar dengan wajah yang amat hitam sekali. Ketika orang itu melihat mereka berdua putar badan segera dibuat melengak.

Seketika itu juga Sang Siauw-tan sadar kembali, dengan ilmu meringankan tubuh yang demikian tinggi dari orang itu, dia tentu sedang mencuri dengar pembicaraan diantara dirinya berdua, hatinya menjadi amat gusar. “Hmm.... ” dengusnya dingin. “Kau orang dengan sembunyi-sembunyi sedang berbuat apa di sana?”

Lelaki bertubuh tinggi besar itu segera memperdengarkan suara tertawanya yang amat menyeramkan.

“Baru saja aku mendengar pembicaraan kalian berdua tentang ilmu Thay So Ing, cayhe pingin sekali menanyakan sesuatu hal kepada kalian berdua.”

Sang Siauw-tan sama sekali tidak menyangka nyali orang itu ternyata begitu besar, apa yang sudah dicuri dengar ternyata langsung ditanyakan kepada mereka, tak terasa lagi alisnya dikerutkan rapat-rapat, ujarnya dengan dingin, “Kau siapa? Kenapa sedikitpun tidak tahu sopan santun?”

Hee.... hee.... kalian berdua baru saja membicarakan soal ilmu Thay So Ing, apakah mungkin kalian mau berangkat ke daerah Tibet. Hahaa?”

Sinar matanya dengan tajam menyapu sekejap ke arah mereka kemudian tambahnya.

“Walaupun kereta berdarah menyimpan suatu rahasia yang amat besar sekali, tetapi dia pun menyimpan suatu nafsu membunuh yang amat besar pula, aku nasehatkan kepada kalian lebih baik jangan mencari gara-gara buat kalian sendiri.”

SeIesai berkata dia putar badannya siap meninggalkan tempat itu.

Sejak kecil Sang Siauw-tan sudah memperoleh kemanjaan dari ayahnya, mana dia orang mau menerima nasehat yang begitu pedasnya?

Hatinya benar-benar amat gusar, teriaknya keras, “Tunggu dulu!”

Dengan perlahan lelaki itu menoleh kemudian mendengus dengan amat dinginnya. “Aku memandang pada usia kalian berdua, tidak mau terima yaah sudahlah buat apa banyak cari urusan?”

Sang Siauw San tertawa dingin, saat ini dia benar-benar sudah dibuat jengkel, tanpa banyak berbicara lagi tubuhnya segera bergerak maju, sedang tangan kanannya dengan amat cepatnya menyambar ke atas pipi lelaki berusia pertengahan itu.

Lelaki berusia pertengahan itu segera tertawa dingin, kaki kanannya berkelebat, dengan amat tepat sekali dia berhasil menghindarkan diri dari serangan dari Sang Siauw-tan ini bersamaan waktunya pula tangan kanannya diangkat.

Di dalam sekejap saja telapak tangan kanannya mendadak mengembang besar lalu dengan dahsyatnya dihajarkan ke atas pundak sebelah kiri dari Sang Siauw-tan.

Sang Siauw-tan sama sekali tidak menyangka serangannya bisa mencapai pada sasaran yang kosong, tetapi diapun sudah mempersiapkan serangan susulan, melihat lelaki berusia pertengahan itu ternyata sudah menggunakan ilmu Thay So Ing dari Tibet hatinya semakin bergidik.

Kiranya ilmu sakti Thay So log ini merupakan ilmu silat yang amat ganas dan dahsyat sekali, orang-orang di daerah Tionggoan jarang sekali menemuinya, siapa orang ini tidak usah diterangkan sudah amat jelas sekali.

Di dalam keadaan terperanjat tubuhnya dengan cepat meloncat mundur ke belakang.

Agaknya lelaki berusia pertengahan itu sudah mengambil keputusan untuk menangkap

dirinya, tubuhnya dengan cepat mendesak terus ke arah diri Sang Siauw-tan.

Melihat kelakuan lelaki kasar itu Sang Siauw-tan menjadi terkejut bercampur gusar, dia yang merupakan putri dari si jari sakti Sang Siauw-tan salah satu dari empat manusia aneh sampai saat itu mana pernah mendapatkan desakan semacam itu? Apalagi siapakah pihak lawannya dia orang sama sekaii tidak tahu.

Dia membentak dengan nyaring, tubuhnya sedikit merendah, jari tengah serta jari telunjuk dari tangan kanannya berturut-turut disentil dengan memecah udara bagaikan kilat cepatnya menghajar tubuh si lelaki berusia pertengahan itu.

Dalam hati lelaki berusia pertengahan itu pun merasa sangat terperanjat, ketika dia melihat baru saja melancarkan serangan Sang Siauw-tan sudah menggunakan ilmu tunggal dari sinari sakti Sang Su-im membuat perasaan ingin mengundurkan diri meliputi di dalam hatinya.

Ketika masing-masing tenaga pukulan sudah bentrok menjadi satu, tubuh merekapun pada mengundurkan diri ke belakang.

Tampaklah lelaki berusia pertengahan itu berturut-turut mengundurkan diri tiga empat langkah ke belakang kemudian melepaskan topi yang dikenakan di atas kepalanya ujarnya kepada Sang Siauw-tan sambil merangkap tangannya di  depan dada.

“Siauw ceng Husangko sudah salah menyerang Kongcu sebagai anak murid Sang Loocianpwe, harap kau orang suka memaafkan dosaku ini.”

Baik Sang Siauw-tan sendiri maupun Koan Ing yang berdiri di sampingnya pada dibuat melengak semuanya, kiranya orang yang ada di hadapan mereka sekarang ini bukan lain adalah jagoan nomor wahid dari daerah Tibet, anak murid Hu Ing Thaysu, tetapi karena urusan apa dia sampai munculkan dirinya disini?

Diam-diam Sang Siauw-tan menghembuskan napas dingin, dalam hati sebetulnya dia merasa sangat tidak gembira tetapi setelah diketahuinya kalau orang yang ada di hadapannya ini bukan lain adalah Husangko yang sudah mempunyai nama amat terkenal di dalam Bu-lim bahkan berlaku begitu hormat kepada dirinya membuat perasaan jengkelnya pun sudah tersapu separuh dari dalam hatinya. Dengan dingin dia mendengus.

Jurus ilmu sakti Thay So Ing yang amat bagus sekali, Hmm.... kini kereta berdarah sudah memasuki daerah Tibet, tidak kusangka sama sekali jagoan dari Tibet ternyata masih punya kegembiraan untuk berpesiar ke daerah Tionggoan.” Husangko tidak mengambil perduli, dia tersenyum.

“Entah dapatkah kongcu menghantarkan siauw-ceng untuk bertemu muka dengan Sang cianpwee? Siauw-ceng ada urusan penting yang hendak dilaporkan kepadanya.”

Ketika Sang Siauw-tan mendengar perkataan dari Husangko ini sangat serius sekali bahkan jauh2 dari Tibet datang kemari khusus mencari ayahnya, dia tahu sudah tentu ada urusan penting yang hendak dibicarakan, dia  mengerutkan alisnya rapat-rapat.

“Tiang Gong Sin-cie adalah ayahku, kau ada perkataan apa, silahkan laporkan saja kepadaku.” serunya dingin.

Air muka Husangko segera memperlihatkan serba salah, dia tertawa paksa ujarnya, “Kiranya kau adalah Sang kongcu, tetapi urusan ini siauw-Ceng sudah mendapat perintah dari suhu untuk menghadap sendiri kepada Sang cianpwee,”

“Ada urusan apa, asalkan aku menyanggupinya sama saja seperti ayahku yang menyanggupinya, kau berlega hatilah,” seru Sang Siauw-tan kembali dengan hati kurang puas.

Husangko tidak bisa berbuat apa-apa lagi, terpaksa dia termenung berpikir beberapa saat lamanya,

“Tetapi urusan ini mempunyai sangkut paut yang amat besar sekali,” ujarnya kemudian, “Bukan saja ada sangkut pautnya dengan kereta berdarah itu, bahkan mempunyai sangkut paut yang amat besar sekali dengan tiga manusia genah, empat manusia aneh dari Bu-lim, aku kira. ”

Sang Siauw-tan yang mendengar dia berbicara demikian dia orang benar-benar dibuat tertegun, dia sama sekali tidak menyangka urusan ternyata menyangkut hal yang demikian besarnya, urusan tentang ayahnya dia masih mengetahui sedikit-dikit, tetapi urusan yang menyangkut juga diri tiga manusia genah,. dia mana bisa tahu?

Tetapi kini Koan Ing ada di hadapannya, dia mana mau memperlihatkan kelemahannya? Alisnya segera dikerutkan rapat-rapat ujarnya, “Baiklah, aku yang tanggung semuanya.”

Dengan keadaan serba salah Husangko melirik sekejap ke arah Koan Ing.

“Saudara ini ”

Koan Ing yang melihat mereka berdua hendak membicarakan sesuatu urusan yang penting, segera dia orang merasakan tidak enak untuk tetap tinggal disana terus, bara saja hendak mengundurkan diri dari sana mendadak terdengar Sang Siauw-tan sudah berbicara, “Dia orang tidak mengapa, bahkan dalam sakunya menggembol pula pedang pusaka Hiat- ho Sin-pie jadi kedudukannya pun sebagai seorang ciangbunjin, urusan penting yang menyangkut keadaan Bu-lim memang seharusnya diapun mengetahui sedikit.

Mendengar perkataan ini dengan pandangan penuh rasa terkejut Husangko melirik sekejap ke arah Koan Ing.

Koan Ing walaupun di dalam hatinya merasa sangat tidak senang karena Sang Siauw-tan sudah mengungkit-ungkit soal pedang pusaka Hiat-ho Sin-pie tetapi terpaksa diapun berpura-pura tidak mengetahui akan hal ini.

Husangko berbatuk-batuk sebentar, sesudah melirik kembali ke arah diri Koan Ing ujarnya sambil menundukkan kepalanya. “Selain persoalan munculnya kereta berdarah ke dalam daerah Tibet, di dalam daerah Tibet sendiri sudah terjadi banyak peristiwa, walaupun suhuku belum pernah bertemu muka dengan suhumu tetapi dia sudah lama ingin bertemu dengan dia orang tua.” Mendadak dia menutup mulutnya kembali, lama sekali tidak mengucapkan sepatah katapun.

Sejak dahulu Sang Siauw-tan sudah mendengar kalau Hu Ing Thaysu merupakan seorang pendeta berilmu tinggi dari daerah Tibet, kehebatan dan kepandaian silatnya itu jauh melebihi empat manusia aneh dari daerah Tionggoan, ini hari seorang jago yang ilmunya jauh lebih tinggi ternyata sudah datang minta bantuan kepada ayahnya hal ini sudah tentu membuat hatinya terasa amat girang sekali, dia kepingin Husangko mau cepat-cepat mengatakannya keluar.

“Sebenarnya sudah terjadi urusan apa?” desaknya terus.

Husangko menarik napas panjang, mendadak tangan kanannya di tepuk ke depan menghajar dada Sang Siauw-tan.

Sang Siauw-tan sendiri sama sekali tidak menduga Husangko bisa turun tangan secara mendadak, dia menjerit kaget tubuhnya siap-siap menghindarkan diri ke sebelah kanan,

Tetapi Husangko sebagai anak murid yang tertua dari Hu Ing Thaysu pula sebagai seorang jagoan berkepandaian tinggi dari daerah Tibet, sudah tentu tenaga dalamnya jauh lebih tinggi dari diri Sang Siauw-tan, apalagi kini dia melancarkan serangan secara tiba-tiba, serangannya tersebut dengan tepat menghajar pundak kanannya.

Koan Ing yang melihat secara tiba-tiba Husangko melancarkan serangan menghajar pundak kanan Sang Siauw- tan, hatinya terasa amat terperanjat, dia membentak keras sedang telapak tangan kanannya dengan keras menghajar punggung Husangko itu. Tetapi gerakan dari Husangko amat cepat sekali, jauh berbeda diluar dugaannya, baru saja dia melancarkan serangan Sang Siauw-tan sudah berhasil dihantam luka.

Agaknya Husangko sudah menduga sejak tadi kalau Koan Ing bisa melancarkan serangan ini, begitu serangannya dengan cepat berhasil menghajar rubuh Sang Siauw-tan, tubuhnya dengan cepat berjongkok ke bawah, tangannya dibalik dan lima bilah pisau terbang dengan amat cepatnya meluncur ke arah tubuh Koan Ing.

Koan Ing dengan keras membentak, kaki kanannya membentuk setengah busur di tengah udara dan dengan amat tepatnya dia berhasil menghindarkan diri dari kelima belah pisau terbang tersebut, sedang tangan kanannya tidak mau ambil diam dengan membantu gerakan busur dia  menghantam batok kepala dan Husangko.

Husangko sama sekali tidak menduga Koan Ing bisa berganti jurus dengan begitu cepatnya, tenaga dalamnyapun begitu tinggi, Dengan sekuat tenaga tubuhnya menghindar ke samping meskipun demikian tak urung jubah yang dipakainya berhasil di cengkeram oleh Koan Ing sehingga meninggalkan lima buah sobekan yang amat besar.

Tubuhnya bagai kitiran berputar terus di tengah udara kemudian melayang turun ke atas tanah, bersamaan pula dia memperdengarkan suara suitan yang amat nyaring sekali. Sebuah sampan kecil dengan cepatnya meluncur mendekat.

Husangko sedikitpun tidak mau berhenti lagi, tubuhnya dengan cepat bergerak melayang ke arah sampan kecil itu.

Koan Ing yang melihat serangannya mencapai sasaran kosong dia dibuat melengak pada saat itulah tubuh Husangko sudah melayang menuju ke arah perahu sampan tersebut.

Sang Siauw-tan yang berhasil kena hajar dengan terhuyung-huyung dia mundur dua langkah ke belakang, kini melihat Husangko mau meninggalkan tempat itu, dengan dinginnya dia mendengus tanpa mengucapkan sepatah katapun tubuhnya meloncat ke tengah udara kemudian dengan amat cepatnya mengejar ke arah diri Husangko.

Koan Ing melihat wajah Sang Siauw-tan amat pucat sekali segera tahu kalau luka yang dideritanya tidak ringan, di dalam keadaan terluka parah dia orang mana boleh mengejar diri Husangko?

Tubuhnya dengan cepat meloncat ke tengah udara, bagaikan burung bangau sakti tubuhnya

melayang membentuk gerakan busur kemudian dengan cepatnya melayang turun ke arah perahu sampan tersebut.

Tampaklah olehnya Tubuh Sang Siauw-tan yang ke tengah udara baru saja mencapai di separuh jalan mendadak dia mendengus berat, tubuhnya dengan amat beratnya pula jatuh ke atas tanah.

Sejak tadi Koan Ing sudah mengadakan persiapan, tubuhnya dengan Cepat menekuk sedang tangan kirinya menyambar ke depan menahan pinggang diri Sang Siauw-tan, ketika matanya memandang pula ke depan, saat itu perahu yang mereka tumpangi sudah berlayar kembali sedang bayangan dari Husangko yang ada di atas perahu sampan itu pun sudah mulai bergerak menjauhi dirinya.

Hatinya terasa berdesir, kini dia menggendong seseorang sedangkan kepandaian silat dari Hosangkopun amat tinggi sekali jikalau dirinya tidak berhasil menaiki sampan itu tentu tubuhnya akan terjatuh ke dalam air, jika cuma dia seseorang hal ini tidak mengapa tetapi saat ini Sang Siauw-tan sudah jatuh tak sadarkan diri, apalagi luka yang dideritanya tidak ringan jikalau sampai terjatuh ke dalam air bukankah ke adaan akan bertambah celaka?

Suatu ingatan segera berkelebat di dalam hatinya, dia harus menggunakan paksaan untuk menaiki sampan tersebut. Tubuh Koan Ing dengan cepat menubruk lebih mendekat, terdengar Husangko tertawa dingin tangan kanannya dengan menggunakan tenaga penuh melancarkan satu serangan dahsyat menghajar tubuh Sang Siauw-tan.

Melihat hal ini Koan Ing menjadi amat gusar sekali, bukannya menyerang kepada dia, orang sebaliknya melancarkan serangan ke arah Sang Siauw-tan, hal ini jelas sekali memperlihatkan kalau orang itu amat licik dan kejam sekali.

Dengan dinginnya dia mendengus, tangan kanannya dibalik, pedang Kiem-hong-kiam sudah dicabut keluar dari sarungnya, dengan membentuk gerakan busur pedangnya dengan amat cepatnya membabat pergelangan tangan Husangko.

Husangko Yang melihat munculnya pedang Kiem-hong- kiam hatinya merasa berdesir juga. bukankah pedang itu merupakan pedang milik si Thian-yu Khei Kiam Kong Bun-yu, salah satu dari empat manusia aneh?

Serangan pedang itu amat cepat dan tepat sekali, kecuali dia menarik kembali serangannya, tidak ada jalan lain lagi untuk menghindarkan diri dari serangan itu.

Pikiran Husangko dengan cepat berputar tidak perduli bagaimanapun tugas yang di terimanya untuk datang ke daerah Tionggoan sudah terlaksana dengan sempurna, asalkan dia berhasil mendesak Koan Ing terjauh ke dalam air maka tugasnya berarti sudah selesai pula.

Pergelangan tangan kanannya segera ditekuk ke bawah berganti jurus, dari serangan telapak diubah menjadi cengkeraman. Lima jarinya dengan menggunakan jurus ‘Kiem Kong Na Koei’ atau tangan besi menangkap setan mencengkeram dada Koan Ing.

Keadaan dari Koan Ing saat ini benar-benar sangat berbahaya sekali, pedang panjang di tangan kanannya dengan cepat dibalik membentuk gerakan busur kembali mendesak minggir cengkeraman dari Husangko ini, bersamaan pula kaki kanannya menginjak tepian sampan, gagang pedangnya dengan membentuk gerakan busur di tengah udara dihantamkan ke atas iga Husangko.

Husangko menjadi amat terperanjat, dia sama sekali tidak menduga gerakan dari Koan Ing ternyata bisa begitu cepatnya kepandaian silatnya memang sudah tidak bisa menandingi diri Koan Ing, apalagi kini tubuh Koan Ing sudah ada di atas perahunya, di dalam keadaan terperanjat dia menghindar satu langkah ke samping.

Sekali lagi Koan Ing membentak keras dengan cepat dia melancarkan serangan kembali dengan menggunakan ‘Lian Hoan Sam Ci’ atau tiga serangan berantai dari ilmu sakti Thian-yu Khei dan baru saja Husangko mengangkat kakinya, tangan kanan Koan Ing dan arah bawah menuju ke atas dengan cepatnya sudah menyerang jalan darah Ci Bun di bawah ketiak kanan dari Husangko,

Serangan “Lian Huan Sam Ci” ini amat dahsyat sekali, bukan saja gerakannya laksana berputarnya angin topan bahwa letak arah serangannya tertutup dengan gerakan busur, sudah tentu Husangko tidak akan menyangka akan hal ini,

Kini serangan dari Koan Ing dengan cepatnya sudah mendekati tubuh Husangko, cepat-cepat dia menghindarkan diri dari ancaman jalan darah “Ci Bun” ini, tapi baru saja tubuhnya miring ke samping, mendadak serangan dari Koan Ing dengan amat dahsyatnya sudah menghajar di atas iga Husangko sehingga seketika itu juga tulang iganya terhajar patah, tak kuasa lagi tubuhnya terjatuh ke dalam sungai itu,

Koan Ing segera mengerutkan alisnya, tubuhnya dengan perlahan berputar ke belakang, Hweesio lainnya yang ada di ujung perahu itu dengan cepat melarikan diri dengan terjunkan diri ke dalam sungai, Saat itulah dia baru menghembuskan napas lega, melihat perahu yang ditumpanginya sudah berlayar jauh dengan perlahan dia meletakkan tubuh Sang Siauw-tan ke atas sampan tersebut.

Sang Siauw-tan yang jatuh tak sadarkan diri karena terluka parah kini sudah sadar kembali dari pingsannya, dia  menengok ke sekelilingnya di dalam sekali pandang saja dia sudah tahu apa yang telah terjadi, dengan sekuat tenaga dia berusaha untuk bangkit berdiri.

Koan Ing melihat Sang Siauw-tan dengan ngotot berusaha bangkit berdiri sehingga wajahnya pun sudah berubah memerah segera menggerakkan bibirnya hendak mengatakan sesuatu, tetapi baru saja kata-katanya mendekati mulut, entah karena apa mendadak dia menelan kembali perkataan yang hendak dikeluarkan itu.

Sang Siauw-tan tidak mengucapkan sepatah katapun, matanya dengan sayu memandang ke tempat kejauhan, dia sama sekali tidak mengira dirinya bisa mendapatkan malu dihadapan Koan Ing, bahkan dirinya terima bokongan orang lain tanpa bisa melancarkan serangan balasan, hal ini sungguh merupakan suatu peristiwa yang sangat memalukan sekali.

Semakin berpikir hatinya merasa semakin sedih, dia terasa semakin murung, dia kepingin sekali menangis tersedu-sedu dengan amat kerasnya untuk melampiaskan kemangkelan hatinya, tetapi sekarang Koan Ing masih ada disini, dia merasa malu untuk meneteskan air matanya.

Dia tak tahu kenapa di dalam perpisahan yang hanya dua bulan ini kepandaian silatnya bisa memperoleh kemajuan yang demikian pesatnya, bahkan sekali lagi Koan Ing menolong

nyawanya, dalam hati dia merasa hatinya sangat benci terhadap diri Koan Ing, memang sangat mengherankan dia harus membenci dirinya? Bukankah dirinya dengan Koan Ing sama sekali tidak ada dendam sakit hati apapun? Dan lagi kenapa Koan Ing mau turun tangan menolong dirinya?

Dengan perlahan Koan Ing menoleh ke arah Sang Siauw- tan. tampaklah wajahnya saat ini semakin memerah sehingga seperti kepiting rebus.

Entah kenapa mendadak hatinya terasa amat cemas sekali, dia tidak berani memandang diri Sang Siauw-tan kembali, kepalanya dengan perlahan dialihkan ke arah sungai,  apa yang sedang dipikirkan di dalam hati kecilnya? Sang Siauw- tan? Entahlah.

Mendadak dia merasakan bahwa dirinya sedikit tertarik oleh sinar kecantikan dari Sang Siauw-tan, segera makinya kepada diri sendiri, “Kenapa aku ini? Dendam ayahku belum terbalas bagaimana aku sudah menaruh perasaan cinta kepada gadis lain?”

Alisnya dikerutkan rapat-rapat, dia tertawa ringan kemudian angkat kepalanya ke atas.

Saat itu Sang Siauw-tan sedang merogoh ke dalam sakunya mengambil keluar sebuah botol obat dan mengambilnya sebutir untuk kemudian dimasukkan ke dalam mulutnya.

Air sungai mengalir dengan tenangnya, angin bertiup sepoi- sepoi membuat udara terasa amat nyaman.

Di atas sebuah perahu besar yang berlayar dengan lajunya mengikuti arus sungai duduklah dengan tenangnya dua orang, yang satu tua yang lain muda.

Perahu layar itu dengan perlahannya mulai mendekati, dari tempat kejauhan Koan Ing sudah bisa melihat kalau pemuda itu bukan lain adalah putra dari si iblis sakti dari luar lautan, si kongcu tak berbudi Ciu Pak adanya.

Melihat hal itu dia menjadi bergidik, bagaimana si kongcu tak berbudi itu bisa munculkan diri di tempat ini? Di samping tubuhnya duduklah seorang kakek tua berambut putih dengan sinar matanya seperti elang tajam sekali, pada tangan kanannya mencekal sebuah tongkat berwarna hitam pekat kelihatannya amat angker, apakah orang itu adalah si iblis sakti dari luar lautan Ciu Tong adanya.

Agaknya saat itu Ciu Tong pun sudah melihat dirinya bersama-sama dengan Sang Siauw-tan, sepasang matanya yang amat tajam dengan melotot memandang dirinya berdua.

Perahu semakin lama semakin mendekat, terdengar  Ciu Pak dengan perasaan amat girang berteriak.

“Yah.... Siauw-tan Moay-moay ada disana. ”

Sang Siauw-tan pun saat itu sudah melihat mereka berdua, ketika didengarnya Ciu Pak memanggil orang itu dengan sebutan ayah, hatinya terasa semakin terperanjat, dengan cepat dia angkat kepalanya memandang sekejap ke arah orang tua itu.

Orang itu memang bukan lain adalah iblis sakti dari luar lautan, Ciu Tong adanya, sungguh tidak terkira pada saat seperti ini dia sudah munculkan dirinya di daerah Tionggoan apa yang dicari olehnya?

“Siauw-tan Moay-moay, ayoh kemari, cepat naik ke atas perahu!” terdengar dengan suara keras Ciu Pak sudah berteriak-teriak dari ujung perahu.

Di tengah suara teriakan itu perahu besar tersebut sudah berhenti tepat di samping

perahu sampan itu, Ciu Tong dengan pandangan dingin menyapu sekejap ke arah dua orang itu kemudian ujarnya kepada diri Sang Siauw-tan. “Kaukah putri dari Sang Loo-te?”

Sang Siauw-tan tahu Ciu Tong sebagai seorang iblis sakti merupakan seorang manusia yang tidak mudah diganggu, apa lagi kini ayahnya tidak berada disini, adalah sebaiknya dia jangan sampai membuat dia orang marah, mendengar pertanyaan tersebut terpaksa sahutnya sambil tertawa. “Ciu Pepek, kau baik saja bukan. ”

Suatu senyuman segera melintasi wajahnya, dia tertawa perlahan.

“Sungguh tidak kusangka Sang Loo-te bisa mempunyai seorang putri semacam kau, mari kalian naik kesini semua.”

“Ayah,” tiba-tiba timbrung Ciu Pak yang ada di sampingnya. “Orang yang ada di samping Siauw-tan Moay-moay itu adalah Koan Ing.”

“Ooooh ”

Dengan pandangan amat tawar Ciu Tong memperhatikan sekejap ke arah diri Koan Ing, kemudian ujarnya, “Sudah lama Kong Loo-te tidak kelihatan, tidak kusangka sama sekali dia sudah menerima seorang murid yang begitu bagus semacam kau, heee.... tidak kusangka ini hari aku bisa bertemu dengan angkatan-angkatan muda dari kawan-kawan ku dahulu, apakah suhumu baik-baik saja selama ini?”

“Supek baik-baik saja, terima kasih atas perhatian dari cianpwee,” jawab Koan Ing tertawa.

Segera Ciu Tong mengerutkan alisnya rapat-rapat. “Oooooh.... kiranya kau anak murid dari Cu Yu!” serunya

kemudian semakin tawar.

Saat itu tangga sudah diturunkan, terdengar secara tiba- tiba Ciu Pak bertanya kepada ayahnya, “Ayah, apakah bocah cilik itu juga diperbolehkan naik?”

Sang Siauw-tan sejak dulu memangnya sudah membenci diri Ciu Pak, kini dia segera tertawa tawar.

“Ciu Pepek.... ” ujarnya sambil tertawa. “Aku tidak akan naik, ayahkupun sedang menanti diriku ditepian sebelah sana.” “Oooh itu lebih bagus lagi!” seru Ciu Tong tawar. “Cepat kau naiklah ke atas perahu, aku memangnya sedang cari ayahmu, sudah sepuluh tahun lamanya aku tidak bertemu, mari kita bersama-sama pergi mencari dia orang.”

Dalam hati Sang Siauw-tan semakin bingung lagi  dibuatnya, di dalam hatinya dia benar-benar tidak ingin naik ke atas perahunya baru saja dia hendak membantah kembali, mendadak terdengar Ciu Pak sudah membuka mulut,

“Siauw-tan Moay-moay, apakah kau tidak mau naik keperahu kami?” ujarnya tawar, “Luka yang kau derita belum sembah benar-benar sedang Sang Pepekpun ada ditepi sana, aku kira tentunya kalian tidak akan takut terhadap kami bukan?”

“Hmmm, kenapa aku harus takut kepadamu?” Dia tersenyum.

“Ciu pepek kau hendak kemana?”

Sudah bertahun-tahun lamanya aku tidak pernah bertemu dengan kawan lama, sekarang sengaja berjalan-jalan keluar untuk mencari mereka.

Sang Siauw-tan segera tertawa, dia tahu Ciu Tong tentu hendak berangkat menuju ke daerah Tibet, tetapi dia tidak ingin memecahkan rahasia ini, ujarnya sambil menoleh ke arah Koan Ing.

“Mari kitapun ikut naik kesana. ”

Sehabis berkata dia mulai menaiki tangga itu.

Koan Ing ragu-ragu sebentar, tetapi ketika teringat akan luka dari Sang Siauw-tan yang masih belum sembuh dan mengetahui juga Ciu Tong ayah beranak jadi orang sangat berbahaya sekali terpaksa diapun ikut naik ke atas perahu tersebut. Ciu Pak yang selama ini melihat sikap Sang Siauw-tan dengan Koan Ing amat mesra sekali, dalam hatinya terasa amat cemburu, dia melirik sekejap ke arah ayahnya, tetapi Ciu Tong sama sekali tidak memberikan komentar.

Ooo)*(ooO

Bab 7

CIU PAK segera mengerutkan alisnya rapat-rapat, ketika dilihatnya Sang Siauw-tan naik ke atas tangga perahu dia segera mengulurkan tangannya sambil tertawa. “Siauw-tan Moay-moay, mari aku bantu kau naik ke atas. ”

“Hmm, tidak perlu!” seru Sang Siauw-tan sambil menghindarkan diri ke samping.

Sejak tadi Ciu Pak sudah menduga kalau Sang Siauw-tan tidak akan membiarkan dirinya dibantu dia orang naik ke atas perahu tetapi tujuannya yang sebenarnya tidak ada pada situ, mendadak tangan kanannya dibalik dengan kerasnya dia melancarkan satu serangan bokongan menghajar pundak Koan Ing bentaknya nyaring, “Ayoh turun. !”

Koan Ing tidak bersiap sedia dia sama sekali, tidak menyangka kalau Ciu Pak bisa melancarkan serangan bokongan pada saat seperti ini, tetapi saat ini tenaga dalamnya sudah mencapai amat tinggi sekali, dia bukanlah Koan Ing tempo hari. Koan Ing sekarang

jauh lebih hebat berpuluh-puluh kali lipat.

Pikirannya dengan cepat berputar, tubuhnya miring ke samping menerima hajaran dari tangan Ciu Pak ini, dia mendengus berat tapi tangannya tidak berdiam diri,  mendadak tangan kanannya diayun mencengkeram tangan kanan dari Ciu Pak.

Dengan cepat tenaganya dikerahkan. Braak. ! Dengan amat tepat sekali dia berhasil menarik tubuh Ciu Pak tercebur ke dalam sungai, sedang tubuhnya dengan meminjam kesempatan itu meloncat naik ke atas perahu.

Begitu tubuh Koan Ing mencapai permukaan perahu, dengan pandangan amat dingin dia melirik sekejap ke atas tubuh Ciu Tong.

Air muka Ciu Tong sedikit berubah, tetapi dia tidak memperlihatkan gerakan apa-apa, cuma dengan pandangan amat tawar dia melirik sekejap ke arah diri Koan Ing.

Koan Ing yang melirik gerak-gerik dari Ciu Tong segera dia tahu kalau dia orang sudah terlalu pandang tinggi kedudukannya sehingga tidak mau bergerak dengan dirinya.

Saat itulah dirinya baru menghembuskan napas lega, walau pun pundak kirinya yang terkena hajaran terasa sedikit sakit tetapi untung saja serangannya tersebut tidak berat sehingga tidak sampai membuat dia terluka.

Sang Siauw-tan yang melihat Koan Ing berhasil menarik tubuh si kongcu tak berbudi masuk ke dalam sungai tak terasa lagi sudah memberikan sebuah senyuman manis kepadanya.

Terhadap jatuhnya Ciu Pak ke dalam sungai Ciu Tong sama sekali tidak melirik barang sekejappun, pandangannya yang amat dingin dengan perlahan-lahan di alihkan ke atas wajah Koan Ing, dia sama sekali tak menyangka kalau kepandaian silat yang dimiliki Koan Ing jauh di atas Ciu Pak sendiri.

Selama ini terus menerus menganggap Ciu Pak sebagai jagoan berkepandaian tinggi dari murid angkatan kedua, kini dia sudah dikalahkan oleh Koan Ing membuat dia orang dengan pandangan terpesona memandang tajam diri Koan Ing. “Kau apa benar-benar anak murid dari Cu Yu?” tanyanya perlahan. “Aku tidak punya kegunaan untuk menipu dirimu.” Saat itu dengan perlahan Ciu Pak sudah memanjat naik ke atas perahu, tiba-tiba Ciu Tong melirik sekejap ke arahnya sambil perintahnya.

“Ehmm.... coba kau sekali lagi minta beberapa petunjuk dari diri Koan Ing.”

Dengan pandangan amat gusar Ciu Pak melirik sekejap ke arah Koan Ing tadi benar-benar sudah membuat dia kehilangan muka, dia sama sekali tidak menyangka kalau kepandaian ilmu silat Koan Ing sudah memperoleh kemajuan yang demikian tingginya.

Dia merasa gemas dan benci karena Koan Ing sudah membikin dia malu di depan muka Sang Siauw-tan, kini mendengar ayahnya menyuruh dia orang menjajal kembali ilmu silat dari Koan Ing, tubuhnya dengan cepat berkelebat berturut-turut dia melancarkan tiga serangan gencar ke arah Koan Ing,

Koan Ing pun tahu keanehan dan kelihaian ilmu silat Ciu Pak- bilamana dia harus kehilangan kesempatan lagi kemungkinan sekali dia orang akan menerima rugi yang amat besar.

Berpikir sampai disitu, tubuhnya dengan cepat berkelebat ke samping untuk kemudian bergeser pula tiga langkah ke belakang bahkan hal ini hampir-hampir tidak mungkin bisa terjadi, karena Koan Ing tidak akan mau memperlihatkan kelemahannya di depan mata Sang Siauw-tan.

Tetapi saat ini tidak ada kesempatan buat dia orang untuk berpikir panjang, begitu Koan Ing mengundurkan dirinya ke belakang dia segera mendesak kembali ke depan, ejeknya, “Hey Koan Ing, sekarang kau orang mau melarikan diri kemana?”

Tiba-tiba kaki kanan Koan Ing membentuk gerakan busur, dengan cepatnya dia melemparkan tendangan kilat mengancam tumitnya, Ciu Pak mendengus dengan amat dingin, dia percaya dengan ilmu mayat membusuk dari lautan Timur yang dimilikinya sekarang ini dia ingin menghancurkan Koan Ing di dalam serangannya ini, terhadap serangan tendangan yang dilancarkan Koan Ing barusan ini dia sama sekali tidak ambil perduli, mendadak tangan kanannya dibalik mengancam jalan darah Sin Cuang hiat pada leher Koan Ing,

Sinar mata Koan Ing dengan cepat berkelebat, ketika dia orang melihat ternyata Ciu Pak berani menerima tendangannya dengan keras lawan keras membuat dia mendengus dengan dinginnya, ujung kaki kanannya dengan cepat menghajar tumit kaki Ciu Pak.

Ujung kakinya yang tepat menghajar tumit Ciu Pak segera merasakan kakinya itu keras bagaikan baja agaknya persendiannya sudah terbuyarkan oleh serangannya itu.

Hatinya menjadi amat terperanjat, tubuhnya dengan cepat menghindar ke samping tetapi pada saat yang bersamaan pula lima jari dari Ciu Pak sudah menyambar di belakang lehernya, terasa segulung angin yang amat dingin menyambar datang membuat dia orang saking terkejutnya keringat dingin mengucur keluar dengan amat derasnya.

Terdengar Ciu Pak mendengus dengan beratnya. air mukanya berubah menjadi pucat pasi sedang tubuhnya berdiri tak bergerak, jelas sekali dia sudah mendapatkan serangan yang tepat menghajar badannya.

Melihat kejadian itu Ciu Tong segera mendengus dingin, dia tahu pemuda yang ada di hadapannya ini jelas sudah memperoleh seluruh pelajaran ilmu silat aliran Thian-yu, kehebatan dari tenaga dalamnya jauh melebihi diri Ciu Pak.

Pikirannya dengan cepat berputar, dia tahu manusia semacam Koan Ing ini tidak bisa ditinggal lebih lama lagi, bilamana dia orang adalah anak murid dari Kong Bun-yu dirinya bagaimanapun juga masih merasa sedikit jeri, tetapi dia mengaku sebagai muridnya Cu Yu, dia orang tidak usah merasa ragu-ragu lagi,

“Hey orang muda,” terdengar Ciu Tong berkata dengan suara yang amat dingin, “kepandaian silatmu tidak jelek.”

Walaupun Koan Ing berhasil memperoleh kemenangan tetapi kini Ciu Tong ada di sampingnya dalam hati diapun merasa sedikit jeri, mendengar perkataan tersebut segera dia mengerti apa maksud dari Ciu Tong itu.

“Aaah mana, mana.... cuma api kunang-kunang tidak bisa dikatakan bagus. ” Ciu Tong tersenyum.

“Orang muda kau jangan terlalu pandang rendah dirimu, saat ini dari angkatan kedua, orang yang bisa memiliki kepandaian silat setinggi kau boleh dikata cuma kau seorang saja.”

Ciu Pak yang mendengar ayahnya sudah membuka mulut terpaksa dengan terpincang-pincang dia mengundurkan diri ke samping, tendangan dari Koan Ing tadi benar-benar di luar dugaannya, dia sama sekali tidak menyangka kalau ilmu mayat membusuknya bisa terpecahkan oleh serangannya tersebut.

Koan Ing melirik sekejap ke arah Ciu Pak, dia tertawa tawar, saat ini dia tidak tahu Ciu Tong begitu memuji dirinya entah mempunyai maksud baik atau maksud jahat terhadap dirinya, bagaimanapun juga dia merasa bangga juga.

Sekali lagi dia tertawa. “Cianpwee, kau terlalu memuji.”

Ciu Pak pun tertawa dengan perlahan, dia menoleh ke tengah sungai ujarnya perlahan.

“Di dalam Bu-lim semua orang tahu kalau beberapa turunan Toocu dari pulau Ciat Ie To di lautan Timur paling gemar menggunakan obat-obatan, tapi tak seorang pun yang tahu apa tujuan dari pihak Ciat Ie To kami untuk menggunakan obat-obatan tersebut.... Sambil berkata sinar matanya dengan perlahan menyapu sekejap diri Koan Ing, ujarnya

kemudian, “Mungkin ini hari kau orang mau mencoba- cobanya.”

Koan Ing yang disapu oleh pandangan mata Ciu Pak segera merasakan hatinya bergidik, tetapi suatu pergolakan yang amat keras mempertahankan dirinya, dia menarik napas panjang-panjang dengan sikap seperti orang tidak paham tanyanya, “Boanpwee tidak tahu apa maksud dari perkataan Cianpwee, harap kau orang suka menjelaskan.”

Ciu Tong tertawa dingin, sepasang tangannya ditepuk beberapa kali, dan dalam ruangan perahu itu segera meloncat keluar dua orang pemuda berbaju hitam yang wajahnya amat pucat pasi dan menakutkan sekali, agaknya mereka berdua belum pernah terkena sinar matahari.

Sang Siauw-tan yang melihat munculnya kedua orang itu dalam hati diam-diam merasa amat terkejut, kini perahu berlayar terus dengan lajunya sedang jarak dengan tepi pantaipun amat jauh, kelihatan sekali Ciu Tong sama sekali tidak bermaksud untuk menemui ayahnya, mereka berdua entah sedang memainkan peranan siasat licik apa?

Kedua orang berbaju hitam itu begitu meloncat keluar dari dalam ruangan tanpa mengucapkan sepatah katapun segera menggunakan pedangnya masing-masing melancarkan serangan ke arah Koan Ing.

Melihat hal itu Koan Ing menjadi amat terkejut bercampur gusar, dia sama sekali tidak menyangka Ciu Tong hendak membinasakan dirinya di tempat ini.

Tangan kanannya dengan cepat dibalik.

“Crrriinng....!” pedang Kiem-hong-kiam sudah dicabut keluar dari sarungnya. Begitu pedang tersebut muncul di hadapan mereka, kedua orang itu segera berpisah menjadi dua bagian, yang satu dari kiri yang lain dari kanan bersama-sama membabat pinggang Koan Ing.

Koan Ing dengan cepat menggetarkan pedangnya kemudian dengan keras lawan keras menahan datangnya serangan kedua orang itu.

Pada saat dia sedikit berayal itulah kedua orang itu dengan kecepatan bagaikan kilat sudah melancarkan enam serangan sekaligus.

Melihat hal itu Koan Ing menjadi sangat gusar, walaupun mereka berdua melancarkan serangan dengan amat cepat tetapi sama sekali tidak mengadakan pertahanan buat mereka sendiri, dia segera mengerti kedua orang itu tentu sengaja dikirim Ciu Tong untuk mengadu jiwa dengan dirinya.

Dengan gusarnya dia bersuit nyaring, pedang panjangnya digetarkan, di tengah-tengah suara dengungan yang amat keras, pedang Kiem-hong-kiamnya segera berubah bentuk menjadi gerakan setengah busur, dengan amat cepatnya dia berhasil memunahkan keenam serangan gencar itu.

Begitu Koan Ing mengeluarkan pedangnya Ciu Tong sekalian segera merasa amat terperanjat bukankah pedang Kiem-hong-kiam yang ada di tangan Koan Ing sekarang ini merupakan tanda kepercayaan dan ciangbunjin Thian-yu-pay, ketika melihat lagi pada gerakan pedang, segera mereka mengetahui gerakan tersebut bukan lain merupakan ilmu Sim Hoat dari Thian-yu Jie su-kiam, hati mereka semakin terperanjat lagi.

Sinar mata Koan Ing dengan cepat berkelebat, tubuh kedua orang yang ada di tengah udara kini terbuka suatu lubang kelemahan, agaknya mereka sama sekali tidak takut kalau

Koan Ing melancarkan serangan menusuk ke arah mereka. Pertengkaran antara Cu Yu serta suhengnya Thian-yu Khei Kiam Kong Bun-yu mereka sudah pernah mendengar, bagaimana sekarang Kong Bun-yu mau menyerahkan pedang Kiem-hong-kiamnya kepada dia?

Terpikir akan hal ini diam-diam Ciu Tong merasa menyesal sekali, selama hidupnya Kong Bun-yu jadi orang amat congkak, jikalau kini muridnya diganggu mana dia orang mau berdiam diri? pulau Ciat Ie To-nya mungkin akan diobrak-abrik olehnya. Tetapi urusan kini sudah berjalan, menyesalpun tak ada gunanya lagi.

Kedua orang pemuda berbaju hitam itu ketika melihat keenam buah serangan mereka berhasil dipukul balik berturut- turut melancarkan kembali delapan serangan gencar, agaknya mereka sama sekali tidak punya maksud untuk mengundurkan diri.

Dengan dinginnya Koan Ing mendengus, tangan kanannya diayun pedang panjangnya dengan menggunakan jurus Thian Hong Ih Wie atau pelangi merah menutupi ekor melancarkan serangan mengancam tangan ke dua orang itu, segera terlihatlah sinar emas yang menyilaukan mata memenuhi seluruh angkasa disertai desiran angin serangan yang amat tajam.

Tetapi kedua orang itu seperti tidak melihat datangnya serangan gencar itu, kedua bilah pedang mereka yang satu mengancam alis Koan Ing sedang yang lain menusuk ke arah lambungnya.

Dalam hati Koan Ing segera merasakan hatinya amat mendongkol sekali, dia sama sekali tidak menyangka kalau orang itu bisa begitu tololnya, dia ingin menggunakan lengannya untuk ditukar dengan nyawanya sendiri, segera pikirnya di dalam hati, “Hmmm, aku mau lihat kalian bisa menyerang aku tidak?” Jurus-jurus serangan yang digunakan kedua belah pihak amat aneh dan cepat sekali,

sebenarnya Koan Ing bermaksud menggunakan jurus ini untuk mendesak mereka berdua sehingga menarik kembali serangannya, tetapi dia tidak menyangka akan hal ini dalam keadaan bingung dia segera meloncat naik ke atas.

Sepasang alisnya dikerutkan rapat-rapat urusan sudah menjadi begitu rupa, orang tidak mau ambil perduli lagi, pedangnya dengan cepat berkelebat kedua buah lengan orang itu sudah terkena babatan sehingga putus menjadi dua bagian, darah segar mengucur keluar dengan derasnya tetapi mereka berdua sama sekali tidak merasakan akan hal ini.

Koan Ing tidak berani pikirkan bayangan yang kedua, tangan kirinya segera dibabatkan ke depan sedang tubuhnya menjatuhkan diri ke arah belakang, dimana tangannya berkelebat segera membentuk sebuah gerakan busur di tengah udara.

Dimana tangan kanannya berkelebat dengan amat cepatnya dia berhasil menangkis seluruh serangan yang dilancarkan ke dua orang itu ke arahnya.

Jurus serangan yang digunakan Koan Ing ini bukan lain adalah jurus serangan yang diciptakan Kong Bun-yu sewaktu ada di ruangan bawah tanah, ilmu pedang ‘Thian-yu Jie su- kiam’ sebenarnya memang sudah lihay dan aneh sekali dimana serangan bisa digunakan dengan pedang bisa pula digunakan dengan telapak tangan, kini ditambah lagi serangannya dilancarkan dengan sepenuh tenaga sudah tentu kehebatannya luar biasa sekali.

Tempo hari Kong Bun-yu dengan membuang waktu selama sepuluh tahun lamanya

bermaksud hendak menggabungkan seluruh ilmu silat yang diketahuinya di dalam Bu-lim untuk menciptakan sebuah ilmu baru demi persiapan untuk menghadapi pertemuan puncak di atas gunung Hoa-san di kemudian hari, akhirnya dia berhasil juga menciptakan ilmu tersebut, tapi akhirnya ilmu-ilmu semua itu diturunkan semua kepada diri Koan Ing.

Koan Ing yang berhasil menghindarkan diri dari serangan tersebut segera merasakan keringat dingin mengucur keluar dengan amat derasnya....

Ciu Tong yang melihat Koan Ing berhasil menghindarkan diri dari serangan tersebut dalam hati merasa bergidik juga, dia mengetahui jelas kalau Koan Ing sudah memperoleh ilmu silat dari Kong Bun-yu muridnya saja sudah begitu lihay sudah tentu tenaga dalam dari Kong Bun-yu selama sepuluh tahun ini sudah memperoleh kemajuan yang amat pesat sekali, kelihatannya pada pertemuan puncak di kemudian hari di atas gunung Hoa-san dia harus memperhatikan tiga bagian terhadap Kong Bun-yu ini, kalau tidak, mungkin sebutan jago nomor wahid bisa direbut olehnya.
DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar