Jilid 10
Tapi Yu-bing Kongcu juga mengerang tertahan, dia menyurut dua langkah. lengan kirinya dipegang dan dipijat- pijat, wajahnya tampak menyeringai sadis.
Bola mata Kiong-bing melotot keluar, sekuatnya dia menyanggah tubuh dengan kedua tangan, tubuhnya setengah duduk. sorot matanya berapi-api menatap Yu-bing Kongcu penuh kebencian- suaranya serak: "Kau... kenapa berbuat sekeji ini ?"
Yu-bing Kongcu tertawa sinis. Katanya:
"Selama tiga puluh tahun ayah berusaha mencari rahasia cara membuka gudang Thian-tok-bun, maka beliau merendahkan diri berusaha merangkul kalian bersaudara. siapa nyana kalian licik dan picik, terlalu egois dan temaha sejak memperoleh keterangan dari mulut ciang-kiam-kim-ling cara membuka gudang itu kalian tetap merahasiakannya sampai sekarang. tadi adikmu sudah membeberkan rahasia itu, untuk apa pula kau masih hidup".
Serasa serak penasaran keluar dari tenggorokan Kiong bing, pelan-pelan dia merangkak bangun dengan langkah sempoyongan menghampiri Yu-bing Kong cu terkekeh dingin, katanya: "sekarang biar kau mampus dengan tenteram, jiwa adikmu tadi juga aku yang menamatkan.”
Mendadak dia melompat maju menerjang ketubuh Kiong bing, di mana telapak tangannya berkelebat, Kiong-bing telah dihajarnya mencelat jauh terguling-guling ditanah, Kiong-bing masih merintih- rintih, darah menyembur pula beberapa kali, sekujur badan gemetar, namun tetap dapat merangkak berdiri lagi.
Menyaksikan betapa keji dan telengas cara Yu-bing Kongcu membokong dan berusaha membunuh Kiong-bing, Liok Kiam- ping mengerut kening, disadarinya bahwa Hiat-liong-po-giok miliknya itu ternyata mempunyai arti besar didalam percaturan dunia persilatan, dibalik batu yang sekeping itu ternyata menyangkut banyak persoalan penting yang terpendam sekian lama, menyangkut banyak jiwa manusia,
Sudah tentu Kiam-ping amat setuju bila manusia macam Kiong-bing diberantas dari muka bumi, tapi melihat kakak beradik itu mati penasaran oleh kawan yang berbuat keji dan jahat, sebagai seorang ksatria, seorang pendekar yang menjunjung kebajikan, sebetulnya Kiam-ping tidak bisa berpeluk tangan sayang dia masih sadar bahwa Le Bun berenam masih digenggam lawan, maka dia tidak berani sembarang bertindak, Dengan suara serak Kiong-bing berkata:
"Kau memang kejam, memang tidak malu sebagai murid Tang-ing..." setelah berganti napas, sorot matanya beralih kearah Liok Kiam-ping, katanva pula: "Apapun yang terjadi kau harus pertahankan batu jade itu, karena diselatan kota Tayli dipropinsi In-lam terdapat sebuah tempat Ngo-tok-seng- to .. " sorot matanya menampilkan mohon belas kasihan, lalu meratap: "Disana terdapat gudang penyimpanan harta pusaka Thian-tok-bun, merupakan rahasia besar kaum persilatan yang diperebutkan sejak beratus tahun lalu, didalamnya tersimpan sepucuk pohon Kiu-yao-ci-lan yang ditanam oleh Thian-gwa sinlo dan ada lagi..." dia berusaha ganti napas, tapi mendadak kepalanya terkulai, napaspun berhenti.
Yu-Ling Kongcu tidak segan membunuh komplotan sendiri untuk menutup mulutnya supaya rahasia besar itu tidak bocor, dari sini Liok Kiam-ping meresapi betapa besar sangkut pautnya Hiat-liong-po-giok itu bagi kaum persilatan khususnya. Dirasakan pula kehidupan kaum persilatan yang penuh liku-liku ini ternyata serba berbahaya dan jahat. Manusia durjana macam Yu-ling Kongcu yang tidak segan- segan mengganyang kawan sendiri, ingkar janji dan lupa budi, maka patut dirinya selalu waspada dan tidak kenal kasihan terhadapnya.
Yu-ling Kongcu tertawa besar saking senang dan bangga, katanya anak kura2, sekarang tiba saatnya kau serahkan batu itu kepadaku."
Tidak menjawab langsung Liok Kiam-ping malah balas bertanya: "Darimana kau datang kemari, Apakah tujuanmu meluruk ke Kui-hun- ceng ini hanya lantaran batu mestika itu
?”
"Ya , .. boleh dikata demikian, tapi sayang .." ”Sayang apa..."
"Dikalangan Kangouw tersiar luas bahwa Pat-pi-kim-liong adalah tunas muda yang diagulkan sebagai jago diantara jago- jago muda, sebagai ciangbunjin Hong Lui Bun, masakah tentang datuk-datuk persilatan seperti Lam coat. Pak-ong. Tang-leng, Say-bong dan Tiong-sin-ceng juga tidak tahu."
"Kenapa aku peduli tetek bengek itu, tugasku adalah memberantas kawanan siluman jahat, membela kebenaran mendukung keadilan kaum persilatan "
"Kau bocah masih berbau pupuk bawang juga berani bermulut besar."
"Cayhe hanya tahu bekerja sekuat tenaga, kedengarannya kau ini datang dari Tangling. "Ah, betul, tuan muda ini memang putra tunggal Yu-ling-giam-lo..."
"Lwekangmu biasa saja, yakin Giam lo Lokoay juga takkan lebih hebat seberapa."
Berubah air muka Yu-ling Kongcu, namun cepat sekali sudah wajar pula,jengeknya tertawa sinis: "Bocah pikun, memang aku hanya memperoleh dua bagian ilmu sakti Yu- ling-giam-lo-saja, tapi kenyataan kau tidak mampu mengalahkan aku, cuh, lekas serahkan batu mestika itu. Aku tiada tempo ngobrol denganmu."
Liok Kiam-ping mengawasi orang-orang yang berdiri seperti patung disekitar gelanggang, tenggorokan Le Bun masih terancam oleh sepuluh jari-jari setan kakek tua itu.."
"Sebelum kau jelaskan dulu maksud tujuanku kemari, terpaksa cayhe tidak bisa memenuhi tuntutanmu." jawab Liok Kiam-ping tegas.
"Memangnya kau tidak hiraukanjiwa mereka ?" ancam Yu- ling Kongcu.
"Mestika Bulim patut dimiliki oleh insan bajik dan bijaksana, manusia kotor rendah dan hina dina macam dirimu, bila mendapatkan mestika ini pasti akan lebih mengganas dan bersimaharaja. Demi kesejateraan umat persilatan, jiwa beberapa orang itu boleh kukorban, apalagi bila kau bunuh mereka, bukan saja tiada faedahnya bagi dirimu jiwamupun harus kaujadikan tumbal."
Yu-ling Kongcu jadi serba salah, katanya dengan wajah berobah: "Anak muda, kau memang jumawa, memangnya siapa yang menjadi tulang punggungmu."
Tujuan Liok Kiam-ping mencari posisi yang menguntungkan, bila nanti terpaksa dia harus melancarkan tiga jurus sakti dari cui-le-kiam untuk membekuk Yu-bing Kongcu, maka sengaja dia ajak orang berdebat serunya dengan gelak tawa: "Lam-coat, Pak-ong, Tang-ling, Say-bong, Tlong-sin-Ceng pernahkah kau pikir apa hubungannya Tiong sin-ceng dengan Kim-kong-put-hoay-sin-kang yang kuyakinkan ?”
Betul juga Yu-ling Kongcu tampak tersirap kaget, serunya: Jadi, kau ini murid didik Hou-bun-sin-ceng ? Apa kau bukan ciangbunjin Hong-lui-bun ?" Yakin lawan sudah terlibat dalam persoalan yang sengaja diada-ada, pelan-pelan secara santai dia bergerak kekiri dua langkah katanya: “Apakah ahli waris beliau tidak patut menjadi ciangbunjin Hong-lui-bun?"
Bahwasanya Liok Kiam-ping tidak tahu bahwa dikolong langit ini betul-betul ada Lam-coat, Pak-ong, Tang-ling say- bong dan Tiong-sin-ceng segala, karena kepepet terpaksa dia membual belaka.
Tapi Yu-ling Kongcu menjublek. batinnya: "Hiat-liong-po- giok adalah mestika Bulim, siapa memiliki dia bakal menjadi jago nomor satu diseluruh jagat jika benar dia murid Tiong- sin-ceng, sejak lama sepantasnya dia sudah pergi ke Ngo-tok- seng-te di In-lam. Kenapa dia tidak tahu dimana manfaat Hiat- liong-po-giok itu?"
Disaat menepekur itulah Liok Kiam-ping sudah mengeluarkan cui-le-kiam. Ditengah bentakannya secepat kilat dia melesat, ujung pedang menusuk kearah Yu-ling Kongcu. Sejak tadi Kiam-ping sudah mempersiapkan diri sekali sergap harus berhasil membekuk lawan, tampak sinar pedang memenuhi udara membawa samberan angin tajam perbawanya sungguh hebat dan mengejutkan-
Reaksi Yu-ling Kiongcu ternyata cukup sigap mesti disergap. lekas dia kebut lengan baju kiri menimbulkan segulung angin besar sementara kipas ditangan kanan terkembang sekuatnya dia tahan serangan pedang sembari menyurut mundur lima langkah, syukur masih berhasil dia menyelamatkan diri. Tapi Liok Kiam-ping tidak memberi peluang kepadanya, sekuatnya dia salurkan segala kekuatan dan daya mampunya, hawa pedangnya menembus pertahanan hawa kekuatan lawan sekokoh papan baja dan bayangan kipas yang sekuat hujan deras.
"cras, eras," beberapa kali suara tabasan disertai benda- berda halus berjatuhan di tanah, cahaya pedang tampak berkembang diudara lalu melingkup ke satu jurusan mengerojok turun- Terdengar Yu-ling Kongcu menjerit seperti binatang liar terluka, kedua tangannya menghindar serta menepuk. segera dia mengembangkan Yu - ling-ciang-kang, tampak halimun putih mulai mengembang makin lama makin tebal menjadi hawa pertahanan yang membungkus sekujur badannya.
Yu-ling-ciang adalah ilmu pukulan paling ganas dari aliran sesat, tenaga pukulan yang dingin beracun setiap kena sasaran, lawan pasti jatuh pingsan dan akhirnya binasa, Yu- ling Kongcu memperoleh warisan keluarga, maka kemampuannya bolehlah diandaikan, begitu mengembangkan Yu-ling- ciang sungguh perbawanya luar biasa.
Ditengah gemuruh suara guntur dan badai, cu-le-kiam ditangan Liok Kiam-ping seperti membentur dinding karang besar, serangannya seperti ditahan dan sukar menembus pertahanan lawan- Mendadak dia memekik nyaring, semangat berkobar badanpun melejit keatas, seluruh tenaga dalamnya disalurkan keujung pedang, secara gencar dan kerap ujung pedangnya menusuk kelapisan kabut tebal putih itu.
Suara ledakan keras mengakhiri pertahanan sekeras karang itu, ternyata kabut tebal itu tertusuk bolong dan kempes, asap tebal terlempar ke segala penjuru, disusul suara orang seperti tertelan dalam tenggorokan, cahaya pedangpun sirna, tampak Liok Kiam-ping berdiri tegak ditengah gelanggang, pedang terpeluk tegak didepan dada, wajahnya tampak semu merah, napas sedikit memburu.
Enam kaki didepannya. wajah Yu-Ling Kongcu tampak pucat lesi, bibirnya gemetar, sorot matanya melanda penuh kebencian, darah tampak menetes dari tangan kanan mengotori saiju putih dibawah kakinya, jelas dia sudah terluka.
Selebar muka Kiam-ping dilapisi hawa sadis, bentaknya dengan tekanan berat: "Kalau kau tahu diri lekas bebaskan tutukan Hiat-to mereka, cayhe tidak akan menuntut kepentingan pribadi, kau boleh pergi dengan hidup, tapi jangan kau menolak arak suguhan, menyesalpun kau akan kasep"
Hampir saja jiwanya melayang oleh pedang lawan, rasa takut masih menghantui sanubarinya, tapi sadar watak Yu- bing Kongcu memang culas dan telengas, licik dan licin, picik serta pandai berpura-pura, sekuatnya dia menahan gejolak hatinya, mendesis kebencian dia berkata: "Mereka tertutuk oleh Yu-ling-toan-hun-ci, ilmu tutuk tunggal keluargaku, kecuali aku tiada orang mampu membebaskan."
”Jiwa mu sudah terancam dibawah pedang, masih berani keras mulut, memangnya ingin lekas mampus." ancaman Liok Kiam-ping sambil mendekat menuding pedang.
Lekas Yu-ling Kongcu berkelit sambil mundur, tapi sekali dia bergerak ketahanan hawa murninya ikut buyar, kontan dia memuntahkan darah segar, wajahnya lebih pucat lagi.
"Isi perutmu sudah tergoncang dan terluka oleh gerakan hawa pedangku, jikalau tidak lekas samadi menyembuhkan luka-luka dengan hawa murni sendiri, dalam jangka satu jam, kau akan mampus tanpa kubur kalau tidak percaya boleh kau coba tarik napas, apakah Khi-hay hiat tidak sakit?"
Walau tidak percaya tapi Yu-ling Kongcu mencoba menarik napas dalam, Khi-hay- hiat seketika sakit seperti ditusuk jarum karuan dendamnya makin membara, timbul akal busuknya. Mendadak kedua tangan terayun, kabut hitam pekat seperti menyembur dari kedua tangannya berkembang luas diudara. bersama dengan melebarnya kabut hitam. maka ramailah celoteh kawanan setan yang menggiriskan-
Liok Kiam-ping mengendus bau busuk dari mayat, seketika kepalanya pusing, lekas dia kerahkan hawa murni melancarkan Kim-kong-put-hay-sin-kang melindungi seluruh badan dan Hiat-to. Kim- kong-put-hoay-sin-kang adalah ilmu sakti pengusir iblis dari aliran Hud, begitu tenaga sakti disalurkan, lahir batin senyawa serta merta timbal suatu tenaga pertahanan yang hebat didalam batin, jangankan racun tidak mempan, segala macam senjata tajampun takkan mampu melukai.
Untuk pertama kali ini Liok Kiam-ping mempraktekkan ilmu sakti ini dalam kancah pertempuran, sembari menghapal teori yang pernah diajarkan Hwesio sakti, sekaligus dia kombinasikan pula dengan Kay-ting-tay-hoat yang disalurkan kedalam tubuhnya, padahal Lwekang Hwesio sakti meliputi latihan selama seratusan tahun, maka betapa besar kemajuan yang dicapai Liok Kiam-ping, sungguh merupakan kejadian yang belum pernah terjadi selama ini.
Kira-kira semasakan air kemudian, kesadarannya telah jernih, bila dia membuka, kedua mata, sekelilingnya tetap diliputi abut hitam, kegelapan melulu seolah-olah dirinya berada dineraka, benda lain tiada yang kelihatan disekelilingnya. Bau busuk yang memuakkan bertambah tebal, jeritan-jeritan setan masih terus bersahutan disekitarnya. dikejauhan tampak sinar kunang-kunang kerlap- kerlip. suasana mengerikan seumpama menyedot sukma. Maka Kiam-ping membatin: "Mungkin inilah yang dinamakan Yu ling-toa-tin ?”
Segera Kiam-ping melompat berdiri turun menerjang kedepan dengan harapan dapat menerjang keluar barisan meminjam cahaya pedang dari sinar kunang-kunang itu masih terus terbang seliweran disekitar badannya.
Sekonyong-konyong sebuah suara dingin berkumandang dibela kang: "He, Pat-pi-kim- liong, bocah bagus. bagaimana rasanya Yu-ling-toa-tinku ini ? Dalam sekejap lagi mayatmu akan luluh tak berbekas oleh kabut beracun yang menyadap seluruh badanmu...
Liok Kiam-ping tidak hiraukan ocehan orang, Lwekangnya tetap disalurkan, semangat terhimpun, mendadak dia melompat terbang, pedangnya bergerak deagan jurus Jit-lun- jut-seng, selarik cahaya benderang menerangi langit membawa geseran suara memecah udara, Dibawa h pancaran sinar pedangnya yang benderang lapat-Iapat dia melihat berkelebatnya bayangan beberapa orang. Sungguh kebencian telah menjalari sanubarinya, tenaga dikerahkan tangan bergerak dengan gaya pedang menaburkan tiga kuntum sinar pedang, dengan kecepatan yang luar biasa menusuk kebayang-bayang manusia itu.
"Aduh." sebuah jeritan melengking, disusul semburan darah yang tercecer. serempak beberapa jalur angin tajam memberondong kearah tubuhnya. Secara reflek Kiam-ping ayun pedangnya menangkis dengan jurus Liat-jit-yam-yam, cahaya pedang yang cemerlang menyilau mata berkembang diudara.
Jeritan yang mengerikan kembali memekik, tubuh seorang tampak roboh menggeletak sebuah lengan tertabas butung dan tersapu pergi oleh putaran pedang "bluk”jatuh ditanah bersalju.
Waktu Kiam-ping menegasi seorang kakek tua rambut panjang berpakaian blaco telah binasa tertembus pedang tenggorokannya, seorang lelaki setengah umur lagi buntung lengannya, mukanya pucat, saking kesakitan badannya menggigil sambil kertok gigi terguling-guling meregang jiwa.
Sekali jambak Kiam-ping jinjing orang ini, bentaknya: "Lekas katakan bagaimana barisan ini berputar, nanti jiwamu kuampuni."
Tiba-tiba terdengar Yu-ling Kongcu berkata dari luar barisan: "Pat-pi-kim- liong, jangan bertingkah, coba dengar ini suara siapa ?"
"Oh, Kiam-ping, kenapa kau?" itulah suara Le Bun yang cemas dan kuatir.
"Le Bun, di mana kau ? Aku tidak apa-apa" ”Kiam-ping, kau terkurung dalam barisan bentuk barisan ini menggunakan teori cin-hoan-kiu-Kiong-pat-kwa dan... " tiba- tiba suaranya terputus, kalau tidak didekap mulutnya tentu Hiat-to bisunya ditutuk.
Mengingat Le Bun tertawan musuh, sungguh amarahnya berkobar makin besar. Terbayang dendam orang tua belum terbalas, tugas berat Hong-lui-bun juga belum sempat dia bereskan, kini dirinya terkurung didalam barisan sementara kekasihnya menjadi sandera musuh, sungguh serasa pecah dadanya, bagaimana pula dia harus menunaikan pesan Hwesio sakti? Menegakkan keadilan dalam percaturan dunia persilatan- Terbayang kepada Hwesio sakti, seketika dia teringat bahwa didalam kantong bajunya masih menyimpan Pit-hwe-cu.
Dalam bahaya menemukan jalan buntu mendadak memperoleh penerangan sinar harapan, seketika terbangkit semangatnya, lekas dia kembalikan pedang kesarungnya lalu mengeluarkan Pit hwe cu. cahaya hijau remang-remang seketika menjulang diangkasa, pancarannya mencapai tiga tombak membundar, dalam jangkauan sinarnya segala sesuatu disekitarnya dapat terlihat jelas.
Kiam-ping segera menyapu sekelilingnva tampak Yu-ling Kongcu berdiri setombak lebih diarah selatan, sibuk memberi perintah dan aba-aba kepada anak buahnya, memperketat kepungan-
Melihat kesempatan tak boleh disia-siakan, lekas dia kerahkan tenaga dikedua lengan, hawa murni tersalur keseluruh tubuh, di mana tumit kakinya menutul bumi badannya menerjang dengan kecepatan anak panah.
Yu-ling Kongcu sedang kesenangan sambil tuding sana tunjuk sini sementara mulut berkaok-kaok, mendadah cahaya hijau berkelebat, disusul gelombang tenaga raksasa mendadak menyapu datang sedahsyat amukan gelombang samudra, lekas dia menjejak mundur sambil berputar. Liok Kiam-ping sudah kebacut gusar, maka serangannya ini teramat bernafsu, bagaimana juga musuh pantang lolos dari incarannya, dimana dia salurkan tenaganya terus ditarik balik pula, menyelinap terus melompat pula seperti ulat dalam perut saja, dia mengudak dengan ketat, kelima jari tangan kanannya tertekuk laksana cakar mencengkeram urat nadi lawan-
Luka dalam Yu-ling Kongcu cukup parah dan belum sempat disembuhkan, mau tidak mau gerak geriknya menjadi lamban, sebelum kakinya menyentuh tanah, seketika dia rasakan pergelangan tangan mengencang kesakitan, kontan lengan kanannya menjadi linu lemas, lekas sekali sekujur badan juga lunglai.
Karena barisan tanpa komando maka barisan setan itupun bubar sendiri, lekas sekali pemandangan sekitarnya telah kembali terang seperti biasa. Sinar pagi tampak benderang dan cuaca cerah ceria, ternyata sang fajar telah menyingsing tanpa terasa, berarti Kiam-ping bertempur semalam suntuk.
Dengan suara berat Kiam-ping membentak: "Lekas buka tutukan Hiat-to mereka, aku boleh mengampuni jiwa mu, atau kau akan merasakan siksaan hidup, kalau masih bandel mayat-mayat itu menjadi contohmu," sembari bicara tenaga diperkeras, tulang pergelangan tangan Yu-ling Kong cu seperti hampir patah, saking kesakitan gemetar badan Yu-ling Kongcu.
Wataknya memang biadab, culas dan kejam, selama mengembara di Kangouw, kapan dia pernah kecundang begini mengenaskan, menjadi tawanan musuh dan diancam lagi, tapi jiwa raga sendiri berada digenggaman orang, apa boleh buat dia menghela napas, segera dia memberi perintah anak buahnya untuk membebaskan tutukan Le Bun, Kim-gin-hu- hoat berenam.
Setelah mereka berenam sadar dan tidak kurang suatu apa, baru Liok Kiam-ping lepas cengkramannya, lekas dia memburu kesana menggiring serta melindungi mereka ketempat yang selamat, orang banyak masih terlongong bingung.
Yu-Ling Kongcu mendengus ejek. katanya: "Keparat, jangan temaha, sejak kini Tang-ling-Kiong tidak akan berpeluk tangan-”
"Segala tanggung jawab akan kuhadapi, kapan saja aku tunggu tuntutanmu..
Mendadak seorang berkata: “Kenapa kapan saja, sekarang juga jiwa mu pasti mampus disini,” suara dingin kumandang dari belakang, nadanya rendah dan sadis.
cepat Kiam-ping membalik, tiga tombak dipinggir pohon berdiri seorang lelaki tua berambut uban, wajahnya menyeringai kejam, hidung elang tulang pipi menonjol, bola matanya seperti srigala yang haus darah, mendelik tanpa berkedip. Melihat tampangnya yang buruk dan kejam siapapun akan merinding. Bahwa orang ini tiga tombak berada dibelakangnya tanpa disadari, betapa tinggi Lwekang dan Ginkangnya, sungguh amat mengejutkan-
Begitu melihat orang, tua ini Yu-ling Kongcu seketika berjingkrak senang, teriaknya: "Ayah, keparat ini bernama Pat-pi-kim- liong, Hiat-liong po-giok berada ditangannya, tapi dia..."
"Aku sudah tahu," tukas orang itu aseran-
Kim-ji-tay-beng mencelos, pikirnya: "Sudah puluhan tahun siluman tua ini tidak pernah muncul di Kangouw, hari ini mendadak berada disini, urusan ini tentu sukar dibereskan secara damai."
Orang tua sadis itu melangkah setapak. suaranya bergema: "Bocah, jadi kau inilah Pat-pi-kim- liong, tunas harapan kaum persilatan masa kini?"
"Mana berani, tapi memang akulah adanya..” Orang itu menuding mayat-mayat yang bergelimpangan, katanya, "Kaukah yang membunuh mereka .."
"Terpaksa cayhe harus bertindak untuk membela diri." "Terpaksa apa. Bocah semuda kau ini sudah berhati kejam,
membunuh anak buah Lohu, terpaksa Lohu akan menuntut keadilan kepadamu"
"Haha, mengumbar anak berbuat jahat adalah keliru, membantai umat hidup melanggar hukum alam. meyakinkan ilmu sesat lagi, patut menjadi musuh bersama umat manusia. Ang-kin-cap-pwe-ki, anak buahku itu seluruhnya kalian bantai, bagaimana pula kau akan memberi pertanggungan jawab?”
---ooo0dw0ooo---
"Setan cilik pandai berputar lidah, jangan kira kau ini murid Hou-hun Hwesio Lohu tetap berani menyikatmu."
"Demi keadilan dan kebenaran- kaum persilatan, meski gugur dimedan laga juga cukup terpandang, cayhe menurut saja apapun kehendakmu. "Bocah tekebur, berani kau menghadapi tiga pukulan Lohu ?"
"Jangan kata tiga jurus, tiga puluh jurus juga tidakjadi soal bagi cayhe."
"Melihat sikap dan tutur katamu, kau memang cukup gagah dan perkasa, Lohu jadi kagum kepadamu, biarlah hari ini aku melanggar kebiasaan, mencobamu tiga jurus, bila kau kuat menandingi persoalan ini anggap himpas sampai di sini, kalau kau kalah Hiat-long-po-giok harus kau serahkan kepadaku, jiwamu tetap kupertahankan” Angkuh adalah watak utamanya, sebagai ciangbun lagi, dihadapan anak buahnya betapapun dia harus mempertahankan gengsi, pantang dipandang enteng lawan, maka Kiam-ping tertawa gelak gelak. katanya: ’Jikalau cayhe kalah, jangan kata Hiat-liong-po-giok, batok kepalaku juga boleh dipenggal dan terserah apa kehendakmu. Sebaliknya bila kau yang kalah, terpaksa aku harus menuntut balas kematian ciangbunjin kita yang terdahulu ciang-kiam- kim-ling yang kalian keroyok di Tay-pa-san dulu."
"Boleh, boleh, nah awas bocah", perhatikan seranganku." Pelan-pelan dia ulur kedua tangannya lurus kedepan dada, kedua telapak tangan terus bertepuk perlahan, namun segulung tenaga tiba-tiba menerpa muka. Hanya lima bagian tenaganya saja, tapi dengan latihan Lokoay yang hampir mencapai seratus tahun ini, perbawa serangan ini ternyata amat mengejutkan, damparan tenaga yang menyerang itu sungguh sedahsyat gelombang yang berderai.
Menghadapi musuh tangguh betapapun Liok Kiam-ping tidak berani gegabah, segera dia salurkan tenaga saktinya, seluruh kekuatan dipusatkan dipusar, kedua tanganjuga menepuk dengan enam bagian tenaga.
"Byaaaar " seperti ledakan petir, begitu kedua tenaga pukulan berada, badan Liok Kiam-ping sedikit menggeliat.
Lokoay kira usianya masih muda, umpama sejak dalam perut ibunya meyakinkan Lwekang juga masih terbatas, maka kali ini dia agak pandang rendah lawannya, maka hanya menggunakan lima bagian tenaganya. Di luar tahunya Liok Kiam-ping beruntun memperoleh mukjijad sehingga Jin-tiok-ji- meh sudah tembus, Lwekangnya sekarang boleh dijajarkan sebagai tokoh paling top di Bulim, setelah pukulan beradu Lokoay tergentar mundur selangkah
"Setan alas, kiranya kau memang tangguh, baik sambut pukulanku ini,” kembali dia gerakkan kedua tangan. kali ini pukulan dahsyat membawa deru gemuruh seperti geluduk menggulung kearah Liok Kiam-ping. Badai mengamuk, ombak menjerit, hawa udara seperti bergolak. bukan kepalang hebat perbawa serangan ini.
Liok Kiam-ping tahu lwekang Siluman tua ini amat hebat, sebetulnya dia mampu berkelit, tapi wataknya juga congkak, betapapun tangguh kekuatan musuh, dia tidak mau dipandang rendah. “Haait,” mulut menggembor pendek. kedua tangan mengerahkan dua belas bagian tenaga memapak angin badai.
Dua jalur kekuatan saling gubat dan bentur sedemikian dahsyatnya laksana ular raksasa yang bertarung sengit saling lilit sehingga. menimbulkan pusaran angin puyuh, gemuruh suaranya sedahsyat gunung meletus tanah menjadi berlobang seluas setombak sedalam beberapa kaki. kapan orang-orang diluar gelanggang itu pernah melihat adu kekuatan sedahsyat ini, semua melotot dan melongo tiada yang bersuara, saking takjub sampai lupa bersorak memuji.
Setelah lenyap suara gemuruh, kedua pihak tampak tertolak mundur tiga tindak, terhitung, seri alias sama kuat. Sungguh Lokoay tidak mengira dalam usia semuda ini, Lwekangnya ternyata setangguh ini, Bila hari ini lawan semuda ini tidak dilenyapkan dari muka bumi. kelak pasti merupakan bibit bencana, maka hasrat membunuh semakin tebal melembari hatinya.
cepat dia mengendap badan, kedua tangan memeluk dada, telapak tangannya berurubah merah menjadi hitam dan mulai mengepulkan asap hitam terus menyelubungi sekujur badan, setelah menggaris bundar kedua tangan terus ditepuk kedepan sekuat tenaga.
"Heksat-tok- elang. Awas ciangbun.’ Kim-ji-tay-beng berteriak memperingatkan, cepat dia memberi tanda kepada Ginjutay-beng, keduanya lantas melompat maju kepinggir arena, sepasang tangan mereka menahan punggung Liok Kiam-ping.
Le Bun juga menguatirkan keselamatan pujaannya, diapun melompat maju, demikian pula Siang Wi dan yang lain ikut memburu dekat.
Begitu mendengar peringatan Kim-ji-tay-beng, hati Liok Kiam-ping sudah mencelos, lekas dia kerahkan Kim-kong-put hoay-sinkang, seluruh kekuatan dia himpun dikedua tangan terus disendai keluar. Ledakan dahsyat kembali menggelegar nnenggoncang bumi, kuping hadirin sampai pekak. genderang telinga serasa pecah.
Terasa oleh Liok Kiam-ping segumpal tenaga gelap bagai segugus gunung menindih kearah dirinya, kekuatannya melandai sambung menyambung, sehingga badannya tergoncang mengikuti getaran tenaga lawan- Untung segera dia merasakan adanya searus tenaga hangat meresap kedalam badan, dia tahu Kin-gin-hu-hoat telah membantunya dari belakang, lekas dia pusatkan pikiran mengendap hawa murni kepusar, lalu kembali dia dorong kekuatan menahan damparan tenaga lawan yang dahsyat.
Betapapun Kim-kong-put-hoay-sin-karg baru saja berhasil diyakinkan, landasannya belum kokoh, kekuatan asap beracun Lokoay kang, telah diyakinkan hampir seabad, mana kuat dipertahankan terus, akhirnya serangkum bau busuk menyengat hidung membuatnya pusing tujuh keliling, seluruh tenaga seperti ludes seketika.
Nafsu Lokoay sudah berkobar, pelan-pelan dia angkat pula tangan kanan siap memukul pula.
Untunglah pada saat kritis itu seseorang membentak: "Tiga jurus sudah genap. apakah Tang- ling-heng hendak menjilat ludah sendiri, sungguh memalukan kaum persilatan-"
Lenyap suara maka muncullah seorang pelajar setengah baya berusia empat puluhan mukanya putih jenggot panjang, perawakan sedang, sepasang alisnya memanjang turun beradu dengan rambut dipelipisnya, tidak marah tapi sikapnya kereng berwibawa.
Lekas Tang-ling Lokoay tarik tangan sambil melejit kepinggir terns berputar, katanya gelak-gelak: "Kukira siapa mempunyai kepandaian sehebat ini, ternyata kau Lam-coat- heng, tiga puluh tahun tidak bertemu, Lwekang Loheng ternyata maju tidak sedikit."
"Sudah, jangan mengagulkan diriku, bocah ini sudah genap menerima tiga jurus pukulanmu, sebagai pentolan Bulim dari angkatan tua lagi, memangnya kau hendak memungut keuntungan dari dia?"
Merah muka Tang-ling Lokoay, katanya tertawa: "Sejak Lohu berkecimpung di Bulim kapan pernah ingkar janji?" lalu kedua tanagan mengebas, setelah mengucap selamat bertemu, dia berlari pergi membawa seluruh anak buahnya.
Lekas Kim-ji-tay-beng melangkah maju seraya menjura, katanya: "Mohon tanya Locianpwe, bukankah kau Jit-coat Suseng dari Si-gwa-ngo-song?"
Lam- coat mengangguk dengan tertawa, ujarnya: "Puluhan tahun terasing dari Kangouw, ternyata masih ada orang kenal Losiu agaknya kau ini dari aliran Kim-sa Thian-san-beng dipadang pasir itu ?" lalu dipandangnya Kim-ji tay-beng lekat- lekat. "Betul, beliau adalah kakek guru, sudah meninggal banyak tahun... "
Sementara itu Le Bun sedang memeriksa badan Liok Kiam- ping, apakah terluka tidak, terasa napasnya teramat lemas, tinggal satu-satu saja, mukanya pucat, sungguh hatinya sedih seperti disayat-sayat, air matapun sederas hujan-
Lam- coat memegang pergelangan memeriksa urat nadi, katanya menggeleng: "Untung anak ini membekal Kim-kong- put-hoay-sin-kang, kalau tidak jangan kata dia menahan secara kekerasan pukulan Hek sat ciang hanya tertiup sedikit bau busuk beracun saja, isi perut orang dapat membusuk seketika..agaknya Hou-hun-ceng punya hubungan cukup intim dengan bocah ini.”
"ciangbunjin memang pernah memperoleh didikan dari padri sakti itu sebelum ajalnya,” Kimji-tay-,beng menjawab ramah dan hormat. “Apa Hou-hun Taysu sudah almarhum, Lwekangnya jarang ada tandingan di Bulim, bahwa bocah ini mendapat kepercayaan dari padri sakti, merupakan keuntungan umat persilatan umumnya. Sekarang biar Losiu bersamadi membantu dia mengobati luka-lukanya." beruntun jarinya bekerja menutuk tiga puluh enam Hiat-to ditubuh Kiam-ping tanpa berhenti, tutukannya tepat dan lincah, lalu dia duduk bersimpuh, telapak tangan menekan Bing-bun-hiat dipunggung.
Satu jam kemudian uap putih mengepul diatas kepalanya, makin lama makin tebal menurun membungkus tubuh. Wajah pucat Liok Kiam-ping semakin semu merah, deru napasnya yang tipis juga tambah berat, mendadak kaki tangan mengejang sekali, dengan dia membuka mata perlahan dia tatap muka setiap hadirin, dia tahu seseorang tengah membantu dirinya menyembuhkan luka dalamnya yang parah, lekas dia memejam mata memusatkan semangat. mendadak segulung arus panas luar biasa bersemi dari pusar terus melanda keseluruh badan melalui seluruh urat syarafnya hingga berputar satu lingkaran-
Kiamping pernah memperoleh saluran Lwekang Padri sakti dengan Kay-ting-tayhoat, inti tenaganya terbenam didalam pusar sehingga tak kuasa dikembangkan menyeluruh, kini setelah didorong oleh tenaga Lwekang Lam-coat yang tangguh, tenaga inti yang terbenam itu seperti meledak saja terbaur dan senyawa dengan tenaga murninya, sehingga Lwekannya maju tidak sedikit.
Sekarang wajahnya sudah merah segar, rasa sakit yang menyiksa tadi sudah lenyap. lekas dia berkata perlahan:Terima kasih cianpwe..."
Jidat Lam coat sudah mandi keringat, terasa adanya segulung arus panas yang lebih kuat lagi menyedot tenaga murni yang dia salurkan ketubuh orang hingga dia hampir tak kuasa mengendalikan diri, disaat dia sudah hampir payah itulah, tiba-tiba didengarnya Kiam-ping bicara, lekas dia hentikan saluran tenaga serta membuka kedua mata.
Lekas Liok Kiam-ping berdiri serta menjura, menyatakan terima kasih akan budi pertolongannya.
Kembali Kim-ji-tay-beng membuka suara lebih dulu, tanyanya: "Sudah puluhan tahun cianpwe mengasingkan diri, kali ini mendadak menampakkan diri, apakah..."
"Panjang ceritanya," demikian ujar Lamcoat, "enam puluh tahun yang lampau, kami lima tua b angka yang tidak mau mampus saling menjajal Kungfu dipuncak Ui-san, memperebutkan jago nomor satu diseluruh jagat, Waktu itu Losiu kira setelah rampung meyakinkan Kian-le-cin-khi, pasti sedikit diatas angin dibanding keempat lawan lain- Tak nyana beruntun tiga kali aku berhantam dengan mereka, tiada satupun yang mampu kurobohkan, kekuatan tetap sama kuat. Maka tiga puluh tahun yang lalu kami berkeputusan untuk mendidik seorang murid, ditentukan pada hari raya Tiongciu tahun depan murid masing-masing harus dipertandingkan dipuncak Uisan pula. Bagi pemenangnya memperoleh hak mempelajari ilmu silat keempat lawan yang lain- Konon Lam- hay Gau-cu telah menemukan seorang jenius silat yang sukar dicari selama sekian tahun mendatang ini, sekarang bocah itu sudah diantar kebarat daya. Karena waktu amat mendesak. waktu Losiu menguntit jejak mereka, kebetulan kulihar sinar kunang-kunang d is ini, jadi secara kebetulan kepergok disini," lalu dia berputar mengawasi seruling pualam ditangan Le Bun, wataknya yang suka bicara timbul lagi, tanyanya: "Nona cantik jelita, pintar dan berbakat, kurasa kaupun sudah mahir dalam permainanmu itu."
"cianpwe terlalu memuji, ajaran guru hanya kulitnya saja yang berhasil kuyakinkan, mohon cianpwe sudi memberi petunjuk." Le bun merendah diri.
"Nah, coba kau tiup sebuah lagu untuk mencuci kuping Losiu yang hampir tuli ini.” Le bun tersenyum manis, segera ia angkat serulingnya meniup sebuah lagu, iramanya kalem mengalun enteng mengambang di angkasa terus meninggi sehingga merasa ikut terbang keangkasa, betapa mengasyikkan dan mengetuk sanubarinya.
Lam- coat keplok sambil tertawa lebar, katanya, "Nadanya bening dan tunggal, sayang mengandung rasa rawan, apakah nona dirundung kerisauan masa lampau, bila kau percaya kepada Losiu, senang aku ajarkan seluruh Kungfu milikku kepadamu."
Sejak kecil Le Bun sudah biasa menyepi di Te-sat-kok. sifat pendiam, hidup sengsara, perkataan Lam-coat seperti mengaduk perasaan yang terpendam sekian lamanya.
seketika bercucuran air matanya, saking haru tak tahu bagaimana dia harus menjawab. Lekas Kim-ji-tay-bong menimbrung:
"Pek-locianpwe memiliki Kungfu yang tiada taranya, nona inilah kesempatan yang tidak boleh disia-siakan-" lalu dia menatap Liok Kiam-ping.
Liok Kiam-ping tertawa, katanya: "Ilmu sakti Locianpwe memang menggetar dunia, mana mungkin adik Bun tidak sudi menjadi murid beliau. Baiklah tahun depan setelah pertandingan dipuncak Ui-san berakhir, aku akan menanti kedatanganmu di Te-sat-kok.”
Le Bun tersenyum senang, lekas dia berteriak: “Suhu.” tersipu-sipu dia hendak menyembah.
Lam-coat tertawa gelak- gelak. katanya "Bagus, bagus, muridku tidak usah memberi hormat. Sekarang juga kita pulang lalu dia mengulap tangan kepada orang banyak”, menarik Le Bun terus melompat terbang, sekejap saja bayangan mereka telah lenyap. Lama Liok Kiam-ping mendelong mengawasi bayangan kedua orang yang sudah tidak kelihatan- tiba-tiba disampingnya seseorang memanggilnya lirih: "Ping-ko."
Liok Kiam-ping tersentak sadar sambil mengiakan dalam mulut. "Siau Hong, kau baik-baik saja?" suaranya haru gemetar.
Sejak kecil dia hidup sebatangkara, Siau Hong yang polos, arif dan suci dipandangnya seperti adiknya sendiri, Masa lalu bagai halimun, tak terasa dia amat hambar menghadapi tantangan hidup ini.
Kokok ayam terdengar dikejauhan. Kiam-ping mengguman: ”Hari hampir fajar. Biarlah segala sesuatu dimulai dari permulaan-"
---ooo0dw0ooo---
Musim dingin,
Jalan raya yang menuju kepropinsi In-lam sudah tebal dilapisi saiju, seekor kuda berlari bagai terbang, menantang hembusan angin dingin, terasa berderap menuju kekota Tayli.
Penunggang kuda adalah seorang pemuda jubah putih, sorot matanya bercahaya, gagah dan tampan, namun kedua alisnya berkerut seperti dirundung banyak pikiran- Dia bukan lain adalah Pat-pi-kim- liong Liok Kiam-ping untuk menemukan dan menyelidik Ngo-tok-seng-te, dia memerlukan diri menempuh perjalanan kebarat seorang diri.
Waktu itu jalan raya membelok kelereng bukit, keadaan jalan pegunungan makin berbahaya, lari kudapun terpaksa diperlambat, selepas mata memandang pemandangan putih melulu, tanpa terasa dia teringat...
Lwekang sendiri belum mencapai taraf tinggi, bukan tandingan Hek-sat-tok-ciang dari Tang-ling. Bagaimana mampu menuntut balas dendam perguruan, membangun perguruan dan menyusun kekuatan, Sebelum ajal padri sakti menurunkan ilmu, pesannya sukar dilaksanakan-
Ang-kin-cap-pwe-ki mati secara mengenaskan, tenaga dan jago-jago perguruan yang betul-betul dapat diandalkan tiada. Maka dia menugaskan kepada Kim-jin-hu-hoat untuk keluar perbatasan mengundang para Tianglo yang sudah lama mengasingkan diri untuk terjun pula kekancah pergolakan di Kangouw entah kapan mereka baru akan pulang, entah berhasil tidak mereka menunaikan tugas.
Apa sangkut paut Hiat-liong-po-giok dengan Ngo-tok-seng- to ? Maka sekarang dia memerlukan meluruk kepropinsi In- lam untuk mencari Ngo-tok-seng-to ? Apakah maksud tujuannya dapat tercapai ?
---ooo0dw0ooo---
Lantaran Hiat-liong-po-giok. Tang- ling tidak segan-segan kerahkan seluruh kekuatannya, dari sini dapat dibayangkan betapa besar faedah Hiat-liong-po-giok itu bagi kaum persilatan- Masa depan dikala pikirannya bekerja dan mendadak melengak itu, tiba-tiba ujung matanya sempat menangkap gerakan sebuah bayangan orang diatas bukit sebelah kanan-
Kiam-ping membatin: "Mungkin ada orang menguntit diriku.Juga menuntut Hiat- liong- ling ?" lekas dia keprak kudanya berlari lebih kencang, lekas sekali dia sudah tiba disebuah belokan diperut gunung.
Mendadak dari lembah disebelah depan kumandang gelak tawa orang. Kiam-ping tersirap kaget, lekas tangannya menarik tali kendali menghentikan kuda, sekali tekan pelana dia dorong kuda itu, sementara tubuhnya melejit tinggi dengan gerakan ciam-liong-seng-thian-Ditengah udara dia menekuk pinggang terus menggeliat, tubuhnya berputar, dengan gaya indah melompat jauh lima tombak. badannya lantas mepet dinding di atas karang.
Baru saja tubuhnya hinggap diatas dinding, lantas didengarnya sebuah suara serak berkata: "Hahaha, kalau begitu, tidak sia-sia jauh-jauh dari barat aku meluruk ke Tlonggoan- Yakin dimalam Tlongelu tahun depan, aku pasti dapat mengalahkan para tua b angka itu menjagoi seluruh jagat."
Menyusul seorang lagi bicara: "Lo-cianpwe memiliki kepandaian yang tiada tandingan, pertemuan di Ui-san tahun depan, yakin kau orang tua dapat mengalahkan lawan-lawan menjagoi Bulim. Tadi yang diberikan kepada cayhe apakah Soat-lian ?"
Suara serak tua itu kedengaran agak marah, katanya kaku: 'Aku ini malaikat picak dari dunia barat, selama namaku menggetar Kangouw, kapan aku pernah ingkar janji, cukup asal kau ramu dengan beberapa jenis obat, soat-lian sekotak ini cukup kau manfaatkan seumur hidupmu. Baiklah, aku akan segera pulang kegunung. o, ya, siapa nama bocah itu ?'
Seorang lain menjawab: "Bernama Suma Ling-khong, cayhe telah menutuk kesadarannya, cianpwe cukup menyingkirkan balutan obat diatas jidatnya, segera dia pulih seperti sedia kala."
Mendengar "Suma Ling-khong" Liok Kiam-ping agak tersirap. batinnya: "Nama ini seperti sudah kukenal."
"Hm," suara serak itu berkata: "Go-hucu. Adakah kau menyuruh orang berjaga di mulut lembah ? Memangnya kau belum percaya kepada Malaikat picak dari barat ini?"
Kembali mencelos hati Liok Kiam-ping, sungguh tak nyana sedikit gerakan bersuara dikala tubuhnya menyentuh dinding karang juga tidak terlepas dari pendengaran si picak dari barat ini, dapat dibayangkan betapa hebat Lwekangnva. Sungguh tak nyana hanya karena kemaruk sekotak Soat-lian, Go-hu-cu rela mengorbankan jenius silat yang jarang ditemukan selama ratusan tahun, padahal akibatnya bisa mendatangkan bencana kaum persilatan- Lebih celaka lagi karena jenius silat yang dibicarakan itu bukan lain adalah Suma Ling-khong.
Sekarang Kiam-ping teringat waktu dirinya menjadi gelandang dulu bersua dengan bibi angkatnya, beliau pernah berpesan supaya dia bantu mencarikan putranya yang hilang, Bukankah namanya Suma Ling-kong suaminya bernama Suma Liang.
Rasa benci menggejolak sanubari Liok Kiam-ping, benci terhadap kawanan penjahat dari golongan hitam yang rendah dan hina. Maka dia merasa punya kewajiban untuk membela keadilan menegakkan kebenaran, bunuh dan bunuh semua durjana itu, hanya diberantas habis kaum penjahat itu baru bisa membela kaum lemah yang arif dan tak berdosa.
Dikala hati terkejut itulah didengarnya Go-hu-cu tertawa kering, katanya: "Mohon cianpwe tidak marah dulu, soalnya cayhe kuatir ada orang luar menerobos kedalam lembah, maka sebelumnya telah mengatur beberapa perangkap dimulut lembah, harap dimaklumi."
Bong-seng atau malaikat buta tertawa riang, katanya: "Hanya perangkap begitu apa artinya. jikalau Lam-coat mau kemari, dia tetap bisa keluar masuk dengan bebas. Kini semua sudah lengkap. Meski Jit- coat Suseng sendiri datang kemari juga aku tidak perlu gentar terhadapnya. Hahahaha."
Belum reda rasa kuatir Liok Kiam-ping, tiba-tiba didengarnya suara Bong-seng bersuara lirih diujung lembah sempit dikejauhan sana: "Soat lian itu tidak bisa dibiarkan terlalu lama, nanti bisa lenyap khasiatnya." agaknya dia sudah siap tinggal pergi.
Dengan mengerahkan tenaga dalam Go hu-cu berteriak lantang: "Terima kasih akan petunjuk cianpwe, selamat bertemu." lalu dia terkekeh tawa sendiri, dengan memperoleh tulang punggung sekuat ini, selanjutnya aku tidak perlu takut terhadap Tang ling." Agaknya diantara kawanan penjahat itu satu dengan yang lain ada pertikaian yang mendalam juga demi memperjuangkan kepentingan masing-masing,
Sekonyong-konyong sebuah suara dingin menjengek dibelakang: "Kukira selanjutnya kau tidak akan punya kesempatan lagi."
Sudah tentu Go-hu-cu berjingkat kaget, dia kira Lam- coat telah tiba, dengan sigap dia membalik tubuh, Tahu-tahu didepannya berdiri seorang Suseng (pelajar) berjubah putih, dengan sikap galak dan tatapan tajam tengah mengawasi dirinya, ujung mulutnya menyeringai dingin. Sejenak dia tenangkan diri lalu b erg elak tawa, katanya: "Anak muda, kau murid siapa ? Untuk apa datang kemari '
Melihat pelajar ini masih muda legalah hatinya, Padahal dia tidak berpikir secara cermat, betapa tinggi taraf lwekang sendiri setelah latihan puluhan tahun, namun orang berada dibelakang tidak diketahui kapan kedatangannya, Ginkang yang hebat inijelas dirinya bukan tandingan-
”Jangan pamer usia tua bangka. Murid siapa dari perguruan mana, tidak perlu kau tahu. Bila kau bisa menjawab dua pertanyaanku, boleh aku melanggar kebiasaan mengampuni jiwamu kali ini.”
”Lohu Go-hu-cu dari Lam-hay, selama berkecimpung puluhan tahun di Kangouw belum pernah ada orang bertingkah kasar dan berani menghinaku. Anak muda, jangan tema h a dihadapanku, nasibmu bisa celaka nanti” tapi begitu dia angkat kepala melihat tiga batang pedang yang terselip dipunggurg Liok Kiam-ping seketika dia menjerit kaget seraya berjingkrak, serunya: ”Ha pedang dari Hong Lui Bun, jadi kau ini Pat-pi-kim- liong ?.”
”Ah, mana berani, orang tak bernama seperti diriku mana berani mengagulkan diri,” Sesaat keduanya berdiam diri, akhirnya Go-hu-cu angkat alis serta menyeringai dingin, ”Anak muda, kebetulan kau datang, lekas serahkan Hiat-liong-po-giok, boleh Lohu mengampuni jiwamu, kalau tidak... hm.”
”Kalau tidak kenapa?” jengek Kiam-ping, ”Bersiaplah untuk mampus.”
”Kau yakin dapat membunuh aku ?”
”Anak muda masih berbau bawang kau tidak tahu tingginya langit tebalnya bumi. Lihat pukulan” dimana kedua tangannya menggaris bundar. Segumpal angin pukulan seketika menerpa kedepan sedahsyat badai, Liok Kiam-ping menggeram gusar. Tenaga dikerahkan dari pusar. Lwekangnya lantas membanjir keluar, kedua tangannyapun menepuk kedepan menyongsong terjangan angin badai pukulan lawan-
Setelah terjadi ledakan hebat, tampak badan Liok Kiam- ping tergeliat sekali, sementara Go-hu-cu seperti disodok keras terhenyak mundur lima kaki, roman mukanya berobah hebat. Darah seperti mendidih dalam tubuhnya. Sungguh gusar danpenasaran bukan main, sambil meraung murka beruntun dia menaburkan pula beberapa kali pukulan telapak tangan, tenaganya lebih besar, tapi Kiam-ping sendirijuga sudah bertekad untuk bertindak cepat, beruntun diapun memukul tak kalah kerasnya hingga Go-hu-cu didesaknya mundur beberapa langkah. Maju setapak lebar, Kiam-ping membentak: ’Di mana Suma Ling-khong sekarang ?’
’Kusekap dalam gua dilekuk gunung sebrang sana, sekarang mungkin sudah dibawa oleh Bong-seng dari dunia barat.’
”Siapa biang keladi atas terjadinya pengeroyokan kepada ciang-kiam-kim-ling dulu ?”
”Hal itu... Lohu tidak boleh menjelaskan-” ”Tua bangka keparat, hari ini tak terampun jiwamu. Tidak tanggung-tanggung lagi ”
”Sret” Kiam-ping melolos Liat-jit-kiam, di mana sinar perak berkelebat, secepat kilat pedang menusuk keJit-kian dan Siang- kik didepan dada Go-hu-cu.
”Tersirap darah Go-hu-cu melihat lawan melolos senjata, lekas dia mundur tiga langkah, tongkat ditangannyapun menjojoh dan menyontek, cepat dan aneh tongkatnya itu menutuk ketabir cahaya pedang lawan-
Selincah belut langkah Liok Kiam-ping menggeser kedudukan sambil menambah tenaga di tangan, di mana lengannya menggentak batang pedangnya bergetar mengeluarkan dengung suara yang membising, cahaya pedang seketika seperti meledak tercerai berai, kiranya Kiam- ping sudah berkeputusan untuk melancarkan Jit-lun-jut-seng, gaya pertama dari Liat –jit-kiam-hoat yang lihay itu.
Seketika Go-hu-cu melihat bola matahari terbit didepan matanya. Begitu terang benderang cahayanya sehingga kedua matanya silau, pandangan menjadi gelap dalam hati dia sudah mengeluh celaka, namun betapapun dia masih berusaha menyelamatkan diri, badan berputar sembari melancarkan Liu- hun-koay-hoat (ilmu pentung mega mengalir) untuk menolong diri, jurus ini bukan bertahan tapi justru balas menyerang ketabir cahaya pedang lawan-
Liu-hun-koay-hoat merupakan ilmu kebanggaan Go-hu-cu hasil daya ciptanya sendiri setelah menyelami berbagai ilmu tongkat atau pentung dari berbagai perguruan silat lihay, hasil kombinasi dari ciptaannya ini memang luar biasa lihay dan kuat. Permainannya mengutamakan serangan untuk mematahkan serangan lawan, bila permainan pentung sudah dikembangkan dia tidak pernah mundur sebelum lawan ambruk atau awak sendiri binasa. Dalam arena setombak bayangan pentungnya mampu melukai lawan dengan serangan yang mengejutkan. Go-hu-cu yakin pentungnya cukup berat, permainannya juga keras, pedang panjang macam apapun takkan kuat menahan sekali ketukan senjatanya, walau dia rasakan daya serangan pedang Liok Kiam-ping ini teramat ganas dan kokoh. Namun dia masih berani menyelinap balas menyerang secara kekerasan-
Ternyata perhitungannya meleset, sebelum ujung pentungnya mengenai tabir cahaya pedang lawan, segulung arus panas tiba-tiba telah menindih badannya, napas seketika terasa sesak. Matanyapun berkunang-kunang, saking takutnya lekas dia menjengkang tubuh sambil kerahkan tenaga diujung tumit kakinya, badannya rebah datar hampir menyentuh bumi, ternyata pentung ditangan kanannya masih mampu balas menyerang delapan jurus dengan serangan aneh pula. Delapanjurus dilontarkan bersama sehingga menjadikan satu gerakan- pada hal tujuh jurus diantaranya hanya serangan gertak sambel, jurus terakhir barulah serangan mematikan yang cepat dan keji.
Bayangan pentung berlapis-lapis diudara merabu kedalam tabir cahaya pedang, ternyata arus panas dari tekanan hawa pedang lawan berhasil ditahannya sebagian besar, sayang sekali tujuh jurus terdahulu dari permainan tongkatnya itu hanya gerakan kosong belaka, sehingga jurus terakhirjuga tidak bisa dilancarkan sepenuh hati, di mana cahaya kilat menyamber, tahu-tahu pundaknya telah tergores luka berdarah.
Ditengah keluhan kesakitan dari mulutnya, gerak pentungnya sedikit tertunda, namun jurus terakhir permainan pentungnya pun telah mencapai gerakan yang berisi dan kebetulan memapak batang pedang lawan, ”Trang” ujung pedang lawan berhasil digetar mumbul dua dim.
Liok Kiam-ping menghardik keras. Kakinya mengenjot tubuh terapung, telapak tangan tertekuk lalu, menindih dengan jurus Llong-kiap-sin-gan, segulung angin kencang menindih batok kepala lawan- Pada hal saat itu gerakan Go- hu-cu terhenti sejenak karena luka-luka dipundaknya, di kala tubuhnya berusaha membrosot pergi, kebetulan gerakannya menyongsong datangnya tindihan telapak tangan Kiam-ping. Sambil menggembor keras kedua tangan dia dorong keatas dengan setaker tenaganya.
”Biang” ditengah ledakan dahsyat tampak saiju beterbangan, terlalu besar tenaga yang dikerahkan Go-hu-cu sehingga dia tergetarjatuh dan terbanting cukup keras di tanah. Untung otaknya masih menyadari bahaya masih mengancamjiwanya lekas dia menggelinding pergi beberapa tombak. Syukurjiwanya selamat dari serangan dahsyat ini.
Jantung masih berdebar, pandangan juga terbeliak sungguh tak pernah terpikir olehnya bahwa pemuda lawannya ini memiliki Lwekang setangguh itu, terutama setelah dia melancarkan ilmu pedangnya, tangan kiri masih mampu melancarkan serangan aneh pula, gerakan dua tangan yang memerlukan pemecahan konsentrasi kedua jurusan sungguh cukup mengejutkan-
Sudah tentu tak pernah terpikir olehnya bahwa berulang kali Liok Kiam-ping mendapat penemuan aneh, dilandasi bakat dan kecerdikan otak yang luar biasa lagi, kini Jin-tiok ji-meh dibadannyajuga telah tembus, mendapat saluran tenaga dalam dari padri sakti lagi Lwekangnya sudah bertaraf enam puluhan tahun. Untung disaat dirinya menjengkang tubuh sambil menjejak kaki berusaha lolos tadi kakinya terpeleset oleh licinnya saiju sehingga gerakannya sedikit merandek. Maka secara aneh dan kebetulan batok kepalanya luput dari tindihan telapak tangan dan dirinya sempat menangkis dengan kedua tangan, walau jiwa selamat tapi keadaannya sudah cukup runyam.
Sekilas ujung mata Liok Kiam-ping menangkap beberapa gerakan bayangan orang dimulut lembah, gerak gerik mereka tampak cepat dan tangkas, tahu bahwa bala bantuan Go-hu- cu tengah mendatangi, jika la u bangsat tua ini lolos, kelak pasti memerlukan banyak tenaga untuk menumpasnya. Begitu kerahkan tenaga pada pedangnya Liok Kiam-ping mernb entak sadis: ’Hutang darah bayar darah. Setan tua, serahkan jiwamu.” Dengan jurus sip-yang-say-loh, ujung pedangnya tampak bergetar memetakan jalur-jalur sinar pedang yang mendengung mengancam berbagai Hiat-to besar didepan dada Go-hu-cu.
Meski hidup setua ini, sebagai bang kota n silat kelas tinggi pula, kapan Go-hu-cu pernah menyaksikan gaya pedang sedahsyat ini, saking gugup lekas dia menurunkan pundak sambil menyontek dengan pentung, sekaligus dia mengamuk dengan dua belas j urus serangan pentungnya, ”cras, kras” ditengah samberan angin kencang disertai suara yang ramai, hawa udara seperti bergolak. Pentung panjang ditangan Go- hu-cu terpotong menjadi puluhan keping dan terlempar keberbagai penjuru.
Go-hu-cu menjerit ngeri sambil mundur sempoyongan, tangannya tertabas buntung tepat sebatas sikut, sisa pentungnya terbang beberapa tombak jauhnya, darah mencucur bagai ledeng, saking kesakitan kedua bola matanya melotot bundar beringas, badan menggigil keringat berketes- ketes, perlahan-lahan tubuhnya terjungkal roboh dan semaput.
Tiba-tiba angin kencang memberondong dari berbagai penjuru, puluhan deru senjata tajam meny amber tiba kearah Liok Kiam-ping. Dengan tekanan suara berat Kiam-ping membentak: ”Kawanan tikus berani mati.”
Mendadak tubuhnya melejit keatas sambil melancarkan Liong-hwe-kiu-thian, sekaligus dia memukul tiga puluh enam kali jotosan, ditengah samberan angin ribut terdengarlah jeritan-jeritan orang yang meregang jiwa.
Penyergap gelap ini ternyata adalah anak murid Go-hu-cu yang dibawanya dari Lam-hay, mereka kira dengan tenaga orang banyak main keroyok seorang lawan, betapapun tinggi kepandaian musuh pasti dapat mereka ganyang bersama.
Liok Kiam-ping menyerang dengan hati terbakar, makum kalau perbawa serangannya dahsyat luar biasa, di mana angin pukulan menyamber, jeritan saling susul pula orang terlempar sungsang sumbel menemui ajalnya.
Sementara itu Go-hu-cu sudah siuman dari pingsannya, wajahnya yang pucat masih menyeringai sadis hingga kelihatan seram, melihat anak buahnya dibantai habis-habisan sungguh pedih dan gusar bukan kepalang, sambil menahan sakit lekas dia melompat berdiri.
Liok Kiam-ping menuding dengan pedang, dampratnya: ”Waktu kalian mengeroyok ciang-kiam-kim-ling dahulu, pernahkah kalian membayangkan nasib kalian sekarang. Katakan siapa biang keladi pengeroyokan itu?’
Go-hu-cu mendengus sekali, sambil tertawa bengis dia memutar badan seraya berteriak: ’Locianpwe, lekas kemari.’ Belum habis dia bicara sambil berputar itu tangan kirinya terayun, serangkum hujan sinar segera meluncur kebadan Liok Kiam-ping.
Kiam-ping melenggong oleh teriakan pura-pura lawan, mendadak dirasakan angin tajam merangsang badan. Lekas dia kerahkan Kim-kong-put-hoay-sin kang melindungi badan, mulut memoentak: ”Bangsat kurcaci, cari mampus,” dengan jurus Sip-yang-say-loh ujung pedangnya sudah meluncur lurus kedepan.
Secara licik Go-hu-cu berusaha membokong lawan dengan jarum-jarum berbisa, namun Am-ginya ternyata rontok oleh hawa pelindung badan lawan, celaka pula ujung pedang lawan tahu-tahu sudah menusuk tiba dan amblas kedalam dadanya.
Jiwa Go-hu cu amblas seketika. Pelan-pelan Kiam-ping menarik pedangnya, di kala tubuh Go-hu-cu ambruk itulah sebuah buntalan kuning menggelundung jatuh disamping tubuhnya. Kiam-ping tahu itulah buntalan berisi Soat-lian yang diberikan oleh Bong-seng kepada Go-hu-cu tadi sebagai imbalannya menculik Suma Ling-khong. Kiam-ping jemput buntalan itu tanpa diperiksa terus disimpan kedalam kantong dan beranjak menuju ke kota
Menjelang magrib Kiam-ping sudah berada di hotelJut-lay. Setelah menempuh perjalanan jauh dan mengalami pertempuran sengit, sungguh badan teramat capai. Setelah makan malam dia padamkan lampu terus beristirahat.
Dalam keadaan layap-layap tiba-tiba terasa adanya geseran suara angin diatas genteng, Kiam-ping tahu ada sesuatu yang tidak beres diluar tanpa mengeluarkan suara dengan lincah dia melompat turun terus membuka jendela, sekali tutul tubuhnya sudah meluncur keluar, ditengah udara dia menggeliat sambil bersalto hingga tubuhnya mumbul pula beberapa kaki, ditengah udara tubuhnya berputar lurus dengan enteng hinggap diatas genteng, didengarnya sebuah suara tertawa dingin dari arah kiri beberapa tombak jauhnya, begitu dia menoleh bayangan hitam tampak berkelebat menghilang dikegelapan.
Orang itu sembunyi ditempat gelap dan sengaja hendak mempermainkan, karuan Kiam-ping merasa dongkol, lekas dia kembangkan Ginkang mengudak kencang. Ternyata Lwekang dan Ginkang orang itu juga sama tinggi, hapal daerah sekitar sini pula, dengan dia bermain petak terus ngacir ke arah barat, sesampai ditembok kota berputar kearah selatan-
Walau Ginkang tinggi, karena tidak hapal keadaan, lawan bermain petak secara licin lagi maka susah buat Kiam-ping untuk menyandaknya. Kebetulan didepan menghadang sebuah hutan gelap. Bayangan itupun meluncur masuk ke sana. Dengan gusar Kiam-ping lantas membentak: ”Tokoh kosen dari mana kau, silakan keluar, kalau membandel terpaksa cayhe...” ”Anak muda,” sebuah suara berkumandang dari dalam hutan, ”sambut ini.” Segulung bayangan putih lantas menyambar.
Kiam-ping ulur tangan meraih bayargan putih itu, kiranya segulung kertas. Dimana tertulis demikian: ”Tengah malam dikala bulan purnama tepat dicakrawala tiga hari lagi, kami tunggu kedatanganmu di Tho-te-blo di kota barat, tertanda Khong-tong-sam-kiam.”
Kiam-ping tahu urusan lantaran matinya Pi-san-khek yang dibunuhnya tempo hari, maka dia bergelak tertawa, serunya angkuh:
”orang she Liok akan datang tepat pada waktunya, yakinlah kalian tidak akan kecewa.’ Tanpa bicara lagi segera dia putar balik kedalam hotel, ternyata kokok ayam sudah bersahutan didalam kota, hari menjelang fajar.
Baru saja dia merebahkan badan, sebuah suara serak tiba- tiba didengarnya bicara di jendela sebrang kamarnya: ”Losam hayo bangun, siapkan kereta untuk berangkat, bukankah sebelum petang kita harus tiba di Ting-Jwan, memangnya kau lupa ? cilaka bila kita tersusul oleh keempat tua bangka tak mau mampus itu, aku tak berani membayangkan akibatnya.”
Suara orang ini gerak dan tidak keras, tapi dipagi yang hening ini ketambahan pendengaran Liok Kiam-ping amat tajam maka dia mendengar jelas perkataannya. Batinnya: ”Empat tua bangka tak mau mampus ? Mungkinkah... ”
Sesaat lagi didengarnya kesibukan dikamar sebrang, pelayan datang bantu menggotong sesuatu benda-benda berat dinaikkan keatas kereta, diam-diam Liok Kiam-ping tersenyum dalam hati. Setelah kereta orang itu berangkat haripun sudah terang tanah, Kiam-ping tidak tergesa-gesa, dengan kalem dia membersihkan badan dan sarapan pula, setelah membayar rekening baru dia melanjutkan perjalanan naik kuda. ---ooo0dw0ooo---
Belasan li setelah keluar kota, sebuah kereta hitam yang ditarik dua kuda telah tersusul tak jauh disebelah depan- kereta itu seperti dibungkus kain hitam saja karena empat penjuru terbalut kain hitam.
Dua lelaki kekar berwajah bengis duduk didepan kereta, satu memegang tali kendali yang lain mengayun pecut, pakaian mereka ketat dengan topi rumput ditekan rendah, namun jelas keadaan mereka cukup menyolok.
Kereta itu dilarikan cukup cepat mes kij a la nan d is ini tidak rata, pecut terus berdentam diudara sehingga kedua kuda penarik kereta berlari kesetanan kearah utara.
Menjelang lohor kereta tertutup itu tiba disebuah lekuk gunung yang membelok kekanan, tiba-tiba seorang membentak dibelakang kereta: ”Hai, hentikan kereta, siapa yang disembunyikan dalam kereta ?”
Sebelum kereta sempat dihentikan, sais kereta merasa angin menyambar lewat disamping kereta. Mendadak dilihatnya seorang pemuda bagus berdiri tolak pinggang tak jauh didepan kereta. Legalah kedua hati sais kereta, sambil menyeringai laki-laki disebelah kanan tertawa dingin, jengeknya: ”Ditengah jalan –raya, siang hari bolong lagi, siapa yang berada didalam kereta, memangnya apa sangkut, pautnya dengan kau?” pecut ditangannya sudah terayun, temannya menarik tali kendali sehingga kuda sedikit menyingkir kesamping hendak menerobos lewat.
Karuan tambah besar rasa curiga Liok Kiam-ping, lekas dia dorong kedua tangan, hingga kedua ekor kuda seperti ditahan oleh tembok hawa yang kokoh, sambil meringkik panik kedua kuda itu berdiri dan berjingkrak binal, karuan kabin kereta yang enteng itu ikut tertarik dan ketubruk ambruk jumpalitan, kedua sais itupun terlempar beberapa tombak jauhnya . Ternyata kepandaian kedua sais ini cukup lumayan- begitu badan menyentuh bumi mereka sudah melompat bangun pula. Mata terbelalak mengawasi sipemuda. Begitu kereta ambruk dari dalam kereta menggelundung keluar sebuah buntalan kain-panjang yang bergerak-gerak.
Berdiri alis Liok Kiam-ping, lekas dia memburu maju sekali jambret dia robek, buntalan kain itu, maka tampak seraut wajah pemuda putih cakap. Beralis lentik tegak seperti pedang, kedua matanya berkedip tak bercahaya.
Seketika timbul amarah Liok Kiam-ping, sebat sekali dia melompat membalik kesana sambil ulur tangan, kelima jarinya mencengkram tulang pundak salah seorang lelaki seraya membertak: ”Katakan, siapa yang suruh kalian melakukan penculikan ini?’
Lelaki itu bandel dan beringas, makinya: ”Anjing cilik, tuan besarmu tidak siaga berhasil kau sergap. Boleh kau bunuh aku saja, jangan harap dapat keterangan dari mulutku ”
Sudah tentu makin membara amarah Kiam-ping, sedikit tambah tenaga, kelima jarinya amblas kekulit daging pundak orang, saking kesakitan lelaki itu meringis kesakitan, keringat dingin membanjir.
Laki-laki temannya itu mendadak menggerung gusar seraya menggerakkan kedua tangan sambil menubruk maju. Lebih berkobar amarah Liok Kiam-ping, dimana telapak tangannya terayun ”Plak” jeritan terdengar cukup mengerikan, batok kepala orang itu ditempelengnya pecah danjiwa melayang seketika, mayatnya terlemparjauh menggelinding kebawah selokan-
Melihat temannya binasa, lelaki yang menyergap itu menjadi pecah nyalinya, tubuhnya kebacut menubruk itu lekas dijatuhkan keping gir terus menggelinding kebawah selokan pula. ”Byuuur” dengan selulup dalam arus air yang deras dia berhasil menyelamatkan diri. Menolong orang lebih penting maka Kiam-ping biarkan saja orang itu menyelamatkan diri, lekas dia keluarkan si pemuda dari buntalan kain serta membersihkan segulung kapas diatas kepalanya, didalam kapas ternyata terdapat obat bius, setelah gulungan kapas disingkirkan maka pemuda itupun siuman- Kiam-ping mencopot kuda penarik kereta, bersama si pemuda mereka langsung menuju ke kota Tayli.
Pemuda itu bukan lain adalah Suma Ling khong. Sejak kecil ayahnya pergi tidak pernah pulang, maka dia bertekad meninggalkan rumah mencari sang ayah, dikala dia mengembara dan tiba dikota Lam-jang, karena kelaparan, sang u habis pula akhirnya dia diterima menjadi pembantu di Hong-jang Piauwklok, pemilik Piauwklok adalah Thi-cay-kim- hoa (Pelor emas jari besi) Ji Thiansiu.
Suma Ling- khong memang pemuda cerdik pandai, otaknya encer, setiap senggang para Piausu latihan silat, selalu dia menyempatkan diri menonton diam-diam, lama kelamaan dia hapal dan mahirjuga akan permainan ilmu silat beberapa Piausu itu, dasar jiwanya lapang supel dan suka bergaul lagi, maka para Piausu itupun suka rela memberi petunjuk kepadanya, tanpa merasa beberapa tahun telah berselang, latihan silatnya ternyata sudah memperoleh pupuk dasar yang lumayan, sayang belum menemukan guru pandai.
Bulan yang lalu secara tidak sengaja Go-hu-cu memergoki pemuda ini ditengah jalan, sebagai ahli silat pandangannya cukup tajam, diam-diam dia merasa kaget dan heran akan bakat tulang pemuda yang jarang ditemukan ini, lalu dia menyergapnya dan menutuk Hiat-tonya, hari itu juga dia bawa pemuda itu ke In-lam, maksudnya hendak diserahkan kepada Bong-seng untuk barter dengan beberapa kelopak soat-lian
Liok Kiam-ping memperkenalkan dirinya. Maka selanjutnya kedua pemuda itu hidup berdampingan saling membahasakan saudara. Usia Kiam-ping lebih tua maka dia menjadi kakak.
---ooo0dw0ooo--- Tanpa merasa tiga hari sudah menjelang.
Begitu petang mendatang rembulanpun telah menongol dari peraduannya memancarkan cahayanya yang benderang.
Sesosok bayangan tampak melesat terbang dari dalam kota, gerakannya lincah, berlompatan sambil berlari kencang diwuwungan rumah penduduk. arahnya kearah barat, manusia biasa pasti takkan mampu mengikuti gerak kecepatannya. Lekas sekali, bayangan itu sudah tiba dipintu kota barat terus meluncur keluar kota, arahnya tetap kebarat lurus.
Kira-kira semasakan air bayangan itu membelok kekiri menuju keatas bukit dan melompat kepucuk pohon yang paling tinggi. dari puca k pohon dia celingukan, lapat-lapat dilihatnya jauh diujung hutan sebelah barat ada sebentuk bayangan hitam gelap yang berdiri angker diantara lebatnya hutan, maka dia membatin: "Mungkin itulah Tho-te-blo yang dijanjikan kawanan iblis itu."
Dengan bersiul panjang sesosok bayangan putih tampak meluncur dengan kecepatan kilSat menyambar, ditengah udara kaki kiri memancal kaki kanan, maka tubuhnya melesat pula lebih kencang kedepan, beberapa kali lompatan berjangkit bayangan putih itu sudah meluncur turun didepan sebuah biara kecil.
Tengah dia celingukan dan pasang kuping, dari dalam hutan mendadak berkumandang sebuah tawa dingin: "Anak muda ternyata dapat dipercaya, datang menepati janji, sayang datangmu dengan rasa senang, pulangya bakal diusung sebagai mayat. Dari samping biara diantara gerombolan pohon pelan-pelan beranjak keluar tiga orang tua dengan berpakaian aneh, wajah bengis punggung memanggul pedang, setombak didepan Liok Kiam-ping mereka berhenti.
Begitu berhadapan Liok Kiam-ping lantas merasa muak. melihat tampang mereka ia tahu ketiga orang inijelas bukan manusia baik-baik, namun dia menahan sabar dan bertindak menurut aturan Kangouw, sapanya dengan tertawa: "Siapa kalian ? untuk urusan apa mengundang cayhe kemari?"
"Lohu bertiga Khong-tong-sam-kiam (tiga jago pedang dari Khong-tong), yakin kau pernah dengar julukan kami, tentang persoalan apa kami mengundangmu kemari, anak muda, kurasa tak usah kau berpura-pura pikun, Pi-san-khek The Hong apakah menemui ajalnya ditangan orang-orang Hong- lui-bun kalian ?"
"Kejadian memang demikian, biarlah cayhe seorang yang tanggung jawab."
"Ada permusuhan apa kau dengan dia, sampai hati kau membunuhnya?"
"Sebagai insan persilatan, berduel di tengah laga kalau tidak terluka tentu mati, siapa suruh dia membantu manusia lalim melakukan kejahatan, kematiannya merupakan ganjaran setimpal.
"Ganjaran setimpal apa. Anak muda tahukah kau aturan Kangouw, hutang darah harus bayar darah."
”Jadi kau menuntut balas kematiannya? Lalu bagaimana dengan pertanggungan jawab ciangbun kalian waktu ikut mengeroyok ciang-kiam-kim-ling dulu ?'
"Keparat, tak usah banyak bacot, mari kita tentukan kalah menang dengan kepandaian."
"Boleh, untuk ngirit tenaga, boleh kalian maju bersama.."
Sudah puluhan tahun Khong-tong-sam-kiam menggetar dunia persilatan wilayah barat, kapan pernah dihina begini rupa, karuan amarah mereka memuncak. satu sama lain saling lirik sekejap lalu membentak bersama: "Keparat, kau memang ingin mampus." "sret" tiga jalur pedang seketika menusuk bersama kearah Liok Kiam-ping. Kiam-ping menyurut mundur tiga tindak di mana tangan kanan terangkat Liat-jit-kiam sudah terlolos ditangan- Badan tampak berkisar lengan kanan menyabet pedangnya balas menusuk ketiga lawan, gaya serangannya jauh lebih cepat, lihay dan mengeluarkan samberan angin kencang. Hawa pedang seketika saling s amber dan bergelut dengan ketat dalam pencaran cahaya benderang, empat batang seperti empat ekor naga yang lagi bertempur diangkasa, naik turun, berputar dan saling terjang.
cepat sekali tiga pulah jurus telah berselang, Kiam-ping mengencangkan gerakan pedangnya sambil menambah tenaga hingga serangannya tampak lebih berwibawa, tiga lawannya di desak mundur membela diri. Bahwa serangan musuh mendadak tambah gencar. ketiga lawan itu segera meng konsentrasi segala daya kemampuan, satu sama lain memberi isyarat rahasia maka serempak mereka mengembangkan Sam-jay-kiam-hoat.
Sam-jay-kiam-hoat adalah ilmu pedang Khong tong-pay yang tidak sembarang diturunkan kepada murid didiknya, barisan pedang ini mengutamakan saling isi dan menjaga keserasian permainan satu dengan yang lain, gerak g eriknya aneh dan berantai. kalau kepala diserang ekornya membelit, kalau ekor yang diserang kepala balas memagut, selincah ular selicin belut, lihay tapi juga ganas.
Seketika Kiam-ping rasakan hawa pedang lawan laksana gugusan gunung saja menindih dari empat penjuru, gerak g erik pedangnya terasa berat dan tertahan- Sambil meronta Kiam-ping menjerit keras, tenaga tersalur dari pusar sehingga hawa jeritannya seperti menggetarkan semesta, sekali enjot kaki badannya mumbul keudara sementara pedang melancarkan jurus Jit-lun-jut-seng, tabir cahaya pedang berkembang lebar laksana jala menungkrup turun, sementara telapak tangan kiri ikut menyerang dengan jurus Liang-kiap- sin-gan membelah musuh yang berada diujung kiri. ---ooo0dw0ooo---
"Trang" sebatang pedang mencelat tinggi keudara, Lo-toa tampak menggelinding jatuh setombak lebih, tiga jari tangannya terpapas buntung, darah tampak mengalir deras, saking kesakitan dia kertak gigi sambil melompat berdiri. Dalam waktu yang sama "Blang" disusul sebuah jeritan pula, badan Losam yang gede itu mencelatjauh terbanting ditanah rebah tak bergerak lagi, jelas terpukul luka parah. Hanya Lo-ji yang masih berdiri ditempatnya dengan menjublek, kedua bola matanya melotot bundar mengawasi lawan-
Tampak Liok Kiam-ping memeluk pedang berdiri sekokoh gunung, gagah perkasa, wajahnya tampak kereng berwibawa, Loji merinding dibuatnya kala beradu pedang dengan sorot matanya. Lekas dia tenangkan hati lalu menyeringai sadis katanya: "Selama gunung tetap menghijau, hadiah tabasanpedang dan pukulan tangan hari ini pasti akan datang suatu hari kami akan menuntut balas kepadamu." lalu dia panggul Losam memapah Lotoa berjalan pergi tertatih-tatih ditelan kegelapan didalam hutan. Liok Kiam-ping tertawa bingar serunya
"Setiap saat akan kutunggu kalian di Kui-hun-ceng. Hari ini sementara kutitip batok kepala kalian, jikalau kalian bernyali kecil musim rontok tahun depan tuan muda ini pasti meluruk ke Khong-tong membuat perhitungan dengan pihak Khong- tong kalian."
Belum lenyap gema suaranya, tubuhnya sudah melejit tinggi keudara, di kala lenyap suaranya, bayangannya sudah meluncur enam puluhan tombak jauhnya. Langsung dia kembali ke hotel masuk kekamar lewatjendela. Tanpa ganti pakaian dia duduk samadi diatas ranjang, menjelang fajar dia sudah rampung dengan samadinya, dilihatnya Suma Ling- khong masih tidur nyenyak. pikirannya jadi gundah: "Tulang adik Ling-khong memang berbakat berlatih silat, laksana batu akik yang belum diasah, kalau sudah jadi tentu murni dan cemerlang, masa depannya tidak bisa diukur."
Fajar telah menyingsing, angin utara menghembus tetap santer, meski cuaca cerah ceria, namun hawa udara masih tetap dingin.
Dua ekor kuda hitam putih tampak di congklang keluar kota menuju kepintu barat kota Tayli terus dipacu menuju ke Tiam- jongsan.
Mereka bukan lain adalah Liok Kiam-ping dan Suma Ling- khong.
Propinsi in-lam merupakan dataran tinggi, merupakan gunung gemunung yang sambung menyambung laksana gajah beriring. Mereka terus meg congklang kuda dijalan pepunungan yang naik turun dan lika liku. Pegunungan didaerah Tayli terkenal, sebagai penghasil batu-batu marmer yang bermutu baik, semakin tinggi keadaan jalan semakin buruk. kuda tidak bisa dinaiki lagi. terpaksa mereka turunjalan kaki, kuda ditinggal dilamping gunung. Dengan mengembang Ginkang mereka terus memanjat naik kepuncak dengan gerakan gesit dan tangkas.
Lekas sekali mereka sudah tiba diatas puncak, angin terasa menghembus lebih kencang seperti mengiris kulit, daerah inijarang dijelajah manusia, yang terdengar hanyalah deru angin dan rabang binatang serta lolong serigala. Kiamping berdua bukan bermaksud menikmati pemandangan alam, maka mereka beruntun melampaui dua puncak terus menuju kearah selatan, pegunungan tandus yang berbatu-batu ini semakin sulit dicapai, tiada jalan untuk dilalui. Akhirnya Liok Kiamping berhenti, menerawang dan berpikir: "Tempat ini kira-kira tinggal sepuluh li lagi dari kota, arah yang kutuju sesuai yang ditujukkan oleh Goantay-beng, kenapa daerah ini begini belukar ?' Setelah memperhatikan keadaan sekeliling, dilihatnya dibalik ngarai sebelah kanan sana dataran gunung kelihatan lebih rendah dan lapang, kelihatannya adajejak kehidupan manusia di sana. Maka dia bergerak ke sana melalui celah dua karang besar dengan keentengan tubuh mereka terus menyelinap kesebelah kanan-
Dataran lapang disebrang gunung sudah kelihatan didepan mata. tapi bagi Suma Ling-khong terasa amat payah untuk mencapai jarak yang tidak begitu jauh maklum Lwekang dan kepandaiannya memang masih jauh dibanding kemampuan Liok Kiam-ping.
Sesulutan dupa kemudian, mereka baru tiba diperut gunung. di sini keadaan juga agak datar, semula merupakan sebuah dasar lembah cipta a n alam namun luas dasar lembah ini memang mengagumkan, kedua puncak gunung yang sebrang menyebrang tampak mencakar langit, bentuknya seperti dua saka raksasa yang menunjang langit, mulut lembah sempit, menjurus kesebelah kiri seperti terdapat sebuah jalanan gunung kecil yang tembus kedasar lembah, cukup seorang berjaga atau bertahan dimulut lembah, meski berlaksa pasukan besarpun jangan harap bisa menerjang masuk kedalam, keadaan memang cukup berbahaya dan strategis. Liok Kiam-ping sudah bertekad bulat.
"Hayo masuk." katanya terus mendahului menyelinap kedalam. Suma Ling-khong mengintil dibelakangnya. Kira-kira ratusan tombak kemudian, dasar lembah semakin menyempit, kepulan asap semakin tebal sehingga mengganggu pandangan mata. Setiba diujung lembah, ditanah berserakan abu dan kayu arang serta genteng dan bata, jelas di sini dulu pernah ada orang tinggal.
Pada hal dinding gunung tinggi, kabut tebal mengambang rendah, hakikatnya sukar meneliti dan mencari atau menemukan sesuatu gua, atau tempat tinggi yang diharapkan- tapi Liok Kiam-ping cukup sabar meneliti keadaan sekitarnya, kebetulan angin menghembus lalu membawa kabut tebal sehingga secercah sinar mentari menerobos masuk menyinari sebuah batu putih besar disebrang sana, meski hanya sekilas sudah cukup bagi Liok Kiam-ping untuk menentukan arah, segera dia melompat tinggi naik keatas batu karang putih itu.
---ooo0dw0ooo---
Berkat ketelitiannya diatas batu putih ini dia temukan ukiran sebuah naga hitam begitu indah dan bagus sekali ukirannya, diatas batu karang itu seperti hidup saja lebih menggirangkan lagi karena bentuk ukiran naga diatas batu ini mirip dengan yang berada didalam Hiat-llong-po-glok miliknya. Karuan bukan kepalang riang hati Kiam-ping, kebetulan sinar mentari menyorot masuk pula melalui celah kabut tebal tepat dipucuk cakar naga yang terpentang ke depan-
Tanpa menyia-nyiakan kesempatan Kiam-ping lantas tekan tangan tepat diujung cakar naga. Sekonyong-konyong terdengarlah suara gemuruh dan keriut nyaring, sebuah papan batu disebelah samping batu karang mendadak melesak turun kebawah dan mencuatlah sebuah lobang gua. Dimulut lobang gua diatas dinding karang berukir empat huruf berbunyi: "Th ia n-tok-piat- h u. "
Sungguh senang Liok Kiarn-ping bukan main, tanpa ragu segera dia melangkah masuk menuruni undakan batu yang menurun berputar dan berliku entah betapa dalamnya, ratusan undakan kemudian waktu mereka berputar keka nan terdengar pula suara gemuruh, waktu mereka angkat kepala papan batu diatas-pintu gua itu ternyata telah menutup sendiri. Jalan keluar sudah buntu, terpaksa mereka harus terus maju.
Lorong gelap diperut gunung ini ternyata cukup panjang dan semakin dalam menjorok kebawah, hawa lembab dan dingin, dinding di kana kiri lorong ternyata licin dan halus seperti kaca layaknya, jelas memang manusia yang membangun lorong panjang ini. Setelah belok beberapa kali pula, lorong makin sempit dan mulus mendatar, didepan mencegat sebuah Hlolo batu setinggi manusia.
Kiam-ping tertegun sejenak. dia heran lalu maju sambil angkat kedua tangan pegang kedua kuping hlolo lalu berputar kekanan kiri. Maka terdengarlah suara keras seperti ada sesuatu benda yang anjlok- Hlolo batu ini berputar sendiri dan menggeser kesebelah kanan mepet dinding.
Diatas tanah dimana tadi hlolo berada terdapat ukiran beberapa huruf yang berbunyi kiri tiga kanan empat tengah melintang, Kiam-ping tidak sempat perhatikan dan tidak tahu apa makna ukiran huruf itu, buru-buru dia terus beranjak maju tanpa sangsi.
Beberapa langkah kemudian dia menemukan lorong bercabang, keadaan semakin ruwet dan bola k balik. Tapi Kiam-ping tidak banyak pikir dia terus maju setiap ada jalan- entah belok kiri atau putar kekanan, kira-kira setanakan nasi kemudian ternyata mereka putar kembali ketempat semula, hiolo batu masih tetap mepet dinding.
Keringat sudah membasahi jidat Suma Ling-khong, napasnya juga sedikit tersengal. Baru sekarang Kiam-ping menyadari gelagat yang tidak menguntungkan, tapi otaknya memang encer, tiba-tiba tergerak hatinya, sekilas dia melirik ukiran huruf ditanah itu, hatinya lantas paham duduk persoalannya."
cepat dia gandeng tangan Suma Ling-khong, setiap tiga langkah belok kekiri, maju empat langkah belok kekanan, setelah maju pula tujuh langkah terus melintang ketengah. Secara beruntun dia lakukan tiga kali. Betul juga akhirnya dia keluar dari lorong batu ini dan tiba diujung lorong.
Diluar lorong keadaan lebar dan berada disebuah kamar batu besar yang luasnya lima tombak. Empat butir mutiara sebesar telur angsa terpasang diempat penjuru dinding dengan pancaran cahayanya yang benderang, sehingga kamar batu ini seperti berada disiang hari bolong saja. Kamar sebesar ini ternyata kosong melompong, Kiam-ping berdua lantas merasa hambar, sejenak mereka celingukan serta berdiam diri, maka didengarnya gemericik suara air, tapi sukar ditentukan dari mana datangnya suara air.
Kiam-ping berdua jalan berdampingan mulai dari kiri meneliti sekali putaran tapi tidak menemukan apa2, dikala mereka beranjak ketengah ruangan, terasa lantai dimana mereka berpijak seperti bergerak, maka terdengarlah suara gemuruh. Sebuah batu raksasa ribuan kati tepat ditengah langit-langit ruanganjatuh menindih kepala mereka.
Kiam-ping menghardik: "Lekas menyingkir," sekenanya dia menarik Suma Ling-khong sambil menjejak kaki, secepat kilat dia melompat menyingkir, tepat d isaat kakinya menyentuh tanah, batu raksasa itupun sudah amblas dengan suara gemuruh menggoncangkan seluruh kamar batu. Batu putih di mana tadi Kiam-ping berdua berdiri pecah dan retak, dari bawah menyembur beberapa jalur mata air yang deras menyentuh langitlangit kamar.
Belum lenyap rasa kaget mereka, tiba-tiba dirasakan sepatu mereka basah, ternyata dalam sekejap kamar batu ini sudah digenangi air.
Kiam-ping melenggong, katanya: "Kita harus lekas mencari jalan keluar, tinggalkan dulu tempat ini.' Sambil menggandeng Suma Ling-khong dia melompat keatas batu raksasa yang anjlok dari atas.
Sementara itu air sudah semakin tinggi. semburan airpun makin mereda dengan makin meningginya genangan air, namun sumber air semakin besar dan lobangpun makin meluas, sekejap lagi batu besar inipun bakal tenggelam. Padahal jalan mundur sudah tersumbat, air sudah memenuhi kamar batu ini, dalam beberapa kejap lagi mereka bisa mati tenggelam dikamar batu ini. Dasar cerdik dalam menghadapi jalan buntu ini tiba-tiba timbul akalnya. Terasa dari lobang dimana tadi batu raksasa ini jatuh angin dingin menghembus turun, keadaan diatas gelap gulita tidak tahu menembus kemana lobang besar dilangit-langit kamar, tapi Kiam-ping tidak peduli lekas dia peluk pinggang suma Ling- khong seraya membentak: "Naik." Laksana roket badan mereka menembus lobang gelap itu, ditengah udara dia menggeliat pinggang terus berputar datar, dikala badannya meluncur turun kakinya sudah hinggap ditempat keras.
Ternyata disebelah atas kamar batu terdapat dunia lain- Hawa dingin menusuk tulang. Kiam-ping berdua menarik napas lega, sekilas mereka celingukan baru melihat jelas keadaan sekeliling.
Ternyata mereka berada disebuah lembah mati, yang dikelilingi oleh dinding gunung yang curam dan tinggi menembus mega, dasarnya adalah batu marmer yang mengkilap hasil kerja tangan manusia Tapi jelas lembah ini buntu tiada jalan tembus keluar. Belasan tombak disebelah depan berdiri sebuah bangunan berbentuk mirip kelenteng yang menempel dinding gunung, seluruhnya terbuat dari batu marmer yang ditatah dan dipahat kelihatannya begitu angker dan megah.
Cahaya matahari menjelang magrib masih sempat rnenyinari lembah buntu ini, seluruh lembah diliputi halimun tipis. pemandangan tampak mempesona. Setelah putar kayuh setengah harian diperut gunung Kiamping dan Suma Ling- khong sudah cukup lelah, merasa lapar, lekas mereka beristirahat dan makan rangsum kering.