Hikmah Pedang Hijau (Wu Qing Bi Jian) Jilid 26

Jilid 26

Sekalipun tak senang hati, apa mau dikata lagi kalau kenyataannya memang demikian? Sebab itu menurut adat yang berlaku dalam dunia persilatan, barang siapa berhasil mendapatkan benda pusaka yang tak bertuan, maka dialah yang dianggap sebagai pemiliknya.

Ci-hay Siancu kuatir uraian Tian Pak akan menggugat hal milik Siau-lim-pay atas benda itu, bahkan akan membuyarkan pula persatuan dari sembilan besar, maka biji matanya lantas berputar, sambil menahan gelora perasaannya ia berkata lagi kepada pemuda itu:

"Siau-sicu, coba lanjutkan cerita menurut versimu! Bagaimanakah nasib kitab pusaka Soh-kut-siau-hun-thian- hud-pit-kip itu selanjutnya? Dengan dibayangi oleh demikian banyak jago lihay belum tentu Ngo-jiau-leng-hou bisa melindungi kitab itu untuk selamanya meskipun untuk sementara berhasil ia rampas bagaimana kisah selanjutnya? Akhirnya kitab itu berhasil didapatkan siapa?" "Bagaimana kisah selanjutnya aku kurang begitu tahu, sebatas yang kuketahui hanya terbatas sampat di sini saja!"

Mendengar itu, Ci-hay Siansu tertawa dingin: "Hehehe, kalau ucapan Siau-sicu ada kepala tanpa ekor, ini membuktikan bahwa kau sengaja mengarang cerita bohong untuk mengangkangi sendiri kitab pusaka itu!"

Keadaan yang sebenarnya memang tak diketahui Tian Pek, sebab dari paman Lui ia hanya diberitahu sampai di situ saja, tapi sekarang ketua Siau lim-pay ini, memaki dan memfitnah seenaknya sendiri, 'kontan saja anak itu naik darah.

"Taysu, ingatlah pada kedudukanmu yang tinggi dan jangan merendahkan gengsimu sendiri dengan menfitnah orang seenaknya!"

"Hmm, orang persilatan mengatakan Siau-sicu jujur dan berjiwa besar, tapi setelah perjumpaan hari ini baru kuketahui bahwa apa yang tersiar di dunia persilatan tak dapat dipercaya!" seru Ci-hay Siansu pula dengan gusar.

"Apa maksud perkataanmu itu?" tanya Tian Pek. "Sungguh  mengecewakan  Siau-sicu  mempunyai  nama

pendekar,   pada   hakekatnya   tak   lebih   adalah  manusia

munafik. Perbuatanmu ini sama dengan mencorengi nama baik Pek-lek-kiam Tian-tayhiap dimasa lalu "

"Tutup mulut!" bentak Tian Pek dengan gusar.

Dengan cepat Ci-hay Siansu mundur selangkah dia mengira musuh akan turun tangan, cepat telapak tangannya siap diangkat keatas, untuk menghadapi segala kemungkinan.

Sebagai anak yang berbakti, Tian Pek benci bila ada orang menghina nama baik mendiang ayahnya, segera ia hendak melabrak orang, akan tetapi ketika tenaga pukulannya terhimpun, tiba2 teringat olehnya bahwa ia sudah berjanji pada pahak Lam-hay-bun untuk tidak mencampuri urusan dunia persilatan lagi, maka hawa murni yang sudah dihimpun segera dibuyarkan kembali, telapak tangan yang sudah terangkat pelahan-lahan diturunkan.

"Hm, kuhormati Taysu sebagai seorang Ciangbunjin, tapi Taysu malah menghina mendiang ayahku, andaikata aku tiada janji dengan orang lain untuk tidak mencampuri urusan dunia persilatan lagi, hm, tentu aku tidak sungkan2 lagi kepadamu! Sekarang akupun tak ingin banyak bicara hendaklah kalian segera tinggalkan tempat ini!" kata Tian Pek dengan gemas.

Sebagai ketua Siau lim-pay, kedudukan Ci-hay Siansu di dalam dunia persilatan sangat tinggi dan terhormat, tapi sekarang di hadapan orang banyak ia dibentak oleh Tian Pek dengan kasar, hal ini membuat paderi tersebut jadi tertegun.

Tian Pek sendiripun tidak sungkan2, sehabis berkata ia tak pedulikan lawannya lagi dan segera berlalu.

Tiba2 Bay-kut sian membentak: "Bocah keparat, jangan pergi dulu? Hmm, berani kau bersikap kurangajar terhadap ketua sembilan besar? Sambut dulu pukulanku ini!"

Di iringi bentakan nyaring, tubuhnya melambung ke udara, dari atas telapak tangannya menghantam punggung Tian Pek.

Cepat Tian Pek melompat ke depan, dengan begitu serangan maut Bay-kut-sian mengenai sasaran yang kosong. "Blang!" di tengah dentuman heras, debu pasir beterbangan, pukulan dahsyat Bay-kut-sian itu menghantam permukaan tanah hingga menimbulkan sebuah liang besar.

Tak malu ia sebagai ketua Khong-tong-pay, ditinjau dari kekuatan serangannya dapatlah diketahui tenaga dalamnya cukup sempurna, meski demikian banyak orang diam2 mencemooh sebab sebagai seorang ketua yang mempunyai kedudukan torhormat, tidaklah pantas baginya untuk menyergap orang dari belakang.

Tian Pek sendiri tak ingin melanggar janjinya, maka ia tidak melancarkan serangan balasan, setelah lolos dari ancaman itu ia meneruskan langkahnya untuk berlalu dari situ.

Tan-ceng-kek, ketua Hoat-hoa-lam-cong, sama Tiat-pi- pa-jiu, ketua Hoat-hoa-pak-cong melompat maju dan mengadang jalan pergi Tian Pek.

"Mau kabur dari sini? Tidak gampang sobat!?? jengek mereka " Boleh saja kalau ingin pergi, tapi serahkan dulu kitab pusaka Soh-kut-siau-hun-thian hud-pit-kip!"

Dalam pada itu Ci-hay Siansu serta beberapa orang ketua lainnya sudah memburu maju pula ke depan Tian Pak sepera terkepung lagi di tengah.

Walaupun jago2 yang hadir terdiri dari ketua sembilan besar, tapi yang mengepung Tian Pek sekarang ada sepuluh orang, sebab dari pihak perguruan Hoat-hoa-bun terbagi menjadi Lam-cong (sekte selatan) dan Pakcong (sekte utara), bisa dibayangkan bagaimana tegangnya suasana waktu itu.

"Siau-sicu!" kembali Ci-hay Siansu berkata, "bila Soh- kut-siau-hun-thian-hud-lok tidak kau serahkan, jangan salahkan kami akan turun tangan bersama!" Tian Pek tertawa dingin, ia tidak menanggapi ancaman tersebut, sungguh dia ingin menghajar musuh habis2an, akan tetapi iapun tak mau me-langgar janji, keadaannya jadi serba salah, untuk sesaat ia menjadi bingung.

Dalam keadaan begitu, untunglah paman Lui tampil dan berdiri di depan Ci hay Siansu, tegurnya: "Siau-lim Ciangbun kan kenal padaku?"

Dengan tajam Ci-hay Siansu mengawasi paman Lui dari atas sampai ke bawah, orang ini berambut awut2an, berwajah kereng dan bermata tajam, sudah pasti tenaga dalamnya sangat hebat, tapi selama ini belum pernah kenal, apalagi dalam keadaan mendongkol, tanpa pikir sabutnya ketus: "Maaf, pengetahuanku cetek, tidak kukenal siapa gerangan anda ini!"

"Apakah, mendiang Ciangbunjinmu tidak meninggalkan pesan apa2 waktu kau menerima jabatan ketua?" kata paman Lui.

Pertanyaan yang diajukan tanpag ujung pangkal iini, membuat Cih-hay Siansu tertegun, kembali ia mengamati paman Lui, lalu sahutnya: "Masa urusan pengangkatan Ciangbunjin kami ada sangkut pautnya dengan diri Sicu?"

"Aku kira memang ada sedikit sangkut pautnya" kata paman Lui tersenyum.

Ucapan ini dirasakan sebagai suatu penghinaan bagi Siau-lim-pay, kontan saja Ci-hay Siansu naik darah, teriaknya: "Aku tak pernah kenal kau, mengapa kau bilang ada sangkut pautnya dengan kami? Hmm, jika kau tidak jelaskan duduknya perkara, akan kuadu jiwa dengan kau!"

Paman Lui tertawa, katanya: "Taysu, ucapanmu ini terlalu emosi, bila kau benar2 menghendaki aku bicara terus terang, kukuatir masalah ini akan mempengaruhi kebersihan nama baik Siau-Iim-pay yang sudah terpupuk selama ratusan tahunl"

"Coba terangkan, masalah apakah itu?" seru Ci-hay Siansu semakin gusar.

"Masalah ini menyangkut nama baik serta kebersihan biara kalian selama ratusan tahun, kurasa kurang leluasa untuk diterangkan di hadapan umum, bagaimana kalau kita berdua mencari tempat yang sunyi saja dan membicarakan persoalan ini di bawah empat mata!"

Ci-hay Siansu hampir saja tak dapat mengendalikan amarahnya, ia berteriak: "Tampaknya kau ini seorang pendakar, kenapa cara bicaramu ber-tele2 begini? Kalau ingin bicara cepat katakan kalau tidak lekas enyah dari sini!"

Sesungguhnya paman Lui memang pernah terlibat dalam satu persoalan yang menyangkut ketua Siau-lim-pay dari generasi yang lalu, bahkan pernah membantu kesukaran biara itu, sebenarnya dia tak ingin membongkar masalah yang memalukan Siau-lim itu dihadapan umum.

Tapi sekarang, urusan kedua pihak telah buntu, dalam keadasn begini tak mungkin Ci-hay Siansu akan menerima usul paman Lui, sedangkan paman Lui sendiri karena terpaksa harus menguraikannya secara blak2an.

"Hei, hwesio tua, kau yang memaksa aku membeberkannya, maka segala risiko adalah tanggung jawabmu." kata paman Lui. "Sekali lagi ingin kutanya padamu, tahukah kau cara bagaimama Soh-kut-siau-hun- thian-hud-pit-kip itu terjatuh ke tangan Siau-lim-pay?"

Ci-hay Siansu swedang marah, maka tanpa pikir dia menjawab, "Tadi sudah kuterangkan, kitab itu dihadiahkan kepada Ko-sui Siangjin, ketua kami yang lalu lantaran Ciah-gan-long-kun Locianpwe merasa berutang budi kepada ketua kami itu!"

"Lalu bagaimana penjelasanmu tentang apa yang dituturkan Tian-siauhiap tadi?"

"Hmm, apa lagi yang perlu kujelaskan? Dia sengaja memutar balikkan duduknya persoalan dan bicara ngawur?"

"Tutup mulut . . , . " teriak Tian Pek sambil maju ke muka, belum pernah ia di maki orang secara begini.

Paman Lui segera mengalangi anak muda itu, lalu kepada Ci-hay Sian-su ia berkata lagi: "Kalau kau tidak percaya, maka sekarang ingin kutegaskan kepadamu bahwa apa yang diucapkan Tian-siauhiap sedikitpun tidak salah, akhirnya Soh-kut-siau-hun-thian-hud-pit-kip itu diperoleh Ngo-jiau-leng-hou yang dipandang berkepandaiaan rendah itu."

Bay-kut-sian terkejut bercampur girang mendengar pengakuan itu.

Ci-hay Siansu tertawa dingin, teriaknya: "Ah, omong kosong, sekalipun kau mengulangi kembali kisah itu sampai beberapa ratus kali juga percuma, tak nanti aku percaya!"

"Tapi kejadian yang sebenarnya memang begitu, tidak mau percaya juga harus percaya,"seru paman Lui.

Wajah Ci-hay Siarau makin kaku, katanya: "Menurut keteranganmu, bagaimana akhirnya kitab pusaka tersebut dapat terjatuh kembali ke tangan Ciaugbunjin kami? Dan mengapa bisa menjadi pusaka turun temurun biara kami? Apakah Siaulim-si kami mesti meniru cara Ngo-jiau-leng- hou merampas kitab tersebut dari tangan orang lain?" Karena gusar Ci-hay Siansu hanya memaki dan membantah, ia tidak membayangkan bahwa ucapan itu akan menyinggung perasaan ketua Khong-tong-pay.

Benar juga, air muka Bay-kut-sian, ketua Khong-tong itu berubah hebat, dengan tatapan tajam dia melototi wajah paderi itu, hawa nafsu membunuh menyelimuti mukanya.

Tapi sebalum ia bersuara, paman Lui telah menanggapi dengan cepat: "Perkataanmu memang tepat sekali!"

Kini air muka Ci-hay Siansu yang berubah hebat.

Paman Lui lantas berkata lebih jauh: 'Berbicara sesungguhnya. kendati Ko-sui Siangjin juga menggunakan cara yang sama untuk merampas kitab pusaka itu, namun maksud dan tujuannya berbeda jauh dengan apa yang dipikirkan Ngo-jiau-leng-hou. Kalau Ngo-jiau-leng-hou merampas kitab itu demi kepentingan pribadi agar dapat malang melintang di dunia persilatan, maka Ko-sui Siangjin merampas kitab itu dengan harapan mencegah badai pembunuhan di dunia persilatan, bahkan setelah kitab itu berhasil dirampas, ia tak memandangnya barang sekejap jua dan kemudian disimpan ke dalam gudang. Sejak itulah kitab pusaka itu menjadi kitab yang tidak pernah diwariskan kepada orang, demikian pula dengan anak murid Siau-lim- si, tak seorangpun pernah berlatih kepandaian sakti itu, sebab Ciangbunjin mereka secara turun temurun melarang siapapun membuka kitab tadi, barang siapa berani mencuri lihat akan dianggap sebagai pengkhianat perguruan. Yaa, hanya satu pikiran sesaat dapat menerbitkan bencana

besar, aku tidak membantah bahwa maksud ketua Siau- lim-pay yang lalu memang baik dan mulia!"

Persoalan ini hakikatnya adalah rahasia perguruan dan cuma Ciangbunjin saja yang mengetahuinya, rahasia tersebut hanya diberitahukan kepada Ciangbunjin yang baru pada waktu dilantik menjadi ketua, tak heran kalau tiada orang luar yang mengetahuinya lagi.

Tapi sekarang rahasia tersebut terbongkar dari mulut orang lain, dapat dibayangkaa betapa rasa kaget dan heran Ci-hay Siansu.

"Bangsat, besar amat nyalimu!" hardiknya dengan murka, "darimana kau mengetahui persoalan ini??"

"Keledai gundul, hendaklah sikapmu sedikit tahu diri!" ujar paman Lui dengan gusar,

"aku ingin bertanya lagi padamu, tahukah gkau apa sebabnya tiga orang suheng mendiang Ciangbunjinmu tewas secara mengenaskan?"

Pertanyaan ini membuat Ci-hay Siansu terbelalak dan sama sekali tak mampu menjawab.

Ciangbunjin Siau-lim-si yang dulu bergelar Ceng sim Siansu, dia tak lain adalah gurunya Ci-hay, sedangkan ketiga orang Supeknya, yakni Thian-sim, Jing-sim serta Beng-sim justeru mati karena dijatuhi hukuman yang paling berat menurut peraturan perguruan. Tapi mengapa mereka sampai dihukum mati? Hal ini merupakan rahasia besar yang tak diketahui orang luar, bahkan ketika Ceng-sim Siansu melimpahkan jabatan ketuanya kepada Ci-hay, persoalan ini tak pernah disinggung, dengan sendirinya Ci- hay Siansu tak tahu. 

Dan sekarang, pertanyaan itu diajukan oleh paman Lui, pantas kalau ketua Siau-lim-pay ini jadi gelagapan.

Sekalipun demikian, tentu saja ia tak mau mengatakan dia tidak tahu, sambil mengernyitkan alis ia membentak dengan gusar: "Masa kau tahu jelas sebab musabab kematian ketiga orang Supekku?" "Hahaha, kalau aku tidak jelas, siapa lagi yang tahu? Aku berani memastikan bahwa setelah Ceng-sim mati, di dunia ini hanya aku seorang yang mengetahui rahasia ini!"

"Omong kosong, tak mungkin kau tahu!" teriak Ci hay Siansu semakin gusar.

"Hmm, agaknya kau memaksa kubongkar semua rahasia ini dihadapan umum!" kata paman Lui dengan mata melotot.: "Baiklah, kalau memang begitu, terpaksa akupun harus bicara terus terang. Ketahuilah, ketiga orang Supekmu itu bunuh diri dengan menghantam ubun2 sendiri karena mereka melanggar pantangan Siau-lim-si, yaitu diam2 mencuri lihat Soh-kut-siau-hun-thian-hud-lok!"

Air muka Ci-hay Siansu berubah hebat, bentaknya: Ketiga orang Supekku adalah Suheng Ciangbunjin yang dulu, sekalipun mereka mencuri melihat kitab pusaka itu, kesalahannya tak sampai dijatuhi hukuman mati Huh! Ketahuan sekarang, tampaknya kau memang sengaja bicara ngawur untuk menutupi maksud busuk pribadimu sendiri . .

."

Paman Lui menjengek, katanya: "Umpama jika tiga Supekmu mencuri lihat kitab pusaka itu, kemudian perbuatan mereka diketahui Ciangbunjin, tapi mereka tidak menurut perintah ketuanya sebaliknya malahan menyerang Ciangbunjinnya, coba jawab, perbuatan semacam ini pantas tidak kalau dijatuhi hukuman mati?"

Ci-hay Siansu tertegun dan tak bisa bicara lagi. Kedudukan seorang Ciangbunjin adalah tampuk pimpinan tertinggi, jangankan sesama saudara seperguruan, sekalipun Supek atau Susioknya juga akan dijatuhi hukuman mati bila berani mencelakai sang ketua.

Sementara itu perhatian semua, orang sama tertuju pada tanya jawab ini, meskipun bukan suatu pertempuran seru, tapi masalahnya menyangkut suatu rahasia besar yang terjadi pada dua ratus tahun berselang, bahkan ada hubungannya dengan nasib Soh-kut-siau-hun-thian-hud-pit- kip, maka tak heran kalau semua orang ikut tegang.

Agak lama Ci-hay Siansu termangu, tapi satu ingatan terlintas dalam benaknya, cepat ia berkata: "Hmm, sedangkan aku sebagai Ciangbunjinnya tidak mengetahui rahasia ini, darimana kau bisa mengetahui rahasia tersebut sejelas itu? kalyau bukan bicara ngawur dan memfitnah, apa lagi namanya?"

"Oleh sebab aku hadir di sana waktu itu, sudah tentu aku mengetahui persoalan ini dengan jelas!"

"Apa? Kau hadir di sana waktu itu?"'

"Benar!" dengan meyakinkan paman Lui mengangguk "Bila aku tak hadir ketika itu, mungkin Ceng-sim Hongtiang, sudah tamat jiwanya! Justeru akulah yang menyelamatkan jiwanya, maka gurumu sempat mencaci maki ketiga Supekmu sehingga mereka jadi malu dan menyesal, akhirnya untuk menebus dosanya mereka telah bunuh diri dengan menghancurkan batok kepalanya sendiri!"

Ci-hay Siansu kaget, saking tegangnya sampai dada terasa sesak Demikian pula kawanan jago yang lain, mereka sama terbelalak, suasaana jadi sepi, tatapan semua orang tertuju ke muka paman Lui.

Setelah berhenti sejenak, paman Lui berkata lagi: "Karena peristiwa itu, gurumu Ceng-sim Hong-tiang mulai menaruh perhatian pada kitab pusaka itu dan membaca isinya, kemudian karena merasa kitab itu terlampau kotor dan tak pantas disimpan di dalam biara, mengingat pula aku yang telah menyelamatkan jiwanya hingga Siau-lim si yang sudah berusia ratusan tahun tidak berantakan di tengah jalan, kitab tersebut lalu dihadiahkan kepadaku sebagai rasa terima kasihnya, selain itu ia menghadiahkan pula

tiga biji obat Liong hou si-mia-wan yang tak ternilai harganya itu kepadaku!"

Sekujur badan Ci-hay Siansu sudah basah kuyup seperti diguyur air dingin.

Kiranya Siau-lim-si kini telah jatuh dalam kekuasaan Lam-hay-bun, untuk berusaha merampas kembali Siau-lim- si yang sudah bersejarah ratusan tahun dari tangan Lam- hay-bun, terpaksa Ci-hay membawa anak muridnya kabur dari biara itu untuk mencari kembali kitab pusaka yang berisikan pelajaran ilmu silat maha tinggi itu, sebab dengan ke-72 jenis ilmu silat andalan Siau-lim masih belum mampu mengalahkan lawan.

Dalam penyelidikannya kemudian diketahui bahwa kitab pusaka yang di-cari2 itu sudah terjatuh ke tangan seorang jago muda yang bernama Tian Pek, namun tersiar pula berita yang mengatakan bahwa kungfu Tian Pek amat tinggi, bukan saja dapat menghadapi Hay-gwa-sam-sat, bahkan Hek-to-su-hiong yang lihay juga dikalahkan. Maka untuk mewujudkan cita2nya, dengan macam2 alasan serta bujukan ia minta dukungan ketua kedelapan aliran

persilatan lain agar kitab Soh-kut-siau-hun tesebut bisa diperoleh kembali.

Tapi sekarang, setelah mendengar penjelasan paman Lui, ia tak bisa berkutik lagi, sebab hakikatnya pihak Siau-lim-si telah melimpahkan hak memiliki kitab itu kepada orang lain..

Begitulah, maka sesudah paman Lui bercerita tentang rahasia Siau-lim-si yang tak diketahuinya, maka Ci-hay Siansu jadi kaget dan tertegun, malahan iapun merasa gusar karena nama baik Siau-lim-si yang sudah cemerlang selama ratusan tahun itu se-akan2 terletak pada tangan paman Lui.

"Siapa kau?" bentaknya dengan gusar.

Paman Lui tersenyum: "Aku hanya seorang Bu-beng- siau-cut orang kecil yang tak ternama, orang2 menyebut diriku Thian-hud-ciang Lui Ceng-Wan!"

Air muka Ci-hay Siansu berubah, buru2 dia memberi hormat seraya berkata: "Omitohud! Siancay! Siancay! Kiranya Lui-inkong, harap dimaafkan kekasaranku "

Paman Lui merasa tak enak hati melihat sikap ketua Siau-lim-si ini berubah menghormat setelah mendengar namanya, cepat dia balas menghormat.

Tapi tiba2 satu ingatan terlintas dalam benak Ci-hay Siansu, ia merasa tindakannya ini tak benar, bila ia minta maaf kepada paman Lui, bukankah berarti Siau-lim-si tidak berhak lagi untuk menuntut kembali kitab pusaka itu? Lalu cara bagaimana pula ia akan mengalahkan orang2 Lam hay-bun serta merebut kembali kuilnya?.

Maka cepat ia berkata: "Cuma, kita baru berjumpa untuk pertama kali ini, kukira perlu kau menunjukkan sesuatu bukti yang meyakinkan."

Paman Lui melengak, tak disangkanya ketua Siau-lim- pay ini gampang berubah sikap, tanyanya tercengang: "Bukti apa yang kau inginkan?"

"Bukankah kau mengatakan bahwa Ciangbunjin kami yang lalu telah menghadiahkan tiga butir Liong-hou-si-mia- wan dan menyerahkan pula kitab Soh-kut-siau-hun-thian hud-lok kepadamu? Asal kedua macam barang ini dapat kau pertunjukan kepadaku, maka akupun akan percaya semua penuturanmu Sebaliknya jika barang bukti tak dapat kau tunjukkan .

. . . Hm, itu berarti kau cuma mengibul untuk mempermainkan diriku, maka jangan salahkan aku takkan sungkan2 lagi kepadamu!"

"Barang bukti apa yang bisa kuperlihatkan kepadamu?" paman Lui berpikir dalam hati, "dari tiga biji Liong-hou-si- mia-wan, dua biji sudah kugunakan untuk menolong orang, sedang yang ketiga telah kuserahkan kepada Tian Pek sewaktu berada di perkampungan Pah-to-san-ceng, waktu itu Tian Pek tak mau menerimanya dan sudah kubuang ke tanah, sebaliknya kitab pusaka Thian-hud pit-kip sudah dimusnahkan Tiang Pek, darimana pula

aku bisa mhemiliki benda2 itu lagi?"

Tapi paman Lui pun mengerti, kendati kedua macam benda itu masih utuh, tak nanti Ci-hay Siansu akan menyudahi persoalan ini sampai di sini saja.

Kiranya ketika paman Lui berkelana di dunia persilatan untuk mencari jejak Pek-lek-kiam Tian In-thian dahulu tanpa sengaja ia mampir di Siau-lim-si, kebetulan juga malam itu di sana terjadi huru-hara, apa yang terjadi waktu itu, kecuali Ceng-sim Hongtiang, ketua Siau lim-pay yang dulu, tiada orang kedua yang ikut manyaksikan, maka andaikata Ci-hay Siansu tak mau mengakui sekalipun ada barang bukti, paman Lui juga tak bisa berbuat apa2.

Berpikir sampai di sini, paman Lui menengadah dan tertawa ter-bahak2, serunya: "Meski aku Lui Ceng-wan hanya seorang Bu-bing-siau-cut, akan tetapi semua perbuatan yang pernah kulakukan selama ini diketahui pula oleh sahabat2 dunia Kangouw, cuma tanyakan saja kepada orang lain, pernahkah aku berbohong? Eh, Hwesio tua, aku tidak memaksa kau harus percaya pada perkataanku, tapi apa yang bisa kukatakan hanya ini saja, percaya atau tidak terserah padamu."

Sebelum Ci-hay Siansu sempat menjawab, Bay-kut-sian dari Khong-tong-pay sudah maju ke depan, ujarnya dengan muka dingin: "Siansu, apa gunanya kita omong melulu dengan orang ini, tanyakan saja Soh-kut-siau-hun-thian- hud-pit-kip sekarang berada pada siapa? 

"Hehehe, kau ingin tahu? Belum berhak, sobat "

jengek paman Lui sambil tertawa dingin.

Bay-kut-sian adalah lelaki yang gemar main perempuan, bila malam tiba dan di sampingnya tak ada  perempuan yang mendampinginya, semalaman dia tak bisa tidur nyenyak, karena itulah akhirnya ia jadi kurus kering tinggal kulit membungkus tulang dan tersohor sebagai Bay-kut-sian si dewa tulang iga.

Sesuai dengan julukannya, orang ini tidak jujur hidupnya, orang persilatan dari golongan putih rata2 membenci padanya.

Paman Lui berwatak keras, ia memandang hina manusia2 sebangsa itu, maka ketika Bay-kut sian tampil ke depan, serta merta iga naik darah, otomatis ucapannhya juga ketus dan tak sungkan2.

Tapi justeru karena sikapnya ini, Bay-kut sian makin marah, mukanya yang ke-pucat2an berkerut, matanya melotot, lalu makinya dengan gusar: "Lui sinting, kau jangan takabur! Sambut dulu pukulanku ini .......

Dengan segenap tenaganya ia lepaskan pukulan dahsyat ke dada musuh, angin serangan yang kuat men-deru2. "Huh! Pukulan macam ini juga dipamerkan" jengek paman Lui, tangan kanannya diayun ke muka untuk menyambut serangan tersebut.

"Blang!" kedua gulung tenaga beradu, terjadilah suara keras, beruntun Bay-kut-sian tergetar mundur tiga langkah, sebaliknya paman Lui tak geming di tempat semula.

Kecundang didepan orang banyak, Bay-kut-sian jadi kalap, dia meraung seperti harimau gila, diterjangnya paman Lui dengan garang, secara beruntun ia melepaskan tiga pukulan dan dua tendangan kilat.

"Bangsat! Rupanya kau sudah bosan hidup!" teriak paman Lui dengan marah, ia mainkan Thian hud-ciang dengan rapat, semua pukulan dan tendangan lawan dipapaki dengan kekerasan.

Dua sosok tubuh mereka se-olah2 bergumul menjadi satu, diantara benturan keras tiba2 tubuh mereka berpisah satu lama lainnya.

Paman Lui yang gagah perkasa masih berdiri tegak, sebaliknya Bay-kut-sian yang kurus kering seperti lidi berdiri sempoyongan, mukanya makin pucat, dengan beringas ia melototi musuh, tiba2 Bay kut-sian mundur dengan sempoyongan, setelah muntah darah lantas roboh terjungkal .....

Untung Ci-hay Siansu ber-jaga2 disampingnya, paderi itu segera melompat maju dan menyambar tubuh Bay-kut-sian yang hampir mencium tanah, dia keluarkan sebutir pil dan dijejalkan ke mulut ketua Khong-tong-pay itu, kemudian berpaling dan serunya kepada paman Lui dengan marawh:. "Lui Ceng-wyan, keji amat txindakanmu! Ong-ciangbun datang atas undanganku dan sekarang ia terluka, hehehe. itu berarti kau telah memusuhi sembilan besar ' Belum habis Ci-hay Siansu berkata, ketua Hoat hoa-lam- cong, yakni Tan-ceng-kek Thio Jiang serta Tiat-pi-pa-jiu Hoan Wan, ketua Hoat-hoa-pak-cong serentak membentak dan menerjang ke depan, yang satu dengan ilmu jari Tan- ceng-ci sedangkan yang lain mainkan pukulan Pi-pa-jiu, dari kiri kanan mereka menyergap paman Lui.

Sebagaimana tadi, Paman Lui tidak menghindar, ia sambut serangan tersebut dengan kekerasan kemudian ejeknya sambil tertawa dingin: "Hehehe, sungguh tak nyana sembilan besar yang tersohor namanya tak lebih hanya manusia keroco yang mencari kemenangan dengan mengandalkan jumlah banyak!"

Perkataan ini hakikatnya menyinggung perasaan semua ketua sembilan aliran besar, tak heran ketujuh ketua lainpun serentak menerjang maju dengan murka. Ci-hay Siansu, ketua Siau-lim-pay sendiri setelah membaringkan Bay-kut- sian di atas tanah, lalu menerjang pula ke tengah arena, serunya dengan gusar: "Lui-sicu, persoalan ini mempengaruhi mati hidupnya dunia persilatan, jika So-kut- hun-thian-hud-pit-kip tidak kau serahkan, jangan salahkan kesembilan ketua dari sembi!an besar akan menyerang kau secara bersama2!"

Paman Lui ayun tangannya untuk mematahkan serangan ketua Hoat-hoa-lam-cong dan ketua Hoat-hoa-pak-cong, kemudian menengadah dan tertawa:

"Hahaha, di masa usia lanjut seperti ini orang sheLui memperoleh kesempatan menjajal kelihayan ketua sembilan besar, kesempatan ini betu12 suatu surprise bagiku. Hayo silakan kalian bersembilan maju bersama!" jengeknya berbareng dengan selesainya sindiran tersebut, tiba2 ia melepaskan tujuh kali pukulan. Sekaligus paman Lui menghadapi kedelapan ketua perguruan besar, maka dapat dibayangkan sampai betapa hebat pertempuran ini.

Tiba2 dari sisi kalangan muncul scorang, secepat kilat orang itu menerjang ke tengah arena pertarungan.

Padahal pada saat itu pertarungan sedang memuncak ketegangannya, setiap pukulan yang mereka lancarkan merupakan serangan mematikan, angin pukulan men- deru2, kesembilan orang tangguh yang bertarung itu seperti lengket menjadi satu. Lalu siapakah yang berani menerjang masuk ke tengah kalangan pertarungan yang amat sengit dan berbahaya itu? Waktu semua orang menjerit kaget, bayangan orang itu dengan kesepatan luar biasa sudah meluncur ke tengah arena.

Tiada searangpun yang tahu jurus serangan apakah yang dipergunakan orang itu, yang pasti kedelapan ketua perguruan yang mcngerubuti paman Lui itu bagaikan terpagut ular, segera menjert kaget dan melompat keluar arena pertarungan.

Sebentar kernudian di tengah gelanggang hanya berdiri dua orang saja, mereka adalah paman Lui, dan seorang pemuda tampan yang tak lain adalah Tian Pek.

Kejadian ini membuat semua orang terkejut, tapi tak sedikit pula yang bersorak memuji.

Dalam pertarungan paman Lui melawan kedelapan ketua dari delapan besar sudah cukup menggemparkan, itupun karena paman Lui adalah jago tangguh yang sudah terkenal semenjak puluhan tahun yang lalu, tapi sekarang Tian Pek hanya pemuda baru berusia likuran tahunan dan dengan satu jurus saja telah berhasil, memaksa mundur kedelapan ketua itu, siapa yang tak heran menyaksikan kejadian ini? Hakikatnya belum lama Tian Pek terjun ke dunia persilatan, sekalipun ia berhasil mengalahkan Hay-gwa- sam-sat dan Hek-to-su-hiong, tapi tak banyak jago yang menyaksikan peristiwa itu.

Dan sekarang mata mereka boleh dibilang dibikin melek, sebab terbuktilah pemuda itu memiliki keampuhan yaug luar biasa, sehingga cukup satu pukulan ini bisa memaksa mundur lawan2 tangguh.

Dalam pada itu, setelah berhasil pukul mundur kedelapan orang ketua perguruan besar itu dengan jurus Hud--kong pu-ciaug (sinar Buddha imemancar ke manha2), lalu Tian Pek berdiri di sisi paman Lui, mukanya tampak kereng berwibawa, gagah perkasa.

Ditatapnya sekejap kedelapan ketua perguruan besar itu dengan tajam, lalu berkata:

'Semenjak ratusan tahun yang lalu, sembilan perguruan besar selalu menjadi pemimpin dunia persilatan, Hm, setelah berada pada giliran pimpinan kalian, bukannya membawa perguruan sendiri ke puncak ketenaran, sebaliknya melakukan perbuatan tak senonoh dan menuduh orang tanpa dasar, kalau begini terus caranya, kuyakin tak sampai beberapa tahun lagi nama sembilan besar pasti akan berubah sebusuk sampah!"

Sejak tahu kelihayan anak muda itu, Ci hay Siansu tak berani bertindak gegabah sekalipun hatinya marah sekali mendengar sindiran tadi, dengan gusar ia membentak:

"maksudmu?"

"Sedari awal sudah kukatakan bahwa kitab pusaka Soh- kut-siau-hun telah kumusnakan menjadi abu, persoalan ini sama sekali tak ada hubungannya dengan paman Lui, atas dasar apakah kalian mengerubuti paman Lui? Begitukah perbuatan ketua2 perguruan besar ?"

Belum selesai pemuda itu menegur dan belum sempat Ci- hay Siansu menjawab, kembali ada dua sosok bayangan orang menerjang ke tengah arena.

Sewaktu masih di udara. salah satu bayangan itu telah berseru lebih dulu: "Bocah keparat she Tian! Kalau kitab pusaka Soh-kut-siau-hun masih berada padamu, hayo cepat serahkan kepada kami!"

Orang yang baru datang ini tak lain adalah Kanglam-ji- ki, dengan dandanan mereka yang menyolok, kungfu yang tinggi, perbuatan mereka yang busuk den tindak tanduk mereka yang seenaknya sendiri, Ci-hoat-leng-kau Siang Ki- ok serta Kui-kok-in-siu Bun Ceng-ki sudah tersohor sebagai gembong iblis yang disegani orang. Tak heran kalau kemunculan mereka segera mengejutkan kawanan jago yang berkumpul ini.

Ci hay Siansu sendiripun terkejut, cepat ia berkata: "Kitab pusaka Soh-kut-siau-hun adalah benda pusaka Siau- lim-si, aku tidak mengharapkan campur tangan kalian berdua!"

"Hehehe, Apa itu Siau-lim-si? Cuma nama kosong belaka!" jengek Ci-hoat-leng-kau Siang Ki-ok sambil tertawa dingin, "untuk melindungi kuili sendiripun takh becus, mau apa kau gembar gembor di sini?"

"kami bertekad akan mendapatkannya, barang siapa tidak mau tunduk, hmm, inilah contohnya" seru Kui-kok- in-siu Bun Ceng-ki sambil tertawa seram, mendadak telapak tangannya dengan membawa desing angin dingin langsung menebas ke tubub Han-ceng-cu, itu ketua Bu-tong-pay. Sebelum angin pukulan itu menyambar tiba, lebih dulu terasa hawa dingin yang merasuk tulang sumsum, Hian- ceng-cu menjerit kaget.

Untung gerak tubuh ketua Bu-tong-pay itu cukup cekatan, baru saja ia menyingkir ke samping, angin pukulan itu menyambar lewat, seketika ia menggigil ngeri.

Kasihan dua orang anggota perkumpulan pengemis yang berada di belakangnya, mereka tak dapat menghindar, di mana angin pukulan itu menyambar lewat, mereka menjerit ngeri, air mukanya berubah pucat roboh dengan kejang, setelah berkelejet beberapa saat lalu tak berkutik untuk selamanya.

Itulah pukulan Im-hong-ciang yarg baru saja diyakinkan kui-kok-in-siu, sekalipun dari jarak jauh, Cukup suatu pukulan ia dapat membinasakan dua orang, dari sini bisa diketahui betapa beracun dan hebatnya pukulan maut tersebut.

Kiranya pertapa dari lembah setan ini ingin "membunuh ayam menakuti monyet", dengan Im-hong-ciang yang lihay dan beracun itu ia serang ketua Bu-tong pay itu dengan harapan tindakannya ini akan bikin takut sembilan ketua perguruan lainnya.

Siapa tahu Hian-sing cu juga bukan tokoh lemah sebagai seorang Ciangbunjin dari suatu perguruan besar, dia memiliki ilmu silat yang ampuh, kendatipun diserang tanpa terduga, pada saat terakhir masih sempat menghindarkan diri dengan gerakan cepat.

Sial dua orang anggota perkumpulan pengemis itu, tanpa mengetahui sebab musababnya mereka menjadi setan pengganti ketua Bu tong-pay itu. . Hong-jam-sam-kay menjadi murka, ketiga orang pengemis tua itu melompat maju dan melancarkan pukwulan dahsyat.

Tiga gulung angxin pukulan dahsyat segera menerjang dada Kui-kok-in-siu dengan hebatnya.

Belum sempat Kui-kok-in-siu turun tangan, Ci-hoat-leng- kau yang berada di sampingnya telah mengebaskan ujung bajunya seraya membentak. "Pengemis sialan! Di sini tak ada urusan kalian, hayo enyah dari sini!"

Jangan kira kebutan Ci-hoat-leng-kau itu enteng dan sederhana, se-olah2 tak bertenaga, tapi sebenarnya membawa tenaga Hek-sat-jiu yang maha dahsyat, serta merta tenaga pukulan gabungan Hong-jan-sam-kay terpunahkan. .

Sebagai tokoh perkumpulan pengemis, bukan saja Hong- jan-sam-kay memiliki kungfu tinggi, nama dan kedudukan mereka di dunia persilatanpun amat cemerlang, akan tetapi tenaga gabungan yang mereka lancarkan berhasil ditangkis dengan mudah oleh Ci-hoat-leng-kau, hal ini menyebabkan ketiga pengemis tua itu terkesiap.

"Tak nyana kakek bertampang kunyuk ini memiliki kungfu yang lihay, belum pernah kujumpai jago sehebat ini

. .. . ." pikir mereka.

Sementara ketiga pengemis itu termanggu, jago2 Lam hay-bun yang selama ini hanya berpeluk tangan belaka, dengan berjajar menjadi satu baris perlahan mulai bergerak ke depan.

Di antara sekian jago Lam-hay-bun yang hadir ini, dipimpin oleh Sin-liong-taycu yang berbaju putih dan berkipas perak serta Lam-hay-liong-li yang cantik jelita bak bidadari dari kahyangan. Di sebelah kiri kedua muda-mudi itu adalah Hay gwa- sam-sat, sedangkan di sebelah kanannya adalah Hek-to-su- hiong, tujuh jago paling tangguh dari Lam-hay-bun itu bertugas melindungi keselamatan pemimpin mereka dari kedua sayap.

Sembilan orang dengan langkak yang tegap mantap, maju ke muka, ketegangan mencekam setiap orang, membuat kawanan jago itu merasa dada jadi sesak menahan napas.

Setibanya di tengah arena, Sin-liong-taycu menudung Kanglam ji ki seraya berkata seenaknya: "Eh, kalian berdua cepat menyingkir!"

Semenjak terjun ke dunia persilatan dan malang melintang scbagai dua gembong iblis yang disegani orang, belum pernah Kanglam-ji ki diperlakukan orang sekasar ini, keruan gusarnya tidak kepalang.

"Anak keparat! Kau bicara dengan siapa?" bentak mereka dengan mata mendelik.

"Ucapan itu ditujukan kepada kalian berdua kunyuk tua ini, mau apa? Tidak paham?" jengek nenek berambut putih dari Hay--gwa-sam-sat sambil melangkah maju.

Ci-hoat-leng-kau tidak banyak berbicara, dengan jurus Hek- jiu toh-hun (tangan hitam meraih sukma), ia cengkeram batok kepala nenek rambut putih itu. "Bangsat, kau bosan hidup!" teriak si nenek berambut putih dengan gusar, bagaikan gurdi ujung jarinya menutuk jalan darah di telapak tangan Ci-hboat-leng kau.

"Criit!" bagaikan dipagut ular, Ci hoat lengkau menjerit kesakitan dan segera melompat mundur. Ketika telapak tangannya diperiksa, muncul sebuah bisul merah sebesar mata uang, rupanya sudah terluka oleh tutukan Soh-hun-ci si nenek.

Kejut dari gusar Ci hoat-leng-kau, cepat dia ambil obat mujarab dan dikunyah lalu dibubuhkan pada telapak tangannya yang bengkak.

"Blang!" kembali sesosok bayangan tergetar mundur sempoyongan dan langsung menerjang Ci-hoat-leng-kau.

Menghadapi terjangan itu, Ci-hoat leng-kau segera mengayun telapak tangan kirinya yang tak terluka untuk menabas tubuh lawan, tapi dengan cepat diketahuinya bahwa orang itu adalah Kui-kok-in-siu, adik seperguruannya sendiri, ia batalkan serangan itu dan cepat memayangnya agar tak sampai roboh.

Wajah Kui-kok-in-siu pucat pasi, meski tubuhnya tak sampai jatuh, tak urung kakek kurus kecil ini tak dapat menahan pergolakan darah di dadanya, ia muntah darah.

Ci-hoat-leng kau terperanjat, siapa gerangan yang berhasil merobohkan mereka dalam sekali gebrakan ini? Cepat ia menjejalkan pula sebutir obat mujarab ke mulut saudaranya.

apa yang sebenarnya terjadi? Kiranya sewaktu si nenek berhasil melukai Ci-hoat-leng-kau dengan Soh-hun ci, Kui- kok-in-siu segera menyergap dari belakang, tapi keburu dicegat oleh Hud-in Hoatsu, dengan suatu pukulan dahsyat yang tepat bersarang dipunggung lawan, jago lihay dari lembah setan itu kena dihajar hingga mencelat.

Begitulah, setelah secara beruntun orang2 Lam-hay-bun menaklukkan kedua jago tanggub, dengan sikap se-olah2 tak pernah terjadi apapun, mereka lanjutkan langkahnya menghampiri Tian Pek. Ketika tiba di hadapan sembilan ketua perguruan besar, Lam-hay liong-li menuding mereka dan berkata: "Hayo, kalian juga menyingkir semua!".

Kesaktian jago2 Lam-hay-bun telah menggetarkan hati sembilan orang ketua perguruan besar itu, tanpa mengucap sepatah katapun masing2 monyurut mundur beberapa langkah.

Setibanya di depan Tian Pek barulah Sin -liong-taycu menegur sambil menunjuk lawannya dengan kipas perak: "Saudara, kuminta kitab pusaka Soh-kut-siau-hun itu segera kau serahkan kepadaku!"

Meski suara pembicaraannya tetap lembut tanpa emosi, namun nadanya ketus dan mengandung paksaan, se -akan2 musuhnya harus menyerahkan apa yang di mintanya itu.

Tian Pek tersenyum sahutnya: "Dengan dasar apakah anda berani mengucapkan kata2 seangkuh ini? Dan dengan alasan apa kitab pusaka Soh-kut-siau hun itu harus kuserahkan kepadamu?"

Dengan matanya yang jeli Lam-hay-liong-li menatap tajam anak muda itu, tatapan yang mesra dan penuh arti, pelbagai perasaan berkecamuk dalam sinar matanya, dan diantara sekian banyak orang yang hadir mungkin hanya Tian-Pek saja yang dapat merasakan arti tatapan itu.

Tian Pek jago muda yang berjiwa ksatria dan selalu membela keadilan dan kebenaran ini tak takut langit juga tak takut bumi, tapi hanya takut sesuatu saja, yakni takut dipandang oleh anak dara dengan sinar mata semacam ini.

Baik Wan-ji, Buyung Hong, Hoan Soh-ing Liu Cui-cui serta Kim-Cay-hong yang berjuluk Kanglam-te-it-bi-jin, semuanya pernah memandangnya dengan sinar mata seperti itu, dari mereka juga terlibat dalam permainan api asmara dengannya dan membuatnya tak tahu bagaimana harus mengatasi masalah ini.

Mula pertama ia bermain cinta dengan Liu Cui-cui, meski belum resmi menjadi suami-isteri, namun prakteknya sudah berbuat sebagai suami-isteri, setelah itu ia mengikat jodoh dengan Buyung Hong dan sekarang iapun tahu Wan- ji telah bertekad menjadi isterinya.

Karena permainan nasib, tanpa disadari ia mempunyai tiga orang isteri yang tak mungkin bisa ditinggalkan dengan begitu saja, berada di tengah gadis2 yang bersaing cinta itu, entah bagaimana selanjutnya mereka akan hidup bersama? Persoalan ini cukup memusingkan kepalanya.

Dan sekarang Lam-hay-liong-li memandangnya pula dengan sorot mata seperti itu, tentu saja ia merasa ngeri, buru2 ia tunduk kepala dan berusaha menghindari tatapan Lam-hay-liong-li yang berapi2 itu.

Sementara itu Lam-hay-liong-li masih memandangnya, melihat pemuda itu menunduk, ia lantas menegur: "Masa kau tidak tahu bahwa kitab pusaka Soh-kut-siau-hun sebenarnya adalah barang pusaka Lam-hay-bun kami?"

Semua orang melengak, begitu juga Tian Pek, keterangan ini belum pernah terpikir olehnya.

Anak muda itu segera menengadah, ucapnya dengan tertawa: "Nona, kau pandai benar bergurau. Mana mungkin kitab pusaka Soh-kut-siau-hun menjadi hak milik Lam hay- bun.”

Tatkala dirasakan betapa tajam sinar mata Lam hay- liong-li yang menatapnya bagaikan sebilah pisau yang menembus ulu hatinya, pemuda itu terkesiap dan cepat menunduk lagi. Melihat anak muda itu ter-sipu2, Lam-hay-liong-li tertawa, ia berkata: "Sudah pernah kaulihat lukisan di dalam kitab pusaka itu bukan?"

"Ehm, pernah!" Jawab Tian Pek dengan muka merah. "Kau tahu siapa yang dilukis di dalam kitab itu?" "Thian-sian-mo-!i!"

"Siapakah Thian-sian-mo li itu?"

Tian Pek tertegun. "Thian sian-mo-li ya Thian-sian-mo- li, masa perlu dijelaskan tentang siapakah Thian sian-mo-li itu?" demikian ia berpikir.

Rupanya Lam-hay-liong-li dapat melihat keraguan orang, ia lantas tertawa dan menerangkan. ""Terus terang kuberitahukan kepadamu, Thian-sian-mo-li itu tak lain adalah Sucou (cakal bakal) perguruan Lam-hay-bun kami! Maka adalah menjadi kewajiban kami untuk menarik kembali kitab tersebut dari peredaran!"

"Oh, iya?" kata Tian Pek sambil tertawa, belum pernah kudengar orang mengatakan Thian-sian-mo-li adalah Sucou perguruan Lam hay bun."

Jawaban ini menggusarkan anak buah Lam-hay-bun, dengan wajah beringas hampir saja mereka melancarkan serangan.

Lam-hay-liong-li segera memberi tanda kepada anak buahnya agar jangan bergerak, lalu katanya kepada Tian Pek dengan tak senang hati: "Guruku adalah Kui-bin-kiau- wa dan Kui-bin-kiau-wa adalah murid Thian-sian-mo-li, bila Thian-sian-mo-li bukan Sucou kami lantas aku harus menyebut apa kepadanya? Masa aku mesti mengaku orang lain sebagai Sucou? Pokoknya kitab pusaka Soh-kut-siau- hun itu harus kauserahkan kepadaku, kalau tidak . . . . Hmm, akan kumampuskan kau tanpa terkubur di sini!"

Dengan keterangan itu, kawanan jago yang berkumpul ini sama terkejut, sekarang mereka baru tahu asal perguruan Lam-hay bun adalah dari Thian-sian-mo-li.

Mendingan gadis itu bersikap lembut, tentu saja  Tian Pek tak mau diperlakukan kasar oleh orang2 itu, baru saja Lam -hay-liong-li menyelesaikan kata2nya, dengan dahi berkerut pemuda itu tertawa dingin: "Hehehe, kuulangi sekali lagi perkataanku, kedatangan kalian semuanya sudah terlambat!"

"Bagi orang2 Lam-hay-bun tak kenal apa artinya terlambat!" tukas Sin-liong-taycu.

"Sekalipun kau tidak percaya juga percuma, selamanya jangan harap lagi akan melihat kitab paling aneh itu, sebab beberapa hari yang lalu kitab pusaka Soh-kut-siau-hun itu telah kumusnakan di hadapan umum?"

"Boleh saja kau ulangi perkataan semacam itu sampai beberapa ratus kali, tapi coba tanyakan kepada setiap hadirin, siapa yang percaya pada pengakuanmu?" kata Sin- liong-taycu dengan tenang sambil menggoyangkan kipasnya secara santai.

Tian Pek memandang wajah kawanan jago itu, benar juga ia temukan muka yang penuh diliputi kesangsian, sadarlah ia bahwa pengakuannya tidak nanti diterima oleh orang2 itu sebagai suatu kenyataan, akhirnya ia menghela napas panjang: "Ai, apa mau dikatakan lagi jika kalian tidak percaya, toh kenyataaanya kitab pusaka itu memang sudah kumusnahkan dari muka bumi ini!" "Tian-siauhiap, kurasa lebih baik serahkan saja kitab itu kepada kami" Lam-hay-liong li membujuk pula sambil tersenyum.

Karena orang tetap tidak mau percaya pada pengakuancya, akhirnya: Tian Pek, naik darah, serunya dengan gusar: "Hmm, kalian jangan memaksa terus, ketahuilah jangankan kitab pusaka Soh-kut-siau-hun itu benar sudah kumusnahkan, kendati masih adapun tidak nanti kuserahkannya kepada kalian sebangsa manusia2 dari luar lautan yang keji dan kejam ini."

Air muka Sin liong taycu berubah suram, napsu membunuh menyelimuti wajahnya, ia berseru: "Hmm, baik! Katanya, kalau tidak menggunakan kekerasan kau takkan jera "

Kipas peraknya memberi tanda ke belakang, Hay-gwa- sam sat dan Hek-to-su hiong lantas maju ke depan dan siap melancarkan serangan.

Tian Pek tak gentar, dia memandang sekejap ketujuh orang lihay itu, kemudian tegurnya: "Apakah kalian lupa bahwa antara aku dan kalian sudah terikat oleh janji?"

"Hehehe, kalau jeri, lebih baik serahkan saja kitab pusaka itu sekarang juga!" jengek Sin liong-taycu sambil tertawa dingin.

"Jeri? Selama hidup Tian Pek tak kenal arti takut, aku hanya ingin memegang teguh janjiku dan tak mau berurusan lagi dengan orang2 persilatan!"

Nenek berambut putih dari Hay gwa-sam-sat cepat menanggapi sambil tertawa seram:

"Hehehe, tak menjadi soal, boleh saja kami bertiga menarik kembali janji tersebut!" "Betul!" Hud-in Hoat-su menambahkan, "tentunya engkoh cilik tak puas dengan kekalahan yang kau derita tempo hari? Sekarang kita boleh ulangi kembali pehrtarungan itu!"

"Dan kami yakin, kali ini kau tak dapat pergi dari sini dengan hidup!" Ciong-nia-ci-eng menambahkan.

Tian Pek mengerutkan dahi, ia betu12 terpengaruh oleh emosi . . .

Tay-pek-siang-gi dapat melihat bahwa inilah kesempatan yang terbaik bagi Tian Pek untuk mencuci bersih kekalahan yang diterimanya tempo hari.

mereka menerjang ke muka dan serunya kepada Tian Pek: "Siau-In-kong, terima tantangan mereka! Inilah saat yang baik bagimu untuk balas menghajar mereka!"

Tian Pek memang ingin cepat2 melepaskan diri dari belenggu janji itu, maka iapun mengangguk, ujarnya kepada Hay-gwa-sam-sat: "Kalau kalian memaksa terus, Tian Pek bersedia melayani kalian dengan pertaruhan nyawa! Tolong tanya, apakah kalian bertiga lagi yang akan turun ke gelanggang untuk melayani diriku ini?"

"Engkoh cilik, kau memang hebat, kau ksatria sejati . . .

." puji si kakek berjenggot panjang sambil acungkan jempolnya.

Sin-liong-taycu berkata juga dengan napsu membunuh menyelimuti wajahnya: "Lam-hay-bun bersumpah akan mendapatkan kembali kitab pusaka Soh-kut-siau-hun itu, sekarang atas nama Kaucu kutitahkan Hay-gwa-sam-sat dan Hek-to-su-hiong untuk maju ber-sama2!"

Suasana seketika menjadi gempar, kawanan jago yang hadir sama terperanjat, terutama mereka yang punya hubungan akrab dengan Tian Pek, kuatir mereka. Seandainya satu lawan satu, sudah pasti Tian Pek akan menang atau sekalipuu harus bertarung melawan Hay-gwa- sam-sat atau Hek-to-su-hiong, anak muda itu masih ada harapan untuk menang, tapi sekarang dia harus bertempur melawan tujuh orang lihay dari Lam-hay-bun sekaligus, jangankan kesempatan untuk menang tipis sekali, jiwanya justru terancam bahaya.

Dalam keadaan begini, sekalipun kawanan jago itu berniat memberi bantuan, kecuali paman Lui dan Wan-ji yang mungkin dapat menandingi satu-dua orang di antara Hay-gwa-sam-sat atau Hek-to-su-hiong, jago2 lain boleh bilang tak mungkin bisa menyumbangkan tenaganya.

Apalagi kecuali beberapa orang yang berasal satu rombongan dengan Tian Pek, kawanan jago lainnya masih terlibat dalam persengketaan dengan pemuda itu, tak mungkin mereka akan membantu anak muda itu. Atau dengan perkataan lain, posisi Tian Pek ketika itu sangat tidak menguntungkan, tak heran kalau diam2 orang menguatirkan keselamatan anak muda itu.

Agaknya Sin liong-taycu sudah memperhitungkan langkahnya dengan se-cermat2nya, sebab itu sebelum Ciu Ji hay atau si kakek berjenggot panjang itu habis kata2nya, ia lantas mengumumkan lebih dahulu niatnya untuk menurunkan ketujuh jago tangguh guna mengeroyok pemuda itu.

Sebagai jago yang berpengalaman, kebanyakan orang mengerti Sin-liong-taycu licik dan banyak tipu muslihatnya, jelas ia sedang memasang perangkap untuk memancing Tian Pek.

Siapa tahu Tian Pek sendiri malah bersikap tenang2 saja, ia tertawa angkuh, lalu katanya: "Inilah kesempatan yang terbaik bagi Tian Pek untuk merasakan sampai dimanakah ketangguhan ketujuh jago Lam-hay-bun, kejadian ini  benar2 merupakan suatu kehormatan besar bagiku!"

Mendengar taaggapan ini, si kakek berjenggot itu kembali mengacungkan jempolnya dan berulang kali memuji: "Bagus! Bagus! Kuhormati kau sebagai tokoh nomor wahid dari dunia persilatan!"

"Ciu kong kong, jangan mengobarkan perbawa musuh dan meruntuhkan semangat sendiri!" tegur Sin-liong-taycu dengan tak senang hati, "Kalian bertujuh majulah segera, bagaimanapun juga kalian harus bunuh bangsat yang takabur ini.”

Lam hay-liong-li dapat merasakan betapa tebalnya napsu membunuh dari kakaknya, sebagal pimpinan sudah tentu ia tak dapat mengunjuk sikap tak setuju di hadapan anak buahnya, maka ketika ketujuh jago lihaynya maju ke arena; cepat ia menambahkan:

"Cukup asal kitab pusaka Soh-kut-siau-hun itu kita dapatkan!"

Entah ketujuh orang lihay itu dapat meresapi maksud perkataan Lam-hay-liong-li atau tidak, tampaklah mereka lantas pasang kuda2 dan menghimpun tenaga dengan wajah kereng, tapi sebelum pertempuran dimulai, si kakek berjenggot panjang itu berkata lagi: ' Engkoh cilik, pertarungan yanwg akan dilangsungkan ini adalah pertarungan terakhir yang paling sengit, boleh kau melancarkan serangan lebih dahulu!"

"Tunggu sebentar!" sebelum Tian Pek menjawab, tiba2 Wan-ji maju kedepan, ditatapnya sekejap pemuda itu dengan pandangan lembut dam mesra, lalu bisiknya: "Engkoh Pek, adik bersedia membantumu!" "Jangan adik Wan!" sahut Tian Pek dengan berterima kasih, "biarlah kuhadapi sendiri ketujuh orang ini!'

Selesai berkata, telapak tangannya lantas diangkat sebatas dada dan siap menghadapi serangan.

Buyung Hong ikut maju ke muka, katanya: "Orang2 ini tak tahu malu semuanya.. Hmm, pandainya hanya main kerubut, engkoh Tian, biar kubantu kau menghadapi mereka!"

Tian Pek terharu sekali oleh kesediaan Buyung Hong kakak beradik yang akan membantunya, tapi mengikuti adatnya, bagaimanapun ia takkan membiarkan kedua anak dara itu ikut menyempet bahaya.

Pemuda itu tertawa getir, lalu sahutnya: "Adik Hong, kau juga tak usah membantu aku, biarlah kuhadapi mereka seorang diri!"

Kim Cay- hong yang berdiri di samping diam2 membenci ketidak becusannya sendiri, ia merasa tak punya keberanian untuk mengikuti jejak Buyung Hong berdua yang berani menyatakan cinta kasihnya di hadapan umum. Kenapa dirinya tak berani tampil secara terang2an Mungkinkah ia merasa kedudukan dan asal-usulnya kurang pantas? Ataukah karena alasan lain?

Dasar sudah sangsi, apalagi melihat Tian Pek menampik bantuan Buyung Hong berdua, ia semakin tak punya keberanian untuk maju.

Hoan Soh-ing juga ada maksud maju ke depan untuk menyatakan sikapnya, tapi perasaan itu segera ditekan di dalam hati. "Kenapa aku harus ikut kontes ini? Toh sudah begitu banyak nona yang mencintainya . . . . " demikian ia berpikir. Tay-pek-siang-gi dan Ji-lopiautau terhitung pula ksatria2 yang berwatak keras, mereka rela herkorban demi sahabat. Kendati tahu bahwa Kungfu mereka tak mampu menandingi kelihayan Hay-gwa-saw-sat dan Hek-to-su- hiong, toh mereka maju juga dan berdiri di samping anak muda itu.

"Kami semua siap membantu perjuangan Tian-siauhiap!" kata mereka serempak.

Hanya paman Lui saja tak bergerak dari tempat semula, sebab ia cukup memahami watak anak muda itu, tak mungkin membiarkan orang lain ikut menempuh bahaya bila tugas tersebut dirasakan dapat ditanggulanginya  sendiri.

Solidaritas yang diperlihatkan beberapa orang itu segera memancing cemoohan dari pihak Hay-gwa-sam-sat dan Hek-to-su-hiong, sambil tertawa dingin mereka menjengek:

"Huh, banyak yang membantu juga percuma, paling2 dalam perjalanan menuju akhirat akan bertambah lagi beberapa setan baru!"

Tian Pek merasa cemoohan itu ada benarnya juga, maka ia coba menilai kekuatan pihaknya dengan kekuatan lawan ia merasa kawan2nya hanya akan mengantar kematian dengan percuma, boleh jadi kehadiran mereka justeru akan mengganggu keleluasannya bertempur.

Akhirnya, ia tertawa pongah seraya berkata: "Kalian tak perlu bersilat lidah, toh tiada manfaatnya. Ketahuilah sekali Tian Pek berkata akan menghadapi kalian seorang diri, maka tetap aku akan maju sendiri, akan kulihat seberapa tinggi kungfu sejati Hay-gwa-sam-sat dan Hek-to-su-hiong!"

Kemudian ia berpaling dan berkata pula kepada Tay-pek- siang-gi dan Ji-lopiautau: "Maksud baik Cianpwe sekalian biarlah kuterima di dalam hati saja, maafkan, sebab setiap urusan yang telah kuputuskan selamanya takkan kutarik kembali, harap Cianpwe sekalian suka mengundurkan diri dari sini!"

Tay-pek-siang-gi dan Ji lopiaugtau tak berdayai, mereka cuma bhisa menggeleng dengan sedih dan mundur dari situ.

"Ksatria sejati! Pahlawan tulen! Hebat . . . mengagumkan

. . . . "kembali kakek berjenggot itu memuji sambil mengacungkan jempolnya.

"Silakan menyerang!" kata Tian Pek sambil merentangkan kedua telapak tangannya.

Nenek berambut putih tidak sabar lagi, begitu lawan mempersilakan, tanpa bicara terus menutuk Sam-yang-hiat lawan dengan jari Soh-hun ci.

"Sambutlah serangan nenekmu ini!" bentaknya setelah serangan dilancarkan.

Sudah dua kali nenek ini dikalahkan Tian Pek, bencinya pada pemuda ini sudah merasuk tulang, maka begitu menyerang lantas menggunakan jurus serangan mematikan.

Tian Pek mengegos kesamping, berbareng itu juga ia pukul jalan darah Kwan-goan-hiat pergelangan tangan kanan musuh, menghindar sambil menyerang, semuanya dilakukan dengan cepat.

Nenek itu terperanjat, tak diduganya kungfu Tian Pek kembali mendapat kemajuan pesat, cepat ia melompat mundur.

Desing angin pukulan menyambar, si tikus gunung tiba2 menyergap dari belakang dan membacok kepala anak muda itu. Sambil menyingkir Tian Pek berputar badan, tanpa memandang ia potong lengan kiri si tikus gudang, setiap serangan dibalas dengan serangan, kecepatannya berlipat dari pada lawannya.

Menghadapi tabasan kilat itu, Tay-tong-ci-ju menjerit kaget dan melompat mundur.

Sementara itu Hud-in Hoat-su di sebelah kiri dan Ciong- nia-ci-eng juga menyergap maju bersama.

Tian Pek keluarkan pukulan berantai dengan gerakan ringan, tabasan telapak tangan kiri dan tendangan kaki kanan bekerja cepat, seketika Hudin Hoat-su dan Ciong-nia- ci-eng terdesak mundur.

Tapi pada saat itulah si Rase dari gurun dan serigala dari Im-san yang berada didepan dan belakang serentak menyerang dengan dahsyat. Selain itu, si kakek berjenggot dengan Tay-jiu-in andalannya juga menghantam batgok kepala pemudia itu.

Menghadapi kerubutan dari depan, belakang, kiri, kanan dan atas yang disertai pula dengan tenaga pukulan beribu kati, tak ada peluang lagi bagi Tian Pek untuk menghindar.

Agaknya Tian Pak terancam bahaya, bila ia tak bisa mengatasi kesulitan itu niscaya dia akan terluka atau  binasa.

Banyak orang berkeringat dingin menguatirkan keselamatan pemuda itu, meski banyak yang kaget dan ngeri, namun orang2 itu hanya terbelalak belaka, untuk menjerit pun rasenya tak sempat . . . . .

Tapi Tian Pek tidak menjadi gugup, ditengah kepungan musuh yang rapat, ia menghantam dan menyabet ke depan dan belakang, kemudian dengan jurus Sim-hong-ki-lui (angin puyuh sambaran geledek) dia sambut pukulan si kakek berjenggot.

"Blang!" benturan keras tak terhindar lagi, jago lihay Lam-hay-bun yang amat sempurna tenaga dalamnya ini terhajar sampai mundur dengan sempoyongan.

Kakek berjenggot itu tertawa keras, serunya: "Hahaha, anak muda, kuat betul tenaga pukulanmu! Nyata kungfumu mendapat kemajuan pesat!" Untuk kedua kalinya, ia menerjang lagi kedepan.

Tian Pek keluaikan Bu sik-bu- siang-sin-hoat yang diimbangi dengan ilmu langkah Cian-hoan-biau-hiang-poh ia berkelebat kian kemari dengan cepat sementara tangannya memainkan ilmu pukulan Thian-hud-hang-mo- ciang disertai pula dengan ilmu pukulan Hong-lui-pat-ciang untuk mengimbangi serangan lawan.

Baru tiga-lima gebrakan, debu pasir sudah menyelimuti udara, banyak batang pohon dan rerumputan yang tersambar patah. Sekitar arena pertempuran se-olah2 diselimuti lapisan hawa pukulan yang kuat, banyak penonton yang tak tahan dan terdorong mundur.

Ketangkasan Tian Pek ibaratnya seekor naga sakti mengaduk samudera, ibaratnya pula seekor harimau garang, bertarung melawan segerombolan binatang liar, gagah perkasa dan cekatan gerak geriknya.

Ketujuh jago lihay Lam-hay-bun tak kalah hebatnya, hampir semua pukulan dan tendangan yang melayang disertwai tenaga yang ykuat, tertuju bxagian2 mematikan di tubuh lawan.

Demikian sengitnya suasana dalam gelanggang membuat cuaca berubah mendung, bintang dan rembulan se-olah2 tak bercahaya lagi. Dalam waktu singkat, puluhan gebrak sudah lewat, namun pertempuran masih berlangsung dengan serunya, menang kalah belum dapat ditentukan. Kawanan jago yang mengikuti jalannya pertarungan itu mulai terperanjat, mereka bergidik.

Sin-liong-taycu yang telah kehilangan ketenangannya, kipas peraknya digenggam kencang2, matanya melotot mengikuti jalannya pertarungan dcngan rasa tegang.

Begitu pula keadaannya dengan Lam-hay-liong-li yang cantik, sebentar mukanya tampak berseri sebentar lagi tampak murung, jelas hatinya juga tak tenang.

Paman Lui melotot dengan rambut awut2an, Tay-pek- siang-gi dan Ji-lopiautau terbelalak tegang, Buyung Hong dan Wan-ji bermuka pucat, sedangkan Kim Cay-hong dan Hoan Soh-ing meski tegang di hati tapi tenang di wajah, bila memperhatikan tangan mereka yang tergenggam serta dada mereka yang terengah baru dapat diketahui sampai di manakah

ketegangan mereka.

Makin lama Hay-gwa-sam-sat dan Hek-to-su-hiong makin terperanjat, baru pertama kali ini mereka turun tangan bersama untuk mengerubut seorang pemuda, mungkin sepanjang hidupnya hanya sekali ini mereka menjumpai keadaan semacam ini.

Tapi sekarang, walaupun mereka sudah manguras segenap kepandaian mereka, namun bukan saja mereka tidak di atas angin, malahan Tian Pek yang dikerubuti masih bisa membalas serangan mereka dengan mantap, ini membuat mereka jadi gusar bercampur gelisah, di antaranya Ciu Ji-hay, si kakek berjenggot panjang merasa paling terkejut. Dengan ilmu Tay-jiu-in beruntun ia telah beradu tenaga lima-enam kali dengan Tian Pek, tapi kenyataannya bukan saja pemuda itu tidak terpengaruh oleh serangannya, sebaliknya ia sendiri yang terdesak mundur sempoyongan.

Teringat pertarungannya tempo hari, waktu itu hanya tiga pukulan saja ia berhasil menghajar anak muda itu sampai muntah darah, sekarang dalam waktu yang singkat, ia heran tenaga dalam pemuda itu bisa mendapat kemajuan yang demikiau pesat.

Kakek itu tak tahu Tian Pek telah minum Ci-tam-hoa, sejenis obat mujarab yang bersifat panas, dalam pertempurannya tempo hari darah beku dalam perutnya berhasil ditumpahkan keluar, sehingga semakin melancarkan aliran tenaga dalamnya, maka percumalah kakek berjenggot itu mengumbar nafsunya, sebab kekuatannya tidak mampu menandingi kekuatan Tian Pek.

Setelah posisi anak muda itu semakin mantap dan di atas angin, baik paman Lui, Tay pek siang-gi, Ji-lopiautau maupun Buyung Hong dan Wan-ji dapat merasa agak lega.

Sembilan ketua perguruan besar, Bu-lim-sukongcu dan kawanan jago lain berdiri terkesima oleh sengitnya pertempuran itu, mimpipun tak pernah mereka sangka di dunia persilatan sebenarnya terdapat seorang tokoh muda yang berilmu silat sedemikian tinggi.

Seorang melawan tujuh tokoh sakti Lam-hay bun.

Hampir saja orang tak percaya dengan apa yang dilihatnya, Sin-liong-taycu jadi tergetar hatinya, menurut perkiraannya semula meski kungfu Tian Pek tinggi dan mampu mengalahkan Hay-gwa-sam-sat dan Hek-to su- hiong di masa lalu, sekarang kalau ketujuh tokoh sakti itu turun tangan bersama, niscaya pemuda itu dapat dikalahkan dan kitab pusaka Soh kut siau-hun bisa dirampas.

Tapi kenyataan berbicara lain, walaupun Hay-gwa-sam- sat telah bekerja sama dengan Hek-to-su-hiong, toh mereka tak mampu merobohkan Tian Pek.

Ia mulai kuatir akan kelanggengan kekuasaan yang baru saja berhasil dia raih dari tangan orang-orang persilatan, ia kuatir Tian Pek akan merusak pondasi kekuasaannya untuk menjajah daratan Tionggoan.

Sekarang ia baru merasakan betapa pentingnya arti pertarungan yang berlangsung ini, bisa dibayangkan betapa terkejut dagn kuatirnya sekiarang, tapi jugha makin besar hasratnya untuk melenyapkan anak muda itu dari muka bumi.

Air mukanya mulai berubah-ubah, biji matanya jelalatan mencari akal, diam-diam ia mulai menyusun rencana keji untuk membunuh Tian Pek.

Akhirnya ia mendapatkan akal, dengan lantang Sin-liong taycu lantas bersenandung:

"Setitik warna merah diantara lautan hijau!"

Semua orang tertegun, siapapun tak dapat menebak apa arti senandung dari Sin-liong taycu, mereka heran dalam suasana pertarungan seru ini mengapa Sin-liong taycu sempat bersyair.

Sementara orang-orang sama termangu, situasi dalam arena pertarungan telah mengalami perubahan, di antara lintasan bayangan manusia, tiba-tiba si tikus gudang mencicit nyaring, tubuhnya melejit dan membentuk gerakan lingkaran di tengah udara, kemudian telapak tangannya menghantam dada Tian Pek. Anak muda itu tak tahu mengapa secara tiba-tiba si Tikus menjadi nekat dan mengadu jiwa begini, pula pukulan gencar ke enam orang lainnya membuatnya tak mampu menghindar, terpaksa ia kerahkan segenap kekuatan untuk menangkis.

"Blang!" benturan keras terjadi, tubuh si tikus gudang mencelat oleh pukulan Tian Pek yang keras itu.

Tiba-tiba terdengar pekikan nyaring, Im-san ci-long juga menyerang dengan gerakan yang sama sepeti Tay-cong-cu- yu. Tapi Tian Pek juga dapat menghalau serangan si serigala.

Begitulah seterusnya, dengan cara bergilir Hek-to su- hiong dan Hay-gwa-sam-sat melancarkan serangan, semua dengan keras lawan keras dan gaya yang sama.

Sekarang baru semua orang mengerti, rupanya syair yang disenandungkan Sin-liong-taycu tadi adalah kode yang memberi petunjuk kepada Hay gwa-sam-sat dan Hek to-su- hiong untuk melancarkan taktik serangan.

Berbicara tentang tenaga dalam, tentu saja ketujuh orang itu masih belum mampu menandingi kehebatan Tian Pek, sekalipun setiap kali terjadi bentrokan mengakibatkan mereka merasakan kepala pusing dan mata berkunang, isi perutpun terguncang keras, namun ketujuh orang itu masih ada kesempatan untuk bergganti napas dani mengatur tenaga lagi.

Berbeda dengan keadaan Tian Pek, anak muda ini tidak mendapat kesempatan untuk berganti napas, sebab secara bergilir ia harus menerima sercangan musuh dengan kekerasan.

Baru saja giliran itu berlangsung tiga putaran sekaligus Tian Pek telah menyambut 21 kali pukulan, dalam keadaan seperti ini walaupun anak muda itu bertubuh baja dan berotot kawat, akhirnya kewalahan juga, ia mulai keteter dan tak kuat bertahan lagi.

Sin-liong-taycu memang licik dan banyak tipu muslihatnya, taktik yang digunakan ini benar2 amat jitu, pada mulanva hadil yang di harapkan belum tertampak, tapi setelah putaran keempat dan kelima kalinya, taktik ini mulai menunjukkan hasilnya, peluh sebesar kacang kedelai mulai membasahi jidat Tian Pek, tenaga pukulannya juga makin lemah, sekarang setiap pukulan yang dilancarkan tak mampu lagi memukul mundur musuhnya.

Kawanan jago lainnya yang berpengalaman dapat pula menebak tujuan utama taktik serangan itu, rupanya dengan taktik keras lawan keras ini untuk memeras kekuatan Tian Pek sehingga akhirnya kehabisan tenaga sendiri.

Wan-ji paling menguatirkan keselamatannya, menyaksikan keadaan kekasihnya sudah payah, ia menjerit: "Eeh, pertarungan macam apakah yang kalian gunakan ini?"

Buyung Hong juga gelisah, dengan gemas iapun  memaki: "Bangsat terkutuk, kalian betul2 tak tahu malu!"

Berbeda dengan Sin-liong-taycu, demi menyaksikan tipu muslihatnya mendatangkan hasil seperti harapannya, ia jadi gembira, dengan muka berseri dan menggoyangkan kipas peraknya ia berkata:

"Hahaha, siapa berhasil dialah raja, siapa gagal dialah bangsat! Masa untuk menghadapi pertarungan orang mesti menganut sistim yang sama? Hah. . ."

Wan-ji tak tahan, serunya kepada Buyung Hong: "Cici, Hayo kita terjang mereka!" Buyung Hong setuju, tapi baru selangkah mereka maju ke depan, dengan muka garang Lam-hay-liong-li telah mengadang mereka, bentaknya: "Kalau ingin selamat berdirilah di tempat, barang siapa berani maju selangkah, jangan salahkan nonamu bila kalian akan mampus tak terkubur!"

"Hmm! Masa iya?" jengek Buyung Hong ketus.

Wan-ji tak sabar lagi, mendadak ia membentak dengan ilmu jari Soh-hun-ci yang hebat, ia menutuk ke bawah iga Lam-hay-liong-li.

"Rupanya kau memang ingin mampus!" bentak nona pujaan Lam-hay-bun itu dengan gusar, sambil memutar tubuh ia lepaskan suatu pukulan dahsyat yang kontan membuat Wan-ji mencelat sejauh satu tombak.

Melihat adiknya dihantam sampai mencelat, Buyung Hong membentak dengan gusar: "Nonamu akan beradu jiwa denganmu. . ."

Selagi ia siap menerjang ke tengah arena, tiba-tiba terdengar Tian Pek menjerit kesakitan, menyusul terdengar suara benturan yang keras.

Kiranya satu pukulan Tian Pek telah membuat si tikus gudang mencelat. Akan tetapi karena adu pukulan itu si tikus gudang telah menggunakan segenap kekuatannya, Tian Pek sendiripun tergetar keras.

Pada saat itulah Wan-ji memburu maju untuk membantu, tapi ia terhajar oleh Lam-hay-liong-li.

Hanya meleng sedikit, suatu pukulan dahsyat menyambar tiba pula dari depan. Dalam keadaan seperti ini Tian Pek jadi gelisah, tanpa pikir ia lancarkan tabasan kilat disertai segenap tenaga untuk menangkis hantaman itu. "Blang!" Benturan dahsyat terjadi, diantara desingan angin terdengar seseorang mendengus tertahan, menyusul sesosok bayangan tinggi besar mencelat terhajar oleh pukulan anak muda itu.

Karena Tian Pek menggunakan segenap kekuatannya, bayangan tinggi besar itu mencelat sejauh tiga tombak dan terbanting keras-keras di tanah.

Begitu mencium tanah, tubuh tinggi besar itu segera merangkak bangun dengan sempoyongan, segera darah segar tersembur dari mulutnya. Ia pandang Tian Pek dengan menyeringai seram, orang ini tak lain ialah Im-san- ci-long atau serigala dari Im-san.

Tian Pek sendiripun tergetar mundur satu langkah, belum sempat anak muda itu berganti napas, Hud-in Hoat- su juga bertindak, ia berjongkok, perutnya dikembungkan seperti guci, sambil berkaok keras, kedua kakinya menjejak permukaan tanah, secepat kilat ia menerjang musuh.

Selagi di udara, Ha-mo-kang yang sudah dihimpun pada telapak tangannya segera dilontarkan ke dada anak muda itu bagai gugur gunung dahsyatnya.

Tian Pek menguatirkan keselamatan Wan-ji, apa daya Hay-gwa-sam-sat dan Hek-to-su-satmenerjang terus tanpa memberi kesempatan baginya untuk berganti napas, ini membuatnya gelisah bercampur dongkol, maka waktu Hud- in Hoat-su menerjang pula, sekuatnya telapak tangannya menabas.

"Blang!" tubuh Hud-in Hoat-su yang gemuk pendek bagaikan bola seketika terlempar ke udara dan jatuh beberapa tombak jauhnya.

Terkesiap kawanan jago yang menonton jalannya pertarungan itu, baik lawan maupun kawan diam-diam mengagumi kelihaian Tian Pek yang memiliki tenaga dalam yang tiada habisnya, saking kagumnya sampai mereka lupa bersorak.

Tian Pek sendiri sudah diperas habis-habisan segenap tenaganya, tak mampu

mempertahankan pula kuda-kudanya, ia sendiri tergetar tiga langkah ke belakang.

Tatkala Tian Pek menghajar mencelat Im-san ci-long kemudian menghajar pula Hud-in Hoat-su tadi, Buyung Hong, Tay-pek siang-gi dan Ji-lopiauthau secara terpisah juga menerjang ke tengah arena untuk membantu anak muda itu.

Sayang beberapa orang itu bukan tandingan Lam-hay- liong-li, baru saja mereka menerjang ke muka, pukulan gencar yang dilepaskan gadis itu memaksa mereka harus mundur kembali.

Sementara itu paman Lui sedang menolong Wan-ji, ia menjadi gusar dan gelisah, tapi tak sempat membantu.

Suara benturan keras pukulan dgahsyat masih beirkumandang, baahtu pasir beterbangan, keadaannya mengerikan sekali.

Itulah suara pukulan yang masih terus dilancarkan Hay- gwa-sam-sat dan Hek-to-su-hiong secara bergilir untuk menghantam Tian Pek.

Meskipun tenaga dalam Tian Pek sekarang sudah mencapai tingkatan yang tak terhingga, tapi bagaimanapun juga dia hanya seorang diri, setelah beradu tenaga sebanyak ratusan jurus dengan ke tujuh jago lihay Lam-hay-bun itu, kendati tubuhnya terbuat dari baja juga akhirnya akan lelah. Apalagi Hay-gwa-sam-sat dan Hek-to-su-hiong bukan jago biasa, sekalipun kungfu Tian Pek sangat lihay dan sering menghajar mereka sampai mencelat, tapi lama kelamaan ia sendiripun tak tahan, langkahnya mulai sempoyongan dan terdorong ke belakang.

Selain itu, pihak musuh mempunyai waktu yang cukup untuk mengatur pernapasan serta menyusun kekuatan kembali, sebaliknya Tian Pek boleh dikatakan tak mempunyai kesempatan sama sekali.

Ketika beberapa kali anak muda itu berhasil menghajar musuhnya sampai terluka, Sin-liong Taycu yang berada di samping arena segera melolohkan obat berwarna merah ke mulut si terluka itu, hanya cukup mengatur napas, sebentar saja si terluka lantas sembuh kembali dan bisa ikut mengerubuti musuh lagi.

Sekarang pertarungan itu sudah mencapai pada perputaran yang ke sekian, berturut-turut Tay-cong ci-ju dan Im-san-ci-long menerjang tiba pula walaupun secara beruntun Tian Pek dapat menghajar mundur kedua orang itu, namun ia sendiri mulai merasakan telapak tangannya mulai panas dan sakit, lengannya kesemutan dan kaku, sementara darah dalam dadanya bergolak keras.

Tay-cong-ci-ju dan Im-san-ci-long juga terluka parah, mereka mencelat dan meloncat bangun dengan muntah darah.

Sin-liong taycu segera menghampiri mereka, ia keluarkan dua biji obat berwarna merah yang besar dan dijejalkan ke mulut mereka, inilah obat mujarab bikinan Lam-hay-bun, obat khusus untuk menyembuhkan segala luka dan menambah siemangat, namanya Liong-hou-toa-lek-wan (pil penambah tenaga naga harimau). Selain untuk menyembuhkan luka, obat inipun mempunyai khasiat lain yang lebih hebat, yakni sebagai obat perangsang yang kuat, bila orang biasa menelan obat itu maka kekuatan tubuhnya akan berlipat kali daripada keadaan biasa, berada dalam keadaan demikian mereka akan mencari orang untuk berkelahi atau mencari pekerjaan yang berat-berat untuk menyalurkan napsunya berkobar itu. Sedang bila orang persilatan yang minum pil tersebut, mereka baru akan merasa segar tubuhnya bila sudah menemukan orang untuk beradu tenaga.

Justeru karena Sin-liong taycu berulang kali mencekoki obat perangsang kepada ke tujuh jagonya, tidaklah heran kalau ketiga 'malaekat maut' dan keempat "manusia bengis" itu menyerang musuh terus menerus tanpa mempedulikan keadaan luka mereka.

Sementara itu, Sin-liong-taycu telah menjentikkan dua biji obat ke arah si Tikus gudang serta Serigala dari Im-san, kedua orang itu segera menyambar obat tadi, tanpa diperiksa lagi terus ditelan. Lalu mereka meraung dan kembali menerjang musuh.

Dalam pada itu Tian Pek baru saja menghajar mundur Hud-in Hoat-su dan Ciong-nia-ci-eng, dengan masuknya Tay-tong- ci-ju dan Im-san-ci-long maka kekosongan segera terisi kembali.

Nenek berambut putih paling berangasan, rambutnya sudah awut-awutan hampir menutupi wajahnya, yang terlihat hanya matanya yang merah berapi-api dan beringas, sambil tertawa seram ia berteriak: 'Engkoh cilik, sambut lagi pukulan nenekmu ini!"

Seperti orang gila ia menerkam Tian Pek, dengan segenap kekuatannya ia tutuk jalan darah Sam-yang-hiat anak muda itu dengan Soh-hun-ci. Berbareng itu, si kakek berjenggot, Rase dari gurun, Tikus dari gudang, Serigala dari Im-san segera memutar telapak tangan mereka menciptakan bukit telapak tangan dan mengancam dari kiri kanan muka dan belakang anak muda itu.

Tian Pek sudah mandi keringat, dengan ilmu langkah Cian hoan-biau-hiang-poh ia berusaha menerjang ke kiri dan menubruk ke kanan untuk menghindari ancaman musuh, namun usahanya untuk membendung pukulan gabungan empat jago lihay itu gagal, sementara tutukan jari Soh-hun-ciw si nenek beramybut putih mengaxncam tiba, terpaksa ia mengertak gigi, dengan jurus Hud-cou-jin-siam (Buddha suci berbuat amal) dari ilmu pukulan Thian-hud- hang-mo-ciang disertai sepenuh tenaga, ia sambut serangan si nenek.

"Criit! Blang!" di tengah benturan keras, sinenek berambut putih itu mencelat jauh, berada di udara ia muntah darah, setelah terguling di tanah. sekali ini ia tak mampu merangkak bangun lagi.

Cepat Sin-liong-taycu memburu maju, dia angkat kepala nenek itu, cepat ia mencekoki tiga biji Liong-hou-toa-lek- wan, lalu menyalurkan hawa murninya ke dalam tubuh nenek tersebut, selang sesaat nenek berambut putih itu bangkit kembali, sesudah tarik napas panjang, ia berpekik nyaring dan menerjang maju pula.

Sekarang giliran Sah-mo-ci-hu untuk menerjang musuh. Dalam bentrokan melawan nenek berambut putih tadi,

tangkisan si anak muda itu agaknya menyebabkan telapak

tangannya terluka oleh tutukan Soh-hun-ci musuh, ini dapat dilihat ketika Tian Pek meringis sambil menahan sakit tangannya, sadarlah ia sudah terluka, diam2 ia mengeluh. Bicara soal tenaga, tentunya tenaga jari tak lebih kuat daripada kepalan, sedang kepalan tak bisa menangkan telapak tangah, sebaliknya bicara soa1 ketajaman serangan, maka tiada yang lebih hebat daripada ilmu jari.

Dalam serangan tadi, pukulan Tian Pek berhasil merobohkan nenek berannbut putih itu, malahan menyebabkan musuh tumpah darah dan untuk sesaat tak bisa bangun, tapi ilmu jari Soh-hun-ci si nenek juga luar biasa, ilmu jari itu dapat menembus Khikang (kekuatan dalam perut) dan melukai orang.

Demikianlah, sementara anak muda itu sedang kesakitan karena telapak tangannya terluka. Sah-mo-ci hou telah menerjang tiba..

Terjangan ini berbeda dengan biasanya, lebih garang dan menyeramkan, biji tasbihnya yang tinggal sembilan puluh delapan biji (semula ada seratus delapan biji, tapi sepuluh biji di antaranya terampas Wan-ji) menegang bagaikan ular, langsung menghantam muka Tian Pek, sementara telapak tangan kiri dengan gerakan Kay-pit-ciang-lek (bacokan tangan membelah tugu) menghantam batok kepala lawan. Satu jurus dengan dua gerakan, serangan berbahaya sekali.

Telapak tangan kanan Tian Pek sedang terluka dan kesakitan untuk sesaat ia tak dapat mengerahkan tenaga, terpaksa sambil membentak tangan kirinya berusaha merebut tasbih musuh.

Begitu tasbih musuh terpegang segera dibetot kuat2 ke belakang. Berbareng itu kepalanya miring ke samping menghindari tabasan tangan lawan.

Si rase dari gurun menjerit kaget ketika tahu gelagat tidak menguntungkan. Dalam keadaan mati langkah dan kehilangan keseimbangan, suatu tendangan keras Tian Pek dengan telak bersarang di perutnya.

"Duk!" seperti layang2 yang putus benangnya Sah-mo-ci- hou mencelat tinggi dan terbanting dengan keras.

Sin liong-taycu menjerit kaget, untung ia memburu maju tepat pada saatnya dan menerima tubuh si rase dari gurun, bila ia tak cepat meraih tubuhnya, niscaya rase tersebut akan mati terbanting.

Cepat Sin-liong-taycu menjejalkan tiga biji pil merah ke mulutnya, lalu ia turunkan jagonya ke tanah, Sah-mo-ci- hou ternyata belum sanggup berdiri tegak, dengan mata mendelik dan tubuh sempoyongan ia roboh ke atas tanah. Keadaan tersebut menunjukkan bahwa nasibnya lebih banyak celaka daripada selamatnya.

Kejadian ini makin mengejutkan Sin-liongtaycu, ia lihat Tian Pek masih bertarung melawan ketujuh jagonya dengan tetap gagah perkasa, Cepat ia membentak: "Gunung nan gersang air menjadi kering, jalan terasa buntu!"

Ia bersenandung lagi dengan tujuan memberi tanda kepada jago-jagonya untuk ganti taktik pertempuran.

Tian Pek memang tangguh dan nasibnya terhitung mujur, berulangkali tanpa sengaja ia mendapat penemuan aneh, bukan saja ia berhasil menemui tenaga dalam tingkat tinggi dalam kitab pusaka Soh-kut-siau-hun, iapun beruntung sempat menelan bunga Ci-tham hoa berusia ribuan tahun, kemudian mendapatkan pengobatan Sun-im toh yang selama enam puluh hari dari Liu Cui cui, semua ini membuat daya mujarab Ci-tham-hoa meresap lebih

cepat ke organ tubuh yang terkecil-pun. Dengan kelebihan inilah, sekalipun dikerubuti tujuh jago tangguh toh ia masih dapat berdiri tegak sekukuh gunung.

Walaupun begitu, manusia tetap terdiri dari darah dan daging, apalagi ia tidak mendapat kesempatan untuk mengatur napas. Sebaliknya ketujuh lawan tiada hentinya mendapat bantuan pil Liong-hoa-toa-lek wan sebagai penambah tenaga, sekalipun obat itu semacam obat perangsang yang berpengaruh buruk bagi kesehatan, namun bagi orang yang terluka bukan saja rasa lukanya segera lenyap, kekuatan tubuhpun bertambah secara cepat.

Sekarang Sin-liong taycu ganti taktik, segera tertampak serangan yang makin kalap ketujuh jagonya. Entah perputaran keberapa kalinya, secara bergilir ketiga 'malaikat maut' dari keempat 'manusia bengis' maju mundur secara beratur, pertempuran semakin tegang.

Tian Pek terpaksa melayani serangan mereka dengan sekuat tenaga, baru saja Im-san-ci-long dan Ciong-nia-ci- eng, berhasil dihajar mundur, isi perut Tian Pek terasa bergolak keras, akhirnya pemuda itu tak tahan dan tumpah darah.

Nenek berambut putih menemukan kesempatan baik, tiba2 ia berpekik nyaring, tangan kiri memukul, sedang tangan kanan dengan jari Soh-hun-ci serentak menerjang pemuda itu.

Tian Pek tak berani menyambut serangan Soh-hun-ci yang dahsyat itu, cepat ia menyingkir ke samping. "Sret!", desing angin tajam menyambar lewat di sisi telinganya.

"Sungguh berbahaya!" diam-diam Tian Pak terperanjat.

Meskipun serangan jari itu dapat dihindari, namun pukulan tangan kiri si nenek tak terhindar olehnya, terpaksa Tian Pak menangkis. "Duk!" nenek berambut putih itu terdesak mundur, sedangkan Tian Pak berguncang keras.

"Kok! Kok!" tiba2 terdengar bunyi katak dari belakang, menyusul dua gulung angin serangan menerjang punggungnya, itulah Hud-in Hoat-su yang menyergapnya dari belakang.
DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar