Hikmah Pedang Hijau (Wu Qing Bi Jian) Jilid 25

Jilid 25

"Titli pernah melihat sendiri isi kitab itu, sesungguhnya kitab tersebut memang tak pantas diperlihatkan kepada umum " kata Buyung Hong, sampai disini tanpa terasa

ia terkenang kembali peristiwa masa lampau, ketika ia merampas kitab itu dari tangan Tian Pek di gua rahasia di bukit Siau-kut san, bila membayangkan kembali isi kitab itu, merahlah muka nona itu.

Tapi dengan cepat ia menyadari betapa gawatnya masalah yang sedang dihadapi, ujarnya lebih jauh: "Tanpa sengaja Titli mendengar orang sedang berunding untuk merampas kitab itu dan melakukan tindakan yang tidak menguntungkan engkoh Tian, maka malam ini paman dan engkoh Tian harus hati-hati!"

Tian Pek tertegun, ia tak menyangka maksud baiknya akan mendatangkan banyak persoalan dan berbagai kesulitan bagi diri sendiri, ia berseru keheranan: "Ah, masa ada kejadian semacam itu?"

"Siapakah orangnya? Berasal dari perguruan mana?" tanya paman Lui dengan muka serius. "Tadi secara kebetulan Titli lewat depan sebuah kamar rahasia di halaman belakang sana, tanpa sengaja kudengar samar2 seorang sedang berkata: 'Kitab nomor satu di  kolong langit itu . . . . harus kita rampas.. . bila perlu orang she Tian itu. . .aku ingin mendengarkan lebih lanjut, tapi rupanya merekapun cerdik, seorang lagi lantas mengalangi rekannya berbicara lebih jauh, karena itu akupun tak tahu siapa yang berkumpul di ruang rahasia itu!"

"Siapa yang bertugas ronda di sekitar tempat ini?" tanya Tian Pek.

"Anak murid perkumpulan pengemis!"

Dengan wajah serius paman Lui bangkit berdiri, tiba2 katanya: "Aku akan mencari Hong-jan-sam-kay dan menanyakan soal ini, ingin kuketahui siapakah yang bermaksud menimbulkan keonaran ini?"

Pada saat itu tiba-tiba Wan-ji masuk dan mencegah niat paman Lui, katanya: "Paman jangan tegur mereka, bukan pihak perkumpulan pengemis saja yang mempunyai maksud jahat, boleh dibilang semua orang bermaksud busuk, asal malam ini kita berjaga-jaga dengan ketat, kukira cukuplah."

Setelah bersemadi seharian, luka Wan-ji telah sembuh kembali, kesehatannya telah pulih seperti sediakala, wajahnya tampak segar dan mempesona.

"Adik Wan, apakah kau juga menemukan sesuatu?" tanya Tian Pek cepat.

"Ehm, saat ini orang2 itu secara bergerombol sedang merundingkan sesuatu, mereka terdiri dari ber-kelompok2, meskipun tidak kuketahui apa yang mereka rundingkan, tapi sudah pasti takkan terlepas dari soal merampas kitab pusaka Soh-kut-siau-hun-thian-hut-pi-kip itu!" Sekarang Tian Pek baru menyesal, ia tak menyangka maksud baiknya untuk menyelamatkan dunia persilatan justeru malah menimbulkan banyak kesulitan bagi diri sendiri. rasa kecewa jelas terpancar pada wajahnya.

Sementara itu paman Lui berkerut dahi sambil berseru dengan gusar: "Kurangajar, mereka benar tak tahu diri. Kalau ada yang berani mencari gara2, pasti akan kuhajar mereka!"

Lalu dia berpaling kepada Buyung Hong dan Wan-ji seraya berkata lagi: "Sudahlah, kalian boleh kembali untuk beristirahat!"

Sepeninggal Buyung Hong dan Wan-ji, paman Lui berkata pula kepada Tian Pek: "Sudahlah kitapun beristirahat!"-Ia lantas naik pembaringan dan tidur.

Tian Pek cukup kenal watak paman Lui, ia tak banyak bicara lagi, setelah memadamkan lampu iapun naik pembaringan.

Kedua orang ini memang berilmu tinggi dan bernyali besar, meskipun tahu bahaya akan mengancam, namun mereka tidak melakukan persiapan apa2, malahan setelah berbaring di pembaringan paman Lui lantas tidur mendengkur.

Berbeda dengan Tian Pak, ia tak dapat tidur karena banyak persoalan yang berkecamuk dalam benaknya.

Dia teringat kembali sakit hati ayahnya, dengan susah payah ia engembara, tujuannya adalah membalas dendam, tapi tak tersangka musuh besarnya itu satu demi satu binasa, bukan dibunuh olehnya tapi dilaksanakan oleh orang lain, jadi usahanya dengan susah payah dan penderitaannya selama ini hanya sia2 belaka. Setelah pertarungannya melawan Hay-gwa-sam-sat dan Hek to-su hiong, rasa percayanya pada diri sendiri makin tebal, ia tahu kepandaian sendiri sudah cukup untuk menjagoi kolong langit ini. Sebagai pemuda yang berilmu tinggi, sepantasnya ia berjuang demi keadilan dan kebenaran bagi umat manusia, tapi sayang ia terbelenggu oleh janji sendiri dan tak mungkin baginya untuk mencampuri urusan dunia persilatan lagi.

Dendam kematian ayahnya sudah terbalas, iapun tak dapat mencampuri urusan dunia persilatan, inilah kesempatan baik baginya untuk mengasingkan diri di tempat yang indah. Siapa tahu, karena ingin menolong umat persilatan dari badai pembunuhan, bukan pembalasan baik yang diterima malahan menimbulkan pikiran jahat orang mengincar kitab pusakanya.

Ia tak tahu siapa2 yang bermaksud jahat padanya, tapi dari pembicaraan Buyung Hong dan Wan-ji jelas orang yang mengincar Soh-kut-siau-hun-thian-hud-pi-kipnya itu tidak sedikit jumlahnya.

Terbayang kembali tentang Wan-ji, ia pikir dirinya sudah mengikat jodoh dengan Buyung Hong, tak mungkin baginya untuk bermesraan pula dengan adiknya, tapi cinta kasih Wan-ji yang begitu mendalam dan hangat tak mungkin terlupakan untuk selamanya . . . .

Berpikir sampai di sini. ia menghela napas panjang dan membalik tubuh . . . .

Mendadak dilihatnya berkelebatnya cahaya hijau di luar jendehla, mula2 dia mengira ada seekor kunang2 tersesat di sana, maka tak diperhatikannya, siapa tahu dengan cepat segulung asap lantas mengepul ke arahnya.

Ketika asap terisap ke lubang hidung, Tian Pek merasakan kepalanya jadi pening. Segera ia merasa gelagat tidak baik, cepat ia menahan pernapasannya, ia mengerahkan hawa murninya dan desak keluar hawa racun yang sudah telanjur diisapnya tadi.

Untunglah tenaga dalamnya cukup sempurna, iapun pernah minum Ci-tam-hoa yang berusia ribuan tahun, karenanya bubuk racun itu tak sampai berpengaruh apa2 dalam tubuhnya.

Hakekatnya hawa racun yang dilepaskan orang di luar jendela itu lihay sekali, asap itu bernama Ngo-ko-toan-hun- hiang (dupa pemutus nyawa sebelum kentongan kelima), sekalipun seorang berilmu tinggi akan jatuh tak sadarkan diri seteleh mencium baunya.

Seperti juga namanya, bila sebelum kentongan kelima atau fajar menyingsing korban tidak diberi obat khusus, niscaya akan binasa.

Tampakmya pelepas racun itu mengetahui Tian Pek berilmu tinggi, bila harus bertempur secara terang2an pasti mereka bukan tandingannya, maka digunakan cara yang keji ini untuk melumpuhkannya.

Siapa tahu kepandaian Tian Pek dewasa ini sudah mencapai tingkatan tak mempan tehadap segala macam racun, hanya cukup menyalurkan hawa murninya hawa racun yang mengeram dalam tubuhnya segera terdesak keluar, bahkan kesehatan dan kesegaran badannya telah pulih kembali seperti sedia kala.

Sesudah berhasil memaksa keluar hawa racun itu, Tian Pek mencoba untuk membangunkan paman Lui, siapa tahu jejak paman Lui sudah lenyap tak berbekas, entah sejak kapan ia pergi dari tempat itu.

Tiba2 terdengar dengusan tertahan di luar jendela, tampaknya ada seseorang terkena serangan, menyusul terdengar suara paman Lui tertawa terbahak-bahak: "Hahaha, jangan kau anggap setelah mengenakan kedok lalu orang tak kenal kau lagi! Hm memalukan sekali, sungguh tak nyana dalam perkumpulan pengemis terdapat manusia kotor semacam kau!"

Dari angin pukulan memutuskan kata2 itu diantara suara langkah kaki yang kacau, dapat diketahui bukan satu dua orang saja yang terlibat dalam pertarungan itu. .

Diam2 Tian Pek malu diri, ia dapat membuktikan bahwa sesungguhnya ia masih belum berpengalaman, kenyataannya meski paman Lui tidur mendengkur, tapi ia lebih cepat mengetahui jejak musuh daripadanya.

Kenyataan ini membuat anak muda itu bertindak lebih waspada lagi, ketika didengarnya paman Lui sudah terlibat dalam pertarungan melawan orang di luar, ia tidak langsung keluar rumah melainkan secara diam2 menerobos keluar dari jendela belakang, lalu dia melayang ke atas atap rumah.

Siasat ini ternyata tepat, sebab takkala Tian Pek berhasil mencapai atap rumah, ia saksikan kecuali beberapa orang yang sedang bertempur melawan paman Lui, di atas atap rumah terdapat pula empat lima orang lain.

Dengan ilmu meringankan tubuh Tian Pek melayang ke atap rumah tanpa menimbulkan suara ditambah pula beberapa orang itu asyik menyaksikan pertarungan yang sedang berlangsung, walaupun Tian Pek sudah berada lima depa dibelakang mereka, ternyata orang2 itu belum merasakannya.

Dengan seksama pemuda itu mengawasi orang2 itu, dari bayangan punggung salah seorang di antara mereka ia  dapat mengenali orang itu, seperti Toan-hong Kongcu, sedangkan tiga orang lainnya adalah anggota perkumpulan pengemis.

Kenyataan ini sangat menggusarkan Tian Pek, ia segera mendengus.

Dengan terperanjat beberapa orang itu membalik badan, tampaknya mereka tak menyangka bakal muncul seorang dari belakang.

Orang2 ini menutupi mukanya dengan kain kerudung hitam, Tian Pek tertawa dingin, ejeknya: "Hehehe, rupanya kalian memang cecunguk2 sebangsa maling ayam, kalau berani berbuat kenapa tak berani bertemu orang dengan wajah asli?"

Orang2 itu tidak menjawab, salah satu di antaranya dengan sorot mata yang tajam segera menerjang maju dan menghantam, tenaga serangannya berat, ini menandakan lwekangnya cukup sempurna.

Tian Pek tak gentar, ia menyambut dengan keras lawan keras.

Orang itu cukup licik, sebelum tenaga pukulan saling bentur, tiba2 ia menarik kembali serangannya dan kabur dengan cepat. Sementara empat-lima orang yang lain, serentak ikut kabur berpencar.

Rupanya mereka tahu bukan tandingan Tian Pek, maka ketika dilihatnya rencana mereka gagal total dan pemuda yang disegani itu muncul serentak mereka kabur ter-birit2 agar diri mereka tidak sampai diketahui.

"Mau kabur ke mana?" bentak Tian Pek, cepat ia mengejar pemimpin rombongan itu. Siapa tahu orang itu cukup licik, tiba2 ia berpaling  sambil mengayunkan tangannya, cahaya putih segera menyambar ke batok kepala anak muda itu.

Dengan cekatan Tian Pak mengegos ke samping dan menghantam hingga cahaya putih itu mencelat ke udara . . .

."Blang!" sinar putih itu meledak, cahaya api segera berhamburan.

Bersamaan dengan terjadinya ledakan. itu, suara bentakan nyaring serentak

berkumandang dari empat penjuru, beratus biji peluru berhamburan di angkasa bagaikan hujan, semuanya ditujukan ke arah Tian Pek.

Agaknya ledakan bunga api itu adalah tanda yang sengaja dilepaskan untuk

memerintahkan anak buahnya melangsungkan sergapan dengan senjata rahasia.

Tian Pak berpekik nyaring, dia putar kedua telapak tangannya hingga berwujud selapis hawa pukulan yang kuat semua peluru baja itu tergetar beterbangan.

Dalam pada itu, kawanan penjahat yang sedang bertarung dengan paman Lui telah kabur pula dari situ, sedemikan Tay-pek-sgiang-gi, Buyungi Hong, Wan-ji dhan Ji-lopiautau juga telah bermunculan, beberapa orang itu segera terkurung pula di bawah hujan peluru baja.

Menghadapi kejadian seperti ini, terpaksa beberapa orang itu harus memukul rontok pelurus baja itu, tapi jumlah Am-gi yang beterbangan itu terlampau banyak, seketika mereka menjadi kalang kabut. Sementara itu kawanan jago yang berdiam di bilik2 lain telah berlarian menuju halaman depan demi mendengar suara pertempuran, tiba2 terdengar seseorang membentak:

"Berhenti semua"

Tiga sosok bayangan manusia dengan cepat melayang masuk ke tengah arena, tiga orang itu tak lain adalah Hong- jan-sam-kay, ketiga Tianglo dari perkumpulan pengemis.

Sekilas pandang pangemis sinting Coh Liang lantas tahu bahwa kawanan jago yang melancarkan serangan peluru baja tak lain adalah anak murid perkumpulannya, mereka lebih gusar lagi setelah mengetahui bahwa orang yang diserang adalah paman Lui dan Tian Pek sekalian.

"Berhenti!" hardiknya. "Siapa yang memberi perintah untuk menyerang orang sendiri? Kalian sudah gila..?""

Setelah dibentak oleh Hong-jan-sam-kay, anak murid perkumpulan pengemis segera menghentikan serangannya, suasana menjadi hening.

Paman Lui terbahak-bahak, katanya dengan setengah mengejek: "He, pengemis busuk! Bila kalian tak dapat memberi penjelasan yang masuk di akal kepada kami, aku bersumpah takkan berhubungan dengan kalian bertiga!"

Pengemis sinting yang biasanya suka tertawa ini berdiri dengan wajah serius, sahutnya: "Sekalipun saudara tua tidak berkata begini kami juga akan selidiki persoalan ini hingga menjadi jelas, betul-betul memalukan Kay-pang!"

Paman Lui tidak berbicara banyak, dia menghampiri tepi jendela dan memungut suatu benda dari sana, kemudian diangsurkan kepada pengemis sinting, katanya: "Pengemis busuk! Coba kau periksa benda ini.. Sungguh tak kusangka kalian pengemis-pengemis busuk ini juga melakukan pekerjaan kotor begini, benar-benar memalukan!" Pengemis sinting menerima angsguran benda itu idan diperiksanyha dengan sekasama, ternyata benda itu adalah sejenis alat yang dinamakan Pek-tong-sian-ho (bangau dewa tabung tembaga putih).

Benda itu tersohor sekali di dunia persilatan, andaikan belum pernah melihat tentu juga pernah mendengar, karena alat tersebut memang khusus digunakan untuk menyemburkan dupa pemabuk, alat semacam ini seringkali dipakai oleh manusia-manusia golongan hitam bila akan melakukan pencurian atau pembegalan.

Hampir meledak dada pengemis sinting saking marahnya, untuk sesaat ia jadi tertegun dan tak mampu bicara.

Perkumpulan Kay-pang meski terdiri dari golongan manusia paling miskin di dunia ini, tapi peraturan rumah tangga mereka cukup ketat, dimulai dari cikal bakal mereka sampai saat ini, pantangan yang pertama adalah: Lebih baik mati kelaparan daripada menjadi pencuri.

Tapi sekarang alat khusus yang biasa digunakan kaum penyamun muncul di tangan anak buah perkumpulan pengemis, bahkan terjatuh ke tangan paman Lui, kejadian ini membuat Hong-jan-sam-kay jadi marah dan malu.

Air muka pengemis pemabuk berubah sedingin salju, ia berpaling, bentaknya kepada anak murid yang bersembunyi di sekitar tempat itu: "Siapa yang bertugas ronda? Hayo cepat menggelinding keluar!"

Seorang pengemis berusia setengah baya mengiakan dan muncul dengan muka pucat seperti mayat. Perlu diketahui Hong-jan-sam-kay adalah Tianglo dari perkumpulan pengemis, bukan saja kedudukannya amat tinggi, merekapun mempunyai kekuasaan untuk menentukan mati hidupnya seseorang apalagi sekarang dalam keadaan gusar, wajah mereka dalam keadaan menyeramkan.

Setibanya di hadapan pengemis pemabuk, pengemis setengah tua itu berhenti dan memberi hormat, katanya:

"Tecu Cau Siang-hui (terbang di atas rumput) Pek Liang yang bertugas"

"Cuh!" Pengemis pemabuk Pui Pit menyemburkan riak kental ke arah pengemis itu, lalu makinya: "Bangswat, rupanya kau sudah buta, sebab apa kau memberi perintah untuk menyerang Lui tayhiap?"

"Tecu hanya menjalankan perintah atasan, harap tianglo maklum" sahut Cang Siau-hui Pek Liang dengan munduk- munduk, sampai riak yang menempel di pipi tak berani diusapnya.

Mendengar jawaban tersebut, pengemis sinting mencengkeram pergelangan tangan kanan Pek Liang dan hardiknya lagi: "Cepat mengaku, atas perintah siapa?"

Dalam gusarnya cengkeraman pengemis sinting ini dilancarkan dengan tenaga besar, hampir saja lengan orang itu patah, meski kesakitan sampai keringat membasahi tubuhnya, Pek Liang meringis dan bertahan sekuatnya, sahutnya tegas: "Tecu melaksanakan  perintah Ciangbunjin!"

Dengan cepat Hong-jan-sam-kay saling pandang sekejap, tampaknya mereka sudah memahami sebagian besar duduk persoalan yang sebenarnya, Meski begitu pengemis sinting tidak melepaskan cengkeramannya, kembali ia menegas: "Ucapanmu tidak keliru?"

"Tecu tak berani bohong!" sahut Pek Liang dengan ketakutan. Pengemis sinting tidak banyak bicara lagi, dia lepaskan cengkeramannya dan mundur dua langkah setelah berpandangan dengan kedua orang rekannya ia tarik napas panjang dan membungkam.

Dalam pada itu, kawanan jago dari dunia persilatan telah mengerumuni sekitar gelanggang, dengan tenang mereka nantikan apa tindakan perkumpulan pengemis akan mengatasi persoalan ini, suasana menjadi hening.

Seandainya perbuatan ini dilakukan oleh salah seorang anggota perkumpulan, maka Hong-jan-sam-kay dengan kedudukannya sebagai Tianglo bisa menjatuhkan hukuman sesuai dengan peraturan, dengan demikian merekapun bisa memberikan pertanggungan jawab kepada paman Lui.

Tapi sekarang Pek Liang mengaku bertindak atas perintah sang Ciangbunjin atau ketua mereka sendiri, dengan sendirinya persoalannya menjadi lain lagi, bukan saja hal itu merupakan peristiwa yang sangat memalukan perkumpulan pengemis, merekapun tak bisa mengambil tindakan dengan seenaknya, Karena turun menurun kedudukan ketua mempunyai kekuasaan tertinggi dalam tubuh perkumpulan, tiada peraturan yang mengijinkan seorang untuk menjatuhkan hukuman kepada ketua.

Lain sekali tiga orang itu saling berpandangan dengan ragu, tiba2 satu ingatan terlintas dalam benak si pengemis pemabuk, ia membentak lagi ke arah Pek Liang yang sedang mengundurkan diri dari situ: "Berhenti! Apakah Ciangbunjin memberikan perintah sendiri kepadamu?"

Sebelum Cau-siang-hui Pek Liang menjawab, mendadak terdengar gelak tertawa nyaring, menyusul mana sesosok bayangan melayang masuk ke tengah gelanggang. Orang itu tak lain adalah Toan-hong Kongcu ketua Kay- pang yang paling muda selama sejarah perhimpunan kaum jembel itu.

Begitu Toan hong Kongcu muncul, diam2 Tian Pek mencibir dan membatin: "Akan kulihat bagaimana caramu membersihkan diri dari segala tuduhan?"

Toan hong Kongcu tampak tenang2 saja, ia tertawa hambar, ujarnya kepada Hong-jan-sam kay:

"Bagaimanapun persoalan ini harus diselidiki hingga jelas!"

Lalu ia berpaling ke arah Pek Liang dan membentak: "Apakah Ciangbunjin pribadi yang memberi perintah kepadamu?"

"Tecu menerima perintah dari Sin-heng-tay po (pangeran langkah sakti) Tang Cing yang membawa Lik-giok-tiang- leng (pentung hijau tanda perintah)"

"Panggil Sin- heng-tay po Tang Cing kemari!" bentak Toan-hong Kongcu dengan kereng.

Perintah itu segera disampaikan, tapi kemudian datang laporqn bahwa Sin heng-tay-po Tang Cing telah lenyap entah pergi ke mana.

"Bawa kemari Lik-giok tiang-leng!" seru Toan hong Kongcu lagi.

Hui-ca tay-po (pangeran garpu terbang) Han Giok mengiakan, selang sejenak ia telah muncul kembali, katanya dengan ter-bagta2: "Lapor Ciaingbunjin, Lik-ghiok tiang-leng tak ada di ruang tengah!"

Mendengar laporan itu, air muka Hong-jan-sam-kay berubah hebat, Toan-hong Kongcu sendiripun tampak diliputi emosi, serunya lagi; "Siapa yang bertugas menjaga ruangan itu?"

"Tah-hou-tay po (pangeran pemukul harimau) Lim Lip serta Kim ciong-tay-po (pangeran tumbak emas) Keh Hong!"

"Pangil kedua orang itu kemari!" bentak Toan-hong Kongcu dengan wajah pucat hijau.

"Mereka sudah tak nampak lagi batang hidungnya!" jawab Hui ca tay-po.

Wajah Hong jan sam kay dan Toan Hong Kongcu kali ini benar2 berubah hebat, sebab Sin heng, Tah hou, Hui-ca dan Kim-ciong. Keempat Tay-po adalah pelaksana hukum perkumpulan pengemis, sekarang tiga diantaranya tak nampak lagi batang hidungnya, bahkan tanda kekuasaan Likgiok-tiong-leng pun ikut lenyap. dari sini dapat diketahui betapa seriusnya masalah ini.

Toan-hong Korgcu lantas memberikan perintah untuk melakukan pencarian secara besar2an, semua anggota pengemis dikerahkan untuk mencari jejak ketiga Tay-po itu dan Lik-giok-tiang-leng, tapi jejak mereka se-akan2 tenggelam di samudra luas, sama sekali tak ada beritanya lagi.

Setelah gagal mencari jejak orang2 itu, Toan-hong Kongcu berpendapat tentulah Sam-tay-po itu sudah menyalahgunakan wewenangnya untuk memberi perintah palsu dengan mencatut nama ketuanya dan tanda kepercayaan tongkat kumala hijau itu, tujuan mereka pastilah hendak mencuri kitab pusaka Soh-kut-siau hun- thian-hud-pi-kip.

Uraian Tong-hong Kongcu ini ternyata tidak dibantah seorangpun atau ada yang berpendapat lain, hanya Tian Pek saja diam2 masih curiga, sebab dari balik atap rumah jelas ia melihat adanya lima sosok bayangan manusia berkerudung, satu diantaranya tak lain adalah Toan-hong Kongcu, tapi karena tak ada bukti yang jelas maka iapun tidak membongkar rahasia tersebut. 

Tatkala kaum pengemis itu membekuk Huica-tay-po, satu2nya pelaksana hukum yang tidak lolos itu atas perintah Toan-hong Kongcu, kemudian meminta maaf kepada paman Lui, satu ingatan cerdik tiba2 melintas dalam begnak Tian Pek, ia lantas berseru dan mengumpulkan kembali kawanan jago silat yang akan bubar itu. katanya: "Demi menyelamatkan dunia persilatan dari bencana, secara gegabah aku Tian Pek telah membocorkan rahasia Soh-kut- siau-hun-thian-hud- pit-kip kepada semua orang, kenyataannya akibat dari tindakanku ini telah muncul orang2 yang tak diinginkan, terpaksa aku harus mengambil tindakan cepat dan tindakan tersebut rasanya cuma ada

satu jalan. .."

Dia keluarkan kitab pusaka itu dari sakunya, kemudian diperlihatkan kepada para hadirin, katanya lebih lanjut. "Cara itu ialah memusnahkan kitab pusaka yang menjadi incaran banyak orang ini di hadapan kalian semua" Begitu selesai berkata "Prak!" kedua telapak tangannya ditekan dengan keras2 dan kitab pusaka Soh-kut-siau-hun-thian- hud-pi-kip yang menjadi incaran setiap umat persilatan itu tahu2 sudah hancur dan musnah menjadi abu.

Tindakan Tian Pek ini sama tekali di luar dugaan siapapun, saking kagetnya semua jago hanya berdiri tertegun dengan mata terbelalak lebar, tidak terkecuali paman Lui, saking kagetnya ia sampai tak mampu ber- kata2. Tian Pek masih saja tenang2, begitu kitab pusaka yang menjadi idaman setiap umat persilatan itu dihancurkan, lalu ia menyebarkan abu buku itu ke udara hingga beterbangan dan tersebar kemana2.

Selesai memusnakan kitab tadi, anak muda itu menghampiri paman Lui dan berkata sambil memberi hormat: "Paman, harap maafkan tindakan keponakanmu yang kelewat batas ini!"

"Ai, sudah dihancurkan ya sudahlah" sahut paman Lui sambil menghela napas dan menggeleng kepala. "Cuma sayang jerih payah Ciah-gan-longkun akhirnya harus musnah dengan cara begini " Saking sedihnya jago tua

ini sampai tak mampu melanjutkan kata2nya.

Setelah terjadi peristiwa itu, kawanan jago yang berkumpul baru bisa mengembuskan napas lega mereka merasa gegetun, sayang dan kecewa, dengan membawa pelbagai perasaan yang berbeda inilah orang2 itu siap membubarkan diri ......

Tapi ada pula beberapa orang di antaranya merasa curiga, mereka berpikir: "Ah, masa ia betul2 sudah musnahkanw kitab pusaka yyang dianggap orxang persilatan sebagai kitab paling aneh di dunia itu ?"

"Jangan2 kitab yang dimusnahkan hanya kitab palsu . . .

. . ?"

Toan-hong Kongcu sendiri berdiri mematung seperti orang linglung, mimpipun ia tak menyangka Tian Pek bakal musnahkan kitab pusaka Soh kut-siau hun-thian hud pi kip yang diidam-idamkan setiap jago silat itu di hadapan mereka. Dengan begitu, berarti pula semua rencana dan siasatnya gagal total. rasa kecewa yang dialaminya otomatis berlipat kali lebih hebat daripada orang lain. Mendadak satu ingatan terlintas dalam benaknya, cepat ia bertanya; "Tian-heng, apakah kau mempunyai salinan kitab itu ?"

Sungguh gusar tak terkirakan hati Tian Pek mendapat pertanyaan itu, ia tak mengira sebagai seorang ketua perkumpulan terbesar ternyata punya pandangan sepicik itu, tak tahan lagi anak muda itu balas menjengek.

"Hehe, kitab salinan memang ada, cuma, berada di dalam hatiku, apakah Kongcu hendak membelah dadaku dan sekalian merogoh keluar hatiku?"

"Ah, saudara Tian memang pandai bergurau!" ajar Toan- hong Kongcu sambil tertawa ter-sipu2 "aku cuma menganggap terlalu sayang kalau kitab sehebat itu harus dimusnahkan begitu saja, masa tanya saja tak boleh?"

Tian Pek mendengus, tiba2 ia maju tiga langkah ke muka dan mundur lima langkah ke belakang, tubuhnya bergerak secepat kilat, dalam sekejap ia sudah melancarkan empat kali pukulan berantai.

Angin pukulan men-deru2 dan kelihatan mengerikan tapi semua pukulan itu bukan tertuju pada manusia melainkan menuju ke udara kosong.

Kendatipun demikian, Toan-hong-kongcu dan Hong-jan- sam-kay yang berada di dekat situ tak bisa berdiri tegak lagi, sambil menjerit kaget serentak mereka melompat mundur. Semua orang sama tertegun, siapapun tak mengerti apa yang dilakukan anak muda itu.

Setelah Tian Pek memainkan empat kali pukulan dengan diimbangi ilmu langkah Cian-hoan-biau-hiang-poh dan Ginkang Bu-sik-bu-siang-sin-hoat, segera pula ia berhenti darn berseru: "Gerakan yang kulakukan barusan adalah jurus pertama dari Thian hud-lik yang bernama Hud-kong- bu-ciau Bagaimana? Cukup untuk menjadi bahan renungan Ciangbunjin selama beberapa hari bukan?"

Maksud ucapannya amat jelas, se-akan2 ia hendak menyatakan bahwa janganlah kau terlampau tamak, untuk mengisap inti sari ilmu sakti ini bukanlah pekerjaan semudah sangkaanmu.

Ketika dilihatnya kawanan jago itu berdiri dengan melenggong, beruntun ia lancarkan pula tiga jurus gerakin Hud-coh-hang-song (Buddha suci turun ke bumi). Liu-sing- yau-hue (menyapu bersih hawa siluman) serta Hong-ceng- lui-beng (angin menderu guntur menggelegar).

Di dalam demontrasinya ini ia telah mainkan ilmu pukulan Thian-hud-hang-mo-ciang disertai ilmu pukulan Hong-lui-pat-ciang, meskipun hanya tiga jurus serangan berantai, tapi hawa pukulan yang terpancar luar biasa dahsyatnya, seketika berjangkit angin taupan yang menggulung tinggi ke udara.

Demontrasi yang hebat dan luar biasa ini membuat kawanan jago itu diam2 menjulurkan lidah, pikir mereka: "Entah bagaimana caranya bocah ini berlatih hingga mencapai prestasi setinggi ini ?"

Sementara itu Tian Pek sudah berhenti, melihat semua orang memandangnya dengan bingung, ia menghela napas dan menggeleng kepala seraya berkata: "Ilmu silat yang tinggi tak dapat dipelajari dengan gegabah, baiklah kita mulai dari permulaan lagi!"

Pemuda itu lantas duduk bersila seperti seorang paderi agung dan mulailah dia menerangkan ilmu tenaga dalam.

Begitu mendengar Tian Pek mulai membacakan teori tenaga dalam Soh-kut-siau-hun-thian-hud-pit-kip, kawanan jago mulai berkerumun di sekeliling anak muda itu dan memasang telinga baik2.

Waktu itu keadaan Tian Pek sepgerti sang Buddhia yang sedang berkhotbah, matanya terpejam dan mulutnya komat-kamit, angker dan berwibawa tampaknya, sementara kawanan jago yang berkumpul juga pusatkan perhatian, suasana jadi hening, tak terdengar suara lain..-.

Entah sejak kapan malam telah lalu dan sang surya sudah memancarkan cahayanya di ufuk timur.

Kawanan jago yang ikut dalam pelajaran itu kebanyakan adalah jago2 yang berilmu tinggi, sekalipun seorang pemuda juga paling sedikit memiliki dasar ilmu silat yang tangguh, ketika mendengar apa yang diajarkan Tian Pek ternyata merupakan ilmu sakti yang belum pernah dijumpai sebelumnya, bahkan bila dibandingkan dengan apa yang pernah mereka pelajari selama ini bedanya seperti langit dan bumi, kenyataan ini membuat jago2 itu makin tertarik, sehingga semua pikiran dan perhatian mereka tertuju

pada satu titik saja, sekalipun terjadi ledakan dahsyat di samping mereka mungkin takkan dihiraukan,

Begitulah, ber-turut2 Tian Pek memberi pelajaran selama tujuh hari, selama ini semua orang menerima pelajaran sambil berlatih menurut pelajaran yang baru mereka terima dari Tian Pek, ternyata kemajuan yang dicapai luar biasa sekali, kenyataan ini membuat semua orang tak kepalang girangnya, sebab andaikata mereka berlatih dengan menggunakan cara yang lama, entah berapa banyak kesulitan yang akan ditemui.

Diantara sekian banyak orang, paman Lui, Buyung Hong, Wan-ji, Kim Cay-hong serta Hoan Soh-ing memperoleh kemajuan yang paling pesat. Ini disebabkan paman Lui pernah mempelajari isi kitab pusaka Soh-kut-siau-hun-thian-hud-pit-kip itu selama ber- tahun2, hanya saja karena tidak mendapatkan bantuan Liu Cui-cui dengan ilmu To-li-mi-hun-tay-hoatnya, maka banyak bagian yang tak berhasil dia tembus, tapi sekarang setelah memperoleh petunjuk Tian Pek ia jadi memahami kesalahannya, tak heran bila kemajuan yang dicapainya melampaui siapapun..

Kiranya sewaktu Ciah-gan-longkun melukis kitab paling aneh di kolong langit itu, dia telah menyembunyikan pula rahasia ilmu silat di antara lukisan2 bugil yang merangsang itu, bila orang tak tahu rahasia itu, hanya berlatih dengan dasar tulisan belaka, belum cukup bagi orang itu untuk mencapai prestasi yang paling tinggi.

Mungkin hal ini tak pernah dipikir paman Lui, tak disangka olehnya kitab yang dihadiahkan kepada Tian Pek ternyata dapat dipecahkan pula rahasianya oleh pemuda itu, dari sini terbuktilah betapa pentingnya pengaruh nasib dan takdir bagi umat manusia di dunia ini.

Sedangkan alasan mengapa Buyung Hong, Wan-ji, Kim Cay-hong dan Hoan Soh-ing mendapat kemajuan yang jauh lebih pesat dari orang lain, ini disebabkan karena mereka berempat sangat mempercayai Tian Pek, mereka yakin pelajaran yang diberikan anak muda itu pasti tepat.

Begitulah Tian Pek sudah memberi pelajaran selama delapan hari, malam itu ketika ia kembali ke kamarnya, belum lagi tidur, mendadak di luar jendela terdengar suara kain baju tersampuk angin.

Suara itu lirih sekali se-akan2 angin yang berembus lewat, tapi tak dapat mengelabuhi ketajaman pendengaran Tian Pek, sebab dengan tenaga dalam yang dimilikinya sekarang, sekalipun daun yang gugur atau bunga yang rontok pada jarak sepuluh tombak di sekelilingnya iapun dapat menangkap suara itu dengan jelas.Untuk menjaga segala kemungkinan, dengan gerakan yang cepat ia menerobos keluar lewat jendela belakang.

Dari kejauhan ia lihat dua sosok bayangan orang dengan cepat sedang berkelebat melayang turun ke pekarangan sebelah depan.

Tian Pek semakin curiga, ia lantas menggunakan  gerakan Bu-sik-bu-siang-sin-hoat yang ringan untuk menyusulnya, hanya tiga-lima lompatan saja ia berhasil menyusul di belakang kedua orang itu tanpa diketahui mereka.

Di bawah remang2 cahaya rembulan, Tian Pek dapat melihat badan kedua orang itu, di luar dugaan ternyata mereka adalah dua nona yang bertubuh ramping.

Tian Pek semakin heran, pikirnya: "Mau apa kedua nona ini malam2 begini

berkeluyuran?..."

Sementara itu, kedua sosok bayangan ramping itu sudah berhenti di tepi sebuah hutan kecil, Tian Pek bersembunyi di belakanng pepohonan dan mengintip gerak-gerik mereka, sekarang ia dapat melihat jelas, tak salah lagi kedua orang itu ialah Buyung Hong dan Tian Wan-ji.

Hal ini makin mengherankan anak muda itu, mau apa kedua nona itu malam2 menuju ke hutan yang sunyi itu?'

Karena curiga, ia tak mau unjuk diri, ia bersembunyi di belakang pohon untuk mengintip gerak gerik kedua nona itu. Terdengar Buyung Hong sedang tertawa cekikikan dan berkata: "Moay-moay, coba kauterka untuk apa kuajak kau kemari?"

Tampaknya Wan-ji baru tahu orang yang disangka musuh ternyata tak lain adalah kakaknya sendiri, ia tercengang kemudian menjawab: "Ah, kiranya Cici adanya! Urusan apa kau pancing aku kesini?"

Buyung Hong tertawa, katanya: "Moay-moay, bicara sejujurnya, bukankah kau mencintai engkoh Tian?"

Rupanya Wan-ji tak menyangka encinya akan membongkar rahasia hatinya secara blak2an, ketika teringat olehnya bahwa Tian Pek adalah calon suami encinya, merahlah wajahnya karena jengah.

"Cici, kau jangan sembarangan menduga. . . '? serunya cepat, "aku . . . sebenarnya aku "

Dapatkah ia menyangkal isi hatinya dengan mengatakan ia tidak mencintai Tian Pek?

Tidak! Tak mungkin! Sejak hatimu terbuka, orang pertama yang dicintainya adalah Tian Pek, bahkan ia percaya sampai akhir hayatpun ia tetap mencintai Tian Pek, hanya nasib telah berkata lain, pemuda pujaan hatinya, telah menjadi Cihunya, sudah tentu ia tak berani mengakui di depan encinya sendiri. Karena itu ia menjadi gelagapan.

Dengan biji matanya yang jeli Buyung Hong menatap hangat adik perempuannya ini, lalu tersenyum lembut, digenggamnya tangan Wan-ji, kemudian ia berkata dengan suara yang halus: 'Adikku, kukira tak perlu kau mengelabui diriku lagi! Ketahuilah, dari pengamatanku  selama beberapa hari terakhir ini dapat kuketahui bahwa kau sebenarnya sangat mencintai engkoh Tian, bahkan akupun baru menyadari akan keadaan tersebut pada beberapa hari terakhir ini, Kutahu cintamu pada engkoh Tian mungkin jauh lebib awal daripadaku, mungkin juga semenjak engkoh Tian untuk pertama kalinya tiba di rumah kita, ketika kau pergi mencari adik (Leng-hong  Kongcu) dan mintakan pengertiannya agar jangan mengusir engkoh Tian dari kamarnya . . .. . Moay-moay, bukankah mulai saat itu kau telah mencintai engkoh Tian?"

Air muka Wan-ji semakin merah, ia biarkan encinya menggenggam tangannya, sementara kepalanya tertunduk rendah dan mulutnya membungkam dalam seribu bahasa.

"Aku sendiripun merasa sangat heran." demikian  Buyung Hong berkata lebih jauh, "Mengapa aku bisa berbuat sedemikian gegabahnya, sampai persoalan maha penting seperti inipun tak kuketahui sejak dahulu? Andaikata Cici sejak awal telah mengetahui bahwa kau amat mencintai engkoh Tian, tak nanti Cici sampai melakukan tindakan keliru ini. . ."

Ketika Buyung Hong berkata sampai disini, tiba-tiba Wan-ji tak dapat menguasai emosinya lagi, ia menangis tersedu, ia meronta dan melepaskan diri dari pegangan encinya terus kabur dari situ.

"Adik Wan. . .!" teriak Buyung Hong.

Mendengar panggilan itu, Wan-ji menghentikan larinya, tapi ia masih berdiri membelakangi encinya, sementara bahunya berguncang keras, agaknya nona itu sedang menangis dengan sedihnya.

Siapa bilang tak sedih? Gadis manakah yang bersedia melepaskan kekasih pertamanya dengan begitu saja? Apalagi cinta Wan-ji kepada Tian Pek sudah mencapai tingkatan sehidup semati, tentu saja kesedihannya tak terperikan. Tapi sekarang kekasihnya jelas akan menjadi suami encinya, kecuali bersedih apa yang dapat ia lakukan lagi?

Cepat Buyung Hong memburu ke samping Wan-ji, ia menarik lengan adiknya dan berbisik dengan suara lembut: "Adikku tak usah bersedih hati, maukah kau mendengarkan perkataan encimu?"

Tiba-tiba Wan-ji menubruk ke dalam rangkulan encinya dan menangis tersedu-sedu, katanya sambil sesenggukan: "Cici, aku merasa bersalah padamu. . . aku. . ."

Wan-ji menangis semakin sedih, sedang Buyung Hong lantas teringat pada musibah yang menimpa keluarganya, tanpa terasa ia ikut mencucurkan air mata.

Tian Pek bersembunyi di balik pohon dan dapat mengikuti semua kejadian itu dengan jelas, ia merasa pedih hatinya bagaikan diiris-iris, pikirnya: "Tian Pek, wahai Tian Pek. . . hanya terpengaruh oleh emosi kau menerima pinangan Buyung Hong, tahukah kau bahwa tindakanmu ini telah menyakitkan hati Wan-ji yang amat mencintai dirimu itu. . ."

Buyung Hong yang bersedih hati tiba-tiba teringat kembali pada tujuannya yang utama, ia lantas menyeka air mata, kemudian membelai rambut adiknya, ia keluarkan sapu tangan dan menyeka air mata Wan-ji.

"Adikku, janganlah menangis!" bisiknya lembut, "dengarkan dulu perkataan encimu!"

Wan-ji masih bersandar dalam rangkulan encinya dengan manja, pipinya yang masih basah dan berwarna merah membuat orang merasa iba, meski ia sudah mendengar bisikan encinya, tapi bahunya masih bergerak naik turun menahan isak. Buyung Hong berbisik lagi dengan suara lembut: "Kita berdua adalah kakak beradik kandung, meski masih ada seorang saudara tapi semenjak kecil hubungannya dengan kita berdua tidak cocok, kalau tidak ribut denganku tentu dia bertengkar dengan kau. Kini ayah telah dibunuh orang, keadaan rumah tangga kita sudah jauh berbeda daripada keadaan dulu, maka semestinya mulai sekarang kita kakak beradik harus hidup bersama untuk berjuang menghadapi kehidupan selanjutnya, selamanya kita harus rukun dan

saling mencintai, Adikku, kau bersedia menuruti apa yang kukatakan bukan?"

Wan-ji tidak mengerti maksud tujuan encinya, ketika dilihatnya Buyung Hong bicara dengan serius, maka iapun mengangguk kepala.

Buyung Hong tertawa, katanya pula: "Kalau kaupun mencintai engkoh Tian, kita kakak beradik juga tak bisa dipisahkan satu sama lain, apa salahnya kalau kita sama- sama menikah dengan engkoh Tian dan mempunyai suami yang sama?"

Begitu ucapan Buyung Hong diutarakan, bukan saja Wan-ji terkejut, bahkan Tian Pek yang bersembunyi di belakang pohonpun terkesiap.

Wan-ji menengadah, dengan matanya yang jeli ia memandang wajah encinya dengan termangu, ketika dilihatnya wajah encinya tetap ramah, bersenyum kasih sayang, tahulah nona itu bahwa encinya tidak bergurau, jantungnya menjadi berdebar keras.

Tiba-tiba ia menjatuhkan diri ke dalam pelukan encinya, ia berbisik: "Oh, cici. . . !" Ia tak dapat mengangkat kepalanya lagi. Meskipun dia belum menyanggupi usul encinya tapi dari perubahan sikap dan pancaran sinar mata kaget bercampur girang, Buyung Hong tahu bahwa adiknya telah menyetujui usulnya, hal ini membuat hatinya jadi lega dan girang, ia merasa tali mati yang selama ini mengganjal dalam hatinya sekarang telah terbuka.

Timbul sifat nakalnya untuk menggoda, sambil merangkul pinggang Wan-ji yang ramping ia berkata lagi: "Adikku, ketahuilah bahwa persoalan ini menyangkut masa depanmu sendiri, aku tak ingin melihat kau penasaran. Nah, untukmenghindari segala kemungkinan yang tak diinginkan, Cici minta kau menjawab sendiri, bersedia atau tidak menerima usulku ini?"

Wan-ji semakin tak berani menengadah, dia cuma memeluk Buyung Hong sambil memanggil Cici tak henti2nya, tapi dari panggilan itu dapat terdengar rasa sedihnya sudah terhapus, sebagai ganti suaranya sekarang penuh perasaan gembira.

Dasar memang nakal, Buyung Hong terus menggoda: "He, bagaimana kau ini, sebenarnya setuju tidak? Kenapa cuma memanggil Cici melulu!"

Ketika dilihatnya Wan-ji masih saja bersandar dalam pelukannya, ia berkata lagi:

"Kalau kau tidal setuju ya sudahlah, nanti kukatakan pada engloh Tian bahwa kau sebenarnya tidak mencintainya."

"Cici, kau jahat . . .. . " Omel Wan-ji sambil menarik ujung baju cicinya.

"Bagus! Kau berani memaki aku, itu menandakan kau memang tidak mau, sekarang juga akan kuberitahukan kepada engkoh Tian . . ." ia lantas mendorong adiknya dan siap berlalu dari situ.

"Cici. . ...Cici. " meski tahu encinya cuma menggoda,

tidak urung Wan-ji berseru panik, mendadak ia menengadah, sinar matanya kebentur dengan sesuatu, hampir saja ia menjerit kaget.

Entah sejak kapan, tak jauh dari tempat mereka telah muncul dua orang yang mirip dengan badan halus.

Sebagaimana juga adiknya, Buyung Hong baru mengetahui akan hadirnya ke dua orang seperti sukma gentayangan itu setelah melepaskan Wan-ji dari pelukannya, ia berdiri terbelalak, ia kaget sampai tak mampu bersuara.

Kedua orang kakak beradik ini mengetahui bahwa ilmu silat sendiri cukup tinggi, sekalipun sedang ber-cakap2, tak mungkin mereka tidak merasakan tibanya kedua orang itu disamping mereka. Dari sini dapatlah diketahui betapa hebat kungfu kedua pendatang yang tak diundang ini.

Kedua orang itu berusia antara enam puluhan, yang seorang bermuka bulat telur berwarna ke-merah2an, berambut merah, berkulit hitam, bermata tajam dan bentuknya seperti muka kunyuk.

Sedangkan yang lain adalah kakek kurus kecil berjubah panjang tebal, mukanya merah dengan hidung besar merah pula, dandanannya persis seperti seorang guru kampungan.

Meskipun dandanan mereka aneh dan lucu, namun sinar mata mereka tajam mengawasi Buyung Hong berdua dengan seram.

Baik Buyung Hong maupun Wan-ji tidak kenal siapa kedua orang aneh ini, lain halnya dengan Tian Pek yang bersembunyi di balik pohon, dia segera kenal kedua prang ini sabagai Kui-kok-ji-ki (dua manusia aneh dari lembab setan) yang bercokol di Gan-tang-san dan sudah dua kali mencari perkara padanya.

Sesungguhnya kehadiran dua orang ini sejak tadi tak luput dari perhatian Tian Pek, hanya saja karena Buyung Hong berdua sedang membicarakan dia betapapun ia merasa tak enak unjukkan diri, pula dia ingin menyelidiki apa yang hendak dilakukan kedua orang yang tindak tanduknya selalu mencurigakan ini, maka Tian Pek tetap diam saja di tempatoya.

Sementara itn Buyung Hong dan Wan-ji masih berdiri termangu, Kui-kok-ji-ki lantas nnenghampiri mereka. Terdengar Ci-hoat-leng-kau Siang Ki-ok menjengek: "Hehehe, betul2 kejadian yang aneh, baru pertama kali ini kujumpai dua nona sedang berunding untuk kawin dengan seorang laki2 yang sama. Hopo tumon?"

Wan-ji lebih cerdik dan binal. maka dilihatnya dua manusia aneh muncul tanpa bersuara, bahkan menyindir dirinya, dengan melotot segera ia mombentak: "Hmm, siapa yang suruh kau mencampuri urusan kami? Eeh, kalian mau apa datang ke sini? Jika tidak memberi alasan yang tepat, jangan salahkan nona tak sungkan2 lagi kepadamu!"

"Anak perempuan, jangan galak2 dulu!" jengek Kui-kok- in-siu Bun Ceng-ki dengan suara menyeramkan, "kami cuma ingin tahu, engkoh Tian yang kalian maksudkan itu apakah keparat yang bernama Tian Pek?"

"Kalau bicara sedikilah tahu diri, apa itu keparat?" bentak Wan-ji mendongkol.

Kui-kok-in-siu menjengek, tiha2 ia mencengkeram lengan Wan-ji sembari menyahut:

"Jawab saja benarkah orang itu atau bukan?" Perlu diketahui, serangan yang dilancarkan Kui-kok-in- siu barusan dilancarkan dengan kecepatan yang luar biasa, andaikata Wan-ji tidak menguasai ilmu langkah Cian-hoan- biau-hiang-poh yang belum lama berhasil dikuasainya, bisa jadi ia sudah kena dicengkeram oleh musuh.

Lolos dari cengkeraman maut itu, Wan-ji segera melayang ke samping, kemudian serunya dengan marah: "Kalau betul lantas mau apa? Tua bangka yang tak tahu diri, nonamu menghormati kau sebagai orang tua, tapi kau malahan menyerang lebih dulu. Nah, rasakan serangan balasan nonamu ini!"

Setajam gurdi jari tangannya terus menutuk dengan ilmu jari Soh-hun-ci, ia tutuk jalan darah Ki-bun-hiat di dada Kui-kok-in-sigu.

Ketika cengkeramannya melehset tadi, diam2 Kui-kok- in-siu merasa kaget, apalagi setelah diketahui bahwa serangan Wan-ji membawaa kekuatan yang tidak lemah, hal ini membuatnya terkejut, ia tak menyangka nona semuda itu ternyata memiliki kungfu yang amat lihay. Ia tak berani menyambut secara kekerasan, cepat ia melejit dan menyingkir ke samping, tapi begitu mundur dia maju kembali, ujung kakinya menjejak tanah dan secepat angin ia menubruk lagi ke muka, beruntun dia menghantam dua kali dengan

dahsyat.

Kedua serangan itu dilancarkan hampir secara serentak, jurus serangannya aneh dan membawa hawa serangan yang dingin.

Wan-ji terkejut, ia tak mengira kakek kurus macam guru dusun itu ternyata memiliki tenaga serangan yang lihay, nona ini tak berani menyambut dengan kekerasan, cepat ia melompat mundur. Sementara itu Buyung Hong yang mengikuti jalannya pertarungan itu dapat mengetahui bahwa ilmu silat musuh lihay sekali, meskipun kata2nya tak senonoh, tapi yang diselidiki adalah engkoh Tian, jangan2 mereka adalah sababat dari Tian Pek.

Sebagai orang persilatan, ia tahu watak dari sementara jago silat memang aneh dan tak bisa diterima dengan akal sehat, cepat ia mengalangi adiknya untuk bentrok lebih lanjut, seraya memberi hormat kepada Kui-kok-ji-ki ia bertanya: "Bolehkah kutahu, apa maksud Locianpwe berdua mencari Tian-siauhiap?"

"Oh, kalau begitu engkoh Tian yang kalian maksudkan benar2 adalah Tian Pek?" bukan menjawab Kui-kok-in-siu malahan bertanya'

"Betul!" sahut nona itu berterus terang.

"Monyet cerdik berambut merah" yang sejak tadi membungkam tiba2 tergelak sambil menyindir: "Hahaha, Tian Pak si bocah keparat ini memang punya rejeki bagus, sampai2 ada dua anak perempuan secantik ini bersedia dikawini semua."

Merah wajah Buyung Hong, omelnya dengan ter-sipu2 "Locianpwe, jangan sembarangan omong. Katakan saja, ada urusan apa kalian mencari Tian siauhiap?"

"Cici, buat apa kau gubris mereka?" sela Wanji. "Kulihat kedua tua baugka ini pasti bukan manusia baik2."

"Hahaha, kurangajar! Anak perempuan sudah bhosan hidup, berani kaumaki kami," teriak Kuikok-in-siu segera telapak tangannya terangkat dan hendak menghantam.

"Sute, jangan terburu napsu!" cepat Ci-hoat-leng-kau mengalangi rekannya, "kalau kedua anak perempuan ini calon istri Tian Pak keparat itu, maka kita harus menangkapnya hidup2. Dengan begitu, kita dapat memaksa dia menyerahkan kitab paling aneh di kolong langit itu..."

Hampir meledak dada Wan-ji mendengar Ucapan itu, kontan ia memaki: "Kalian jangan bermimpi di siang hari bolong, dengan kekuatan kalian berdua mash belum berhak untuk memperebutkan kitab pusaka itu. Huh, kungfu kalian masih ketinggalan jauh!"

Setelah urusan barkembang jadi begini, Buyung Hong baru mengerti bahwa maksud kedua kakek aneh itu menanyakan Tian Pek adalah untuk kitab pusaka Soh-kut- siau-hun-thian-hud-pit-kip. Tapi bagaimanapun juga is lebih tenang dan bisa berpikir daripada Wan-ji, ia tak ingin mencarikan musuh baru bagi engkoh Tian yang telah mengundurkan diri dari dunia persilatan, sahutnya kemudian: "Sayang sekali kedatangan Locianpwe terlambat setindak, pada beberapa hari yang lalu dihadapan umum Tian-siauhiap telah

musnakan kitab pusaka Soh-kut-siau-hun itu!" "Sungguhkah perkataanmu?" tanya Kui-kok-in-siu

dengan air muka berubah hebat.

"Untuk apa berbohong!" sahut Buyung Hong, ketika dilihatnya Kui-kok-in-siu masih sangsi, ia menambahkan lagi. "Setiap orang yang hadir menyaksikan peristiwa itu, kalau tak percaya silakan Cianpwe menyelidiki kejadian ini pada orang lain!"

Dari cara Buyung Hong berbicara, Kui-kokin-siu percaya nona itu pasti tidak bohong, kejadian ini benar2 berada di luar dugaannya. seketika ia jadi terbelalak dan tak mampu bicara.

Ci-hoait-leng-kau lebih licik, ia tidak percaya dengan begitu saja, biji mata berputar sambil tersenyum licik ia berkata: "Anak perempuan, hanya dengan beberapa patah katamu itu kaukira bisa menipu kami!"

Wan-ji naik pitam oleh sikap kedua orang itu, sebelum Buyung Hong menjawab, cepat ia menimbrung: "Sekalipun kami membohongi kalian, kalian tua bangka ini mau apa?"

Kui-kok-in-siu seperti memahamyi sesuatu, dia xberseru dengan gusar: "Kalau kalian membohongi kami, akan kucabut jiwa kalian!" Segera telapak tangannya terangkat hendak menghantam pula.

Untuk kedua kalinya Ci-hoat-leng-kau mencegah sutenya yang kalap itu, ia tertawa seram dan berkata: "Jangan kita bunuh mereka, kita tangkap mereka hidup2, mustahil Tian Pek keparat itu takkan menyerahkan Soh-kut-siau-hun- thian-hud-pit-kip kepada kita."

"Tong kosong memang nyaring bunyinya!" ejek Wan-ji.

Ci-hoat-leng-kau menarik muka, bentaknya dengan gusar: "Jawab saja, kalian mau ikut kami atau harus kami bekuk dengan kekerasan?"

"Hehehe, omong besar melulu!" jengek Wan-ji. "jika betul2 turun tangan, tidak sampai sepuluh jurus kami mampu membekuk kalian berdua!" seru Ci-hoat-leng-kau dengan gemas.

Wan-ji tak mau kalah, dengan nada yang sama iapun berseru: 'Bila betu12 bertempur, tidak sampai tiga jurus kedua nonamu sanggup mengenyahkan kalian tua bangka ini dari sini!"

Wan ji memang pandai bersilat lidah, ucapannya setajam sembilu, kontan saja membuat Kui-kok-ji ki jadi mencak2, Tian Pek yang bersembunyi di belakang pohon hampir saja tak dapat menahan gelinya. "Baiklah, sebelum diberi hajaran tampaknya kalian tak mau percaya," sera Kui-kok-in-siu marah-marah. "Sekarang juga akan kusuruh kalian rasakan sendiri betapa lihaynya kami!"

Diiringi bentakan keras dia cengkeram dada Wan-ji dengan jurus Kui-ong-bong-ciong (raja setan menumbuk lonceng) dari ilmu pukuian Im-hong-ciang, serangan ini tergolong kotor terhadap seorang gadis. tapi kakek itu tak segan2 menggunakannya.

Merah wajah Wan-ji, ia bertambah gusar, dengan ilmu langkah Cian-hoan-biau-hiang poh dia berputar ke samping.

Sejak dulu, ilmu andalan Wan-ji adalah kegesitan, setelah mempelajari ilmu Cian-hoan -biau-hiang poh, keadaanya ibarat harimau tumbuh sayap, maka setiap serangan maut Kui-kok-in-siu dapat dielakkannya.

Kui-kok-in siu terkejut, tapi semakin membangkitkan rasa gusarnya, ia menyerang makin bernafsu, beruntun tujuh kali pukulan berantai dilepaskan.

Ketujuh serangan itu dilancarkan dengan tenaga dahsyat, meski begitu, di bawah gerak tubuh Wan-ji yang lincah, semua ancaman maut itu bisa dihindarkan dengan baik dan manis. Akan tetapi, tidak urung ia terdampar mundur juga oleh angin pukulan musuh.

Wan -ji menjadi gusar, ia membentak lalu mengeluarkan ilmu Soh-hun ci, beruntun ia balas menutuk tiga Hiat-to penting tubuh lawan.

Serangan jari tangan itu sangat lihay, Kui-Kok in-siu tak berani menyambut dengan kekerasan, cepat ia melompat mundur, pada kesempatan tersebut Wan-ji segera memperbaiki posisinya, beruntun iapun menutuk pula tiga kali dan empat kali pukulan. Di bawah tekanan ketujuh serangan berantai ini, Kui- kok-in-siu juga terdesak mundur.

Demikianlah dalam waktu singkat kedua orang itu sudah terlibat delam pertarungan sengit, belasan jurus sudah  lewat, namun menang kalah masih belum bisa ditentukan.

Sementara pertarungan itu berlangsung, Ci-hoat leng-kau melirik Buyung Hong, ia berkata dengan suara menyeramkan: "Mereka berdua sudah mulai bertempur, sebaiknya kitapun jangan menganggur, hayolah kitapun ber-main2 sebentar.

Ucapan itu bernada kotor, Buyung Hong jadi mendongkol, dengan muka sedingin es ia menyindir: "Hm katanya dalam sepuluh jurus kami akan dibekuk?' Kenapa sudah 20 jurus lebih kawanmu itu masih belum mampu gmengapa-apakan adikku "

"Hehehe, apa bedanya sepuluh jurus atau dua puluh jurus? kalina berduakan seperti benda dalam saku kami?" Begitu selesai berkata, dengan jurus Hek-jiu-tan-bun (tangan hitam merampas sukma), dia cengkeram bagian bawah perut nona itu.

Merah wajah Buyung Hong, ia tak menyangka kedua orang tua yang dihormati ini ternyata tak lebih hanya manusia2 rendah yang bermoral bejat, menghadapi serangan kotor ini, Buyung Hong sendiripun tak sungkan2 lagi, dengan jurus Hong-ceng-lui-beng ia balas menghantam batok kepala musuh.

Ci-hoat-leng-kau menyambut pukulan itu dengan serangan kilat, dalam sekejap saja mereka sudah bertempur berpuluh gebrakan.

Bicara soal kungfu maka ilmu silat Kanglam ji-ki pada dasarnya memang lihay, apalagi setelah berhasil mencelakai gurunya sendiri, yakni Sin kau Tiat Leng dan mencuri kitab pusaka Bu hak-cinkeng serta mempelajarinya dengan tekun, boleh dibilang kungfu mereka berlipat kali lebih lihay daripada Buyung Hong berdua.

Untungnya kedua nona ini belum lama berselang sempat mendapat pelajaran silat dari Tian Pek, dengan kungfu dari kitab Soh-kut-siau hun yang maha dahsyat, walau agak memeras keringat kedua nona itu masih mampu bertahan.

Tapi setelah bertarung lama, Buyung Hong mulai kewalahan, ia tak sanggup lagi melayani serangan2 maut Ci-hoat leng-kau.

Di antara Kanglam-ji- ki, ilmu silat kunyuk berambut merah ini memang lebih lihay daripada saudaranya, sedangkan Buyung Hong lebih lemah jika dibandingkan Wan ji, bisa dibayangkan bagaimana akibatnya ketika yang kuat bertemu dengan yang lemah, puluhan gebrakan lewat, Buyung Hong sudah keteter hingga napasnya tersengal dan sekujur badan mandi keringat.

Di pihak lain, pertarungan antara Wan-ji melawan Kui- kok-in-siu masih berjalan dengan seimbang. Sebagaimana diceritakan tadi, Wan-ji pernah belajar dari guru lain, yakni Sin-kau Tiat Leng, yang sebetulnya adalah guru Kui-kok-in- siu, meskipun hanya belajar seratus hari, namun banyak jurus serangan mereka ternyata sama dan kembar.

Kejadian ini membuat keduanya sama2 keheranan, mereka merasah belum pernah bertemu dengan lawannya, tapi mengapa jurus serangan mereka serupa?

Tentu saja keheranan itu hanya tersimpan di dalam hati saja, siapapun tak menyangka kungfu mereka sebenarnya berasal dari guru yang sama. Dalam pada itu Buyung Hong sudah terlibat dalam  posisi yang berbahaya, jiwanya berada diujung tanduk dan tiap saat pukulan mematikan musuh bisa menghabisi nyawanya.

Setelah jelas kemenangan sudah diambang pintu, Ci- hoat-leng-kau mulai bermulut usil, ia memuji kecantikan Buyung Hong, memuji bentuk tubuhnya yang ramping dan kungfunya tangguh.

Padahal usia si "kunyuk berambut merah" itu pantas menjadi kakeknya Buyung Hong, tapi dasar bermuka badak, tua2 keladi, tidak tahu diri.

Menghadapi godaan seperti itu, Buyung Hong jadi malu bercampur kheki, suatu ketika mendadak Ci-hoat-leng-kau menggunakan ilmu Hek-sat-jiu untuk mencengkeram mukanya, padahal ia sudah kehabisan tenaga, tak kuat rasanya untuk menangkis ancaman tersebut. sekalipun begitu dia tak sudi tubuhnya dicengkeram musuh sehingga akan merugikan nama baik Tian Pek.

Dalam keadaan begini, ia jadi nekat, timbul niatnya untuk beradu jiwa dengan musuh, maka ketika serangan musuh hampir mengenai tubuhnya, berbareng itu juga ia menerkam ke depan sambil menyerang dengan jurus Hwe- hong-ci-lip, (mengambil kacang di tengah bara), suatu jurus serangan mematikan andalan Ti-seng-jiu suara benturan dan bentakan keras menggelegar, menyusul seseorang menjerit kesakitan ....

Bayangan manusia yaug bertarung itupun berpisah, seorang sambil memegang pergelangan tangannya yang kesakitan tergetar mundur dengan sempoyongan.

Orang yang terluka itu bukan Buyung Hong sebaliknya adalah Ci-hoat-leng-kau Siang Ki-ok. Buyung Hong sendiri berdiri dengan napas tersengal dan muka pucat, meski demikian wajahnya kelihatan berseri, kiranya di tengah arena pertempuran telah bertambah dengan seseorang.

Orang itu adalah seorang pemuda yang sangat tampan dengan tubuh yang tinggi tegap, dia masih muda tapiw berwibawa, ketyika Ci-hoat-lenxg-kau tergeser mundur dalam keadaan mengenaskan, anak muda itu hanya memandangnya sambil tertawa, tertawa mengejek.

Kiranya ketika Buyung Hong terancam bahaya, Tian Pek yang bersembunyi dibalik pepohonan telah muncul dan menghajar Ci-hoat-leng-kau yang jumawa dan sombong itu sehingga mencelat.

Wan-ji sangat gembira setelah melihat kemunculan Tian Pek, secara beruntun ia lepaskan dua pukulan dahsyat untuk mendesak mundur Kui-kok-in-siu, pada kesempatan tersebut nona itu menubruk ke pangkuan pemuda itu seraya berseru: "Engkoh Tian. "

Rasa cintanya yang selama ini tertimbun dalam hati tak bisa dikendalikan lagi, dengan diliputi emosi yang meluap2 ia berseru dan menghampirinya, untunglah dengan cepat ia teringat akan encinya, apalagi bila teringat kerelaan encinya yang akan mengawini seorang suami bersama dengan dia, hal ini membuat pipinya menjadi merah, untuk sesaat ia tak bisa berucap.

Tian Pek balas memberikan senyuman mesra kepadanya, kemudian berpaling ke arah Kui-kok ji-ki seraya berkata: "Kalau kalian ada urusan menceari padaku, mengapa tidak mencari langsung dan buat apa kalian merecoki dua orang anak gadis dengan cara sekeji ini, begitukah perbuatan kalian sebagai tokoh persilatan?" Waktu itu Ci-hoat-leng-kau sedang menyembuhkan lukanya, ia tak dapat menjawab. maka Kui-kok-in-siu yang menanggapi ucapan tersebut.

"Orang she Tian, sewaktu di lembah kematian, untung kau bisa lolos, tapi malam ini hmm, jangan harap kau bisa lolos dari cengkeraman kami lagi!"

Tian Pek tertawa, katanya: "Aku orang she Tian tidak merasa pernah dikalahkan oleh kalian, jika kali ini kalian mengincar jiwaku, maka silakan saja untuk mencobanya, tapi kukira tidak segampang apa yang kau pikirkan!"

Diam2 Kui-kok in-su melirik sekejap ke arah suhengnya, ketika melihat Ci-hoat leng-kau masih duduk bersila sambil mengatur pernapasan, sadarlah dia bahwa kekuatannya seorang belum tentu bisa menandingi kelihayan Tian Pek, meski demikian ia tidak sudi menyerah, apalagi unjuk kelemahan sendiri.

Kembali kakek kurus kecil itu tertawa seram, katanya: "Bocah keparat, jika kau bersedia menyerahkan kitab Soh kut-siau-hun thian hud pit-kip itu kepada kami, dengan senang hati akan kulupakan sengketa kita di masa lalu, bahkan sejak detik ini tak akan kuungkat lagi tentang kematian muridku si Sam-cun-teng!"

"Jika kau bersedia melepaskan soal dendam, dengan senang hati akupun akan

menerimanya, tapi bila kau menghendaki kitab pusaka Soh-kut-siau hun-pit kip tersebut, maka aku hanya bisa mengatakan sayang seribu kali sayang, sebab kedatangan kalian sudah terlambat."

"Kalau begitu, kau tidak bersedia menyerahkan kitab itu kepada kami?" "Mau percaya atau tidak terserah padamu, yang pasti kitab itu sudah kumusnahkan di hadapan kawan2 dari seluruh kolong langit!"

Dalam pada itu Ci-hoat-leng-kau telah menyelesaikan semedinya, dengan muka garang ia menghampiri anak muda itu, lalu serunya dengan bengis "Jangan kau anggap tipu muslihatmu itu dapat membohongi kami berdua Hmm, mungkin orang lain bisa kautipu, tapi kami tidak, sekarang aku hanya ingin bertanya, mau serahkan pada kami atau tidak" Ucapannya garang, kasar dan mendesak, se-akan2 bila pemuda itu tak bersedia menyerahkan kitab itu, maka mereka akan segera melakukan penyerangan.

Kui-kok-in-siu semakin berani setelah luka suhengnya berhasil disembuhkan, dengan menghimpun segenap tenaga dia melangkah maju, bentaknya; "Apakah kau memaksa kami untuk menggunakan kekerasan?"

Mendongkol juga hati Tian Pok menghadapi kedua orang yang garang dan tak pakai aturan ini, ia balas menjengek: "Jangankan kitab pusaka itu memang sudah musnah, kendati masih utuh tak nanti kuserahkan kepada manusia bejat yang berani mengkhianati guru sendiri seperti kalian ini."

Kejadian ini tak ubahnyga seperti mengorek borok di tuhbuh mereka, kontan saja mereka naik darah, teriaknya kalap: "Bangsat, kau ingin mampus agaknya!"

Disertai bentakan nyaring, yang satu memakai ilmu pukulan Hek-sat-jiu sedangkan yang lain memakai tin-hong- ciang, dengan dua jenis tenaga pukulan yang berbeda serentak mereka serang Tian Pek. .

Anak muda itu sedikitpun tak gentar, dengan ilmu langkah Cian-hoan-biau-hiang-poh dia berputar ke samping dan tahu2 sudah lolos dari cengkereaman musuh, meski ada kesempatan untuk membalas namun ia tidak mempergunakannya.

"Bila mau sungguh2 bertarung, belum tentu aku jeri pada kalian berdua," katanya sambil tertawa dingin, "tapi sebagaimana telah kukatakan, orong she Tian telah mengundurkan diri dari dunia persilatan, aku tak ingin mengikat tali permusuhan lagi dengan kalian!"

Kedua orang tua itu makin gusar, dengan muka merah padam Ci-hoat-leng-kau menghardik:

"Tak peduli kau sudah mundur dari dunia persilatan atau tidak, pokoknya sambut dulu pukulan ini.'

"Benar!" sambung Kui-kok-in-siu, "sebelum kitab Soh- hun-siau-hun kauserahkan kepada kami, selamanya urusan kita tidak akan berakhir!".

Begitulah sambil berseru marah, kedua orang tua dari lembah setan ini mulai menyerang dengan gencar.

Tian Pek tetap tidak membalas, dia hanya berkelit dan menghindar melulu, sekalipun demikian tak satu pukulan musuhpun yang dapat mengenai tubuhnya. Sekejap saja lima-enam jurus sudah lewat, dikerubut kedua musuh tangguh, Tian Pek mendemonstrasikan kelihayan ilmu Iangkah Cian-hoan-biau-hiang-poh yang diimbangi dengan gerakan tubuh Bu-sik-bu-siang-sin-hoat, dengan enteng dan lincah ia mangegos ke kiri dan menghindar ke kanan, walaupun begitu dia sudah terdesak mundur puluhan kaki dari posisi semula.

Tian Pek terdesak sehingga terpaksa harus balas menyerang, sementara itu Wan-ji dan Buyung Hong telah memburu datang dan siap memberi bantuan, tapi sebelum mereka melancarkan serangan balasan, tiba2 dari kgejauhan berkumandang suara gelak tertawa yang amat nyaring disusul raungan yang mendirikan bulu roma.

Mereka sama tertegun, bahkan Kanglam-ji-ki lantas menghentikan serangannya dan melompat mundur serta berpaling ke arah suara itu . . . .

Suara itu sangat seram, se-akan2 suatu bencana besar segera akan terjadi. Selagi orang2 itu melenggong, tiba2 sesosok bayangan hitam melayang tiba dengan cepat sambil berseru: "Engkoh Tian . . . . Tian-siauhiap, ada orang datang mencarimu!"

Tian Pek kenal itulah suara Kim Cay-hong yang berjulukan Kanglam-tee-it-bi-jin, dari suara nona itu Tian Pek dapat merasakan nadanya gugup diliputi rasa kejut, se- akan2 baru saja menemui suatu bencana besar.

"Ada orang mencari aku?" serunya, "kejadian apa membuat nona kelihatan kaget dan gugup"

Rasa kaget masih menghiasi wajah Kim Cay-hong yang cantik, dengan napas tersengal sahutnya. "Sembilan aliran besar dan . . . . dari banyak lagi jago2 lihay Lam-hay-bun telah datang mencari Tian -siauhiap!"

"Masa begitu banyak orang datang mencari diriku?" seru anak muda itu heran.

Kim Cay-hong mengangguk, katanya lagi: Tampaknya sebelum datang mencari Tian-siauhiap mereka telah berkumpul lebih dulu disuatu tempat kemudian datang ber- sama2, paman Lui mengatakan Tian-siauhiap tidak berada di tempat, tapi mereka tak percaya dan bermaksud melakukan penggeledahan, orang2 dari perkumpulan pengemis mengalangi niat mereka, tapi dengan kekerasan mereka turun tangan dan melukai beberapa orang, bahkan katanya bila Tian-siauhiap tidak berhasil ditemukan maka semua orang yang berkumpul di sana akan mereka bantai sampai habis "

"Ai, ada peristiwa begitu?" kata Tian Pek dengan gelisah, "aku akan segera kesana!"

Tanpa membuang waktu lagi ia putar badan dan berlari pergi.

"Eeh, bangsat cilik! mau kabur kemana?" bentak Kanglam-ji-ki dengan gusar, segera mereka mengejar.

Wan-ji, Buyung Hong serta Kim Cay-hong tak mau ketinggalan, merekapun menyusul dari belakang.

Kira2 belasan tombak sebelum pagar pekarangan Tian Pek tak sabar lagi, dengan gerakan Ci-sang-cing-in (melambung langsung ke atas mega) dia melejit ke atas dan melayang masuk ke dalam halaman.

Halaman yang luas itu sekarang dipenuhi oleh dua tiga ratus jago silat dan yang hebat adalah sedang berlangsung pertempuran yang mengerikan.

Deru angin pukulan, kelebatan bayangan tangan serta kilatan cahaya senjata membuat udara terasa sesak dan kacau, jerit kesakitan, keluhan dan rintihan berkumandang dari sana sini, yang lebih ngeri lagi adalah berpuluh sosok mayat tanpa kepala atau anggota badan yang tak lengkap terkapar di sana- sini.

"Tahan!" bentak Tian Pek, suaranya keras seperti guntur membuat orang2 yang sedang bertempur itu kaget, dan segera menarik kembali seranganya sambil melompat mundur.

Beruntun melayang masuk enam sosok bayangan ke dalam halaman itu, orang pertama yang tiba lebih dulu adalah Tan Pek, pemuda yang tampan dan gagah perkasa itu, di belakangnya menyusul Kanglam-ji-ki, Wan-ji, Buyung Hong serta Kim Cay-hong.

Begitu tiba di arena pertempuran, Tian Pek memandang sekejap mayat yang

bergelimpangan di tanah, lalu dengan penuh emosi ia berseru lantang: "Jago lihay dari manakah yang datang mencariku? Dengan dasar apakah kalian melakukan pembantaian keji di sini? Pantas dan adilkah perbuatanmu ini?"

"Omitohud!" dari kerumunan orang banyak muncul seorang Hwesio tua yang bertubuh tegap ia memakai jubah pendeta warna abu2, alis mata nya sudah putih tapi mukanya masih segar.

Setelah memberi hormat, iapun berkata: "Jika dugaanku tidak keliru, tentunya kau yang bernama Tian Pek, keturunan Pak-lek-kiam Tian In-thian Tian tayhiap bukan?"

Anak muda itu mengangguk tanda membenarkan.

"Aku adalah Hong-tiang Siau-lim si dewasa ini yang bergelar Ci-hay," kata paderi tua itu lebih lebih jauh, "dan sekarang atas nama ketua dari sembilan aliran besar khusus datang kemari untuk memimjam sesuatu benda pada Tian- siauhiap, sudikah kiranya Tian siauhrap mengabulkan permintaan kami ini?"

Sebelum ketua Siau-lim ini menyelesaikan kata-katanya, para ketua kedelapan golongan besar, yakni ketua Go-bi, Khong-tong, Bu-tong, Kun-lun, Tiam-jong, Hoa-san, Tiang- pek serta Hoat-hoa serentak maju dua langkah dan berdiri berjajar di belakang Ci-hay Siansu, dengan tatapan tajam mereka awasi anak muda itu tanpa berkedip. Tian Pek tidak segera menjawab, ia mendongkol setelah mendengar perkataan ketua Siau-lim yang jelas nadanya mengandung paksaan itu, apalagi setelah menyaksikan sikap ketua kedelapan golongan persilatan yang sama2 menatapnya dengan garang, agaknya bila ia tidak meluluskan permintaannya maka mereka akan segera menggunakan kekerasan.

"Benar2 tak kusangka!" demikian ia berpikir di dalam hati, "sembilan aliran besar yang sudah harum namanya semenjak ratusan tahun berselang ternyata tempat bercokol manusia tamak akan harta pusaka. Ai, kalau manusia2 begini diserahi memegang tampuk pimpinan, darimana mereka dapat melakukan tugas dengan se- baik2nya "

Berhubung sejak pandangan pertama sikap kesembilan orang ketua persilatan itu sudah memberi kesan yang jelek pada Tian Pek, apalagi sikap main gertak yang mereka tunjukkan telah membuat anak muda itu mendongkol, maka sikap Tian Pek juga tak sungkan2 lagi. 

Ditatapnya kesembilan orang itu dengan pandangan sinis, sambil tertawa dingin ia berkata: "Apa permintaan kalian? Silakan Taysu utarakan dengan cepat! Asal permintaan kalian tidak melanggar keadilan serta kebengaran, pasti akain kupenuhi!"

Beberapa patah kata itu diucapkan Tian Pek dengan keren dan penuh wibawa, nadanya tidak sombong juga tidak merendahkan diri sendiri, ini membuat sebagian besar jago yang hadir sama merasa kagum.

"Gagah amat pemuda ini!" begitulah mereka membatin, "tidak perlu soal ilmu silat, cukup ditinjau dari sikap serta cara berbicaranya sudah cukup membuat orang takluk. Kelak besar harapannya akan memimpin dunia persilatan..

. ."

Sebagai orang persilatan yang berpengalaman, tentu saja merekapun dapat menangkap arti ganda dari ucapan itu, tapi jelas ucapan itu bernada sindiran dan yang disindir tak lain adalah cara berbicara maupun cara bertindak ketua Siau-lim yang tak sopan itu.

Sebagai ketua Siau-lim-pay sudah tentu Ci-hay Slansu dapat menangkap arti sindiran tersebut, tapi ia tak berani bertindak gegabah lantaran disadari betapa pentingnya persoalan ini.

Dengan wajah merah kemudian ia berkata: "Sebenarnya permintaan yang hendak kuajukan juga tidak terlampau berlebihan, aku cuma berharap agar Siau sicu bersedia menyerahkan Soh-kutsiau-hun-thian-hud-pit-kip itu kepadaku dan aku beserta ketua kedelapan aliran besar segera akan berlalu dari sini."

Mendengar permintaan itu, Tian Pek tertawa dingin. "Seandainya kitab pusaka itu masih ada niscaya akan kuserahkan kepada Ciangbunjin untuk dibawa pulang. sayang kedatangan kalian terlambat sedikit, beberapa hari yang lalu kitab pusaka itu sudah kumusnahkan di hadapan umum, kukuatir kedatangan Ciangbunjin hanya akan sia2 belaka!"

Sebenarnya apa yang diucapkan Tian Pek adalah kejadian yang sesungguhnya, tapi diterima oleh Ci-hay Siansu dengan arti yang lain, paderi itu melanjutkan kata2nya:

"Tian-sicu, terus terang saja kukatakan, pada hakikatnya kitab pusaka itu adalah milik Siau-lim kami dan Bu-tong- pay. Dua ratus tahun yang lalu Ko-sui Taysu, ketua kami yang lampau beserta Tiat-sin Totiang dari Butong-pay telah melepaskan budi portolongan kepada seorang jago aneh dari kolong langit yang bernama Ciah-gan-longkun, maka sebagai rasa terima kasihnya atas budi pertolongan tersebut, Ciah-gan longkun telah menghadiahkan sejilid kitab pusaka kepada kami, kitab pusaka itu tak

lain adalah Soh-kut-sigau-hun-thian-huid-pit-kip. "Walaupun  kitab  itu  milik  Siau-lim  dan  Bu-tong, tapi

oleh karena kitab tersebut berpengaruh terhadap keamanan

dan pergolakan dunia persilatan, maka setelah melalui suatu perundingan akhirnya kedua Ciangbunjin kami memutuskan untuk menyimpan kitab pusaka tersebut di dalam kuil kami. Turun-temurun kitab pusaka tersebut selalu kami simpan diloteng penyimpanan kitab, maka tatkala di dunia persilatan tersiar berita

yang mengatakan kitab tersebut telah terjatuh ke tangan Siau sicu, serentak kulakukan pengecekan ke atas loteng kitab itu, benar juga ternyata kitab pusaka itu sudah lenyap tak berbekas!"

Berbicara sampai di sini, Ci-hay Siansu menghela napas panjang. tampaknya ia merasa sayang karena lenyapnya kitab pusaka itu dari kuilnya, sebab ber-tahun2 selalu aman, tak tahunya sewaktu ia memegang jabatan ketua peristiwa yang tak diinginkan itu telah terjadi.

Semua orang belum pernah mendengar rahasia yang menyangkut peristiwa pada dua ratus tahun berselang ini, keterangan tersebut membikin mereka jadi tercengang, mata mereka terbelalak lebar dan alihkan perhatiannya ke wajah ketua Siau-lim-pay itu.

Sesudah tarik napas panjang, Ci-hay Siansu melanjutkan ceritanya: "Kendati aku belum pernah berjumpa dengan Siau sicu, akan tetapi dari laporan anak muridku serta dari berita yang tersiar dt dunia persilatan dan kuketahui bahwa Siau sicu sebenarnya adalah putera Pek-lek-kiam Tian In- thian, Siau sicu terkenal jujur dan gagah perkasa, aku yakin pasti bukan kalian yang mencuri kitab tersebut dari kuil kami melainkan

didapatkannya dari orang lain. Untuk menanamkan kepercayaan orang lain atas kejujuranku, maka sengaja kundang pula kedatangan kedelapan ketua yang lain untuk menjadi saksi, aku harap Siau sicu suka memberi muka kepada kami dan serahkan kembali kitab pusaka yang merupakan benda mestika simpanan kuil kami turun temurun itu. atas kesedian Siau sicu, bukan saja aku pribadi merasa berterima kasih, bahkan seluruh

anak murid Siau-lim-pay juga tak akan melupakan budi kebaikan Siau sicu!"

Selesai berkata, dengan tatapan tajam ia mengawasi Tian Pek tanpa berkedip, agaknya ia sedang menunggu anak muda itu memberikan jawaban yang memuaskan.

Tian Pak tersenyum, katanya "Aku kuatir kenyataannya bukan seperti apa yang kaututurkan!"

Air muka Ci-hayw Siansu berobahy masam, alis matanya berkerut, jelas paderi itu merasa tak senang hati: "Sicu, apa yang kuceritakan barusan merupakan rahasia kuil kami, jika bukan terpaksa tak nanti kuceritakan kepada orang luar, apakah kau anggap aku sengaja membohongimu?"

"Sebagai ketua Siau-lim-pay, kupercaya Taysu tidak berbohong," sahut Tian Pak dengan serius, "tapi kenyataannya, menurut apa yang kuketahui, kejadiannya berbeda jauh dengan apa yang Taysu tuturkan barusan."

Tian Pek sangat menghormati paman Lui, ia percaya apa yang diceritakan paman Lui kepadanya ketika berada di dalam gua rahasia tempo dulu tak bakal salah, maka walaupun sekarang Ci hay Siansu si ketua Siau-lim-pay mempunyai cerita dalam versi lain tentang kitab pusaka Soh-kut-siau-hun-thian-hud-pit kip, betapapun ia lebih percaya pada keterangan paman Lui.

Bisa dibayangkan betapa marahnya Ci hay Siansu mendengar sanggahan itu, mukanya jadi merah padam, matanya melotot dan jenggotnya bergetar tanpa terembus angin, serunya dengan ketus: "Bagaimana bedanya? Coba terangkan!"

"Ketika Ciah-gan-long-kun berlatih sejenis tenaga dalam tingkat tinggi dan mendapat gangguan dari Thian-sian-mo-li dengan ilmu To-li-mi-hun-tay-hoatnya sehingga mengalami kelumpuhan, beliau memang mendapat pertolongan Ko-sui Siangjin, ketua Siau-lim serta Tiat-siu Totiang dari Bu tongpay!"

"Hm, jadi aku tidak membohong, kenyataannya memang begitu bukan?" dengus paderi itu dengan mendongkol.

Tian Pek tidak memperdulikan ocehannya, ia melanjutkan kisahnya: "Akan tetapi, setelah Ciah-gan-long- kun sembuh dari lukanya, ia tidak pernah menyerahkan kitab pusaka hasil pemikirannya itu kepada ketua Siau-lim- pay!''

Air muka Ci-hay Siansu berubah hebat, tapi Tian Pek lantas berkata lebih jauh: "Kitab pusaka itu ia simpan di sebuah gua rahasia di Lo-hu-san, bahkan sesaat sebelum mengembuskan napasnya yang penghabisan sengaja ia bocorkan rahasia ini kepada orang lain. Karena peristiwa itulah tak terhindar lagi dunia persilatan waktu itu menjadi kacau, banjir darah melanda di-mana2, semua orang berusaha mencari dan memperebutkan kitab pusaka itu!" Dengan kisah ini Tian Pek hendak membuktikan kepada umum bahwa cerita Ci hay Siansu tidaklah jujur, hal ini seketika itu juga membuat paderi Siau lim si ini naik pitam, ia maju ke muka seraya membentak: "Jadi menurut Siau- sicu, ketua kami yang lalu berhasil mendapatken kitab pusaka itu dari suatu perebutan dengan kawanan jago yang lain?"

Siau-lim si amat tersohor di dunia persilatan, bukan saja karena jumlah anggotanya yang banyak, terutama sikap mereka yang lebih mengutamakan keadilan dan kebenaran daripada kemaruk nama serta harta, Andaikata apa yang dikisahkan Tian Pek terbukti kebenarannya, ini sama artinya pemuda itu sudah mencoreng moreng sejarah Siau lim-si yang sudah cemerlang selama be-ratus2 tahun ini.

Waktu itu Ci-hay Siansu telah menghimpun segenap tenaga dalamnya pada telapak tangannya, asal pertanyaannya itu dijawab Tian Pek dengan "ya" atau anggukan kepala, maka dia akan segera melancarkan sarangan maut dengan segenap kekuatannya itu.

Tian Pek tidak melayani kemarahan paderi itu, meski ia tahu kegusaran Ci-hay Siansu sudah mencapai puncaknya, dengan tak acuh ia berkata lagi: "Taysu tak perlu cemas atau gelisah, padamkan dulu hawa amarahmu itu, sebab berbicara sesungguhnya aku sendiri belum pernah mendengar ketua kalian yang lampau ikut pula memperebutkan kitab pusaka itu dengan jago2 lainnya. Tapi yang pasti kutahu bahwa kitab pusaka itu akhirnya terjatuh ke tangan anak murid perguruan Hoat hoa-lam- cong!" .

Ucapan ini kembali membuat suasana jadi gaduh, terutama sekali para Ciangbunjin dari perguruau Hoat-hoa aliran selatan dan perguruan Hoat-hoa aliran utara, serentak mereka melompat maju ke depan. Ketua Hoat-hoa-lam-cong, yang bergelar Tan-cing-kek (jago pemetik kecapi) Thio Jiang lantas tertawa ter-babak2, serunya: "Hahaha, jadi berbicaria pulang pergi, akhirnya pemilik yang sebenarnya kitab pusaka Soh-kut-siau-hun- thian-hud-pit-kip adalah perguruan kami! Hahaha, benar2 tak tersangka!"

Ketua Hoat-hoa-pak-cong (aliran utara) yang berjuluk Tiat-pi-pa-jiu (tangan sakti kecapi baja) Hoan Wan ikut menimbrung pula: "Jika memang begitu keadaannya, harap Tian-siauhrap bersedia mengembalikan kitab yang sudah hilang selama dua ratus tahun itu kepada pemilik yang sebenarnya!"

Tian Pek tersenyum, ia tidak menanggapi pernyataan kedua orang itu melainkan meneruskan lagi kisahnya: "Sayang sekali, anak murid Hoat-hoa-lam-cong tak dapat mempertahankan kitab pusaka itu terlampau lama, dalam suatu perkelahian akhirnya mereka tewas dalam keadaan yang mengerikan dan kitab pusaka itupun dirampas oleh Ngo-jiu-leng-hou (rase licik bercakar lima) yang sebenarnya tidak berilmu tinggi! '

Kembali kawanan jago itu tertegun, Tiat-pi-pa Hoan Wan segera berseru: "Walaupun kami tidak menyaksikan sendiri jalannya pertarungan itu, tapi kami yakin jago2 yang ikut serta dalam perebutan kitab pusaka itu pasti terdiri dari jago2 yang berilmu tinggi, bagaimana penjelasanmu tentang cerita ini? Masa kitab pusaka itu malahan kena didapatkan oleh jago yang tidak berilmu tinggi?'

"Sederhana sekali penjelasannya, jika jago2 berilmu tinggi saling memperebutkan kitab itu lebih dulu sehingga banyak yang terluka dan tewas, sementara Ngo-jiau-leng- hou sendiri cuma berpeluk tangan menyaksikan harimau bertempur, sudah tentu akhinya dia yang heruntung! Sudah pernah mendengar kisah Bu Cong membunuh harimau? Bu Ceng merasa

tak mampu melawan dua ekor harimau, ia sengaja menyingkir ke samping dan membiarkan kedua ekor harimau yang akan menerkamnya saling berkelahi lebih dulu, akhirnya setelah kedua ekor harimau itu sama2 terluka, ia baru turun tangan membinasakan binatang tersebut. Begitu juga siasat yang digunakan Ngo-jiau-leng- hou, maka dengan sangat mudah ia berhasil mendapatkan kitab pusaka Soh-kut-siau-hun-thian-hud-pit kip tersebut!"

Bersama dengan selesainya ucapan tersebut, tiba2 terdengar seseorang tertawa seram, menyusul seorang kakek kurus kering tinggal kulit membungkus tulang melayang masuk ke gelanggang, begitu tiba di arena dia lantas berseru: "Sungguh tak nyana!. Sungguh tak kuduga, rupanya kitab pusaka yang luar biasa itu adalah milik perguruan Khong -tong-pay kami!"

Ia lantas berpaling ke arah Tian Pek dan menjulurkan tangannya: "Pemiliknya sudah datang, hayo kembalikan kepadaku!"

Kakek kurus kering ini cukup dikenal oleh jago2 yang hadir, sebab dia tak lain adalah ketua perguruan Khong- tong-pay saat ini yang berjuluk Bay-kut-sian (Dewa tulang iga) Ong Gi-to.

Dengan kemunculan jago kurus ini, baru semua orang mengerti Ngo-jiau-leng-hou yang disebut oleh Tian Pek tadi tak lain adalah jago yang berasal dari Khong-tong-pay.

Meski Khong-tong-pay terhitung salah satu di antara sembilan aliran besar di dunia persilatan dan orang persilatan menganggapnya sebagai suatu parguruan dari aliran putih, karena mereka tak pernah mencuri, membegal, tidak menyelenggarakan tempat bordil, tidak menjadi penyamun serta melakukan jual-beli tanpa modal, tapi muridnya terdiri dari manusia yang beraneka ragam, peraturan perguruannya tidak ketat, banyak anggotanya berbuat se-wenang2. Karenanya meski termasuk dalam deretan sembilan besar, namun sebenarnya perguruannya terhitung perguruan paling rendah di antara yang lain.

Tidak heran tatkala Tian Pek menyatakan bahwa kitab pusaka Soh-kut-siau-hun-thian- hud-pit-kip adalah milik Khong-tong-pay, bukan saja kedelepan besar lainnya segera tak senang hati, bahkan hampir setiap jago yang hadir di situ mempunyai perasaan yang sama.
DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar