Jilid 07
Tiba-tiba ia tersenyum, kemudian berkata setengah berbisik:
"Aku berharap dengan sangat hendaklah kau memperhatikan Lie kouw-nio selama hidupmul"
Mendengar perkataan si tukang besi itu, Thio Sin Houw tercekat hatinya berbareng heran. Bertanya menegas:
"Apa maksudmu, susiok?"
"Siauw siangkong," kata si tukang besi sungguh-sungguh, "Selama hidup aku ini adalah seorang pandai besi. Akan tetapi meskipun tolol, tidaklah sebodoh kerbau. Umurmu empat atau lima tahun lebih muda dari dia. Meskipun demikian, ia sangat memperhatikan dirimu, Dia seorang gadis yang suci bersih, berhati mulia dan berkepandaian tinggi. Tahukah kau siapa dia sebenarnya, selain kau kenal sebagai murid Ouw Sinshe? sebenarnya dia anak seorang maha sakti, Karena itu baik- baiklah kau bergaul dengan dia."
Setelah berkata demikian, si tukang besi memutar tubuh dan keluar ambang pintu dengan tertawa lebar.
Keruan saja Thio Sin Houw tidak dapat menyelami arti kata-katanya. secara naluriah, tiba-tiba ia merasa malu seperti melihat seorang perempuan bertelanjang bulat dihadapannya, Untuk mengatasi perasaan naluriahnya itu, ia berseru membalas:
"Susiok! sampai bertemu lagi...!"
"Siauw siangkong, sampai bertemu kembalil" jawab si tukang besi, ia lalu mengumpulkan alat-alat besinya kedalam keranjang, setelah lengkap semua, segera ia memikulnya berjalan pulang ke kampungnya dengan hati lega.
Kira-kira sepuluh langkah berjalan, ia bersenandung. itulah suatu bukti kesederhanaan hatinya. ia menangis waktu sedih, ia membungkam mulut sewaktu prihatin, dan tertawa serta bersenandung tatkala hatinya tegar.
Seperti seorang hukuman melihat salah seorang sahabatnya memperoleh kebebasannya kembali, Thio Sin Houw menghela napas karena senang, Dan dengan langkah perlahan ia berjalan kembali ke dapur.
Tatkala itu Kim Cin Nio telah sadar dari pingsannya, ia sudah berdiri di atas lantai dengan berkerebong selimut kain panjang.
Terhadap Lie Hong Kiauw, keluarga Kim suami-isteri jelus, dengki dan juga membenci. Akan tetapi menyaksikan kepandaian gadis itu dalam hal menggunakan obat dan racun, mau tak mau mereka merasa sangat kagum, Dengan berdiri tegak mereka menatap pandang Lie Hong Kiauw, seakan- akan persakitan menunggu keputusan hakim dengan membungkam mulut. sama sekali mereka bertiga tidak menghaturkan rasa terima kasih.
Lie Hong Kiauw sendiri tak menghiraukan sikap mereka yang dingin itu, ia merogoh sakunya dan mengeluarkan tiga ikat rumput obat kering berwarna putih, Diletakkannya ketiga ikat rumput obat kering itu di atas meja, kemudian berkata:
"Rumah kalian tidak lagi merupakan rumah tertutup, semua pohon-pohon racunmu sudah kupunahkan, Karena itu pada suatu kali musuh kalian, Ang Sin Kong - sewaktu-waktu dapat memasuki rumah ini. Karena itu kalian bisa memilih, keluar atau tetap berada di rumah ini, Kedua-duanya sama saja bahayanya bagi kalian bertiga, inilah rumput Sian-ie su-cay, yang dahulu kutanam diantara pohon bunga Pek-hu cu-hwa, Dengan membakar rumput ini, kukira kalian sanggup mengundurkan gangguan Ang Sin Kong, Akan tetapi sejak ini, janganlah kalian mengambil jiwa orang dengan sesuka hati sendiri. Kuharapkan pula agar permusuhan kalian dengan keluarga Ang Sin Kong dapat di selesaikan dengan damai."
Pada muka Kim Sun Bo berdua isterinya nampak berubah- rubah, Kadang merah-padam, kadang pula nampak berseri- seri. Mereka merasa girang dan bersyukur karena memperoleh pertolongan, sebaliknya mereka mendongkol karena harus mendengarkan segala petuah dan ceramah adik seperguruannya yang masih belum dewasa, itulah suatu penghinaan luar biasa bagi mereka berdua, Meskipun demikian, mereka tak dapat memungkiri kenyataan, Kim Sun Bo segera mengatasi perasaannya dan berkata:
"Lie sumoay, terima kasih atas segala perhatianmu ini." "Hmm " dengus Thio Sin Houw di dalam hati, "Kau
berterima kasih terhadap alat pemunah lawan, dan bukan
karena tertolongnya nyawa anakmu. "
Setelah suaminya menghaturkan terima kasih, Kim Popo mengeluarkan sebotol kecil yang kemudian diserahkan kepada Lie Hong Kiauw, Katanya:
"Sumoay, inilah obat pemunah bisa racun Hian-beng Sin- kang, Aku percaya, kau bisa membuatnya sendiri. Akan tetapi kukira tak keburu lagi untuk menolong temanmu itu "
Mendengar disebutnya racun Hian-beng Sin-kang, hati Thio Sin Houw tercekat, ia girang bercampur heran, bagaimana Kim Popo dapat melihat racun Hian-beng Sin-kang yang mengeram didalam dirinya dengan sekali melihat saja? sedang hatinya penuh pertanyaan demikian, ia melihat Lie Hong Kiauw menerima botol pemberian Kim Popo.
Gadis itu segera, memeriksanya, dan kemudian menoleh kepada Thio Sin Houw, Katanya lembut:
"Adik yang baik, orang yang berhati mulia dimana saja gampang memperoleh pertolongan Tuhan, Terimalah!"
Setelah berkata demikian kepada Thio Sin Houw, gadis itu berputar arah kepada Kim Cin Nio. Katanya dengan suara angker. "Cici, kenapa kau memberikan racun Hian-beng Sin-kang kepada orang luar?"
Kim Cin Nio terkesiap, ia heran bukan main, bagaimana Lie Hong Kiauw bisa mengetahui rahasia itu yang di tutupnya rapat-rapat? Karena ditanya secara mendadak, ia menjawab dengan gugup:
"Aku ... aku..."
"Lie sumoay!" kata Kim Sun Bo dan meneruskan lagi: "Cin Nio memang keterlaluan, dan aku sudah menghajarnya"
Setelah berkata demikian, ia berjalan mendekati puterinya. Kemudian memutar tubuh Cin Nio sehingga memunggungi Lie Hong Kiauw berdua Thio Sin Houw, Dibukanya selimut kain panjang yang menutupi punggung puterinya. Dan begitu selimut kain tersibak, nampak punggung Kim Cin Nio penuh jalur bekas sabetan cambuk yang bersemu darah.
Sebenarnya, tatkala menolong melarutkan racun yang mengeram di dalam tubuh Cin Nio, Lie Hong Kiauw melihat bekas sabetan cambuk tersebut. Akan tetapi mengingat bahwa perbuatan Cin Nio melanggar undang-undang gurunya, merupakan kesalahan sangat besar, ia wajib menegur. Bahwasanya Cin Nio telah memberikan racun Hian-beng sin kang kepada orang luar, diketahui Lie Hong Kiauw tatkala Kim popo menyerahkan obat pemunahnya. ia teringat pula akan racun Hian-beng Sin-kang yang mengeram didalam tubuh Thio Sin Houw. Pada saat itu serasa ia mendengar suara gurunya mengiang-ngiang dalam telinganya:
"Jika kau sendiri yang meracuni orang, andaikata kesalahan tangan, segera kau dapat memberi pertolongan.
Sebaliknya apabila racun, itu jatuh ke tangan orang lain yang kemudian menggunakannya untuk mencelakakan orang baik-baik, maka korban itu takkan tertolong lagi, Dosa ini sepuluh kali lipat besarnya dari pada meracuni orang dengan tangan sendiri."
Lie Hong Kiauw percaya, bahwa larangan itu pastilah sudah sering di katakan kepada Kim Cin Nio, oleh kedua orang tuanya, Kenapa dia masih melanggar juga? pastilah ada latar belakangnya yang beralasan kuat. Sebenarnya Lie Hong Kiauw ingin minta keterangan lebih jelas lagi, akan tetapi karena Kim Cin Nio sudah dihajar keras oleh kedua orang tuanya, ia merasa tak sampai hati, segera ia mengambil keputusan untuk berangkat saja. Katanya sambil membungkuk hormat kepada kedua kakak seperguruannya:
"Jie suheng dan Sam sucie, Maaf-kan aku, pada akhir- akhir ini aku banyak melakukan kesalahan kepada kalian berdua, sampai bertemu lagi..."
Kim Sun Bo segera membalas hormat, akan tetapi tidak demikian halnya Kim Popo, perempuan bongkok itu hanya mendengus, sudah barang tentu Lie Hong Kiauw tahu akan arti dengusan itu, namun ia tidak menghiraukan. Dengan memberikan isyarat mata kepada Thio Sin Houw, ia mendahulukan bertindak keluar ruangan. Baru saja ia hendak melangkahi ambang pintu, Kim Sun Bo mengejar sambil berseru:
"sumoay!"
Lie Hong Kiauw memutar tubuhnya, Dan begitu melihat paras muka kakak seperguruannya penuh rasa bimbang dan guram, segera ia mengetahui apa yang berkutik didalam hatinya. Dengan tertawa manis Lie Hong Kiauw berkata:
"Suheng, apakah yang menyulitkan hatimu?"
"Keluarga Ang Sin Kong berjumlah tiga orang, himpunan ilmu saktinya sangat tinggi. Untuk mengundurkan mereka bertiga, kami berdua membutuhkan bantuan seorang lagi" sahut Kim Sun Bo
"llmu kepandaian Cin Nio masih terlalu dangkal, karena itu ingin aku memohon kepadamu " ia, tak dapat menyelesaikan
perkataannya karena tiba-tiba hatinya menjadi segan.
Lie Hong Kiauw tersenyum, dan segera menunjuk ke keranjang bambu yang menggeletak diluar pintu: "Toa-suheng berada di dalam keranjang itu, Bubuk bunga biru Pek hu-cu-hwa yang berada ditangan Sam sucie cukup untuk memunahkan racun yang mengeram didalam tubuh Toa-suheng. Jie- suheng, kenapa kau tak mau menggunakan kesempatan sebagus ini untuk memperbaiki hubunganmu dengan Toa-suheng? Jika kau memberikan pertolongan kepadanya, niscaya dia akan membantu kesulitanmu juga."
Mendengar keterangan Lie Hong Kiauw, bukan main girang hati Kim Sun Bo, Belasan tahun lamanya ia berlawan- lawanan dengan kakak seperguruannya, sebenarnya ingin ia memperoleh titik-titik perdamaian, akan tetapi selalu gagal. Bahkan makin lama makin mendalam sama sekali tak pernah diduganya, bahwa adik seperguruannya yang masih belum pandai beringus itu dengan mudah saja dapat mengatur siasat yang mengagumkan.
Kecuali mengundurkan lawan berbareng memperbaiki perhitungan antara sesama saudara seperguruan. Keruan saja hati Kim Sun Bo jadi terharu, setelah menghaturkan terima kasihnya berulangkali, segera ia mengambil keranjang bambu itu.
Dalam pada itu Thio Sin Houw sudah memungut bunga birunya lagi, yang tadi diletakkan diluar pintu, Lie Hong Kiauw mengalihkan perhatiannya kepadanya, kemudian ia berpaling lagi kepada Kim Sun Bo dan berkata:
"Jie-suheng. Kepala dan hampir seluruh tubuhmu mengalirkan darah. Tetapi begitu hawa racun yang mengeram di dalam tubuhmu ikut merembes keluar pula, kuharap janganlah kau menyimpan dendam terhadap perbuatanku yang kurang ajar tadi."
Lagi-lagi Kim Sun Bo terkejut, seperti seseorang yang tersadar dari tidur nyenyak. pikirnya di dalam hati:
"Akh! Baru sekarang aku tahu, bahwa perintahnya agar tukang besi tadi memukuli aku sebenarnya kecuali menghukum kesalahanku, juga mengandung maksud baik, Racun yang mengeram dalam tubuh Kim popo masih utuh, kalau begitu aku harus mengeluarkan darahnya pula, agar ia terhindar dari keracunan."
Memperoleh pengertian itu, ia merasa benar-benar takluk terhadap adik seperguruannya yang jauh lebih muda dari dirinya, Benar-benar si bungsu itu banyak akal dan lebih unggul dari pada dirinya sendiri, segera lenyaplah napsunya untuk merebut atau merampas buku warisan gurunya, yang kini berada ditangan Lie Hong Kiauw.
Dengan berdiam diri, Lie Hong Kiauw dan Thio Sin Houw meninggalkan rumah aneh itu. Didalam benak Sin Houw berkecamuk banyak persoalan yang berkelebatan tiada hentinya. ia menggeridik tatkala mereka bertiga tstdi membicarakan urusan racun Hiang-beng sinkang . Berbagai pertanyaan timbul dalam hatinya:
"Aku terkena racun Hian-beng bin-kang, siapa yang melukai aku agaknya hanya setan dan iblis yang mengetahui. Kini setitik sinar menyingkap kabut tebal itu, Kim Cin Nio memberikan racun itu kepada seseorang, sayang Hong cici tidak minta keterangan kepadanya, siapa orang yang dimaksud itu,"
Ia merasa kecewa dan menyesali Lie Hong Kiauw, akan tetapi tiba-tiba suatu pertimbangan lain menusuk benaknya. Katanya didalam hati:
"Dalam semua sepak terjangnya, gadis ini selalu mengandung dua maksud yang saling bertentangan. Dia menggebuk sambil menolong, dia tidak mau minta keterangan yang lebih jelas lagi tentang orang yang membawa racun Hian-beng sin-kang dari tangan Kim Cin Nio. Apakah dia bermaksud melindungi aku?
Memang, hatiku penuh dendam terhadap orang itu dan semua yang membunuh ayah bunda dan saudaraku, Akan tetapi aku belum mempunyai kepandaian yang berarti. Kalau mendadak hatiku panas dan ingin melampiaskan dendamku, bukankah sama saja artinya aku mengantarkan jiwaku sendiri?" Dan memperoleh pertimbangan demikian, hatinya menjadi lega.
Tatkala itu fajar hari telah menyingsing, mereka berdua sudah bekerja berat dan semalam suntuk tidak memejamkan mata, Meskipun demikian karena terselimut kesejukan hawa pegunungan yang segar, sama sekali mereka tidak merasa letih.
"Hong cici, bagaimana kau mengetahui bahwa Kim Cin Nio kena racun Pek hu cu-hwa?" tanya Thio Sin Houw, "Dalam kegelapan, mataku tak dapat melihat tegas."
"Mula-mula sewaktu melihat kawanan anjing hutan itu, kukira yang datang adalah salah seorang keluarga Ang Sin Kong," sahut Lie Hong Kiauw.
"Akan tetapi begitu melihat pada leher orang itu terikat seikat rumput obat, segera aku mengetahui bahwa dia itulah Kim cici."
"Apakah sebelumnya kau pernah melihat anaknya saudara seperguruanmu itu?" tanya Thio Sin Houw.
"Belum pernah aku melihat orangnya tetapi kenal namanya," jawab Lie Hong Kiauw secara sederhana, kemudian meneruskan "Kemudian kuserang dia dengan paku beracun milik Toa-suheng, dan pada paku itu kuikatkan sepucuk surat palsu Toa-suheng. Paku beracun Toa-suheng sangat terkenal diantara kita sesama rumah perguruan, itulah salah satu senjata rahasia guruku yang di ajarkan kepadanya. Namanya paku Tok-liong teng, sudah barang tentu Jie-suheng berdua segera mengetahui dan mengenal pemiliknya. Apalagi Jie suheng berdua menemukan surat tulisan Toa suheng yang sebenarnya tulisanku sendiri. itulah sebabnya pula, mereka berdua menuduh Toa suheng meracuni anak mereka, Cin Nio."
"Dari mana kau peroleh senjata rahasia toa suhengmu?" tanya Thio Sin Houw.
"Adik yang baik, kau tentu bukan anak tolol. pastilah kau bisa menebak-nya." jawab Lie Hong Kiauw dengan tertawa lebar.
Thio Sin Houw berdiam sejenak, kemudian berkata nyaring seperti baru tersadar:
"Akh! sekarang tahulah aku. Pada saat itu Toa suhengmu telah kau bekuk, dan kau masukkan ke dalam keranjangmu. Bukankah begitu? Dan kau mengambil sebuah paku Tok-liong teng!"
"Benar!" sahut Lie Hong Kiauw. "Melihat bunga biru itu Toa suheng sudah menaruh curiga, ia mengikutimu ketika kau berdua minta keterangan jalan yang menuju ke rumah suhu, Dan akhirnya ia masuk ke dalam keranjangku..."
Mereka berdua lantas tertawa gembira, Tiba-tiba wajah Lie Hong Kiauw berubah menjadi sungguh-sungguh, katanya:
"Adik Sin Houw! Racun Hian-beng Sin-kang yang mengeram didalam dirimu itu belum larut seluruhnya, Sewaktu-waktu kau masih akan terserang hawa yang dingin luar biasa, karena itu obat pemunah hadiah Sam sucie harus kau telan secepat mungkin!"
Diingatkan tentang racun Hian-beng Sin-kang yang mengeram di dalam dirinya, Thio Sin Houw segera menceritakan bagaimana terjadinya, Maksudnya ia hendak memperoleh keterangan pula siapakah orang yang telah memukul dirinya dengan racun itu, Akan tetapi Lie Hong Kiauw hanya bersikap diam saja.
"Hong cici, kemarin aku menerangkan kepadamu bahwa orang tua dan sekalian saudaraku tiada lagi. Mereka sesungguhnya mati terbunuh oleh lawan-lawan yang belum kuketahui dengan jelas," kata Thio Sin Houw menambahkan keterangan mengenai riwayat hidupnya.
Dan mendengar riwayat hidup Thio Sin Houw, Lie Hong Kiauw nampak menundukkan kepalanya, tetapi gadis itu tetap membungkam mulut.
Tak terasa mereka berdua sudah tiba kembali ke gubuk Lie Hong Kiauw. Cie Siang Gie masih nampak tidur nyenyak, Lie Hong Kiauw segera mengeluarkan obat pemunah dan diberikannya kepada Thio Sin Houw, Kemudian ia mencari cangkulnya, dan berangkat ke ladang untuk mengatur kembali bunga-bunga birunya yang semalam terinjak-injak kudanya Kim Cin Nio dan kawanan anjing liar. Menyaksikan hal itu, segera Thio Sin Houw menjejalkan obat pemunah ke dalam mulut Cie siang Gie.
Kemudian ia mencari cangkul pula dan menyusul ke ladang untuk membantu Lie Hong Kiauw.
Semalaman penuh ia bekerja berat, dan sama sekali tidak memicingkan mata. Namun demikian, ia berangkat ke ladang juga untuk merawat kembali pohon bunga-bunga birunya. Kalau aku tidak membantu apa yang menjadi perhatiannya, maka aku adalah manusia yang tidak mengenal budi," pikir Thio Sin Houw sambil bekerja dengan sungguh-sungguh, Akan tetapi sebenarnya dia tak boleh bekerja menggunakan tenaga yang berlebihan, karena racun Hian-beng Sin-kang yang masih mengeram di dalam tubuhnya.
Meskipun Lie Hong Kiauw seorang gadis yang kurus kering, akan tetapi kesehatannya memang seratus kali lipat apabila dibandingkan dengan Thio Sin Houw, inilah perhitungan yang tidak pernah terpikirkan oleh Thio Sin Houw, ia hanya menuruti luapan perasaannya belaka, yang penuh dengan tata susila dan kemanusiaan.
Matahari sudah sepenggalah tingginya, tatkala tiba-tiba ada seseorang menegur dirinya:
"Hei, Sin Houw! Kau sudah bisa bergerak, bahkan mencangkul pula, Apakah aku sedang mimpi?"
Serentak Thio Sin Houw menoleh dan melihat Cie siang Gie berdiri di pengempangan ladang, dalam keadaan segar bugar! wajahnya nampak bersemu merah, menandakan bahwa kesehatannya telah pulih kembali. Tetapi justeru pada saat itu, suatu gumpalan hawa dingin bergolak hebat didalam perut Thio Sin Houw, ia terkejut, buru-buru diletakkannya cangkulnya dan membungkukkan tubuhnya.
Dengan mengertak gigi ia menahan rasa sakit luar biasa, tubuhnya lantas saja menggigil dan kemudian ia roboh terguling keatas tanah.
Keruan saja hal itu membuat Cie Siang Gie kaget setengah mati, dengan sekali menjejak tanah ia melesat menghampiri dan memeluk Thio Sin Houw dan berteriak:
"Sin Houw! Kenapa kau? Apakah kau kumat lagi?"
"Cie toako aku bersyukur karena kau telah sehat kembali
..." sahut Thio Sin Houw dengan suara lemah.
Cie siang Gie jadi kebingungan, karena tubuh Thio Sin Houw terasa dingin sekali. Dengan tak sekehendaknya sendiri ia menoleh kepada Lie Hong Kiauw, disaat gadis itu berhenti mencangkul dan berkata:
"Bawa masuk saja ke dalam rumah."
"Sebenarnya bagaimana? sejak kapan ia bisa menggerakkan kaki dan tangannya? Dan kenapa tiba-tiba ia roboh kembali?" Cie siang Gie menegas dengan suara menggeletar.
"Aku bilang, bawa dia masuk ke dalam rumah!" sahut Lie Hong Kiauw dengan suara dingin. Kemudian ia berjalan mendahului mengarah ke rumahnya.
Meskipun dalam hati Cie Siang Gie masih penuh pertanyaan, tetapi pemuda itu tak berani membuka mulut lagi. Segera ia memondong tubuh Thio Sin Houw dan dibawanya berjalan mengikuti Lie Hong Kiauw.
"Kau berkata, kau adalah keponakannya Ouw sinshe, Bagaimana kau memanggil padanya?" tanya Lie Hong Kiauw setelah Cie siang Gie meletakkan Thio Sin Houw diatas dipan.
Cie Siang Gie terkesiap, Menyahut, sambil mengawasi: "Susiok."
"Apakah dia kakak dari ibumu?" "Bukan, Aku memanggil paman padanya, karena aku termasuk sealiran dengan dia."
"Hem!" dengus gadis dusun itu, "Apakah kau seorang anggota Beng-kauw?"
"Benar."
"Kau sudah tahu, tatkala dia kau bawa menginap kemari, sudah dapat ia menggerakkan kaki dan tangannya, Mengapa hal itu kau tanyakan kepadaku?" tanya Lie Hong Kiauw dengan wajah bersungguh-sungguh.
Cie siang Gie tercekat hatinya.
Mendadak pikirannya yang seperti di liputi kabut menjadi terang kembali, terus saja katanya sambil menepuk kepalanya:
"Akh, benar! Kenapa pikiranku menjadi linglung begini? Tatkala dia kembali dari rumah aneh itu, kaki dan tangannya sudah dapat digerakkan. Bahkan dia berseru menegas kepadaku, apakah hal itu hanya suatu mimpi belaka, Aku menegaskan bahwa dia bisa bergerak benar-benar, Hanya saja aku tak tahu, bagaimana dia bisa menggerakkan kaki dan tangannya dengan tiba-tiba saja."
Lie Hong Kiauw tidak segera menjawab, ia memeriksa denyut nadi dipergelangan tangan Thio Sin Houw, sejenak kemudian berkata:
"Tahukah kau, racun apakah yang mengeram didalam tubuhnya?"
"Aku hanya mendengar keterangan dari kakek gurunya, Tie-kong tianglo, dia terkena pukulan tangan jahat yang beracun. Racun itu racun Hiang-beng Sin-kang." jawab Cie siang Gie.
Lie Hong Kiauw tersenyum, agaknya ia merasa puas, Kemudian memanggut kecil dan berkata:
"Apakah dia ini anggauta Beng-kauw juga?" "Bukan," sahut Cie siang Gie dengan suara tegas. "Tatkala kubawa dia mendaki gunung Ouw-tiap san, aku berjanji kepada kakek gurunya bahwasanya tujuanku hendak membalas budi dengan mengandalkan kesaktian Ouw susiok. Dan apabila dia dapat disembuhkan kembali, tak perlu merasa berhutang budi, Aku berkata kepada Tie-kong tianglo, bahwa untuk kesemuanya itu tak perlu dia masuk menjadi anggauta Beng-kauw."
Lie Hong Kiauw menatap wajah Cie siang Gie dengan pandang heran, tanyanya tak mengerti:
"Mengapa kakek gurunya begitu picik pandangannya terhadap golongan kita?"
"Entahlah." sahut Cie siang Gie dengan tertawa melalui dadanya, "Sebenarnya setelah aku bertemu dengan Ouw susiok, segera aku akan membicarakan hal ini. sayang sekali sampai pada hari ini, aku belum berhasil menghadap beliau. Apakah kau masih tidak sudi menunjukkan dimanakah tempat tinggalnya?"
"Heng!" dengus Lie Hong Kiauw, ia diam beberapa saat lamanya, kemudian berkata:
"Kau menyebut beliau paman, bukan?" "Benar."
"Beliau adalah guruku,"
Cie siang Gie kaget sampai terpukau, tetapi dia seorang pemuda berpengalaman dan cerdas. Kemarin, meskipun dapat berjalan seperti sediakala, namun tenaga saktinya belum pulih kembali. Tetapi pada pagi hari ini, ia merasa diri sehat benar. Bankan di dalam tubuhnya terasa segumpal hawa hangat yang nyaman luar biasa," berputar-putar menembus peredaran darahnya, itu merupakan suatu tanda bahwa dirinya sudah pulih, padahal dia belum bertemu dengan Ouw sinshe.
Kalau begitu, siapa lagi yang telah menolongnya, selain gadis didepannya ini? Maka segera ia menjatuhkan diri, berlutut di hadapan gadis itu, Katanya dengan suara memohon:
"Dengan sekali melihat, tahulah sudah kau bahwa Sin Houw terkena pukulan jahat Hian-beng Sin-ciang. Maka aku yakin, pastilah kau sudah mempunyai pegangan untuk menyembuhkannya.
Aku sendiri yang menderita pukulan jahat, dapat kau sembuhkan hanya dalam waktu satu malam saja, ini semua membuktikan, bahwa kau sudah mewarisi kepandaian Ouw susiok. Teringatlah aku akan suatu pepatah: menolong jiwa orang, lebih penting dari pada menolong rumah tingkat tujuh yang terbakar api, Memang sekali menolong orang, seyogianya jangan setengah-setengah."
"Hemm! Rupanya kau pandai berkotbah pula!" potong Lie Hong Kiauw dengan memberengut.
"Bukan begitu! Aku telah berhutang budi terhadap kakek gurunya. Maka dengan ini aku mohon kepadamu, agar kau sudi menolong cucunya."
"Tak kukira kau ternyata seorang bijak, kau tahu membalas budi!" kata Lie Hong Kiauw dengan suara dingin, "Yang berhutang budi adalah kau, bukan aku."
Cepat-cepat Cie siang Gie membungkukkan badan, dan menundukkan kepala sampai mencium bumi. Katanya:
"Lie kouwnio, Sin Houw ini adalah anak seorang pendekar sejati. Aku percaya bahwa darah ayahnya mengalir dalam dirinya. Kita boleh kehilangan ribuan orang yang tiada gunanya, akan tetapi apabila sampai kehilangan seorang berjiwa ksatria, sesungguhnya sangat disayangkan."
"Apakah seorang pendekar sejati mesti baik hatinya? Hem
... di dalam jagad ini, berapa jumlahnya orang yang berhati baik? Kalau aku harus menyembuhkan orang-orang berhati baik di seluruh dunia ini, mestinya aku harus mempunyai tangan seribu dan kaki seribu pula." kata Lie Hong Kiauw lagi.
Kemudian ia menghela napas panjang. Berkata meneruskan: "Sekiranya dia salah seorang anggauta golongan kita, masih mau aku berusaha menolong jiwanya, Sebaliknya, dia adalah cucu seorang tokoh persilatan yang mengaku dirinya seorang ksatria sejati yang tidak memandang sebelah mata golongan kita, Kenapa dia tidak mencari seorang tabib pandai lain saja?"
"Sebenarnya akulah yang membawa Sin Houw kemari." sahut Cie siang Gie.
"Oh, begitu?" Lie Hong Kiauw mengerutkan keningnya.
(Oo-dwkz-oO)
PADA WAKTU ITU Thio Sin Houw kehilangan kesadarannya. Satu kekuatan yang berada diluar kemampuannya merenggut dirinya, dan ia merasakan dibawa terbang tinggi ke udara menyusupi gumpalan-gumpalan awan
- kemudian di banting keatas tanah. Debu lantas saja membubung tinggi, dan matanya menjadi gelap, selagi demikian, sekonyong-konyong ia mendengar deru angin melanda bumi".
Dan debu yang menutupi penglihatannya dibawa buyar berderai, segera ia mengucak-ngucak matanya, dan tiba-tiba saja ia sudah berada didalam sebuah ruangan besar.
Cie siang Gie berada disampingnya dan di depannya berdiri seorang laki-laki berusia kurang lebih tujuh puluh tahun. perawakan orang itu tinggi kurus, kepalanya setengah botak dan tertutup topi merah kecil. Dahinya menonjol ke depan, sehingga matanya kelihatan sangat sipit, Hidungnya kecil, akan tetapi lubangnya terlalu besar, Melihat dirinya, orang tua itu tertawa terkekeh-kekeh, Katanya dengan suara yang parau:
"Hei! Tahukah kau siapa aku? Aku adalah Ouw Gie Coen, si tabib sakti yang tak ubah malaikat, sanggup menghidupkan manusia yang sudah terkubur di dalam bumi seribu tahun. Kau percaya atau tidak?"
Cie siang Gie segera menjatuhkan diri, ia berlutut dengan muka sampai mencium bumi, Kemudian berkata dengan suara memohon belas kasihan:
"Hemm ... orang yang bernama Tie-kong tianglo itu manusia macam apa?" tanya Ou Gie Coen jadi gusar sekali.
"Ouw susiok. Meskipun ayahnya menjadi murid Tie-kong tianglo yang mengaku diri dari aliran suci, dan tidak memandang sebelah mata kepada aliran kita, akan tetapi ibunya adalah puteri tunggal si Tangan Geledek Lie Sun Pin yang sealiran dengan kita,"
Mendengar perkataan Cie siang Gie, maka Ouw Gie Coen yang bersikap kaku lantas saja nampak berubah. Katanya menyahut:
"Kalau begitu, bangunlah kau! jadi dia adalah puteranya Lie Lan Hwa...? itulah lain perkara."
Setelah berkata demikian, ia mendekati Thio Sin Houw, Dengan suara lemah lembut dia berkata:
"Anakku, di dalam dunia ini tidak terhitung jumlahnya orang-orang yang mengaku dirinya suci akan tetapi sesungguhnya jahat sekali. Mereka yang mengaku dirinya suci, kebanyakan hanya mementingkan diri sendiri. lihatlah selagi kancah peperangan di tanah air begini bergolak, mereka berebut nama kosong agar diakui masyarakat sebagai aliran atau golongan suci bersih yang mengerti perkara Tuhan, Kami yang berada dipihak Cu Goan Ciang, tidak memperdulikan suci atau kotor dan baik atau buruk. perkara ini kami serahkan kepada Tuhan.
Hanya karena kami didahului mereka, maka kami terpaksa juga membuat peraturan. Bahwasanya kami tidak akan menolong orang-orang yang tidak sealiran dengan kami. Kau adalah cucunya si Tangan Geledek Lie Sun Pin yang sealiran dengan kami. Baiklah, aku akan menyembuhkan penyakitmu, Asal saja kau berjanji kepadaku, setelah sembuh kau akan menanggalkan rumah perguruan Tie-kong tianglo yang menganggap dirinya golongan suci dan baik. Bagaimana?"
"ltu tidak boleh, paman!" tiba-tiba Cie siang Gie menjawab, mewakili Thio Sin Houw, "Sudah kukatakan tadi, bahwa sebelum berangkat kemari aku telah berjanji kepada Tie-kong tianglo, sekali-kali susiok tidak boleh memaksa Sin Houw ini memasuki aliran kita sebagai suatu jual beli, Bahkan Tie-kong tianglo tidak sudi pula mengakui menerima budi dari aliran kita.
Tiap-kok ie-sian Ouw Gie Coen jadi gusar sekali, sepasang alisnya tegak berdiri dan ia menggebrak meja yang berada di depannya, Katanya dengan suara nyaring:
"Hengg ... orang yang bernama Tie kong tianglo itu manusia macam apa?
Begitu berani ia menghina golongan kita? Kalau begitu, apa perlunya aku menolong menyembuhkan penyakit cucu- muridnya? Tetapi mengingat anak ini adalah cucunya Lie Sun Pin, biarlah aku ingin mendengar ucapannya sendiri. Nah, bagaimana?"
Thio Sin Houw menyadari, bahwa racun Hian-beng Sin- kang sudah mengamuk keseluruh jalan darahnya, Demikian hebat penderitaannya sampai kakek-gurunya, Tie-kong tianglo yang berkepandaian tinggi merasa tidak berdaya, jiwanya kini hanya tergantung kepada tabib sakti Ouw Gie Coen belaka,
Kalau tabib itu mau mengulurkan tangannya, dia bakal hidup. sebaliknya apabila tidak sudi menolong, dia akan segera mati.
Tetapi tatkala berpisah dengan kakek gurunya, ia telah dipesan berulangkali jangan sampai memasuki aliran sesat, Orang boleh mati tak berkubur didalam dunia ini, akan tetapi dalam menghadap Tuhan, jangan sampai tersesat, Demikianlah pesan Tie-kong tianglo.
Sebaliknya, bagaimana sesungguhnya aliran Beng-kauw itu? Belum ia ketahui dengan jelas. Apakah benar-benar aliran sesat atau tidak? Namun terhadap Tie-kong tianglo ia menaruh hormat karena orang tua itu sangat kasih kepadanya, tak ubah cucu kandung sendiri, ia berpesan demikianpun karena terdorong oleh rasa kasih sayangnya dan bukan bermaksud jahat atau hendak menjerumuskan dirinya ke dalam jurang kehinaan. oleh pertimbangan demikian, ia berpikir didalam hati:
"Baiklah, meskipun dia akhirnya tidak sudi menolong jiwaku, tetapi rasanya adalah suatu dosar besar, apabila melanggar pesan kakek guru."
Dengan keputusan itu, Thio Sin Houw menjawab dengan lantang:
"Ouw sinshe, ibuku adalah puteri tunggal Lie Sun Pin yang sealiran dengan sinshe, pastilah ibuku seorang yang baik hati pula. Hanya saja, kakek guruku berpesan kepadaku, agar aku tidak memasuki aliran Beng-kauw, Aku sudah sanggupi. Dan kalau sekali sudah menyanggupi, bagaimana mungkin aku melanggar perkataanku sendiri? Kalau sampai terjadi demikian, aku bukan laki-laki lagi, Bukankah perkataan seorang laki-rlaki berharga seribu gunung?
Dengan pendirian ini, apabila sinshe tidak sudi mengobati aku, tidak apalah. seumpama aku berhasil kau sembuhkan, tetapi kemudian memasuki aliran Beng-kauw, maka di dunia ini hanya ketambahan seorang laki-laki yang mulutnya tidak dapat dipercaya lagi, Apakah gunanya hidup demikian, dan apakah keuntungannya dunia menghidupi aku?"
Mendengar perkataan Thio Sin Houw, diam-diam Ouw Gie Coen terkejut, pikirnya:
"Setan cilik ini besar mulutnya, dia berlagak seperti seorang ksatria-sejati yang tidak butuh nasi dan pakaian. Hmm, kalau aku tidak mau mengobati, masakan dia tidak berlutut memohon-mohon belas kasihanku?"
Memperoleh pikiran demikian, ia berkata lantang kepada Cie siang Gie:
"Aku sudah mendengar pendirian anak ini, dia tidak sudi memasuki aliran kita, Karena itu, bawalah dia keluar! Tak sudi aku menyaksikan orang mati didalam rumahku!"
Cie siang Gie kenal tabiat pamannya itu, sekali berkata tidak, dia tetap akan mempertahankan pendiriannya itu, sebaliknya kalau sudah sanggup, meskipun yang berkepentingan akan lari, akan dikejarnya sampai dapat ditangkapnya kembali. Maka segera ia berkata kepada Thio Sin Houw:
"Sin Houw, Meskipun aliran Beng-kauw tidak mempunyai nabi, akan tetapi tujuannya sama dengan golongan lainnya, anggautanya kebanyakan adalah ksatria sejati, yang tak usah kalah dengan golongan kakek gurumu. Kakekmu, Lie Sun Pin, membuktikan hal itu. Bukankah ibumu seorang wanita sejati pula? Karena itu, apakah jeleknya kau masuk aliran Beng- kauw? Kelak di hadapan kakek gurumu, aku yang bertanggung jawab. "
"Baik." jawab Thio Sin Houw diluar dugaan. "Nah, pukullah punggungku beberapa kali, Disini, tulang punggung yang ke delapan dan ke sebelas!"
"Baiklah!" sahut Cie siang Gie girang, Dengan cepat ia melakukan apa yang diminta Thio Sin Houw, dan seketika itu juga kedua kaki Thio Sin Houw bisa bergerak.
"Toako!" kata Thio Sin Houw sambil menggerak-gerakkan kakinya, "Benar, aku percaya kepada perkataanmu. Apabila kau berani bertanggung jawab, pastilah kakek guruku tidak akan marah, tak kukira, bahwa kaupun berpendirian seperti Ouw sinshe."
Setelah berkata demikian, dengan angkuh Thio Sin Houw keluar ruangan.
Tentu saja Cie siang Gie sangat terkejut. Teriaknya: "Hei, Sin Houw! Kau mau kemana?"
"Jika aku mati didepan rumah Ouw sinshe, seorang tabib
sakti yang tak ubah malaikat, bukankah akan mengotori namanya yang menjulang tinggi di atas gumpalan awan?" jawab Thio Sin Houw dengan suara mengejek. "Karena itu biarlah aku mati dijalan saja." Dan setelah demikian, entah dari mana datangnya kekuatan, ia lari kencang bagaikan melesatnya anak panah.
"Bagus! orang boleh mati di luar kandangku, apa peduliku?" kata Ouw Gie Coen dengan tak kurang angkuhnya.
Cie Siang Gie tidak menggubris perkataan pamannya, dengan mati-matian ia mengejar Thio Sin Houw, Meskipun dia terluka pula, akan tetapi lukanya lebih ringan dari pada luka yang diderita Thio Sin Houw. Dalam hal ilmu kepandaian, Cie siang Gie pun menang seratus kali lipat daripada Thio Sin Houw, Kecuali gerak-geriknya lebih gesit, langkahnya panjang pula, Maka tak mengherankan, lengan Thio Sin Houw kena disambarnya dan dibawanya kembali ke pondok Ouw sinshe, Kedua tangan Sin Houw bergerak ingin merenggutkan diri, akan tetapi tenaganya terlalu lemah sehingga ia mati kutu.
"Oh, susiok!" seru Cie siang Gie dengan napas tersengal- sengal, "Apakah susiok benar-benar tak sudi menolong anak ini?"
"Sekali aku menolak, tiada lagi yang bisa merobah pendirianku, Kalau kau tidak percaya, boleh kau minta bantuan seribu dewa untuk menggugurkan pendirianku ini dan aku tidak akan bergerak meskipun serambutpun." sahut Ouw Gie Coen.
"Tetapi susiok akan menolong menyembuhkan lukaku, bukan?" Cie siang Gie menegas.
"Ya." jawab Ouw Gie Coen singkat.
"Baik." kata Cie siang Gie setelah menghela napas. Meneruskan: "Karena aku pernah berhutang budi kepada kakek guru anak ini, maka idzinkanlah aku menolong cucunya. Hal ini demi menjaga nama Beng-kauw. Kalau salah seorang anggauta Beng-kauw tak dapat dipercaya lagi mulutnya, dimanakah pamor Beng-kauw hendak susiok sembunyikan? Karena itu, biarlah susiok tak usah menyembuhkan aku lagi, Sebaliknya tolonglah anak ini! Dengan begitu idzinkanlah aku menukar jiwa. Satu jiwa ditukar dengan satu jiwa, Paman tidak rugi, bukan?" Ouw Gie Coen mengerutkan dahinya. Menyahut: "Jantungmu kena pukulan Tiat-see ciang, itulah pukulan
beracun yang sangat berbahaya, Dalam satu minggu apabila kau bisa mencari tabib pandai, jiwamu masih dapat tertolong, sebaliknya apabila sampai lewat satu minggu, hanya jiwamu saja yang dapat diselamatkan, akan tetapi himpunan ilmu saktimu akan musnah. Kalau sampai dua minggu, sedang kau kumat dan belum menemukan tabib pandai, jiwamu akan melayang."
"Hal itu janganlah susiok hiraukan, inilah urusanku sendiri! Mati sekarang atau besok, bukankah sama saja? Tetapi mati untuk satu kebajikan, sama sekali aku tidak akan menyesal "
ujar Cie siang Gie dengan suara tegas.
Mendengar perkataan Cie siang Gie Thio Sin Houw
lantas berseru nyaring:
"Aku tidak mau! Aku tidak mau kau tolong!" setelah itu ia berpaling kepada Cie siang Gie, serunya nyaring:
"Toako! Apakah kau kira Thio Sin Houw ini manusia hina dina? Kenapa kau menukar jiwamu sendiri dengan jiwaku? sekalipun aku hidup, rasanya dunia tiada untungnya. Dua puluh-tiga puluh tahun yang lalu, bukankah di dunia ini tiada seorang manusia kecil bernama Sin Houw? Dan dunia tidak pernah merasa rugi! Karena itu, tak perlu toako menukar jiwa dengan jiwaku!"
Akan tetapi Cie siang Gie adalah seorang laki-laki sejati. sekali dia berkata, tidak sudi dia menarik kembali. Dengan kedua tangannya yang kuat, ia menyambar Thio Sin Houw dan di dudukkannya di kursi. Kemudian ia mencari tali dan Thio Sin Houw kemudian di ikatnya erat-erat pada sandaran kursi itu.
Keruan saja Thio Sin Houw gugup setengah mati, teriaknya:
"Lepaskan aku! Lepaskan aku! Kalau tidak, engkau akan kumaki habis-habisan!" dan tatkala melihat Cie Sian- Gie tidak menggubris teriakannya, benar benar ia terus mencaci-maki kalang kabut. Mula-mula ia mengutuki Ouw Gie Coen, kemudian Cie siang Gie.. Teriak-nya kalap:
"Kau sinshe busuk! Kepalamu kecil seperti kelapa! perutmu gendut seperti lembu! Benar-benar kau seperti kutu busuk. Katanya kau seorang tabib pandai, akan tetapi gigimu kuning semua!
Kau begitu bangga kepada aliranmu Bengkauw, nyatanya kau seorang manusia tak punya perikemanusiaan. Kau iblis! Kau siluman! Kau setan! Dan kau, Cie siang Gie, kau kerbau berewok! Kau ikut-ikutan jadi kerbau dungu!"
Makian Thio Sin Houw makin lama makin tajam. sekarang dia tidak memaki asal memaki saja, akan tetapi bersajak pula, Dan mendengar Thio Sin Houw bisa memaki sambil bersajak, Ouw Gie Coen dan Cie siang Gie merasa aneh luar biasa. Akhirnya Cie siang Gie membuka mulutnya:
"Susiok! sekarang idzinkanlah aku mencari seorang tabib pandai."
Disekitar gunung ini tiada seorang tabib pandai," sahut Ouw Gie Coen dengan suara dingin. "Dan kau tak dapat mencapai kaki gunung dalam waktu tujuh hari, Karena itu sebelum kau kembali kemari, mayatmu sudah dimakan burung gagak!"
Cie siang Gie tertawa terbahak-bahak, sahutnya:
"Kalau didunia ini hidup seorang tabib sakti yang tidak mau menolong apabila sekali berkata tidak sudi menolong, maka di dunia inipun terdapat seorang laki-laki yang tidak takut mati ditengah jalan."
Setelah berkata demikian, pemuda itu melangkahkan kakinya keluar ruangan.
"Oh, Ouw Gie Coen!" teriak Thio Sin Houw yang sudah terikat erat di atas kursi. "Jika kau tidak mau mengobati Cie toako, pada suatu hari aku akan datang kemari untuk membunuhmu. Aku ... aku..." karena diamuk gejolak hatinya, ia terkulai tak sadarkan diri.
"Hemm, Ouw-tiap kiok adalah satu tempat yang suci bersih, tak bisa ada orang mati diatas tanahnya " kata Ouw
Gie Coen seperti kepada dirinya sendiri. Kemudian ia mengambil sepotong tanduk menjangan muda yang terletak diatas meja, terus ditimpukkan ke arah Cie siang Gie yang sedang berjalan membelakanginya, Tepat timpukan itu, tanduk menjangan tersebut mengenai belakang lutut Cie siang Gie yang lantas saja roboh ketanah tak berkutik lagi.
Watak Ouw Gie Coen memang benar-benar aneh. Kalau dia sudah menolak,tak perduli siapa yang memohon kepadanya, ia takkan merubah keputusannya tadi. sebaliknya apabila dia mau menolong seseorang, meskipun orang yang berkepentingan tidak sudi ditolongnya, pasti ia akan memaksa menyembuhkannya juga, Kecuali itu, ia bisa berpikir panjang pula, Tadi ia mendengar ancaman Thio Sin Houw, dan ucapan anak itu benar-benar berkesan didalam lubuk hatinya, ia melihat, Thio Sin Houw seorang anak yanq masih berumur belasan tahun, Meskipun demikian, anak itu berjiwa ksatria sejati. sesungguhnya bukan anak sembarangan, dialah cucu murid Tie-kong tianglo. Dikemudian hari apabila anak itu sampai mati di dalam rumahnya, pasti akan menerbitkan ekor panjang.
Setelah menimbang-nimbang beberapa saat lamanya, akhirnya ia mengambil keputusan, Katanya didalam hati:
"Akh, buat apa aku bersusah payah menolong mereka berdua? Biarlah kedua-duanya mati diluar rumahku, Ada baiknya, Ouw-tiap kiok ini bertambah dua setan penasaran. "
Setelah mengambil keputusan demikian, ia menghampiri Thio Sin Houw dan melepaskan tali pengikatnya, Maksudnya setelah anak itu dilepaskan tali pengikatnya, akan dilemparkan ke luar pintu, Mati atau hidup, apa perduliku, pikirnya. Akan tetapi tatkala tangannya menyentuh pergelangan Thio Sin Houw, ia tertegun. Dirasakannya urat nadi Thio Sin Houw berdenyut dengan sangat aneh. Hatinya tercekat, ia mengulangi lagi dengan cermat, Kini ia jadi heran, pikirnya:
"Masakan anak seumur dia sudah bisa menembusi seluruh peredaran darah dan urat nadinya? sedang aku sendiri yang dengan susah payah melatih diri berpuluh-puluh tahun lamanya, belum mampu berbuat demikian. Mengapa anak umur belasan tahun ini sudah dapat menembusi seluruh peredaran darah dan urat nadinya? Oh, ya! Mengerti aku kini! pastilah ini perbuatan kakek gurunya, Tie-kong tianglo yang terlalu sayang kepadanya, Begitu sayang dia kepada cucu muridnya ini, sampai dia rela membuang tenaga himpunan saktinya untuk membantu menembusi seluruh jalan darahnya,"
Sekali lagi Ouw Gie Coen memeqang urat pergelangan tangan Thio Sin Houw, kemudian memeriksa seluruh urat-urat anak itu dengan terlebih cermat. Benar benar urat nadi dan jalan darah sianak berjalan sangat lancar tanpa rintangan, segera ia membuka pakaian Thio Sin Houw, dan memeriksa seluruh tubuhnya.
Bagian perut, dada, ubun-ubun, setelah memijit-mijit pada tempat-tempat tertentu, maka tahulah dia untung rugi si anak, Katanya dengan tertawa dingin:
Tie-kong tianglo berlagak pandai, dia terlalu sayang kepada cucu muridnya. Akan tetapi malah membuat anak ini celaka, Kalau peredaran darahnya belum tertembus semua, masih ada harapan untuk memperoleh pertolongan. Kini racun Hian-beng sin-kang telah merayap ke seluruh isi perutnya, Kecuali oleh malaikat, jiwanya tak dapat ditolong lagi, He-he- he... Orang memashurkan ilmu kepandaian Tie-kong tianglo setinggi langit, akan tetapi menurut pendapatku, dialah seorang tua yang paling bodoh di dunia ini!"
Kira-kira seperempat jam kemudian, perlahan-lahan Thio Sin Houw menyenakkan matanya. ia telah siuman kembali, dan melihat Ouw Gie Coeh duduk terpekur diatas kursinya yang berada dipojok ruangan. Dan Cie siang Gie masih tetap menggeletak dirumputan diluar rumah. Ketiga orang itu membungkam mulut dengan pikiran masing-masing sehingga Ouw Gie Coen tidak mengetahui bahwa Sin Houw telah siuman.
Ouw Gie Coen memang seorang tabib sakti, seluruh hidupnya dipersembahkan untuk ilmu ketabiban, segala macam penyakit aneh-aneh, dapat diatasinya sehingga itulah sebabnya namanya termashur keseluruh penjuru Tionggoan.
Racun jahat yang berada di dalam tubuh Thio Sin Houw, adalah semacam racun yang paling berbahaya, Apalagi, sekarang urat nadi bocah itu sudah tertembus. Dengan demikian, menjadi arus yang sangat baik bagi menjalarnya racun Hian-beng sin-kang, inilah suatu persoalan yang pelik dalam ilmu ketabiban.
Seorang ahli catur, merasakan sulit sekali mencari tandingan yang setimpal, seorang ahli ilmu pasti akan melupakan makan dan minumnya, sebelum soal-soal yang berada didepan matanya dapat dijawab. Begitu pula dengan Ouw Gie Coen pada saat itu, ia menemukan suatu masalah pelik dalam diri Thio Sin Houw, tentu saja ia ingin dapat mengatasi, setelah menimbang-nimbang setengah harian, akhirnya ia memperoleh suatu akal, katanya kepada dirinya sendiri:
"Baiklah, aku akan menyembuhkannya dahulu, kemudian baru kubunuh!"
Akan tetapi menolak racun yang berada didalam isi perut anak itu bukanlah suatu pekerjaan yang mudah, Ouw Gie Coen dipaksa untuk memeras otak dan pengalamannya. Lama sekali ia berdiam diri, akhirnya ia mengeluarkan alat-alatnya, Lantas ia bekerja membendung aliran-aliran racun menjadi bagian-bagian kecil, ia hendak merebut jiwa Thio Sin Houw, sedikit demi sedikit dengan melalui bagian-bagian racun yang disekatnya.
Mula-mula ia mengikat pergelangan tangan Thio Sin Houw, tiap-tiap ruas tulang diikatnya erat-erat, Dengan demikian, darah jadi terbendung.
Setelah itu ia mulai menggunakan pisaunya. Pisau itu terbuat dari bahan tanduk gajah, Kemudian ia melepaskan pakaian anak itu, dan menyelomoti dengan bara yang telah ditaburi ramuan obat pemunah tertentu, Karena terdesak oleh obat pemunah itu, racun Hian-beng Sin-kang yang mengeram didalam urat-nadi Thio Sin Houw lantas saja meruap keluar dan merembet melalui pisau-pisau tanduk yang tertancap di antara daging dan urat-urat, Ouw Gie Coen tidak perduli apakah Thio Sin Houw kesakitan atau tidak.
Untungnya Thio Sin Houw seorang anak yang tidak mudah menyerah. Kalau ia merasa disakiti, ia makin menjadi gigih mempertahankan diri, itulah berkat pengalamannya selama hidup dikejar kejar musuh. pikirnya didalam hati:
"Hemm, kau hendak membuat aku mengeluh atau merintih, bukan? Kau memang iblis...!"
Dan untuk membuat jengkel Ouw Gie Coen, ia malah mengajaknya berbicara dan bergurau dengan bebas. ia malah mengajak bertengkar dengan persoalanmu hayat dan anatomi.
Meskipun Thio Sin Houw tidak paham azas-azas ketabiban, tetapi ayah-ibunya didalam perantauannya berusaha mengobati luka-luka yang diderita keluarganya dengan kemampuannya sendiri.
Sedikit banyak mereka semua memperoleh pengalaman, tak terkecuali Thio Sin Houw, Tentu saja pengetahuan Thio Sin Houw apabila dibandingkan dengan tabib sakti Ouw Gie Coen, bedanya seperti langit dan bumi. Akan tetapi karena kegemaran Ouw Gie Coen, maka orang tua itupun mau juga mendengarkan dan membicarakan.
Sudah berpuluh tahun Ouw Gie Coen hidup mengasingkan diri dilembah Ouw-tiap kiok. Dia tiada teman bergaul kecuali pelayan-pelayan belaka, sedangkan dalam banyak hal pelayan pelayan itu hanya bersikap menghamba. jangan lagi bertengkar, membantah perintah-perintahnya saja merupakan pantangan besar baginya, Kini anak itu berani bertengkar dengan dirinya, Meskipun pengetahuannya ngawur belaka, akan tetapi menarik juga karena sekian tahun lamanya tidak pernah berbicara secara bebas dari hati ke hati. Maka kehadiran Thio Sin Houw itu, sedikit banyak menggembirakan hatinya juga.
Demikianlah, berbareng dengan tibanya petang hari, selesailah sudah babak pertama Ouw Gie Coen merebut jiwa Thio Sin Houw, Dalam pada itu dua orang pelayan telah mempersiapkan makan malam diatas meja dan membawa sepiring nasi dengan lauk-pauknya keluar rumah, untuk Cie siang Gie yang masih menggeletak diatas rumput, Pada malam itu juga Cie siang Gie tetap berada diluar rumah berselimut hawa gunung yang dingin luar biasa.
Sementara itu anggauta badan Thio Sin Houw sudah dapat digerakkan lagi. Melihat Cie Siang Gie menggeletak tak bergerak diluar rumah, anak itu datang mendekati. ia lantas tidur disampingnya sebagai kawan sependeritaan.
Ouw Gie Coen sama sekali tidak menggubris sepak terjang Sin Houw, Hanya diam-diam saja ia kagum di dalam hati, Betapapun juga bocah itu memang lain dari pada anak-anak umumnya.
(Oo-dwkz-oO)
PADA KEESOKAN harinya, Ouw Gie Coen melanjutkan pengobatannya terhadap Thio Sin Houw, Akan tetapi racun Hian-beng Sin-kang yang merayap di dalam tubuh anak itu sudah terlalu luas, Untuk menolaknya keluar, sesungguhnya sudah sangat sulit, setelah berpikir berjam-jam lamanya, akhirnya Ouw Gie Coen membuat ramuan obat pemunah. Ia hendak menggunakan dingin untuk menghilangkan dingin, karena racun Hian-beng Sin-kang bersifat dingin. Begitu obat pemunah masuk kedalam tubuh, Thio
Halaman 18/19 Hilang
tentang ilmu urat yang kutulis dengan tanganku sendiri. Kalau kau sudah membacanya, barulah kau akan paham tentang liku-liku urat ditubuh manusia." kata Ouw Gie Coen, Lalu ia masuk ke kamarnya, dan kembali membawa sejilid buku tipis berwarna hitam, Dan buku ini kemudian diserahkan kepada Thio Sin Houw.
Thio Sin Houw segera membalik-balik halaman buku itu, ternyata isinya sangat luas. Masalah urat urat nadi yang berada dalam tubuh manusia, dibahasnya dengan cermat dan tertib sekali. Ouw Gie Coen membandingkan penemuan orang-orang kuno sampai pada zamannya sendiri. Dengan tekun Thio Sin Houw membacanya, setiap halaman ia mengingat-ingatnya dengan baik. Tiba-tiba saja teringatlah dia kepada Ku Cie Tat, si pendeta kecil didalam kuil Siauw-lim sie yang berotak cemerlang dengan hanya sekali membaca, Ku Cie Tat dapat menghafalkan seluruh tulisan himpunan sakti kakek gurunya, Tie-kong tianglo. Dibandingkan dengan liku- liku ilmu sakti, tulisan sinshe Ouw Gie Coen ini jauh lebih mudah. sebab setiap soal dibahas secara jelas sekali.
Maka setelah membaca isi kitab tersebut sampai tamat, Thio Sin Houw mengembalikannya kepada Ouw Gie Coen sambil ia menggelengkan kepalanya, Katanya:
"Kitab ini telah pernah kubaca, sewaktu kakek guru berumur tiga puluhan tahun, beliau telah mengarang sebuah kitab Pengantar dan Tuntunan Ikhtisar Urat-urat Nadi Manusia
- kitab karangan kakek guruku itu isinya serupa benar dengan karanganmu ini. Dengan demikian, sejak tadi aku heran entah siapa yang membajak, susiok atau kakek guruku."
"He-he-he !" Ouw Gie Coen ter-
Halaman 22/23 Hilang
Houw dapat dikatakan sudah terlatih dan menjadi keistimewaannya, walaupun demikian, ancaman Ouw Gie Coen benar-benar menggidikkan bulu romanya.
Maklumlah, apabila sampai salah satu huruf saja, jiwanya akan dicabut, Dia percaya, bahwa Ouw Ceng Goe benar- benar akan melakukan apa, yang telah di katakan, mengingat tabiatnya yang sangat luar biasa.
Memperoleh pikiran demikian, anak itu menyesal didalam hati, apa sebab tadi ia membuat sinshe Ouw Goe Coen menjadi jengkel dan penasaran, inilah suatu senda-gurau yang keliwat batas. Tetapi apa boleh buat, nasi sudah menjadi bubur. Maka terpaksalah ia mengumpulkan semua ingatannya, lalu mengucapkan isi buku yang telah dibaca-nya tadi dengan suara lantang, untunglah sepatah katapun tiada yang salah.
Ouw Gie Coen heran bukan kepalang, hampir-hampir ia percaya bahwa anak ini memang pernah membaca buku ciptaan Tie-kong tianglo yang sama sekali tiada bedanya dengan buku ciptaannya sendiri. Akan tetapi karena buku itu memang ciptaannya sendiri, akhirnya ia menjadi kagum akan kecerdasan Thio Sin Houw, pikirnya di dalam hati:
"Setan kecil ini benar-benar hebat. Dengan hanya membaca sekali saja, dia sudah sanggup menghafalkan semua isi bukuku diluar kepala, inilah bakat yang tiada bandingnya dijagad ini."
Sinshe Ouw Gie Coen tidak mengetahui, bahwa didalam kuil Siauw-lim masih terdapat seorang bernama Ku Cie Tat yang daya ingatannya tidak berada dibawah Thio Sin Houw!
"Pintar! Benar-benar pintar!" Ouw Gie Coen memuji. Lalu ia melanjutkan usahanya mengenyahkan racun yang mengeram didalam tubuh anak itu. setelah beristirahat sebentar, sengaja ia hendak menguji sekali lagi kepintaran Thio Sin Houw, Katanya:
"Aku masih mempunyai duabelas jilid kitab ketabiban, Entah siapa yang membajak, Tie-kong tianglo atau aku!"
Setelah berkata demikian, ia mengambil kitab-kitab ciptaannya sendiri yang terdiri dari duabelas jilid.
Thio Sin Houw kagum, tatkala membalik-balik halaman buku-buku itu, itulah kitab ilmu ketabiban yang luas sekali isinya, sudah barang tentu tak mudah untuk dihafalkan dalam sekali baca saja.
Mendadak saja suatu ingatan menusuk benaknya, pikirnya: "Meskipun isi buku ini sangat luas, akan tetapi masih sanggup aku menghafalnya. Hanya saja aku membutuhkan waktu sepuluh hari. Biarlah, aku mencari saja bagian-bagian yang ada sangkut-pautnya dengan urusan penyembuhan luka Cie toako."
Karena berpikir begitu, dengan cepat ia membalik-balik kitab, dan ia membuka uraian-uraian penyembuhan luka-luka akibat pukulan sakti dalam jilid ke sembilan. Uraiannya sangat jelas sekali. Disitu terdapat uraian tentang menangkis pukulan- pukulan beracun.
Keruan saja Thio Sin Houw girang bukan kepalang, segera ia membacanya dengan cermat. Tanda-tanda kena pukulan sakti diuraikan dengan jelas sekali, akan tetapi cara menyembuhkannya hanya disebutkan sangat ringkas, dengan petunjuk singkat saja, Pada halaman terakhir, terdapat pula uraian tentang akibat pukulan beracun Hian-beng Sin-kang, Akan tetapi cara pengobatannya hanya ditulis pendek saja.
Sejak meninggalkan kuil Siauw-lim sie, sadari h dia untuk mengobati racun yang mengeram didalam tubuhnya memang sangat pelik. Bahkan tiada harapan lagi, Sekiranya tidak demikian kakek gurunya yang mempunyai kesaktian luar biasa pasti dapat menolongnya karena itu, ia menjadi acuh tak acuh.
Perhatiannya kini tertuju kepada bagaimana caranya dapat menolong Cie siang Gie, Maka kembali lagi ia membuka lembaran yang memuat uraian tentang pukulan yang diderita Cie siang Gie, pikirnya:
"Sebaiknya pikiranku kini kupusatkan untuk menyembuhkan Cie toako saja, dan jangan sampai aku membuatOuw sinshe mendongkol lagi,"
Setelah itu ia meletakkan kitab-kitab itu diatas meja, kemudian dengan hormat ia berkata kepada Ouw Gie Coen.
"llmu sakti susiok memang kalah jauh bila dibandingkan dengan ilmu sakti kakek guruku, akan tetapi didalam hal pengobatan susiok menang jauh.
Keduabelas buku ini sangat dalam isinya. Betapa tinggi ilmu kepandaian kakek guruku, pastilah beliau tak sanggup mengarangnya, Akan tetapi berbicara tentang cara mengobati luka akibat pukulan beracun," kukira kemahiran susiok belum bisa menyamai kakek guruku, "
"Hemm!" dengus Ouw Gie Coen, "Jangan coba membakar hatiku,"
"Susiok tidak percaya? Dengar! Aku akan menghafalkan kitab karangan kakek guruku," sahut Thio Sin Houw dengan suara tegas. Lalu ia mulai menghafalkan bunyi ajaran-ajaran eyang gurunya tentang cara penyembuhan luka-luka akibat pukulan beracun. Akan tetapi semuanya itu sebenarnya adalah hasil hafalannya setelah membaca uraian isi buku Ouw Gie Coen yang berada ditangannya, setelah menghafal di luar kepala tanpa salah sedikitpun juga,berkatalah dia:
"Tentang menyembuhkan luka akibat pukulan beracun Hian-beng Sin-kang kakek guruku menyerah kalah, akaa tetapi Ouw susiok ternyata demikian pula."
"Hmm! Tak perlu kau memancing hatiku." sahut Ouw Gie Coen dengan suara dingin. "Kau sendiri akan menjadi saksi, apa aku benar-benar tidak mampu melawan racun Hian-beng Bin-kang yang kau derita. Hanya saja apabila aku sudah berhasil menyembuhkan lukamu, jiwamupun tak akan berumur panjang."
Meskipun Thio Sin Houw cerdik dan pandai luar biasa, akan tetapi tak dapat ia menangkap maksud perkataan Ouw Gie Coen. Sama sekali tak pernah terlintas dalam pikirannya, bahwa maksud Ouw Gie Coen untuk menyembuhkan dirinya adalah semata-mata untuk membuktikan bahwa dia sanggup menaklukkan racun Hian-beng Sin-kang.
Setelah mengesankan bahwa dirinya benar-benar seorang tabib sakti dan pandai, segera ia hendak membunuh Thio Sin Houw, itulah sesuai dengan peraturan yang dibuatnya sendirif bahwasanya aliran dari Beng-kauw, tak diperkenankan menolong seseorang yang tidak sealiran.
Thio Sin Houw sendiri sebenarnya tidak memikirkan dirinya sendiri, sejak turun dari gunung Siauw-sit san.
Pada saat itu perhatiannya penuh ditujukan kepada usaha menyembuhkan Cie siang Gie, maka berkatalah dia:
"Sekiranya umurku tak dapat dipertahankan lebih lama lagi, perkenankanlah aku memohon kepada susiok untuk membaca-baca kitab buah pena susiok sendiri. Tentu saja boleh, bukan?"
Ouw Gie Coen yakin, bahwa anak itu tak akan hidup lebih lama lagi, walaupun sanggup menghafalkan seluruh rahasia ilmu ketabibannya, apakah gunanya? Paling-paling hanya akan dibawanya pulang ke neraka. Maka tanpa berpikir panjang lagi, segera ia mengangguk memperkenankan. Katanya:
"Kau boleh membaca semua kitab-kitab karanganku!" Pengetahuan Ouw Gie Coen sebenarnya sangat luas,
iapun seorang berhati lapang pula, pastilah tidak akan
sanggup mengarang ilmu ketabiban yang demikian besar. Akan tetapi setelah memasuki aliran Beng-kauw, ia menjadi seorang pejuang yang membantu gerakan Cu Goan Ciang, Karena itu dia sangat membenci sekalian tentara penjajah bangsa Mongolia, juga kaum hartawan rakus dan orang-orang yang menganggap dirinya sok suci.
Terhadap golongan yang paling belakang ini, dia sangat membenci. Apalagi terhadap para pendekar yang memusuhi haluan perjuangannya, itulah sebabnya, ia tak sudi menolong orang-orang yang tidak sealiran dengan kepercayaan yang diamatinya .
Akan tetapi ilmu pengetahuan yang dimilikinya memang terasa sia-sia saja, sebab selama hidupnya bakal tiada seorangpun yang dapat diajaknya saling bertukar pikiran, karena hidupnya di atas gunung seorang diri.
Dalam pada itu Thio Sin Houw dengan tekun mempelajari kitab-kitab ketabiban siang-malam tiada mengenal lelah, Tadinya dia hanya bermaksud mempelajari bagian-bagian yang bersangkutan dengan luka Cie siang Gie akan tetapi setelah membaca kitab-kitab tulisan Ouw Gie Coen, hatinya lambat laun kian tertarik. sekarang tidak hanya beberapa bagian saja yang dibacanya, akan tetapi ratusan macam buah karya Ouw Gie Coen.
Melihat anak itu begitu tekun mempelajari kitab kitab ketabiban buah karyanya, diam-diam Ouw Gie Coen girang bukan main, Hatinya menjadi puas, karena kini bisa menaklukkan anak setan itu. pikirnya didalam hati:
"Kau bilang bahwa kitab-kitab hasil karyaku ini hasil bajakan kakek-gurumu, Huh! Kau berlagak pandai dan yakin bisa mengingusi aku, sekarang rasakan betapa luas ilmu pengetahuan ku mengenai ketabiban."
Pada waktu itu Ouw Gie Coen melihat Thio Sin Houw bersungut, dan ia mengira anak itu tentu tak dapat memahami inti sari uraian-uraian tertentu yang terdapat didalam kitab karangannya, sebenarnya Ouw Gie Coen seorang cendekiawan yang cerdik dan cerdas.
Apabila dia mau berpikir agak mendalam lagi, pastilah dapat menebak maksud Thio Sin Houw sesungguhnya. Hanya saja karena terpengaruh oleh rasa girang yang meluap-luap, prasangkanya tak begitu peka lagi, Puaslah sudah, melihat anak setan itu dengan mati matian menekuni hasil karyanya.
Beberapa hari lewatlah sudah. Karena kesungguh- sungguhannya, Thio Sin Houw berhasil menghafalkan semua rese-presep pengobatan tertentu yang ribuan macamnya. walaupun kadarnya mungkin sekali asal-jadi saja, akan tetapi kesanggupannya itu benar-benar mengagumkan.
Seorang tabib yang sudah berpengalamanpun mungkin sekali tak dapat meniru kemampuan Thio Sin Houw yang dapat menghafalkan dua belas jilid kitab ketabiban dalam waktu enam hari saja di luar kepala, Diwaktu siang pada hari ke enam, kembali Thio Sin Houw membalik-balik halaman kitab yang memuat tentang luka yang diderita Cie siang Gie.
Ouw Gie Coen pernah menyatakan, apabila dalam waktu tujuh hari dapat menemukan seorang tabib pandai, lukanya mungkin sekali masih dapat disembuhkan sebaliknya apabila sampai melampaui batas waktu, meskipun sembuh, akan tetapi himpunan tenaga saktinya tak akan bisa pulih seperti sediakala.
Itulah disebabkan karena derita pukulan yang sangat beracun, dan mulai menembus keseluruh tulang dan urat-nadi.
Selama enam hari, Cie siang Gie terus rebah tak berkutik diatas rumput diluar rumah, Pada hari keenam, tiba-tiba hujan turun pula, setelah matahari bersinar sangat teriknya di siang hari, sudah barang tentu Ouw Gie Coen mengetahui bahwa Cie siang Gie terpaksa tidur di lumpur. Tetapi nampaknya ia tak perduli.
Menyaksikan hal itu, Thio Sin Houw gusar tak kepalang, Kutuknya di dalam hati:
"Manusia itu benar-benar keterluan! Ayah pernah berkata bahwa seorang tabib harus mengamalkan pengetahuannya yang luas dan mulia, untuk mengabdi kepada manusia diseluruh dunia. Tak perduli apakah manusia itu sepaham dengan dia atau justeru bermusuhan. sebaliknya orang ini tidak demikian. Dia benar-benar cendiakawan, akan tetapi semua ilmu kepandaiannya hanya diamalkan dalam kitao kitabnya melulu, sedang amal perbuatannya justeru bertentangan dengan apa yang di tulisnya. Kalau bukan keturunan iblis, mustahil rasanya Tuhan melahirkan manusia seperti dia!"
Pada malam hari ketujuh, hujan turun semakin lebat, Kilat mengejap-ngejap dengan diselingi dentuman guntur menggelegar Dengan mengertak gigi - Thio Sin Houw berkata di dalam hati:
"Biarlah aku akan mencoba menolong Cie toako sedapat- dapatnya, barangkali caraku mengobatinya akan salah. Akan tetapi dari pada mati ditengah hujan badai, lebih baik aku berusaha atas nama Tuhan,"
Dengan pikiran demikian, segera ia mencari alat perlengkapan tertentu dari dalam peti penyimpan alat-alat ketabiban Ouw Gie Coen, Kemudian ke luar menghampiri Cie siang Gie.
"Cie toako!" kata Thio Sin Houw terharu, "Selama beberapa hari ini adikmu berusaha mati-matian untuk mempelajari rahasia kitab ketabiban Ouw sinshe, Hanya saja, aku masih belum dapat memahami seluruhnya, Karena terdesak oleh keadaan, aku memberanikan diri untuk main coba-coba. sebab racun yang mengeram didalam tubuhmu, tak dapat ditunda-tunda lagi pengobatannya.
Esok pagi, sudah kasep, Maka apabila cara penyembuhanku ini akan mencelakanmu, akupun tak akan hidup seorang diri lagi dalam dunia ini, segera aku akan bunuh diri dihadapan jenazahmu."
Mendengar ucapan Thio Sin Houw, Cie Siang tertawa gelak. Sahutnya:
"Adik Sin Houw! Kenapa kau berkata begitu? Nah, cepatlah kau berusaha menancapkan semua alat-alat penyembuhanmu kedalam tubuhku. Moga-moga kau berhasil sehingga Ouw susiok akan merasa malu sendiri. Tetapi apabila usahamu itu justeru akan merenggut jiwaku, lebih baik begitu dari pada mati didalam lumpur begini seperti seekor babi "
Dengan tangan bergemetaran Thio Sin Houw meraba-raba urat-urat nadi Cie siang Gie dengan cermat, kemudian mengambil pisau tajam untuk membedah. Sudah barang tentu, selama hidupnya belum pernah Thio Sin Houw membedah seseorang, bahkan menyembelih seekor ayampun belum pernah. Kalau kini ia berbuat demikian, adalah semata- mata dipaksa oleh keadaan. sebab menurut catatan ilmu ketabiban Ouw Gie Coen, cara melawan pukulan beracun yang diderita oleh Cie siang Gie, hanya dengan jalan membedah urat-urat nadi tertentu untuk mencegah meluasnya racun yang kini sudah bercampur-baur dalam darah.
Tetapi karena selama hidupnya belum pernah menancapkan pisau pada tubuh seseorang, tangannya mendadak menggigil. Bidikannya jadi meleset, sehingga ia harus mengulangi beberapa kali.
Keruan saja Cie siang Gie lantas saja mandi darah. Membedah ditempat-tempat dekat urat nadi, sangatlah
berbahaya. Hal itu disadari oleh Sin Houw, setelah ia hafal
dengan bunyi kitab ilmu ketabiban Ouw sinshe. itulah sebabnya ia menjadi gugup, Terlebih ketika melihat darah Cie siang Gie yang membanjir keluar, kini tidak hanya gugup akan tetapi bingung pula.
Tiba-tiba pada saat itu terdengarlah suara seseorang tertawa gelak dibelakang punggungnya, Thio Sin Houw menoleh, dan melihat Ouw sinshe berjalan mondar-mandir sambil menggendong tangan. Dengan berpayung, ia bebas dari air hujan. ia nampak puas menyaksikan Thio Sin Houw mencoba menolong Cie siang Gie, dengan cara yang acak- acakan itu.
"Ouw sinshe!" kata Thio Sin Houw dengan suara mohon belas kasihan. "Darah terus mengalir, bagaimana caranya aku menghentikan?"
"Tentu saja aku tahu, Tetapi apa perlu kuberitahukan kepadamu?" sahut Ouw sinshe dengan suara dingin. setelah itu ia tertawa perlahan melalui hidungnya.
Mendengar suara tertawa Ouw Gie Coen, seluruh tubuh Thio Sin Houw menjadi dingin, Apalagi tatkala itu ia berada ditengah hujan badai. Lantas saja ia menggigil, Dengan menguatkan imannya, ia berkata lagi:
"Baiklah, begini saja. Kita mengadakan penukaran secara adil, satu jiwa ditukar dengan satu jiwa. Kau menolong Cie toako, setelah sembuh aku segera akan bunuh diri di hadapanmu,"
Kembali Ouw Gie Coen tertawa melalui hidungnya, sahutnya:
"Sekali aku telah berkata tidak sudi mengobati, selama hidup tak akan sudi mengobati. Dia hidup atau mati tiada sangkut-pautnya dengan aku. Kalau dia hidup oleh pertolonganku apakah malaikat akan menggendongku masuk ke sorga? sebaliknya kalau dia mati, apakah aku lantas menjadi setan kelaparan ? Juga aku tidak perduli dengan dirimu. Meskipun sepuluh Thio Sin Houw mati dihadapanku, tidak bakal aku sudi menolong Cie siang Gie!"
Mendengar jawaban Ouw Gie Coen, hati Thio Sin Houw menjadi berputus asa. Tahulah dia bahwa tiada gunanya lagi untuk berbicara berkepanjangan dengan sinshe itu, Keberaniannya mendadak saja terhimpun dengan tak setahunya sendiri, itulah disebabkan oleh rasa benci dan dendam terhadap Ouw Gie Goen.
Lantas saja ia bekerja sedapat-dapatnya, berdasarkan ingatannya belaka. ia seperti lagi membalik-balik halaman buku ilmu ketabiban Ouw Gie Coen didepan matanya, dan sesuai dengan petunjuk-petunjuk didalamnya, tangannya bergerak membedah kesana kemari dan menyekat meluasnya racun yang mengeram didalam tubuh Cie siang Gie, Diluar dugaan, tiba-tiba saja aliran darah Cie siang Gie terhenti, pemuda berewokan itu tidak lagi mengeluarkan darahnya. Hal itu melegakan hati Thio Sin Houw, beberapa saat ia menunggu.
Tiba-tiba saja, Cie siang Gie melontakkan darah kental beberapa kali.
Melihat Cie siang Gie melontakkan darah hitam kental, tak tahulah Thio Sin Houw apakah ia berhasil atau justru sebaliknya. Tak heran, hatinya menjadi berdebar-debar. ia sudah mengambil ketetapan, apabila Cie siang Gie mati, diapun akan segera menyusul mati bunuh diri, Tiba-tiba teringatlah dia bahwa Ouw sinshe berada di belakang punggungnya, Terus saja ia menoleh.
Masih saja Ouw Gie Coen nampak bersenyum mengejek, akan tetapi samar-samar wajahnya memperlihatkan rasa kagum dan heran, Maka tahulah ia, bahwa usahanya tidak gagal seluruhnya, Artinya juga belum tepat sekali. walaupun demikian, hatinya agak terhibur.
Cepat-cepat ia lari masuk kedalam rumah, dan membalik- balik halaman buku untuk memperhatikan kadar ramuan obat, setelah bertekun beberapa saat lamanya, dapatlah ia membuat kadar ramuan obat Akan tetapi sesungguhnya jenis ramuan obat yang ditulisnya itu, selama hidupnya belum pernah dilihatnya, ia hanya percaya kepada bunyi kitab bahwa ramuan-ramuan obat yang ditulisnya itu, merupakan obat penyembuh racun yang mengeram didalam tubuh Cie siang Gie, setelah memikir sebentar, ia memberanikan diri untuk menyerahkan kepada seorang pelayan agar membuat ramuan obat berdasarkan yang ditulisnya.
Pelayan itu segera membawa resep buatan Thio Sin Houw kepada Ouw Gie Coen, dia mohon idzin kepada majikannya apakah diperkenankan melayani anak itu, setelah bunyi resep itu dibaca oleh Ouw sinshe, ia mendengus beberapa kali, Kemudian berkata:
"Kau buatkan saja menurut bunyi resep ini, biarlah diminumkan! Kalau tidak mati seketika, anggap saja memang berumur panjang "
Mendengar kata-kata Ouw Gie Coen, dengan cepat Thio Sin Houw meminta kembali surat resepnya, kadarnya lalu dikurangi. setelah itu diserahkan kepada si pelayan yang segera membuat ramuan obat menurut resepnya, sehingga menjadi semacam obat kental.
Dengan mata berkaca-kaca, Thio Sin Houw membawa obat ramuannya kepada Cie Siang Gie. Katanya dengan bingung:
"Inilah obat ramuan hasil jerih payahku mencuri bunyi kitab Ouw susiok, setelah kau minum obat ini entah sembuh entah.
malah celaka, aku tidak tahu "
"Bagus!" seru Cie siang Gie. "lnilah namanya orang buta menuntun kuda buta, apabila sampai tergelincir ke dalam jurang, kedua-duanya akan jatuh saling tindih." setelah berkata demikian Cie siang Gie tertawa terbahak-bahak, Kemudian dengan memejamkan matanya, ia meneguk ramuan obat Thio Sin Houw.
Semalam suntuk perut Cie siang Gie sakit bukan kepalang, ususnya melilit-lilit seperti tersayat, Dan tak hentinya melontakkan darah. Thio Sin Houw menunggunya semalam suntuk pula dibawah hujan lebat. Menjelang esok hari barulah terang, matahari muncul diudara dengan cahayanya yang lembut.
"Adik, aku belum mati!" seru Cie Siang Gie tiba-tiba dengan girang.
"Ramuan obatmu benar-benar manjur, penyakitku jadi berkurang."
Keruan saja Thio Sin Houw girang bukan kepalang, sahutnya:
"Kalau begitu, resepku semalam boleh juga, Bukan?" "Benar! Tak pernah kuduga bahwa pada hari ini dunia
melahirkan seorang tabib sakti, yang belum pandai beringus. Biarlah aku menamakan kau, sin-she malaikat - sebab resepmu ternyata bisa menyembuhkan babi. Hanya saja agaknya ramuan obatmu terlalu keras, ususku seperti tersayat-sayat oleh ratusan pisau kecil."
"Ya, kadar ramuan obatku memang agak berat." Thio Sin Houw menyesal.
Ramuan obat yang dibikin oleh Thio Sin Houw sebenarnya memang sesuai dengan ilmu Ouw Gie Coeni dapat dikatakan tepat sekali. Akan tetapi kadarnya terlalu berat, sehingga merupakan obat pemunah racun yang kuat luar biasa. Apabila Cie siang Gie tidak mempunyai tenaga jasmani melebihi manusia biasa, pastilah dia akan mati!
Pada pagi hari itu, Ouw Gie Coen datang memeriksa, melihat wajah Cie siang Gie bersemuh merah dan bersemangat, ia terkejut, Diam-diam ia berpikir didalam hati:
"Yang satu pandai, dan yang lain berani. Berkat kerja sama mereka ber-dua, ternyata Cie siang Gie dapat di sembuhkan!" Pada keesokan harinya, "Thio Sin Houw membuat racikan
obat-kuat Ouw Gie Coen, dan tanpa menghiraukan apakah si pemilik menggerutu atau tidak, lantas saja ia berikan kepada Cie siang Gie, pikirnya didalam hati:
"Kalau dia marah, paling paling aku hanya dibunuhnya. Akan tetapi tenaga Cie toako harus pulih seperti sediakala."
Dengan pertolongan obat-obat simpanan Ouw Gie Coen, tenaga Cie siang Gie tidak hanya pulih seperti sediakala, akan tetapi himpunan tenaga saktinya malah menjadi bertambah, Maka dengan rasa penuh terima kasih, ia berkata kepada Thio Sin Houw:
"Adikku, lukaku kini sudah sembuh - tenaga saktiku pulih pula, Setiap hari kau menemaniku tidur diatas tanah terbuka ini, tanpa menghiraukan kesehatanmu sendiri. inilah cara yang kurang baik, biarlah sekarang kita berpisah dulu."
Satu bulan lamanya mereka bergaul. Dalam hati masing- masing sudah terikat rasa persahabatan, seia sekata dan sehidup semati, Kini mereka terpaksa berpisah, dengan sendirinya hati Thio Sin Houw menjadi terharu. Tak ingin rasanya ia memperkenankan Cie siang Gie meninggalkan dirinya, akan tetapi ia ingat pula bahwa Cie siang Gie tak mungkin mengawaninya terus menerus dilembah Ouw-tiap kok, Maka dengan sedih dan pilu, terpaksalah ia mengucapkan selamat jalan kepada sang toako itu.
"Kaupun tak perlu bersedih hati, adik, setiap tiga bulan sekali, aku pasti akan datang menjengukmu. Mungkin sekali racun yang mengeram di dalam tubuhmu sudah dapat dibuyarkan, apabila kau sudah sembuh seperti sediakala, aku segera mengantarkanmu kembali kepada kakek gurumu di gunung Boe-tong san." Cie siang Gie menghibur.
Setelah berkata demikian, pemuda itu menghadap Ouw Gie Coen untuk memohon diri, KatanyaJ .
"Berkat kitab ilmu ketabiban susiok, akhirnya aku tertolong. Tak sedikit aku mengabiskan obat simpanan susiok, yang sangat berharga."
"Akh, hal itu tiada artinya." sahut Ouw Gie Coen dengan memanggutkan kepala, "Lukamu kini memang sudah sembuh benar, hanya usiamu menjadi kurang enampuluh tahun,"
"Apa? Usiaku?" Cie siang Gie tak mengerti.
"Ya, menilik kesehatan tubuhmu yang tegap kuat itu, sedikitnya kau bisa hidup seratus duapuluh tahun lagi " kata
Ouw Gie Coen, "Akan tetapi anak itu keliru membuat kadar ramuan obatnya, Kadarnya sangat kuat, karena itu obat pemunah racun itu justeru berbalik meracuni umurmu. akibatnya apabila kau berada ditengah hujan dalam cuaca yang lembab pula, seluruh tubuhmu akan menjadi nyeri. Dan kira-kira pada umur tujuhpuluh tahunan, riwayatmu akan tamat."
(Oo-dwkz-oO)