Jilid 03
Masing-masing pihak hanya memiliki sepertiga ilmu kesaktian berdasarkan kitab Kui-yang cin-keng, namun masing-masing pihak mempunyai keistimewaannya sendiri. Kini ketiga sisa muridnya Tie-kong tiangloo mengerti, bahwa sang guru mengharap dengan ilmu Kui- yang cin-kang yang lengkap, nyawa Sin Houw akan dapat ditolong, Akan tetapi selama dua tahun akhir-akhir ini, mungkin karena terjadinya peristiwa binasanya Thio Kim San - perhubungan antara Siauw-lim dan Boe-tong telah menjadi retak. sebagai seorang guru besar dari sebuah partai ternama, perginya Tie- kong tiangloo ke kuil Siauw-lim sie untuk meminta pertolongan, menurunkan derajat Boe-tong pay - akan tetapi, demi cinta yang tidak mengenal batas terhadap diri Thio Sin Houw, guru besar itu telah menyampingkan segala nama kosong.
Sesudah tertegun, semua muridnya menghela napas,karena rasa kagum akan kebesaran jiwa sang guru.
pihak Go-bie pay yang memiliki sepertiga bagian ilmu Kiu- yang Cin-kang, ternyata Ceng-in suthay yang menjadi ciangbunjin sungkan menemui orang luar, Beberapa kali sudah Tie-kong tiangloo pernah memerintahkan Koan Siok Hu membawa suratnya ke gunung Go-bie san, tapi pendeta wanita itu tidak menggubris dan mengembalikan surat-surat itu tanpa dibuka, Maka itulah, jalan satu-satunya yang masih terbuka adalah minta pertolongan Siauw-lim sie.
Tie-kong tiangloo menyadari bahwa apabila ia mengutus saja murid-muridnya ke Siauw-lim sie, Cie-beng taysu pasti tidak akan melayani. Oleh karena itu ia mengambil keputusan untuk pergi sendiri.
Sekalian muridnya Tie-kong Tiangloo mengerti, bahwa dalam keadaan terpaksa dan demi mempertahankan anak keturunan Thio Kim San, gurunya rela turun gunung, Orang tua itu berharap pihak Siauw-lim sie mau menambahi kelengkapan ilmu sakti Kiu-yang Cin-kang.
Kalau hal itu terjadi, gurunya akan memiliki dua-pertiga bagian, dan dengan modal itu ia berharap akan dapat menolong jiwa Thio Sin Houw, Jadi alangkah besar pengorbanan orang tua itu, untuk menyelamatkan anak keturunan Thio Kim San satu-satunya. Semenjak terjadi perpecahan antara ketiga pihak itu, masing-masing tidak pernah berhubungan demi mempertahankan kehormatan diri. Malahan masing-masing saling bersaing, Kini terjadilah suatu peristiwa pengeroyokan terhadap Thio Kim San , dan dalam hal ini pihak murid-murid Go-bie pay dan Siauw-lim pay ikut campur pula.
Walaupun mereka tidak melakukan pembunuhan secara langsung, Hubungan ketiga aliran itu sudah tentu kian menjadi retak, tidak lagi hanya bersaing tetapi benar-benar saling mendendam suatu permusuhan.
Tie-kong tiangloo menyadari akan hal itu, inilah pokok sengketa apa sebabnya Thio Kim San dituduh yang bukan- bukan, seakan-akan ia menyembunyikan golok Sun-lui to. Namun suatu hal yang tidak diketahui oleh orang tua itu, adalah ulah Lim Tiauw Kie yang sampai saat itu tiada beritanya.
Walaupun demikian, Tie-kong tiangloo kini mau juga merendahkan diri dan bersikap mengalah dengan memohon bantuan kepada pihak Boe-tong pay dan Siauw-lim pay, Tegasnya ia rela mengorbankan kedudukannya yang tinggi , demi anak keturunan Thio Kim San.
(Oo-dwkz-oO)
PADA ESOK PAGINYA Tie-kong tiangloo berangkat dengan mengajak Thio Sin Houw, diantar oleh murid-muridnya sampai di kaki gunung. Cia Sun Bie dan dua adik seperguruannya sebenarnya ingin mengikut, tetapi dilarang karena Tie-kong tiangloo khawatir kedatangannya banyak orang akan menimbulkan kecurigaan pihak Siauw-lim sie.
Dengan masing-masing menunggang keledai, si kakek dan si bocah menuju ke arah utara, jarak antara Siauw-lim dan Boe-tong tidak terlalu jauh, Dari Boe-tong san yang letaknya di Ouw-pak utara, ke Siong-san di Holam barat hanya memerlukan perjalanan beberapa hari, setelah menyeberangi Sungai Han Sui di Loo-ho kouw, mereka tiba di Lam-yang, terus menuju ke utara sampai di Nie-coe dan mulailah mereka memasuki daerah pegunungan yang berhutan lebat. Menghirup udara segar, tergetarlah hati Thio Sin Houw,
Teringatlah dia, tatkala ayah dan ibunya membawa lari dari satu tempat ke tempat lainnya sambil menggebu musuh, seringkali dibawa mendaki gunung dan menuruni jurang, kadang-kadang menyeberangi sungai-sungai yang berarus besar dan memasuki hutan lebat yang penuh binatang buas maupun binatang berbisa.
Sepuluh hari kemudian, gunung Siong-san nampak tegak di depan. Tie-kong tiangloo menambatkan keledainya pada sebatang pohon, kemudian dengan menggandeng tangan Sin Houw, mulailah dia mendaki gunung itu, Dibalik bukit yang berada didepan, tergelarlah suatu lembah yang sangat indah, hijau daun bersemarak memenuhi persada bumi - angin meniup lembut dan segar,
"Dibalik bukit itulah, kita nanti melihat kuil Siauw-lim sie..." kata Tie-kong tiangloo. "Kau harus belajar sungguh-sungguh, agar bisa menolong dirimu sendiri."
Thio Sin Houw mengangguk.
"Kau berjanji , bukan?" Tie-kong tiangloo menegas. Kembali Sin Houw manggut.
"Bagus, Dengan begitu , kau tidak akan sia-siakan harapan
orang tuamu."
"Benar, Tetapi diantara musuh-musuh yang mengepung ayah, katanya ada juga dari murid-murid Siauw Lim-pay." kata Sin Houw tiba-tiba.
"Akh, cucuku, Untuk tujuan besar, kau harus belajar kesampingkan hal-hal kecil, Ingatlah, seringkali tujuan besar bisa tergelincir oleh sebuah kerikil belaka, Aku mengharapkan kau kelak menjadi manusia yang berlapang hati."
Thio Sin Houv mengangguk lagi untuk yang ketiga kalinya, sementara itu, bukit yang berada di sebelah depan tadi sudah terlampaui, Dan didepannya tergelar suatu pemandangan yang menggairahkan.
Tetapi di depan penglihatan, berjajarlah tiga bukit yang sedang tingginya, samar-samar nampak sebuah bangunan tinggi yang berpagar dinding batu pegunungan.
Bentuk bangunan itu adalah sebuah kuil yang besar, luas dan bertingkat.
"ltulah kuil Siauw-lim sie yang kenamaan diseluruh jagat," kata Tie-kong tiangloo memberitahukan, selagi Thio Sin Houw mengawasi bangunan itu dengan perasaan takjub.
Tie-kong tiangloo adalah ciangbunjin Boe-tong pay, Kedudukannya sama tingginya dengan Cie Beng taysu yang menjadi ketua partai Siauw-lim pay. walaupun demikian, ia mau bersikap merendahkan diri, Dengan membimbing Thio Sin Houw, perlahan-lahan ia menuju ke gardu penjagaan untuk minta dilaporkan tentang kunjungannya.
Gardu penjagaan itu mirip sebuah biara kecil, di atas atap terpancang suatu papan dengan tulisan kuil Siauw lim sie, Di dalam gardu itu Tie-kong tiangloo bertemu dengan sebelas orang penjaga yang muda-muda, mengenakan pakaian seragam seperti seorang calon pendeta.
Dilain pihak, melihat pakaian yang dikenakan Tie-kong tiangloo dan Thio Sin Hoirw yang sangat kasar, dan nampak kotor penuh debu bercampur keringat - para penjaga itu lantas bersikap tawar. Mereka tidak mempersilahkan masuk selagi menyambut kedatangan Tie-kong tiangloo berdua Sin Houw
Tie-kong tiangloo adalah seorang pendeta golongan Boe- tong yang sudah bisa melonggarkan diri dari semua bentuk ikatan dunia, ia tidak memperdulikan sikap dan pandang mereka. Dengan tetap berdiri ia minta disampaikan kepada Hong-thio taysoe (kepala kuil) , tentang kedatangannya.
Mendengar perkataan Tie-kong tiangloo, kembali para penjaga itu nampak terkejut. Benarkah orang tua itu Ciang- bunjin dari Boe-tong pay? Mengapa orang dan pakaiannya nampak demikian kotor dan datang tanpa pengawal ? Pribadi Tie-kong tiangloo memang sangat sederhana, Kecuali itu, ia seorang pendeta, ia tak menyukai pada segala tata-cara yang berlebihan. ia memandangnya tak lebih seperti para pelawak. itulah sebabnya, pakaian yang berupa jubah yang dikenakannya, terlalu sederhana bagi seorang dengan kedudukan seperti dia.
"Tie-kong tiangloo adalah seorang Ciang-bunjin Boe-tong pay, apakah betul-betul Totiang adalah Tie-kong Tiang loo?" tanya salah seorang dari para penjaga itu.
Mendengar pertanyaan orang itu, Tie-kong tiangloo menjadi tertawa.
"Apakah ada Tie-kong tiangloo yang palsu?" ia balik menanya.
Mendengar jawaban itu , penjaga yang lain ikut bicara: "Apakah Tiangloo tidak sedang bergurau?"
Tie-kong tiangloo kembali tertawa.
"Apakah Tie-kong tiangloo memang sedemikian agungnya,sehingga ada orang yang sudi memalsukan?"
Dengan penuh keraguan, dua orang pendeta muda itu berlari-lari ke arah kuil untuk memberikan laporan, sesudah lewat sekian lamanya, pintu di tengah kuil terbuka dan Hong- thio Cie Beng taysu nampak bersama-sama Cie Keng dan Cie Goan taysu, Di belakang mereka mengikuti lima orang pendeta tua yang mengenakan jubah pertapaan warna kuning.
Tie-kong tiangloo mengetahui bahwa mereka adalah para anggauta dari Tat-mo-ih, dan tingkatan mereka mungkin lebih tinggi dari Cie Beng taysu yang menjabat sebagai ketua pengurus kuil, Mereka itu biasanya menyendiri di dalam kuil untuk mempelajari dan merenungkan ilmu silat Siauw-lim pay.
Setiap anggauta Tat-mo ih tidak pernah mencampuri segala urusan lain tetapi sekarang, agaknya karena mendengar tentang kedatangan orang-orang Boe-tong pay, Cie Beng merasa perlu mengajak mereka. Tie-kong tiangloo memberi hormat sambil berkata: "Siauwtoo merasa berat untuk menerima sambutan dari
para taysu,"
(Siauwtoo = Aku si imam kecil).
Cie Beng Taysu dan yang lainnya segera merangkap tangan mereka.
"Kedatangan Tie-kong tiangloo di luar dugaan siauw-ceng, apakah maksud kedatangan Tiangloo?"
Tie-kong tiangloo tertawa.
"Ke datangan siauwtoo adalah untuk minta pertolongan Taysu," jawabnya..
"Silahkan duduk." mengundang Cie Beng Taysu.
Setelah duduk di ruangan pendopo dan di suguhkan air teh, di dalam hati Tie-kong tianglo merasa mendongkol.
Setidaknya ia adalah seorang guru besar dari sebuah partai persilatan, tingkatannya bahkan lebih tinggi daripada, Cie Beng taysu. Adalah selayaknya ia diundang masuk ke dalam kuil, bukan hanya di terima di ruangan pendopo seperti para tamu biasa umumnya.
Akan tetapi sebagai seorang insan yang sederhana dan berjiwa luhur, Tie-kong tianglo dapat menguasai diri, pikirannya dan hatinya sekaligus menjadi jernih kembali seperti permukaan sebuah telaga di atas gunung yang sunyi itu.
Dilain pihak Cie Beng taysu dan yang lainnya seringkali merasa mendongkol, karena di kalangan rimba persilatan nama Boe-tong pay sudah sejajar dengan Siauw-lim pay. Padahal menurut anggapan Cie Beng taysu dan yang lain, ilmu silat Boe-tong pay dahulunya bersumber dari hasil curian milik Siauw-lim pay.
Kunjungan Tie-kong tianglo hari itu dianggapnya bertujuan untuk membalas sakit hati Thio Kim San, disamping masih ada hal-hal lainnya yang sedang dirisaukan oleh pihak Siauw-lim pay.
Selama dua tahun, akibat gara-gara "urusan" Thio Kim San, pihak Siauw-lim pay seringkali menerima kedatangan para tamu yang menanyakan perihal Golok Halilintar dan perihal hilangnya Lim Tiauw Kie. Ada sementara pihak yang menganggap pihak Siauw-lim telah "menyingkirkan" Lim Tiauw Kie dan merebut Golok Halilintar dari tangan murid Go-bie itu, sehingga mereka menuduh pihak Siauw-lim ingin menguasai sendiri golok mustika itu yang mengakibatkan mereka menjadi marah-marah dan sering terjadi pertempuran. Pihak para tamu memang banyak yang binasa atau terluka, tetapi pihak Siauw- lim pay juga tidak bebas dari kerusakan. Dalam anggapan Cie Beng taysu dan rekan-rekan separtainya, jelas yang menanam bibit penyakit adalah pihak Boe-tong pay!
Kini secara diluar dugaan Tie-kong tianglo datang mengunjungi kuil Siauw-lim, jelas pihak Cie Beng taysu tak ingin sia-siakan kesempatan itu untuk melampiaskan rasa mendongkolnya.
Dengan geram maka Cie Beng taysu lalu berkata: "Silahkan tianglo jelaskan maksud kedatangan tianglo hari
ini."
Tie-kong tianglo tertawa perlahan, tetapi secara berhati- hati dia menceritakan maksud kedatangannya, dimulai dengan peristiwa terbunuhnya Thio Kim San suami-isteri, sampai kemudian Thio Sin Houw menderita luka berat didalam tubuhnya. Dengan rendah hati dan kesabaran yang luar biasa Tie-kong tianglo menguraikan semua kisah itu, dan akhirnya dengan suara memohon ia menambahkan perkataannya:
"Samwie adalah para pendeta suci yang selalu mempunyai rasa belas kasihan terhadap sesama umat manusia, dan nyawa anak ini sangat bergantung akan belas kasihan dari samwie. Maka itu dengan tidak melupakan welas-asih Sang Budha, siauwto memohon pertolongan, dan untuk itu siauwto sangat berterima kasih sekali." Cie-keng taysu yang berada di samping kiri Cie-beng taysu, tertawa dingin dan berkata:
"Benar, seseorang yang beribadat memang harus memiliki rasa belas kasihan terhadap sesama umat manusia, Tetapi tahukah tianglo, sudah berapa banyak murid-murid Siauw-lim yang binasa ditangan Thio Kim San dan isterinya? Bahkan setelah mereka binasa, terjadilah fitnah terhadap pihak kami mengenai urusan Golok Halilintar -orang-orang gagah dari berbagai partai dan golongan menuduh pihak kami yang telah menyerakahi benda keparat itu sehingga tak sudahnya mereka mengganggu kami dan terjadi peristiwa saling bunuh.
Namun demikian pihak kami tidak mau menarik panjang urusan itu karena ingin menghindarkan terjadinya bentrokkan antara pihak kami dengan pihak tianglo. Kalau kami berpendirian hutang nyawa harus dibayar dengan nyawa, sudah pasti kami akan meminta pertanggungan jawab kepada tianglo karena pihak murid-murid Boe-tong justeru yang telah membuat ulah sehingga terjadinya peristiwa berdarah ini!"
Thio Sin Houw yang sejak tadi mendampingi kakek gurunya dan ikut mendengarkan percakapan itu, bukan main mendongkolnya dan tak dapat menguasai diri lagi. Apalagi ketika ia mendengar nama ayah dan ibunya juga telah diungkat-ungkat bahkan dianggap sebagai salah seorang pembawa bencana, maka tak sanggup lagi ia membungkam terus. Lalu ia berkata dengan suara keras:
"Sucouw! Para pendeta ini justeru telah membuat ayah-ibu mati dengan penasaran, Tetapi mereka seakan-akan memikulkan seluruh tanggung jawabnya kepada ayah dan ibu. Aku tahu sendiri, baik ayah maupun ibu tak habis mengerti apa sebab menjadi kejaran terus-menerus. Karena itu lebih baik aku mati daripada memohon-mohon pertolongan mereka. Marilah kita pulang saja, sucouw!"
"Akh, Sin Houw," Tie-kong tianglo mengeluh."Kematian ayah dan ibumu, sebenarnya tiada sangkut-pautnya dengan para taysu ini." Mendengar ucapan kakek gurunya,
Thio Sin Houw tercengang karena bingung, berbareng mendongkol dan marah.
Karena gejolak perasaannya yang tak menentu itu, mulutnya jadi tergugu,
Akan tetapi didalam hatinya telah timbul keputusannya, tak sudi ia menerima belas kasihan dari para pendeta itu. Katanya didalam hati:
"Meskipun sucouw berhasil membujuk mereka untuk menurunkan ilmu sakti yang berada diperguruan Siauw-lim ini, aku tak sudi mempelajarinya. Aku memilih mati kering daripada menerima budi-baik dari musuh ayah-bundaku .."
Sementara itu Tie-kong tianglo tak bosan-bosan berusaha membujuk dan membuat para pendeta Siauw-lim mengerti tanpa menyinggung persoalan Thio Sin Houw, Berjam-jam ia berbicara sampai mulutnya terasa kering dan para pendeta itupun tak bosan-bosan menolak segala bentuk permohonannya.
Selagi mereka masih meneruskan pembicaraan, sekonyong-konyong terdengarlah derap kuda mendatangi gardu penjagaan. Kemudian tampaklah lima penunggang kuda muncul diantara debu jalan yang berada di sebelah depan seorang laki-laki berperawakan kekar, gagah perkasa, Ketika tiba didepan gardu penjagaan ia menahan kudanya sambil berseru bagaikan guntur:
"Nah, kita sudah tiba, Kebetulan - inilah orangnya!" Mendengar suaranya yang keras bagaikan guntur, semua
orang terkejut dan berlari keluar dari ruangan pendopo, sementara itu, laki-laki berperawakan gagah tersebut sudah turun dari atas kuda sambil menebarkan penglihatannya, kemudian berkata kepada Cie-beng taysu:
"Aku adalah Fhang Kui Ceng, utusan dari persekutuan Heng-san pang. Datang dengan maksud menghadap Cie- beng taysu dari kuil Siauw-lim sie, harap anda sudi mengantarkan kami."
Agaknya laki-laki itu belum pernah bertemu muka dengan Cie-beng taysu, sehingga mengira dirinya sedang berhadapan dengan salah seorang pendeta pengurus kuil.
Dalam pada itu, mereka yang mendengar suara Phang Kui Ceng menjadi pengang telinganya. Orang itu wajar saja ketika berbicara, akan tetapi suaranya bukan main kerasnya. itulah suatu tanda, bahwa dia memiliki himpunan tenaga sakti yang dahsyat sekali . Merekapun terperanjat pula dengan -- disebutnya nama persekutuan Heng-san-pang yang bermukim diatas- gunung Heng san, dibelahan sebelah barat negeri Cina. Tak jelas bagaimana sepak terjang perkumpulan itu, akan tetapi menurut khabar mereka jarang sekali berhubungan dengan orang luar apabila tidak sangat penting. Gerak-gerik mereka sangat sukar diamat-amati, namun mereka merajai wilayah mereka yang mempunyai sumber hidup makmur, Mereka yang memasuki daerahnya atau melintasi, harus membayar upeti, Dengan demikian, cara hidup mereka tak beda dengan tata-tertib seorang raja memerintah daerah kerajaannya.
Thio Sin Houw lantas saja teringat kepada peristiwa dua tahun yang lampau, Ayah dan ibunya sangat segan menghadapi menghadapi dua tokoh dari sekian banyak pengejarnya, Mereka bernama Bu Seng Kok dan Su Tay Kim - dua orang itu menyebut diri mereka sebagai orang-orang dari kelompok Heng-san pang, Tatkala kedua orang itu mendadak memasuki gelanggang pertempuran , ayah dan ibunya kena dilukai, akan tetapi merekapun menderita luka yang tak ringan pula. Tak mengherankan bahwa mereka berdua berden-dam terhadap keluarganya.
Thio Sin Houw telah mengukir wajah dua orang musuh itu yang tak mungkin terlupakan selama hidupnya, dan kini ia melihat seorang tokoh lain yang gagah perkasa dan garang.
Diam-diam hatinya meringkas, terus saja ia bersembunyi dibelakang punggung kakek gurunya. Dalam pada itu Cie-beng taysu berkerut keningnya, dan berpikir di dalam hati:
"Akh, kembali lagi ada orang yang ingin mengusut perkara Golok Halilintar, Benar-benar anak murid Tie-kong tianglo ini membuat susah saja "
"Kau mencari ketua kami, apakah sangat penting?" Cie- keng taysu menyelak bicara.
Dengan membungkuk hormat, Phang Kui Ceng menjawab:
"Sebenarnya kami tak berani mengganggu ketua anda, cukuplah asal kami diberitahukan. Di manakah sebenarnya Golok Halilintar itu berada?"
"Kami disini adalah sekumpulan tulang-belulang yang hanya pandai bersemedhi atau berdoa, karena itu sama sekali kami tidak mengerti tentang peristiwa yang terjadi diluar pertapaan, silahkan anda pergi saja!" kata Cie-keng taysu mengekang marah.
Mendongkol hati Phang Kui Ceng diusir dengan cara demikian, ia menyahut agak keras:
"Sebenarnya siapakah anda sampai berani mewakili suara golongan Siauw-lim?"
Cie-keng taysu pun sudah tak kuasa lagi mengekang marah, sahutnya pedas:
"Akh, nama hanya semacam sebutan bentuk luar. Apa perlu kami perkenalkan?"
Keruan saja hati Phang Kui Ceng kian mendongkol, kini kedua alisnya berkerut-kerut. Lalu membentak:
"Hm! Selagi mohon mendengar nama anda yang agung saja tidak berhasil, apalagi mengharapkan yang bukan-bukan. Apakah kedatanganku kemari sia-sia belaka?"
"ltupun belun tentu!" tiba-tiba muncul suatu pikiran lain di dalam hati Cie-keng taysu, "Bukankah anda datang kemari untuk mengusut rahasia Golok Halilintar?" "Akh, benar!" seru Phang Kui Ceng, "Jika anda sudi memberitahukan, alangkah besar rasa terima kasih kami - golongan kami akan bersedia bersahabat sepanjang masa dengan golongan anda."
"Benarkah begitu?" Cie-keng taysu tertawa terbahak- bahak. Kunjungan anda hari ini benar-benar merupakan suatu karunia Tuhan. Coba, seumpama lambat sehari saja atau mendahului satu hari, maka akan sia-sia."
"Mengapa demikian?" tanya Phang Kui Ceng heran. Tapi pada wajahnya terbentang rasa syukur yang meluap, Keempat temannya segera menghaturkan rasa terima kasih berulangkali, sebagai penyambut kesediaan pihak Siauw lim pay.
"Mengapa demikian? Karena satu-satunya orang yang mengetahui dimanakah beradanya Golok mustika itu, sekarang ada disini, itulah dia, putera Thio Kim San!" kata Cie- keng taysu.
Sambil menuding kearah Thio Sin Houw yang bersembunyi dibelakang Tie-kong tianglo.
Keruan saja hati Thio Sin Houw tercekat. Akan tetapi begitu mendengar nama ayahnya disinggung, serentak timbul rasa jantannya. Teringat betapa ayah-bundanya mati dengan penasaran, terus saja ia maju sambil membentak:
"Kedua rekanmu Bu Seng Kok dan Su Tay Kim dengan tidak menghiraukan harga diri, ikut mengeroyok ayah dan ibuku, Hari ini aku akan membuat perhitungan...!"
Perkataan anak sekecil Thio Sin Houw itu mengejutkan dan menggelikan hati, Mereka semua berpaling kepadanya seakan-akan berjanji, Melihat wajahnya yang pucat lesi, sepantasnya ia harus dikasihani. Akan tetapi ternyata anak itu mempunyai kegarangan hati yang berlebih-lebihan. Mana mungkin ia bisa membuat perhitungan terhadap Phang Kui Ceng, seorang laki-laki berkesan begitu perkasa?
"Akh, anak kecil! Mulutmu kenapa gampang bocor? Apakah kau bosan hidup ?" bentak Phang Kui Ceng dengan suara menggeledek
Dibentak dengan suara yang keras bagaikan suara halilintar itu, betapapun juga hati Thio Sin Houw menjadi meringkas, Tetapi dia seorang anak yang keras hati, maka dengan mati-matian ia mencoba menghimpun semua keberaniannya, Lalu membalas bentak dengan suara sekeras- kerasnya:
"Dua tahun yang lalu, golonganmu pernah ikut mengeroyok ayah bundaku, Yang menjadi pemimpin dua orang, mereka bernama Bu Seng Kok dan Su Tay Kim. Kedua-duanya bagaikan hantu haus darah, tetapi beraninya hanya main keroyok, Apakah kau tak malu?"
Kembali mereka semua terkejut mendengar ucapan Thio Sin Houw, Benar-benar mereka tidak menyangka, bahwa anak kecil itu mempunyai keberanian yang luar biasa, sebaliknya Phang Kui Ceng dan keempat kawannya gusar bukan main, karena kena ditelanjangi oleh seorang anak kemarin sore dihadapan sekian banyaknya orang gagah. Lantaran sangat malu, tanpa berpikir panjang lagi Phang Kui Ceng melompat maju menggampar kearah muka Thio Sin Houw, Namun demikian, ia menyadari dirinya bertenaga kuat, Khawatir kalau tenaganya dapat memecah kepala si bocah, Phang Kui Ceng hanya menggunakan tenaga satu bagian saja. walaupun demikian apabila mendarat pada sasarannya, Thio Sin Houw akan bisa dibuatnya jungkir-balik dengan muka bengap.
Melihat berkelebatnya tangan, Thio Sih Houw hendak melompat mundur dengan segera. Akan tetapi tangan Phang Kui Ceng terlalu cepat baginya, ia merasa diri seakan-akan kena kurung sangat rapat. Tiada jalan lain kecuali menangkis. Maka secara nekad, ia mengangkat kedua tangannya untuk melindungi mukanya, Dan pada saat itu mendadak suatu tenaga yang halus dan hangat terasa memasuki punggungnya, dan terus berkumpul pada telapak tangannya.
"Blesss!" Gamparan Phang Kui Ceng kena di-tangkis kedua tangan Thio Sin Houw, Hanya saja bukan Thio Sin Houw yang terpental, melainkan Phang Kui Ceng yang gagah perkasa terhuyung mundur beberapa langkah.
Tatkala terasa kakinya hendak tergeser lagi, cepat-cepat ia mempertahankan diri. Sebab tumitnya sudah meraba tangga gardu penjagaan, kalau mundur setengah langkah saja ia akan rebah terjengkang.
Akan tetapi maksud itu tidaklah mudah, ia menjadi kelabakan ketika tubuhnya terdoyong kebelakang, setelah dengan mati-matian menghimpun tenaga saktinya, barulah ia dapat berdiri tegak. Akan tetapi wajahnya merah padam oleh rasa malu, sedangkan rasa hatinya runyam tak keruan.
Dengan mata melotot ia mengawasi Thio Sin Houw, sementara didalam hati ia heran bukan kepalang. pikirnya:
"Bu Seng Kok dan Su Tay Kim memuji ilmu kepandaian Thio Kim San setinggi langit, agaknya bukan bualan kosong, Anaknya saja sudah memiliki tenaga lumayan sampai bisa mengundurkan tenaga pukulanku "
Phang Kui Ceng tidak menyadari apa sebab ia sampai kena terpukul mundur. ia menyangka bocah itu tidak bertenaga, mengingat wajahnya pucat dan tubuhnya kurus kering. Maka ia hanya menggunakan tenaga sebagian kecil saja, Diluar dugaan, bocah itu ternyata memiliki tenaga dalam yang tak boleh dipandang ringan.
Sebaliknya Cie-beng taysu dan rekan-rekannya mempunyai penglihatan lain. Dengan matanya yang tajam, mereka tahu apa sebab Phang Kui Ceng kena terpukul mundur oleh tangan Thio Sin Houw. itulah disebabkan Tie- kong tianglo berada dibelakang punggung sibocah. Dengan menyalurkan tenaga dalamnya, Tie-kong tianglo menggempur tenaga pukulan Phang Kui Ceng lewat punggung Thio Sin Houw, Dengan demikian, kedua tangan Thio Sin Houw sebenarnya hanya merupakan sepasang "alat" belaka.
Sebaliknya Phang Kui Ceng yang kurang waspada, hanya menuruti gejolak hatinya yang mendongkol. pikirnya didalam hati, ia terpukul mundur karena kebodohannya sendiri. Coba tadi ia menggunakan tenaga penuh, tak usah ia menanggung rasa malu dihadapan para pendeta Siauw-lim sie. Kini ia bermaksud memperlihatkan gigi agar pamor Heng-san pang tidak menjadi suram.
Ia bermaksud pula dapat mengetahui dimana beradanya Golok Halilintar lewat mulut Thio Sin Houw. Kalau perlu ia akan menggempur si bocah itu sampai mampus. Apa boleh buat!
Setelah memperoleh keputusan demikian, Phang Kui Ceng tertawa penuh ancaman sambil mendekati Thio Sin Houw dan membentak:
"Monyet cacingan! Kau terimalah lagi pukulanku!"
ia melompat dan terus menghantam dada Thio Sin Houw, dan kali ini ia tak segan-segan lagi. Tenaga dalamnya yang digunakan, penuh-penuh. Tak mengherankan, belum lagi pukulannya mendarat pada sasarannya, angin dahsyat sudah tiba bergulungan, Lengan baju para pendeta Siauw-lim berkibaran, dan gardu penjagaan nampak bergetar.
Hati Tie-kong tianglo jadi tergoncang, ketika menyaksikan hebatnya tenaga pukulan yang digunakan oleh Phang Kui Ceng. Pada detik itu, orang tua ini berpikir sengit didalam hati:
"Akh, kenapa untuk melampiaskan rasa mendongkol saja kau menggunakan tenaga begini dahsyat terhadap seorang anak kecil?"
Karena sengit, Tie-kong tianglo tidak lagi menyalurkan tenaga sakti kedalam urat nadi Thio Sin Houw, tetapi langsung ia menggunakan intisari ilmu sakti "Kiu-im Cin-kang" yang pernah dipergunakan untuk merebut nyawa Thio Sin Houw dahulu, ilmu itu merupakan titik tolak ilmu sakti Kiu-im Cin- keng, yang bersandar pada tenaga murni.
Tie-kong tianglo selama hidupnya belum pernah melakukan hubungan badaniah dengan wanita, karena itu tenaganya murninya masih penuh dan suci bersih. Dan tenaga murni ini dituangkan habis-habis kedalam urat nadi Thio Sin Houw untuk melindungi, dan akibatnya hebat sekali.
Begitu dua tenaga raksasa berbenturan, genting gardu penjagaan rontok berhamburan, dan suatu debu tebal meledak dan melambung keudara lalu terdengarlah suara gemeretakan.
Ternyata gardu penjagaan yang berada didepan pagar biara, ambruk kena tubuh Phang Kui Ceng yang terpental akibat gempuran tenaga sakti "Kiu-im Cin-kang". Karena Phang Kui Ceng memiliki tubuh yang kebal dari senjata, ia bisa merobohkan gardu penjagaan yang terbuat dari bahan batu pegunungan.
Begitu ambruk, tubuhnya terus melayang terbang bagaikan bola kena pukulan keras. Tahu-tahu tubuhnya terkait pada sebatang dahan pohon cemara yang berada ditepi jurang.
Phang Kui Ceng kaget bukan kepalang. Karena terdorong rasa kaget, ia sampai berteriak-teriak, sedangkan kedua kakinya bergelantungan di udara dalam usahanya melepaskan diri dari dahan pohon yang menggaetnya.
Untunglah, tenaga sakti yang di pergunakan Tie-kong tianglo memunahkan tenaga sakti Phang Kui Ceng yang kejam, adalah himpunan tenaga sakti yang murni, walaupun dahsyat luar biasa, namun sifatnya lurus dan halus.
Tenaga itu tidak untuk merusak, akan tetapi hanya menolak. itulah sebabnya tubuh Phang Kui Ceng sama sekali tidak terluka, seumpama Phang Kui Ceng sempurna ilmu saktinya, tak sampai ia terkait pada dahan pohon, sebaliknya kini, apabila sampai terlepas dari kaitan itu malah besar bahayanya, Dia bisa terjatuh ke dalam jurang yang penuh dengan batu-batu tajam, Sadar akan hal itu, dengan menahan napas ia memutar tubuhnya menghadap pangkal pohon, lalu memeluknya erat-erat.
Benar-benar suatu kejadian lucu mengharukan . Menyaksikan kejadian itu, semua orang terkejut, heran dan geli. sedangkan dua orang bawahan Phang Kui Ceng segera menghunus golok mereka, lalu mereka melompat dan berusaha mematahkan dahan pohon dengan golok mereka, Tetapi dahan pohon itu terlalu tinggi , golok mereka tak sampai.
Maka dengan berjumpalitan mereka turun ketanah, Setelah menyimpan golok mereka, keduanya lalu memanjat pohon tanpa memperdulikan senyum simpul para pendeta Siauw-lim yang menyaksikan kelakuan mereka.
sementara itu Tie-kong tianglo lalu membisiki Thio Sin Houw,Bocah itu nampak memanggut, lalu ia membungkuk memungut sebutir batu kecil.
Setelah diincar baik-baik, segera jari-jarinya menyentil. Dengan suara bersuling, batu itu menyambar dahan pohon.
"Krakkk!" dahan itu patah dan runtuh ketanah berikut tubuh Phang Kui Ceng yang memeluk erat-erat. Kedua pembantunya kaget. Seperti berjanji, mereka berdua melompat dengan berbareng. Tangan mereka menyambar dalam usahanya menghindarkan Phang Kui Ceng jatuh kedalam jurang, Tapi celakalah mereka, Kena daya tekan tubuh Phang Kui Ceng yang terbanting dengan tiba-tiba dari atas udara.
Mereka berdua malahan kena tindih. Dan dengan suara berkedubrakan, ketiga-tiganya terbanting diatas tanah saling tindih!
Kejadian inipun mengherankan semua orang yang menyaksikan. Mereka tak pernah menduga, bahwa sebutir batu kecil dapat mematahkan dahan pohon cemara yang cukup besar dengan suatu sentilan dari jauh, Selagi mereka termangu keheranan, kembali lagi Tiekong tianglo menunjukkan kepandaiannya. Tiba-tiba tangan Thio Sin Houw terangkat, dan suatu kesiur angin dahsyat bergelungan menyendok tanah tempat Phang Kui Ceng bertiga jatuh saling tindih, Tahu-tahu tubuh mereka terangkat naik keudara dan terlempar balik. Dengan demikian, mereka bebas dari ancaman tebing jurang yang meluruk berguguran kena benturan berat badan mereka.
Walaupun demikian Phang Kui Ceng bertiga tidak kurang kagetnya, tatkala tubuh mereka kena terangkat naik.
Mereka bertiga mengira, bahwa Thio Sin Houw hendak menceburkannya ke dalam jurang, mengingat kedua orang tua anak itu mati kena keroyok, walaupun yang membunuh Thio Kim San tidak hanya golongan mereka sendiri, namun oleh rasa dendam anak itu bisa kalap.
Diluar dugaan, mereka justeru berada dalam sebaliknya, Setelah dapat menancapkan kaki, ternyata mereka berada agak jauh dari tebing jurang yang sedang berguguran. Kemudian suatu hawa hangat yang nikmat luar biasa merayapi seluruh tubuh mereka, "Akh, anak itu bermaksud mulia sekali," pikir mereka, Mungkinkah anak itu menghendaki kepergian mereka? Tiba- tiba mereka pun teringat, bahwa para pendeta Siauw-lim sie ikut pula memikul tanggung jawab atas binasanya Thio Kim San, Memperoleh pikiran demikian.
"Anak muda, kami benar-benar kagum, sungguh kagum!" kata mereka dengan membungkuk hormat. Setelah itu dengan isyarat mata, Phang Kui Ceng menghampiri kudanya dan mendahului turun gunung. Dan keempat pembantunya segera menyusul cepat-cepat,
Mereka belum juga menyadari, bahwa semuanya itu tadi adalah berkat ilmu sakti Tie-kong tianglu yang tersalur pada tubuh Thio Sin Houw, Anak itu hanya merupakan sebuah boneka belaka, sebaliknya para pendeta Siauw lim sie yang bermata lebih tajam, kagum luar biasa terhadap Tie-kong tianglo. Pikir mereka:
"Pada jaman ini, orang memashurkan nama Tie-kong tianglo, sebagai seorang mahaguru nomor satu tiada bandingnya. Setelah menyaksikan sekelumit kepandaiannya, ternyata kepandaian orang tua itu melebihi kabar berita orang, Akh, kalau begitu - ilmu saktinya cukup berharga untuk dipelajari." Sebenarnya pihak Cie-beng taysu sudah mengambil keputusan tidak sudi saling menukar ilmu sakti dengan Tie- kong tianglo untuk kepentingan menolong nyawa Thio Sin Houv, akan tetapi setelah menyaksikan kepandaian Tie-kong tianglo, mereka jadi sibuk menimbang-nimbang, pikir mereka lagi:
Sekalipun aku berlatih lima- puluh tahun lagi, takkan mampu aku mencapai tingkatan kepandaian setinggi dia. ini suatu bukti, bahwa himpunan tenaga sakti kaum Boe-tong pay memiliki keistimewaannya sendiri. Karena itu, apabila aku bersedia menukar rahasia ilmu sakti Boe-tong, rasanya tidak akan rugi."
Memperoleh pertimbangan demikian, Cie-beng taysu lantas berkata dengan suara agak sabar:
"Apakah ilmu sakti tadi anda peroleh dari rahasia ilmu Kiu- im Cinkeng?"
"Bukan." sahut Tie-kong tianglo.
"kepandaian itu siauwto ciptakan sendiri, namanya Thay- kek Koen Hoat, Namun demikian siauwto akui, ilmu itu bersumber kepada rahasia titik tolak ilmu Kiu-in Cin-keng. Apabila para taysu disini bersedia menolong nyawa cucuku ini, tak berani siauwto menyimpan semua kepandaian yang siauwto miliki. semuanya akan siauwto papar-kan kepada para taysu yang sudi mempelajari "
Sungguh menarik tawaran Tie-kong tianglo, Meskipun demikian, Cie-beng taysu belum berani mengambil keputusan. Sebab ia mengira, bahwa yang tertarik hanya dia seorang diri. Maka ia melemparkan pandang kepada Cie-keng taysu dan Cie-goan taysu. Setelah kedua saudara seperguruannya itu memanggut pendek, segera ia berkata:
"Baiklah. Kami akan mengajarkan rahasia ilmu sakti yang diperlukan untuk menolong nyawa bocah itu, tetapi Tianglo harus berjanji bahwa yang berhak mempelajari seorang saja, Dialah sibocah itu, Selain dia, tidak kami perkenankan. Sebab ilmu ini kami relakan kepadanya, semata-mata untuk menyembuhkan penyakitnya.
Dengan begitu, diapun tidak kami perkenankan mengajarkan kepada orang lain. Juga tidak kami perkenankan menggunakan ilmu sakti ajaran kami untuk bermusuhan dengan murid-murid Siauw-lim pay. Syarat ini berlaku di bawah sumpah nah, bagaimana?"
Bukan main girang hati Tie-kong tianglo. Sahutnya cepat: "Samwie taysu, Akulah yang menjadi saksinya, bahwa dia
menerima dua syarat tersebut. Yang pertama tidak boleh
mengajarkan kepada orang lain, yang kedua tidak boleh menggunakan ilmu sakti tersebut untuk bermusuhan dengan pihak Siauw-lim pay. Nah, Sin Houw! cepatlah kau bersumpah
."
Diluar dugaan, Thio Cin Houw menggelengkan kepalanya. Katanya dengan suara tegas:
"Tidak! Tak sudi aku bersumpah, karena akupun tak sudi mempelajari ilmu kepandaian mereka."
Tie-kong tianglo tercengang, Tak segera ia memaklumi keadaan Thio Sin Houw yang terlalu sedih memikirkan kematian ayah dan ibunya, Di sepanjang jalan, tidak henti- hentinya ia memberikan pengertian yang mendalam dan mencoba membimbingnya kearah penglihatan yang lebih luas. Akan tetapi watak Thio Sin Houw terlalu keras tidak mudah dia menyerah, Malahan lebih baik mati tak berkalang tanah daripada menerima belas kasih lawan!
Teringat hal itu, cepat cepat Tie kong tianglo keluar dari ruang pendopo, Kemudian berkata dengan suara perlahan:
"Sin Houw, Ketika kubawa kau kemari, bukankah kau telah setuju untuk mohon belajar ilmu sakti kepada para pendeta Siauw-lim sie?, Kenapa kau kini mengingkari kesanggupanmu sendiri?"
"Aku harus bersumpah tidak boleh menggunakan ilmu ajaran mereka untuk bermusuhan dengan pihak mereka," jawab Thio Sin Houw dengan suara menggeletak "bagaimana mungkin, sucouw? Bagaimana Mungkin? Bukankah mereka ikut serta membunuh ayah-bunda dan sekalian saudaraku?"
"Benar." sahut Tie-kong tianglo dengan menghela napas. "Tetapi kalau kau kini menolak ajaran mereka, dalam waktu satu tahun jiwamu akan melayang. Lantas bagaimana caramu untuk membalaskan dendam orang tua dan saudaramu yang mati penasaran? Karena itu yang paling penting sekarang, adalah menyelamatkan jiwamu dahulu.
Kemudian engkau berlatih ilmu sakti yang banyak ragamnya di dunia ini.
Masakan kau tak sanggup mengalahkan musuh-musuhmu dengan ilmu sakti yang lain? Kenapa kau hanya menganggap hanya ilmu sakti Siauw-lim pay saja yang bisa mengalahkan mereka?"
Suatu cahaya berkelebat di dalam benak Thio Sin Houw, samar-samar ia seperti mengerti, apa sebab kakek-gurunya bersikap mengalah dan sama sekali tak mau menyinggung kematian muridnya, Mungkin sekali, inilah perhitungannya, Yang penting: menyelamatkan jiwanya dahulu, setelah itu perkara penuntutan dendam dapat dilaksanakan dengan perlahan-lahan. sepuluh tahun lagi, rasanya belum kasep. Dan memperoleh pengertian demikian, lantas saja ia menjawab:
"Baiklah, sucouw, Cucu muridmu ini patuh kepada kebijaksanaanmu,"
"Bagus!" kata Tie-kong tianglo setengah berseru, "Kau mengerti maksud kakekmu ini, bukan? sekarang cepat- cepatlah kau berlutut dihadapan mereka, sebelum mereka berubah pendirian. Kau bersumpahlah akan menepati Janji."
Tie-kong tianglo kemudian membawa Thio Sin Houw memasuki ruang pendopo kembali. Waktu itu Cie-beng Taysu dan yang lainnya sudah berdiri tegak menunggu keputusannya, Dengan pandang berkilat-kilat mereka menatap wajah Thio Sin Houw yang pucat dan perawakannya yang kurus kering. "Bagaimana?" tanya Cie-beng Taysu dengan suara tak sabar.
Thio Sin Houw kemudian membungkuk hormat.
(Oo-dwkz-oO)
DENGAN BERDIRI berjajar, Cie-beng Taysu dan rekan- rekan seperguruannya menatap Thio Sin Houw seakan-akan dewa sakti turun dari langit hendak menebarkan maut. Kemudian berkata memutuskan:
"Kalau begitu, mari kita masuk."
setelah berkata demikian, ia mendahului berjalan memasuki ruang kuil Siauw-lim sie, tanpa memperdulikan tetamunya. Dan Tie-kong tianglo yang sudah bebas dari semua bentuk ikatan tata-tertib keduniawian dengan tak merasa tersinggung membimbing tangan Thio Sin Houw mengikuti mereka.
sebaliknya hati Thio Sin Houw semakin menjadi mendongkol, namun melihat kakek gurunya bersikap sabar dan tenang, lambat-laun ia menjadi tenang pula.
Diserambi depan Thio Sin Houw diharuskan bersumpah. ia berlutut di hadapan Cie-beng Taysu, kemudian bersumpah:
"Aku, Thio Sin Houw, berkat kemurahan dan keluhuran budi para pendeta kuil Siauw-liin sie menerima petunjuk- petunjuk ilmu sakti pada hari ini. ilmu sakti ini bertujuan untuk menyembuhkan tubuhku yang menderita sakit. Karena itu, aku tidak akan mengajarkan ilmu sakti ini kepada siapapun juga, dan tidak akan menggunakan untuk memusuhi murid-murid pihak Siauw-lim pay. Jika sampai aku melanggar sumpah ini, biarlah aku terajang seperti ayah-ibuku."
Tatkala mengucapkan perkataan ayah dan ibunya, hatinya tergetar.
Hampir saja ia mengucurkan air mata.
Dengan sekuat tenaga ia menahan perasaannya yang bergolak itu, akan tetapi mendadak ia jadi sakit hati, Dan tercetuslah sumpahnya didalam hatinya: Ayah dan ibu mati kena keroyok mereka, dikemudian hari masakan aku takkan mampu membalas dengan menggunakan ilmu sakti lainnya, Hm .. mudah-mudahan kalian masih hidup, agar kelak dapat merasakan betapa besar rasa dendamku ini.
Sudah tentu pihak Cie-beng Taysu dan kawan-kawannya tidak mendengar gelora hati Thio Sin Houw, setelah dapat menerima bunyi sumpah Thio Sin Houw, ia berpaling kepada Tie-kong tianglo, Berkata Cie-beng Taysu dengan suara merasa menang:
"Baiklah, sekarang juga kami akan membawa anak ini masuk ke dalam pertapaan, Dia akan memperoleh petunjuk petunjuk rahasia ilmu sakti kita dari seorang yang kami wajibkan menurunkan ilmu warisan kami. Tetapi ilmu sakti yang anda janjikan tadi "
"Pinjamkan siauwto alat tulis," potong Tie-kong tianglo. "Sekarang juga siauwto pun hendak menulis seluruh rahasia ilmu sakti yang dimaksud. Nah, biarlah aku menulis didalam gardu penjagaan saja."
"Baiklah," sahut Cie-beng Taysu. "Kalau begitu, silahkan tianglo menunggu digardu penjagaan, sementara kami menyediakan alat tulis dan beberapa hidangan sederhana."
Thio Sin Houw waktu itu sudah berdiri. Mendengar maksud kakek gurunya hendak menulis pula ilmu sakti ciptaannya, menjadi penasaran sekali.
Akan tetapi pada waktu itu ia tidak berdaya menentang, maka ia hanya patuh saja ketika diperintahkan mengikuti seorang pendeta memasuki ruang pertapaan.
Kuil Siauw-lim sie bersandar pada sebuah pinggang bukit yang mempunyai penglihatan sangat luas, tempatnya tenang dan berhawa bersih. Dibandingkan dengan tempat bersemayam Tie-kong tianglo di atas gunung Boe-tong san, keindahannya menang beberapa kali lipat.
Halamannya luas dan ditanami dengan berbagai macam pohon bunga. Maka sambil berjalan, hidung Thio Sin Houw menghirup udara semerbak wangi. Sesungguhnya hal itu dapat menyegarkan perasaan, akan tetapi Thio Sin Houw dalam keadaan murung. ia mengikuti Cie-goan Taysu, pendeta yang mengantarnya dengan kepala kosong.
Setelah berjalan serintasan mulailah dia dibawa menyeberangi lapangan rumput. Kemudian memasuki petak hutan yang tampaknya sengaja ditanam, Apabila semak belukar yang berada didepannya tersibakkan, maka tampaklah batu yang berbentuk panjang.
Bangunan itu mempunyai beberapa jalan batu yang bersih, "sementara di sebelah kiri dan kanannya sunyi lenggang. Tiada sebatang hidungpun yang nampak, akan tetapi Thio Sin Houw sudah terbiasa dibawa serta orang tuanya menyingkiri puluhan bentuk bahaya, ia memiliki pancaindera yang tajam. ia merasa dirinya selalu diikuti suatu pandang mata yang bersembunyi entah dimana, sehingga bulu kuduknya meremang.
Ketika telah berada di dalam kuil, Cie-goan Taysu mengantarkan Sin Houw ke sebuah kamar kecil.
"Siauw siecu, kau beristirahatlah disini," katanya, "Aku akan segera mengirim orang untuk mengajarkan ilmu kepadamu."
Setelah berkata begitu, ia mengebas dengan lengan jubahnya dan jalan darah "Swee-hiat" (jalan darah yang jika tertotok menyebabkan orang tertidur pulas) Sin Houw, sehingga Sin Houw segera tertotok.
Cie -goan Taysu adalah termasuk salah seorang pendeta pimpinan Siauw-lim sie. Tak usah dikatakan lagi, ia memiliki kesaktian yang sangat tinggi sehingga setelah tertotok jalan darahnya, Sin Houw segera pulas tertidur dan menurut perhitungan ia baru akan tersadar empat Jam kemudian. Tetapi Cie-goan Taysu tidak mengetahui bahwa anak itu memiliki Lweekang atau tenaga sakti luar biasa, dan karena adanya tenaga sakti itu maka kedudukan jalan darahnya bisa berpindah-pindah. Oleh karena itu, baru pulas beberapa saat - ia sudah tersadar kembali.
setelah ingatannya pulih, Thio Sin Houv mendengar suara Cie-goan Tay su yang berkata:
"Tie-kong tianglo adalah seorang guru besar dari sebuah partai,sehingga kalau dia telah menyanggupi, ilmu yang ditulisnya pasti tidak palsu. Andaikata ia sengaja tidak menulis terang, sesudah mempelajarinya aku merasa pasti kita akan mengerti.
Segera Sin Houw menjadi curiga, ia khawatir kalau-kalau pendeta itu akan berlaku curang. Oleh karenanya sengaja ia meramkan sepasang matanya berpura-pura berada dalam pengaruh totokan Cie-goan taysu.
"Thay-kek koen hoat yang ditulis oleh Tie-kong tianglo dapat dipastikan tidak palsu, tetapi kita sendiri belum pernah mempelajari Siauw-lim Kiu-yang kang, Apakah untuk kepentingan orang luar, kita harus memohon-mohon dihadapan Cie-kong taysu?" terdengar suara seseorang memberikan jawaban, seseorang yang entah siapa gerangan, karena baru sekali itu Sin Houw mendengar suaranya.
Sementara itu Cie-goan taysu sudah berkata pula:
"Karena perintah datangnya dari Ciang-bun Hong-thio (pemimpin partai dan pemimpin kuil), maka aku yakin Cie- kong taysu tidak akan membantah."
Seseorang itu terdengar menghela napas, tetapi kemudian berkata:
"Sam-sute, pergilah kau membawa Sek-thungku (tongkat timah) dan memberi perintah kepada Cie-kong taysu, supaya ia menurunkan ilmu Kiu- yang-kang kepada anak she Thio itu."
"Baiklah." jawab Cie-goan taysu.
Terdengar suara langkah kaki Cie goan Taysu yang meninggalkan ruangan itu, tetapi tidak melewati tempat Sin Houw rebah pura-pura pulas tertidur. Cukup lama, kemudian terdengar Cie-goan taysu kembali dan berkata:
"Cie-kong sungguh aneh, Dia mengatakan bahwa setelah mengabdi kepada Sang Budha, ia tidak mau bertemu dengan orang luar. Tetapi karena Hongthio telah memerintahkan, maka dia bersedia untuk mengajarkan ilmu itu dengan cara Kay-tiang Coan-tang (Me-ngajar ilmu dengan teraling tirai).
"Ikuti lah kehendaknya," sahut seseorang yang tadi, "Sebaiknya sute bawa anak itu kepada Cie Kong, setelah itu perintahkan pengurus dapur mengantarkan hidangan ke ruang Lip-soat teng, Biar bagaimanapun, Tie-kong tianglo adalah seorang pemimpin dari sebuah partai besar, dan kita tidak boleh tidak berlaku hormat."
Sementara itu Thio Sin Houw terus berlagak pulas. setelah lewat sekian lama barulah datang seorang pendeta kecil yang membawakan makanan dan setelah selesai bersantap, pendeta kecil itu lalu berkata:
"Siauw-sicu, ikutlah aku." "Ke mana?" tanya Sin Houw.
"Hong-thio memerintahkan aku membawamu kepada
seseorang." jawabnya.
"Kepada siapa?" tanya lagi Sin Houw.
"Hong-thio memesan supaya aku jangan banyak bicara." Thio Sin Houw mengeluarkan suara dihidung, Diam-diam
dia mentertawai Cie-goan Taysu, karena diluar tahu pendeta
itu ia telah mengetahui bakal dibawa kepada Cie-kong.
Tanpa mengajukan pertanyaan lain Sin Houw lalu mengikuti pendeta kecil itu. Sesudah melewati belasan bangunan dan pekarangan, akhirnya mereka tiba disebuah bangunan kecil yang dikurung dengan pohon-pohon Siong dan Pek. Sambil berdiri didepan tirai pintu, pendeta kecil itu berseru:
"Siauw-sicu telah tiba!" "Masuk!" terdengar suara seseorang memberikan jawaban. Thio Sin Houw lalu mendorong daun pintu dan bertindak
masuk, sedang si pendeta kecil mengunci pintu itu.
Thio Sin Houw mengawasi kesekitarnya, Kamar itu ternyata sebuah kamar kosong, kecuali terdapat sehelai tikar ditengah-tengah, tidak terdapat apapun juga.
Sesudah mendengar bahwa Cie-kong Taysu akan memberikan pelajaran secara "Kay-tiang Coan-tang," ia menduga bahwa didalam kamar itu dipasang semacam tirai. Diluar dugaan, kamar itu bukan hanya kosong tiada isi, tetapi juga tidak mempunyai lain pintu.
Sehingga tak dapat diduga entah dari mana datangnya suara manusia yang tadi mengundang masuk. Tetapi selagi ia sedang merasa heran, tiba-tiba terdengar lagi suara itu:
"Duduk! Dengarkan aku menghafal Siauw-lim Kiu-yang kang, Aku hanya menghafal satu kali, Terserah kepadamu, berapa banyak yang dapat diingat olehmu. Hong-thio telah memerintahkan aku memberi pelajaran itu kepadamu dan aku menurut perintahnya, Tetapi apakah kau mengerti atau tidak adalah urusanmu sendiri."
Thio Sin Houw memasang telinga, Kini barulah ia mengetahui, bahwa suara itu datang dari tembok sebelah dan Cie-kong taysu berdiam di kamar sebelah. Pada hakekatnya, mengirim suara dari alingan tembok bukan kepandaian luar biasa, siapapun juga dapat melakukannya, Apa yang luar biasa adalah suara Cie-kong Taysu terdengar tegas sekali, seperti juga ia bicara saling berhadapan.
"Tenaga dalam pendeta itu sungguh dahsyat," kata Sin Houw di dalam hati.
Sesaat kemudian, orang itu berkata dengan suara perlahan:
"Tubuh berdiri tegak, kedua tangan dirangkapkan dan di tempatkan di dada, Hawa tenang, semangat dipusatkan. Hati tenteram, paras muka mengunjuk sikap menghormat. inilah jurus pertama yang dinamakan Wie-hok Yan-couw, ingatlah baik-baik!"
(Wie-hok Yan-couw = Wie-hok mempersembahkan gada). Orang itu berdiam sejenak, kemudian berkata pula:
"Kedua tumit kaki ditancapkan di atas bumi, kedua tangan di rentangkan keluar dengan, rata, Hati tenang, hawa tenteram, Mata membelalak mengawasi ke depan, mulut terbuka, ini jurus kedua, Hoen-tan Hang-mo couw, Kau ingatlah baik-baik!"
(Hoen-tan Hang-mo couw ~ Memikul gada untuk menaluki siluman).
Seterusnya ia menghafal jurus ke tiga, keempat, kelima
sampai pada jurus kedua belas. Mengenai jurus ke dua belas itu ia berkata:
"Jurus ini dinamakan Tiauw-wie Yauw-tauw(Mengibas ekor, menggoyang kepala), dengan Kouw-koat seperti berikut: Iutut lurus, lengan dilonjorkan, Mendorong dengan tangan sehingga menjadi kena bumi, Mata membelalak, menggoyangkan kepala, semangat perlu dipusatkan sehingga menjadi satu. Sesudah itu, luruskan tubuh dan menjejak tanah dengan kaki, mengendurkan bahu, memanjangkan lengan, Menyabat tujuh kali kekiri-kanan dan selesai. ilmu Kiu-yang le- kin,di kolong langit tiada tandingannya."
Hampir berbareng dengan perkataan "dikolong langit tiada tandingannya, ia membentak:
"Siapa mencuri mendengar diluar? Masuk!" "Brakkk!"
Pintu terpental dan sesosok tubuh terlempar jatuh masuk. Orang itu ternyata adalah si pendeta kecil yang tadi mengantar Sin Houw ke kamar itu. Dia terjatuh meringkuk, kedua matanya meram dan pada mukanya terlihat rasa sakit yang hebat. Sin Houw terkejut, cepat-cepat ia mendekati untuk mem-bangunkannya. "Kau urus saja dirimu sendiri," kata orang dikamar sebelah. "Sekarang kau memerlukan semua kemampuan otakmu untuk menghafal Kouw-koat yang baru saja kuberitahukan tadi , tidak dapat kau memecah perhatianmu."
"Ke-duabelas jurus itu sudah di ingat olehku seluruhnya," sahut Sin Houw.
"Benarkah begitu, coba kau sebutkan." kata Cie-kong taysu disebelah sana, Di dengar dari nada suaranya, ia merasa heran sekali.
Thio Sin Houw lantas menghafal Kouv-koat yang dimaksud, dari jurus pertama sampai pada jurus yang kedua belas, tak satupun yang salah.
Untuk sesaat Cie-kong taysu di tembok sebelah tak dapat mengeluarkan suara apa-apa, Ketika menerima perintah dari Cie-goan taysu untuk mengajarkan Kiu-yang kang kepada orang luar, ia mendongkol dan kalau boleh ia tentu sudah menolak. Akan tetapi peraturan didalam kuil Siauw-lim sie selalu dipegang teguh dan perintah seorang Hong-thio merangkap Ciang- bunjin tak boleh dilanggar, Disamping itu, perintah Cie-goan Taysu hanya mengatakan "mengajar anak itu" dan bukan "mengajar anak itu sampai paham". Oleh karena itu, menurut anggapannya apabila ia menghafal Kouw- koat cepat-cepat, paling banyak si bocah akan ingat satu-dua perkataan.
Tetapi diluar perhitungannya, ternyata Thio Sin Houw berhasil memasukkan Kouw-koat selengkapnya ke dalam otaknya, ia merasa kagum bukan main, karena kecerdasan dan bakat yang begitu luar biasa sungguh jarang terdapat dalam dunia ini.
Sementara itu, melihat si pendeta kecil terus meringkuk di lantai, Sin Houw merasa tidak tega dan lalu bertanya:
"Siansu, dosa apakah yang telah dilakukan oleh siauw- suhu ini?"
"Dia mencuri dengar pelajaran tadi dari luar pintu," jawabnya dengan suara tawar. "Aku telah menggunakan Kim- kong Sian-ciang untuk menghajar adat kepadanya, jangan kuatir, dalam beberapa saat ia akan sembuh kembali." ia berdiam sejenak dan kemudian berkata lagi:
"Aku tak tahu, mengapa Hong-thio memerintahkan aku memberikan pelajaran Kiu-yang Sin-kang kepadamu. Aku tidak tahu siapa namamu dan kaupun tak usah menanyakan namaku, Aku tidak tahu, ilmu apa yang telah atau pernah dipelajari olehmu, akan tetapi aku merasa kagum akan kecerdasanmu. Dikemudian hari, kau mempunyai harapan yang tidak terbatas. Maka itu, aku bermaksud membantu kau untuk membuka Kie-keng Pat-meh (pembuluh darah) di seluruh tubuhmu, supaya kalau nanti kau berlatih dengan Kiu- yang Sin-kang- kau tidak perlu mengalami banyak kesukaran."
Sebelum Thio Sin Houw memberikan jawaban, mendadak tembok berlubang dan dua lengan muncul dari lubang itu !
Sin Houw kaget bukan kepalang, ia mencelat dari tempat duduknya dan berseru dengan suara tertahan :
"Kau ... kau !" itulah kenyataan yang terlalu mustahil!
Tetapi dengan matanya sendiri ia menyaksikan bahwa tembok yang "tebal itu sudah berlubang karena sodokan tangan Cie- kong Taysu, seakan-akan tembok itu tidak lebih daripada tahu yang lunak.
Sementara itu Cie-kong Taysu telah berkata kepada Sin Houw:
"Tempelkan kedua telapak tanganmu dengan telapak tanganku, Aku tidak mengetahui she dan namamu, akupun tidak tahu kau muridnya siapa, Hari ini kita bertemu dan jodoh kita akan habis sampai disini."
Melihat maksud orang yang sangat baik, pandangan Thio Sin Houw terhadap Cie Kong Taysu segera berubah:
"Terima kasih atas bantuan Sian-su," katanya sambil meluruskan kedua tangannya dan menempelkan telapakannya ke tangan pendeta yang di anggap-nya aneh itu. "Kendurkan tulang-tulang dan otot-otot didalam tubuhmu, dan bebaskan pikiranmu dari segala ingatan," kata pula Cie- kong Taysu,
"Baiklah," sahut Sin Houw.
Sesaat kemudian dari kedua telapak tangan Cie-kong Taysu keluar semacam hawa hangat yang terus menembus kedalam telapak tangan Sin Houw, terus naik ke lengan dan bahu. Hawa itu halus bagaikan sutera, tetapi terasa nyata sekali dan perlahan-lahan hawa itu masuk ke dalam pembuluh darah.
Apabila menemui rintangan dan tidak dapat segera menembus, hawa itu berubah panas dan menerjang berulangkali sehingga rintangan dapat ditembus, sesudah delapan pembuluh darah besar ditembuskan, hawa itu jadi semakin cepat jalannya sehingga Sin Houw merasakan matanya berkunang-kunang dan kepalanya pusing sehingga ia bagaikan mau jatuh terguling.
Akan tetapi dari telapak tangan pendeta aneh itu keluar semacam tenaga menyedot, sehingga telapak tangan Sin Houv melekat keras yang membuat Thio Sin Houw tidak sampai terjatuh, Dilain saat, Sin Houw merasakan seluruh badannya seperti dibakar. Kalau mungkin, ia tentu sudah lari keluar dan membuka baju untuk terjun ke dalam telaga, setelah lewat sekian lamanya, hawa panas itu meninggalkan tubuhnya dan kembali ke telapak tangan Cie-kong Taysu.
Sesudah menarik pulang kedua lengannya dari lubang itu, Cie-kong Taysu berkata dengan suara dingin:
"Kau pergilah!"
Thio Sin Houw menjenguk ke lubang itu, tetapi yang dilihatnya hanya kegelapan. Mengingat budi pendeta yang dianggapnya aneh itu, ia lantas saja berkata:
"Terima kasih banyak atas budi siansu yang sangat besar."
Setelah berkata demikian, ia berlutut. Tetapi mendadak lengan Cie-kong Taysu muncul lagi di lubang itu dan mengibasnya, Hampir berbareng, tubuh Sin Houw terpental dan jatuh di luar pintu. Pendeta yang dianggapnya aneh itu ternyata tak ingin menerima kehormatan tadi. .
"Pergi kau beritahukan,. kepada Hong-thio, bahwa pelajaran Kiu-yang Sin-kang telah diturunkan semua kepada Siauwsiecu, juga bahwa Siauw siecu memiliki daya ingat yang sangat kuat dan semua pelajaran itu telah di ingat dengan baik olehnya."
"baiklah," sahut si pendeta kecil yang telah tersadar dari pingsannya.
Thio Sin Houw kemudian mengikuti, dan pendeta kecil itu mengantarkan ke ruangan Lip~soat teng, di mana Tie-kong tianglo telah menulis tiga puluh halaman lebih, tetapi masih kelihatan terus menulis dengan tekun.
Melihat kerelaan dan pengorbanan kakek guru itu, Thio Sin Houw merasa sangat terharu, dengan butir-butir air mata berlinang ia berseru:
"Thay-suhu! Kiu-yang Sin-kang telah seluruhnya diturunkan kepadaku oleh siansu. "
Sang kakek guru girang.
"Bagus!" katanya dengan menyertai tawa.
Tie-kong tiangLo kemudian menulis lagi sampai beberapa saat kemudian ia telah menyelesaikan pekerjaannya.
Hasil tulisannya itu kemudian diserahkan kepada si pendeta kecil yang mengantarkan Thio Sin Houw dengan pesan untuk disampaikan kepada Cie-beng Taysu yang menunggu di ruangan lain,
Disepanjang perjalanannya pendeta kecil itu memeriksa dan membaca tulisan Tie-kong tianglo, sementara Tie-kong tianglo yang mengetahui kejadian itu tidak menghiraukan. Karena menurut jalan pikirannya, ia telah menyerahkan rahasia ilmu sakti miliknya kepada pihak Siauw-lim secara sukarela sebagai "penukar" nyawa Thio Siu Houw. Dari itu siapa saja yang membacanya, baginya sama saja.
Ketika telah berada dihadapan Cie beng Taysu, pendeta kecil itu menyerahkan naskah tulisan Tie-kong tianglo sambil berkata:
"Susiok, ilmu kepandaian sakti yang dikatakan milik Tay- suhu dari Boe-tong pay itu, sebenarnya adalah asli kepunyaan golongan Siauw-lim. Apa yang ditulis oleh Tay-suhu itu, sudah pernah siauwtit pelajari."
"Omong kosong!" bentak Cie-beng Taysu, "Thay-kek Koen- hoat adalah ilmu yang digubah oleh Tie-kong tianglo sendiri, bagaimana mungkin kau mengatakan sudah pernah belajar ilmu itu?"
Tetapi wajah muka pendeta kecil itu tenang-tenang saja, sambil menuding kepada tumpukan naskah yang dipegang oleh Cie-beng Taysu ia berkata lagi:
"Jika susiok tidak percaya kepada siauwtit, silahkan paman memeriksa bunyi naskah itu, dan siauwtit akan mengucapkannya secara di luar kepala."
Setelah berkata demikian, pendeta kecil yang bernama Ku Cie Tat itu terus mengucapkan bunyi naskah Tie-kong tianglo diluar kepala, Mula-mula Cie-beng Taysu yang tetap didampingi oleh Cie-keng dan Cie-goan Taysu bersikap dingin terhadap perkataan Ku Cie Tat, tetapi setelah mendengar pendeta kecil itu dapat mengucapkan kata-kata bunyi naskah Tie-kong tianglo pada halaman satu dan dua dengan lancar, tertariklah mereka, Terus saja mereka seakan-akan berebutan membalik-balik halaman-halaman naskah, untuk kemudian saling mengangsurkan, memeriksa dan membaca secara bergantian serta mencocokkan dengan ucapan-ucapan Ku Cie Tat diluar kepala, sejenak kemudian Cie-keng Taysu berkata kepada Cie-beng Taysu:
"Benar , benar!" katanya. "Memang apa yang ditulis oleh Tie-kong tianglo adalah kalimat-kalimat yang terdapat didalam Kiu-im Cin-keng," Tidaklah mudah Cie-beng Taysu mempercayai pernyataan itu. Akan tetapi Ku Cie Tat dapat membuktikan, dan apa yang diucapkannya diluar kepala, sepatah kata saja tiada yang salah atau terlampaui, Mau tak mau ia harus percaya penuh. setelah menimbang-nimbang sebentar, kemudian ia mengambil keputusan untuk menemui Tie-kong tianglo.
Setelah berhadapan dengan pemimpin golongan Boe-tong pay itu, maka Cie-beng Taysu yang membuka bicara:
"Ilmu silat Boe-tong bersumber dari Siauw-lim, benar saja, apa yang ditulis oleh Tianglo tidak banyak bedanya dari ilmu silat kami." dan Cie-beng Taysu menyudahi perkataannya sambil mengembalikan naskah hasil tulisan Tie-kong tianglo.
Tie-kong tianglo tertawa.
"Apa yang telah ditulis oleh siauwto, sedikitpun aku tidak merasa menyesal," katanya, "Aku mengerti bahwa ilmuku itu sangat cetek dan tidak berharga, Apabila samwie tidak memer-lukannya, sebaiknya dibuang saja," Ia tidak menyambuti tumpukan kertas yang diangsurkan kepadanya.
"Dari kata-katamu, Tianglo. Agak-nya kau tidak percaya akan pengutaraan kami itu," kata Cie-keng ynng ikut bi-cara, Lalu ia berpaling kepada Cie Tat dan menyambung perkataannya: "Cie Tat - coba kau hafal isi kitab Kiu-im cinkeng yang pernah kau pelajari."
"Baiklah," jawab pendeta kecil itu yang lantas saja membaca di luar kepala, semua hasil tulisan Tie-kong tianglo yang dilihatnya tadi.
Tiba-tiba Thio Sin Houw menyelak bicara:
"Thay-suhu, orang itu menghafal dengan membaca hasil tulisan dari Thay suhu, dan sekarang mereka mengatakan ilmu itu tiada berbeda dengan ilmu mereka, sungguh tak mengenal malu!"
Tie-kong tianglo juga menyadari hal itu, ia tertawa sambil mengawasi pendeta kecil itu. Lalu berkata : "Selagi pinto minta bantuanmu mengantarkan naskah itu untuk di sampaikan kepada Cie-beng Taysu, siauw suhu pasti sudah menghafalkan hasil tulisan pinto itu, Kepintaran dan kecerdasanmu itu tidak dimiliki oleh pinto, bolehkah pinto mengetahui she dan namamu?"
"Thay-suhu jangan memuji begitu tinggi," jawab pendeta kecil itu, yang kemudian menambahkan lagi: "Boanpwee she Ku, bernama Cie Tat."
"Ku siauwtit," kata pula guru besar itu dengan suara sungguh-sungguh2.
"Dengan kecerdasanmu, apapun juga yang dipelajari olehmu pasti akan berhasil.
Pinto hanya mengharap, kau jangan mengambil jalan yang salah, Dengan mempergunakan kesempatan ini, pinto ingin mempersembahkan kata-kata seperti berikut: Dengan kejujuran memperlakukan orang lain, dengan kerendahan hati membatasi diri."
Melihat sinar mata guru benar itu yang tajam bagaikan pisau, Ku Cie Tat bergidik. Tetapi dengan hati mendongkol ia berkata:
"Terima kasih atas petunjuk Thay suhu, tetapi boanpwee adalah murid Siauw-lim, dan mempunyai supeh, suhu, dan susiok untuk mendidik boanpwee."
"Benar," kata Tie-kong tianglo sambil tertawa. "memang aku si orang tua terlalu rewel."
Waktu itu Cie-keng Taysu telah mengangsurkan lagi tumpukan kertas yang ditulisnya tadi. Kali ini Tie-kong tianglo menyambut sambil mengirim tenaga dalam dengan perantaraan kertas itu, Hampir berbareng sipendeta terhuyung dan Ku Cie Tat yang berdiri di sampingnya, segera berusaha memeluknya tetapi tenaga bertahan Cie-keng Tay-su besar sekali dan pendeta kecil yang kena didorong, lantas saja terpental keluar ruangan dan jatuh di tanah.
Ketika mengirim tenaga dalamnya itu, Tie-kong tianglo hanya menggunakan sebagian tenaganya dan ia memang tidak bermaksud jahat. Maka itu, begitu mengerahkan tenaga dalam kebagian kakinya, Cie-keng Taysu sudah bisa berdiri tegak. Sambil bersenyum maka ia berkata:
"Itu tadi adalah salah-satu jurus dari ilmu Thay-kek Koen- hoat, dan kini terbukti bahwa meskipun kalian berdua paham akan ilmu itu - tetapi kalian belum mempunyai kesempatan untuk berlatih. Selamat tinggal!"
Dengan sekali mengibas tangan diudara berterbanganlah kepingan-kepingan kertas yang halus. Kertas berisi ilmu Thay- kek Koen-hoat yang ditulisnya tadi, Sambil menuntun sebelah tangan Sin Houw, tanpa menoleh lagi Tie-kong tianglo meninggalkan gunung Siauw-sit san.
Pihak Cie-beng Taysu saling mengawasi dengan mulut terbentang. Mereka merasa kagum dan takluk akan kepandaian orang tua-itu. Disamping itu, merekapun merasa agak menyesal.
"llmu itu sangat lihay," kata Cie-keng Taysu didalam hati, "Apakah Cie Tat sudah menghafalkan seluruhnya? Apabila satu huruf saja yang terlupa, Siauw-lim akan menderita kerugian besar "
(Oo-dwkz-oO)
DALAM PADA ITU, Tie-kong tianglo berdua Thio Sin Houw telah meninggalkan gunung Siauw-sit san. Setelah memperoleh tempat penginapan, Tie-kong tianglo segera memerintahkan Sin Houw melatih diri menurut ajaran-ajaran ilmu sakti yang diperolehnya dari Cie-kong Taysu di kuil Siauw-lim sie.
Karena tak ingin melihat gaya latihan Thio Sin Houw yang bersumber dari rumah perguruan lain, sengaja Tie-kong tianglo mengambil dua kamar yang letaknya berpisahan. Namun demikian, karena ilmu sakti Tie-kong tianglo telah mencapai puncaknya walaupun tidak mendengar isti.lah- istilahnya akan tetapi dengan melihat cara duduk Thio Sin Houw dan cara mengatur pernapasannya, dengan sendirinya ia dapat menangkap inti rahasianya, Apalagi dia melihat pula caranya menjalankan peredaran darahnya. inilah yang tidak dikehendakinya. sebagai seorang yang memegang tampuk pimpinan suatu aliran tersendiri, tak boleh ia berbuat demikian. itulah sebabnya pula, betapa cara Thio Sin Houw memperoleh kemajuan melalui ajaran Cie-kong Taysu, tak pernah ditanyakan pula.
Tie-kong tianglo memang seorang petapa yang saleh dan jujur hati, Karena kejujurannya, ia mengukur keadaan hati orang lain dengan keadaan hatinya sendiri. Maka ia percaya benar kepada para pendeta pemimpin kuil Siauw-lim sie, ia yakin, mereka pasti memegang janji. walaupun mereka agak sempit pikiran dalam menghadapi persoalan harga diri mengenai rumah perguruannya - akan tetapi, betapapun juga mereka adalah tokoh-tokoh tertinggi dari suatu partai yang tertinggi pula.
Kata-katanya seumpama undang-undang. Karena itu, apa yang mereka katakan tentulah dapat dipercaya, Kalau sudah berjanji mengajarkan ilmu kepada Thio Sin Houw, pasti pula tidak akan melakukan tipu muslihat atau berdusta.
Tie-kong tianglo menjadi girang tatkala disepanjang jalan ia melihat wajah Thio Sin Houw makin hari semakin cerah dan bersemu merah. itulah suatu tanda bahwa bocah itu telah memperoleh kemajuan. Diam-diam ia berpikir , bila Thio Sin Houw telah mendapat ajaran asli dari ilmu golongan Boe-tong dan Siauw-lim sehingga bisa saling mengisi kekurangannya masing-masing, tentu daya gunanya dikemudian hari akan banyak bertambah.
Dengan berbekal dua bagian ilmu sakti Kiu-im Cin-kang dan Kiu-yang Cin-kang, pastilah racun Hian-beng Sin-ciang yang mengeram didalam sungsumnya akan bisa terhapus sirna.
Di hari keempat mereka telah tiba ditepi sungai Han-sui. Untuk mengurangi lelah, mereka menumpang sebuah perahu dagang, sedang kuda mereka dijual sebagai penambah bekal. Disepanjang perjalanan itu Tie-kong tianglo terkenang pada masa mudanya ketika ia masih merupakan seorang pendekar, seringkali ia dikejar kejar lawan, dan kebanyakan tertolong oleh perahu-perahu yang berada ditepi sungai. Tatkala itu ia masih muda belia, dan sama sekali tidak pernah di duganya sendiri - bahwa pada hari itu ia menjadi tokoh utama dari golongan Boe-tong yang derajatnya sama besar dan sama tinggi dengan golongan Siauw-lim-pay. sedangkan pada hari ini Thio Sin Houw malah sudah berhasil merangkap ilmu kepandaian dua golongan itu. Maka sudah dapat dibayangkan, bahwa masa depan bocah itu pasti akan lebih gemilang daripada dirinya sendiri. Oleh rasa puas itu, ia mengelus-elus jenggotnya yang telah putih seluruhnya.
Selagi ia mengelus-elus jenggotnya sambil tersenyum sendiri,tiba-tiba Thio Sin Houw berteriak dengan suara gemetar:
"Thay-suhu ... aku ... aku "
Dan wajah muka-anak itu berubah hebat. Merah membara seperti dibakar. Dan diantara warna merah membakar tersembullah warna hijau semu pula.
Rasa terkejut Tie-kong tianglo tidak terkirakan, setengah menjerit ia bertanya:
"Kau. kenapa?"
"Aduh ... aduh ... sakit! Tak tahan aku " sahut Thio Sin
Houw dengan tubuh menggigil. setelah berkata demikian, tubuhnya bergeliat dan terlempar lah ia keluar perahu.
Cepat-cepat Tie-kong tianglo mengulurkan tangan kirinya menyambar pergelangan tangan Sin Houw, sedangkan tangan kanannya terus menahan punggungnya. segera ia menyalurkan tenaga dalamnya membantu Thio Sin Houw, melawan hawa berbisa yang mengamuk di dalam tubuh.
Tak disangka tenaga sakti Tiekong tianglo yang disalurkan lewat punggungnya, ternyata menembus seluruh bagian urat nadi pada detik itu juga sehingga Thio Sin Houw menjerit tinggi dan jatuh pingsan.
Tie-kong tianglo menjadi sangat terkejut tidak kepalang, Dengan cepat kesepuluh jari-jari tangannya bekerja menutup aliran darah yang penting, Di dalam hati ia menjadi heran, Pikirnya:
"Mengapa seluruh urat nadinya dapat kutembus dengan mendadak, padahal seluruh tubuhnya terkena gumpalan gumpalan hawa berbisa yang luar biasa dahsyatnya, Betapa mungkin urat nadinya yang penting-penting dapat tertembus dengan sekaligus! Kalau urat-urat nadinya menjadi begini lancar, hawa berbisa yang mengeram dalam sumsumnya akan segera merangsang jantung. Hai,sekarang dan untuk selama- lamanya hawa berbisa yang sudah meruap begini hebat terang sekali tidak dapat dihilangkan lagi".
Menghadapi keadaan demikian, walaupun Tie-kong tianglo sudah berusia sembilanpuluh tahun lebih, kesadaran dan ketenangannya sudah terlatih sampai ke puncaknya, namun tidak urung ia merasa bingung juga hingga keringat dingin membasahi jidatnya, Sama sekali tak pernah disangkanya bahwa ilmu sakti Kiu-yang Cin-kie dari Siauw-lim pay begitu hebat luar biasa.
Tak pernah pula diduganya bahwa seseorang yang baru saja terlatih beberapa hari saja sudah dapat terbuka seluruh urat nadinya, Menurut pendapatnya, hal itu tidak mungkin terjadi. sedangkan murid-muridnya sendiri yang sudah berlatih belasan tahun lamanya, belum tentu dapat juga menembus urat nadinya sampai aliran darahnya menjadi lancar. Masakan ilmu sakti pihak Siauw lirn lebih mujijat daripada ilmu sakti milik Boe-tong?
Harus diketahui, apabila Tie-kong tianglo mau membantu dengan tenaga saktinya kepada murid-muridnya, sudah tentu bukan soal sulit untuk menembus seluruh urat nadi peredaran darah mereka. Tetapi tenaga bantuan yang datangnya dari luar, betapa baikpun tidaklah sebaik dan sesempurna tenaga yang timbul dari badan sendiri yang sesungguhnya jauh lebih kuat, jauh lebih murni dan dapat diandalkan, itulah sebabnya Tie-kong tianglo tak mau membantu murid-muridnya menghimpun tenaga saktinya. ia berharap murid muridnya akan mencapai kemajuannya sendiri, setindak demi setindak dengan berbekal kemauannya masing-masing, walaupun hal itu terjadi sangat lambat.
Tatkala itu perahu mereka telah melaju sampai ditengah sungai.Baik arus maupun gelombangnya tidak terlalu keras. Meskipun demikian perahu kecil mereka tetap tergoyang- goyang. sebaliknya hati Tie-kong tianglo tergon-cang jauh lebih hebat, daripada ombak-ombak kecil yang menggoncangkan perahunya.
Setelah lewat beberapa waktu, perlahan-lahan Thio Sin Houw memperoleh kesadarannya kembali. Kedua belas tempat peredaran darahnya sudah tertutup. Hawa berbisa Hian-beng Sin-ciang untuk sementara dapat tertahan, sehingga tidak sampai menjalar ke jantung, Tetapi tangan dan kaki Thio Sin Houw tak bisa berkutik lagi,dalam keadaan demikian Tie-kong tianglo tak perduli lagi akan pandang orang. ia pun tidak menghiraukan bahwa gerak-gerik maupun perkataannya dapat menimbulkan kecurigaan orang. Segera ia bertanya kepada Thio Sin Houw:
"Sin Houw, ilmu yang kau peroleh dari kuil Siauw-lim itu, sesungguhnya, bagaimana macamnya? Apa sebab seluruh urat nadimu dan peredaran darahmu menjadi lancar semuanya, seolah-olah ada tenaga besar yang telah menembusnya?"
"Thay-suhu," sahut Thio Sin Houw, "Yang menembus jalan darahku itu adalah Cie-kong Taysu, Dia berkata akan dapat membantu aku mempercepat meyakinkan ilmu Kiu-yang Cin- kie golongan Siauw-lim."
"Bagaimana cara dia menolongmu?" Tie-kong tianglo minta keterangan.
Maka berceritalah Thio Sin Houw tentang semua pengalamannya di dalam pertapaan Siauw-lim sie. Bagaimana mula pertama ia dibawa sampai dia mengetahui nama seorang sakti yang bersembunyi dibalik dinding. Menurut kata yang didengarnya, orang sakti itu bernama Cie-kong Taysu, Diterangkan pula bagaimana cara Cie-kong Taysu melancarkan seluruh peredaran darahnya.
Mendengar keterangan Thio Sin Houw beberapa saat lamanya Tie-kong tianglo termangu-mangu. setelah bermenung dia berkata:
"Jika demikianlah syarat untuk mempercepat peresapan ilmu Kiu-yang Cin-khie, masakan aku tak bisa? sebenarnya menurut perasaanmu orang yang menamakan diri Cie-kong Taysu bermaksud baik atau buruk?"
"Beberapa kali ia berkata kepadaku begini: Aku tak kenal kau bernama siapa" Thio Sin Houw memberikan keterangan . "Akupun tidak tahu kau datang dari aliran atau golongan apa. sebaliknya kaupun tak perlu mengetahui namaku, juga tidak perlu mengenal wajahku! Akupun tidak perlu mengenal wajahmu pula."
Tie-kong Tianglo menjadi heran mendengar penjelasan itu, sejenak kemudian ia bicara bagaikan pada dirinya sendiri :
"Cie-kong Taysu! Cie-kong Taysu! Agaknya aku belum pernah mengenal nama seorang tokoh Siauw-lim seperti itu... dia mau menolong kau tanpa mengenal namamu, tanpa mengetahui pula dari golongan atau aliran apa kau datang, Jika begini, rasanya ia memang tidak mengetahui hubunganmu dengan aku. untuk menolong dirimu, dia harus mengorbankan tenaga murni yang di himpunnya paling tidak sepuluh sampai dua puluh tahun lamanya. Kalau pengorbanan ini tidak timbul dari hati nuraninya yang bersih, mustahil dia rela berkorban?"
Setelah itu Tie-kong tianglo minta kepada Thio Sin Houw agar mengucapkan kembali kalimat-kalimat sakti ilmu yang diperoleh Thio Sin Houw di dalam kuil Siauw-lim.
Thio Sin Houw segera mengucapkan kalimat-kalimat sakti yang pertama sampai yang ketiga diluar kepala, sebagai seorang yang berkepandaian tinggi , dengan sekali mendengar saja Tie-kong tianglo segera mengetahui betapa hebat intisari ilmu itu. Cepat-cepat ia memutus:
"Sudahlah, tak usah kau teruskan.
Maksudku tadi hanya ingin menguji palsu atau tidaknya ilmu sakti yang diajarkan kepadamu, itulah sebabnya aku minta kau membacakannya, selanjutnya ilmu itu janganlah kau kabarkan kepada siapapun juga, ingatlah sumpah yang pernah kau ucapkan. seorang ksatria sejati pantang melanggar sumpah yang telah diucapkan!"
"Ya, Thay-suhu." sahut Thio Sin Houw.
Ketika dilihatnya suara sang kakek guru agak bergemetar, apalagi kedua matanya basah berkaca-kaca, tahulah Thio Sin Houv menebak keadaan hati orang tua itu. ia seorang anak yang dianugerahi alam suatu kepintaran luar biasa, cerdik dan cerdas bukan main.
Pada saat itu sadarlah dia, bahwa hidupnya hanya tinggal sisa waktu yang singkat saja, sehingga walaupun tidak mengucapkan sumpah kepada pihak para pendeta Siauw-lim sie artinya sama saja. ia tidak mempunyai waktu lagi, untuk mengajarkan ilmu yang diperolehnya dari kuil Siauw-lim kepada orang lain, Sejenak kemudian pikirannya bergerak , dan ia berkata kepada Tie-kong tianglo:
"Thay-suhu, apakah jiwaku tidak dapat dipertahankan lagi, sampai aku bisa pulang ke Boe-tong san?"
"Janganlah kau berkata seperti itu, Betapapun hebatnya lukamu, aku pasti berusaha menolongmu" sahut Tie-kong tianglo yang berusaha membendung air matanya.
"Sucouw, aku tidak mengharapkan apa-apa lagi, asal saja aku bisa melihat supeh Cia Sun Bie untuk sekali saja." kata Thio Sin Houw.
"Apa sebab?" tanya Tie-kong tiang lo heran.
"Sucouw, Cia supeh adalah satu-satunya orang yang mengetahui bahwa aku masih mempunyai seorang kakak perempuan. Aku ingin membeberkan rahasia ilmu sakti Kiu- yang Cin-kang golongan Siauw-lim kepadanya lewat Cia supeh.
Dengan berbekal ilmu kepandaian ayah dan dilengkapi dengan ilmu sakti Kiu-yang Sin-kang golongan Siauw-lim, dia akan menjadi seorang pendekar perempuan yang kelak dapat menuntut balas sakit hati ayah dan ibu. Aku sendiri, setelah mengabarkan ajaran ilmu sakti itu kepada Cia supeh, segera akan bunuh diri, Dengan demikian aku bertanggung jawab atas pelanggaran janjiku ini kepada pihak para pendeta Siauw- lim sie. Maka sedikit banyak aku tidak terlalu mengecewakan pesan ayah dan ibu."
Mendengar perkataan Thio Sin Houw, Tie-kong tianglo terperanjat bukan kepalang. Kemudian kagum dan terharu. Sama sekali tak terlintas dalam benaknya, bahwa anak sekecil itu ternyata sudah pandai menjangkau hari depan begitu jauh, oleh rasa kagetnya, kagum dan terharu, maka Tie-kong tianglo menyahut sejadi-jadinya. Katanya:
"Sin Houw, janganlah kau berkata yang bukan-bukan." "Tay-sucouw, tiap kali aku membuka mata dan setiap kali
aku tertidur lelah, serasa aku mendengar suara ayah dan ibu
yang selalu memperingatkan aku agar aku menuntut balas kepada lawan sebenarnya, Juga aku selalu mendengar teriakan koko Sin Han yang begitu menyayatkan hati, ketika ia mati terjungkal ke dalam jurang entah berapa ribu meter dalamnya." kata Thio Sin Houw dengan suara gemetar.
Perkataan Thio Sin Houv itu membuat hati Tie-kong tianglo terasa hancur luluh. Tanpa dikehendakinya sendiri, maka terbayanglah wajah muka Thio Kim San, almarhum ayahnya Thio Sin Houw.
Untuk urusannya Lim Tiauw Kie yang menghilang tanpa jejak,pada suatu hari pernah Tie-kong tianglo memerintahkan melakukan perjalanan ke Kanglam guna mengadakan penyelidikan.
Sebelum berangkat, pada malam harinya Thio Kim San keluar dari kamarnya dengan hati gelisah, Ketika tiba di ruangan tempat berlatih ilmu silat, dari jauh ia melihat kehadirannya gurunya, Untuk sesaat Thio Kim San berdiri dibelakang suatu tiang tanpa bergerak, sampai tiba-tiba ia melihat gurunya mengangkat tangan kanannya dan menulis huruf-huruf ditengah udara.
Dengan memperhatikan gerakan tangan gurunya, Thio Kim mengetahui bahwa yang ditulis gurunya adalah dua huruf "Songloan" ( = kesedihan , kekalutan) . setelah mengulangnya beberapa kali, guru itu menulis dua huruf lain, yakni "To tok" (- penganiayaan hebat, melakukan pengrusakan). Segera Thio Kim San menyadari, bahwa gurunya sedang menulis "Song- loan tiap" dari Ong Hie Cie,
Tetap sambil bersembunyi di belakang tiang, Thio Kim San terus memperhatikan gerakan tangan gurunya yang menulis seperti berikut:
"Hie Cie toen-sioe, song-loan oie kek3 sian-bok aay-lie to tok3 toei-wie kouv seng, "
(= Hie Cie memberi hormat , kesedihan dan kekalutan melampaui batas. Kuburan leluhur diubrak-abrik, kalau diingat sungguh hebat perasaan duka.)
Lewat beberapa saat, Thio Kim San merasakan bahwa setiap coretan yang dibuat oleh gurunya mengandung kedukaan dan secara mendadak, ia berhasil menyelami perasaan Ong Cie Hie sendiri pada waktu menulis Song-loan tiap itu.
Ong Hie Cie adalah seorang sasterawan besar pada zaman kerajaan Cin Timur, Pada waktu itu, negara Cina kacau balau dan bangsa asing menentang kekuasaannya, Dalam kesedihan dan kekalutan hebat (song-loan), murid-murid Ong Hie Cie telah melarikan diri ke wilayah Cina sebelah selatan. Bukan saja manusia, tetapi makam-makam pun turut dirusak sehingga dapatlah dibayangkan, kedukaan dan kegusaran rakyat yang sangat menghormati makam leluhur mereka, penderitaan yang hebat itu, semuanya dilukiskan dalam Song- ioan tiap itu.
Dalam keadaan biasa selagi diliputi suasana gembira, Thio Kim San tak bisa memahami maksud yang sebenarnya dari "tiap" itu. Tetapi kini selagi ia sendiri dalam keadaan duka berhubung ulah Liam Tiauw Kie yang bahkan telah menghilang tanpa meninggalkan jejak, maka secara mendadak ia dapat menyelami arti "Song-loan" dan "To-tok".
Sementara itu setelah menulis beberapa kali, Tie-kong tianglo menarik napas panjang lalu masuk ke ruangan tengah dimana ia duduk termenung beberapa saat lamanya, Tiba-tiba ia mengangkat pula tangan kanannya dan menulis huruf-huruf ditengah udara. Kali ini huruf-huruf itu berbeda dengan huruf- huruf Song-loan tiap, Huruf-huruf pertama adalah "Boe" sedangkan yang kedua "Lim" (Boe-lim = Rimba persilatan). ia menulis terus sampai mencapai duapuluh empat huruf.
Dengan memperhatikan gerakan tangan gurunya, Thio Kim San mengetahui bahwa yang ditulisnya adalah Boe-lim aie- ooen, po-sun...
Tiba-tiba Thio Kim San menyadari bahwa apa yang sedang ditulis oleh gurunya itu, sebenarnya beliau sedang memahamkan serupa ilmu silat yang sangat tinggi. Setiap huruf yang ditulisnya, berarti setiap pukulan yang sangat dahsyat!
Thio Kim San yang bersembunyi di balik tiang, menjadi semakin tertarik perhatiannya dan memusatkan segala kemampuannya untuk diam-diam menghafal semua gerakan yang dilakukan oleh gurunya. Hampir dua jam lamanya Tie- kong tianglo berlatih terus, sampai kemudian ia bersiul nyaring. Telapak tangannya menyabat dari atas ke bawah.
Bagaikan menyambarnya sehelai sinar pedang. Sabetan yang dahsyat itu merupakan coretan terakhir dari huruf yang ditulisnya.
Sehabis menyabat, guru itu menoleh kearah Kim San dan berkata: "Kim San, bagaimana pendapatmu mengenai Soe-hoat ini?"
(Soe-hoat = seni menulis huruf indah).
Thio Kim San terkejut. Tidak disangkanya bahwa kehadirannya telah diketahui oleh gurunya, Cepat-cepat ia mendekati sambil menjawab:
"Hari ini teecu bernasib baik karena sempat melihat ilmu silat suhu yang luar biasa, apakah boleh teecu memanggil Toa-suko dan yang lainnya supaya merekapun bisa ikut menyaksikan?"
Tie-kong tianglo menggelengkan kepalanya, Katanya : "Kegembiraanku telah sirna, sehingga mungkin sekali aku
tak dapat menulis lagi, Disamping itu mereka tidak menyukai sastra, belum tentu mereka bisa menarik banyak manfaatnya."
Setelah berkata demikian, sambil mengibaskan lengan bajunya Tie-kong tianglo berjalan masuk ke ruangan dalam.
Thio Kim San tak berani tidur karena khawatir ia akan melupakan ilmu silat itu, Oleh karenanya segera ia bersilat dan menjernihkan pikirannya, untuk mengingat-ingat setiap coretan yang baru saja dilihatnya, Entah berapa lamanya ia berlatih terus dengan amat tekunnya, sampai akhirnya ia berhasil menguasai seluruh ilmu silat itu yang digubah berdasarkan huruf-huruf yang dibuat oleh gurunya tadi.
(Oo-dwkz-oO)
TERINGAT dengan kenangan lama tanpa terasa air mata Tie-kong tianglo berlinang keluar dan membasahi mukanya bahkan terus menetes jatuh ke jubahnya. Cepat-cepat orang tua itu memutar tubuh supaya jangan terlihat oleh Thio Sin Houw, dan ia membentak dengan suara parau:
"Sin Houw, Tak boleh lagi kau berpikir yang bukan-bukan!" Orang tua itu kemudian berusaha tenangkan diri, setelah
berhasil memperoleh ketenangannya, kembali ia memutar tubuh menghadapi Sin Houw dan berkata : "Seorang ksatria sejati, harus bersih hati dan jujur kepada diri sendiri, ia harus memperlihatkan dadanya pada saat apa saja, dimanapun ia berada dan dalam keadaan betapa sulitpun juga, Kau telah berjanji kepada para pendeta Siau-lim, bahwa kau tidak bakal mengajarkan ilmu yang diberikannya kepadamu pada lain orang. Maka sejak saat itu pula, kau harus dapat memegang teguh janjimu sendiri sampai detik terakhir. Sebab saksinya adalah hidupmu sendiri!"
Kata-kata Tie-kong tianglo terdengar penuh semangat dan berwibawa, sehingga Thio Sin Houw menjadi tertegun, Tanpa merasa ia mengangguk.
Sebenarnya semenjak ia sadar hidup diantara ayah-bunda dan kedua saudaranya, ia terlatih menjadi seorang ksatria sejati. Namun didalam pengalaman hidupnya akhir-akhir ini, iamenghadapi manusia-manusia licik yang demi tujuan mereka banyak menggunakan berbagai tipu-daya licik yang bertentangan dengan angan-angan jiwa ksatria, janji belum tentu harus ditepati, semuanya tergantung pada keadaan.
Baru setelah berada di kuil Boe-tong pay, semua paman- paman gurunya memberikan contoh bagaimana sepak-terjang seorang ksatria sejati. Dan bahwasanya janji bagi seorang ksatria harus dipegang teguh sampai mati barulah untuk yang pertama kalinya didengarnya lewat mulut kakek gurunya.
Walaupun demikian, kata-kata Thio Sin Houw itu telah menusuk kalbu Tie-kong tianglo. Pikir orang tua itu di dalam hatinya:
"Anak ini tahu bahwa beberapa hari lagi, jiwanya akan melayang, Akan tetapi sama sekali ia tak gentar atau menjadi kecil hati, malahan lantas teringat dengan pesan ayah- bundanya bahwa ia harus bisa membalas dendam terhadap musuhnya yang benar. Demi baktinya kepada ayah-bundanya, ia rela membunuh diri setelah mengalihkan rahasia suatu ilmu sakti yang dianggapnya bisa mencapai angan-angannya itu kepada Cia Sun Bie, agar Cia Sun Bie diharapkan meneruskan kepada kakaknya perempuan. Kalau dipertimbangkan, sesungguhnya hal itu sesuai dengan panggilan jiwa ksatria, Akh, mengapa Tuhan tidak melindungi seorang yang memiliki jiwa demikian besar ini?"
Selagi orang tua ini memuji jiwa Thio Sin Houw didalam hati, tiba-tiba terdengarlah suatu kumandang suara di kejauhan sana. Nyaring benar suara itu terdengarnya:
"Heeeeyyy! Kau serahkan saja bocah itu! Dan kau akan kami ampuni... kalau membangkang, janganlah mengutuk kami dengan mengatakan kami seorang makhluk yang kejam dan bengis!"
Suara itu terbawa oleh angin, tiap patah kata-katanya terdengar sangat jelas, itulah suatu tanda, bahwa pemilik suara itu pastilah memiliki tenaga dalam yang tinggi. Dan mendengar bunyi kata-kata itu, Tie-kong tianglo tertawa didalam hati, Katanya kepada dirinya sendiri:
"Entah siapa dia, sampai berani memerintah aku agar menyerahkan bocah ini kepadanya "
Kata-kata itu diucapkan sangat perlahan, sehingga telinga Thio Sin Houw tidak mendengar. Dengan perlahan-lahan ia memutar badannya, Dan pada saat itu ia melihat sebuah perahu kecil tengah meluncur sangat deras. Penumpangnya seorang laki-laki berberewok lebat, usianya kira-kira baru mencapai duapuluh tahunan. ia berada diantara dua kanak- kanak yang melindungi diri didepan dadanya, sedang pemuda berberewok lebat itu, dengan semangat menyala-nyala mendayung perahu kecilnya bagaikan kalap.
Hebat perawakan pemuda berberewok itu. Tubuhnya tegap, dadanya bidang sehingga dapat melindungi dua bocah yang bersembunyi di depannya. Tie-kong tianglo segera memperhatikan dua bocah itu, yang satu laki-laki dan yang lain seorang perempuan berwajah cantik mungil.
Perahu yang ditumpangi Tie-kong tianglo berada diluar tikungan,sehingga setiap perahu yang datang harus muncul terlebih dahulu dari balik tikungan . Demikianlah setelah perahu pemuda berberewok lebat itu masuk ke dalam tikungan, muncullah sebuah perahu lagi.
Perahu yang memasuki tikungan ini berukuran besar, sehingga jalannya agak lambat. Penumpangnya berjumlah delapan orang, mereka mengenakan pakaian seragam tentara Mongol, perahu ini agaknya hendak mengejar perahu si berewok.
Dengan berteriak-teriak nyaring, seorang laki-laki yang berada di depan mengancam dan memperingatkan. Akan tetapi pemuda berberewok itu tidak mengindahkan. Dengan suatu tenaga yang luar biasa kuatnya, ia menggayuh cepat sekali, sebentar saja, perahunya sudah hampir melewati perahu Tie-kong tianglo.
Melihat perahu pemuda itu semakin lama makin menjadi jauh, pengejarnya lantas menghujani anak panah. Diantara puluhan anak panah yang menyambar pemuda berberewok itu, terdengarlah sebatang yang mendesing sangat tajam itulah suatu tanda, bahwa pembidiknya bertenaga kuat.