Jilid 04
“SUHU, sekarang kau telah tiada..., mulai, sekarang aku akan menyebut dirimu sebagai suhu.
“Se mua tugas yang kau serahkan kepadaku serta semua persoalan yang tak bisa kau selesaikan di dalam hidupmu pasti akan kulaksanakan, musuh besar yang mencela kaimu, murid- murid durhaka yang telah menghianatimu, serta semua manusia munafik yang pernah membuat sengsara dirimu pasti akan kubantai se mua sampai ma mpus.
Suhu, ke mbalilah ke alam baka dengan tentra m, beristirahatlah kau dengan tenang. Sekalipun kau telah meninggalkan dunia yang fana ini, tapi semua kejadian di dunia ini, semua sejarah hidupmu selama ini akan terkenang terus di hati setiap orang, tiap hari, tecu pasti akan menyanyikannya sebanyak tiga kali untuk me mperingati dirimu sela manya."
Ketika berbicara sampai, di situ, tiba-tiba sinar mata Ku See-hong tertuju pada jari tangan dari Bun-ji-koan-su tersebut, hatinya menjadi a mat terkesiap, pikirnya: "Aduh celaka, jurus Hoo-Han-Seng- huan yang diajarkan suhu hingga kini masih belum juga kupaha mi, bagaimana caranya aku me lakukan gerakan itu?”
Berpikir sa mpai di sini, peluh dingin segera bercucuran me mbasahi seluruh badan Ku See hong. Dia teringat ke mbali dengan pesan gurunya yang minta kepadanya untuk me mpelajar i jurus Hoo-han-seng-huan tersebut dengan seksa ma.
Tapi, di dalam kenyataannya sekarang, dari tiga gerakan yang diajarkan kepadanya itu, satu juruspun belum berhasil dia paha mi, perubahannya bagaimana dan bagaima na caranya melancar kan serangan, sama sekali t idak diketahui olehnya... lalu bagaimana baiknya sekarang?
Dia m-dia m Ku See hong menegur kebodohan sendiri Buru-
buru dia me musatkan segenap perhatiannya untuk berusaha mencari dan menelusur i jejak bayangan jurus itu di dalam benaknya. Tapi ma kin dipikir dia merasa sema kin kaget, semakin kaget dia merasa makin gelisah, dirasakan olehnya jurus Hoo-han- seng-huan itu benar-benar sangat rahasia, sakti dan sukar dimengerti....
Bagaimanakah gerakan tangan suhunya Bun-ji koan-su yang aneh serta bagaimana me lancarkan serangan aneh tersebut, makin berpikir sema kin me mbuat pikirannya menjadi bingung dan tidak habis mengerti.
Ternyata dia merasakan gerak tarian tangan yang dilakukan oleh Bun-ji koan-su itu pada hakekatnya sudah terlepas dari jurus-jurus serangan ilmu silat pada umumnya, begitu kalut begitu me mbingungkan sama sekali tidak beraturan..., tapi di balik ketidakberaturan tersebut justru tersimpan segala maca m kelihayan dan kesaktian yang luar biasa.
Tadi dua kali ja lan darah di tubuh seakan-akan tertotok, ia merasakan kesadarannya seperti lenyap tak berbekas, tapi, dengan cepat kesadarannya telah pulih kembali, na mun belum lagi sadar penuh, sekali lagi, dia seperti kehilangan pikiran lagi... Dengan termangu- ma ngu Ku See-hong me mperhatikan tubuh Bun-ji koan-su yang kaku itu, la lu lengannya mencoba untuk digerakkan menurut apa yang teringat. Sekali demi sekali hal tersebut diulangi terus menerus secara berulang. Tapi ia merasa makin digerakkan, gerakan tangannya makin menyimpang dari cara yang sesungguhnya, bahkan sama sekali tidak mirip dengan apa yang pernah dilakukan Bun-ji koan-su.
Lebih kurang setengah jam ke mudian, Ku See-hong telah mengulangi kembali latihannya sampai seratus kali lebih, tapi ia tetap gagal untuk me maha mi kelihayan serta intisari dari jurus serangan itu.
Waktu itu dia sudah keletihan, sampa i sekujur badannya basah kuyup oleh keringat, napasnya tersengal-sengal seperti kerbau....
Akhirnya setelah gagal berulang kali, dengan sedih dia menghe la napas panjang, guma mnya:
"Aku benar-benar amat tolol, sudah begitu lama aku berusaha untuk me mutar otak tapi selalu gagal untuk me ne mukannya ke mbali. Aaaai..., aku benar-benar pantas untuk ma mpus. Dengan menggunakan sisa tenaga yang dimilikinya, suhu bersusah payah me ma inkan ketiga jurus serangan itu, bahkan begitu selesai me ma inkannya diapun menutup usia, sedang aku tak berhasil me menuhi harapannya, jangankan menguasai seluruh jurus serangan itu, bahkan kesan terhadap satu gerakan di antaranya pun tak ada "
Berpikir sampai di situ, Ku See hong merasa putus asa, kecewa dan sedih sekali. Tanpa terasa dua titik air mata jatuh bercucuran me mbasahi pipinya, dia menghe la napas panjang berulang kali.
Mendadak Ku See-hong berseru tertahan, lalu guma mnya: "Heran. Padahal suhu telah tiada, mengapa jenazahnya masih
berdiri kaku di situ? Aaai..., aku sebagai mur idnya harus dan berkewajiban untuk menguburnya secara baik-ba ik, aku tak bisa me mbiarkan jenasahnya terbengkalai dengan begitu saja.” Berguma m sa mpai di situ Ku See-hong lantas berusaha untuk me mbimbing bangun jenasah dari suhunya Bun-ji koan-su.
Siapa tahu walaupun dia telah berusaha dengan sepenuh tenaga, ternyata jenasah gurunya itu sama sekali tak bergerak. Kenyataan ini segera me mbuat Ku See-hong menjadi kebingungan setengah mati dan tidak habis mengerti. Untuk sesaat la manya dia menjadi termangu- mangu di tempat.
Saudara yang budiman, perlu diperhatikan bahwa berdiri kakunya jenasah Bun-ji koan-su di te mpat itu sesungguhnya mengandung suatu rahasia yang besar sekali. Hal ini akan diterangkan pada akhir cerita ini, jadi maaf bila hal tersebut akan dirahasiakan dulu untuk sementara waktu.
Demikianlah, sesudah termangu- mangu sekilas waktu, akhirnya Ku See-hong menga mbil kesimpulan sendiri.
“Mungkin suhu berbuat demikian karena dia ingin berada terus di tempat ini….”
Ku See-hong me mang keras kepala dan angkuh, ketika tidak berhasil me mahami gerak jurus dari Hoo-han-seng-huan tersebut, maka dia bertekad untuk berusaha mencarinya sa mpai dapat.
Tujuh hari tujuh ma lam la manya dia berusaha untuk me latih. Sambil mencar i, dia sampa i lupa makan lupa tidur, tapi alhasil dia tetap gagal untuk me mecahkan rahasia dari kepandaian itu, ma lahan ma kin dilatih se ma kin bingung, makin didalami ia merasa semakin kalut pikirannya.
Malam itu ke mbali dia berusaha dengan sepenuh tenaga, tapi hasilnya tetap nihil.
Sambil menghela napas sedih dia berlutut di depan jenasah Bun- ji koan-su la lu dengan air mata bercucuran katanya sedih:
“Suhu… Sukma mu di alam baka tentu tahu muridmu yang bodoh sudah siang mala m me latih jurus sakti Hoo-han-seng-huan tersebut dengan mati- matian, tapi me mang bakatku je lek, otakku juga bodoh, sampai sekarang aku belum berhasil juga me maha mi ma kna dari jurus serangan itu.
“Sekarang, tecu akan meninggalkan kau orang tua untuk mencari guruku yang kedua serta me mpelajari ilmu sakti Hay Jin Ciang untuk me menuhi harapan suhu. Tecu bersumpah di hadapan jenasah kau orang tua, dalam tiga mendatang akan kugunakan sepasang tanganku ini untuk mengucur kan darah segar musuh besarmu serta menyayat kulit badan musuhmu. Se mua sa mpah masyarakat serta manus ia laknat yang berada dalam dunia persilatan dewasa ini akan kuberi balasan yang setimpal.”
Ketika berbicara sampa i di situ pelan-pelan Ku See-hong bangkit berdiri, di atas wajahnya yang dingin terlintas kebulatan tekadnya yang kukuh, sorot matanya memancarkan cahaya kebuasan serta kebengisan yang menger ikan sekali.
Apalagi ketika Ku See-hong terbayang kembali semua musibah yang telah menimpa Bun-ji koan-su sela ma hidupnya, kesengsaraan yang telah menyiksa batinnya, tanpa terasa perasaannya bergolak keras, sambil menengadahkan kepalanya dia segera me mbawa kan lagu Dendam Sejagad yang telah diajarkan Bun-ji koan-su kepadanya itu:
DENDA M kesumat me mbentang bagai jagad, Bukit tinggi berhutan lebat di sisi sebuah kuil. Sungai besar di depan kuil bero mbak besar, Dendam kesumat sepanjang abad
DENDA M kesumat me mbentang bagai jagad, Burung gagak bersarang di rumput di kala senja Cinta kasih berlangsung dari muda sa mpai tua.
Me metik ka mpak me mbuat lagu: Nadanya dendam Menitik air mata darah untuk siapa?
Hati pilu menanggung derita menyesal sepanjang masa. DENDA M kesumat me mbentang bagai jagad. Ji koan pernah berbuat salah.
Menyandang golok menunggang kuda, apalah gunanya? Salju terbang air laut se muanya ha mbar.
DENDA M kesumat me mbentang bagai jagad.
Curah hujan me mbuyarkan awan. Air mengalir akhirnya surut.
Dendam kesumat tak akan pernah luntur….
Suatu dorongan perasaan sedih yang a mat besar serta gejolak emosi yang hebat, menelur kan suatu irama nyanyian yang keras, berat dan menunjang menga lun di seluruh angkasa, kemudian mengge ma sampai ke te mpat yang jauh sekali.
Saking sedihnya me mbawakan lagu “Dendam Sejagad” tersebut, tanpa sadar air mata jatuh bercucuran membasahi seluruh wajah Ku See-hong. Pelan-pelan dengan me mbawa perasaan yang berat dan duka dia berjalan keluar dari kuil itu dan meningga lkan Bun-ji koan- su yang meningga l dengan me mbawa penderitaannya itu.
Waktu saat itu menunjukkan kentongan ketiga.
Angin kencang di luar kuil masih berhe mbus dengan hebatnya, udara terasa dingin menusuk tulang, pohon bergoyang tertiup angin. Suasana ketika itu terasa seram, dingin dan me medihkan.
Dari dalam ruang tengah, Ku See-hong pelan-pelan berjalan keluar. Dengan mata basah oleh air mata, ia mendongakkan kepalanya me mandang ke angkasa.
Langit sangat gelap karena mala m mas ih belum lewat, tiada rembulan hanya ada beberapa titik bintang yang me mancar kan cahaya yang lemah.
Waktu itu di luar kuil sedang berdiri ter mangu tiga sosok bayangan manusia. Mereka masih terpesona oleh pengaruh ira ma lagu Ku See-hong yang dibawakan dengan nada penuh rayuan maut yang membetot sukma. Di bawah bayangan pohon orang-orang itu cuma melongo dan berdiri kaku persis seperti patung arca.
Ku See-hong mendongakkan kepalanya me mandang awan yang bergerak di angkasa, dalam benaknya tanpa terasa terbayang ke mbali bayangan tubuh Bun-ji koan-su. Akhirnya ia tak kuasa menahan diri dan mendongakkan kepalanya sambil berpekik nyaring. Pekikan tersebut kian la ma berkumandang kian nyaring, tapi di balik suara yang nyaring terbawa nada yang sedih dan me medihkan hati, sungguh terasa tak sedap didengar.
Ketika mendengar suara pekikan nyaring yang mengalun di angkasa itu, ketiga sosok bayangan manusia di luar kuil itu merasakan hatinya bergetar ke mudian tersadar ke mbali dari la munan. Enam buah mata yang tajam serentak dialihkan ke atas tubuh Ku See-hong yang berada di luar kuil tersebut.
Tanpa sadar ketiga orang itu mundur beberapa langkah ke belakang dengan kaget, dari mimik wajah mereka yang menyeringa i seram, bisa diketahui sa mpai di mana kah rasa kaget dan ngeri yang mence kam perasaannya itu.
Ku See-hong tidak melihat hadirnya ketiga sosok bayangan manus ia di luar kuil itu. Dengan langkah yang pelan-pelan dia berjalan keluar kuil.
Tiga sosok bayangan manus ia yang berada di luar kuil itu sesungguhnya adalah jago-jago lihay golongan hitam yang sadis dan berbahaya… walaupun de mikian mereka cukup mengetahui sampai di ma nakah kekeja man serta kebuasan pe milik kuil yang misterius itu. Maka sewaktu mereka me lihat se munculnya Ku See- hong dari dalam kuil itu, disangkanya dialah pemilik kuil yang misterius serta berbahaya itu. Tanpa terasa sekujur tubuh mereka gemetar keras.
Ku See-hong mendongakkan kepalanya. Sekarang dia baru mengetahui akan kehadiran ketiga sosok bayangan manusia itu. Sinar aneh yang tajam segera me mancar keluar dari balik matanya, dengan wajah ha mbar dia segera berhenti.
Ketiga sosok bayangan manusia itupun sudah melihat wajah Ku See-hong dengan jelas sekarang, rasa kaget bercampur tercengang cepat melintas di atas wajahnya, perasaan takut yang semula mence kam hati mereka kini hilang lenyap dengan begitu saja.
Sambil tertawa dingin dengan suara yang menyeramkan, ketiga sosok bayangan manusia itu segera berkelebat maju ke depan dan mende kati Ku See-hong. Betul rasa di hati mereka sudah banyak berkurang, akan tetapi satu dua bagian rasa ngeri masih terselip di hati masing- mas ing.
Paras muka Ku See-hong sendiripun berubah hebat setelah menyaksikan gerakan tubuh lawan yang begitu enteng, dia tahu ketiga orang itu sudah pasti adalah jago kelas atas dalam dunia persilatan.
Di bawah sinar bintang, tampak orang tiga itu masing- masing mengenakan baju hitam yang panjang dengan potongan badan yang lurus jangkung seperti tengkorak. Rambutnya yang panjang dibiarkan terurai di pundak, bibirnya tajam dengan kening yang sempit, masing- masing berwajah seram persis bagaikan iblis.
Dia m-dia m Ku See-hong berpikir di dalam hatinya:
“Heran, mengapa tiga orang manus ia yang bertampang bagaikan iblis ini bisa menyiarkan hawa sesat yang begini tebal secara menger ikan? Mana wajah seram menyeringa i lagi dengan menger ikan, sungguh me mbikin hati orang merasa kebingungan… dan tak tahu siapa gerangan diri mereka itu?”
Sementara dia masih berpikir, manusia aneh berwajah pucat yang berada di sebelah kiri itu segera mementangkan mulut lebar- lebar dan me mperdengarkan gelak tertawa panjang yag menyeramkan. Setelah itu dengan nada yang dingin menggidikkan hati dia menegur: “Bocah keparat, siapa kau? Cepat sebutkan nama anjingmu untuk menerima ke matian.”
Betapa mendongkol dan kesalnya Ku See-hong setelah mendengar perkataan itu, ia segera mendengus dingin.
“Hmm… Kalian tiga orang mahluk, tiga bagian tidak mirip manus ia, tujuh bagian mirip setan, sesungguhnya siluman aneh yang datang dari mana? Kurang ajar benar perkataan kalian itu? Hmm aku tak lebih cuma seorang Bu-beng-s iau-cut (prajurit tak bernama) dalam dunia persilatan, mau apa kalian?”
Makhluk berwajah murung dan sedih, sedikitpun tidak me mbawa hawa kehidupan, yang berdiri di tengah itu, segera tertawa terkekeh-kekeh dengan seramnya, suara makhluk itu dingin bagaikan es, bagaikan he mbusan angin dingin yang datang dari kutub.
Begitu selesai tertawa seram, dia lantas berkata dengan suara menger ikan:
“Bocah keparat, enak benar kalau berbicara, rupanya kau me mang benar-benar adalah seorang prajurit tak bernama di dalam dunia persilatan, heeehh… heeehhh… heeehhh… kami adalah Leng- cuan-sam-po k (Tiga Bayangan Iblis dari Leng-cuan) yang na ma besarnya telah menggetarkan seluruh dunia persilatan, aku sendiri Siang-khi-kui-pok (Siluman Iblis Pe mbawa Kesedihan) Phu Im-sat hendak mengajukan beberapa pertanyaan kepadamu bila kau tidak menjawab dengan sejujurnya, heeehhh heeehhh heeehhh mala m ini juga akan kusuruh kau ma mpus tanpa liang kubur di sini.”
Sudah belasan tahun la manya Ku See-hong berkelana dalam dunia persilatan, tidak sedikit jago persilatan kena maan yang diketahui olehnya, maka dari itu betapa tercekatnya perasaan pemuda tersebut setelah mengetahui kalau ketiga makhluk seram ini bukan lain adalah Leng-cuan-sa m-pok yang amat tersohor akan kebengisannya itu…. Meski begitu, paras mukanya sama sekali tidak menunjukkan perubahan apa-apa. Ternyata Leng-cuan-sam-pok adalah jago kelas satu dari golongan hitam yang termasyhur sekali na manya dalam dunia persilatan. Watak mereka amat kejam, tak kenal ampun dan me mbunuh orang tanpa berkedip.
Mencorong sinar menggidikkan dari balik mata Ku See-hong, serunya dengan dingin:
“Leng-cuan-sa m-pok adalah sa mpah masyarakat di dalam dunia persilatan dewasa ini, apa yang kalian andalkan sehingga begitu berani berlagak di hadapanku? Sungguh tak tahu malu. Orang lain mungkin jeri kepada kalian tapi aku orang she Ku, adalah seorang manus ia yang punya tulang, tak nanti aku bakal jeri kepada mu.
Sebelum pertanyaan kalian ajukan, terlebih dulu akan kuberitahukan kepada mu, lebih baik jangan bertanya, sebab tak nanti aku akan menjawab pertanyaan kalian barang setengah patah katapun. Mengerti?”
Ku See-hong bukan orang yang bodoh, baru saja Siang-khi- kui- pok Phu- im-sat bertanya sampai di situ, dia sudah mengetahui apa yang hendak mereka tanyakan.
Makhluk perta ma menonjo l bergigi taring dan ber mata bengis bagaikan binatang liar yang berdiri di sebelah kanan itu segera berteriak aneh, bentaknya:
“Bocah keparat, berapa butir sih batok kepala yang kau miliki? Begitu berani me mandang hina Leng-cuan-sa m-pok! Hmmm, ketahuilah ma lam ini kau sudah menjadi burung dalam cengkeraman kami, jangan harap kau bisa terbang lagi ke angkasa.”
Siang-khi-kui-pok Phu- im-sat menyambung pula:
“Bocah keparat, bukankah barusan kau mas uk ke dalam kuil itu?
Apa yang kau jumpai di situ?”
Ku See-hong adalah seorang pemuda yang keras kepala, angkuh dan ketus hatinya sudah mendongkol sekali ketika menyaksikan ketiga orang mahkluk aneh itu me mbentak-bentak dirinya ma ka sambil tertawa dingin dengan nada yang merasuk tulang, serunya menghina:
“Bila kalian menganggap punya nyali, tak ada salahnya untuk masuk dan selidiki sendiri, dengan cepat kalian akan mengetahui ada apanya di sana. Hmmm. Cuma aku lihat, kalian anjing-anjing geladak yang beraninya cuma menganiaya yang lemah saja ini, masih belum punya keberanian untuk berbuat demikian.”
Makhluk aneh berwajah pucat yang berada di sisi sebelah kiri, Jin-sat-kui-pok (Siluman Iblis Berwajah Pucat) Jin Khi segera me mbentak menggelegar:
“Bocah keparat, diberi arak kehor matan kau tidak mau, justru arak hukuman yang kau cari. Hmmm, sekarang juga akan kusuruh kau merasakan kelihayanku.”
Seusai berkata, secepat sambaran kilat Jin-sat-kui-pok menerjang maju ke depan. Sepasang kakinya bergeser dan berputar secepat angin, lalu sambil menerjang ke depan lawan, sepasang cakar setannya dipentangkan lebar-lebar. Dengan me mbawa suara desingan tajam yang me mekikkan telinga, ia cengkeram jalan darah Cian-cin-hiat di atas bahu Ku See-hong.
Ku See-hong tertawa dingin, badannya memenda m ke bawah, lalu me nggunakan ilmu gerakan tubuh Mi-khi-biau-tio ng yang a mat sempurna itu, secara menyakinkan dia melolos kan diri dari sergapan tersebut.
Menyaksikan kelihayan Ku See-hong di dalam menghindar kan diri dari anca man tersebut, Jin-sat-kui-pok merasa terperanjat sekali, ke mbali ia me mbentak keras, ejeknya sinis:
“Bocah keparat, tak nyana kau me miliki juga ilmu silat kucing kaki tiga yang hebat!”
Di tengah bentakan, sepasang cakar setannya berputar menggulung-gulung, angin puyuh yang maha dahsyat segera keluar dari balik telapak tangannya itu dan menyapu ke seluruh badan lawan. Di tengah desingan angin tajam yang me mekikkan telinga, tiga puluh enam buah jalan darah penting di tubuh Ku See-hong sudah terbungkus di balik gulungan hawa tajam yang menggidikkan hati itu.
Betul pada waktu itu Ku See-hong telah me mpelajari ilmu gerakan tubuh yang amat sempurna, tapi setelah menghadapi angin serangan sedemikian dahsyatnya itu, tak urung dia menjadi tertegun juga sehingga lupa untuk menghindarkan diri.
Jin-sat-kui-pok yang menyaksikan Ku See-hong cuma berdiri saja tanpa berniat untuk menghindar, dalam sangkaannya pemuda itu takabur dan mence mooh dirinya. Ini semua me mbuat hawa amarahnya berkobat ma kin hebat, sepasang matanya yang aneh me mancarkan cahaya tajam yang bengis dan mengerikan.
Dengan cepat hawa pukulannya ditingkatkan menjadi sepuluh bagian. Angin serangan yang tajam se ma kin menggelegar bahkan me mbawa deruan angin dahsyat bagai gulungan o mbak di tengah samudra. Semua he mbusan dahsyat itu bersama-sama menggulung ke atas badan Ku See-hong.
Setelah tersengat oleh desingan angin pukulan musuh yang tajam, Ku See-hong baru tersentak bangun dari kagetnya. Tapi waktu itu keadaan sudah terlambat, angin pukulan yang maha dahsyat dan menyesakkan napas itu sudah mendesak di sekeliling tubuhnya.
Habis sudah r iwayatku kali ini. Habis sudah r iwayatku kali ini… pekik Ku See-hong dalam hati.
Baru saja ingatan itu berkelebat lewat dari benaknya, mendadak Ku See-hong merasakan munculnya segulung hawa panas dan segulung hawa dingin dari dalam pusarnya yang segera menyelimut i sekujur badannya.
Pada saat angin serangan mus uh yang maha dahsyat itu ha mpir mengenai badannya, mendadak hawa murni yang telah menyebar ke dalam tubuhnya itu segera menyusup masuk lewat pori-por i badannya dan segera menyelimuti seluruh badannya. “Blaaa m! Blaaam!” Beberapa kali letusan keras segera mengge legar di angkasa.
Jin-sat-kui-pok hanya merasakan segulung angin pukulannya seperti menghajar di atas segumpa l kapas yang sama sekali tak berkekuatan, dia menjadi a mat terperanjat. Tubuhnya yang berperawakan aneh segera mundur beberapa langkah dengan sempoyongan.
Dia m-dia m Ku See-hong merasa a mat bangga dengan hasil yang berhasil dicapainya itu, pikirnya:
“Aaah… tak kusangka kalau ilmu khikang Kan-kun- mi-s iu yang diajarkan suhu ternyata sedemikian hebatnya.”
Kenyataan ini me mbuat keberanian Ku See-hong makin besar. Betul ia tidak pandai me mperguna kan jurus serangan untuk me lukai musuh, tapi untuk melindungi kesela matan sendiri, rasanya hal ini bukan suatu persoalan lagi.
Di antara Leng-cuan-sam- pok, ilmu silat yang dimiliki Siang- khi- kui-po k Phu Im-sat, terhitung paling tinggi, pengetahuannya juga paling luas. Ketika dilihatnya tenaga pukulan dari Jiu-sat kui-po k yang sanggup menghancurkan batu karang itu ternyata tidak mendatangkan hasil apa-apa ketika menghajar di tubuh lawan, dia m-dia m ia merasa tercekat sekali.
Bahkan dia yang sangat berpengalaman di dalam dunia persilatan pun, ternyata tak bisa menebak ilmu silat apakah yang dimiliki oleh Ku See-hong tersebut.
Ternyata di dalam kepandaian sakti atau hawa khikang maca m apapun yang ada di dunia ini, bila sa mpai terhajar oleh serangan lawan, tentu akan menghasilkan tenaga pantulan yang maha dahsyat.
Sebaliknya hasil dari Kan-kun- mi-s iu adalah melenyapkan tenaga serangan lawan dengan begitu saja tanpa wujud. Semakin besar tenaga tekanan yang datang dari luar, goncangan yang dialami Ku See-hong dalam peredaran darahnya akan se makin besar pula. Akibatnya bukan saja tak sampa i merugikan diri sendiri, ma lah sebaliknya me mpercepat daya kemajuan yang dicapai oleh tenaga dalam itu sendiri.
Siang-khi-kui-pok Phu Im sat me mperdengarkan gelak tertawanya yang rendah berat dan mengerikan, ke mudian katanya dengan dingin:
“Orang she Ku, jika hari ini kau bersedia menjawab pertanyaan kami, Leng-cuan-sa m-pok pasti akan menyusahkan dirimu lagi, bahkan dalam perjalananmu selanjutnya dalam dunia persilatan, semua orang dari golongan hitam tak akan menyusahkan dirimu.”
Leng-cuan-sa m-pok yang kejam bengis dan tak pakai aturan, ternyata sudah mengucapkan kata-kata yang demikian sungkannya terhadap seorang prajurit yang tak bernama dari dunia persilatan, sesungguhnya kejadian ini boleh dibilang merupa kan suatu keanehan.
Ku See-hong yang cerdik tentu saja juga tahu kalau Leng-cuan- sam-pok telah dibikin gentar oleh hawa khikang Kan-kun- mi-siu yang dimilikinya itu, justru karena tahu lihaynya maka mere ka baru mengurangi kebuasan serta kekejiaan mereka.
Ku See-hong segera tertawa dingin, ke mbali katanya dengan nada menghina:
“Leng-cuan-sa m-pok, kalian berani me masuki kuil ini berarti kalian segera akan tewas secara menger ikan, me mangnya kalian anggap masih bisa lolos dari tempat ini dengan sela mat? Terlalu banyak kejahatan yang kalian bertiga lakukan sela ma ini, aku orang she Ku tak akan mengampuni jiwa kalian, hayo cepat serahkan nyawa anjing kalian bertiga!”
Ketika berbicara sa mpai di situ, suara Ku See-hong berubah makin keras dan menger ikan dita mbah lagi wajahnya yang dingin menyeramkan, tanpa terasa membuat Leng-cuan-sa m-pok yang berhati bengis itu berkesiap sekali dibuatnya. Ketika selesai berbicara Ku See-hong tak berani turun tangan lebih dulu, sebab sekarang boleh dibilang setengah jurus pun tidak ia miliki. Bila sampai dia turun tangan melancarkan serangan lebih dulu, selain siasatnya bakal terbongkar, gertak sambalnya juga akan konangan, ma lah bisa jadi sele mbar wajahnya ikut me layang.
Maka dari itu dia hanya mengawasinya Leng-cuan-sa m-pok dengan sepasang matanya yang dingin menyeramkan serta me mancarkan cahaya yang menggidikkan hati itu.
Leng-cuan-sa m-pok agak bergidik juga menghadapi tantangan dari pemuda itu. Sesungguhnya mereka adalah kawanan manusia licik yang berotak tajam. Entah mengapa sikap Ku See-hong yang berwibawa me mbuat hati mereka ma kin menciut. Diam-dia m hawa murninya segera disalurkan ke seluruh badan untuk bersiap-s iap menghadapi segala ke mungkinan yang tak diinginkan.
Begitulah, empat sosok bayangan manusia segera berdiri saling berhadapan di tengah suasana hawa pembunuhan yang menyelimuti seluruh angkasa.
Pohon peng-yang yang terhembus angin menimbulkan suara gemeris ik yang me me kikkan telinga, suasana di sekeliling tempat itu makin la ma diliputi suasana se makin tegang dan mena kutkan.
Berapa saat lamanya keempat orang itu berdiri saling berhadapan, diam-dia m Ku See-hong merasa amat gelisah, dia tahu bahwa dirinya tidak me lancarkan serangan lebih dulu, akhirnya sandiwara itu pasti akan terbongkar.
Berpikir de mikian, Ku See-hong segera mendongakkan kepalanya dan berpekik nyaring, suara pekikannya yang keras serasa me mbe lah seluruh angkasa.
Kakinya me mperguna kan ilmu gerakan Mi- khi- biau-tiong untuk bergerak maju bagaikan sa mbaran setan. Dengan suatu kecepatan yang luar biasa dia melayang ke depan, tangannya bergerak aneh dan segera mempraktekkan jurus Hoo-han-seng-huan, yang berulang kali sudah dilatihnya tanpa mendatangkan hasil itu. Ketika Leng-cuan-sa m-pok menyaksikan gerak maju Ku See-hong sangat aneh dan sakti, hati mereka terkesiap, kemudian sambil me mbentak keras, enam gulung tenaga pukulan yang dilancarkan dengan me mpergunakan segenap tenaga murni yang mere ka miliki itu, dengan menciptakan berpuluh-puluh ja lur hawa sakti yang menger ikan, bagaikan sebuah jaring langit jala bumi menggulung datang dari empat arah delapan penjuru dan menggulung sekujur badan Ku See-hong.
Leng-cuan-sa m-pok dia m-dia m merasa bergidik juga bila mengingat kehebatan musuhnya itu. Mereka mengira Ku See-hong hendak melancarkan serangan me matikan, ma ka begitu turun tangan, masing- masing pihak segera melepaskan dua gulung tenaga pukulan yang dahsyat bagaikan gulungan angin puyuh untuk menghadang gerak maju pe muda itu.
Tampak desingan angin tajam bagaikan gulungan o mbak besar di tengah samudra menyapu ke depan berbarengan, kedahsyatannya sukar untuk dilukiskan dengan kata-kata.
Paras muka Ku See-hong yang tampan itu segera berubah hebat, gerakan Ho-han-seng-huan yang digunakannya tadi sesungguhnya tak lebih cuma pancingan belaka… tak tahunya justru telah me mancing datangnya serangan me matikan dari ketiga orang lawannya itu.
Blaaa m! Blaaa m! Blaaam....!” letusan letupan beruntun segera mengge legar di angkasa dan menggoncangkan seluruh per mukaan.
Ku See-hong hanya merasakan peredaran darah dalam tubuhnya bergoncang keras, kuda-kudanya tergempur dan terseret oleh tenaga pukulan yang maha dahsyat itu. Tubuhnya mundur sejauh empat lima langkah ke belakang sebelum bisa berdiri tegak.
Ia sanggup menyambut serangan gabungan dari Leng-cuan-sam- pok yang maha dahsyat serta semuanya tertuju pada bagian tubuh yang mematikan tanpa cidera, sesungguhnya kejadian ini sudah cukup me nggetarkan perasaan musuh- musuhnya. Dasar wataknya me mang tinggi hati dan keras kepala, sesudah bergetar mundur oleh serangan musuh, ia menjadi naik darah. Sambil me mbentak gusar tubuhnya meluncur maju lagi ke muka, dengan suatu gerakan yang sangat aneh sepasang lengannya masih saja digerakkan me mainkan jurus Hoo-han-seng-huan.
Setelah berulang kali anak muda itu menunjukkan gerakan yang aneh, suatu perasaan aneh segera muncul dalam hati Leng-cuan- sam-pok, pikirannya tanpa terasa:
“Aneh betul bocah keparat ini mengapa dia cuma bergerak maca m tarian setan saja? Pada hakekatnya sedikitpun tidak mirip dengan suatu jurus serangan. Me malukan, tadi nyaliku ha mpir saja pecah dibuatnya karena ketakutan.”
Sekalipun di hati kecilnya mereka berpikir demikian, namun gerakannya tak berani berayal, tiga sosok bayangan manusia mendadak berkelebat lewat dengan gerakan yang aneh.
Jin-sat-kui-pok me me ntangkan cakar setannya lebar-lebar, diir ingi desingan angin serangan yang dahsyat segera mencengkeram ke atas batok kepala lawan.
Waktu itu, betul Ku See-hong me mainkan jurus Hoo-han-seng- huan, akan tetapi ia tak pernah ma mpu me mpergunakan jurus serangan ini secara sesungguhnya. Akibat dari hal itu, melukis harimau tidak jadi, yang muncul adalah anjing.
Sementara pe muda itu mas ih belum tahu bagaimana caranya me mperguna kan serangan tersebut secara tepat… sepasang cakar setan dari Jin-sat-kui-pok Jin- kai telah mencengkera m erat nadi pada pergelangan tangan kirinya serta jalan darah cian-cing-hiat di atas bahu.
Ku See-hong terperanjat sekali, buru-buru dia mempergunakan ilmu gerakan tubuh Mi-khi-biau-tiong untuk berkelit ke sa mping.
Tapi sayang keadaan sudah terla mbat, Ku See-hong hanya merasakan bahu kanannya terasa sakit sekali seperti diiris-ir is dengan pisau, tahu-tahu bahu itu sudah tersambar lima buah jalur luka panjang oleh cakar setan lawan yang tajam. Darah segar segera muncrat keluar me mbasahi seluruh bajunya.
Setelah berulang kali menga mati gerak-gerik musuhnya yang aneh, agaknya waktu itu Siang-khi- kui-po k Phu Im-sat telah me maha mi apa gerangan yang sedang dihadapi.
Serentetan suara tertawa anehnya yang melengking me mekikkan telinga bagaikan lolongan serigala itu segera mengge ma di angkasa. Dengan suatu gerakan cepat ia mendesak ke muka, ke mudian jengeknya dengan suara dingin:
“Bocah keparat, kepandaian silatmu tak becus ternyata kepandaian berbicaramu hebat, heeehh… heeehh… heeehh… jangan harap pada mala m ini kau bisa lolos dari kepungan cakar setan yang telah disebarkan Leng-cuan-sam-po k di sekeliling tempat ini, heeehh… heeehh….”
Sementara mulutnya me mperdengar kan suara tertawa setan yang dingin menyeramkan dan tak sedap didengar itu, tubuhnya bagaikan sukma gentayangan pelan-pelan mengha mpiri Ku See- hong. Sepuluh jari tangannya yang tajam mir ip cakar setan dipentangkan lebar-lebar dan siap menerka m mangsanya.
Kobaran api amarah dan dendam mencorong keluar dari balik mata Ku See-hong yang jeli, dia me mbentak keras, sepasang lengannya diputar secara aneh la lu menubruk lagi ke depan.
Siang-khi-kui-pok Phu Im-sat berpekik aneh, tubuhnya yang kurus kering t inggal kulit pe mbungkus tulang itu melintas dengan gerakan aneh, lalu secepat kilat berputar ke sisi kiri Ku See-hong. Cakar setannya yang tajam dengan cepat menyambar ke bawah.
Ku See-hong merasakan bahu kirinya sakit sekali bagaikan diiris dengan pisau, lima buah bekas luka yang me manjang sekali lagi muncul di atas bahunya akibat sambaran dari Siang-khi-kui-po k tersebut, saking sakitnya dia mundur sa mpa i sejauh dua t iga langkah lebih. Di pihak la in, Siong-cing-kui-pok (Siluman Iblis Ber mata Bengis) Sin Jian-siau telah menggerakkan sepasang lengan iblisnya untuk menyerang ke depan.
“Sreet! Sreet!” desingan angin tajam yang me mekikkan telinga mengge ma di angkasa.
Ku See-hong merasakan kakinya ge metar keras, lalu mendengus tertahan, baju bagian punggungnya tercabik-cabik hancur, kulitnya robek besar tersambar oleh sepasang cakar setan Siong-cing-kui- pok yang tajam, darah segar berceceran me mbasahi seluruh badannya.
Jin-sat-kui-pok tidak menyia-nyiakan kesempatan baik itu, lengannya diputar ke mudian, Wees dia melepaskan sebuah pukulan tinju ke depan. Setelah itu sepasang telapak tangannya ke mbali diayunkan ke depan dengan kecepatan bagaikan kilat. Segulung tenaga pukulan yang sangat kuat ibaratnya gulungan omba k dahsyat di tengah samudra, dengan me mbawa daya kekuatan yang ma mpu menghancurkan batu karang, segera menggulung Ku See- hong.
Padahal Ku See-hong baru dapat berdiri tegak, melihat datangnya angin pukulan yang demikian dahsyatnya itu, ia menjadi amat terkejut.
“Blaaamm…!” suatu ledakan keras ke mbali terjadi. Ku See-hong ke mbali terhajar oleh serangan itu sehingga terpental ke arah lain.
Di pihak sana, Siang-khi- kui-po k Phu Im-sat sudah tahu kalau Ku See-hong me miliki se macam ilmu silat yang aneh sekali. Tanpa suatu kepandaian yang lihay, sulit untuk merenggut nyawa si anak muda tersebut.
Maka secara dia m-dia m lantas ia menghimpun tenaga beracunnya yang telah dilatih sela ma puluhan tahun itu. Perawakan tubuhnya yang sebenarnya kurus kering itu, tahu-tahu mengge le mbung seperti me mbengkak secara tiba-tiba. Bersamaan itu pula, tulang belulang yang berada di dalam tubuhnya juga gemerutukan keras. Setelah berkumandang serentetan bunyi ledakan yang nyaring itu, badannya yang kurus kering tahu-tahu menyusut pula sehingga lebih pendek separuh bagian.
Jin-sat-kui-pok dan Siong-cing-kui-po k juga tidak tinggal dia m, serentak mereka salurkan pula tenaga beracunnya untuk bersiap- siap melancarkan serangan me matikan.
Kemudian, tiga orang iblis dari Leng-cuan sa m-po k yang bengis dan berhati keji itu pelan-pelan berjalan mendekati Ku See-hong. Mereka segera menyebarkan diri me mbentuk posisi segitiga.
Keadaan Ku See-hong pada waktu itu sudah mengenaskan sekali. Sekujur badannya penuh dengan luka, darah segar menoda i badannya, rambut yang panjang terurai kalut, bajunya sobek dan compang-ca mping, keadaannya mengenskan sekali. Ketika itu dengan wajah yang mengejang serta sorot mata yang me mancarkan kebengisan, ia melototi ketiga orang itu penuh ke marahan.
Angin musim gugur berhe mbus lewat dan menggoyangkan pepohonan, bayangan pohon yang bergerak-gerak seakan-akan berubah menjadi cakar setan yang sedang dipentangkan, bunyi deruan yang kencang seolah-olah jeritan iblis yang mengerikan. Sedemikian seram dan menakutkannya suasana di sekeliling te mpat itu, me mbuat bulu ro ma orang pada bangun berdiri.
Bayangan tubuh Leng-cuan-sam-po k yang terbias sinar bintang, me manjang di atas permukaan tanah, sudut kepungan mereka kian la ma bertambah kecil.
Ku See-hong berusaha me mutar otaknya mati- mat ian untuk me mecahkan jurus Hoo-han-seng-huan tersebut. Akan tetapi bagaimana pun juga, dia selalu gagal untuk me maha mi gerakan tangan dari Bun-ji koan-su tersebut.
Sekarang ia sudah menyaksikan, lengan- lengan kurus dari Leng- cuan-sam-po k me mbengkak besar, kulitnya pelan-pelan berubah pula menjadi merah me mbara seperti baranya api. Selain itu diapun mene mukan, tiap kali mereka melangkah maju ke depan, sebuah bekas telapak kaki yang dalam segera muncul di atas permukaan tanah, padahal diapun tahu per mukaan tanah di situ lebih keras daripada batu karang.
Kalau dilihat dari tindakannya yang dia mbil Leng-cuan-sa m-pok di mana mereka telah mengeluar kan pukulan beracunnya, dapat diketahui bahwa orang-orang itu sudah bertekad hendak me mbinasakan Ku See-hong di ujung pukulan beracun mereka yang menger ikan itu. Dari sini dapat diketahui pula sa mpai di mana kah kekeja man serta kebusukan hati mere ka.
Dia m-dia m Ku See-hong berpekik di dalam hatinya:
“Suhu, oooh suhu. Bantulah tecu, bantulah diri tecu agar cepat me maha mi rahasia jurus Hoo-han seng-huan tersebut, kalau tidak, tecu bakal ma mpus di ujung tangan ketiga orang setan iblis itu.”
Dalam pada itu, Leng-cuan-sa m-pok sudah berada lebih kurang lima depa di hadapan Ku See-hong.
Mendadak….
Tiga makhluk aneh tersebut sama-sa ma berpekik aneh, suaranya yang keras dan menyeramkan itu menggelegar me mbe lah kesunyian mala m.
Enam buah telapak tangan yang merah me mbara dan berbau amis, secepat kilat mengayunkan ke depan dan melontarkan enam gulungan kobaran bara beracun yang berwarna hijau. Diiringi desingan tajam yang luar biasa bagaikan gulungan o mbak di tengah samudera langsung menghajar ke depan. Serangan itu ganas, kejam, dan hebat, seperti air bah yang menjebolkan bendungan, langsung menghajar tubuh lawan.
Ku See-hong terperanjat sekali, apalagi setelah menyaksikan kabut hijau berbau amis yang disertai tenaga pukulan yang maha dahsyat itu muncul dari pelbagai sudut yang aneh dan menggencet tubuhnya di tengah arena itu. Blaaamm! Blaaamm! Blaaamm! Benturan keras mengge legar secara beruntun.
Ku See-hong merasakan hawa darah di dalam tubuhnya bergolak sangat keras, benaknya bagaikan kosong me lo mpong dan … “Bluuum” tubuh Ku see-hong tergeletak jatuh di tanah.
Melihat Ku See-hong sudah terhajar telak oleh serangan mere ka yang beracun, Leng-cuan-sam-pok segera tertawa terbahak-bahak dengan seramnya. Suara mereka keras seperti jeritan setan iblis dan seram bagaikan lolongan serigala liar. Di balik gelak tertawanya yang panjang berat dan me mekikkan telinga tadi, terselip pula rasa bangga dan ge mbira yang tak terkirakan.
Dalam keadaan sadar tak sadar, mendada k Ku See-hong seperti terbayang kembali bayangan tubuh Bun-ji- koan-su yang sedang menggerakkan tangannya secara aneh diiringi gerakan tubuh yang luar biasa, ke mudian dalam kilatan cahaya tajam, jalan darah di atas tubuhnya seakan-akan tertotok.
Ku See-hong yang tergeletak kaku di tanah, mendadak me mperdengarkan teriakan keras yang me mekikkan telinga:
“Haaah! Aku sudah me maha mi jurus Hoo-han-seng-huan! Aku sudah me maha mi jurus Hoo-han-seng-huan tersebut!”
Menyusul teriakan tersebut, Ku See-hong dengan suatu gerakan yang sangat aneh segera melo mpat bangun dari atas tanah.
Leng-cuan-sa m-pok hanya tertawa tergelak terus dengan bangganya. Mereka baru tertegun setelah melihat tubuh Ku See- hong me lo mpat bangun secara tiba-tiba. Dengan cepat lengan mereka diputar me mbentuk satu gerak lingkaran.
Di tengah kegelapan, terlihatlah gulungan angin dingin yang mirip pusaran angin berpusing di atas bumi, menggulung ke muka dan menyapu Ku See-hong.
Ku See-hong menggerakkan kakinya dan menerobos masuk ke balik gulungan angin berpusing yang maha dahsyat itu. Secara aneh, mendadak seluruh badannya melengkung dan melejit, tubuhnya melo mpat tinggalkan per mukaan tanah, lalu seperti udang bago dia me letik tiga depa ke udara.
Bersamaan itu juga, sepasang lengan Ku See-hong berputar kayun secara aneh, suara letusan demi letusan yang nyaring mengge ma di angkasa. Selapis cahaya tajam yang berkilauan segera terhias di seluruh angkasa.
Sepasang lengannya direntangkan ke kiri kanan, dua gulung angin pukulan yang putih bersih seperti kemala mendadak meluncur ke arah Jin-sat-kui-pok serta Siong-gan-kui-po k dan menghajar jalan darah penting di atas dadanya.
Inilah gerakan kedua dari ilmu Hoo-han-seng-huan yang disebut Jin-hay-hu-seng (Lautan Manusia Timbul Tenggela m).
Terdengar dua kali jeritan ngeri yang me milukan hati berkumandang me mecahkan keheningan.
Dua sosok tubuh yang tinggi besar itu mencelat sejauh dua kaki lebih dan… “Bluuuk” terbanting di atas tanah.
Sebuah mulut luka yang besar sekali muncul di atas dada Jin-sat- kui-po k serta Siong-gan- kui-po k. Darah segar seperti pancuran segera berhamburan di mana- mana.
Begitulah, dua orang gembong iblis yang kejam dan tersohor dalam dunia persilatan, akhirnya tewas di ujung telapak tangan Ku See-hong setelah me mpergunakan jurus J in-hay-hu-seng dari ilmu Hoo-han-seng-huan yang telah menggetarkan seluruh dunia persilatan itu.
Mimpipun Ku See-hong tidak menyangka bahwa serangannya dengan jurus Hoo-han-seng-huan tersebut sanggup me mbinasakan Jin-san-kui-po k serta Siang-gan-kui- pok tanpa me mberi kese mpatan bagi lawannya banyak berkutik.
Dia mengira dirinya masih berada di alam impian, untuk sesaat la manya dia berdiri ter mangu- mangu di situ sa mbil mengawasi dua sosok mayat yang terkapar dalam keadaan mengerikan di hadapannya itu. Sejak me loncat bangun dari tanah sampai mengeluarkan jurus tangguh untuk me mbunuh dua orang ge mbong iblis itu, serentetan gerakan tersebut dilakukan Ku See-hong dalam waktu yang amat singkat.
Waktu itu, Siang-khi-kui-pok Phu Im-sat sudah dibikin pecah nyalinya oleh kelihayan lawan, tiba-tiba jeritnya:
“Hoo-han-seng-huan?!”
Tiba-tiba secepat he mbusan angin kencang dia me mbalikkan badan dan melo mpat sejauh empat kaki dari situ, ke mudian tanpa me mbuang waktu lagi dia melarikan diri terbirit-birit dari situ.
Ku See-hong yang mendengar Siang-khi-kui-pok menjeritkan kata Hoo-han-seng-huan juga amat terkejut, dengan cepat ia tersadar kembali dari la munannya, tapi ketika itu Siang-khi-kui-po k sudah berada tujuh kaki dari te mpat se mula.
Pada saat itulah….
Mendadak dari atas pohon Pek yang lebih kurang enam kaki di depan Ku See-hong berkumandang suara bentakan yang amat nyaring, Jcin…”Sreeet” segulung angin pukulan tajam mendesis.
Dari atas puncak pohon yang delapan kaki tingginya itu, me luncur keluar sesosok bayangan tubuh yang ramping dan kecil. Lalu dengan gerakan yang cepat dia sudah meluncur ke bawah dan me layang turun persis di hadapan Siang- khi- kui-po k.
Waktu itu, keadaan Siang-khi- kui-po k ibaratnya anjing yang baru kena digebuk, ketika me lihat datangnya bayangan manusia dari tengah udara, ia segera meraung keras, dengan menghimpun segenap tenaga dalam yang dimilikinya, dua gulung angin pukulan segera dilontarkan ke muka.
Bayangan manus ia yang ra mping itu ke mbali me mbentak nyaring, sepasang telapak tangannya melancarkan selapis bayangan telapak tangan yang rapat bagaikan jaring laba-laba. Lalu tubuhnya me lejit ke mbali di udara, dua bayangan kaki menyusul tiba. Gerakan tubuhnya yang lincah dan gerakan jurus serangannya yang indah, sungguh merupa kan suatu perpaduan yang serasi.
Mendadak….
Jeritan ngeri yang memilukan hati ke mbali berkumandang me mecahkan keheningan.
Selembar nyawa Siang-khi-kui-pok segera melo mpat keluar dari tubuh kasarnya dan menyusul nyawa Jin-sat-kui-pok serta Siong-jin- kui-po k yang sudah keluar dari raganya lebih dulu itu. Sedangkan tubuh kasarnya mencelat sejauh empat lima kaki sebelum tergeletak untuk sela manya di sana.
Dia m-dia m Ku See-hong merasa terperanjat juga setelah menyaksikan ke ma mpuan bayangan manus ia itu sewaktu me mbunuh Siang-khi- kui-po k.
Baru saja ingatan terbersit melintas lewat, mendadak pemuda itu mengendus bau harum se merbak berhe mbus lewat di depan tubuhnya. Bayangan tubuh yang ramping tadi, bagaikan sele mbar kapas yang terhembus angin, dengan entengnya melayang turun tepat di hadapan Ku See-hong.
Demo nstrasi ilmu mer ingankan tubuh yang sempurna serta gerak serangan bagaikan sambaran setan ini menggidikan hati Ku See- hong, dengan wajah berubah hebat dia mundur tiga e mpat langkah ke belakang dengan perasaan was-was.
Agaknya si anak muda itu sudah dibikin keder oleh kehebatan orang itu.
Tiba-tiba….
Suara cekikikan yang merdu merayu kemba li berkumandang di angkasa. Suara tertawa itu begitu merdu dan begitu merayu sehingga cukup me mpesonakan hati orang.
Sedangkan pe muda itu mas ih me longo, suara tertawa itu mendadak berhenti lalu kedengaran seseorang menda mprat dengan suara yang dingin seperti es: “Bocah tolol, kau anggap sudah ketemu setan di siang hari bolong…? Coba pentang dulu matamu lebar- lebar….”
Di bawah sinar bintang terlihat seorang gadis cantik yang tinggi sema mpai bergaun biru dan berambut panjang telah berdiri di hadapannya.
Gadis itu me mang cantik sekali bak bidadari dari kahyangan, selain matanya jeli bagaikan bintang timur, hidungnya mancung, bibirnya kecil mungil, kulit badannya juga putih mulus bagaikan susu murni. Akan tetapi, waktu itu dia berdiri dengan wajah sedingin es, mata mendelik besar dan hawa nafsu membunuh menyelimuti seluruh wajahnya. Hal ini me mbuat gadis tersebut ibaratnya sekuntum bunga mawar yang berduri….
Sejak kecil Ku See-hong sudah mengala mi musibah yang mengenaskan, sepanjang tahun di hidupnya menge mbara dalam dunia persilatan dan dice mooh orang banyak, penderitaan serta kesengsaraan yang dideritanya itu membuat ia me miliki watak yang aneh serta pandangan yang sempit.
Terutama sekali terhadap kaum wanita, entah mengapa, dalam hati kecilnya bisa timbul perasaan benci yang tebal. Sekalipun terhadap perempuan yang bagaimanapun cantiknya, dia juga tak pernah merasa terpikat apalagi tertarik.
Apalagi setelah selama beberapa hari ini ia mendengar kisah cerita Bun-ji koan-su yang mengisahkan tragedi serta pengala man pahit yang dialaminya sela ma hidup, kese muanya itu me mbuat pandangannya terhadap perempuan bertambah ekstrim, dia me mandang pere mpuan seakan-akan ular yang a mat berbisa sekali.
Begitulah Ku See-hong yang sombong dan tinggi hati, mana tahan setelah mendengar caci maki si nona cantik berbaju biru itu? Sambil mendengus gusar dari matanya segera terpancar keluar sinar mata yang menggidikkan hati.
“Nona!” serunya ketus, “Begitu datang lantas mencaci maki orang apakah tidak merasa kalau perbuatanmu akan menurut kan martabatmu di depan orang?” Berkedip- kedip sepasang mata si nona cantik berbaju biru yang jeli itu, serunya:
“Kau ma ksudkan aku?”
Sambil berkata begitu, dengan jari tangannya yang lentik dia tuding ke ujung hidung sendiri sehingga keadaannya tampak konyol.
Ku See-hong mendengus dingin, dengan nada sinis serunya: “Hmm. Bila kau menganggap dirimu itu a mat cantik sehingga
merasa perlu untuk me masang aksi dan menar ik perhatian di hadapanku, maka kukatakan kepada mu terus terang, kau telah salah mengincar manusia. Aku orang she Ku tidak bakal terpikat oleh tingkah lakumu yang konyol itu. Hmm…. Di sini hanya ada kau dan aku, kalau bukan kau yang kumaksudkan me mangnya aku lagi berbicara dengan orang lain?”
Kehor matan si nona benar-benar merasa tersinggung setelah mendengar caci maki dan ce moohan seorang pria yang diucapkan secara terang-terangan di depan matanya itu. Apalagi dia adalah seorang gadis cantik yang biasanya selalu disanjung serta dipuji-puji orang.
Tapi anehnya nona cantik berbaju biru itu tidak menjadi marah setelah mendengar cemoohan tersebut, malah sebaliknya, sekulum senyuman manis segera menghiasi wajahnya yang cantik.
Sambil me mutar biji matanya yang jeli katanya lagi dengan suara merdu:
“Mengapa sih kau musti galak-ga lak begitu? Aku cuma bergurau saja apalah salahnya?”
Tapi setelah berhenti sejenak, mendadak dengan kening berkerut dia menda mprat lagi:
“Lelaki busuk, coba kalau aku tidak ber maksud untuk mengajukan beberapa buah pertanyaan kepadamu, sedari tadi aku sudah me mbunuh dirimu, lebih baik sedikitlah tahu diri.” Paras mukanya ketika itu diliputi oleh hawa nafsu me mbunuh yang tebal, sepasang alis matanya berkenyit dan wajahnya dingin seperti es, keadaannya sungguh mengerikan sekali.
Ku See-hong me njadi tercengang sekali oleh perubahan sikap orang, diam-dia m pikirnya:
“Perempuan ini benar-benar aneh sekali, marah senang, susah diduga. Perubahan wataknya juga tak menentu sudah pasti dia bukan seorang pere mpuan baik-ba ik.”
Berpikir sa mpai di situ, selapis hawa dingin yang kaku segera menyelimuti wajah Ku See-hong, bentaknya dengan gusar:
“Hei, apa maksudmu me ma ki aku sebagai lelaki bau? Hmm. Kalau kau berani me maki le laki bau, le laki bau terus, jangan salahkan kalau aku orang she Ku tak akan berlaku sungkan lagi kepadamu….”
“Apakah kau tidak ingin dimaki orang sebagai lelaki bau?” seru gadis cantik berbaju biru itu lagi sa mbil tertawa cekikikan, “… tapi suhuku selalu menyuruh aku menyebut kalian sebagai le laki bau, ma lah katanya, makin ganteng tampang orang itu, semakin pantas kalau mereka dibunuh… masa ucapan guruku tidak benar?”
Mendengar perkataan itu, Ku See-hong merasakan hatinya bergetar keras, pikirnya:
“Masa di dunia ini terdapat manusia yang begitu aneh serta begitu sempit pikirannya sehingga mur id sendiripun diajarkan untuk me mbunuh pria-pria ta mpan di dunia ini? Aaa… Mungkin gurunya juga seseorang yang pernah mengala mi kegagalan di dalam soal cinta?”
Pelbagai ingatan segera berkecamuk dalam benak Ku See-hong, ke mudian setelah mendengus dingin katanya:
“Nona, perkataan gurumu itu tentu saja salah besar. Kalau ingin me mbunuh orang harus dibedakan dulu mana yang baik dan mana yang jahat, mana boleh me mandang rendah nyawa orang lain? Hmm. Bila kau berani se mbarangan me mbunuh orang yang baik, aku orang she Ku yang pertama-tama akan mencar imu untuk me mbuat perhitungan.”
Senyuman yang semula menghiasi wajah gadis cantik berbaju biru itu ke mbali lenyap tak berbekas, kemudian dengan wajah dingin bagaikan es ia berkata:
“Hm… Kau lagi me mbicarakan soal teori apa? Me mangnya ingin menasehati aku? Aku mau tanya, dari mana kau pelajari jurus Hoo- han-seng-huan tersebut? Di dapat dari me ncuri? Kalau tidak mengaku terus terang, jangan menyesal kalau kubunuh dirimu biar mati secara mengenaskan.”
Naik pitam Ku See-hong sesudah mendengar ucapan itu, dengan suara mengge legar segera bentaknya:
“Perempuan sialan, dengan dasar apa kau ingin menyelidiki asal- usulku…?”
Sekulum senyuman manis segera menghiasi ke mba li ujung bibir nona cantik berbaju biru itu, bentaknya:
“Kau ingin tahu? Ilmu silat-lah dasarku.”
Tubuhnya direndahkan lalu telapak tangannya secepat sambaran kilat diayunkan ke depan, angin pukulan yang tajam bagaikan pisau menderu-deru di udara dan langsung menghanta m ke tubuh anak muda tersebut.
Baik soal ilmu pukulan ma upun soal ilmu gerakan tubuh, semuanya dilakukan secara se mpurna dan luar biasa hebatnya.
Ketika itu, Ku See-hong telah berhasil me maha mi jurus Hoo-han- seng-huan yang diwariskan gurunya Bun-ji koan-su kepadanya. Begitu melihat datangnya serangan maut dan si nona berbaju biru itu, kontan saja timbul kesan yang jelek sekali terhadap lawannya itu. Maka di kala serangan maut itu sudah berada di depan mata, alis matanya segera berkenyit, sinar mata dingin yang menggidikkan hati mencorong keluar, sa mbil menengadah dia berpekik keras. Berbareng dengan mengge manya suara pekikan tersebut, tiba- tiba sepasang telapak tangannya digetarkan kian ke mari, di tengah desingan angin tajam tercipta sebuah lingkaran cahaya yang amat menyilaukan mata.
Menyusul terpancarnya cahaya berkilauan yang berlapis-lapis tadi, tubuhnya mendadak miring ke sa mping, seluruh tubuhnya me lintang lima depa di udara. Dalam posisi yang aneh kemudian sepasang kakinya dijejakkan ke udara dan me layang ke mbali ke tanah.
Pada saat dasar kakinya telah mene mpel di tanah, tubuh bagian atas Ku See-hong yang miring itu menerobos masuk ke tengah gulungan angin pukulan dahsyat yang dilancarkan oleh gadis cantik berbaju biru itu….
“Sreeet…” desingan angin tajam serasa me mbe lah di angkasa.
Segulung cahaya putih yang a mat menyilaukan mata, bagaikan sambaran kilat cepatnya langsung menerobos ke depan dan menyerang jalan darah Thian-khi-hiat di tubuh gadis berbaju biru itu.
Gerakan yang barusan dipergunakan bukan lain adalah jurus ketiga dari Hoo-han-seng-huan yang berna ma Tee-jin-hun-ga k (Sukma Gentayangan Di Dasar Neraka).
Gadis cantik berbaju biru itu sebenarnya adalah murid kesayangan seorang tokoh sakti dunia persilatan yang termasyhur namanya di dunia ketika itu. Kelihaian ilmu silatnya boleh dibilang luar biasa sekali, sehingga cuma beberapa gelintir manus ia saja yang sanggup menghadapi anca man serangannya.
Tapi, ketika ia menyaks ikan datangnya serangan dahsyat dari Ku See-hong itu, kontan saja paras mukanya berubah hebat. Sambil me mbentak keras, selendang sutera di atas bahunya itu meluncur ke depan dengan membawa desingan angin tajam… “Sreet! Sreeet!” gulungan itu langsung menyongsong datangnya cahaya putih tersebut. Tubuhnya se mentara itu juga tak berani bertindak gegabah, dengan me mpergunakan suatu gerakan yang indah dia segera berputar lalu me layang ke sa mping.
Perlu diketahui, tiga gerakan aneh yang sakti di dalam jurus Hoo- han-seng-huan tersebut sesungguhnya merupakan hasil ciptaan dari Bun-ji koan-su setelah me mpelajari dan menyelidiki secara tekun is i kitab pusaka Cang-ciong-pit-kip tersebut.
Jurus serangan itu boleh dibilang lihay sekali dan mencakup seluruh intisari ilmu silat yang berada di dunia ini… cuma sayangnya pada waktu itu Ku See-hong belum berhasil menguasai serta me maha mi makna yang sesungguhnya dari ketiga buah gerakan itu, sehingga boleh dibilang kehebatannya belum mencapa i sebagaimana mestinya.
Sekalipun de mikian, akan tetapi ketika ia gunakan kepandaian maha dahsyat tersebut ternyata hasilnya betul-betul luar biasa dan sama sekali di luar dugaan.
“Breeet…!”
Kedua selendang sutera yang berada di sepasang bahu nona cantik berbaju biru itu terpapas kutung menjadi tiga-e mpat bagian, sementara ikat pinggangnya yang berwarna biru juga turut putus menjadi dua bagian….
Mimpipun nona cantik berbaju biru itu tak pernah menyangka kalau gerak menghindar yang sesungguhnya dilakukan dengan kecepatan yang luar biasa itu, ternyata belum berhasil menghindar i serangan lawan.
Kontan saja sepasang alis matanya berkenyit, hawa nafsu me mbunuh menyelimuti wajahnya, mencorong sinar tajam yang dingin dan menggidikkan dari balik matanya yang jeli itu. Ditatapnya wajah Ku See-hong tanpa berkedip.
Sejak seribu tahun yang lalu, tiga gerakan dalam jurus Hoo-han- seng-huan tersebut sudah menggetarkan seluruh dunia persilatan. Belum pernah ada seorang manusia pun yang berhasil me loloskan diri dari anca man tersebut dalam keadaan sela mat.
Jadi sesungguhnya, keberhasilan si nona cantik berbaju biru itu me loloskan diri dari anca man maut jurus itu tanpa menimbulkan luka, adalah merupa kan suatu kejutan bagi umat persilatan.
d=w
TENTU saja, keberhasilan si nona itu pun separuhnya dikarenakan jurus serangan yang dipergunakan oleh Ku See-hong pada hari ini, belum mencapai pada kekuatan yang sebenarnya.
Kalau me mang de mikian, lantas apa sebabnya selama ha mpir seribu tahun lamanya ini belum pernah ada seorang jago persilatanpun yang sanggup me mecahkan jurus Hoo- han-seng-huan tersebut?
Sesungguhnya, bila jurus serangan ini dipergunakan, maka akan muncullah beberapa ciri khas yang luar biasa dan aneh sekali, yaitu di kala menggerakkan tangannya di udara, selalu akan muncul kilatan cahaya yang berkilauan… seluruh tubuh si penyerang itu seakan-akan diselimut i oleh kilauan cahaya yang tajam sekali bagaikan sinar matahari, sehingga sukar bagi orang lain untuk menduga gerakan maca m apakah yang sedang dilakukannya itu.
Selain daripada itu, di dalam setiap gerakan jurus itu, meski terdapat beberapa macam perubahan yang berbeda, tapi kecepatannya sedemikian hebatnya sehingga serangkaian gerakan tersebut boleh dibilang dilakukan ha mpir pada saat yang bersamaan.
Sejak dulu sa mpai sekarang, tak seorang jago silat pun di dunia ini yang tahu sebenarnya terdapat berapa macam perubahan di balik setiap gerakan dari jurus Hoo-han-seng-huan tersebut. Orang lebih- lebih tak tahu sampai di manakah keanehan maupun kesaktian dari gerakan jurus tersebut. Ketika Ku See-hong me lancarkan serangan dengan me mperguna kan jurus Tee-jin-hun-ga k tadi, sebetulnya dia hanya bermaksud untuk menakut i-nakuti gadis itu saja.
Di luar dugaan, tenaga serangan yang dahsyat bagaikan gulungan ombak samudra itu ternyata benar-benar terpancar keluar, malahan pada mulanya dia masih tak berani percaya kalau serangannya itu sanggup menahan sergapan maut dari nona cantik itu.
Maka ketika dilihatnya nona cantik berbaju biru itu benar-benar terdesak hebat sehingga menjadi mengenaskan sekali keadaannya… untuk sesaat ia menjadi tertegun dan berdiri kaku di te mpat.
Gadis cantik berbaju biru itu me mbentak keras, tubuhnya me layang ke muka dengan gerakan yang enteng seperti kapas, telapak tangannya yang putih bagaikan ke ma la, secara beruntun me lancarkan tujuh delapan buah serangan berantai, ke mudian kakinya menutul per mukaan tanah dan me layang ke udara. Dari suatu sudut yang aneh secara tiba-tiba melepaskan e mpat buah tendangan berantai.
Setelah dibikin marah oleh serangan musuhnya, serangan balasan dari gadis cantik berbaju biru itu menjadi sangat keji dan sama sekali tidak terkandung belas kasihan.
Jurus-jurus serangan itu dilancarkan berangkai dan tiada hentinya, sekaligus semua ancaman itu dikeluarkan, bahkan kesempur naan dari jurus serangannya itu boleh dibilang jarang ditemui di kolong langit.
Secara beruntun Ku See-hong mendengus beberapa kali, tubuhnya sudah terkena dua buah pukulan dan lututnya kena ditendang satu kali, kesemuanya ini me mbuat pemuda itu kesakitan, dan jatuh terduduk di atas tanah.
Melihat Ku See-hong sudah terjatuh ke tanah, nona cantik berbaju biru itu baru tertawa cekikikan. “Haaahh… haaahh… haaahh… orang she Ku, rupanya kulit badanmu benar-benar tebal dan kuat seperti baja, dipukul keras pun tak sampai ma mpus tapi… nonamu bertekad hendak menghajar mu sa mpai babak belur ma lam ini sehingga merangkak di tanah.”
Setelah berhenti sebentar dia me lanjutkan: