Bagian 27
Sementara itu, Oey Ku Kiong yang melesat pergi langsung menuju kota Lok Yang.
Setelah delapan hari melakukan perjalanan, akhirnya dia melihat batas tembok kota yang sudah tua sekali. Dia melambatkan gerakannya dan berjalan dengan langkah lebar.
Bersama-sama dengan para penduduk yang berhilir mudik, dia masuk ke dalam kota tersebut.
Karena Liu Seng memang tinggal di daerah ini, apalagi namanya sudah sangat terkenal dengan menyebut nama Bu Ti Sin-kiam saja, dari anak kecil sampai kakek-kakek pasti kenal. Belum berapa lama Oey Ku Kiong masuk ke dalam kota Lok Yang, dia sudah berhasil menemukan tempat tinggal Liu Seng.
Begitu matanya memandang, dia langsung tertegun!
Tampak di atas gerbang pintu tergantung pita merah yang besar. Kerumunan manusia memenuhi sekitar gedung tersebut dan orang yang masuk maupun keluar tidak henti- hentinya. Tidak diragukan lagi bahwa hari ini gedung keluarga Liu ini sedang mengadakan pesta.
Oey Ku Kiong merenung sejenak.
‘Begini ada baiknya juga. Aku bisa menyamar sebagai tamu undangan dan masuk ke dalam untuk melihat-lihat suasana yang ada.’ pikirnya dalam hati.
Dia langsung membusungkan dadanya dan melangkahkan kakinya dengan lebar.
Dengan mudah dia berhasil masuk lewat pintu gerbang dan langsung menuju ke ruangan dalam. Matanya segera berputar. Dia melihat bahwa di dalam ruangan yang besar itu sudah hadir banyak orang yang pernah dikenalnya. Di antaranya ada Cian Cong si pengemis sakti, Yibun Siu San, Liu Seng, Tan Ki, Ciong San Suang-siu, Kok Hua-hong dan beberapa orang lainnya yang pernah datang ke Pek Hun Ceng.
Rupanya malam itu ketika kembali ke penginapan, Cian Cong dan Yibun Siu San langsung menyuruhnya berangkat ke Lok Yang bersama Cin Ie. Tadinya mereka bermaksud menuju Bu Tong San untuk menemui Tian Bu Cu, tetapi karena penyakit Tan Ki sudah sem-buh, maka rencana itu akhirnya dibatalkan.
Yibun Siu San dan Cian Cong sudah mengungsikan Ceng Lam Hong untuk sementara. Mereka mencegah agar jangan sampai terjadi suatu hal yang tidak diinginkan apabila ibu dan anak itu sampai bertemu. Mengenai hubungan antara Tan Ki dan Mei Ling, Yibun Siu San dan Cian Cong juga sudah mengadakan perundingan. Akhirnya diputuskan bahwa Cian Cong yang akan menjadi perantara, sedangkan Yibun Siu San bertindak sebagai wali dari keluarga pihak laki-laki yang akan melamar Mei Ling. Siapa tahu setelah pengalaman yang berlangsung di Pek Hun Ceng, sekembalinya ke rumah, keadaan Liu Seng tetap tidak sadar. Keadaannya tampak gawat sekali. Seperti orang yang keracunan, tetapi tidak menunjukkan gejala apa-apa. Hal ini membuat kedua orang itu menjadi bingung dan tidak tahu apa yang harus dilakukan. Itulah sebabnya wajah kedua orang itu tampak selalu bermuram durja.
Untung saja pada sore hari itu juga, Cm Ying tiba-tiba muncul dengan membawa Mei Ling yang berhasil diselamatkannya. Gadis ini memiliki bermacam-macam kepandaian. Dia jaga paham ilmu menawarkan racun. Setelah memeriksa penyakit Liu Seng, dia mengobatinya dengan tusukan jarum emas. Setelah dilakukan tiga kali berturut-turut, penyakit Liu Seng pun berhasil disembuhkan dan kesehatannya pulih kembali seperti sedia kala.
Tetapi terhadap penyakit yang diidap oleh Ciu Cang Po, dia tidak berani sembarangan Mengobatinya. Dia sudah melihat bahwa pil Li Hun Tan milik Oey Kang bukan saja sangat aneh dan keji, tetapi terbuat dari berbagai
jenis rumput yang langka. Semuanya dicampur jadi satu. Untuk menyembuhkan penyakit ini, terpaksa harus dicari pula obat penawar untuk setiap jenis rumput racun yang
berbeda, kemudian diramu kembali menjadi obat baru bisa membawa hasil. Apabila hanya meminum sejenis obat penawarnya saja, berarti hanya satu jenis racun pula yang dapat dipunahkan. Sedangkan racun yang lainnya semakin mengerikan.
Biarpun demikian, cara pengobatan Cin Ying yang sudah terlihat buktinya tetap saja mendapat pujian yang hebat dari para pendekar. Mereka merasa kagum bahwa gadis yang usianya masih demikian muda sudah berhasil mempelajari ilmu pengobatan yang demikian tinggi.
Justru ketika Liu Seng mengabulkan lamaran Tan Ki, maka ditentukan bahwa hari itulah akad pernikahan akan dilangsungkan. Namun sampai saat itu, Liu Seng tetap belum tahu kalau bakal menantunya ini merupakan wujud asli dari Cian bin mo-ong! Ketika Oey Ku Kiong melangkah masuk, para hadirin sedang bercakap-cakap dan bercanda dengan riang gembira. Tidak ada seorangpun yang memperhatikan adanya seorang pemuda yang masuk ke dalam ruangan tersebut.
Oey Ku Kiong berdiri sejenak, namun tetap saja tidak ada orang yang memperdulikannya, tiba-tiba hidungnya memperdengarkan suara dengusan yang dingin kemudian mengucap dengan suara lantang:
“Datang dengan tiba-tiba, pergi dengan tergesa-gesa, Impian pendek tidak dapat diandalkan dan musim semi kembali hampa, sulit rasanya mengikuti jejak kuda berlari. Gunung berliku-liku, sungai berkelok-kelok, Awan yang berarak dari barat kembali ke timur,
ke mana pula kabar berita harus disiarkan?”
Begitu mendengar pembacaan syairnya berhenti, tampak bayangan tubuh berkelebat.
Suara semilir angin menusuk di telinga. Tahu-tahu dari depan belakang maupun kiri kanannya ia telah terkepung oleh tujuh delapan orang. Suasana menjadi tegang seketika.
Oey Ku Kiong tertawa dingin. Dia seakan tidak menganggap apapun yang terpampang di hadapannya. Kepalanya didongakkan dan dadanya dibusungkan, dia menatap awan yang berarak di atas langit biru. Wajahnya tenang
i namun tersirat keangkuhan dirinya dan ketinggian hatinya.
Si gemuk pendek dari Ciong San Suang-siu, yakni Cu Mei segera maju ke depan.
Dengan wajah kelam dia berkata, “Apakah kau yang disebut dengan Pendekar baju putih dari Pek Hun Ceng?”
Oey Ku Kiong mencibirkan bibirnya. “Tidak salah, akulah orangnya!”
Cu Mei mendongakkan kepalanya dan tertawa terbahak-bahak.
“Bagus sekali, kau juga bisa cari sendiri ke dalam tempat kami!” kakinya langsung melangkah ke depan, dia segera melancarkan sebuah serangan ke arah anak muda tersebut.
Angin yang keras memenuhi sekitar dirinya, malah timbul suara yang menderu-deru.
Oey Ku Kiong tertawa dingin.
“Ingin berkelahi?” tanyanya sambil menarik sedikit pundaknya ke belakang dan dengan gerakan yang ringan serta cepat dia langsung mencelat ke arah kiri.”
Kelebatan tubuhnya bukan saja cepat bukan main, malah gerakannya juga mengan- dung keanehan yang tidak terkirakan. Cu Mei hanya merasa matanya menjadi kabur, dia kehilangan gerak tubuh lawannya. Padahal dia sudah berkecimpung di dunia Kangouw sejak tiga puluh tahun yang lalu, namun mana pernah dia melihat gerakan yang sedemikian ajaib. Tanpa dapat ditahan lagi hatinya menjadi terkejut bukan kepalang!
Sementara dia masih tertegun, tiba-tiba dari belakang tubuhnya terdengar suara tertawa yang dingin. Bagai segulung angin dingin yang terpancar dari dalam neraka sehingga membuat hatinya tergetar.
Serangkum tenaga yang kuat menghembus ke arahnya seiring dengan suara dingin tadi. Rupanya begitu berhasil menghindarkan diri dari pukulan Cu Mei, Oey Ku Kiong langsung melancarkan sebuah serangan balasan dalam kesempatan yang sama.
Mimpipun Cu Mei tidak menyangka kalau gerakan lawannya begitu cepat dan keji.
Seandainya baru turun tangan saja dia sudah terjungkal di tangan anak muda ini, nama besar yang berhasil dipupuk oleh Ciong San Suang-siu pasti akan kandas seketika. Berpikir sampai di sini, hatinya semakin tercekat. Dia merasa terkejut juga marah.
Pikirannya langsung bergerak. Dalam waktu sekejap mata gulungan angin yang kencang dari pukulan Oey Ku Kiong sudah mendesak ke arahnya. Dia segera mengeluarkan suara bentakan yang nyaring, dikerahkannya seluruh tenaga dalam yang ada pada dirinya ke sepasang lengan. Dengan jurus Ular Marah
Mengibaskan Ekornya, sepasang tangannya langsung direntangkan dan menyerang dengan gencar ke depan.
Begitu dua pukulan dilancarkan, kehebatan dan kekejiannya tak perlu ditanyakan lagi.
Dia memang berniat menguji sampai di mana tingginya ilmu silat Oey Ku Kiong. Oleh karena itu pula, dia tidak berpikir panjang lagi dan menggunakan cara keras lawan keras menghadapi lawannya.
Sebetulnya cara berkelahi semacam ini merupakan pantangan bagi jago kelas tinggi di. dunia Bulim. Pertama karena belum mengetahui sampai di mana kekuatan lawan. Kedua, apabila satu pihak tenaganya kalah sedikit saja, pihak lawannya dapat menggunakan sedikit peluang untuk melancarkan serangan berikut. Apabila hal ini sampai terjadi, seandainya tidak matipun, pasti akan terluka parah. Melihat cara berkelahi yang dilakukan kedua orang ini, para hadirin yang lain benar-benar terpana. Di wajah mereka masing- masing tersirat rasa terkejut dan kecemasan yang dalam.
Tiba-tiba terdengar suara teriakan yang nyaring dari arah yang tidak terlalu jauh. “Berhenti!” Tampaknya orang yang baru datang ini merasa panik sekali, tampak dia
mengulurkan tangannya sambil berkelebat menerobos lewat di tengah kedua orang itu. Orang yang datang ini bertubuh langsing, gerakannya cepat sekali. Begitu tangannya
mendorong, baik Oey Ku Kiong maupun Cu Mei sama-sama mengeluarkan suara dengusan yang berat dan tergetar mundur sejauh dua langkah serentak.
Meskipun gerakan gadis ini lemah gemulai, namun tenaga dalam yang diperlihatkannya barusan tampaknya malah lebih tinggi daripada kedua orang itu. Begitu tangannya menghantam ke depan, gerakannya demikian indah laksana orang yang sedang menari.
Tidak terlihat di dalamnya terkandung tenaga yang dahsyat, ternyata ia berhasil menggetarkan kedua orang itu sehingga tanpa dapat mempertahankan lagi mundur dua langkah masing-masing. Bukan hanya Oey Ku Kiong dan Cu Mei saja yang terpana, bahkan para hadirin yang ada di dalam ruangan itu juga tertegun. Di wajah mereka tampak mimik yang berbeda-beda.
Begitu mata memandang, tampak orang itu mengenakan pakaian berwarna merah jambu.
Wajahnya cantik rupawan. Dan bagi orang-orang yang hadir sama sekali tidak asing karena dia adalah bekas budak keluarga Liu yakni Kiau Hun.
Sepasang bola matanya yang indah mengerling ke arah para hadirin sekilas. Bibirnya tersenyum simpul. Kemudian dia menoleh kepada Cu Mei.
“Di antara orang sendiri, mengapa harus pakai berkelahi segala?” Cu Mei jadi tertegun mendengar kata-katanya.
“Maksud ucapan nona ini…”
Kiau Hun kembali memamerkan sekulum senyum yang manis. Dia menunjuk ke arah Oey Ku Kiong.
“Meskipun orang ini adalah putra angkat si raja iblis, tetapi hatinya berjiwa pendekar.
Dari luar memang tampak angkuh namun perasaannya sendiri sangat lembut. Kedatangannya hari ini memang menurut apa yang aku perintahkan. Dengan tulus hati dia ingin berpihak kepada kita.”
Mulut Cu Mei mengeluarkan suara ‘Oh…’ tapi hatinya masih kurang percaya. Sepasang matanya yang curiga memancarkan sinar yang tajam menusuk dan memperhatikan Oey Ku Kiong dari atas kepala sampai ke ujung kaki. Baru saja dia ingin membuka mulut, tiba- tiba tampak si. pengemis sakti Cian Cong berjalan keluar dari mejanya dengan langkah lebar. Orangnya belum sampai, dia sudah tertawa terbahak-bahak.
“Baru beberapa hari tidak bertemu saja, ilmu silat maupun tenaga dalam nona ini sudah maju demikian pesat. Si pengemis tua tadi memperhatikan gerakan tubuhmu ketika melesat masuk dan menghantam telapak tangan untuk mendorong kedua orang ini.
Rasanya ilmu demikian asing sekali dalam pandangan si pengemis tua ini. Dapatkah Nona menceritakan kejadian apa yang telah Nona alami?”
Mendengar pertayaannya, hati Kiau Hun jadi tercekat.
‘Pandangan mata pengemis ini sungguh tajam sekali. Sekali lihat saja, dia sudah tahu bahwa ilmu silatku tidak termasuk aliran manapun di daerah Tionggoan.’ pikirnya diam- diam.
Begitu pikirannya tergerak, dia segera mengalihkan pandangan matanya ke seluruh ru- angan. Mulutnya mengeluarkan seruan terkejut dan dengan kesempatan itu, dia segera mengubah pokok pembicaraan.
“Aduh, suasana hari ini tampaknya jauh berbeda dengan biasanya. Para budak dan pelayan sibuknya bukan main. Sebentar masuk ke dalam, sebentar kemudian keluar lagi. Di mana-mana digantung lentera dan pita merah, entah pesta apa yang sedang dilangsungkan hari ini?”
“Hari ini adalah pernikahan antara Tan Ki dan Liu Toa Siocia.” tukas Cu Mei cepat- cepat.
“Tan Ki?”
Mendengar keterangannya, Kiau Hun terkejut setengah mati. Tanpa sadar dia bertanya sekali lagi. Di antara sepasang alisnya terlihat keratan yang dalam. Sinar matanya menyorotkan kebencian hatinya yang mengandung kekejian yang tidak terkatakan! Namun dalam waktu sekejap mata saja dia sudah pulih kembali seperti sedia kala. Bibirnya mengembangkan seulas senyuman yang lembut.
“Kalau begitu aku harus mengucapkan selamat kepada Liu Toaya.” katanya sambil menarik tangan Oey Ku Kiong. Dengan penampilan yang anggun dan wajah yang tenang dia melangkah masuk ke dalam ruangan.
Tidak ada seorang pun yang tahu bahwa dalam hatinya saat ini sedang timbul suatu rencana pembunuhan yang keji!
Dia lalu memperkenalkan Oey Ku Kiong kepada para hadirin. Di dalam hati beberapa pendekar timbul juga rasa curiga. Oey Ku Kiong lalu mengeluarkan obat penawar racun dan menyembuhkan Ciu Gang Po sehingga pulih kembali seperti sedia kala dan anak muda itu juga menolong beberapa pendekar yang masih belum siuman dari pingsannya.
Meskipun masih ada beberapa orang yang kurang percaya niat baiknya, tetapi mereka juga tidak bisa membuktikan apa-apa.
Perlu diketahui bahwa ilmu silat Ciu Cang Po tidak terpaut jauh dengan si pengemis sakti Cian Cong. Dia dapat dipulihkan kembali, tampaknya hanya hal yang mudah dan tidak akan makan waktu, namun kesadaran nenek tua itu merupakan bantuan yang besar bagi para pendekar.
Tidak lama kemudian, kegelapan malam perlahan-lahan mulai merayap. Segala sesuatu tampaknya berjalan dengan lancar. Lampu minyak maupun lentera-lentera yang besar telah dipasang.
Di dalam aula pernikahan, segalanya juga sudah disiapkan. Irama musik yang meriah mulai berkumandang.
Suasana malam ini lebih meriah dari pada biasanya. Seluruh anggota keluarga Liu, baik bawahan maupun atas, tidak ada yang mau ketinggalan. Hati mereka gembira sekali.
Semuanya berkumpul di ruangan tamu.
Meskipun di dalam ruangan itu telah diatur ratusan meja dan kursi sehingga tampak penuh sesak, namun mereka tetap tidak mau berdiri di luar ruangan. Mereka bahkan memilih berdesakan di dalam ruangan agar dapat menyaksikan tampang nona besar mereka yang menjadi pengantin sekaligus ingin melihat calon tuan mereka.
Waktu berlalu perlahan-lahan di antara suasana yang meriah. Tiba- tiba terdengar suara juru bicara yang lantang, “Perjamuan dibuka?”
Dari luar ruangan terdengar suara mercon yang nyaring sekali. Begitu kerasnya suara itu sehingga gendang telingapun ikut tergetar. Dalam sekejap mata, dua puluh lebih pelayan masuk ke dalam ruangan dengan tangan masing-masing membawa baki berisi berbagai hi-dangan.
Suara beradunya cawan dan teriakan gembira pun memenuhi ruangan itu seketika.
Suasana bertambah ramai dan bising.
Dengan demikian urusan Liu Seng hari ini benar-benar bagai mimpi yang menjadi kenyataan. Seseorang apabila dapat memperoleh menantu yang gagah dan tampan serta berjiwa pendekar, malah diwakili oleh seorang tokoh sakti yang namanya sudah menggemparkan dunia persilatan seperti si pengemis sakti Cian Cong, mana mungkin tidak merasa gembira dan bangga?
Tetapi mungkin mimpipun dia tidak pernah mengira bahwa saat ini sebuah rencana yang keji sedang berlangsung atas diri putrinya sendiri?
Justru di saat gedung keluarga Liu sedang meriah-meriah dan gembira bukan kepalang, di luar kota Lok Yang, di bawah cahaya rembulan yang suram dan mengenaskan, berdiri seorang wanita setengah baya yang sedang gelisah dan galau.
Dia, tentunya ibu kandung Tan Ki sendiri, Ceng Lam Hong… seorang wanita yang dipandang hina dan dibenci oleh putranya sendiri.
Di bawah cahaya rembulan yang menyorotkan sinar dengan kemalas-malasan, tampak air matanya bercucuran. Sepasang telapak tangannya terdekap di depan dada. Dia sedang memohon kepada Thian yang kuasa agar melindungi anaknya dan mendoakan agar bahagia sepanjang hidupnya.
Perasaan hati seorang ibu yang penuh dengan cinta kasih sering tidak terduga oleh orang lain. Kadang-kadang malah tidak terlihat. Dengan seorang diri di daerah pegunungan yang sunyi ini, dia mengalirkan air mata kasih sayang seorang ibu. Biar bagaimanapun sikap Tan Ki terhadapnya, tetap saja dia berdoa dengan hati yang tulus agar anaknya dalam kehidupan di dunia ini dapat mencapai kebahagiaan abadi.
Inilah yang disebut kasih ibu!
Dia tahu malam ini adalah malam pernikahan anaknya. Sebagai seorang ibu, tentu saja dia ingin melihat wajah putranya yang berseri-seri karena bahagia. Tetapi dia merasa takut kalau kehadirannya malah akan menimbulkan rasa sakit dan kebencian di hati Tan Ki sehingga merusak suasana yang sedang bergembira. Oleh karena itu, dia menahan keinginan hatinya untuk ikut hadir dalam pesta pernikahan tersebut dan berdiri di daerah yang sunyi ini seorang diri sambil berkhayal.
Terdengar suara tawanya yang mengenaskan. Bibirnya bergerak-gerak dan menggu- mam seorang diri, “Ah, saat ini tentunya sepasang pengantin sudah keluar memberi salam kepada para tetamu! Aku dapat melihat sinar matanya yang bahagia… juga menantuku yang cantik jelita laksana bidadari turun dari khayangan…”
Tampaknya Ceng Lam Hong sedang menghibur hatinya sendiri. Suara yang tercetus dari bibirnya begitu pilu dan menyayat hati. Keadaannya saat itu lebih mirip seorang isteri yang ditinggal suami dan meratapi nasibnya yang malang. Orang yang mendengarnya tentu akan merasa iba.
Kurang lebih setengah kentungan telah berlalu, perlahan-lahan Ceng Lam Hong menggerakkan kakinya yang terasa berat dan berjalan ke depan. Langkah kaki itupun demi-kian mengenaskan bagai merenungi nasibnya yang malang.
Tiba-tiba terdengar mulutnya mengeluarkan suara keluhan, langkah kakinya pun ter- henti. Rupanya di malam yang sunyi dan mencekam ini, ada juga seorang perempuan berpa-kaian sederhana duduk di atas sebuah batu besar. Jarak antara perempuan itu dengan Ceng Lam Hong kurang lebih sepuluh depaan. Dia sedang mendongakkan wajahnya menatap langit dengan perhatian terpusat penuh.
Untuk apa perempuan itu duduk seorang diri di tempat seperti ini?
Begitu pikirannya tergerak, suatu naluri tiba-tiba muncul dalam hati kecilnya. Dia segera mengenyahkan kesedihannya dan menenangkan perasaannya yang bergejolak. Tanpa menunda waktu lagi dia menyelinap di balik sebatang pohon yang besar.
Matanya segera dialihkan, gadis itu tampak asing baginya. Dia belum pernah melihatnya sebelum ini. Tapi dari penampilan wajahnya yang diperlihatkan saat itu, tampaknya gadis itu sedang banyak pikiran. Juga seperti sedang menunggu kedatangan seseorang.
Ceng Lam Hong menyembunyikan diri di dalam kegelapan. Dia memperhatikan setiap gerak-gerik perempuan itu dengan penuh perhatian. Siapa nyana perempuan itu boleh dibilang dari awal hingga akhir terus mendongakkan wajahnya menatap langit. Dia tidak bergerak sedikitpun. Sampai kurang lebih sepenanakan nasi. Tiba-tiba…
Sebuah suara siulan yang bening dan nyaring menyusup ke dalam telinga. Gadis itu melonjak bangun dan menolehkan kepalanya ke arah sumber suara siulan tadi. Tidak lama kemudian, tampak sesosok bayangan seseorang yang tinggi besar melesat bagai kilat ke arah gadis tersebut. Pakaiannya berwarna hijau. Hembusan angin mengibar-ngibarkannya. Ternyata orang yang datang itu seorang Tosu.
Ketika Ceng Lam Hong berhasil melihat dengan jelas tampang orang yang datang itu, diam-diam hatinya tergetar. Dia merasa terkejut sekali.
‘Tian Bu Cu adalah salah satu dari dua tokoh sakti di dunia ini. Tetapi selamanya dia menutup diri dan tidak mencampuri urusan dunia luar. Konon dia senang menyelidiki ber- bagai jenis ilmu silat yang ada di dunia ini. Mengapa tiba-tiba orangtua ini bisa muncul di sini?’ tanyanya dalam hati.
Ketika pikirannya masih bertanya-tanya, dengan gerakan seperti hembusan angin, Tian Bu Cu sudah sampai di depan gadis itu. Dia menghentikan langkah kakinya dan tersenyum lembut.
“Tentu Liang Kouwnio sudah lama menunggu.” katanya.
Perempuan berpakaian sederhana itu menarik nafas panjang. Suara sahutannya mengandung kepiluan yang dalam.
“Bagaimana keadaannya?”
“Pernikahan sudah berlangsung, tidak sempat lagi dicegah.” sahut Tian Bu Cu. Tiba-tiba perempuan itu mengembangkan seulas senyum.
“Locianpwe bersedia memikirkan kebahagiaanku dengan memadukan diriku dengan adik Tan Ki. Boanpwe merasa terima kasih sekali. Tetapi, adik Ki dapat menyunting seorang gadis cantik seperti Liu Moay Moay, mungkin malah lebih membuat dirinya bahagia. Di sini aku pun ikut bergembira.”
Tian Bu Cu menarik nafas panjang.
“Pinto boleh dibilang selamanya tidak pernah ikut campur urusan dunia. Melihat ke- adaan semakin gawat dan mungkin bisa terjadi pertumpahan darah besar-besaran, sebetulnya hati Pinto juga masih belum tergerak. Tidak tahunya, ketika mencari obat- obatan di Go Bi San, secara kebetulan bertemu denganmu. Apabila bukan karena cinta kasihmu yang demikian tulus, dan melihat kau terperangkap demikian dalam serta bermaksud bertobat, Pinto justru jadi terharu. Sebetulnya Pinto sudah merasa bebas dengan cara hidup menyendiri. Aih… kau sendiri mempunyai julukan Siau Yau Sian-li, tetapi dapat mempunyai niat besar untuk bertobat karena nasehat Tan Ki. Hal ini juga tidak mudah dilaksanakan.”
Siau Yau Sian-li Liang Fu Yong menarik nafas panjang.
“Boanpwe berharap Locianpwe dapat menyempurnakan niat suci ini.” sabutnya dengan nada hormat.
“Sampai saat ini, apakah kau masih mencintai Tan Ki?” tanya Tian Bu Cu tiba-tiba.
Wajah Liang Fu Yong merah padam seketika. Cepat-cepat dia menundukkan kepalanya dan tidak sanggup memberikan jawaban. Tian Bu Cu tampak merenung sejenak.
Mendadak mimik wajahnya menjadi serius. Sikapnya berwibawa sekali.
“Dapatkah kau mengorbankan perasaanmu sendiri dan menyempurnakan kebahagiaan Tan Ki?” tanyanya kemudian.
Liang Fu Yong menjadi tertegun mendengar pertanyaannya. “Apa?”
“Pinto menyuruhmu menunggu di sini. Menggunakan kesempatan itu, Pinto menyeli- nap ke dalam gedung keluarg Liu dan mengadakan penyelidikan. Wajah pengantin prianya
juga sempat Pinto lihat. Ternyata memang seorang pemuda yang tampannya tidak terka- takan. Wajahnya gagah serta enak dilihat. Dia merupakan seorang yang berbakat terpendam serta sulit dicari tandingannya di dunia Bulim saat ini. Beberapa hari kemudian, akan diadakan perebutan besar-besaran untuk mendapatkan kedudukan Bulim Bengcu.
Meskipun pemuda ini belum tentu berhasil, tetapi kelak dia tentu akan mempunyai nama yang besar dan berjiwa gagah…”
Terdengar suara keluhan dari mulut Liang Fu Yong. Dia mengembangkan seulas senyuman yang getir.
“Aku tahu sekarang, setelah pernikahan ini, Tan Ki pasti mendapat dukungan dari para pendekar dan namanya pasti akan terkenal dalam sekejap mata. Dia akan menjadi seorang tokoh yang mendapat pusat perhatian di mana-mana, sedangkan aku hanya seorang perempuan rendah yang dicerca orang di mana-mana. Seandainya…”
Berkata sampai di sini saja, segulung perasaan pedih telah memenuhi kalbunya.
Hatinya hancur seketika. Dari sepasang matanya yang sayu mengalir air mata. Dia tidak sanggup meneruskan kata-katanya lagi. Namun sesaat kemudian, dia membangkitkan keberanian dalam hatinya dan berkata dengan nada pilu, “Seandainya aku menjumpainya secara terang-terangan, pasti akan menimbulkan prasangka yang tidak-tidak oleh para pendekar. Hal ini juga akan mempengaruhi keharuman namanya dan mungkin bahkan bisa menghancurkan masa depannya yang cerah…”
Kata-katanya terhenti. Dari wajahnya yang cantik tersirat penderitaan yang tidak terkirakan. Di bawah cahaya rembulan, tampak wajahnya pucat pasi. Air mata telah membasahi pipi yang mulus. Tampangnya sungguh mengenaskan.
Tampak dia tertawa getir dan berkata lagi:
“Aku tidak seperti Locianpwe yang dapat membebaskan diri dari ikatan duniawi dan mencapai kebebasan hati yang sempurna. Aku selalu merasa bahwa manusia hidup di dunia ini kecuali mencari kesenangan pribadi, hanya mendambakan cinta kasih saja.
Apalagi percintaan di antara sepasang muda mudi, begitu ajaib dan anehnya sehingga sulit diuraikan dengan kata-kata. Tetapi cinta seperti ini demikian suci dan tulusnya, di dalamnya tidak terkandung sedikitpun niat jahat. Seperti apa yang Boanpwe alami sekarang ini. Seandainya Boanpwe benar-benar mencintai Tan Ki, maka seharusnya aku berpikir demi masa depan serta kebahagiaannya…”
Tian Bu Cu menganggukkan kepalanya sambil tersenyum.
“Kau dapat mengerti maksud ucapan Pinto dan langsung menyatakan persetujuan sen- diri. Meskipun Tan Ciok San sudah meninggalkan dunia ini dengan membawa dendam ke- sumat, tetapi di alam baka dia pasti bisa mengetahui dan merasa berterima kasih sekali terhadap ketulusan hatimu kepada putranya. Aih, sekarang waktu sudah larut sekali. Pinto akan kembali ke Bu Tong San untuk menenangkan hati.” tiba-tiba dia berhenti berkata, seakan ada suatu masalah besar di dalam hatinya dan dia harus memikirkan sejenak.
Kemudian tampak dia tersenyum simpul dan mengeluarkan sesuatu dari dalam lengan bajunya yang longgar. Kemudian melanjutkan kembali kata-katanya dengan perlahan- lahan, “Liang Kouwnio, ke marilah. Menjelang kepergian Pinto ini, tidak ada sesuatu yang dapat Pinto hadiahkan. Barang ini biar sementara kau simpan dahulu, kau boleh mencari kesempatan yang baik dan berikan kepada si pengemis tua Cian Cong. Juga, ketika aku masuk secara diam-diam ke dalam gedung keluarga Liu tadi, aku menemukan suatu
rahasia yang menggetarkan hati…” tampak dia mendekati telinga Liang Fu Yong dan membisikkan beberapa patah kata kepadanya.
Ceng Lam Hong bersembunyi di balik pohon yang jaraknya kurang lebih sepuluh depa.
Dia hanya dapat melihat mimik wajah Liang Fu Yong yang berubah hebat mendengar bisikan Tian Bu Cu. Tampaknya dari sedih dia berubah menjadi marah. Di antara perasaan marah juga terselip rasa takut akan sesuatu yang mengerikan.
Hal ini membuktikan bahwa urusan yang diberitahukan oleh Tian Bu C u pasti gawat sekali. Tetapi karena jauhnya jarak di mana dia bersembunyi, dia jadi tidak dapat mendengar apa yang dibisikkan oleh Tian Bu Cu sehingga Liang Fu Yong demikian tercekat hatinya.
Ceng Lam Hong sedang menduga-duga apa kira-kira urusan yang mereka bicarakan, tiba-tiba dia melihat Liang Fu Yong tergesa-gesa menerima benda yang disodorkan oleh Tian Bu Cu dan memasukkannya ke dalam saku pakaian lalu berkata, “Kalau begitu, Boanpwe pergi sekarang juga!” dia membalikkan tubuhnya. Dengan gerakan mengerahkan ginkang sepenuhnya, dia langsung menghambur ke arah kota Lok Yang. Gerakannya bagai sebatang anak panah yang dibidikkan. Dalam sekejap mata bayangannya sudah ditelan oleh kegelapan malam.
Menunggu sampai bayangan Liang Fu Yong tidak terlihat lagi, orangtua yang mendapat julukan salah satu dari dua tokoh sakti di dunia ini juga meninggalkan tempat itu. Ternyata sampai saat ini, dia masih juga tidak tergerak oleh segala kerisuhan yang terjadi di dunia Kangouw dan memilih hidup tenang di pegunungan Bu Tong San. Meskipun dia sadar bahwa saat ini banyak pihak yang hendak menyerbu ke daerah Tionggoan dan kemungkinan besar bisa terjadi pertumpahan darah besar-besaran.
Pada saat itu juga, kembali terlihat sesosok bayangan wanita yang melesat ke arah kota Lok Yang.
Rupanya Ceng Lam Hong yang bersembunyi di belakang pohon, tiba-tiba saja mendapat naluri bahwa apa yang dibisikkan oleh Tian Bu Cu ada kaitannya dengan diri Tan Ki, putranya. Semacam perasaan cinta kasih serta perhatian yang besar dari seorang ibu langsung memenuhi hatinya. Dia terus berpikir bahwa ada kemungkinan apa yang dikatakan Tian Bu Cu ada hubungannya dengan keselamatan anaknya. Oleh karena itu, begitu Liang Fu Yong dan Tian Bu Cu meninggalkan tempat itu, dia juga segera menghambur ke arah kota Lok Yang, yakni gedung keluarga Liu.
Sementara itu, Liang Fu Yong berlari bagai dikejar setan. Dia tidak pernah melambatkan gerak kakinya maupun berhenti beristirahat. Dalam waktu yang singkat dia sudah sampai di halaman belakang gedung keluarga Liu.
Suara riuh rendah tawa dan teriakan para tamu masih terus berkumandang dari ruangan tamu yang terdapat di Bagian depan. Liang Fu
Yong sama sekali tidak memperdulikannya. Tubuhnya bergerak dan dia melesat ke balik tembok dan mendarat turun di dalam sebuah ruangan besar.
Dia sudah mendapat petunjuk dari Tian Bu Cu dan sudah tahu di mana letak kamar pengantin Tan Ki. Oleh karena itu, dia segera mengempas hawa murninya dan melesat bagai kilat. Tampak gerakan tubuhnya bagai seekor kupu-kupu yang indah. Dengan dua
kali lonca-tan saja dia sudah melewati dua buah ruangan dan sampai di depan sebuah kamar yang besar.
Di tempat itu dia menghentikan langkah kakinya. Di Bagian atas pintu kamar tergan- tung dua buah bola-bola yang diuntai dari kain merah. Dua helai pita berwarna keemasan menjuntai ke kiri dan kanan pintu tersebut. Melihat pemandangan itu, serangkum rasa perih menyelinap dalam hati Liang Fu Yong. Berbagai rasa duka dan penderitaan berkecamuk di dalam kalbunya. Dia merasa sedih sekali.
Kemudian dia menggertakkan giginya erat-erat. Wajahnya didongakkan dan dia menarik nafas dalam-dalam. Sedapat mungkin dia mengendalikan kesedihan di dalam hatinya dan menenangkan perasaan lalu melangkah masuk ke dalam kamar.
Rupanya saat ini Tan Ki masih menemani para tamu di ruangan depan. Dia tidak berada di dalam kamar. Yang ada hanya Mei Ling seorang. Dia sedang duduk di depan meja rias dengan kepala tertunduk. Lilin merah yang besar-besar masih menyala tanda pesta masih berlangsung. Pakaian dan perhiasan yang dikenakannya sangat serasi. Hal ini malah membuat kecantikannya semakin menonjol. Semakin dipandang semakin mirip dengan bidadari yang turun dari khayangan.
Langkah suara kaki Liang Fu Yong membuat Mei Ling tersentak dari lamunannya. Dengan cepat dia mendongakkan kepalanya, hatinya langsung terkesiap melihat siapa orang yang masuk ke dalam kamar.
“Kapan Liang Cici datang? Mengapa tidak duduk di ruangan tamu bersama yang lain- nya?”
Tampang Liang Fu Yong seperti orang yang tergesa-gesa. Dia mengedarkan padangannya ke sekeliling kamar kemudian menoleh kembali ke arah Mei Ling dan bertanya, “Ada siapa lagi di kamar ini?”
“Tidak ada. Empat orang pengiring pengantin dan para pelayan sejak tadi sudah keluar dari ruang tamu ikut berpesta. Di dalam kamar ini hanya tinggal aku seorang.”
Liang Fu Yong menganggukkan kepalanya perlahan-lahan.
“Bagus. Cici ingin bertanya kepadamu, apakah hari ini kau ada minum teh?” Mei Ling jadi tertegun mendapat pertanyaan seperti itu.
“Ada…”
“Tahukah kau bahwa ada orang yang ingin mencelakai pengantin laki-laki dengan memasukkan racun keji ke dalam teh?”
“Apa?” Mei Ling terkejut setengah mati. Dia langsung melonjak berdiri dengan wajah berubah hebat. Sesaat kemudian dia menggelengkan kepalanya sambil tersenyum lembut. “Kata-kata Cici ini rasanya kurang tepat. Aku yang meminum teh, bagaimana bisa mencelakai diri Tan Ki Koko. Cici jangan bergurau lagi denganku…”
Wajah Liang Fu Yong serius sekali. Dengan penuh kewibawaan dia berkata, “Hal ini menyangkut nyawa Tan Ki, bukan permainan. Orang yang menaruh racun itu benar-benar
mempunyai hati yang jahat. Dia menggunakan cara yang paling licik. Apa yang dilakukannya acap kali di luar dugaan orang sehingga kita tak mungkin mengadakan persiapan bahkan tidak akan mengira sama sekali. Dia menggunakan racun yang ganas dan memasukkannya ke dalam teh dan membiarkan kau meminumnya. Caranya sangat sederhana tetapi keberaniannya patut diakui. Tanpa perlu kujelaskan, tentunya kau sendiri sudah dapat menduga bahwa orang yang menaruh racun itu adalah salah satu dari para tamu yang hadir malam ini…”
Sepasang alis Mei Ling perlahan-lahan menjungkit ke atas. Tiba-tiba dia menukas, “Siapa?”
Liang Fu Yong menarik nafas panjang.
“Kabar ini kudapatkan dari seorang Locianpwe. Urusan yang sebenarnya, Cici sendiri belum jelas. Tapi Locianpwe itu pernah mengatakan, seandainya kita tahu siapa yang menaruh racun itu, tetap saja tidak ada bukti yang menguatkannya. Mungkin orang yang menaruh racun itu telah merencanakan semuanya dengan matang sehingga sebelum Locianpwe itu sempat menyelidiki dengan jelas, dia sudah berhasil menutupi dirinya dengan baik.”
“Kalau begitu, Siau moay benar-benar bisa mati penasaran. Sampai jadi setan pun tidak tahu siapa musuh yang sebenarnya. Hal ini sungguh membuat orang mati tidak tenang!”
Liang Fu Yong menggelengkan kepalanya sambil tertawa getir.
“Meskipun kau sudah meminum racun yang ganas sekali, tetapi tidak sampai membahayakan jiwamu. Karena racun itu terbuat dari ramuan- ramuan yang hanya dapat didapatkan dari daerah padang pasir. Reaksinya sangat aneh. Orang yang meminumnya tidak akan terjadi apa-apa. Tetapi apabila orang yang meminum racun itu melakukan hubungan intim dengan lawan jenisnya, maka racun itu justru akan tersalur ke pihak lawan dan akan segera menyerang jantungnya serta bisa mati seketika…”
Mei Ling masih seorang gadis yang suci bersih. Pikirannya polos dan belum mengerti apa-apa. Dia tidak tahu apa maksud Liang Fu Yong dengan mengatakan mengadakan hu- bungan intim. Untuk sesaat dia jadi tertegun, kemudian tersenyum simpul.
“Kalau begitu mudah sekali. Asal aku tidak berhubungan dengan kaum laki-laki kan beres?”
Sepasang alis Liang Fu Yong bertaut dengan erat.
“Malam ini adalah malam pengantinmu. Mana mungkin kau dan adik Tan Ki tidak melakukan hubungan…” tiba-tiba wajahnya menjadi merah padam. Kata-kata yang ingin diucapkan selanjutnya jadi tidak dapat tercetus keluar. Dia merasa malusekali. Oleh karena itu dia segera mendekatkan wajahnya dan berbisik di telinga Mei Ling.
Kata-kata yang dibisikkannya sudah barang tentu ada hubungannya dengan urusan suami istri. Tampak sepasang mata Mei Ling terbelalak lebar-lebar. Pertama-tama dia menganggukkan kepalanya dengan tersipu-sipu. Sekejap kemudian wajahnya berubah beberapa kali berturut-turut. Setelah mengeluarkan suara seruan terkejut, air matanya langsung mengucur dengan deras.
Ucapan Liang Fu Yong yang merupakan bisikan beberapa patah kata itu, membuat im- piannya yang indah dan melambung tinggi terhempas seketika.
Rupanya masalah Mei Ling yang kesalahan minum teh beracun memang sebuah kenyataan. Dan apa yang dikatakan Liang Fu Yong dengan berbisik di telinganya juga bukan suatu karangan belaka. Apabila dia melakukan hubungan intim dengan lawan jenis, maka orang itu pasti akan mati seketika dalam keadaan jantung disebari oleh racun.
Tetapi dia sudah menikah dengan Tan Ki. Sebagai seorang istri, bagaimana dia harus menolak permintaan suaminya yang satu itu?
Kabar berita yang mengejutkan dan di luar dugaannya, membuat Mei Ling tidak dapat mengucapkan sepatah katapun untuk beberapa saat. Dia memandang Liang Fu Yong dengan termangu-mangu. Dia merasa hatinya gelisah. Tidak ada setitik jalan keluar pun yang terpikir olehnya. Perasaannya demikian risau. Bahkan dirinya sendiri tidak tahu bagaimana harus mengungkapkan apa yang terasa dalam hatinya saat itu.
Sampai lama… lama sekali dia baru berbicara, “Cici, lalu bagaimana baiknya?” Liang Fu Yong menarik nafas panjang.
“Pesta pernikahan sudah berlangsung, upacara adat pun telah dilakukan. Meskipun Cici mempunyai pikiran untuk memberikan bantuan, tetapi saat ini sudah tidak bisa berbuat apa-apa lagi. Satu-satunya harapan Cici hanyalah dirimu sendiri yang dapat mengendalikan emosi serta perasaanmu…”
Tiba-tiba terdengar suara langkah kaki yang ringan berkumandang dari luar, kamar.
Liang Fu Yong cepat-cepat mengalihkan bahan pembicaraan…
“Jaga dirimu baik-baik. Hadapi suamimu dengan bijaksana. Aku harus pergi sekarang!” Begitu kata-katanya selesai, bagai seekor burung walet yang melintas di atas angkasa,
dia melesat keluar lewat jendela.
Boleh dibilang dalam waktu yang bersamaan, tampak sesosok bayangan di luar pintu kamar. Dalam keadaan mabuk berat, Tan Ki melangkah masuk ke dalam kamar.
Karena meneguk arak yang berlebihan, wajahnya jadi merah padam. Dengan langkah sempoyongan dia melangkah menghampiri Mei Ling kemudian menggabrukkan pantatnya jatuh terduduk di samping sang isteri.
Mei Ling memalingkan wajahnya sedikit dan melirik ke arah Tan Ki. Tiba-tiba jantungnya berdebar-debar. Dalam sekejap mata saja, suasana terasa panas membara. Seakan ada kehangatan yang terpancar dari diri Tan Ki sehingga seluruh anggota tubuhnya terasa le-mas. Wajahnya jadi merah padam. Cepat-cepat dia menundukkan wajahnya.
Tiba-tiba Tan Ki mengulurkan tangannya dan mencekal pergelangan tangan Mei Ling. “Walaupun jauh sampai di mana, apabila sudah jodoh pasti akan bersatu juga. Pepatah
ini sedikitpun tidak salah. Dapat menyunting seorang gadis yang cantik dan lembut seperti Liu Moay Moay menjadi isteri, sungguh merupakan kebahagiaan yang tidak terkirakan.
Setelah sekian lama memendam rindu sehingga tubuh menjadi kurus kering, akhirnya impian menjadi kenyataan…”
Dengan sekuat tenaga Mei Ling berusaha melepaskan diri dari cekalannya, namun tidak berhasil. Wajahnya yang cantik semakin mempesona karena dijalari rona merah jambu.
Dengan tersipu-sipu dia menundukkan kepalanya dalam-dalam. “Jangan begitu, kalau dilihat orang kan tidak enak…”
Tan Ki tertawa lebar.
“Apa urusannya, kita toh sudah menjadi suami isteri. Memangnya ada orang yang berani bicara yang tidak-tidak?” tiba-tiba dia menundukkan kepalanya dan mencium tangan Mei Ling dengan mesra. Gerakannya begitu cepat sehingga Mei Ling tidak sempat menghindar.
Jantung Mei Ling semakin berdebar-debar. Cepat-cepat dia menarik tangannya. “Jangan begitu. Pesta masih berlangsung. Seharusnya kau belum boleh meninggalkan
para tamu. Cepat ke sana!” sembari berkata, dia melonjak bangun dan mendorong tubuh Tan Ki.
Tan Ki tertawa terbahak-bahak. Dengan gerakan yang tidak diduga-duga dia mengu- lurkan lengannya dan merangkul pinggang Mei Ling yang kecil ramping.
“Aku toh jarang sekali minum arak. Tadi aku meneguk beberapa cawan sekaligus. Perut langsung terasa panas, bahkan rasanya bernafas pun sulit. Siapa yang kerajinan menemani tamu sebanyak itu? Liu Moay Moay, saat ini jantungku berdebar tidak karuan, aku ingin sekali…”
“Jangan! Aku…” baru mengucapkan dua patah kata, Mei Ling tidak dapat meneruskannya lagi. Sepasang bibirnya telah dibekap oleh bibir Tan Ki.
Ciuman ini dilakukan dalam keadaan tidak terduga, bahkan mengandung cinta kasih yang berkobar-kobar. Dicium sedemikian rupa, sukma Mei Ling seakan melayang-layang. Keempat anggota tubuhnya terasa lemas. Terdengar suara keluhan lirih dari mulutnya, tubuhnya pun terkulai dalam pelukan Tan Ki.
Sejak lahir sampai menjelang dewasa baru kali ini Mei Ling dicium oleh seorang laki- laki. Luapan cinta kasih Tan Ki yang panas membara membuat hatinya lemah dan tidak dapat mengadakan perlawanan.
Suasana di dalam kamar itu semakin panas!
Dari dalam kamar tidak terdengar suara sedikitpun. Kecuali sinar lilin yang melambai- lambai, yang terlihat hanya dua sosok bayangan yang saling berpelukan dengan erat.
Pada saat itu juga, di ujung koridor dekat jendela, berdiri seorang gadis yang sedang bersedih hati. Dia menundukkan kepalanya sambil menangis. Dia tidak mengatakan sepatah kata pun. Kadang-kadang dia mengangkat wajahnya dan menatap bayangan dalam kamar itu dengan penuh perhatian.
Tiba-tiba serangkum angin yang keras menghempas ke arah lilin yang sedang menyala sehingga padam seketika. Saat itu juga, bayangan yang tadinya terpantul lewat jendela langsung hilang. Keadaan di dalam kamar jadi gelap gulita.
Otomatis gadis itu tidak dapat melihat apa-apa lagi. Di dalam kegelapan hanya terdengar suara rintihan Mei Ling yang lirih.
“Tan Ki Koko, jangan berbuat begini, nanti ada orang yang datang. Jangan! Jangan!” Meskipun suaranya semakin lama semakin jelas, namun di dalamnya terselip kegembi-
raan. Rupanya Mei Ling tidak dapat mengendalikan dirinya sendiri, dia membiarkan Tan Ki memperlakukan apa saja terhadap dirinya.
Suasana di dalam kamar pengantin menjadi sunyi senyap, tidak ada sedikitpun suara yang terdengar, namun dapat dirasakan ketegangan yang menyelimuti di dalamnya.
Habislah! Mimpipun Tan Ki tidak mengira bahwa emosinya yang sesaat akan membawa bahaya kematian bagi dirinya sendiri!
Habislah sudah, semuanya telah terlambat!