Postingan

BAB 35. DUA MURID IN HOAN DIBURU JAGO SILAT TANGGUH

To-su Tauw-to menyaksikan Un Kin dan Tiang Keng berlutut berhadap-hadapan. ia heran. Entah apa yang sedang dilakukan kedua anak muda itu? Sekalipun ia sudah pergi dari hadapan mereka, namun pikirannya tetap tergoda. Ia ingin tahu apa yang sedang dilakukan kedua muda-mudi itu. Ia polos dan sembrono, tapi ia juga usil. Ia tak bisa diam saja. Ia tahu itu rahasia orang, tapi ia tak bisa diam. Saat ia berdiri di luar di depan pintu ia jadi serba salah. Tak lama ia berjalan hilir-mudik. Ia berharap jika kedua anak muda itu sudah keluar, ia berharap mereka akan memberi keterangan kepadanya.

Sang waktu berjalan terus, ia juga tetap gelisah. Saat kesabarannya telah habis, ia melihat dua bayangan orang berkelebat masuk ke dalam ruangan itu. la tak bisa melihat dengan tegas, maka ia gunakan hong-pian-san untuk menghalanginya sambil membentak. "Siapa yang berani masuk ke mari. dia harus merasakan senjataku!" kata dia

Itulah suaranya yang pertama didengar oleh Un Kin dan Tiang Keng.

Kedua bayangan itu kaget saat mereka tahu dihadang oleh si pendeta secara tiba-tiba. Keduanya langsung berhenti dan mengawasinya. Sekarang mereka kelihatan jelas, yang seorang jangkung-kurus membawa sebilah pedang, yang lain bungkuk membawa senjata ruyung tiok-ciat kong-pian.

Mereka saling mengawasi hingga tiga pasang mata saling pandang dekat sekali, ternyata mereka saling kenal. Kiranya mereka adalah begal dari wilayah bagian barat sungai Tiang- kang. yaitu Cian-lie Beng-to Gu It San dan Eng Lo-sat Siauw Tiat Hong, mereka berdua orang gagah dari See-ouw (Telaga Barat). Mereka berlainan tempat, satu di Barat satu di Selatan, tapi sekarang karena undangan dari Un Jie Giok mereka jadi berkumpul bersama. Mereka berdua kenal pada si pendeta, hanya si usilan kurang cocok dengan mereka hingga mereka tak mau bergaul.

Mereka keheranan satu sama lain.Bu-eng Lo-sat jadi tak puas.

"Ada orang lancang datang ke mari. kami sedang mengejarnya. Mengapa Tay-su menghalangi kami?" kata Bu- eng Lo-sat.

To-su Tauw-to memang tak mengerti apa maksud Un Kin menugaskan dia agar melarang orang mendekat ke kamar itu.Tapi karena ia sudah berjanji pada si nona. maka ia harus taat. Oleh karena itu ia tak ambil pusing, ia tetap bandel.

"Di tempat ini tak ada orang!" bentaknya bengis. "Jika kau mencari orang, kalian cari di tempat lain!" Gu-it San berangasan, ia tak senang atas teguran dan hadangan si To-su Tauw-to ini. Ia mendongkol atas cacian itu. maka ia berseru sambil mengayunkan piannya.

Melihat dirinya diserang. To-su Tauw-to tertawa. "Kalian cari mati sendiri!" kata dia.

Memang ia senang keras lawan keras. Maka serangan ruyung itu ia sambut dengan senjatanya yang berat.

Tak lama kedua senjata mereka beradu.

Tapi si To-su Tauw-to kaget, karena ia merasakan telapak tangannya bergetar dan nyeri.

"Tak kusangka binatang ini kuat sekali." pikir To-su Tauw- to sejenak.

Lalu ia balas menyerang dengan tipu menghajar gunung Hoa-san.

Beng-to Cian-lie pun terperanjat. Mereka terkenal bertenaga besar, sekarang ia berhadapan dengan lawan yang setimpal. Saat ia tahu diserang, ia jadi makin sengit. Ia tangkis serangan To-su Tauw-to dengan keras karena itu ia mengerahkan seluruh kekuatannya. Kembali kedua senjata mereka bentrok hingga terpaksa mereka harus mundur sejauh tiga langkah.

To-su Tauw-to yang kuda-kudanya sudah teguh kembali takut didahului oleh lawan, maka itu ia kembali menyerang.

Gu-it San benar-benar pemberani, ia sengaja maju menangkis serangan itu dengan sama kerasnya. Dia terperanjat, tangannya terasa nyeri sekali, hampir saja sepasang ruyungnya terlepas dari tangannya.

Si pendeta pun demikian, ia rasakan tangannya nyeri juga.

Bu-eng Lo-sat mendongkol berbareng geli menyaksikan kedua orang itu bertarung secara sembrono Mereka seolah sedang menguji tenaga masing-masing. Ia mencaci kedua orang sembrono itu. Karena mendongkol ia maju. melompat melewati mereka, ia masuk ke pertempuran.

Sekalipun sembrono ilmu silat To-su Tauw-to cukup baik. Melihat orang maju hendak menerobos, ia angkat senjatanya untuk merintanginya.

Siauw Tiat Hong tak ingin adu tenaga seperti sahabatnya tadi. Maka ia berkelit menghindari serangan si To-su Tauw-to. lalu membarengi dengan sebuah tikaman.

Menyaksikan lawannya lihay. To-su Tauw-to Bu Kin meladeninya dengan sungguh-sungguh. Ia gunakan ilmu Thung Mo Jie-ie Hong-pian-san-hoat atau tongkat pembasmi hantu la berkelahi sambil berseru. Ia menghadapi Gu-it San yang tak segera mau mundur. Siauw liat Hong yang menyaksikan perkelahian itu jadi heran dan curiga. Ia yakin orang yang mereka kejar ada di dalam kamar itu. Dia juga yakin Bu Kin, sahabat mereka akan ngotot bertahan, karena Bu Kinberkhianat. Maka ia mencaci Bu Kin sebagai manusia busuk. Akhirnya mereka saling mencaci hingga jadi berisik. Caci-maki inilah yang didengar oleh Tiang Keng dan Un Kin dari dalam kamar.

To-su Tauw-to tangguh sekalipun ia dikepung berdua, ia tak mau menyerah dan melawan terus.

Saat itu dari jauh terdengar suara ribut. Jelas itu suara orang sedang mengejar seseorang. Mendengar di kaki gunung ada musuh. Siauw Tiat Hong tak ingin meladeni To-su Tauw- to lebih jauh. ia gunakan akal. Begitu ia menggertak, ia melompat mudur dan pergi. Perbuatan SiauwTiat Hong ditiru oleh kawannya yang juga ikut pergi.

Bu Kin tertawa terbahak-bahak sambil membolak-balikan senjatanya. "Segala kelinci tak berguna. Pergilah kalian!" kata dia. Karena taat kepada tugasnya ia tak mengejar mereka. Un Kin dan Tiang Keng bernafas lega.

"Mereka sudah pergi..." bisik si nona.

"Benar, mereka sudah pergi," kata Tiang Keng.

To-su Tauw-to berjalan ke ambang pintu kamar dan masuk. "Mereka sudah kabur." katanya.

"To-su lihay!" kata Un Kin.

Ia tertawa terbahak-bahak mendengar pujian itu. Tangan yang kanan memegang senjatanya, sedang tangan kirinya menepuk dadanya.

"Nona, kepandaianku jelek, hanya dengan mengandalkan senjataku ini, dua orang itu bukan apa-apa bagiku!" kata si pendeta. Tak lama terdengar ia tertawa lagi sambil menepuk dadanya. "Nona jangan cemas, selama ada aku di sini, tak ada orang yang bisa masuk ke mari.

Jika Nona masih ingin bicara, bteruskan saja dengan tenang. "

"Belum tentu, Tay-su " kata Tiang Keng dingin.

To-su Tauw-to kaget. Ia jadi gusar. Kedua alisnya berdiri.

Saat ia akan bicara mendadak ia lihat kedua pasang mata anak muda itu bersinar tajam, mereka sedang mengawasi ke atas pintu.

Tak lama dari atas pintu meluncur turun dua sosok bayangan. Tubuh mereka ada yang gemuk dan ada yang pendek, kedua orang itu berdiri berendeng di ambang pintu. Mereka mengawasi secara bergantian pada ketiga orang yang berada di dalam.

Bu Kin keheranan, kedua matanya dibuka lebar-lebar. "Sahabat, kalian ini siapa?" kata Tiang Keng. "Silakan

masuk, mari kita bicara!" Di antara mereka bertiga Tiang Keng paling miskin pengalaman, namun matanya sangat jeli. Saat Bu Kin tadi bicara. Tiang Keng melihat ada dua bayangan melompat ke atas pintu, la pikir mereka sedang kebingungan. Un Kin melihatnya belakangan.

Sekarang terlihat tegas dua orang yang masih muda berdiri di hadapan mereka. Rupanya mereka sedang kebingungan.

Jelas mereka bukan anak buah Un Jie Giok. Un Kin ingat pada keributan tadi. Mungkin kedua orang inilah yang dicurigai dan kepergok, lalu dikejar-kejar serta dicari-cari.

Kedua orang itu terus mengawasinya, karena yakin. Tiang Keng tak berniat jahat, keduanya masuk. Tiang Keng mengawasi mereka dengan tajam.

namun kedua orang itu tak bisa melihat ke dalam kamar yang gelap itu. Salah seorang dari mereka agak curiga, ia menyalakan api. Sekarang mereka bisa saling mengawasi dengan jelas.

Kedua orang itu sama-sama tampan, tapi mereka kelihatan sedang gelisah. Yang membuat Tiang Keng keheranan, kedua orang itu berpakaian serba kuning, pakaian yang sama yang dikenakan oleh Gim Soan. Tiang Keng sudah lupa. mereka berdua pernah bertemu di atas gunung, yaitu saat masih kecil- kecil. Mereka datang bersama Gim Soan dan gurunya Ban Biauw Cin-kun In Hoan. Selang sepuluh tahun, mereka telah dewasa semua.

Sebenarnya mereka turun gunung bersama Gim Soan, tapi Gim Soan pergi ke Selatan, lalu mereka berdua berpisahan. yang seorang ke tepi sungai besar dan yang satunya lagi ke Se-coan dan Siam-say. Saat pesta di rumah To-pie Sin-kiam. Souw Sie Peng pernah menyebut-nyebut, bahwa ia pernah bertemu dengan anak muda di kaki gunung Gan-tong-san. Dia adalah salah seorang dari mereka berdua, yaitu Tiat Tat Jin. Kepandaian ketiga murid Ban Biauw Cin-jin ini seimbang. Mereka tak mengecewakan menjadi murid si imam. Karena mendengar kabar tentang pi-bu yang akan diadakan di Thian- bak-san, mereka yang tertarik datang ke Thian-bak-san. Tiat Tat Jin dan saudara seperguruannya, Cio Peng, datang terlambat. Tapi di kota Lim-an mereka menemukan tanda rahasia dari gurunya. Itu sebabnya mereka langsung menyusul. Di suatu tempat yang dijanjikan, mereka bertemu dengan gurumya. Ternyata guru mereka telah berhasil menolong Gim Soan. Saat itu gurunya melarang mereka ikut pertandingan di Thian-bak-san tanpa diberi tahu alasannya.

Karena Gim Soan sudah merasakan dihajar musuh, ia tak berani membantah pesan gurunya. Tidak demikian dengan Tiat Tat Jin dan Cio Peng, diam-diam mereka berkasak-kusuk.

"Suhu melarang kita mengambil bagian, jika kita datang sebelum pertandingan dimulai, apa salahnya?" kata Tiat Tat Jin.

Karena kedua anak muda itu tak bisa menahan gejolak hatinya, diam-diam mereka mendaki gunung Thian-bak-san Mereka tak tahu kalau di atas gunung banyak orang gagah dan ternyata mereka kepergok. Karena tak sanggup melawan orang-orang Un Jie Giok. mereka berniat kabur. Mengapa mereka bisa lolos, karena saat mereka tiba Tiang Keng sedang berhadapan dengan si imam dan pendeta, serta tiga jago dari Hay-lam. Sedangkan Tiang Keng bisa naik tanpa gangguan, karena saat itu orang sedang sibuk menghadapi kedua pemuda itu. Kedua pemuda ini cerdik, mereka bisa lolos dan meninggalkan Siauw Tiat Hong dan Gu-it San, mereka terlihat oleh Tiang Keng. Semula mereka pikir mereka tak akan bisa lolos lagi. Maka itu mereka berniat akan bertarung mati- matian. Mereka heran ternyata Tiang Keng baik hati dan sabar. Ia menyaksikan To-su Tauw-to juga si cantik Un Kin.

Ketika diawasi demikian tajam oleh kedua pemuda itu, Un Kin tidak puas. Saat itu hatinya memang sedang sumpek. Sambil mengeluarkan suara "hm" ia kibaskan tangannya, tak ampun api di tangan salah satu pemuda itu pun padam. Keadaan tempat itu jadi gelap seperti tadi.

Keadaan jadi sunyi, yang terdengar hanya nafas mereka masing-masing. Mereka semua waspada karena belum tahu apa yang ada di hadapannya. Tiat Jin dan Cio Peng diam. mereka tak ingin menyalakan api lagi. sekalipun sebenainya mereka sangat ingin melihat wajah Un Kin yang cantik.

Tapi tiba-tiba dari belakang Tiang Keng dan Un Kin terlihat sinar terang., hingga membuat mereka terperanjat.

0oo0

Traktiran: (7891767327 | BCA A.n Nur Ichsan) / (1740006632558 | Mandiri A.n Nur Ichsan) / (489801022888538 | BRI A.n Nur Ichsan) ataupun bisa melalui via Trakteer yang ada dibawah

DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar