Tiga Maha Besar Jilid 01

 
Jilid 01

DITENGAH arena berdirilah seorang perempuan cantik berusia pertengahan yang berpakaian sederhana tapi bersih, wajahnya tenang tapi penuh berwibawa, seakan-akan baru saja melayang turun dari atas langit, berdiri dengan gagahnya ditengah gelanggang.

Dalam waktu yang sangat singkat itu pula Liong-bun Siang- sat serta Yan-san It-koay yang merupakan gembong-gembong iblis kalangan hitam, Jin Hian serta Yau Sut sekalian yang merupakan jago-jago kangouw yang membunuh orang tanpa berkedip, secara tiba-tiba berubah jadi jinak dan sama sekali tak berani berkutik secara sembarangan.

Perempuan cantik berusia pertengahan itu bukan lain adalah majikan muda dari perkampungan, atau Hoa Hujin yang namanya pernah menggemparkan seluruh kolong langit sejak belasan tahun berselang.

Dengan cepat Hoa Thian-hong alihkan pula sorot matanya ke arah perempuan setengah baya itu, setelah mengetahui bahwa orang yang merampas pedang bajanya bukan lain adalah ibunya sendiri, ia jadi girang bercampur sedih, jantungnya terasa berdebat amat keras. Tampaklah ibunya berpakaian amat bersih dan rapi sekali, seakan akan bukan muncul dari dalam goa yang kotor dan gelap itu, untuk beberapa saat lamanya ia berdiri tertegun sehingga rasa sakit akibat kambuhnya racun terataipun terlupakan olehnya.

Dalam pada itu, air muka Cukat racun Yau Sut berubah jadi pucat kehijau-hijauan, beberapa kali bibirnya bergerak seperti mau mengucapkan sesuatu akan tetapi setiap kali maksudnya itu diurungkan.

Liong-bun Siang-sat serta Yan-san It-koay berdiri kaku seperti patung. Jin Hian tundukkan kepala memandang kebawah, Pek Soh-gie berdiri dengan wajah penuh kekaguman sedangkan Pek Kun-gie membelalakkan matanya lebar-lebar sambil mengawasi wajah Hoa hujin secara diam- diam, sikapnya tidak menentu dan tak dapat diketahui apakah ia sedang merasa girang ataukah murung.

Semua orang membungkam dalam seribu bahasa, Tio Sam- koh juga tidak buka suara serta menunggu Hoa hujin berbicara, sedangkan Hoa hujin sendiri sambil mencekal pedang baja berdiri gagah ditengah arena, sepasang matanya yang tajam perlahan-lahan menyapu sekejap keatas wajah para jago, akhirnya berhenti diatas wajah malaikat kedua Sim Ciu.

Gembong iblis itu sebenarnya keder pada kegagahan Hoa Hujin serta kelihayan ilmu silatnya, karena itu sejak kemunculan perempuan itu, watak buasnya agak terkendali. Tetapi bagaimanapun juga dia adalah seorang jago yang sudah sering kali mengalami kejadian besar, ketika dilihatnya Hoa hujin mencari gara-gara kepadanya, timbul kembali sifat buas dalam hatinya, ia segera berpikir, “Hoa Goan-siu yang begitu lihaypun berhasil kami jagal secara bersama-sama, apalagi sekarang akupun bukan sebatang kara, kendatipun engkau lihay, belum tentu serangan gabungan dari Liong-bun Siang-sat serta Yan-san It-koay dapat kau bendung…”

Berpikir sampai disini keberaniannya segera timbul kembali, sambil tertawa serunya, “Hoa Hujin, sudah belasan tahun engkau mengasingkan diri dari keramaian dunia persilatan, aku rasa ilmu silatmu tentu sudah berhasil dilatih hingga mencapai puncak kesempurnaan bukan? aku boleh tahu apa maksudmu untuk munculkan diri kembali didalam dunia persilatan?”

Gembong iblis dari kalangan Hek to itu kelihatan kasar dan bodoh, dihari-hari biasa ternyata bilamana perlu ucapannya sopan dan tahu diri juga, hal ini merupakan suatu kejadian yang tak pernah diduga oleh setiap orang.

Dengan wajah serius dan suara yang tenang dan datar, Hoa Hujin menjawab, “Bun Siau-ih munculkan diri kembali dalam dunia persilatan dengan tubuh sebagai janda, tentu saja tujuanku adalah menuntut balas bagi kematian suamiku serta menuntut keadilan dari umat Bu lim lainnya!”

Malaikat pertama Sim Kiam segera tertawa terbahak-bahak, tukasnya, “Haaaahh…. haaahh….. haaahh… sejarah pada masa dahulu merupakan contoh yang paling tepat bagi engkau, meskipun memiliki ilmu silat yang sangat tinggi belum tentu apa yang kau harapkan itu bisa terlaksana sebagaimana mestinya!”

Maksud dari ucapan itu bukan lain adalah menyinggung tentang peristiwa yang terjadi di pertemuan besar Pek Beng Tayhwee dimasa lampau, kemungkinan besar hari ini dapat terulang kembali. Perlahan-lahan Hoa Hujin alihkan sorot matanya dan memandang sekejap ke arahnya dengan pandangan dingin, lalu berkata, “Kejadian yang berlangsung dimasa lampau belum tentu bisa terulang kembali, bagaimanakah nasib manusia siapa yang tahu? itu berhasil atau tidaknya siapa pula yang dapat menduga lebih dahulu?”

Tiba-tiba sorot matanya dialihkan keatas wajah Pek Kun- gie.

Pada waktu itu secara diam-diam Pek Kun-gie sedang mengawasi pula wajah Hoa hujin, ia merasa biji mata perempuan cantik itu bening bagaikan bintang timur ditengah kegelapan, kecantikan wajahnya benar-benar sukar di lukiskan dengan kata-kata.

Ketika biji mata yang jeli beralih ke arahnya, ditengah sorot mata yang serius terselip kegagahan yang luar biasa, ketika sorot mata Pek Kun-gie terbentur dengan sinar matanya, seketika itu juga ia merasakan pikirannya kalut dan tanpa sadar ia tundukkan kepalanya rendah-rendah.

“Apakah nona yang bernama Pek Kun-gie?” terdengar Hoa Hujin bertanya dengan suara nyaring.

Buru-buru Pek Kun-gie menengadah keatas dan menjawab, “Boanpwee Pek Kun-gie….”

Biji matanya berputar dan dengan cepat melirik sekejap ke arah Hoa Thian-hong.

Air muka Hoa Hujin tiba-tiba berubah jadi sedih, seakan- akan didalam hatinya terdapat banyak persoalan yang tak dapat diputuskan olehnya, tetapi hanya sebentar saja wajahnya telah pulih kembali seperti sedia kala, tiba-tiba ia bertanya kembali, “Nona apakah engkau takut mati?” Tertegun hati Pek Kun-gie mendengar pertanyaan itu, tidak sempat berpikir panjang, lagi ia segera menjawab, “Boanpwee tidak takut mati!”

Hoa Hujin mengangguk, ujarnya kembali, “Mati atau hidup sudah digariskan menurut takdir, memang tiada yang perlu ditakutkan”

Ia berpaling ke arah malaikat kedua Sim Ciu, kemudian ujarnya, “Sudah lama aku dengar Liong-bun Siang-sat adalah manusia yang berhati kejam dan bertangan telengas, beranikah engkau membinasakan nona itu detik ini juga?”

“Dengan seorang angkatan yang lebih muda aku tak punya hubungan dendam ataupun sakit hati, kenapa aku musti membinasakan dirinya?”

“Hmm! Putri dari Pek Siau-thian memang tak dapat dibunuh dengan sesuka hati sendiri”

Setelah berhenti sebentar, dari balik mata Hoa Hujin memancar keluar serentetan cahaya tajam yang menggidikkan hati, ujarnya lebih jauh sambil tertawa, “Kalau engkau menganggap dirimu sebagai angkatan tua kenapa tidak kau lepaskan baju nona itu?”

Mula-mula malaikat kedua Sim Ciu agak tertegun, kemudian sambil tertawa terbahak-bahak serunya, “Haaahh….haaahh….. haaahh…. Hoa Hujin suruh aku orang she Sim melepaskan nona ini, apakah tujuanmu hendak pungut dia sebagai menantumu….??”

“Barang siapa yang bercita-cita merebut kolong langit, dia tak akan mengurusi keluarganya, Pek Siau-thian mempunyai ambisi yang amat besar dan ingin menguasai seluruh kolong langit, dia tak akan bersedia mengawinkan putrinya kepada pihak lawan sehingga perbuatannya mengalami gangguan, aku Bun Siau-ih tiada berminat untuk pungut dia sebagai menantuku, dan bagimu tetap menahan nona itupun tak akan mendatangkan manfaat apa-apa….”

Ketika Pek Kun-gie mendengar bahwa Hoa Hujin tidak berminat mengambil dirinya sebagai menantu, tercekatlah hati gadis itu, ia jadi lemas dan sama sekali tak bersemangat lagi, ia tahu semua perkataan dari Hoa Hujin itu tujuannya bukan lain adalah hendak memaksa Sim Ciu untuk melepaskan dirinya dari cekalan orang.

Dengan pikiran yang kalut dan hati yang sedih, sorot matanya segera dialihkan ke arah Hoa Thian-hong.

Kebetulan sekali sepasang mata Hoa Thian-hong yang tajam dan menawan hati itu sedang memandang ke arahnya, ketika empat mata saling bertemu, air muka kedua orang itu sama-sama berubah hebat, rasa sedihpun terlintas diatas raut wajah masing-masing.

Semua tingkah laku dari dua orang muda mudi itu tidak terlepas dari pengawasan malaikat kedua Sim Ciu, dalam hati ia segera berpikir, “Rupanya kedua orang bocah itu memang saling menaruh hati antara yang satu dengan yang lain, akan tetapi golongan putih dan golongan hitam selamanya berhadapan bagaikan api dan air, belum tentu Pek Loo ji suka menyetujui perkawinan itu, sedangkan perempuan dari keluarga Hoa ini selamanya tegas dalam pendirian, iapun belum tentu akan menyetujui perkawinan ini…..

“Waah….! urusannya tentu ramai”.

Tindakannya menangkap kakak beradik dari keluarga Pek tadi sebenarnya dilakukan karena terdorong oleh suara hatinya belaka dia tahu tindakannya ini sama sekali tak akan mendatangkan manfaat apapun juga baginya, apa lagi tiga puluh orang jago dari per kumpulan Sin-kie-pang berjaga-jaga disana, untuk membawa pergi Pek Kun-gie jelas bukan suatu pekerjaan yang mudah maka dengan cepat dia mengambil keputusan didalam hatinya.

Kepada Hoa hujin sambil tertawa ujarnya, “Aku lihat kesan Pek Kun-gie terhadap putramu tidak jelek, memandang diatas wajah emas Hoa Hujin rasanya sudah sepantasnya kalau aku orang she Sim harus memenuhi keinginanmu itu, tapi bagaimana kalau Hujin mendemonstrasi lebih dahulu kelihayanmu sehingga kami sekelompok manusia-manusia kasar dapat menambah pengetahuan kami”

“Benar!” sambung Yan-san It-koay sambil tertawa, “aku dengar ilmu silat yang di miliki It kiam kay Tionggoan Siang Tang Lay lihay dan luar biasa sekali, sayang rejekiku kurang begitu baik dan tak sempat menyaksikan dengan mata kepala sendiri, selama belasan tahun belakangan ini akupun belum pernah menyaksikan ilmu silat yang benar-benar luar biasa, jikalau Hoa hujin bersedia mendemonstrasikan keampuhanmu, niscaya kami semua akan merasa puas sekali!”

Sejak memperlihatkan kelihayannya dalam pertemuan besar Pak Beng Tayhwee dan mendapat pujian dari Pek Siau- thian sehingga di beri kedudukan sebagai Kunsu, boleh dibilang selama belasan tahun belakangan ini setiap perbuatan dari Cukat racun Yau Sut pasti mendatangkan hasil yang memuaskan, ini hari setelah mengalami kekalahan total ditangan sekawanan jago lihay yang ilmu silat serta kecerdikannya satu tingkat lebih tinggi darinya sehingga membuat ia berulang kali jadi malu, rasa bencinya terhadap Hoa Hujin maupun Liong-bun Siang-sat sekalian boleh dibilang sudah merasuk ke tulang sumsum. Kini mendengar Yan-san It-koay mengungkap kembali persoalan mengenai Siang Tang Lay, ia segera tertawa dingin dan menyela, “Heeehh…. heeehh…. heeeh…. Siang Tang Lay bisa termasyhur namanya di kolong langit tidak lebih karena ia mampu mengalahkan lima orang jago, sewaktu dilangsungkannya pertemuan besar Pak Beng hwee, bukankah pernah terjadi pula peristiwa dikerubutnya seorang jago oleh lima orang jago lihay lainnya?”

Begitu ucapan tersebut diutarakan keluar suasana jadi amat gempar.

Air muka Hoa Hujin, Liong-bun Siang-sat, Yan-san It-koay serta Jin Hian seketika berubah hebat, lima pasang sorot mata dengan pandangan gusar sama-sama dialihkan keatas wajah Cukat racun.

Diam-diam Yau Sut merasa amat terperanjat, akan tetapi diluaran ia segera tertawa terbahak-bahak.

“Haaahhh…. haaaahh…. kebetulan sekali..! sungguh kebetulan sekali, saat inipun terdapat lima orang, kalau aku orang she Yau bisa mendapat kehormatan untuk mati dibawah kerubutan kalian lima orang jago lihay, kejadian ini boleh dihitung merupakan rejeki bagiku”

Air muka malaikat pertama Sim Ciu berubah jadi hebat, sambil menyeringai seram serunya, “Keparat yang tak tahu diri, engkau masih belum mempunyai rejeki sebesar itu, cukup aku seorang sudah dapat mengirim engkau pulang kelangit sebelah barat”

Selesai berkata, selangkah demi selangkah ia berjalan maju kedepan. Cukat racun Yau Sut segera berpikir di dalam hati, “Liong- bun siang sat maupun Yan-san It-koay sama-sama merupakan pembunuh dari Hoa Goan-siu, tidak mungkin Bun Siau-ih akan berpeluk tangan belaka dengan melupakan dendam kematian suaminya, kalau ini hari tidak sampai terjadi pertarungan massal, keadaan masih mendingan, asal terjadi pertarungan maka dia tak akan berpeluk tangan belaka, ditambah Tio Sam- koh serta Hoa In si tua bangka itu, bagi tiga orang makhluk tua itu untuk melarikan diri jauh lebih sulit dari pada naik ke langit, bahkan inti kekuatan dari perkumpulan Hong-im-hwie pun akan mengalami kehancuran total.

Berpikir sampai disini, tanpa terasa semangatnya berkobar, ketika dilihatnya malaikat pertama Sim Kian maju menghampiri dirinya, ia segera tertawa lebar sambil serunya, “Haaahh…. haaaah…. haahh…. bagus sekali, aku orang she Yau akan mengikuti jejak orang dulu, dengan melawan lima jago mengorbankan diri sendiri”

Ia ulapkan tangannya kemudian maju menyongsong kedepan!

Bayangan manusia berkelebat lewat, Kiu im sam kui ikut meloncat maju pula kedepan, seorang pria setengah baya yang berwajah buruk dengan panca indranya yang tidak genah, berbadan kurus tinggi serta memakai jubah pajang yang nampak lututnya tanpa mengeluarkan sedikit suarapun membuntuti di belakang Cukat racun Yau Sut.

Malaikat pertama Sim Kian tak pernah menyangka kalau Cukat racun Yau Sut bakal mengambil tindakan seperti ini, keadaannya pada saat ini boleh dibilang ibaratnya menunggang dialas punggung harimau, membuat ia sangat mendongkol sehingga sorot matanya memancarkan sinar berapi-api. Terdengar malaikat kedua Sim Ciu berseru dengan suara menyeramkan, “Loo toa, bertemu dimana kita selesaikan dimana, tak usah kita tunggu sampai pertemuan Kian ciau tayhwee lagi!”

Tangan kirinya digulung menggempit tubuh Pek Kun-gie yang lemas itu dibawah ketiaknya, kalau ditinjau dari keadaannya mungkin ia ber siap-siap untuk menerjang keluar dari kepungan.

Jin Hian serta Yan-san It-koay dengan cepat saling bertukar pandangan sekejap, kedua orang itu mengetahui bahwa situasi telah berubah jadi amat serius. Jin Hian segera menyingkap jubahnya dan cabut keluar sebilah pedang pendek yang memancarkan cahaya tajam, sedangkan Yan-san It-koay dari balik lengannya mengambil pula sebuah gelang tangan yang berwarna hitam emas, belasan pengawal golok emaspun sama-sama meloloskan senjatanya.

Melihat pihak lawan melakukan persiapan untuk menerjang keluar dari tempat itu, para jago dari pihak perkumpulan Sin- kie-pangpun sama-sama meloloskan pula senjata tajamnya, mereka semua bersiap sedia dan kalau ditinjau keadaannya jelas mereka telah mempersiapkan diri untuk melakukan pertarungan secara massal.

Dipihak lain, Hoa Thian-hong serta Tio Sam-koh merasakan semangatnya berkobar kembali, pertumpahan darah yang terjadi antara dua kekuatan besar ini justru merupakan apa yang diharapkan oleh mereka, sebab hancurnya dua perkumpulan tersebut berarti suatu keuntungan bagi seluruh umat manusia dalam dunia persilatan.

Dengan sorot mata yang tajam, diam-diam Hoa Thian-hong melirik sekejap ke arah malaikat kedua Sim Ciu, setelah itu sambil mendekati ibunya ia berbisik lirih, “Ibu, pedangku!”. “Bagaimana dengan luka dialas dadamu?” tanya Hoa Hujin sambil melirik sekejap ke arah dada putra kesayangannya yang berlepotan darah.

“Jalan darahnya sudah kutotok, darah telah berhenti mengalir!”

“Bagaimana dengan luka racunnya?”

“Ini hari sudah tidak terlalu mengganas seperti hari-hari biasa, hanya setengah jam saja kemudian telah lenyap”

Diam-diam Hoa hujin menghela napas panjang, ujarnya, “Darah segar yang mengalir keluar dari tubuhmu terlalu banyak, tentu….saja daya kerja racun itupun bertambah kecil….”

“Tapi ananda sama sekali tidak merasakan sesuatu yang tak beres!” sambung Hoa Thian-hong dengan cepat sambil tertawa.

Sementara pembicaraan masih berlangsung, orang-orang dari perkumpulan Sin-kie-pang serta Hong-im-hwie telah menjadi tenang kembali, kedua belah pihak sama-sama mempersiapkan diri untuk melakukan pertarungan, suasana amat tegang, cahaya tajam memantulkan sinar yang menyilaukan mata, hawa pembunuh tersebar di empat penjuru, rupanya suatu pertempuran yang sengit setiap saat dapat terjadi.

Kiranya It kiam kay Tionggoan Siang Tang Hay menemui ajalnya ditangan Pek Siau-thian, Jin Thian, Thian Ik-cu, Ciu It- bong serta Bu Liang Sinkun sebaliknya Hoa Goan-siu menemui ajalnya karena dikerubuti oleh Liong-bun Siang-sat, Yan-san It-koay, nenek dewa bermata buta serta Thian Ik-cu, diantara kelima orang itu ada empat orang diantaranya merupakan anggota dari perkumpulan Hong-im-hwie, kecuali nenek buta tiga orang yang lain hadir pula disana, dendam berdarah seperti ini tentu saja Hoa hujin tak akan membiarkannya berlalu dengan begitu saja!

Seandainya tiada orang yang mengungkap, mungkin masing-masing pihak masih mempunyai perhitungannya sendiri dan urusan bisa dilewatkan dengan begitu saja, tapi justru Cukat racun Yau Sut telah mengungkapnya hingga menimbulkan suasana yang kalut, dalam keadaan begini sudah sepantasnya kalau Hoa hujin akan mempergunakan kesempatan ini secara baik-baik, jika demikian keadaannya maka posisi Hong-im-hwie semakin terdesak dan lemah, bahkan kemungkinan besar akan terancam kemusnahan.

Malaikat pertama Sim Kian telah membenci Cukat racun Yau Sut hingga merasuk ke tulang sumsum, pada saat itu sorot mata yang bengis memancar keluar dari matanya, ilmu cakar Tay im sin jiau telah dikerahkan hingga mencapai dua belas bagian, rupanya dia ada maksud untuk membinasakan Cukat racun dalam suatu serangan mendadak.

Yau Sut sendiri sama sekali tidak gentar, rupanya ia sudah mempunyai rencana yang matang sekali, sorot mata yang memancar keluar dari balik matanya nampak dingin menyeramkan, diapun menatap tajam wajah Sim Kian tanpa berkedip, ia tak berani bertindak gegabah menghadapi musuh yang sangat tangguh itu.

Kedua belah pihak sama-sama tak berani bergerak, tetapi begitu bergerak niscaya serangan akan dilancarkan dengan sepenuh tenaga, menang kalahpun dengan cepat akan ditentukan.

000O000 41

PADA saat itu suasana diseluruh arena jadi sunyi senyap tak kedengaran sedikitpun suara, seolah-olah ditengah gunung yang tak ada manusianya.

Hoa Hujin berdiri diantara kedua belah pihak, dengan sikap yang tenang ia menyaksikan perubahan yang terjadi didepan matanya, mendadak dengan dahi berkerut ia termenung dan berpikir beberapa saat lamanya, tiba-tiba ia serahkan kembali pedang baja itu ke tangan Hoa Thian-hong, lalu pesannya.

“Jangan bergerak secara sembarangan, selama aku berada disini. engkau tak usah pertaruhkan jiwamu secara sembarangan!”

Beberapa patah kata itu diutarakan keluar dengan suara yang tak begitu keras tetapi juga tidak terlalu rendah, hampir boleh di katakan setiap orang yang berada dalam arena dapat mendengar perkataan itu dengan jelas.

Bagi orang lain keadaannya masih agak mendingan, lain halnya dengan malaikat pertama Sim Kian yang berada di paling depan, pada waktu itu sebenarnya dia sedang pusatkan perhatiannya untuk melakukan penyerbuan, tetapi sesudah mendengar ucapan dari Hoa hujin itu, semangatnya segera mengendor, timbullah niat dalam hati kecilnya menyerang lalu kabur dari sana.

Pada saat semangatnya mengendor tadi hatinya sudah mulai goncang, seharusnya Cukat racun Yau Sut menggunakan kesempatan ini secara baik-baik untuk melancarkan serangan, tetapi ia sudah dibikin gentar oleh nama besar Sim Kian dan bertindak sok serius, karena itulah suatu kesempatan yang sangat baik telah dibuang dengan sia sia.

Sementara Hoa Hujin masih berputar otak untuk memancing terjadinya pertarungan antara dua kelompok kekuatan besar dalam dunia persilatan, tiba-tiba ia merasakan dari arah jembatan batu seberang muncul sesosok bayangan manusia yang dengan cepatnya meluncur ke arah mereka.

Ia segera alihkan sorot matanya ke arah mana berasalnya bayangan manusia itu, tampaklah dua bayangan manusi bagaikan gulungan asap ringan sedang melayang mendekat dengan cepatnya, sekali kelebatan tubuhnya sudah mencapai tempat yang jauh dan cepatnya luar biasa.

Air muka Hoa Hujin agak bergerak, tanpa ragu-ragu lagi ujung bajunya diam-diam dikebaskan kedepan, segulung angin pukulan yang dahsyat dan sama sekali tidak menimbulkan sedikit suarapun langsung menggulung ke arah tubuh Cukat racun yang berada kurang lebih dua tombak dihadapannya.

Seluruh perhatian dari Cukat racun Yau Sut sedang dicurahkan ke arah badan Malaikat pertama Sim Kiau, ketika secara tiba-tiba muncul segulung angin pukulan yaug amat dahsyat serta menghajar tubuhnya, kuda-kuda orang itu seketika tergempur, tak dapat ditahan lagi seolah-olah tergulung oleh ombak dahsyat, badannya mundur ke belakang dengan sempoyongan.

Malaikat pertama Sim Kian adalah seorang manusia yang sangat lihay, menyaksikan air muka Yau Sut berubah hebat, ia segera memperdengarkan suara pekikan tajamnya yang membetot sukma, tubuhnya laksana kilat menerjang maju kedepan. Dalam waktu singkat bentakan keras berkumandang diri empat penjuru, bayangan manusia pun saling menyebarkan diri untuk mencari lawan tandingnya masing-masing.

Pada saat itulah terdengar suara seseorang yang tajam amat menusuk pendengaran berkumandang datang, “Sicu sekalian harap tahan…. harap kalian suka mendengarkan sepatah dua patah dari aku orang Thian Ik-cu!”

Bersama dengan selesainya ucapan itu, dua sosok bayangan manusia bagaikan anak panah yang terlepas dari busurnya dalam waktu singkat telah menyeberangi jembatan batu dan mendaki keatas bukit.

Sekarang Hoa Hujin telah melihat jelas bahwa pendatang yang baru saja munculkan diri bukan lain adalah dua orang imam tua yang rambutnya telah beruban semua, salah satu diantaranya adalah Thong-thian kaucu, sadarlah perempuan itu kalau siasatnya ‘memasang perangkap menusuk harimau’ susah untuk diwujudkan kembali, tak terasa ia menghela napas panjang, membuyarkan kembali tenaga dalamnya dan berdiri membungkam ditempai semula.

Ditengah suasana yang amat kalut, terlihat malaikat Pertama Sim Kian berdiri saling berhadapan dengan lima orang jago lihay, keenam orang itu sama-sama kaku seakan- akan sebuah buah patung arca, hanya saja pada waktu itu malaikat pertama Sim kian memejamkan sepasang matanya dengan wajah pucat pias, dadanya berombak naik turun tiada hentinya, sebuah bekas telapak yang amat jelas tertera di bagian bawah iga kirinya, dilihat dari keadaan jelas ia telah menderita luka dalam yang cukup parah.

Cukat racun Yau Sut cerdik dan licik, pada saat yeng amat kritis ia berhasil meloloskan diri dari mara bahaya yang mengancam jiwanya, sekalipun begitu keringat dingin telah membasahi seluruh tubuhnya, mukanya pucat pias seperti mayat sedang jantungnya berdebar keras, lama sekali debaran jantungnya baru agak reda.

Keadaan dari Kiu im Sam Kui, tiga setan Kiu im tetap seperti sedia kala, dalam benrokan yang terjadi amat singkat itu mereka bertiga tidak merasa kaget, pun tidak mengalami bencana apa-apa. Sebaliknya air muka pria setengah baya bermuka jelek berpanca indera tak lengkap serta memakai jubah panjang yang kelihatan lututnya itu nampak berubah agak aneh, orang ini bentuknya sama sekali tidak menyolok tetapi pada waktu itu sorot matanya yang terpancar keluar nampak tajam sekali, sikapnya jauh lebih angkuh dari pada siapa pun.

Dalam waktu singkat Thong-thian kaucu telah tiba didepan mata para jago, tampaklah disamping tubuhnya mengikuti pula seorang imam tua berbaju kuning berambut putih serta memiliki sepasang mata yang amat tajam.

Dengan kejelian mata Hoa Hujin, sekilas memandang ia telah tahu bahwa tenaga dalam yang dimiliki imam tua berbaju kuning itu jauh diatas keampuhan diri Thian Ik-cu sendiri, tanpa terasa ia memperhatikan imam tua baju kuning itu beberapa kejap lagi.

Rupanya imam tua baju kuning itupun sudah mengetahui siapakah Hoa Hujin, setelah tiba ditengah gelanggang, sepasang matanya yang tajam segera dialihkan ke arah Hoa Hu Jin.

Dalam pada itu, Thian Ik-cu ketua dari perkumpulan Thong-thian-kauw telah menyapu sekejap seluruh kalangan kemudian sambil tertawa, serunya lantang, “Saudara-saudara sekalian, selamat bertemu kembali! terimalah hormat dari Thian Ik-cu!” Jin Hian adalah ketua dari perkumpulan Hong-im-hwie, ia segera tampil kedepan dan menjawab dengan suara dingin, “Kaucu, selamat bertemu!” Ia memandang sekejap ke arah imam tua baju kuning itu, kemudian dengan alis mata berkernyit, ia melanjutkan, “Bila pandangan mata aku orang she Jin belum melamur, bukankah imam tua itu adalah Cin Ling cinjin?”

“Haaaahh…… haaaahhh….. daya ingat Jin Tang-kee memang tajam sekali,” sambung Thian Ik-cu sambil tertawa, “sedikitpun tidak salah, dia bukan lain adalah paman guru pinto yang bernama Cin Ling loohu, sudah hampir dua tiga puluh tahun lamanya dia orang tua mengasingkan diri dari keramaian dunia serta tak pernah muncul dalam dunia persilatan!”

Diam-diam Hoa hujin berpikir dalam hatinya, “Menurut kabar berita yang tersiar di dalam dunia persilatan, katanya beberapa orang siluman tosu tua itu sudah pada mampus, rupanya mereka cuma mengasingkan diri belaka, kalau begitu kekuatan dari perkumpulan Tong thian Kau masih berada diatas dari perkumpulan Hong-im-hwie.”

Dengan pandangan dingin, Cin Ling cinjin melirik sekejap ke arah Jin Hian, kemudian sorot matanya dialihkan kembali ke arah lain, wajahnya dingin dan kaku sehingga nampak angkuh sekali.

Terdengar Thian Ik-cu tertawa terbahak-bahak, lalu berkata lagi, “Haaaahh…. haaah…. haaahh… pertemuan besar Kian Ciau tayhwee dalam waktu singkat akan berlangsung, semula pinto masih mengira Hoa hujin yang sedang mengasingkan diri tak mungkin bisa ikut menghadirinya…” Tidak menunggu imam tersebut menyelesaikan kata- katanya, dengan cepat Hoa Hujin menukas.

“Setelah mendapat perhatian yang begitu khusus dari kaucu, tentu saja aku tak berani menyia-nyiakan harapanmu, kaucu tak usah kuatir, pada saat diselenggarakannya pertemuan besar Kian ciau tayhwee, aku Bun Siau-ih pasti akan datang”

“Kehadiran hujin pasti akan menambah semaraknya pertemuan besar itu, atas kesediaan hujin, sebelumnya pinto ucapkan banyak terima kasih terlebih dahulu”

Setelah memberi hormat, dia alihkan sinar matanya ke arah Cukat racun Yau Sut serta malaikat pertama Sim Kian, lanjutnya, “Selamanya antara Sin-kie-pang dan Hong-im-hwie hidup secara damai dan tak pernah bentrok antara yang satu dengan yang lain, bolehkah aku tahu apa sebabnya sampai kalian saling bertempur sendiri ditempat ini?”

Dalam hati Cukat racun Yau Sut segera berpikir, “Bila perkumpulan Sin-kie-pang dan Hong-im-hwie tidak akur, pihak sekte agama Thong-thian-kauw lah yang akan berada pada posisi yang paling menguntungkan, Hoa hujin merupakan bibit bencana yang bisa mendatangkan bahaya besar bagi kita semua, kalau hendak turun tangan maka dialah yang harus pertama-tama dibasmi lebih dahulu, dalam keadaan begini pihak Sin-kie-pang harus bekerja sama dengan Hong-im-hwie serta Thong-thian-kauw untuk menghadapi serangan dari luar, sebab inilah tugas pertama paling penting yang harus segera diselesaikan”

Serangan Hoa hujin yang dilancarkan secepat geledek tadi membuat juru pikir dari perkumpulan Sin-kie-pang ini merasakan hatinya bergidik, ia tak berani bertindak sok pintar lagi, apa lagi mengambil tindakan yang berbahaya. Setelah mengambil keputusan didalam hati, wajahnya segera berubah jadi amat serius, katanya dengan suara nyaring.

“Sahabat! dari perkumpulan Hong-im-hwie telah menangkap putri kesayangan dari Pek lo pangcu kami, apakah anak buah kumpulan Sin-kie-pang tidak berhak untuk merampasnya kembali?”

Ucapan ini sangat beralasan tetapi nadanya sudah lunak sekali, bukan saja semua orang dapat menangkap nada ucapannya itu bahkan malaikat pertama Sim Kian pun merasakan hawa amarahnya jauh berkurang.

Thian Ik-cu segera tertawa terbahak-bahak, setelah mengebutkan senjata Hudtimnya ia berpaling ke arah Jin Hian dan berkata, “Ketua Jin kalau memang begitu, kesalahannya terletak pada diri kalian”

“Kalau salah habis mau apa?” bentak Jin Hian dengan penuh kegusaran, sepasang matanya melotot besar, “selamanya perkumpulan Hong-im-hwie bekerja menurut suara hati sendiri dan tak sudi terikat oleh siapapun, kalau ada diantara kalian yang merasa tidak leluasa untuk menyaksikan perbuatan kami, tak ada halangannya untuk menantang kami guna mengadu tenaga”

Bukan gusar, Thian Ik-cu malah tertawa.

“Ketua Jin, pendapatmu itu keliru besar, kalau perkumpulan Sin-kie-pang serta Hong-im-hwie bisa bekerja sama tanpa selisih paham maka semua bencana bisa disingkirkan dengan mudah, bukankah masalah ini gampang sekali dibayangankan……” “Hmmm! belum tentu begitu” tukas Jin Hian dengan suara dingin, “sahabat saling menggigit, saudara sekandung saling membunuh sudah seringkali terjadi di kolong langit, kerja sama bukan suatu perbuatan yang bisa dipercayai seratus persen”

Diam-diam Thian Ik-cu jadi mendongkol, makinya didalam hati, “Tua bangka sialan! engkau tak usah berlagak sok dan bersikap takabur dihadapanku, dalam pertemuan besar Kian cian tayhwee nanti kami akan lenyapkan kaum pendekar dari kalangan lurus lebih dahulu kemudian membasmi perkumpulan Hong-im-hwie, rencana bagus ini sekarang sudah berada didalam saku Pek lo ji serta kaucumu. Hmm! tunggu saja sampai tang-gal mainnya”

Didalam hati ia berpikir demikian, sementara air mukanya berubah jadi keren, ujarnya lagi dengan serius, “Beberapa waktu berselang pinto pernah membekuk Pek Soh-gie pula, hal ini dikarenakan Pek Soh-gie amat angkuh dan tinggi hati, ia tak pandang sebelah matapun kepada orang lain. maka dari itu pinto sengaja mempermainkan dirinya agar keangkuhan Pek Soh-gie bisa agak berkurang, sekarang ketua Jin menggunakan pula cara yang sama dengan perbuatanku itu, atau mungkin engkau memang sengaja menjiplak cara kerja pinto itu?”

“Kaucu pandai sekali bersilat lidah, ketajaman selembar lidahmu boleh dibilang nomor satu di kolong langit, aku merasa tak mampu menangkan dirimu” ejek Jin Hian ketus.

Thong-thian kaucu tertawa.

“Aaah…! terima kasih atas pujianmu…terima kasih banyak atas pujianmu!” Sambil berpaling ke arah malaikat kedua, Sim Ciu, ia berkata kembali, “Sim loo ji, bersediakah engkau menjual muka untuk pinto serta melepaskan budak cilik itu dari cengkeramanmu?”

Malaikat kedua Sim Ciu tertawa seram

“Hmm… hmm… kalau cuma Thong-thian kaucu belaka, aku rasa belum punya muka sebesar itu sehingga kita harus jual muka ke padanya”

Tiba-tiba Cin Ling cinjin berpaling, sepasang matanya yang tajam bagaikan pisau belati memancar keluar seakan-akan hendak menembusi ulu hati dari Sim Ciu.

Thian Ik-cu yang berada di sisinya segera tertawa dan berkata, “Susiok, engkau tak usah marah, Sim loo ji memang orangnya binal serta sukar diatur, sejak dilahirkan dia berwatak seperti itu!”

Selama ini Hoa hujin hanya menonton saja dari samping arena, melihat tingkah laku orang-orang itu, dalam hati kecilnya segera berpikir.

Selama tiga bibit bencana dari dunia persilatan saling bersaing dalam menguasai kolong langit, hasut menghasut serta saling mengadu domba sudah merupakan kejadian yang lumrah entah apakah maksud serta tujuan dari siluman tosu ini dengan mengucapkan kata-kata yang begitu enak didengar?

Terdengar Thian Ik-cu sambil tertawa telah berkata kembali, “Beberapa waktu berselang ketika aku berhasil menangkap Pek Soh-gie, mau bunuh tak berani bunuh, mau lepas merasa keberatan untuk dilepas dengan begitu saja, batin ku benar-benar tersiksa sekali, Sim Loo ji.” “Kata engkau mengatakan aku tak tega untuk turun tangan, sekarang juga akan kubunuh budak ini dihadapanmu!” bentak Sim Ciu sicara tiba-tiba dengan suara keras.

Telapak tangannya segera diangkat dan ditekan diatas batok kepala dari Pek Kun-gie.

Tindakan ini sama sekali berada diluar dugaan semua orang para jago mengira Sim Ciu sudah terpengaruh oleh watak bengisnya hingga tak dapat menguasai diri.

Hoa Thian-hong merasakan darah panas dalam dadanya bergelora, ia membentak keras, sambil memutar pedang bajanya ia menerjang maju ke arah depan.

Hoa Hujin menyaksikan kejadian segera mengerutkan dahinya, dengan cepat ia menggerakkan pergelangannya untuk menyambar lengan putra kesayangannya itu, tetapi ketika mencapai tengah jalan tiba-tiba ia berubah pikiran, sambil menghela napas panjang, pemuda itu dibiarkan melanjutkan terjangannya kedepan.

Para jago dari perkumpulan Sin-kie-pang juga dibuat gempar oleh tindakan lawannya itu, semua orang menggerakkan badannya siap melakukan pertolongan, akan tetapi karena jaraknya terpaut amat jauh maka reaksi dari mereka pun jauh lebih lambat.

Sementara itu dengan gerakan yang cepat sekali, Hong Thian Hong telah menerjang maju kedepan, pedangnya dengan disertai desiran angin tajam langsung membacok keatas tubuh gembong iblis itu.

Malalaikat kedua Sim Ciu mendengus dingin, telapak tangan yang semula menekan diatas batok kepala Pek Kun-gie itu tiba-tiba dibalik mencengkeraman badan gadis itu, kemudian mengangkat badannya dan dipapakan ke arah datangnya bacokan pedang itu.

Hoa Thian-hong merasa amat terperanjat, pada saat yang amat kritis, ia tarik kembali pedang panjangnya dan melayang turun keatas tanah, teringat kalau pedang panjangnya hampir saja melukai gadis she Pek itu, diam-diam ia bersyukur didalam hati, “Oooh…sungguh berbahaya!”

Terdengar malaikat kedua Sim Ciu sambil tertawa keras berkata, “Hoa Thian-hong! aku toh hendak membinasakan putri dari Pek Siau-thian, apa sangkut pautnya urusan ini dengan dirimu?”

Merah padam selembar wajah Hoa Thian-hong setelah mendengar perkataan itu, buru-buru jawabnya, “Selamanya sau ya paling suka mencampuri urusan orang lain, engkau mau apa?”

Selama ini kesadaran Pek Kun-gie sama sekali belum hilang, tentu saja terhadap peristiwa yang baru saja berlangsung dapat di ikuti dengan amat jelas, rasa girang dan lega timbul dalam hati kecilnya, dengan biji matanya yang jeli dan penuh mengandung rasa cinta yang mesra, ditatapnya tanpa berkedip, kerlingan matanya yang indah seakan-akan sedang mengutarakan rasa terima kasihnya yang tak terhingga, seakan-akan ia sedang memohon kepada Hoa Thian-hong agar mengundurkan diri ke tempat semula dan tak usah menempuh bahaya bagi dirinya.

Secara diam-diam Malaikat kedua Sim Ciu mengawasi terus tingkah laku dari kedua orang muda-mudi itu, pikirnya didalam hati, “Seandainya hubungan Thong-thian-kauw dengan Sin- kie-pang berlangsung amat akrab dan mesra, maka persekutuan ini jelas tidak menguntungkan bagi pihak perkumpulan Hong-im-hwie kami, sebaliknya kalau Pek Siau- thian telah berhubungan dengan para pendekar dari kalangan lurus, maka secara otomatis pihak Thong-thian-kauw akan bersekongkol dengan Hong-im-hwie untuk bersama-sama turun tangan menghadapi Sin-kie-pang.

Hubungan diantara perkumpulan Sin-kie-pang, Hong-im- hwie serta Thong-thian-kauw berkaitan dengan suatu keadaan yang sangat sensitip, pertikaian dan persengketaan mudah terjadi diantara mereka, suatu tindakan yang keliru akan mengakibatkan keadaan yang luar biasa sekali.

Sim Ciu malaikat kedua dari Liong-bun Siang-sat termasuk seorang siluman tua yang banyak akal dan mudah menaruh curiga, setelah berpikir sebentar ia segera tepuk bebas jalan darah diatas tubuh Pek Kun-gie, kemudian sambil tertawa ujarnya, “Pek Kun-gie aku hendak memberitahukan tentang suatu urusan kepadamu!….”

Diam-diam Pek Kun-gie salurkan hawa murninya mengelilingi seluruh badan, setelah mengetahui bahwa jalan darahnya telah berjalan lancar kembali, ia bertanya hambar, “Ada petunjuk apa yang hendak kau sampaikan kepadaku?”

“Sewaktu aku bersiap sedia untuk melancarkan serangan guna menghabisi jiwamu tadi, sorot mataku berhasil menangkap mimik wajah beberapa orang yang saling berbeda satu sama lainnya”

“Hmmm! persoalan itu bukan suatu kejadian yang terlalu serius…… kenapa musti kau ributkan?”

“Engkau keliru besar, pada saat itu aku saksikan air muka Hoa Hujin kelihatan amat gelisah dan seakan-akan merasa sayang sekali dengan kematianmu itu, jelas ia tak tega membiarkan engkau mati” Pek Kun-gie melirik sekejap ke arah Hoa hujin, wajahnya yang cantik segera berubah jadi lembut dan halus, rasa hormat dan penuh pengharapan tertera jelas diatas wajahnya.

Ia tahu Hoa Thian-hong adalah seorang bocah yang berbakti sekali kepada ibunya, bisakah impian indahnya terwujud dimasa mendatang keputusan terakhir tetap berada ditangan Hoa Hujin, karena itu perkataan dari Sim Ciu merupakan warta yang paling digirangkan olehnya.

Hoa Hujin sendiri adalah seorang jago yang amat berpengalaman, apalagi terhadap perasaan hati seorang gadis muda, boleh di bilang dia mengetahui dengan amat jelas sekali, dalam hati kecilnya ia segera berpikir, “Meskipun aku mempunyai perasaan tak tega, akan tetapi sama sekali tidak menampakkan sikap gelisah atau kuatir, ocehan iblis tersebut bukankah sama artinya telah mencelakai kehidupan Pek Kun- gie?”

Sementara itu Sim Ciu telah berkata kembali, “Ketika Thian Ik-cu menyaksikan aku hendak membinasakan dirimu, wajahnya segera menampilkan rasa girang, apa yang sedang ia pikirkan aku rasa tak usah kuterangkan lebih lanjut bukan?”

Thian Ik-cu segera tertawa terbahak-bahak. “Haaah….. haaahh….. haaahh… Sim loo ji, aku adalah

manusia seperti apa? tak mungkin aku bakal terpengaruh oleh perkataanmu itu, kau suka bicara apa, silahkan diutarakan keluar saja…”

Sim Ciu pura-pura tidak mendengar, lanjutnya, “Pek Kun- gie, tahukah engkau bagaimana mimik wajah dari Cukat racun? ketika ia saksikan engkau bakal mati, wajahnya menampilkan pula rasa kegirangan seakan-akan dia bersyukur karena engkau tertimpa bencana besar ini…..”

“Haaah….. haaaa…. haaah…. kalau tidak begitu, bukankah sama artinya namaku Cukat racun hanya nama kosong belaka tanpa ada bukti yang jelas?” sambung Yau Sut sambil tertawa.

Sim Ciu sama sekali tidak ambil perduli, sambungnya lebih jauh, “Tanpa angin tak akan menimbulkan ombak, persoalan tentang pengkhianatannya Yau Sut dari ayahmu harus engkau selidiki sampai sejelas-jelasnya!”

“Tentang soal ini engkau tak usah risau ataupun cemas” jawab Pek Kun-gie dengan suara dingin, “anak buah perkumpulan Sio Kie Pang semuanya adalah manusia yang setia dengan perkumpulan, mereka merupakan orang-orang yang bisa dipercaya”

Setelah memberi hormat, ia segera berjalan kembali ke arah barisan perkumpulannya.

Menyaksikan Pek Kun-gie telah kembali dalam keadaan selamat, lagipula perkumpulan Sin-kie-pang berhasil merebut kemenangan pula didalam pertarungan hari ini, diam-diam Cukat racun Yau Sut merasa amat bangga sekali, ia segera memberi hormat kepada semua orang dan membentak, “Ayoh berangkat!”

Tapi sebelum rombongan dari perkumpulan Sin-kie-pang sempat berlalu, tiba-tiba malaikat pertama Sim Kian membuka matanya lebar-lebar, lalu sambil menyeringai seram serunya, “Ilmu pukulan pek kut cui sim ciang atau tulang putih penghancur hati sudah seratus tahun lamanya musnah dari dunia persilatan, ini hari bisa muncul kembali dalam sungai telaga, kejadian ini benar-benar merupakan suatu peristiwa yang amat besar” Pria jelek yang berada di sisi tubuh Yau Sut kelihatan agak tertegun, kemudian menjawab, “Jadi kalau begitu engkau yang merupakan orang pertama merasakan kelihayan ilmu telapak tersebut boleh merasa berbangga hati”

Sim Kian jadi gusar sekali, sambil tertawa seram ia berteriak, “Heeeh… heeehhh… heeehh…. bagus sekali, bagus sekali, boleh aku tahu siapakah namamu?”

“Aku hanya seorang prajurit tak bernama di kolong langit, tapi kalau engkau ingin tahu juga, aku orang she Si bernama Jin-kiu!”

“Apakah engkau juga termasuk salah seorang pelindung hukum dalam barisan panji kuning?” tanya Sim Kian lagi sambil menekan hawa amarah yang berkobar dalam dadanya.

Si Jin-kiu mengangguk, dengan seenaknya ia berkata, “Pelindung hukum dari barisan panji kuning disebut pula pelindung hukum tingkat atas, kami langsung berada dibawah perintah pangcu dan tidak terikat oleh kekuasaan tiga bagian dalam tubuh perkumpulan, tetapi kalau pangcu ada perintah maka Kunsu pun….”

“Luar biasa!…sungguh luar biasa….!” tukas Sim Kian sambil tertawa menyeringai, “bila kita sempat berjumpa lagi, aku akan mohon petunjukmu lebih jauh”

“Baik! setiap saat aku akan melayani kehendakmu” teriak Si Jin-kiu.

Meskipun orang ini memiliki ilmu silat yang sangat lihay, namun dalam pembicaraan kadang kala sengaja menyembunyikan kelihayannya tapi kadang kala membingungkan hati, sejak terkena oleh pukulannya hingga menderita luka dalam yang cukup parah, Sim Kian tak berani bertindak secara gegabah lagi, kerena itu diapun tak mau banyak bicara lagi.

Diam-diam Sim Kian berpikir didalam hati kecilnya, “Kita selalu kalah kalau dibandingkan dengan kekuatan dari pihak perkumpulan Sin-kie-pang! dan sekarang berapa orang hidung kerbau tua dari perkumpulan Thong-thian-kauw ternyata masih hidup di kolong langit, jika dibandingkan, kekuatan Hong-im-hwie paling lemah sekali, apalagi sekarang Lootoa serta nenek buta sedang menderita luka parah, andaikata pihak kami tidak segera menyusun kekuatan serta mengatur persiapan lain, mungkin pihak kami bakal dimusnahkan oleh kekuatan-kekuatan lain….”

Rupanya Jin Hian maupun Yan-san It-koay mempunyai perasaan yang sama, ketiga orang itu segera saling bertukar pandangan sekejap dan sama-sama bermaksud untuk mengundurkan diri

Jin Hian pun memberi hormat kepada semua jago yang ada disana, kemudian berkata, “Pertemuan besar Kian ciu Tayhwee sudah berada di ambang pintu, selamat tinggal dan sambil bersama-sama dengan Liong-bun Siang-sat, Yan-san

It-koay serta puluhan orang pengawal golok emas, mereka segera berlalu dari tempat itu.

Cukat racun Yau Sut sendiri juga mempunyai rencana lain, dia ingin segera bertemu dengan Pek Siau-thian, maka ia ulapkan tangannya dan membawa para jago dari perkumpulan Sin-kie-pang untuk berlalu dari situ.

Sebenarnya Pek Kun-gie ada banyak persoalan yang hendak disampaikan kepada Hoa Thian-hong, akan tetapi situasi tidak mengijinkan bagi dirinya untuk tetap tinggal disana, karenanya setelah melirik sekejap kepada kekasih hatinya dengan mulut mem bungkam, ia berlalu mengikuti di belakang para jago lainnya.

Dalam sekejap mata para jago dari perkumpulan Hong-im- hwie serta Sin-kie-pang telah berlalu semua dari sana tinggal Thong-thian kaucu serta Cin Ling cinji dua orang yang masih tetap berada ditempat semula.

Hoa Hujin tampak termenung sebentar, tiba-tiba sambil berpaling ke arah Thian Ik-cu ujarnya, “Tootiang, setelah engkau buru-buru datang kemari dan sekarang belum juga berlalu dari sini, apakah kecuali hendak membereskan pertikaian diantara dua kekuatan besar, engkau masih ada urusan lain?”

Thian Ik-cu tertawa.

“Hujin memang cerdik sekali, bila pinto tak ada urusan lainnya tidak mungkin aku datang kemari untuk mengganggu ketenangan kalian!”

“Ada urusan apa tootiang datang kemari?”

Air muka Thian Ik-cu berubah jadi amat serius, katanya, “Selama ini putramu selalu menyiarkan ditempat luaran bahwasanya pedang emas dari Siang Teng Lay itu sudah terjatuh ke tangan pinto, persoalan ini membuat pinto jadi pusing tujuh keliling dan tak tahu apa yang sebenarnya dimaksudkan oleh putramu itu, karenanya sengaja aku datang kemari untuk mohon penjelasan!”

Sementara itu, Tio Sam-koh sedang berpikir dalam hati. “Sian Ih hanya berbicara terus terang, apakah dia lupa

kalau dewasa ini dunia sedang kacau dan kaum iblis

merajalela dimana-mana, apakah dia tahu kalau sekarang adalah jamannya yang lemah ditindas yang kuat, yang besar mencaplok yang kecil, kini cuma tinggal dua orang tosu siluman yang berada disini sedangkan pihak kita ada empat orang, bukankah kesempatan ini merupakan peluang yang sangat baik untuk menundukkan kaum iblis itu…?”

Sesudah beristirahat sebentar ia merasa kekuatan tubuhnya telah pulih kembali seperti sedia kala, berpikir sampai disitu semangatnya segera timbul kembali, dia segera melangkah maju kedepan dan berseru dengan suara lantang.

“Thian Ik-cu, tak ada salahnya kalau engkau ingin minta penjelasan, tapi sayang waktunya tidak tepat!”

Thian Ik-cu mengerutkan dahinya, kemudian tertawa.

“Tio Loo thay, engkau benar-benar panjang umur, bolehkah aku tahu apa sebabnya kesempatan ini bukan waktunya yang tepat?

“Hmmm!” Tio Sam-koh mendengus dingin, “ketika berada dalam pertemuan besar Pak Beng Hee tempo hari, engkau termasuk salah seorang penjahat yang ikut mengerubuti Hoa Goan-siu, setelah ini hari kita saling berjumpa kembali, inilah kesempatan yang paling baik untuk sang janda dan sang anak yatim untuk membuat selembar jiwamu, coba bayangkan bukankah kesempatan bagimu untuk mengajukan pertanyaan kurang tepat?”

Thian Ik-cu mengeratkan dahinya lalu tertawa serak, katanya, “Hey nenek tua, engkau memang terlalu berangasan kenapa untuk bersabar selama beberapa hari pun tak dapat?”

Setelah terhenti sebentar, kepada Hoa hujin ujarnya lebih jauh, “Hoa hujin, bagaimana pendapatmu? dendam permusuhan sebagai ekor dari peristiwa berdarah dipertemuan Pek Beng hwee tempo hari akan diselesaikan pada hari ini juga, ataukah akan ditunda sampai diselenggaranya pertemuan besar Kian ciu tayhwee?”

Hoa Hujin membungkam dalam seribu bahasa, sepasang matanya yang tajam menyapu sekejap keatas wajah Ci Ling ci jim, kemudian secara tiba-tiba dialihkan ke arah wajah Hoa Thian-hong.

Thian Ik-cu yang mengikuti perubahan tersebut jadi tercengang, segera pikirnya di dalam hati.

“Siapapun tahu kalau perempuan ini berwatak keras hati dan tegas didalam mengambil keputusan, selamanya tak berhak kalah dari kaum lelaki tapi aneh sekali kenapa masalah membalas dendam malahan suruh putranya yang mengambil keputusan?”

Sementara itu sambil menggertakkan gigi, Hoa Thian-hong telah berkata, “Ibu, ayah mati selama berlangsungnya pertemuan Pak Beng hwee, mari kita tunggu saja sampai diselenggarakannya pertemuan Kian ciau tayhwee dan berada di hadapan para enghiong dari selurah kolong langit untuk membalaskan dendam bagi kematian ayah”

Tio Sam-koh yang mendengar perkataan itu jadi teramat gusar, dengan mata melotot besar ia menghardik, “Goblok, dalam pertemuan Kian ciau tayhwee yang hadir kebanyakan adalah gerombolan srigala atau komplotan anjing, dari mana munculnya kaum enghiong disitu?”

Merah padam selembar wajah Hoa Thian-hong mendengar perkataan itu, buru-buru serunya lagi, “Boanpwee mengerti!”

Thian Ik-cu tertawa terbahak-bahak sambil acungkan jempolnya, ia berseru memuji, “Haaahh…. haaahh…. haaah… bagus! begitulah baru patut disebut sebagai seorang enghiong di kalangan kaum muda!”

Selelah berhenti sebentar, ia bertanya lebih jauh dengan suara menyeramkan, “Engkau menyiarkan kabar berita diempat penjuru yang mengatakan pedang emas itu ditanganku, sekarang aku ingin tahu apa sebabnya engkau menodai nama baik kaucu mu?”

“Hmmm! selama bertempur jangan jemu menggunakan siasat, perbuatan itu termasuk salah satu siasat mengadu domba, buat apa sih kau banyak bertanya lagi?” sahut Hoa Thian-hong ketus.

Thian Ik-cu gelengkan kepalanya dan tertawa dingin, ia berseru, “Bagi seorang manusia yang cerdik tak nanti akan mempergunakan siasat jelek yang begitu bodoh dan sama sekali tak ada manfaatnya, tiada angin tiada awan tak mungkin hujan turun dengan begitu saja, aku merasa dibalik perbuatanmu itu tentu terselip suatu rahasia yang amat besar”

Diam-diam Hoa Thian-hong merasa amat terperanjat mendengar ucapan itu, pikirnya didalam hati, “Giok teng hujin yang sebenarnya adalah enci Siang, mempunyai hubungan yang tidak jelek dengan diriku, siapa tahu kalau Thian Ik-cu telah menaruh curiga terhadap dirinya? tapi aneh, secara bagaimana enci Siang bisa menjaga diri sehingga rahasianya itu tidak sampai ketahuan orang?”

Didalam hari ia berpikir demikian, diluaran ia berkata dengan nada ketus, “Pentang busur membidik bayangan, gua kosong berhembus angin, aku lihat tootiang tak usah pusing- pusing kepala memikirkan persoalan ini lagi, lebih baik cepat- cepatlah pulang untuk mempersiapkan diri didalam menyelenggarakan pertemuan besar Kian ciau tayhwee!” Dalam hati Thian Ik-cu merasa amat gusar, tapi ia menyadari bahwa bertempur dalam keadaan serta situasi seperti ini kemenangan belum tentu berada di pihaknya, maka ia segera berpaling ke arah Cin Ling Cinjin untuk menanyakan maksud hatinya.

Cin Ling Cinjin membungkam dalam seribu bahasa, setelah hening sesaat mendadak dia ayunkan telapak kanannya melancarkan sebuah serangan ke arah Hoa Hujin dari tempat kejauhan.

Hoa Hujin mendengus dingin, ujung bajunya dikebaskan ke arah depan lalu dengan tangan sebelah ia mengirim pula satu pukulan untuk menyongsong datangnya ancaman tadi.

Dalam sekejap mata suara gemuruh yang berkumandang secara lapat-lapat muncul dari balik telapak Hoa Hujin meskipun suara gemuruh itu tidak begitu nyaring akan tetapi mempunyai daya kekuatan yang cukup membetot hati setiap orang.

Semua jago yang hadir dikalangan merasa terperanjat dan berubah air mukanya, Cin Ling Cinjin serta Thian Ik-cu yang saling berhadapan dengan Hoa hujin menemukan bahwa diatas telapak perempuan itu yang berwarna putih kemerah- merahan terlihat nyata pemunculan segumpal warna hitam pekat sebesar mulut cawan gumpalan cahaya hitam itu amat menyilaukan mata terutama sekali dikala melepaskan serangan, gumpalan hitam itu seolah-olah ikut meluncur kedepan.

Thian Ik-cu terperanjat, ia tahu bahwa ilmu silat yang dipelajari Hoa hujin sebagian besar adalah warisan dari Soat san Sin Ik yang telah menutup usia ia tak mengira dalam keadaan begini, perempuan tersebut bisa mengeluarkan ilmu pukulan yang begitu aneh dan jelas merupakan suatu ilmu pukulan dari kalangan sesat.

“Bu… liang… siu… Hud..!” seru Cin Ling Cinjin dengan suara nyaring.

Suara itu membubung tinggi ke angkasa dan mendengung di seluruh penjuru, tangan kanannya diluruskan kaku ke arah depan seakan-akan sedang mendorong bukit yang berat, tangan kirinya ditaruh keatas tangan kanannya mencekal erat- erat, air muka berubah jadi berat dan kelihatan tegang sekali.

Hoa Hujin sendiri menjulurkan telapaknya tak bergerak, air mukanya berubah jadi amat serius pula, suara gemuruh yang berat itu berlangsung tiada hentinya di angkasa sebentar perlahan sebentar mengencang membuat air muka Cin Ling Cinjin berubah-ubah pula mengikuti bergemanya suara gemuruh tersebut.

Hoa Thian-hong merasa gelisah dan tidak tenang, tetapi setelah teringat bahwa suara gemuruh itu berasal dari telapak tangan ibunya ia merasa jauh lebih berlega hati.

Tiba-tiba terjadi ledakan dahsyat yang amat memekikkan telinga, baik Hoa Hujin maupun Cin Ling Cinjin sama-sama menarik kembali telapaknya, pasir dan deru segera beterbangan memenuhi seluruh angkasa, pusaran angin puyuh menggulung diatas permukaan bumi menerbangkan benda apapun juga yang berada di sekitar sana.

Dengan sorot mata yang tajam, Thian Ik-cu mengamati perubahan wajah kedua orang itu, akan tetapi ia tak berhasil mengetahui siapakah yang berhasil memenangkan pertarungan tersebut. Sebagai orang yang licik diapun tahu bahwa berada disitu lebih lama sama sekali tak ada manfaatnya, maka dengan serius dia berkata, “Kelihayan ilmu silat yang dimiliki hujin sangat mengagumkan hati pinto, aku harap dalam pertemuan besar Kian Ciau tayhwee nanti aku bisa melayani hujin dengan sebaiknya, agar kehadiran hujin bisa menyenangkan semua enghiong dilolong langit”

Sesudah berhenti sebentar, dia melanjutkan, “Di ruang bawah dalam kuil kami di wilayah Ci tang berhasil menawan dua orang pemuda, sedangkan pada kuil It-goan-koan di kota Hang-ciu banyak anak murid kami yang terkena racun keji dari wilayah Biau, kedua belah pihak sama-sama angkatan muda, setiap saat hujin memberi obat pemunah kepadaku, setiap saat pula pinto akan melepaskan dua orang pemuda itu, sementara persengketaan dalam soal lain kita selesaikan dikemudian hari saja…..”

Diam-diam Hoa Thian-hong terkejut mendengar perkataan itu, dia segera menyela dari samping, “Orang yang berhasil tootiang tangkap, apakah bernama Bong Pay?

Senyum yang penuh arti tersungging diujung bibir Thian Ik- cu, sesudah termenung sebentar dia baru menjawab, “Yang satu bernama Bong Pay sedang yang lain bernama Tiong Long, sebaliknya kawanan gadis yang sedang melakukan pengacauan dalam kuil It-goan-koan di kota Hang-ciu katanya sedang mencari jejak engkau engkoh cilik!”

Habis berkata dia memberi hormat kepada Hoa hujin dan bersama-sama Cin Ling Cinjin putar badan berlalu dan situ, dalam sekejap mata bayangan tubuh mereka sudah lenyap dari pandangan. Sepeninggalnya kedua orang itu Hoa Thian-hong jadi amat gelisah, buru-buru serunya, “Ibu biarlah ananda melakukan perjalanan…”

“Tak usah tukas Hoa hujin dengan cepat, aku rasa baik Bong Pay maupun Tiong Long tak akan menemui mara bahaya, tentang kejadian ini kau tak perlu gelisah ataupun cemas”

“Kawanan gadis yang sedang mengacu di kota Hang-ciu tentulah beberapa orang cici dari wilayah Biau, pengalaman mereka masih kurang cukup aku kuatir…”

“Kau tak usah kuatir, kembali Hoa hujin menyela. Kiu-tok Sianci adalah seorang tokoh silat yang paling susah dilayani, bilamana keadaan tidak terlalu terpaksa tak seorangpun manusia bersedia melukai anak muridnya, kalau tidak begitu Thian Ik-cu tak mungkin datang kemari untuk melukai diriku”

“Kalau begitu….”

Tiba-tiba terdengar Tio Sam-koh berseru dengan suara dingin, “Hmm! sikapmu benar-benar tenang dan wajar kami kuatir tentang keselamatanmu, sebaliknya engkau masih punya kegembiraan untuk tukar pakaian sambil menyisir rambut, benar-benar kurang ajar…”

Hoa Hujin yang ikut mendengar perkataan itu segera tertawa.

“Jumlah musuh jauh lebih banyak dari kita, dalam keadaan begini apa yang bisa kita lakukan lagi kecuali berusaha membatasi diri oleh pengaruh emosi…..” “Barusan, apa sebabnya kita tidak bekerja sama untuk membereskan dua orang iman siluman itu lebih dahulu?” teriak Tio Sam-koh dengan penuh kegusaran.

Hoa Hujin tertawa getir.

“Persoalannya tidak semudah itu, kalau engkau ingin tanya, tanyalah saja kepada Seng ji!”

“Sam poo!” ujar Hoa Thian-hong dengan cepat, “membunuh dua orang imam tua itu memang tak sulit, tapi bila Thian Ik-cu mau maka pertemuan besar Kian ciau tayhwee pasti akan mati sebelum melahirkan, “dalam keadaan begitu pihak lawan tentu akan menjadi kalap dan menerjang pihak kita, sedangkan Pek Siau-thian serta Jin Hian sekalianpun pasti akan bekerja sama pula untuk menghadapi kita karena kuatir peristiwa tragis yang sama bakal dialami pula oleh mereka”

“Hmmm! berlagak sok pintar, kalau Thian Ik-cu tidak dibunuh, apakah ketiga kekuatan besar itu tak dapat bekerja sama untuk menghadapi kita?”

“Tentu saja masih ada kemungkinan untuk bekerja sama bagi mereka. Cuma saja pikiran mereka masih tetap ragu-ragu dan dasar kerja sama itu tidak kokoh, sekalipun bekerja sama belum tentu bisa benar-benar bersatu padu….”

Tio Sam-koh jadi tidak sabaran, ia segera goyangkan tangannya berulang kali sambil berkata, “Lebih baik tak usah terlalu banyak membicarakan soal itu, bicara pulang pergi yang penting toh engkau sudah terlalu percaya dengan perkataan dari perempuan genit itu, dan kau mempercayai kalau sebilah pedang emas telah disembunyikan didalam pedang mustika Poan-long-poo-kiam milik Thian Ik-cu, bukankah begitu?” Merah padam selembar wajah Hoa Thian-hong mendengar perkataan itu.

“Didalam persoalan ini terdapat banyak hal yang bisa dipercayai karena terpaksa kita harus mempercayainya” ia menjawab.

“Andaikata sampai waktunya tiba, engkau menemukan bahwa dirimu sedang tertipu, apa yang hendak kau lakukan?”

“Tio Loo thay” tiba-tiba Hoa In menyela, “Siau Koan-jin harus beristirahat!”

Tio Sam-koh semakin naik pitam, bentaknya dengan penuh kegusaran, “Kurang ajar, selama aku si nenek tua sedang berbicara, engkau berani mengganggu?”

Ia segera berpaling ke arah Hoa Thian-hong, ketika dilihatnya noda darah diatas dadanya belum kering, wajahnya berubah jadi begitu pucat dan mukanya nampak amat lesu, nenek itu jadi tak tega.

Tampak Hoa Thian-hong tersenyum dan berkata, “Sam poo, keadaan kita ini ibaratnya sudah tahu kesempatan baik namun tidak mampu melakukannya…”

“Hmm! ucapan dari ibumu sudah cukup muak masuk kedalam telingaku, aku si nenek tua segan untuk mendengarkannya lebih lanjut”

Selesai betkata dia segera putar badan dan berlalu. 0000O0000

42 DIAM-diam Hoa Hujin menghela napas panjang, setelah termenung berpikir beberapa saat lamanya, tiba-tiba kepada Hoa In dia berkata, “Tempat ini letaknya strategis dan gampang untuk digunakan sebagai tempat pertemuan, untuk menunggu terselenggaranya per temuan besar Kian ciu tayhwee biarlah kita tetap tinggal disini saja, sekarang engkau pergilah untuk mempersiapkan rangsum kering untuk beberapa hari lamanya, dari pada setiap hari kita harus merisaukan soal makanan”

“Budak segera akan melaksanakan perintah ini” jawab Hoa In, setelah melirik sekejap ke arah Hoa Thian-hong, diapun berlalu.

Sepeninggalnya Hoa In, Hoa hujin memilih sebuah batu gunung untuk duduk kemudian berkata, “Seng ji, datanglah kemari dan duduk bersilalah disini!”

Hoa Thian mengiakan dan maju menghampiri ibunya, tetapi sewaktu dilihatnya asap hitam telah menyumbat mati gua kuno itu ia jadi terperanjat dan segera berseru, “Ibu, dimanakah Leng-ci berusia seribu tahun itu?”

“Dalam sakuku! “

Hoa Thian-hong berjalan kehadapan ibunya dan duduk bersila keatas tanah, siapa tahu karena hatinya lega dan pikirannya jadi kosong itulah, mendadak kepalanya terasa pusing tujuh keliling, badannya segera roboh terjengkang keatas tanah.

Dengan cepat Hoa hujin mencekal urat nadi pada pergelangan putranya lalu diperiksa dengan teliti sekali, ia temukan denyutan nadi putranya telah berubah jadi lemah sekali hal ini menunjukkan bahwa pemuda itu kekurangan darah.

Hoa Thian-hong buru-buru tertawa ketika melihat ibunya menunjukkan rasa kuatir bercampur sedih, ujarnya, “Ini hari kalau tiada racun teratai yang tetap mempertahankan diri, sejak tadi ananda sudah kehabisan tenaga dan lak mampu untuk mempertahankan diri lebih jauh, aaai, sungguh tak nyana bencana akhirnya malah berubah jadi rejeki!”

Hoa Hujin tertawa sedih.

“Engkau sudah kehilangan banyak darah dalam sepuluh sampai setengah bulan kemudian badanmu belum tentu bisa pulih kembali seperti sedia kala dalam keadaan yang amat menderita seperti ini terpaksa kita harus menggunakan Leng- ci ini

Bagaimana dengan ibu Sendiri? tanya Hoa Thian-hong dengan alis mata berkernyit, bukankah engkau pernah mengatakan bahwa luka racun yang engkau derita belum tentu bisa disembuhkan oleh tenaga dalam?

Hoa Hujin tidak langsung menjawab, dalam hati ia segera berpikir, “Bagaimanakah nasibku di kemudian hari dan bencana apa yang bakal ku alami masih sukar ditentukan, mulai sekarang lebih baik keadaanku yang sebenarnya jangan sampai di ketahui olehnya.”

Berpikir sampai disini ia lantas tertawa dan menjawab, “Luka racun yang aku derita sudah sembuh sekarang, setelah bencana lewat mungkin usiaku ‘kan mencapai ratusan tahun.”

Dari sakunya dia ambil keluar sebuah kotak kumala dan penutup kotak itu segera di buka. Hoa Thian-hong maju mendekat serta tarik napas kuat- kuat, bau harum semerbak mengalir masuk kedalam dadanya membuat ia merasa segar dan pikirannya jadi terang, tanpa terasa ia memuji dengan suara lantang, “Waaah….! Lengci berusia seribu tahun ini benar-benar suatu obat mujarab yang langka dan sukar ditemukan di kolong langit, ibu! gunakanlah secara hemat dan jangan dipakai secara sembarangan”

Hoa hujin mengangguk.

“Untuk mempergunakan Leng-ci berusia seribu tahun ini sebenarnya harus disertai pula dengan bahan obat-obatan sampingan lainnya, sayang kita berada ditengah pegunungan yang sunyi sehingga untuk mencari bahan obat-obatan tersebut kita akan mengalami banyak kesulitan

Tiba-tiba ia menghela napas panjang dan lebih jauh, “Nona Siang dapat menghadiahkan benda mujarab yang begini berharganya kepadamu, tujuan serta maksud baiknya tak perlu kita curigai lagi, sedangkan mengenai soal pedang emas yang dikatakan olehnya, belum tentu semuanya tidak benar, cuma sayang pedang jantan miliknya itu sekarang tidak berada disini”

“Ibu, buat apa engkau mendapatkan pedang emas itu?” tanya Hoa Thian-hong tercengang.

Hoa hujin termenung dan berpikir sebentar, kemudian menjawab, “Pokoknya kegunaannya besar sekali, dibicarakan pada saat ini sama sekali tak ada gunanya bagimu, lebih baik tak usia aku katakan saja”

Dia membalik kotak kumala itu untuk mengeluarkan akar dari tumbuhan Leng-ci tersebut, kemudian perintahnya, “Sekarang pentang mulutmu leba-lebar2!” Buru-buru Hoa Thian-hong membuka mulutnya, dengan ujung jari kelingking tangan kanannya dia membuat sebuah guratan diujung daun Leng-ci tadi, dengan cepat muncullah setitik lubang kecil pada ujung daun tadi dan meneteslah cairan kental berwarna putih mengalir masuk kedalam tenggorokan Hoa Thian-hong.

Leng-ci berusia seribu tahun itu panjangnya cuma beberapa senti dan terdiri dari tiga buah akar, sedang cairan kental warna putih itu semuanya hanya berjumlah sepuluh tetes belaka, dalam sekejap mata cairan itu sudah habis semua dan Leng-ci yang semula berwarna hijau segar itupun seketika berubah jadi layu dan berwarna kuning, keadaannya tidak jauh berbeda dengan rumput kering biasa.

Dalam hati kecilnya kembali Hoa hujin berpikir, “Dengan bantuan diri Leng-ci yang berumur ribuan tahun ini, sekalipun tidak dapat memunahkan racun yang bersarang dalam tubuhnya, paling sedikit selembar jiwanya dapat tertolong.”

Tiba-tiba Tio Sam-koh maju menghampiri, setelah merampas kotak kumala itu, kepada Hoa Thian-hong perintahnya, “Pentang mulutmu lebar-lebar!”
DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar