Bab 3. Begitu Tarung Langsung Mati
"Kau ingin aku mengikutimu pulang, aku pasti akan ikut, tapi sebelumnya kau harus menyetujui satu hal."
"Apakah itu?"
"Aku ingin minum arak, minum arak sepuasku."
"Baiklah, aku akan mentraktirmu minum," kata Tiat Gin I, "aku akan membiarkanmu minum sepuasnya."
Di tempat yang tinggi itu terdapat sebidang tanah yang luas, angin musim gugur melewati tempat itu, tidak terlihat daun yang berjatuhan karena tertiup angin, karena di tempat ini sebatang pohon pun tidak ada.
Tapi dalam waktu semalam tempat ini sudah berubah, tiba-tiba di tempat itu sudah terpasang 20 tenda bahkan lebih, tenda-tenda itu mengelilingi sebuah tenda besar.
Ini adalah sebuah kejadian yang terjadi di pagi hari.
Bila ada seorang pengembara yang datang ke tempat itu kemarin malam, begitu pagi datang mereka akan mengira mereka sudah salah jalan.
Begitu siang tiba, mereka akan lebih terkejut lagi, tidak akan percaya dengan penglihatan mereka sendiri.
Karena di padang yang luas itu terpasang permadani merah, meja, kursi, dan tempat tidur yang mewah.
Satu per satu kereta dibawa ke tempat itu dan dibawa ke masing-masing tenda yang berada di sana.
Di tenda besar itu sudah tersedia meja makan, cawan arak yang terbuat dari emas dan perak.
Kemudian datang sebuah kereta yang besar dan lebar, dari dalam kereta turunlah orang-orang setengah baya yang berperut buncit, mereka terlihat seperti orang kaya, tapi wajah mereka seperti yang berminyak dan tidak bisa dibersihkan.
Tidak ada yang mengenali mereka, hanya terdengar dari kejauhan ada yang berteriak: "Koki dari Thian Hiang Lauw, koki dari Sin Jun Wan, koki dari Giok Kun Lauw, koki dari Hok Goan Lauw, koki dari Su Hok Le, semua sudah berkumpul."
Sore hari datang lagi sekelompok orang, mereka datang satu kereta demi satu kereta, kereta yang memiliki tempat duduk yang empuk, yang turun dari dalam kereta adalah gadis-gadis cantik yang diapit oleh pelayan-pelayan mereka, setiap gadis memiliki daya tarik tersendiri, dan memiliki ciri khas tersendiri. Mereka diantar menuju tenda masing-masing. Yang datang terakhir adalah Tiat Gin I dan Li Hoay.
Sewaktu Li Hoay tiba di tempat itu, hari sudah malam, di dalam tenda sudah dipasang lampu- lampu yang sangat terang I lingga seperti siang hari. Mata Li Hoay disipitkan, kemudian dia pun tertawa, "Menurut orang-orang, Tiat Koanke (kepala pelayan) sangat boros, tidak ada tandinganya di dunia ini, hal ini sedikit pun tidak ada yang menyangkalnya."
"Aku sudah berjanji kepadamu untuk mentraktirmu minum, bila sudah berjanji, harus menjamu dengan baik."
"Kelihatannya malam ini aku harus benar-benar mabuk."
"Mabuklah, bila itu yang kau inginkan," kata Tiat Gin I. "Kita bukan teman, tapi malam ini aku akan menemanimu minum hingga mabuk."
"Mengapa kita bukan teman?" tanya Li Hoay.
Tiat Gin I melihatnya, kemudian dengan serius menjawab, "kau harus ingat, kau adalah Jikongcu dari keluarga Li, dengan kedudukan dan identitasmu, di dunia ini tidak ada yang pantas untuk menjadi temanmu."
Dia berkata lagi, "Lebih-lebih kau harus ingat ini, hari ini setelah kau minum arak, kau tidak akan mempunyai kesempatan untuk minum seperti ini lagi."
"Mengapa?"
"Karena kau adalah penerus pisau terbang yang tidak tertandingi." Kata Tiat Gin I lagi dengan serius,
"Bila kau akan menjadi orang seperti itu, harus ada pengorbanan yang lebih menyakitkan." "Kalau begitu mengapa aku harus menjadi orang seperti ini?"
"Karena kau terlahir untuk menjadi orang seperti ini, kau tidak mempunyai pilihan lain." "Apakah aku tidak boleh hidup dengan senang?"
"Tidak boleh."
Li Hoay tertawa dan berkata,
"Aku tidak mempercayainya, aku akan mencari akal."
Walaupun sudah sadar dari mabuknya, seseorang akan merasa kesal dan tidak bersemangat, tapi pada saat minum arak -idalah saat yang menggembirakan, apalagi arak yang berada di dalam cawan begitu bagus, dan di hadapannya ada gadis-gadis i.intik.
Karena itu pula Li Hoay minum arak dengan puas, begitu juga dengan Tiat Gin I, dia minum tidak lebih banyak dari Li Hoay.
Seorang tua yang sudah melanglang buana di dunia persilatan selama 20 tahun dan membunuh orang seperti membunuh semut, wajahnya selalu tidak menampakkan ekspresi apapun. Apakah di dalam hatinya ada benang kusut yang tidak bisa dibereskan? Apakah dia pun harus dengan arak membereskan semua kekusutan ini?
Arak sudah habis, orang pun sudah mabuk, malam pun sudah semakin larut.
Di sebuah tempat yang gelap di malam itu, tiba-tiba terdengar suara yang aneh dan juga terdengar begitu misterius, seperti seekor nyamuk yang sedang terbang, sangat ringan, tajam, dan kecil. Walaupun suara itu datang dari tempat yang jauh, tapi terdengar begitu jelas, seperti ada di sisi telinga.
Alis Tiat Gin I yang tebal seperti dianyam oleh benang sutra itu, tampak berkerut. Li Hoay segera bertanya kepadanya, "Ada apa?"
'Tidak ada apa-apa, kau minum saja."
Begitu dia meminum arak dari cawan yang besar, terlihat ada seseorang yang masuk. Orang itu masuk sambil menari.
Pinggang orang itu seperti seekor ular yang meliuk-liuk dengan lincah dan lembut, tidak, malah lebih lembut dari seekor ular.
Karena dia lebih mudah meliukkan tubuhnya dan kapanpun dia bisa membalikkan tubuhnya.
Caranya membalikkan badan sangat indah, aneh, dan ajaib, membawa gairah kepada setiap orang yang melihatnya. Kulit orang itu seperti sutra, tapi tidak mengkilat.
Kulitnya sangat indah. Gerakannya ramah, tapi membawa kegairahan.
Kakinya tampak ramping dan panjang, dalam setiap gerakannya membawa irama yang indah. Irama yang membuat setiap jantung laki-laki berdebar dengan kencang.
Dengan irama dan gerakan seperti itu, orang itu dengan indah memasuki tenda.
Jantung setiap orang bertambah cepat, nafas seperti akan berhenti, begitu pula dengan Li Hoay.
Kemudian dia memuji-muji orang itu kepada setiap teman yang ditemuinya.
"Orang itu sangat cantik, kecantikannya tidak ada yang bisa menandinginya, aku jamin bila kau sudah melihatnya, jantungmu akan berdebar-debar dengan kencang" kata Li Hoay.
Dia berkata lagi, "Bila dia laki-laki, dia pun pasti akan berdebar-debar." "Bagaimana dengan dirimu? Apakah kau pun demikian?"
"Tidak."
"Apakah kau bukan laki-laki?" "Aku adalah laki-laki sejati."
"Bila kau laki-laki, mengapa jantungmu tidak berdebar-debar?" "Karena orang itu adalah laki-laki."
Laki-laki yang memiliki daya tarik seperti perempuan ini, menari ke hadapan Tiat Gin I dan Li Hoay, dengan tangannya yang putih dia memberikan sebuah kotak kecil yang dihias dengan indah dan diletakkan di meja mereka.
Kemudian dia mengedipkan matanya dengan genit. Pinggangnya masih diliuk-liukkan.
Pinggangnya benar-benar lentur.
Li Hoay merasa mulutnya menjadi kering.
Tapi Tiat Gin I tetap dengan dingin melihat sikap orang itu, sama sekali tidak bergeming.
Dengan tertawa genit orang itu menghadapi Tiat Gin I, kemudian dia menari seperti angin keluar dari tenda.
Tawanya, tariannya, cukup untuk membuat para pelacur yang terkenal kehilangan warna dan ciri khas mereka. Hanya Tiat Gin I yang tidak tergoyahkan.
"Kau benar-benar jago," kata Li Hoay melihat perempuan yang begitu cantik, tapi Tiat Gin I tidak tertarik.
"Bila dia adalah seorang perempuan, aku pasti akan menyuruhnya tinggal, sayangnya dia bukan perempuan."
"Dia bukan perempuan?"
"Dia bukan manusia, bukan laki-laki maupun perempuan." "Lalu dia itu apa?"
"Dia adalah banci," jawab Tiat Gin I. Li Hoay bukan seorang yang bodoh.
"Aku sudah mengerti, tapi ada sedikit yang aku masih tidak mengerti, banci ini mencarimu karena apa?"
"Mengapa kau tidak melihat terlebih dahulu apa isi dari kotak kecil ini?"
Begitu kotak itu dibuka, Li Hoay segera terpaku, siapa pun yang membuka kotak ini pasti akan terkejut.
Karena kotak yang dihiasi dengan indah ini, di dalamnya Isinya ada sebutir kacang, sebutir kacang yang sangat kecil.
Apa anehnya dengan sebutir kacang?
Mengapa dia begitu terkejut hanya karena sebutir kacang? Mengapa harus diantar oleh orang yang aneh dan dengan cara yang aneh pula?
Karena Li Hoay tidak terpikir jawabannya maka itu dia hanya bisa terpaku.
Tanya Li Hoay kepada Tiat Gin I, "Kau begitu serius menyuruhku melihat isi kotak, apa yang ada hanya ada benda semacam ini?" "Benar."
'Tapi benda ini hanyalah sebutir kacang." "Benar."
Tapi ekspresi wajah Tiat Gin I terlihat seperti ada beban yang berat. "Apa gunanya sebutir kacang ini?"
"Bila hanya sebutir kacang, ini pasti tidak apa-apa bukan?" "Apakah ini bukan kacang sungguhan?"
"Itu bukan kacang."
"Bila itu bukan kacang, lalu itu apa? Itu benda apa? Apakah mainan?" Dengan serius Tiat Gin I berkata, "Itu juga bukan mainan."
"Benda itu sama sekali tidak dapat dimainkan."
"Bila ada yang menganggap itu mainan, dia akan mati dalam satu langkah." Li Hoay terpaku.
Biasanya seorang Li Hoay jarang terpaku pada saat mendengar perkataan orang lain, tapi sekarang perkataan Tiat Gin I membuat dia tidak mengerti.
"Benda ini semacam mantera, mantera yang membuat seseorang akan mati dalam waktu dekat ini."
"Sekarang aku tahu," kata Li Hoay, "itu pasti kacang milik Ci Teng Hoa (Bunga Rotan Ungu)." "Benar."
"Katanya bila Ci Teng Hoa bila sudah mengantar kacang itu kepada seseorang, siapa pun orang itu bila sudah melihatnya, berarti dia adalah orang mati."
"Benar," kata Tiat Gin I, "karena itu aku mengatakan bahwa kacang itu adalah mantera kematian."
"Apakah benar bila seseorang yang sudah menerima kacang ini akan mati? Tidak ada pengecualian?"
"Tidak ada pengecualian. Sampai sekarang belum ada."
"Katanya dia adalah seorang perempuan, seperti apakah dia, apakah benar dia begitu lihai?" Tiat Gin I terdiam lama, setelah itu baru pelan-pelan berkata,
"Kau masih muda, masih banyak hal yang kau belum mengerti, tapi kau harus ingat, perempuan yang lihai di dunia ini jumlahnya lebih banyak daripada yang kau pikirkan."
Li Hoay tidak ingin mengucapkan apa-apa lagi.
Karena tiba-tiba dia teringat kepada dewa bulan, juga teringat kepada Ko Ko.
— Apakah mereka termasuk perempuan yang lihai? Li Hoay tidak mau memikirkan hal lain lagi, dia bertanya kepada Tiat Gin I.
"Apakah kau pernah bertemu dengan Ci Teng Hoa?" "Belum pernah."
Setelah menghembuskan nafas yang panjang, tawa Li Hoay pun muncul lagi, muncul lagi tawanya yang khas, entah tawa ini adalah tawa yang lucu atau tawa yang jahat.
"Kalau begitu kacang ini bukan untukmu," kata Li Hoay.
"Walaupun benda ini adalah benda yang sudah dimanterai, tapi ini tidak ada hubungannya denganmu."
Tiat Gin I menatap Li Hoay dengan lama, matanya yang tampak dingin dan kejam, seperti mengalir perasaan yang hangat, tapi suaranya terdengar dingin dan kejam,
"Apakah kau mengira kacang ini untukmu? Apakah kau mau menanggung semua ini?" Li Hoay terdiam, artinya dia mengakuinya.
Tiat Gin I tertawa dingin dan berkata lagi: "Anak muda yang seringmengaku dirinya sebagai pendekar, sudah banyak kulihat, Pemuda yang tidak takut mati, aku pun sudah banyak melihatnya, tapi sayang kau tidak bisa merebut kacang ini."
"Apakah benar aku tidak bisa merebutnya?" tanya Li Hoay.
Tiat Gin I belum membuka mulut, dengan secepat kilat Li Hoay sudah mengambil kacang yang berada di dalam kotak itu, dari telapak tangannya kacang itu meloncat dan masuk ke dalam mulutnya dan langsung ditelan oleh Li Hoay, dia seperti orang yang setengah mabuk memakan kacang itu. Kemudian dengan tertawa dia bertanya kepada Tiat Gin I,
"Sekarang kau tidak bisa merebut kacangku." Wajah Tiat Gin I berubah, tawa Li Hoay yang tadinya seperti anak nakal langsung membeku, wajahnya tiba-tiba berubah menjadi sangat menakutkan, dia seperti orang yang mati karena kedinginan.
Bila kau belum pernah melihat orang mati karena kedinginan, pasti kau tidak akan pernah tahu seperti apa ekspresi wajahnya.
Mata Tiat Gin I menyipit, tubuhnya membeku.
Seorang Tiat Gin I yang begitu kejam dan juga seorang yang tenang, akan berubah seperti itu.
Terdengar lagi suara seperti dengungan nyamuk, sangat jelas lapi sepertinya datang dari tempat yang jauh.
Sebenarnya bagaimana? Sebenarnya sudah tidak begitu jauh.
Suara ini berasal dari sebuah alat musik gesek.
Nyamuk pasti tidak akan bisa menggeseknya, hanya manusialah yang bisa menggesek alat musik.
Seorang perempuan setengah baya, bertubuh tinggi dan montok, memiliki wajah yang cantik dan bajunya tampak mewah, walaupun dia sudah tidak muda lagi, tapi tetap bisa membuat jantung laki-laki berdebar-debar.
Dia sedang memapah seorang tua yang berambut putih, berbaju compang camping, bertubuh kurus kering. Mereka tiba-tiba masuk ke dalam tenda.
Sebenarnya mereka berjalan selangkah demi selangkah, saling memapah untuk masuk ke dalam tenda.
Tapi begitu orang-orang melihat mereka, tiba-tiba saja mereka sudah berada di dalam tenda. Tangan orang tua itu sedang memainkan tehian (erhu, semacam alat musik gesek).
Sebuah tehian yang sudah usang, senar-senarnya sudah menghitam, bahkan ada yang sudah putus, karena itu tehian yang digesek mengeluarkan bunyi seperti dengungan nyamuk, membuat orang merasa tidak nyaman.
Wajah orang tua itu tampak kering, mata tuanya sudah tidak bercahaya, ternyata dia adalah seorang yang buta,
.Begitu masuk, mereka berdiri dengan diam di sudut, mereka tidak seperti meminta-minta juga tidak seperti mengamen.
Tapi semua orang memperhatikan mereka sekarang, karena mereka bukan pasangan yang serasi.
Yang membuat orang merasa aneh adalah walaupun tehian berada di depan mata, tapi suara yang dihasilkan sepertinya berasal dari tempat yang jauh.
Hanya ada satu orang yang tidak memperhatikan mereka, melihat pun tidak, seakan di dunia ini tidak pernah ada orang seperti mereka.
Orang itu adalah Tiat Gin I.
Tawa di wajah Li Hoay sudah membeku, begitu pula dengan seluruh tubuhnya.
Sebenarnya semua orang pun bisa melihat, walaupun sekarang ini Li Hoay belum meninggal, tapi waktunya tidak akan lama lagi.
Anehnya sekarang ini Tiat Gin I tidak tampak khawatir sedikit pun, sepertinya kematian Li Hoay tidak ada hubungan dengannya sedikit pun.
Sepertinya dia pun memiliki mantera yang menjamin Li Hoay tidak akan mati. Suara tehian yang seperti dengungan nyamuk sudah tidak terdengar lagi.
Dari luar tenda tiba-tiba terdengar irama musik yang cepat, kencang, dan misterius. Suara ini entah keluar dari alat musik apa.
Orang banci tadi, yang pinggangnya seperti ular, mulai menari lagi dengan langkah yang aneh. Perbedaan dengan yang tadi adalah dia tidak datang sendirian, kali ini mereka datang bertujuh,
semua orang itu seperti dia, centil dan aneh. Mereka menari mengikuti irama, menarikan tarian yang aneh, baju yang mereka kenakan beraneka ragam, tapi tubuh mereka semua tidak terbungkus oleh baju. Baju mereka lebih berani dari seorang penari perut.
Mereka semua adalah laki-laki. Walaupun orang-orang di sana tahu bahwa mereka adalah laki-laki, tapi di dalam irama yang begitu indah, mereka menari dengan penuh kegairahan, bahkan tarian mereka terlihat berlebihan.
Di dalam irama yang kencang dan cepat itu dengan iringan tarian yang gila-gilaan, mereka melihat ada seseorang.
Penari lain terus menari dan bergerak, tapi orang ini hanya diam.
Penari-penari itu hampir telanjang tapi orang itu mengenakan jubah yang panjang hingga ke mata kaki.
Tubuhnya dari ujung kepala hingga ke ujung kaki terbungkus dengan rapi, hanya wajahnya yang terlihat.
Siapa pun yang pernah melihat wajah ini, seumur hidup tidak akan pernah melupakannya.
Wajah itu terlalu menakutkan dan sangat jelek, tapi wajahnya mengandung kegenitan yang tidak dapat dilukiskan, sepertinya kapanpun dia bisa memuaskan nafsu seorang laki-laki.
Ada seseorang yang berkata,
"Perempuan jelek pun mempunyai daya tarik tersendiri, kadang-kadang malah lebih bisa membuat hati laki-laki lebih tergerak, karena semua gerak geriknya, tawanya bisa membuat laki laki merasa bergairah kepadanya."
Bila sudah melihat perempuan ini, kata-kata tadi bisa dibuktikan, setelah mendengar suaranya, kau akan lebih mempercayainya lagi.
Suaranya terdengar serak dan rendah.
Dia tertawa kepada Tiat Gin I, kemudian pelan-pelan berjalan menghampiri Li Hoay, dan melihatnya dengan lama.
"Apakah dia adalah Li Hoay?" dia bertanya kepada Tiat Gin I. "Benar."
'Tapi aku merasa dia bukan seorang yang jahat." "Oh?"
"Dia tidak jahat sama sekali, dia adalah laki-laki sejati, aku belum pernah bertemu dengan laki- laki seperti dia."
"Oh?"
"Berani menelan kacangku ke dalam perutnya, hanya dia yang berani melakukannya dan hanya dia yang pertama yang melakukannya."
Tiat Gin I dengan sikap dingin menatap perempuan itu, dengan suara yang dingin dia berkata, "Dari dulu kacang memang untuk dimakan, sudah banyak kacang yang dimakan oleh manusia." 'Tapi kacangku ini tidak boleh dimakan."
"Mengapa?"
"Siapa pun yang makan kacangku, dia akan mati dan harus mati, dalam waktu satu jam dia akan menjadi seonggok darah."
Tiat Gin I tertawa dengan dingin. Arti tawanya sangat jelas, dia menganggap kata-kata perempuan ini adalah omong kosong.
Perempuan itu pun ikut tertawa, tawanya tampak lebih centil lagi. "Aku pikir sebaiknya kau harus tahu siapa aku ini?"
"Aku tahu siapa kau ini, kau adalah Ci Teng Hoa," jawab Tiat Gin I dengan dingin.
"Bila kau sudah tahu siapa aku ini, mengapa kau masih tidak mempercayai kata-kataku?" "Karena aku tahu Li Hoay tidak akan mati."
"Kau salah! Aku jamin siapa pun yang sudah memakan kacangku dia akan mati, begitu pun dengan Tuan Li Hoay, tidak ada pengecualian," kata Ci Teng Hoa dengan lembut.
'Tapi Tuan Li Hoay ini merupakan pengecualian."
Suara Tiat Gin I terdengar sangat penuh percaya diri, semua pun tahu bahwa Tiat Gin I bukan seorang yang bodoh, dan bukan seseorang yang tidak tahu apa-apa, dia bisa berkata seperti itu, pasti ada alasannya. Karena itu Ci Teng Hoa pun mulai merasa aneh,
"Mengapa dia merupakan pengecualian?"
"Semua ini karena Kongsun Thayhujin (Nyonya besar Kongsun)."
'Kongsun Thayhujin', bila sekilas mendengar nama itu, itu hanyalah sebuah nama dari seorang nenek tua, hanya saja dia lebih terkenal dari nenek tua yang lain, karena dia mempunyai uang banyak, hidupnya pasti lebih panjang umur. Membunuh orang seperti membabat rumput seperti yang dilakukan oleh Ci Teng Hoa, mendengar nama ini saja kesan centil di wajahnya sudah terbayang.
Tiat Gin I tetap dengan nada dingin berkata,
"Aku kira kau pun sudah tahu, siapa itu Kongsun Thayhujin, juga tahu dia akan melakukan hal apa."
Ci Teng Hoa pun dengan suara yang sama dinginnya berkata,
"Sepertinya aku tahu nama ini, katanya dia hanya seorang pembunuh bayaran yang harga sewanya lebih tinggi dari pembunuh bayaran lainnya."
"Apakah hanya itu yang kau tahu?"
"Kecuali hal tadi, apakah dia memiliki keistimewaan lainnya?"
"Bila kau tidak tahu, aku akan memberitahukannya kepadamu," kata Tiat Gin I.
"Dalam kurun waktu 170 tahun ini, pembunuh yang paling ditakuti di dunia persilatan adalah Kongsun Thayhujin, pembunuh dengan bayaran tertinggi dan yang paling lama adalah kongsun Thayhujin ini."
"Tapi aku pun pernah mendengar, seseorang seperti cahaya bulan dengan senjata pisau, pisaunya seperti cahaya bulan, dia bernama dewa bulan."
Ci Teng Hoa sengaja bertanya lagi.
"Apakah di dunia persilatan memang ada orang seperti itu?" "Benar, memang ada."
"Kau pernah bertemu dengannya?"
"Tidak," jawab Tiat Gin I, "dia sama seperti dirimu dan kongsun Thayhujin, sulit untuk ditemui." Tawa Ci Teng Hoa tampak seperti air, dan dia berkata,
"Tapi hari ini kau sudah bertemu denganku."
Kata Tiat Gin I, "Karena kau mengira Li Hoay sudah mati, bila kau dengan keenam penari bancimu datang, orang-orang yang melihatmu akan segera mati dan tidak tertolong."
Ci Teng Hoa menghela nafas,
"Kau benar-benar seorang yang sangat teliti, hal-hal mengenai orang lain kau pun sangat teliti mengamatinya."
"Untungnya kau bukan orang seperti diriku," kata Tiat Gin I. "Banyak hal yang terjadi yang tidak pernah kau pikirkan belumnya."
"Oh?"
"Paling sedikit kau pasti tidak pernah memikirkan bahwa Nyonya Kongsun akan datang bukan?" "Oh?"
"Kongsun Thayhujin seperti dewa bulan, adalah seseorang yang tidak mudah untuk turun tangan, tapi bila ada seseorang yang berani membayar dia dengan harga tinggi, bila kalian akan mulai membunuh, dia pasti akan segera muncul."
Kata Tiat Gin I lagi,
"Bila kalian muncul, kalian tentu tidak akan membiarkan bisnis kalian direbut oleh orang lain bukan? Kalian berdua pun memiliki kesamaan, tidak akan membiarkan orang yang ingin kalian bunuh mati di tangan orang lain."
Ci Teng Hoa mengakuinya.
"Hal ini semua orang di dunia persilatan sudah mengetahuinya, aku tidak perlu banyak bercerita lagi," kata Tiat Gin I.
'Tapi mengapa kau mengatakannya?"
"Karena aku memikirkan sebuah pertanyaan yang sangat lucu." "Pertanyaan tentang apa?"
"Seseorang hanya bisa mati satu kali, bila kalian dalam waktu yang bersamaan muncul di suatu tempat dan ingin membunuh orang yang sama, seharusnya orang itu mati di tangan siapa?"
Ci Teng Hoa pun merasa hal ini seingat lucu, dia pun tampak berpikir lama. "Bagaimana menurutmu?"
"Aku tidak bisa memberi komentar apa-apa, aku hanya mengetahui satu hal." "Hal mengenai apa?"
"Pertama kalinya Kongsun Thayhujin membunuh Ketua Lan San, kejadian ini sudah berlangsung 22 tahun yang lalu, menurut tetua yang banyak pengalamannya, di dunia persilatan Kongsun Thayhujin pernah membunuh sebanyak 21 kali, jadi bila dirata-ratakan dalam waktu 1 tahun dia akan membunuh sedikitnya satu kali, orang-orang yang dibunuh olehnya adalah orang-orang yang terkenal di dunia persilatan."
"Berdasarkan apa kau menarik kesimpulan seperti ini?"
"Menurut cara dan kebiasaan Kongsun Thayhujin bila membunuh orang." "Lalu mereka sendiri berkesimpulan seperti apa?"
"Dalam waktu 21 tahun ini, bila Kongsun Thayhujin membunuh orang tidak pernah terbukti, juga belum pernah melakukan kesalahan, juga tidak pernah gagal."
Ci Teng Hoa tertawa. "Mengenai hal ini aku pun pernah mendengarnya." Ci Teng Hoa bertanya lagi kepada Tiat Gin I,
"Bagaimana pendapatmu mengenai diriku?"
"Kau membunuh orang lebih banyak dari Kongsun Thayhujin, sejak 13 tahun yang lalu kau sudah membunuh banyak orang, hingga saat ini kau sudah membunuh sebanyak 69 orang, sasaranmu adalah para pesilat tangguh, kau pun tidak pernah gagal."
"Kalau begitu, bukankah aku lebih baik dari Kongsun Thayhujin?" tanya Ci Teng Hoa dengan genit.
"Bila memperhitungkannya seperti itu, tidak benar," kata Tiat Gin I. "kau kalah dibanding dirinya, dan kekalahanmu bukan sedikit." "Mengapa?"
"karena dalam 70 kali pembunuhan, 13 kali kau salah memperhitungkan waktu, dan sasaranmu ada yang tidak tepat, dan kau masih terluka sebanyak dua kali." kata Tiat Gin I lagi dengan dingin, "Kau mengalami kekalahan sebanyak 13 kali, dan setiap kali kau mengalami bahaya, karena itu
kau bukan yang terkuat, yang terkuat tetap Kongsun Thayhujin." Tawa Ci Teng Hoa sudah tidak terlihat centil lagi,
"Maksudmu, bila hari ini Kongsun Thayhujin ingin membunuh Tuan Li, maka Tuan Li akan mati di tangan Kongsun Thayhujin?"
"Memang seperti itu maksudku," jawab Tiat Gin I.
"Bila Kongsun Thayhujin tidak menginginkan orang yang akan dibunuh mati di tanganmu, kau tidak akan bisa membunuh orang ini."
Ci Teng Hoa melihat Li Hoay dengan lama, wajahnya yang tersenyum, membuat orang tidak tahan melihatnya.
"Kali ini kau salah, Tuan Li kita sudah seperti orang mati, kau bilang orang hanya akan mati satu kali," kata Ci Teng Hoa.
Kata Tiat Gin I, 'Tidak salah."
Satu orang hanya akan mati satu kali, bila orang itu sudah mati di tanganmu, dia tidak akan mati di tangan orang lain.
Musik masih dimainkan, pinggang seperti ular pun masih diliuk-liukkan.
Suara musik bertambah kencang seperti angin ribut, seperti suara perang di medan tempur, sepertinya di bumi dan langit ini tidak ada yang bisa menghentikan musik ini.
Tapi sekarang ini suara musik tertutup oleh suara seperti dengung nyamuk itu.
Karena semua orang yang berada di dalam tenda itu hanya bisa mendengar suara tehian yang berdengung seperti suara nyamuk, suara yang lain tidak terdengar lagi.
Perempuan yang tinggi dan montok itu, walaupun sudah setengah baya tapi masih bisa membuat jantung laki-laki berdebar-debar, dia meninggalkan orang tua yang masih bermain musik itu dan dengan anggun keluar dari sudut berjalan menghampiri Tiat Gin I,
'Terima kasih." Dia berkata,
'Terima kasih, kau sudah memuji kami, selamanya kami akan selalu ingat dengan pujianmu." Tiat Gin I berdiri dan dengan serius berkata.
"Aku hanya mengatakan yang sebenarnya."
"Kalau begitu aku bisa menjamin, yang Tuan tadi katakan sedikit pun tidak ada yang salah." Nyonya yang anggun itu berkata. "Aku jamin Tuan Li Hoay pagi ini tidak akan meninggal."
Sekarang malam sudah larut, bumi masih diselimuti oleh kegelapan yang pekat, menunggu matahari terbit harus menunggu beberapa saat lagi.
Nyonya yang anggun itu, di bawah sinar lampu yang terang terlihat sangat anggun dan terhormat, tidak ada seorang pun yang curiga dengan kata-katanya.
"Aku percaya," ucap Tiat Gin I, "aku selalu percaya dengan kata-kata Nyonya."
Ci Teng Hoa menahan tawanya, dia bertanya kepada Tiat Gin
"Apakah dia adalah Kongsun Thayhujin?" "Benar."
'Tapi dia tidak terlihat seperti itu, mengapa Kongsun Thayhujin masih begitu muda?" "Dan mengapa kata-katanya tidak terdengar bisa dipercaya?" tanya Ci Teng Hoa.
Nyonya yang anggun itu tertawa dan memberi jawaban,
"Kau mengatakan bahwa aku masih muda, aku tidak berani mengakuinya, kau bilang aku tidak bertanggungbjawab, aku pun tidak bisa menerimanya."
"Kontrakku adalah menjelang subuh aku harus mengambil nyawanya, jadi sebelum subuh dia tidak akan mati," kata Kongsun Thayhujin.
"Bila sekarang dia mati, aku akan membuatnya hidup kembali, kemudian dia akan mati di tanganku."
Ci Teng Hoa menghela nafas, keenam penari seperti ular itu tiba-tiba sudah mengelilingi Kongsun Thayhujin, enam buah pinggang dari enam orang, dari enam arah memutar, keenam pasang tangan orang itu pun dari duabelas arah menyerang ke arah Kongsun Thayhujin.
Dua belas arah adalah arah yang sama sekali tidak disangka, kecuali mereka berenam tidak ada seorang pun yang bisa menyerang dengan cara seperti ini.
Akan terjadi hal apakah pada nyonya terhormat ini?
Si tua yang memainkan tehian tetap memainkan tehian, wajahnya tetap datar, dia sepertinya memang tidak bisa melihat
Tiat Gin I pun tidak ikut campur, dia seakan-akan tidak melihat kejadian itu.
Keenam orang banci yang cantik itu dengan kedua belaa tangan mereka yang indah dengan duabelas jurus, berganti arah.
Tapi orang yang berteriak kesakitan hanya ada satu. Teriakan itu bukan berasal dari satu mulut, melainkan keluar berbarengan tlari enam buah mulut.
Suara ini berasal dari enam orang banci yang berteriak, kemudian disusul dengan suara tubuh mereka yang roboh.
Tidak ada yang terluka.
Tapi tiba-tiba dari tengah-tengah alis mereka seperti sudah dibelah oleh pisau, luka mereka seperti ada mata mereka yang ketiga, luka itu penuh dengan darah.
Keenam banci itu tiba-tiba tidak memiliki mata, karena mata mereka tertutup oleh darah.
Wajah Tiat Gin I tidak berubah, begitu juga dengan wajah Ci leng Hoa, begitu juga dengan wajah orang-orang yang berada di dukun tenda itu, karena setengah jam yang lalu, orang yang belum pingsan itu sudah melarikan diri.
Seorang pelacur terkenal yang bernama Song Yu Ji, yang biasanya terlihat anggun dan pendiam, sekarang berlari dengan keadaan yang tidak anggun.
Sewaktu dia lari dari tempat itu, dia seperti seekor anjing liar yang dipukul oleh orang. Kongsun Thayhujin yang terhormat itu tampak menarik nafas.
"Kongsun Thayhujin, aku benar-benar kagum kepadamu, sekali mengeluarkan jurus Anda berhasil membunuh enam orang sekaligus, tidak terlihat bentuk dan bayangannya, aku percaya tidak ada yang bisa melihat keenam anak buahku yang aneh ini, bagaimana cara mereka mati di tanganmu."
"Terima kasih."
"Jurus yang tidak dimengerti oleh orang lain, selalu membuat orang menjadi terkagum-kagum," kata Ci Teng Hoa. "Bila Nyonya sudah meninggal, setiap tahun aku akan menyembahyangimu dengan arak dan bunga, untuk memperingati hari kematian Nyonya."
Kongsun Thayhujin masih dengan sopan berkata,
"Tapi sayang, tahun depan di hari yang sama, sepertinya aku belum akan mati, seperti Tuan Li Hoay yang belum mati sekarang mi."
"Apakah kau bisa menolongnya?"
"Aku tidak menolongnya, bila dia benar-benar sudah mati, tidak ada seorang pun yang bisa menolongnya."
Ada seseorang yang bisa menolongnya.
"Kalau begitu kau mengira dia belum mati?" Kongsun Thayhujin menarik nafas dan menjawab, "Bila kau menganggap Tuan Li sekarang sudah mati, kau tidak memahami Tuan Li ini."
"Oh?"
"Bila Li Hoay bisa mati karena sebutir kacang milikmu, dia tidak akan bernama Li Hoay lagi."
Pada saat itu orang-orang yang tertinggal di dalam tenda, tiba-tiba mendengar ada seseorang yang masuk ke dalam tenda dan tertawa.
Begitu Ci Teng Hoa mendengar tawa ini, dia tidak bisa tertawa lagi. Orang yang tertawa itu adalah Li Hoay yang dianggapnya sudah mati.
Sejam yang lalu, Li Hoay mati, kaku seperti es, sekarang ini dia bisa tertawa, bisa berdiri dan juga bisa berjalan.
Tuan Li Hoay ini berjalan menghampiri Ci Teng Hoa, di hadapan perempuan yang ingin membunuhnya, Li Hoay dengan sopan tersenyum dan dengan hormat memberikan benda yang sangat kecil itu.
"Ini adalah kacang milikmu," kata Li Hoay, "aku mengembalikannya kepadamu." 'Terima kasih," Ci Teng Hoa mengeluarkan tawa yang genit, dia berkata lagi,
"Sebenarnya harus sudah aku pikirkan sebelumnya, Tuan Li yang begitu pintar, tidak akan memakan benda yang sulit dicerna, tapi aku tidak menyangka sedikit pun bahwa Tuan Li memiliki teknik berpura-pura mati yang begitu tinggi."
Li Hoay tertawa.
"Aku sudah berlatih teknik ini sejak kecil, aku mencuri makanan milik orang lain, bila orang itu akan membunuhku, aku harus berpura-pura mati," dia berkata lagi,
"Seorang anak yang liar dan sejak kecil selalu kelaparan, untuk mendapatkan makanan dia harus belajar teknik ini, tapi di kemudian hari, setiap kali menghadapi keadaan seperti itu, teknik itu pasti akan dikeluarkan, aku tidak bisa mengubah kebiasaan ini."
"Begitu anak ini tumbuh besar kemudian melatih tenaga dalam yang aneh, maka teknik berpura-pura matinya lebih tinggi lagi."
"Dalam hal ini aku selalu berhati-hati, bila aku tidak bisa berpura-pura mati dan tidak mirip, aku tidak akan bisa menipu Nyonya Ci."
"Aku benar-benar kagum kepadamu, aku juga menyukaimu aku percaya kau pun akan menyukaiku." Li Hoay menghela nafas.
'Terus terang, perempuan seperti dirimu pasti banyak orang yang menyukai." "Kalau begitu, apakah kau mau melakukan satu hal untukku?"
"Hal mengenai apa?"
"Apakah kau mau demi diriku, mati sekali lagi, tapi kali ini benar benar mati."
Semua orang pun bisa berpikir, bila sudah keluar kata-kata seperti itu, itu adalah saat untuk menyerang, dan waktunya bagi Ci Teng Hoa untuk menyerang.
Serangan kali ini adalah serangan untuk hidup atau mati, tapi anehnya belum lama kata-kata ini diucapkan, Ci Teng Hoa sedikit pun tidak mempunyai maksud untuk menyerang Li Hoay.
Walaupun ini adalah kesempatan yang sangat baik, dan kesempatan ini tidak akan kembali lagi, hanya orang bodoh saja yang melakukan hal ini, dan itu dilakukan oleh Ci Teng Hoa.
Ci Teng Hoa bukan orang yang bodoh, tapi sekarang ini mengapa dia bertingkah laku seperti orang bodoh? Dia sangat ingin membunuh Li Hoay, dan Li Hoay pun tidak akan melepaskan dia begitu saja, tapi pada saat dia bertingkah seperti orang bodoh seharusnya Li Hoay langsung menyerangnya. Tapi Li Hoay sendiri pun tidak menyerangnya.
Mengapa dua orang yang sangat pintar ini tiba-tiba bisa menjadi begitu bodoh?
Yang anehnya lagi, mengapa orang-orang yang berada di sisi mereka bertepuk tangan demi orang-orang bodoh ini?
Kongsun Thayhujin pun ikut bertepuk tangan,
"Tuan Li, kau benar-benar hebat, aku pun kagum kepadamu." "Aku tidak berani menerimanya."
"Dengan cara apa kau bisa membuat dia tidak berkutik?"
"Sewaktu dia mengambil kacang dari tanganku, dengan jari kecilku aku menotok jalan darah yang berada di telapak tangannya."
"Karena itu setelah mengucapkan dua kalimat tadi, tangannya tiba-tiba menjadi beku dan dia tidak bisa menyerangmu lagi."
"Apakah tubuh sebelah kanannya pun tidak bisa digerakkan?" tanya Kongsun Thayhujin kepada Li Hoay.
"Kira-kira seperti itulah."
"Karena itu kau pun tidak perlu menyerangnya lagi?" Li Hoay hanya tertawa. Kongsun Thayhujin menarik nafas dan berkata,
"Tuan Li, bukannya aku hendak memujimu, ilmu silat jarimu, di dunia ini hanya ada tiga orang yang bisa menandingimu."
Li Hoay mengerjapkan matanya dan tersenyum, sengaja dia bertanya, "Siapakah dua orang yang lainnya itu? Apakah salah satunya adalah dirimu?"
"Bila aku mengatakannya belum tentu kau akan mempercayainya dan belum tentu pula kau tidak mempercayainya."
"Apakah kau mau menemaniku seorang diri?" "Aku siap."
Kemudian orang tua yang buta itu dengan menggunakan tehian sebagai tongkatnya, berjalan selangkah demi selangkah keluar dari tenda itu.
Tiat Gin I sudah mengepalkan tangannya.
Li Hoay dengan tiga jarinya menarik bajunya, dan dengan suara kecil berkata, "Aku minta kau jangan melakukan hal seperti itu, ini akan ditertawakan oleh orang lain, Kongsun Thayhujin aku akan meninggalkanmu, aku dan lojinke ini akan keluar untuk jalan-jalan."
Tuan Li dan si tua sudah keluar dari tenda, Kongsun Thayhujin malah duduk dengan nyaman.
Tiat Gin I terus menatapnya.
"Aku yakin aku tidak salah, kau adalah Kongsun Thayhujin."
'Tiat Koanke, kau memang tidak salah, mana mungkin kau salah, bila tidak Tuan Besar Li tidak akan bisa hidup sampai sekarang."
"Kalau begitu, siapa lojinke tadi?"
"Dia adalah suamiku," Kongsun Thayhujin menuangkan secangkir arak untuknya sendiri dan berkata,
"Di keluarganya dalam urutan silsilah keluarga, dia adalah yang dituakan, karena itu aku dipanggil Kongsun Thayhujin."
"Kongsun? Nyonya Besar? Keluarga Kongsun?" Tiat Gin I banyak pertanyaan. "Mengapa aku tidak pernah mendengar sebelumnya?"
"Karena keluarga Kongsun yang tersisa hanya suamiku saja." Dengan sedih Kongsun Thayhujin berkata lagi,
"Orang dunia persilatan sudah mengetahui, selama ini aku belum pernah kalah, mereka pun tahu bahwa suamiku tidak pernah memenangkan pertarungan."
"Apakah memang belum pernah menang?"
"Benar," suara Kongsun Thayhujin terdengar sangat sedih, dia berkata lagi, "Ada orang yang nasibnya memang ditakdirkan untuk kalah, walaupun dia adalah orang yang sombong dan sangat kuat, tapi nasibnya harus selalu kalah."
Tiat Gin I terdiam. Dalam diam itu, dia pun merasa sedih dan sakit, setelah lama dia baru berkata kepada Kongsun Thayhujin.
"Apakah aku boleh mengucapkan satu kalimat ?'" "Katakanlah!"
"Apakah aku boleh mengetahui nama lojinke itu ?"
Kongsun Thayhujin pun terdiam dengan lama baru berkata :
"Kau boleh bertanya kepadaku, tapi sayang meskipun aku menyebutkan namanya, kau belum tentu mengenalnya."
Tiat Gin I terdiam menunggu Kongsun Thayhujin berkata lagi, setelah lama Kongsun Thayhujin baru berkata,
"Namanya adalah Bu Seng (Bu=tidak pernah, Seng=menang) "Benar namanya adalah Kongsun Bu Seng."
Seseorang yang seumur hidupnya belum pernah menang setiap malam dia gelisah dalam tidurnya memikirkan hidupnya, dalam hatinya dia merasakan perasaan seperti apa?
Menjadi istri dari orang seperti itu, setiap malam mendengar desah nafasnya yang gelisah, tidurnya yang tidak nyenyak, terus menerus menghapus keringat dinginnya, apakah yang dia rasakan?
Istri dari seorang yang selalu gagal.
"Aku tidak mempunyai cara untuk menolongnya," kata Kongsun Thayhujin, "karena dia memang ditakdirkan menjadi orang seperti itu."
Setelah habis mengucapkan kata-kata ini, Kongsun Thayhujin lalu meneteskan air mata.
Li Hoay mengikuti orang tua yang selalu gagal ini keluar dari tenda, bila Kongsun Bu Seng adalah seorang yang selalu gagal, yang menang pasti Li Hoay.
Nasib Li Hoay selama ini tidak pernah buruk.
"Kalau begitu maksud dari Kongsun Thayhujin, apakah kita harus mencobanya?" "Sepertinya begitu."
Walaupun hal ini tidak dipikirkan dengan otak melainkan dengan dengkul, tapi pertarungan kali ini adalah pertarungan antara hidup dan mati.
Kali ini pun tetap harus dicoba.
Menurut keterangan yang terkumpul dari dunia persilatan, bila Kongsun Thayhujin bisa mencapai ilmu silat hingga tingkat tertinggi, Li Hoay Kongcu kita ini termasuk dalam tingkat ketiga.
Karena keterangan mengenai Kongsun Thayhujin, bahwa dia tidak pernah gagal dalam menjalankan tugasnya. Dalam keadaan seperti itu, Li Hoay sudah tidak mempunyai jalan lain lagi.
Di dalam tenda sudah terjadi keributan dan juga pembunuhan. Orang di dalam tenda sudah tidak begitu banyak, dan yang tertinggal kebanyakan adalah perempuan, kebanyakan adalah perempuan yang cantik dan anggun.
Umur mereka berbeda jauh, dandanan mereka pun tidak ada yang sama, satu-satunya persamaan mereka adalah, apa pun yang terjadi di sana, mereka tetap terlihat tenang.
Mungkin karena mereka sudah melihat pelacur yang terkenal dan pendekar terkenal, mereka sama-sama orang persilatan. Mereka mempunyai sifat yang sama, sifat yang tidak dimengerti oleh orang biasa.
Tiat Gin I dengan rambut yang sudah memutih dan berpakaian sangat mewah, sejak tadi duduk di kursi, di kursi yang mewah. Mereka sekarang dengan perlahan berdiri.
"Jikongcu, sepertinya sandiwara yang kau perankan sudah selesai, sekarang ini adalah giliranku."
"Giliranmu?" tanya Li Hoay, "giliranmu untuk apa?"
"Giliranku untuk membunuh orang, atau mungkin giliranku untuk mati." "Membunuh orang atau mati, sebenarnya itu adalah dua sisi dari satu keping, dua gambar yang berada di dalam satu keping mata uang."
Tiat Gin I berdiri, rambut putihnya tampak berkilau.
"Karena hidup atau mati, tidak ada hubungannya denganmu."
Li Hoay tertawa kecut dan berkata, "Hal ini tidak ada hubungannya denganku, lalu berhubungan dengan siapa? Kali ini kau tidak perlu mengurusku lagi."
"Itu tidak bisa." Kata Tiat Gin I,
"Menurut Tuan Besar, kau harus segera pulang, karena itu aku harus membawamu pulang, bila kau mati, aku yang akan menggantikanmu."
"Bila kau mati, kau tidak akan bisa membawaku pulang."
"Lebih baik aku yang mati terlebih dahulu, baru disusul olehmu."
Kata-kata ini bukan dialog dari sebuah sandiwara, juga bukan dibuat-buat. Kebenaran ucapan ini lebih benar dari sumpah menteri-menteri kepada raja.
Li Hoay sudah tidak dapat tertawa lagi, dia benar-benar tidak dapat tertawa lagi. Tiat Gin I melihatnya, dia mengayunkan tangannya dan berkata,
"Aku percaya kau sudah mengerti maksudku, karena itu lebih baik sekarang kau mundur." Tiba-tiba ada seseorang yang bertepuk tangan.
Yang bertepuk tangan adalah seorang perempuan muda, dia tidak berdandan, hanya mengenakan pakaian berwarna hijau muda yang terbuat dari sutra.
Kelihatannya dia begitu lembut dan lemah, tidak ada yang mengetahui bahwa dia adalah seorang pelacur yang terkenal dan tidak ada yang menyangka dia bisa berkata seperti itu.
"Aku tidak pernah melihat laki-laki seperti kalian, bila kalian benar-benar mati, aku akan menemani kalian mati."
Kata-kata gadis berbaju hijau ini lebih berharga dari perkataan seorang pendekar. Li Hoay tertawa kembali.
"Mengapa begitu banyak orang yang ingin mati, sebenarnya kita pun tidak perlu mati," kata Li Hoay kepada Tiat Gin I.
"Bila kau memperhatikan dan melihat tangan orang tua yang menggesek alat musik itu, aku jamin kita semua tidak akan mati."
Li Hoay berkata lagi, "Bila orang tua ini tidak membantu Kongsun Thayhujin, aku percaya bahwa Kongsun Thayhujin sudah mati beberapa puluh kali."
Suara tehian sudah berhenti, pak tua itu dengan perlahan keluar dari sudut tenda, suaranya lebih rendah dan serak dari suara tehian itu sendiri, "Bagaimana kalau kita berjalan-jalan keluar?" dia bertanya kepada Li Hoay.
"Apakah kau mau menemaniku berjalan-jalan di luar?" Li Hoay tahu bahwa orang itu selalu kalah, kemana pun dia pergi seharusnya dia tidak perlu merasa khawatir.
Anehnya wajah Tiat Gin I sepertinya sangat mengkhawatirkan sesuatu, lebih khawatir dibanding saat Li Hoay menelan kacang Ci Teng Hoa.
Malam yang banyak kabut.
Saat ini masih ada kabut yang begitu tebal, membuat orang tidak menyangkanya, seperti di tempat ini.
Si Tua Kongsun masih minum arak berdua dengan Li Hoay di sebuah pohon yang sudah mati. Arak itu bukan diambil dari meja Tiat Gin I, arak ini berasal dari kantung orang tua ini sendiri. "Arak ini tidak memiliki rasa arak, tapi pada saat diminum di dalam perut seperti ada api yang
membakar."
"Apakah kau tidak melihat bahwa arak ini sedikit aneh? Dan kau terlihat lebih aneh lagi?" "Apakah kau tidak merasa aneh mengapa aku mengundangmu minum di tempat yang begitu
sederhana?"
"Aku tidak menyangkanya, tapi aku tetap datang," kata Li Hoay.
Dia berkata lagi, "Meskipun aku tahu kau ingin membunuhku, aku tetap datang." Orang tua itu tertawa, tubuhnya berguncang-guncang dan araknya hampir tumpah, mulutnya yang gepeng, tertawa hingga tidak terlihat giginya.
Membunuh orang tidak memerlukan gigi, karena itu Li Hoay terus melihat tangannya, seperti sebuah paku yang sudah tertancap.
Sepasang tangan Kongsun Lojin karena terus tertawa, tangannya bergetar dan juga seperti sudah terpaku.
Mata Li Hoay yang tajam dan bercahaya, tampak agak melembut.
Perubahan yang terjadi ini kecuali mereka berdua, tidak ada yang bisa melihatnya.
Di dunia persilatan, anli silat tangguh bertarung untuk hidup dan mati, dan kadang-kadang ditentukan dari sebuah keadaan yang sepele.
Tapi kemenangan untuk hidup dan mati belum selesai. Karena mereka baru saja memulai pertarungan yang pertama.
Kongsun Lojin dengan mulutnya yang gepeng, dari guci araknya yang gepeng, dengan tegukan besar meminum arak yang aneh itu.
"Aku adalah orang aneh, tapi kau lebih aneh lagi, aneh juga sangat pintar," kata Kongsun Bu Seng.
Dia berkata lagi, "Karena itu kau harus mengerti, aku menyuruhmu keluar karena aku tahu si nenek tua itu tidak akan bisa melawanmu. Tapi ada sedikit hal yang tidak kau ketahui, aku mencarimu karena suatu alasan yang khusus," kata Si Tua Kongsun.
"Alasan apakah itu?"
Kongsun Lojin malah balik bertanya kepada Li Hoay, "Apakah kau mengetahui namaku? Dan apakah kau tahu aku ini orang semacam apa?"
"Aku tidak tahu."
"Aku bermarga Kongsun, bernama Pay (kalah), dijuluki Bu Seng (tidak pernah menang)." "Kongsun Pay? Kongsun Bu Seng?"
"Benar, karena seumur hidup aku bertarung, aku belum pernah menang." Li Hoay benar-benar terkejut.
Karena dari tawa dan tangan Kongsun Bu Seng yang bergetar, Li Hoay melihat sepasang tangan Kongsun Bu Seng sudah berubah sebanyak tiga kali.
Mengalami tiga perubahan bukan termasuk perubahan yang banyak, terlalu banyak mengalami perubahan tidak akan menakutkan, kadang-kadang sesuatu yang tidak mengalami perubahan, malah bisa membuat orang mati.
Yang menakutkan adalah dalam tiga kali perubahan dari Kongsun Lojin, setiap perubahan itu bisa membuat orang mati saat itu juga.
"Kongsun Bu Seng cianpwe, apakah benar seumur hidupmu tidak pernah menang?" tanya Li Hoay.
"Belum pernah."
"Aku tidak mempercayainya, hingga mati pun aku tidak percaya, biar kepalaku dijadikan pispot sekalipun, aku tetap tidak mempercayainya."
"Mengapa?"
"Aku adalah seorang yang jahat, aku adalah seekor babi, karena itu pula aku tidak pernah makan daging babi, tapi aku pernah melihat babi yang berjalan," kata Li Hoay, "karena itu aku bisa melihatmu."
"Kau melihatku orang seperti apa?"
'Tangan Kongsun cianpwe tidak akan berada di luar urutan kelima di dunia persilatan, mengapa kau belum pernah menang?"
Kongsun Lojin meminum araknya lagi, dengan matanya yang seperti buta itu, mata yang tidak bisa melihat apa-apa, dia menatap Li Hoay, setelah lama dia baru mengirik nafas,
"Apa yang kau lihat benar, tapi ada juga yang salah." "Oh?" "Ilmu silatku berada di urutan lima besar, memang aku adalah ahli silat tangguh yang bisa dihitung dengan jari."
”Tapi mengapa kau selalu kalah?"
"Ilmu silatku memang tidak kalah, yang salah adalah aku." "Kesalahanmu ada di mana?"
Kongsun tua terdiam lama, kemudian dengan nada yang aneh dia balik bertanya, "Apakah kau tahu, seumur hidupku, sudah berapa kali aku bertarung?"
"Sudah berapa kali?" "Empat kali."
Li Hoay merasa aneh dan berkata,
"Kongsun cianpwe, sifatmu, ilmu silatmu, dan dengan kebiasaanmu, apakah benar kau hanya bertarung sebanyak empat kali?"
"Itu memang benar," jawab Kongsun Pay.
"Empat kali bertarung, aku kalah sebanyak empat kali." Dia bertanya kepada Li Hoay,
"Bila aku menyuruhmu menunjuk 5 pesilat tangguh, kau akan menunjuk siapa saja?"
Li Hoay tampak berpikir dengan lama kemudian menjawab, "Dari Bu Tong, Ciong Ji, dari Siao Lim, Ngo Ji Siangjin, walaupun beliau sudah pensiun tapi ilmu silatnya tidak ada seorang pun yang bisa mengukurnya, dunia persilatan mengakui ilmu silat mereka."
"Benar."
"Dulu di dunia persilatan ada seorang dari turunan Siao Li Tam Hoa yaitu Li Boan Ceng, sudah 12 tahun ini beliau tidak pernah bertarung lagi, juga tidak ada orang yang bisa menemukan beliau, tapi keturunan si pisau terbang dari keluarga Lie, tidak ada seorang pun yang berani mencoba kehebatannya, Siao Lie Hui To tidak pernah salah sasaran, nama Siao Li Hui To hingga saat ini selalu diingat oleh orang-orang."
Kata Kongsun Lojin, "Aku selalu kagum kepada Tuan Li Boan Ceng."
"Masih ada Kun Lun Soat Kiam, Siao Hiang Sin Kiam, dan turunan ketiga dari Hui Kiam Kek yaitu Hoan I, ilmu pedang mereka bertiga hampir setaraf," kata Li Hoay.
Dia berujar lagi, 'Tapi mereka bertiga adalah teman-temanku, mereka bertiga tidak akan memperebutkan urutan yang paling hebat, tidak ada orang yang bisa memilih di antara mereka bertiga siapa yang paling kuat."
"Kau benar," kata Kongsun Pay lagi.
"Di antara mereka bertiga bila ada yang bisa mengalahkan satu saja, kita akan merasa hidup kita tidak akan sia-sia di dunia ini."
"Apakah kau pernah bertemu dengan mereka?" tanya Li Hoay.
Kongsun Lojin tertawa kecut dan menjawab, "Aku pernah bertemu dengan mereka, bahkan pernah bertarung dengan mereka."
"Siapakah mereka itu?"
"Siao Hiang, Ciong Ji, Kun Lun dan Hoan I." Li Hoay menghela nafas dan berkata,
"Mengapa kau memilih mereka berempat untuk bertarung? Mengapa kau tidak memilih orang lain saja?"
Kongsun Lojin ikut menghela nafas dan menjawab, "Karena aku sudah membuat suatu kesalahan."
Minum arak seorang diri sungguh terasa tidak enak. Seseorang yang jago minum yang minum bersama orang yang tidak bisa minum, itu juga terasa tidak enak.
Seseorang berkata kepada dirinya sendiri, tidak enak, terlebih berbicara dengan seseorang yang dia benci lebih tidak enak lagi.
Di dunia ini banyak hal seperti ini.
Mengenai aturan ini, Li Hoay sangat memahaminya. "Aku mengerti maksudmu," dia berkata kepada Kongsun tua, "kau mengeluarkan serangan bukan untuk memenangkan pertarungan, hanya mencari satu orang yang kau anggap pantas untuk kau ladeni dengan jurusmu, kalah atau menang tidak ada tujuan itu di dalam hatimu."
Kata Li Hoay lagi: "Bila orang itu tidak pantas kau ajak bertarung, hingga dia berlutut pun kau tidak akan mau mengeluarkan jurusmu."
Kongsun Lojin melihatnya, di matanya seperti ada sepercik cahaya, ternyata kilauan air mata. "Aku tahu kau pasti akan mengerti, bila kau tidak mengerti, siapa lagi yang bisa memahami dan
mengerti masalah ini."
Kongsun Pay menghela nafas dan berkata, "Bila aku tidak kalah, di dunia ini siapa yang mau menerima kekalahan."
Tiba-tiba Li Hoay berdiri, dengan sikap hormat dia membungkuk ke arah Kongsun Lojin. "Aku tidak bisa menjilat orang, tapi meskipun hari ini kita berhadapan sebagai musuh untuk
mempertaruhkan hidup dan mati, dan meskipun aku mati di tanganmu, aku tidak akan membunuhmu. Tapi aku pun ingin mengucapkan satu kalimat."
"Katakanlah!"
"Kongsun Lojin, walaupun Anda selalu kalah dan belum pernah menang, tapi Anda kalah dengan mulia, aku kagum kepada Anda."
Tiba-tiba Kongsun Lojin melakukan sesuatu yang aneh, tiba-tiba dia meloncat ke atas, di udara dengan gerakan aneh dia bersalto beberapa kali, setelah itu dia baru menginjakkan kakinya ke bumi.
Dia tidak gila.
Dia melakukan hal seperti itu karena dia sudah tidak bisa menahan air mata yang mulai mengalir.
Agar tidak terlihat oleh orang lain, cara itulah yang bisa dia lakukan.
Li Hoay memahami perasaan Kongsun Lojin, dia sekali tenggak menghabiskan arak di dalam guci.
"Aku sangat berterima kasih kepada Anda, karena Anda menganggap aku adalah orang kelima yang pantas untukmu, aku merasa beruntung."
"Semua ini karena terpaksa kulakukan," kata Kongsun Lojin sengaja bersikap dingin, dia berkata lagi,
"Aku sudah menerima 30.000 tail emas untuk ditukar dengan nyawamu." Li Hoay tertawa.
'Tidak kusangka bahwa nyawaku begitu berharga." Kongsun Lojin tidak tertawa dan berkata, "Kami suami istri sangat menepati janji, bila sudah menandatangani kontrak, dalam keadaan
apa pun kami akan selalu menepati janji." Li Hoay tidak bisa tertawa lagi.
"Aku pun orang yang sangat menepati janji, apalagi saat ini aku belum ingin mati, walaupun aku mengagumi dirimu, tapi aku akan tetap membuatmu kalah lagi kali ini."
Perasaan di antara teman begitu jujur dan terhormat tapi yang lebih celaka lagi tidak semua bisa dianggap teman sejati, tapi musuh tetaplah musuh. Hubungan antar teman sangat dekat, hubungan semakin baik maka pertemanan pun semakin dekat. Yang celaka adalah bila pertemanan itu membawa pengkhianatan dan penghinaan.
Tapi musuh tidak akan bisa melakukan hal seperti itu, bila terhadap musuhmu kau memiliki niat untuk menghinanya, kau akan mati karena perasaan ini.
Seperti hari-hari yang dilalui di dunia ini, setiap saat, setiap waktu, di setiap sudut tempat, pasti akan ada orang yang saling menyayangi, seperti di dunia persilatan pasti akan ada orang yang bertarung.
Sejak jaman dulu kala pertarungan hidup dan mati selalu terjadi, tapi yang bisa diingat oleh setiap orang ada berapa kalikah pertarungan itu terjadi?
Ada dua kali pertarungan yang membuat orang tidak dapat melupakannya. Na Tat dan Siao Ong Sun bertarung di sebuah gunung, senjata yang dipakai oleh Na Tat enghiong adalah sebuah palu dengan berat 39 kilogram, senjata yang digunakan oleh Siao Ong Sun adalah tali pinggang yang baru dibuka dari jubah sutranya.
Dalam pertarungan pertama senjata yang digunakan terlalu jauh perbedaannya.
Ilmu silat yang dimiliki oleh Na Tat beraliran keras dan ganas, palunya pun besar, besarnya tidak ada yang bisa menandingi di dunia ini, sekali mengayunkan palu, batu pun akan hancur menjadi bubuk.
Siao Ong Sun mempunyai ilmu silat yang berubah-ubah, tidak ada patokan arah, keras dan lembut sangat besar perbedaannya.
Pertarungan walaupun ini tidak ada saksi mata tapi hasil pertarungan ini menjadi legenda dunia persilatan.
Pertarungan kedua pun membuat orang dunia persilatan tidak mampu untuk melupakannya.
Lu Siao Hong dan Sebun Jui Soat bertarung di dalam kabut yang tebal dan putih di suatu subuh.
Sebun Jui Soat dijuluki sebagai dewa pedang, tidak ada seorang pun yang bisa lolos dari pedangnya, dia hidup demi pedangnya, demi pedang pun dia bisa mati.
Cita-citanya adalah dia ingin bertarung dengan Lu Siao Hong, dan ingin mengetahui siapa yang ilmu silatnya paling tinggi di antara mereka berdua, karena selama ini Lu Siao Hong tidak pernah kalah.
Orang ini setiap hari selalu tertawa dan terlihat santai, sama sekali tidak terlihat pintar, dia pun seperti orang yang tidak berguna, lebih-lebih tidak tampak seperti orang yang memiliki ilmu silat.
Hidupnya selalu berada dalam bahaya, bahaya yang bisa mengancam keselamatan jiwanya.
Tapi selama hidupnya ini, dia tidak pernah mengalami kekalahan. Bagaimana bila dia bertarung dengan Sebun Jui Soat?
Walaupun pertarungan ini kondisinya hampir sama dengan pertarungan antara Na Tat enghiong dan Siao Ong Sun, tapi ada sedikit keanehan.
Walalupun pertarungan itu sangat dahsyat dan sangat menentukan antara hidup dan mati, tapi melalui pertarungan itu pun tidak bisa ditentukan siapa yang menang atau siapa yang kalah.
Walaupun dalam pertarungan itu mereka berhadapan seperti musuh, tapi sebenarnya mereka adalah teman, teman yang saling menghormati.
Li Hoay dan Kongsun Lojin bukan teman.
Walaupun dalam setiap pertarungan Kongsun Lojin selalu kalah, semua ini dikarenakan hatinya terlalu sombong, tapi dia kalah dengan mulia.
Di dunia persilatan walaupun nama Li Hoay belum sangat terkenal, orang-orang tidak banyak yang tahu mengenai kemampuan ilmu silatnya. Tapi ada beberapa orang yang sudah mengetahuinya.
Ada beberapa orang yang tidak menyangka bahwa mereka bisa kalah di tangan Li Hoay. Pertarungan antara Li Hoay dan Kongsun Lojin, siapa yang bisa menebak hasilnya?
0-0-0