Bulu Merak (Badik Merak) Bab 4 : Kepercayaan Teman Lama

Bab 4 : Kepercayaan Teman Lama 

Matahari sudah bersinar terang.

Jin Kai Jia mengayunkan kapak besinya dengan tenaga besar untuk membelah kayu, sepertinya semua kemarahan ingin dia lampiaskan ke bumi ini. Bumi tidak bersuara, dia bisa melahirkan nyawa, dia juga bisa menerima kematian.

Kuburan sudah digali.

Jin Kai Jia mengangkat mayat Xi Men Yu dan melemparkannya ke dalam.

Kegembiraan dan harapan orang-orang apakah dengan mudah dikubur? Dia tidak bisa membayangkan, jika seseorang sudah tidak mempunyai harapan, apakah masih bisa bertahan hidup?

Dia masih hidup, dia tidak merasa gembira tapi dia masih mempunyai harapan. Dia tidak pernah menangis, padahal juga tidak ingin menangis. Tapi begitu memikirkan wajah Shuang Shuang yang selalu riang dan percaya diri, hatihya seperti ditusuk oieh jarum.

Sekarang dia berharap 2 pemuda itu bisa mengbibur Shuang Shuang supaya Shuang Shuang bisa bertahan hidup.

Dia merasa dirinya sudah tua.

Menghibur perempuan adalah tugas anak muda. Orang tua hanya cocok menggali kuburan untuk orang mati. Dia berjalan ke arah sana mengangkat mayat Ma Feng, badan Ma Feng masih hidup, ternyata Ma Feng tidak mati. Karena perut bukan bagian vital dari orang, biarpun dia ditusuk oleh Qiu Feng Wu. tapi begitu Jin Kai Jia mengangkat dia, pedang dia sudah ditusukkan ke pinggang Jin Kai Jia, yang tersisa hanya pegangan pedang.

0-0-0

Pedang masih menancap di tubuh Jin Kai Jia. Ma Feng sudah kabur. Dia mengambil kesempatan yang terbaik untuk kabur, karena dia tahu bahwa Gao Li dan Qiu Feng Wu pasti sedang berusaha menolong orang, kemudian baru mengejar dia. Karena itu dia tidak membuat Jin Kai Jia langsung mati. Begitu Gao Li dan Qiu Feng Wu keluar, Jin Kai Jia sudah roboh.

Dia terbaring di bawah dengan terengah-engah bertanya, “Bagaimana dengan keadaan Shuang Shuang?”

Yang dia perhatikan tetap orang lain.

Gao Li menahan kesedihan dan menjawab,

“Dia terlalu lemah, sampai sekarang masih belum sadarkan diri.”

Kata Jin Kai Jia, “Kau harus membiarkannya tidur, begitu dia terbangun beritahu kepadanya bahwa aku sudah pergi.”

Dia terbatuk dan berkata lagi,

“Kau jangan beritahu dia bahwa aku mati, jangan...” Kata Gao Li,

“Kau belum mati, kau pasti tidak akan mati.” Kata Jin Kai Jia,

“Mati adalah hal biasa, jangan terlalu dipermasalahkan.

Kalian jangan begitu, aku sedih melihatnya.”

Qiu Feng Wu terpaksa tertawa, dia ingin mengucapkan kata-kata yang yang membuat hati orang-orang tidak menjadi sedih tapi dia tidak bisa berkata apa pun.

Kata Jin Kai Jia,

“Tempat ini sudah tidak bisa kalian tinggali, semakin cepat pergi semakin baik.”

Kata Qiu Feng Wu, “Baiklah.”

Kata Jin Kai Jia,

“Gao Li, kau harus membawa Shuang Shuang pergi.” Kata Qiu Feng Wu,

“Tenanglah, dia tidak akan pernah meninggalkan Shuang Shuang.”

Kata Jin Kai Jia,

“Kau juga harus berjanji satu hal kepadaku.” Tanya Qiu Feng Wu,

“Hal apa?”

Jawab Jin Kai Jia, “Pulang. Aku ingin kau pulang kembali ke rumahmu.” Tanya Qiu Feng Wu,

“Mengapa aku harus pulang?” Kata Jin Kai Jia,

“Jika kau pulang, mereka tidak akan mencarimu, tidak ada yang tahu bahwa kau adalah Tuan Muda Wisma Kong Que.”

Kata Qiu Feng Wu, “Tapi...”

Kata Jin Kai Jia,

“Mereka tidak akan bisa menemukan dirimu, tapi bisa menemukan Gao Li. Demi Gao Li kau harus pulang ke rumahmu.”

Qiu Feng Wu terdiam dan berkata,

“Aku bisa membawa mereka pulang ke rumahku.” Kata Jin Kai Jia,

“Tidak boleh.” Tanya Qiu Feng Wu, “Mengapa?”

Kata Jin Kai Jia,

“Wisma Kong Que banyak orang juga banyak mulut.

Melihat kau membawa dua orang pulang, kabar pasti akan cepat menyebar.”

Kata Qiu Feng Wu,

“Aku tidak percaya mereka berani datang ke Wisma Kong Que.”

Kata Jin Kai Jia, “Aku tahu kau tidak akan merasa terbebani oleh mereka, tapi aku tahu bagaimana sifat Gao Li.”

Jin Kai Jia terbatuk lagi,

“Seorang Gao Li, dia paling tidak mau menyusahkan teman. jika kau adalah temannya, kau harus membiarkan dia membawa Shuang Shuang pergi dengan tenang untuk melewati masa-masa tuanya.”

Kata Qiu Feng Wu, “Tapi dia...â€

Kata Jin Kai Jia,

“Kalau dia pergi ke Wisma Kong Que, kalian pasti akan menyesal.”

Kata Qiu Feng Wu, “Mengapa?”

Kata Jin Kai Jia,

“Kau jangan terus bertanya mengapa, tapi kau harus percaya kepadaku...” Dia berusaha benafas tapi sudah sulit baginya. Setelah lama dia berkata, “Bila kau tidak setuju, aku pun tidak bisa mati dengan tenang.”

Kata Qiu Feng Wu,

“Baiklah, aku setuju, asalkan bisa hidup, kita bersama-sama menghadapi Qing Long Bang. Jika Qing Long Bang sudah bubar, kita baru bisa hidup tenang.”

Kata Jin Kai Jia,

“Kalian pasti bisa hidup tenang tanpa diriku.” Jin Kai Jia tertawa dan berkata,

“Kau harus ingat, menggulingkan Qing Long Bang tidak bisa mengandalkan satu orang, Walaupun dia adalah pemilik Wisma Kong Que.” Kata Qiu Feng Wu, “Kau...â€

Kata Jin Kai Jia,

“Jika ingin menggulingkan Qing Long Bang, harus ingat dengan pepatah : bergotong royong dan bersatu hati.”

Bergotong royong dan bersatu hati, ini adalah kata penggalan dari dunia persilatan.

Dia sendiri sekian lama berkelana di dunia persilatan tanpa teman tapi begitu dia akan meninggal, dia berpesan seperti itu.

Karena dia baru saja mengerti bahwa di dunia ini tidak ada tenaga yang bisa menandingi bila saling gotong royong bersatu hati.

Kata-kata yang ingin dia ungkapkan sudah selesai, dia merasa bahwa dia mati dengan berharga.

Hidup bisa berharga begitu juga dengan kematian.

0-0-0

Sore.

Matahari sudah terbenam, cahaya yang bersinar lembut melalui jendela masuk ke dalam ruangan.

Di dalam rumah masih ada orang, ada tiga orang.

Gao Li dan Qiu Feng Wu berdiri di pinggir tempat tidur memandangi Shuang Shuang yang masih tertidur nyenyak.

Biarpun tikus mondar mandir di bawah kaki mereka tapi mereka tidak begerak juga tidak duduk.

Mereka seperti sedang menghukum diri mereka sendiri.

Semua tragedy ini dimulai dari mereka berdua. Sewaktu tanah menutupi tubuh Jin Kai Jia, mereka tidak meneteskan air mata karena mereka ingat dengan kata-kata Jin Kai Jia : ‘kematian bukan hal yang menakutkan, karena ada orang yang sudah mati tapi semangatnya masih tetap hidup’.

Hidup di hati orang-orang. Karena itu kematian tidak perlu ditangisi. Orang yang masih hidup yang akan bersedih.

Sekarang mereka melihat Shuang Shuang, air mata terus menetes. Shuang Shuang sudah mulai sadar. Begitu dia terbangun, dia sudah memanggil-manggil nama Gao Li. Segera Gao Li memegang tangannya, dengan lembut dia berkata,

“Aku di sini, sejak tadi aku di sini.” Kata Shuang Shuang,

“Aku tahu, kau pasti tidak akan meninggalkanku dan pergi seorang diri.”

Kata Gao Li,

“Aku harus memberitahu sesuatu kepadamu satu.” Kata Shuang Shuang,

“Aku sudah tahu.”

Wajahnya tertawa lagi seperti bunga dan berkata,

“Aku tahu kau akan memberitahu sesuatu kepadaku, aku adalah si Cantik di dunia ini, orang yang tadi sengaja mengada-ada.”

Kata Gao Li,

“Mereka bukan manusia, kata-kata mereka juga bukan kata-kata manusia.”

Kata Shuang Shuang, “Aku sudah mengerti.”

Dia mengangkat tangannya dan mengusap muka Gao Li dengan ringan. Wajah Shuang Shuang penuh dengan kelembutan dan kasih sayang kepada Gao Li. Dia berkata, “Aku tahu kau takut aku merasa sedih. Sebenarnya aku sudah tahu aku adalah orang yang berwujud apa, tidak perlu mereka yang memberitahu kepadaku.”

Kata Gao Li,

“Tapi kata-kata mereka tidak ada yang benar satu pun.” Dengan lembut Shuang Shuang berkata,

“Kau mengira aku adalah anak kecil dan tidak tahu kata- kata yang mana benar dan yang mana palsu?”

Hati Gao Li mulai dingin dan semakin dingin. Kata Shuang Shuang,

“Kau juga tidak perlu takut aku bersedih dan demi diriku kau pun merasa sedih, karena beberapa tahun yang lalu aku sudah tahu bahwa aku itu jelek. Aku adalah si jelek, si aneh juga si buta.”

Suara Shuang Shuang masih sangat tenang, wajahnya tidak terlihat sedih atau merasa rendah diri.

Shuang Shuang berkata lagi,

“Mula-mula aku juga sedih dan sakit hati, terakhir aku sudah mengerti setiap orang mempunyai nasibnya sendiri, setiap orang harus menerima nasibnya dengan terbuka dan terus bertahan hidup.”

Dia mengusap wajah Gao Li dan berkata lembut, “Walaupun aku lebih jelek dari orang lain, tapi aku tidak

menyalahkan Tuhan, karena aku lebih beruntung daripada sebagian orang, aku mempunyai orangtua yang baik dan juga dirimu.”

Tenggorokan Qiu Feng Wu tercekat. Sekarang dia memandang Shuang Shuang bukan dengan sorot kasihan melainkan rasa hormat dan kagum. Dia tidak menyangka di dalam tubuh yang kecil dan cacat, ada hati yang begitu kuat dan tegar.

Kata Gao Li,

“Kau sudah tahu, mengapa tidak memberitahuku?” Jawab. Shuang Shuang,

“Semua demi dirimu.” Tanya Gao Li,

“Demi aku?”

Jawab Shuang Shuang,

“Aku tahu kau sangat baik kepadaku, aku berharap dari diriku kau dapat keceriaan bila aku berkata seperti itu kau akan merasa sakit hati dan sedih. Kau sangat baik kepadaku, aku tidak akan membiarkan kau merasa sakit hati.” Gao Li melihatnya. Air mata terus menetes. Tiba-tiba dia sadar, di antara mereka dialah yang paling lemah dan egois.

Dia mengurus Shuang Shuang dan melindungi dia mungkin hanya demi kesenangannya sendiri dan juga ketenangannya sendiri dan juga untuk menebus dosa. Dia berharap di dalam tawa Shuang Shuang dia bisa membersihkan bau darah dari tangannya.

Dia selalu lari, lari dari orang lain, lari dari diri sendiri, lari dari kejaran dosa.

Hanya di pelukan Shuang Shuang, Gao Li baru dapat istirahat.

Dengan lembut Shuang Shuang berkata,

“Karena itu aku berharap kau jangan sedih karena diriku, karena aku tidak pernah merasa sedih karena keadaanku yang seperti ini. Jika kita berdua bisa senang, wujudku seperti apa juga tidak menjadi masalah.” Kata-kata ini seharusnya diucapkan oleh Gao Li, tapi sekarang malah keluar dari mulut Shuang Shuang. Gao Li baru merasa selama beberapa tahun ini, Shuang Shuanglah yang mengurus dan melindungi dia. Jika tidak ada Shuang Shuang mungkin dia sudah menjadi gila dan hancur.

Kata Shuang Shuang,

“Apakah kau sudah tahu maksudku?”

Gao Li tidak berkata apa-apa, dia masih berlutut.

Qiu Feng Wu melihat mereka, air mata pun ikut mengalir.

Tiba-tiba Qiu Feng Wu juga mengerti satu hal bahwa Tuhan selalu adil. Tuhan tidak memberi Shuang Shuang wajah yang cantik tapi memberi Shuang Shuang hati yang mulia.

Kuburan baru seperti tidak ada kuburan. Tanahnya sudah dipadatkan dan dari tempat lain dipindahkan rumput yang panjang dan ditanam di atas tanah ini. Sekarang tidak ada yang tahu bahwa tanah ini pernah mengubur seorang pendekar nomor satu di dunia persilatan.

Ini adalah keinginan Gao Li dan Qiu Feng Wu, mereka tidak ingin ada orang yang mengganggu pendekar besar ini. Tidak ada batu nisan, dia bukan dewa, dia adalah orang. Orang yang berhati mulia, teman yang mulia.

Ilmu silatnya yang dahsyat mungkin akan dilupakan oleh orang tapi semua yang dia lakukan untuk mereka akan selamanya hidup di hati mereka. Sore itu. Mereka membawa arak. Mereka minum dari gentong arak besar, sisanya mereka tumpahkan ke atas tanah ini. Gao Li dan Shuang Shuang berlutut lalu berkata, “Ini adalah arak pernikahan kami.” “Aku tahu kau selalu menunggu-nunggu arak ini.” “Aku pasti membawa Shuang Shuang pergi, dan akan selalu mengurusnya. Kemana pun kami pergi, aku tidak akan meninggalkan dia.” “Aku pasti menyuruh Shuang Shuang untuk terus bertahan hidup.” Mereka tahu Jin Kai Jia pasti berharap mereka hidup dengan baik. Di dunia ini tidak ada hal lebih bisa menyatakan rasa hormat dan kesungguhan hati mereka kecuali hidup dengan baik.

Kemudian Shuang Shuang menjauh, membiarkan 2 teman yang sehidup semati saling berpamitan.

Sore semakin gelap, burung-burung berteriak pulang ke sarang dengan sedih sepertinya burung-burung ini juga ikut merasa sedih dengan perpisahan ini. Qiu Feng Wu melihat Gao Li. Gao Li melihat Qiu Feng Wu. di dunia ini tidak ada bahasa yang bisa mengungkapkan perpisahan ini.

Akhirnya Qiu Feng Wu bertanya,

“Apakah kau tahu bahwa kau itu bernasib mujur?” Gao Li menjawab,

“Aku tahu.”

Kata Qiu Feng Wu,

“Sekarang kau sudah tidak perlu aku temani lagi.” Kata Gao Li,

“Apakah kau akan pulang?” Jawab Qiu Feng Wu,

“Aku sudah berjanji maka aku harus pulang.” Kata Gao Li,

“Aku mengerti.” Tanya Qiu Feng Wu,

“Bagaimana dengan kalian?” Jawab Gao Li,

“Aku juga sudah berjanji harus hidup dengan baik.” Kata Qiu Feng Wu, “Kemana kalian akan pergi?” Jawab Gao Li,

“Dunia begitu luas, pasti akan ada tempat untuk kami pergi dan kami tinggal.”

Qiu Feng Wu mengangguk dan berkata,

“Kalian berada di mana pun, kelak harus tetap mencariku.” Kata Gao Li,

“Ya, itu sudah pasti.” Kata Qiu Feng Wu,

“Bawa Shuang Shuang juga.” Kata Gao Li,

“Ya, itu pasti.”

Tiba-tiba Qiu Feng Wu memegang erat tangan Gao Li dan berkata, “Kau harus berjanji kepadaku.”

Kata Gao Li, “Katakanlah.” Kata Qiu Feng Wu,

“Jika kalian mengalami kesulitan, kau harus mencariku.” Malam sudah tiba.

Qiu Feng Wu yang kurus dan kesepian sudah menghilang dalam kegelapan malam.

Gao Li memeluk Shuang Shuang, hatinya merasa bahagia sekaligus sedih.

Kata Shuang Shuang,

“Kau adalah orang yang bernasib baik.” Gao Li mengangguk.

Kata Shuang Shuang, “Jarang ada teman seperti dia.” Kata Gao Li dengan lembut,

“Jarang ada orang yang bisa mendapat istri seperti dirimu.” Gao Li memang merasa sangat bahagia.

Dia mempunyai teman yang baik, juga istri yang baik. Bagi siapa pun ini sudah lebih dari cukup. Tapi entah mengapa hati Gao Li dipenuhi dengan kesedihan dan ketakutan. Ketakutan yang belum pernah dia rasakan karena dia merasa tidak yakin, apakah dia bisa hidup dengan baik.

Tanya Shuang Shuang, “Apakah kau ketakutan?” Jawab Gao Li dengan terpaksa, “Aku takut? Takut apa?”

Kata Shuang Shuang,

“Takut kita tidak bisa hidup, takut orang itu kembali lagi, takut kita tidak mempunyai uang.”

Gao Li diam. Dia tahu hidup itu sangat berat. Kata Shuang Shuang,

“Sebenarnya kau jangan merasa takut, asal kita mempunyai tekad pasti ada cara untuk bisa bertahan hidup.”

Kata Gao Li, “Tapi...”

Kata Shuang Shuang,

“Aku tidak takut hidup susah, asal selalu bersama denganmu, aku sudah tenang.”

Kata Gao Li, “Tapi aku harus memberikan kepadamu kehidupan yang baik.”

Kata Shuang Shuang,

“Kehidupan yang baik itu seperti apa?” Gao Li tidak menjawab.

Karena dia tidak tahu harus bagaimana menjawabnya. Kata Shuang Shuang,

“Makan enak, pakaian bagus, itu bukan kehidupan yang baik. Yang paling penting hati merasa senang, yang lain aku tidak peduli.”

Wajahnya yang lembut memancarkan kekuatan dan tekad yang tegar.

Gao Li segera menarik tangannya dengan gagah berjalan. Hatinya sekarang juga mempunyai tekad dan kekuatan. Dia tahu, di dunia ini tidak ada yang bisa membuat dia sedih dan takut lagi.

Karena dia sudah tidak sendirian.

Tidak sendirian, hanya orang yang pernah kesepian baru tahu perasaan seperti ini sangat menyenangkan.

0-0-0

Mereka tidak ke gunung juga tidak lari ke perbatasan. Mereka mencari sebuah desa yang tenang dan damai.

Orang-orang di desa biasanya baik dan jujur.

Seorang petani yang rajin dan seorang istri yang penyakitan, di sini tidak ada yang mencurigainya.

Pagi bekerja, malam beristirahat. Kehidupan mereka tenang dan damai. Tapi sayang itu bukan akhir dari cerita ini.

Gao Li sudah pulang dengan tubuh penuh dengan tanah.

Shuang Shuang dengan tangannya yang kecil sudah memasak 2 macam sayur untuknya, juga ada seguci arak yang hangat. Barang-barang yang berada di-dalam rumah ini dia sudah hafal, dia bisa menggunakan tangan sebagai pengganti mata. Sekarang dia jauh lebih sehat daripada dulu. Kehidupan yang manis dan senang, bagi penderita yang mempunyai sakit apa pun itu adalah obat yang paling bagus. Gao Li melihat sayur dan arak, tawanya seperti anak-anak dan berkata, “Malam ini masih ada arak yang bisa diminum.”

Jawab Shuang Shuang dengan manis,

“Beberapa hari ini, kau terlalu lelah, aku harus membuatkan makanan yang enak untukmu.”

Gao Li duduk dan minum arak, dia tertawa,

“Aku berharap sesudah menyetor uang sewaan, bisa menyisakan beberapa pikul padi untuk ditukar dengan mainan.”

Shuang Shuang seperti anak manja, duduk di pangkuannya dan berkata, “Aku menginginkan sebuah benda.”

Tanya Gao Li, “Kau mau apa?”

Jawab Shuang Shuang, “Kau.”

Dengan tangan yang kecil, dia memencet hidung Gao Li. Gao Li membuka mulutnya, pura-pura tidak bisa bernafas. Tiba-tiba Shuang Shuang menumpahkan segelas arak ke dalam mulutnya. Dia mengambil sepotong daging ingin memasuki ke mulut Shuang Shuang. Tiba-tiba sumpitnya terjatuh, tangannya dingin seperti es karena yang dijepit bukan daging, melainkan seekor kaki seribu.

Kaki seribu yang sangat besar dan panjang. Tanya Shuang Shuang,

“Ada apa?”

Wajah Gao Li berubah, tapi dia berusaha untuk tetap tertawa dan berkata, “Tidak ada apa-apa, hanya di dalam sayur ada kaki seribu, mungkin baru jatuh dari atas atap. Kelihatannya malam ini aku tidak bisa makan daging.”

Shuang Shuang juga terdiam dan dia berkata,

“Untung di dapur masih ada telur, kita goreng telur untuk dijadikan sayur.”

Begitu dia berdiri, Gao Li segera berkata, “Aku temani.”

Kata Shuang Shuang,

“Aku saja, kau duduklah untuk minum arak.” Kata Gao Li,

“Aku temani, aku senang melihatmu menggoreng telur.” Tanya Shuang Shuang,

“Mengapa harus melihatku menggoreng telur?” Jawab Gao Li,

“Karena aku senang melihatnya.â€

Meskipun mereka tertawa, tapi hati mereka sudah tertutup oleh bayangan hitam. Dapur sangat bersih. Kau pasti tidak akan menyangka bahwa perempuan seperti Shuang Shuang bisa membersihkan dapur dengan begitu bersih. Kekuatan cinta sangat aneh, dia bisa membuat orang melakukan apa pun, juga bisa membuat mujizat.

Shuang Shuang masuk ke dapur, diikuti oleh Gao Li.

Shuang Shuang mengambil telur, Gao Li ikut mengambil telur.

Dia mengikuti Shuang Shuang, sedikitpun tidak lengah. Shuang Shuang membakar kayu, dia yang mengipasi api. Shuang Shuang mengambil kuali, Gao Li segera mengambil tutup kuali.

Tiba-tiba tutup kuali terjatuh dari tangan Gao Li.

Tangannya terasa dingin, begitu juga dengan hatinya.

Kuali tidak kosong, di dalam kuali ada 2 buah boneka yang terbuat dari kertas. Kedua boneka itu tidak ada kepala.

Kepalanya sudah sobek, leher merah karena darah.

Api kompor sangat besar, dalam waktu sekejap sudah membakar boneka kertas itu.

Kedua boneka kertas itu terlihat sangat misterius dan menakutkan. Wajah Shuang Shuang sudah pucat, seperti yang akan pingsan. Dia mempunyai indra ke 6, bisa merasakan ketakutan. Gao Li tidak pingsan, karena dia tahu pada saat seperti inilah mereka haras tegar.

Tiba-tiba Shuang Shuang berkata, “Apakah sekarang kita harus jujur?” Kata Gao Li,

“Benar.”

Kata Shuang Shuang,

“Kaki seribu bukan jatuh dari atap karena di sini tidak ada kaki seribu.” Gao Li mengangguk. Wajahnya penuh dengan kesedihan karena mereka tahu, hidup tenang dan manis ini akan segera berakhir. Harus mengakui hal ini terlalu sakit untuk mereka. Tapi Shuang Shuang malah terlihat sangat tenang, dia memegang erat tangan Gao Li dan berkata, “Bukankah kita sudah tahu bahwa mereka akan mencari kita?”

Jawab Gao Li, “Benar.”

Kata Shuang Shuang,

“Kau tidak perlu mengkhawatirkan aku karena aku sudah siap.”

Suara Shuang Shuang lebih lembut lagi berkata,  “Kita sudah hidup 2 tahun dengan bahagia, walaupun

sekarang harus mati, aku juga tidak merasa menyesal. Apalagi

kita belum tentu akan mati.” Tanya Gao Li,

“Apakah kau mengira aku takut kepada mereka?” Jawab Shuang Shuang,

“Kau pasti tidak akan takut, karena kau adalah seorang ksatria, tidak akan takut kepada pengecut yang bersembunyi- sembunyi.”

Wajah Shuang Shuang terlihat bercahaya, karena dia memang bangga kepada Gao Li.

Tiba-tiba Gao Li juga merasa keberaniannya muncul.

Jika kau pernah mencintai seseorang, kau akan tahu keberanian ini datangnya dari mana dan semua itu sangat aneh.

Kata Gao Li,

“Itu hanya 2 buah boneka kertas saja.” Tanya Shuang Shuang, “Boneka kertas?”

Kata Gao Li dengan dingin,

“Mereka ingin menakuti kita tapi kita tidak akan takut.”

Kaki seribu dan boneka kertas tidak bisa mengancam nyawa orang tapi siapa pun tahu ini hanyalah sebuah ancaman dan peringatan.

Sepertinya mereka tidak ingin dia mati dengan cepat. Shuang Shuang terdiam, tiba-tiba berkata, “Kau mencuci panci, aku akan merebus telur, aku akan merebus 6 butir telur. Kau makan 4 butir dan aku akan makan 2 butir.”

Tanya Gao Li,

“Kau masih bisa makan?” Kata Shuang Shuang,

“Mengapa tidak, kalau tidak bisa makan berarti takut kepada mereka. Kita harus bisa makan dan makan yang banyak.”

Gao Li tertawa dan berkata,

“Benar, aku makan 4 butir dan kau makan 2 butir.”

Hanya telur yang ada mempunyai cangkang, itu yang paling aman. Mereka mulai makan telur.

Kata Shuang Shuang, “Telur ini sangat enak.” Jawab GaoLi,

“Lebih enak daripada daging.” Kata Shuang Shuang,

“Kalau mereka adalah ksatria dan berani keluar di depan wajah kita, kita akan mengundang dia makan telur.”

Kata Gao Li, “Tapi mereka tidak berani muncul, mereka pengecut.” Tiba-tiba dari luar jendela ada yang tertawa.

Gao Li berdiri dan bertanya, “Siapa kau?”

Gao Li ingin mengejar, tapi dia duduk kembali dan berkata, “Benar-benar tidak ada keberanian untuk menemui orang.”

Kata Shuang Shuang,

“Apakah kau tahu dengan cara apa memperlakukan orang seperti ini?”

Tanya Gao Li, “Cara apa?”

Kata Shuang Shuang,

“Tidak perlu meladeni mereka.” Gao Li tertawa,

“Benar. Kelihatan aneh tapi mereka akan lelah sendiri. Itu cara yang terbaik.” Suara tawa orang itu sangat besar, apakah benar dia sedang tertawa? Di luar jendela sangat gelap, kegelapan yang sangat luas. Di dalam kegelapan tersembunyi banyak hal yang menakutkan juga orang yang menakutkan.

Di dalam rumah hanya ada mereka berdua. Rumah yang kecil, orang yang kecil, kegelapan di luar sudah mengelilingi mereka.

Benarkah mereka tidak merasa takut?

Tombak sudah dikeluarkan dari peti. Tombak yang penuh dengan debu, tapi tidak berkarat. Ada hal yang tidak bisa berkarat seperti kenangan. Gao Li teringat kepada Qiu Feng Wu.

“Bagaimana keadaan dia? Apakah dia juga sudah bertemu dengan mereka?”

Gao Li berharap dia tidak bertemu dengan mereka. Dia berharap hal ini bisa diselesaikan di sini juga, diselesaikan olehnya sendiri.

Hanya satu-satunya yang membuat dia tenang adalah Shuang Shuang.

Kalau dia tidak ada, bagaimana dengan Shuang Shuang? Dia tidak berani berpikir.

Shuang Shuang seperti tidak beipikir, dia sudah tertidur.

Shuang Shuang lebih kuat dan lebih berani dari yang dia sangka, bila sedang tertidur, dia seperti seorang anak kecil.

Bagaimana dia bisa meninggalkan Shuang Shuang?

Bagaimana bila dia mati? Di luar jendela angin berhembus sangat kencang. Malam lebih gelap lagi. Gao Li memegang tombaknya, dengan sekuat tenaga menahan air mata yang menetes.

Tapi air mata tetap mengalir. Tiba-tiba Shuang Shuang membalikkan badan dan berkata,

“Mengapa kau belum tidur?” Ternyata dia juga belum tidur. Kata Gao Li,

“Aku belum ingin tidur.” Kata Shuang Shuang,

“Jangan lupa besok pagi kau masih harus ke sawah.” Kata Gao Li,

“Apakah besok aku boleh bolos bekerja sehari saja?” Kata Shuang Shuang,

“Boleh, tapi bagaimana dengan lusa atau lusa lagi? Apakah bila mereka tidak muncul kau akan terus menemaniku di sini? Apakah kau mau seumur hidup terus menemaniku di rumah kecil ini?” Tanya Gao Li, “Mengapa tidak?” Jawab Shuang Shuang,

“Kalau kau bisa melakukannya, kita bisa bertahan sampai kapan?”

Jawab Gao Li,

“Bertahan sampai mereka muncul, menunggu mereka mencariku.”

Tanya Shuang Shuang,

“Kapan mereka muncul dan mencarimu?” Jawab Gao Li,

“Mereka sudah datang, pasti tidak perlu menunggu lama.” Kata Shuang Shuang,

“Mereka melakukan begitu, mungkin mereka ingin mengurungku di rumah ini, begitu kau sudah merasa lelah baru akan muncul.”

Kata Gao Li,

“Mereka tidak perlu menunggu, mereka tidak perlu melakukan hal seperti itu.”

Tanya Shuang Shuang, “Mengapa?”

Jawab Gao Li,

“Sekarang aku harus berkata jujur, aku hanya berharap kau melakukan satu hal untukku.”

Tanya Shuang Shuang, “Hal apa?”

Gao Li mengusap mukanya dan berkata, “Kau haras berjanji, bila terjadi sesuatu padaku, kau harus hidup dengan baik.”

Kata Shuang Shuang, “Apa maksudmu?” Kata Gao Li,

“Kau pasti mengerti.” Tanya Shuang Shuang,

“Apakah kau takut kepada mereka?” Jawab Gao Li,

“Benar.”

Tanya Shuang Shuang, “Mengapa?”

Wajah Gao Li terlihat sedih, dia berkata,

“Kau tidak bisa membayangkan, mereka itu sangat menakutkan. Kali ini mereka datang, pasti sudah ada persiapan penuh.”

Shuang Shuang terdiam. Dia sangat tenang, kemudian dia berkata, “Jika mereka sudah siap, mengapa tidak turun tangan?”

Kata Gao Li,

“Mereka ingin membuatku ketakutan.” Kata Shuang Shuang,

“Sesudah mereka menangkapmu, kau juga takut?”

Gao Li terpaku. Tiba-tiba matanya terang dan dia meloncat lalu berkata, “ Sekarang aku sudah tahu.”

Tanya Shuang Shuang, “Kau tahu apa?” Kata Gao Li,

“Orang Qing Long Bang tidak datang.” Tanya Shuang Shuang,

“Lalu siapa yang datang?” Kata Gao Li,

“Yang datang hanya ada satu orang, dia ingin membuatku lelah, hingga aku menjadi gila. Kemudian dia akan pelan-pelan membunuhku.”

Tanya Shuang Shuang, “Kau tahu siapa dia?” Kata Gao Li,

“Ma Feng, pasti Ma Feng.”

Ma Feng jarang membunuh orang, tapi kalau dia mau membunuh orang, dia jarang gagal. Dia membunuh orang secara perlahan dan menakutkan. “Bila kau mau bunuh orang, kau harus bisa membuat dia menjadi setan, sehingga tidak akan mencarimu untuk membalas dendam.” Ini adalah prinsip Ma Feng.

Karena gembira, muka Gao Li memerah dan berkata, “Aku tahu lambat laun dia pasti akan datang.”

Tanya Shuang Shuang, “Mengapa?”

Jawab Gao Li,

“Dia datang untuk balas dendam.” Tanya Shuang Shuang,

“Balas dendam?” Jawab Gao Li, “Ada orang bila dia melakukan hal yang tidak baik kepada orang lain, tapi orang lain tidak boleh melakukan hal seperti ini kepadanya, kalau tidak dia akan datang untuk balas dendam.”

Kata Gao Li lagi,

“Dia lupa bahwa aku juga sedang menunggu dia.” Gao Li tidak lupa siapa yang membunuh Jin Kai Jia. Kata Shuang Shuang,

“Mengapa kau tahu dia tidak membawa orang Qing Long Bang kemari?”

Jawab Gao Li, “Tidak akan.”

Tanya Shuang Shuang, “Mengapa?”

Jawab Gao Li,

“Karena balas dendam bagi dia adalah suatu kenikmatan, membunuh orang juga demikian, karena itu dia tidak akan berbagi dengan orang lain.”

Kata Shuang Shuang,

“Dia pasti orang yang menakutkan.” Kata Gao Li,

“Benar, tapi aku tidak takut kepada dia.”

Suara Gao Li tiba-tiba berhenti, karena di luar ada yang mengetuk pintu. Suara ketukan pintu ringan dan pelan, tiap kali mengetuk seperti mengetuk jantung mereka.

Nafas Gao Li seperti sudah berhenti.

Tiba-tiba dia merasa dirinya tidak begitu kuat dan yakin karena selama 2 tahun ini yang dia pegang hanya pacul bukan tombak. Suara ketukan pintu masih terus terdengar ringan, pelan, sekali demi sekali...

Tangan Shuang Shuang menjadi dingin.

Tiba-tiba Gao Li juga mengetahui Shuang Shuang tidak seberani yang dia kira.

Shuang Shuang berkata,

“Di luar seperti ada yang mengetuk pintu.” Kata Gao Li,

“Aku tahu.”

Tanya Shuang Shuang,

“Mengapa kau tidak membuka pintu?” Kata Gao Li tertawa dingin,

“Kalau dia masuk, tidak perlu membuka pintu untuknya, dia juga akan masuk sendiri.”

Sebenarnya dia tahu ini hanya satu alasan. Memang Gao Li ketakutan. Karena dia tidak boleh mati dan dia takut mati.

Takut mati bukan hal yang memalukan, bukan berarti jika kau adalah ksatria dan ada perempuan seperti Shuang Shuang mencintaimu yang harus diurus, kau juga akan takut mati.

Hati Shuang Shuang seperti ditusuk jarum. Dia sangat mengerti Gao Li, tidak ada orang lain lebih mengerti Gao Li daripada dia.

Mata Shuang Shuang keluar air mata. Tanya Gao Li,

“Kau menangis?” Kata Shuang Shuang,

“Kau tahu aku bangga kepadamu.” Kata Gao Li, “Aku tahu.”

Kata Shuang Shuang,

“Tapi sekarang aku sudah tidak mempunyai perasaan seperti itu.”

Gao Li menunduk. Dia tahu pikiran Shuang Shuang.

Tidak ada perempuan ingin suaminya seorang yang penakut, lebih-lebih tidak ada perempuan yang ingin suaminya lari dari kesulitan dan bahaya.

Kata Shuang Shuang,

“Aku tahu demi diriku kau menjadi seperti itu, tapi aku tidak mau kau begitu, aku tahu kau pasti sedih. Sebenarnya kau bukan penakut.”

Kata Gao Li, “Tapi kau...”

Kata Shuang Shuang,

“Kau tidak perlu mengkhawatirkan aku, hal yang harus kau lakukan tetap lakukan, kalau tidak aku akan lebih sedih lagi.”

Gao Li melihat dia, hanya istri yang baik baru bisa mengatakan demikian. Tiba-tiba dia merasa bangga mempunyai istri yang begitu baik. Dengan ringan dia mencium air mata Shuang Shuang dan membalikkan badan kemudian pergi. Shuang Shuang menghitung langkah Gao Li. Setiap pagi, dia selalu menghitung langkah Gao Li, dari tempat tidur berjalan sejauh 13 langkah sudah berada di luar pintu.

Satu.. .dua.. .tiga.. .empat.. .lima...

Kali ini Gao Li pergi, apakah akan kembali?

Shuang Shuang tidak tahu juga tidak berani berpikir, dia tidak akan melarang dia karena dia tidak bisa lari lagi.

****
Malam. Kabut malam entah kapan mulai muncul, seseorang berdiri diam di tengah kabut malam.

Orang yang seram, wajah yang seram, mata tajam seperti burung pemakan bangkai. Begitu Gao Li membuka pintu, dia sudah melihat orang itu, tidak ada perubahan dalam diri orang itu.

Gao Li sama sekali tidak menyangka, dia bisa berdiri di luar pintu rumahnya seperti akan mengunjungi seorang teman, menunggu tuan rumah membuka pintu. Begitu matanya melihat Gao Li, tatapannya tetap seperti tatapan seekor elang lapar yang melihat daging.

Kata Gao Li,

“Akhirnya kau datang juga!” Jawab Ma Feng,

“Benar, aku harus datang, siapa pun yang pernah menusuk perutku dengan pedang, aku tidak akan membiarkan dia hidup dengan tenang.”

Kata Gao Li,

“Kau bisa hidup sampai sekarang itu sudah sangat beruntung.”

Kata Ma Feng,

“Benar, itu memang tidak mudah, kau tidak tahu, aku menghabiskan harta benda dengan harga yang tinggi baru bisa ditukar kembali dengan nyawaku, karena itu aku tidak boleh mati juga tidak akan bisa mati.”

Matanya menyipit dan berkata, “Xiao Wu berada di mana?” Tanya Gao Li, “Kau mencari dia?” Jawab Ma Feng, “Benar.”

Mulut Gao Li mengeluar tawa yang aneh dan berkata, “Sayang, selamanya kau tidak akan bisa bertemunya lagi.” Tanya Ma Feng,

“Dia berada di mana?” Jawab Gao Li,

“Apakah kau tidak pernah terpikirkan dia berada di mana?” Tanya Ma Feng,

“Apakah dia sudah mati?” Jawab Gao Li,

“Kalau dia tidak mati, dia tidak akan melepaskanmu.”

Wajah Ma Feng berubah, seperti perutnya sedang ditusuk kembali dengan pedang.

Kata Gao Li,

“Walaupun dia sudah mati, tapi aku tidak, aku masih hidup.”

Dengan menarik nafas panjang, Ma Feng berkata,

“Benar, kau belum mati, untung kau belum mati. Dua tahun ini siang malam aku selalu berdoa, semoga kalian panjang umur.”

Tiap kata yang dia keluarkan penuh dengan kebencian, membuat orang merasa bergidik.

Gao Li tahu tangan kirinya sudah keluar keringat dingin, dia segera berteriak, “Seharusnya kau berdoa agar aku cepat mati. Kalau aku tidak mati, kau yang akan mati, sekarang kau harus mati.”

Ma Feng tertawa dingin. Gao Li juga tertawa dingin, “Pekerjaan seperti kita ini jika melakukan kesalahan dia

harus mati, kau sudah melakukan 3 macam kesalahan.” Kata Ma Feng dengan ringan,

“Aku mendengarnya.” Kata Gao Li,

“Pertama, kau tidak boleh datang seorang diri. Kedua, kau harus menyandera Shuang Shuang agar bisa mengancamku, tapi sekarang sudah terlambat. Ketiga, kau tidak boleh dengan cara seperti itu mengetuk pintu rumahku.”

Jawab Ma Feng, “Masuk akal juga.†Kata Gao Li,

“Sebenarnya kau mempunyai kesempatan secara sembunyi-sembunyi menyerangku.” Ma Feng tiba-tiba memotong kata-katanya, dengan dingin dia berkata, “Aku tidak perlu menyerangmu secara sembunyi-sembunyi, juga tidak perlu menyandera istrimu supaya bisa mengancammu sebab kapan pun aku bisa membunuhmu.” Gao Li tertawa terbahak-bahak.

Kata Ma Feng,

“Dua tahun ini tiap hari aku latihan selama 6 jam, bagaimana dengan dirimu?”

Tiba-tiba tawa Gao Li berhenti.

Dengan dingin Ma Feng melihatnya dan berkata, “Sekarang kau masih hidup, karena aku masih

menginginkan kau hidup.” Gao Li tidak bicara, juga tidak bergerak. Tiba-tiba dia merasa tidak nyaman, sikap Ma Feng semakin tenang, maka dia semakin merasa tidak nyaman.

Sorot mata Ma Feng yang seram pandangannya bergeser, dia memandang langit yang gelap dan berkata, “Kau masih bisa hidup 7 hari lagi.”

Suaranya mengandung kepercayaan yang menakutkan seperti hakim yang menjatuhkan vonis kepada tersangka.

Gao Li tertawa lagi, dia berusaha keras baru bisa membuat dirinya mengeluarkan suara tawa.

Ma Feng sama sekali tidak memandang dia dan berkata, “Tujuh hari lagi adalah bulan purnama, aku membunuh

orang selalu menunggu saat bulan purnama.”

Kata Gao Li,

“Mungkin kau tidak perlu menunggu begitu lama.” Kata Ma Feng.

“Mungkin, tapi kau tidak perlu terburu-buru ingin mati.

Masih banyak hal yang harus kau bereskan. Istrimu juga tidak mau kau mati sekarang.” Kata-kata yang terakhir seperti menusukkan pisau ke arah Gao Li. Dia merasa perutnya keram, dia ingin muntah.

Kata Ma Feng,

“Aku akan tinggal di sini selama 7 hari, karena tempat di sini lumayan bersih.”

Tanya Gao Li, “Kau bilang apa?” Kata Ma Feng,

“Aku bilang bisa hidup 7 hari lagi itu lumayan untukmu.” Gao Li melihatnya. Sebenarnya Ma Feng tidak tertawa. Wajahnya mengandung kekejaman, seram, dan tertawa penuh percaya diri.

Kata Ma Feng,

“Tujuh hari ini kau boleh melakukan banyak hal, bila kau bisa mengatur, bila nanti kau mati istrimu juga bisa hidup dengan baik.”

Gao Li menundukkan kepala melihat tombaknya yang berwarna perak. Debu di atas tombak sudah dibersihkan, tapi cahaya tombak sepertinya terlihat sangat lemah. Gao Li mengangkat kepala, keringat dingin mengalir dari wajahnya. Suara Gao Li terdengar kering dan serak, dia berkata, “Kau bisa menunggu selama 7 hari, mengapa aku tidak boleh?” Ma Feng tertawa. Kali ini dia benar-benar tertawa. Dengan tersenyum dia berkata, “Baiklah, besok pagi aku akan datang lagi. Di pagi hari aku senang makan mie.” Dia tidak mendengar kata-kata Gao Li lagi, dia membalikkan badan.

Dalam sekejap dia sudah menghilang di dalam kabut malam itu.

Gao Li juga tidak melihat dia lagi, dia membalikkan badan dan membungkukkan badan untuk muntah. Muntah terus hingga air empedunya juga keluar. Tiba-tiba dia merasa ada tangan kecil yang hangat mengangkat wajahnya. Wajah Gao Li basah, apakah ini air mata atau keringat dingin? Setelah lama Shuang Shuang dengan lembut berkata, “Apakah kau merasa kali ini kau sudah melakukan kesalahan?” Gao Li menggelengkan kepala. Dia tidak salah 7 hari tidak pendek, dalam 7 hari cukup untuk melakukan banyak hal.

Dia harus bersabar. Sebenarnya dia mempunyai kesempatan untuk mengalahkan orang lain tapi sekarang dia harus lebih bersabar dan harus menahan diri. Shuang Shuang juga tidak banyak bertanya. Asalkan Gao Li mengatakan benar, Shuang Shuang akan menerimanya. Dengan berat dia berkata, “Sekarang kita tidur, besok pagi kita akan makan mie.” Yamien. Mie yang sudah dingin.

Gao Li melihat mie di atas meja, wajahnya tidak ada ekspresi apa pun.

Kemudian dia melihat Ma Feng yang baru masuk. Kata Shuang Shuang,

“Apakah itu Tuan Ma?” Jawab Ma Feng, “Benar.”

Kata Shuang Shuang, “Mie sudah dingin, apakah harus dipanaskan lagi?”

Jawab Ma Feng, “Tidak perlu.”

Kata Shuang Shuang,

“Jika mie kurang asin, di sini masih ada kecap.”

Suara Shuang Shuang terdengar lembut dan hangat, dia seperti seorang istri yang rajin yang meladeni teman suaminya.

Ma Feng melihatnya, tiba-tiba menarik nafas dan berkata, “Untung aku bukan mau membunuhmu karena kau lebih

tenang daripada suamimu.”

Shuang Shuang tertawa dan berkata,

“Perempuan seperti aku, apakah akan menaruh racun ke dalam mie?”

Ma Feng baru mengambil sumpit, segera dia menaruhnya lagi. Matanya yang seperti elang memandang Shuang Shuang dengan lama dan berkata, “Kau tidak akan melakukannya.”

Shuang Shuang mengangguk dan berkata, “Aku pasti tidak akan menaruh racun ke dalam mie-mu.”

Ma Feng tidak mengatakan sesuatu, segera dia berdiri dan masuk ke dapur.

Tanya Shuang Shuang dengan tersenyum, “Ada apa kau masuk ke dapur?”

Jawab Ma Feng,

“Aku membunuh orang ingin seorang diri, makan mie juga ingin memasak sendiri.”

Di kamar tamu, terdengar suara dengkuran Ma Feng, tapi Gao Li tidak bisa tidur. Wajahnya sarat dengan kesedihan, hatinya sangat kacau. Dia ingin melakukan sesuatu, tapi dia ragu, apakah memang harus dilakukan? Dia tidak percaya diri lagi. Ini baru benar-benar menakutkan. Ma Feng melakukan hal seperti itu mungkin ingin menghancurkan rasa percaya dirinya.

Tanya Shuang Shuang dengan lembut, “Kau memikirkan apa?”

Jawab Gao Li, “Tidak ada.”

Kata Shuang Shuang,

“Tiba-tiba aku teringat pada satu hal. Dia ingin menunggu selama 7 hari, apakah karena dia tidak mampu dibanding dirimu?”

Kata Gao Li, “Mungkin saja.”

Gao Li yakin Ma Feng pasti lebih percaya diri daripada dirinya karena tanggung jawab Gao Li lebih berat.

Bila pesilat tangguh bertarung, biasanya yang mati adalah orang yang tidak ingin mati. Kata Shuang Shuang,

“Aku tahu dia tinggal di sini hanya untuk menyiksamu, tapi aku juga tidak memberinya hidup enak.”

Gao Li tertawa dengan terpaksa dan berkata, “Memang kau tadi sudah bantuku menyiksa dia.” Kata Shuang Shuang,

“Sekarang aku terhadap dengan cara apa pun dia tidak akan membalas, karena...” Suara Shuang Shuang sedikit berubah dan berkata, “Jika tidak ada aku, kau tidak takut kepada dia, apakah benar?” Gao Li melihat dia, tiba-tiba dengan suara gemetar dia berkata, “Kau.. .kau mau apa?”

Gao Li menanyakan ini karena dia terpikir pada satu hal yang sangat menakutkan.

Shuang Shuang tertawa dengan sedih dan berkata, “Aku tidak memikirkan apa-apa.”

Kata Gao Li,

“Aku tahu kau sedang memikirkan apa?” Gao Li tiba-tiba dengan cepat berkata,

“Kau kira jika kau mati, aku akan dengan bebas menghadapi dia. Bisa bunuh dia?

Kau salah! Salah total!” Kata Shuang Shuang, “Aku...”

Kata Gao Li,

“Kalau kau mati, aku segera menemanimu mati.”

Shuang Shuang adalah manusia dan juga perempuan, dia tiba-tiba masuk ke dalam pelukan Gao Li dan menangis. Di luar Shuang Shuang terlihat sangat kuat, tapi di dalam dia ketakutan dan merasa sedih.

Demi Gao Li dia rela mati, dia berharap Gao Li bisa menjadikan kesedihan ini menjadi kekuatan baginya.

Dia belum melakukan hal ini karena dia terlalu mencintai Gao Li, dia tidak tega meninggalkan Gao Li.

Tidak ada orang yang tahu bagaimana dalamnya perasaan mereka.

Gao Li membelai rambutnya dan berkata,

“Demi aku, kau harus bertahan hidup. Demi kau, aku juga akan berbuat seperti itu. Kita pasti mempunyai cara untuk terus bertahan hidup.” Suaranya kecil karena kata-kata ini memang dia katakan untuk dirinya sendiri.

Tangis Shuang Shuang sudah berhenti, dia tahu Gao Li akan melakukan apa.

Tiba-tiba dia mengangkat kepada dan berkata, “Kau pergi saja.”

Gao Li memegang erat tangan Shuang Shuang, sepatah kata pun tidak bicara. Sekarang dalam kesedihan dan rasa tersiksa mereka bisa bertahan, bersama-sama bertahan.

Karena mereka mempunyai harapan, harapan yang begitu indah.

0-0-0

Kong Que Ling.

Di dunia ini tidak ada senjata rahasia yang lebih menakutkan daripada Kong Que Ling, juga tidak ada senjata rahasia yang lebih indah daripada Kong Que Ling. Tidak ada orang yang bisa melukiskan keindahannya juga tidak ada yang bisa menghindar atau bertahan dari Kong Que Ling.

Orang nomor saru di dunia persilatan yaitu Jin Kai Jia, dia juga tidak bisa bertahan dari Kong Que Ling. Sampai saat mati pun dia masih ingat, bagaimana sewaktu senjata rahasia itu dilemparkan, begitu misterius, cemerlang, dan indah. Pada waktu itu dia merasa pusing. Tak lama, kemudian dia roboh ke tanah. Wisma Kong Que sendiri sangat indah, indah seperti istana dalam dongeng-dongeng dewa dewi.

Atap yang hijau disinari oleh matahari, tampak berkilauan.

Tangga yang putih melintasi dinding yang kuning. Sebuah istana seperti yang terbuat dari emas dan perhiasan.

Di taman ada beberapa ekor burung merak tampak sedang bersantai. Di kolam ada Yan Yang (semacam bebek) sedang berenang.

Bunga-bunga merah, putih, ungu menghiasi wisma ini menambah keindahan seperti di dalam mimpi.

Beberapa gadis sedang berlari-lari menginjak padang rumput yang lembut, mereka menghilang di balik kerimbunan bunga.

Bunga chrysan akan segera mekar, angin membawa harum bunga yang membuat orang mabuk.

Dari sebuah rumah kecil ada seseorang yang meniup suling, suara suling inilah yang memecahkan kesunyian di sana.

Pintu pertama terbuka lebar, tidak ada penjaga pintu. Gao Li berlari ke depan Wisma Kong Que, kemudian dia roboh.

Di tempat dupa sedang dibakar dupa yang wangi. Ruangan itu penuh harum dupa.

Di luar jendela, hari sudah malam. Gao Li membuka mata, mata memandang ke sekeliling mulai dari satu pot chrysan kemudian diteruskan ke depan, dia melihat seseorang yang sedang tersenyum kepadanya.

Seseorang yang belum dia kenal. Seperti seorang pemuda, tapi ada kumis yang dicukur dengan rapi di atas mulutnya.

Rambut dan kumis sangat rapi dan mengkilat, di bawah rambut masih menempel sebuah mutiara sebesar ujung jari. Pakaiannya sangat sederhana, tapi bahannya sangat mahal. Di balik jubah sutranya, masih ada ikat yang pinggang yang berwarna putih. Sekali melihat pun sudah tahu bahwa dia adalah orang yang mempunyai kedudukan dan terlihat berwibawa.

Orang seperti ini hidup di dunia yang berlainan dengan Gao Li, hanya sepasang mata yang tajam terus melihatnya...

Gao Li tiba-tiba ingat dengan mata ini, dia hampir berteriak. Qiu Feng Wu. Gao Li sama sekali tidak mempercayainya, tuan yang berwibawa ini adalah pemuda yang dulu pernah bersamanya, sehidup dan semati menempuh segala bahaya.

Tapi dia mau tidak mau harus mempercayainya.

Karena orang itu sudah berjalan menghampirinya, dengan tenaga yang kuat memegang Gao Li. Mata yang bercahaya penuh dengan air mata. Gao Li menarik nafas panjang dan berkata, “Akhirnya aku bisa bertemu denganmu lagi.”

Tangan Qiu Feng Wu lebih kencang lagi memegang Gao Li dan berkata, “Akhirnya kau datang juga mencariku, kau tidak melupakanku.” Gao Li berusaha duduk.

Tapi Qiu Feng Wu menekan pundaknya dan berkata, “Kau tidak sakit, tapi terlalu lelah, lebih baik berbaring.” Gao Li memang terlalu lelah. Sudah 2 hari dia tidak pernah berhenti berlari, dia harus pulang sebelum bulan purnama.

Melihat langit di luar jendela, dia segera bangun dan bertanya, “Aku sudah tidur berapa lama?” Kata Qiu Feng Wu, “Tidak begitu lama.”

Dia melihat keringat dingin di dahi Gao Li. Qiu Feng Wu bertanya, “Kau pasti mempunyai hal penting yang harus disampaikan kepadaku?”

Gao Li mengepalkan tangan dannya berkata, “Aku tidak ingin datang ke sini, tapi aku.. .aku.” Kata Qiu Feng Wu,

“Kau harus ingat, aku pernah mengatakan : bila kalian mengalami kesulitan apa pun, orang pertama yang harus dicari adalah aku.”

Qao Li mengangguk. Air mata sudah mengaburkan pandangannya. Seseorang jika dalam keadaan bahaya, tapi masih ada teman yang mendukung, perasaan seperti ini tidak dapat digantikan oleh apa pun.

Kata Qiu Feng Wu,

“Apakah mereka sudah mengetahui keberadaanmu?” Gao Li mengangguk.

Wajah Qiu Feng Wu membeku, dia mundur beberapa langkah lalu duduk.

Akhirnya Gao Li bangun dan duduk. Dia berkata, “Tapi yang datang hanya satu orang.”

Tanya Qiu Feng Wu, “Siapa?”

Jawab Gao Li, “Ma Feng.”

Qiu Feng Wu menghembuskan nafas dan berkata, “Kau sudah membunuhnya?”

Gao Li menundukkan kepala dan berkata,

“Dua tahun ini yang aku pegang adalah pacul, aku merasa memacul lebih menyenangkan daripada membunuh orang.”

Kata Qiu Feng Wu,

“Karena itu kau tidak mau membunuh orang.” Gao Li tertawa kecut,

“Tanah adalah benda mati, sepertinya ilmu tombakku juga sudah mati.”

Tanya Qiu Feng Wu,

“Kau takut kalah darinya?” Jawab Gao Li,

“Aku tidak yakin bisa menang kali ini.” Kata Qiu Feng Wu,

“Karena itu dia masih hidup sampai saat ini.” Kata Gao Li,

“Benar.”

Tanya Qiu Feng Wu, “Sekarang dia ada di mana?” Jawab Gao LI,

“Ada di rumahku.”

Qiu Feng Wu terpaku. Dia tidak mengerti, setelah lama dia baru bertanya, “Shuang Shuang berada di mana?”

Jawab Gao Li, “Di sana juga.”

Wajah Qiu Feng Wu berubah dan berkata, “Kau meninggalkan Shuang Shuang di sana, dan kau sendiri yang datang ke sini?”

Wajah Gao Li mengeluarkan ekspresi sedih dan menjawab, “Karena dia tidak menyangka aku akan berani melakukan

hal ini, karena itu aku datang ke sini.”

Qiu Feng Wu menarik nafas panjang dan berkata, “Aku sendiri juga tidak menyangkanya.”

Kata Gao Li,

“Asal aku pulang sebelum bulan purnama, Shuang Shuang tidak akan berada dalam keadaan bahaya.”

Tanya Qiu Feng Wu, . “Mengapa?”

Jawab Gao Li,

“Kami berjanji akan bertarung di bulan purnama.” Qiu Feng Wu terpaku lama lalu dia tertawa,

“Aku sudah mengerti.” Tanya Gao Li,

“Kau mengerti apa?” Jawab Qiu Feng Wu,

“Apakah dia sendiri yang datang ke rumahmu?” Jawab Gao Li, “Benar.”

Kata Qiu Feng Wu,

“Dia tidak yakin bisa membunuhmu karena itu dia sengaja menunggu selama beberapa hari karena dia tahu kau sendiri tidak yakin bisa membunuhnya. Dia ingin dalam beberapa hari ini terus menyiksamu hingga kau hancur karena ketakutan.”

Gao Li tertawa kecut dan berkata, “Mungkin dia ingin aku mati secara pelan-pelan karena caranya membunuh orang tidak ingin terburu-buru.”

Qiu Feng Wu melihatnya. Dia merasa orang di hadapannya ini sudah berubah dan sangat berubah banyak.

Dalam perkumpulan 15 bulan 7, dia adalah pembunuh yang paling dingin dan kejam, tapi sekarang dia tampak tidak percaya diri. Apakah dia benar-benar sudah jatuh cinta?

Pembunuh tidak boleh mencintai seseorang, semakin kejam dia membunuh maka hidupnya akan semakin lama, karena perasaan cinta inilah yang bisa membuat hati orang menjadi lemah.

Tiba-tiba Gao Li berkata, “Tapi dia tetap salah memperhitungkan satu hal.”

Tanggap Qiu Feng Wu, “Oh!” Kata Gao Li lagi,

“Dia mengira Xiao Wu sudah mati, dia tidak menyangka aku masih mempunyai seorang teman.”

Seorang pembunuh tidak pantas mempunyai teman, tidak boleh mempunyai teman juga tidak ada teman.

Kata Qiu Feng Wu,

“Kau juga telah salah melakukan suatu hal.” Kata Gao Li, “Oh.”

Kata Qiu Feng Wu lagi,

“Kau tidak boleh meninggalkan Shuang Shuang seorang diri di sana, kau harus menyuruh ikut Shuang Shuang mencariku.”

Kata Gao Li,

“Karena ada Shuang Shuanglah, aku takut kepada Ma Feng, dia tidak akan berani melukai Shuang Shuang.”

Kata Qiu Feng Wu, “Mungkin dia tidak berani, tapi dia bisa menyandera Shuang Shuang untuk mengancammu.”

Kata Gao Li,

“Dia mempunyai banyak kesempatan, tapi dia tidak melakukannya.”

Kata Qiu Feng Wu,

“Mungkin pada waktu itu, dia tidak tahu perasaanmu terhadap Shuang Shuang.”

Qiu Feng Wu melihat Gao Li lalu berkata,

“Aku tanya kepadamu, jika kau pulang, dia sudah menaruh pedang di leher Shuang Shuang, dengan nyawa Shuang Shuang dan ingin menukar dengan nyawamu, bagaimana?” Gao Li merasa sekujur tubuhnya menjadi dingin seperti es.

Kata Qiu Feng Wu,
DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar