Bara Maharani Jilid 26. Hek sat Ciang sang Maharani

  
Jilid 26. Hek sat Ciang sang Maharani

HOA THIAN-HONG jadi keheranan dan tak habis mengerti, setelah berdiri tertegun beberapa saat lamanya ia lantas meraba tubuh ibunya, terasa badan ibunya panas menyengat badan membuat rabaannya terpental kembali.

Ia jadi terkejut bercampur girang, guman-nya seorang diri, “Tenaga dalam yang dimiliki ibu telah pulih kembali, apakah luka dalam yang ia derita telah sembuh?”

Buru-buru dari sakunya dia ambil keluar sebuah kotak kumala, selelah membuka kotak kumala itu lantas diangsurkan kehadapan ibunya sambil berkata.

“Ibu, aku mempunyai sebatang Leng-ci berusia seribu tahun, cepatlah kau makan!”

Hoa Hujien membuka matanya kembali, dari bau harum yang tersiar keluar dari dalam kotak tersebut membuktikan bahwa benda itu adalah Leng-ci yang sangat berharga, buru-buru serunya kembali, “Aku tidak mau, aku dengar engkau terkena racun teratai!”

“Teratai racun empedu api telah kutelan, tapi keadaanku sudah tidak menguatirkan lagi!” Tiba-tiba dari luar ruangan secara lapat-lapat berkumandang datang suara bentakan nyaring diikuti keadaan jadi sunyi dan hening.

Dalam hati Hoa Thian-hong segera berpikir, “Ibuku pasti sedang melatih sejenak ilmu silat yang sangat aneh dan pada saat ini tak boleh mendapat gangguan, kalau latihannya dihentikan di tengah jalan niscaya usahanya selama ini akan menemui kegagalan total, bahkan jiwanya akan terancam bahaya, oleh karena itulah Tio Sam-koh segera berjaga-jaga di depan gua dan mencegah pihak musuh masuk kedalam”

Berpikir sampai disini, hatinya jadi kuatir dan tidak tenang. Setelah meletakkan kotak kumala itu di atas tanah ujarnya, “Diluar gua masih ada musuh tangguh, aku akan keluar dan menengok keadaan disitu”

Selesai berkata buru-buru ia berlalu dari sana.

Dia merasakan hawa murni di tubuhnya bergolak kencang dan ingin sekali mengerahkan tangan serta kakinya, setelah tiba di depan kabut hitam ia meloncat ke depan dan berjalan keluar dengan langkah lebar.

Menanti ia tiba diluar gua maka terlihatlah Hoa In serta nenek buta sedang duduk bersila saling berhadapan, sepasang telapak kanan mereka saling menempel satu sama lainnya, rupanya dengan andalkan tenaga dalam hasil latihan selama puluhan tahun mereka sedang melangsungkan pertarungan adu tenaga yang menentukan mati hidup mereka. Keadaan dipihak lain jauh lebih mengerikan lagi, para jago perkumpulan Hong-im-hwie mulai dari Cu Goan- khek ke bawah telah maju mengerubut Tio Sam toh seorang, ancaman-ancaman maut saling dilancarkan dengan harapan bisa merobohkan musuhnya secepat mungkin.

Ilmu silat yang dimiliki kelima orang jago lihay itu semuanya berada di atas kepandaian Seng Sam Hau serta Siang Kiat, Tio Sam-koh yang harus bertarung melawan nenek buta lebih dahulu kemudian harus menghadapi delapan orang pengawal pribadi golok emas, saat ini tenaga dalamnya sudah hilang separuh bagian, dalam keadaan begini harus bertarung lagi melawan lima orang jago lihay, tentu saja keadaannya payah sekali.

Terlihatlah serangan yang dilancarkan sudah mulai mengendor dan posisinya terdesak hebat, dalam keadaan begini jika dia ingin menerjang dari kepungan dan kabur dari situ mungkin masih bisa dilakukan, tetapi nenek tua itu tentu saja tidak mau berbuat begitu, ia melakukan perlawanan dengan gigihnya kendatipun jiwanya kian lama kian terancam.

Sementara itu Jin Hian dengan memmipin delapan orang pengawal pribadi golok emas sedang melewati nenek buta serta Hoa In sedang beradu tenaga dalam dan siap menerjang masuk ke dalam gua.

Pada saat itulah tiba-tiba mereka saksikan Hoa Thian- hong muncul kembali dari dalam gua, hal ini membuat orang-orang itu segera menghentikan langkahnya. Setelah mengetahui situasi yang terbentang di depan mata, Hoa Thian-hong merasakan darah panas dalam dadanya bergolak keras, hampir saja dari sepasang matanya memancarkan sinar berapi-api, tiba-tiba ia melihat pedang bajanya yang tersoren di pinggang Hoa In, sambil mencabut keluar bentaknya dengan gusar.

“Tahan!”

Dalam pada itu pertarungan tenaga dalam antara nenek buta dengan Hoa In sedang mencapai puncak ketegangan, tak mungkin mereka sudahi pertarungan tersebut sampai disitu saja, sedangkan Cu Goan-khek sekalian yang mengururg Tio Sam-koh sudah merasakan bahwa kemenangan hampir berhasil diraih oleh mereka, seorang musuh besar mereka yang amat tangguh sudah hampir berhasil dilenyapkan, tentu saja tak seorangpun yang sudi menuruti perkataan Hoa Thian-hong kendatipun suara bentakannya dapat didengar dengan jelas, bukan saja tidak menggubris bahkan serangannya dilancarkan semakin gencar.

Hoa Thian-hong semakin naik pitam, tiba-tiba bentaknya keras.

“Jin Hian! apakah engkau sudah tak ingin membalas dendam bagi kematian puteramu lagi?”

Mendengar seman itu Jin Hian tertegun, setelah merandek sejenak akhirnya ia membentak, “Tahan!”

Meskipun bentakan itu tiada yang aneh namun Cu Goan-khek sekalian tak bisa tidak terpaksa harus menuruti, dengan cepat serangan ditarik kembali dan meloncat mundur ke belakang.

Tio Sam-koh sendiri, walaupun dia gagah dan pemberani tetapi setelah bertarung sampai keadaan begitu segenap tenaganya boleh dibilang terkuras habis.

Keadaan pada saat itu payah sekali, semua orang sudah merasakan kehabisan tenaga dan lelah sekali, napas terasa tersengal-sengal sedang keringat telah membasahi sesuruh tubuhnya, begitu pertarungan berhenti masing-masing orang segera mengatur pernapasan dan beristirahat.

Lain halnya dengan nenek buta serta Hoa In yang sedang beradu tenaga, dalam keadaan begitu kedua belah pihak tak dapat menyudahi pertarungan tersebut, mereka masih tetap menyalurkan hawa murninya untuk berusaha merobohkan lawannya.

Hoa Thian-hong merasa amat gelisah, pikirnya, “Ibuku tak boleh dapat gangguan macam apapun juga, dipihakku hanya ada dua orang jago yang bisa bertarung sedang pertarungan beradu tenaga paling merugikan kekuatan tubuh, jika Hoa In sampai terluka bukankah keadaanku semakin terjepit?”

Ketika dilihatnya Jin Hian maju menghampiri dirinya, dengan cepat ia membentak keras, “Cong Tang-kee, harap berhenti!”

“Ada apa?” tanya Jin Hian sambil berhenti,”apakah Loote takut aku membokong Hoa In?” Hoa Thian-hong tertawa dingin.

“Cong Tang-kee kau seorang ketua dari suatu perkumpulan besar, tentu saja aku tak berani menaruh banyak curiga,” jawabnya.

Jin Hian tertawa hambar, pikirnya di dalam hati. “Tenaga Sau yang ceng ki yang dimiliki tua bangka ini

sudah berhasil mencapai tujuh bagian kesempurnaan,

jika pertarungan dilanjutkan maka nenek dewa tentu akan menderita kalah….”

Berpikir demikian sambil tersenyum ia la tas berkata, “Seandainya aku hendak mencelakai Hoa In, sejak tadi kesempatan baik sudah kudapatkan, Loo te tak usah kuatir…. aku tak mungkin mencelakai dirimu, sekarang lebih baik kita pisahkan dahulu mereka berdua”

Sambil berkata ia melangkah maju kembali ke depan. “Lain dulu lain sekarang, siapa yang tak tahu apa yang

sedang kau pikirkan di dalam hati?” pikir Hoa Thian-hong di dalam hati.

Pedang bajanya segera diayun kemuka dan ditempelkan di atas batok kepala nenek buta, ancamannya dengan suara dingin, “Cong Tang-kee, kalau engkau berani maju selangkah lagi, maka pedangku ini segera akan kubacok ke bawah!” Jin Hian kaget dan segera menghentikan langkahnya, dengan alis berkerut dia menegur.

“Hoa loo te, tadi engkau suruh semua orang menghentikan pertarungan, sebenarnya apa maksudmu?”

“Hmmm! tentu saja aku ada persoalan penting yang hendak disampaikan kepada kalian, cuma cara perkumpulan kalian melakukan pertarungan secara mengerubut benar-benar merupakan suatu tindakan yang terkutuk”

“Jamannya bertanding ilmu dan satu lawan satu sudah lewat, sekarang sudah tidak ada lagi cara semacam itu,” sahut Jin Hian tetap tenang.

Setelah berhenti sebentar, ia melirik sekejap ke arah nenek buta serta Hoa In yang sedang beradu tenaga kemudian melanjutkan, “Menurut Hoa loo te, apakah kedua orang itu harus bertarung sampai salah seorang di antaranya menderita kalah?”

“Aku tak mampu memisahkan mereka, apa kata Cong Tang-kee mempunyai cara untuk memisahkan kedua orang itu?”

Jin Hian segera terbungkam, tenaga dalam yang dimiliki kedua orang ini jauh berada diatasnya, jika dia harus memisahkan mereka berdua secara adil dan tidak berat sebelah tentu saja hal itu tidak mungkin bisa ia lakukan. Tiba-tiba Tio Sam-koh sambil memegang toya bajanya maju mendekat, dengan alis berkerut Jin Hian segera menegur, “Bagaimanakah? Apakah Tio Lo thay mempunyai kemampuan untuk memisahkan mereka berdua?”

“Sekalipun aku si nenek tua tidak mempunyai kemampuan tersebut, rasanya hal ini pun bukan merupakan suatu kejadian yang memalukan”

Jin Hian segera menghadang di tengah jalan. “Kalau memang engkau tak punya kemampuan itu,

harap Tio Lo-thay hentikan langkahmu disana saja, untuk sementara waktu engkau tak usah mendekat kemari!”

“Hmmm! aku si nenek tua manusia macam apa? Masa aku bisa kau bandingkan dengan manusia sebangsa kalian yang semuanya tak tahu malu?”

Meskipun berkata begitu, tapi ia hentikan juga langkahnya.

Pertarungan antara nenek buta dengan Hoa In telah mencapai pada puncaknya, keringat telah membasahi seluruh tubuh mereka, rambutnya pada berdiri bagaikan landak sedang otot hijau di atas wajahnya pada menonjol keluar, asap putih mengepul keluar dari atas ubun- ubun, agaknya pertarungan ini sudah mencapai pada puncaknya yang menentukan mati hidup mereka berdua. Dalam pertarungan adu tenaga ini siapapun tak bisa mencuri dengan gunakan kelicikan, apabila salah seorang menderita kalah maka keadaannya pasti akan runyam.

Dihari hari biasa Hoa Thian-hong selalu mengumbar menurut kemauannya sendiri dan jarang sekali menuruti perkataan Hoa In, na mun dalam hati kecilnya ia amat menyayangi dan menghormati pelayan tuanya ini, ia merasa tak tega membiarkan pelayan tuanya itu menderita karena pertarungan adu tenaga yang melelahkan itu.

Makin dipikir Hoa Thian-hong merasa hatinya semakin murung, dalam gugupnya tak tahan lagi ia berseru, “Cong Tang-kee, apa salahnya kalau engkau serta Tio lo thay bekerja sama Untuk melerai mereka berdua, kalau tidak maka jiwa nenek dewa pasti akan terancam mara bahaya!”

Jin Hian berpikir sebentar, lalu menjawab, “Tentang soal ini, hmm! tak ada salahnya….”

Pada saat itulah tiba-tiba dari tempat kejauhan muncul tiga sosok bayangan manusia, gerak tubuh ketiga orang itu cepat sekali dan di dalam sekejap mata sudah menyeberangi jembatan batu itu.

Hoa Thiau Hong segera berpaling, ia temukan salah seorang diantara ketiga orang pendatang itu ternyata bukan lain adalah Pek Siau-thian, kedua dari perkumpulan Sin-kie-pang. Dalam waktu singkat ketiga orang itu sudah tiba dihadapan mereka, Pek Siau-thian menyapu sekejap sekeliling tempat itu, sete lah memberi hormat kepada Jin Hian, ia berpaling ke arah Hoa Thian-hong dan bertanya, “Putri sulungku telah tiba di wilayah Kanglam, tapi sampai sekarang jejaknya tidak terang, apakah Hoa Loo-tee tahu kemana perginya?”

“Putri kesayanganmu sudah ditangkap oleh Thian Ik- cu, pagi tadi masih disekap di dalam kuil It-goan-koan tempat kediaman tosu tua itu”

Air muka Pek Siau-thian berubah bebat, sesudah tertegun sebentar sahutnya, “Terima kasih atas petunjukmu!” Kepada rekannya ia membentak, “Ayoh berangkat!”

Dalam sekejap mata ketiga orang itu sudah menerobos lewat jembatan batu dan lenyap di tempat kejauhan.

Kedatangan ketiga orang itu cepat sekali pergipun cepat pula, tiba-tiba sikap Jin Hian berubah hebat, sorot matanya segera dialihkan ke arah mulut gua.

Dari tingkah lakunyva itu Hoa Thian-hong tahu bahwa ia sudah mempunyai niat jahat, buru-buru sambil menyilangkan pedang bajanya ia membentak, “Jien Tang-kee, jangan bertindak gegabah!”

Rupanya Tio Sam-koh pun mengetahui bahwa Jin Hian ada maksud mencelakai Hoa In serta menolong nenek buta, dalam kejut dan gusarnya ia segera membentak keras, toyanya langsung diputar dan menghantam punggungnya.

Jaraknya antara dia dengan Jin Hian tidak begitu jauh, sedang panjang toya mencapai tujuh depa, dalam sekali ayunan ujung senjata tersebut sudah mengancam punggung orang she Jin itu.

Dari desiran angin tajam yang mengancam tubuhnya, Jin Hian sadar bahwa serangan ini bukan kepalang lihaynya, terpaksa ia putar badan menghindarkan diri dari babatan toya tersebut, kemudian sambil putar telapak balas melancarkan sebuah serangan.

Mendadak…. dari dalam goa berkumandang keluar suara seruan dari Hoa Hujien.

“Seng ji, secepatnya membacok nenek buta sampai mati!”

Mendengar perintah itu Hoa Thian-hong tertegun, ia rasa tindakan tersebut melanggar azas kependekaran, tetapi diapun merasa bahwa ibunya bisa memberi perintah demikian oleh alasan-alasan tertentu, maka tanpa berpikir panjang pedangnya diputar dan disertai desiran angin tajam langsung dibacokkan di atas batok kepala nenek buta.

Ketiga orang itu sama-sama menggerakkan tubuhnya pada saat yang hampir bersamaan, baru saja sekalian Cu Goan-khek merasa terkejut, pedang baja Hoa Thian-hong laksana kilat telah membacok ke atas kepala nenek buta tersebut. Tetapi pada saat itu juga, nenek buta telah mengerahkan segenap kekuatan tubuhnya untuk menggetarkan telapak Hoa In, sedang tubuhnya dengan meminjam kesempatan itu pun segera mencelat mundur ke arah belakang.

Bagaikan anak panah yang terlepas dari busurnya, nenek buta itu mencepat sejauh tiga tombak dari tempat semula, kemudian menutul sepasang kakinya di atas tanah dan badannya berputar kembali beberapa lingkaran di angkasa, darah tak bisa dibendung lagi dan muntah dari mulutnya membentuk garis lingkaran di atas tanah.

Perubahan ini terjadi sangat mendadak sekali membuat semua orang berdiri tertegun, Jin Hian bagaimanapun merupakan seorang ketua suatu perkumpulan yang tangguh, melihat kejadian itu ia segera tinggalkan Tio Sam-koh dan dengan cepat menyongsong tubuh nenek buta serta memayang badan- nya sehingga tidak sampai roboh ke atas tanah.

Saat ini isi perut nenek buta sudah terluka parah, kepalanya terkulai dan mukanya pucat pias bagaikan mayat, tapi pikirannya masih sadar sebali, tangannya segera memberi tanda kepada Jin Hian agar mereka segera tinggalkan tempat itu.

Ketua dari perkumpulan Hong Im hwee ini dengan cepat ulapkan tangannya, Cu Goan-khek sekalian memburu maju ke depan, satu dikiri yang lain dikanan dengan cepat melayang tubuh nenek buta dan segera tinggalkan tempat kejadian.

Dalam Waktu singkat, Semua jago dari perkumpulan Hong-im-hwie telah berlalu semua dari sana, bahkan mayat dari salah seorang pengawal pribadi golok emas yang terkapar ditanahpun mereka bawa kabur.

Sang surya condong disebelah barat, senja pun menjelang tiba…. ketika Hoa Thian-hong berpaling sekeliling tempat itu ia temukan bukit yang terjal bersusun menjulang ke angkasa, sekarang dia baru sadar bahwa mereka berada dibalik lingkaran bukit.

Beberapa waktu kemudian ia menggeleng dan berbisik kepada Hoa In yang masih duduk bersila di atas tanah.

“Ibu ada disini!”

Setelah itu dia lari masuk ke dalam gua.

Setibanya disisi Hoa Hujien, ia ikut duduk bersila di sampingnya sambil berkala dangan jengah, “Ibu, nenek buta itu berhasil kabur….

Hoa Hujien tetap membungkam, beberapa-waktu kemudian dia baru buka matanya dan tarik napas tiga kali, setelah itu berkata, “Perempuan tua itu gemar sekali membunuh manusia dia harus secepatnya dilenyapkan dari permukaan bumi, karena pertama dia adalah salah seorang musuh besar pembunuh ayahmu, kedua bulan tujuh tanggal lima belas sebentar lagi akan tiba, musuh berkekuatan besar sedang kekuatan dipihak kita lemah sekali, daripada lebih banyak se orang toh lebih baik kita kurangi seorang musuh yang harus dihadapi. Memang benar tindakanmu membokong dikala orang sedang tidak siap merupakan perbuatan yang kurang cemerlang, tapi justru karena perbuatan mu itulah jiwa seorang pendekar dari kalangan lurus berhasil kau selamatkan, sekalipun tidak cemerlang toh tindakanmu bukan tindakan yang terkutuk. Lain kali kalau bekerja engkau harus tegas dan cepat ambil tindakan, sebagai seorang lelaki sejati jangan sangsi berpikir dan ambil keputusan, karena sedikit lambat saja keadaan akan segera berubah”

Dengan wajahb merah padam karena jengah, Hoa Thian-hong mengangguk tiada hentinya, ia berkata, “Luka dalam yang ia derita tidak ringan, mungkin bulan tujuh tanggal lima belas nanti dia masih belum mampu untuk turun tangan”

“Bagaimana dengan keadaan lukämu sendiri? tempo hari aku dengar tindak tandukmu masih rada mendingan, kenapa sekarang jadi begitu tak becus….?”

“Luka didadaku adalah hadiah dari seorang toojin perkumpulan Thong-thian-kauw, sebenarnya tidak mengapa tapi terhubung setiap tengah hari racun teratai dalam tubuhku pasti kambuh maka mulut luka ini mungkin sukar untuk merapat kembali”

Setelah berhenti sebentar, sambil tertawa sambungnya kembali.

“Dua hari belakangan ini aku selalu tertimpa sial dan malang terus menerus, setelah ananda pikir…. andaikata keadaan berlangsung begitu terus maka lama kelamaan titik kelemahanku bakal ketahuan semua”

“Yang dibutuhkan seorang lelaki sejati adalah keselamatan jiwa, sekalipun kepandaian tak becus asal tidak kehilangan jiwa jantan nya itu sudah lebih dari cukup”

“Perkataan ibu memang benar, anandapun sudah menemukan banyak penyakit pada diriku”

Hoa Hujien mengangguk, sambil melirik sekejap ke arah kotak kumala yang berada di atas tanah, ujarnya kembali, “Aku mengetahui dengan jelas sifat-sifat dari racun teratai tersebut, sebenarnya racun itu tak dapat diobati dengan obat mujarab apa pun, tapi lain halnya dengan Leng-ci berusia seribu tahun ini, aku rasa lebih baik cepatlah kau makan obat mujarab itu!”

“Apakah luka dalam yang ibu derita sudah sembuh?” “Aku sama sekali tidak membutuhkan Leng-ci berusia

seribu tahun ini”

“Luka dalam yang ibu derita belum tentu sudah sembuh seratus persen,” pikir Hoa Thian-hong di dalam hati, “apalagi obat mujarab ini sudah didapat, lebih baik aku simpan saja lebih dahulu”

Berpikir demikian, iapun berkata, “Leng-ci berusia seribu tahun adalah obat yang bisa membangkitkan kembali mereka yang hampir mati, sekarang ananda be lum terancam jiwanya, untuk sementata lebih baik disimpan dulu, siapa tahu dalam pertarungan yang menentukan antara mati dan hidup, ada orang-orang kita yang terluka parah dan membutuhkan benda ini untuk menyelamatkan jiwanya”

Perkataan ini benar dan menitik besarkan kepentingan umum, Hoa Hujien sebagai seorang pendekar wanita tentu saja tak dapat memaksa lebih jauh, sekalipun dalam hati kecilnya ia merasa sedih.

Suasana hening untuK beberapa saat lamanya, tiba- tiba Hoa Hujien berkata kembali, “Sam-koh bilang engkau cabul dan romantis sekali, engkau suka mengganggu dan menggaet perempuan orang lain, benarkah perkataan ini?”

Merah jengah selembar wajah Hoa Thian-hong, sambil tertawa dia bertanya, “Yang disebut Sam-koh apakah Tio Lothay?”

“Aku menghormati dia sebagai seorang angkatan yang lebih tua, engkau harus panggil Sam poo (nenek ketiga) kepadanya”

Hoa Thian-hong mengangguk, lalu menggeleng pula, ujarnya, “Ananda tidak pernah menggaet atau mempermainkan perempuan, Sam poo yang sengaja mempermainkan diriku”

“Hmmm! tiada angin tak akan ada ombak berapa banyak perempuan yang kau kenali selama ini?” “Chin Wan-hong, Pek Kun-gie, Giok Teng Hujin, Pek Soh-gie, Biau-nia Sam-sian serta….”

Ketajaman Hoa Hujien melebihi puteranya, kalau pemuda itu tak dapat melihat jelas wajah ibunya maka Hoa Hujien dapat melihat jelas gerak bibirnya itu.

Dengan alis berkerut ia segera menegur, “Engkau turun gunung belum lama, kenapa jumlah perempuan yang kau kenal begitu banyak sehingga tak terhitung?”

Hoa Thian-hong tertegun, dengan kikuk sahutnya, “Di wilayah Biau terdapat seorang jago yang bernama Kiu toksian-cui, dia mempunyai tiga belas orang murid dan ananda kenal semua….”

“Apa-apaan kau ini?” seru Hoa Hujien ambil geleng kepala, sekarang mumpung aku masih dapat bercakap- cakap, coba kau katakanlah pengalamanmu selama dua tahun belakangan ini….”

Hoa Thian-hong mengangguk, tiba-tiba ia lihat sepasang telapak ibunya menekan terus di atas tanahnya dan tak pernah diangkat kembali, hal ini membuat hatinya tercengang dan tidak habis mengerti, tanyanya, “Ibu,kenapa sepasang telapakmu menekan terus di atas tanah? Apakah engkau sedang melatih suatu ilmu?”

“Di atas tanah terdapat sebuah lobang dan lubang itu menembus sampai dasar tanah, dari dalam bumi mengumpul keluar asap beracun yang amat dahsyat, asal telapak ku diangkat maka gua ini segera akan tertutup oleh hawa racun!” “Kepandaian apa sih yang sedang ibu latih?” tanya Hoa Thian-hong keheranan.

“Aku sedang melatih sejenis ilmu yang bernama Hek sat ciang, pada saat ini aku harus menggunakan kekuatan telapakku untuk menyumbat lubang gua agar hawa racun dari dasar tanah tak dapat mengepul keluar, di samping itu beberapa jam kemudian akupun harus mengerahkan tenaga dalam untuk memaksa hawa racun tersebut memancar keluar lewat lubang gua yang ada disebelah depan sana.

“Berapa lama yang dibutuhkan untuk melatih kepandaian ini? Masa ibu harus duduk terus dan selamanya tak boleh bangkit berdiri?”

“Bangun sih tak bisa, tetapi dengan telapak sebelahpun aku masih bisa berlatih ilmu

“Bagaimana dengan makan dan minum? Berapa lama ibu harus berlatih lagi disini?”

“Makan minumku disiapkan oleh Tio Sam-koh sehingga di tempat ini aku tak perlu kuatir kelaparan ataupun kehausan, paling sedikit aku harus berlatih empat lima hari lagi baru bisa dianggap kepandaianku berhasil”

“Ibu sudah hampir setengah tahun lamanya turun gunung apakah selama ini engkau berlatih ilmu terus di tempat ini?” Hoa Hujien tersenyum. “Boleh dibilang begitulah”

Setelah berhenti sebentar, sambil tertawa tambahnya, “Nah, sekarang engkau boleh berbicara!”

Pengalaman yang didapat Hoa Thian-hong selama dua tahun ini boleh dibilang rumit sekali, dari seorang pemuda yang sama sekali tak berpengalaman berubah jadi seorang jago lihay yang menjadi incaran orang banyak, seluruh pengalamannya tak dapat diucapkan hanya sepatah dua patah kata belaka, tanpa terasa ia menghela napas panjang.

Dari gua yang sunyipun segera terdengar suara pembicaraannya seorang, sejak bertarung dengan Kok See-piauw di kota Keng ciu sampai mendapat penghinaan dari Pek Kun-gie, belajar silat dari kakek telaga dingin, menerima Tiong-sisam hau, mencuri teratai di perkampungan Liok Soat Sanceng, menyaksikan pembunuhan atas diri Jin Bong, menelan racun ditepi sungai Huang-ho, mendapat pertolongan di tebing Biau-nia, lari racun di kota Cha ciu, sampai terlibat dalam pertikaian tiga besar dan Pek Siau-thian menga- jukan pinangan….

Semua pengalamannya diutarakan dengan cermat dan tak ada yang ketinggalan termasuK pula pengalamannya di kuil It-goan-koan serta hadiah Leng-ci berusia seribu tahun dari Giok Teng Hujin. Menanti ia menyelesaikan ceritanya, entah berapa lama sudah dihabiskan tanpa terasa.

Tiba-tiba terdengar Tio Sam-koh menimbrung dari samping, “Oooh….! Kiranya dayang itu adalah puterinya pedang sakti yang menggetarkan daratan Tionggoan, Siang Tang Lay, kalau begitu tujuannya menyusup ke tubuh perkumpulan Thong-thian-kauw adalah ingin membalaskan bagi ayahnya”

“Sam poo, sejak kapan kau masuk kedalam? Kenapa aku sama sekali tidak merasa?” seru Hoa Thian-hong tercengang.

Diam-diam Tio Sam-koh menyeka air mata yang membasahi pipinya, kemudian menjawab, “Budak sialan, sebenarnya hubunganmu dengan yang mana yang boleh dibilang paling akrab?”

“Hubungan apa?”

“Kurang ajar! engkau tak usah berlagak pilon!” bentak Tio Sam-koh dengan gusar.

“Apakah engkau ada maksud mempunyai tiga orang bini empat orang selir?”

Tiba-tiba Hoa Hujien menghela napas panjang. “Aaaai…. nona she Siang itu adalah seorang gadis

yang berwatak terbuka, sedang Seng ji sama sekali tidak

mengindahkan adat istiadat, setelah ia mendapat budi dari orang, rasanya persoalan ini sulit untuk diselesaikan….” katanya.

000000000

36

IBU, harap perkataanmu itu dijelaskan lebih jauh, ananda kurang begitu mengerti,” kata Hoa Thian-hong.

“Engkau bukannya tidak mengerti, hanya jalan pikiranmu keliru. Bukankah menurut pandanganmu nona Siang adalah seorang gadis yang liar dan cinta kasihnya belum tentu bersungguh-sungguh hati?”

Hoa Thian-hong mengangguk.

“Ananda lihat orang itu tidak serius dan bukan tipe orang yang akan sengsara oleh putus cinta, maka akupun malas untuk menguatirkan persoalan tersebut”

“Padahal bukan begitu kenyataannya, justeru karena nona ini pandai membawa diri maka hal ini menunjukkah bahwa sebenarnya cinta kasihnya adalah bersungguh- sungguh dan sangat berkobar dalam hatinya”

Tertegun hati Hoa Thian-hong mendengar ucapan itu, gumamnya, “Waaah….! Kalau memang begitu, dugaanku sama sekali meleset….”

Setelah berhenti sebentar, ia menambahkan, “Thian Ik-cu pernah mengatakan bahwa anda bukan seorang manusia yang terlalu mengingat akan dendam, apakah akupun tidak terlalu mengingat tentang cinta?”

Hoa Hujien tersenyum, “Bukan…. bukan begitu artinya, Buddha pernah nasehati umat manusia untuk berbuat kebaikan dan welas asih terhadap orang lain, itu artinya janganlah terlalu mengingat tentang soal dendam. Tetapi toh tak ada orang yang menganjurkan orang untuk lupa budi dan tidak mengingat tentang cinta….

“Telur busuk cilik!” terdengar Tio Sam-koh berseru, “kalau ingin membenci maka rasa bencinya harus meresap sampai dihati, dengan begitu dendam sakit hati baru dapat dibalas, kalau mau, maka harus cinta yang sungguh-sungguh dan tulus hati, dengan begitu cinta itu baru akan terwujud menjadi kebahagiaan, Chin Wan- hong adalah seorang nona baik yang tak ada cacadnya lagi, diantara kedua orang ini sebenarnya kau hendak memilih yang mana?”

Hoa Thian-hong tertawa getir, sahutnya, “Ibu, seandainya engkau akan mencarikan bini untukku, maka yang mana akan kau pilih?”

“Kedua duanya tak akan kupilih!” jawab Hoa Hujien setelah termenung sebentar.

Mendengar jawaban tersebut, Hoa Thian-hong jadi amat terperanjat dan buru-buru berseru, “Hong ji pernah melepaskan budi pertolongan kepada ananda, dia jujur sekali….” Mendadak pemuda itu merasa ia telah salah bicara, dengan muka merah jengah karena malu, buru-buru ia tutup mulut kembali.

“Haaah…. haaa…. haaa…. bagus, bagus sekali!” seru Tio Sam-koh sambil tertawa tergelak, akhirnya monyet cilik mengaku juga rupanya kau lebih suka terhadap Hong ji!”

Hoa Thian-hong tertawa kikuk.

“Aku…. aku cuma merasa bahwa seorang manusia sudah sepantasnya kalau menyukai orang yang dikenalnya paling dulu”

“Benar!” seru Tio Sam-koh kembali sambil bertepuk tangan, “siapa datang lebih dahulu dia adalah raja, siapa datang belakangan dia adalah patih. Menyukai yang baru bosan terhadap yang lama adalah penyakit paling parah bagi umat manusia”

Tiba-tiba dari luar gua berkumandang datang suara seruan dari Hoa In, “Lapor Cu bo, makanan dan minuman sudah disiapkan, apakah Siau Koan-jin sudah lapar?”

“Aaai….! Selama ini engkau tentu sudah cukup sengsara, mulai hari ini urusan tetek bengek tak usah kau urusi lagi!”

Tidak menanti perintah dari ibunya, Hoa Thian-hong telah lari keluar dari gua, kemudian sambil membawa sekeranjang makanan dan minuman serta sebungkus pakaian dia muncul kembali didalam.

“Hoa In!” kembali Hoa Hujien berkata, “engkau jangan terlalu jauh tinggalkan mulut gua, tempat ini sudah diketahui musuh dan mungkin kesulitan lain akan segera menyusul datang”

“Hamba mengerti!”

Hoa Thian-hong menyiapkan makanan di atas tanah, kemudian ujarnya, “Ibu, engkau akan bersantap sendiri atau ananda yang menyuapi dirimu….?”

“Aku dapat menggunakan sebuah tanganku untuk bersantap, lebih baik aku turun tangan sendiri!”

Persiapan yang dilakukan Hoa In benar-benar komplit sekali, bukan saja ada nasi ada sayur bahkan disiapkan pula sepoci arak wa ngi.

Tapi berhubung Hoa Hujien Sedang berlatih ilmu, sedang Hoa Thian-hong sedang terluka maka hanya Tio Sam-koh seorang yang meneguk arak.

Hoa Hujien yang sudah lama berpisah dengan putranya ingin sekali cepat dapat berbicara lagi, maka santapan itu dilakukan dengan cepat dan terburu-buru….

Setelah menangsal perut dengar, muka yang ditebalkan Hoa Thian-hong berkata kembali, “Ibu, kenapa engkau tidak setuju dengan nona Siang yang tak suka pada Hong ji?” Hoa Hujien tertawa.

“Persoalan di dalam dunia persilatan toh belum selesai, apakah engkau sudah lupa dengan pesan ibu sebelum engkau turun gunung?”

“Ananda tak berani melupakannya, sekarang memang saatnya bagi kita untuk menyapu kaum iblis dari muka bumi, memang tidak sepantasnya kalau sekarang kita bicarakan soal perkawinan”

Setelah berhenti sebentar, ia berkata kembali, “Ananda cuma bermain-main saja, toh racun teratai masih mengeram di dalam tubuhku, aku memang tak dapat mempunyai bini!”

Hoa Hujien menghela napas panjang.

“Aaaai…. di dalam pertemuan besar Kian siau Tay hwee yang akan diselenggarakan pada bulan tujuh tanggal enam belas nanti, andaikata pihak Sin-kie-pang, Heng Im Hwe serta Thong-thian-kauw bekerja sama untuk kedua kalinya, maka pihak kita tak akan mampu meenahan serangan-serangan gabungan dari mereka, untuk menghindarkan diri dari bencana kematianpun masih merupakan suatu tanda tanya besar, apalagi untukmembicarakan tentang soal lain….”

“Engkau tak boleh putus asa lebih dahulu, kalau tidak demikian lebih baik kita semua tak usah menghadiri pertemuan digunung Thian bok san lagi,” sela Tio Sam- koh. Hoa Hujien tersenyum.

“Sudah tahu kalau tak dapat dilakukan tapi dilakukan juga, tak bisa dibilang kita putus asa atau tidak….

Tio Sam-koh membungkam dalam seribu bahasa…. tiba-tiba ia tertawa dan berkata kembali, “Aku rasa bagaimana kalau engkau bersedia mengorbankan diri? Andaikata Seng ji kita kawinkan dengan Pek Kun-gie sehingga keluarga Hoa berbesan dengan keluarga Pek, aku rasa posisi yang kita hadapi dalam pertemuan besar ini tentu akan berubah, sebab pihak Sin-kie-pang tak mungkin akan memusuhi keluarga menantunya sendiri!”

Mendengar perkataan itu Hoa Hujien segera tersenyum.

“Benar-benar membingungkan!” serunya, Pek Siau- thian berbuat demikian toh karena ia pertimbangkan Seng ji akan membantu pihaknya, engkau anggap dia bersungguh-sungguh akan mengawinkan puterinya?”

Sambil berpaling ke arah Hoa Thian-hong, ia menambahkan, “Diantara sepuluh orang perempuan ada sembilan orang adalah bodoh, mengingat Pek Kun-gie adalah seorang gadis perawan maka kita harus menggunakan kebesaran jiwa kita sebagai keluarga Hoa untuk tidak mempersoalkan dendam atau permusuhan pribadi lagi, tetapi engkaupun tak usah berhubungan terlalu dekat lagi dengan dirinya, dari pada tenagamu dipakai orang untuk maksud-maksud pribadi” Hoa Thian-hong mengangguk.

“Sejak dahulu aku memang selalu berusaha untuk menghindarkan diri dari dirinya,” ia menyahut.

“Sekalipun dengan Pek Soh Gi, engkaupun harus bersikap sama. Sebab kalaupun dia adalah seorang gadis yang berbudi luhur dan ibunya patut kita hormati, namun terlalu rapat berhubungan dengan mereka tetap tidak menguntungkan bagi kita semua, oleh karena itu lebih baik kita jangan berhubungan terlalu dekat”

“tentang persoalan ini, ananda sudah mengetahui jelas, bila kami bertemu lagi dilain waktu, aku pasti dapat menyadari keadaan diriku dan tidak bertindak secara gegabah lagi….”

Hoa Hujien mengangguk

“Malam segera akan tiba dan aku harus berlatih ilmuku kembali, sebelum pertempuran sengit berlangsung, lebih baik engkaupun pergi beristirahat lebih dahulu”

Hoa Thian-hong mengiakan berulang kali, lewat beberapa saat kemudian Hoa Hujien serta Tio Sam-koh telah pejamkan mata duduk bersemedi, Hoa Thian-hong segera mengambil pakaian yang dibeli oleh Hoa In dan tukar pakaian di sudut gua, kemudian kembali lagi kesisi ibunya dan duduk bersemedi disitu. Ketika kentongan keempat, kelima menjelang datang, mendadak di dalam gua berkumandang datang suara bisikan Hoa In yang amat lirih.

“Lapor Cu bo, ada jago lihay mendekati tempat ini, maksud kedatangannya belum diketahui!”

Tio Sam-koh membuka matanya, melihat Hoa Hujien sedang bersemedi mencapai puncak yang paling penting, buru-buru dengan ilmu menyampaikan suara ia memerintahkan, “Sembunyi lebih dahulu, bila keadaan tidak terlalu paksa, jangan munculkan diri!”

Baru saja perkataan itu selesai diucapkan, dari luar gua tiba-tiba berkumandang datang suara gelak tertawa yang amat nyaring.

Mendengar gelak tertawa itu Hoa Thian-hong tertegun, lalu bisiknya, “Ooooooh….! rupanya yang datang adalah Ciu It-bong!”

Terdengar Ciu It-bong setelah tertawa tergelak beberapa saat lamanya, tiba-tiba berkata, “Pek Soh Gi, kenalkah engkau dengan diriku?”

Beberapa saat kemudian, dari luar gua berkumandang suara sahutan dari Pek Soh Gi.

“Siapakah locianpwee? Siautit baru pertama kali melakukan perjalanan di tempat luaran sehingga tak ada jago lihay yang kukenal, harap locianpwee memaafkan” “Haaah…. haaah….! haaaah…. aku adalah Ciu It- bong!”

“Ooh! Kiranya Ciu locianpwee, aku mengunjuk hormat bagimu!”

“Tak usah memberi hormat….! tak usah memberi hormat aku mencari engkau datang kemari, tujuannya bukan lain adalah ingin membinasakan dirimu, apa gunanya engkau memberi hormat kepadaku?”

Rupanya Pek Soh-gie dibikin tertegun oleh perkataan itu, lewat beberapa saat kemudian ia baru berkata, “Thong-thian-kauweu memang bermaksud membinasakan diriku, apa sebab locianpwee bersusah payah membawa aku datang kemari? toh kalau aku tetap ditinggal di sana akhirnya jiwakupun akan melayang?”

Secara diam-diam Hoa Hujien pun mengikuti jalannya pembicaraan itu, hatinya jadi kagum selelah didengarnya nada suara Pek Soh Gi tetap tenang seperti sedia kala walaupun membicarakan tentang keselamatan jiwanya, tanpa terasa ia berpikir, “Pek Soh Gi benar-benar seorang nona yang suci polos dan jujur…. . ia mengagumkan”

Terdengar Ciu It-bong berkata kembali, “Hidung kerbau tua itu belum tentu membunuh diriku, tetapi aku sudah memastikan diri untuk mencabut nyawamu, sekarang kau mengerti bukan?”

“Kalau memang hendak bunuh aku, sewaktu masih ada di dalam kuil bukankah engkau dapat mengirim satu pukulan ke tubuhku? Kenapa musti membawa aku datang kemari?”

“Haaah…. haaah…. haaah…. setelah membunuh orang dan mayatnya tidak dimusnahkan maka dari luka yang tertera di atas jenazah orang akan tahu siapakah pembunuhnya, mengertikah kau?” seru Ciu It-bong sambil tertawa terbahak-bahak, “sekarang aku akan turun tangan, karena aku harus cepat pergi dari sini!”

“Jadi lociampwee hendak melenyapkan mayat untuk menghilangkan jejak….?” tanya Pek Soh-gie kembali.

“Tentu saja, dengan demikian maka bapakmu pasti akan minta orang dengan para tosu hidung kerbau itu dan satu pertarungan tentu tak akan terhindar, dalam keadaan demikian asal aku tambahi dengan satu dua pukulan maka urusan akan berubah semakin besar.

Mengertikah kau?” “Aku mengerti”

“Kalau mengerti itu lebih baik lagi, Nah sekarang aku akan turun tangan!”

Tiba-tiba terdengar Pek Soh Gi berseru kembali, “Locianpwce, mengapa tidak kau gunakan telapakmu melainkan malah mencengkeram tubuhmu? Apa yang hendak kau lakukan?”

“Tiba-tiba aku melihat bahwa di dalam gua terdapat sebuah liang besar yang dalamnya tak terlihat dasarnya, sepanjang tahun dari dalam liang tersebut mengepul keluar hawa beracun yang menyebar kelangit-langit gua dan menyusup keempat penjuru, jika kubuang tu buhmu ke dalam liang tersebut maka sekalipun bapakmu membalik seluruh jagadpun tak nanti akan temukan mayatmu lagi!”

Hoa Thian-hong merasakan badannya jadi merinding dan bulu kuduknya pada bangun berdiri setelah mendengar perkataan itu, pikirnya, “Benar-benar keji pikiran orang ini, rupanya rasa benci Ciu It-bong terhadap Pek Siau-thian telah merasuk ketulang sumsum!”

Sementara itu Pek Soh-gie telah menjawab, “Aku sudah mengerti, silahkan locianpwee melemparkan tubuhku ke dalam liang tersebut!”

“Baik!” bentak Ciu It-bong, tiba-tiba ia bertanya lagi. “Apakah engkau tak punya inginan untuk melanjutkan

hidupmu?”

“Kedatanganku kedunia toh bukan saja permintaan dari diriku sendiri, kenapa sewaktu mati harus ajukan permohonan?”

Rupanya Ciu It-bong dibikin tertegun oleh ucapan tersebut, sesudah hening sesaat ia baru berkata lagi, Caramu berpikir benar-benar aneh dan istimewa sekali, tahukah engkau apa sebabnya aku hendak membunuh dirimu? dan tahukah kau permusuhan apakah yang terkait antara aku dengan ayahmu?” “Sudah belasan tahun lamanya aku tinggalkan bukit Ton pa san, dan sudah puluhan tahun lamanya belum pernah kutemui ayahku, sudah tentu persoalannya tak ada yang kuketahui”

“Kalau begitu aku akan memberitahukan kepadamu!” teriak Ciu It-bong dengan suara keras, “Bapakmu hendak mendapatkan sebuah barang mustika milikku, dengan segala daya-upaya ia menipu diriku, sehingga akhirnya aku dijebak di dalam sebuah telaga yang sangat dingin, setiap hari kedinginan terhembus angin, basah kuyup tertimpa air hujan. Selama sebelas tahun aku harus hidup bagaikan binatang, akhirnya aku berhasil mendapatkan sebilah pedang baja dengan senjata itulah aku kutungi le-ngan kananku sendiri dan berhasil meloloskan diri dari kepungan, coba katakan pantaskah aku membalas dendam….?”

“Sudah sepantasnya kalau locianpwee melakukan pembalasan!” jawab Pek Soh Gi dengan suara serak.

“Engkau adalah korban yang harus menebus dosa- dosa itu!” teriak Ciu It-bong dengan suara keras, “bila engkau penasaran maka tuntutlah kepada bapakmu sendiri”

“Aku sama sekali penasaran, ibuku selalu berharap bisa mengorbankan diri untuk meringankan dosa yang pernah dilakukan ayah ku, akupun bersedia menebus dosa-dosa yang pernah dilakukan ayahku” “Aaaai….!” diam-diam Hoa Thian-hong menghela napas panjang dalam hati kecilnya berbuat kejahatan di kolong langit hanya akan mendatangkan bencana bagi anak keturunannya…. gadis itu benar-benar patut dikasihani!”

Tiba-tiba terdengar Ciu It-bong menengadah dan tertawa keras, lalu berteriak, “Pek loji, lihatlah aku akan melemparkan putrimu ke dalam neraka!”

Jetitan itu tinggi melengking bagaikan teriakan setan, membuat Hoa Thian-hong bergidik dan ngeri sekali, gumamnya di dalam hati, “Kenapa sih dengan Hoa In? Kenapa ia tidak turun tangan menolong jiwa gadis itu?”

Baru saja ingatan tersebut berkelebat lewat dalam benaknya, terdengar kembali seseorang membentak nyaring, “Setan tua yang tak tahu malu, cepat lepaskan gadis itu!”

Tertegun hati Hoa Thian-hong mendengar suara itu, pikirnya di dalam hati, “Siapakah orang ini? Kenapa suaranya begitu kukenal?”

Sementara itu Ciu It-bong telah tertawa keras dengan nada yang sangat aneh.

“Ha ha ha ha ha…. bocah cilik, siapa namamu?” “Siau yamu she Bong bernama Pay, apa yang hendak

kau lakukan?” Begitu mengetahui bahwa orang itu adalah Bong Pay, Hoa Thian-hong jadi amat terperanjat sehingga loncat bangun dari atas tanah kemudian menerjang keluar dari gua.

Tetapi sewaktu ia mencapai diluar liang dalam yang mengepulkan asap hitam itu, tiba-tiba Hoa In unjukkan diri dari samping dan menarik lengannya.

Sementara itu Ciu It-bong sudah berseru kembali sambil tertawa seram, Bangsat cilik yang tak tahu diri, apakah engkau berasal dari perkumpulan Sin-kie-pang?”

“Hmm! Bong Pay mendengus gusar, Siau ya mu suci bersih, dari mana kau bisa mencium bau bajingan di atas tubuhku?”

“Eeei…. kalau begitu sungguh aneh sekali, kau si bajingan cilik toh sudah sedari tadi bersembunyi di dalam gua, sepantasnya engkau tahu apa sebabnya aku hendak membinasakan puteri Pek Siau-thian, kenapa? Apakah aku tidak pantas membalas dendam?”

“Membalas dendam sih harus membalas, cuma sayang caramu membalas dendam benar-benar amat rendah dan memalukan. Seseorang berani berbuat berani tangung jawab kalau punya kepandaian kenapa tidak langsung mencari Pek Siau-thian untuk bikin perhitungan? Menganiaya kaum gadis yang lemah….”

“Huuu! Siau ya merasa paling muak melihat perbuatan semacam ini” Ciu It-bong kembali tertawa seram.

“Setan cilik, sampai di mana sih kemampuan yang kau miliki? perduli amat dengan urusanku, siapa suruh engkau turut campur? Rupanya kau sudah bosan hidup dan pingin modar?”

Sementara pembicaraan masih berlangsung, tiba-tiba ia mendengar Bong Pay mendengus berat.

Hoa Thian-hong tahu bahwa Ciu It-bong adalah seorang manusia yang berhati ganas dan keji, ia takut jiwa Bong Pay terancam ditangannya, mendengar dengusan berat itu dia segera menjejakkan kakinya di atas tanah siap menerjang ke depan.

Tapi lengannya kembali tergenggam orang kali ini yang mencekal lengannya adalah Hoa In serta Tio Sam- koh.

Tiba-tiba terdengar Pek Soh-gie berkata, “Ciu Locianpwee, engkau toh seorang Bulim cianpwee yang punya nama besar dalam dunia persilatan, kenapa engkau layani seorang pemuda yang tak bernama?”

“Hmm! Siapa suruh dia berani mengganggu aku? Akan kusuruh dia rasakan sampai di manakah kelihayanku, perduli amat dia masih bayi, masih muda atau sudah tua bangkotan.

Dengusan napas Bong Pay yang keras dan terengah- engah kedengaran amat nyata, diikuti ia menggembor penuh kegusaran. “Setan tua! Pek Siau-thian tak berani kau usik, Jin Hian tak berani kau ganggu, kecuali mencari gara-gara dengan kaum perempuan apapun tak berani kau lakukan…. Huuh! Manusia terkutuk macam apakah dirimu itu?”

“Bajingan yang tak tahu diri, aku lempar dirimu ke dalam neraka!”

“Locianpwee…. terdengar Pek Soh Gi menjerit dengan hati gelisah.

Hoa Thian-hong sekalian bertiga mengetahui bahwa Ciu It-bong hendak melemparkan tubuh Bong Pay ke dalam liang berhawa racun, mereka jadi tegang dan gelisah sekali, perhatiannya segera dipusatkan diluar dan semua orang bersiap-siap melakukan perto longan.

Mendadak dari luar gua berkumandang kembali suara seseorang yang tinggi, lengking dan serak sekali.

“Ciu tua, jangan lemparkan kedalam…. lemparkan saja kemari, kami membutuhkan bocah itu!”

Mendengar seruan tersebut Hoa Thian-hong kembali berdiri tertegun, pikirnya”

“Sungguh aneh, kenapa bari ini di tempat yang terpencil dan gersang seperti ini secara beruntun telah kedatangan banyak orang” “Bagus sekali!” terdengar Ciu It-bong berteriak sambil tertawa tergelak.” rupanya Liong bun siang satpun sudah ikut datang kemari, ada apa? Mau laki mau perempuan semuanya tersedia, kalau kalian butuh silahkan datang sendiri kemari!”

Suara yang tinggi melengking dan serak tadi kembali berkata sambit tertawa keras, “Ciu tua, tabiatmu yang dulu ternyata sampai sekarang belum berubah juga, rupanya ilmu silatmu sudah bertambah maju dan pen deritaan belum cukup kau rasakan”

“Hmm! ilmu silat sih masih seperti sediakala, cuma…. aku memang ingin mencicipi penderitaan lagi!”

Suara ujung baju tersampok angin bergema memecahkan kesunyian disusul desiran angin pukulan meledak di angkasa….

Dengan andalkan ketajaman pendengarannya, Hoa Thian-hong dapat membedakan desiran angin manakah yang merupakan serangan dari Ciu It-bong, bahkan diapun tahu gerakan manakah dari jurus Kun-siu-ci-tauw yang sedang dipergunakan olehnya, timbul keinginan di dalam hati pemuda itu untuk mengintip keluar.

Ketika orang itu hanya bertarung beberapa jurus saja untuk kemudian saling menarik kembali serangannya.

Tiba-tiba terdengar Ciu It-bong tertawa dingin dan berkata, “Aku mengira kepandaian silat yang dimiliki dua bersaudara dari keluarga Sim sudah mendapat kemajuan pesat…. Hmmm! tak tahunya cuma begitu saja…. sungguh mengecewakan”

Sang loo-toa, Sim Kian tertawa seram.

“Heeehh…. heeehh…. heehh…. sedari dulu kami dua bersaudara she Sim memang begini-begini saja, tentu saja jauh berbeda dengan Ciu heng, meskipun lengan tinggal satu tapi masih bisa malang melintang dalam dunia persilatan tanpa seorangpun bisa menandinginya”

Ciu It-bong jadi teramat gusar, ia dapat menangkap maksud rangkap dari ucapan tersebut, sindiran yang tajam tadi dengan cepat mengobarkan nafsu ganasnya.

Ia tertawa seram dan segera berteriak, “Sim Loo-toa, pertemuan besar Kian ciau tay hwee yang akan diselenggarakan pihak perkumpulan Thong-thian-kauw akan dilang sungkan tujuh hari kemudian…. kalian berdua bukannya memperdalam latihanmu sebaliknya di tengah malam buta datang kemari, apa yang hendak kalian lakukan?”

Sembari berkata hawa murninya diam-diam di himpun ke dalam telapak kiri dan siap melancarkan serangan.

Sim Kiam menengadah dan tertawa terbahak-bahak.

“Haaah…. haaah…. aku dengar di dalam gua sini ada tersembunyi seorang jago yang amat lihay, kami berdua merasa tidak puas dan sengaja datang kemari untuk minta petunjuk” Mula-mula Ciu It-bong tertegun kemudian tertawa keras.

“Kalian…. berdua belum bisa terhitung sebagai seorang jago lihay…. haaaah…. haaaah…. kalau dibilang ingin mohon petunjuk, lebih baik tak usah saja”

Sim Kian tertawa terbahak-bahak.

“Haaa…. haaah…. Ciu heng terlalu memandang rendah kami…. bagaimana? Kami hendak minta kembali dua orang bocah itu, apakah engkau bersedia berikan kepadaku?”

“Kalian minta yang hidup ataukah yang mati?”

Tabiat Liong bun siang sat sungguh sabar, bukan gusar mereka malah tertawa.

“Kalau mati apa gunanya? tentu saja kami butuh yang hidup”

“Kalau tidak kuberi?”

“Kalau memang begitu, kami dua bersaudara terpaksa harus minta kepada Ciu heng secara kekerasan!”

“Coba saja kalau mampu!”

Blaaam….! ledakan dahsyat bergeletar di udara, rupanya kedua belah pihak telah saling beradu tenaga satu kali. Setelah saling berpisah suasana di tengah kalangan berubah jadi hening dan sepi sekali,rupanya kedua belah pihak sedang mengatur pernapasan untuk mempersiapkan serangan berikutnya.

Pada saat itulah dari tempat kejauhan tiba-tiba berkumandang datang suara panggilan yang amat nyaring, “Hoa kongcu…. Hoa sauya…. Hoa kongcu….

Agaknya orang itu sambil berlari sambil berteriak sehingga suaranya terpatah-patah.

Mendengar suara itu berkumandang dari satu tempat tidak jauh dari tempat itu, Ciu It-bong serta Liong bun siang sat yang telah bersiap-siap melancarkan serangan kembali itu segera membatalkan niatnya.

Hoa Thian-hong yang berada di dalam gua pun pasang telinga baik-baik, akhirnya ia kenali suara orang itu sebagai suara dari salah seoang dari tiga harimau keluarga Tiong yakni si Harimau bisu Tiong Long.

Cepat sekati gerakan tubuh Tiong Long, talam waktu singkat ia telah tiba di depan mulut gua.

Gua karang itu terletak di atas jembatan batu dan gampang sekali di temukan, tetapi berhubung suasana di dalam gua yang luar biasa gelapnya maka apa bila seseorang tidak memiliki ketajaman mata yang luar- biasa, sulit untuk melihat sesuatu di dalam gua itu. Sambil berdiri dimulut gua, Harimau bisu Tiong Long segera berteriak lantang, “Adakah seseorang di dalam gua?”

“Siapakah saudara? tiba-tiba Bong Pay menegur, ada urusan apa mencari Hoa kongcu?”

Begitu mendengar Bong Pay bisa bicara, legalah hati Hoa Thian-hong, dia tahu kendatipun ia sudah terhajar oleh Ciu It-bong namun keselamatan jiwanya tidak sampat terancam, diam-diam ia menghembuskan napas panjang.

“Aku bernama Tiong Long, siapakah kau? terdengar harimau bisu menjawab.

“Aku adalah Bong Pay, dan merupakan sahabat karib dari Hoa kongcu”

“Oooh…. rupanya Bong ya, tolong tanya apakah Bong ya mengetahui tentang jejak dari Hoa kongcu?”

“Aku sendiripun sedang mencari Hoa kongcu….” jawab Bong Pay.

Karena ia memandang dari dalam ke arah luar maka apa yang terlihat jauh lebih jelas daripada Harimau bisu Tiong Long yang memandang dari arah luar ke arah dalam, maka sewaktu melihat orang itu hendak berjalan masuk ke dalam gua, buru-buru ia berseru, “Gua ini berbau busuk sekali, Tiong heng tak usah masuk kedalam!” Tiong Long tak tahu kalau ia sedang memaki Ciu It- bong sekalian, mendengar perkataan itu ia segera ikut mencium keras, ketika dirasakan gua itu memang berbau agak busuk, ia segera memberi hormat sambil berseru, “Maaf kalau aku telah mengganggu Bong ya, aku harus pergi mencari jejak Hoa kongcu, maaf kalau tak bisa berdiam terlalu lama.”

Habis berkata ia putar badan dan siap berlalu dari sana.

Tiba-tiba Pek Soh-gie berkata, “Saudara, aku tahu jejak dari Hoa kongcu!”

Mendengar perkataan itu Harimau bisu Tiong Long segera putar badan dan bertanya, “Tolong tanya nona, sekarang Hoa kongcu berada di mana?”

“Hoa kongcu telah ditangkap oleh Thong-thian Kaucu , sekarang ia disegap di dalam penjara batu dalam kuil It- goan-koan”

“Siapa yang mengatakannya kepadamu?” teriak Bong Pay, “apakah engkau menyaksikan dengan mata kepala sendiri?”

Karena cemas dan gelisahnya kelima jari tangannya bagaikan kuku garuda mencengkeram lengan gadis itu kencang-kencang membuat Pek Soh Gi jadi kesakitan dan hampir saja mengucurkan air mata.

Ketika Harimau bisu Tiong Long tidak mendengar jawaban, dengan cepat serunya kembali, “Nona, tentang berita tertangkapnya Hoa kongcu oleh Thong-thian Kaucu , kau berhasil mendengarnya dari seseorang? Ataukah menyaksikan dengan mata kepala sendiri?”

“Aku serta Hoa kongcu ditangkap bersama-sama, peristiwa ini terjadi pagi tadi, setelah berada di kuil It- goan-koan aku disekap di dalam ruangan loteng sedangkan Hoa kongCukatanya dijeblos ke dalam penjara batu”

Harimau bisu Tiong Long jadi amat gelisah, setelah mengucapkan terima kasih, ia putar badan dan berlalu dari situ, tetapi sampai di tengah jalan ia berpaling kembali sambil bertanya, “Bolehkah aku tahu siapakah nama nona?”

“Aku bernama Pek Soh-gie!”

“Dia adalah putri kesayangan dari Pek Siau-thian, pangcu perkumpulan Sin-kie-pang” sambung Bong Pay dengan cepat.

“Oooh….! Kalau begitu perkataannya tak bisa dipercaya,” guman Tiong Long dengan cepat.

Hoa Thian-hong yang saat ini sedang berada di dalam gua jadi geli sekali dibuatnya oleh tingkah laku orang- orang itu, teringat betapa kasarnya Bong Pay, betapa polosnya Tiong Long serta betapa jujurnya Pek Soh-gie, ternyata setelah terlibat dalam pembicaraan sampai- sampai tiga orang gembong iblis yang berada disisi merekapun dilupakan sama sekali. Ingin sekali pemuda itu loncat keluar, apa daya keselamatan ibunya merupakan ancaman yang sangat berat baginya, maka ia tak berani bertindak secara gegabah.

Tiba-tiba terdengar Harimau bisu Tiong Long berseru lagi, “Selamat tinggal saudara berdua, aku harus segera melaporkan kejadian ini kepada nona”

Ia putar badan dan lari dari situ…. Kembali!” bentak Ciu It-bong dengan suara keras.

Ketika didengar di dalam gua masih ada orang lain, Harimau bisu Tiong Long kelihatan agak tercengang, lalu sambil berpaling segera tegurnya dengan lantang, “Saipakah engkau?”

“Perduli amat siapakah aku, aku ingin tahu siapakah nona kalian?”

“Perduli amat siapakah nona kami?”

Ciu It-bong mendengus gusar, ingin sekali telapaknya melancarkan sebuah pukulan, tetapi ia merasa malu untuk berbuat demikian dihadapan umum karena tindakan tersebut akan menurunkan derajatnya, maka ia hanya berkata.

“Heehh…. heehh…. laporkan kepada nona kalian, suruh dia pergi mencari Thian Ik-cu untuk minta orang, akan kulihat apa yang akan dia berikan kepada kalian”

“Ada apa?” “Hoa Thian-hong sudah tidak berada di kuil It-goan- koan lagi, engkau suruh Thian Ik-cu memberikan apa kepadamu?”

“Hoa kongcu berada dimana?”

“Dia sudah modar!” teriak Ciu It-bong dengan keras. “Kentut busuk!” teriak Tiong Long dengan cepat. “Kentut busuk!” teriak Bong Pay pula dengan segera.

Ciu It-bong sangat murka, sorot matanya menyapu sekejap ke arah dua orang itu dengan tajam, akhirnya dia ambil keputusan untuk menghukum harimau bisu Tiong Long lebih dahulu.

Ilmu silat yang dimilikinya sangat lihay, lengannya digetarkan ke depan, tahu-tahu separuh badannya sudah muncul dari mulut gua, ia segera mencengkeram ke tubuh orang she Tiong itu.

Ketika Harimau bisu Tiong Long merasa ada seseorang melancarkan serangan ke arah tubuhnya, tanpa berpikir panjang lagi tangan kirinya segera berputar setengah lingkaran dan melancarkan sebuah pukulan dahsyat ke depan.

“Eeei….” Ciu It-bong berseru tertahan, dengan cepat ia cengkeram urat nadi dipergelangan Tiong Long dan menyeretnya kehada pan tubuhnya, kemudian dengan suara keras tegurnya. “Ayoh jawab, mengapa Hoa Thian-hong mewariskan ilmu pukulan ini kepadamu….?”

Harimau bisu Tiong Long merasa tulang pergelangannya sakit sekali seperti mau retak, keringat sebesar kacang kedelai mengucur keluar membasahi seluruh tubuhnya dan hawa murni sama sekali tak dapat dikerahkan kembali, siksaan seperti ini benar-benar luar biasa sekali.

Tetapi nenek moyang Tiong Long pada dasarnya adalah manusia-manusia berwatak keras kepala, semakin ganas siksa Ciu It-bong semakin nekad ia mempertahankan diri, sambil menggertak gigi tak sepatah katapun yang diucapkan olehnya.

Meminjam sorot cahaya yang lemah diluar gua, Bong Pay dapat menyaksikan semua kejadian itu dengan amat nyata, sebagai seorang pemuda berdarah panas yang paling benci dengan kejahatan, setelah menyaksikan harimau bisu terjatuh ke tangan Ciu It-bong, tanpa berpikir panjang lagi menerjang maju ke depan, sepasang telapaknya serentak didorong ke depan melancarkan sebuah serangan yang dahsyat.

Ciu It-bong sangat gusar, hardiknya.

“Bajingan rupanya engkau sudah bosan hidup!”

Dengan tubuh yang gemilang ia bersiap sedia menyambut datangnya ancaman tersebut dengan keras lawan keras, ia bermaksud menghantam mati Bong Pay dalam serangan itu.

Terdengar Sim Kian Loe toa dari Liong bun siang sat berseru sambil tertawa keras, “Bocah, engkau memang cerdik!”

Tubuhnya berkelebat ke depan, lengan kiri digetarkan dan segera melemparkan tubuh Bong ya keluar gua, telapak kanan diayun menghantam tubuh Orang she Ciu itu.

“Sim to ji, engkaupun harus diberi giliran!” bentak Ciu It-bong pula dengan suara keras,

Setelah melepaskan Tiong Long, ia putar telapak melancarkan pula sebuah pukulan ke arah depan.

Bong Pay Serta harimau bisu Tiong Long secara beruntun terlempar dari mulut gua, mereka saling berpandangan tanpa mengucapkan sepatah katapun, rupanya kejadian yang berlangsung barusan telah membuat hati mereka jadi dingin separuh.

Beberapa saat kemudian Harimau bisu Tiong Long berkata, “Bong ya, aku harus mohon pamit lebih tiahulu”

“Mari kita melakukan perjalanan bersama-sama, mencari jejak Hoa kongcu adalah urusan yang sangat penting, pertarungan antara setan-setan ganas ini tak perlu kita lihat lagi.” Diam-diam dua orang itu mengeloyor pergi dari situ sementara pertarungan yang berlangsung di dalam gua sudah mencapai puncak yang amat seru, kiranya setelah Ciu It-bong melangsungkan pertarungan dengan Sim Kian, loji dari Liong bun siang sat segera melancarkan sebuah totokan yang merobohkan Pek Soh Gi dan melemparkan tubuhnya kesudut gua, kemudian sambil putar telapak dia ikut terjun pula ke dalam gelanggang pertarungan mengerubut Ciu It-bong seorang.

Anggota badan Ciu It-bong sudah ada yang cacad, tubuhnya tidak mencapai empat depa dengan potongan badan yang sangat aneh, kendatipun begitu ilmu silat yang dia miliki luar biasa sekali, di tengah pertarungan sengit nafsu membunuh menyelimuti seluruh ruangan.

Sepasang malaikat dari perguruan naga adalah manusia-manusia pelindung perkumpulan Hong-im-hwie, kedua orang ini kecuali mempunyai ilmu silat yang tinggi, hati mereka pun keji dan telengas sekali maka orang sebut mereka sebagai sepasang malikat.

Tiga orang jago lihay harus bertempur di dalam ruang gua yang sempit, bisa dibayangkan betapa serunya pertarungan tersebut.

Di tengah pertarungan, tiba-tiba terdengar malaikat tua Sim Kian berseru lantang, “Ciu It-bong, pedang emas milik Siang Tay Lay toh sudah tidak berada ditanganmu lagi, apa salahnya kalau engkau mengaku terus terang benda itu sekarang berada dimana?” Haaah…. haaah…. haaah…. aku bilang ada ya ada, bilang tak ada ya tak ada, kenapa musti ribut terus?”

Haruslah diketahui bahwa gua itu telah terbagi menjadi dua oleh lapisan lapisan kabut hitam yang mengepul keluar dari bawah tanah, Hoa Thian-hong yang bersembunyi di dalam gua dapat melihat jelas jalannya pertarungan diluar gua, sebaliknya orang diluar tak dapat melihat kedalam.

Ciu It-bong sendiri sejak terkurung didasar telaga dingin, sudah puluhan tahun lamanya ia bertarung melawan Pek Siau-thian, pada waktu itu lengan kanannya diikat di atas dinding karang dengan serat liur naga yang membuat badannya sama sekali tak dapat bergerak dan ilmu silat lama tak dapat digunakan lagi, dalam keadaan begitu terciptalah jurus Kun-siu-ci-tauw yang sangat lihay.

Kini setelah ia bebas, meskipun anggota badannya kurang tiga namun ilmu silat lama masih dapat digunakan kembali, bisa di bayangkan menggunakan jurus Kun-siu-ci-tauw tersebut tentu saja bertambah ampuh.

Liong bun siang sat adalah saudara sekandung, dan keluaran dari satu perguruan yang sama, dengan begitu permainan ilmu silat merekapun berasal dari satu aliran yang sama dalam melakukan pertarungan ini sekalipun mereka berdua melancarkan serangan dengan gencar namun ilmu Tay im sin jiau andalan mereka tidak dikeluarkan, karena itulah meskipun Ciu It-bong harus satu lawan dua namun ia masih tetap sanggup mempertahankan diri.

Di tengah pertempuran, tiba-tiba terdengar Sim Kian berseru dengan suara dingin, “Loo ji, bocah she Bong itu sudah kabur”

“Tak mungkin lolos dari sini,” jawab Sim Cin loo-ji dari Liong bun siang sat sambil tertawa, setelah menganggur belasan tahun baru kali ini kita temukan musuh tandingan semacam Loo Ciu, hari ini kita harus baik-baik melepaskan otot kita yang telah kaku”

“Cari makmu saja kalau ingin melepaskah otot!” maki Ciu It-bong dengan marah.
DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar