Si Pisau Terbang Li Bab 41 : Gadis Muda yang Licik

 
Bab 41. Gadis Muda yang Licik

Kamar A Fei masih seperti semalam. Jubahnya pun masih ada di sana.

Namun orangnya sudah pergi, sepertinya terburu-buru.

Li Sun-Hoan tidak bisa percaya bahwa A Fei bisa pergi tanpa berpamitan padanya. Ia terbatuk-batuk seraya memeriksa keadaan di sekitar rumah.

Kedua tangan Kwe ko-yang berada di balik punggungnya. Ia memandang Li Sun-Hoan tanpa suara. Lalu berkata dengan kalem, “Katamu A Fei adalah sahabatmu.”

Sahut Li Sun-Hoan pendek, “Ya.”

“Namun kau bahkan tidak tahu kalau dia sudah pergi.”

Li Sun-Hoan terdiam lalu memaksakan diri untuk tersenyum. Katanya, “Mungkin ia menghadapi semacam kesulitan. Mungkin…..”

Kwe ko-yang menyelesaikan kalimatnya, “Mungkin ia pandai sekali mengikuti perintah seorang wanita.”

Ia tidak memberi kesempatan Li Sun-Hoan menjawab. Tanyanya lagi, “Apakah A Fei tinggal di sini sudah lama?”

“Hampir dua tahun.”

Kata Kwe ko-yang, “Namun aku sudah berkencan dengan dia di rumah itu lebih dari dua tahun. Mungkin ini adalah rumahnya sejak dulu.”

Li Sun-Hoan tertawa getir. “Orang licik macam dia pasti punya lebih dari satu tempat persembunyian.”

Kwe ko-yang pun menghela nafas dan berkata, “Sayangnya, aku tidak tahu tempat persembunyiannya yang lain.”

Li Sun-Hoan diam saja. Ia berjalan ke arah kamar Lim Sian-ji. Di kamar itu ada ranjang, sebuah lemari, dan meja rias.

Dalam lemari tidak ada banyak pakaian. Pakaian yang ada di situ adalah pakaian yang sederhana. Di atas meja rias tidak ada satu pun kosmetik atau alat rias.

Sudah pasti, ia berhias di rumah yang satu lagi.

Kata Kwe ko-yang, “Waktu aku keluar, ia masih berada di rumah itu. Namun ia pasti sudah datang ke sini untuk mengajak A Fei pergi. Namun sama sekali tidak terlihat jejak dari rumah itu kemari.”

Kata Li Sun-Hoan dengan wajah berkerut, “Itu karena ia tidak melewati jalan yang sama dengan kita.”

Tiba-tiba Li Sun-Hoan mengangkat kasur di atas ranjang. Terlihatlah jalan rahasia di bawah kasur itu.
Li Sun-Hoan sudah tahu ke mana jalan rahasia itu pergi.

Tanya Kwe ko-yang, “Tahukah kau ke mana jalan rahasia ini pergi?”

Jawab Li Sun-Hoan, “Ke bawah kasurnya di rumah yang satu lagi.”

Sahut Kwe ko-yang, “Kupikir juga begitu.”

Ia tersenyum sinis, “Dari satu ranjang ke ranjang yang lain. Sungguh-sungguh tidak buang waktu.” Li Sun-Hoan berkata dengan datar, “Yah, dia kan banyak janji. Sudah tentu waktunya sangat berharga.”

Wajah Kwe ko-yang berubah…. Walaupun ia tahu memang demikian keadaannya, tetap saja hatinya merasa terusik waktu mendengar hal itu diucapkan.

Pria memang selalu mengejek wanita karena wanita suka meributkan hal-hal sepele. Namun ternyata, laki-laki pun tidak jauh berbeda, dan juga yang jelas, lebih mau menang sendiri.

Walaupun seorang laki-laki memiliki seribu orang wanita, ia tetap ingin setiap wanitanya adalah miliknya seorang. Walaupun ia tidak mencintai lagi wanita itu, ia tetap ingin wanita itu tergila-gila padanya.

***

Jalan rahasia itu tidak panjang.

Dan memang benar, ujung yang lain adalah ranjang di rumah yang satu lagi.

Ranjang itu jauh lebih bagus daripada ranjang tempat mereka masuk. Sangat empuk, dan dihiasi dengan seprai yang lembut dan bantal-bantal yang mewah.

Tentu saja Lim Sian-ji tidak ada lagi di situ. Hanya si gadis berjubah merah saja yang ada. Ia sedang duduk di sebelah meja rias sambil menyulam sebuah bantal dengan gambar sepasang angsa di tengah danau.

Ia tidak terkejut melihat dua laki-laki keluar dari bawah ranjang itu.

Sepertinya dia sudah tahu bahwa mereka akan muncul.

Ia hanya melirik mereka dari sudut matanya dan berkata, “Oh, ternyata kalian berdua sudah saling kenal.”

Kwe ko-yang menatapnya dengan wajah tegang dan membentak, “Apakah kau sendirian saja di sini?”

Sahut si gadis muda, “Mengapa kau galak sekali? Aku selalu membereskan kamar dan ranjang ini setiap kali kau datang. Apakah kau sudah lupa?”

Kwe ko-yang terdiam.

Lalu si gadis muda menatap Li Sun-Hoan dan berkata, “Jadi kau adalah Li Tamhoa?”

Li Sun-Hoan menjawab pendek, “Ya.”

Kata si gadis muda, “Semua orang bilang bahwa Li Tamhoa bukan saja mempunyai ilmu silat yang tinggi, ia pun sangat pandai dan berpengetahuan luas. Aku kaget juga bahwa kau pun dapat tertipu.” Lalu disambungnya dengan manis, “Aku mohon maaf sudah berbohong padamu terakhir kali kau datang ke sini.”

Sahut Li Sun-Hoan, “Tidak apa-apa. Enak juga kena dibohongi anak kecil sekali waktu. Sejak kau menipuku kemarin, aku merasa jadi lebih muda.”

Si gadis muda hanya menatapnya lekat-lekat. Dari pandangannya, ia seakan-akan menganggap bahwa Li Sun-Hoan sangat menarik. Tentu saja, sangat jarang orang bisa bertemu dengan orang semacam Li Sun-Hoan.

Gadis itu tersenyum dan berkata, “Kupikir kau memang masih kelihatan muda, walaupun aku tidak menipumu. Kalau kau tertipu beberapa kali lagi, mungkin kau akan berubah menjadi bayi.”

Sahut Li Sun-Hoan, “Jadi aku harus lebih berhati-hati lain kali. Kalau tidak, bukankah sangat janggal ada bayi berusia empat puluh tahun?”

Si gadis muda tertawa senang, katanya, “Jangan kuatir, aku cuma berbohong karena kemarin kau adalah orang asing. Nenekku bilang bahwa di depan orang asing jangan berkata jujur, atau aku akan diculik oleh orang itu.”

Tanya Li Sun-Hoan, “Kalau sekarang?”

“Sekarang aku sudah mengenal engkau, jadi aku tidak akan berbohong lagi.” Kata Li Sun-Hoan, “Kalau begitu, aku mau tanya sesuatu. Apakah kau melihat ada orang yang keluar dari ranjang ini baru-baru saja?”

“Tidak.”

Gadis itu mengejapkan matanya dan menambahkan, “Tapi aku melihat seseorang lewat di sebelahnya.”

“Siapa?”

Sahut si gadis, “Seorang laki-laki. Aku tidak kenal dia.”

Ia tersenyum lebar dan melanjutkan, “Selain engkau, aku tidak kenal banyak laki-laki.”

Li Sun-Hoan pura-pura tidak mendengar. Ia bertanya lagi, “Apa yang dia kerjakan?”

Sahut si gadis muda, “Orang itu kelihatan menyeramkan. Jenggotnya besar, dan di wajahnya ada bekas luka. Ia masuk ke sini dan bertanya, ‘Apakah kau kenal Li Sun- Hoan? Apakah ia akan datang ke sini?’”

Tanya Li Sun-Hoan, “Apa jawabmu?”

Kata si gadis muda, “Karena aku tidak mengenalnya, aku bohong saja. Aku bilang aku tidak mengenalmu dan bahwa kau akan segera datang.”

“Lalu apa kata orang itu?” “Lalu ia memberikan surat padaku, dan menyuruhku untuk menyampaikannya padamu.”

Tanya Li Sun-Hoan, “Jadi kau menerima suratnya?”

Jawab si gadis, “Tentu saja. Kalau tidak, aku kan ketahuan sudah berbohong. Orang ini betul-betul menyeramkan. Jika ia tahu aku bohong, ia pasti sudah mencabut kepalaku.”

Ia tersenyum dan melanjutkan, “Seorang gadis kecil dengan kepala putus akan merasa kesakitan, bukan?”

Li Sun-Hoan pun tersenyum dan berkata, “Seorang bocah laki-laki dengan kepala putus juga akan merasa kesakitan.”

Si gadis muda memang mempunyai satu kepandaian istimewa. Ia dapat membuat semua kata-katanya kedengaran sangat mayakinkan.

Orang lain mungkin akan bertanya, “Di manakah laki-laki yang membawa surat ini? Mengapa ia meninggalkan surat ini di sini?”

Namun Li Sun-Hoan tidak menanyakannya.

Ia pun mempunyai satu kepandaian istimewa. Apapun yang diucapkan seseorang, ia dapat terlihat seolah-olah mempercayai perkataan itu bulat-bulat. Itulah sebabnya banyak orang merasa mereka telah berhasil menipunya. Gadis muda itu segera mengeluarkan surat itu. Di amplopnya memang tertulis nama Li Sun-Hoan. Surat itu disegel, jadi si gadis muda pasti tidak tahu apa isinya.

Dalam surat itu tertulis, “Aku selalu mengagumi Li- tayhiap Sun-Hoan. Mari bertemu di dekat mata air tanggal satu bulan sepuluh. Tolong jangan kecewakan aku.”

Surat itu ditandatangani oleh Siangkoan Kim-hong!

Surat itu sangat sederhana dan sopan. Namun siapapun penerima surat ini lebih baik cepat-cepat menulis surat wasiatnya, atau paling tidak ketakutan setengah mati.

Jika Siangkoan Kim-hong menantang seseorang, berapa lama lagikah orang itu dapat hidup?

Li Sun-Hoan memasukkan surat itu ke dalam amplopnya lagi dan memasukkan amplop itu ke dalam bajunya.

Ia masih tetap tersenyum.

Si gadis muda telah mengawasinya selama ini. Ia tidak tahan untuk tidak bertanya, “Apa isi surat itu?”

“Tidak ada yang penting.”

“Dilihat dari senyumanmu, pasti seorang wanitalah yang menulis surat itu.”

Jawab Li Sun-Hoan, “Tebakanmu sangat jitu.” Mata si gadis muda berputar dan katanya, “Apakah surat itu mengatakan bahwa ia ingin bertemu denganmu?”

Jawab Li Sun-Hoan, “Lagi-lagi tepat.”

Si gadis muda cemberut, “Kalau tahu penulisnya adalah seorang wanita, tak akan kuberikan kepadamu.”

Kata Li Sun-Hoan, “Tapi jika kau tidak memberikan surat itu padaku, ia akan patah hati.”

Mata si gadis memandang Li Sun-Hoan dengan berapi- api, tanyanya keras, “Orang macam apa sih wanita itu? Cantik ya?”

Sahut Li Sun-Hoan, “Sudah pasti. Kalau tidak, sudah kubuang surat ini. Seorang wanita jelek lebih menakutkan daripada seorang laki-laki bodoh.”

Tanya gadis muda itu, “Berapa usianya?” “Ia belum tua.”
Si gadis muda menghunjamkan jarum jahitnya pada kayu bingkai sulamannya. Ia berseru dengan berang, “Kalau sudah ditunggu oleh wanita yang sangat cantik, mengapa tidak segera menggelinding menemuinya? Mau apa masih bercokol di sini?”

Kata Li Sun-Hoan, “Tahukah engkau, tidaklah sopan seorang tuan rumah mengusir tamunya.” Sahut si gadis muda masih kesal, “Tentu saja aku tahu. Walaupun aku bukan orang yang murah hati, aku juga tidak pelit. Jika kau mau tinggal sepuluh hari, aku akan melayanimu sepuluh hari. Jika kau mau tinggal selama- lamanya, aku….aku akan….memperbolehkanmu tinggal selamanya.”

Seraya berkata, wajahnya menjadi merah padam.

Jika wajah seorang gadis sudah bisa memerah, artinya ia bukan gadis kecil lagi.

Kata Li Sun-Hoan, “Baiklah. Maka aku akan tinggal….”

Sebelum selesai kalimatnya, si gadis muda sudah melompat dan segera berkata, “Kau tidak bohong?”

Sahut Li Sun-Hoan sambil tersenyum, “Tentu saja aku tidak bohong. Bagaimana mungkin aku pergi jika aku sudah menemukan tuan rumah sebaik engkau?”

Si gadis muda tersenyum cerah dan berkata, “Aku tahu kau suka minum arak. Aku akan membelikan arak untukmu. Mungkin di daerah ini tidak ada macam-macam barang, namun ada cukup arak untuk menenggelamkanmu.”

Kata Li Sun-Hoan, “Selain arak, aku juga ingin kayu. Makin keras makin baik.”

Wajah si gadis muda penuh tanda tanya. Tanyanya, “Kayu? Buat apa? Apakah kau makan kayu sambil minum arak? Gigimu pasti luar biasa.” Di tengah-tengah kalimatnya ia sudah tertawa. Lanjutnya, “Tapi karena kau minta kayu, akan kusediakan kayu. Aku dapat memberimu apa saja yang kau minta. Bahkan jika kau ingin bulan di langit, akan kuambilkan tangga untukmu.”

Selama itu Kwe ko-yang terus mengawasi wajah Li Sun- Hoan. Katanya tiba-tiba, “Aku tidak makan kayu. Aku suka makan telur. Telur apa saja, telur ayam, telur bebek, telur burung, telur asin,…..pokoknya telur, sudah cukup. Makin banyak makin bagus.”

Si gadis muda mengerutkan keningnya dan bertanya, “Kau juga mau tinggal?”

Sahut Kwe ko-yang, “Dengan tuan rumah sebaik engkau, mana mungkin aku pergi?”

Si gadis muda menggerutu dan memutar badannya, berjalan keluar. Ia menggumam, “Mengapa begitu banyak orang yang tidak tahu diri? Apakah mereka tidak punya pekerjaan lain selain ikut campur urusan orang?”
DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar