Pendekar Baja Jilid 34

 
Jilid 34

Air muka Ong Ling-hoa berubah, tapi segera ia menjawab dengan tertawa, Boleh juga aku mencari jalan di depan.

Miau-ji lantas mendekatinya untuk memegangi Jit-jit. Terpaksa Ong Ling-hoa menyodorkan tubuh Jit-jit padanya. Tak terduga, mendadak kedua pergelangan tangannya kesemutan.

Tangan si Kucing sekuat tanggam telah mencengkeram erat pergelangan tangannya.

Seketika sekujur badan Ong Ling-hoa tak bisa berkutik, keruan ia terkejut, serunya, Hei, Miau Miau-heng, apa artinya ini?

Mata Miau-ji yang serupa mata kucing itu menatapnya serupa kucing mengincar tikus, tidak bergerak, juga tidak bicara, tapi cengkeramannya tambah erat. Tubuh Ong Ling-hoa serasa kaku dan tanpa kuasa bertekuk lutut, ucapnya dengan parau, Buk ... bukankah engkau mau ikut pergi bersamaku?

Hm, jika kau sangka Him Miau-ji pun manusia tak berbudi dan tidak setia serupa dirimu, maka engkau jelas sudah gila.

Butiran keringat bercucuran di dahi Ong Ling-hoa, ucapnya dengan suara gemetar, Miau- heng, kau sendiri yang mau ikut dan tidak kupaksamu, meng ... mengapa engkau ingkar dan berbalik menyergap diriku?

Cara ini kan kubelajar darimu, jengek si Kucing. Tapi ... tapi engkau ....

Sudah kenyang kau tipu orang, kan sekali-sekali kau sendiri juga perlu mencicipi rasanya ditipu orang, ucap Miau-ji.

Ling-hoa menghela napas panjang, katanya dengan menyengir, Bahwa Him Miau-ji juga dapat mengakali Ong Ling-hoa, sungguh tidak pernah terduga.

Jika dapat kau duga mana mungkin dapat menipumu?

Baik, aku mengaku terjungkal, lantas kau mau apa? Bila kau jadi diriku, lantas bagaimana kehendakmu?

Aku ... aku tubuh Ling-hoa rada gemetar.

Mendadak Miau-ji membentak, Seharusnya kubinasakan dirimu sekarang juga. Cuma, bila kubunuhmu sekarang juga tentu akan ditertawai Koay-lok-ong bahwa belum apa-apa kita sudah saling membunuh dulu.

Di tengah suara bentakannya mendadak sebelah kakinya mendepak sehingga Ong Ling- hoa terpental beberapa kaki jauhnya.

Habis itu ia lantas melototi Ong Ling-hoa dan berkata pula, Nah, dengarkan, sekarang hendaknya kau tahu dua urusan. Pertama, ada sementara orang tidak suka menipu orang, hal ini bukannya dia tidak dapat menipu melainkan karena dia tidak suka menipu. Jika dia mau, setiap saat juga dia dapat menipu orang.

Hal ini sekarang sudah kupahami dengan jelas, ujar Ling-hoa dengan tersenyum pedih.

Dan kedua, kapan pun Sim Long pulang tetap kita akan menunggunya, asalkan Sim Long diberi sedikit kesempatan untuk kabur bagi kita tetap berharga menunggunya di sini. Jika di dunia ini ada orang yang berharga kutunggu, bahkan mengiringi kematiannya, maka orang itu ialah Sim Long. Nah, kau tahu sekarang?

Ya, tahu, jawab Ling-hoa gegetun. Cuma ....

Cuma apa? tanya Miau-ji.

Mungkin setengah bagian harapan Sim Long akan berhasil lolos pun sukar diharapkan lagi, ujar Ling-hoa.

*****

Pada saat itu Koay-lok-ong sudah berhitung sampai tiga, namun di dalam rumah tetap tidak ada sesuatu suara apa pun.

Koay-lok-ong menyeringai, katanya, Baik, Sim Long, engkau sungguh tahan uji, sungguh hebat. Tapi jika api pun tidak dapat membakar mampus dirimu barulah benar-benar kutakluk kepada kelihaianmu. Mendadak ia memberi tanda dan berteriak, Bakar!

Di tengah suara bentakan, obor lantas dilemparkan ke rumah itu seperti hujan. Rumah yang terbuat dari kayu itu dengan cepat lantas terjilat api.

Lekas tersebar menjadi lima lapis, teriak Koay-lok-ong pula mengatur siasat. Lapisan pertama adalah regu senjata pendek, lapisan kedua adalah barisan pemanah, lapisan ketiga adalah pasukan angin puyuh, lapisan keempat regu tombak, lapisan kelima tetap pasukan pemanah. Apabila Sim Long sampai lolos, setiap orang boleh menghadap padaku dengan memenggal kepala sendiri.

Selesai dia memberi aba-aba, beberapa ratus anak buahnya lantas berbaris menjadi lima regu dan tersusun lima lapis. Cara mengaturnya ini membuat rumah yang sudah terbakar itu benarbenar terkepung rapat, biarpun Sim Long punya sayap pun sukar terbang melintasi.

Di dunia ini mungkin tidak ada orang, bahkan burung pun sukar lolos dari kepungan ini, tidak ada makhluk hidup yang mampu kabur dari rumah ini.

*****

Saat itu Miau-ji baru saja berhasil melancarkan Hiat-to Cu Jit-jit yang tertutuk, tapi kontan Jit-jit menjotosnya, dengan tepat mengenai dada si Kucing, bahkan si nona lantas mencaci maki, Kucing busuk, binatang licik, aku lebih suka mati daripada pergi bersama kawanan hewan semacam kalian ini.

Sembari mencaci maki ia pun menghantam lagi. Berturut-turut Miau-ji terkena tiga kali pukulan baru dapat dipegangnya tangan si nona, ucapnya dengan suara lembut, Sabar dulu, coba kau lihat ke belakang!

Sambil meronta berteriak, Aku tidak mau melihat, tidak mau!

Meski di mulut bilang tidak mau, tidak urung kepalanya sudah menoleh, maka dapatlah dilihatnya Ong Ling-hoa menggeletak di sana. Seketika dia urung menghantam lagi dan berdiri melongo, ucapnya dengan tergegap, He, se ....

Miau-ji sesungguhnya kan tidak serendah sebagaimana kau duga bukan? kata si Kucing. Jit-jit tercengang, akhirnya menunduk dan berucap, Ya, aku salah, Miau-ji, hendaknya jangan kau marah padaku.

Mana bisa kumarah padamu? ujar Miau-ji dengan tersenyum.

Waktu Jit-jit mengangkat kepalanya, air matanya berlinang-linang, katanya dengan sedih, Maaf, aku salah padamu, mengapa selalu aku ....

Miau-ji melengos dan tidak memandangnya, sebaliknya ia tertawa dan berkata, Mempunyai adik perempuan yang begini menyenangkan, tidak menjadi soal bila kakak mengalami sedikit kesusahan.

Tanpa terasa Jit-jit memegang tangannya, Adik sedikit pun tidak menyenangkan, yang menyenangkan adalah kakak.

Miau-ji tergelak, Apabila anak perempuan lain berpendapat serupa dirimu tentu beruntunglah bagiku. Jika anak perempuan lain tidak berpikir demikian, maka dia pasti orang tolol, ujar Jit-jit. Lelaki mana di dunia ini yang mempunyai hati terbuka serupa dirimu?

Hati terbuka apa? Aku cuma pelupa saja Terhadap urusan yang sudah lalu dapat

kulupakan terlebih cepat daripada siapa pun.

Jit-jit memandangnya dengan rasa kagum, katanya pula, Betul, urusan yang tidak perlu dikenang memang dapat kau lupakan terlebih cepat daripada siapa pun. Tapi kasih sayang orang terhadapmu tak terlupakan selamanya.

Ia menghela napas, lalu menyambung, Seorang anak perempuan bila mempunyai seorang kakak seperti dirimu dapatlah dia merasa bangga dan puas.

Mendadak Ong Ling-hoa menimbrung dengan tertawa, Jika sudah mempunyai kakak seperti ini, untuk apa pula menanti kekasih seperti itu?

Kau kau berani sembarangan omong? damprat Jit-jit.

Memangnya salah ucapanku? ujar Ling-hoa dengan tertawa.

Jit-jit memandangnya dengan geregetan, katanya kemudian, Kumaafkanmu, sebab hatimu memang sudah terlampau kotor, mimpi pun tak pernah kau pikir bahwa di tengah kehidupan manusia ini masih ada perasaan yang suci bersih, sampai mati pun engkau

tetap hidup dalam kegelapan dan tidak pernah kenal hal-hal yang indah.

Hidup dalam kegelapan akan jauh lebih baik daripada mati dalam api yang benderang. ucap Ling-hoa dengan tenang.

Apa katamu? Jit-jit menegas. Berbaring di tempatnya Ong Linghoa memandang ke angkasa dan bergumam, O, api Aku lebih suka menjadi kelelawar yang sepanjang

tahun hidup dalam kegelapan daripada menjadi laron yang pasti akan mati terbakar.

Tanpa terasa Jit-jit dan Miau-ji ikut memandang ke arah sana. Tertampaklah cahaya api mulai membubung tinggi dalam kegelapan, api yang berkobar dengan cepat itu membuat udara yang gelap berubah menjadi merah membara serupa darah.

Jit-jit menubruk ke dalam pelukan Him Miau-ji, serunya gemetar, Apakah apakah api itu

akan ....

Tidak, pasti tidak, jangan khawatir meski di mulut si Kucing bilang jangan khawatir, tidak

urung air mukanya berubah juga.

Memandangi bayangan mereka yang saling dekap di bawah sorotan cahaya api, tiba-tiba tersembul senyuman keji pada wajah Ong Linghoa, gumamnya, Ai, sayang, sungguh sayang, biarpun Sim Long sudah mampus tetap aku takkan mendapat bagian.

*****

Waktu itu rumah bekas kediaman Koay-lok-ong itu memang sudah terbakar, makin lama makin dahsyat api yang berkobar, namun dari dalam rumah tetap tidak ada orang berlari keluar. Di tengah api yang berkobar sedahsyat itu, jika tidak lari keluar, maka nasibnya tidak ada lain kecuali mati.

Memandangi api yang semakin mengamuk itu, mendadak Koay-lokong menghela napas. Orang berbahaya sudah tertumpas, mengapa Ongya malah menghela napas? tanya si jago nomor satu pasukan angin puyuh.

Koay-lok-ong mengelus jenggotnya dan menjawab, Kau tahu apa, orang ini memang lawan besarku pada waktu hidupnya, setiap saat ingin kubasmi dia, tapi bila benar dia mati, terasa sayang juga olehku

Nomor satu mengiakan dengan menunduk.

Di dunia ini, jika ingin kucari lawan hebat seperti dia mungkin sukar menemukannya, maka setelah dia mati, tentu akan kurasakan kehilangan dan kesepian pula.

Jalan pikiran seorang tokoh memang sukar dipahami orang seperti Tecu, umpak si nomor satu.

Jalan pikiran semacam ini memang sukar dipahami oleh kalian, ucap Koay-lok-ong dengan gegetun. Yang harus disesalkan adalah sampai saat ini dia belum lagi bergebrak denganku secara resmi. Mungkin selama hidupku ini sukar lagi menemukan lawan yang mampu menandingi seratus jurus seranganku, jadi sia-sia belaka aku mempunyai kepandaian setinggi ini.

Sejauh itu Sim Long belum lagi lari keluar, saat ini tentu sudah terbakar menjadi abu, kata si nomor satu. Maka menurut pendapat Tecu, sebaiknya sekarang juga kita berusaha menghambat menjalarnya api, bilamana angin meniup dan api berkobar lebih dahsyat, bisa jadi seluruh hutan akan menjadi lautan api.

Ya, betul juga, hutan seindah ini kan sayang bilamana terbakar, ujar Koay-lok-ong. Nanti tulang abu Sim Long harus ditemukan, hendak kukubur dia sebaik-baiknya. Waktu hidupnya adalah seorang kesatria, sesudah mati kita pun perlu menghormati dia.

*****

Di sana Him Miau-ji juga sudah melihat berkobarnya api semakin dahsyat, angin yang meniup pun membawa hawa panas, dan Sim Long tetap tidak kelihatan muncul, tentu saja ia gelisah.

Jit-jit tidak kurang gelisahnya dan kelabakan, berulang ia mengentak tangan Miau-ji dan berkata, Bagaimana menurut pendapatmu apakah api itu sengaja dibakar oleh Sim Long?

Tiba-tiba Ling-hoa menjengek, Api itu mendadak berkobar dan sekaligus menjalar dengan dahsyatnya, jelas api itu dinyalakan serentak oleh orang banyak, hanya sendirian mana mampu Sim Long menyalakan api sebesar itu?

Habis bagai ... bagaimana Tentu lantaran Sim Long sudah terkurung di sana, maka

Koay-lokong ....

Omong kosong! bentak Miau-ji. Jangan kau percaya ocehannya, Jit-jit.

Meski di mulut kau suruh dia jangan percaya, tapi dalam hatimu sendiri diam-diam mengakui kebenaran ucapanku, bukan? ejek Ling-hoa. Jika Sim Long mati, bukankah kalian berdua akan bergembira, kenapa mesti berlagak sedih segala? Memangnya untuk dipertontonkan kepadaku?

Ayo bicara lagi! bentak Miau-ji sambil memburu ke sana terus menendang. Siapa tahu, Ong Ling-hoa yang semula menggeletak tak bisa berkutik itu mendadak melompat bangun, secepat kilat ia tutuk duatiga Hiat-to kelumpuhan Jit-jit.

Keruan Miau-ji kaget, bentaknya, Lepaskan dia!

Selagi ia hendak menerjang maju, telapak tangan Ong Ling-hoa telah mengancam bagian tubuh Jit-jit yang mematikan, jengeknya, Jika kau maju lagi satu langkah, segera kuberikan mayat Jit-jit kepadamu.

Seketika Miau-ji tidak berani bergerak lagi.

Ling-hoa tertawa, Nah, sekarang hendaknya kau tahu dua hal. Pertama, aku Ong Ling-hoa bukan orang yang dapat kau tipu begitu saja. Kedua, kalau bicara tentang tipu-menipu, jelas kau si Kucing ini masih perlu belajar padaku.

Sungguh aku menyesal mengapa tadi tidak kubunuh dirimu, ucap Miau-ji dengan gemas. Soalnya engkau ini orang tolol, tukas Ling-hoa dengan tertawa.

Baik, sekarang apa kehendakmu? tanya Miau-ji. Jika kau ingin adik perempuanmu yang menyenangkan ini tetap hidup, maka sekarang juga hendaknya kau pergi mencari jalan, ingat, jika tidak kau temukan jalan lolos yang aman, maka orang pertama yang akan mampus ialah si dia ini, ancam Ong Ling-hoa.

Pada saat itulah mendadak seorang menanggapi dengan tertawa, Haha, mungkin dia tidak sanggup membawamu keluar, orang yang paling tepat mencari jalan bagimu agaknya aku inilah!

Suara tertawa yang khas itu cukup dikenal mereka, seketika air muka si Kucing dan Ong Ling-hoa sama berubah. Yang satu kegirangan, yang lain ketakutan, keduanya serentak berseru, Hah, Sim Long!

Betul juga, segera tertampak Sim Long muncul dari sana.

Meski bajunya tidak teratur, keadaannya tampak runyam, namun senyuman khas yang senantiasa menghias ujung mulutnya masih tetap kelihatan acuh tak acuh.

Eh, maukah kau lepaskan dia? katanya dengan tersenyum terhadap Ling-hoa.

Sejenak Ling-hoa tercengang, segera ia menjawab, Jika Sim-heng sudah datang, dengan sendirinya segera kulepaskan nona Cu.

Sembari membebaskan Hiat-to Jit-jit yang ditutuknya, segera ia menyambung pula, Karena mengingat Sim-heng telah menyerempet bahaya bagiku, sebaliknya Miau-heng ini justru main patgulipat dengan nona Cu ini di sini, mau tak mau aku ikut penasaran bagi Sim- heng, maka kututuk nona Cu.

Terima kasih atas maksud baikmu, kata Sim Long dengan tersenyum.

Jit-jit lantas menubruk ke dalam rangkulan Sim Long, tanyanya, Masa ... masa kau percaya kepada ocehannya?

Kau kira aku percaya padanya? jawab Sim Long tertawa.

Haha, jika Sim Long begitu gampang dibohongi orang dan mudah diadu domba memangnya aku si Kucing mau memasrahkan jiwaku kepadanya? seru Miau-ji dengan tertawa.

Sambil meraba dada Sim Long, Jit-jit bertanya dengan suara lembut, Kenapa baru sekarang engkau datang? Apakah kau tahu betapa kami cemas bagimu. Di tengah taman sana penuh pos penjaga, mau tak mau aku harus berlaku hati-hati, kata Sim Long.

Ah, coba, betapa aku memikirkan diriku sendiri tanpa memikirkan bahaya yang kau hadapi, malahan kuomeli kelambatanmu kembali ke sini, engkau tentu tidak marah padaku, bukan? ujar Jit-jit.

Haha, engkau dapat bicara demikian, hal ini menandakan sekarang engkau sudah dewasa, seru Miau-ji.

Ong Ling-hoa tak tahan, serunya, Ya, ya, semua sudah dewasa, dan sekarang tentunya kita dapat berangkat.

Jangan tergesa, ujar Sim Long. Untuk sementara kita tidak berbahaya tinggal di sini. Sebab apa? tanya Ling-hoa.

Sebab saat ini mereka lagi sibuk membakar mati diriku, maka untuk sementara takkan memburu ke sini, tutur Sim Long dengan tertawa.

Sibuk membakarmu? Jit-jit menegas.

Ya, ucap Sim Long dengan gegetun. Koay-lok-ong itu memang memiliki kungfu yang daripada yang lain, hampir saja aku dikejarnya hingga menghadapi jalan buntu, terpaksa kuloncat ke pucuk tiang bendera, tak tahunya Koay-lok-ong lantas menghantam sehingga tiang bendera patah.

Meski jelas dia sudah datang dengan selamat, tidak urung Jit-jit dan Miau-ji sama menahan napas mengikuti ceritanya.

Lantas apa yang kau lakukan? tanya Jit-jit.

Betapa pun licik Koay-lok-ong juga tidak menyangka pada waktu kuloncat ke atas tiang bendera, harapanku justru agar dia mematahkan tiang bendera itu, memang sengaja kupancing kemarahannya untuk bertindak demikian.

Memangnya apa maksudmu? tanya Jit-jit pula.

Kau tahu tinggi tiang bendera itu ada belasan tombak, pada waktu ambruk tentu ujung tiang akan jatuh lebih belasan tombak jauhnya, asal kupegang ujung tiang, maka tubuhku akan ikut terlempar sejauh itu atau lebih, kalau tidak, betapa tinggi Ginkangku juga tidak mampu melompat sejauh itu.

Ai, dalil ini kedengarannya sederhana, tapi bila aku yang menghadapi kenyataan begitu, biarpun kepalaku dipenggal juga tidak dapat kupikirkan akal sebagus itu, ujar Miau-ji dengan gegetun.

Kan sudah kukatakan, biarpun di dunia ini hanya ada satu jalan saja, maka orang pertama yang menuju ke jalan ini pastilah Sim Long adanya, seru Jit-jit dengan tertawa.

Lantas cara bagaimana berkobarnya api? tanya Miau-ji.

Pada waktu aku jatuh di atas rumah yang terletak belasan tombak jauhnya, genting rumah itu telah remuk terkena tiang bendera, kesempatan itu lantas kugunakan untuk membuat sebuah lubang di atas rumah.

Ia merandek sejenak, tanpa terasa Miau-ji dan Jit-jit lantas tanya berbareng, Apakah engkau lantas menerobos ke dalam rumah melalui lubang itu? Di antara seratus orang mungkin ada 99 orang akan menyangka aku pasti akan menerobos masuk melalui lubang itu, demikian pula dugaan Koay-lok-ong, ujar Sim Long dengan tertawa. Maklumlah, setiap orang bila menghadapi bahaya dan mendadak menemukan sesuatu tempat bersembunyi tentu akan segera digunakannya. Hal ini adalah sifat pembawaan manusia dan tidak perlu diherankan.

Tapi engkau harus dikecualikan, tukas Jit-jit tertawa.

Aku harus mengadu akal dengan orang semacam Koay-lok-ong, dengan sendirinya aku harus bertindak melanggar kebiasaan, dengan begitu barulah bisa di luar dugaan Koay- lok-ong dan sukar diterkanya.

Habis apa yang kau lakukan? tanya Miau-ji tak sabar.

Sesudah atap rumah kutumbuk sebuah lubang, meski tubuhku menerobos ke dalam, tapi tanganku tetap berpegangan pada atap rumah, tutur Sim Long. Kudengar Koay-lok-ong berteriak memberi perintah kepada anak buahnya agar mengepung rumah itu serapatnya, pada saat itulah aku lantas melompat keluar.

Mereka tidak melihat dirimu? tanya Jit-jit dengan menarik napas.

Sejenak itu adalah saat yang paling kacau bagi mereka, sedang Koay-lok-ong juga sudah memburu maju, tentu dia tidak memerhatikan apa yang terjadi di atas rumah. Dan sama sekali tidak mereka pikir, di tengah kegaduhan itulah aku justru melompat pergi.

Haha, betul, memang di situlah letak kelemahan manusia, ujar Jitjit dengan tertawa.

Jika aku, biarpun ada keberanianku untuk berbuat apa pun, tapi dalam sekejap itu pasti juga aku takkan melompat pergi, sebab dalam detik itu di rumah itu akan terasa jauh lebih aman daripada tempat lain, kata si Kucing.

Dan kemudian bagaimana? tanya Jit-jit. Sesudah kulompat keluar, kupanjat ke atas pohon, tapi segera aku merosot ke batang pohon dan menunggu di situ, ketika rombongan orang banyak berseliweran di sekitar pohon, kesempatan itu segera kugunakan untuk mencampurkan diri di tengah orang banyak. Tatkala mana perhatian semua orang lagi tertuju ke rumah itu sehingga tidak ada yang memerhatikan diriku.

Meng ... mengapa engkau tidak bersembunyi di tempat lain, sebaliknya mencampurkan diri di tengah mereka, cara begitu tidakkah terlalu berbahaya? ujar Jit-jit.

Kau tahu, mata Koay-lok-ong lain daripada mata orang biasa, yang utama tujuanku adalah menghindari matanya, orang lain tentu tidak menjadi soal bagiku, ia tertawa, lalu menyambung, Maka pada saat genting itu hanya mencampurkan diri di tengah orang banyak barulah dapat menghindari pencarian Koay-lok-ong. Apabila waktu itu semua orang sedang menerjang ke depan, aku tidak perlu berjalan dan segera tertinggal di belakang orang banyak, dalam keadaan begitu orang lain tambah tidak memerhatikan lagi akan diriku.

Hah, permainan menarik ini, di dunia ini mungkin cuma Sim Long saja yang dapat melakukannya, ujar Jit-jit dengan tertawa.

Waktu itu aku tidak merasakan apa pun, sambung Sim Long, tapi bila kupikirkan sekarang, sungguh aku pun merasa berbahaya. Untunglah semuanya berjalan lancar, apabila sedikit salah tindak saja atau keliru sedetik, maka akibatnya sukar kubayangkan. Sampai di sini mau tak mau Ong Ling-hoa merasa kagum juga, katanya, Bicara terus terang, kecerdikanmu itu harus dipuji. Dalam keadaan begitu, sedikit salah hitung saja tentu sukar bagimu untuk kabur lagi.

Makanya kau sangka aku pasti tidak dapat kembali ke sini, bukan? tanya Sim Long dengan tersenyum.

Ong Ling-hoa tidak berani menjawab, ia membelokkan pokok pembicaraan, Jika sekarang Koay-lok-ong dan anak buahnya berada di tempat kebakaran, kenapa kesempatan ini tidak kita gunakan untuk menerjang pergi selekasnya?

Meski kesempatan sudah ada, sebaiknya kita menunggu lagi sebentar, ujar Sim Long. Sebab apa? tanya Ling-hoa.

Saat ini kan Sim Long sudah terbakar mati, berita ini belum tersiar, tapi selekasnya pasti akan tersiar, tutur Sim Long. Bilamana pos penjaga di luar sana mendapat berita ini, penjagaan pasti akan longgar, kan menjadi mudah bagi kita untuk menerjang keluar.

Ai, kecerdasan Sim-heng sungguh sukar ditandingi, kata Ling-hoa dengan gegetun. Hm, sampai sekarang masih juga kau bicara plinplan begini, sesungguhnya kau harus ditinggalkan di sini, jengek Jit-jit.

Ai, kenapa nona ....

Belum lanjut ucapan Ling-hoa, mendadak terdengar suara rintihan orang, seperti datang dari rumah berhala sana.

Air muka Sim Long berubah, desisnya, Pada waktu kalian lalu di rumah berhala itu tadi apakah melihat seorang di situ?

Wah, hal ini tidak tidak kami perhatikan, kata si Kucing.

Ong-heng, harap kau periksa ke sana, kata Sim Long setelah berpikir.

Caramu mengatur ini sungguh sangat cerdik, ucap Ling-hoa dengan menyengir.

Dalam keadaan demikian biarpun seribu kali dia tidak mau terpaksa harus menurut juga, segera ia melayang ke sana dengan gaya yang memesona.

Lebih dulu dia mengitar satu kali di luar rumah berhala itu dengan cepat, dipungutnya dua potong batu kecil dan dilemparkan ke dalam melalui jendela, sebaliknya ia langsung menerjang masuk melalui pintu.

Orang ini sebenarnya seorang mahapintar dan berbakat besar, kata Sim Long dengan tersenyum.

Jika tidak ada rasa sayang akan bakatnya yang hebat itu, tentu tadi sudah kubinasakan dia, ujar si Kucing dengan gegetun.

Meski dia seorang busuk, kebusukannya membikin orang geregetan, tapi tidak juga menjemukan, kalau dibandingkan Kim Put-hoan dan sebangsanya jelas dia terlebih tinggi kelasnya.

Di dunia sekarang orang busuk seperti dia mungkin sukar dicari bandingnya, dibandingkan dia, Kim Put-hoan boleh dikatakan tidak masuk hitungan, kata Sim Long dengan tertawa. Kim Put-hoan hanya seorang Siaujin (orang kecil, rendah), sebaliknya dia boleh dibilang Kuncu (lelaki sejati, gentleman) kaum Siaujin. Betul, dia memang tidak busuk sampai juga tidak ada sisanya, ujar Jit-jit. Terkadang dia menyerupai manusia, bahkan selalu dapat berganti haluan menurut arah angin, tidak nanti main belit dan ngotot. Umpamanya tadi, begitu Sim Long muncul segera ia lepaskan diriku. Apabila Kim Put-hoan dan sebangsanya pasti dia akan ngotot dan bertahan mati-matian.

Dalam hal ini, memang dia dapat bertindak cerdik, kalau tidak ....

Belum lanjut ucapan Miau-ji, mendadak terlihat Ong Ling-hoa melompat keluar dari rumah berhala itu dengan wajah yang kelihatan terheran-heran, ia melirik sekejap kepada Cu Jit- jit lalu berpaling dan berkata kepada Sim Long dengan tertawa, Eh, coba kau terka siapa yang berada di situ?

Sim Long bekernyit kening, belum lagi ia menjawab Jit-jit lantas berseru, Sesungguhnya siapa? Lekas katakan!

Ling-hoa tersenyum misterius, tuturnya, Sesudah masuk ke situ, sebenarnya aku tidak melihat dia, rupanya dia disembunyikan orang di bawah meja sembahyang, bahkan seperti terluka sangat parah ....

Belum habis ceritanya, serentak Sim Long melayang ke sana.

Jit-jit mengentak kaki dan mengomel, Dia dia sesungguhnya siapa dia?

Yu-leng-kiongcu Pek Fifi, jawab Ling-hoa sekata demi sekata.

*****

Di tengah malam remang rumah berhala terasa seram.

Malaikat Bunga, malaikat yang dipuja dalam rumah berhala itu, malaikat yang cantik, namun keseraman pada rumah berhala umumnya hampir serupa. Betapa pun malaikat yang dipujanya malaikat bunga yang cantik atau malaikat langit yang bermuka bengis. Berkat cahaya lemah yang menyorot masuk dari luar pintu, akhirnya Sim Long dapat menemukan Pek Fifi Sungguh hampir tidak menyerupai Pek Fifi lagi, apabila tidak

didengarnya lebih dulu dari Ong Ling-hoa tentu Sim Long pangling padanya.

Si nona yang meringkuk di bawah meja sembahyang itu sekarang tidak mirip lagi Pek Fifi yang lembut dan cantik, juga tidak serupa Yu-leng-kiongcu yang kejam dan membuat orang ketakutan itu. Saat ini dia cuma seorang anak perempuan yang awam dan minta dikasihani, dengan sujud dia lagi memohon orang suka menolongnya. Mukanya kelihatan pucat pasi.

Sekarang ia pun melihat Sim Long. Air matanya bercucuran, ucapnya dengan lemah dan rada gemetar, Sim Long, mengapa mengapa engkau belum lagi mati? Mengapa engkau

datang lagi dan kenapa muncul pada saat demikian?

Dengan tenang Sim Long memandangnya, katanya, Meski kau perlakukan diriku cara begitu namun aku tetap akan menolongmu. Kedatanganku seharusnya menggembirakan dirimu.

Tidak, aku tidak perlu pertolonganmu, aku lebih suka mati, teriak Pek Fifi dengan parau. Aku pun tidak ingin kau lihat keadaanku seperti ini. Dalam pandanganmu, biarpun aku dirasakan tidak menarik, biarlah kau rasakan benci dan menakutkan ....

Air matanya berderai, ratapnya pula, O, mati pun aku tidak mau mendapat belas kasihanmu, lekas kau kau keluar saja, lekas keluar! Sim Long tetap memandangnya dengan tenang, katanya, Mengapa engkau berubah serupa ini?

Engkau sudah tahu, mengapa perlu tanya lagi? jawab Fifi dengan pedih. Aku tidak tahu, kata Sim Long.

Fifi memukul lantai dengan tangan, teriaknya parau, Jelas kau tahu aku bukan tandingan Koay-lok-ong, dia yang melukaiku dan membuangku di sini. Kutahu maksudnya, yaitu supaya kau lihat keadaanku ini. Dan sekarang sudah puas bagimu, bukan?

Sim Long menghela napas, gumamnya, Puas?!

Tiba-tiba sebuah tangan meraih lengannya. Itulah tangan Cu Jit-jit.

Pergi, enyah, semuanya enyah! teriak Fifi pula. Tidak perlu berlagak mesra di depanku. Cu Jit-jit, kutahu kau benci padaku, boleh kau bunuh aku!

Jit-jit memandangnya sejenak, mendadak ia pun menghela napas, katanya, Memang betul pernah kubenci padamu, membencimu hingga merasuk tulang sumsum, tapi sekarang ....

ia berpaling ke arah Sim Long dan berucap, Marilah kita membawa pergi dia.

Sim Long tetap berdiri diam saja.

Miau-ji juga memandang Sim Long, katanya, Aku tidak peduli bagaimana keputusanmu, tapi bila aku disuruh membiarkan seorang anak perempuan yang dekat ajalnya tertinggal di sini, betapa pun tidak dapat kusetujui.

Sim Long tetap tidak bicara.

Ken kenapa engkau diam saja? seru Jit-jit dengan mengentak kaki.

Kutahu sebab apa dia tidak bicara, jengek Ling-hoa. Sebab apa? tanya Jit-jit.

Mungkin ini pun salah satu akal keji Koay-lok-ong, ujar Ling-hoa. Dia sengaja meninggalkan Pek Fifi yang terluka parah ini di sini, tujuannya bila kita sempat lari dengan membawa dia, maka lari kita pasti takkan mencapai jauh.

Bagaimana Sim Long, apakah begitu maksud tujuan Koay-lok-ong? tanya Jit-jit. Bukan, jawab Sim Long.

Habis bagaimana ....

Miau-ji, boleh kau gendong dia, kata Sim Long tiba-tiba. Masa masa benar kalian mau menolongku? ratap Fifi.

Miau-ji tidak bersuara melainkan terus menggendongnya.

Dengan berbagai daya upaya hendak kubikin celaka kalian, sebaliknya kalian masih mau menyelamatkan diriku? seru Fifi pula. Mata Jit-jit berkedip-kedip, sudah mengembeng air mata. Ia melengos, ucapnya perlahan, Aku cuma ingat engkau adalah Pek Fifi yang dulu itu dan tidak ingat padamu sebagai Yu-leng-kiongcu.

Perlahan Sim Long meraba bahu Jit-jit, ucapnya, Memang betul, Yuleng-kiongcu sudah mati, kami menghendaki Pek Fifi tetap hidup.

Maka meledaklah tangis Pek Fifi sambil mendekap di pundak Him Miau-ji.

Satu-satunya kekurangan kalian adalah hati kalian terlalu lunak, ucap Ling-hoa dengan menyesal.

Hm, kalau hati kami tidak lunak, dapatkah kau hidup sampai saat ini? jengek Jit-jit. Bisa merah juga muka Ong Ling-hoa dan tidak bicara lagi.

Beramai mereka lantas meninggalkan rumah berhala itu. Cara bagaimana kita pergi dari sini? tanya Miau-ji.

Ong-kongcu silakan merintis jalan di depan, aku dan Jit-jit

mengawal di belakang, kita terjang bagian tengah yang luang, kata Sim Long. Bagian yang luang? Ling-hoa menegas. Mengapa kita tidak melalui kaki bukit ....

Penjagaan di dekat bukit pasti sangat keras, justru bagian tengah yang lapang itu penjagaan akan kurang rapat, ujar Sim Long. Apalagi sesudah api berkobar tentu mereka akan menyaksikan kebakaran itu dari tempat ketinggian.

Ai, sekali ini kau pun tepat lagi, ujar Ling-hoa dengan gegetun.

Pek Fifi yang mendekap di pundak Miau-ji itu mendadak mengangkat kepalanya dan menyela, Tidak tepat.

Kenapa tidak tepat? tanya Sim Long.

Fifi tersenyum pedih, Kalian sebaik ini kepadaku, maka aku ....

Tiba-tiba Ong Ling-hoa berseru, Aha, betul, gua ini adalah sarangnya, tentu dia mempunyai jalan rahasia untuk meloloskan diri dari sini.

Dengan tenang Fifi berkata pula, Meski parah lukaku, tapi bila kalian membebaskan ketiga Hiat-to Hong-ji, Goan-tiau dan Yangkoan-hiat, dapatlah aku berjalan sendiri, sedikitnya dapat kubawa kalian keluar dari sini.

Apakah jalan ini memang ....

Dengan senyum pedih Fifi memotong, Meski aku dikalahkan Koaylok-ong, tapi jalan ini tetap tidak diketahuinya. Kecuali aku sendiri, dunia ini tidak ada orang kedua yang tahu akan lorong rahasia ini.

Meski senyumannya kelihatan pedih, namun sikapnya tetap memperlihatkan rasa bangga. Sesungguhnya dia memang anak perempuan yang pantas bangga.

Ong Ling-hoa bergumam, Berhati baik tentu mendapat ganjaran baik, ucapan ini memang ada dalilnya.

*****

Maka mereka lantas memasuki gua rahasia itu. Dengan sendirinya dalam gua gelap gulita.

Fifi mengeluarkan sebuah geretan api yang mungil, meski cahayanya tidak terlalu terang, namun sudah cukup untuk menerangi jalan di depan.

Sembari merembet dinding karang dan tangan lain memegang obor kecil itu, Fifi mendahului menunjuk jalan di depan. Miau-ji hendak memapahnya, tapi telah ditolaknya.

Dia bukan lagi anak perempuan yang perlu dibantu orang lelaki lagi.

Lorong gua ini sangat panjang, berliku dan tidak rata. Tapi bagi pandangan Cu Jit-jit dan lain-lain dirasakan sebagai jalan yang terdekat dan paling rata selama dua hari ini.

Akhirnya mereka terlepas juga dari bahaya.

Jit-jit tertawa gembira dan bersyukur. Sampai sekian lama, akhirnya mereka sampai di ujung loteng, di situ ada sepotong batu mengadang jalan lalu, tapi pada batu ada tangga yang dapat menembus ke atas. Baru sekarang Fifi menghela napas lega, katanya sambil menoleh, Di atas sana adalah jalan keluarnya, biar kunaik dulu untuk memeriksanya.

Jit-jit memburu maju dan memegang tangannya, katanya dengan tersenyum,Maukah kita melupakan semua kejadian yang lalu.

Asal engkau tidak benci lagi padaku, jawab Fifi dengan rawan.

Selanjutnya engkau adalah adik perempuanku yang baik, mana bisa kubenci padamu? kata Jit-jit dengan suara lembut.

Terima kasih, ucap Fifi dengan menunduk. Setelah kejadian ini, aku takkan ... takkan ....

Ia menengadah dan tersenyum, lalu memanjat ke atas melalui tangga besi itu. Sim Long memegang bahu Jit-jit, ucapnya, Setelah kejadian ini engkau pun sudah berubah.

Jit-jit tersenyum, Sebab baru sekarang kutahu engkau benar-benar baik padaku, kalau tidak, tetap aku akan cemburu ....

Sejak dulu kutahu engkau ini memang sebuah guci cuka, Miau-ji ikut berkelakar.

Sambil memandangi tubuh lemah Pek Fifi yang sedang memanjat ke atas itu, mendadak Jit-jit membisiki Sim Long, Bagaimana menurut pendapatmu antara dia dan guci arak (maksudnya Him Miau-ji) kita?

Mungkin si guci arak akan kewalahan terhadap dia, sahut Sim Long tertawa.

Menurut pandanganku hanya dia saja yang cocok menjadi kakak iparku, ujar Jit-jit tertawa perlahan. Bilamana pada suatu hari hal itu benar-benar terjadi, sungguh aku akan menjadi orang yang paling gembira di dunia ini.

Sementara itu Fifi sedang menyingkap sepotong batu penutup di atas, segera cahaya terang menyorot ke bawah. Agaknya hari di luar sudah terang.

Ling-hoa menarik napas dalam-dalam dan berucap, Ehm, alangkah harumnya, mungkin di luar banyak tumbuhan bunga yang sedang mekar.

Selang sejenak, Jit-jit tidak tahan, katanya, Mungkinkah di atas ada orang? Apakah takkan terjadi sesuatu?

Sim Long termenung sejenak, katanya kemudian, Koay-lok-ong tidak tahu jalan ini, mungkin tidak ....

Belum habis ucapannya terlihat Fifi lagi melongok ke bawah dan berseru, Lekas naik kemari!

Tampaknya sekarang aku tidak perlu menjadi perintis jalan lagi, kata Ling-hoa dengan tertawa.

Naiklah lebih dulu, segera Jit-jit mendorong Sim Long. Engkau sudah terlalu banyak berkorban bagi kami, orang pertama yang keluar sekarang harus engkau.

Sim Long tersenyum, perlahan ia mulai memanjat tangga.

Lubang keluar itu sangat sempit, hanya tiba cukup untuk terobosan seorang saja.

Ia coba melongok ke atas, tapi darah sekujur badannya serasa membeku mendadak.

Tempat di luar lorong bawah tanah ini kiranya adalah kamar Pek Fifi yang penuh teruruk bunga segar itu.

Pantas tadi Ong Ling-hoa mencium bau harum bunga. Pantas juga Pek Fifi dapat berubah menjadi Yu-leng-kiongcu. Kiranya tempat tinggal Pek Fifi ini memang ada jalan tembus dengan gua setan itu. Pada waktu dia tidur dan orang lain dilarang mengganggunya, pada saat itulah dia berubah menjadi Yu-lengkiongcu.

Akhirnya Sim Long tahu juga rahasia ini. Tapi sudah terlambat.

Tertampak Koay-lok-ong berada di sana dan sedang memandangnya. Berpuluh busur yang siap membidikkan anak panah sama mengincar kepalanya.

Koay-lok-ong menyeringai senang, jarinya memberi tanda perlahan agar Sim Long naik ke atas.

Dalam keadaan demikian Sim Long cukup tahu diri, bila ayal sedikit saja kepalanya bisa segera berubah menjadi landak. Terpaksa ia naik ke atas dengan menyengir.

Tapi baru saja tubuhnya muncul separuh, segera Hiat-to bagian punggungnya kena ditutuk oleh Pek Fifi, menyusul lantas menjadi giliran Cu Jit-jit, Ong Ling-hoa dan si Kucing ....

*****

Sekarang Pek Fifi setengah bersandar dalam pangkuan Koay-lokong, dan sedang tertawa dengan sangat manis.

Sim Long berempat berdiri sejajar bersandar dinding, satu jari pun tak dapat bergerak, hati pun entah bagaimana rasanya.

Ternyata pada saat mereka sudah dekat dengan kebebasan mendadak tertawan musuh lagi.

Mereka telah gagal pada detik hampir mendekati sukses. Jit-jit ingin menangis, tapi tak berair mata.

Fifi memandangi mereka dengan tertawa manis, katanya, Tak tersangka bukan, Sim Long yang serba pintar akhirnya toh salah hitung selangkah.

Ya, seharusnya kupikirkan sebelumnya, bila tiada engkau yang menjadi penunjuk jalan tidak

mungkin Koay-lok-ong dapat

menemukan kami, ujar Sim Long dengan menyesal. Sekarang kau bawa kami kepada Koay-lok-ong, bukan saja engkau dapat meminjam golok untuk membunuh orang, bahkan dengan demikian engkau akan mendapat pujian dari Koay-lok-ong.

Hihi, baru sekarang kau ingat hal ini kan sudah amat terlambat, kata Fifi dengan tertawa nyaring.

Koay-lok-ong mengelus jenggot dan berucap dengan senang, Tentunya sekarang kalian tahu jelas tentang pembantuku tepercaya yang pernah kukatakan itu tak-lain-tak-bukan ialah Fifi sayang. Melulu dia seorang saja bukankah jauh lebih berguna daripada sepuluh orang Kim Bu-bong?

Ya, dia memang anak perempuan paling lihai yang pernah kulihat selama hidupku ini, ujar Ong Ling-hoa dengan menyengir. Anak perempuan sehebat ini, bila bertambah lagi dua- tiga orang, maka semua lelaki di dunia ini mungkin terpaksa harus bunuh diri.

Terima kasih atas pujianmu, kata Fifi dengan tertawa.

Bagus, aku juga sangat kagum padamu, tukas Miau-ji. Tapi cara bagaimana engkau bisa berada di rumah berhala itu, sungguh aku tidak mengerti. Soalnya orang lain sama bilang Sim Long akan mati terbakar, hanya aku saja yang tidak percaya, sebab kupikir Sim Long takkan mati semudah itu, kata Fifi. Maka lantas terpikir lagi olehku bilamana aku menjadi Sim Long, jalan mana yang akan kugunakan untuk kabur? Dengan sendirinya hanya ada sebuah jalan saja, maka ke situ pula kupergi dan

benar juga dapatlah kupergoki kalian.

Ling-hoa menghela napas, Sim Long dapat meraba perasaan orang lain, tapi engkau justru dapat meraba jalan pikiran Sim Long, nyata engkau lebih unggul daripada Sim Long.

Mendadak Jit-jit mendengus, Hm, bukanlah dia lebih unggul daripada Sim Long, soalnya hati Sim Long tidak sekejam dia, juga tidak rendah, kotor dan khianat, lupa budi dan ingkar janji seperti dia.

Kan sudah sering kukatakan, kelemahan Sim Long yang terbesar adalah hatinya terlampau lunak, ujar Ling-hoa dengan gegetun.

Haha, dalam hal ini pandanganmu ternyata sama denganku, tukas Koay-lok-ong dengan berkeplok tertawa.

Tiba-tiba Miau-ji berseru, Sesudah kau pergoki kami, mengapa tidak kau perintahkan anak buahmu menawan kami?

Eh, kucing cilik, masakah hal ini tidak kau pahami? sahut Fifi dengan suara lembut. Waktu itu bila kuperintahkan orang menangkap kalian, rasanya belum tentu berhasil, bisa jadi kesempatan itu akan digunakan kalian untuk kabur Kutahu, otak kalian meski tidak

banyak berguna, tapi kungfu kalian kan tidak boleh diremehkan.

Makanya engkau sengaja berlagak terluka parah? tanya Miau-ji dengan gemas.

Betul, jawab Fifi dengan tertawa. Aku pun banyak menelan pahit getir baru berhasil menipu kalian. Bukan saja kututuk Hiat-toku sendiri bahkan kupukul diri sendiri dua-tiga kali, sampai sekarang tubuhku masih sakit pegal.

Masa engkau yakin kami takkan mengetahui luka parahmu yang pura-pura itu? teriak Miau-ji pula.

Kalian kan jantan sejati seluruhnya, dengan sendirinya kalian takkan memeriksa tubuh seorang perempuan, apalagi waktu itu keadaan gelap gulita, mukaku juga sangat pucat ....

Dari mana kau tahu kami pasti akan menolongmu? tanya Jit-jit dengan gemas.

Kalian bukan saja jantan sejati, rata-rata juga berhati welas asih, serupa apa yang dikatakan si Kucing ini, tidak nanti dia menyaksikan seorang anak perempuan menghadapi ajalnya tanpa memberi pertolongan, betul tidak?

Waktu itu aku cuma diam saja, aku justru khawatir ada tipu muslihatmu, ujar Sim Long gegetun. Sungguh lagakmu itu sangat mirip sehingga aku tertipu tanpa curiga sedikit pun. Coba kalau engkau langsung minta pertolonganku, tentu aku akan curiga malah, tapi begitu bertemu engkau minta kupergi ....

Hati orang lelaki memang sudah kuselami dengan baik, kata Fifi dengan tertawa. Adalah biasa, semakin kau suruh dia pergi, dia berbalik tidak mau pergi Cu Jit-jit, untuk ini kau

harus belajar dariku, jika satu bagian kepandaianku ini dapat kau kuasai, tentu selanjutnya engkau takkan mengalami kegagalan lagi. Jit-jit mendengus, Hm, kenapa harus kutiru dirimu, jika engkau sedemikian memahami hati orang lelaki, mengapa Sim Long tetap tidak suka padamu, kukira engkau yang harus belajar padaku.

Air muka Fifi rada berubah, tapi segera tertawa dan berkata, Kau kira Sim Long suka padamu?

Jit-jit mendongak dan berteriak, Tentu saja.

Ai, Cici yang baik, jangan kau lupa, orang mati kan tak dapat menyukai siapa pun, ucap Fifi dengan suara halus.

Jit-jit melengak, air mata segera meleleh.

Mestinya dia tidak sudi mencucurkan air mata di depan Pek Fifi, apa mau dikatakan lagi, air mata tidak mau tunduk kepada perintah lagi, semakin tidak ingin menangis, makin deras air matanya.

Koay-lok-ong merangkul Fifi dan berkata dengan tertawa, Jika Sim Long sudah tertumpas, selanjutnya hidupku boleh santai tanpa khawatir lagi, sungguh hari ini ....

Mendadak Miau-ji berteriak, Sekarang juga kau kira tidak ada yang perlu kau khawatirkan, apakah jalan pikiranmu ini tidak terlalu dini?

Oo, maksudmu? tanya Koay-lok-ong.

Apakah kau tahu engkau masih ada seorang lawan paling besar? kata si Kucing. Bahkan dia jauh lebih benci padamu daripada kami. Paling banyak kami hanya ingin mencabut nyawamu, tapi dia justru ingin makan dagingmu dan membeset kulitmu.

Hah, apakah benar ada orang begini? Siapa dia? tanya Koay-lokong dengan tersenyum. Dia tak-lain-tak-bukan ialah orang yang duduk dalam pangkuanmu sekarang, kata Miau-ji dengan tertawa.

Perlahan Koay-lok-ong meraba pundak Fifi katanya dengan tenang, Maksudmu dia ini?

Apakah kau tahu dia bukan lain ialah Yu-leng-kiongcu? seru Miau-ji pula.

Hahaha, memangnya kau sangka aku tidak tahu? Koay-lok-ong bergelak tertawa. Jika

aku tidak tahu, tentu dia takkan duduk dalam pangkuanku. Di seluruh kolong langit ini kecuali Yu-leng-kiongcu, perempuan mana yang setimpal berjodoh denganku?

Tergetar tubuh Sim Long, serunya, Maksudmu maksudmu hendak mengambil dia

sebagai istri?

Kan sudah waktunya aku harus mengakhiri masa bujanganku? ujar Koay-lok-ong dengan tertawa.

Tapi dia ... dia sebenarnya kan ....

Belum lagi ucapan putrimu terucapkan oleh Sim Long, tahu-tahu mukanya sudah digampar oleh Pek Fifi.

Dengan sorot mata setajam sembilu Fifi menatapnya dan menjengek, Baru saja kudapatkan kekasih pilihan, kau berani sembarangan memfitnah?

Tapi ... tapi kalian adalah ....

Berani kau bicara satu kata lagi segera kubinasakan kau, bentak Fifi dengan bengis. Mendadak Ong Ling-hoa berseru, Yu-leng-kiongcu dan Koay-lokong memang pasangan yang sangat setimpal, mengapa Sim-heng sengaja mengacaukan perjodohan mereka, kan perbuatan yang paling tidak bermoral merusak perjodohan orang lain? Sim Long menghela napas panjang dan tidak bicara lagi. Dengan gemulai Fifi berjalan mendekati Koay-lok-ong lagi, katanya dengan senyum memikat, Sekarang beberapa orang ini sudah menjadi milik Ongya, cara bagaimana Ongya akan memperlakukan mereka?

Piara penyakit hanya akan mendatangkan bencana saja, lekas dibasmi akan lebih baik, kata Koay-lok-ong.

Sekarang juga Ongya ingin membunuh mereka? tanya Fifi. Ya, kalau tertunda lagi kukhawatir akan terjadi perubahan.

Mata Fifi mengerling, katanya dengan tersenyum manis, Biarlah kuceritakan suatu kejadian dulu, apakah Ongya mau mendengarkan?

Koay-lok-ong tidak tahu mengapa dalam keadaan dan di tempat ini Fifi jadi iseng dan ingin mendongeng segala, jawabnya dengan tertawa, Jika kau mau bercerita, tentu saja dengan senang hati akan kudengarkan.

Dahulu ada seorang lelaki, demikian Fifi mulai bertutur dengan suara lembut, dia senantiasa ingin makan daging angsa, tapi meski dia sudah berusaha dengan susah payah, peras keringat dan tenaga, sepotong daging angsa pun tidak berhasil dimakannya.

Meski dongeng ini tidak menarik, tapi ia bicara dengan suaranya yang lembut dan khas itu sehingga mempunyai daya tarik tersendiri.

Dengan tertawa Koay-lok-ong menanggapi, Wah, di dunia ini banyak sekali orang yang ingin makan daging angsa, tapi siapakah yang benar-benar dapat memakannya?

Tapi orang itu terhitung beruntung, setelah mencari sekian lamanya, akhirnya dapatlah diketemukan sepotong daging, saking senangnya sekaligus daging angsa itu ditelannya bulat-bulat.

Wah, watak orang ini sungguh tidak sabar, ujar Koay-lok-ong. Seterusnya setiap orang tahu dia pernah makan daging angsa, tutur Fifi lebih lanjut, tapi bila ada orang tanya padanya bagaimana rasanya daging angsa, satu kata pun dia tidak sanggup menjawab.

Sekaligus daging itu ditelannya begitu saja, dengan sendirinya bagaimana rasanya tidak diketahuinya, ujar Koay-lok-ong.

Ya, barang yang diperoleh dengan susah payah, jika ditelan begitu saja, kan sangat sayang? Maka, akhirnya semua orang tidak kagum lagi akan keberuntungannya dapat makan daging angsa, sebaliknya malah menganggapnya sebagai orang tolol.

Koay-lok-ong terdiam sejenak sambil menatap Sim Long, katanya kemudian, Betul, dengan susah payah baru dapat kutangkap dirimu, jika begitu saja kubunuhmu kan terlalu sayang dan bukankah akan ditertawakan orang pula sebagai orang tolol?

Apalagi, setiap orang di antara mereka juga ada harganya untuk diperalat, tukas Fifi dengan tenang. Tebu yang belum habis kita isap airnya, kenapa sepahnya buru-buru dibuang?

Haha, seorang lelaki kalau mendapat istri yang pintar, sungguh merupakan pembantu yang berguna dan beruntunglah lelaki itu, seru Koay-lok-ong dengan gembira. Jika begitu keempat orang ini kan hasil tawananmu, biarlah kuserahkan mereka kepadamu untuk dibereskan.

Fifi tertawa merdu, katanya, Kukira mereka lebih suka mati daripada Ongya menyerahkan mereka kepadaku ....

*****

Sekarang Sim Long berempat sudah dipindahkan ke dalam sebuah kamar batu.

Di dalam kamar batu ini tidak terdapat apa pun, kosong melompong, mereka duduk di lantai batu yang dingin, bersandar dinding batu yang kasap, seluruh tubuh terasa sakit. Dengan memegang cawan arak Pek Fifi bersandar di pintu dan memandang mereka dengan mengulum senyum, katanya, Bolehlah kalian meringkuk semalam di sini, besok juga Koay-lok-ong akan membawa pulang kalian, meski belum pernah kukunjungi tempat itu tapi kuyakin pasti suatu tempat yang bagus.

Maksudmu Koay-lok-ong akan pulang kandang? tanya Ling-hoa.

Esok pagi dia akan berangkat, taman hiburan ini memang juga tidak ada sesuatu yang membuatnya merasa berat untuk ditinggalkan, ujar Fifi.

Haha, dapat melihat sarang Koay-lok-ong yang asli, rasanya boleh juga, kata Ling-hoa. Cuma mengapa saat ini tidak digunakannya untuk menyerbu ke Tionggoan sebaliknya

malah pulang kandang?

Kau tahu, dia adalah seorang yang pakai perhitungan, peperangan yang tidak meyakinkan pasti akan menang tidak nanti dilakukannya, ujar Fifi. Pada sebelum dia menyerbu Tionggoan, dengan sendirinya masih diperlukan berbagai persiapan, apalagi ....

Ia tersenyum manis, lalu menyambung, Bahwa sekali ini dia mundur kembali lebih dulu, tujuan utamanya adalah untuk menikah denganku.

Akhirnya Sim Long tak tahan, Apakah benar? Kau mau jadi istrinya? Kau cemburu? tanya Fifi dengan terkikik.

Jangan kau lupa, betapa pun dia adalah ayahmu, kata Sim Long.

Senyuman manis Pek Fifi itu lenyap seketika, jawabnya sekata demi sekata, Justru lantaran dia adalah ayahku, makanya kunikah dengan dia.

Sim Long melenggong, Masa ... masa kau Kerlingan mata Fifi yang lembut itu

mendadak berubah sejalang setan iblis, ucapnya dengan tersenyum keji, Masa belum dapat kau terka maksud tujuanku?

Justru sudah dapat kuterka sebelum ini, mendadak Ong Ling-hoa menimbrung. Dapat dibayangkan, apabila Koay-lok-ong mengetahui istri tercintanya ternyata adalah putri kandung sendiri, tatkala mana rasa hatinya pasti lebih sakit daripada disayat-sayat.

Ia terbahak-bahak, lalu menyambung, Maklumlah, betapa kejamnya dia toh tetap manusia. Fifi menyeringai, Nyata engkau dapat memahami maksudku Betapa darah yang

mengalir dalam tubuh kami adalah golongan darah yang sama darah iblis, darah

berbisa. Betul darah berbisa ini adalah keturunannya tak tersangka justru akan meracuni dia sendiri, seru Ling-hoa dengan tertawa.

Miau-ji memandangi mereka dan mengirik, gumamnya, Sungguh luar biasa, ternyata ada saudara sedemikian dan ... dan ayah dan anak begini pula Jangan-jangan darah yang

mengalir dalam tubuh mereka memang darah iblis? Darah berbisa demikian sungguh tidak boleh menurun lagi.

Yang kau benci kan cuma Koay-lok-ong saja, mengapa kau pun membikin susah kami? Mengapa? .... teriak Jit-jit. Sesungguhnya ada permusuhan antara kami denganmu? ....

Mengapa aku hendak membunuh kalian? Fifi menegas. Alasannya jelas tidak cuma

satu.

Alasan apa? Katakan, coba katakan! teriak Jit-jit.

Jika tidak kupersembahkan kalian kepada Koay-lok-ong, cara bagaimana dapat kurebut kepercayaannya kepadaku? Kalian adalah alat yang kugunakan untuk mendekati Koay- lok-ong, inilah alasan pertama.

Hm, masih ada alasan lain? jengek Jit-jit.

Tentu saja masih ada jawab Fifi. Aku ini seorang yang bernasib malang, nasibku ini

sudah ditakdirkan hanya kesedihan melulu, betapa pun tak dapat kusaksikan kalian hidup dengan bahagia.

Meski lambat ucapannya, namun mengandung rasa benci dan dendam yang hebat. Ia benci kepada setiap orang, bahkan benci dirinya sendiri.

Ia menengadah dan tertawa latah, Kubenci tenagaku terbatas Apabila aku masih ada

tenaga lagi, sungguh ingin kubunuh setiap manusia dunia ini, ingin kubunuh bersih seluruhnya.

Jika begitu, adakah yang menarik bagi hidupmu? ujar Jit-jit.

Aku? Kau kira aku ingin hidup? Fifi tertawa terkekeh. Hehe, biar kuberi tahukan padamu, sejak aku mulai tahu urusan, hidupku sudah dimulai demi untuk mati. Jika hidup sedemikian susah dan sengsara, setiap saat aku hanya mengkhayalkan betapa senangnya mati.

Jit-jit memandangnya dan tidak bicara lagi.

Masa di dalam hatimu juga cuma ada dendam dan benci melulu? tanya Sim Long. Mendadak Fifi membalik tubuh dan menyiramkan arak dalam cawan yang dipegangnya, katanya dengan tertawa, Betul benci dan dendam, hanya dua hal ini saja dalam hidupku

ini yang kupandang sebagai urusan yang menyenangkan Kematian dan dendam

membuatku hidup ....

Ia tertawa terkekeh dan mundur keluar, blang, pintu batu segera merapat.

Tapi di dalam kamar batu ini seakan-akan masih terus bergema suara tertawanya yang latah.

*****

Benar juga, pada esok paginya Koay-lok-ong lantas meninggalkan taman hiburan ini. Rombongan berbentuk sebuah konvoi raksasa, kereta berderet-deret dan kuda berjumlah ratusan. Anak buah Koay-lok-ong ternyata begini banyak, padahal biasanya anak buahnya hampir tak terlihat, semua ini menandakan betapa keras disiplinnya anak buah Koay-lok-ong itu.

Sejauh itu majikan taman hiburan maha gembira suami istri Li Ting-liong dan Coh Bin-kim tidak menampakkan diri lagi. Meski Li Ting-liong sudah mati, tapi ke mana perginya Jun- kiau dan Coh Binkim?

Dengan sendirinya tidak ada orang perhatikan orang-orang semacam mereka. Adalah jamak tempat tinggal Koay-lok-ong bisa mendadak kekurangan beberapa orang atau puluhan orang, apalagi yang menghilang adalah manusia yang tak berarti itu.

Konvoi besar itu terus menuju ke barat secara berbondong-bondong.

Sim Long, Cu Jit-jit, Him Miau-ji, Ong Ling-hoa, keempat orang ini berjubel di dalam sebuah kereta. Di atas kereta empat lelaki kekar mengawasi mereka dengan ketat.

Padahal tanpa pengawasan juga mereka tidak mampu kabur. Tubuh mereka sudah tertutuk beberapa tempat Hiat-to yang melumpuhkan sehingga tidak dapat berkutik sama sekali.

Hari cerah, debu mengepul sepanjang jalan yang dilalui konvoi.

Muka Sim Long sudah berlepotan debu, wajahnya kelihatan tidak secerah biasanya, namun senyuman yang selalu menghiasi ujung mulutnya tidak pernah berubah.

Biarpun perjalanan merupakan perjalanan maut dan malaikat elmaut sudah menyongsongnya tetap Sim Long akan tersenyum. Menghadapi kematian dengan tersenyum kan jauh lebih baik daripada menangis.

Suara roda kereta yang gemuruh dan ringkik kuda yang riuh terus ramai setengah harian hingga tengah hari.

Mendadak seekor kuda merah berlari datang, wajah Pek Fifi muncul di luar jendela kereta, senyumnya kembali berubah lembut dan memikat.

Ia memberi tanda, segera seorang lelaki pengawal di atas kereta melompat turun. Apakah kau datang mengantarkan makanan? tanya Ling-hoa.

Ya, mana kutega membikin lapar kalian? jawab Fifi. Mendadak ia melemparkan sebuah bungkusan ke dalam kereta, ternyata berisi ayam bakar, daging panggang dan beberapa potong siopia.

Selama dua hari ini Ong Ling-hoa dan lain-lain boleh dikatakan tidak makan sesuatu, kini bau sedap makanan sungguh sangat merangsang dan membuat mereka mengiler.

Hatimu sangat baik, kata Ling-hoa dengan tertawa. Tapi bila tidak kau buka Hiat-to kami yang tertutuk, cara bagaimana kami dapat makan?

Yang penting sudah kuberikan barang makanan, cara bagaimana makan adalah urusan kalian, tentunya tidak dapat kau minta kusuapi kalian bukan? Bisa jadi Koay-lok-ong akan cemburu, jawab Fifi dengan tertawa. Tarr, ia ayun cambuk kuda dan tinggal pergi. Jadinya Ong Ling-hoa hanya memandangi makanan lezat itu dengan terbelalak saja tanpa bisa berbuat lain, tentu saja rasa demikian jauh lebih tersiksa daripada hukuman apa pun. Saking gemasnya dada Miau-ji hampir meledak, tapi dia juga tidak berdaya selain memandangi makanan itu dengan melotot. Kalau jari saja tidak dapat bergerak, apa mau dikatakan lagi?

Entah selang berapa lama, terdengar suara tertawa merdu itu bergema lagi di luar kereta, kembali Pek Fifi melongok ke dalam kereta, sesudah memandang, katanya dengan tertawa, Ai, mengapa nafsu makan kalian sedemikian kecil, tampaknya makanan ini sama sekali tidak kalian sentuh, apakah kalian takut keracunan atau menganggapnya tidak enak dimakan?

Segera tangannya terjulur, bungkusan makanan itu diangkatnya terus dilempar jauh ke sana.

Begitulah sepanjang jalan rombongan Sim Long telah disiksa secara begitu. Agaknya Pek Fifi memang sengaja menyiksa mereka, rupanya hatinya baru akan senang bila menyaksikan orang tersiksa. Sungguh sadis.

Hanya dua hari saja rombongan Sim-Long sudah tersiksa sehingga tak berbentuk manusia lagi, jelas Cu Jit-jit sudah jauh lebih kurus. Meski si Kucing ingin mencaci maki, namun tenaga untuk bicara saja rasanya sudah habis.

Senja hari berikutnya, cahaya matahari senja menyinari pasir yang kuning gelap, entah dari mana datangnya gema suara nyanyian yang sendu, nyanyian kaum musafir.

Waktu kecil sering kubayangkan betapa luas gurun pasir dan betapa terpencilnya kaum pengelana gurun, selalu kukhayalkan pada suatu hari aku sendiri dapat menjelajahi gurun demikian si Kucing berkomentar.

Dan sekarang engkau sudah berada di tengah gurun, kata Linghoa.

Rupanya waktu itu mereka sudah keluar Giok-bun-koan, pintu gerbang ujung barat tembok besar yang termasyhur itu. Ya, sekarang aku sudah berada di tengah gurun, kata Miau-ji. Tapi di mana letak Giok-bun-koan yang megah itu? Mungkin selamanya takkan kulihat 

lagi.

Sekuatnya Jit-jit berteriak, Miau-ji, mengapa kau pun berubah sedemikian lemah dan patah semangat, di mana keberanianmu yang dulu?

Ai, barangkali engkau tidak tahu bahwa di dunia ini hanya kelaparan yang paling cepat menghilangkan keberanian seorang, ujar Ling-hoa dengan gegetun.

Jit-jit tidak bicara lagi.

Tiba-tiba kereta kuda berhenti, di luar ada suara keleningan unta.

Beberapa pengawal itu membuka pintu kereta, Sim Long berempat diseret ke luar. Di bawah cahaya matahari senja di jalan pasir sana tampak berderet sebarisan unta, beberapa di antaranya pada punuknya dipasang tenda kecil. Sejauh mata memandang di depan hanya pasir belaka, itulah Pekliong-tui atau pasir naga putih di luar Giok-bun-koan, setiba di sini, selangkah pun kereta kuda tidak dapat lagi meneruskan perjalanan.

Ketika beberapa lelaki pengawal bersuit, segera dua ekor unta mendekam ke bawah. Untuk apa ini? tanya Miau-ji.

Ini namanya perahu gurun, boleh kau naik, jengek salah seorang lelaki itu sambil melemparkan Miau-ji ke dalam tenda kecil di atas punuk unta.

Dengan rawan Jit-jit memandang Sim Long sekejap, teringat olehnya bila dirinya masih dapat berjubel di dalam tenda kecil itu dengan Sim Long dan menyelesaikan perjalanan hidup yang terakhir ini, entah bagaimana rasanya nanti.

Sekonyong-konyong kelihatan Pek Fifi datang pula menunggang kuda, katanya dengan tertawa, Rasanya agak puitis juga menunggang unta melintasi gurun di bawah senja yang indah ini. Eh, Cu Jit-jit, kau ingin menumpang unta bersama siapa?

Jit-jit menggigit bibir dan tidak bicara.

Ah, engkau tidak mau menggubris diriku bukan? Baik! mendadak Fifi menarik muka,

dengan ujung cambuk ia tuding Ong Ling-hoa dan berkata, Taruh nona ini bersama dia di suatu tenda Nah, Ong Ling-hoa, tentunya kau harus berterima kasih padaku, bukan?

Cambuknya berbunyi, sambil tergelak ia melarikan kudanya ke sana.

Remuk redam hati Jit-jit, teriaknya parau, Pek Fifi, kumohon ... kumohon padamu Ini

kan perjalanan kami yang terakhir, taruhlah diriku bersama Sim Long, mati pun kuterima kasih padamu.

Namun Fifi tidak berpaling lagi dan sudah pergi jauh.

Sudahlah, biar pecah tenggorokan juga tiada gunanya engkau berteriak, kata Ling-hoa. Padahal, aku dan Sim Long kan tidak banyak berbeda, apa salahnya kau anggap aku sebagai Sim Long saja?!

Jit-jit tidak menggubrisnya, ia pandang Sim Long dengan putus asa, gumamnya gemetar, O, Sim Long ... Sim Long ....

Sekarang ia tidak sanggup bicara apa-apa lagi, hanya berulang-ulang memanggil nama Sim Long, suaranya duka dan memilukan.

Sim Long memandangnya dengan lembut dari atas unta yang lain, ucapnya, Jangan khawatir, perjalanan ini bukanlah yang terakhir bagi kita.

Tapi bagiku aku lebih suka mati sekarang, seru Jit-jit dengan menangis. Jika aku mati sekarang, sedikitnya masih dapat kupandang dirimu.

Suaranya yang mengharukan lenyap terbawa angin puyuh yang mendadak berjangkit. Tenda kecil di atas punuk unta itu dibuat di atas sepotong papan kecil, waktu unta berjalan, tenda itu pun ikut bergoyang-goyang.

Sim Long dan Miau-ji serupa berduduk di dalam sebuah perahu yang terombang-ambing oleh ombak, suara genta kedengaran sangat jauh di tengah angin yang menderu-deru.

Suara Jit-jit bahkan sudah hampir tak terdengar lagi. Malam semakin larut, agaknya Koay-lok-ong ingin lekas-lekas pulang sehingga menempuh perjalanan di tengah malam.

Traktiran: (7891767327 | BCA A.n Nur Ichsan) / (1740006632558 | Mandiri A.n Nur Ichsan) / (489801022888538 | BRI A.n Nur Ichsan) ataupun bisa melalui via Trakteer yang ada dibawah

DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar