Pendekar Aneh (Lie Tee Kie Eng) Jilid 17

 
"PERGAULAN kau dengan Wan Jie, bila itu dibanding dengan pergaulanku dengannya, ada jauh terlebih lama," kemudian kata Lie It sambil tertawa, "maka itu tentang dia, kau tentunya mengetahui terlebih jelas. Dengan sebenarnya dialah seorang nona yang baik sekali, aku mengharap semoga kamu menjadi pasangan!"

Tiangsun Tay jengah.

"Buat omong terus-terang," ia berkata, "sebenarnya aku menyintai dia, hanyalah aku kuatir aku tidak cocok untuknya. Berselang setengah tahun yang lalu, pada satu kali aku melihat dia lagi berduka. Diam-diam aku menanyakan sebabnya kepada Bu Kuncu. Kau ketahui puteri she Bu itu yalah Bu Hian Song.”

Sambil tertawa, Bu Kuncu menjawab pertanyaanku: "Seorang wanita, satu kali dia telah dewasa, dia pasti memikir untuk menikah. Dia sedang berduka, pikirannya lagi kusut, maka janganlah kau ganggu padanya!"

Mendengar disebutnya nama Bu Hian Song, Lie It terkejut didalam hatinya.

Hian Song itu, disampingnya menjadi wanita gagah yang ia kagumi, dengannya pun ada hubungannya yang sulit.

Diantara mereka berdua ada menyelip budi dan penasaran. Hian Song ada dipihak Bu Cek Thian, tetapi dia baik terhadapnya dan pernah melepas budi.

Nona bangsawan itu menjadi orangnya Thian-houw tetapi dia tidak membenci padanya, bahkan bersimpati dan melindunginya.

Pergaulan mereka berdua pun erat sekali. Pernah ia memilih diantara Wan Jie den Hian Song, yang mana satu yang tepat untuk menjadi isterinya.

Ketika itu diantara mereka belum ada Tiangsun Pek.

Tidak disangka-sangka, Tiangsun Pek menyelak diantara mereka dan malah menang juga!

Meski sekarang ia telah beristerikan Tiangsun Pek, kadang-kadang ia masih menanya dirinya sendiri, mengapa dulu ia ragu-ragu dan tidak segera memilih, Wan Jie atau Hian Song.

Ia mesti mengakui, ia menikah Tiangsun Pek bukan melulu disebabkan pesan Tiangsun Kun Liang.

Karena ini, satu waktu ia suka jengah sendirinya terhadap isterinya.

Sekarang ini, ia juga tidak mendapat tahu yang Hian Song telah berada didalam wilayah tanah perbatasan ini, jikalau tidak, pasti hatinya akan jadi tidak tenang.

"Jadi, menurut nona she Bu itu," ia berkata, "sebenarnya Wan Jie sudah memikirkan soal jodohnya. Sekarang ini, aku lihat, tak perduli kesangsianmu itu, baiklah kau lekas memilih dia dan mengambilnya sebagai isterimu!"

Tiangsun Tay berpikir. Ia kalah cerdas dari Lie It, ia menjadi tidak dapat segera menangkap maksud kata-kata orang.

Baru kemudian ia mengerti.

"Benar!" pikirnya. "Benar Wan Jie lagi memikirkan jodohnya dan karenania dia berada dalam ragu-ragu. Mungkin dia menyintai Lie It, tetapi didalam hatinya itu, sedikitnya aku pun ada."

Sekarang ia mendengar suaranya Lie It, hatinya menjadi lega.

Ia menjadi girang sekali.

"Bagaimana dengan Nona Bu?" kemudian Lie It tanya. "Apakah ia pun sudah menikah?" ia takut menyebut nama Hian Song tetapi ia menyebutkannya juga. Keras sekali keinginannya mengetahui tentang nona bangsawan yang gagah dan cantik itu.

"Aku belum pernah mendengar, mungkin belum," sahut Tiangsun Tay. "Dia lebih banyak berada diluaran daripada didalam keraton. Benar ia keponakannya Thian- houw, didalam satu tahun, paling juga satu dua kali ia berada diistana."

Hati Lie It memukul.

"Usia Hian Song lebih tua beberapa tahun dari pada usianya Wan Jie," ia berpikir. "Sampai sekarang dia masih belum menikah. Mungkinkah dia pun seperti Wan Jie, lagi menunggui aku?”

"Aku mendengar dari Wan Jie," berkata Tiangsun Tay, yang tidak dapat menduga pikirannya Lie It itu. "Thian- houw telah memikir untuk nanti menyerahkan takhta- kerajaan kepada Pangeran Louw Leng Ong, maka kalau itu sampai terjadi, pemerintah tetap pemerintah kamu kaum Keluarga Lie, karena mana baiklah kau lekas pulang."

Kabar ini yalah kabar diluar dugaan Lie It, tetapi walaupun demikian, ia masih memikir lain.

"Untukku lebih baik aku tidak pulang!" katanya. "Jikalau kau tidak mau pulang, aku pun tidak mau

memaksa padamu," kata Tiangsun Tay. "Akan tetapi, kenapa kau ada bersama dengan ini bangsat tua she Thia? Apakah kau juga memikir mau pergi menghamba kepada bangsa Turki?"

"Meski aku menantang pihak Bu atau Kerajaan Ciu palsu itu, aku masih belum terlalu hina untuk menghamba kepada pihak Turki," jawab Lie It. "Bahwa sekarang aku berada dalam rombongannya Thia Tat Souw, itulah disebabkan aku hendak pinjam tenaga mereka agar aku dapat pergi kedalam istana Turki itu."

"Untuk apakah itu?" Tiangsun Tay tanya. "Untuk keponakan-luarmu," sahut Lie It.

Dengan keponakan luar itu, ia maksudkan anaknya.

"Kenapakah keponakanku itu?" tanya Tiangsun Tay, heran.

"Dia diculik pihak Turki itu," sahut Lie It, yang lantas menuturkan hal diculiknya anaknya itu, untuk Khan Turki dapat mempengaruhi dan memaksa ia suka bekerja  sama menyerbu ke Tionggoan.

Mendengar keterangan itu, Tiangsun Tay berpikir: "Pantas Wan Jie menyintai pangeran ini. Nyata mereka berdua, disamping soal cinta, mereka mengenal baik urusan, mereka bisa membedakannya mana urusan negara dan mana urusan peribadi, yang mana lebih penting ..."

"Tentang pihak Turki hendak menyerbu Tionggoan, siang-siang Thian-houw sudah mendapat tahu," ia memberi keterangan. "Sekarang ini tapal batas telah dijaga kuat, jadi tentang penyerbuan itu tak usah dikuatirkan. Yang dibuat menyesal adalah banyaknya orang-orang Rimba Persilatan yang murtad serta serombongan menteri-menteri lama dari Kerajaan Tong, yalah menteri-menteri yang tidak mengerti salatan, yang telah pada pergi kepada Khan Turki itu. Sepak terdiang mereka itu harus dijaga. Demikian kali ini aku ditugaskan Thian-houw untuk menawan Thia Tat Souw dan Lam- kiong Siang. Kau bilang kau membutuhkan tenaga mereka, baiklah, kali ini aku membiarkan mereka hidup dulu."

"Mendengar kata-kata kau ini," berkata Lie It. "Jikalau tidak keliru maka rupanya Thian Ok Tojin bersama Biat Touw Sin Kun beramai sudah pergi menghamba pada Khan Turki. Menurut apa yang aku tahu, ilmu silat mereka itu liehay, mereka tidak dapat dipandang enteng, mungkin tiga pahlawannya Bu Cek Thian bukanlah tandingan mereka."

"Bahwa Thian-houw ada mengirim lain orang atau tidak, aku tidak tahu," kata Tiangsun Tay, "Kali ini aku datang cuma bersama-sama Pek Goan Hoa."

Lie It memikir untuk menanya lebih jauh, umpamanya halnya Bu Hian Song, akan tetapi mendengar Tiangsun Tay membilang demikian, ia batal. "Bagaimana dengan si Pek?" kemudian Tiangsun Tay tanya. "Dimana ia sekarang"'

"Aku tidak ingin ia menempuh bahaya, dari itu aku tinggalkan dia di Thian San," Lie It menjawab.

Tiangsun Tay lantas menanya pula, tentang selama delapan tahun keadaan Lie It serta Tiangsun Pek, adiknya itu.

Pertanyaan itu dijawab rapi oleh Lie It, maka itu, lega hatinya.

Ia cuma menyesal atas kematian ayahnya, hingga ia tidak dapat bertemu pula sama orangtua itu, hingga ia tidak dapat merawatinya juga.

---o^Kupay^0^DewiKZ^o---

Ketika itu, sang fajar sudah tiba.

Beberapa ekor burung nasar terlihat beterbangan diatasan tenda, terbangnya terdengar nyata.

Untuk penduduk padang rumput, burung-burung itu adalah suatu pertanda, seperti di Tionggoan orang mendengar berkokoknia ayam jago.

Yalah tandanya sang malam sudah lewat dan bakal diganti sang pagi atau siang.

"Sekarang sudah siang, aku harus pergi," kata Tiangsun Tay habis memandang kesekelilingnya.

"Bagaimana dengan sepakterjangmu selanjutnya?" Lie It tanya. "Pertama-tama aku mesti pergi mencari Pek Goan Hoa," sahut Tiangsun Tay. "Habis itu, ada kemungkinan aku pun akan pergi kekotaraja Khan Turki. Jikalau tugasku sudah selesai, aku memikir pergi ke Thian San menjenguk kamu."

Lie It tidak bilang apa-apa lagi, maka kedua sanak ini lantas berpisahan satu dari lain.

Lie It mengantar sampai diluar tenda, untuk membantu melihat dulu diantar situ ada lain orang atau tidak.

Mereka tidak melihat tapak kaki orang, dari Pek Goan Hoa pun tidak kedapatan.

Lie It heran, pikirnya: "Orang pandai itu menolongi Pek Goan Hoa, dia tidak memperdulikan Tiangsun Tay, apa mungkin itu disebabkan dia ketahui adanya hubungan kita berdua dan bahwa aku bakal menanyakan sesuatu kepada iparku ini?"

---o~TAH~0~DewiKZ~o---

Habis mengantarkan iparnya, Lie it lantas kembali kedalam tenda.

Sekarang ia periksa tubuhnya Thia Tat Souw dan Lam- kiong Siang.

Dua-dua mereka telah terkena Bwee-hoa-ciam, yaitu jarum Bunga Bwee, pada jalan darah  kwan-goan-hiat dan honghu-hiat masing-masing.

Sulit untuk mencabut jarum itu, untuk itu dibutuhkan besi berani dan besi itu ia tidak mempunyai.

"Thia Tat Souw ahli menotok jalan darah, mungkin dia membekal besi berani," pikir Lie It kemudian. Maka ia lantas memeriksa kantung kulitnya orang she Thia itu.

Untuk leganya hatinya, ia mendapatkan besi itu.

Tepat Lie It hendak menolongi Thia Tat Souw mendadak ia mengubah pikirannya.

Ia ingat Lam-kiong Siang. Dia ini perlu ditolong terlebih dulu. Maka ia membukai baju orang.

Ia mendapat kenyataan Lam-kiong Siang terserang dua batang jarum.

Mungkin si penyerang berkuatir, sebatang jarumnya tidak cukup, ia menggunai dua buah jarum. Jarum itu sangat halus.

Dengan besi berani itu, Lie It berhasil mencabut kedua batang jarum. Lam-kiong Siang tidak lantas mendusin, maka itu, menggunai ketika itu, ia membuatnya kedua lubang luka itu menjadi sedikit besar, hingga menjadi seperti satu luka, setelah itu, sebatang jarum ia tusukkan kepada jalan darah giok-liong-hiat dibawahan iganya sendiri. Ia sengaja membuat tusukan meleset, supaya ia tidak menjadi kurban dan roboh sendiri karenanya. Baru sesudah itu, ia menotok menyadarkan orang yang pingsan sekian lama itu.

Lam-kiong Siang mendusin untuk lantas menjadi heran. Ia melihat Lie it disisinya dan sebaliknya Tiangsun Tay tidak ada.

"Sebenarnya apakah sudah terjadi?" ia bertanya. "Kita telah dibokong orang." menyahut Lie It. "Apakah kau dapat melihat mukanya orang itu?" Pangeran ini bersandiwara. "Tidak," sahut Lam-kiong Siang.

"Ketika aku roboh," Lie It berkata, "samar-samar aku merasa ada orang datang masuk kemari, lalu setelah itu, aku tidak ingat apa juga."

Lam-kiong Siang bersangsi.

"Saudara Lie," katanya, "kepandaian kau jauh lebih liehay daripada aku. Aku sendiri, aku merasa, begitu aku dibokong, begitu aku tidak sadarkan diri."

Habis berkata begitu, reda kecurigaannya Lam-kiong Siang.

Ia lantas ingat bahwa Lie It ada orang dari pihak Kerajaan Tong, sebagai pangeran, tidak mungkin dia membantu musuh.

Lie It berkata: "Selama diperjalanan, agaknya Thia Lo- pangcu mencurigai aku, tetapi aku ingin, sebelum sampai ketikanya, untuk terus menyembunyikan diri, oleh karena itu, saudara Lam-kiong, aku minta kau tetap memegang trahasia dulu."

Lam-kiong Siang setuju, ia memberikan janjinya. "Itulah benar," bilangnya.

Ia girang sekali Lie It begitu percaya padanya.

Hanya, sejenak kemudian, ia berpikir juga: "Mungkinkah, karena ada hubungannya diantara Ia dan ayahnya Tiangsun Tay, dan karena ia kuatir nanti dibikin celaka oleh Thia Toako, ia sengaja membokong aku, supaya ia mendapat ketika untuk melepas Tiangsun Tay kabur? Kalau dugaanku ini benar, sebenarnya dapat ia menjelaskan kepadaku, belum tentu aku suka membikin celaka orang she Tiangsun itu ..."

Sampai disitu, Lie It baru menolongi Thia Tat Souw.

Pangcu ini benar liehay, baru saja dua jarum dijalan darahnya itu dicabut, dia sudah sadar sendirinya.

Dia tidak menanti Lie It menotok bebas padanya.

Dengan satu gerakan membalik tubuh, lantas saja dia melompat bangun, hanya sambil berdiri itu, dia menyambar tangannya Lie It, guna memencet nadinya.

Lam-kiong Siang menjadi kaget sekali.

"Toako, kau mau bikin apa?" ia menanya ketua itu. Biarpun ia mencurigakan Lie It, untuk hari depannya,

ia tetap berada dipihaknya pangeran ini.

Dengan kepandaian yang ia miliki, Lie it dapat berkelit atau berontak dari samberan atau cekalan itu, akan tetapi ia sengaja tidak melawan, ia membiarkan tangannya kena ditangkap.

Ia justeru mengasi lihat roman kaget dan berkuatir. "Toako...! Toako...! aku mau membebaskan

totokanmu ..." ia kata, suaranya dibikin parau.

Thia Tat Souw tertawa dingin.

Ia lantas merobek bajunya pangeran itu.

Maka ia lantas dapat melihat lubang jarum disamping jalan darah giok-liong-hiat.

"Oh, kiranya kau pun kena dibokong!" dia kata, kecurigaannya lantas sedikit reda. "Memang ada orang luar membokong kita," kata Lam- kiong Siang.

"Selagi aku pingsan aku mendengar suara orang berbicara cuma tidak nyata."

Thia Tat Souw pun lantas berpikir: "Memang dia terlebih liehay daripada Lam-kiong Siang tetapi jikalau dia mau membokong aku, kepandaiannya pastilah tidak cukup."

Maka ia lantas melepaskan cekalannya.

Sebaliknya, ia lantas membentak kawannya: "Lam- kiong Siang, mari!"

Kawan itu kaget.

"Toako...! Toako...!" katanya. "Aku juga kena dihajar jarum musuh!"

"Mari kasi aku lihat" kata Tat Souw, yang merobek bajunya ketua muda itu. Habis memeriksa, ia mengangguk dan terus berkata: "Tidak salah, jalandarah hong-hu-hiat'mu terkena jarum Bwee-hoa-ciam! Oh, sungguh liehay jarum itu!"

"Syukur Pangcu membekal besi berani," berkata Lie It. "Menyesal kepandaianku tidak cukup, maka itu aku berhasil mencabut jarum dengan melukai kulit dipinggirannya."

Sengaja pangeran ini berkata demikian supaya Tat Souw tidak bercuriga karena lukanya Lam-kiong Siang lebih besar dari biasanya.

"Kau mengerti cara menggunai besi berani, kau pun dapat membebaskan totokan, kaulah seorang ahli!" berkata pangcu itu. Ia lantas menjumput empat batang jarum, yang tadi Lie It letaki ditanah, untuk diawasi.

"Apakah kamu dapat melihat wajah musuh?" ia tanya selang sesaat.

"Aku cuma mendengar suaranya, lantas aku tak sadarkan diri," menyahut Lam-kiong Siang.

Begitupun jawaban Lie It.

"Sungguh malu...! " kata Tat Souw dalam hatinya. la ingat, ia lebih liehay banyak daripada Lam-kiong Siang dan Lie It itu, heran, kenapa mereka mendengar suara sebaliknya ia tidak? Hal ini dapat menimbulkan kecurigaan. Tapi Lie It telah mengatur baik sandiwaranya.

Pula Tat Souw lantas berpikir pula: "Musuh datang membokong, sudah tentu akulah yang diarah paling dulu, baru Lam-kiong Siang dan Siangkoan Bin. Aku diserang dengan dua batang jarum, mereka masing-masing dengan sebatang. Siangkoan Bin sangat gesit, dia sempurna ilmunya ringan tubuh, maka dia kena terhajar meleset." Karena, berpikir demikian, lenyaplah kecurigaannya.

Ia percaya, setelah berpengalaman puluhan tahun, dugaannya ini tidak akan meleset.

Maka diakhirnya, ia tertawa.

"Syukur musuh pembokong itu belum mahir kepandaiannya menggunai jarum rahasia!" ia berkata.

"Lihat, jarum yang menyerang saudara Siangkoan cuma mengenai pinggirannya jalan darah giok-liong-hiat! Jikalau tidak demikian, siapa nanti dapat menolong menyadarkan kita? Sikapku barusan, saudara Siangkoan, disebabkan aku ingin membuat pemeriksaan, maka itu, aku harap tidaklah kau buat banyak pikiran."

"Tidak apa, tidak nanti aku buat pikiran," menyahut Lie It, yang hatinya lega tidak terkira.

Thia Tat Souw berkata begitu untuk menghibur dirinya saja.

Ia telah periksa empat batang jarum Bunga Bwee itu, yang panjangnya cuma tujuh atau delapan hun, dibanding dengan jarum menjahit biasa, masih terlebih kecil, maka orang yang dapat menggunai itu mesti liehay tenaga-dalam serta latihannya.

Pula jarum itu digunai dalam jarak sedikitnya diluar tiga tombak.

Jikalau itu digunai dalam jarak tak ada tiga tombak, mesti si penyerang kepergok.

Ia sendiri, pasti ia tidak sangaup menimpuk demikian sempurna.

Sampai sebegitu jauh ia percaya betul ialah tukang menyerang jalan darah paling jempol, tak ada tandingannya, siapa nyana sekarang ada orang yang melebihkannya! Karenanya, ia kaget, hatinya gentar.

"Pembokong itu boleh dianggap sebagai tukang menyerang jalan darah yang liehay, sayang senak terjangnya bukan sepak terjang seorang laki-laki!" katanya pula. "Sayang aku tidak tahu siapa dia, jikalau tidak, ingin sekali aku mencoba-coba dengannya!"

"Tunggu saja nanti setibanya kita dikota raja Khan Turki," kata Lam-kiong Siang. "Disana kita, boleh minta keterangan dari Thian Ok Tojin dan Biat Touw Sin Kun, mungkin mereka itu mendapat tahu."

"Kau benar," kata Tat Souw.

"Baiklah, mari kita berangkat sekarang!"

Lam-kiong Siang dan Lie It lantas bekerja, untuk membongkar tenda mereka, setelah mana, terus mereka berangkat.

---o^TAH^0DewiKZ^o---

MEREKA baru jalan serintasan tatkala dipadang rumput disebelah depan tampak tiga penunggang kuda mendatangi dengan cepat, hingga lantas terlihat tegas dua yang jalan dipaling depan yalah dua orang Han.

"Bagus betul!" teriak Thia Tat Souw gusar. "Kamu berani menghina pula kepada daku!"

Dan kata-katanya ini diiring dengan ayunan setelah tangannia, menerbangkan dua potong thie-lian-cie atau Teratai Besi kearah kedua orang itu.

Dua orang itu melompat melesat dari atas kudanya. "Thia Toako!" mereka berteriak hampir berbareng.

"Apakah toako sudah tidak mengenali siauwtee?"

Sementara itu, penunggang kuda yang ke-tiga, yang telah sampai diantara mereka, adalah seorang opsir Turki.

Tat Souw melengak. Ia sekarang telah melihat nyata dan mengenali dua orang itu.

"Kamu toh Hong Bok Ya dan Ciok Kian Ciang?" ia menanya.

"Benar!" jawab kedua orang itu, yang berdandan sebagai busu – orang-orang yang mengerti ilmu silat.

"Kita sudah tidak pernah bertemu selama sepuluh tahun lebih, kiranya toako masih mengenali kami!"

Tat Souw mengawasi mereka itu dengan ia membuka lebar matanya.

"Kabarnya kamu mendapat ke-dudukan bagus dibawah perintahnya Bu Sin Su," katanya, "kenapa sekarang kamu datang kemari? Mungkinkah ... mungkinkah kamu bekerja untuk Bu Cek Thian untuk mengundang aku si orang tua?"

Hong Bok Ya tertawa.

"Aku mewakilkan Khan Turki yang agung memapak kau, toako!" dia menyahut. "Kami tidak mempunyai sangkutan apa-apa dengan Bu Cek Thian! - Ah, mari perkenalkan! Inilah Kochar, baturu dari Khan Turki yang agung!"

Ia memperkenalkan si opsir Turki itu, yang kedudukannya sebagai baturu itu, opsir utusan rajanya.

Kedua pihak saling memberi hormat.

"Toako," Hong Bok Ya berkata pula, habis memandang Lam-kiong Siang dan Lie It, "kedua sahabat ini rasanya siauwtee pernah ketemu, hanya maaf, sesaat ini aku tidak ingat kapan dan dimana pernah bertemunya” Hong Bok Ya dan Ciok Kian Ciang menjadi jago-jago dari Ceng Shia Pay dan Ban Seng Bun, didalam dunia Rimba Persilatan, nama mereka kesohor, pada sepuluh tahun yang lampau, pernah mereka melakukan pekerjaan sebagai begal tunggal, akan tetapi karena pandainya mereka membawa diri, perbuatannya itu sedikit orang yang mendapat tahu.

Ketika itu Thia Tat Souw menjadi pemimpin Rimba Persilatan dilima propinsi Utara, mereka kedua pihak kenal satu pada lain.

Maka itu, dengan lantas mereka saling mengenali.

Tat Souw yalah seorang yang banyak pengalamannya, melihat kedua sahabat itu, ia lantas berpikir: "Telah lama aku mendengar bahwa mereka ini sudah menghamba kepada Bu Sin Su, dari itu jikalau mereka tengah diutus Bu Cek Thian, tidak nanti sekarang mereka ada bersama opsir Turki ini. Didalam sini mesti ada sebabnya. Mereka menanyakan Lam-kiong Siang dan Siangkoan Bin, teranglah itu disebabkan mereka tidak sudi bicara dihadapan Lam-kiong Siang berdua.”

Maka ia lantas menjawab: "inilah Hu-pangcu Lam- kiong Siang. Dan ini saudara Siangkoan Bin, seorang sahabat baru keponakannya See-tay Sielong Siangkoan Gie dari pemerintah yang lama."

"Ya," kata Lam-kiong Siang.

"Pada delapan tahun dulu, selama dalam tangsi Sin Bu Eng di Tiang-an, aku rasa pernah bertemu sama kedua tuan. Kctika itu tuan-tuan tengah mengikuti Bu Sin Su mengunjungi Congkoan Lie Beng Cie. Akulah yang menjadi pengawal pintu itu waktu." Tatkala itu Lam-kiong Siang masuk dalam Sin Bu Eng untuk mencoba membunuh Bu Cek Thian, Hong Bok Ya dan Ciok Kian Ciang sebagai orang-orangnya Bu Sin Su lagi melindungi ratu itu, karenanya mereka sedang bekerja untuk tujuan masing-masing. Sekarang mereka bertemu disini, kedua pihak lantas sama-sama tertawa.

"Sebaliknya aku tidak ingat dimana pernah bertemu sama tuan-tuan," berkata Lie lt.

Ia berlagak pilon.

Sebenarnya ia pernah menemui mereka pada sepuluh tahun yang lampau, sebelum ia meninggalkan kotaraja.

Satu kali kedua orang itu turut Bu Sin Su pergi keistana menghadap Bu Cek Thian, Lie It berada didalam istana, maka mereka bertemu satu pada lain.

Sekarang Lie It heran, ia kata didalam hatinya: "Mustahilkah mata mereka tajam luar biasa? Dulu hari itu aku masih belum dewasa dan sekarang aku pun telah mengubah parasku, setelah berselang sepuluh tahun lebih, sedang dulu kita tidak berbicara satu dengan lain, benarkah mereka masih mengenali aku? Mungkinkah mereka cuma menduga-duga saja disebabkan pengalaman mereka yang luas"

"Saudara Siangkoan gagah," kata Hong Bok Ya, tertawa.

"Melihat kau, orang lantas merasa kagum, dari itu, meski dulu kita belum pernah bertemu satu dengan lain, sekarang toh kita ada diantara orang sendiri. Aku girang sekali bertemu sama kenalan lama dan sekarang menjadi kawan!" "Tuan-tuan, mengapa tuan-tuan ketahui yang aku si orang tua telah datang kemari'?" Tat Souw tanya.

"Selama didalam istana Khan yang agung kami telah bertemu dengan Yang Thay Hoa, muridnya Pek Yu Siangjin," jawab Ciok Kian Ciang. "Katanya pangcu telah minta perantaraannya memberi warta kepada Guru Besar Matu dan bahwa lagi dua hari pangcu bakal tiba. Hal itu membuatku girang sekali, karena siauwtee ingin sekali segera bertemu sama toako. Lantas siauwtee mengajak saudara ini datang memapak."

"Aku berterima kasih yang Guru Besar Matu demikian baik hati," kata Tat Souw. "Apakah Pek Yu Siangjin sendiri sudah tiba disana?"

"Belum, tetapi kabarnya ia akan sampai dalam ini satu-dua hari," jawab Kian Ciang.

Mendengar pembicaraan itu, Lie It terkejut.

Ia kata didalam hatinya: "Pek Yu Siangjin bersama- sama Thian Ok Tojin dan Biat Touw Sin Kun yalah yang dikenal sebagai Hek-Gwa Sam-Hiong, Pek Yu terlebih liehay daripada dua yang disebut belakangan ini. Dengan mereka turut pihak Turki itu, siapa nanti dapat mengalahkan mereka?"

"Kapankah akan dibikin pertemuan besar antara pelbagai busu dikota raja?" kemudian Tat Souw menanya pula. .

"Tanggal itu telah ditetapkan, yalah lagi tiga hari," jawab Ciok Kian Ciang. "Aku justeru menguatirkan toako tidak keburu sampai diwaktunya yang tepat." "Aku sudah tua," kata Tat Souw tertawa. "Kedatanganku ini untuk membantu meramaikan saja. Biarlah mereka, anak-anak muda, menggunai ketikanya ini untuk menunjuki kepandaian mereka, guna mereka mengeluarkan selaksa anak!"

Kata-kata "mengeluarkan selaksa anak" itu ada kata- kata kaum Kang-ouw, artinya mengangkat nama.

Demikian mereka berjalan bersama.

Hong Bok Ya berjalan berendeng dengan Lie It. "Saudara,"  ia  berkata pada pangeran  itu, "pamanmu

terkenal untuk ilmu suratnya, kau sendiri memahamkan

ilmu silat dan bergaul sama saudara-saudara dari dunia Kang-ouw, sungguh itulah hal yang luar biasa. Menurut saudara Lam-kiong, saudara mempunyai ilmu silat pedang yang liehay, entah siapakah guru saudara?"

"Saudara Lam-kiong itu cuma sengaja mengangkat- angkat namaku," sahut Lie It, merendah. "Yang benar aku belajar beberapa jurus sambil lalu saja. Aku tidak berani menerima pujian itu."

"Puterinya Siangkoan Tayjin terhitung kakak-beradik dengan kau, saudara Siangkoan," berkata pula Hong Bok Ya. "Dalam beberapa tahun ini ia telah mendapatkan kepercayaannya Thianhouw. Pernahkah saudara bertemu dengannya?"

Mendengar disebutnya nama Wan Jie, dengan sendirinya airmuka Lie It menjadi guram. Dengan tidak gembira, ia menyahut: "Meskipun benar kami terhitung kakak-beradik, sekarang ini kami mengambil jalan masing-masing, karena tujuan kami, berlainan, berlainan pula perjalanan kami. Semenjak dia masuk kedalam keraton, sudah lama kami tidak saling bertemu."

Hong Bok Ya mengangguk.

"Nona Siangkoan nona cerdik pandai dijaman ini, sayang ia tidak insaf akan suasana," ia berkata. "Ia telah merubah sikapnya dan sekarang ia menghamba kepada musuh. Tidak heran, saudara, jikalau kau menjadi berduka karenanya."

Kemudian Ciok Kian Ciang juga mendekati Lie It, untuk berbicara. Seperti Hong Bok Ya, dia pun mengeluarkan kata-kata yang memancing.

Akan tetapi Lie It mengetahuinya kedudukannya, ia berlaku waspada, ia berbicara dengan berhati-hati.

Maka itu, meski mereka itu bercuriga, mereka tidak menemukan sesuatu yang dapat menguatkan kecurigaannya itu.

Pada magrib hari itu, rombongan ini telah tiba dihilir sungai Koshalar, maka Hong Bok Ya lantas berkata: "Masih ada perjalanan setengah hari untuk sampai dikotaraja Khan yang agung, karena itu tak usahlah kita terlalu tergesa-gesa."

Maka itu, mereka lantas berhenti, untuk memasang tenda.

Baru mereka habis bersantap, hari sudah mulai gelap.

Malam itu, rembulan indah sekali, pemandangan alam dipadang rumput sangat mengiurkan hati.

Karena itu, mereka tidak lantas masuk tidur hanya berjalan-jalan diatas rumput. Hanyalah mereka berpisah rombongan, yaitu Thia Tat Souw bersama Hong Bok Ya dan Cio Kian Ciang, sedang Lie It bersama Lam-kiong Siang.

Mereka berjalan dengan perlahan akan tetapi selang sekian lama, mereka berpisahan hingga kedua pihak tidak melihat lagi satu pada lain.

"Thia Pangcu agaknya sangat bercuriga," kata Lie It. "Demikian tadi malam hampir ia menyangka akulah yang menggunai jarum rahasia itu."

"Selama belasan tahun dia dikepung-kepung orangnya Bu Cek Thian." kata Lam-kiong Siang, "didalam dunia Kang-ouw ini, dia hampir tidak mempunyai tempat untuk memernahkan diri, tidak heran jikalau dia menjadi sangat bercuriga."

Dimulut, sahabat ini berkata demikian, didalam hatinya, ia memikir lain.

Didalam hatinya itu ia mengatakan: "Aku sendiri, jikalau bukannya aku ketahui kaulah anggauta keluarga raja, bahwa kaulah musuhnya Bu Cek Thian, aku pun pasti mencurigai kau..."

Sekian lama mereka berbicara dari hal lainnya, akhirnya Lam-kiong Siang berkata: "Sekarang sudah mulai larut malam, marilah kita kembali."

"Sukar didapat malam seindah ini, aku belum berniat tidur," sahut Lie It. "Kalau kau ingin beristirahat, pergilah kau beristirahat terlebih dulu."

"Thianhee, kaulah seorang sasterawan, beda dengan aku yang tidak mengerti akan keindahan malam yang berbulan-purnama ini," berkata Lam-kiong Siang. "Baiklah, akan aku pulang lebih dulu, sekalian aku nanti merapikan tempat tidurmu."

Lie It mengucap terima kasih.

---o^TAH^0DewiKZ^o---

Seberlalunya kawan itu, ia menjadi kesepian, pikirannya menjadi tidak tenang.

Ia berjalan terus hingga tanpa merasa ia telah pergi jauh, sampai ditepi sungai dimana ada pepohonan yang lebat.

Justeru itu, kupingnya mendengar suara orang bicara dengan perlahan. Ia heran. Tanpa merasa, ia memasang kupingnya. `

"Thia Toako," demikian ia dengar. "Kau masih belum tahu, disini ada suatu rahasia yang besar."

Itulah suaranya Hong Bok Ya.

"Heran, apa yang mereka bicarakan," pikir pemuda bangsawan ini.

Ia bisa mendengar tegas suara orang.

"Baiklah aku mendengari lebih jauh, untuk mendapat tahu rahasia itu rahasia apa "

Maka ia lantas mendekam dibelakang sebuah tanah munjul dimana ia lantas memasang kupingnya.

"Rahasia apakah itu?" terdengar Tat Souw menanya. "Toako tahu, negara itu negaranya si orang she Bu

atau si orang she Lie?" Hong Bok Ya balik menanya. "Bagaimana itu? Mungkinkah, setelah beberapa tahun aku meninggalkan Tionggoan, disana telah terjadi sesuatu perubahan?" Tat Souw menanya pula.

"Toako tahu, sekarang ini Bu Cek Thian sudah menerima baik saran dari Tek Jin Kiat, ia telah menetapkan bahwa kerajaan bakal diwariskan kepada puteranya yaitu Lie Hian yang sekarang ini menjadi Pangeran Louw Leng Ong. Maka itu, Tionggoan, sekarang ini masih tetap kepunyaan kaum Keluarga Bu, lalu nantinya akan kembali menjadi miliknya Keluarga Lie."

Mendengar keterangannya Hong Bok Ya itu, Lie It tidak menjadi heran.

Untuknya, itulah bukannya rahasia. Hal itu ia telah mendengarnya dari Tiangsun Tay.

Thia Tat Souw sebaliknya heran, hingga ia mengasi dengar tertawanya yang dingin.

"Bu Cek Thian benar-benar tolol!" katanya. "Apakah mungkin dia menganggap anak lebih erat daripada keponakannya. Kenapa dia tidak mau memikir bahwa negara itu dia merampasnya dari tangan Keluarga Lie dan bahwa peristiwa itu untuk pihak Keluarga Lie adalah hal yang memalukan dan menyakiti hati? Bukankah banyak sekali orang bangsawan dan menteri-menteri yang terbinasa ditangannya?. Apakah dia tidak tahu bahwa musuhnya banyak sekali dan semua musuh itu bakal menuntutbalas ? Mungkin dia sendiri dapat menyelamatkan dirinya akan tetapi bagaimana dengan sanak keluarganya she Bu ? Aku percaya mereka itu tentulah sukar terluput dari bahaya jiwa " Ia hening sejenak, lantas ia menanya : "Kamu berdua, bukankah kamu berkuatir penunjangmu nanti roboh maka kamu hendak mencari penunjang yang baru?"

Ciok Kian Ciang tertawa, ia berkata : "Toako, aku hendak bicara, aku tidak takut kau nanti mentertawainya. Bukankah toako sendiri juga bukan dengan sesungguhnya hati hendak menjadi menteri setia dari kaum Keluarga Lie ?"

"Aku belum pernah makan gaji dari Pemerintah Tong, bolehlah aku tak usah membela mati-matian padanya," menyahut Tat Souw, yang pun omong terus terang. "Tetapi karena Bu Cek Thian mendesak aku sampai aku tidak dapat jalan keluar, terpaksa aku mesti memilih, hendak aku menunjang kepada kaum Keluarga Lie agar dia dapat menjadi raja".

"Itu benar !" Kian Ciang bilang. "Sebenarnya tidak perduli siapa menjadi raja, si orang she Lie atau si orang she Bu, dua-duanya baik asal mereka jangan memusuhkan kita ! Tentu sekali terlebih baik pula jikalau mereka suka memberikan kita pangkat tinggi dan kedudukan mulia "

"Benar, kau bicara cocok dengan hatiku!" berkata Tat Souw.

"Jikalau demikian adanya, toako, tidak takut kami omong dengan sebenar-benarnya kepada toako," berkata Hong Bok Ya. "Sebetulnya sekarang ini kami datang kemari atas titahnya Pangeran Gui Ong. Jikalau nanti tentara Turki sudah menyerbu ke Tionggoan, Gui Ong sudi bekerja sama, untuk menyambut dari dalam".

"Apakah kau omong benar?" Tat Souw tanya. "Kenapa tidak benar?" membaliki Hong Bok Ya. "Benar!, Gui Ong menjadi keponakannya Bu Cek Thian akan tetapi dia pun mesti memikirkan kepentingannya sendiri. Bu Cek Thian hendak mewariskan takhta- kerajaan kepada puteranya, habis apakah pengharapannya Gui Ong? Maka itu asal raja Turki suka berjanji akan mengangkat dia menjadi raja, dia tidak segan-segan untuk menentang dan menterbaliki Bu Cek Thian."

Inilah baharu rahasia, maka itu, mendengar keterangannya Hong Bok Ya itu, tubuh Lie It menjadi bergemetar sendirinya.

Ia menganggap, perbuatannya Gui Ong itu berbahaya dan hina.

Thia Tat Souw tertawa untuk keterangannya Hong Bok Ya itu.

"Untuk Bu Cek Thian. itulah yang dinamakan, orang banyak berontak, sanak sendiri menceraikan diri!" ia berkata. "Ha! Sungguh aku tidak menyangka bahwa kamu berdua yalah utusan rahasia dari Bu Sin Su!"

"Sekarang ini Khan Turki sudah memberikan jawabannya yang menerima baik permintaan atau syarat dari Gui Ong itu. Kita tinggal menanti saja saatnya Khan mulai menggeraki angkatan perangnya. Satu hal aku mau minta perhatian toako. Ketua muda toako itu, Hu- pangcu Lamkiong Siang, bercita-cita membangun pula Kerajaan Tong, maka itu rahasia kita ini tidak dapat diberitahukan kepadanya."

"Sebenarnya Lam-kiong Siang percaya sekali padaku, apa yang aku bilang belum pernah ia berani bantah," kata Tat Souw. "Tapi, untuk kebaikan kita, baiklah ia tak usah diberitahukan rahasia ini."

"Masih ada satu lagi," Hong Bok Ya berkata pula. "Aku pun menyangsikan Siangkoan Bin."

Kaget Lie It mendengar pernyataan Hong Bok Ya itu. "Apa...?" tanya Tat Souw. "Apakah kau telah melihat

sesuatu yang mencurigakan."

"Dimataku dia tidak mirip-miripnya orang Kang-ouw," Hong Bok Ya jawab. "Dia juga nampaknya bukan sembarang orang. Anak dan keponakannya Siangkoan Gie, aku tahu sebagian besar, tetapi belum pernah ada keponakan seperti dia itu."

"Lam-kiong Siang membilangi aku bahwa orang itu kakak-angkatnya," berkata Tat Souw. "Mungkinkah dia mendustai aku?"

"Tapi kita pun cuma menyangsikan saja," kata Hong Bok Ya. "Aku pikir tidaklah halangannya untuk kita waspada."

Thia Tat Souw mengasi dengar suara setujunya. "Sekarang  kau  bilangi  aku,  dibawah  perintahnya Bu

Cek Thian itu, siapakah orangnya yang liehay?" tanya dia

kemudian.

"Tadinya Bu Cek Thian mempunyai tiga jago dari tangsi Sin Bu Eng," sahut Hong Bok Ya, "yalah See-bun Pa, Cin Tam dan Thio Teng..."

"Dengan mereka bertiga, pernah aku bertempur," berkata Tat Souw. "Diantara mereka, See-bun Pa yang paling tangguh, aku pernah terkena cambuknya, dan dia pernah terhajar pipaku. Kekuatan kita berimbang. Tentang dua yang lainnya, meskipun mereka tidak dapat dicela hm...! mereka cuma berimbang dengan Lam-kiong Siang, pembantuku!"

"Sekarang keadaan telah berubah," Hong Bok Ya menerangkan pula. "Pada delapan tahun dulu, dalam pertempuran digunung Lie San, Thio Teng telah dihajar mampus oleh Thian Ok Tojin, bahkan See-bun Pa juga kena dilukai hingga kepandaiannya menjadi mundur."

Tat Souw nampaknya heran.

"Menurut kau, mungkinkah Bu Cek Thian tidak mempunyai lagi pahlawan yang gagah?" ia tanya.

"Masih ada satu orang yaitu Lie Beng Cie, congkoan dari tangsi Sin Bu Eng," jawab Hong Bok Ya.  "Kepandaian dia itu dalam ilmu luar dan dalam tidak dapat dicela, tetapi dialah kepala dari satu pasukan, maka itu dia kurang mahir dalam ilmu ringan tubuh. Dia belum pernah muncul dalam dunia Kang-ouw."

"Aku mendengar kabar Bu Cek Thian mempunyai seorang keponakan perempuan yang bernama Bu Hian Song," kata Tat Souw, "katanya dialah murid yang disayang dari pendeta wanita Yu Tam. Selama dipuncak gunung Ngo Bie San, kabarnya dia sudah mengacau pertemuan orang-orang gagah, bahkan Kok Sin Ong terkalahkan olehnya, jadi dia tidak dapat dipandang enteng. Kenapa kau tidak menyebut nama dia?"

Mendengar disebutnya Hian Song, hati Lie It berdenyutan.

Ia lantas menaruh perhatian terlebih besar lagi. "Toako menyebut Bu Hian Song?" kata Hong Bok Ya. "Dia sekarang tidak ada dikotaraja. Dia... Dia...”

"Dia kenapakah?"

"Ini pula suatu rahasia. Justeru aku hendak mendamaikannya dengan toako "

Perkataannya Hong Bok Ya ini diputuskan Thia Tat Souw, yang mendadak membentak dengan tegurannya: "Siapa itu diluar?"

Lie it terkejut. Ia heran. Ia menyangka Tat Souw telah mempergokinya. Ia sudah lantas berpikir untuk segera keluar dari tempalnya sembunyi.

Atau ia mendengar suara sahutan, suara yang ia kenal: "Toako, aku!"

Itulah Lam-kiong Siang.

"Mau apa kau datang kemari?" Tat Souw tanya keras. "Selagi aku berada didalam tenda, aku mendengar

suaranya seorang ya-heng-jin," menjawab Lam-kiong Siang, "aku lantas keluar dan menyusul sampai disini, aku tidak menyangka akan menemui toako."

Tat Souw terkejut, hingga ia berjingkrak. "Kemana perginya dia?" dia menanya cepat.

Lam-kiong Siang menunjuk, kearah yang bertentangan dengan tempat sembunyinya Lie It.

"Baik, mari kita susul dia!" kata Tat Souw, yang segera mendahului lari kearah hulu sungai, untuk mengejar ya- heng-jin itu - orang yang biasa keluar malam.

Lie It bernapas lega. Tapi ia berpikir: "Lam-kiong Siang menyebut-nyebut ya-heng-jin, entah benar entah tidak. Mungkin sekali dia sengaja hendak menyingkirkan Thia Tat Souw "

Karena ini, ia lekas pulang ke-tenda.

Ia merebahkan diri, untuk mencoba tidur, tetapi ia tidak dapat pulas.

Ia bergulikan.

Ia memikirkan perkataannya Hong Bok Ya.

Sayang pembicaraan Hong Bok Ya dan Thia Tat Souw diputuskan Lam-kiong Siang.

Setahu rahasia apa itu yang Hong Bok Ya hendak mengatakannya.

Bukankah itu mengenai Bu Hian Song?

Ingat kepada nona bangsawan itu, hati Lie it ber- guncang.

Karena ini, ia pun menjadi ingat pula akal busuk dari Bu Sin Su.

"Dia mau menyambut bangsa Turki, pengkhianatannya itu hebat sekali," pikir ini pemuda bangsawan. "Jikalau dia berhasil hingga dia menjadi raja, terang sudah Tiongkok bakal menjadi jajahannya Turki, dan kaum keluarga Lie juga mesti bakal habis dibunuh-bunuhi dia. Pasti dia bakal jadi terlebih kejam daripada Bu Cek Thian!"

Mengingat itu, hati Lie It guncang makin keras.

"Kalau begitu, sudah seharusnya aku pulang ..." pikirnya kemudian. Cuma sejenak pemuda ini memikir untuk pulang ke Tionggoan, atau ia lantas ingat Tiang-an yalah kota yang melukai hatinya, dikota itu ada semua orang yang ia tidak ingin menemuinya pula.

Pula ia pernah bersumpah didepan Tiangsun Pek bahwa ia suka menemani isteri itu hidup bersama sampai hari tua mereka diwilayah perbatasan, supaya untuk selamanya mereka tidak pulang lagi ke Tiongkok.

"Akan tetapi sepak terjang Bu Sin Su ini sangat berbahaya..." ia bersangsi lebih jauh. "Aku pulang atau jangan...?"

Masih saja ia bimbang, ia gulak-gulik tak mau pulas.

Tidak terlalu lama, diluar tenda terdengar suara tindakan kaki dari pulangnya Tat Souw beramai.

Ia lekas-lekas menyelimutkan diri, untuk berpura-pura pulas.

Hong Bok Ya bersama Ciok Kian Ciang dan si opsir Turki berdiam didalam satu tenda, Tat Souw bersama Lam-kiong Siang mengambil tenda mereka. Ia mendengar tegas tibanya dua orang itu, ketua dan ketua muda dari Hok Houw Pang.

"Dia liehay sekali, datang dan perginya tak ketahuan, apakah dia kembali si orang yang kemarin ini?" terdengar Tat Souw berkata seorang diri. Lantas dia menegaskan Lam-kiong Siang: "Apakah benar-benar kau tidak melihat salah?"

"Aku melihat nyata seorang. dalam supa bayangan hitam, lari kearah sana," ketua muda itu memberikan kepastiannya. "Baiklah, besok kita periksa tapak kakinya!" kata Tat Souw kemudian. "Hm! Lihat Siangkoan Bin, dia tidur nyenyak sekali!"

Lie It memang berpura-pura menggeros, tetapi didalam hatinya, ia berpikir keras.

"Teranglah, delapan dalam sepuluh Lam-kiong Siang sengaja menjauhkan Tat Souw dari aku." demikian pikirnya.

"Tat Souw seorang licin bagaikan rase, dia sangat mencurigai aku. Bagaimana kalau besok dia dapat mencari tapak kakiku? "

Oleh karena mereka bertiga berdiam didalam sebuah tenda, ia menyesal yang ia tidak bisa memasang omong dengan Lam-kiong Siang.

Dipadang rumput, hawa udara gampang sekali salin rupa. Kalau ditengah malam pertama sang malam indah sekali, maka ditengah malam ke-dua, angin keras lantas menyamber-nyamber sekalian membawa turun hujan lebat. Ini justeru melegakan hati Lie It, yang menjadi girang sekali.

"Syukur turun hujan, besok tapak kaki pasti hilang," pikirnya.

Tapi, ia masih mendapatkan hal yang mengejutkan hatinya.

Besoknya pagi, ketika orang bangun dari tidur, hujan sudah berhenti.

Thia Tat Souw yang paling dulu keluar dari tenda. Dia lantas mengasi dengar seruan kaget dan heran. Bersama-sama Lam-kiong Siang, Lie It berlari keluar, dengan begitu, mereka lantas menyaksikan sebab dari kaget dan herannya ketua Hok Houw Pang itu.

Dihadapan mereka, terlihat tendanya Hong Bok Ya bersama Ciok Kian Ciang dan si opsir Turki telah berpindah tempat, kira-kira setengah lie.

Ditempat baru, tenda itu bertumpuk dalam keadaan tenda rusak.

Yang hebat adalah mereka bertiga pun rebah ditanah pasir berlumpur dengan tak berkutik.

Dalam kagetnya itu, habis berseru, Thia Tat Souw lari menghampirkan.

Hong Bok Ya dan Ciok Kian Ciang liehay, tidak nanti terjadi mereka rebah berdiam saja kalau itu hanya disebabkan tenda mereka diserang badai dan hujan lebat semalam. Kalau tenda mereka terbawa angin, mereka tentu bisa menyelamatkan diri mereka.

Segera setelah datang dekat, Tat Souw mendapatkan ketiga orang itu rebah sebab mereka menjadi kurban- kurban totokan jalandarah mereka.

Sebagai ahli, ia lantas menolong membebaskan, hingga mereka sadar seketika.

Lantas mereka itu saling mengawasi, heran mereka tidak terkirakan.

"Apakah artinya ini?" tanya si opsir.

"Terang sudab kita kena terbokong!" kata Hong Bok Ya dengan menyeringai.

Sebab ia malu, mendongkol dan menyesal sekali. Opsir itu mengawasi Tat Souw.

"Terbokong?" katanya dingin. Lalu ia menambahkan kepada ketua Hok Houw Pang itu: "Dan kamu, kamu tidak apa-apa!"

Mukanya Tat Souw menjadi merah. Ia malu sendirinya.

Bukankah ia telah tidak ketahui siapa si pembokong?

Bukankah seperti sengaja si pembokong tidak menganggu padanya?

Pasti sekali, karenanya, opsir itu menjadi bert yuriga.

Memikir bahwa orang demikian liehay, Tat Souw malu sendirinya berbareng pun heran, hingga ia berpikir keras.

Lam-kiong Siang pun heran akan tetapi ia girang.

Katanya dalam hatinya: "Tadi malam aku ngaco-belo tentang seorang yaheng-jin, siapa sangka benar-benar datang orang tukang keluar malam itu!"

Tentu sekali ia menjadi tidak kuatir rahasia, atau kedustaannya itu, akan ketahuan.

Tat Souw bertiga ada tetamu-tetamu baru, si opsir Turki tidak berani berbuat keterlaluan, maka itu, urusan itu tidak ditarik panjang.

Pula, biar kejadian diselidiki, mana bisa mereka memperoleh endusan?

Si pembokong tentunya sudah kabur entah kemana.

Hong Bok Ya bertiga lantas menyalin pakaian, habis itu, mereka melanjuti perjalanan mereka itu.

---o^TAH^0^DewiKZ^o--- DIWAKTU magrib, tibalah mereka dikota raja. Langsung mereka menuju kegedung tetamu dimana lantas ada orang yang menyambut, untuk melayani mereka.

Bukan main girangnya Thia Tat Souw kapan ia telah berhadapan sama si penyambut.

Orang itu bertubuh kurus dan jangkung, alisnya jarang. Karena dia berjidat jantuk, romannya nyata luar biasa. Dibelakang dia ada seorang opsir Turki.

"Oh, Yang Laotee!" berseru ketua Hok Houw Pang. "Jikalau dari siang-siang aku ketahui kau berada disini, tak usahlah aku mengambil jalan yang berabe, dapat aku langsung pergi padamu!"

"Aku pun dapat pertolongan dari nama harumnya guruku!" menyahut orang yang dipanggil Yang Laotee itu

- si adik she Yang. "Syukur Khan yang agung mempercayai aku, aku lantas diberikan sesuatu tugas. Aku dengar kau telah berhubungan sama Guru Besar Matu clan Guru Besar sudah berbicara dengan Khan yang agung. Kaulah ketua dari suatu partai besar, Khan girang sekali. Diantara kau pula ada kedua locianpwee Thian Ok dan Biat Touw, yang bicara untukmu, maka aku percaya kau pasti bakal terpakai Khan yang agung!"

"Aku harap saja!" kata Tat Souw. "Aku membawa bingkisan yang tidak berharga untuk Guru Besar, aku minta laotee sudi to long menyampaikannya terlebih dahulu."

"Jangan kesusu," berkata si kurus dan jangkung itu. "Besok saja kita pergi menemui Guru Besar."

"Baiklah, aku menurut saja," kata Tat Souw, yang kembali menghaturkan terima kasihnya. Kemudian ia menambahkan: "Besok ada hari raya Mencabut Hijau, kabarnya Khan yang agung hendak mengadakan suatu pertemuan besar, maka itu, bagaimana dengan gurumu, laotee, ia sudah datang atau belum?"

"Mungkin suhu datang disaat rapat dibuka," menyahut si jangkung-kurus itu, yalah Yang Thay Hoa, murid kepala dari Pek Yu Siangjin. Dia ditugaskan Khan Turki mengepalai gedung tetamu, istimewa buat menyambut tetamu-tetamu dari Tiongkok. Pula dia diharuskan secara diam-diam menilik sekalian tetamunya, untuk mencari tahu tentang mereka.

Habis berbicara, Yang Thay Hoa mengajak sekalian tetamunya masuk kedalam, untuk bertemu sama tetamu- tetamu yang sudah datang lebih dulu. Kebanyakan Tat Souw sudah mengenal mereka, sebaliknya, untuk leganya hati Lie It, tidak ada seorang jua yang mengenali dia-nya.

Semua orang memberi selamat kepada Tat Souw, maka ramailah gedung tetamu itu.

Lie It sebal menyaksikan tingkah polah mereka itu, maka ia berdiam sendiri saja dipinggiran. Dari sini ia dapat melihat Yang Thay Hoa berbicara dengan Hong Bok Ya, lantas penyambut tetamu itu menunjuki roman heran, sembari tertawa dia datang menghampirkan. Ia bercekat hatinya, tapi ia menenangkan diri.

Yang Thay Hoa lantas mengangsurkan tangan. "Saudara Siangkoan, aku merasa beruntung dengan

pertemuan kita ini!" katanya. Dia memberi selamat bertemu.

Dengan terpaksa Lie It mengulur tangannya, untuk menyambuti. Begitu mereka berjabat tangan, ia merasakan hawa panas seperti besi marong. Syukur selama delapan tahun hidup menyendiri diatas gunung Thian San, ia telah berlatih keras, maka itu ia dapat mempertahankan diri. la lantas menarik pulang tangannya dan tertawa.

"Yang Tayjin berlaku sungkan sekali!" katanya manis.

Melihat sikap orang tenang, Yang Thay Hoa menjadi curiga.

"Aku masih belum mengetahui saudara Siangkoan termasuk partai persilatan mana?" dia menanya. "Siapakah guru saudara"'

"Aku belajar silat sembarangan saja," Lie it menyahut. "Aku cuma mengikuti cinteng-cinteng dari ayahku, dari itu aku tidak termasuk kedalam partai yang mana juga."

"Tak usah kau, terlalu merendahkan diri, saudara Siangkoan!" kata Thay Hoa, tertawa dingin. "Melihat tenaga-dalammu, kau mungkin dari Ngo Bie Pay. Entah bagaimana saudara berbahasa terhadap Tiangsun Losianseng dan Ut-tie Losianseng?"

Mau atau tidak, didalam hatinya, Lie It terkejut juga, hingga ia berpikir: "Muridnya Pek Yu Siangjin ini liehay sekali, dengan hanya berjabat tangan, dia ketahui asal- usul ilmusilatku. Jikalau dia melit menanya aku, bisa-bisa rahasiaku pecah ..."

Syukur untuk pangeran ini, belum sampai ia memberikan jawabannya, gedung yang berisik itu mendadak menjadi sunyi-senyap, lalu menyusul itu, ia mendengar beberapa orang berkata dalam keheranan: "Oh, Kok Lo-bengcu, kau juga datang kemari?"

Lagi sekali, Lie It terkejut. Ketika ia menoleh kearah kemana semua mata orang ditujukan, kagetnya bertambah, hingga hampir iu tidak mau percaya matanya sendiri.

Disana muncul Kok Sin Ong, orang dengan siapa ia telah berpisah hampir sembilan tahun.

Pada sepuluh tahun dulu, Kok Sin Ong menjadi bengcu, kepala perserikatan kaum Rimba Persilatan di Tiongkok, maka itu, kedudukannya yalah kedudukan cianpwee, orang yang terlebih tua, dan dibanding  dengan kedudukannya Thian Ok Tojin dan Biat Touw Sin- Kun, dia ada terlebih atas. Sekarang dia muncul dengan tiba-tiba, tentu sekali semua orang heran karenanya. Memang tentang dia, kabar anginnya pun tidak ada.

Yang Thay Hoa menyambut dengan rupa tergesa- gesa, sembari tertawa ia berkata: "Kok Locianpwee, angin apakah telah meniup kau datang kemari?" Ia heran berbareng girang.

Kok Sin Ong ialah orang yang menentang Bu Cek Thian, akan tetapi ia memandang rendah terhadap Hek Gwa Sam Hiong, benar ia tidak terang-terangan menentang tiga jago dari Tanah Perbatasan itu, diantara mereka sedikit sekali hubungannya satu dengan lain. Sekarang dia datang dengan mendadak, tanpa diundang, tidak aneh apabila orang dibuat heran karenanya. Yang Thay Hoa kata didalam hatinya: "Orang besar begini sampai turut datang, muka guruku pasti menjadi bertambah terang!"

Kok Sin Ong tertawa.

"Aku mendengar kabar Pek Yu Siangjin bakal menjadi agung kedudukannya sebagai Guru Negara, maka itu aku sengaja datang untuk memberi selamat kepadanya!"

Yang Thay Hoa heran, didalam hatinya ia kata pula: "Hebat pendengarannya orang tua ini." Lekas-lekas ia menjawab dengan sikapnya yang menghormat: "Guruku masih belum tiba. Adalah kedua paman guruku, Thian Ok dan Biat Touw, yang sekarang sudah bcrada didalam istana Khan yang agung.' Nanti aku pergi memberi kabar pada mereka, locianpwee sendiri harap suka beristirahat dulu digedung ini."

Gedung tetamu ini ada tempat menyambut dan menempatkan tetamu, meski demikian, yang ditempatkan dan dilayani disitu yalah orang-orang dari kelas satu dan sebawahannya, mereka yang dari kelas utama langsung disambut oleh Khan sendiri, diperlakukan sebagai tetamu-tetamu yang istimewa.

"Tak usah, tak usah!" berkata Kok Sin Ong sambil ia mengulapkan tangannya. "Disini ada banyak kenalan, aku lebih suka berdiam disini." Sembari berkata begitu, dengan matanya ia menyapu keseluruh ruangan, ketika ia melihat Lie It, ia tersenyum, terus ia bertindak, untuk menghampirkan pangeran itu. Lie-It terkejut, hingga hatinya berdebaran. Ia heran, hingga ia berpikir: "Kok Sin Ong yalah seorang yang hendak membangun pula Kerajaan Tong, ia pun luas pengetahuannya, kenapa ia bolehnya menelad Hek Gwa Sam Hiong dan datang juga kemari?" Ia belum habis berpikir, jago tua itu sudah tiba didepannya dan sambil mengulur tangan, dia berkata: "Sudah lama kita tidak pernah bertemu!"

Lie It heran kenapa, meski ia telah salin rupa, orang masih mengenali padanya. Tapi ia menenteramkan diri, dengan lekas ia berkata: "Aku yang muda Siangkoan Bin mengujuk hormatnya kepada Kok Lo-bengcu."

"Jangan memakai banyak kehormatan," kata Kok Sin Ong seraya ia menjabat tangan orang, tetapi sembari menjabat itu, satu jarinya menulis kata-kata: ”Segala apa aku telah ketahui!"

Selagi Lie It tetap heran, Yang Thay Hoa nyelak diantara mereka.

"Kiranya jiewie telah kenal satu sama lain!" katanya "Aku mengenal Siangkoan Laotee semenjak dia  masih

orok," kata Kok Sin Ong. "Dia gemar ilmu silat, maka itu

aku si orang tua pernah bersama ia meyakinkan ilmu silat pedang."

"Jikalau begitu pantaslah bocah ini mengenal ilmu tenaga dalam yang lurus," pikir Thay Hoa.

Kok Sin Ong keluaran Ngo Bie Pay, dengan Tiangsun Kun Liang dan Ut-tie Ciong ia bersahabat, pantas kalau ia mengenal Lie It semenjak Lie It masih kecil, dan pantas juga Lie It mengcrti ilmu tenaga dalam yang sejati itu. Karena ini, kecurigaannya Yang Thay Hoa menjadi berkurang.

Kok Sin Ong berbicara pula dengan Lie It, tangan si anak muda masih ia tidak lepaskan, maka itu, kembali ia mencorat-coret: "Apakah kau benar datang kemari bukan untuk menghamba kepada Khan Turki?"

Lie It girang, pikirnya: "Dengan pertanyaannya ini, terang Kok Sin Ong pun bukan dengan sesungguhnya hati mau menghamba pada bangsa Turki." Maka ia lantas mencoret, menjawab pertanyaan itu: "Memang bukan."

Sepasang alisnya Kok Sin Ong terbangun, ia tertawa. Itulah menandakan leganya hatinya. Maka ia lantas melepaskan cekalannya, untuk berbicara dengan yang lain-lain. la tetap bersikap gembira dan ramah-tamah.

Lie It berpikir keras.

"Mungkinkah itu malam dia ini yang mempermainkan Thia Tat Souw?" ia tanya dalam hatinya. "Akan tetapi belum pernah aku mendengar halnya ia pernah mempelajari senjata rahasia yang berupa jarum untuk menyerang jalan darah ... Laginya, rasanya orang itu berkepandaian lebih tinggi dari padanya ... Jikalau bukannya dia, habis siapakah orang liehay itu? Mungkinkah ia selama sepuluh tahun ini telah bertambah pesat ilmu kepadaiannya?"

Pangeran ini menjadi menyesal sekali atas ada banyaknya lain orang disitu hingga ia tidak memperoleh ketika untuk menanyakan bengcu itu, untuk ia memperoleh kepastian.

Dihari kedua mestinya Thia Tat Souw menqajak Lam- kiong Siang dan Lie it menghadap Guru Besar Matu, yang kedudukannia mirip perdana menteri, tetapi ia mesti membatalkan itu disebabkan mendadak datang pemberitahuan dari Khan bahwa hari itu, tengah-hari, raja akan mengadakan perjamuan didalam istana, dan bahwa, habis pesta, pertemuan besar akan dibuka dengan resmi.

Sementara itu ada busu Turki yang memberitahukan bahwa pesta itu bukan pesta biasa, hahwa pesta diadakan sekalian berhuhung hari itu bakal tiba selir iang baru dari Khan. Jadi itulah pesta penyambutan. Dikatakan juga bahwa selir itu kabarnya puteri dari suatu negara kecil diselatan gunung Altai, romannya cantik luar biasa dan tersohor karenanya, maka untuk mendapatkanya, Khan sudah mengeluarkan banyak uang emas dan permata mulia. Untuk menyambutnya, ada dibilang lebih jauh, Khan sampai mengirim utusan istimewa.

Busu yang bisa mendapat kabar itu menambahkan bahwa ada kemungkinan, didalam perjamuan itu, sang selir sendiri akan menghaturkan arak kepada para tetamu.

Jikalau Khan mengundang pesta, siapa  yang menerima undangan merasakan girang sekali, karena itu berarti kehormatan luar biasa, dan sekarang, pesta ada dua maksudnya, tidak heran setiap orang ingin sekali mengehadirinya, untuk dapat melihat wajahnya si selir cantik.

Demikian tengah-hari itu, busu dari pelbagai negara, sudah berkumpul dimedan pesta, yang diadakan didalam istana dalam taman kerajaan. Disitu telah diatur penjagaan yang kuat dan rapih oleh sekalian busu yang diberikan tugas penjagaan.

Kedatangannya Kok Sin Ong telah diwartakan kepada Thian Ok Tojin dan Khan juga telah mendapat tahu, maka itu setibania tetamu itu Thian Ok meniambut bersama-sama Biat Touw, untuk memperkenalkan dia kepada Khan. Dengan begitu, Kok Sin Ong mendapat tempat duduk sebagai tetamu yang terhormat.

Thia Tat Souw bertindak terlebih rendah, maka ia cuma ditemani Yang Thay Hoa, tetapi ta dapat duduk dibagian depan. Yang lain2-nya, seperti Lie It dan Lam- kiong Siang, mendapat kursi menurut runtunannya masing2. Karena banyaknya tetamu, sampai diluar istana, dilatar yanq berumput, masih diatur meja pesta, hingga mereka ini sukar melihat sekalipun wajah Khan.

Lie It memandang Khan Turki, yang romannya agung, usianya sedikitnya sudah limapuluh lebih. Ia tidak melihat selir yang baru, yang belum sampai. Karena katanya selir itu berumur kurang-lebih duapuluh tahun, perbedaan mereka jauh sekali. Ia kata dalam hati kecilnya: "Apabila benar puteri itu demikian muda dan cantik, dia harus dikasihani ..." Tapi ia lantas tertawa sendirinia kapan ia ingat satu raja biasa mempunyai banyak selir.

Kemudian Lie It mengawasi kearah Thia Tat Souw. Dibantu oleh Yang Thay Hoa, ketua Hok Houw Pang itu menunjuk sikap hormat sekali kepada Guru Besar Matu. Ia tidak dapat mendengar pembicaraan orang tetapi dengan meyihat lagak-laguknya saja, ia sudah merasa muak, hingga ia lantas menggeser pandangann ya kelain arah. Baru selesai orang mengambil tempat duduknya masing2, lantas Lie It mendengar suara berisik yang datangnya dari luar istana. Ia lantas berpaling. Maka ia melihat munculnya seorang umur limapuluh tahun, baju panjangnya sudah luntur dan kopianya sudah belutuk. Orang itu mirip sangat dengan seorang pelajar tua, yang sudah rudin, sedang gerak-geriknya seperti gerak-gerik orang yang otaknya tidak beres. Kelakuannya ini juga yang menyebabkan bentak-bentaknya beberapa busu atau pengawal, yang hendak mencegah dia memasuki istana. Lima atau enam pengawal itu lari kedalam, untuk menyusul.

Melihat kelakuan itu, Lie it menduga, orang bukannya tetamu raja.

Para tetamu lainnya pun turut merasa heran. Pasti orang bernyali sangat besar maka dia berani lancang memasuki istana.

Sehentar saja orang itu telah tiha dilatar rumput dimana ada belasan media perjamuan, hingga para tetamu pada bangun berdiri.

"Berhenti!" membentak seorang pengawal, yang berhasil menyandak. Tapi dia bukan cuma membentak dengan perintahnya itu, terus dengan goloknya dia membacok kearah batok kepala orang!

Orang dengan pakaian dan lagak tidak keruan itti nampaknya bingung, tepat dia dibacok, mendadak dia terpeleset, tubuhnya lantas roboh terjengkang. Lie It kaget, ia mengira orang bakal terbacok celaka, atau ia lantas menjadi heran. Ketika dia jatuh, kaki kanan orang itu terangkat kaget, sepatunya copot, terbang kelengannya si pengawal, hingga golok ditangan pegawal ini terlepas. Rupanya sepatu itu membuatnya kaget dan kesakitan.

Begitu dia terjengkang, orang aneh itu Menggulingkan tubuh, untuk bangun herdiri dengan gesit sekali, untuk terus menyambuti sepatunya yang mau jatuh ketanah, kemudian tak sempat memakai sepatu itu, dia lari pula, untuk lari terus ...

Semua tetamu kaget dan heran. Kenapa orang jatuh tepat selagi dibacok!

Kenapa sepatu orang copot dan tepat mengenakan lengan si pengawal, hingga goloknya pengawal itu terbang? Bagaimana sebatnya dia dapat menanggapi sepatunya itu? Dan siapakah dia dan apa perlunya dia nerobos masuk kedalam istana?

Segera juga terlihat Kok Sin Ong dan Thian Ok Tojin berlari-lari keluar dari istana, untuk memapaki si pelajar tidak keruan lagaknya itu, dan Kok Sin Ong sambil berteriak-teriak: "Eh, Lao Hu! Inilah istana Khan yang agung, mengapa kau main gila?"

Thian Ok Tojin heran, dia, tanya Sin Ong : "Apakah Hu Lo-sianseng dari Thian San disana? Bagus, bagus sekali kau pun datang kemari!”

Mendengar suaranya dua orang itu, Lie It mendapat tahu Kok Sin Ong kenal baik orang itu dan Thian Ok cuma mengenal nama, melihat pun belum.

Orang luar biasa itu tertawa berkakakan.

"Kedua adikku, kamu boleh datang kenapa aku tidak?" katanya. Mendengar suara orang itu, rombongan pengawal yang mengejar lantas menghentikan pengejarannya. Mereka pun melihat munculnya Thian Ok Tojin dan Kok Sin Ong itu.

Orang itu melihat dan mendengar suaranya Kok Sin Ong dan Thian Ok Tojin, dengan lekas dia memakai sepatunya, habis mana, dia menyekal tangannya bengcu she Kok itu, sembari tertawa dia bertindak maju, untuk menaiki undakan tangga istana.

Para tetamu asal Tiongkok menjadi heran sekali, rata- rata mereka itu menanya dalam hati mereka: "Siapakah orang ini? Sampaipun Kok Sin Ong dan Thian Ok Tojin sangat menghormatinya "

Sekarang terlihat nyata orang jenggotnya yang panjang tetapi jarang, usianya paling tinggi baru limapuluh tahun lebih, jadi dia jauh lebih muda daripada Kok Sin Ong dan Thian Ok Tojin, maka heran kenapa dia memanggil dua orang itu dengan panggilan "lao-tee" atau adik yang tua. Pula agaknya dia kenal baik dengan Kok Sin Ong tetapi dengan Thian Ok baru kenal sekarang. Pula mereka heran atas Thian Ok, yang biasanya kepala besar dan jumawa, tetapi sekarang, dipanggil loa-tee, dia tidak kelihatan mendongkol .

Khan Turki telah menyaksikan kekacauan itu. Mulanya rasa tidak senang sekali pestanya didalam istana, terganggu sedemikian rupa. Tidakkah orang itu mirip dengan pengemis dan kelakuannya seperti orang edan? Tapi, setelah menyaksikan kepandaian orang, sikapnya menjadi lain. Ia mengerti orang adalah orang yang berkepandaian luar biasa, maka pantas saja jikalau tingkah-polanya turut luar biasa juga. Ia pun telah lantas melihat sikapnya Kok Sin Ong dan Thian Ok Tojin terhadap si pelajar. Bagaikan seorang raja yang besar cita-citanya, yang cerdas, ia lantas memikir: "Ada orang pandai datang sendiri, inilah bagus sekali, tidak dapat aku perlakukan dia tak semestinya."

Hampir berbareng dengan itu Biat Touw Sin-Kun pun memberitahukan raja itu bahwa tetamu tidak diundang itu seorang dengan kepandaian luar biasa, maka Khan lantas menitahkan guru negara menyambut.

Demikian dilain saat, tetamu luar biasa itu sudah duduk bersama-sama dimeja pesta yang utama itu.

Lie It sendiri segera mendusin begitu lekas ia mendengar Kok Sin Ong memanggil orang "Lao-hu," yang berarti”,Hu yang tua." Kata ia didalam hatinya, "Kiranya ialah Locianpwee Hu Put Gie dari Thian San!" Ia tahu, Hu Put Gie itu benar-benar seorang Kang-ouw yang luar biasa. Dia jago Rimba Persilatan tetapi dia hidup menyendiri, kelakuannya aneh. Demikian telah terjadi dalam pertemuan di Kim Teng, Puncak Emas, dari gunung Ngo Bie San, selagi Kok Sin Ong bertempur sama Bu Hian Song, mendadak dia muncul dan mengajak Sin Ong pergi. Tentang itu, Lie It tidak menyaksikan sendiri, ia sudah mengundurkan diri dari Kim Teng, tetapi kemudian Hian Song menuturkan kepadanya.

Hu Put Gie pun bersahabat dengan Ut-tie Ciong, gurunya Lie It. Ut-tie Ciong tinggal di Thian San Selatan, ia di Thian San Utara. Pernah satu kali Ut-tie Ciong datang menyenguk, keduanya lantas berunding tentang ilmu pedang. Ut-tie Ciong memberitahukan bahwa dia telah medapat beberapa jurus yang baru, Put Gie paling gemar pembicaraan ilmu silat dan gemar menggoda juga, maka mereka berdua kejadian menguji kepandaian mereka.

Kesudahannya Put Gie menang satu jurus dan ia menggoda pula. Ut-tie Ciong tahu orang menang tetapi dia tahu juga ilmu pedang sahabat itu masih ada kelemahannya, hanya pada saat itu, dia tidak tahu cara untuk mengalahkannya. Maka mereka berjanji lagi sepuluh tahun, mereka akan membuat pertemuan pula guna saling menguji lagi. Kejadian itu yalah kejadian sebelum Lie It mendaki gunung Thian San. Maka tidaklah diduga sama sekali, sebelum tiba hari janji sepuluh lahun itu, Ut-tie Ciong telah mendahului meninggal dunia. Terpisahnya gunung Selatan dengan Utara ada tiga-ribu lie lebih, maka juga meski Lie It dan Hu Put Gie sama- sama tinggal di Thian San, mereka belum pernah ketemu satu dengan lain. Sekarang Lie It melihat tibanya orang she Hu itu, ia heran. Ia pikir, Hu Put Gie benar aneh tetapi dia tidak dapat disamakan dengan orang pandai yang kebanyakan, kenapa sekarang dia datang kemari untuk membantu meramaikan?"

Ketika itu orang sudah duduk pula dengan rapih dan Khan pun telah memerintahkan orang mendesak untuk selirnya yang baru lekas keluar guna memberi selamat kepada para tetamunya. Sebaliknya, selir itu ayal-ayalan untuk memunculkan diri.

Maka akhirnya pemimpin dari pasukan pengawal, Batutu Kakdu, mengajukan usul, katanya: "Selama Yang Mulia Puteri belum hadir, mari kita main-main sebentar, untuk menggembirakan para tetamu, supaya mereka tidak menjadi kesepian."

"Permainan apakah yang bagus dilihat?" Khan tanya.
 ---o^TAH^0^DewiKZ^o---
DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar