Naga dari Selatan BAGIAN 47 : MENGUNDANG HARIMAU BUAS

 
BAGIAN 47 : MENGUNDANG HARIMAU BUAS

Sekarang marilah kita, ikuti perjalanan Hwat Siau dan Swat Moay. Dengan mengepit kedua anak muda itu mereka menuju keluar kota. Tiba ditepi sungai, karena sudah tiada tentara yang, mengejar, mereka lepaskan Tio Jiang dan Yan-chiu.

Diam2 Yan-chiu merasa berterima kasih atas tindakan suami isteri itu. Hal ini disebabkan kerinduannya pada sang suko. Hampir setahun berpisah masa baru bertemu saja sudah menghadapi bahaya maut. Sebaliknya Tio Jiang yang jujur, menganggap bahwa kedua orang yang menolonginya itu tentulah kaum cianpwe persilatan, maka tanpa ragu2 dia segera haturkan terima kasih.

"Ah, sama2 kaum persilatan, mana tega berpeluk tangan mengawasi hengtay (saudara) dicelakai kawanan serdadu? Usah banyak peradatanlah!" sahut kedua suami isteri itu.

Jawaban itu, merupakan jawaban yang lazim diucapkan oleh para orang gagah budiman. Tanpa menyelidiki dulu siapakah kedua suami isteri itu, kembali Tio Jiang haturkan terima kasih, serunya: "Bagaimana tak harus menghaturkan terima kasih? Dari mana jiwi mengetahui berita penangkapanku itu? Adakah jiwi ini datang dari Lo-husan

?"

Menduga ada sesuatu, buru2 Swat Moay gunakan ilmu thoan-im-jip-bi (menyusupkan suara) untuk  bertanya kepada Yan-chiu: "Siau-ah-thau, adalah dia itu kekasihmu? Kami telah menolongmu tadi, sekarang harap kau jangan buka suara apa2, nanti tentu kubuka jalan darahmu itu agar kau dapat pergi dengan bebas, mau tidak?" Oleh karena hati Yan-chiu hanya tertumpah pada diri sang suko, iapun mengiakan dengan serta merta. Melihat isyarat itu, baru Swat Moay memberi penyahutan pada Tio Jiang: "Benar, kami baru saja datang dari Lo-hu-san. Eh, mengapa siaoko dapat mengetahuinya?"

Yan-chiu terkesiap. Terang dia bersama kedua suami isteri itu baru datang dari Lok-jiang keselatan sini (Kauyau- koan), tapi mengapa Swat Moay memberi keterangan begitu? Ia taruh kecurigaan, tapi belum mengetahui sebab2nya.

"Ah, sungguh tak nyana kalian begitu lekas mengetahui berita itu. Dengan dua orang saudara aku menuju ke Kau- yau-koan, tapi belum sampai menghadap raja, sudah ditangkap dan dijebloskan dalam tahanan, dianggap sebagai pesakitan jahat. Turut keterangan sipir penjara, raja telah mempersalahkan kami berserekat pada sisa anak buah Thio Hian Tiong. Jadi kami digolongkan dengan kawanan pemberontak. Ah, mereka tak mengetahui bagaimana semangat perjoangan dan jiwa patriot dari saudara2 kita itu!" Tio Jiang menghabisi keterangannya dengan menghela napas panjang pendek.

Sebagai seorang benggolan dinas intelligence (rahasia) pemerintah Ceng, walaupun keterangan itu tiada awal mula, tapi Swat Moay segera dapat menarik kesimpulan bahwa kini digunung Lo-hu-san sana telah siap berkumpul para orang gagah yang bersedia untuk membantu pada kerajaan Lam Beng. Tapi raja Ing Lek yang tidak mempunyai kebijaksanaan itu, malah menganggap mereka itu hendak memberontak, maka Tio Jiang yang ditugaskan oleh kawan2nya menjadi utusan, telah dijebloskan dalam penjara.

Diam2 Swat Moay bersorak dalam hati. Kawanan orang gagah yang hendak dibunuh dengan dinamit digereja Ang Hun Kiong tetapi gagal itu, kini ternyata ditolak mentah2 oleh pemerintah Lam Beng. Ah, ini merupakan kesempatan yang bagus untuk mengembangkan aksi subversifnya (gerakan dibawah tanah). Apabila Tio Jiang pulang dan mereka (Hwat Siau dan Swat Moay) menambahkan api, sudah tentu para orang gagah itu akan ber-jingkrak2 marah. Dan inilah suatu landasan yang subur-untuk mengadu domba dan menghancurkan mereka.

"Ah, sungguh kurang ajar betul, sekarang saudara2 kita itu tentu putus asa!" akhirnya Swat Moay berkata dengan menghela napas, pura2 ikut bersedih.

"Ah, tidak! Ketika aku datang suhu pernah mengatakan, bahwa sekalipun pemerintah Beng mengadakan aksi perobahan haluan, kita tak boleh gugup dan cemas. Masakan sebelum diadakan pemilihan untuk jabatan Toa- ah-ko (pemimpin pertama) dan ji-ah-ko (pemimpin kedua), kita terus akan turun gunung begitu saja?" tanya Tio Jiang.

Kaget dan girang Swat Moay mendengarnya. Kaget, karena dalam 10 bulan saja, kawanan orang gagah itu sudah berhasil membangun lagi organisasi Thian Te Hui. Dugaan ini didasarkan atas ucapan Tio Jiang tentang pemilihan toa-ah-ko dan ji-ah-ko itu. Girang, karena kebenaran sekali ia (Swat Moay) dapat mengetahui hal itu. Dengan begitu sebelum organisasi itu berhasil dibentuk, dapatlah mereka berdua (Hwat Siau dan Swat Moay) menyusup kedalam untuk memecah belah.

"Oh, begitu. Kami berdua sebenarnya siap hendak menuju ke Lo-hu-san. Ketika tiba disini dan mendengar berita tentang pemerintah Beng menangkap 3 pemberontak, yang kami duga salah seorang tentu -Tio-heng sendiri, maka kami ber-gegas2 datang kemari untuk memberi pertolongan," buru2 Swat Moay menyahut dengan mengikuti perobahan angin. Sebagai seorang yang jujur, Tio Jiang tak menyangka sesuatu dalam ucapan Swat Moay itu. Tidak demikian dengan Yan-chiu yang saking herannya terus hendak bertanya, tapi selalu dicegah dengan isyarat mata oleh Swat Moay hingga terpaksa tak jadi. Biasanya otak sinona itu cerdas, tapi pada saat itu ternyata belum dapat menginsyafi betapa gawatnya urusan itu. Malah dia hanya buru2 menanyakan pada sukonya: "Suko turut katamu itu suhu, Thaysan Sintho dan kawan2 semua tak ada yang binasa bukan ? Ai, aku telah tersiksa pikiran karena mengira kamu sama binasa!"

"Kami semuapun mengira kalau kau yang sudah binasa!" jawab Tio Jiang. Dengan ucapan itu, masing2 ternyata saling perhatikan nasibnya satu sama lain. Tio Jiang minta Yan-chiu menuturkan pengalamannya ketika berada digereja Ang Hun Kiong itu. Tapi sebaliknya sinona, meminta sukonya yang menceritakan pengalamannya lebih dahulu.

"Ayuh, kita teruskan perjalanan dulu!" sahut Tio Jiang, siapa lalu memanggil sebuah perahu untuk menuju ke Kwichiu terus kembali ke Lo-hu-san. Hwat Siau dan Swat Moaypun tanpa ragu2 lagi ikut naik kedalam perahu itu. Didalam perjalanan itu, barulah Tio Jiang tuturkan apa yang telah dialaminya selama itu.

Kiranya dalam pertemuan dalam gereja Ang Hun Kioii pada 10 bulan yang lampau itu, yalah pada saat Kui-ing-cu berobah menjadi gila dan sekalian orang gagah rombongan Ceng Bo sama menyingkir, jarak waktunya hanya terpaut sedikit dengan ledakan dinamit itu. Itu waktu karena tak tega melihat keadaan Kui-ing-cu, Tio Jiang segera menghampiri dan hendak mengucap beberapa patah kata pada tokoh itu. Tapi karena sudah kalap dan lupa se- gala2nya. Kui-ing-cu lalu mengejar anak muda itu, siapa karena ketakutannya segera lari menuju keruangan samping. Kui-ing-cu tetap mengudaknya, hingga sekalian orang gagah yang menguatirkan keselamatan Tio Jiang ikut memburu kesana. Dalam sekejap saja, berpuluh-puluh orang gagah dalam rombongan Ceng Bo itu sama meninggalkan ruangan pertempuran dan menuju kesamping. Kang Siang Yan dengan memimpin Bek Lian pun ikut kesana. Tapi dalam pada itu, tak lepas2nya ia memandang The Go dengan sorot mata beringas, hingga membuat nyali pemuda culas itu serasa copot dan  tak berani berpisah dengan Ang Hwat cinjin.

Juga Ang Hwat yang melihat Can Bik-san tak kunjung datang itu, merasa curiga dan ikut tinggalkan ruangan itu. Tapi baru beberapa langkah dia berjalan, tiba2 terdengarlah ledakan yang dahsyat dari arah belakangnya. Berbareng lengan itu, atap wuwungan ruangan situ ambruk, lantainya muncrat. Ledakan itu sedahsyat gunung meletus. Syukurlah, mereka sudah terpisah jauh, jadi meskipun ketimpah pecahan atap dan dinding, namun tak sampai membahayakan jiwanya.

Ang Hwat terbeliak kesima dan ter-longong2 sampai beberapa jenak. Tapi Thaysan sin-tho Ih Liok sudah segera berseru keras: "Ang Hwat cinjin, kau telah ditipu oleh siasat yang keji dari pemerintah Ceng!"

Ang Hwat seperti disadarkan. Sekilas merenung, segera dia menggerung keras. Dengan memimpin tangan The Go, dia menobros keluar. Kang Siang Yan mengikutinya dari belakang. Tapi oleh karena tak faham akan seluk beluk jalanan dalam gereja itu, maka begitu tiba diluar, ia sudah tak menampak lagi bayangan Ang Hwat dan The Go.

Ternyata Ang Hwat lari kebawah gunung Ko-to-san. Disitu dia berjumpa dengan ke 18 jagoan yang  tengah menunggu kabar dari Hwat Siau dan isterinya. Melihat mereka, murka Ang Hwat tak dapat ditahan lagi. Sekali bergerak, dia lancarkan dua buah serangan sekali gus dan hasilnya, seketika itu juga ada 4 orang jagoan lihay, telah diterkamnya binasa. Rupanya kepala gereja Ang Hun  Kiong itu telah umbar kemarahannya benar?. Dalam beberapa kejab saja, dia sudah dapat melukai separoh lebih dari ke 18 jagoan itu. Tujuh orang dari rombongan jagoan itu yang ilmu kepandaiannya agak mendingan, walaupun dengan ter-birit2 tapi dapat juga lari menyelamatkan jiwanya.

Habis mengamuk, Ang Hwat ter-mangu2 sampai beberapa lama. Kini dia merasa rencananya itu, malah mencelakai dirinya, seperti apa yang pepatah katakan "barang siapa menggali lubang, dia pasti akan terperosok sendiri". Bukan melainkan kehilangan pamor nama, pun gereja yang berpuluh tahun dibangun itu, hanya dalam sehari saja sudah rusak hancur. Kesedihan hatinya, sukar dilukiskan. Dengan menghela napas dalam, dia ajak The Go tinggalkan tempat itu.

Tak antara berapa lama ketua gereja Ang Hun Kiong itu berlalu, dengan berserekat beberapa kawan akhirnya Ceng Bo berhasil dapat menguasai Kui-ing-cu, siapa setelah dapat ditutuk jalan darahnya lalu digotong turun gunung. Untunglah karena tenaganya sudah banyak  berkurang, maka Kui-ing-cu tanpa banyak susah dapat ditundukkan. Coba dia masih seperti dahulu, siapakah yang sanggup melayaninya? Tiba dikaki gunung, dilihatnya disitu berserakan beberapa mayat. Mereka mulai men-cari2, tapi Can Bik-san tak dapat diketemukannya.

Rombongan orang gagah itu mulai gelisah. Ah, mengapa tak menyelidiki mayat2 yang bergelimpangan itu? Mayat2 itu sama putus kaki tangannya dan hancur tulang belulangnya. Terang mereka dibunuh oleh Ang Hwat cinjin. Begitulah rombongan orang gagah itu mulai menyelidiki mayat2 itu satu demi satu dan akhirnya berhasillah mereka mendapat mayat Can Bik-san terserak dalam sebuah semak belukar. Dari kantong baju orang she Can itu diketemukan sebuah bungkusan hong-sin-san (obat pemunah sakit gila), lalu diminumkan kedalam mulut Kui-ing-cu. Setelah minum obat itu, mata Kui-ing-cu yang dulunya mendelik dapat merapat kembali dan tidur dengan pulasnya.

Sejak peristiwa digereja Ang Hun Kiong itu, para orang gagah sama menginsyafi bagaimana ganasnya tindakan pemerintah Ceng itu untuk membasmi mereka. Akhirnya diputuskan untuk membangunkan lagi perkumpulan Thian Te Hui. Mereka berpencar untuk menghubungi sekalian orang gagah dari pelbagai daerah dan menetapkan suatu waktu pertemuan dipuncak Giok-li-nia gunung Lo-hu-san.

Sebelum Tio Jiang berangkat ke Siau Ging, digunung Lo-hu-san sudah berkumpul ribuan orang gagah dari empat penjuru. Disamping itu sejumlah besar para petani dan rakyat dari wilayah Hokkian, Kwiciu dan lain2 tempat. Mereka yang pernah mengalami siksaan dari keganasan tentara Ceng, mereka yang lolos dari kepungan digunung Hoasan, sama berduyun2 datang kegunung Lo-hu-san. Jumlahnya tak kurang dari 7 sampai 8 ribu orang. Juga Ceng Bo siangjin mengirim orang untuk berhubungan dengan anak buah Thio Hian serta anak buah Giam-ong. Dari koordinasi itu, dapatlah diterima lagi seribuan orang lebih. Dengan mempunyai lasykar rakyat dan petani itu, selain dapat menjaga perbatasan sebelah timur dari propinsi Kwitang, dapat digunakan untuk pertahanan didaerah Kangsay untuk bergabung dengan pasukan Li Seng Tong, pun dapat digunakan untuk menghalau tentara Ceng yang menduduki Hokkian. Sungguh suatu angkatan perang yang cukup mempunyai dayaguna, karena semangat bertempur mereka ber-nyala2.

Tapi satu hal yang menjadi kesulitan besar, yakni soal ransum makanan bagi sekian banyak orang. Ada beberapa saudara, misalnya Sin-eng Ko Thay dan beberapa orang yang kaya, telah menjadi habis seluruh harta kekayaannya untuk beli kuda dan alat2 pelengkapan perang, jadi soal ransum itu tetap merupakan problim beban yang maha berat. Oleh karena mereka hendak berjoang guna kepentingan rakyat, jadi tak maulah mereka menjalankan cara yang lazim digunakan oleh kaum perampok dan begal dikalangan lioklim (kaum begal). Soal sulit itu telah diperundingkan dan akhirnya diputuskan, mengirimkan seorang utusan untuk menghadap pada kaisar Ing  Lek dikota raja Siau Ging. Mohon supaya pemerentah Beng memberi bantuan ransum seperlunya, dan menyerahkan tampuk pimpinan gerakan para patriot itu pada kerajaan Beng. Asal dipergunakan untuk menghalau penjajah Ceng, relalah sudah setiap orang gagah itu mengorbankan jiwa raganya.

Tio Jiang telah dipilih untuk melakukan tugas perutusan itu. Selama setengah tahun ini bukan saja ilmu kepandaian anak muda itu bertambah maju dengan pesatnya, tapi semua orang sama mengindahkan akan watak perangainya yang jujur luhur itu. Maka pilihan untuk menjalankan tugas yang berat itu, jatuh kepadanya.

Namun mimpipun tidak, kalau pemerintah Beng telah mencap "pemberontak" pada gerakan kaum patriot di Lo- husan   itu.   Jumlahnya   hampir   10   ribu   orang,   ah      ,

bukantah gerakan macam Thio Hian Tiong akan timbul lagi ini? Bukan ransum yang diterima tapi sebaliknya Tio Jiang telah dijebluskan dalam penjara. Tio Jiang yang keliwat jujur itu, pun tak mengerti apa sebabnya pemerintah Beng menangkapnya itu. Coba tiada Yan-chiu yang menolonginya, dia pasti akan mati dengan penasaran!

Begitulah setelah habis mendengari kisah yang dibawakan Tio Jiang itu, Yan-chiu dan kedua suami isteri itu mempunyai kesan lain. Yan-chiu tak puas2nya memandang gerak gerik sukonya kala menceritakan kisahnya itu. Dahaga kerinduannya selama hampir setahun itu, rasanya masih belum terlepas puas. Sehingga lupalah ia akan diri kedua suami isteri itu. Bukantah mereka berdua  itu merupakan benggolan kaki tangan pemerintah Ceng? Urusan mendirikan lagi Thian Te Hui digunung Lo-hu-san itu, seharusnya tak boleh dikatakan kepada orang  lain lebih2 pada kaki tangan musuh. Itu suatu rahasia  besar yang pantang diketahui oleh sembarang orang.

Hwat Siau dan Swat Moay telah menetapkan suatu rencana untuk menghadapi kawanan orang gagah di Lo-hu- san itu. Apabila hal itu berhasil, pahala besar terbayang dimatanya.

Tio Jiang tak mengetahui siapakah sebenarnya kedua suami isteri itu. Karena melepaskan kangennya kepada Yan-chiu, tak putus2lah dia bercerita ini itu. Malam itu Hwat Siau berunding dengan isterinya cara bagaimana mereka dapat menyusup kedalam Lo-hu-san.

"Kecuali budak perempuan itu, lain orang tak kenal kita, jadi tak sukarlah rasanya untuk menyusup kesana!" kata Swat Moay.

"Kalau begitu, lebih baik kita habisi jiwa budak itu saja." "Lebih baik dua2nya sama sekali, karena kalau yang satu

masih hidup, mungkin membahayakan. Tapi jangan malam ini, nanti setelah melalui Kwiciu, kita turun tangan, masa mereka dapat lari kemana," ujar Swat Moay. Hwat Siau menyetujui pikiran isterinya itu. Keesokan harinya, perahu tiba disekitar perairan Sam- cui. Tukang perahu berlabuh untuk membeli ikan dan beras. Melihat keindahan alam diperairan situ, Tio Jiang dan Yan- chiu kepingin ber-jalan2. Tio Jiang loncat kedaratan dan Yan-chiupun hendak mengikutinya tapi Swat Moay segera berseru bengis: "Siao-ah-thau, jangan pergi ke-mana2!"

Yan-chiu tertegun dan tak berani membangkang. la  cukup menginsyafi, bahwa dengan jalan darahnya chit-jit- hiat masih ditutuk, apabila ia sampai membangkang, pasti celaka akibatnya. la hanya berdiri pada buritan perahu seraya memberi isyarat tangan supaya Tio Jiang kembali.

"Siao Chiu, mengapa kau tak naik kedaratan melihat- lihat pemandangan sebentar?" seru Tio Jiang dengan keheranan.

"Aku tak kepingin pesiar Suko, kaupun jangan pergi, temanilah aku disini saja!" sahut Yan-chiu dengan hati yang getir.

Tio Jiang cukup kenal bahwa sumoaynya itu seorang nona yang doyan pesiar, tapi mengapa harini ia tak mau naik kedaratan? Ah, jangan2 karena sudah makin dewasa, kini perangainya agak berobah. Walaupun menaruh kecurigaan, tapi mau juga dia kembali naik kedalam perahu dan duduk disamping Yan-chiu. Banyak nian isi kalbu Yan- chiu yang hendak dicurahkan, tapi entah bagaimana, mulutnya serasa berat mengatakannya. Tio Jiangpun tak dapat mencari bahan2 untuk pembicaraan, jadi keduanya se-olah2 diam membisu saja.

Se-konyong2 terdengar ribut2 didaratan sana.

"Kau, kau mengapa begitu kurang ajar?" seru seorang tua dengan suara ter-bata2. Pada lain saat, terdengar suara orang ketawa lepas dan nyaring. "Apanya yang kurang ajar? Pak tua, jangan ribut2 ya?"

Menyusul dengan itu, terdengar suara tubuh jatuh ketanah. Rupanya itulah siorang tua tadi. Sementara itu, dari semak pohon muncul keluar seorang pemuda sembari tangannya menjinjing dua ekor ikan yang masih hidup. Orang itu mengenakan pakaian warna biru dan ikat kepala dari seorang mahasiswa. Melihat dia, hati Tio Jiang dan Yan-chiu berdebur keras. Selama berjalan itu, orang muda tersebut tak henti2-nya berpaling kebelakang. Benar juga, ada seorang tua ter-huyung2 lari mengejarnya.

7

Selagi Yan-chiu dan Tiu Jiang duduk termenung diburitan perahu, tiba2 dari balik pohon sana muncul satu pemuda sastrawan dengan menjinjing dua ekor ikan disebelah tangannya. Ternyata pemuda itu bukan lain adalah The Go.

"Apakah tiada undang2 lagi, maka siang hari bolong berani merampas milik orang?!" teriak orang tua itu. Namun pemuda itu hanya ganda tertawa saja sembari angkat sebelah kakinya siap untuk menendang pak tua itu. Pada saat itu Tio Jiang sudah tak dapat mengendalikan dirinya lagi. "The Go, kau berbuat apa disitu?!" bentaknya dengan lantang.

Saking kagetnya, dua ekor ikan yang dipegangi orang muda yang ternyata si The Go itu, terlepas jatuh. la buru2 berpaling kebelakang dan dapatkan Tio Jiang beserta Yanchiu tengah berdiri diburitan perahu seraya memandangnya dengan sorot mata yang gusar. Celaka, satu saja dia tak sanggup menghadapi apalagi kini dua orang sekaligus hendak melabraknya. Secepat kilat dia mendapat akal. Dirakupnya kedua ekor ikan tadi, lalu ditimpukkan kearah Yan-chiu dan Tio Jiang, dan berbareng itu dia loncat kebelakang hendak angkat kaki seribu.

Sudah tentu kalini Tio Jiang tak mau melepaskan musuhnya itu. Setelah menangkis ikan yang melayang kearahnya itu, dia segera enjot kakinya melayang kedaratan seraya berseru: "Jangan lari!"

The Go berpaling kebelakang dan mengeluh. Mengapa gerakan anak muda musuhnya (Tio Jiang) itu sedemikian pesatnya? Teranglah itulah gerakan ilmu  mengentengi tubuh "i-seng-hoan-wi" yang lihay. Mana dia dapat menandinginya? Hari itu sucounya (Ang Hwat cinjin) pergi, mungkin dua tiga hari lagi baru kembali, jadi terang dia harus menghadapi sendiri.

Kiranya sejak meninggalkan Ko-to-san, Ang Hwat menyembunyikan diri ditempat situ. Benar ilmu kepandaian The Go juga makin bertambah maju, tapi biar bagaimana tetap masih kalah dengan Tio Jiang yang giat belajar itu. Kemaren begitu Ang Hwat pergi, penyakit The Go segera angot kembali, dia berkeliaran keluar dan terbitkan onar. Celakanya, kali ini dia ketemu Tio Jiang, saingan lamanya.

Jalan satu2nya, yalah melarikan diri se-kuat2nya. Tapi ketika dia menoleh kebelakang dan dapatkan Yan-chiu tak turut mengejar masih tetap berdiri diburitan perahu, dia menjadi keheranan dan tertegun berhenti. Dalam pada itu, Tio Jiang sudah hampir mendatangi. The Go gelagapan dan teruskan larinya lagi. Namun Tio Jiang ternyata jauh lebih cepat dari dia, malah kini sudah ulurkan tangan untuk menerkam. Tanpa menoleh lagi The Go kibaskan tangannya kebelakang. Dengan jurus pia-yu-tong-thian (masih ada dunia lain), dia tutuk jalan darah lo-kiong-hiat ditelapak tangan Tio Jiang. Yang digunakan untuk menutuk, yalah sebuah benda yang hitam warnanya.

8

Ketika merasa Tio Jiang hendak mencengkeram dari belakang, tanpa menoleh cepat The Go keluarkan ruyung nya terus menyabet kebelakang.

Tio Jiang cepat mengenali benda hitam itu sebagai im- yang-pian (pian-im-yang) kepunyaan Ang Hwat cinjin. Sewaktu digereja Ang Hun Kiong pernah Tio Jiang melihat pian istimewa Itu dapat didulur-surutkan sekehendak sipemakai. Buru2 dia tarik pulang cengkeramannya tadi. Benar juga, berbareng pada saat itu, plan itu se-konyong2 menjulur sampai setengah meter panjang keudara. Kalau saja Tio Jiang tadi tak keburu menarik tangannya, betapapun lihaynya tetap dia pasti akan menderita  kerugian.

The Go cukup yakin bahwa jurusnya pia-yu-tong-thian tadi, kaya dengan gerak perobahan. Sekalipun tak dapat melukai Tio Jiang, tapi se-kurang2nya dapat juga untuk, menghadang lawan. Dan setelah melancarkan serangan itu, The Go segera lanjutkan berlari kemuka masuk kedalam sebuah hutan. Ketika Tio Jiang mengejar, disitu ternyata terdapat beberapa petak rumah yang sekelilingnya dipagari dengan pohon bambu.

"Cian-bin Long-kun, main sembunyi macam tikus begitu, bukan laku seorang jantan! Ayuh, keluar dan ikut aku ke Lo-hu-san. Seorang laki2, berani berbuat tentu berani menanggung resikonya, mengapa bersembunyi'?"

Tapi terhadap seorang macam The Go, sia2 sajalah segala macam ucapan ksatrya yang kosong itu. Tahu kalau Tio Jiang tentu mengejar, dia tak mau masuk kedalam rumah sebaliknya lalu menyusup kesamping dan terus loncat bersembunyi diatas sebatang pohon. Oleh karena mengira dia bersembunyi dalam rumah, Tio Jiang meneriakinya sampai berulang kali, namun tetap tiada berjawab. Akhirnya Tio Jiang bermaksud hendak menobros masuk kedalam rumah itu. Tapi tiba2 dari arah belakang terdengar seseorang berseru dengan nada dingin: "Tio-heng, perahu sudah akan berangkat, mengapa tak lekas2 kembali?"

Tio Jiang terperanjat, Itulah suatu ilmu mengentengi tubuh yang sakti hingga sama sekali dia tak mengetahui kalau orang, itu sudah berada dibelakangnya. Ketika berpaling kebelakang, ternyata Hwat Siau sudah berada disitu. "Harap tunggu dahulu setelah kutangkap orang itu, baru nanti naik keperahu!" kata Tio Jiang. Tapi ternyata Hwat Siau bercuriga, jangan2 anak muda itu sudah mengetahui rahasia mereka berdua, sehingga hendak meloloskan diri. Maka dia segera mencari ke-mana'2 dan akhirnya sampai ditempat situ.

Diatas pohon, The Go dapat melihat jelas kedatangan Hwat Siau itu. Rasanya dia pernah melihat tokoh itu bersama isterinya. Tapi waktu mendengar Hwat Siau memanggil "Tio-heng" pada Tio Jiang, herannya tak habis2. Namun sebagai seorang durjana yang cerdas otaknya, dalam waktu singkat saja dia dapat merabah persoalan itu.

"Tentu ada sebabnya, sampai tokoh pemerintah Ceng itu berbuat begitu. Kemungkinan besar mereka telah dapat mengetahui dari mulut Tio Jiang dan Yan-chiu bahwa rombongan orang gagah dibawah pimpinan Ceng Bo siangjin telah membentuk organisasi besar di Lo-hu-san. Sucou (Ang Hwat) karena merasa dihianati itu, tak sudi lagi berhubungan dengan pemerintah Ceng, tapi aku masih bebas! Kedua suami isteri itu tentu memerlukan bantuan, kalau aku dapat mengulurkan tanganku ......" berpikir sampai disini dia menjadi kegirangan.

Dua kali sudah The Go menghambakan tenaganya kepada pemerintah Ceng, tapi dua kali itu pula dia gagal melaksanakan rencananya. Semestinya dia harus sudah insyaf. Tapi sebaliknya begitu membaui jejak Hwat Siau dan Swat Moay untuk menggempur rombongan orang gagah, kembali dia meluap lagi nafsunya. Dari sini dapat ditilik sampai dimana martabat orang muda yang  gila pangkat dan harta itu, hingga tak segan menjadi penghianat, rela pula mengorbankan seorang isteri. Setelah menetapkan rencananya, dia segera melorot turun seraya berseru: "Orang she Tio, jangan bermulut besar! The toaya ada disini!"

Melihat The Go muncul, Tio Jiang menduga keras kalau pemuda saingannya itu bermaksud hendak mengikutinya naik ke Lo-hu-san. Maka dengan gemas dia menyahut: "Cianbin-long-kun, itu barulah laku seorang jantan!"

The Go memandangnya dengan menghina, kemudian memberi hormat kepada Hwat Siau, ujarnya: "Cianpwe, sudah lama kita tak berjumpa!"

Melihat munculnya sianak muda itu secara mendadak, wajah Hwat Siau berobah seketika. Tapi The Go yang licin segera dapat menebak pikiran orang, maka buru2 dia berkata: "Sucouku sedang bepergian, disini hanya tinggal aku seorang diri!"

Ucapan itu dimaksudkan untuk menenangkan kegelisahan Hwat Siau yang merasa telah kesalahan terhadap fihak Ang Hun Kiong. Tapi Hwat Siau belum dapat pulih ketenangannya. Syukurlah pada saat itu Swat Moay dengan memimpin Yan-chiu tampak mendatangi. Wanita itupun terbeliak, namun setelah mendengar kata2 The Go tadi, ia menjadi tenang kembali.

Baik Cian-bin Long-kun maupun kedua suami isteri Hwat Siau Swat Moay itu adalah orang julik yang cerdas, jadi cukup dengan bertukar sepatah dua patah perkataan saja, masing2 sudah dapat menyelami maksudnya. Swat Moay cukup mengetahui bahwa The Go benci tujuh turunan pada rombongan Ceng Bo, maka kalau mereka (Hwat Siau dan Swat Moay) bisa dapatkan bantuan dari pemuda itu pastilah akan besar faedahnya. Cepat Swat Moay memberi isyarat mata pada The Go, kemudian mulutnya pura2 mendamprat: "Orang she The, kali ini kau takkan lolos. Ayuh, ikut pada kita tidak?!"

The Go mengerti apa yang disandiwarakan oleh Swat Moay, diapun tahu bahwa kedua suami fateri itu adalah orang kepercayaan Sip-ceng-ong Tolkun yang memegang kekuasaan besar dalam pemerintahan Ceng. Maka tanpa banyak pikir lagi, dia segera tundukkan kepala pura2 menyesal dan patuh. Yan-chiu heran mengapa Swat Moay membantu sukonya untuk menangkapkan The Go, namun kenyataan memang begitu. Malah ketika sudah dibawa kedalam perahu, The Go segera ulurkan kedua tangannya, bertanya: "Tio-heng, apakah tanganku ini tak diikat?"

"Kita sekalian adalah orang2 persilatan, jadi  tak usahlah!" sahut Tio Jiang, pemuda yang jujur itu.

Yan-chiu pernah mengalami pil pahit dari The Go, ya walaupun tak sebanyak dan sehebat seperti Tio Jiang, namun ditinjau dari kelakuan anak muda itu (The Go) yang begitu kejam membuang cinta kasih Bek Lian, ia percaya penyerahan dirinya kali ini tentu tak sewajarnya. Disitu tentu terselip sesuatu, tapi apa dan bagaimana Yan-chiu belum dapat menyingkap. Maka iapun tinggal diam  saja dan hanya mengerahkan seluruh perhatiannya pada perkembangan yang akan terjadi nanti.

(Oo-dwkz-tah-oO)
DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar