Naga dari Selatan BAGIAN 30 : PUNGGUNG DAN TUMIT

 
BAGIAN 30 : PUNGGUNG DAN TUMIT

„Bagus, tak heran makanya kalian berani menjual Lian- ji. Kiranya hanya karena mengandalkan barang satu dua macam, kepandaian begitu!" damprat Kiang Siang Yan dengan meradang. Sekali tubuhnya, bergerak, dia meluncur dipermukaan tanah (kami gunakan istilah „meluncur") karena ia tidak meloncat melainkan meluncur seperti orang main ski. Tanah disitu naik turun tak rata, namun ia tetap dapat meluncur seperti ditanah rata, Jadi ia tak gunakan ilinu mengentengi tubuh tapi ilmu lwekang tingkat tinggi. Begitu tiba, ia ulurkan tangan mentengkeram, berbareng itu tangannya kiri menampar punggung Yan-chiu.

Hendak Yan-chiu lari, tapi tiba2 punggungnya sakit. la tahu kali ini tentu celaka, Masa kelihatannya diserang dari muka, kok punggungnya yang terasa nyeri? Sampai disini baru ia tahu berapa jauh selisih kepandaiannya dengan sang subo itu. Dari pada lari tentu akan lebih  menderita kesakitan lagi, lebih baik ia menjorok jatuh kemuka saja. Kini pergelangan tangannya kena dicengkeram oleh sang subo yang sementara itupun sudah angkat sebelah tangannya untuk menampar kepala sigenit.

Tio Jiang seperti semut diatas wajan panas. Hendak menolong, tak keburu. Syukur pada detik2 yang berbahaya itu, Kui-ing-cu berseru : „Tahan !"

„Kau hendak memasang perangkap apa lagi ? Setelah mereka satu per satu mati, baru paling belakang giliranmu!" sahut Kiang Siang Yan sembari berpaling. .

„Kiang Siang Yan, kalau kami katakan tempat beradanya anak perempuan kesayanganmu itu, lalu bagaimana ?" seru Kui-ing-cu. Menilik ucapan Kang Siang Yan „menjual Lian-ji" tadi, tahulah Kui-ing-cu bahwa disitu tentu terselip kesalahan faham. Dia menduga keras, tentu lagi2 The Go yang menyelomoti nyonya aneh itu.

„Hem, itu harus tunggu sampai kuketemukan Lian-ji dan menanyainya jelas baru bisa memberi keputusan. Tapi kutahu sudah, kalau tipu muslihat itu tentu budak  hina yang mengaturnya, maka biar sekarang kuberinya sedikit rasa!" sahut Kiang Siang Yan.

„Sayang kecerdasanmu itu menjadi suatu kelimbungan, karena mudah dikelabuhi orang!" Kui-ing-cu menghela napas. „Apa ? Dikelabuhi orang ?" tanya Kiang Siang Yan makin marah.

„Coba jawablah, bagaimana kau bisa tahu kalau kami berada disini ?" tanya Kui-ing-cu.

„Cian-bin Long-kun The Go yang mengatakan !" Mendengar  disebutnya  nama  orang  itu,  Tio  Jiang dan

Nyo     Kong-lim     berbareng    sama    menggerung   keras.

Sebaliknya karena dugaannya benar, Kui-ing-cu tertawa gelak2, ujarnya ; „Anak itu memang lihay. Dia tahu kalau kami tentu berada disini. Karena dia sendiri takut datang, maka dia telah menipu kau supaya kemari !"

Perangai yang eksentrik dari wanita itu angot lagi. Dikatakan limbung lalu diejek kena diakali orang, rambutnya sama menjigrak. „Mulutmu berminyak lidahmu benar2 licin! Bagaimana aku bisa diakali orang?"

Kui-ing-cu tetap berjenaka dan menyabut: „Jangan meradang dulu, dengarkanlah penjelasanku!"

Ringkas jelas Kui-ing-cu tuturkan segala yang telah terjadi. Bagaimana The Go telah tukarkan Bek Lian dengan pedang Kuan-wi yang ternyata berada ditangan kepala suku Thiat-theng-biau, telah dibentangkan se-jelas2nya. Akhirnya dia memperteguhkan keterangan itu: „Kalau kau tak percaya, mustika batu itu masih berada disini, mayat Tan It- ho juga masih terhampar disini. Apakah itu tidak bisa dibuat bukti teguh?"

”Tapi mengapa, Cian-bin Long-kun mengatakan padaku bahwa kalian telah menukarkan Lian-ji dengan dua ekor orang utan itu ?" tanya Kiang Siang Yan dengan setengah kurang percaya. „Siapa yang suruh kau mempercayai omongan manusia itu?!" tiba2 tanpa sengaja Yan-chiu telah kelepasan menyeletuk.

„Jadi suruh aku mempercayai omonganmu saja, ya?" Kiang Siang Yan mendampratnya dengan tajam, hingga Yan-chiu yang pernah merasa bersalah pada subonya itu, menjadi bungkam dalam seribu bahasa.

„Subo, biar kucarinya sampai ketemu mustika batu itu, rasanya kau baru percaya!" kata Tio Jiang sembari terus pergi.

Ternyata Kiang Siang Yan setuju. „Baik, kalau kau dapatkan mustika batu itu, baru aku  dapat mempercayaimu. Aku tak percaya orang she The itu mempunyai nyali begitu besar berani menipu aku. Dia kata hendak pulang ke Ko-to-san untuk mengundang Ang Hwat cin-jin menolongi Bek Lian!"

Kui-ing-cu tertawa, serunya: „Tu, bukti kebohongannya! Kalau benar dia bermaksud hendak menolong anak kesayanganmu, begitu berjumpa dengan kau, bukankah sudah lebih dari cukup? Mengapa dia harus perlu ke Ko-to- san ?"

Kiang Siang Yan terbungkam, mengakui logika (nalar) itu. Cengkeramnya pun setengah dikendor,  walaupun begitu tetap Yan-chiu masih meringis kesakitan serunya:

„Subo, Tio suko sudah pergi mencari bukti, harap kendorkan tangankulah!"

Kiang Siang Yan mendorong, dan Yan-chiu ter-huyung2 beberapa tindak kemuka. Setelah bebas, nona genit itu tak berani buka mulut lagi. Begitulah mereka berempat kini menantikan kedatangan Tio Jiang. Tapi sampai setengah jam lamanya, belum juga anak itu kelihatan datang.  Kala itu rembulan memancarkan cahayanya yang gilang gemilang. Suasana disitu, sunyi senyap sekali. Andaikata Tio Jiang mencabuti rumput atau semak2, tentu terdengar juga suaranya. Tapi mengapa tidak sama sekali? „Biar kususulnya!" Nyo Kong-lim yang tak sabaran segera berseru, terus ayunkan kakinya kearah jalan yang ditempuh Tio Jiang tadi, yaitu menuju tempat persembunyian. The Go semalam.

Pegunungan Sip-ban-tay-san situ, jarang dijelajahi manusia, rumput2nya hampir setinggi orang. Seperginya Nyo Kong-lim, kini yang tertinggal hanya Kui-ing-cu, Yan- chiu, Kiang Siang Yan dan Toa-wi. Siao-wi rupanya berada diluar mencari angin.

Sampai sekian lama, Nyo Kong-limpun tak muncul datang. Kiang Siang Yan mulai terbit kecurigaannya. Tak henti2nya ia tertawa sinis. Yan-chiu segera menghampiri kedekat Kui-ing-cu, lalu berkata keras2 seorang diri: „Tio suko dan Nyo toako, adalah orang2 yang dapat dipercaya Mereka tentu akan mencari benda itu sampai ketemu. Oleh karena harus mencari diseluruh gunung yang masih belantara ini, jadi memerlukan tempo panjang. Kalau orang menduga jelek, itulah salah!"

Untuk menandakan kalau ia bicara pada dirinya sendiri, sigenit itu tak memandang pada siapa2 tapi tundukkan kepala. Sekalipun begitu, sengaja dia lantangkan suaranya agar Kiang Siang Yan dapat mendengarinya. Melihat kecerdikan nona itu, Kui-ing-cu ganda tertawa. „Jangan kalian berdua kegirangan dulu! Kalau mereka berdua tak kembali, kamulah yang mengganti!" ujar Kiang Siang Yan dengan bengis.

Adalah selama tadi, Kui-ing-cu selalu membawa sikap mengalah. Tapi oleh karena Siang Yan makin sombong seolah2 memandang dirinya (Kui-ing-cu) sebagai makanan empuk, sudah tentu lama2 dia marah juga, serunya: „Kiang Siang Yan, aku masih ada urusan tak sempat menemanimu. Kita tetapkan saja satu hari, untuk mengundang para orang gagah dalam dunia persilatan menyaksikan. Kita boleh adu segala macam kepandaian, untuk mengetahui siapa yang sebenarnya lebih unggul. Main bersombong mulut, apa gunanya ?

„Mau adu apa lagi ?" Kiang Siang Yan tertawa dingin.

„Mengapa tidak ?" sahut Kui-ing-cu.

Kiang Siang Yan menuding pundak lawan, serunya: ”Gila, pundakmu itu pernah berkenalan dengan tangan siapa ?"

„Siapa yang merampas barang ditanganmu?!" balas Kui- ing-cu. Demikianlah kedua tokoh itu, sahut menyahut  saling tak mau mengalah. Sampai diklimaksnya, Kiang Siang Yan menantang: „Kalau mau adu kepandaian, sekarangpun boleh, mengapa harus tunggu lain waktu? Apakah karena kau hendak cari guru lagi ?"

„Baik, kepingin sekali aku menerima pengajaran ilmu thay-im-kang dari Lam-hay Hu Liong Po!" sahut Kui-ingcu. Dengan ucapan itu, Kui-ing-cu se-olah2  hendak mengatakan bahwa sebenarnya kepandaian Kiang Siang Yan itu biasa saja. Adalah karena kebetulan, maka ia telah berhasil mempelajari ilmu kepandaian dari wanita gagah Lam-hay itu. Sebaliknya jangan lagi siapa gurunya orang tak mengetahui, sedang siapakah nama sebenarnya dari tokoh Kui-ing-cu sendiri, tiada manusia yang tahu. Karena tak dapat balas menyemprot, Kiang Siang Yan menjadi marah-marah. „Baik, silahkan memulai dulu" serunya dengan sungkan, tapi ia sendiri terus pasang kuda2.

Sampai disitu, terpaksa Kui-ing-cu tak dapat melihat jalan lagi kecuali harus berkelahi. Tiba2 dari arah muka sana tampak berkelebat sesosok bayangan. Buru2 dia berseru: „Engkoh Tio, kaukah?"

Sret......, seorang loncat datang dan bluk. tahu2

menghantam pantat Toa-wi, hingga binatang itu menggerang kesakitan lalu berputar kebelakang menerjangnya. Tapi orang itu lincah sekali, sret......., dia loncat menghindar untuk menjotos dada Siao-wi, bluk! Binatang inipun surut kebelakang, sebaliknya orang itu tertawa gelak2, serunya: „Kui-ing-cu, kutahu setelah mendapatkan ceng-ong-sin, kau tentu datang kemari. Kau suruh aku berlatih sam-ciat-kun-hwat selarna 3 bulan itu, bukankah karena hendak menipu aku ?”

Orang itu bukan lain adalah siorang tua kate yang limbung, Sik Lo-sam.

„Sik Lo-sam, sini, sini, kuperkenalkan pada ini Kiang Siang Yan yang namanya begitu cemerlang itu!" buru2 Kui- ing-cu berseru.

„Sudah tahu!" sahut orang tua aneh itu.

Sedangkan Yan-chiu yang mengetahui hari sudah terang tanah, lalu berkata: „Hai, mengapa kedua orang itu belum kunjung datang? Biar kususulnya!"

„Tidak! Kau juga mau ngacir bukan?" bentak Kiang Siang Yan. la menduga dirinya hendak diselomoti.

„Siao Chiu, jangan pergi, jangan biarkan orang tak memandang mata pada kita!" Kui-ing-cu menasehati, lalu berkata kepada Sik Lo-sam: „Sik Lo-sam, ilmu permainan sam-ciat-kun-hwat itu masih kurang satu jurus, kau kepingin belajar tidak ?"

„Sudah tentu ingin sekali!" sahut Sik Lo-sam berjingkrak sembari lolos sam-ciat-kun dari pinggangnya, terus dikibaskan kebelakang. Justeru tepat pada saat itu Toa-wi dan Siao-wi hendak membalas kesakitannya tadi, hingga kedua binatang itu terpaksa loncat-mundur lagi.

„Ajarkanlah!" teriak silimbung.

”Itu sih mudah, tapi kau lebih dulu harus mengerjakan satu kali!" sahut Kui-ing-cu.

”Lekas katakan!" seru Sik Lo-sam, tak sabaran.

„Seorang hweshio yang bertubuh tinggi besar  dan seorang anak muda tadi pergi kesekeliling gunung ini mencari sesuatu benda, tapi sampai sekarang belum kembali. Coba kau cari mereka!" kata Kui-ing-cu. Kali ini Sik Lo-sam keluar kecerdikannya, dia deliki mata membantah: „Mengapa kau sendiri tak mencarinya? Tentu akan menipu aku lagi ya?"

„Sik Lo-sam, ada satu orang yang melarang kita pergi, karena kuatir kita lolos!" menyelutuk Yan-chiu.

”Ho, siapa orangnya yang bernyali besar itu ? Biar dia rasakan gebukanku ini seru Sik Lo-sam sembari mainkan sam-ciat-kun dalam jurus cu-kong- theng-yau, salah satu jurus dari permainan sam-liong-toh-cu.”

Kui-ing-cu mendapat akal. Tadi sebenarnya dia hendak suruh sikate limbung itu mencari Tio Jiang dan Nyo Kong- lim, tapi rupanya kini bisa digunakan untuk menghadang Kiang Siang Yan, jadi dapat menghemat tenaga dari pada dia sendiri harus bertempur. Dia cukup tahu, Sik Losam meskipun seorang limbung, tapi ilmunya silat tidak lemah. Andai kata kalah, silimbung itu tentu masih  bisa meloloskan diri tak sampai kena apa2. „Kau suruh dia makan gebukanmu? Hem, jangan2 kau sendiri yang harus menelan 10 kali pukulannya!" dia mulai memasukkan minyak tanah (membikin panas hati orang). „Edan, suruh dia kemari coba2!" ternyata Sik Lo-sam mulai terbakar hatinya.

Kui-ing-cu menunjuk pada Kiang Siang Yan, serunya:

„Itulah!"

Sret......, sekali Sik Lo-sam loncat, tanpa banyak cingcong lagi dia kemplang kepala Kiang Siang Yan, siapa karena tak mengira orang begitu ugal2an hendak menggemplangnya, sudah menjadi gusar sekali: „Telur busuk macam kau, mau jual lagak?"

Sik Lo-sam melayang turun, melancarkan serangan lagi, serunya „Aku telur busuk ini, tidak mau jual lagak apa2, melainkan mau suruh kau rasakan tongkatku satu kali saja!"

5

Karena diadu dombakan oleh Kui-ing-cu, tanpa pikir Sik Lo- sam terus sabetkan toyanya sambil membentak: „Rasakan senjataku ini!"

Kiang Siang Yan mendongkol, tapi geli juga. la loncat menghindar. Tapi Sik Lo-sam mengejarnya dengan sebuah serangan lagi kearah pinggang. Melihat kedua orang itu sudah bertempur, lekas2 Kui-ing-cu menarik Yan-chiu diajak pergi. „Kita cari dulu kedua orang itu, biarkan mereka bertempur disini, nanti kita lihat lagi!"

Yan-chiu tertawa riang atas kecerdikan Kui-ing-cu itu. Sebaliknya Kiang Siang Yan sangat mendongkol. Beberapa kali ia hendak cari kesempatan hendak mengejar, tapi selalu diganggu oleh sam-ciat-kun sikate. Malah saking gencarnya permainan sam-ciat-kun itu, Kiang Siang Yan sam pai terkepung tak dapat lolos. „Budak hina, lain kali janganlah sampai bertemu dengan aku. Kalau sampai berjumpa lagi, kau tentu mengalami penderitaan hebat!" satu2nya jalan ia hanya dapat mendamprat.

Walaupun tahu kalau Kiang Siang Yan itu subonya, tapi oleh karena selama ini ia selalu mendapat siksaan, maka iapun hendak balas menyahuti, tapi dicegah oleh Kui-ing- cu. Terpaksa Yan-chiu batalkan kata2nya, dan segera ajak kedua binatang piaraannya untuk mengikut.

Melihat orang tangkapannya pergi, kini Kiang Siang Yan tumpahkan kemarahannya pada Sik Loo-sam. Sebaliknya, silimbung pun tak mau mengerti. Sam-ciat-kun dimainkan terlebih gencar lagi, sembari mulutnya tak putus2nya berseru: ,Rasakan tongkatku ini satu kali saja dan kau boleh pergi!" seenaknya saja si limbung itu mengucap. Dia tak mau memikirkan bahwa ilmunya Iwekang sangat jempol, apalagi sam-ciat-kun itu terbuat dari besi pilihan, sudah tentu tiada seorangpun yang sudi disuruh mandah digebuk satu kali. Karena biar satu kali, tapi cukup meremukkan tulang belulang, malah salah2 bisa kabur jiwanya.

Kiang Siang yan lepaskan pikirannya untuk mengejar kedua orang yang diduga tentu sudah jauh. Kini ia hendak menghajar sikakek yang limbung itu. Membarengi tangan kiri dibalik, tangannya kanan menghantam datangnya sam- ciat-kun, trang...... terpentallah sam-ciat-kun itu. Adakah Sik Loo-sam kurang hebat lwekangnya? Adakah samciat- kun kurang keras bahannya? Adakah lwekang Kiang Siang Yan tak terlawan?

Bukan begitu. Sebenarnya seperti yang telah kami paparkan tadi, barang siapa kena terhantam sam-ciat-kun Sik Lo-sam, tentu akan remuk tulangnya. Hal ini tak terkecuali juga bagi Kiang Siang Yan yang cukup menginsyafi hal itu. Maka ketika ia sambut serangan itu, ia gunakan siasat meminjam tenaga. Begitu sam-ciat-kun datang, lekas2 ia turunkan tangannya menghindar, lalu secepat kilat menghantam. Jadi yang membentur sam-ciat- kun itu adalah samberan lwekangnya, bukan tangannya. Hanya orang yang sudah menguasai ilmusilat tinggi, berani mengambil resiko yang sedemikian berbahayanya. Karena gusar sekali, Kiang Siang Yan baru lancarkan serangan maut itu.

Kini kita ikuti reaksi Sik Lo-sam. Begitu sam-ciat-kun terpental balik hendak menghantam dadanya sendiri, kaget silimbung itu tak terkira. Syukur dia memiliki ber-macam2 cabang ilmusilat. Buru2 dia miringkan tubuh, lalu menghuyungkan diri kesamping dengan jurus hong-cu-may- ciunya Ang Hwat cinjin. Berbareng dengan itu, sam-ciat- kun dikebutkan lempang kemuka untuk menutuk jalan darah te-ki-hiat dibetis Kiang Siang Yan.

Juga Kiang Siang Yan tak kurang kagumnya melihat permainan yang luar biasa dari musuhnya itu. Cepat2 ia menghindar. Kini dia dapat menilai kepandaian orang. Lawan kaya dengan variasi permainan yang luar biasa, tapi kalah tinggi lwekangnya dengan dia. la memutuskan, harus adu kekerasan. Kalau tidak, tentu entah kapan  pertandingan itu akan berakhir. Maka, setelah menghindar, tubuhnya menurun, kelima jarinya diulur untuk merebut sam-ciat-kun. Namun ilmu permainan hong-cu-may-ciu itu kaya dengan gerak perobahan, Sik Lo-sam dapat meyakinkannya lebih sempurna dari The Go maupun Tio Jiang. Kala Kiang Siang Yan menurunkan tubuhnya, dia sudah loncat keatas untuk menghantam batok kepala. Luput menangkap, Kiang Siang Yan makin marah. la menjerit se-keras2nya sehingga memekakkan telinga Sik Lo-sam, siapa menjadi terkesiap sejenak. „Satu kali saja, cukuplah. Kalau tidak aku tentu ditertawai Kui-ing-cu nanti!" serunya sembari masih teruskan rangsangannya. 

Dia tidak mengetahui sama sekali, bahwa dengan jeritannya tadi, Kiang Siang Yan sudah mengeluarkan Y- seng" salah satu jurus yang paling lihay sendiri dari ilmupukulan Iwekang thay-im-lian-seng. Sesaat itu Sik Lo- sam merasa ada angin berseliweran disisi tubuhnya, dia kira kalau Kiang Siang Yan yang menyelinap, tapi kiranya wanita itu masih tampak disebelah muka. Tanpa banyak pikir lagi, dia segera menyapu dengan sam-ciat-kun. Terang serangannya itu tepat mengenai sasaran, tapi hai kemana wanita itu tadi? Dia menghantam angin, tapi berbareng pada saat itu punggungnya, dirasakan sakit sekali.

Suatu hawa dingin, menyerang masuk kedalam tulangnya.

Celaka, dia mengeluh dalam hati terus buru2 kerahkan lwekang untuk menutup jalan darahnya. Berputar kebelakang, disana dilihatnya sepasang mata Kiang Siang Yan tampak memancarkan sorot ke-hijau2an, menyeramkan sekali.

Benar Sik Lo-sam itu pikirannya limbung. Tapi dalam soal ilmu silat, dia cukup lihay. Walaupun lekas2 dia salurkan Iwekang untik mrnahan rasa sakit pada bagian tubuh yang kena, hantaman tadi, namun sesaat itu separoh tubuhnya seperti direndam dalam es, dingin, dingin......... sekali. Sampaipun ketika berkelahi, giginya bergemeretukan karena menggigil.

Tahu dia bagaimana lihaynya lawan. Tapi oleh karena limbungnya, dia tak merasa kalau ditipu Kui-ing-cu, bahkan mengakui kebenaran ucapan Kui-ing-cu, serunya: „Aya, lihay nian wanita ini. Kui-ing-cu benar. Aku tak dapat menggebukmu, malah aku telah makan tinjumu satu kali, masih ada 9 kali lagi. Kau masih lanjutkan tidak?"

(Oo-dwkz-TAH-oO)
DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar