Kisah Bangsa Petualang Jilid 20

 
Jilid 20

Mo Lek mendengar semua pembicaraan itu, ia heran, hatinya tegang.

„Menurut suaranya ini. Hong hu-siong ini sama demgan Ong Pek Thong si bangsat tua ” demikian pikirnya. ,Mungkin mereka telah bekerja sama. Bukan itu saja. Rupanya dia takut Lam Suheng nanti mencari padanya. Mungkinkah ibunya Nona Hee juga dipenjarakan disini ?’

Honghu Siong pernah menolong ia den ayah angkatnya, Toan Kui Ciang, dari mara bahaya, karena itu ia tidak meoiper- dulikan pembilangan orang luar terhadap pengenris itu; ia berkesan baik, hanya sekarang mendengar perkataan si pengemis kesan baiknya itu lantas berubah menjadi kesan buruk. Kata ia di dalam hatinya : ,,Dahuluhari aku tidak percaya dialah seorang busuk, siapa tahu sekarang aku telak mendapatkan buktinya bahwa dialah si manusia baik yang  palsu !” Tengah sianak muda berpikir itu, Tian Toa Nio sudah bertindak keluar dari daiam rumah. Hal itu membuat Goan Siu ber-kuatir sekali, hingga parasnya menjadi berubah.

Toan Toanio liehay sekali, matanya sangat tajam. Ia mendapat lihat perubahan roman anaknya itu.

„Eh anak Goan, kau kenapakah ? ‘ tegurnya.

„Aku merasa tubuhku sedikit kurang sehat’ sahut anak itu.

„Hm !”bersuara si ibu, yang lantas menghentikan tindakannya. Dia mementang matanya lebar-lebar, untuk memandang kesekelilingnya. Hanya sejenak mendadak dia berseru dengan pertanyaannya yang bengis : „Hayo ! Siapakah bersembunyi di situ ? Lekas keluar !”

Yan Ie tahu ia tidak dapat menyingkir lagi, ia lantas muncul.

,,Aku tahu,” sahutnya.

Mo Lek juga turut keluar, bahkan keduanya, muda-mudi itu berjalan dengan berendeng.

Menampak demikian, airmukanya si nyonya tua berubah menjadi bengis.

„Kau hendak meninggalkan aku bersama sibocah ‘ tegurnya dingin.

Belum lagi sinona menjawab, Goan Siu sudah mendahului.

, Ibu, bukankah ibu handak membebaskan saudara Tiat ‘ tanyanya. „Tadi aku telah mengambil selamat berpisah darinya. Akulah yang menyuruh adiknya Yan mengantarkan dia turun gunung.”

Selagi berkata begitu, anak ini menge-dipi mata pada ibunya itu, buat minta siibu menutup mulut sebab mereka berada di hadapan orang luar. Mo Lek heran. Tak tahu ia kenapa Goan Siu mengarang kedustaan itu.

Tian Toa Nio sebaliknya mengerti maksud anaknya. Katanya didalam hatinya.

„Oh, kiranya anak Goan sudah ketahui anak Yan telah bersedia untuk menjadi is terinya dan ia telah berikan bocah itu makan obat Pay Hiat San.” Oleh karena ini, sikapnya lantas menjadi lunak. Katanya : „Anak Yan, inilah Tuan Hong-hu yang hendak menanyakan sesuatu kepadamu jadi tak usahlah kau mengantarkan lagi dia turun gunung.”

Yan le senang dengan kesudahan itu” ia menjadi girang sekali.

„Mo Lek,” katanya, , kau pergilah seorang diri ! Kudamu berada didalam kandang, kau boleh minta kepada orang ke marin ini telah mengantarkan kau menyeberang. Dia berada didalam kebun.”

Hong hu Siong sementara itu tertawa terbahak.

„Oh, kiranya Nona Ong sudah sembuh! ‘ katanya. Sungguh aku girang sekali ! Sungguh kau harus diberi selamat !”

Baru pengemis ini berkata demikian, atau sinar matanya berhenti kepada Mo Lek.

.Siapakah tuan ini?” tanyanya.

Mendengar itu, Mo Lek menjadi heran. Ia mendongkol kepada jago itu, ia membenci, maka juga barusan diwaktu baru bertemu, tak sudi ia menanya, bahkan menyapa pun ia segan. Siapa sangka sekarang orang menanya ia siapa.

Ketika itu segera terdengar suaranya Tian Toa Nio.

„Apakah tuan tidak kenal dia ?” katanya. „Dialah Tiat Mo Lek anaknya Yan San Ong Tiat Kun Lun !” Honghu Siong memperlihatkan roman heran. Lantas ia menanya si nyonya : ,,Oh, kiranya kau sudah akur dengan Mo Keng Lojin si tua-bangka? Sungguh tak kuduga!”

Matanya Nyonya Tian mendelik.

„Tuan Hong-hu, apakah artinya kata-katamu ini ‘ tegurnya.

Hoag hu Siong menjawab tenang : ,Jikalau kau belum akur dengan Mo Keng Lojin kenapa muridnya dia itu tidak dapat berada didalam rumahmu ini ‘

Parasnya Tian Toa Nio menjadi berubah.

,.Apa ‘ tanyanya keras. ,,Jadi bocah she Tiat ini muridnya Mo Keng si tua-bangka itu ?

Hong hu Siong tertawa. „Aku justeru menjadi heran kenapa kau melupakan musuh yang telah membunuh suamimu !” katanya , kiranya kau belum tshu asal-usulnya ini bocah she Tiat ! Aku benar tidak kenal dianya akan tetapi didalam kalangan Kangouw, siapakah yang tidak mengetahui bahwa Tiat Kui Lun ya-lah muridnya Mo Keng Lojin bahkan dialah murid terakhir ‘

Nyonya Tian sudah lantas berpaling, mengawasi Mo Lek dengan roman yang keren. Dia lantas berkata : „Kiranya kaulah murid yang pandai dari Mo Keng Lojin. Maaf yang aku tidak mendapat tahu, hingga aku tidak mendapat tahu. Hingga aku perlakukan kurang hormat kepadamu. Nah kau tunggulah lagi sedikit waktu. sebentar hendak aku memberi selamat jalan padamu. Anak Gun, kau temani dia!

Yan Ie menjadi kaget, hingga mukanya menjadi pucat

Goan Siu tidak karang terkejutnya, sampai ia bergemetar seadirinya. Muda-mudi ini ketahui apa artinya kata kata „memberi selamat jalan” dari ibu dan guru mereka itu.

Matanya Tian Toa Nio menyapu pada itu anak dan muridnya, terus ia kata dengan keras : „Didepan aku, kamu tak usah memikir apa apa lagi!” Eh, bocah she Tiat jikalau kau tidak masuk kedalam rumahku akan aku sendiri yang mengundangmu .

Tiat Mo Lek berani. Ia tahu. didepan nya Tian Toa Nio dan Hong hu Siong, tidak dapat ia meloloskan diri. Maka dengan siiap agung dan tindakan lebar, ia masuk kedalam rumah bahkan segera ia menjatuhkan diri, berduduk diatas kursi. Ia mau tahu tindakan apa yang si nyonya bakal ambil. Ia bersedia akan berlaku nekad, untuk mati bersama nyonya itu

Nyonya tua itu tidak mengambil mumat atas sikap orang yang agung agungan itu ia hanya menoleh kepada muridnya.

,,Anak Yan, mari’ katanya „Mari, Tuan Hong hu hendak menanya kau.”

Houg-hu Siong memandang si nona dengan sinarmata dingin.

„Telah aku bertemu dengan kakakmu.” katanya. „Katanya ketika hari itu di Liong Bin Kok terjadi peristiwa yang besar itu, dia telaif membikin lenyap tanpa sayap pada sebungkus obat pemunah Toat Hun Hio sea dangkan Nona Hee yang terkena racun sudah sembuh secara mendadak dia sembuh seperti sedia kala pula. Itulah aneh ! Obat pemunah itu berada didalam kamarnya kakakmu tidak nanti ada lain orang yang mengetahuinya ! Nona Ong kaulah adiknya tahu kah kau siapa yang melakukan itu ?’

Sepasang alisnya Yan Ie bangun berdiri. ia tertawa dingin. ,Hong-hu sianseng jikalau kau bicara, tak usahlah kau berbelit belit !” sahutnya. .Jikalau kau telah mencurigai aku. mengapa kau tidak mau bicara terusterang saja’? Tidak salah ! Perbuahan itu aku yang lakukan ! Orang yang mencuri obat pemunah itu dan memberikannya kepada Nona Hee jalah aku juga !’

Jikalau begitu ‘ Hong hu Siong tanya pula, .kau ada memberitahukan atau tidak kepada Nona she Hee itu bahwa akulah yang menculik ibunya ?

„Tidak ”

„Benarkah ?”

,.Aku bertanggungjawab atas segala per buatanku sendiri !” sahut Yan le pula. .,Ada sepatah kata. aku menjawab sepatah kata ! Apatah kau sangka aku takut nanti ditelan olehmu’

Hong-hu Siong tertawa bergelak.

„Tak kecewa kau menjadi muridnya Tian Toa Nio !” pujinya.

„Sikap kepalabatu mu ini membuat aku si orang tua kagum sekali ! Mana aku berani mempersulit padamu.? Aku melainkan hendak menanya biar jelas! Sekarang hendak aku tanya pula : Pernahkah kau mengeluarkan kata kata yang berupa kisikan, umpama kau mengatakan sesuatu tentang dimana adanya ibu dari nona she Hee itu ‘

Baru berhenti pertanyaan itu diucapkan atau Yan Ie telah lantas menjawab : ,,Ya, ada !” demikian si nona. Parasnya Hong hu Siong menjadi pucat lalu menjadi merah.

„Apakah katamu kepada nona she Hee itu l’ dia tanya pula.

,Aku bukan bicara kepada Nona Hee sendiri.” sabut Yan Ie terus-terang. „Aku bicara kepada tunangan nona itu. Aku hilangi dia, jikalau dia mau mencari orang maka dia harus pergi kejurang Toan IHun Giam dikaki puncak Lian Hoa Hong.

Siapakah tunangannya nona itu?” sangat mendesak  suaranya jago tua ini dia seperti sangat berharga akan jawabannyaYan Ie heran hingga ia sedikit tercengang. Ia tidak menyangka orang menyimpangi urusan yang dianggapnya penting te tapi berbalik menanyakan hal ikwalnya tunangan dari Leng Song.

Tunangan dari Nona Hee yaitu Lam Tav-hiap yang ternama besar dalam dunia Kang Ouw,’ ia menjawab. Dialah Lam Lee In! Kau telah bertemu dengan kakakku, kenapa kau tahu hal itu

?”

Hong-hu Siong berdiri menjublak. „Ah, kenapakah dia Lam Cee In ?’* katanya seperti kepada dirinya sendiri. „Ah bukankah Lam Cee In juga muridnya Mo Keng Loojin?”

„Kenapa kau heran?” Yan Ie menegur. ,-.Memangnya perangkapan jodoh diantara Nona Hee dan Lam Tay-hiap itu tidak sembabat?”

Walaupun dia heran, Hong-hu Siong lekas dapat memenangkan diri.

„Nona Ong hendak aku bic.ra dari hal kau!” katanya kemudian „Kenapa kau jus-teru membalik diri berpihak kesada orang luar, hiagga kau jadi seperti membantu musuh ayah dan kakakmu sendiri? Sikapmu ini kau tahu kurang tepat!”

Yan Ie berani. Ia menjadi tidak senang „Guruku ada disini, tak usah sampai kaulah yang mendidik aku!’ katanya ketus.

Nona ini ketahui baik sifat guratiya. Taruh kata siguru bakal menegur atau meng hajar dia tak nanti itu dilakukan dihadapan orang luar, Benar,benar Tian Toa Nio mendelik kepa da Hong-hu Siong. Kata dia dingin kepada tetamunya itu „Tuan Hong-hu bnkankah kau cuma-kuatir musuhriiu nanti datang me ngaduk sarangmu? Kita berdua sudah membikin perjanjian saling bantu, jikalau  ada bahaya mengancam kau, pasti dapat aku duduk diam saja mengawasi padamu! Apakah yang kau takuti? Nah. kau pulanglah!

Urusan didalam raumah tanggaku ini aku dapat mengurusnya sendiri!

Itulah kata-kata justeru diharap-harap Hong-hu Siong. Lantas ia memberi hormat dan berkata: „Terima kasih yang kau

*udi membantu aku. Dimana kabar angin sudah tersiar, aku kuatir lagi beberapa hari bakal ada orang yang datang membuat kunjungan guna mencari onar, oleh karena itu aku harap kau pun berlaku waspada’

,,Aku sudah tahu!’ sahut Tian Toa-Nio ,Apakah kau sangka aku melewati dengan sia-sia belaka tempoku selama dua puleh ta hun? Aku justeru ingin menemui segala mu suh dahuju hari itu untuk mencoba kepan daianku! Aku justeru kuatir mereka itu takut datang padaku! Buat apa kau kuatir tidak karuan?”

Habis berkata begitu, Tian Tio-Nio tidak smbil mumat pula pada si pengemis ia hanya lantas berpaling, untuk memandang muridnya. Ia menatap tajam.

„Anak Yan, perbuatanmu bagus sekail! katanya. ,,Mari ke mari!”

Yan Ie mendaoatkan sikap guruuya sangat dingin dan bengis. Ia tahu guruny galak te tapi belum pernah guru itu bers:kap begini rupa terhadapnya Mau atau tidak, ia menjadi jeri juga. Sebenarnya ia telah pikir habis menolongi Mo Lek tak sudi ia campur pula segala urusan lainnya?. Sekarang ia menjadi apa boleh buat. Ia mesti membesar kan hati. „Suhu katanya, „apa yang muridmu .tidak harusnya lakukan, telah diperbuat juga maka itu terserah kepada suhu, suhu hendak membunuh aku atau mencincangnya-’

Matanya Tian Toa-Nio bersinar lalu di pejamkan. Ia melirik pada anaknyar ia mendapaikan tubuh sinona menggigil. Lan tas ia menghela napas dan kata masgul: , Oh kamu dua orang bocah! … Ia terus memandang muridnya, untuk berkata pula, dengan sabar: „Kau berdiri di pinggiran, hendak aku mengambil keputusan dahulu terhadap bocah ini!”‘ Ia lantas memutar tubuh, untuk berdiri menhadapi Mo Lek.

Hong-hu Siong kata ia mau pergi akan tetapi buktinya ia tidak segera mengangkat kaki ia justeru berdiri diam saja, mengawa si sinyonya tua. Untuk melihat apa yang nyonya itu hendak lakukan.

Thian Toa-Nio menatap sianak muda romannya keren, Sinar matanya bengis Ia membungkam. Entah apa ia pikir dalam hatinya

Yan Ie berdiam hingga napasnya seperti berhenti berjalan Ia terus mengawasi guru nya itu. buat melihat apa yang si guru akan perbuat.

Diam-diam Hong-hu Siong memperhati kau gerak-gerik Yan Ie terhadap Mo Lek Ia bermata tajam, segera ia sadar. Katanya didalam hati: .Aku tadinya heran kenapa puterinya Ong Pek Thong membantu musuh kiranya itu disebabkan bocah ini!

Tian Toa-Nio masih juga belum menurunkan tangan, ia masih tetap menatap. Hong-hu Siong heran melihatnya. Ia jadi berkuatir karena muridnya itu sinyonya nanti melepaskan bocah itu. Ia jadi memikir buat mengatakan sesuatu, buat membikin panas hati sinyonya, atau mendadak Tian Toa Nio, dengan romannya yang keren dan suaranya yang keras, menegur puteranya „Hm, anak Goan, sungguh nyalimu besar! Bagaimana kau berani mendustai ibumu! Setelah menegur itu, ia melihat wajah Mo Lek tanpa perubahan apa-apa. Jadi bocah itu telah tidak dikasih makan racun.

Dengan suara menggetar, Goan Siu ber kata: „Ibu, bukankah ibu telah mengatakan bahwa buat guna aku, ibu tidak mau membinasakan dia?”

„Tak punya guna! ibu itu membentak. Ia mendongkol kepada sianak, yang hati-nya kurang telenges.

Ia juga tak puas. karena ingin mendapati hatinya Yan Ie putera itu telah melindungi kekasihnya Mo Lek ..

Sekonyong-konyong tangannya Tian Toa Nio menepuk batok kepalanya Tiat Mo Lek hingga terdengar suara yang cukup nyaring. Berbareng dengan bergeraknya tangan si-nyonya, Ong Yan Ie menjerit keras menyayatkan hati, tubuhnya berlompat maju untuk menahan tangan gurunya. Berbareng dengan itu Goan Siu, yang tadinya ragu-ragu sudah turut menyampok lengan ibunya, untuk ditahan turunnya.

Mo Lek sendiri sudah siap untuk membela diri maka ketika tangan sinyonya turun ia menangkis sebisa-bisanya, toh ia tidak dapat bertahan seluruhnya ia terpental mundur kira setombak. Syukur untuknya ia mendapat bantuan rintangannya Yan le dan Goan Siu, maka ia cuma roboh terguling tetapi tidak terluka.

„Lekas lari!” teriak Yan Ie.

Hong-hu Siang tapinya tertawa. Kata dia tawar: „Nona Ong, jangan kau sibuk tidak keraan’ Disini masih ada aku! Mana dapat bocah ini lari kabur?”

Benar-benar Cee Gak Sin Liong si Naga Sakti dari Gunung Barat, sudah mencelat kemuka pintu dimana ia melintangi tongkatnya, ketika Mo Lek lari kearahnya ia menyambut dengan satu kemplangan! Tiat Mo Lek sudah menghunus pedangnya, yang Goan Siu serahkan padanya, dengan itu ia menangkis. Ia menggunai tipu silat , Sin Liong louw Bwee” atau ,,Naga sakit menggeraki ekor.”

Tenaga dalam dari Hong-hu Siong kalah sedikit dari pada tenaganya Tian Toa Nio, akan tetapi hajarannya itu sudah cukup keras buat.membikin Mo Lek mundur tiga tindak.

Dua buah senjata juga bentrok keras. Hanya yang rugi ialah tongkat kayu cendana dari sipengemis, ujungnya itu telah kena terpapas sedikit pedangnya sianak muda, sedang kerasnya tangkisan pedang juga membikin telapakan tangannya Hong-hu Siong menjadi kesemutan!

Bukan main gusarnya sipengemis. Ia segera menyerang pula, malah kemplangan yang kedua segera disusul dengan yang ketiga kemplangan itu semua tidak memberi hasil.

Itulah hebat untuk Mo Lek. Ia bukan lawannya jago tua itu. Habis itu, tak dapat ia menangkis pula maka ia lantas berjumpalitan mundur dengan lompatan „Jungkir balik didalam awan.”

Hong-hu Siang menjadi penasaran, sengitnya tak terkirakan. Panas hatinya, hendak ia menyusul, atau tiba-tiba telinganya mendengar satu suara yang tajam yang seperti berkumandang ditengah udara. Ia menjadi terkejut. Dengan lantas ia mengangkat kepalanya, mendongak melihat keatas, hingga batal menyusul sianak muda.

Ditimur setalatan nampak asap hitam mengumpal naik. Dari arah sana pula datang nya suara itu. Itulah tanda rahasia dari kawan. Ketika Hong hu Siong mau pergi kepada Tian Toa Nio, walaupun kunjungannya ini bakal tidak mengambil tempo lama, ia sudah bersiap sedia. Inilah disebabkan ia knatir nanti ada penyerbuan kepada sarangnya. Maka ia telah memesan, jikalau ada musuh datang, begitu musuh itu terlihat, kawannya mesti meniup terompet huk hia sapibil berbaren? menyalakan api, untuk melayang-layangkan asap hitam itu-Kawannya kaum Kangouw sesat seperti ia nya. Ketika ia menculik Leng Song ibu dan anak, jago itu turut bersama, bersama sama Ceng Ceng Jie, dia menjadi pembantu, dan tempo Ceng Ceng Jie pulang ke Hoan yang, diminta tinggal bersama untuk mengawasinya.

Mo Lek cerdik sekali. Disaat Hong-ha Siong berhenti menyerang, ia meneruskan kaburnya. Ia kabur kebelakang teman.

Tian Toa Nio meninggalkan anaknya, ia pun berlari keras. “Celaka!” Hong-hu Siong berseru, „benar-benar ada musuh

datang’”

“Kau takuti apa?” kata Toa Nio, menyeringai. „Toh ada aku disini! Mana bocah itu?”

“Hong-hu Siong menenangkan diri. “Dia telah kabur, ‘ sahutnya, sabar.

Nyonya tua itu mengerutkan sepasang alisnya. Katanya didalam hati: „Heran! Kenapa seorang bocah saja kau tak mampu mencegahnya?…” Asan tetapi sempat memikirkan itu, tak dapat pula ia menghiraukan orang she Hong-hu ini. Segera ia memasang telinganya dan membuka matanya lebar-lebar. Ia mendengar suara tindakan kaki dari Tiat Mo Lek.

„Bagus!” serunya, tertawa dingin ,Bocah itu belum keluar dari pekarangan rumahku! Nanti aku binasakan dahulu padanya, baru aku bantu kau menentang musuhmu!

Ketika itu Mo Lek sudah sampai di taman belakang, la menemui situkang perahu yang menjadi pegawainya Keluarga Tian itu, hanya ketika itu dia sedang menyiram pohon. „Mana kutahu?’ ia tanya cepat.

Pengawal itu telah menerima pesan Goan Siu untuk menyerahkan kuda kepada pemiliknya, akan tetapi rnelinat sianak muda datang dengan tersipu-sipu, ia menjadi heran, ia menjadi bersang;i. Justeru itu. Tian Toa Nio memandangi dengan cepat sekali, Hanya sejenak ia segera menunjuk kepada sebuah bangunan kate.

Mo Lek dapat menerka petunjuk orang, segera ia mengangkat sebuah batu besar dengan apa ia menghajar pintu stal kuda hingga pintu itu roboh menggabruk menyusul mana “dari dalamnya terdengar ringkik seekor kuda, kuda mana sudah lantas lari keluar.

„Binatang kau hendak kabar?*’ membentak Tian Toa Nio gusar bukan kepalang Dia berlari keras untuk menghampirkan.

Mo Lek tidak menggubris suara orang, ia hanya memungut sebiah batu lain, batu yang besar juga untrk dengan itu menimpuk si nyonya tua. la bertenaga besar, batu itu menyamber keras. Toa Nio jeri juga terpaksa dia berkelit.

Tepat itu waktu, kuda uy piauwma sudah sampai didepan majikannya Mo Lek girang tak kepalang. Dengan satu kali menjejak tanah, ia sudah berlompat naik ke punggung kudanya itu.

„Kudaku, lekas lari ‘ katanya, menganjurkan. Kuda itu mengarti, dia lantas kabur, keluar taman

Tian Toa Nio meigejar pula. Dia dapat berlompat pesat.

Pintu ditutup, itu berarti tidat ada jalan, kecuali pintu itu mesti dibuka dulu. Itulah berabeh Mo Lek berada diatas kuda kalau ia turun dahulu, ia membuang-buang tempo, kudanya pun tak dapat menembrak pintu itu. Akan tetapi, mendadak binatang itu berlompat tinggi, Mo Lek terkejut, ia memegang tali les sambil memiliki leher kudanya itu.

Hebat sang kuda. Tahu-tahu dia telah berlompat melintasi tembok pekarangan, hingga ia membuat majikannya bagaikan terbang melayang. Saking kagetnya itu, si anak muda sampai mengeluarkan peluh hingga hatinya terkesiap mencelos, hanya lantas ia merasa lega, terus ia mengaburkan kudanya yang jempolan itu.

Tian Toa Nio mengejar bersama-sama Hong Hu Siong tubuh mereka ringan sekali lari mereka sangat pesat, akan tetapi tak sanggup mereka menyusul kuda uy-piauwma itu, hanya sebentar, mereka sudah ketinggalan jauh dibelakang sampai Mo lek tak tampak lagi sekali pun bayangannya.

Akan tetapi Mo Lek kabur bukannya turun gunung, sebaliknya, ia mendaki. Ia menuju ketempat dimana asap hitam mengepul naik itu. Ia muda tetapi ialah seorang Kang Ouw berpengalaman. Mendengar suara hukhia dan melihat asap itu, ia lantas menghubunginya dengan roman kaget Hong-hu Siong tadi, segera juga ia dapat menerka bahwa jago tua itu telah kedatangan musuh maka sudah diberikan isyarat asap serta terompet itu.

Syukur kuda itu kuda jempolan, dia da pat berlari-lari dijalan yang menanjak dan sukar itu. Tidak lama. tibaUh Mo Lek di  kaki jurang Toan Hun Giam dibawah puncak Lian Hoa Hong. Ia lantas mendengar suara nyaring dan berisik berulang ulang, seperti suara pintu digempur barang berat. Ia mengawasi kearah suara berisik itu. Selagi mendekati, ia melihat lima orang, bah kan satu diantaranya terus lari kearahnya sambil menegur dengan seruannya : ,,Eh, kau toh Mo lek ? ‘ Bukan kepalang girangnya si anak muda. Itulah Toan Kui Ciang, bagaikan terbang. ia lompat turun dari kudanya, buat menghampirkan, guna memberi hormat. Ia mendapat kenyataan, disamping Kui Ciang suami isteri disana pun ada kakak seperguruannya lam Cee In bersama-sama Hee Leng Song. Orang yang kelima yalah Hong Kay Wee Wat, si Pengemis Edan !

Merek a itu berlima juga girang dan he ran dapat bertemu dengan Mo Lek. Inilah diluar dugaan mereka.

,,Eh, sute, bagaimana ini ‘ Cee In menegur. „Bukannya kau pergi ke Tiang-an, kau justeru datang kesini”

Mo lek mengeluarkan napas lega, terus dia tertawa. “” “Suheng, hampir tak dapat aku melindungi jiwaku, hampir

aku tak dapat bertemu pula denganmu …” katanya. Ia ber duka

tetapi toh ia girang „Panjang untuk ku menutur, maka marilah aku tanya kau dahulu ! Apakah suheng beramai datang ke mari guna mengubrak-abrik sarangnya Hong hu Siong ? ‘

,,Benar!” jawab Cee In. „Kami telah hasil mencari pintu guhanya akan tetapi belum berhasil menggempurnya untuk masuk kedalam. „Kau lihat disana !”

Orang she Lam itu menunjuk, maka Mo Lek menoleh kearah itu. Itulah sebuah pin tu batu, yang sudah lecet” disana sini be kas goresan pedang mustikanya Toan Kui Ciang. Pintu batu tebal luar biasa, tak mudah digempurnya.

,,Hong-hu Siong tidak ada di dalam sarangnya ‘ Kata si anak muda kemudian. „Tentang-Hee Pebo, ia benar dikurung di dalam sarang ini

„Kenapa kau ketahui itu ? ‘ tanya Leng Song heran. Toh ia puas juga mendapat tahu ibunya berada ditempat itu “Baru saja tadi aku menempur tua bangka she Hong-hu itu.” sahut Mo Lek.

“Sungguh kau bernyali besar !” tegur Toan Kui Ciang.

..Bagaimana bersendirian saja kau berani menyatroninya ?”

“Bukannya aku yang menyateroni dia hanya aku yang kesasar masuk dalam perang-kapnya. Mo Lek menerangkan . Coh hio Ubokab kaa tenting seorang wanita jahat yang disebut Tian Toa Nio?” Wee Wat berjingkrak ..Apa? TianToa Nio? dia menegaskan Bakankah dia puteranya si hantu tua Tian Liong Hui? Cara bagaimana kau dapat bersama dengannya?”

Kui Ciang mengangguk ia kata pada Mo Lek: „Pada duapuluh tahun dahulu tempo rombongan orang-orang dari kaum lurus mengepung suami istri Tian Liong Hui itu usiaku masih muda sekali. aku jadi tidak dapat mengambil bagian tetapi Wee Loo cianpwee serta gurumu turat bersama-Wee Wat menjadi  ketarik hati.

„Lekas kau bercerita!” desaknya pada sianak muda.

„Bagaimana pengalamanmu itu?”

Mo Lek menurut ia memberikan keterangannya, akan tetapi terang Ia hanya menyembunyikan urusan asmaranya dengan Ong Yan Ie.

“Heran kata Wee Wat. “Hantu wanita itu sangat jnmawa mengapa dia hendak membekuk seorang muda? Oh, aku mengarti sekarang! Itulah tentu disebabkan dia ketahui kaulah muridnya Mo teng Loojin!”

Baru daiam hal itu Wee Wat dapat pemecahannya. Sekarang tinggal urusannya Hong hu Siong. Ia berpikir keras lain ia kata pula: “Melihat begini terang sudah Sae jak Sin Liong yang menjadi biang kejahatan ini! Oh. sungggah aku tidak sangka segala keburukan ini dialah yang mengerjakannya! Kai Ciang tak mengerti akan sikap si-peegemis edaa ini.

‘Wee Wat Loocianpwse, tanyanya apakah sampai disaat ini kau masih tidak percaya Hong bu Siong itu seorang busuk?”

Wee Wat merogo kesakunya dari mana ia menarik keluar sehelai papan kecil.

,,Aku masih tetap bersangsi, sahutnya. ‘Hanya sekarang setelah mendengar keterangannya Mo Lek yang telah melihatnya sendiri dan mendengar kata katanya dengan kepala hantu wanita halnya ia mengakui ialah yang mengurung Leng Liehiap sulit buat aka tak percaya lagi …..*

Selembar papan kecil itu sebenarnya ya’ah ujung tongkatnya yalah ujung tongkatnya Hong hu Siong yang baru-baru ini ketika dia menempur Kui Ciang diatas gunung Giok Sie San telan kena tarpapas pedangnya orang she Toan itu.  Sengaja Kui Ciang menyimpan itu untuk dijadikan buk ti untuk Wee  Wat, yang ia hendak minta bantuannya. Ia kuatir Wee Wat tidak percaya, ia perlu bakti itu. supaya dengan begitu Wee Wat suka membalaskan sakit hatinya Ciu Kay Kie Tie si Pengemis Pemabukan, Begitu ia bertemu sipengemis. begitu ia menyerahkannya, maka selanjutnya si-pengemislah yang menyimpannya. Memang Wee Wat bersangsi sampai sekarang ia mendengar ketarangan Mo Lek ini, dari itu ia keluarkan papasan tongkat itu maka nampak pada airmukanya yang suram.

Toan Kui Ciang haran. , Loociaaowie kata ia, inilah sepotong kayu yang aku papas sendiri dari ujung tongkatnjta Hong-hu Siong. Mungkinkah disini ada sesuatu vaug tak cocok?”

Masih Wee Wat berpikir baru kemudian ia kata. , Sukar untuk menjelaskannya! sekarang aku menjadi bingung dibuatnya… Akan tetapi Hong hu Sioag berada disini, akhirnya urusan toh bakal dapat dibikin terang.

Bera saja berhenti suaranya sipengemis edan ini atau diantara mereka muncul dua orang lain bahkan yang satunya terus mengasi dengar suaranya yaag tidak sedap-

Merekalah Tian Toa Nio dan Hong hu Siong yang baru saja tiba

Kata sinyonya tua bengis: „Siapakah yang berani datang kegunungku ini gunung Hoa San buat banyak lagak?”

Wee Wat memandang tajam Sinar matanya menatap Hong- bu Siong. Ia gusar sekali Maka ia menegur keras: Hong bu Siong bagus kau masih mempunyai muka menemuiku! Jikalau hari ini aku tidak bunuh kau, aku malu terhadap Kie Loo jie!

Dengan Kie Loojie sipengemis edan maksudkan Kie Tie, sipengemis pemabukan, lapun berlaku sangat cepat Tubuhaya telah berlompat menyambar Hoag hu Siong yang ia serang batok kepalanya.

Honghu Siong terkejut mukanya menjadi pucat. Akaa tetapi ia tidak berdiam aaja. Atas tibanya serangan ia mengangkat tongkatnya dengan itu ia menyambut serangan seraya menghajar lengan si penyerang!’

Wee Wat liehay Ia batal menyerang sebaliknya is menanggapi tongkat orang ketika ia telah menyekal ia mendapstkait ujang tongkat bekas terpapas. Tidak ayal lagi ia menarik dengan keras.

Hong hu Siong bertahan, ia memegang keras tongkatnya itu akan tetapi kuda kuda nya tergempar ia tertarik. terhuyung sampai tujuh atau delapan tindak, hingga tubuhnya nampak bagaikan lilin diantara tiupan keras angin yang borgoyang goyang mau roboh —” Dibuat seperti itu seandainya Wee wat meneruskan menyerang. Hong hu Sion tentulah terbinasa Mau sedikitnya terluka parah akan tetapi kejadiannya tidak demikian. Sebaliknya daripada menyerang pula Hong Kay lustcru berdiri diam ia tercengang!”

Apakah sudah terjadi?

Bentrok dengan Hong hu Siong ini Wee Wat merasa aneh. Yang pertama-tama ya-lah. Ia bersama Hong hu Siong dan Kie Tie yalaH yang kaum Kang Ouw kenal sebagai. Kang Ouw Sam GIe Kay, atau tiga pengemis aneh dunia Sungai Telaga. Kepandaian mereka berimbang satu pada lain, Kali ini Wee wat menyerang dengan segera menggunai pukulan tipu silat Ngo Kim Ciang Cengkeraman Lima Unggas, Inilah sebabnya mengetahui Hong-hu Siong liehay dan ia ingin mendahului turun tangan untuk sedikitnya menang diatas aagin. Maka ia merasa beras sekali dalam jurus pertama ini ia lantas mendapatkan Hong-hu Siong seperti kalah Benarkah See Gak Sia Liong dapat dipukul terhuyung secara demikian mudah?”

Kesangsian Wee Wat yang kadua yang tongkatnya Hong hu Siong ini Tongkat kayu cendana merah dari Hoag hu Siong terbuat dari Lam Hay tongkat itu menyiarkan bau harum akan tetapi ujung tongkat yang dipapas Toan Kui Ciang itu meski benar kayu cendana juga itu bukanlah cendana keluaran Lib Hay dan bau harumnya beda sedikit. Maka maulah Wee Wat menyangka oraag yang Kui Ciang ketemukan di Giok Sie San itu bukan Hong hu Siong hanya lain orang. .

Sekarang apakah yang ia lihat?

Orang itu benar-benar Hong-hu Siong Ia telah menempurnya sendiri. Ia pula telah membuktikan tongkat Hong-hu Siong ini telah lenyap ujungnya. Jadi benarlah mi orang ditempur loan. Kui Ciang orang yang telah membinasakan Ciu Kay Kie Tio. Cuma yang beda sekarang yaitu tongkat cendana itu. Tongkat itu bukan tongkat yang biasa dipakai Hong-hu Siong dahulu hari….

Heran dan tercengang, pada otaknya Wee Wat timbul pelbagai pertanyaan yang mem “bingungkannya Hong-hu Siong telah menukar tongkatnya itu atau Hong-bu Siong ini Hong-hu Siong yang palu. Sudah umumnya jago Bu Lim atau Rimba persilatan, tidak pernah menukar jegamannya. apa pula tong kat luar biasa. Tapi, kalau bicara dari hal Hong-hu Siong yang pa’su, benarkah di ko long langit ini ada erang yang demikian mirip satu dengan lain?

Di saat Wee Wat mengambil keputusan buat meneliti romannya orang yang berdiri di hadapannya itu, mendadak ia mendengar tertawa lebar dari Tian Toa-Nio yang telah sampai didekatnya lalu dengan suara tajam dan tak sedap nyonya tua itu segera berkata: ,,He, pengemis bangkotan kiranya kau juga masih belum mampus! Apakah Kau masih Kenali aku siwanita tua?”

Wee Wat tidak menggubris orang bergu rau, ia kata sungguh-sungguh: „Urusan hari ini tidaK ada sangKut pautnya dengan kau! Karena kau berhasil melindungi jiwamu, baiklah kau jangan membesarkan kepala henda mencampur-campur tahu. ‘

Tian Toa-Nio tertawa dingin.

„Dahuluhari, aku juga pernah memberi nasihat padamu buat kau jangan memaksa mengajukan diri mencampuri urusan orang lain!” katanya tajam. „Kau tapmya tidak menaengar nasihat, kau berkepala batu kau mengandal kepada banyaknya jamlih kawanmu kau telah membikin suamiku binasa Karena itu jangan’ah kau sesalkan aku!’ Kata Kata nyonya tua ini ditutup dengan serangan kedua tangannya.

Wee Wat Kenal baik sinyonya ia menang kis. Atau segera menjadi kaget. Ia merasakan tangan orang luar biasa sekali. Sebelah tangan Tian ToaNio dingin bagaikun es, dan sebelah yang lain panas seperti api! Inilah sangat diluar dugaannya. Ia tadinya cuma mau menduga tentulah sinyonya telah memperoleh kemajuan maka dia menjadi bernyali demikian besar, tak tahunya o-rang sudah meyakinkan ilmu yang sangat luar kiasa itu. Ia lantas lompat mundur.

Tian Toa-Nio tertawa terkakak.

,.Pengemis tua. apakah kau masih memikir untuk kabur?” tanyanya mengejek. Ia lantas menyerang pula.

Wee Wat menjadi gusar.

„Siluman perempuan tu apakah kau kira aku takut padamu?” katanya sengit. Ia pun lantas menyambut. Dengan jeiiji tengah tangan kiri, ia menyentil, sedang dengan tangan kanannya, ia menangkis. Dengan berbareng, ia menggunai dua macam ilmu silat yang langka yalah ,,It Cie Sian atau Jeriji suci dan ,.Kim Kong Cianj’ a-tau tangan Arhat, yang sifatnya dua-dua halus- lunak berbareng keras-kuat, yang mengandal kepada tenaga dalam yang terlatih sempurna.

Nyonya Tian pun terkejut. Katanya di dalam hati:

„Kepandaiannya pengemisnya tua ini tak dapat disamakan dengan dahulu hari!’ Karenanya ia jadi tidak berani memandang ringan seperti semula.

Maka keduanya lantas bertempur keras sama keras, lunak sama lunak.

Sementara itu Hong-hu Siong, yang telah dimundurkan Wee Wat hingga beberapa tindak, sudah lantas diserang Hue Siong , Ia terkejut, mukanya menjadi pucat. Lekas lekas ia lompat mundur beberapa tindak.

Lam Cee In kuatir isterinya itu gagal ia juga lompat maju, guna membantui. Ia lantas membacok si Naga Sakti.

Hoag-hu Siong menangkis golok Cee in kembali ia lompat mundur.

Toan Kui Ciang mengasi dengar seruan yang nyaring dan panjang, sambil berseru itu tubuhnya mencelat pesat sekali mengha dang kepada Naga Sakti dari gunung Hoa San itu. Ia memutar pedannya yang berkilau seperti bianglala. Sembari menghadang lawan itu ia kata pada Cee In: „Lam Hian-tee, pergi kau bersama Nona Hee masuk ke dalam guha untuk menolongi orang! Serahkan bangsat tua ini padaku-, Hong-hu Siong gusar, Ia balas menyerang pada orang she Toan itu.

Kui Ciang menangkis, menahan turunnya tongkat.

„Hong-hu Siong hari ini kau ada bicara apa? ‘ ia tanya.

See Gak Sin Liong tidak menjawab dia hanya menyerang terus. Dia menggunai tipu-silat Sin Kauw Doet Tiong atau Ular naga sie ti keluar dari guha. Dengan begitu ujung toagkatnya mencari jalan darah jie kbie hiat diperut lawannya antuk ditotok.

Pasti sekali tak mudah buat Kui Ciang kena tertotok itu. Dengan satu gerakan pedang ia, meautup diri meaghadang njung tongkat lawan. Kerena tabasannya tepat kali ini juga dapat ia memapas kutung sedikit dari ujung tongkat silawan Akan tetapi bicara dari hal tenaga dalam Hong hu Siong menang setingkat maka mau ata’u tidak. Kui Ciang mesti tertolak mundur satu tindak. Sampai di situ Touw Sian Nio juga tidak berdiam menonton saja. Tanpa bersangsi pula ia menggunai pelurunya. Dengan beruntun ia melepaskan tiga buah peluruh kim wah.

Repot juga Hong hue Siong. Dua peluruh ia hindari lewat dengan berkelit akan tetapi kim wan yang ke tiga mencari sasaran pada muka nya, Ia putar sebelah tangannya, untuk menyampok itu Ketika kedua senjata beradu di-situ terdengarlah satu suara nyaring yang mengalun suara beradanya logam dengan logam sampai kim wan itu mental balik !”

Kui Ciaag heran hingga ia memasang mata atas maaa ia mendapat lihat pada tangan kiri See Gak Sia Liong pada jeriji manisnya ada terpakai sebuah cincin yaag sama dengan  sebuah cincin yang dahulu hari Hong hu Sioag telah kasikan padanya.

Dahulu hari itu Kui Ciang hendak menolongi Su It Jie sahabatnya untuk itu seorang diri ia telah pergi ke Tiangan menyerbu kedalam istananya An Lok San akan tetapi ia telah terluka parah sukur ia dapat di toloagi Lam Cee In. Ketika itu ia dikejar terus orang orangnya An Lok San sampai ia mesti singgah disebuah kuil tua di mana ia kebetulan sekali bertemu dengan Hong hu S:ong yang telah mengusir musuh habis mana selain ia diberikan obat ia diberi pula tanda mata cincin itu dengan pesan, Kalau nanti dii bertemu dengan seorang yang memakai cincin serupa ini mohon dia memandang mukaku sukalah dia berlaku marah terhadapnya. Tatkala itu Kui Ciang masih belum sadar benar ia mendengar pesan itu lapat baru kemudaian ia mendengarnya jelas dari Cee In Sekarang ia melihat cincin itu ia menjadi terkejut, Karena gusar ia membentak: Oh bangsat tua yang pandai berpikir jauh kiranya dulu itu diwaktu kau menolong- aku dan memberikan cincin padaku kau telah menghitung akan peristiwa sekarang ini’ Jadi kau ingin aku memberi ampun padamu bukan ?”

Kui Ciang insaf akan budi dan sakit hati Itulah budi yang Hong hu Siong telah menolongi itu. Tapi sekarang telah terbukti inilah Hong hu Siong pembanuh dari Hee Seng To dan Kio Tie. Sementara itu sekarang jandanya Seng To itu yaitu Leng Soat Bwee ibunya nona Leng Song sedang tekurung didalam sarang orang. Karena itu, dapatkah ia memberi ampun kepada si Naga Sakti.

Dengan satu serangan kosong Kui Ciang menggertak jago Hoa San itu habis itu ia lompat mundur Tapi ia bukan mundur buat pergi menyingkir hanya dengan suara nyaring ia kata Hong hoe Sioag “Mengingat bahwa kaulah salah seorang tertua Rimba Persilatan dan kau telah cceiepas budi kepadaku, kau bunulah dirimu sendiri Jikalau kau ada pesan kau sampaikan itu padaku nauti aku lakukan untuk mewujudkannya!”

Akan tetapi Hong hu Siong menjadi gusar.

“Angin busuk’ katanya lalu dengan tongkatnya dia menyerang keras bahkan berulang ulang, tak dia menghiraukan bahwa orang repot menangkis dan mesti main mundur, supaya tidak usah melayani dia sama keras nya.

,,Hong-hu Siong !” kata pula Kui Ciang „Bukankah kau bukan seorang tanpa nama? Apakah sampai waktu ini, kau masih takut mati, kau masih temaha hidup ? kau tahu, dengan membiarkan kau membunuh diri’ aku bermaksud baik terhadapmu, supaya kau mati wajar ! Dengan begini aku pun jadi memandang muka terangmu !”

Hong-hu Siong tidak menghiraukan nasihat itu, dia terus menyerang berulang-ulang dengan bertambah-tambah seruh. Kui Ciang sebaliknya, ia main menangkis sambil mundur. Ia masih ingat budi orang, lantaran repot, hampir-hampir ia kena terhajar tongkat.

Touw Sian Nio menyaksikan itu, ia menjadi sangat mendongkol.

„Bangsat tua ini tidak punya malu sama sekali!” katanya nyaring. ,,Buat apa kau masih berlaku sungkan terhadapnya?”

Berkata begitu, Nyonya Kui Ciang menghunus goloknya …. golok Bian-to, untuk maju membantu suaminya mengepung lawan itu.

Hong-hu Siong tertawa dingin, kata dia ,,Sekali pun anakmu sendiri, kamu masih tidak mampu lindungi, apakah kamu masih mempunyai muka untuk banyak lagak disini ?” Ia lantas menangkis mental pedangnya Kui Ciang, untuk meneruskan menotok jalan darah hiat-hay diperutnya Sian Nio. Itulah totokan ,,Tok-coa-sim-hiat,” atan ,.Ular berbisa mencari liang.”

Sian Nio berkelit. Totokan itu membuatnya malu dan mendongkol. Dalam murka besar, ia balas menyerang.

„Traang !” demikian bentrokan pedang dengan tongkat, sebab Hong hu Siong sempat menangkis

Menyusul itu, kedua senjata bergerak pula. Tongkat menyamber kebawah. Tubuh Sian Nio asencflat, mengasi lewat serangan itu sedangk.an goloknya membabat. Atas itu Hong-hu Siong mendak, akan tetapi kesudahannya, dia kaget, dia mendapat kenyataan, nyonya itu liehay sekali.

Juga ketika itu pedang Kui Ciang menyamber pula.

Hong-hu Siong terkejut. Sekarang dia dapat kenyataan, Sian Nio kalah pandai dari suaminya tetapi ia terlebih telengas. Tebasan golok si nyonya membuat kepalanya terasa dingin, karena segumpal rambutnya kena terbabat kutung ! hal ini membuatnya gusar, dia lantas menyerang hebat sekali, umpama kata, tongkatnya bergerak keempat penjuru atau kedelapan arah. Ia merabu, dia menyodok, dia menghantam dari atas, dan beberapa kali, dia pun menotok dengan telunjuknya. Tongkat merupakan senjata yang, berat dan ujungnya potol, tetapi setelah kena terpapas, ujung itu menjadi lancip dan tajam, tepat untuk dipakai menyodok atau menikam. Dia dikepung berdua masih dapat dia balat menyerang

„Hong-hu Siong dijuluki See Gak ain Liong benar-benar dia liehay bukan nama melulu,” pikir Kui Ciang kemudian. „Cuma biar bagaimana, dia tak segagah seperti apa yang orang  banyak buat sebutan …”

Berbareng dengan itu Kui Ciang juga heran. Ia menyuruh orang membunuh diri, orang bukan melakukannya, orang justeru gusar, orang mendamprat ia dan isterinya, sama sekali orang tidak mengungkat-ungkat atau menyebut budinya yang dilepas dahulu hari itu terhadapnya, seharusnya ia dicaci

,,bong-in-pee-gie” yaitu „melupakan budi, merusak kehormatan.”

„Aneh !” pikirnya Yu ciu Tay-hiap.

Tapi sekarang mereka lagi berkelahi untuk hidup atau mati tak sempat Kui Ciang memikirkan terus kesangsiannya atau keheranannya itu, terpaksa ia meaggunai pedangnya secara sungguh sungguh melayani orang yang bagaikan kalap itu. Ia mendampingi isterinya supaya si isteri tidak sampai salah bergerak.

Sejak dikalahkan Khong Khong Jie, Kui Ciang dan Sian Nio sudah berlatih pula bersama dengan keras sekali, mereka telah memperoleh kemajuan, maka juga dengan bertempur bersama, pedang dan tolok mereka dapat bekerja sama juga dengan rapih. Itu sebabnya, dalam pertempuran yang kedua kali, kekuatan mereka sudah hampir berimbang dengan ” ketangguhan Kb ong Khong Jie, selama itu beberapa tahun sudah lewat, bisalah dimengerti apabila seka rang suami-isteri ini dapat bekerja sama lebih erat- pula.

Begitulah, tak peduli Hong-hu Siong liehay, dia bagaikan terkurung sinar sinar pedang dan golok, beratnya untuk dia. Dia tidak memiliki kepandaian ringan tubuh seperti Khong Khong Jie, sangat sulit kalau dia memikir hendak meloloskan diri.

Lewat lagi beberapa jurus maka pasang an suami-isteri jago itu «udah menang di atas angin dari itu tinggal tunggu saatnya saja untuk mereka merebut kemenangan.

Dipihak lain, pertempuran diantara Kong Kay Wee Wat dengan Tian Toa Nio berjalan dengan sangat hebat. Lambat laun nampak bahwa pihaknya si Pengemis Edan tidak menguntungkan. Nyonya Tian dengan kepandaiannya Im Yang Siang Tok Ciang, Sepasang Tangan Beracun Im -yang, liehay luar biasa, kedua tangannya yang dingin dan panas dapat bekerja sama, kalau kedua tangan itu membentur tubuh, penderitaanlah akibatnya. Dingin membikin tubuh bagaikan beku, panas membuat orang seperti terbakar? syukurnya untuk Wee Wat, ia telah memiliki tenaga dalam yang luar biasa hingga tubuhnya menjadi seperti kedot, setiap kali ia kena tersentuh, ia menolak hawa dingin ata-u panas hingga kedua hawa itu tidak meresap menyantroni urat nadinya.

Hanya, katena berkelahi secara demikiah ia memerlukan tenaga jauh terlebih besar. Inilah yang tidak menguntungi ia sebab te saga dalam mereka berdua berimbang satu dengan lain.

Juga untuk Nyonya Tian, buat segera dia berhasil merampas kemenangan, janganlah dia harap. Lam Cee In tidak lantas turun tangan. Ia melihat kedua rombongan seperti ia lagi menonton. Ia mendapat kenyataan Kui Ciang dan Sian “Nio sudah menang unggul dan Wee Wat melawan Toa Nio sama tang guhnya. Ia percaya mereka itu tak membutuhkan ‘bantuannya, karena ini ia lantas memikir buat menerjang masuk ke dalam guha. Ibunya Leng Song harus ditolongi. Juga di dalam situ kuatir nanti ada cawannya musuh. Jikalau mereka itu menggunai ibunya Long Song untuk memeras mereka, itulah buruk. Memikir begitu, ia lantas menghadapi kesulitan. Pintu guha kuat sekali, sedang ia hanya bersama isterinya da» Mo Lek. Tadi pun mereka belum memperoleh hasil.

Mo Lek juga memikirkan pintu guha itu. Ia ketarik menyaksikan pertempuran dahsyat itu tetapi lebih penting menolongi orang didalam guha. Ia dari keluarga kaum Liok Lim, yaitu Rimba Hijau, kaum itu me mang banyak yang biasa tiaggal diatas gunung atau di dalam guha maka itu, ia banyak pengetahuannya. Ia memperhatikan cara pembuatannya guha iai, kemudian ia kata pada Cee In : „Mestinya guha ini mem punyai jalan keluar lainnya. Tak mungkin dia berpintu satu. Bagaimana andaikata pin tu ini ditutup ? Bukankah orang di dalam akan mati kelaparan dan tak bernapas ? Pu la tadi koacohnya sibangsat tua dapat menyalakan api, untuk memberi isyarat, itu pun bukti yang kuat mesti adanya jalan lain. Aku rasa, jalan itu mesti ada di atas gunung …”

„Kau benar, Tiat Sute,” berkata Cee In. „Adik Song, mari kita naik ke atas untuk mencari. Kau, sute baik kau menanti dipintu guha ini, guna menjaga kalau-kalau musuh menyerbu keluar.”

Leng Song mengangguk, begitu pun Mo Lek. Maka itu Cee In lantas mengajak isteri nya lari mendaki. Mereka menggunai ilmu ringan tubuh. Tiba diatas, mereka lantas saja berduka, sekian lama mereka mencari, mereka tidak mendapatkan lubang apa juga benarkah tidafr ada jalan lainnya ?

Sesudah berdiam sekian lama, suami is teri ini mulai menjadi gelisah. Atau mendadak, mereka mendapat dengar suara orang suara itu datangnya dari bawah. Mestinya itu dari dalam guha, bahkan yang membangunkan semangatnya Leng Song yalah ia mengenali suara itu sebagai suara ibunya.

„Anak Song ! Anak Song !’ demikian Suara iiu terulang.

„Anak Song, kau sudah datang . . . ? Oh, jahanam ! Lagi satu tin dak kau maju, akan aku mengadu jiwa denganmu !”

Teranglah, Leng Soat Bwee lagi terancam orang jahat.

Rupanya ia diancam untuk jangan bersuara.

,,Ibu ! ‘ berseru Leng Song, yang girang bukan kepalang.

„Ya, ibu, aku datang !”

Anak ini lantas lari kearah dari mana suara ibunya itu  datang. Itulah sebuah batu besar, yang berdiri mencil sendirian. Dikiri dan kanan batu itu tidak ada rumput sepo-hon juga.

„Inilah tentu jalan ke luar itu !” kata Nona Bwee. Ia lantas berdongko, untuk me rabah batu itu, buat menolaknya dengan menggunai tenaganya. Ia berhasil. Batu itu memperlihatkan sebuah lubang.

,.Tunggu dulu !*’ berkata Cee In. yang melihat isterinya tak dapat bekerja seorang diri. Ia lantas meloloskan bajunya yang panjang, lantas ia maju, berdiri berendeng bersama isterinya. Mari!” katanya, seraya ia mengerahkan tenaganya.

Dengan bekerja sama. batu itu dapat digeser jauh hingga tampak nyata lubang tadi yang tertutup atau ketutupan. Hanya gelap didalam lubang itu.

Leng Song mau lantas lompat masuk, turun kedalamnya. “Sabar!” Cee In mencegah. “Kenapa?” tanya isteri, heran. “Awas untuk senjata rahasia!” kata suami itu, yang lantas menjemput baju panjangnya. “kau ikuti aku! Ia lantas maju dimuka, ia lohipat turun sambil memutar bajunya itu.

Leng Song menurut, ia mengikuti. Seturunnya mereka ditempat yang gelap itu nampak beberapa benda berkeredepan Syukur Cee In menggunai bajunya itu, yang ia putar bagaikan titiran, hingga mereka bebes dari serangan gelap itu, sarang-an dari senjata rahasia Bwe Hoa Ciam jarum serupa bunga bwee.

“Sungguh berbahaya!” kata Leng Song didalam hati. Iapun lantas bersilat bergitu lekas ia sudah menaruh kaki. Ia meng- gunai jurus “Ya Cian Pat Hong” atau “Perang malam didelapan penjuru,” guna menjaga dirinya.

Segera juga terlihat satu bayangan hitam berlompatan maju bagaikan burung menyamber, didahului dengan berkeredep- nya dua buah sinar bundar yang berwarna kuning.

Leng Song menangkis serangan itu, tepat kenanya, hingaa terdengar satu suara yang nyarang bagaikan suara genta yang menulikan telinga.

Kiranya penyerang itu yalah seorang toosu, imam dari goloigan Too-kauw……agama Too atau penganutnya sang Nabi Loo Cu…..dan senjatanya itu sepasang tongkat atau cecer tembaga. Habis menyerang itu, dia mencoba menjepit pedangnya Leng Song tetapi dia tidak berhasil, bahkan ti-jung bajunya kena dirobek ujung pedang. Hanya, walaupun demikian tangan sinona menggetar, yang mana menjadi satu bukti bahwa imam itu lihay, kepandaiannya tak dibawah sinona.

Lam Cee In tidak berdiam saja. Sambil bersuru keras, ia menggeraki tangannya yang masih memegangi bajunya, untuk me-nungkrup kepala si toosu, menyusul mana, dengan goloknya ia juga membacok. Siimam bermata celi dan gesit, dia ber kelit, setelah mana, dia balas menyerang, hingga tongposrt beradu dengan golok. Lagi-lagi cecer itu memperdengarkan suaranya yang sangat berisik, yang memkakkan kuping.

Leng Song tidak membantu suaminya. Ia tahu, walaupun tidak menang, tidak nanti Cee In kalah. Ia perlu menolong ibunya Maka ia menyalaka api, dengan membawa penerangan, ia maju lebih jauh, ke-sebelah dalam guna itu.

Soat Bwee tahu anaknya sudah datang, ia tidak berdiam saja. Kembali ia memanggil.

Seng Song larikearah suara ibunya itu, hingga ia mendapatkan sebuah kamar digu-ha belakang. Disitu terdapat cahaya guram dari sebuah pelita, mesti demikian, sinona bisa melihat ibunya yang kucai luar biasa mirip dengan orang yang lagi sakit berat Ia menjadi sangat terharu, dengat airmata berlinang, ia lompat menubruk.

“Ibu!” ia berseru. Lalu ia mencoba mengangkat tubuh ibunya tetapi tidak berhasil.

Itulah sebab Soat Bwee telah terkena asap hio “Cian Jit Cui” atau “Mabuk seribu hari” dari Hong-hu Siong karena mana tenaganya menjadi habis.

Mulanya Leng Song kaget, tetapi segera ia mengarti. “Jangan kuarir, ibu! ‘ kata anak ini.

“Rebah dahulu. Aku membawa Obat untuk ibu!”

“Apakah sibangsat tua yang memberikan obatnya?” siibu tanya.

“Bukan, hanya anak perempuannya Ong Pek Thong,” sahut Leng Song. “Nona itu dapat dari mencuri dan dia memberikan itu kepadaku. Hal itu menarik hati nanti saja, sesudah ibu sembuh, akan aku menuturkan nya.”

Leng Song heran juga. Sudah lama mereka berpisah, mestinya mereka bicara banyak, siapa tahu, ibunya justru menanya dulu tentang obat pemunah itu dan menyangka obat diberikan oleh Hong-hu Siong. Maka ia kata didalam hatinya: “Apa mungkin, sudah lama terpenjarakan, pikiran ibu menjadi kacau ? Mustahil sibangsat tua Hong-hu sudi memberikan obatnya padaku? Buat apakah ibu sampai menanyakannya?”

Obat itu mustajab sekali. Begitu lekas* Soat B we minum itu, begitu lekas tenaganya mulai pulih. Dengan memegangi tangan anaknya, dapat ia berangkat, buat berduduk.

“Anak Song, kau tidak kurang suatu apa, hatiku lega sekali,” katanya. “Siapa itu yang datang bersamamu?”

“Itulah menantu ibu., ” sahut sianak. “Ibu maafkanlah anakmu, tanpa menanti perkenan kau, aku sudah menikah dengan Cee In……”

“Orang sebagai Cee In itu, sekalipun dengan tengloleng dan obat, sukar untuk mencarinya,” kata sang ibu. “Aku mendapatkan ia sebagai menantu apalagi yang aku minta ? Kau telah mempunyai orang yang dapat dibuat andalan, anak Song, hatiku lega sekali……”

Diantara sinar guram itu, Leng Song melihat ibunya bersenyum sedih. Tapi suara puas itu pun sedih nadanya. Hal itu membuat sianak muda heran, hingga ia tercengang. Pikirnya: “Sedari kecil aku tidak mempunyai ayah, selalu aku hidup berdua dengan ibu, tak heran kalau sekarang mendengar pernikahanku, ibu menjadi girang berbareng berduka……”

“Masih ada siapa lagi diluar?” kemudian Soat Bwee tanya pula, “Toan Peehu bersama istrinya serta Wee Locianpwee,” sahut sang anak. “Toan Peehu berdua tengah menempur sibangsat tua, mungkin sekarang mereka sudah berha sil membinasakan manusia jahat itu.”

Ibu dan anak ini berbicara dengag mereka berpegangan tangan. Tiba-tiba sianak merasai tangan ibunya bergemetar. Ia men jadi heran.

“Ibu, kau kennpa?” Ia tanya. Soat Bwee menghela napas.’ “Kui Ciang juga datang…….”katanya.

“Oh, bagaimana aku…..,aku…….dapat menemui dia?”

“Kenapa, ibu?” tanya Leng Song, tambah herannya. Toan Peehu menjadi sahabat ayah, kenapa ibu tidak dapat menemukan dia?”

“Oh, Sungguh jemu!” tiba-tiba Nyonya Hee berseru.

Leng Song terkejut

“Ibu, kau benci siapa?” tanya ia.

“Aku benci Hong-hu Siong!” sahut si-ibu. “Dia….„dia telah mencelakai aku!”

Bukan main herannya Leng Song. Ibu itu pindah bicara dari Kui Ciang kepada Hong-hu Siong. Ia jadi menjublak. Lantas menerka sesuatu, karena mana, tubuhnya menggigil sendirinya. Bagaimana hebat, pikirnya…….

Sekonyong-konyong Soat Bwee berlompat bangun.

“Hendak aku membunuh sendiri bangsat tua itu!” serunya, giginya bercatruk-kan.

Leng Song pengangi ibu itu. “ibu, nanti aku yang mewakilkan kau menyambutnya!” kata sianak. “Ibu baik beristirahat lagi sekian lama.”

Bibir Soat Bwee bergerak, ia seperti hendak mengucapkan sesuatu akan tetapi batal. Sebaliknya ia melepaskan tangan anaknya, terus ia bertindak keluar dari kamar tahanannya itu. Tenaganya telah pulih lima bagian, karenanya dapat ia bergerak dengan leluasa. 

Ketika itu Lam Cee In dan sitoosu sudah bertempur sekian lama kepandaian mereka berimbang, akan tetapi lama-lama, hati siorang suci menjadi gentar.

-oo0dw0oo-
DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar