Ketika melihat serangan Pek Hong Siang makin lama makin perlahan, Boen ching mengangkat kedua kakinya dan segera melancarkan ilmu tendangan "cing Po chiet Yau" atau ikan paus melompat tujuh kali, begitu kakinya melancarkan serangan tujuh kali, Pek Hong Siang terdesak mundur tujuh tindak.
Boen ching segera mundur sesaat. Pek Hong Siang memikirkan ilmu pukulan "Sie Lu Eng Hong" atau pohon Liu menahan angin dan ilmu langkahnya Boen ching sehingga pikirannya bercabang tak terkira ia telah didesak mundur sebanyak tujuh tindak, hatinya jadi gusar.
Waktu ia akan mulai menyerang lagi. Tiba2 Boen ching berteriak.
"Tahan"
Dengan dingin Pek Hong Siang memandang pada Boen ching. Kemudian dengan gusar ia berkata.
"Engkau ingin bicara apa ?" Pada saat ini meskipun dalam hatinya panas, tapi dia juga harus bersabar sejenak untuk mendengarkan apa yang akan dikatakan oleh Boen ching. Sejak sepuluh tahun yang lalu orang Bulim sangat menghormati kematian Thian San chiet Kiam, tiada seorangpun yang mau bentrok dengannya tapi ini hari ternyata dipaksa berada di bawah angin oleh seorang pemuda yang masih hijau, mana mungkin tak membuatnya menjadi gusar ? Tapi mau tak mau dia harus menjaga harga diri dan bersabar untuk mendengarkan Boen ching. Gadis yang berdiri di samping itu berteriak.
"Tia, buat apa banyak bicara dengan orang ini ? bunuh saja beres."
Boen ching memandang sekejap pada gadis itu, kemudian berkata pada Pek Hong Siang dengan sikap hormat.
"cayhe tadi telah salah menganggap kamu berdua sebagai orang2 Khong Tong Pay, sehingga bergebrak dengan kamu berdua, mohon kalian suka memaafkan". Pek Hong Siang mendengus, katanya.
"Tak usah banyak bicara, engkau juga pernah berkata kalau aku tak bisa mengajar dan mendidik anak muridku sehingga mereka berbuat tak karuan dan berbuat jahat diluaran. Betulkah hal itu ?"
Boen ching tersenyum, katanya.
"Boanpwe ada urusan penting yang akan dibicarakan dengan Pek cianpwe".
Pek Hong Siang tertawa dingin, tetapi dalam hatinya ia berpikir.
"Pemuda ini berasal dari partai manakah ? Mengapa aku tak dapat menerkanya ?"
Boen ching mengetahui bahwa hati Pek Hong Siang hingga kini masih tidak senang, dalam hati ia berpikir. "Pek Hong siang ini sungguh sangat licik, hanya karena urusan kecil begitu saja sudah demikian gusarnya, jika ia mengetahui sebab-sebab kematian Thian San ciet Kiam yang sebenarnya, bukankah akan mati saking gusarnya?" Dia tertawa dan berkata.
"Tetapi urusan ini menyangkut mati hidupnya orang2 Bu- lim, pihak ketiga tak boleh mendengar".
Gadis itu mendengar Boen ching berbicara selamanya setengah harian, tetapi ia tak boleh ikut mendengar, hatinya menjadi tak senang dan berkata kepada Pek Hong Siang. "Tia, orang ini sangat licik, kita jangan mau mendengar perkataannya".
Pek Hong Siang mengerti apa ang dipikirkan putri kesayangan itu, kemudian ia berkata kepada Boen ching.
"Selama hidupku belum pernah berbuat sesuatu yang tak boleh diketahui oleh orang lain, kalau ada urusan lebih baik terus terang saja dan dibicarakan di sini". Gadis itu mencibirkan bibirnya dan berkata.
"Benar, mengapa harus bersembunyi2 ?" Boen ching tertawa pahit, pikirnya:
"Setelah urusan ini diketahui mungkin tujuh partai akan bersama-sama mencari aku, Thian Sanpay pun akan disingkirkan, bahwa tujuh partai besar dapat membunuh orang untuk menutup mulut. Bukannya kamu merasa khawatir, malahan aku yang mewakili kalian khawatir" Pikirnya menjadi melayang-layang, Pek Hong Siang berkata. "Jika memang tak ada urusan, aku tak akan sungkan-sungkan lagi" Boen ching mengangkat kepalanya, kini dia terdesak dan berkata.
"Pek cianpwe, sepuluh tahun yang lalu telah terjadi peristiwa yang menggetarkan Bu lim, apakah cianpwe mengetahui sebab-sebab kematian Thian San ciet Kiam ?" Pek Hong Siang menjadi tertegun, katanya. "Tujuh orang Suhengku mati ditangan Thian Jan shu, semua itu adalah orang sudah mengetahui hal ini, buat apa kau kini membicarakan lagi ?" Boen ching tersenyum, sambil menggoyangkan kepalanya ia berkata.
"Salah Sebab2 kematian Thian San ciet Kiam hanya kami delapan orang yang mengetahuinya, ciangbunjin dari Tujuh partai besar dan aku sendiri".
-oo0dw0oo-
MATA Pek Hong Siang bersinar, sebab2 kematian Than San ciet Kiam sudah sangat jelas, setiap orang terkena pukulan Thian Jan Shu. Di dunia ini hanya Thian Jan Shu yang memiliki pukulan yang demikian dahsyat.
Meskipun sebab kematian tujuh orang itu tak dapat diragukan lagi, tetapi ciangbunjin tujuh partai besar mengatakan kalau masih ada seorang murid Thian Jan Shu yang telah dibunuh oleh mereka. Tetapi waktu dirinya pergi sendiri ke puncak Hwee Ing hanya tinggal mayat dari Thian San ciet Kiam dan mayat Thian Jan Shu saja yang terdapat, sedang mayat murid Thian Jan Shu itu telah lenyap tanpa bekas.
Setelah dia menanyakan ciangbunjin dari Siau limpay baru diketahuinya bila anak laki-laki itu belum putus napasnya.
Berpikir sampai di sini dia tidak ragu2 lagi kalau Boen ching yang berdiri dihadapannya itu adalah anak kecil yang lolos dari kematian pada sepuluh tahun yang lalu. Murid Thian Jan Shu.
Hawa amarah Pek Hong Siang tak dapat ditahan lagi, dengan sangat gusar dia melancarkan serangan ke arah Boen ching.
Tubuh Boen ching bergerak dan mengelak ke samping, kemudian dia berkata. "Pek cianpwejangan turun tangan"
Pek Hong Siang teringat akan dendam kematian tujuh orang suhengnya, mana dia mau mendengar perkataan Boen ching, Boen ching adalah murid Thian Jan Shu, dengan demikian maka semua perkataannya adalah bohong.
Berpikir sampai di situ, segera dia mencabut pedangnya dan melancarkan serangannya dengan menggunakan ilmu pedang "Tui Yun Toan Jiet cap Sah Sih" atau Tiga belas jurus ilmu mengejar mega memotong matahari, bagaikan harimau terluka ia menyerang Boen cing, ilmu "Tui Yun Toan Jiet cap Sah Sih" yang dimainkan di tangannya kehebatannya jauh melebihi ketika dimainkan oleh Pek How. Tampak suatu sinar pedang yang menyilaukan mata menyerang Boen ching.
Boen ching tak menyangka kalau sifat Pek Hong Siang demikian berangasan, perkataannya belum habis diucapkan ia telah menyerang dengan pedang sehingga ia tak dapat berbuat apa-apa.
Dengan menggunakan ilmu pukulan "Sie Liu Beng Hong" atau pohon liu menahan angin ia menerima setiap serangan lawan, terhadap ilmu "Tui Yun Toan Jiet cap Sah Sih" ia telah hapal betul-betul sehingga tidak berbahaya lagi baginya. Setelah menerima beberapa jurus tiba-tiba Boen ching berteriak.
"Pek cianpwe, Thian San chiet Kiam dibunuh oleh ciangbunjin dari tujuh partai besar."
Pek Hong Siang bagaikan tak mendengar perkataan itu, serangannya makin lama makin bertambah hebat, tetapi gerakan dan ilmu pukulan Boen ching pun sangat aneh, sehingga dalam waktu singkat dia tak dapat berbuat apa-apa.
Ketika melihat Pek Hong Siang tidak mau memperdulikannya dalam hati Boen ching menjadi jengkel, pikirnya.
" Dengan maksud baik aku akan memberitahukan padamu, apa kau kira aku harus minta bantuan dari pihak Thian San pay." Dengan tiba-tiba tangan kanannya dibalik untuk menghindari serangan Pek Hong Siang sedang tangan kirinya menyambar kearah Pek Hong Siang. Pek Hok Siang menjadi sangat terkejut, dia dipaksa mundur setindak.
Ketika melihat ayahnya dalam keadaan bahaya, gadis itu segera membentak dan melancarkan serangan sehingga Boen ching dikerubuti oleh dua orang.
Sebenarnya Pek Hong Siang adalah Sute dari Thian San chiet Kiam, tetapi kepandaiannya jika dibandingkan dengan tujuh suhengnya itu tertinggal jauh sekali, kepandaian tiap orang dari Thian San chiet Kiam tidak di bawah kepandaian ciangbunjin dari partai manapun, apalagi tujuh orang itu bergabung menjadi satu sehingga mereka disegani oleh semua orang. Tetapi setelah Thian San chiet Kiam tewas, maka kedudukan ciangbunjin jatuh ke tangan Pek Hong Siang sampai sekarang ini kepandaian Pek Hong Siang jika dibandingkan dengan kepandaian ciangbunjin lainnya, maka kepandaiannya masih lebih rendah setingkat.
Dan kini menghadapi Boen ching sudah tentu bukan tandingannya.
Demi nampak gadis itupun ikut mengambil bagian, dalam hatiBoen-ching berpikir.
"Jika demikian banyak bicarapun tak ada gunanya."
Kedua tangannya segera melancarkan ilmu sakti ajaran gurunya, Ie Bok tocu yaitu. "Na yun cao Hoat" atau ilmu cakar menurut mega untuk mengimbangi ilmu tendangan nya.
Tampak ilmu cakarnya dikerahkan bagai kan angin topan dan kedua kakinya menendang kiri kanan bagaikan kilat.
Pek Hong Siang ayah dan anak terdesak sehingga mundur terus menerus, pedang hampir2 tertendang lepas oleh Boen ching. Dengan lantang Boen ching berkata. "cayhe selamanya tak pernah berbohong, ini hari tak dapat lama-lama melayani kamu berdua, jika ada jodoh dilain kesempatan kita bertemu kembali.
Habis bicara ia mengerahkan ilmu meringankan tubuhnya "Sen Au Ban Lie" atau suara meraung selaksa lie. Bagaikan seekor Rajawali raksasa tubuhnya melayang sejauh sepuluh kaki lebih, kemudian lari pergi.
Pek Hong Siang menjadi berdiri terpaku, Boen ching yang memiliki ilmu meringankan tubuh yang demikian tingginya itu, bukan saja orang-orang dari tujuh partai tak dapat menandingi nya bahkan pada waktu itu sukar sekali untuk mencari tandingannya.
Mana dia tahu kalau ilmu meringankan tubuh dari Ie Bok Tocu adalah nomor satu. Boen ching telah mendapat pelajaran langsung dari Ie Bok Tocu, pada waktu ini selain Ie Bok Tocu seorang yang telah dapat menandinginya, kiranya hanya Thian Jan Shu yang telah tewas dipuncak Hwee Ing pada sepuluh tahun yang lalu itu saja yang dapat mengalahkannya.
Pek Hong Siang memandang tubuh Boen ching hingga lenyap dari pandangan mata, ia menghela napas kemudian tangan kanannya melemparkan pandangannya kesuatu pohon besar.
"crinnnng - . .."pedang tersebut patah menjadi dua potong. Melihat hal tersebut, gadis itu menjadi terkejut, teriaknya: "Tia mengapa engkau ini hari begitu murah hati.?"
Mana dia tahu Pek Hong Siang sebagai seorang ciangbunjin dari suatu partai hari ini ternyata dapat dikalahkan dengan tangan kosong oleh Boen ching. Bagaimana hal ini tidak membuatnya menjadi malu.
Dengan mempergunakan ilmu "Shen Au Ban Lie " suara meraung selaksa lie, Boen ching telah dapat lolos dari tangan Pek Hong Siang, hatinya menjadi mendelu, pikirnya. "Pek Hong Siang ini sungguh sangat aneh, mengapa terhadap kematian Thian San chiet Kiam di atas Puncak Hwee Ing, ia tidak menaruh curiga sedikitpun, Kepandaian Thian San chiet Kiam jika dibandingkan dengan kepandaian Thian Jan Shu bagaikan langit dan bumi, meskipun nyali mereka bertambah besar sekalipun belum tentu berani melawan Thian Jan Shu sendirian"
Mana dia tahu kalau Pek Hong Siang sangat menghormati ke tujuh orang Suhengnya, ternyata Thian Jan Shu pun telah tewas, ini membuktikan kalau kematian Thian San chiet Kiam juga ada harganya hingga tidak menaruh curiga apa-apa. .
Dengan perlahan2 Boen ching melanjutkan perjalanannya, tak terasa dia telah tiba di gunung Yi San- Tiba-tiba hidungnya mencium bau wangi yang sangat aneh, dalam hatinya ia merasa sangat heran dan tanpa terasa ia berjalan menuju kearah asal dari bau wangi itu.
Setelah berjalan sejenak. tampak bau wangi itu ternyata berasal dari suatu goa yang tingginya tidak lebih dari tiga depa. dalam hatinya timbul rasa ingin tahu dan ia mendekati goa itu.
Baru saja dia merendahkan tubuhnya untuk melihat keadaan didalam goa itu, tiba-tiba sebuah tangan menjulur keluar dari goa dan mencengkeram punggungnya, Boen ching menjadi sangat terkejut.
Ia tak sempat melawan lagi, terasa punggungnya menjadi kaku dan dirinya telah dibawa masuk ke dalam goa itu.
Setelah berada didalam goa, tangan orang itu segera melepaskan cengkeramannya. Goa itu luasnya tak lebih dari tiga depa dan sangat gelap. Boen ching memandang sekelilingnya, dengan samar-samar dia melihat seseorang yang sedang memperhatikan dirinya dengan ter-tawa2
Di atas tanah tampak tumbuh2an aneh yang sedang dibakar dan mengepulkan asap. Bau harum tadi ternyata berasal dari barang itu, orang aneh itu menggoyangkan tangannya dan asap putih itu segera tersebar.
Asap putih itu sebenarnya sangat tipis, setelah tersebar, dengan sendirinya Boen ching dapat melihat keadaan sekitarnya.
Dalam keadaan yang remang-remang itu, ingin sekali dia melihat wajah orang aneh itu, tetapi biar bagaimanapun juga tak dapat melihatnya dengan terang. Dalam hati Boen ching berpikir.
"orang aneh ini entah siapa, kepandaiannya sungguh sangat tinggi, meskipun kepandaianku sendiri tak dapat dihitung rendah, tapi ternyata dapat juga ditangkap oleh orang aneh itu dengan sangat mudah meskipun boleh dikata dirinya tidak siap tetapi kepandaian orang aneh itupun tak dapat dipandang ringan"
Baru saja Boen ching akan membuka mulut untuk bertanya, orang aneh itu telah menggoyang-goyangkan tangannya melarang Boen ching bertanya, hati Boen ching menjadi mendelu, terpaksa dia berdiam diri, kedua tangan orang aneh itu tetap bergerak membubarkan asap putih itu, melihat ilmu pukulan orang aneh itu Boen ching diam-diam merasa sangat terkejut.
Pukulan itu seperti memukul benda yang sangat berat, tetapi ditengah goa segera berhenti. Ilmu pukulan yang dilancarkan sesuai dengan kehendak hatinya itu, belum pernah dilihat sebelumnya.
Sejenak kemudian dari luar gua tiba-tiba terdengar suara mengerikan- Boen ching terkejut dalam hati dia berpikir.
"Bukankah itu suara dari ular?"
Baru saja dia berpikir sempat di situ, tampak seekor ular menerobos masuk ke dalam goa. Begitu melihat ular tangan kanan orang itu segera menjambret dan tepat mengenai tempat kelemahan dari ular itu. Kedua jarinya segera menekan dan kepala ular itu telah hancur terkena tekanan orang aneh itu, badan ular itu segera dibuang keluar goa.
Kemudian menyusul belasan ular yang masuk ke dalam goa itu dan semuanya dibunuh dengan cara yang sama oleh orang aneh itu.
Melihat hal ini Boen ching diam2 merasa heran, ular-ular itu semuanya berbisa tetapi orang aneh itu ternyata dengan mudah dapat membunuhnya, kepandaiannya sungguh sukar diukur.
Tetapi apakah dia hanya membunuh ular-ular itu saja?
Ataukah masih ada tujuan lain-
Sejenak kemudian terdengar lagi suara mengerikan, orang aneh itu memperhatikan dan gerakan pukulannyapun bertambah cepat.
Sesaat kemudian, seekor ular berwarna merah mengkilat muncul didalam gua itu.
Gerakan pukula n orang aneh itu banyak ditarik kembali, sepasang matanya memandang tajam pada ular berwarna merah itu. Setelah ragu-ragu sejenak. ular merah itu akhirnya menerjang masuk ke dalam goa, sepanjang tubuhnya berwarna merah darah, sepasang matanyapun berwarna merah bagaikan dua buah intan yang memancarkan sinar berkilauan-
Setelah nampak ular merah itu berada di dalam goa, telunjuk tangan si orang aneh itu segera diangkat, asap putih itu segera mengikuti arah tempat yang ditunjuk dan menerjang kearah ular itu.
Ular merah itu menentang mulutnya untuk menerima asap itu, lidahnya yang seperti api diletakkan keluar, asap putih itu dengan kencang memasuki ke dalam mulut ular merah itu. Ular merah itu mengangkat tubuhnya dengan ujung ekor untuk menahan berat badannya ia menyedot asap itu.
Tidak sampai seperminuman teh, ular merah itu tak tahan lagi, mulutnya tertutup dan jatuh ke atas tanah dengan lemas.
orang aneh itupun kelihatannya sangat lelah setelah menghembuskan napas lega, ia memadamkan tumbuhan aneh itu dan dimasukkan ke dalam saku, kemudian mengambil ular merah itu dan dimasukkan nya ke dalam kantong yang terdapat dibelakang punggungnya. Setelah itu ia memejamkan matanya untuk bersemedi.
Seperempat jam kemudian, ia membuka kedua matanya, melihat Boen ching masih duduk di sana, dan memperhatikan dirinya, ia mengeluarkan suara tertahan dan berkata. "orok kecil, engkau masih belum pergi?" Tanpa menunggu jawaban Boen ching tambahnya.
"ooh? dalam hatimu engkau tentu merasa heran bukan? ular itu namanya Raja Ular dan merupakan raja dari segala raja ular, bisanya tanpa tandingan, hanya dengan asap kayu Gigi Naga ini saja sangat mudah aku seorang tua yang mengerjakannya, sungguh merasa sangat repot."
Boen ching tertawa, katanya.
"Boanpwe ingin mengetahui nama dari Locianpwe." orang aneh itu melototkan matanya sambil berkata:
"Bagaimana? Apakah setelah melihat ilmu silatku yang sangat baik engkau anak kecil ini lalu ingin mengangkat aku sebagai guru?" Sambil tertawa Boen cheng menjawab:
"Boanpwe telah punya guru, bagaimana dapat mengangkat Locianpwe sebagai suhu? Aku hanya ingin mengetahui nama besar dari Locianpwe" "oh," kata orang aneh itu. "Aku lupa kalau engkau telah mempunyai guru, coba bandingkan dengan kepandaianku mana yang lebih tinggi ?" Boen ching tertegun, pikirnya.
"Engkau juga tidak mengetahui siapa suhuku, bagaimana dapat membanding- bandingkan?" Sambil tertawa Boen ching berkata.
"Boanpwe tak dapat membandingkannya" Orang aneh itu tertawa ter-bahak2, katanya.
"Aku kira kepandaian suhumu tak dapat menandingi kepandaianku sehingga kau malu untuk mengatakannya"
Kedua alis Boen ching berdiri, budi dari Ie Bok Tocu bukan saja telah menolong jiwanya tetapi dia juga telah menurunkan ilmu silatnya, kasih sayang pada dirinya bagaikan kasih sayang dari dua orang tuanya sendiri, kini mendengar orang aneh itu berkata demikian, hati Boen ching jadi tak senang, dengan gusar dia berkata. "Ilmu silat suhuku lebih tinggi itu dari kepandaianmu"
orang itu segera berhenti tertawa tangan nya segera mencengkeram tangan Boen ching. Dalam gua yang hanya seluas tiga depa itu mana Boen ching dapat menghindari serangan itu. Sambil mencengkeram tangan Boen ching, orang aneh itu berkata.
"Engkau bilang apa ? coba ulangi sekali lagi ?"
Sambil menahan rasa sakit, dengan gusar Boen ching berkata.
"Aku bilang kepandaian suhuku ratusan kali lipat lebih tinggi dari kepandaianmu."
orang aneh itu dengan geram mendengus, katanya. "Mengapa tak kau katakan sejak tadi" Boen ching juga mendengus, dengan sekuat tenaga ia coba untuk meronta, tetapi tak berhasil melepaskan diri dari cekalan orang aneh itu, hatinya menjadi bertambah gusar. katanya.
"Tadi aku takut engkau menjadi merasa malu sehingga tak aku katakan"
Tangan kanan orang aneh itu sedikit bergetar, ia melepaskan cekalannya, pandangan nya mendelong atap goa, sejenak kemudian, tiba2 kedua tangannya mencengkeram kedua tangan Boen ching lagi. sambil teriaknya: "Engkau sedang menipu aku, siapakah suhumu?"
cengkeramannya kali ini lebih keras dari tadi Boen ching merasa sakitnya sampai terasa ke dalam tulang sumsum. Dia mendengus dan katanya. "Engkau menanyakan siapakah Suhuku lalu siapa kau ini?"
orang aneh itu melepaskan cengkeraman nya mulutnya kemak- kemik perkataan yang diucapkan Boen ching itu seperti tidak didengar semua olehnya, sedang apa yang diucapkannya Boen ching tak paham. Sejenak kemudian orang aneh itu berkata.
"Aku tidak perduli siapakah suhumu, pokoknya kepandaiannya tak dapat menandingi kepandaianku"
Dengan dingin Boen ching menjawab. "Dari mana kau dapat tahu?" orang aneh itu berkata.
"Apakah kau sedang berbohong? Kau tentu sedang membohongi aku"
Hati Boen ching tergetar ia tak mengerti mengapa orang aneh ini tetap akan merebut kedudukan sebagai jagoan nomor satu. Tapi segera suara dari Ie Bok Tocu terlintas di benaknya. Dengan sembarangan ia men-jawab. "Aku tidak berbohong" orang aneh itu mendengus katanya. "Kalau hanya berbicara tak ada gunanya lebih baik kita berdua coba-coba kepandaian kita"
Boen ching tertawa tawar, kemudian katanya:
"Meskipun orang tua dapat mengalahkan aku juga tidak ada gunanya, kepandaian suhuku lebih tinggi beribu-ribu kali lipat dari aku, meskipun engkau dapat mengalahkan aku juga belum bisa mengalahkan suhuku".
orang aneh itu pikir benar juga perkataan itu, dapat menangkan anak kecil dihadapannya itupun tak ada gunanya, tetapi dia tetap tidak percaya kalau Suhu dari anak kecil ini kepandaiannya lebih tinggi dari kepandaian dirinya. Dalam hati Boen ching diam-diam merasa geli pikirnya.
"Aku bilang kepandaian suhuku lebih tinggi dari kepandaianmu. Sekarangpun suhuku tidak berada di sini, engkau mau berbuat bagaimanapun tak ada gunanya". Kemudian dia menjauhkan badannya dan bersandar pada dinding gua itu.
orang aneh itu setelah berpikir setengah harian tiba2 bertepuk tangan katanya. "sudah ada"
Boen ching terkejut. Dia segera bangunkan tubuhnya, dalam hatinya diam-diam berpikir.
"Orang ini juga sangat aneh entah dia telah mendapatkan cara aneh yang bagaimana, asal saja jangan memaksa aku untuk pergi mencari suhuku saja." Berpikir sampai di situ, dia membuka mulutnya dan berkata.
"Boanpwe masih ada urusan tak dapat lama tinggal di sini..
Suhuku bertempat tinggal jauh laksa lie . . ."
Orang aneh itu menggoyangkan tangannya dan berkata: "Bukan, bukan" kemudian ia tertawa terbahak-bahak lanjutnya. "Aku mana dapat sebodoh kau, memaksa untuk membawa aku menemui suhumu, aku orang tua juga tak ada sedemikian banyak waktu" Habis berkata dia tertawa terbahak-bahak katanya.
"Aku ada suatu cara suhumu tentu telah mewariskan seluruh kepandaiannya kepadamu, kita hanya perlu mengaku kelihaian dari jurus-jurus itu saja, engkau menyebut satu jurus aku akan mengembalikan satu jurus, dengan demikian dapat diketahui siapa yang menang engkau kira bagaimana?"
Selesai bicara ia mempersilahkan sikapnya yang seolah-olah sangat bangga atas usulnya yang baru saja diutarakan itu.
Boen ching menjadi sangat terkejut pikirnya:
"Kalau begini terus aku bisa runyam" pikirannya segera berputar dengan tertawa dia berkata:
"Engkau orang tua juga jagoan dariBulim, tentu mengetahui ada jurus2 ilmu silat yang tidak terlihat kelihaiannya jika tidak dimainkan, Lwekang suhuku jauh lebih hebat dari aku, pun jurus-jurus ilmu silatnya tak dapat aku pergunakan seluruhnya" orang aneh termenung sejenak pikirnya.
"Itu juga benar" kemudian katanya. "Kalau begitu, engkau menyebutkan saja akan kudengar satu persatu".
Boen ching menjadi tertegun, orang aneh itu berkata pula.
"Kalau engkau tidak dapat menangkan aku, engkau tidak boleh meninggalkan gua ini." Mendengar hal ini, dalam hati Boen ching diam-diam merasa mendelu.
---ooo0dw0ooo--- ORANG ANEH DAERAH TANDUS
DALAM hati Boen ching merasa berat, gerakan aneh dari orang itu belum pernah ia lihat. Ilmu silat Ie Bok Tocu jika dikatakan lebih lihay daripadanya masih mungkin, tetapi jika dikatakan lebih hebat berlaksa kali hal itu tidaklah mungkin terjadi karena ilmu silat Ie Bok Tocu lebih mengutamakan dalam hal Ginkang, dan tadi dia melihat gerakan pukulan- pukulan orang aneh itu sangat aneh sekali, mungkin ia dapat salah melancarkan serangan jika sampai kalah dan tidak diijinkan untuk meninggalkan gua itu. Bukankah itu akan bertambah runyam.
orang aneh itu meskipun berada ditempat yang agak remang2, tetapi dia dapat melihat dengan jelas, sambil tertawa terbahak-bahak ia berkata: "sekali ini engkau tak dapat menolak lagi." Mata Boen ching berputar, katanya.
"Aku baru saja tiga hari meninggalkan perguruan, pengalaman menghadapi musuh masih sangat dangkal, mungkin dapat salah melancarkan serangan, tetapi untuk mengalahkan engkau juga masih dapat."
orang aneh itu tertawa besar dan tidak menjawab, bagaikan tidak mendengar apa yang di ucapkan oleh Boen ching.
Tanya Boen ching. "Apakah kita bertanding didalam gua ini
?"
Setelah berpikir sejenak orang aneh itu mencengkeram
lengan baju Boen ching dan dibawa keluar dari gua, lalu lari naik ke atas gunung.
Boen ching sangat terkejut, tangan yang dicengkeram orang aneh itu menjadi kaku, tapi dalam hati ia ingin mengetahui apa yang akan dikerjakan oleh orang aneh itu, matanya memperhatikan orang aneh itu, rambutnya tidak karuan, wajahnya penuh dengan kerutan dan bajunya compang camping. orang aneh itu terus lari ke atas dan tak lama kemudian tibalah mereka di sebuah gua yang besar yang tingginya dua kaki.
Sambil melepaskan tubuh Boen ching orang aneh, itu berkata. "Kalau di sini bagaimana ?"
Boen ching melemaskan tangan kirinya sambil meletakkan buntalan dan pedangnya di atas tanah. Kemudian ia menganggukkan kepalanya.
orang aneh itu begitu nampak Boen ching menganggukkan kepalanya, tanpa banyak bicara lagi tangan kanannya melancarkan serangan ke arah Boen ching.
Boen ching terkejut, buru2 kaki kanannya mundur selangkah ke belakang dan tangan kirinya melancarkan satu jurus Liu Siu cuen Hong atau dengan tertawa melawan angin, jurus ini adalah salah satu jurus dari ilmu pukulan "Sin Liu Eng Hong" atau pohon liu menahan angin.
Belum habis orang aneh itu melancarkan serangannya tiba- tiba mulutnya mengeluarkan suara tertahan segera dia mundur selangkah ke belakang matanya memandang pada Boen ching bagaikan sedang memikirkan sesuatu hal.
Melihat sikap aneh dari orang itu Boen ching menjadi ragu2, ia menarik kembali serangan nya dan mundur ke belakang. Sedang dalam hatinya dia berpikir.
"Agaknya otak orang ini sedikit tidak beres, mulut orang aneh itu berkemak-kemik ketika Boen ching memperhatikannya terdengar dia berkata.
"jurus ini pernah aku mengenalnya entah pernah melihat dimana? mengapa aku sekarang tidak ingat lagi."
Hati Boen ching menjadi ragu2 pikirnya. "ia bilang pernah mengenal jurus itu? Apakah mungkin dia adalah sahabat suhu ku?" Tetapi dalam hati ia tetap tidak percaya.
Setelah lama berpikir, orang aneh itu tiba2 melancarkan satu kali serangan kearah Boen ching, Boen ching segera menggunakan jurus "Liu Siau Tong Hong" atau dengan tersenyum menahan angin Timur untuk mematahkan serangan orang aneh itu. orang aneh itu dengan tiba2 membuka mulutnya dan berkata.
"Benar, jurus selanjutnya adalah "Liu Sai Sie Yau" atau pohon Liu dan benang sutera bergoyang."
Sambil berkata dia melanjutkan serangan nya, Boen ching sangat terkejut, tanpa sadar badannya bergoyang, kaki kanannya mundur selangkah dan menginjak kedudukan "Koan", sedang kedua tangannya melancarkan serangan, inilah jurus " Liu Sai Sie Yau" atau pohon Liu dan benang sutera bergoyang.
Sehabis melancarkan serangan orang aneh itu berdiri tertegun di sana, mulutnya dibuka lebar-lebar seperti sedang memikirkan sesuatu. Tiba2 ia menderita dan menutup mukanya dengan kedua belah tangannya dan lari pergi. Dan Boen ching menjadi kaget. Pikirnya.
"Entah siapa orang aneh ini, ternyata ia mengenal ilmu silat perguruanku, ilmu silat dari Ie Bok To selamanya tak ada orang dari Tionggoan yang mengenal, mengapa orang ini dapat mengenalnya".
Makin berpikir dia makin bertambah heran tangannya mengambil buntalan dan pedang dan segera keluar dari goa untuk mengejar orang aneh itu tadi menghilang. Dia masih dapat melihat bayangan orang aneh itu lari menjauh.
Budi yang diterima Boen ching dari Ie Bok Tocu adalah sangat besar, terhadap urusan Ie Bok Tocu dia lebih memperhatikan daripada urusannya sendiri, apalagi orang aneh itu ada hubungannya dengan Ie Bok Tocu.
Setelah mengejar sejenak. tampak orang aneh itu membelok pada beberapa tikungan di gunung itu dan kemudian lenyap.
Boen ching tertegun. Belum sempat ia mengejar, dari ujung tikungan gunung itu tampak mendatangi dua orang penunggang kuda.
Begitu melihat Boen ching. Dua orang itu segera turun dari kudanya. Kedua orang itu kiranya adalah Si Elang Emas dari Gurun Pasir dan Pek-How. Kong Sun Sek tertawa keras dan katanya.
"Siau-cu, aku menanyakan perguruanmu sampai setengah harian tapi engkau tak mau menjawab, ternyata engkau adalah murid Thian Jan Shu"
Boen ching tahu mengajar orang aneh itu tak ada gunanya lagi, sambil tersenyum dia berkata.
"Aku bukan murid dari Thian Jan Shu segala macam." Kong Sun Sek kembali tertawa besar dan berkata.
"Ini hari aku akan mencoba kepandaian dari murid Thian Jan shu."
Pek How yang berdiri disamping juga sudah mencabut pedangnya, se-akan2 dia takut kalau Boen ching bisa lolos.
Boen ching tertawa ter-bahak2, kemudian berkata.
"Kong Sun cianpwe, aku kira pikiranmu lebih terang, apakah Locianpwe tidak merasa curiga, apa sebabnya Thian San Tjiet Kiam dapat binasa ditangan Thian Jan Shu?"
Sebenarnya Kong Sun Sek hendak turun tangan, tapi setelah mendengar perkataan Boen ching, ia membatalkan niatnya, kemudian berkata. "Anak muda, apakah engkau ingin mengatakan kalau mereka itu dibunuh oleh ciangbunjin dari tujuh partai besar?"
Boen ching tersenyum, dalam hati dia sudah tahu kalau Kong Sun Sek tidak akan percaya, tetapi ia tetap berkata "Tepat..."
Baru saja dia habis berkata, tiba-tiba dari belakang tubuhnya terdengar suatu suara yang sangat dingin.
"orang she Boen, kini engkau tak dapat lolos lagi, selama sepuluh tahun orang-orang Bulim mencari engkau ternyata hari ini engkau datang untuk mengantarkan kematian"
Boen ching menoleh ke belakang, yang baru berbicara itu ternyata adalah ciangbunjin dari Thian San Pay. Thian San Tayhiap Pek Hong Siang yang datang bersama putrinya.
Baru saja dia menoleh, Si elang emas dari Gurun Pasir tertawa keras, tubuhnya meloncat ke udara dan melancarkan ilmu pukulan tunggalnya yaitu cay Tong cap Pwe San atau elang raksasa berjungkir delapan belas kali.
Melihat serangan Kong Sun Sek yang demikian hebatnya, Boen ching tak berani memandang rendah, dia segera saja melancarkan ilmu pukulan "Sia Liu Eng Hong" atau Pohon Liu menahan angin untuk menyambut serangan itu.
Kong Sun Sek disebut elang emas dari Gurun pasir, sudah tentu ia mahir dalam ilmu meringankan tubuh, sedangkan seluruh kepandaiannya juga dikeluarkan semua melalui ilmu "Thay Hong cap Pwe San" atau elang raksasa berjungkir delapan belas kali.
Melihat serangannya tidak mengenai sasaran dengan meminjam tenaga pukulan Boen ching badannya naik ke atas dan melancarkan serangannya kembali.
Dua orang itu saling melancarkan serangan, yang satu jurus serangannya menitik beratkan pada ganasnya serangan, sedangkan yang lain lebih menitik beratkan pada ringannya tubuh.
Sekitar gelanggang pertempuran itu segera diliputi oleh angin pukulan yang menderu- deru. Si elang emas dari gurun pasir telah berkali-2 melancarkan serangan, akan tetapi gerakan Boen ching sangat aneh sehingga tiap serangannya tidak mencapai sasaran-
Pek Hong siang yang berdiri di luar gelanggang diam-diam merasa sangat terkejut, gerakan tubuh Boen ching yang sangat aneh itu belum pernah dilihatnya. Ketika sedang bertempur dengan Boen ching tempo hari, dia tak dapat merasakan, tetapi setelah melihat hal ini hatinya menjadi bertambah terkejut. Kaki Boen ching menggunakan langkah Kiu Kong Pat Kwa, meskipun kelihatannya tidak karuan tapi gerakan badan dan langkahnya sangat tepat, sehingga setiap serangan lawan yang ingin menyerang atau mendesak kepadanya, dapat digagalkan semuanya bahkan dapat dibinasakan-
Si elang emas dari gurun pasir sudah melancarkan seluruh jurus dari ilmu "Thay Hong cap Pwe San" atau elang raksasa berjungkir delapan belas kali, tetapi tetap tak bisa mengalahkan Boen ching, hatinya kaget tetapi dia belum dapat menerka gerakan apa yang digunakan oleh Boen ching.
Meskipun jurus- jurus dari ilmu pukulan "Sie Liu Eng Hong" atau pohon liu menahan angin sangat hebat, tapi masih ada kekurangannya, yaitu tidak dapat untuk menyerang musuh, tetapi hanya dapat untuk bertahan, sekalipun orang yang berilmu tinggi juga tak dapat menembusinya.
Setelah berkali-kali pukulannya tak dapat mengenai musuhnya, Kong Sun Sek segera menghentikan serangannya dan berkata pada Boen ching:
"orang muda, janganlah engkau selalu hanya menghindar saja, kalau berani terimalah satu kali pukulanku!" Boen ching mendengar perkataan ini, sambil tersenyum dia berkata.
"Mengapa tidak berani," dengan kepandaian yang dimilikinya itu mengapa dia harus takut kepada Kong Sun Sek.
Kong Sun Sek melihat Boen ching membuka mulut, tidak menunggu sampai dia habis bicara, sambil tertawa sekaligus dia melancarkan delapan kali pukulan-
Boen ching tak berani berayal lagi, sebab jika sedikit lengah saja maka akan terjadi perubahan pada dirinya. Segera dia membalas dengan melancarkan dua belas kali pukulan, begitu dua orang mulai bertanding ditengah gelanggang itu segera diliputi oleh angin yang kencang sehingga menyebabkan pasir dan batu disekitar tempat itu beterbangan.
Sejenak kemudian angin pukulan mulai mereda, nampak Kong Sun Sek terdesak mundur sebanyak lima-enam langkah ke belakang, wajahnya berubah menjadi merah padam. sebaliknya Boen ching masih kelihatan biasa saja berdiri ditengah gelanggang sambil tersenyum.
Dengan pertempuran ini maka masing2 pihak dapat mengetahui tinggi rendahnya Lwekang pihak lawan- Nampak keadaan begini Pek Hong Siang segera mencabut pedangnya dan maju menyerang.
Sambil membentak tubuh Kong Sun Sek melayang ke udara dan sekali lagi melancarkan ilmu "Thay Hong cap pwe san-" atau Elang raksasa berjungkir delapan belas kali menyerang ke tubuh Boen ching, Pek Hong Siang pun mengerahkan ilmu pedang Thay-san-paynya yang terhebat yaitu "chieh Sian chiet Kiam" atau Tujuh pedang Dewa Sakti. Dengan demikian dua orang itu bersama-sama mengerubuti Boen ching seorang diri.
Pek How kakak beradik berdiri di pinggir sambil memegang kencang pedangnya, seolah-olah sedang mengawasi Boen ching takut kalau dia melarikan diri. Boen ching nampak dua orang itu mengerubuti dirinya seorang, dalam hatinya menjadi terkejut, pikirnya.
"Lama tinggal di sini tak ada gunanya, dengan Ginkang yang kumiliki sekarang ini, kiranya empat orang itu tak dapat menahan aku di sini"
Segera dia mengeluarkan ilmu meringankan tubuh ajaran Ie Bok Tocu yakni "Hui Sie Yu Seh" atau terbang melayang mengitari selat, Ditengah sambaran dua sinar pedang dia berkelebat kesana kemari, jurus ilmu silat kedua orang itu meskipun digunakan sangat ganas, tetapi tak dapat berbuat sesuatu terhadap dirinya.
Tak lama kemudian, seluruh jurus dari ilmu pukulanThay Hong cap Pwe san- atau elang raksasa berjungkir delapan belas kali telah dimainkan habis seluruhnya, nampak hal ini Boen ching tidak menunggu sampai dia mengganti dengan jurus yang lain, tubuhnya berkelebat secepat kilat menerjang keluar dan mengerahkan ginkangnya yang paling lihay, "shen Au Ban Lie" atau suara meraung laksa Lie dan tubuhnya melayang pergi.
Gadis itu segera membentak. badannya melayang dan melaburkan satu kali tusukan ke arah tubuh Boen ching.
Kedua kali Boen ching tidak tinggal diam, segera melakukan serangan tendangan berantai dan menendang terbang pedang di tangan gadis itu, sedang badannya masih tetap melayang dan lari turun gunung.
Si Elang emas dari Gurun Pasir berdiri tertegun melihat bayangan Boen ching yang mulai menghilang dari pandangannya, Selama hidupnya belum pernah dia dikalahkan secara demikian mengenaskan seperti hari ini. Ilmu silat yang dimiliki pemuda ini dengan usia yang demikian mudanya itu sungguh merupakan suatu hal yang sangat mengejutkan- Gadis itupun berdiri tertegun di sana, dalam hatinya dia ingin menangis, tetapi tak enak kalau ditangiskan hingga mengeluarkan suara, pikirnya.
"Kalaupada hari-hari yang akan datang dapat bertemu lagi dengannya, tentu akan kuberi hajaran hingga dia tak dapat bangun berdiri lagi".
Pek Hong Siang menghela napas, sedang Kong Sun Sek malah tertawa ter-bahak2 sambil berkata.
"Pek Lote, tak usahlah menghela napas, pemuda ini juga sangat aneh, mungkin kejadian pada sepuluh tahun yang lalu memang ada sedikit tidak beres". Pek Hong Siang dengan dingin mendengus, katanya.
"Diantara tujuh partai besar, partai mana yang bukan merupakan suatu partai dari golongan murni. Sedangkan tujuh orang Suhengku adalah dikarenakan terkena pukulan Thian Jan Shu sehingga mereka mengalami kematian, apakah hal ini masih ada yang diragukan lagi?".
Kong Sun Sek tahu kalau Pek Hong Siang itu keras kepala.
Dia tertawa besar dan tak ambil bicara lagi.
Pek Hong Siang sekali lagi mendengus, kemudian katanya. "Sayang senjata rahasia "Thian Liong Suo" tidak kubawa,
kalau tidak. Hm......Hm....sekalipun- Boen ching mempunyai
tiga kaki enam tanganpun tak dapat meloloskan diri".
Sementara itu Boen ching setelah lolos dari empat orang itu, dalam hatinya dia berpikir.
"Aku kira kalau keadaan demikian terus, perjalananku selanjutnya diBulim akan menjadi bertambah sulit. Dari tujuh partai besar itu, partai manakah yang tidak menginginkan aku dibunuh mati ?"
Baru berpikir sampai di sini, matanya tiba2 nampak pada jarak kira-kira sepuluh kaki dari dirinya berkelebat sebuah bayangan merah, dengan cepat dia bersembunyi dibalik suatu batu yang besar, sedang dalam hatinya dia berpikir. "Di daerah yang tandus seperti ini, siapa lagi yang datang kemari?"
Bayangan merah itu bagaikan kilat berkelebat menuju ke belakang bukit itu, ternyata bayangan tadi adalah bayangan dari seorang wanita, dalam hati Boen ching jadi terkejut, gerakan wanita itu ternyata demikian gesitnya. Dalam hatinya diam2 menggerutu, pikirnya.
"Mengapa aku selalu bertemu dengan orang-orang yang berilmu tinggi? Baru saja tadi lolos dari orang aneh itu, ternyata sekarang di sini bertemu lagi dengan seorang wanita berbaju merah juga memiliki kepandaian yang demikian tingginya. Entah diantara dua orang itu mempunyai hubungan apa ?^
Berpikir sampai di sini, dia segera akan lari menguntitnya, tiba-tiba punggungnya dicengkeram oleh seorang, hatinya menjadi sangat terkejut, terasa badannya menjadi kaku seluruhnya, Sedikitpun tak ada tenaga, dengan kepandaian yang dimilikinya itu dengan mudah dibekuk oleh orang lain tanpa bisa berkutik, hal ini membuktikan kalau orang ini memiliki ilmu silat yang sangat tinggi. orang itu sambil mengangkat tubuhnya, dia berteriak.
"orang kecil, baru saja aku orang tua pergi, ternyata kau dapat lolos dengan demikian cepatnya, kitakan belum menyelesaikan pertandingan kita tadi?"
Hati Boen ching menjadi lega, ternyata yang datang orang aneh berkumis lebat itu, orang ini itu ternyata telah lari mengitari bukit dan berhenti di sini menanti dirinya, sehingga sekali tangkap dia telah dapat ditangkap olehnya dengan mudah dan dibawa kembali ke gua tadi.
Sesampainya didalam gua, orang aneh itu, melepaskan Boen ching ke atas tanah dan memperhatikannya, dia hanya tersenyum-senyum saja kepada Boen ching tanpa mengeluarkan sepatah katapun-
Hati Boen ching menjadi bertambah heran, pikirnya segera diliputi oleh bermacam- macam pertanyaan, siapakah sebenarnya orang aneh itu.
Entah apa tujuan sebenarnya, ternyata setelah pergi dia kembali lagi dan kini tak henti-hentinya memperhatikan dirinya, semuanya ini sungguh sangat mengherankan dan membingungkan pikiran Boen ching .
Setelah termenung sejenak. tetap juga dia tak dapat menemukan sebab2nya, dia tak mau banyak berpikir lagi, segera dia meletakkan buntalan dan pedangnya ke atas tanah.
orang aneh itu memandang dirinya sambil tertawa, tiba- tiba dia menggerakkan dua tangan kakinya memainkan suatu jurus serangan, kepada Boen cing dia berkata.
"coba engkau lihat jurusku ini bagaimana? lebih hebat dari suhumu atau tidak?"
Boen ching setelah memperhatikan setengah harian, dia hanya tahu letak kaki dan tangan orang aneh itu sangat aneh sekali, kelihatannya bagaikan untuk menahan tubuhnyapun tak kuat, jika dikatakan mau jatuh tetapi tidak jatuh, tak ada dapat dilihat dimana terletak keistimewaan dari jurus ini.
Setelah melihat sejenak lagi sambil menggoyang- goyangkan kepala dia berkata.
"Locianpwe entah jurus ini apa namanya? Aku tak dapat melihat keistimewaan dari jurus ini terletak dimana."
orang aneh ini nampaknya seperti sangat marah dia mendengus dan berkata: "Tak ada keistimewaan apa? engkau boleh coba-coba."
Habis berkata dia meng gerakan tangan dan kakinya menerjang Boen ching. Baru saja Boen ching akan menghindar, dia melihat tangan dan kaki diajukan sedemikian anehnya sehingga membuatnya tak tahu harus menghindar kearah mana.
"Plak....." tanpa terasa dia telah melemparkan ke atas tanah oleh orang aneh itu, masih untung orang aneh itu tidak menggunakan tenaga penuh, kalau tidak dia tentu akan terjungkal lebih hebat lagi dari sekarang ini.
Orang aneh itu setelah menjungkalkan Boen ching ke atas tanah dalam hatinya merasa sangat bangga, sambil tertawa dia berkata.
"Bagaimana? coba, kau lihat kepandaianku, jika dibandingkan dengan kepandaian suhumu, siapa yang lebih lihay?"
Boen ching berdiri tertegun di sana, didalam hatinya dia berpikir. "Sungguh sangat aneh sekali, jurus dari orang aneh itu"
Sesaat dia menjadi bingung, entah harus menggunakan cara apa untuk menghindari dari jurus itu. Tanpa terasa dia menirukan jurus tadi tapi setelah dicoba berkali-kali tetap tak dapat menirukannya.
Orang aneh itu nampak Boen ching coba menirukan jurus itu, pada matanya terlintas suatu pandangan yang sangat aneh, lalu dia berkata. "Salah bukan demikian"
Sambil berkata ia memainkan jurus tadi sekali lagi dan lanjutnya. "ini adalah jurus yang hebat di dunia ini, apakah jurus ilmu silat yang dilancarkan dari suhumu dapat lebih lihay dari jurus- jurus ini?"
Boen ching melihat orang itu memainkan dia lihat hatinya menjadi tergetar pikirnya. "Ternyata orang aneh itu akan mewariskan suatu ilmu silat yang aneh kepadaku"
Berpikir sampai di sini hatinya sangat gembira, tetapi dalam hatinya pun segera timbul keragu-raguan mengapa orang aneh itu akan mewariskan suatu ilmu silat aneh itu kepadanya?
Setelah beberapa kali dia menirukan orang aneh itu, tiba- tiba orang aneh itu berkata Sambil tertawa.
"Benar, benar demikian Bagaimana? Apa jurus dari ilmu silat suhumu ada yang dapat memecahkan jurusku ini?"
Hati Boen ching segera berputar, dia tertawa sambil berkata.
"Tentu saja ada, suhuku adalah jagoan nomor satu di dunia ini, mana mau mengurusi jurusmu yang tak karuan itu" Dia berhenti sejenak kemudian lanjutnya.
"Coba kau lihat dengan cara begini maka jurus mu itu sudah dapat kupecahkan"
Sambil berkata kaki kirinya melakukan tendangan sedangkan tangan kanannya melakukan gerakan memotong kemudian katanya.
" Kepandaian dari suhuku sangat tinggi sebelum engkau melancarkan serangan tadi maka suhuku akan melancarkan serangan dengan cara ini maka jurusmu tadi apa ada gunanya?"
selesai dia berbicara dia tertawa terbahak-bahak.
Padahal mana dapat sedemikian mudah untuk memecahkan jurus tersebut, tetapi Boen ching berkata demikian, orang aneh itu hanya tersenyum saja, kemudian lakukan lagi satu jurus sekarang pada Boen ching dia berkata.
"jurus tadi boleh dihitung dapat kau pecahkan, tetapi jurus ini aku mau lihat dengan cara bagaimana suhumu akan memecahkannya lagi".
Boen ching setelah memperhatikan sejenak. jurus inipun ia merasa sangat aneh, segera dia menirukannya. Setelah itu dengan sembarangan dia menjemput salah satu jurus untuk memecahkan jurus itu.
orang aneh itu seperti sungguh-sungguh ingin menurunkan ilmu tersebut kepada Boen ching, diapun tak mau memperdulikan hal itu, satu jurus demi satu jurus diturunkan kepada Boen ching.
Ber-turut2 dia menirukan sebanyak sembilan jurus pada saat itupun mulai gelap.. Setelah tertawa besar orang aneh itu berkata kepada Boen ching.
"Aku hanya mempunyai sembilan jurus itu saja, tetapi semuanya dapat kau pecahkan dengan mudah, lain kali kita bertanding lagi"
selesai bicara dia berjungkir balik keluar dari gua dan lenyap dari pandangan-
Boen ching melihat orang aneh itu pergi, dalam hatinya sedikit terkejut, orang itu jika dilihat sepertinya ada yang tidak beres otaknya, entah karena apa dia menurunkan suatu ilmu yang aneh itu kepadanya, sungguh orang itu merupakan suatu manusia yang sangat aneh.
Setelah sendirian berada didalam gua itu, segera ia mengulangi lagi sembilan jurus tadi, semakin berlatih dia merasa sembilan jurus itu mempunyai pecahan yang sangat dalam artinya bukanlah dapat dipahami dalam waktu yang sangat singkat, bagaimanapun juga dia berusaha tetap tak berhasil menyatukan sembilan jurus itu menjadi satu.
Berhubung hari semakin larut malam, diapun berhenti berlatih dan tertidur didalam gua itu.
Begitu dia sadar tampak sang matahari telah jauh meninggi, dengan cepat dia keluar dari gua dan turun gunung, sehari tidak mengisi perut, dia sangat lapar, segera dia memetik buah2an yang ada di gunung itu untuk menangsal perutnya yang terus berbunyi, kemudian berjalanlah dia ke suatu sungai, baru saja akan minum tiba2 telinganya menangkap suara beradunya senjata tajam.
Hati Boen ching diam2 merasa terkejut, di tempat yang demikian liarnya itu bagaimana ada orang yang bertempur? hatinya merasa sangat heran dengan diam2 dia pergi mengintip untuk melihat apa yang sedang terjadi.
Tampak seorang pemuda sedang bertempur dengan putri dari Pek Hong Siang, kelihatannya mereka bertempur dengan serunya.
Pemuda itu tampak sangat ceriwis dengan tangan kosong dia bertempur melawan gadis itu dan memaksa gadis itu mundur berulang kali.
Dalam hati Boen ching diam-diam merasa terkejut dalam hati dia berpikir. "Siapakah pemuda itu? kalau dilihat kepandaian pemuda itu tak berada di bawahnya, entah anak murid dari partai mana, sungguh tak disangka ditempat yang demikian liarnya itu ternyata terdapat banyak sekali orang2 aneh."
Tampak pemuda berpakaian putih itu dengan sangat ceriwis sedang menggoda gadis itu, katanya:
"Nona kecil, jangan bertempur lagi, dengan kepandaianmu yang demikian itu masih tertinggal jauh sekali, bukannya aku tak dapat menangkan kau, adalah takut kalau sampai melukai badanmu yang sangat halus itu, lebih baik eng kau turut padaku saja, tanggung kau tak salah memilih, dalam tiga tahun saja, kepandaianmu akan lebih tinggi dari suhumu sekarang."
Gadis itu mencibirkan bibirnya, dengan gusar ia membentak. "Tak tahu malu, bila kau bicara sekali lagi, akan kuhajar kau."
Tangan pemuda berpakaian putih itu menangkis pedang gadis itu, sambil tertawa dia mengeluarkan kepalanya mendekat ke muka gadis itu sambil berkata. "Nona baik, pukullah aku sampai mati."
Dengan sangat gusar gadis itu melancarkan serangan kearah kepala pemuda berpakaian putih itu.
Pemuda itu tertawa besar tangan kirinya menyambar dan menangkap tangan gadis itu sambil godanya.
"Sungguh halus sekali tanganmu ini "
Gadis itu meronta tapi tak berhasil melepaskan diri dari cekalan itu, segera dia melancarkan tendangan tangan kanan pemuda berpakaian putih itu menyambar lagi sambil mulutnya memperdengarkan suara memuji katanya:
"Tangan dan kaki yang demikian halus, sungguh sangat sayang kalau dipergunakan untuk berlatih ilmu silat."
Gadis itu sungguh gusar dia mengetahui dirinya tak dapat melawan pemuda itu dan kini ternyata tangan dan kakinya tertangkap pula, dengan menahan rasa malu dan menetesnya air mata dia membentak.
"Lekas kau lepaskan aku, jika kau tak mau lekas melepaskan diriku, aku akan segera teriak"
Pemuda berpakaian putih itu memejamkan matanya sambil tertawa dia berkata:
"Engkau mau berteriak ? Itu sangat kebetulan sekali. ibuku sekarang berada disekitar tempat ini jika kau teriak tentu ibuku akan datang dan sekalian untuk melihat istriku yang baru."
Sambil berkata dia mendekatkan mukanya ke wajah gadis itu.
Boen ching nampak hal ini segera membentak, pemuda berpakaian putih itu sangat terkejut, ke dua tangannya segera melepaskan gadis itu, wajahnya berubah menjadi merah menahan rasa gusarnya dan berkata: "Siapa yang teriak tidak karuan"
Dengan tersenyum Been cing berjalan mendekat.
Gadis itu nampak yang datang adalah Boen ching, semula hatinya masih gusar terhadap nya tapi waktu itu dia merasa tak ada orang lain yang melindunginya kecuali Boen ching, segera larilah dia ke arahnya.
Pemuda berbaju putih itu yang melihat gadis itu lari kearah Boen ching, menjadi amat gusar bentaknya.
"BERHENTI" Sambil berbicara ia lari mengejar ke arahnya.
Badan Boen ching segera berkelebat, kedua tangannya melancarkan serangan ke arah pemuda itu. Melihat dirinya diserang, pemuda itu pun melancarkan satu serangan-
Kedua tangan itu dengan cepat bertemu dan mengakibatkan kedua orang itu jatuh ke tanah dengan kerasnya.
Pemuda berpakaian putih itu dengan gusar mendengus, nampak kepandaian Boen ching tidak di bawah dirinya, dalam hatinya segera timbul rasa jeri. Tatkala gadis itu lari ke arah Boen ching, dia mengira gadis itu tentu adalah kekasih Boen ching, kepada Boen ching dia membentak.
"cepat kau serahkan nona kecil itu kepada ku, kalau tidak jika ibuku datang engkau jangan harap engkau dapat meloloskan dari sini"
Gadis itu begitu nampak Boen ching muncul, segera melupakan peristiwa tadi dengan tertawa dia berkata.
"Sungguh tidak tahu malu, sudah sedemikian besarnya masih seperti bayi saja yang ingin menyusu dan selalu memanggil-manggil ibu" Dalam hati Boen ching pun diam- diam ingin tertawa. Mendengar hal itu, pemuda berpakaian serba putih itu menjadi sangat gusar, segera ia membentak dan menubruk ke arah gadis itu.
Melihat pemuda itu mulai menyerang, Boen ching segera menarik gadis itu ke belakang tubuhnya, sedang tangannya melancarkan ilmu pukulan "Sie Liu Eng Hong" atau pohon Liu menahan angin, dan kakinya menggunakan langkah Kioe Kong pat Kwa untuk menahan serangan pemuda berpakaian putih itu.
Pemuda berpakaian putih itu berturut-turut melancarkan tiga kali serangan, tetapi satupun tak ada yang berhasil, tiba- tiba ia mengeluarkan suara tertahan, badannya segera mundur ke belakang sedang mulutnya memaki. "Aku kira siapa, tak tahunya adalah murid dari perempuan hina itu."
Boen ching menjadi tertegun, pemuda berpakaian putih itu ternyata memaki gurunya sebagai perempuan hina. Sampai saat ini ia menerima budi dari Ie Bok Tocu yang sangat besar sekali. Kini mendapat perkataan yang demikian menghina gurunya, amarahnya tak tertahan lagi, badannya melayang ke samping pemuda itu dan tanpa sadar ia telah menggunakan jurus aneh yang baru saja dipelajarinya itu.
Ia mengajukan tangan dan kakinya ke depan sangat lincah.
Tiba-tiba terdengar suara, "Bluk. "
Ternyata pemuda itu telah terpelanting di atas tanah, hati Boen ching sangat gusar, jurus itu telah digunakan dengan tenaga yang besar sehingga menyebabkan pemuda yang berpakaian putih itu jatuh ke atas tanah dengan kerasnya, sedang dari hidungnya keluar banyak darah.
Gadis yang berdiri disamping itu saking gembiranya sampai bertepuk tangan-
Pemuda berpakaian putih itu setelah terjungkir jatuh, ia menjadi termangu-mangu, mulutnya memaki kalang kabut, katanya. "Bangsat ternyata murid perempuan hina itu dapat menggunakan ilmu hitam"
Sambil memaki dia bangun berdiri, Boen ching mendengar pemuda berpakaian putih itu masih memaki suhunya sebagai perempuan hina, amarahnya memuncak lagi, tidak menunggu sampai pemuda itu berdiri tegak. segera ia melancarkan lagi jurus aneh itu yang mengakibatkan pemuda itu terjungkir balik lagi, kali ini ia menggunakan tenaga yang lebih besar lagi. Pemuda itu terbanting jatuh hingga menyebabkan mukanya menjadi matang biru seluruhnya Boen ching membentak, katanya. "Engkau masih memaki tidak?"
Pemuda berpakaian putih itu sejak kecil selalu disayang dan dimanjakan, mana ia tahan untuk menerima penderitaan semacam ini, dia ber-teriak2 dan men-jerit2 seperti anak kecil. katanya.
"Perempuan hina aku akan terus memaki, jika ibuku telah datang kalian jangan menyesal."
Perkataannya belum selesai, Boen ching telah maju dan melanjutkan tendangan lagi, sehingga mengakibatkan pemuda itu babak-belur tak karuan-
Gadis yang berdiri disamping itu nampak keadaan yang lucu ini, tertawa ter-pingkal2 hingga susah bernapas dan bertepuk tangan saking gembiranya.
Pemuda berpakaian putih itu menjadi takut dijungkir lagi, saking takutnya hingga ia duduk di atas tanah tak berani berkutik. Dalam hati Boen ching diam2 berpikir.
"Siapakah sebenarnya pemuda itu? serta kenal akan ilmu silat Ie Bok To, kalau hanya demikian masih tidak mengherankan ternyata ia masih mengetahui kalau suhuku adalah seorang perempuan, malah memaki suhuku sebagai perempuan hina, didalamnya tentu masih ada sebab2 nya" Berpikir sampai di sini, ia segera berjalan mendekati pemuda berpakaian putih itu, hatinya ingin bertanya kepadanya, mengapa ia mengetahui akan hal itu.
Siapa tahu pemuda berpakaian putih itu setelah tadi melihat jurus aneh yang digunakan Boen ching, kini menjadi sangat takut kepadanya, nampak Boen ching datang mendekat, pikirnya tentu Boen ching akan memberi hajarannya lagi, saking takutnya dia menjadi ber-teriak2. "Ibu
. . . Tolong?"
Boen ching menjadi tertegun, sedang gadis tadi tertawa ter-pingkal2 dibuatnya.
Tiba-tiba dari samping gunung itu muncul suatu baangan merah, bagaikan terbang datang mendekat.
Boen ching menjadi sangat terkejut, pikirnya.
"Kira nya wanita berbaju merah itu adalah ibunya, jika dilihatnya dari gerakan tubuh nya, kepandaianku masih jauh di bawahnya dan bukan tandingannya, tak disangka pemuda berpakaian putih itu ternyata demikian tak punya nyali, sehingga berteriak minta tolong kepada ibunya."
Dalam hatinya diam2 menggerutu saking mangkelnya, ia dengan keras mendamprat ke arah pemuda itu hingga menyebabkan tubuhnya ter-guling2 di tanah.
Nampak wanita berpakaian merah itu makin mendekat, dengan terburu-buru ia menarik tangan gadis itu dan lari ke atas gunung.
Wanita berpakaian merah itu mengeluarkan siulan yang sangat nyaring dan terus datang mengejar.
Boen ching yang harus menarik tangan gadis itu tak dapat lari cepat, dalam hatinya ia berpikir.
"Tentu wanita berbaju merah itu akan menolong anaknya dahulu baru akan mengejar aku." Tetapi sungguh tak disangka ia mengejar ke arah Boen ching tanpa memperdulikan putranya yang babak-belur itu, hatinya menjadi terperanjat, segera ia menarik tangan gadis itu dan terus lari dengan kencangnya.
Suara siulan itu, makin lama makin mendekat, hati Boen ching makin terperanjat. ia tahu kalau sampai tersusul wanita berbaju merah itu, sudah jelas dirinya bukanlah tandingannya, tetapi iapun tak dapat meninggalkan gadis itu sendirian di sana.
Setelah berbelok pada suatu tikungan, di hadapannya terbentuk suatu celah yang sangat sempit, dimuka celah itu terdapat sarang laba-laba, segera ia menarik gadis itu masuk ke dalam celah tersebut dan bersembunyi didalamnya, celah sempit itu luasnya tidak lebih tiga depa, sehingga terpaksa dua orang itu hanya dapat berdiri berhadap-hadapan-
Gadis itu memegangi lengan kirinya yang sakit, karena terlalu lama dicekal kencang oleh Boen ching. Ia mengerutkan alisnya, sedang matanya melirik ke arah Boen ching, diapun berdiam diri tak berani membuka mulut.
Siulan itu dengan cepat berlalu dari mulut celah itu, gadis itu melotot ke arah Boen ching dan membuka mulut akan memaki, melihat hal ini hati Boen ching menjadi terkejut, buru2 dengan tangannya ia menutupi mulut gadis itu.
Gadis itu melihat Boen ching menutupi mulutnya, segera tangannya memukul ke arah punggung Boen ching.
Pukulan ini membuat Boen ching kesakitan, dia mengerutkan alisnya, tetapi tak dapat berbuat apa-apa.
Siulan itu tiba2 berhenti dan kemudian balik kembali, Boen ching tahu tentu wanita berbaju merah itu telah mengetahui kalau mereka telah bersembunyi, lalu kembali mencari lagi.
segera dia melepaskan tangannya dari mulut gadis itu dan tersenyum ke arah gadis itu. Gadis itu mendengar siulan itu balik kembali ia menjadi tertegun, kini nampak Boen ching tersenyum kepadanya, matanya menjadi melotot dan kakinya menginjak kaki Boen ching.
Boen ching menjadi kesakitan tetapi sekali lagi ia tak dapat berbuat apa2, terpaksa hanya menggigit bibir menahan sakit.
Gadis itu melihat keadaan Boen ching yang demikian lucunya itu, tak dapat tahan lagi ia tertawa cekikikan. Melihat gadis itu tertawa Boen ching dengan cepat menutupi mulut gadis itu lagi.
Tiba2 siulan itu berhenti dengan celah itu, gadis itu tak berani berkutik lagi, segera ia melepaskan tangannya, tetapi pada telapak nya itu timbul rasa gatal2, dalam hatinya segera timbul perasaan yang sangat aneh.
Di luar celah, terdengar suara wanita berbaju merah itu mendengus, katanya. "Aku tak percaya kalau dua setan kecil itu bisa lolos".
Terdengar suara dengusan yang lain, ternyata suara dari pemuda berpakaian putih itu, kemudian tanyanya.
"lbu, apakah engkau berhasil menangkap dua orang itu ?"
Wanita berbaju merah itu melihat pemuda itu demikian mengenaskan, dalam hati timbul perasaan gusar dan ia merasa sakit hatinya, dengan gusar katanya:
"Mengapa engkau demikian bodoh, usiamu telah tak kecil lagi, kepandaian yang kau pelajari selama sembilan belas tahun itu kau taruh dimana, mengapa dapat dihajar orang sampai sedemikian rupa ? Sungguh kau membuat aku kehilangan muka". Pemuda berpakaian putih itu mendengus, katanya. "Yang laki itu adalah murid dari perempuan hina itu"
. Wanita berbaju merah itu mendengar hal ini, lalu katanya. "Apa? Kiranya adalah murid dari perempuan hina itu, dia ternyata berani mencari aku, kalau sampai tertangkap pasti takkan diampuni".
Boen ching yang berada didalam celah, mendengar dua orang itu terus memaki suhunya sebagai perempuan hina, ingin sekali ia keluar untuk mengadu jiwa dengan mereka, tetapi kepandaiannya tak dapat menandinginya, membuat dia hampir menangis saking mendongkolnya, tetapi nampak gadis itu sedang memperhatikannya terpaksa dia menarik alisnya dan berdiam diri.
Terdengar pemuda berpakaian putih itu berkata lagi.
"lbu, cepat engkau pergi menangkapnya, bila tidak. mereka akan lari jauh, jika sampai waktu itu kita tak dapat menangkapnya lagi".
Wanita berbaju merah itu mendengus, katanya:
"Kedua setan cilik yang licin itu tak dapat lari jauh dari sini, tadi ketika aku mengejarnya tetapi pada suatu ketika ternyata mereka telah lenyap. tentu mereka bersembunyi dibalik karang-karang ini, mari kita mencari mereka." Habis berkata dia mendengus kemudian lanjutnya.
Boen ching saking mendongkolnya hingga terasa pening kepalanya, sedang dalam hatinya ia berpikir.
"Aku Boen ching pada suatu hari tentu akan memberi hajaran setengah mati pada kamu orang, kemudian memotong lidah kalian, aku mau melihat apakah kamu masih dapat memaki lagi atau tidak."
Selesai bicara, wanita berbaju merah itupun lari mencari, dengan cepat pemuda itu berkata.
"ibu, jangan demikian bodoh, mana mereka mau tinggal diam di dalam gua sekitar tempat ini untuk menunggu engkau pergi menangkap mereka, waktu engkau mengajarnya tadi mungkin mereka telah pergi." Wanita berbaju merah itu berpikir sebenak. kemudian katanya.
"Tidak mungkin, aku pergi datang hanya dalam sekejap saja, mereka mana dapat pergi dengan demikian cepatnya, pasti mereka berada di sekitar tempat ini."
Pemuda berpakaian putih itu sebenarnya hanya sembarangan berkata, tetapi setelah perkataannya diucapkan keluar, dipikir kembali ucapannya itu juga beralasan, dan kini mendengar wanita berbaju merah itu tidak dapat memastikan kalau ada orang itu masih bersembunyi di sekitar tempat ini, dengan cepat ia berkata.
"Ibu, Pemuda itu memiliki ilmu meringankan tubuh yang sangat tinggi, dalam sekejap mata saja mereka tentu telah pergi jauh2 meninggalkan tempat ini." Wanita berpakaian merah itu mendengus, pikirnya.
"Suhu pemuda itu memiliki ginkang yang sangat tinggi, mungkin pada saat ini mereka telah melarikan diri. Ketika dirinya sedang lewat mereka tentu segera sembunyi di belakang batu dan kemudian melarikan diri."
Berpikir sampai di situ matanya menyapu tempat itu, nampak sarang laba-laba yang ada di depan celah didekatnya itu masih tetap utuh, sambil berpikir dia mendengus, segera ia menarik tangan pemuda berpakaian putih itu dan berkata: "Mari kita kejar"
Dua orang itu segera kembali ke jalan semula dan lari mengejar Boen ching dan gadis itu.
Setelah tidak mendengar suara dari dua orang itu lagi, Boen ching baru dapat bernapas lega matanya melirik ke arah gadis itu, nampak gadis itu sedang melototkan matanya ke arahnya.
Suatu bau harum yang aneh menusuk hidungnya, dia sebenarnya ingin menghindar, tetapi juga merasa sangat sayang, ingin sekali dia membaui sekali lagi. Tiba-tiba gadis itu membuka mulut pelan berkata. " Hei. . . mereka telah pergi. "
Jarak antara dua orang itu tidak lebih dari sedepa saja, begitu gadis itu mengembus ke arahnya membuat dia mengangguk kepalanya. Gadis itu berkata lagi:
"Bagaimana? Siapa sebenarnya suhumu? mengapa mereka memaki suhumu sebagai wanita hina?^
Boen ching mendengar gadis itu mengatakan suhunya sebagai perempuan hina, hatinya menjadi tidak senang, tanpa menjawab ia segera membalikkan tubuhnya dan keluar dari celah-celah sempit itu.
Gadis itupun mengikuti dari belakangnya, dengan nada yang tidak senang ia berkata.
"Engkau ini bagaimana toh? apakah engkau tidak mendengar apa yang sedang diucapkan?" Boen ching tidak perduli, setelah sampai di luar celah, dengan tawarnya dia berkata.
"Mereka berdua telah pergi dan kini sudah tidak ada urusan lagi, engkaupun boleh meninggalkan tempat ini."
Gadis itu menjadi tertegun, sejak kemudian katanya. "Apa?" Baru saja dia membuka mulut nampak Boen ching
telah memutarkan tubuhnya dan berjalan pergi, hatinya
menjadi kaget. Tiba-tiba ia tersadar mengapa Boen ching tak senang hati, segera ia berkata.
"Hey, apakah engkau akan pergi? engkau ini tahu aturan atau tidak?"
Boen ching menjadi melongo, hatinya merasa heran, sambil balikkan tubuh dia berkata:
"Engkau bilang apa?" Gadis itu mencibirkan bibirnya yang mungil itu sambil berkata. "Aku bilang kau tahu aturan atau tidak?"
Pada saat ini hari Boen ching sedang memikirkan usaha lain, dengan sembarangan dia berkata.
"Engkau bilang aturan apa?" Sedang dalam hatinya dia berpikir.
"Wanita baju merah dengan putranya tadi itu entah berasal dari mana, sepertinya ada dendam terhadap suhuku, sedangkan suhu sudah lama sekali tidak menginjakkan kakinya di Tionggoan lagi, urusan beliau seharusnyalah kalau aku yang mewakili beliau untuk membereskannya . "
Sejak kecil gadis itu selalu disayang dan dimanjakan oleh ayahnya dan kini Boen ching tidak memperhatikan padanya, bagaimana ia dapat tahan terhadap hal ini, berpikir sampai di situ tak tertahan lagi hatinya menjadi sedih, sambil menangis terisak dia berkata.
"Jika engkau pergi dan meninggalkan aku seorang diri di sini, nanti kalau aku bertemu dengan mereka lagi, apa yang harus ku perbuat?^
Habis berkata hatinya semakin bertambah sedih, tak tertahan lagi air matanya jatuh berlinang.
Boen ching yang nampak hal ini segera mengerutkan alisnya, sejak kecil dia selalu berada disamping Ie Bok tocu, sehingga dia diberi pelajaran untuk tahan segala ujian, tetapi demi melihat air mata ia menjadi bingung, sekalipun menurut anggapannya gadis itu tak tahu aturan, tapi hatinya menjadi lunak juga katanya.
"Kalau begitu lalu, aku harus berbuat apa?" Gadis itu melihat sikap Boen ching berubah hatinya menjadi gembira pikirnya. "Aku tak percaya kalau kau tak menurut aku" Sambil mendengus dia berkata.
"Kalau kau tak mau tinggal di sini, pergilah aku tak membutuhkanmu."
Boen ching mana tahu kalau gadis itu sedang berpura-pura, mendengar perkataan itu dalam hatinya segera berpikir.
"Kalau aku tinggal di sini terus tentu dia tak kan senang, apa lagi ayahnya mencari aku untuk dibunuh." Berpikir sampai di sini lalu katanya. "Kalau begitu aku lebih baik pergi saja."
"Pergi kau, pergi kau dari sini, aku selamanya takkan mau bertemu dengan kau lagi."
Boen ching melihat gadis itu menangis saja jadi bingung sekali, dengan cepat ia berkata.
"Nona, engkau mau aku berbuat bagaimana?"
Gadis itu melihat Boen ching menjadi bingung tak dapat tertahan lagi tertawalah ia, dengan tertawanya ini maka ia tak dapat meneruskan untuk berpura-pura lagi maka dengan pura2 gusar ia berkata.
"Kau harus mengantarkan aku ke rumah ayahku." Boen ching dengan kaget berteriak.
"Nona ayahmu akan membunuh aku."
Gadis itu tertawa cekikikan, kemudian katanya. "Kalau mengenai hal itu, aku tak mau mengurus."
Boen ching menjadi melongo, ia tak mengetahui mengapa gadis itu sebentar menangis sebentar kemudian tertawa lagi, biasanya ia adalah seorang yang cerdas, entah mengapa ini hari dapat menjadi demikian bodohnya. Gadis itu telah mengetahui kalau ayahnya akan membunuh dia tapi dia malah menyuruh dia mengantar dirinya pulang ke rumah, entah ia akan berbuat apa lagi ? Gadis itu melihat Boen ching jadi kebingungan dibuatnya tak tertahan tertawalah dia sambil berkata.
"Apakah ayahku tak boleh melihat kau ?"
Boen ching tanpa sadar menggelengkan kepalanya, ia juga tak tahu ia sekarang ini sedang memikirkan apa, dia hanya merasa gadis itu sangat menarik hatinya, tetapi juga kadang- kadang sangat nakal sehingga menjengkelkan hatinya.
---oooo0dw0ooo--- ILMU SEMBILAN JURUS JUNGKIR BALIK
GADIS itu berkata lagi. "Aku bernama Pek Hian Liang, sebenarnya aku sangat benci padamu. Telah dua kali engkau menendang terbang pedangku, tetapi sekarang engkau telah menolong aku. Kini aku tidak akan membenci padamu lagi."
Sambil tersenyum Boen ching berkata.
"Mari cepat kita pergi dari sini, kalau wanita berbaju merah itu datang lagi, kita bisa runyam."
Hati Pek Hian Ling sebenarnya juga sedikit merasa khawatir, tetapi pada mulutnya dia berkata.
"Bukankah ilmu silatmu sangat tinggi? Mengapa kita harus takut kepada mereka ?" sambil berkata, dua orang itupun turun gunung.
Setelah melakukan perjalanan kira-kira satujam, Boen ching bertanya kepada Pek Hian ling.
"Ayahmu sekarang berada dimana ?"
Pek Hian Ling sejak tadi berdiri berdempetan dan berhadap-hadapan di celah yang sempit itu, dalam hatinya segera timbul suatu perasaan yang aneh terhadap Boen ching yang dia sendiri tak tahu bagaimana rasanya, pikirnya.
"Aku harus mengetahui rahasia yang sebenarnya terkandung pada Boen ching ini." Sambil tersenyum dengan cepat dia berkata: "Aku sendiri juga tidak mengetahui kini ia berada dimana."
Boen ching menjadi tertegun, dia menghentikan langkahnya sambil berkata. "Nona, aku sendiri masih mempunyai banyak urusan"
Pek Hian Ling tahu kalau hati Boen ching kini sangat lunak. dalam hatinya ia ingin tertawa tetapi pada wabahnya dia menampilkan sikap yang minta dikasihani, katanya.
"Aku telah terpencar dengan ayahku, engkau tentu tak tega bukan, kalau aku sampai tertangkap lagi oleh wanita berbaju merah itu"
Boen ching tak dapat berbuat apa-apa, dia hanya menganggukkan kepalanya kemudian katanya.
"Kalau begitu aku akan mengantarkan kau turun gunung, setelah keluar dari gunung itu, wanita berbaju merah itu tentu tak dapat menangkapmu lagi"
Pada saat itu, diam2 dalam hati Pek Hian Ling telah mengatur siasat, kini mendengar perkataan Boen ching dengan cepat ia menganggukkan kepalanya. Setelah keluar dari gunung Yi San Pek Hian Ling berkata lagi:
"Aku sudah lama tak makan dan kini perutku mulai merasa lapar, mari kita makan dulu, maukah kau?"
Dalam hati Boen ching diam-diam berpikir.
"Peristiwa sepuluh tahun yang lalu di puncak Hwee Ing, jika aku ceritakan kepada Pek Hong siang sudah tentu mereka tak mau percaya. lebih baik aku ceritakan saja pada Pek Hian Ling, agar dia yang menyampaikan hal ini kepada Pek Hong Siang." Setelah berpikir sampai di sini, lalu ia berkata.
"Akupun sudah merasa lapar, setelah makan kenyang aku akan kembali ke atas gunung, aku kira usulmu itupun sangat baik."
Pek Hian Ling berkata. "Engkau bersembunyipun tak ada gunanya, semua orang mau membunuhmu. "
Boen ching tertawa tawar, pikirnya.
"Mana aku mau bersembunyi, aku kembali ke atas gunung hanya ingin mengetahui orang aneh dan wanita berbaju merah serta putra nya itu mempunyai hubungan apa dengan suhuku, lagipula ada perjanjian dipuncak Pak Sek tiga hari lagi, lima orang jago Liong Hwee atau perkumpulan lima naga itu kelihatannya bukan orang-orang jahat, aku ingin pergi lihat yang disebut , Tok Thian coen" atau Si raja racun itu sebenarnya orang macam apa sehingga menyebabkan banyak orang jeri terhadapnya."
Pek Hian Liang melihat Boen ching tidak menjawab, lalu tambahnya.
"Hei, bolehkah engkau beritahu padaku siapa kau sebenarnya suhumu itu?"
Sambil tersenyum Boen ching berkata .
"Suhuku telah berpesan tak memperkenankan aku memberitahukan nama beliau kepada siapa saja, sebab setelah tahu akan namanya maka akan mendatangkan banyak kesulitan bagiku, kau telah mengetahui kalau suhuku itu adalah seorang wanita, itu sudahlah cukup," Pek Hian Ling telah berpikir sejenak lalu katanya:
"Tetapi kepandaian begitu tingginya, kalau begitu aku kira kepandaian suhumu tentu jauh lebih tinggi dari kau, aku tak dapat menerka siapakah dia, engkau beri tahu saja padaku tentu aku tak akan memberitahukan kepada orang lain, maukah?" Boen ching memandang Pek Hian Ling sejenak pikirnya. "Anak perempuan ini mengapa demikian senang mengurusi urusan orang lain?" Kemudian sambil tersenyum ia berkata.
"Hal itu tak berguna bagimu, akan kuberitahukan padamu suatu rahasia yang amat besar, maukah engkau untuk mendengarkan nya?"
Pek Hian Ling mencibirkan bibirnya yang kecil mungil itu, kemudian katanya dengan nada tidak senang.
"Kau tidak mau memberitahukan padaku juga tidak mengapa, siapa yang sudi mendengarkan segala macaw rahasia, sedikit pun aku tidak menginginkan untuk mendengar kan"
Boen ching tak dapat berbuat apa-apa lagi, nampak di depan jalan itu ada sebuah rumah makan, segera ia berkata. "Mari kita masuk kesana"
Pek Hian Ling sebenarnya tak mau masuk. ketika dia dongakkan kepalanya nampak di atas loteng dekat di jendela itu duduk dua orang Tosu tua, hatinya menjadi tergerak, lalu katanya. "Mari kita ke loteng saja"
Sesampainya di atas loteng. Pek Hian Ling segera lari ke arah dua orang Tosu tua itu sambil berteriak.
"Paman Boe Loei ci, paman Boe cing ci, mengapa kau dua orang dapat berada di sini?"
Dua orang Tosu tua itu nampak yang berteriak adalah Pek Hian Ling, sambil tertawa dia berkata.
"Kau? apakah ayahmu baik-baik saja?"
Pek Hian Ling tidak menjawab, ia menarik tangan Boen ching dan berkata padanya. "Dua orang ini adalah Sutenya ciangbunjin dari Khong Tong Pay, teman baik ayahku, Paman Ben Loei ci dan Paman Bu cing ci"
"Aku mau lihat engkau sekarang akan berbuat apa?.
Boen ching memandang sekejap pada dua orang Tosu tua itu, kepada Pek Hian Ling ia berkata:
"Kini kau telah bertemu dengan kedua pamanmu, kau suruh mereka saja yang mengantarkan kau pulang ke tempat ayahmu." Habis berkata ia membalikkan tubuhnya dan pergi.
Ben Loei ci menjadi gusar, segera dia mendengus mereka sungguh tak nyana kalau Boen ching memberi hormat kepada mereka pun tidak. lalu tinggal pergi kalau menurut wataknya, ia akan memberi hajaran kepada Boen ching, tetapi melihat ia datang bersama dengan Pek Hian Ling pikirnya tentu ia masih ada hubungannya dengan Thian San Pay terpaksa dia hanya mendengus saja. Kepada Bu cing ci ia berkata.: " Kawanan tikus ini sungguh tidak tahu aturan"
Pek Hian Ling nampak Boen ching akan pergi, hatinya menjadi marah. Sebenarnya dia mau menyuruh Boen ching pura-pura menjadi kawan karibnya dan menemui dua orang pamannya itu dan pada waktu Boen ching telah berhadapan dengan Ben loei ci dan Bu cing ci, dia akan menyuruh dua orang pamannya itu mengeroyok Boen ching seorang. Siapa tahu sikapnya yang lemah lembut waktu di atas gunung, setelah turun gunung menjadi demikian ketusnya, dia teringat kembali waktu Boen ching dua kali menendang terbang pedangnya, hingga kini ia masih belum minta maaf kepadanya. Kepada Ben Loei ci, Bu cing ci segera ia berteriak. "Dia adalah Boen ching"
Ben Loei ci dan Bu cing ci sebenarnya akan pergi ke gunung Thay San, ditengah jalan mereka sudah mendengar berita tentang Boen ching dan kini mendengar Pek Hian Ling berteriak bahwa pemuda itu adalah Boen ching. Mereka bersama-sama menjadi kaget, dan tanyanya. "Apa?"
Ternyata Boen ching dapat datang bersama-sama dengan Pek Hian Ling, mana mungkin bisa terjadi?
Pek Hian Ling ingin melihat keramaian, sambil tertawa ia berkata. "Dia adalah Boen ching."
Pada waktu itu Boen ching telah sampai di tangga loteng. Kini dia telah berkenalan dengan Pek Hian Ling, sudah tentu dia tak mau mencari banyak urusan dengan mereka lagi.
Bu cing ci mendengar perkataan Pek Hian Ling tadi segera membentak. "orang she Boen tunggu sebentar"
Begitu ia membentak. membuat tamu-tamu yang sedang berada di atas loteng itu menjadi terperanjat dan lari ketakutan, sedang dua orang segera bangun berdiri.
Boen ching melihat dirinya tak mau mencari urusan, ternyata ada juga orang yang mencari gara-gara padanya, sambil tersenyum ia membalikkan tubuhnya memandang dua orang itu.
Pek Hian Ling nampak Boen Ching membalikkan tubuhnya, ia tahu bakal ada tontonan yang sangat menarik untuk dilihat terhadap Boen ching sambil tersenyum dia berkata.
"Ilmu barisan "im Yang Liang Ie Tin" atau barisan Im dan Yang dari dua paman ku ini tanpa tandingan di dunia ini," habis berkata dia tertawa dan duduk disamping.
Bu ching ci dengan dingin mendengus, kepada Boen chin ia berkata. "Apakah dua orang murid keponakanku itu dikalahkan di tanganmu?"
Pikir Boen ching. "Aku kini membalikkan tubuhku, akan kulihat kepandaian dari Khong Tong Pay itu macam apa ?"
Berpikir sampai di sini, sambil tertawa dia berkata. "Mereka berdua tak dapat menahan satu pukulanku, dan kini kau dua orang, aku kira sama."
Boen Loei ci tertawa dingin, pada saat ini dua orang itu belum mendengar kalau ketua Thian Shan pay pun juga dikalahkan ditangan pemuda ini bahkan bersama-sama si elang emas dari gurun pasir, Kong Sun Sek mengeroyoknyapun tak ada gunanya, mereka hanya mendengar kalau Boen ching adalah murid dari Thian Jan Shu sehingga mereka tak berani berayal lagi.
Dua orang Tosu tua itu bersama-sama mencabut pedangnya, mata Boen ching menyapu dua orang Toosu tua itu pikirnya.
"Tidak leluasa kalau bergebrak dengan dua orang tosu tua itu di atas loteng ini".
Dua tangannya segera mengangkat sebuah kursi dan dilemparkannya ke arah dua orang tosu tua itu.
Bu cing ci dan Ben Loei ci segera menghindar.
"Bruk....." kursi itu telah jatuh di sebuah meja yang menyebabkan cangkir dan mangkok yang berada di atas meja itu menjadi hancur berantakan, dua orang tosu tua itu segera mengangkat senjata bersama pedangnya dan mengejar ke arah Boen ching sambil membentak. "Bangsat, jangan mencoba untuk mengangkat kaki dari sini."
Pek Hian Ling mengerti kalau Boen ching ingin pergi dari loteng itu, ia tidak ingin kalau Boen ching meninggalkan tempat ini sebab kalau bertempur di atas loteng itu kesempatan baginya untuk menonton masih ada, ia segera melemparkan dua buah kursi untuk menghalangi jalan mundur Boen ching.
Boen ching sebenarnya ingin turun dari loteng, tapi jalan mundurnya kini tertutup hal ini membuatnya mengerutkan alisnya. Pada saat itu Ben Loie cie dan Bu cing cle telah datang menubruk ke arahnya, segera tangannya menyambar sebuah meja dan dilemparkan ke arah Boen ching.
Kedua orang Tosu tua itu dengan cepat mengangkat pedangnya untuk menangkis datang nya meja itu, tubuh Boen ching segera berkelebat ke arah luar loteng sambil mulutnya berkata.
"Mari kita bertempur di luar saja".
Pek Hian Ling nampak Boen ching ingin meninggalkan tempat itu, hatinya mendongkol, pikirnya. "Aku tak percaya kalau aku tak dapat menahannya".
Tangannya segera menyambar sebuah mangkok yang ada di atas meja dan di lemparkan ke arah Boen ching.
Boen ching tidak mengira kalau Pek Hian Ling dapat turun tangan untuk mencegah dirinya keluar dari loteng, badannya yang masih ditengah udara itu segera melayang turun, baru saja ia akan menggerakkan tubuhnya lagi pedang kedua tosu tua itu telah datang menyambar, nampak Boen ching tak berhasil keluar dari loteng itu, Pek Hian Ling menjadi amat gembira katanya:
"jangan lepaskan dia, nanti dilemparkan saja dari atas loteng ini".
Boen ching nampak serangan kedua tosu itu datangnya sangat ganas dan mengancam ke sembilan hiat to, di tubuhnya ia tak berani memandang rendah, kakinya mundur ke belakang satu tindak sedang kaki dan tangannya melancarkan satu rangkaian serangan untuk menangkis datangnya serangan pedang itu, jurus yang baru digunakan itu adalah salah satu jurus dari ilmu pukulan "Sie Liu Eng Hong" atau pohon Liu menahan, angin Ben Loei ci dan Bu cing ci segera memisahkan diri, mereka tahu bahwa hari ini mereka telah bertemu dengan lawan tangguh sehingga membuat mereka tak berani berayal lagi, segera mereka mengeluarkan ilmu barisan yang paling diandalkan yakni, "im Yang Liang to Tin atau barisan Im dan Yang untuk mengurung Boen ching.
Berturut-turut Boen ching mematahkan beberapa jurus, dengan tersenyum mengejek ia bertanya.
"Apakah ini yang disebut barisan im Yang Lian to Tin?"
Dua orang tosu tua itu sangat terkejut melihat gerakan Boen ching yang demikian anehnya, sekalipun mereka telah melancarkan jurus-jurus mereka yang paling lihay tetapi tetap tak dapat memaksa Boen ching untuk mundur ke belakang setindakpun.
Tiba2 Boen ching tertawa panjang, badannya melayang ke tengah udara dengan indahnya membuat kedua tosu tua itu menjadi kagum dan ter-heran2, Yang ditangan Boen ching telah memegang sebilah pedang yang memancarkan sinar yang kehijau-hijauan sehingga menyilaukan mata.
Begitu kakinya menginjak tanah sambil tersenyum mengejek Boen ching melancarkan suatu serangan kilat dengan menggunakan jurus "cang Siang ThianSuat," atau pohon Siong menutul salju, terlihat suatu sinar yang menyilaukan mata berkelebat mengurung tubuh dua orang tosu tua itu, yang menyebabkan kedua orang tosu tua itu terhuyung-huyung mundur ke belakang dengan wajah pucat.
Pedang yang berada ditangan Boen ching itu adalah Ie Bok Kiam milik suhunya, kali ini adalah untuk pertama kali keluar dari sarungnya sejak suhunya mengundurkan diri dari dunia kangouw, begitu melihat pedang Ie Bok Kiam, ia teringat kembali waktu suhunya malang melintang di dunia kangouw, tanpa terasa semangatnya menjadi berkobar-kobar.
Ben Loei ci dan Bu cing ci yang dipaksa mundur oleh serangan kilat dari Boen ching, hatinya menjadi sangat terperanjat dan saling memandang, mereka sebagai seorang jagoan silat yang telah lama berkelana di dunia kangouw, selamanya belum pernah melihat jurus yang aneh ini, mereka tidak mengetahui kalau jurus yang digunakan Boen ching baru ini adalah salah satu jurus dari "ieBok Kiam Hoat" yang telah lama hilang dari Bu Lim.
Belum habis heran mereka, tubuh Boen ching telah berkelebat dan melancarkan serangannya ke arah dua orang tosu itu.
Hati Ben Loei ci dan Bu cing ci sebenarnya sudah jeri, kini nampak dirinya diserang, segera mengangkat pedang mereka untuk menangkis, Boen ching menggunakan ginkangnya "Hui lie Ya Seh" atau terbang melayang mengitari selat untuk mengimbangi permainan Ie Bok Kiam Hoatnya.
Kedua orang tua tosu itu segera menangkis tetapi tetap meleset, Boen ching memutarkan pedang ie Bok Kiamnya sedemikian rupa sehingga sekeliling tempat itu terasa amat dingin sedang kedua kakinya melancarkan tendangan berantai sebanyak tujuh kali yang menyebabkan dua tosu tua itu terhuyung mundur.
Tahu2 nampak Boen ching dengan pedangnya telah berdiri di atas meja sambil tertawa mengejek memandang pada mereka.
Pek Hian Ling yang berdiri disamping tak dapat menahan gelinya, kiranya baju yang dipakai kedua tosu tua itu telah robek berkeping keping terkena sambaran pedang Boen ching.
Mereka merasa sangat malu dan gusar tetapi tak dapat berbuat apa2, baru Boen ching akan memberi hajaran lagi pada dua orang tosu itu tiba-tiba berkelebat suatu bayangan merah di atas loteng itu. Hati Boen ching menjadi sangat terkejut, kiranya bayangan merah itu adalah wanita berbaju merah yang datang bersama dengan pemuda berbaju putih.
Begitu sampai di loteng, pemuda berpakaian putih itu segera menunjuk padaboen ching sambil berkata "Itu --- dia orangnya" Boen ching memperhatikan wanita berbaju merah itu, nampak dia mempunyai alis dan mata yang mirip sekali dengan milik suhunya, dalam hati segera timbul suatu rasa yang aneh.
Begitu nampak pemuda berpakaian putih itu Pek Hian Ling menjadi sangat terkejut, saking takutnya hingga tubuhnya gemetar.
Wanita berbaju merah itu memperhatikan Boen ching dari kepala hingga ujung kakinya dengan dingin ia mendengus dan berkata. " Dimana perempuan hina itu?"
Boen ching mendengar wanita berbaju merah memaki suhunya, hatinya menjadi sangat gusar, ia pura2 tidak mendengar apa yang dikatakan oleh wanita berbaju merah itu dengan per-lahan2 dia memasukkan pedang ke dalam sarungnya dan balikkan tubuh untuk bersiap-siap meninggalkan loteng itu.
Wanita berbaju merah itu nampak pertanyaannya tidak digubris oleh Boen ching menjadi sangat gusar.
Tiba-tiba Boen ching merasa berdesirnya angin disamping tubuhnya, ia mengetahui bahwa wanita berbaju merah itu telah mendekatinya. Baru saja ia akan membalikkan tubuhnya tangan wanita itu telah datang menyambar dan mencengkeram pergelangan tangan kanannya.
Boen ching menjadi sangat terkejut, sungguh tak disangka gerakan dari wanita berbaju merah itu demikian gesit
Kedua kakinya segera melancarkan tendangannya dengan ilmu "ching Po chiet Yau" atau Ikan paus meloncat tujuh kali yang semuanya mengancam hiat-to terpenting di tubuh wanita berbaju merah itu. Wanita itu terdesak mundur sedang tangannya dikibaskan ke belakang sehingga tubuh Boen ching terbawa maju sebanyak dua langkah, tetapi cekalannyapun menjadi terlepas. Boen ching merasa bekas cengkeraman tadi sangat nyeri, ketika ia memandang tangannya itu, nampakpada tempat itu tertera bekas telapak tangan yang berwarna ke-abu2-an. Boen ching menjadi sangat terkejut, pikirnya. Sungguh kejam wanita berbaju merah itu.
Wanita berbaju merah itu nampak Boen ching telah terkena racunnya, dia tidak melanjutkan serangannya dan mundur ke belakang, dengan dingin ia memandang pada Boen ching, kemudian katanya.
"Tanganmu telah terkena racunku, sekarang aku mau lihat engkau mau bicara atau tidak!!"
Tangan kanan Boen ching terasa mulai kaku, telapak tangan tadi telah berubah menjadi hitam dan menimbulkan rasa yang amat sakit.
Sejak naik ke atas loteng, kedua mata pemuda berpakaian putih itu terus mencari Pek Hian Ling, meskipun Pek Hian Ling telah membalikkan tubuhnya, tetapi mana dapat lolos dari matanya.
Begitu dia nampak Pek Hian Ling, sambil tertawa Cengar Cengir dia berkata: "ibu, gadis itu juga berada di sini"
Wanita berbaju merah tidak menjawab, dengan dingin ia memandang Boen ching.
Pek Hian Ling mendengar pemuda berpakaian putih itu berkata demikian menjadi sangat terkejut, segera ia mencabut pedangnya. Kepada Ben Loei ci dan Bu cing ci ia berteriak.
"Paman, lekas datang kemari, orang ini akan mempermainkan aku"
Bu cing ci dan Ben Loei Ci telah mengenal siapakah sebenarnya wanita berbaju merah itu, kini mana mereka berani maju tetapi Pek Hian Ling telah membuka mulut meminta bantuan. Mau tak mau mereka terpaksa maju, kepada wanita berbaju merah itu mereka berkata.
"Gadis itu adalah putri kesayangan dari Ketua Thian San Pay, cianpwe adalah seorang jagoan yang berkepandaian tinggi, kami harap cianpwe mau melepaskan dia pergi dari sini".
Wanita berbaju merah itu dengan dingin mendengus, sama sekali dia tidak ambil perduli pada dua orang itu.
Pek Hian ling nampak Bu cing ci ternyata memohon pada wanita berbaju merah itu, dalam hatinya menjadi tak senang, katanya. "Siapakah dia ????"
Pemuda berpakaian putih itu maju setindak. dengusnya. , "Sekarang ibuku berada di sini, kalau engkau mau
mendengarkan perkataanku tentu tak akan terjadi apa2, tetapi kalau tidak ? Hmm - ibuku tentu takkan mengampuni kau".
Pada waktu itu tangan kanan Boen ching telah mulai membengkak, sungguh tak diduga kalau tangan wanita berbaju merah yang sangat berbisa, dengan melihat tingkah lakunya Boen ching telah mengetahui kalau wanita itu sangat sombong. Sambil tertawa besar, dia berkata.
"Jika kau ingin mencari kemenangan dengan menggunakan cara ini tak ada gunanya".
Wanita berbaju merah itu mengerutkan alisnya, sambil tertawa dingin ia berkata. "Engkau ingin mencari mati ????"
Jawab Boen ching, "diwaktu aku tak berjaga-jaga, engkau telah menggunakan racun untuk menyerang aku, ini dapat dihitung merupakan kepandaian apa ? Beranikah engkau menghilangkan racun di tanganku ini terlebih dahulu kemudian kita baru bertempur sebanyak lima ratus jurus".
Dengan tertawa panjang wanita berbaju merah itu berkata: "Aku ingin melihat, selama sepuluh tahun ini perempuan hina itu telah mendidik murid yang bagaimana ?"
Sambil berkata tangan kanannya melemparkan pil ke arah Boen ching.
Boen ching mendengar wanita berbaju merah itu memaki suhunya sebagai perempuan hina, wajahnya segera berubah, pikirnya.
"Kini tubuhnya telah terkena racunnya, lebih baik telan dahulu obat penawar ini baru berbicara".
segera dia menerima obat penawar itu dan segera ditelannya.
Ben Loei ci dan Bu cin ci mundur ke samping, mereka sungguh tak menyangka kalau Boen ching berani bertempur dengan wanita berbaju merah itu, sungguh nyalinya sangat besar.
Pemuda berpakaian putih itupun ingin melihat ibunya bertempur melawan Boen ching, dalam hati Pek Hian Ling pun masih mengharapkan Boen ching yang memiliki kepandaian yang sangat tinggi itu jangan sampai kalah.
Setelah Boen ching menelan obat penawar itu, tak lama kemudian cap yang tertera di telapak tangannya itupun mulai menghilang, dalam hatinya ia berpikir.
"Kepandaian wanita berbaju merah ini lebih tinggi daripada kepandaianku, agaknya tidak di bawah suhuku Ie Bok Tocu, jika sampai bentrok dengan dia, sudah tentu aku bukan tandingannya, lebih baik mencari siasat untuk meloloskan diri."
Wanita berbaju merah itu tertawa dingin, katanya. "Sudah siapkah kau?"
Boen ching menyapu keadaan di sekitar nya, kemudian tertawa terbahak-bahak. Kedua kakinya melancarkan tendangan, sebuah meja beserta mangkok yang ada di atas meja itu melayang ke arah wanita berbaju merah itu dengan sangat keras, kemudian badannya berkelebat dengan menggunakan ginkangnya "Hui Sie Yu Seh" atau terbang melayang bermain serat dia melayang turun ke bawah loteng.
Wanita berbaju merah itu bersuit nyaring, sedang kedua tangannya melancarkan satu kali pukulan untuk memukul jatuh meja yang sedang melayang ke arahnya itu, sedang badannya segera berkelebat turun ke bawah loteng untuk mengejar Boen ching. Tetapi sesampainya di bawah loteng, ternyata dia tak mendapatkan, buronannya di sana, dengan dingin dia mendengus, pikirnya. "Boen ching tentu bersembunyi disekitar sini"
Waktu dia sedang mencari Boen ching disekitar tempat itu, tiba-tiba di atas loteng terdengar suara jeritan, dia menjadi terkejut.
Ternyata ketika Boen ching turun ke bawah loteng, dia tahu kalau tempat itu tidak aman segera dia kembali naik ke atas loteng.
Pemuda berpakaian putih itu masih berada di sana, begitu Boen ching naik ke atas lagi dia menjadi teringat kembali jurus aneh yang digunakan Boen ching untuk membanting nya waktu di gunung Yi San tanpa merasa dia menjerit.
Boen ching maju ke depan, dengan menggunakan jurus aneh yang ia dapatkan di gunung Yi San dari orang aneh itu segera ia menotok jalan darah pemuda berpakaian putih itu dan kemudian dicengkeramnya.
Wanita berbaju merah itu segera melompat naik ke atas loteng, begitu nampak pemuda berpakaian putih telah tertawan oleh Boen ching, mukanya berubah menjadi merah padam saking gusarnya. Boen ching segera mencabut pedangnya dan dipalangkan ke leher pemuda itu, sambil berkata.
"Engkau jangan terlalu mendesak. jika engkau berani bergerak sedikitpun, akan kuhabisi jiwanya . "
Wanita berbaju merah itu tertawa dingin ia tidak memperdulikan ancaman Boen ching malah memajukan tubuhnya dan menubruk ke arah Pek Hian Ling dan mencengkeramnya, kemudian dengan dingin memandang Boen ching. Boen ching menjadi terkejut, mana berani ia turun tangan-