Tat Mo Cauwsu Jilid 04

Jilid IV

MUKA Bo Siong Kun merah padam, dia gusar sekali. Tahu2 mulutnya itu berkemak kemik perlahan, sepasang matanya yang memancar menyeramkan itu semakin mengerikan saja, dan saat itu sepasang burung merpati putih yang sejak tadi ber-putar2 ditengah udara, kini telah terbang mendekati Bo Siong Kun, dan kedua merpati putih itu telah me-layang2 diatas kepala Bo Siong Kun.

Saat itu keadaan Bo Siong Kun aneh sekali, dia berdiri dengan sepasang kaki yang tegak dan muka yang semakin lama semakin menyeramkan sekali.

Dengan cepat segera terlihat perobahan di diri Bo Siong Kun, dari atas kepalanya itu telah mengepul mengeluarkan asap, dan waktu dia menggerakkan tangan kanannya, dia mengeluarkan suara erangan perlahan.

”Oh, ilmu hitam !!" berseru Gunal Sing dengan suara yang nyaring, tampaknya dia terkejut.

Cepat2 pendeta ini merangkapkan sepasang tangannya, dan membaca ayat2 suci Sang Buddha, dia telah membacanya dengan suara yang cukup nyaring.

Yang membuat Sin Han dan Sin Kun Bu Tek jadi terkejut bukan main justru disaat itu dihadapan Gunal Sing seperti muncul sesosok tubuh, sesosok tubuh seekor harimau. yang

tengah meraung dan mengulurkan sepasang kaki depannya, akan menerkam Gunal Sing. !

Sin Han sendiri sampai mengeluarkan suara pekik ketakutan dan menubruk Sin Kun Bu Tek, sedangkan si pengemis Lo Ping Kang juga telah ber-siap2 untuk melarikan diri. Tetapi Gunal Sing mengetahui bahwa lawannya tengah mempergunakan ilmu hitam, semacam ilmu sihir. Dia tidak takut sedikitpun juga, karena Gunal Sing telah memiliki kekuatan tenaga bathin yang sempurna sekali.

Setelah membaca sejenak lamanya ayat2 suci Sang Buddha, dan melihat harimau ganas itu siap akan menerkamnya, Gunal Sing telah mengebutkan lengan jubahnya : ”Kembalilah ke asalmu..!"

Seketika tubuh harimau itu seperti terbakar mengeluarkan asap, lalu lenyap ! Yang tertinggal diatas tanah hanyalah sepotong besi yang bentuknya menyerupai harimau2an ...yang menggeletak diam. Muka Bo Siong Kun jadi berobah merah padam. Jago sakti she Bo itu memang seringkali mempergunakan ilmu hitamnya jika tengah menghadapi jago2 yang hebat dan sulit dirubuhkannya. Dan dia selalu berhasil dengan caranya itu, karena dengan mempergunakan ilmu hitamnya itu, tentu saja telah membuat Bo Siong Kun mudah sekali memusnahkan lawan2nya.

Tidak mengherankan lagi jika dalam dua tahun ini justru Bo Siong Kun cepat sekali berhasil mengangkat namanya menjadi sangat terkenal dan ditakuti, karena setiap jago yang bentrok dengannya, jangan harap bisa lolos dari kematian. Itulah sebabnya, begitu terkenalnya kebengisan Bo Siong Kun, dengan gelaran Siang Niauw Pek Sian, karena disamping dia mengenakan pakaian serba putih juga burung merpatinya itupun berbulu putih, membuat Sin Kun Bu Tek jadi ketakutan bukan main begitu mengetahui dia akan bertemu dengan Bo Siong Kun.

Jika saja tidak ditolong oleh Gunal Sing, niscaya Sin Kun Bu Tek sulit lolos dari kematian. Teringat akan itu, tampak Sin Kun Bu Tek jadi menggigil karenanya, dia merasa ngeri sendirinya.

Sedangkan Bo Siong Kun waktu melihat ilmu hitamnya bisa dipunahkan oleh Gunal Sing, dia jadi berdiri dengan tubuh gemetar menahan kemarahan yang luar biasa. Diapun telah mengeluarkan suara bentakan dan mulai melancarkan serangan2 dengan kedua tangannya.

Anehnya, Bo Siong Kun sendiri tidak melangkah maju, dan kedua tangannya itu hanya me-nyerang2 udara kosong, sama sekali dia tidak menujukan sasarannya ke tubuh si pendeta Gunal Sing.

Tetapi bagi yang mengetahui, tentu akan terkejut, karena ilmu  yang  tengah  dipergunakan  oleh  Bo  Siong  Kun  justru merupakan ilmu hitam kelas tinggi yang sangat aneh dan memiliki kedahsyatan yang luar biasa. Ilmu hitam itu dinamakan 'Gugur Hancurkan Udara', dimana setiap kali ilmu tersebut dipergunakan, tentu akan menimbulkan pengaruh yang hebat, akan menyebabkan lawan seperti tengah menghadapi badai hujan pasir yang hebat, bagaikan juga menghadapi gunung berapi yang meletus, sehingga membuat korban dari ilmu itu seperti orang gila yang ketakutan dan panik. Jika memang korban telah panik demikian, dengan mudah Bo Siong Kun akan menghabisi jiwa korbannya itu dengan satu pukulan yang mematikan.

Gunal Sing juga terkejut sekali, dia sampai mengeluarkan puja-puji akan kebesaran Sang Buddha, namun disebabkan kebathinan dari Gunal Sing memang telah sempurna, dia tidak menjadi gugup menghadapi ilmu hitam serupa itu. Walaupun dimatanya pendeta itu seperti melihat dua makluk yang tinggi besar menakutkan, dengan senjata kampak mengancam akan menyerangnya, Gunal Sing tidak menjadi gentar. Dia membaca ayat2 suci Sang Buddha, kemudian mengerahkan kekuatan bathinnya, kedua telapak tangannya itu telah di-gosok2kannya, diapun telah melawan ilmu hitam itu dengan ilmu kebathinan pula.

Aneh sekali, disaat Gunal Sing meng-gosok2 kedua telapak tangannya itu, justru disaat itu juga kedua makluk menyeramkan itu meraung dan lenyap..suara berisik seperti gempa bumi atau meletusnya gunung berapi juga ber-angsur2 telah lenyap, dan sirna.

Tentu saja keadaan seperti ini membuat Bo Siong Kun jadi terkejut sekali, dia sampai mengeluarkan suara seruan seperti rintihan. Dengan punahnya ilmu hitam yang dipergunakannya itu, bukan berarti tanpa adanya akibat buruk pada dirinya, karena segera Bo Siong Kun ter-huyung2 beberapa langkah dengan  muka  yang  pucat,  dia  merasakan  dadanya  nyeri dan sakit bukan main. Namun sebagai seorang yang memiliki kepandaian tinggi sekali, Bo Siong Kun masih bisa mempertahankan diri.

Dengan muka yang pucat pias, dia telah merangkapkan sepasang tangannya, dan telah menjura kepada Gunal Sing, katanya: ”Hari ini aku telah menerima petunjuk Taisu yang sangat berharga, dan tentu saja pelajaran hari ini tidak akan dilupakan oleh Bo Siong Kun. Jika ada jodoh, tentu aku akan menemui Taisu pula disuatu hari kelak untuk meminta petunjuk pula !” dan setelah berkata begitu, dia memutar tubuhnya untuk berlalu. Masih sempat juga Bo Siong Kun mengawasi mendelik kepada Sin Kun Bu Tek dan Sin Han dengan sorot mata yang sangat mengerikan.

Sepasang burung merpati berbulu putih yang tengah beterbangan diudara itu pun rupa2nya mengetahui bahwa majikan mereka telah kena dipecundangi, dengan sendirinya sepasang burung merpati itu mengeluarkan suara pekik yang nyaring, dan terbang menuju kearah majikannya itu pergi. ikut

berlalu juga, dengan me-mekik2 mengeluarkan suara yang berduka, bagaikan ikut bersedih hati atas kekalahan yang dialami majikannya itu.....

Gunal Sing menghela napas, dia menggumam perlahan, katanya : ”Sayang ! Sayang sekali, ilmu setinggi itu disalahgunakan !"

Dan setelah menghela napas lagi, pendeta ini menoleh kepada Sin Kun Bu Tek : ”Apakah tuan tidak cidera ?" tanyanya.

Sin Kun Bu Tek cepat2 menghampiri si pendeta dan merangkapkan sepasang tangannya menjura dalam2 memberi hormat kepada Gunal Sing. ”Terima kasih atas pertolongan Taisu.... tentu aku si pengemis miskin Lo Ping Kang tidak akan melupakan budi kebaikan Taisu...!" kata si pengemis tua itu.

Si pendeta tersenyum sabar, katanya : ”Tidak ada budi dan kebaikan, yang ada ialah kewajiban diantara sesama manusia harus saling tolong menolong, dan sudah menjadi kewajiban aku si pendeta kecil harus menolongi seseorang yang tengah dalam penderitaan ! Syukur saja atas kebesaran Sang Buddha, aku berhasil menundukkan ilmu hitamnya orang itu..."

”Kepandaian Taisu luar biasa, Siang Niauw Pek Sian yang begitu tinggi kepandaiannya, dapat Taisu tundukkan..!" puji Sin Kun Bu Tek.

”Kemenangan itu bukan merupakan kemenangan apa2, karena orang itu tidak berhasil kusadarkan dari kesesatannya ! Jika aku berhasil membinasakannya itupun bukan merupakan suatu kemenangan apa2. Justru kemenangan itu akan tiba jika saja berhasil membuat sadar orang itu agar dia kembali ke jalan yang lurus menjauhi diri dari kesesatan.."

Sin Kun Bu Tek kagum sekali kepada pendeta yang gagah dan ramah ini disamping sikapnya yang tenang dan sabar itu. Saat itu si pendeta telah menoleh kepada Sin Han, mata pendeta itu tiba2 bersinar dan dia tersenyum penuh welas asih: ”Adik kecil ini tampaknya tengah menghadapi kesulitan...apakah yang telah mempersulit dan menyusahkan hati adik kecil ?”

Sin Kun Bu Tek cepat2 menyahuti, ”Dia tengah menghadapi musibah yang besar, ayahnya baru saja terbunuh, dia sendiri di-kejar2 musuh ayahnya dan juga ingin dibinasakan, untung saja bertemu denganku yang bisa memukul mundur musuh2nya itu...”

Gunal Sing menghela napas panjang, katanya : ”Permusuhan  !  Dendam  !  Pembunuhan  !  Apa  artinya  itu  ? Ketakutan ? Apakah artinya itu ? Terhindar dari bahaya dan tengah menderita ? Apakah artinya ? Yang terpenting bagi seorang umat manusia, haruslah ber-sungguh2 menghadapi kehidupan ini dengan jalan2 yang benar, dengan cara2 yang benar...harus mengetahui kunci rahasia hidup..!"

Sin Han tertarik sekali mendengar perkataan si pendeta. Setelah menjura memberi hormat, Sin Han masih sempat bertanya : ”Taisu, apakah yang Taisu maksudkan dengan kunci rahasia hidup itu ?”

Si pendeta tersenyum sabar, dia menyahutinya : ”Engkau masih terlampau kecil nak, engkau tidak mungkin mengerti hal itu. Maka, nanti jika engkau telah dewasa, aku akan mengupas dan memberikan pengertian atas pertanyaanmu itu. Yang terpenting, engkau tidak perlu di-kejar2 perasaan takut, tidak perlu engkau men-cari2 yang belum ada, yang terutama sekali engkau harus menjalankan apa yang ada disaat ini, engkau harus berusaha hidup dengan cara yang baik, diliputi welas asih dan kebajikan. Jika engkau bisa menghindarkan diri dari tuntutan2 hati kecilmu, tuntutan2 badaniah, tentu engkau akan mencicipi kehidupan yang tenang tenteram serta bahagia...!"

Sin Han memang tidak dapat memahami perkataan si pendeta, dia hanya berdiam saja. Tetapi berbeda dengan Sin Han, justru Sin Kun Bu Tek telah mengangguk kagum, bahkan katanya : ”Taisu benar, aku Lo Ping Kang berusaha untuk dapat hidup dengan cara yang benar, untuk dapat menuruti nasehat Taisu !"

”Itu bukan merupakan suatu nasehat, kesadaran harus berasal dari dasar hati sendiri...!" kata Gunal Sing. ”Tidak bisa dipaksakan tetapi haruslah kita yang membuka mata, telinga dan hati. Dengan demikian barulah kita akan mengenal apakah artinya hidup ini...! Pahamkah engkau, tuan ?” Sin Kun Bu Tek mengangguk sambil menjura lagi untuk menyatakan terima kasih dan kagumnya.

Disaat itu tampak Gunal Sing telah tersenyum lagi, katanya dengan sabar, ”Baiklah, kukira sekarang telah cukup lama kita ber-cakap2, dilain kesempatan jika ada jodoh, kita akan bertemu lagi...!" Baru saja selesai perkataannya itu, si pendeta tahu2 telah lenyap dari hadapan Sin Han dan Sin Kun Bu Tek.

Sin Han heran bukan main, dia menduga si pendeta mengerti ilmu menghilangkan tubuh.

Dia menanyakannya kepada Sin Kun Bu Tek, si pengemis itu tertawa, katanya: ”Bukan! Bukan ilmu melenyapkan tubuh! Tetapi justru itulah ilmu meringankan tubuh yang telah mencapai puncak kesempurnaan, sehingga begitu bergerak, dia bisa berkelebat dengan cepat sekali, secepat angin, dan dalam sekejap mata saja dia telah berhasil mencapai tempat yang jauh sekali," menjelaskan si pengemis dengan suara memantul perasaan kagum yang luar biasa.

Sambil ber-cakap2, Sin Han dan Sin Kun Bu Tek melanjutkan perjalanan mereka.

Tiba2 Sin Han telah bertanya : ”Lojinke, sebenarnya siapakah manusia jahat berpakaian serba putih itu ? Mengapa dia bergelar Siang Niauw Pek Sian dan membawa2 sepasang burung merpati putihnya itu, yang tampaknya jinak sekali padanya?”

Ditanya begitu, Sin Kun Bu Tek menghela napas panjang, tampak mukanya jadi muram.

”Sesungguhnya dia manusia jahat yang kejahatannya melebihi iblis mana saja, tangannya juga sangat telengas, dan sifatnya buruk bukan main, karena dia selalu diburu oleh keinginan untuk membunuh orang sebanyak mungkin.   maka

dari itu, dengan munculnya manusia seperti dia, niscaya dunia persilatan akan kacau dan menghadapi ancaman yang tidak ringan. Hai ! Hai ! Sayang sekali, sayang sekali ! Entah telah berapa banyak jago2 yang rubuh dan terbinasa ditangan dia...!" dan setelah berkata begitu, si pengemis menghela napas beberapa kali, tampaknya dia benar2 berduka sekali.

Selama setengah bulan lamanya Sin Han ikut si pengemis melakukan perjalanan dari sebuah kampung ke kampung lainnya, tidak jarang merekapun singgah di sebuah rumah makan.

Sin Kun Bu Tek gemar sekali makan santapan yang enak2, tetapi semua itu tidak pernah dibelinya, karena dengan mengandalkan kepandaiannya, ilmu meringankan tubuhnya yang tinggi sekali, dia selalu mencurinya.

Selama ikut Sin Kun Bu Tek, Sin Han juga selalu memperoleh kegembiraan, karena dia dapat makan yang enak2, juga dia pesiar ke tempat2 yang indah, dimana Sin Kun Bu Tek telah mengajak anak ini untuk mendatangi tempat2 yang indah sekali, seperti menikmati keindahan ditepi telaga Tai Ouw, juga mendatangi tempat2 yang terkenal akan keindahannya, serta kota2 yang sangat ramai.

Karena Sin Kun Bu Tek sebagai seorang pengemis, dengan sendirinya pakaian Sin Han yang telah robek2 dan pecah itu tidak diperhatikannya. Diapun tidak pernah menganjurkan Sin Han untuk mengganti pakaian itu, bahkan si pengemis juga sama sekali seperti tidak pernah teringat untuk membelikan pakaian untuk Sin Han.

Semula memang Sin Han agak canggung dengan pakaiannya yang compang-camping seperti itu, dengan keadaan yang dekil dan kotor, tetapi setelah lewat setengah bulan, dia akhirnya menjadi terbiasa juga.

Keadaan seperti ini telah membuat Sin Han tidak mengacuhkan   pula   pada   pakaiannya   yang   tidak   keruan, tampaknya dia seperti pengemis kecil saja, keadaannya sama seperti Sin Kun Bu Tek.

”Apakah aku selamanya akan menjadi pengemis seperti dia

?" berpikir Sin Han pada suatu malam, disaat dia tengah rebah diruang sebuah kuil tua bersama Sin Kun Bu Tek. Pikiran anak ini telah me-layang2 memikirkan nasibnya, dimana dia teringat ayahnya yang dibinasakan oleh lawan2nya, sehingga dia akhirnya harus terlantar seperti sekarang ini...diam2 anak itu telah menitikkan air matanya.

”Mengapa kau menangis ?" tiba2 suara Sin Kun Bu Tek telah mengejutkan Sin Han. Anak ini cepat2 menyusut air matanya, dia telah menyahuti perlahan : ”Aku teringat kepada ayahku, lojinke !"

”Hemm, untuk apa memikirkan orang yang telah mati ?" kata si pengemis dengan suara yang datar dan telah memejamkan matanya lagi.

Sin Han juga telah memejamkan matanya pura2 untuk tidur, karena dia tidak mau terlalu rewel membantah perkataan pengemis tua itu.

Sedangkan Sin Kun Bu Tek tidak segera tidur, walaupun dimulutnya dia berkata : ”Untuk apa memikirkan orang yang telah mati ?" dan sikapnya tawar sekali, namun didalam hatinya si pengemis justru berpikir : ”Anak ini baik sekali...ternyata dia tidak terlalu memikirkan kepentingan dirinya sendiri, kasihan nasibnya terlalu buruk, dalam usia sekecil ini dia sudah harus ter-lunta2 kehilangan orang tuanya ! Entah siapa musuh2nya itu, yang telah membinasakan ayahnya ! Sesungguhnya aku ingin mengambilnya menjadi muridku, tetapi aku kuatir dia menolak ! Tentang pengangkatan guru dan murid, tentu saja tidak boleh ada unsur memaksa...!" dan setelah berpikir begitu, tanpa dikehendaki si pengemis telah menghela napas dalam2, tampaknya dia berduka sekali. Diam2 juga, si pengemis jadi teringat akan dirinya. Sejak kecil dia telah kehilangan kedua orang tuanya, yang saat itu terserang semacam penyakit menular, dan kedua orang tuanya yang kena terjangkit penyakit menular itu jadi menemui ajalnya. Sejak saat itulah si pengemis hidup sebagai anak yatim. Dia telah berusaha untuk dapat hidup terus dengan jalan mengemis, tetapi kesengsaraan yang dideritanya terlalu berat, dihina orang, dipukuli dan juga dijauhi dari pergaulan, dengan sendirinya telah membuat si pengemis waktu berusia sebelas tahun, bermaksud menghabiskan dirinya dengan terjun kedalam sebuah jurang digunung Heng-san. Namun siapa sangka, justru disaat itu Lo Ping Kang telah ditolongi oleh seorang pertapa sakti digunung tersebut, yang lalu mengambilnya menjadi murid dan mendidik ilmu silat. Dengan memiliki kepandaian yang tinggi, tentu saja selanjutnya tidak ada orang yang bisa menghinanya dengan begitu saja, bahkan nama Lo Ping Kang jadi terkenal didalam dunia persilatan atas perbuatannya yang selalu membasmi kebathilan dan kejahatan....

Walaupun telah memiliki kepandaian yang tinggi, Lo Ping Kang tidak menjadi angkuh, bahkan dia senang sekali menolongi orang2 yang tengah dalam kesulitan. Disamping itu juga untuk mengenang penderitaannya dimasa lalu, dimana dia pernah ter-lunta2 dan hidup sebagai pengemis kecil, maka Lo Ping Kang telah berpakaian sebagai seorang pengemis, bahkan selamanya dia menuntut penghidupan sebagai seorang pengemis. Sebetulnya, jika memang Lo Ping Kang ingin hidup mewah dan senang, dia bisa saja memperoleh semuanya itu, karena dengan memiliki kepandaian yang sangat tinggi seperti dia, tentu saja dengan mudah dia dapat mengambil uang dari para hartawan kaya, dan diapun bisa saja berpakaian mewah yang terbuat dari bahan yang mahal asal saja dia mau.

Tetapi Lo Ping Kang tidak menghendaki semua itu, dia tetap berpakaian sebagai pengemis miskin yang butut sekali, rombeng dan cabik2. Jika suatu saat dia mencuri uangnya hartawan kaya raya yang jahat, tentu saja uang itu di-bagi2kan kepada penduduk yang miskin dan memerlukannya. Dengan perbuatannya itu nama Lo Ping Kang, dengan gelarannya Sin Kun Bu Tek, jadi semakin terkenal dan dihormati.

Tetapi watak dan sifat si pengemis sangat aneh, dia selalu menghilang tanpa meninggalkan jejak, kemana saja dia senang, dia datang, dan tidak pernah menetap disuatu tempat lebih dari satu bulan. Maka dari itu, tidak ada seorangpun yang mengetahui dimana jejak si pengemis yang senang berkelana ini.

Banyak sahabat2 yang telah dijalin oleh Lo Ping Kang, karena selama berkelana, dia senang mengunjungi jago2 silat yang ternama dan dengan mereka telah bertukar pikiran dan pandangan mengenai ilmu silat.

Tetapi disamping memiliki banyak sahabat2 tidak kurang pula musuh2nya si pengemis, karena selama dia melakukan perbuatan2 mulia membela si lemah dari tindasan si jahat namun kuat, maka dia telah menanamkan tali permusuhan dengan beberapa tokoh dari jalan hitam.......

Teringat semua itu, si pengemis she Lo tersebut jadi teringat lagi akan perkataan Gunal Sing, pendeta asing itu, ”Apa itu penderitaan ? Apa itu ketakutan ? Apa itu kesengsaraan ?" dan disaat inilah si pengemis baru menyadarinya bahwa sebenarnya apa yang dikatakan oleh pendeta itu sangat tepat sekali. Dia seharusnya tidak mengenal penderitaan, jika dia menganggap penghidupan dan kehidupannya menggembirakan. Dan diapun tidak perlu merasa bersengsara jika saja menerima apa adanya saja yang terdapat di dirinya. Yang terpenting seperti apa yang dikatakan oleh pendeta asing itu, yaitu harus mengenal cara2 hidup yang baik, harus mengetahui juga kunci hidup yang masih terselubung oleh suatu rahasia yang sulit tertembusi. Jika saja seorang manusia telah mengenal rahasia kunci kehidupan, dengan sendirinya orang itu akan hidup tenang dan bahagia, sehingga dapat mengikuti tata cara kehidupan yang baik, yang diliputi welas asih dan kebajikan....

Berpikir sampai disitu, perasaan kagum Sin Kun Bu Tek terhadap Gunal Sing ber-tambah2 saja.

”Dia memiliki kepandaian silat yang luar biasa, kebathinan yang mengagumkan dan pengetahuan yang sangat luas sekali...!" berpikir Sin Kun Bu Tek. ”Dia benar2 merupakan seorang tokoh persilatan yang hebat sekali, karena dengan mudah dan hanya beberapa jurus saja Gunal Sing berhasil merubuhkan jago sehebat Siang Niauw Pek Sian. ! Hai ! Hai !

Hai ! Siapakah sebenarnya Gunal Sing itu ? Dan apa maksud kedatangannya ke daratan Tionggoan ini ? Jika mendengar namanya, tentu tidak salah lagi pendeta itu dari India..!"

Berpikir sampai disitu, Sin Kun Bu Tek jadi menghela napas lagi. Matanya telah mengawasi tertegun kepada langit2 ruangan kuil di mana dia berada.

Sin Han yang pura2 tidur, sesungguhnya masih tidak bisa tertidur lelap, karena pikirannya me-layang2 memikirkan juga akan nasibnya di-masa2 mendatang. Walaupun bagaimana Sin Han berusaha untuk tidur dengan memejamkan matanya rapat2, dia tidak berhasil juga.

Disaat itulah Sin Han mendengar si pengemis tua Lo Ping Kang berulang kali telah menghela napas panjang dan nampaknya berduka sekali. Sin Han membuka matanya dan mengintainya. Dia melihat sikap si pengemis, dengan sendirinya dia jadi heran.

”Entah apa yang sedang dipikirkan oleh orang tua itu.  !"

berpikir Sin Han didalam hatinya. ”Hai ! Hai ! Tampaknya Lojinke itu juga tengah berduka, tentu ada sesuatu yang tengah menyusahkan hatinya. !” Tetapi Sin Han tidak berani lancang menanyakannya, karena dia kuatir nanti disemprot oleh makian, maka Sin Han telah memejamkan matanya dan berusaha untuk tidur lagi...

Xdewi kzX

WAKTU Sin Han terbangun dari tidurnya matahari telah naik tinggi, karena cahaya matahari telah menerobos masuk ke dalam ruangan kuil yang kotor itu.

Sin Han memandang sekelilingnya, tetapi dia tidak melihat Sin Kun Bu Tek.

Anak itu segera menduga si pengemis tentunya sedang pergi mencari makanan yang enak...seperti hari2 sebelumnya, setiap pagi Sin Kun Bu Tek tentu akan berkeliling, dari rumah makan yang satu ke rumah makan lainnya, bukan untuk mengemis, tetapi untuk mencuri makanan enak...dan setiap kali dia kembali, tentu akan membawa ber-macam2 makanan yang sedap dan gurih.....

Dengan sabar Sin Han telah duduk menantikan kembalinya pengemis itu.

Dia telah membayangkan, sebentar lagi tentu dia akan makan enak.

Tetapi menantikan sampai menjelang tengah hari, Sin Kun Bu Tek tidak juga muncul.

Sin Han jadi gelisah, dia telah menantikan lagi sejenak, dan kegelisahannya semakin menjadi waktu menjelang lohor si pengemis tua Sin Kun Bu Tek masih juga belum muncul.

Dengan heran Sin Han telah keluar dari kuil itu, dia memandang sekitar tempat tersebut.

Dilihatnya cukup banyak orang yang berlalu lalang dimuka kuil, karena didepan kuil itu memang merupakan jalur jalan yang cukup ramai dilalui orang.

2 Tetapi Sin Han tidak melihat si pengemis. Hal ini membuat Sin Han jadi berkuatir sekali.

Maka setelah menantikan sekian lama lagi, akhirnya Sin Han memutuskan untuk mencari si pengemis. Dia telah meninggalkan kuil itu dan mengelilingi kota Po-siong-kwan, dia ber-putar2 dari jalan yang satu ke jalan yang lain.

Dan yang diperhatikan sekali oleh Sin Han adalah setiap rumah makan yang dijumpainya. Dia selalu berdiri lama dimuka rumah makan yang dijumpainya, untuk me-lihat2 apakah di rumah makan tersebut bercokol si pengemis tua yang cukup nakal itu.......

Tetapi menjelang sore hari, usaha Sin Han tetap nihil, dia tidak berhasil menemui si pengemis tua itu.

Ketika menjelang malam hari Sin Han kembali ke kuil rusak itu, hatinya jadi kecewa waktu melihat didalam kuil tetap tidak terlihat bayangan si pengemis tua itu.

”Apakah lojinke itu mengalami suatu halangan ?" pikir anak itu kemudian. ”Apakah disaat dia ingin mencuri makanan dia telah kena dipergoki sehingga dia dikeroyok...? Atau dia memang sudah tidak mau mengajak aku...? Dia sengaja meninggalkan aku disaat aku masih tertidur nyenyak...?" bermacam2 pikiran memenuhi benak anak ini.

Dengan jengkel dan sedih, Sin Han menantikan terus kembalinya Sin Kun Bu Tek di kuil tersebut. Menjelang tengah malam, Sin Kun Bu Tek masih juga belum kembali, dan akhirnya karena terlalu letih, Sin Han telah tertidur lagi.

Keesokan paginya, tetap saja dia tidak melihat si pengemis, hal itu menunjukkan bahwa si pengemis belum kembali ke kuil ini.

”Lojinke itu tentu tidak mungkin kembali ke kuil ini lagi...jika  dia  menemui  halangan,  tentu  dia  telah   berurusan dengan bahaya yang mungkin tidak kecil...atau jika dia memang bermaksud meninggalkan aku, tentunya dia telah pergi jauh sekali...lebih baik aku melanjutkan perjalanan seorang diri saja ! Tetapi...kemana aku akan pergi ? Kemana tujuanku ? Dan besok2 aku harus makan apa ? Uang tidak ada, dan kepandaian tidak bisa...paling tidak aku hanya melakukan pekerjaan mengemis...!" dan setelah berpikir begitu, Sin Han menghela napas lagi dengan hati berduka sekali. Dia merasakan perutnya sangat lapar, karena sejak kemarin pagi sampai pagi ini masih belum ada secuil barang makanan yang sempat masuk ke dalam perutnya......

Dengan langkah kaki yang lesu, tampak Sin Han telah keluar dari kuil itu. Dia berjalan tanpa tujuan, hanya ada sedikit harapan dihatinya, kalau2 dia bisa berjumpa dengan Sin Kun Bu Tek.

Perutnya lapar sekali, tetapi untuk meminta makanan kepada pelayan rumah makan, Sin Han tidak berani lagi, karena pengalamannya beberapa saat yang lalu telah membuat Sin Han tidak mau mengalami pula peristiwa yang tidak menggembirakan itu.

Setelah berkeliling kota dan hari mendekati siang, Sin Han telah letih bukan main. Akhirnya karena tidak bisa menahan laparnya pula, Sin Han telah menghampiri sebuah rumah yang tidak begitu bagus bentuknya dipintu kota itu.

Dilihatnya didekat pekarangan rumah itu, yang banyak sekali tumbuh pohon2 bunga, tampak berdiri seorang lelaki setengah baya yang memelihara kumis dan jenggot cukup panjang.

Sin Han menghampiri, dia telah menjura sambil katanya dengan sikap yang sangat hormat sekali : ”Maaf lojinke.  aku

ingin meminta tolong sesuatu dari lojinke...!" kata Sin Han kemudian. ”Pertolongan apa ?" tanya orang tua itu sambil memperlihatkan sikap tidak senang setelah melihat yang menegurnya itu seorang pengemis kecil, yang pakaiannya compang camping dan kotor serta dekil sekali.

”Aku ingin mencari pekerjaan, lojinke..." kata Sin Han. ”Mencari pekerjaan ?" tanya orang tua itu sambil melirik

dengan sikap yang sinis.

”Ya Lojinke...tidak perlu lojinke membayar gajiku, asalkan lojinke mau memberikan makan dan tempat bernaung untukku

!" kata Sin Han kemudian.

Orang tua itu tersenyum sinis.

”Setan kecil, tubuhmu begitu kurus kering, pekerjaan apa yang bisa engkau lakukan? Tanpa bayar dan tanpa memberi makan pun aku tidak sudi ! Hemm, hanya akan mengotori rumahku saja ! Cepat pergi...! Merusak keindahan pemandangan saja kau ! Masih kecil sudah malas...hanya pandai berpakaian sebagai pengemis dan meminta belas kasihan orang...''

Melihat orang tua itu bukannya menyanggupi, bahkan telah memaki dan mengusirnya dengan cara yang kasar seperti itu, tentu saja telah membuat Sin Han jadi tersinggung.

”Lojinke, aku tidak meminta makanan darimu, aku hanya menawarkan tenagaku untuk bekerja kepada Lojinke dengan pembayaran hanyalah lojinke cukup memberi makan kepadaku...! Jika memang Lojinke keberatan, itupun tidak apa2...asalkan lojinke jangan memaki dan memperlakukan aku begitu kasar...!"

Muka orang tua itu jadi berobah merah karena mendongkol dan gusar.

”Eh, engkau berani menasehati aku?" bentaknya dengan suara  yang  bengis.  ”Cepat  pergi,  sebelum  aku  perintahkan pelayanku untuk membikin kau babak belur dan merobek mulutmu yang kurang ajar itu !"

Dan setelah berkata begitu, orang tua itu telah mengawasi Sin Han dengan sorot mata yang bengis, mendelik lebar2.

Sin Han jadi takut juga, walaupun dia mendongkol sekali atas sikap orang tua itu, tidak urung anak ini hanya berdiam diri saja dan telah memutar tubuhnya, dia telah berlalu meninggalkan orang tua itu.

Hati anak ini sangat sedih, karena Sin Han tidak mengerti, mengapa justru manusia2 seperti lelaki setengah tua itu yang harus memperlakukan dia dengan kejam.

Bukankah jika memang orang tua itu tidak mau menerima tawarannya untuk bekerja, dengan cara yang baik dia bisa saja menolaknya ? Tidak perlu dia memaki dan mengusirnya dengan cara begitu ?

Sin Han sambil berjalan dengan langkah2 kaki yang lesu, telah menghela napas berulang kali. Didalam hatinya, dia jadi berpikir keras, entah bagaimana caranya mengatasi keadaannya yang seperti ini. Perutnya juga telah lapar bukan main.

Sambil berjalan Sin Han juga telah menunduk mengawasi pakaiannya, dia melihat pakaian yang compang-camping. Dan dia menghela napas lagi.

”Mungkin pakaian compang-camping inilah yang membuat setiap orang menuduh aku sebagai pengemis kecil dan mereka jadi membenci aku...!" pikirnya didalam hatinya. ”Dan... aku harus berusaha untuk memperoleh sepotong pakaian yang agak baik ! Tetapi bagaimana caranya yang terbaik ? Bagaimana caranya aku bisa memperoleh sepotong pakaian yang cukup pantas dan baik ? Bukankah untuk mengisi perut yang tengah lapar ini saja aku tidak memiliki uang untuk membeli makanan...?" Karena sangat bingung, Sin Han sampai mengucurkan air mata sambil mengayunkan langkah kakinya. Tanpa terasa dia telah berada dipintu kota sebelah barat.

Tanpa memiliki tujuan, Sin Han telah berjalan terus, dia telah menghampiri sebuah pinggir hutan kecil yang ada didekat bukit disamping kota itu, dimana terpisah enam tujuh lie. Kemudian Sin Han duduk termenung mengawasi matahari yang mulai tenggelam diufuk barat...sebentar lagi sang malam akan tiba.

Disaat itulah, tiba2 Sin Han melihat seseorang yang berpakaian sebagai seorang imam, tengah berjalan cepat sekali. Keadaan imam itu tidak aneh dan tidak luar biasa. Tetapi justru yang agak mengherankan adalah kelakuan imam itu, yang berjalan sambil membawa sebuah tempayan air yang sangat berat dikepalanya. Mungkin tempayan air yang berukuran besar itu memiliki berat hampir dua ratus kati lebih. Tetapi imam itu dapat berjalan dengan cepat sekali. Waktu melewati tempat dimana Sin Han tengah mengawasi dia, imam yang berusia diantara empat puluhan tahun itu telah menghentikan langkah kakinya, dia telah menatap Sin Han dengan sorot mata yang dalam.

”Anak, mengapa engkau seorang diri di tempat ini ?" tegurnya.

Sin Han melihat muka imam itu bengis, tetapi nada suaranya lembut dan ramah, sehingga agak lenyap perasaan takutnya.

”Aku...aku tidak tahu harus pergi kemana, aku tidak punya rumah...!" kata Sin Han agak bingung.

”Hemmm, jadi dalam usia semuda ini engkau telah melakukan pekerjaan mengemis ?" tanya si imam, dan nada suaranya berobah jadi tidak sedap didengar. ”Ti...tidak...!" menyahuti Sin Han. ”Aku kebetulan tidak memiliki uang untuk membeli pakaian yang lebih pantas, maka banyak orang menuduh aku sebagai pengemis...!"

Muka si imam telah berobah.

”Hemmm, masih sekecil ini engkau telah berani berdusta !" katanya dengan suara tidak senang. ”Apakah engkau menduga aku akan mempercayai perkataanmu begitu saja ? Hem, jika memang hanya untuk membeli pakaian yang cukup pantas buatmu, tentu mudah sekali, asalkan kau mau bekerja, dan kemudian memperoleh uang, lalu membelinya...! Mungkin engkau yang sangat malas, hanya mau memperoleh yang mudah saja...!"

Sin Han menggelengkan kepalanya dan dia telah berduka bukan main, karena hatinya sedih mendengar perkataan imam itu seperti memojokkannya dan menuduh dia sebagai pemalas !

”Bukan totiang...bukan begitu ! Aku telah berusaha untuk bekerja, tetapi tidak ada orang yang hendak memakai  tenagaku

!" kata Sin Han.

”Hemm, kembali kau berdusta ! Dasar kunyuk kecil yang pandai berbohong ! Memang pengemis2 cilik seperti kau inilah yang pandai sekali berdusta !"

Dan setelah berkata begitu, si imam telah berkata lagi sambil menunjuk ke dalam jambangannya : ”Aku yang bersedia menerimamu sebagai pembantuku ! Bersediakah engkau ? Tetapi pekerjaanmu harus menggotong tempayan ini...!!"

”Menggotong tempayan itu ?” tanya Sin Han terkejut. ”Aku...aku... mana kuat ?”

Imam itu telah tertawa dingin.

”Memang aku telah menduga sebelumnya !" kata imam itu. ”Memang engkau seorang anak yang malas...!!" Dan imam itu telah mengayunkan langkah kakinya lagi akan berlalu.

”Tunggu dulu totiang...!" kata Sin Han sambil menghampirinya.

”Mau apa lagi kau ? Meminta uang atau makanan dariku ?” tanya si imam dengan suara mengejek.

”Bukan begitu, totiang, aku ingin sekali bekerja, jika totiang memiliki pekerjaan yang bisa kukerjakan, aku tentu mau bekerja...mengerjakan apa saja... asalkan yang cocok dengan tenagaku ini...!"

Si imam telah tertawa dingin.

”Pintar bicara kau !" kata imam itu mengejek. ”Dengan perkataan asal sesuai dengan tenagaku, berarti engkau artikan pekerjaan yang ringan2 saja, bukan ? Dan pekerjaan yang berat2 engkau katakan tidak sesuai dengan tenagamu ! Hemm, hemm, kunyuk kecil yang pandai bicara ! Pintar sekali lidahmu itu !!"

Muka Sin Han jadi merah, dia mendongkol juga si imam selalu menyebut dia dengan perkataan 'kunyuk kecil yang pandai bicara', dia berkata dengan suara kurang senang : ”Jika memang totiang keberatan memberikan pekerjaan kepadaku, umpamanya merawat kuil atau menyapu halaman kuil, ya sudah...!" dan anak ini telah memutar tubuhnya, dia bermaksud berlalu.

”Tunggu dulu !" bentak imam itu dengan suara yang nyaring, ”Jangan pergi dulu...!"

Sin Han menahan langkah kakinya, dia telah menoleh kepada imam itu, tanyanya : ”Apakah Totiang bersedia membantu aku memberikan pekerjaan yang cocok dengan tenagaku?" ”Ya ! Tetapi engkau harus berjanji, pekerjaan apa saja harus kau terima...!"

Alis Sin Han jadi tergerak, mengkerut dalam2. Karena dia kuatir kalau dia memenuhi permintaan si imam dan menyanggupi untuk mengerjakan apa saja, itulah berabe sekali, karena sekali saja dia menyanggupi dan imam itu kembali perintahkan dia menggotong tempayan air yang berukuran besar dan berat itu, bukankah itu merupakan pekerjaan yang mustahil dilakukannya ? Maka Sin Han telah menggelengkan kepalanya.

”Maafkan totiang, aku meminta pekerjaan sebagai tukang sapu atau pekerjaan merawat pekarangan kuil totiang saja, untuk mengangkat barang2 berat seperti tempayan air itu, aku tidak sanggup...!"

”Kalau memang begitu, engkau boleh bertahan dengan laparmu itu juga...!" kata si imam. Dan dia telah membalikkan tubuhnya pula untuk berlalu.

”Imam jahat...!" menggumam Sin Han dengan suara perlahan, karena anak ini sangat mendongkol sekali, dia merasa seperti dipermainkan imam itu.

Walaupun Sin Han menyebutkan perkataan: ”Imam jahat !" itu sangat perlahan sekali, namun pendengaran imam itu ternyata sangat tajam sekali, dia tahu2 telah memutar tubuhnya dengan sikap yang marah dan telah bertanya dengan suara yang mengandung kegusaran : ”Apa kau bilang ? Kau mengatakan aku imam jahat ?"

Sin Han jadi gelagapan, dia tidak menyahuti, hanya menundukkan kepalanya.

”Cepat jawab ! Apa maksudmu menuduh aku sebagai imam jahat !" bentak si imam. ”Apakah kau ingin dihajar mampus dengan tempayan air ini, heh ?” Diancam begitu, tentu saja Sin Han jadi ketakutan bukan main, dia jadi mengeluarkan keringat dingin, dan tahu2 dia telah memutar tubuhnya, dia bermaksud melarikan diri.

Tetapi imam itu telah tertawa dingin, tahu2 dia mengibaskan tangan kirinya, menggerakkan lengan jubahnya yang kebesaran itu, dari lengan jubahnya itu menyambar angin yang keras sekali menghantam punggung Sin Han, sehingga anak itu jadi kesakitan, sampai dia mengeluarkan seruan kesakitan bercampur kaget. Untuk kagetnya lagi, tubuhnya  juga telah terjerunuk dan terjerambab jatuh mencium bumi !

Tentu saja hal ini telah membuat Sin Han jadi mendongkol sekali, di hatinya dia telah mengatakan bahwa imam ini memang benar2 jahat, karena bermaksud mempersakiti dirinya.

Sambil merangkak bangun dan menyusut hidungnya yang telah mengeluarkan darah, Sin Han telah berkata dengan mendongkol : ”To-tiang, aku seorang anak kecil yang tidak berdaya ! Jika totiang tidak bermaksud memberikan pekerjaan dan menolong aku, mengapa totiang harus mempersakiti aku...?"

Ditegur begitu, si imam tampaknya jadi tambah gusar, dia telah menggerakkan tangan kirinya lagi, dan sekali ini Sin Han telah terdorong kembali oleh serangkum angin yang kuat bukan main, sehingga dia menderita kesakitan, apa lagi sekarang yang terkena gempuran itu dadanya, sehingga anak itu jadi kejengkang dan kepalanya membentur tanah menimbulkan sakit yang bukan main, sampai pandangan matanya jadi gelap.

”Anak kurang ajar ! Kunyuk kecil yang tidak tahu diri ! Sungguh lancang dan kurang ajar sekali mulutmu itu !" dan setelah berkata begitu, si imam telah menggerakkan tangannya lagi. Sin Han takut bukan main, dia pikir imam itu ingin memukulnya lagi. Tetapi anehnya imam itu bukannya memukul Sin Han bahkan telah memegang tempayan air yang tadi dibawa diatas kepalanya, dilontarkan ke tengah udara, sehingga tempayan air yang berat itu terlemparkan dengan mudah, seperti juga imam itu sama sekali tidak mempergunakan tenaganya.

Disaat itulah, dengan cepat sekali tampak si imam telah melompat dengan gesit, tangannya diulur, dia telah menjambak punggung Sin Han.

”Mandilah kau disitu !" katanya dengan suara yang keras. Dan tubuh Sin Han telah dilontarkan juga, sehingga tubuh anak itu telah terlempar dan masuk kedalam tempayan air itu!

Waktu tempayan itu meluncur turun dengan air yang bercipratan keluar, imam itu telah menyanggah kembali tempayan air itu dengan mempergunakan kepalanya !

Itulah suatu cara yang sangat luar biasa sekali, memperlihatkan imam itu memiliki kepandaian yang sangat tinggi.

Sin Han yang tercebur kedalam tempayan air itu tidak bisa melakukan apa2, diapun takut bergerak, karena tempayan itu berada di kepala si imam. Anak ini kuatir kalau dia melakukan gerakan2 yang cukup kuat, nanti tempayan itu rubuh dan diapun ikut jatuh terbanting.. maka dia hanya berdiam diri di dalam rendaman air tempayan itu, hanya kepalanya saja yang muncul keluar dengan sepasang tangan memegangi tepian tempayan itu........

Imam itu telah berjalan lagi seperti tidak pernah terjadi suatu apapun juga, dengan membawa tempayan air yang telah tambah isinya seorang anak.......

Setelah berjalan sekian lama, imam itu telah tiba di muka sebuah kuil.

Disaat itu hati Sin Han ber-debar2 keras sekali, dia tidak tahu  hukuman  apa  yang  akan  dijatuhkan  imam  itu  kepada dirinya. Tetapi diperlakukan begitu oleh si imam, dengan sendirinya Sin Han jadi membenci imam tersebut.

Waktu imam itu mendorong pintu gerbang dia disambut seorang imam kecil, yang telah langsung memberi hormat kepadanya dengan membungkukkan tubuh : ”Suhu telah pulang?"

”Hem !" imam itu hanya menyahuti begitu saja, dia telah melangkah masuk terus ke dalam kuil.

Setibanya dipekarangan kuil, dia melontarkan tempayan air itu, sehingga Sin Han menjerit kecil, karena dia yakin tempayan air itu akan terbanting berikut dirinya.

Tetapi anehnya, tempayan air yang berukuran besar itu seperti dikendalikan oleh suatu kekuatan yang tidak terlihat. Memang benar tempayan air itu jatuh diatas tanah, di pinggir kelompok pohon bunga, tetapi tempayan itu tidak terbanting keras, juga tidak menimbulkan goncangan sedikitpun juga.

Sin Han cepat2 merangkak untuk keluar dari tempayan air tersebut.

Tetapi imam itu telah mendelikkan matanya, dia telah berkata : ”Sekali saja kau melangkah keluar, aku akan menghukummu !"

”Tetapi totiang..." mendongkol sekali Sin Han dibuat imam

itu.

”Apa yang tetapi, tetapi?" bentak imam itu dengan suara

yang bengis. ”Hemm....lihatlah, sekali saja kau keluar, aku akan menghajarmu dengan hukuman yang sangat berat !"

Tetapi dalam mendongkolnya, Sin Han jadi tidak takut lagi, dia jadi nekad. Dengan cepat anak itu telah melangkah turun dari dalam tempayan air itu. Si imam jadi berobah mukanya, dia telah melompat dan mengulurkan tangannya. Dijambaknya baju Sin Han, kemudian anak itu dimasukkan kembali kedalam tempayan air itu.

Namun Sin Han telah muncul pula dari permukaan air tempayan dan bermaksud untuk melangkah keluar dari tempayan air itu pula.

Imam itu telah menekan punggungnya, sehingga anak itu tenggelam didalam air kembali.

Sin Han me-ronta2, sampai dia meneguk air cukup banyak, dan sulit bernapas. Tetapi imam itu tidak juga mau melepaskan tekanan tangannya itu.

Setelah Sin Han lemas dan hampir jatuh pingsan, barulah imam itu melepaskan tekanannya.

Sin Han cepat2 muncul dari permukaan air, dia telah mengambil napas dalam2, mukanya pucat pias dengan tubuh basah kuyup.

”Totiang...kau...kau jahat sekali !" memaki Sin Han nekad. ”Jika memang engkau hendak membunuhku, bunuhlah ! Janganlah engkau menyiksa aku demikian rupa !"

”Hemm, membinasakan dirimu ? Apakah kau kira pantas tanganku dikotori oleh darah pendusta seperti kau ?" bentak si imam.

”Tetapi...tetapi totiang hanya berani kepada seorang anak kecil seperti aku...coba jika aku memiliki kepandaian, tentu aku akan melawan perlakuanmu ini ! Aku seorang anak kecil tidak berdaya, apakah totiang tidak malu menghina aku ?"

Muka si imam jadi berobah merah padam, tampaknya dia mendongkol sekali.

”Bagus ! Rupanya engkau benar2 pandai bersilat lidah !" katanya. ”Engkau tidak puas dan menganggap bahwa aku  telah menghina dirimu ! Baik ! Baik ! Aku akan perintahkan muridku yang sebaya usianya dengan engkau... aku ingin melihat, apa yang bisa kau lakukan terhadap anak yang sebaya usianya dengan engkau, untuk mencegah kau mengatakan aku si tua menghina si kecil !"

Dan setelah berkata dengan nada suara mendongkol seperti itu, imam itu telah melambaikan tangannya memanggil imam kecil itu, dia telah berkata : ”Kemari kau !"

Imam kecil itu, yang mungkin berusia delapan tahun dan tinggi tubuhnya sama seperti Sin Han, telah menghampiri sambil memberi hormat. Diapun telah bertanya : ”Ada perintah apakah suhu ?"

”Kau lawan anak itu, kau hajar dia !" perintah imam itu.

Imam kecil itu tertegun. “Suhu...?" tanyanya tidak  mengerti.

“Aku perintahkan kau melawan anak itu kau hajar dia sampai puas...dia beranggapan bahwa dirinya pandai sekali, dan jika berkelahi dengan anak seusia dengan dia tentu akan memperoleh kemenangan...!"

Mendengar sampai disitu, imam kecil itu baru mengerti, dia segera menyahutinya : “Baiklah suhu...!" dan imam kecil itu telah menghadapi Sin Han yang masih berada didalam tempayan : “Engko kecil, mari kita main2...!"

Sin Han telah lemah sekali, diapun tadi telah disiksa si imam ditenggelamkan didalam air tempayan itu, dengan sendirinya dia kehabisan tenaga. Dan kini dia ditantang begitu, diapun jadi kuatir sekali, karena memang Sin Han tidak bisa berkelahi.

Tetapi melihat sinar mata si imam yang tengah mengawasi dia dengan mendelik, Sin Han jadi nekad. Tidak mau dia memperlihatkan     kelemahannya     dihadapan     imam    yang dianggapnya jahat ini, dia telah melangkah keluar dari tempayan air itu, kemudian menghadapi imam kecil itu.

”Baiklah... tetapi aku tidak bisa berkelahi !" kata Sin Han. ”Bagaimana cara berkelahinya...”

”Terserah padamu, engko kecil !" menyahuti imam kecil itu tertawa. ”Kau boleh menyerangku dulu, karena bukankah engkau ini seorang tamu...?"

Sin Han bingung sekali, belum lagi dia tahu apa yang harus dilakukannya, imam itu telah membentak muridnya. ”Kiang-jie hajar dia ! Berilah pelajaran, agar lain waktu dia tidak besar kepala dan lenyap sifat pendustanya itu...!"

Imam kecil itu tampaknya takut gurunya nanti menggusari dia, segera dia mengiyakannya, dan melangkah maju satu tindak mendekati Sin Han. Dan sambil mengayunkan tangannya itu, dia telah menggerakkan kepalan tangan kanannya. Gerakan itu sangat cepat sekali, dan belum lagi Sin Han berhasil melihat datangnya kepalan si imam kecil, tiba2 dia telah merasakan sakit pada hidungnya, karena hidungnya itu telah terkena hajaran yang dilakukan oleh kepalan tangan imam kecil tersebut.

Tubuh Sin Han terhuyung lalu jatuh duduk diatas tanah dengan hidung bercucuran darah segar, pandangan matanya jadi gelap dan berkunang2.

Disaat itu si imam tua telah berkata dengan suara yang keras : ”Hemm, hemm, semangat tempe! Mana itu kepandaianmu ?” dan ejekan itu membuat telinga Sin Han jadi merah.

Dengan menahan sakit, dia telah bangkit berdiri. Walaupun bagaimana Sin Han sangat mendongkol dan benci sekali kepada imam itu. Imam kecil itu menanti Sin Han berdiri, lalu dengan cepat sekali tangan kanannya telah bergerak lagi.

”Bukk ! Bukk !" pundak dan dada Sin Han telah kena dihajarnya dengan telak sekali.

Sin Han menderita kesakitan yang luar biasa, tetapi dia tidak mau mengeluarkan jeritan, hanya sekuat tenaga, tahu2 dia menubruk dan memeluk tangan imam kecil itu, lalu Sin Han menundukkan kepalanya dan telah memegangi tangan imam kecil itu.

Imam kecil itu jadi kaget, dia menarik pulang tangannya, tetapi tidak bisa.

”Hajar dia, Kiang-jie !" perintah imam tua itu dengan suara keras. ”Mengapa seperti anak perempuan yang main pegang2an begitu ?"

Dibentak begitu, simurid tampaknya jadi takut, dia telah cepat2 mengerahkan tenaganya, sambil menarik tangannya, dia menggaet kaki Sin Han, sehingga Sin Han terjengkang dengan kedua tangan terbuka, dengan sendirinya imam kecil itu bisa menarik pulang kembali tangannya.

Sin Han merangkak bangun lagi dengan mendongkol, anak ini jadi tambah nekad, dia telah menubruk dan akan memukul imam kecil itu, Kiang jie, dengan mempergunakan kedua kepalan tangannya.

Tetapi pukulan Sin Han mana memiliki tenaga seperti yang dilakukan Kiang-jie ? Kiang jie merupakan murid imam itu, dengan sendirinya dia mengerti ilmu silat dan sudah biasa melatih diri, maka setiap pukulannya mengandung kekuatan yang lumayan disamping taktik2 dari jurus2 pertempuran yang memang telah dikuasainya.

Maka belum lagi kedua tangan Sin Han tiba, disaat itulah Kiang-jie  telah  menyambuti  tangan  kanan  Sin  Han  dengan kibasan tangan kiri, lalu tangan kanan Kiang-jie menerobos nyelonong kemuka Sin Han lagi.

Kembali Sin Han harus terjungkel dan menderita kesakitan, pipinya yang terpukul juga telah agak ke-biru2an membengkak.

Tetapi Sin Han jadi semakin nekad.

”Sejak ayah menemui ajal ditangan musuh2nya, aku selain menderita dihina orang ! Biarlah! Hari ini biarpun harus mati, aku harus melawan imam kecil ini, untuk membuktikan bahwa aku tidak mudah dihina ! Walaupun harus mati, aku harus memberikan perlawanan sekuat tenagaku...jika aku sampai mati, itupun bagus, aku bisa berkumpul kembali dengan ayah, sehingga untuk selanjutnya tidak ada orang yang bisa menghina aku pula ! Lagi pula, hidup dengan selalu dihina orang, apakah gunanya ?"

Karena berpikir begitu, maka Sin Han jadi nekad sekali.

Waktu dia merangkak bangun, tanpa menanti dia bisa berdiri tetap, dan sebelum Kiang jie sempat melancarkan serangannya lagi, Sin Han telah menubruk dan memeluk kedua kaki Kiangjie, kemudian ditariknya dengan kuat sekali, sehingga tubuh Kiangjie terjungkel bergumul ber-sama2 dengan Sin Han diatas tanah.

Kiangjie mengeluarkan seruan tertahan, dia jadi mendongkol atas perbuatan Sin Han yang dianggapnya licik. Dengan cepat kedua tangannya menghantam kepala Sin Han.

”Bukk ! Bukk !" kepala Sin Han terpukul keras, tetapi dia tidak menjerit, dia hanya merangkul kedua kaki Kiangjie semakin kuat. Lalu dengan nekad dia menundukkan kepalanya, tahu2 giginya telah terbenam dikaki Kiangjie yang digigitnya dengan kuat sekali. Kiangjie menjerit kesakitan, dia jadi kelabakan dan berusaha mendorong bahu Sin Han, agar anak itu melepaskan kakinya.

Tetapi bukannya melepaskan rangkulannya itu, Sin Han justru telah memeluk semakin kuat saja, dia juga menggigit terus dengan gigi di-gerak2kan, sehingga menimbulkan perasaan sakit bukan alang kepalang buat Kiangjie, sehingga imam kecil ini telah men-jerit2 sambil menangis.

”Aduhh ! Aduhh, Suhu, tolong suhu...dia main curang !" teriak Kiangjie dengan suara sesambatan menahan sakit, kedua tangannya masih berada dipunggung Sin Han, berusaha mendorong sekuat tenaganya.

Imam yang menjadi guru Kiangjie jadi berobah merah padam, dia mendongkol dan gusar sekali, dia telah melompat maju dan menjambak punggung Sin Han, yang ditariknya dengan kuat untuk dilemparkan.

Tetapi untuk kagetnya imam itu, waktu dia mengangkat naik tubuh Sin Han, tubuh Kiangjie juga ikut terangkat, karena Sin Han mati2an merangkul terus kedua kaki Kiangjie, yang terus juga digigitnya semakin keras.

Keruan saja Kiangjie jadi me-raung2 kesakitan dan menangis, karena imam kecil itu merasakan dagingnya seperti copot tergigit Sin Han.

Cepat2 guru Kiangjie menghantam pundak Sin Han, sehingga anak itu merasakan tulang pundaknya seperti akan patah, dia kesakitan bukan main, dan mengeluarkan suara jeritan.

Karena menjerit maka gigitannya dikaki Kiangjie jadi terlepas. Dan Kiangjie sambil ter-aduh2 telah meng-usap2 kakinya yang bekas tergigit itu, dia marah dan kesakitan sekali. Imam yang menjadi guru Kiangjie telah melontarkan tubuh Sin Han, sehingga Sin Han terguling diatas tanah beberapa tombak jauhnya, dan bantingan itu menyebabkan Sin Han juga jadi kesakitan bukan main.

Sehingga imam itu telah menyalahi janjinya sendiri, dia telah mengadu kedua anak itu, yang katanya ingin dilihat apakah Sin Han sanggup merubuhkan muridnya ! Tetapi kenyataannya Sin Han telah mempergunakan cara menggigit, sehingga murid imam itu terhitung kalah, sebab dia telah menangis dan ter-aduh2 tidak berdaya untuk melepaskan diri dari gigitan Sin Han.

Sin Han jadi gusar dan bertambah nekad.

”Imam jahat ! Imam tidak tahu malu ! Engkau bilang ingin membiarkan kami berkelahi, tetapi mengapa engkau imam tua bangka yang ikut campur tangan ?" dan sambil membentak begitu, Sin Han telah merangkak bangun untuk berdiri.

Muka imam itu jadi merah padam, dengan gusar dia telah membentak : ”Kunyuk kecil yang licik, engkau telah berkelahi dengan cara yang curang !"

”Curang ? Hemm, kalian yang curang ! Muridmu itu telah berlatih diri mempelajari ilmu silat, sedangkan aku tidak ! Dengan mengandalkan semua itu, karena yakin muridmu dapat menyiksa aku, maka engkau berani memajukan muridmu itu untuk bertanding dengan aku ! Kenyataannya ? Hemm, hemm, muridmu walaupun memiliki kepandaian silat, ternyata gentong kosong tidak punya guna ! Bukankah dalam suatu pertempuran kita bebas mempergunakan cara apa saja, asalkan bisa merubuhkan lawan...?"

Disanggapi begitu, Si imam jadi mendongkol sekali. ”Kiangjie  !"  panggilnya  kepada  muridnya  dengan  suara

membentak keras. ”Kau lawan lagi dia, kau harus memberikan ganjaran padanya ! jika engkau sampai dirubuhkan lagi oleh dia, hemm, hemm, aku akan menghukum berat padamu !"

Mendengar ancaman gurunya itu, tentu saja Kiangjie jadi sangat ketakutan, dia sampai mengeluh perlahan, dan  kemudian telah melangkah menghampiri Sin Han dengan muka merah padam : ”Engkau tidak boleh main gigitan lagi...kau boleh memukul aku semaunya, tetapi tidak boleh curang main gigit seperti anak perempuan...!" kata Kiangjie.

Dia telah berpesan begitu, karena dia kuatir nanti Sin Han main gigit pula.

Karena jika sampai dia digigit pula, tentu dia akan mengalami penderitaan yang tidak ringan dan kesakitan yang tidak tanggung2.

Sin Han telah mentertawai untuk mengejeknya : ”Dalam perkelahian, kita bebas mempergunakan cara apa saja.." kata Sin Han kemudian. ”Mengapa engkau harus takut kepada gigitan ? Bukankah engkau juga memiliki tangan yang bebas memukul ? Dan lagi pula engkaupun memiliki gigi ? Engkau boleh main gigit pula.”

Disahuti begitu oleh Sin Han, muka Kiangjie jadi berobah merah.

Selama dia berguru kepada gurunya, dia telah digembleng keras mempelajari ilmu silat, mana mungkin dalam suatu perkelahian dia main gigit seperti Sin Han ? Bukankah hal itu akan membuat nama gurunya jatuh ? Lagi pula, main gigit seperti Sin Han itu, merupakan perbuatan yang dianggapnya pengecut. Namun Kiangjie takut dan berkuatir kalau2 nanti Sin Han akan main gigit lagi, karena dikakinya masih ada tapak bekas gigi Sin Han, yang terbenam dalam sekali didaging kakinya. Melihat muridnya ragu2, imam itu telah membentak : ”Kiangjie, apakah engkau ingin kuhajar ? Cepat pukul anak itu

! Awas, jika engkau kalah lagi atau menangis, aku akan menghukum berat padamu !"

Itulah ancaman kedua kalinya dari sang guru, jika sampai dia masih ragu2, tentu gurunya akan segera menghukumnya. Maka, karena takut gurunya itu marah, Kiangjie telah memaksakan diri maju menghampiri Sin Han, tetapi matanya telah menatap terus kepada mulut Sin Han, kepada gigi dari anak itu yang tampak samar2 dari sela bibirnya. Hati Kiang jie jadi tergoncang. Dia telah mengayunkan tangannya, tetapi matanya terus menatap ke mulut Sin Han.

Melihat imam kecil itu mulai memukulnya lagi, Sin Han menggeser dirinya ke samping kanan, dia telah mengelakkan serangan itu.

Tetapi Kiangjie telah mempelajari ilmu silat dibawah didikan seorang guru seperti si imam yang tampaknya memiliki kepandaian sangat tinggi, maka begitu Sin Han mengelakkan diri ke kanan, dengan cepat sekali Kiangjie telah menggerakkan lagi tangan kirinya berusaha menjambak Sin Han, sedangkan tangan kanannya telah nyelonong menghantam dada Sin Han.

”Bukk !" tubuh Sin Han telah terjungkel rubuh terguling diatas tanah, sehingga Sin Han mengeluarkan suara seruan tertahan dengan menahan perasaan sakit didadanya.

Kiangjie berdiri diam saja ditempatnya, dia tidak mengejar untuk menyerang lagi, karena dia kuatir kalau2 nanti kakinya itu ditubruk dan dipeluk lagi oleh Sin Han. Jika sampai terjadi begitu, berabelah dia, karena kakinya tentu akan merasakan pula gigi2 dari Sin Han.....

Melihat sikap muridnya itu, si imam jadi mendongkol bukan main. ”Kiangjie...mengapa kau diam saja ?" bentaknya dengan suara bengis.

Kiangjie terkejut, cepat2 dia menyahuti : ”Aku akan segera menyerang lagi, suhu !"

Dan benar2 Kiangjie telah maju, tetapi sekarang dia berlaku hati2 sekali. Waktu dia berada didekat Sin Han yang masih rebah di tanah, ketika Sin Han mengulurkan tangannya ingin merangkul kedua kaki Kiangjie, maka imam kecil itu telah melompat mengelakkan rangkulan itu, bahkan waktu tubuhnya meluncur turun, kaki Kiangjie telah menjejak punggung Sin Han, sehingga Sin Han menjerit kesakitan.

Belum lagi Sin Han tahu apa yang terjadi, kaki kanan Kiangjie telah menyambar menendang mukanya lagi, gerakannya itu sangat cepat, sehingga Sin Han tidak bisa mengelakkannya, seketika itu juga pandangan mata Sin Han jadi gelap dan dia sampai bergulingan di atas tanah beberapa kali...

Kemudian Kiangjie menggerakkan tangan kanannya, dia telah menjambak rambut Sin Han, kepala anak itu diangkatnya, sehingga muka Sin Han menengadah keatas, dan membarengi itu tangan kirinya menghajari muka Sin Han beberapa kali.

Walaupun menderita kesakitan, Sin Han tidak mengeluarkan suara jeritan, dia hanya mengulurkan kedua tangannya berusaha untuk mencekal tangan Kiangjie.

Tetapi kali ini Kiangjie berlaku waspada sekali, dia tidak memberikan kesempatan kepada Sin Han memegang bagian tubuhnya, maka dengan demikian Sin Han gagal beberapa kali untuk mencekal tangan Kiangjie.

Bahkan Kiangjie terus menerus beruntun telah menghantami muka Sin Han, sampai muka anak itu babak belur. Apa lagi Kiangjie juga teringat betapa tadi Sin Han telah menggigit kakinya, menimbulkan perasaan sakit yang bukan main, sampai dia menangis, dan juga malu kepada gurunya. Maka Kiangjie semakin bernafsu sekali melancarkan pemukulan kepada Sin Han.

Sin Han yang sangat kesakitan, merasakan pandangan matanya gelap, hampir saja dia jatuh pingsan.

Dalam keadaan tertekan seperti itu, Sin Han jadi kalap dan nekad.

Dia telah meronta sekuat tenaganya untuk menubruk kepada Kiangjie, tanpa memperdulikan lagi perasaan sakit rambutnya yang dijambak Kiangjie, dia juga telah mengulurkan kedua tangannya.

Usaha Sin Han berhasil, karena dia telah dapat merangkul pinggang Kiangjie !

Hal ini tentu saja mengejutkan Kiangjie, dia sampai berjingkrak mengeluarkan seruan kaget dan ketakutan.

Tetapi Sin Han seperti seseorang yang tenggelam disungai, maka sekarang mendapatkan pinggang orang yang telah bisa dirangkulnya, dia seperti mendapat kayu penolong. Dia merangkulnya kuat2 dan tidak mau melepaskannya kembali walaupun Kiangjie telah menjambak keras rambutnya dan menarik kepala Sin Han kuat2 agar Sin Han tidak bisa mendekati mulutnya ke perut Kiangjie.

Tetapi Sin Han benar2 nekad, tanpa memperdulikan perasaan sakit dikepalanya, karena rambutnya tertarik keras, Sin Han memajukan kepalanya, dan "Cepp !" mulutnya telah berada diperut Kiangjie, seketika itu juga gigi2nya terbenam didaging perut Kiangjie !

Melengkinglah suara jeritan Kiangjie, dia men-jerit2 sambil berjingkrakan, dan juga telah mengucurkan air mata  kesakitan, karena perut adalah bagian yang sensitif, sekarang digigit kuat2 oleh Sin Han begitu rupa, dengan sendirinya telah membuat Kiangjie kesakitan luar biasa. Kedua tangannya juga telah berkelejatan tidak bisa memegang tubuh Sin Han lagi.

”Ampun...ampun, jangan menggigit terus ! Aku kalah  ! Aku kalah !" teriak Kiangjie melupakan malu dan takut pada gurunya. Dia telah menyerah, dengan harapan Sin Han akan melepaskan gigitannya itu.

Tetapi Sin Han tetap menggigit terus.

”Suhu...ohh suhu, tolongi aku suhu...dia...dia main gigitan lagi...!" teriak Kiangjie kelabakan.

Imam itu jadi mengerutkan sepasang alisnya, karena dia mendongkol bukan main.

Dia telah menghampiri dan dengan bengis dia  telah menarik tubuh Sin Han.

Tetapi Sin Han tetap merangkul keras pinggang Kiangjie, dia juga menggigit sekuat tenaganya tidak mau melepaskan gigitan di perut Kiangjie.

”Biarlah aku dihajar mati oleh imam jahat ini, tidak nantinya aku melepaskan gigitanku ini...!" pikir Sin Han dengan hati yang nekad.

Tentu saja yang menderita kesakitan hebat adalah Kiangjie, karena dia merasakan sakit yang luar biasa diperutnya, yang digigit oleh Sin Han semakin lama semakin keras sekali.

Disaat itu tampak Sin Han telah berkeringat, tetapi dia tetap menggigit terus.

Si imam yang menarik tubuh muridnya juga tidak berdaya, karena begitu dia menarik, segera Kiangjie menjerit dengan tubuh berkelejatan, sebab begitu tubuh Sin Han ketarik,  berarti gigitannya tertarik, dan perut Kiangjie yang tergigit itu ikut tertarik juga.

Dengan sendirinya menimbulkan perasaan sakit yang tak terhingga...membuat Kiangjie jadi mengucurkan air mata terus menerus.

”Oh suhu, tolonglah aku...aduhh, suhu, tolonglah cepat...gigitannya semakin keras...!" teriak Kiangjie dengan suara sesambatan.

Imam itu jadi bingung juga. Memang bisa saja dia menghantam pecah batok kepala Sin Han, membinasakan anak itu, dengan demikian dia bisa menolongi muridnya. Tetapi, apakah hanya persoalan kecil seperti itu dia harus membinasakan Sin Han ?

Akhirnya imam itu telah menghela napas dia menyerah juga.

”Baiklah, sudahilah gigitan gigimu itu,aku menyerah kalah, muridku itu memang tolol...!" kata imam tersebut kemudian dengan suara yang tidak sebengis tadi.

Tetapi Sin Han tetap menggigit, dia meng-geleng2kan kepalanya.

Mungkin maksudnya dia ingin menyatakan bahwa dia tidak mau melepaskan gigitannya itu.

Keruan saja Kiangjie jadi semakin men-jerit2, karena  begitu Sin Han menggelengkan kepalanya, berarti gigitannya diperut Kiangjie juga jadi ter-gerak2, sehingga menimbulkan perasaan sakit sampai terasa tulang2 tubuhnya pada ngilu.

”Kalau engkau tidak mau melepaskan gigitanmu itu, terpaksa aku akan menghajar hancur batok kepalamu !" kata imam itu dengar suara yang bengis sekali.

Tetapi Sin Han tidak memperdulikannya. ”Walaupun engkau menghantam pecah batok kepalaku, aku tidak akan menuruti lagi kata2mu, imam busuk !!" pikir Sin Han didalam hatinya.

Bahkan Sin Han telah merangkul pinggang Kiangjie semakin kuat, dia takut kalau2 si imam nanti menariknya terlepas dari Kiangjie.

Kiangjie masih men-jerit2 kesakitan, dia kelabakan sekali, sehingga membingungkan juga imam itu. Dia berpikir keras untuk memisahkan muridnya dari Sin Han.

”Baiklah !" kata imam itu jengkel sekali, dengan hati yang gusar. ”Karena engkau tidak mau melepaskan gigitanmu itu, biarlah aku akan menghajar hancur batok kepalamu...!" dan setelah berkata begitu, imam itu menggerakkan telapak tangannya, dia bermaksud akan menghantam dengan tenaga yang diperhitungkan, yaitu dengan pukulan yang akan membuat Sin Han pingsan saja, tidak sampai menghancurkan kepala anak itu.

Tetapi Sin Han benar2 nekad, walaupun dia telah melihat imam itu mengayunkan tangannya untuk menghantam kepalanya, tetap saja Sin Han tidak mau melepaskan gigitannya pada perut Kiangjie, yang telah menangis meng-gerung2 kesakitan.

Telapak tangan imam itu telah meluncur dengan cepat sekali menyambar kearah batok kepala Sin Han, dan hanya terpisah beberapa dim lagi.

Tiba2 terdengar suara tertawa geli disertai dengan perkataan : ”Imam jahat...jangan menghina anak kecil !"

Berbareng dengan habisnya perkataan itu, dari balik sebatang pohon telah melompat keluar sesosok tubuh, dengan gerakan yang ringan, tahu2 punggung imam itu telah ditepuknya. Tetapi imam tersebut juga tidak lemah ilmunya, dia mendengar mendesirnya angin serangan yang tajam. Keruan saja dia jadi terkesiap hatinya, dengan cepat dia membatalkan serangannya kepada Sin Han, dan kemudian dia memutar tangannya itu, yang diteruskan untuk menangkis serangan lawan gelap itu.

”Bukk !" kedua tangan itu telah saling bentur dengan kuat sekali.

Tubuh imam itu tergoncang dan tampak orang yang melancarkan serangan itupun mengeluarkan suara seruan tertahan, dan telah melompat mundur sambil tertawa.

”Hebat ! Hebat ! Memang nama Tung Sie Cinjin tidak kosong...!"

Imam itu, yang memang benar Tung Sie Cinjin adanya, jadi marah sekali, dia melepaskan cengkeramannya pada Sin Han dan membalikkan tubuhnya mengawasi orang yang baru datang. Ternyata seorang pengemis berusia diantara enam puluh tahun, yang pakaiannya compang-camping, tampak berdiri dihadapannya sambil tersenyum seperti mengejek.

”Sin Kun Bu Tek Lo Ping Kang ?" tegur imam itu, ”Rupanya engkau yang usil dengan urusanku !!"

”Oho, bukan usil, tetapi engkau yang telah main curang, yang mau menghina seorang anak kecil tidak berdaya lewat tangan muridmu....Tetapi kau gagal, muridmu itu terlalu goblok dan tolol, seperti gentong nasi yang setiap hari hanya bisa gegares saja, maka dari itu, kau sendiri yang akhirnya ingin menghina anak itu, mencelakainya ! Kalau urusan ini tersiar keluar didalam kalangan Bu Lim, apakah engkau tidak takut akan menjadi bahan tertawaan dari para orang gagah ?"

Ditegur begitu oleh si pengemis, muka Tung Sie Cinjin jadi berobah  merah  padam.  Dia  gusar  bercampur  malu  sekali, sehingga tubuhnya telah gemetaran menahan perasaan marahnya.

”Baik ! Baik Sin Kun Bu Tek, aku memang telah lama mendengar namamu yang sangat terkenal ! Dan juga kita telah dua kali bertemu, tetapi sayangnya justru kita tidak memiliki kesempatan untuk mengukur kepandaian ! Kali ini memang benar2 merupakan kesempatan yang baik sekali, untuk melihat siapa yang lebih tinggi kepandaiannya diantara kita berdua...!"

Tetapi baru saja Tung Sie Cinjin berkata sampai disitu, kembali Kiangjie telah men-jerit2 dengan suaranya yang sangat keras : ”A-duhh ! Suhu...tolongi aku dulu...suhu..suhu.    aduhh

tolongi  aku  dulu  suhu...dia  menggigit  sangat  keras  sekali. "

Dan sambil ber-teriak2 menangis, Kiangjie juga mengayunkan kedua tangannya memukuli punggung Sin Han.
DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar