Pendekar Latah Bagian 26

 
Bagian 26

"Liu Goan-ka," sentak Bun Yat-hoan sengit, "Kau tidak tahu malu, kau..."

"Hm," Liu Goan-ka mendengus, "Kurcaci tidak tahu aturan, hayo ringkus dia!"

"Yang harus diringkus adalah Koksu negeri Kim itu!" bantah Bun Yat-hoan gusar.

Kim Cau-gak tertawa dingin, ejeknya: "Baik, kalau punya kepandaian hayolah maju" beruntun kedua telapak tangannya ditepukkan, telapak tangan kiri mengeluarkan damparan angin dingin yang membekukan, sementara telapak tangan kanan mengeluarkan gelombang hawa panas yang membakar kulit, digencet dengan serangan panas dingin, seketika Bun Yat- hoan tidak mampu bersuara lagi.

Demi tegaknya keadilan Ong Ih-ting menjadi nekad, meski tahu kepandaian sendiri bukan tandingan Liu Goan-ka, segera dia menerjang maju seraya berseru: "Apa benar kalian ayah dan anak, kami tidak peduli. Yang terang Liu Lihiap bekerja demi kepentingan nusa dan bangsa, umpama benar Liu Goan- ka adalah bapaknya, diapun tak boleh membunuhnya untuk menutup mulutnya, kuharap para hadirin sekalian memberi keadilan."

"Kurangajar," damprat Liu Goan-ka, "Aku mengajar putriku sendiri, siapa suruh kau memberi keadilan segala? Memangnya apa salahnya usulku yang kemukakan tadi?" dari kejauhan dia lancarkan ilmu tutuk yang menembus udara, seketika Ong Ih-ting rasakan Bun-hiaiig-hiat tiba2 kesemutan, seketika diapun menjadi bisu.

Tiga belas Cecu dari Thayouw segera tampil ke-depan, serunya: "Ong-cong-cecu, haluan tidak sama tidak perlu bergabung, mari kita pulang bergerak menurut tujuan sendiri"

Tak nyana kalau mereka ingin bergerak menurut tujuan sendiri, Hwi-Iiong-to-cu justru tidak memberi peluang kepada mereka, Tatkala itu Kiong Ciau-bun sudah kembangkan Chit- sat-tin, Hoa Kok-ham terkepung didalam barisan tak bisa berbuat banyak, maka Hwi-liong-toeu segera tampil kedepan, katanya dengan tertawa dingin:

"Tadi sudah kukatakan, Hwi-liong-to tidak boleh sembarang orang mau pergi datang sesuka udelnya sendiri, Yang terang aku hanya menjunjung Liu Goan-ka dan tunduk akan perintahnya, siapa yang berani membangkang perintah Bengcu, aku tidak akan sungkan lagi terhadapnya. Siapa yang berani meninggalkan tempat ini, ringkus dia!"

Hwi liong-tocu punya dua belas Thaubak, ilmu silat masing2 tinggi, dengan kekuatan kedua belas Thaubak ini cukup berkelebihan menghadapi tiga belas Cecu dari Thayouw, Karena itu situasi menjadi tegang dan tak mungkin damai lagi, perpecahan sudah terjadi, agaknya pertempuran besar acak2an tak bisa terhindar lagi.

Setelah diurut beberapa kali tutukan Hiat-to Ong Ih ting sudah mulai lancar, dengan suara serak segera dia beekata: "Seorang laki2 lebih baik hancur dari pada diperbudak pengknianat bangsa! Hwi-liong-tocu, kau ingin menahan kaml, kecuali kau bunuh kita semua."

Kata2 yang gagah berani seketika membakar kemarahan para ksatria yang hadir segera mereka bangkit dan angkat tangan bersorak sorai, "Benar, laki2 sejati harus berani berkorban bagi negara, memangnya kita terima diancam pengkhianat bangsa macam orang she Liu? He, orang she Cong, kau tidak takut dicaci maki seluruh rakyat di dunia, memangnya kami takut mencucurkan darah?"

Kemarahan masa sudah tak terkendali lagi, sikap hormat dan takutnya terhadap Liu Goan-ka tadipun sudah lenyap, secara langsung mereka memanggilnya orang she Liu.

"Ong Hi-ting," seru Liu Goan-ka tertawa dingin, "besar benar nyalimu." kembali dia lontarkan tutukan dari jarak jauh, Licecu dari Tong-thing-san barat di Thayouw segera maju mengadang didepan Cong-cecu, maka dialah yang roboh tertutuk.

Ilmu silat Hong-lay-mo-li memang kalah tinggi, namun terpaut tidak jauh dari Liu Goan-ka, sudah tentu dia tidak tinggal diam melihat orang tutun tangan keji terhadap Ong Ih- ing. Tanpa hiraukan keselamatan jiwa sendiri, sret, sret, sret tiga serangan berantai pedang dia cecar Hiat-to mematikan dibadan Liu Goan-ka, Goan-ka tahu akan kelihayan serangan ini, diapun tahu meringkus Hong-lay-mo-li lebih penting. Maka dia biarkan Hwi-liong-tocu seorang yang pimpin anak buahnya untuk menghadapi para ksatria.

Hwi-liong-tocu tertawa besar, serunya: "Kalian ingin mampus, bukan soal gampang." dengan menjepit dua jari tangan kedalam mulutnya, dia bersuit memberi aba2 kepada serombongan anak buahnya yang bersenjata gantolan panjang, dibawah pimpinan dua belas Thaubaknya, terbagi dua belas rombongan, membentuk barisan mengepung seluruh orang2 gagah yang hadir.

Perlu diketahui rombongan Lok-lim yang dipimpin Ong Ih- ting kebanyakan adalah para Cecu atau tokoh2 kenamaan, jikalau mereka sampai terbunuh pasti anak buahnya akan bangkit dan dendam melawan Hwi-liong-tocu, jalan satu2nya hanyalah menawan mereka hidup2 serta mengancam anak buah mereka. Ada beberapa orang yang berhasil digantol roboh dan teringkus oleh mereka, tapi merekapun bukan orang lemah, mereka melawan dengan gigih, satu roboh yang lain maju, sambil tempur sambil mengundurkan diri.

Sejak menginjak kakinya diatas pulau ini, walau belum sempat bicara dengan Hong-laymo-li, tapi melihat kutukan Hong-lay-mo-li terhadap Liu Goan-ka, Hoa Kok-ham tahu orang takkan tertipu muslihat orang, maka rasa kuatirnya segera hilang, ingin cepat2 membantu Hong-lay-mo-li, segera dia pergencar permainan kipasnya sehingga Chit-sat-tin di bawah pimpinan Kiong Ciau-bun mulai terdesak, terang tak lama lagi barisan ini takkan kuat mengurungnya lagi.

Di tengah gelak tawa Hoa Hok-ham, kipasnya bergerak laksana kilat, "Cret" dengan telak dia menutuk roboh salah seorang.

Hwi-liong-tocu segera membentak maju: "Orang she Hoa, lari kemana!" sebat sekali dia mencelat datang kebetulan menambal Chit-sat-tin yang sudah hampir bobol, dengan sejurus Liat-ciok-kay-pi (membelah pilar meretakan batu), jari2nya mencengkram ke batok kepala Hoa Kok-ham.

Hoa Kok-ham kebaskan kipasnya, "Cret" kipasnya tergores sobek sedikit oleh kuku jari lawan, tapi cengkraman jari orang berhasil disampuk kesamping oleh kipasnya.

Kali ini Hwi-liong-tocu mengerahkan Tay-lik eng-jiau-kang, Hoa Kok-ham hanya menggunakan kipasnya sudah berhasil menyampuk tangannya, betapa tinggi Lwekangnya sungguh amat mengejutkan, tapi Hwi-liong-tocu mampu menggores sobek kipasnya, terang kepandaiannyapun tidak lemah.

Dengan Hwi-liong-tocu yang menambal lobang Chit-sat-tin, apa lagi diapun apal akan permainan Chit-sat-tin, maka dengan kerja sama dengan Kong Ciau-bun, kekuatannya satu lipat lebih besar, Sudah tentu Hoa Kok-ham terdesak dibawah angin.

Disebelah sana Thi pit-su-seng Bun Yat-hoan berhadapan dengan Ki-lian-lokoay Kim Cau-gak, keadaan-nyapun amat genting, beberapa kali dia hampir tereng-gut jiwanya.

Masing2 mempunyai kelebihan kepandaian yang lihay, tapi Im-yang-ngo-hing-ciang Kim Cau-gak merupakan kombinasi tunggal dari dua aliran ilmu sesat yang paling hebat, telapak kiri menggunakan Lui-sin-ciang, sementara tangan kanan mengerahkan pukulan Im lo-im-sat-kang.

Tiba2 gelombang panas melandai, lain saat badai dingin menerpa bergantian. Meski Bun Yat-Loan latihan Lwekang murni dari aliran lurus, betapapun ilmunya belum terlatih matang, dibawah rangsakan pukulan panas dingin lawan, bukan saja dia harus kerahkan Lwekang untuk melindungi badan, dia harus hadapi serangan mematikan lawan, puluhan jurus kemudian terasa dada sesak dan mual, giginya gemeratak kedinginan, tapi keringat dingin-pun berketes2 membasahi sekujur badan.

Diam2 Bun Yat-hoan mengeluh, segera dia robah siasat tempurnya, dia menyerang untuk bertahan, sepasang potlotnya mencecar tiga puluh enam Hiat-to penting dibadan Kim Cau-gak. Ginkang Bun Yat-hoan lebih unggul dari lawan, dibarengi dengan ilmu tutuk-nya yang lihay dan menakjupkan, Kim Cau-gak dise-rangnya sampai keripuham terpaksa dia tarik kembali serangannya dan bertahan dengan rapat.

Dengan demikian meski Bun Yat-hoan masih terdesak dibawah angin, namun sudah tidak sepayah tadi.

Hoa Kok-ham dan Bun Yat-hoan meski harus menghadapi musuh2 tangguh, sementara waktu masih kuat bertahan diri. Lain halnya dengan Hong-lay-mo-li yang sudah amat gawat dan tinggal memilih waktu untuk ajal dibawah rangsakan lawan. Sebetulnya kalau dinilai dari kepandaian sejati tingkat pelajaran Hong-lay-mo-li sudah termasuk kelas tinggi, jarang bisa ditemukan tokoh yang sejajar dengan kepandaiannya, tapi lawannya memang terlalu tangguh. sudah tentu dia menjadi kepayahan.

Bukan saja Lwekang Liu Goan-ka sudah mendalam, permainan ilmu tutuknyapun amat lihay Hong-lay-moli harus kerahkan seluruh kemampuan dari permainan kombinasi kebut dan pedang, diselingi perubahan yang rumit, boleh dikata dia sudah mainkan ilmu yang jarang terlihat dan tak pernah terdengar di Bulim.

Tak nyana meski dengan bertangan kosong, Liu Goan-ka masih mampu menandinginya malah mendesaknya dibawah angin. Tampak kedua lengan bajunya menari turun naik, setiap kebutan lengan bajunya membawa damparan angin puyu, sehingga benang kebut Hong-lay-mo-li beterbangan sukar dimainkan dengan lancar.

Lekas sekali tiga puluh enam jurus Thian-lo-hud-tim-hoat Hong-lay-mo-li sudah habis dimainkan.

Berada diatas angin, Liu Goan-ka menyerang semakin bernafsu dan gencar, Tiba2 jarinya yang tersembunyi didalam lengan baju menjentik, "Creng-" pedang Hong laymo-li kena diselentiknya, terasa telapak tangan kemeng, Hong-lay-mo-li sempoyongan mundur.

"Tidak lepaskan pedangmu!" bentak Liu Goan-ka, "Creng" kembali jarinya menyelenUk beruntun Hong-lay-mo-li tersurut tiga langkah, namun tetap memegangi pedangnya dengan kencang, Dasar berwatak keras, Liu Goan-ka berusaha merebut pedang, dia justru tidak mau lepaskan.

Diluar tahunya kebandelannya ini malah tertipu oleh siasat lawan, karena harus kerahkan tenaga untuk mempererat pegangan tangannya, maka pertahanannya kurang menyeluruh, Dimana lengan baju Liu Goan-ka dikebaskan, perhatian orang dia alihkan, sekonyong2 dia mendesak maju terus menutuk Hiat-tonya.

Liu Goan-ka bergelak tawa, katanya: "Akan kulihat budak keras kepala seperti kau ini masih berani tidak mengakui ayahmu sendiri? Hayo berlutut!" ditengah gelak tawanya dia tutuk Hoan-tiau-hiat dilutut, orang lain yang tidak tahu menyangka Hong-lay moli sudah mengakui dirinya sebagai ayah.

Pada saat jari2 Liu Goan-ka terulur hendak menutuk itulah, tiba2 terdengar suara ting ting dari tongkat besi yang menyentuh tanah, cepat sekali datangnya.

Seketika berubah air muka Liu Goan-ka, seperti tiba2 melihat setan, tanpa kuasa dia tersurut mundur, keringat dingin gemerobyos. jubahnya kelihatan melembung melambai tanpa dihembus angin, terang badannya gemeter ketakutan.

Sebetulnya meski kedatangan orang itu teramat cepat, tapi Liu Goan-ka berada didepan Hong-lay-mo-li, jarak begitu dekat waktu berkecukupan untuk dia turun tangan membekuknya, tapi orang ini adalah orang yang paling dia takuti selama hidupnya, setiap kali hanya mendengar namanya saja membuat badannya gemetar, dialam mimpipun dia ketakutan, orang yang disangkanya sudah mati karena dulu dia celakai.

Sungguh tak nyana didalam pertempuran acak2an seperti ini mendadak dia orang tiba, betapa tidak membuatnya ketakutan, serasa sukmanya sudah melayang keluar? Didalam keadaan kaget dan ketakutan itu, tanpa disadari kakinya menyurut mundur, sehingga tidak pernah terpikir olehnya untuk segera membekuk Hong-lay-mo-li.

Dalam waktu sesingkat itu, sanubari Liu Goan-ka dan Hong- lay-mo-li sama2 tergetar, Liu Goan-ka membatin: "Semula kukira Bu-lim-thian-kiau hanya menggertak dan me-nakut2iku saja, siapa tahu dia memang masih hidup Bagaimana aku harus menghadapinya?"

Sementara Hong-lay-mo-li berpikir "Siapakah yang membuat bangsat tua ini pucat ketakutan? Hanya, mungkinkah..." karena Hiat-tonya tertutuk, bagaimana keadaan belakang dia tidak bisa berpaling.

Tapi mendengar suara ketukan diatas tanah, diam2 dia sudah menduga siapa gerangan yang tengah mendatangi

Belum lagi pikiran kedua orang lenyap orang aneh itu tahu2 sudah berada ditengah2 mereka, itulah seorang kakek tua yang bermuka bersih, sebelah kakinya pengkor sehingga jalannya pincang dengan tongkat besi, Hong-lay-mo-li sudah kenal orang ini adalah orang berkedok bertongkat yang menolongnya ditaman istana raja tempo hari, sedang Khing Ciau kenal dia adalah Hwesio tua yang menolong dan mengajarkan Lwekang itu.

Berpisah hanya beberapa hari, Hwesio tua itu sudah mulai tumbuh rambutnya, agaknya dia sudah siap kembali menjadi preman,

Kakek aneh ini angkat tongkatnya menuding Liu Goan-ka, katanya kalem: "Kau adalah pamannya, kau ingin pandang dia sebagai putrimu sendiripun tidak menjadi soal. Tapi aku belum mampus, jangan kau menyaru menjadi ayahnya." sekali tutul dia bebaskan Hiat-to Hong-lay-moli, katanya: "Yau-ji, hari ini kami sekeluarga kumpul kembali, marilah kau memberi hormat kepada pamanmu!"

Hong-Iay-mo-li tahu kali ini dia takkan kesalahan mengenali ayahnya lagi, tak tertahan pecahlah tangis-nya, katanya sesenggukan: "Ayah! Betapa sengsara putrimu! Putrimu tak mau mengakuinya sebagai paman!" bahwa kakek tua ini adalah ayah kandungnya, sejak mulai sudah diduganya.

Tapi bahwa Liu Goan-ka ternyata adalah pamannya, sungguh tak pernah terpikir olehnya, sebetulnya dia hendak minta ayahnya bunuh Liu Goan-ka habis perkara, setelah tahu orang adalah pamannya, permintaan batal dia utarakan.

Kakek tua itu menghela napas, ujarnya: "Goan-ka, dinilai sepak terjang dan perbuatanmu terakhir ini, kau mirip binatang jalang, pantas aku membunuhmu, tapi selama dua puluh tahun aku mempelajari ajaran agama, meski hari ini aku kembali preman, tetap aku saleh terhadap ajaran-Nya, Thian memang Maha pengasih, dulu kau mencelakai aku, aku tidak sampai ajal, marga ketiga hanya tinggal kau seorang, kita sama2 mempunyai satu kakek moyang, biarlah aku ampuni jiwamu kali ini. Yau-ji tidak mau aku kau sebagai paman aku tak bisa memaksanya."

Hong-lay-mo-li menghela napas lega ternyata Liu Goan-ka adalah saudara se-induk saja dengan ayahnya, jadi bukan saudara sepupu.

"Ayah," kata Hong-lay-mo-li, "dendam pribadi boleh tidak usah dituntut, keadilan sebaliknya harus tetap ditegakkan, Kini dia sudah berintrik dengan musuh, mengkhianati negara demi kedudukan dan mencari hidup kemewahan, Dia belum lagi insaf dan bertobat, mana boleh kau mengampuni dia?"

Kakek tua menarik muka, sorot matanya setajam pedang, menatap Liu Goan-ka, tanyanya: "Apa benar?"

Liu Goan-ka menyurut tiga langkah, tidak berani menjawab.

Ong Hi-ting berteriak: "Ucapan putrimu sedikitpun tidak salah. seluruh orang gagah yang hadir semua menjad saksi."

Seketika bersinar sorot mata kakek tua ini, suaranya mendesis dengan tekanan tertahan: "Kau bunuh kakak ipar dan mencelakai abang boleh diampuni, pengkhianat nusa dan bangsa takluk kepada musuh, merupakan dosa yang tak terampun. Aku Liu Goan-cong tidak punya adik seperti kau." tongkatnya pelan2 sudah terangkat "Toako harap jangan marah," lekas Liu Goan-ka membungkuk badan, "Siaute tahu salah."

"Baik sekali kalau kau tahu salah, lekas mohon maaf dihadapan orang2 gagah seluruh jagat ini, segera suruh kawanan anjing gerombolan rasemu itu membuang senjata?"

"Baik sekali, kalau kau tahu salah, lekas mohon maaf dihadapan orang2 gagah seluruh jagat ini, segera kedua telapak tangan membungkuk badan, se-konyong2 mulutnya menghardik sekeras halilintar, serempak kedua telapak tangannya dia dorong menggempur bagian bawah Liu Goan- cong. serangan ini sudah dipersiapkan lebih dulu, maka kekuatan pukulannya laksana gugur gunung, kaki Liu Goancong timpang, maka kedudukan bagian bawahnya tidak kokoh. Sasaran serangannya justru merupakan titik terlemah dibadan Liu Goan-cong, sungguh kejam, culas dan jahat benar.

Liu Goan-cong menggeram, makinya: "Binatang!" tongkat besinya menutul bumi, badannya melejit ke-udara, berbareng telapak tangannya menepuk.

Kekuatan pukulan kedua pihak saling bentrok di tengah jalan mengeluarkan suara keras bagai gunung meletus, Hong- lay-mo-li yang berdiri disebelah samping sampai tersiak minggir sempoyongan dua langkah.

Dengan sebelah tangan Liu Goan-cong melawan dua gempuran telapak tangan Liu Goan-ka, kekuatan kedua pihak setanding alias seri. Disaat orang harus menutuk tongkat diatas bumi dan badannya masih terapung itu, tiba2 Liu Goan- ka robah telapak tangan menjadi tutukan jari, kelima jarinya tertekuk lalu beruntun melentik malang susul seperti orang memetik harpa dalam sejuruh serempak dia menyerang sepuluh Hia-to yang tersebar diatas Sia-yang-king-meh dibadan lawan. Liu Goan-cong merangkap jarinya terus menggaris, terdengar suara mendesis yang ramai, seperti bola membal badan Liu Goan-ka menumbuk tembok serta mencelat kembali, tapi gerakan tubuhnya menggunakan Ginkang tingkat tinggi, tampak gerakan bersalto dengan Hu-hi-hoan-hi (membalik awan dihujan gerimis), badannya meluncur kesamping tiga tombak jauhnya.

Kelihatannya yang satu balas menyerang dengan hebat, yang lain berkelit dengan lincah, Tapi bagi ahli silat yang berkepandaian tinggi cukup tajam pandangannya, termasuk Hong-lay-mo-li dan lain2, sudah melihat Liu Goan-ka berkepandaian setingkat lebih rendah, diatas jubah hijaunya terlihat lima lobang sebesar jari2 tangan.

Liu Goan-cong berkata dingin: "Tiga puluh enam macam permainan jari yang teramat didalam Hiat to-tongjin belum lagi kau pelajari sampai matang, Ci-goan-bian ciptaan Gi-sI-lo- co, kaupun belum berhasil menemukan bagian yang kedua, bukan?"

Pucat pias muka Liu Goan-ka, katanya: "Toako tidak mau memaafkan, terpaksa kita menuju arah hidupnya sendiri." anak muridnya cukup banyak, di-bawah anjuran dan ancamannya, segera mereka membentuk kelompok2 yang membundar, berbagai senjata rahasia, bagai hujan deras sama memberondong datang.

Dari samping Hwi-liong-to-cu ikut berseru memberi semangat dan aba2: "Gunakan panah beracun, bunuh mereka semua!"

Kim Cau-gak pergencar kekuatan pukulannya, baru saja dia siap menurunkan tangan keji kepada Thi pit-su-seng, menurut perhitungannya setelah membunuh Bun Yat-hoat, dia hendak bergabung dengan Liu Goan-ka untuk menghadapi engkohnya. Liu Goan-cong kebaskan lengan bajunya, senjata rahasia yang bertaburan kearah dirinya kena dikebut rontok berjatuhan semua. tiada satupun yang bisa mendekati badannya, Dimana dia tutul tongkat diatas tanah, tiba2 dia melejit maju tahu2 sudah berada di-hadapan Kim Cau-gak, katanya menyindir.

"Dua puluh tahun yang lalu, beruntung, aku orang she Liu tidak ajal dibawah keroyokan kalian, Kebetulan hari ini kaupun datang, Im-yang-ngo-heng-ciangmu apa sudah sempurna kau yakinkan? ingin aku orang she Liu minta pengajaran kepadamu-"

Dalam pada itu Thi-pit-su-seng Bun Yat-hoan lompat menjauh setombak lebih, kedua telapak Kim Cau-gak segera beralih sasaran menyongsong kedatangan Liu Goan-cong,

Begitu Kim Cau-gak kerahkan tenaga pukulannya, angin menderu gelombang panas segera melandai dengan dahsyat. Dengan sebelah tongkat berpijak ditanah, telapak tangannya yang lain ditepukan kedepan, segulung tenaga dalam yang lunak dan liat sekali, seolah2 seperti sebuah jala yang ditebarkan ditengah udara, pelan2 merangkup kebagian tengah, betapapun kuat dan dahsyat gelombang pasang pukulan Kim Cau-gak. toh kena dibendung dan sirna terjaring oleh jala besar yang tidak kelihatan itu sehingga susah memperlihatkan perbawanya.

"Bagus!" bentak Kim Cau-gak, telapak kiri segera disusulkan didorong juga, kali ini begitu tenaga pukulannya dilontarkan seperti hujan badai bersatu yang melandai datang, hawa panas yang membara dari gelombang pasang tadi seketika berubah menjadi dingin membekukkan seperti dikutup selatan.

Jenggot panjang Liu Goan-cong melambai2, uap putih segera mengepul dari kepalanya, tampak tongkat besinya yang berpijak ditanah itu amblas satu dim kedalam bumi, sebaliknya tapak kakinya sedikitpun tidak bergeming.

Maka Siu-lo-ciang-lat yang dilontarkan Kim Cau-gak, laksana hawa bersalju yang lambat laun menjadi cair dan hangat dibawah tingkah sinar matahari.

Diam2 Kim Cau-gak mengeluh: "Celaka!" dengan kertak gigi terpaksa dia harus berani ambil resiko, kemungkinan hawa murninya bakal terkuras ludes, maka kekuatan pukulan kedua telapak tangannya dia kerahkan sampai tingkat kesepuluh panas dingin bergabung jadi satu, badai dingin gelombang panas, berbareng menerpa tiba membobol pertahanan pukulan telapak tangan tunggal Liu Goan-cong.

Maka tongkat besi Liu Goan-ka yang menopang badannya kembali amblas beberapa dim, Hong-lay-mo-li mengawasi dari samping dengan jantung berdebar2, maklumlah meski Lwekang Kim Cau-gak tidak sekokoh Liu Goan ka, sudah tentu jauh lebih ketinggalan dibanding ayahnya, tapi ilmu Lwekang dari panas dingin ini merupakan dua ilmu jahat dari aliran sesat yang paling lihay, mau tidak mau Hong-lay-mo-li menjadi kuatir, batinnya:

"Ayah berusia lanjut, betapapun tenaganya tentu sudah menurun. Umpama nanti dia bisa kalahkan Kim Cau-gak. beliau sendiri akhirnya akan jatuh sakit juga."

Disaat dia hendak melangkah kedepan, tiba2 dilihatnya lengan baju ayahnya terkembang, sebelah telapak tangannya dari kiri kekanan menggaris setengah lingkaran, seketika terdengar suara geluduk yang ge-muruh, tubuh Kim Cau-gak laksana bola yang ditendang seketika mencelat mumbul, ditengah udara beberapa kali bersalto.

"Huuaaah!" darah segar menyembur berhamburan ditengah udara, baru kedua kakinya tancap diatas tanah.

Ternyata dengan kekuatan Lwekang yang sakti mandraguna Liu Goan-cong gunakan daya tuntun dari ajaran Lwekang tingkat tinggi, menyeret kedua tenaga pukulan lawan yang berlawanannya itu kearah dua jurusan yang berlawanan sehingga keduanya saling beradu sendiri dan sirna.

Begitu kekuatan pukulannya tahu2 lenyap, sudah tentu Kim Cau-gak tidak kuat lagi menandingi tenaga pukulan Liu Goan- cong. untung Lwekangnya termasuk ampuh, walaupun tidak ringan luka2 dalamnya, tapi belum sampai ajal seketika.

Kejut dan girang Hong-tey-mo-li dibuatnya, tanyanya sambil memburu maju: "Ayah, apa kau tidak apa2?"

Liu Goan-cong tersenyum: "Kepandaian cakar ayam dari Kim Ian-lokoay memangnya bisa melukai aku. Akhirnya aku berhasil menuntut balas sekali pukulannya dua puluh tahun yang lalu." ternyata dulu Liu Goan-cong di-kejar2 dan dikepung oleh Kim Cau-gak dengan delapan belas jago2 silat negeri Kim yang lain, karena kewalahan dikeroyok sedemikian banyak orang, akhirnya kakinya itu berhasil dilukai oleh Kim Cau-gak sehingga cacat.

Akan tetapi walau Liu Goan-cong tidak terluka apa2, napasnya rada memburu juga, segera dia mengawasi kearah Hoa Kok-ham yang masih terkepung didalam Chit-sat-tin, Katanya: "Aku akan membuka jalan, Yau-ji pergilah kau bantu Hoa-siheng, Kepandaian silat Hwi-liong-tocu amat tinggi, jangan kau pandang rendah dirinya."

Kiong Ciau-bun adalah murid Liu Goan-ka yang terbesar, kepandaian silatnya sudah mendapat tujuh delapan bagian ilmu gurunya, kekuatan Chit-sat-tin yang dipimpinnya kali ini, jauh lebih kuat waktu mereka mengepung Hoa Kok-ham di Jian-liu-cheng dulu, lagi ketambahan Hwi-liong-to-cu yang apal juga mengenai seluk beluk perubahan barisan ini, sungguh kekuatannya sekarang laksana dinding baja, Hoa Kok-ham terjang kiri labrak kekanan selalu tak berhasil menerjang keluar. Disaat2 keadaan gawat itulah tiba2 dilihatnya Hong-lay-mo- li memburu tiba, seketika berkobar semangat Hoa Kok-ham, kontan dia bergelak tawa, berbareng kipasnya mengebas, sekaligus ia sam-puk tiga senjata serangan Kiong Ciau-bun dan lain2, kini kedudukannya menjadi mantep dan kuat.

Setelah mendapat pesan ayahnya tanpa ayal segera Hong- lay-mo-li putar kencang pedangnya menerjunkan diri kedalam Chit-sat-tin, sepasang ganjalan Hwi-liong-to-cu berusaha merintangi, dengan mengerahkan sekuat tenaga, "Trang", dia pukul balik pedang panjang Hong lay-mo-li.

"Budak perempuan," damrat Hwi-liong-to-cu, "Kaupun mencari kematian?"

Hong-lay-mo-li gusar, serunya: "Akan kubunuh kau sampah persilatan ini" dimana kebutnya terayun, dia gulung sebilah golok panjang yang menyerang datang terus disendal sehingga senjata lawan terlepas, menyusul dengan jurus Pek- hong-koan-jit, Ceng-kong-kiam tahu2 merangsak pula kepada Hwi-liong-to-cu.

Kiong Ciauibun hendak rubah putaran barisan untuk mengurung Hong-lay-mo-li sekalian, tapi dia dipantek oleh Hoa Kok-ham sehingga tidak sempat memberi aba2. Dengan kerja sama mereka yang baik, Hong-lay-mo-li seorang merangsak Hwi-liong to-cu satu lawan satu, sementara Hoa Kok-ham menghadapi Kiong Ciau-bun dengan para Sutenya, sebentar saja mereka sudah berhasil bikin Chit-sat-tin kocar kacir.

Hwi-liong-to-cu mengira Hong-lay-mo-li gampang diIayani, maka begitu gebrak dimulai, dia lantas keluarkan jurus2 keji. ilmu silatnya memang hebat, dimana sepasang gantolannya berputar, laksana sepasang naga bergulung2 keluar dari gelombang lautan, sehingga Ceng-kong-kiom Hong-lay-mo-li se-olah2 tergulung didalamnya, permainan senjata gantolannya ini mempunyai satu jurus yang peranti merampas senjata lawan, memangnya cocok untuk mengatasi senjata2 berat sebangsa golok, pedang dan lain2, suatu ketika kedua gantolannya tersilang terus ditarik kedua samping jadi ujungnya saling gantol, maksudnya hendak menggantol lepas pedang Hong-lay-mo-li.

Diluar tahunya bahwa permainan ilmu pedang Hong-lay- mo-li yang gemelai ternyata dilandasi kekerasan, berbeda dengan ilmu pedang dari segala aliran, begitu pergelangan tangannya terbalik pedangnya mendadak menyendal "sret" kembali bisa melancarkan serangan dari gencetan kedua gantolan lawan.

Lekas Hwi-liong-to-cu tudingkan gantolan kiri sementara gantolan kanan dia tarik, sehingga gerakan pedang Hong-lay- mo-li katut terdorong keluar, namun kebut Hong-lay-mo-li ternyata sudah mengepruk kepalanya.

Jurus yang digunakan adalah tipu ganas dari tiga puluh enam jalan Thian-lo-hud-tim, benang2 kebut-nya terangkap kencang seperti ujung tombak, tak ubahnya seperti sebatang potlot baja, "Tang" sebatang gantolan Hwi-liong-to-cu kena diketuknya sampai tertindih turun beberapa dim, cepat sekali pedang Hong-lay-mo-li sudah berkelebat pula, tahu2 ujung pedang sudah mengincar tenggorokannya.

Kepandaian silat Hwi-liong-to-cu memang bukan olah2 hebatnya, kedua gantolannya terang tidak sempat menangkis ujung pedang Hong-lay-mo-li yang mengincar tenggorokannya, pada detik2 yang gawat ini, tiba2 dia pentang mulutnya, "krak" dengan giginya dia gigit ujung pedang lawan.

Pedang Hong-lay-mo-li tak kuasa menusuk masuk tenggorokan lawan, baru saja dia hendak kerahkan tenaga, gantolan lawan dari kiri kanan berbareng menusuk lambungnya, dengan kebutnya lekas Hong-lay-mo-li kebas kiri ketuk kanan, beruntun dia punahkan tiga jurus serangan ganas yang mematikan.

Tapi dengan sebatang kebut melawan dua gantolan musuh, terasa amat payah, sudah tentu kekuatan yang dia kerahkan diatas pedangnya menjadi kendor.

Hwi-liong-to-cu kerahkan tenaga menggigit dengan keras, terasa bergetar tangan Hong-lay-mo-li, pedang ditariknya lepas, kebetulan untuk menyampuk kedua gantolan lawan.

Dilihatnya Hwi-liong-to-co menarik napas terus membuka mulut memuntahkan dua buah gigi, darah segar segera menyembur keluar, ditengah semburan darah merah itu kelihatan sekeping pecahan yang berkilauan memutih, kiranya itulah kutungan ujung pedang Hong-lay-mo-li yang digigitnya patah, kini dia semburkan sebagai senjata rahasia untuk menyerang Hong-lay-mo-li.

Melihat orang berlaku begitu beringas dan kalap, terkejut juga dibuatnya, tanpa terasa Hong-lay-mo-li menyurut, mundur dua langkah, pakaiannya berlepotan darah oleh semburan orang.

Karena dua buah giginya rompal, sudah tentu serasa copot jantung Hwi-long-to-cu, tak berani bertahan lebih lama, setelah mendesak Hong-lay-mo-li mundur dengan semburan darahnya, sebelum Hoa Kok-ham sempat mendesak tiba, segera dia lompat keluar dari kalangan..

Berbareng pada saat itu Hoa Kok-ham gelak2 panjang, sekali pukul dia bikin seorang Sute Kiong Ciau-bun ikut ngacir, dengan sendirinya Chit-sat-tin dibikin porak peronda.

Setelah menenangkan hati Hong-lay-mo-li memaki: "Bangsat keparat. mampuslah kau!" dia masih ingin mengejar Hwi-liong-to-cu.

Melihat darah berlepotan dibadan Hong-lay-mo-li, Hoa Kok- ham terkejut, tanyanya: "Kenapa, kau terluka?" "Luka sih tidak, cuma ujung pedangku digigitnya sampai putus!"

"Keparat itu gigit putus pedangmu, giginyapun rompal, terhitung dia kena kau rugikan. Biarlah dia lari. Musuh terlalu banyak, kita harus lindungi banyak orang untuk meloloskan diri secepatnya dari pulau ini." Melihat Hoa Kok-ham amat perhatikan dirinya, syuur hati Hong-Iay-mo-Ii, namun dia merasa hambar juga.

Se-olah2 sudah menjadi kebiasaan setiap berhadapan satu diantara kedua orang laki2 yang memuja-nya selalu memikirkan diri yang lain juga, kini Hoa Kok-ham perhatikan keselamatan dirinya, terbayang juga dalam benaknya akan diri Bu-Iim thian-kiau.

"Kuberi selamat kepada kalian ayah beranak yang bersua dan kumpul kembali, marilah kita gabungkan diri bersama mereka."

Hong lay-mo-li mengiakan dengan lari berjajar adu pundak mereka melabrak keluar. Berdiri berendeng begitu dekat, mau tidak mau jantung Hong-lay-mo-li berdebar2, "Entah ayah benar2 sudah menjodohkan diriku dengan dia?" demikian dia ber-tanya2 dalam hati karena didengarnya tadi sang ayah memanggilnya "Si-heng" panggilan akrab yang menandakan orang sudah dianggapnya sebagai keluarga sendiri.

Se-konyong2 terdengar suara gemuruh, ternyata Liu Goan- ka sudah lari keatas puncak, diangkatnya sebuah batu besar terus ditimpukan kearah Ong Si-ting dan kawan2nya, kebetulan Tang hay-Iiong berlari bagai terbang, dengan kedua tangannya dia dorong batu yang masih melayang ditengah udara itu kesamping, untung tiada seorangpun yang terluka.

Orang2 Hwi-liong-to dan kamrat2 Lhi Goan-ka sementara itu sudah mundur dan berlari keatas puncak pula, mengikuti perbuatan Liu Goan ka dari tempat tinggi mereka menggelundungkan dan menimpuk batu2 besar kecil kebawah gunung.

Letak lapangan berumput ini merupakan sebuah lembah yang diapit oleh dua puncak, dasarnya berbentuk seperti baskom, jalan masuknya hanya merupakan sebuah jalanan kecil sehingga bentuk keseluruhannya mirip benar dengan terompet.

Orang2 Hwi-liong-to yang tahu seluk beluk keadaan setempat menempati posisi yang menguntungkan lebih dulu, sehingga suasana gegap gumpita, Sukar orang2 Ong Ih-ting hendak menerjang keluar, tidak sedikit yang tertumpuk luka oleh batu, namun kamrat2 Liu Goan-ka yang belum sempat naik keataspun tidak sedikit yang keterjang oleh berondongan batu2 ini.

Kedua pihak sama berebut untuk menerjang keluar kemulut sempit yang menembus keluar itu-

Hwi-liong-to-cu ter-kial2, katanya menyeringai sadis "Siapa suruh kalian tidak mau tunduk akan perintah Liu-bengcu?"

Liu Goan-ka segera tarik suara berseru lantang. "Para Cecu harus kutahan, anak buahnya boleh kembali Toako, kaupun boleh pergi, tapi putrimu harus kutahan!" maksudnya hendak menahan orang sebagai sandera, jikalau tidak mau menurut semuanya akan dijaring dan dltumpas habis.

Sementara itu Hoa Kok-ham dan Hong-lay-mo-li sudah tiba dihadapan Liu Goan-cong, tiada tempo banyak bicara segera Liu Goan-cong memberi pesan: "Kalian bawa serombongan orang serbu keatas, usir musuh sekuat tenaga, Aku akan lindungi para saudara yang lain menerjang keluar dari lembah sempit ini."

Orang2 gagah yang diundang bersama anak buah para Cecu dari berbagai pangkalan kira2 ada seribu lebih, sementara anak buah Hwi-liong-to-cu dan kamrat Liu Goan-ka kira2 ada empat lima ribu orang, pihak tamu jumlahnya lebih sedikit, tapi yang berkepandaian tinggi jauh lebih banyak, segera dipilih puluhan Thaubak yang memiliki Ginkang tinggi, dibawah pimpinan Hoa Kok-ham dan Hong lay-mo-li terbagi dua barisan menerjang keatas gunung.

Liu Goan-ka ketukan tongkatnya keatas tanah Seraya menghardik laksana guntur: "Biar kalianpun rasakan betapa kerasnya batu2 gunung!" yang dia gunakan adalah Say-cu- hiong-kang (Auman singa), gemuruh batu2 gunung yang menggelundung jatuh kelelap oleh bunyi hardikan suaranya yang dilandasi Lwekang.

Kawanan perompak yang sudah menduduki puncak gunung merasa pekak oleh getaran suara Say-cu-hiong Liu Goan-cong, meski mereka menduduki posisi yang lebih menguntungkan, tak urung jeri juga nyali mereka, Liu Goan-cong meraup sebutir batu besar, dengan kekuatan jarinya dia remas menjadi batu2 kri-kil, beruntun jarinya menyelentik, satu persatu batu krikil itu laksana pelor bedil meleset terbang keatas puncak.

Disana ada enam tujuh Thaubak anak buah Hwi-Iiong to sedang sibuk menggelundungkan batu2 raksasa, mimpipun mereka tidak menyangka bahwa Liu Gooan-cong mampu menggunakan Tam-ci-sin-thong, menyelentik krikil keatas dari jarak yang begitu jauh.

Kecuali seorang yang cukup cerdik segera menjatuhkan diri menggelundung kearah balik gunung sebelah sana, yang lain sama tertutuk Hiat-tonya, satu persau jatuh menggelundung kebawah gunung mengikuti batu2 raksasa yang mereka jatuhkan sehingga badan hancur lebur tertindih batu.

Liu Goah-cong segera berseru mengancam: "Siapa berani menjatuhkan batu, batuku akan kutujukan kepada siapa!"

Kawanan rampok yang menjatuhkan batu dari atas kira2 ada ribuan banyaknya, betapapun Liu Goan-cong sebetulnya takkan mungkin bisa merobohkan mereka seluruhnya. Tapi mereka gentar dan ciut nyalinya oleh kehebatan kepandaiannya, separo diantaranya tak berani lagi mejatuhkan batu, Tak lama kemudian Hoa Kok-ham dan Hon-g-lay-mo-li masing2 sudah sempat menyerbu naik keatas serta mengusir mereka, sisa yang lain tak sempat lagi melemparkan batu, beramai2 mereka angkat langkah seribu.

Dengan bersorak sorai dan berteriak2 para orang2 gagah segera menyerbu kearah mulut lembah, dari gunung dibawah lembah, terjadilah pertempuran seru dan sengit.

Khing Ciau dan Cm Long-giokpun menggasak musuh berdampingan, Dengan memutar pedang sekencang kitiran Khing Ciau lindungi Sumoaynya. Begitu hujan batu mereda, matanya selingukan kesekelilingnya, banyak orang2 yang dikenalnya, namun tiada San San yang dicarinya.

"Mungkinkah San San tidak datang?" Cin Long giok merasa heran, "Musuh besarnya disini dia bertekad menuntut balas, pasti dia datang juga kemari."

"Aneh," timbrung Khing Ciau, "Lam-san-houpun tidak kelihatan muncul. Ai, Sat-lotoa entah kemana, kenapa tidak kelihatan bayangannya?"

Disaat mereka kebingungan itulah se-konyong2 terdengar suara gemuruh laksana gunung gugur tanah merekah yang menggoncangkan bumi di dalam lembah.

Ternyata Hwi-liong-to-cu memang sudah menyiap-kan tumpukan balok-balok besar yang tak terhitung banyaknya dimulut lembah, maka begitu orang2 yang terpendam dipuncak gunung memutuskan tautan talinya, ribuan batang balok2 raksasa seketika bergelundungan jauh kebawah, sekaligus menyumbat jalan keluar dimulut lembah yang sempit menyerupai bentuk terompet itu, Khing Ciau dan Cin Long- giok karena sedikit merandek tadi, kini mereka tertutup didalam lembah. Untuk keluar harus memanjat tebing kebalik gunung sebelah lagi, Tapi orang2 Hwi-liong-to berjaga2 dibenteng2 yang tersebar diatas puncak, diri dalam benteng melepas panas, maka bukan soal gampang untuk lolos memanjat gunung2.

Didalam suasana pertempuran yang kacau balau, masing2 hanya sempat pikirkan keselamatan sendiri, maka orang-orang gagah yang dipihak terancam bahaya menjadi banyak jatuh korban.

Untuk menduduki dan menggempur benteng2 itu, terang bukan soal gampang, yang terang harus mengorbankan banyak tenaga dan jiwa, Maka Liu Goan-cong segera berseru: "Suruh mereka mundur dulu dan berkumpul mari kita cari daya bersama."

Dari bawah sampai keatas ada orang bertempur dengan suara yang gegap gumpita, untuk mengumpulkan ribuan orang bukan soal mudah juga."

Dalam pada itu Khing Ciau dan Cin Long giok menerjang kembali kedalam kepungan musuh, kata Cin Long-giok: "Ciau- ko, coba kau lihat dibalik lekukan gunung sana, bukankah..."

"Siapa?" tanya Khing Ciau, dia sangka Cin Long-giok melihat San San, - Tiba2 didengarnya Cin Long-giok berteriak kaget: "ltulah siluman rase!"

Kini Khing Ciau juga sudah melihat jelas perempuan itu ternyata memang Jllian Ceng-poh, alias Giok-bin-yau-hou!

Kim Cau-gak terluka cukup parah, saat itu dia sudah lari kedalam sebuah benteng mengobati luka dalamnya, Jilian Ceng-poh ketinggalan dan masih berada dilamping gunung.

Melihat musuh pembunuh ayahnya Cin Long-giok kertak gigi, katanya: "Ciau-ko, hayo kejar dan adu jiwa sama dia!" "Dia ditempat jauh, mana kita bisa menyandak-nya? Terlalu bahaya kita mengejarnya kesana, Selama gunung masih menghijau. tak usah takut tak mendapat kayu bakar?"

Cin Long-giok jadi uring2an, disaat dia kebingungan tiba2 dilihatnya pula seorang gadis lain yang menenteng sebatang seruling berkelebat keluar dari balik gunung sana, maka keduanya kesamplok ditengah jalan

"Eh," Cin Long-giok bersuara heran "Bukankah gadis itu semalam yang menolong kami?"

"Benar," sahut Khing Ciau, "dla adalah adik siluman rase itu bernama Jilian Ceng-hun."

"Baiklah, kupandang muka adiknya, hari ini sementara kita berpeluk tangan tidak buat perhitungan sama dia."

Sementara itu, tiba2 Jilian Ceng-poh melihat seorang gadis yang berwajah mirip dirinya mendalangi dari depan, sekilas dia melengak, Jilian Ceng-hun sudah menyapanya lebh dulu "Cici, masih kau kenal adikmu? sungguh kasihan sejak kecil kita sudah mencarimu ke-mana2."

Seperti diketahui mereka tiga bersaudara adalah putri komandan Gi-lim-kun dari negeri Liau, tahun dimana negeri mereka dicaplok oleh kerajaan Kim. ayah mereka bersumpah sampai mati berbakti bagi negara, sebelumnya dia ungsikan keluarganya, seorang diri dia berjaga dan bertahan dikota raja sampai titik darah penghabisan, ibu mereka membawa mereka tiga saudara pulang kekampung halaman, ditengah jalan kebentrok dengan pasukan musuh, ditengah kekacauan itulah Jilian Ceng-poh anak sulungnya terpencar hilang.

Tahun itu Jilian Ceng-poh berusia tujuh tahun, Cen-g-hun lima tahun sedang Ceng-sia tiga tahun, Anak tujuh tahun sedikit banyak sudah tahu urusan, apalagi mereka tiga bersaudara satu sama lain hampir mirip, begitu melihat adiknya sebelum orang menyapa lebih dulu Jilian Ceng-poh sudah tahu bahwa orang adalah adiknya. Maka terbayanglah kejadian yang kacau balau pada masa kecil dulu, bagaimana akhirnya dirinya terpencar dengan ibu dan adik2nya.

Girang dan kaget pula Jilian Ceng-poh, katanya: "Hah, jadi kalian masih hidup! Kau Ji-moay atau Sam-moay? Mana ibu? Masih sehat2 saja beliau?"

"Aku adalah Ceng-hun, permulaan tahun ini beliau sudah wafat, sebelum ajalnya dia masih amat merindukan dirimu. Maka dia suruh aku dan Sam-moay untuk mencarimu sampai ketemu, Toaci, disini bukan tempat bicara, mari kau ikut aku, dibalik gunung itu, hayo lekas tinggalkan tempat ini."

Teringat akan ibu, lapat2 masih terbayang oleh Jilian Ceng- poh, betapa kasih sayang ibunda kepadanya dulu, terasa getir dan duka hatinya, katanya: "Aku tidak ikut berkabung bagi kematian beliau, sungguh harus disesalkan. untung sekarang aku sudah punya tempat berteduh, kaupun tak usah pergi, mari ikut aku saja!"

"Cici, kau punya tempat berteduh dimana?"

"Sekarang aku ini adalah seorang Cun-cu dari negeri Kim. kau tidak punya sanak tiada kadang, lebih baik ikut aku saja supaya bisa hidup senang dan ten-ftram," nadanya amat bangga akan kedudukan dan kemewahan dirinya.

Jilian Ceng-hun menghela napas, ujarnya: "Toaci, tahukah kau?"

"Tahu apa?" tanya Jilian Ceng-poh.

Belum habis dia bicara, tiba2 dilihatnya pula seorang gadis lain yang berwajah mirip dirinya juga muncul dari dalam hutan, katanya menyambung. "Bahwa ayah terbunuh mati oleh bangsa Kim. kau tahu tidak? Tapi kau rela angkat pembunuh ayahmu sebagai sandaran berbuat sewenang2 pula bagi mereka?" "Sam-moay, kaupun sudah tiba2," sapa Jilian Ceng-hun, "Ada persoalan marilah dibicarakan dengan baik2, terhadap Toaci jangan kau kurangajar."

Jilian Ceng-poh mengerut kening, katanya: "O, kau ini Ceng-sia Ayah sudah meninggal apa benar ucapanmu?

Darimana kau mendapat kabar ini?"

"Setelah kotaraja digempur dan bobol, seorang diri ayah mempertahankan diri sehari semalam, ratusan Busu negeri Kim dibasminya, sayang sekali seorang diri dia tak ungkulan melawan musuh yang banyak. akhirnya beliau mati dibawah hujan panah musuh." demikian Jilian Ceng-hun menjelaskan.

"Anak buah ayah ada yang berhasil lolos, membawa kabar ini ke desa tempat tinggal kita." Jilian Ceng-sia menambahkan. "Dikabarkan pula bahwa pemerintah Kim masih mengusut keluarga ayah, terpaksa kita melarikan diri keatas gunung, lima belas tahun kita hidup dialas pegunungan yang jauh dari keramaian."

Jilian Ceng-poh berkata: "Apa yang kutahu koh berlainan dengan kalian. Pada hari kota raja bobol dan diduduki musuh, ayah tahu Yang Maha Kuasa memang menghendaki negeri ini dibawah kekuasaan bangsa Kim, maka dia lantas menyerahkan kekuasaan militernya, secara suka rela untuk menjadi rakyat jelata saja. Malah dia dan menulis secarik maklumat bagi rakyat umumnya menganjurkan mereka hidup berdampingan secara damai saja, maklumat itu ada ditandai dengan cap kebesarannya. Hal ini aku sendiri melihat dengan mata kepalaku sendiri Raja negeri Kim malah memberi anugerah dan hadiah, tiada orang yang hendak menggerebek keluarganya."

Jilian Ceng-sia menjadi gusar, serunya: "Omong kosong belaka, anak buah ayah sendiri melihat jenazah ayah yang ditaburi anak panah yang tak terhitung banyaknya. Ayah adalah laki2 patriot bangsa yang sejati, memangnya sudi beliau menyerah kepada musuh?" Jilian Ceng-poh tertawa dingin, jengeknya: "Siapa tahu kalau orang yang memberi kabar itu seorang pembual dan memberi kabar bohong?"

"Tidak mungkin." sahut Jilian Ceng-sia tegas, "Dia adalah pembantu rumah tangga ayah yang paling setia dan sudah puluhan tahun berada di bawah pimpinannya."

"Tak perlu kalian berdebat" sela Jilian Ceng-hun. "Toa-ci, menurut apa yang kau uraikan. setelah negeri kita runtuh jadi ayah belum meninggal, malah mendapat anugrah dari raja Kim segala, Lalu selama ini apa kau pernah bertemu dengan beliau?"

"Setelah aku terpencar, ditengah jalan aku terkejar oleh pasukan negeri Kim, komandan pasukan ini adalah seorang pangeran dari negeri Kim, maka dia menerima aku dan dibawa pulang. Tiga bulan kemudian, aku ikut dia kembali kekota raja negeri kita, sayang sekali kabarnya ayah sudah wafat beberapa hari sebelum kedatanganku, tapi mereka ada membuka layon untuk memperlihatkan jenazah beliau kepadaku, memangnya bisa salah?"

Jilian Ceng-sia balas menjengek dingin: "Agaknya kau melihat setan disiang hari bolong!"

Mau tidak mau Jilian Ceng-nun menjadi curiga, katanya: "Hal itu amat disangsikan, apa benar kau melihat jelas, memang benar ayah adanya? Mengenai kegagahan ayah yang gugur dimedan laga demi membela negara, akupun pernah dengar cerita seorang pangeran.negeri Kim, apa yang dia ceritakan bahwasanya cocok dan persis dengan apa yang diceritakan oleh pembantu tua itu."

Jilian Ceng-poh kedip2kan mata, kaanya: "Pange-ran yang kau maksud tentunya adalah Bu-lim thian kiau Tam Ih-tiong. Tahukah kau bahwa dia punya ambisi hendak merebut tahta kerajaan yang berada ditangan raja sekarang?" "Dengan asal usul dan kedudukan Bu-lim-thian-kiau serta hubungan kekeluargaan mereka, aku percaya apa yang pernah dia ceritakan pasti bukan bualan belaka." demikian kata Jilian Ceng-hun, "Tapi hal ini tidak perlu diperdebatkan aku hanya ingin tanya kau. apa benar kau betul2 melihat jenazah ayah serta melihatnya dengan jelas?"

Karena penegasan ini Jilian Ceng-poh jadi ragu2 dan tak berani menjawab secara tegas, Maklumlah waktu itu dia baru berusia tujuh tahun, melihat orang membuka peti mati hatinya sudah takut, apa lagi di-rangsang bau busuk lagi sudah tentu tidak berani maju mendekat memeriksa dengan nyata. Maka dia hanya melongok sebentar saja dari kejauhan, memang Iapat2 sedikit mirip dengan ayahnya.

Jilian Ceng-sia memang dibekali otak yang cerdik, kini setelah dia tumbuh dewasa, lapat2 diapun sudah merasakan sedikit kecurigaan tapi dia sudah kemaruk kehidupan mewah dan pangkat tinggi, maka malas rasanya untuk mencari tahu hal ini secara mendalam. Kini setelah didesak oleh adiknya, mau tidak mau berpikir juga benaknya:

"Memangnya bukan soal sulit untuk mencari duplikat seperti ayah, bukankah aku pernah memalsu Cin Long-giok membasmi habis para Hwesio Thian-ling-si?"

Apa yang diduga Jilian Ceng-hun memang tidak meleset, berbagai siasat yang di atur oleh pihak pemerintah Kim memang ditujukan untuk menipu Cicinya, Bukan saja Jilian Ceng-poh ditipu mentah2, seluruh rakyat negeri Liaupun dikelabui.

Dalam waktu dekat sulit Jilian Ceng-poh memberi jawaban kepada adiknya, hatinya timbul tenggelam memikirkan berbagai persoalan, betapapun dia percaya akan ucapan adiknya, curiga bahwa negeri Kim yang membunuh ayahnya, tapi akhirnya dia berpikir: "Negeri Kim terlalu baik terhadap diriku, kini aku sebagai Cuncu, betapa agung dan tinggi kedudukan dan geng-siku? jikalau aku ikut kedua adikku hidup dalam pe-larikan, sungguh tidak berharga?"

Melihat sorot matanya yang tidak tenang, Jilian Ceng-hun menghela napas, katanya: "Cici, apa kau masih belum bisa berkeputusan?"

Jilian Ceng-poh menjawab: "Berkeputusan apa? jangan kata apa yang kau ketahui itu hanya merupakan suatu kecurigaan umpama benar ayah gugur di-medan Laga, menjadi korban ditengah peperangan adalah jamak, sekarang dunia berada dibawah kekuasaan pemerintah Kim, keruntuhan negeri Song sudah diambang pintu, kita kaum hawa memangnya harus bermusuhan dengannya? Kuharap kalian lebih baik ikut aku saja."

Diantara tiga bersaudara ini Jilian Ceng-sia memiliki watak paling keras, belum habis Jilian Ceng-poh bicara, dia sudah naik pitam, "Cis" dia berludah kepada Jilian Ceng-poh, makinya: "Kau. kau, kau, kata2 sekotor ini juga tega kau ucapkan? Kau pandang musuh sebagai bapakmu, kita tidak akan pandang tampangmu sebagai kakak lagi."

Pucat selebar muka Jilian Ceng-poh, dongkol gusar dan malu pula.

Lekas Jilian Ceng-hun memisah: "Sam-moay, jangan kau banyak cerewet" baru saja dia hendak membujuk lagi untuk yang terakhir kali kepada kakaknya, ternyata Jilian Ceng-sia sudah kertak gigi. katanya dingin: "Kau tidak pandang aku sebagai kakak, memangnya aku sudi punya adik seperti kau, Tapi, betapapun kita dilahirkan dari satu kandungan, kuberi peluang kepadamu, lekaslah kau menyinkir jauh2-"

"Aku minta kau melepaskan aku?" damrat Jilian Ceng-sia, "sekarang kau sudah dijadikan boneka negeri Kim sebagai Cuncu segala, aku tidak sudi terima kebaikanmu." "Apa yang kau inginkan?" seru Jilian Ceng-poh marah "Toaci," seru Jilian Ceng-hun, "kuharap kau berpikir dengan

kepala dingin, lekaslah kau memberikan pilihanmu antara

kemanusiaan dan kebinatangan! Sam-moay, jangan kau bicara begitu pedas, biar Toaci berkesempatan berpikir!"

"Aku tidak perlu berpikir segala..."

Tempat pembicaraan mereka ini berada disebuah lakukan gunung yang cukup berbahaya keadaannya, mereka tengah berdiri diatas sebuah batu cadas besar yang bentuknya seperti sebatang golok yang mencuat keluar dibawahnya adalah jurang yang dalam, karena letaknya yang berbahaya orang2 Hwi-liong-to tak ada yang berani mengundurkan diri dari tempat ini, maka sekian lama mereka bicara, namun tidak ada orang yang datang menggangggu.

Akan tetapi ada seseorang yang sedang memperhati percakapan mereka, baru saja Jilian Ceng-poh bicara, tiba2 didengarnya seseorang menyela dengan tertawa: "Jilian Cuncu, kenapa kalian bersaudara sedang bertengkar disini?"

Yang datang bukan lain adalah Liu Goan-ka. Diam2 mencelos hati Jilian Ceng-poh, batinnya:

"Untung.aku tadi tidak menerima ajakan mereka!" betapapun

hubungan sedarah daging masih melekat dalam sanubarinya, lekas dia memberi isyarat dengan kedipan mata, maksudnya supaya lekas mereka menyingkir.

Apakah Liu Goan-cong dapat pimpin orang2 gagah menjebol kepungan Hwi liong-to-cu dan kamrat2nya?

Dapatkah Khing Cau berdua menemukan San San? Apakah San San berhasil menuntut batas kepada Lam san-hou?

Siapakah sebenarnya pembunuh Ko-gwat Sian-su? Dapatkah Bu-Iim-thian-kiau membongkar kedoknya? (Bersambung ke bagian 27)
DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar