Pendekar Latah Bagian 01

 
Bagian 01

Menjelang musim semi didaerah Kanglam, hawa dan cuaca di sebelah utara sungai besar baru mulai berubah, maka banyaklah kaum pelancongan sama berdamawisata ketempat2 sejuk nan permai sebelum musim semi usai.

Demikianlah di Toa-bing-ouw yang terletak di selatan kota Kilam, dibawah kaki bukit Jian-hud-san, tidak sedikit kaum pelancongan sedang menghibur diri menghirup hawa segar menghabiskan waktu. Diantara sekian banyak orang2 yang mondar mandir terdapat seorang pemuda berusia likuran tahun sedang berlenggang sambil menggendong tangan, kepalanya celingukan kian kemari.

Hari masih sepagi itu, maka setelah sarapan pagi, pemuda ini menyewa sebuah perahu berkayuh ke tengah danau menuju ke seberang sana. Bangunan kelenteng dari buddha serta banyak tempat2 obyek turis di Jian-hud-san memang tidak sedikit jumlahnya, segalanya tumbuh serba alamiah sehingga keindahan alam disini jauh berlainan dengan tempat2 lain.

Pemuda ini bernama Khing Ciau, rumah tinggalnya berada di Siok-shia, kira2 seratus li dari Tiong-toh (Pakkhia), setelah Siok-shia terebut dan diduduki pasukan negeri Kim, ayahnya pernah menjabat kedudukkan cukup tinggi didalam pemerintahan. Bahwa ayah Khing Ciau terima memperbudak diri sebagai pemerintah kelas tinggi Kerajaan Kim, bahwasanya hanya sebagai kedok saja untuk menutupi rahasia pribadinya sebagai doble agent, sebagai patriot bangsa Han yang berjiwa luhur dan setia kepada negeri Song.

Agaknya kedatangan Khing Ciau di Toa-bing-ou bukan untuk bertamasya menghibur diri, karena dia sering menggosok2 kedua tangan dan celingukan kian kemari seperti sedang menunggu atau mencari sesuatu yang menggelisahkan hatinya.

Terbayang akan pengalaman hidupnya selama ini, sungguh hatinya dirundung kepedihan dan kerisauan yang tak terperikan, ibunya ajal secara penasaran dan tidak diketahui sebab musababnya, cuma dari tanda2 ibunya sendiri, yaitu putri pamannya yang bernama Cin Long-giok, berdasarkan bukti2 yang menurut keyakinannya tidak bisa disangkalnya lagi, maka dengan hati panas, ia luruk kerumah pamannya dan tanpa sadar ia kesalahan tangan membunuh pamannya Cin Jong. Lantaran kesalahan paham satu sama lain yang serba berbelit2 ini, Khing Ciau menjadi musuh adik iparnya Cin Long- giok yang sebenarnya adalah calon istrinya pula.

Didalam usaha penyelidikan menemukan jejak sipembunuh ibunya, berulang kali Khing Ciau mengalami ujian dan gemblengan yang hampir saja mencabut jiwanya, namun memperoleh rejeki pula yang tak ternilai besarnya, untunglah beberapa kali itu dia mendapat pertolongan dari seorang perempuan yang serba misterius asal usulnya, dan sekarang Khing Ciaapun sedang dalam perjalanan untuk menepati janji pertemuannya dengan perempuan penolong itu yang belakangan sudah sumpah setia sebagai kakak beradik dengan dia. perempuan berkepandaian silat tinggi itu bernama Lian Ceng-poh.

Disaat pikiran kusut dan mata celingukan kian kemari itulah, tiba2 didengarnya suara riak air yang tergayuh, sebuah sampan berlaju pesat disamping sana. Sekilas tampak oleh Khing Ciau bayangan seorang gadis yang sudah amat dikenalnya berada didalam sampan itu, hatinya mencelos, waktu ia tegasi, sampan itu sudah pergi jauh dan tak kelihatan bayangan orang itu.

Mau tidak mau Khing Ciau ber-tanya2 dalam hati: "Siapakah dia? Kenapa seperti sudah amat kukenal? Siapakah si dia?" tiba2 bayangan Lian Ceng-poh terbayang pula dikelopak matanya, itulah persoalan yang paling dia perhatikan untuk pertemuan nanti, tiada tempo dia pikirkan siapakah sebenarnya bayangan orang yang sudah amat dikenalnya tadi.

Setelah tiba diseberang Khing Ciau bayar ongkos perahu terus mendarat, waktu masih pagi, kira2 setengah jam menjelang tengah hari, untuk menghabiskan waktu Khing Ciau putar kayun tanpa tujuan berkeliling dari satu ketempat lain yang banyak dikunjungi pelancongan, akhirnya dia berhenti didepan sebuah gardu dimana banyak berjubel orang2 yang sedang mendengar dongeng yang dibawakan oleh seorang gadis jelita berusia tujuh belasan, mengisahkan Hong tin-sam- hiap yang kenamaan dijaman dynasti Tong, begitu asyik Khing Ciau mendengarkan petualangan Li Si-bin (akhirnya menjadi raja pendiri kerajaan Tong), Jan-bau-khek dan Ang-hud, pendekar perempuan pada jamannya dulu.

Begitu asyik Khing Ciau mendengarkan cerita yang dikisahkan oleh gadis pendongeng itu sehingga lupa waktu, kebetulan ia mendongak melihat cuaca, dilihatnya sang surya sudah bergantung ditengah angkasa, baru sekarang ia tersentak kaget akan waktu janji yang ditentukan ter-sipu2 ia rogoh keluar beberapa keping perak pecahan terus ditempat kebaki seorang Iaki2 yang kebetulan sedang menarik uang tontonan.

Dengan ter-gopoh2 Khing Ciau menuju ketempat tujuan, tak lama kemudian, sebuah kelenteng sudah kelihatan tak jauh didepan sana, Khing Ciau perlambat langkahnya, hatinya gundah dan jantung berdebur turun naik, semakin dekat ke tempat tujuan, hatinya semakin tidak tenteram, pikirnya: "Lian-cici percaya kepadaku, maka dia undang aku untuk bertemu disini, sebaliknya rahasia ini kubocorkan kepada musuh bebuyutannya, Hong-lay-mo-li memang orang dari kalangan pendekar menunjang kaum lemah, namun sikapnya terlalu sirik terhadap Lian-cici, Bukankah nanti diantara mereka nanti timbul perselisihan pula?

Ai, bagaimana kalau sampai mereka berkelahi? Bagaimana pula bila Hong-lai-mo-li melukai Lian-cici dan membuktikan bahwa dia memang musuh kita? Apakah selanjutnya hatiku bisa tentram?"

Semakin dipikir hatinya semakin gundah risau dan takut, pikirannya kalut. Akhirnya ia melangkah juga memasuki kelenteng itu.

Didalam kelenteng beberapa Tosu kecil sedang sibuk membakar kertas menunaikan tugas rutinnya, melihat kedatangan tamu, lekas salah satu maju menyambut, Khing Ciau keluarkan pecahan uangnya pula sebagai sumbangan beli minyak, katanya: "Aku sedang melancong didanau, ingin melihat2 pula kelenteng ini sembari istirahat Banyakah jemaah yang bersembahyang hari ini?"

"Tidak banyak," sahut Tosu kecil, "Paling hanya lima orang saja."

"Adakah diantaranya gadis remaja?"

Si Tosu heran dan melirik kepada Khing Ciau, merah muka Khing Ciau, lekas ia menambahkan: "Dia adalah Piauciku, diapun sedang melancong, sebelumnya janji untuk bertemu denganku disini."

Kata si Tosu sambil menuding kesatu arah: "Memang tadi ada seorang nona muda menuju ke Cui-sian-si entah apakah dia Piaucimu, Kembang sedang mekar disana, banyak pelancongan yang senang melihat kembang."

Setelah mengucapkan terima kasih Khing Ciau langsung melangkah ketempat yang ditunjuk, sudah jelas bahwa Lian Ceng-poh sudah datang, maka jantungnya berdebar semakin keras, langkahnya semakin cepat sebentar saja ia sudah memasuki sebuah taman kembang, tanaman kembang yang berada disini merupakan bunga2 pilihan yang jarang ada diluaran, namun tidak kelihatan bayangan orang disini.

Khing Ciau menenangkan nati, pikirnya: "Hong-lay-mo-li dan San San berjanji hendak bantu aku menyelesaikan pertikaian salah paham dan membeber kedok rahasia Lian Ceng-poh yang sebenarnya, entah mereka sudah datang belum?"

Dipojok taman kembang sana ada sebuah bangunan kuil kuno, sebuah papan besar yang tergantung diatas pintu bertulisan "Ko-cui-sian-si", dengan hati was2 Khing Ciau melangkah masuk ksdalam Cui-sian-si, matanya segera menjelajah keadaan sekelilingnya, bayangan Lian Ceng-poh tidak terlihat, hatinya jadi ragu2, baru saja dia hendak putar badan mencari ketempat lain, tiba2 dilihatnya ujung pakaian panjang yang menjuntai dibelakang tabir kain penutup patung pemujaan, serta didengarnya pula suara gelang gemerincing, setengah badan dari perawakan seorang gadis-pun sudah menonjol keluar, bisa dibayangkan lantaran badannya bergetar keras, gelang yang dipakainya sampai gemerincing.

Lekas Khing Ciau berteciak: "Lian-cici, aku disini!" belum lenyap suaranya terdengar jeritan seorang gadis yang memburu keluar, begitu melihat orang yang keluar ini, seketika Khing Ciau menjublek ditempatnya seperti patung, sesaat kemudian baru kuasa mengeluarkan suara: "Kau?"

Dengan napas memburu gadis itupun berseru dengan suara gemetar: "Kiranya memang kau!"

Gadis ini bukan lain adalah Piaumoay Khing Ciau atau calon istrinya yaitu Cia Long-giok. Ditengah jalan tadi Khing Ciau melihat bayangan punggungnya, sejak tadi ia sudah ber- tanya2 dan curigai Siapa tahu kejadian justru amat kebetulan, sekarang kenyataan pula yang berada dihadapannya adalah gadis yang pernah dia cintai, namun amat dibencinya pula, ini bukan mimpi.

Dipihak lain, hati Cin Long giok seperti diiris2 dan tertusuk sembilu setelah jeritannya tadi, pikiran kedua pihak sama kalut dan hambar, tak tahu apa yang harus dilakukan, Bagi Khing Ciau, Cin Long-giok adalah pembunuh ibunya, bagi Cin Long- giok Khing Ciau adalah pembunuh ayahnya, kini diketahui pula orang tidak kenal budi dan tidak setia, sakit hati lama ditambah dendam baru.

Sesaat ia bingung, apa yang harus dia lakukan? Karena pertemuan ini memang amat diluar dugaan keduanya sama berpandangan sekian lama tanpa bergerak.

Teringat oleh Khing Ciau tentang tugas rahasia dirinya yang hanya diketahui oleh Piaumoaynya bocor sehingga ia disergap oleh sekawanan Busu negeri Kim, setiba dirumah didapatinya pula, ibundanya sudah meninggal dengan badan kaku dan mengulum senyum Iebar, dari tanda2 kematiannya ini jelas ibunya tertutuk Siau-yau-hiat dibagian pinggangnya, dan tutukan kejam ini hanya dipelajari oleh keluarga Piaumoaynya saja, kepandaian ibunya cukup tinggi meski kedua kakinya tanpa daksa setelah Cau-hwe-jip-mo dalam melatih Lwekangnya, yakin hanya sang Piaumoay saja yang bisa mendekati badannya dan menutuknya secara mendadak.

Kalau tidak masakah ibunya yang berkepandaian sedemikian tinggi begitu gampang kena dibokong?

Terbayang pula olehnya cara bagaimana dia meluruk kerumah Piaumoaynya serta melabraknya dengan sengit, untunglah sebelum ia bertindak lebih jauh, tiba2 sebuah suara serak membentak:

"Berhenti!" ternyata ayah Cin Long-giok yaitu Cin Jong keluar dan kebetulan melihat Khing Ciau menggampar putrinya, keruan bukan kepalang gusarnya. Tanyanya mendelik: "Cau-tit, kenapa kau pukul Piaumoaymu, masih ada aku dalam pandanganmu?"

Kalau dalam keadaan biasa, mungkin Khing Ciau sudah ketakutan karena bentakan ini namun dendam sakit hati sudah menghayati sanubarinya, segera ia memapak maju serta balas melotot, sahutnya dengan suara serak: "Aku kenal kau, Cin Jong, aku kenal kau!"

Mendengar Khing Ciau langsung memanggil nama-nya, semakin berkobar amarah Cin Jong, bentaknya: "Binatang, kau kenal apa?"

"Aku kenal kau manusia tamak yang tak tahu budi kebaikan, bangsat tua yang menjual diri demi kepentingan anjing Kim, terkutuk kau!" "Binatang, tutup mulutmu!" damprat Cin Jong sambil layangkan tapak tangannya, dengan keras muka Khing Ciau tergampar seningga tusukan pedangnya menceng.

Kedua orang sama2 dirasuk kemarahan dan dendam kesumat maka gerak gerik mereka tak kenal kasihan pula, sudah tentu kepandaian Khing Ciau jauh bukan ungkulan, apalagi ilmu pedangnya dia pelajari dari pamannya ini pula, sudah tentu takkan mampu melawannya.

Se-konyong2 Cin Jong membentak: "Lepas pedang!" cepat sekali tangannya sudah berhasil menyanggah sikut Khing Ciau, jari tangan kiripun sudah mengkait gelang2 kecil diujung gagang pedang Khing Ciau.

Menurut biasanya, betapa tinggi Lwekang Cin Jong, apalagi dia sudah berhasil mengkait gagang pedang, sikut Khing Ciau tersanggah pula sehingga tenaga sudah tidak mampu dikerahkan untuk merebut pedang-nya, segampang membelikan tangan Cin Jong.

Tapi pada detik yang menentukan itulah, se-konyong2 Hean-tiau-hiat didengkul Cin Jong mendadak terasa linu kemeng, seketika sekujur badan lemas lunglai, karuan kaki tak kuat menyanggah badan dan tersungkur maju kedepan.

Padahal ujung pedang Khing Ciau memang tertuju kedepan, karena kehilangan keseimbangan badan-nya, berat badan Cin Jong jadi doyong kedepan dan kebetulan memapak keujung pedang Khing Ciau yang tersurung kedepan, maka terdengar Cin Jong menjerit memilukan seraya berteriak:

"Kau, kau sungguh kejam!" - ditengah kejut dan herannya, tampak oleh Khing Ciau tahu2 pamannya sudah mandi darah tertembus oleh pedangnya, keruan seketika iapun menjublek tak bergerak.

Waktu ia cabut pedangnya dilihatnya Cin Long-giok sudah menubruk dan memeluk badan ayahnya sambil tangis gerung2 dan sesambatan, Namun ayahnya sudah ajal. Mimik tangis Cin Long-giok waktu itu tak jauh berbeda dengan mimik mukanya sekarang ini, Khing Ciau ber-tanya2: "Apakah bertemu secara kebetulan. Atau sebelumnya dia sudah tahu bahwa aku memang hendak kemari? Kenapa Lian- cici tidak datang?"

Sementara Cin Long-giok membatin: "Ternyata memang dia, ditempat ini dia janji bertemu dengan seorang perempuan! setelah membunuh ayah, begitu berpisah dengan aku lantas lupa sama sekali, orang yang tidak setia dan tak berbudi ini, masa aku tetap anggap dia sebagai Piaukoku?"

Sejak peristiwa yang mengenaskan tempo hari, perasaan kedua orang sama gejolak dan dirundung kepedihan disamping pandang orang sebagai musuh, namun hubungan cinta masa lalu tak mudah terlupakan begitu saja, karena perasaan serba kontras ini, maka kedua pihak sedapat mungkin menekan luka2 hatinya yang sudah terbenam, berusaha menghindari pertemuan untuk mengaburkan bayangan pujaan hati yang melekat dalam sanubarinya selama ini.

Khing Ciau cukup terlatih sikapnya rada tenang, sebaliknya Cin Long-giok tak kuasa mengendalikan rasa derita yang dialaminya selama ini, pikirannya sudah dihayati balas dendam yang membara, akhirnya dia nekad dan berteriak: "Khing Ciau, biar hari ini aku adu jiwa dengan kau!"

"Tring" sebatang Toh-kut-ting tahu2 melesat keluar, jarak kedua orang sedemikian dekat, Khing Ciau dalam keadaan bingung lagi, terang dadanya takkan luput dari samberan senjata rahasia ini, Maka terdengar "Tring" sekali pula, angin menyambar lewat.

Toh-kut-ting tadi melesat miring dari depan dada Khing Ciau, tanpa menyentuh badan-nya. Ternyata disaat menyambitkan senjata rahasianya ini, betapapun hati Cin Long-giok tidak tega sehingga timpukannya menceng. Khing Ciau tak tahan lagi, teriaknya: "Long-giok, bisakah kami bicara sekali lagi?"

Cin Long-giok menghela napas panjang, ujarnya: "Baik, biar kusempurnakan keinginan hatimu!" tapak tangan Cin Long-giok masih menggenggam sebatang Toh-kut-ting, sembari bicara tapak tangannya sudah ia tepukan kedada sendiri, ujung Toh-kut-ting tepat mengarah Hian-ki-hiat didadanya.

Disaat jiwa terancam bahaya inilah tiba2 terdengar "Tring" Toh-kut-ting ditapak tangan Cin Long-giok terlepas.

"Lepaskan, lepaskan!" teriak Cin Long-giok me-ronta2, "Aku mati bukankah memenuhi keinginanmu? Kenapa kau halangi aku mati?" tapi mana Khing Ciau mau melepasnya lagi?

Didalam pelukan kedua tangan Khing Ciau yang kokoh kuat, betapa kusut dan derita hatinya, namun terasa amat nyaman pula sehingga kaki tangan terasa lemas, badannya lunglai rebah dalam pelukan Khing Ciau.

Se-konyong2 didengarnya seorang berkata: Nona Cin, tak perlu kau menempuh jalan pendek, Menurut aku, kau kena ditipu orang saja." kumandang suaranya, bayangan orang pun berkelebat melompat turun dari atap rumah, tahu2 disamping mereka tambah dua orang, mereka adalah Hong-lay-mo-li dan San San.

Ternyata sejak tadi Hong-lay-mo-li berdua sudah tiba dan sembunyi diatas genteng, jiwa Cin Long-giokpun berhasil tertolong oleh Hong-lay-mo-li yang menimpuk jatuh Toh-kut- tingnya tadi dengan seutas ujung kebutannya. Tapi Cin Long- giok tidak tahu, ia kira Khing Ciau yang melakukan.

Khing Ciau sudah tahu Hong-Iay-mo-ki berjanji hendak datang, maka ia tidak perlu heran, cuma mukanya jengah karena dia peluk Cin Long-giok sedemikian kencang, sebaliknya Cin Long-giok amat kaget dan heran, pikirnya: "Siapakah perempuan ini? darimana dia tahu aku she Cin? Kenapa dikatakan aku tertipu, apa sih maksudnya?" mendadak ia sadar dirinya dalam pelukan Khing Ciau, lekas ia meronta, kebetulan Khing Ciau lepas tangan sehingga badannya terhuyung kehilangan keimbangan badan, lekas Hong-lay-mo- li maju memapahnya.

Dalam pada itu San San sudah jemput Toh-kut-ting itu, diangsurkan kehadapan Hong-lay-mo-li katanya. "Coba lihat, inilah Toh-kut-ting yang dilumuri racun berbisa yang amat jahat dan menyumbat tenggorokan begitu kena darah."

"Aku tahu," Hong-lay-mo-li hanya mengerling sebentar "Siluman rase yang kejam!"

"Siluman rase itu tidak datang, dia ini sebagai wakilnya!" jengek San San dingin, ia anggap Cin Long-giok sebagai komplotan siluman rase itu.

"Dalam hal ini pasti ada latar belakangnya, kau tak usah gelisah, hari ini persoalan harus dapat kami bikin jelas." ujar Hong-lay-mo-li lalu ia ambil Toh-kut-ting itu dan diacungkan didepan mata Cin Long-giok, tanyanya dengan suara halus lembut:

"Siapa kau? Kenapa kau gunakan senjata rahasia sejahat ini untuk mencelakai jiwa Khing Ciau?"

Cin Long-giok tertawa dingin, jengeknya: "Begini besar perhatianmu kepadanya, tentu hubunganmu amat intim sama dia? Hm, Hm, kenapa tidak kau tanya dia? Tanyalah, kenapa aku harus membunuhnya? Tanya-kan, aku yang keji atau dia yang kejam?"

Hong-lay-mo-li tiba2 tertawa, ujarnya: "San San, masakah kau tidak melihat sambitan Toh-kut-tingnya tadi sengaja dia bikin menceng? Agaknya, semula dia memang hendak membunuh Khing Ciau, tapi akhirnya tak kuasa mengeraskan hati. Dia berusaha bunuh diri itulah maksud yang sebenarnya." Timbul curiga San San, tanyanya: "Khing Ciau, kau sudah kenal dia, pernah apa dia dengan kau?"

"Dulu aku tahu siapa dia, sekarang aku tidak tahu lagi, jangan kau tanya lagi, hatiku amat sedih."

Berkata Hong-lay-mo-li dengan lembut: "Nona, maukah kau dengar beberapa patah kata2ku?"

"Aku terjatuh ditangan kalian, mau bunuh atau mau sembeleh, silakan lakukan, kalau kau hendak me-ngompes keteranganku jangan harap." jengek Cin Long-giok dingin.

Hong-lay-mo-li tersenyum, katanya: " sebetulnya aku sudah tahu siapa kau, kau adalah putri Kim-kong-jiu Cin Jong!"

Cin Long-iok membatin: "Kau kenal baik dengan Khing Ciau, kenapa heran tahu namaku." tiba2 terdengar San San menjerit, serunya: "Apa, jadi dia ini putri Jin Jong?"

Berkata pula Hong-lay-mo-li: "Aku masih tahu, sebelum ayahmu terbunuh oleh musuh, beliau pernah menerima sepucuk surat, surat kiriman Li-cecu dari Tong-pek-san, Li- cecu adalah salah satu pemimpin laskar rakyat yang melawan pemerintah Kim."

Bukan kepalang kaget Cin Long-giok mendengar penjelasan ini, pikirnya: "Rahasia ini Khing Ciau sendiri belum tahu menahu, darimana dia bisa tahu?"

Berkata pula Hong-lay-mo-li: "Tahukah kau siapa yang suruh Li-cecu kirim surat kepada ayahmu?" sebetulnya Cin Long-giok sudah bertekad tidak mau menjawab segala pertanyaannya, kini tak tahan ia balas bertanya malah: "Memangnya kau?"

Hong-lay-mo-li manggut2 ujarnya: "Benar, ayahmu adalah sahabat baik guruku, aku tahu betul karakter ayahmu, Li-cecu mencari seorang pembantu, aku teringat kepada ayahmu, Li- cecu bilang diapun kenal cukup baik dengan ayahmu cuma tidak tahu dimana tempat tinggalnya. Kebetulan anak buahku sudah berhasil mencari tahu alamat tinggal ayahmu, maka kuberi anjuran kepada Li-cecu menulis suratnya itu. Kalau kau tidak percaya, aku bisa bacakan apa yang tertulis dalam surat itu."

Lalu ia membaca diluar kepala apa yang tertulis didalam surat itu, kecuali beberapa huruf yang berlainan, maksudnya terang benar dan sama, keruan Cin Long-giok melongo dibuatnya.

Berkata Hong-lay-mo-li lebih lanjut: "Tidak lama setelah pengantar surat itu pergi, datang pula dua perwira kerajaan Kim kerumahmu, benar tidak?"

"Ya, ada kejadian itu, kaupun tahu?"

"Ditengah jalan pengantar surat He bertemu dengan kedua perwira itu, dia amat kuatir, lalu putar balik, tidak lama kedua perwira itu berada di rumah-mu, setelah meninggalkan kado terus minta diri Barulah sipengantar surat pergi dengan lega hati, Apa pula yang terjadi dengan kedua perwira itu?"

"Kedua perwira itu adalah anggota pasukan Bhayangkari pelindung raja Kim, mereka mengundang ayah keluar menjabat pangkat, entah bagaimana mereka bisa tahu bahwa ayah adalah Kim-hong-jiu yang kenamaan didunia persilatan dulu, minta supaya ayah sudi menjadi pelatih dari barisan

Kim-wi-kun. Kuatir bila ditolak seketika bisa menimbulkan huru hara, maka ayah pura2 menerima dan minta peluang untuk pikir2 dulu, kado diterimanya pula. Hari kedua ayah lantas suruh Suko bawa semua kado2 itu dibagikan kepada penduduk kampung."

"Malam itu pernahkah kau keluar meninggalkan rumah?" tanya Hong-lay-mo-li.

"Malam itu aku berunding dengan ayah akan tindakkan kami selanjutnya, semalam suntuk tidak sempat tidur." "Jadi selangkahpun kau tidak meninggalkan rumah?" "Malam itu ayah berkeputusan besok pagi2 kami akan

berangkat ketempat yang jauh, maka segala persiapan segera

kami lakukan, mana senggang meninggalkan rumah, Eh, siapa kau? Kenapa kau tanyakan ini semua?"

"Siapa aku, sebentar kau akan tahu. Kutanyakan hal ini, karena pada malam itu juga dikota Siok-ciu terjadi suatu peristiwa besar, apa kau tahu?"

"Peristiwa besar apa, sedikitpun aku tidak tahu." sahut Cin Long-giok hambar.

Memang Cin Long-giok tidak tahu peristiwa besar apa yang dimaksud oleh Hong-lay-mo-li, sebaliknya Khing Ciau maklum, yang dimaksud adalah kejadian yang menimpa keluarganya ibu dan semua pembantu rumah tangganya, tiga orang dibunuh secara menggelap Ong An dan Siau-hiang, pembantu ibunya terkena Toh-kut-ting, ibunya tertutuk Siau-yau-hiat sehingga napas putus jiwa melayang, disusul pasukan negeri K:m meluruk kerumahnya hendak menangkap dirinya, beruntung dia mendapat bantuan Lian Ceng-poh, barulah jiwanya selamat dari mara-bahaya.

Toh-kut ting adalah senjata rahasia tunggal dari keluarga Cin, tutukan telak yang mengarah Siau-yau-hiat merupakan ilmu tutuk tunggal dari keluarga Cin pula, malah menurut cerita Lian Ceng-poh, waktu dia tiba dirumahnya, ada melihat bayangan seorang gadis menyelinap keluar lari dari rumahnya, dari gambaran yang dilukiskan oleh Lian Ceng-poh, terang sekali mirip benar dengan Cm Long-giok.

Oleh karena itu Khing Ciau berkukuh pendapat bahwa pembunuh ibu dan kedua pembantu rumah tangganya terang adalah sang Piaumoay.

Namun setelah mendengarkan jawaban Cin Long-giok pada pertanyaan Hong-lay-mo-li, pendapat kukuh dan bukti2 yang dilihatnya itu seketika goyah dan terpecahkan semuanya, segala pertanyaan dan lika liku kejadian yang serba rumit ini sekarang mendadak terbongkar semua, tanpa terasa bergejolak jantungnya, pikirnya:

"Tak heran Piaumoay hari itu ingkar janji, ternyata semalam sebelumnya rumahnya sudah terjadi berbagai peristiwa, Merekapun hendak meninggalkan rumah pergi ketempat yang jauh, semalam suntuk tidak meninggalkan rumah, jadi pembunuh ibuku tentulah bukan dia?"

Setelah gejala2 satu dicocokan dengan yang lain-nya, persoalan menjadi semakin terang, dan mau tidak mau Khing Ciau mulai sadar akan keteledorannya, seketika hatinya hambar, tiba2 ia teringat: "Kalau demikian paman tidak mau diperbudak oleh kerajaan Kim, malah dia seorang patriot bangsa yang perwira. Ah, memang aku salah membunuhnya?"

Terdengar Hong-lay-mo-li bertanya pula: "Nona Cin, masih ada sebuah hal yang belum kumengerti, siapakah sebetulnya pembunuh ayahmu?"

Cin Long-giok sesenggukan, tiba2 ia tuding Khing Ciau: "Dia itulah!" hampir dalam waktu yang sama, Khing Ciau mendadak tersentak sadar, serunya keras: "Aku inilah." tiba2 ia mencabut pedang, teriaknya: "Kaumoay, memang aku yang salah, aku berdosa terhadap paman, bersalah terhadapmu lagi!" pedang terangkat terus hendak gorok leher sendiri

"Tang!" sekali gunakan kebutannya Hong-lay-mo-li pukul jatuh pedang Khing Ciau katanya: "Kalian sama2 salah duga, pembunuh ayahmu terang bukan Khing Ciau."

Dengan tertegun Cin Long-giok pandang Hong-lay-mo-li, batinnya: "Aku sendiri menyaksikan dengan mata kepalaku, kenapa dikata bukan dia?" tapi dalam hati memang dia mengharap bukan Khing Ciau, maka tidak segera ia mendebat, ia harap Hong-lay-mo-li bisa memberikan penjelasan.

Adalah Khing Ciau sudah ribut seperti kemasukan setan, teriaknya: "Bunuh orang menebus jiwa, akulah pembunuhnya, akulah pembunuhnya, aku salah bunuh orang, biar kutebus dengan darahku baru bisa mencuci dosaku."

"Tenangkan dulu hatimu, masih ada sebuah pertanyaanku!" kata Hong-lay-mo-li.

Lekas San San pegang kencang tangan Khing Ciau, bujuknya lirih: "Dengarlah petunjuk dan penjelasan Liu-cici saja!"

"Bagaimana kepandaian silatmu dibanding dengan pamanmu ?"

"Terpaut jauh sekali!"

"Lalu cara bagaimana kau bisa membunuhnya? Tempo hari kau pernah cerita kepadaku bahwa kau pernah membunuh Cin Jong, waktu itu sudah timbul curigaku, Cuma waktu itu kau tidak jelaskan bahwa Cin Jong adalah pamanmu, tidak kau jelaskan pula seluk beluk sebanyak ini, sekarang bukan saja aku sudah yakin bukan kau pembunuhnya, malah bukan mustahil aku bisa wakilkan kalian mencari si pembunuh tulen itu! Coba kau tuturkan sejelasnya pertarunganmu waktu itu."

Khing Ciau masih ragu2, katanya: "Hmu silatku jelas bukan tandingan paman, tapi kenyataan dia ter-hunjam mati diujung pedangku, Karena waktu itu beliau hendak merebut pedangku dan kebetulan ketumbuk pada ujung pedangku."

"Jurus apa yang dia lancarkan waktu itu?" "Aku lupa dan tak ingat lagi."

"Aku masih ingat," sela Cin Long-giok. "Ayah waktu itu melancarkan sejurus Hud-hun-jiu, jari2nya sudah berhasil menggaet gagang pedangnya!"

Berkata Hong-lay-mo-li kepada Khing Ciau: "Lalu jurus apa yang kau gunakan waktu itu, tentunya kau masih ingat bukan?" "Waktu itu aku menggunakan jurus Ci-ko-ngo-wi."

Sesaat lamanya Hong-lay-mo-li tenggelam dalam pikirannya, katanya kemudian: "Disitulah letak titik kelemahannya."

Hong-lay-mo-li jembut pedang Khing Ciau diserahkan kepada San San, katanya: "Mainkan sejurus Ci-ko-ngo-wi." lalu ia bertanya kepada Khing Ciau: "Ci-ko-ngo-wi adalah ilmu pedang pertahan untuk melindungi badan, tidak bisa untuk melukai musuh, betul tidak?" 

"Ya, waktu itu aku sudah terkepung oleh bayangan tapak tangan paman, hanya mampu membela diri, tak mampu balas menyerang."

"Bagus, coba kau lihat," seru Hong-lay-mo-li, tapak tangannya menepuk kedepan, lekas San San melintangkan pedang mematahkan serangan ini, tapi tangan kanan Hong- lay-mo-li tahu2 sudah menyanggah dibawah sikutnya, sementara jari kelingking tangan kiripun sudah menggaet gelang pedang.

Sampai disini Hong-lay-mo-li berhenti pertahankan gaya masing2, tanyanya berpaling kepada Cin Long-giok: "Jurus Hud-hun-jiu yang kupakai ini benar atau tidak?"

Cin Long-giok amat kagum, katanya: "Sedikitpun tidak salah, itulah ajaran Toa-kim-na-jiu warisan keluarga kami, namun kau bisa main lebih bagus dari ayah."

Berkata Hong-lay-mo-li: "Tujuan penggunaan Hud-hun-jiu ini adalah merebut pedang lawan, sekarang aku sudah berhasil menggantol gelang pedangnya, mengikuti gerakan ini, seharusnya aku menarik mundur ke belakang, berat badan terletak diatas tubuh, demikian juga bagian pinggang terdoyong kebelakang, benar tidak? "Kau memang seorang ahli silat, intisari dari Kim-na-jiu, ini, kau lebih jelas dari aku." puji Cin Long-giok.

"Tapi ayahmu waktu itu tidak seperti ini, menurut penjelasan Khing Ciau, badannya malah menumbuk keujung pedang Khing Ciau, kalau demikian berarti badannya tersungkur maju kedepan dan bukan terjengkang kebelakang."

"Benar!" seru Khing Ciau tak sadar, "Waktu ttu memang begitulah terjadinya."

"Apakah kejadian itu tidak aneh? Gerakan Hud-hun-jiu adalah mendongak kebelakang, kenapa dia terdorong maju kedepan malah?"

Cin Long-giok terlongong, mulutnya menggumam: "Ya, memang aneh kenapa bisa begitu?"

"Menurut dugaanku," ujar Hong-lay-mo-li lebih lanjut, "Pasti karena ada seorang tokoh kosen sembunyi tak jauh dari tempat pertempuran, dialah yang membuat gara2 secara menggelap."

Tanpa janji Khing Ciau dan Cin Long-giok berseru tanya bersama: "Gara bagaimana membuat gara?"

"Nona Cin," ujar Hong lay-mo-li menghela napas: "Kelak bila kau memeriksa jenazah ayahmu, coba kau

perhatikan, aku berani pastikan, pada Hoan-tiau-hiat

didengkul ayahmu tentu dapat kau ketemukan sebatang Bwe- hoa-ciam. Karena Hoan-tiau-hiat tersambit Bwe-hoa-ciam sehingga dengkulnya linu lemas, tanpa kuasa badannya lantas tersungkur kedepan."

Cin Long-giok terlongong seperti patung, sesaat kemudian baru menjerit tangis dengan pilu: "Ciau-ko, akulah yang menyalahkan kau, kau tidak membunuh ayahku." "Giok-moay, akupun tidak pantas salahkan kau, kau tidak membunuh ibuku."

Keduanya sama berlinang air mata dan pandangan-pun ber-kaca2, tanpa terasa keduanya saling ulur tangan dan genggam menggeggam dengan kencang.

Tiba2 Cin Long-giok kipatkan tangan Khing Ciau terus berlutut dan menyembah kepada Hong-lay-mo-li, lekas Hong- lay-mo-li kebaskan lengan bajunya, terasa segulung tenaga menahan pundaknya sehingga Cin Long-giok berangkat naik tidak jadi berlutut

Kata Hong-lay-mo-li: "Kau ada omongan apa silakan katakan saja, mana boleh aku menerima penghormatan sebesar ini."

Dari panggilan Khing Ciau tadi Cin Long-giok sudah tahu she Hong-lay-mo-li, segera katanya: "Liu-li-hiap, kau berhasil memeriksa keadaan sebenarnya, tentulah sudah tahu siapakah pembunuh ayahku, mohon kau suka memberi petunjuk, biar kutahu nama musuh, aku dan ayah dialam baka tentu amat berterima kasih kepadamu."

"Ayahmu adalah angkatan tuaku, musuh besarmu adalah musuhku pula, Nona Cin, biar kutanya dulu beberapa hal kepadamu, coba biar cocokan apa rekaanku benar."

Melihat orang begitu yakin dan punya pegangan, maka Cin Long giok manggut dan pasang kuping dengan perhatian.

Berkata Hong-lay-mo-li: "Setelah mengalami peristiwa itu, kau langsung menuju ke Thian-ling-si, benar tidak?"

"Benar, pengurus tua dari Thian-ling-si adalah sahabat kental ayahku. Dalam surat Li-cecu ada berpesan supaya ayah menunggu di Thian-ling-ci dan akan dijemput anak buahnya disana, Tapi aku sendiri sih belum pernah ke Thian-ling-si ." "ltulah karena ditengah jalan kau bertemu dengan seorang perempuan, dia pura2 jadi begal hendak merampas barang2mu, paksa kau menggunakan Toh-kut-ting, lalu memberitahu kepadamu bahwa para Hwesio di Thian-ling-si sudah terbunuh orang, suruh kau lekas pergi kelain tempat saja, bukan?"

"Sedikitpun tidak salah, darimana kau bisa tahu?" tanya Cin Long-giok heran, "Waktu itu aku percaya akan obrolannya, karena ilmu silatnya jauh lebih tinggi dari aku, mau bunuh aku segampang dia membalikkan tangan, buat apa dia ngapusi aku, Liu Lihiap, apakah oborolannya itu bohong belaka?"

"Obrolannya sediktipun tidak salah, Tahukah kau siapa dia?

Dia adalah seorang pembantuku"

"Waktu itu dia agaknya ter-gesa2, tidak sempat memberi keterangan kepadaku, Kenapa dia bujuk aku supaya lekas pergi? Kenapa pula menyamar begal hendak merampok aku? Liu-cici, dapatkah kau membongkar semua kecurigaanku ini?"

"ltulah karena ada orang menyaru dirimu membakar habis Thian-ling-si menjadi puing yang rata dengan bumi, para Hwesio penghuninya dibunuh semua, Setelah pelayanku itu paksa kau menggunakan Toh-kut-ting baru tahu bahwa kau bukan pembunuh sebenar-nya."

Kejadian ini Khing Ciau sudah pernah dengar dari perdebatan Hong-lay-mo-li melawan Lian Ceng-poh dan menyuruh pelayannya itu menjadi saksi. Masih segar dalam ingatan Khing Ciau, malam itu tanggal lima belas, rembulan sedang bundar memancarkan cahayanya yang sejuk dan terang benderang menerangi alam sejagad.

Waktu itu dirinya masih bergaul intim dengan Lian Ceng- poh yang belakangan baru dia ketahui adalah kepala dari gabungan berbagai golongan perampok, karena beberapa anak buahnya dihina dan dilukai oleh Hong-lay-mo-li terpaksa mereka berombongan meluruk ke Thian-ling-si sesuai tantangan Hong-lay-mo-li.

Karena bulan purnama keadaan sekitar Thian-ling-si yang sudah jadi puing2 itu terang benderang. Tepat pada tengah malam, tiba2 terdengar suitan panjang melengking mengalun tinggi menembus angkasa, semula kedengaran masih jauh, sekejap saja sudah berada didalam hutan.

Tampak sebarisan gadis remaja, empat orang terdepan masing2 memegang kebutan bergagang batu pualam, empat orang dibelakang membawa sebuah lampion merah, delapan orang terbagi dua baris mengiringi seorang gadis cantik laksana bidadari yang turun dari Kahyangan, pelan2 mereka beranjak keluar dari hutan.

Lian Ceng-poh sebenarnya terhitung gadis cantik rupawan yang menggiurkan, tapi di banding dengan gadis yang baru datang ini, terang sekali jauh perbedaannya, laksana bintang dengan rembulan, Khing Ciau tahu bahwa gadis ini tentulah Hong-lay-mo-li yang telengas dan gapah tangan itu, tapi menghadapi keagungan dan kecantikannya yang rupawan: diam2 hatinyapun terpesona, diam2 ia memuji dalam hati: "Gadis cantik laksana bidadari!"

Gadis itu tertawa cekikian merdu sapanya: "Giok-bin-yau- hou, terhitung besar nyalimu, datang tepat sebelum waktunya. Kawanan anjing rombongan rase anak buahmu sudah datang seluruhnya belum?"

Kalau anak buah Lian Ceng-poh tidak berani bercuit, sebaliknya Khing Ciau merasa uring2an, batin-nya: "Lian-ciciku seperti kau pula sebagai pentolan perampok, namun perampok yang berjiwa luhur dan berbudi kepada sesamanya. Kau berani memakinya sebagai Giok-bin yau-hou (siluman rase bermuka kemala), sontoloyo benar!"

Tiba2 didengarnya seseorang membentak keras: "Keparat, kau perempuan siluman ini berani maki orang, rasakan cambukku!" seorang laki2 kekar berpakaian kuning tahu2 menerjang keluar sembari ayun seutas cambuk panjang satu tombak lebih, cambuknya melingkar-lingkar ditengah udara mengeluarkan deru angin keras menyambar kearah Hong-lay- mo-li Liu Jing-yau.

"Kembali!" teriak Lian Ceng-poh dengan mengerut kening.

Tapi belum lagi mulutnya tertutup seorang dayang dalam barisan Liu Jing-yau sudah menghardik "Perampok anjing, cari mampus kau!" dasar laki2 itu memang orang berangasan, ia menerjang dengan bernafsu lagi, mana kuasa menghentikan aksi-iiya, "Sret" cambuknya dengan telak melecut diatas badan dayang Hong-lay-mo-li itu.

Tiba2 terdengar suara gedebukan, seseorang tersengkelit jungkir-balik, waktu semua orang melihat tegas, kiranya laki2 itu sudah terjungkal roboh, cambuknya terbang ketengah udara.

Keruan tersirap darah Khing Ciau, ia tahu dalam ilmu silat ada semacam ilmu yang dinamakan Can-ih-cap-pwe-thiat, dulu ayahnya pernah ajarkan ilmu ini, lantaran Lwekang sendiri belum memadai, sehingga belum mampu ia menggunakan ilmu ini.

Dayang ini menggunakan Can-ih-cap-pwe-thiat dari Lwekang tingkat tinggi, dayangnya saja sudah sedemikian lihay, dapatlah dibayangkan betapa tinggi kepandaian majikannya. Saking kagetnya, diam2 Khing Ciau merasa kuatir bagi keselamatan Lian Ceng-poh.

"Giok-bin-yau-hou, kau ingin segera turun tangan?" Hong- lay-mo-li menantang dengan tertawa dingin.

Lian Ceng-poh tampil kedepan, katanya: "Agaknya kau Mo- li (perempuan iblis) ini juga bisa bicara aturan? Marilah main mulut atau main kepelan aku iringi kehendaknya. Cuma ingin aku tanya, kau bercokol di Soatang, aku berada di Gi-pak, masing2 seumpama air sungai tidak menyalahi air sumur, kenapa kau meluruk ke daerah kekuasaanku, menghajar anak buahku lagi?"

"Kemana aku suka pergi memangnya kau kuasa kendalikan aku? Kau berkuasa di Gipak, siapa yang memberikan hak kau berkuasa disana? Kebetulan aku lewat disini, apa kau tidak terima bila aku merampas uang gincumu?"

"Hong-lay-mo-li, biar aku belajar kenal tiga puluh enam jalan Thian-lo-hun-tim mu itu, ayolah mulai!"

"Kenapa kesusu? Masih ada pertanyaan yang kua-jukan kepada kau."

"Yang kuat hidup yang lemah mampus, buat apa cerewet lagi?"

"Oh, agaknya hatimu sudah mulai gugup, takut aku membunuhmu, ya, jangan ter-gesa2, aku sendiri belum berkeputusan cara bagaimana menghukum kau, oleh karena itu perlu aku tanya dulu kepadamu para Hwesio dari Thian- ling-si apakah kau yang membunuh."

"Kalau benar kenapa? jika bukan mau apa?"

"Sute Su-khong Siangjin minta aku menuntutkan balas, aku sudah berjanji kepadanya, Kalau benar kau membunuhnya, akan kubelek perutmu dan kukorek jantungmu untuk sesaji sembahyangan para arwah Hwe-sio Thian-ling-si! Kalau memang bukan kau jiwamu boleh kuampuni, cukup asal bikin cacat tulang pundakmu saja." sembari bicara kedua matanya menatap Lian Ceng-poh, se-olah2 dari rona muka dan tengah2 kedua alisnya ia hendak mencari jawabannya.

Lian Ceng-poh menengadah sambil ter-loroh2, ujarnya: "Orang lain takut kepadamu, sedikitpun aku tidak jeri kepada kau! Memang bukan aku yang membunuh para Hwesio Thian- ling-si, tapi kau sudah main gertak segala, biar anggap saja aku yang membunuhnya, kau punya cara keji apa saja silakan tampilkan kepadaku, jangan kata membelah perut mengorek jantung, seumpama tulang2 jadi abu beterbangan-pun aku tidak gentar."

"Kau tidak perlu pura2 ngelabui diri sendiri, suara tawamu sudah gemetar. Baik, biar kutunjuk seorang saksi lain kepadamu, supaya orang tidak sangka aku memfitnahmu."

Dari tumpukan puing disana tiba2 merangkak keluar seorang Thauto (imam berambut) berusia enam tujuh belasan, dengan langkah ter-pincang2 datang mendekat.

"Siau-suhu," tanya Hong-lay-mo-li setelah orang datang dekat, "Lihatlah biar jelas, orang yang membakar kelenteng dan membunuh orang apakah perempuan siluman ini?"

Cukup lama Thau-to kecil ini mengamat2i Lian Ceng-poh, akhirnya berkata dengan suara gemetar:

"Aku tidak berani mengatakan."

"Tak usah takut, ada aku disini, katakan terus terang saja." bujuk Hong-lay-mo-li.

Raut muka dan dandanannya tidak sama, cuma... cuma..." "Cuma apa?"

"Cuma suara tawanya tadi mirip benar dengan bangsat perempuan itu."

Lian Ceng-poh tertawa dingin, katanya: "Sebetul-nya kau tidak perlu susah payah mencari saksi segala? Toh kau tidak bisa membuktikan perbuatanku atau bukan, Kalau kau hendak memfitnah aku, cukup pakai mulutmu yang tajam saja."

"Tutup mulutmu!" hardik Hong-lay-mo-li. Tiba2 ia tuding Khing Ciau dan membentak tanya: "Siapa dia? Kenapa bisa ikut dengan kau?"

"Kau tidak usah peduli." jengek Lian Ceng-poh. Tiba2 salah seorang dayang Hong-lay-mo-li tampil kedepan, katanya lantang: "Aku tahu siapa orang ini, dia bernama Khing Ciau, tiga hari yang lalu dia membunuh beberapa Busu kerajaan Kim, terus hendak lari ke negeri Song diselatan, Kerajaan Kim menjebar maklumat dengan hadiah besar hendak membekuknya, Siocia, silakan kau lihat maklumat ini?"

Sejak Khing Ciau membunuh jagoan Bhayangkan kraton dan melarikan diri, pejabat setempat menggambar dirinya dan menyebar maklumat yang ditempel didindmg berbagai jalan penting, Khing Ciau sendiri belum tahu akan hal ini. Dayang Hong-lay-mo-li kemaren kebetulan lewat Ki-seng dan mengambil selembar di antaranya.

Berkata dayang itu lebih lanjut: "Aku sudah menyelidiki dengan betul, orang ini adalah keturunan Sip-hun-kiam Khing Tiong, se-kali2 tiada hubungan dengan golongan hitam."

Hong-lay-mo-li unjuk rasa heran, ujarnya: "O, putra tunggal Sip-hun-kiam Khing Tiong?" tiba2 tegak alisnya dan berkata menuding Khing Ciau: "Kalau kau putra Khing Tiong, kenapa tidak tahu diri, bikin malu nama leluhur saja?"

Seketika Khing Ciau naik pitam, serunya: "Kau, kau, kau, apa katamu ? Bagaimana aku kau katakan bikin malu nama leluhur?" sebetulnya ia hendak mencaci lebih kotor, namun ditatap dengan sorot mata Hong-lay-mo-li, nyalinya jadi mengkeret

"Kulihat kau seorang laki2 berjiwa satria, setia nusa dan bangsa, kenapa gaul sama Giok-bin-yau-hu, apakah ini tidak bikin malu nama leluhurmu?"

Dayang itu cekikikan, cemohnya: "Kukira dia kepincut paras cantik." Karena diolok2 Khing Ciau tidak tahan lagi, serunya: "Kau membual apa! Lian-cici terang bukan manusia seperti yang kau katakan, dia adalah perampok yang berjiwa luhur."

"Adik Ciau, buat apa kau membela diriku, tidak lebih dia mencari alasan untuk membunuhku saja."

"Tidak," teriak Khing Ciau, "Seumpama kita harus mati ditangannya, kita harus bikin terang siapa benar siapa salah!"

Sorot mata Hong-lay-mo-li beralih kepada Khing Ciau, katanya dingin: "Oh, dari cara bicaramu ini, agaknya kau sudah tahu siapakah pelakunya, siapa dia?"

"Benar, aku memang tahu, tapi aku tidak sudi mengatakan kau bunuh akupun takkan kukatakan!"

"Terhadap orang yang pantas dibunuh aku tidak akan memberi ampun, kalau tidak patut mati seujung rambutnyapun aku tidak akan mengusiknya, kau kira aku sembarangan membunuh orang? Tanpa kau katakanpun aku sudah dapat meraba siapa orang yang kau curigai?"

Melonjak jantung Khing Ciau, terdengar Hong lay-mo-li bertanya pula: "Menurut apa yang ku-tahu, ayahmu Khing Tiong dengan Pok-bi-jhi Cin Jong adalah sahabat karib, tentunya kau cukup tahu keadaan keluarga Cin bukan?"

Agaknya Hong-lay-moli belum tahu bahwa Cin Jong adalah pamannya, namun pertanyaan ini sudah bikin Khing Ciau kaget bukan main, sahutnya tergagap: "Cin Jong? Dia, dia, sudah mati!"

"Aku tahu dia terbunuh oleh musuhnya, sekarang belum sempat aku mencaritahu sebab musabab kematiannya. Aku cuma ingin tanya kau, dia punya berapa putri?"

"Untuk apa kau tanya ini? Dia hanya punya seorang putri!" "Oh, urusan semakin ganjil." gumam Hong-lay-mo-li, "Bing- cu, coba kau kisahkah pengalaman nona Cin belakangan ini, Aku tidak suka bikin orang merasa penasaran."

Bing-cu adalah nama dayang yang menyamar jadi rampok coba membegal Cin Long-giok dan paksa dia menggunakan Toh-kut-ting, bersama San San, Tai Mo dan Kian Yan berempat adalah dayang pribadi yang selalu mengiringi Hong- lay-mo-li dalam setiap perjalanan.

Baru sekarang Cin Long-giok tahu seluk beluk persoalan belit2 ini, heran dan tak habis mengerti pula, katanya: "Ada kejadian itu? siapakah dia, kenapa dia menyamar aku melakukan pembunuhan yang begitu kejam?"

"Sekarang aku berani pastikan pembunuh kejam yang menyaru kau membakar Thian-ling-si itu, adalah pembunuh ayahmu pula."

Sampai disini tersirap darah Khing Ciau, sebab selama ini Hong-lay-mo-li selalu menuduh Lian Ceng-poh yang menjadi biang keladi kematian dan kebakaran Thian-ling-si, karena ini berulang kali Khing Ciau berdebat dengan Hong-lay-mo-li, namun setelah jiwa sendiri tertolong oleh Hong-lay-mo-li, karena taburan jarum beracun dan menyedot asap berbisa dari pelor kabut berjarum ganas Lian Ceng-poh, yang disambitkan kepada Hong-lay-mo-li dalam usahanya melarikan diri setelah dikalahkan dalam pertempuran maka keyakinan ini semakin luntur, kini semakin goyah pula, mau tidak mau sekarang dia rada percaya, pikirnya:

"Semakin terang persoalan semakin aneh kejadiannya, ternyata bukan saja sebagai pembunuh para Hwesio Thian- ling-si, Ceng-pohpun pembunuh pamanku pula? Ai, kepada siapa aku harus percaya?" tengah ia me-nimang2 didengarnya Cin Long-giok berteriak gugup: "Siapakah pembunuh kejam itu?" "Jangan kau ter-buru2, nanti akan kau ketahui sendiri, Batal ke Thian-ling-si, kau putar kejalan lain, akhirnya dengan siapa kau bertemu ditengah jalan?"

"Bertemu dengan seorang bintara kerajaan, dia hendak menangkap aku."

"Apa dia seorang Bintara?" tanya Hong lay-mo-li heran, agaknya hal ini diluar dugaannya.

"Ya, seorang Bintara yang bergaman sebuah cambuk panjang, hebat sekali permainan cambuknya itu, sekali sabet tahu2 pedangku sudah digulung lepas dari cekalan, sekali lecut lagi aku kena dilukainya."

"Bintara itu adalah Pakkiong Ou." teriak Khing Ciau kaget.

"Eh, darimana kau tahu?" tanya Cin Long-giok. "Selanjutnya bagaimana?" tanya Khing Ciau dengan napas

memburu.

"Untung aku bertemu dengan seorang Lihiap, dia gebah lari Pakkiong Ou dan menolong aku. lihiap itu adalah..."

"Lihiap itu adalah Lian Ceng-poh." tukas Hong-lay-mo-li, "tebakkanku kali ini pasti tepat, benar tidak!"

"O, jadi kau sudah tahu semua kejadian itu? Lian Lihiap tentunya juga seorang temanmu?"

"Biar kusambung pengalamanmu selanjutnya, coba boleh kau cocokan satu sama lain? Lian Lihiap tolong kau mengobati Iuka2mu sampai sembuh, perhatiannya amat besar terhadap kesehatanmu karena kau tak punya rumah, terpaksa menetap dipangkalannya."

"Malah dia sudah angkat saudara dengan aku." sambung Cin Long-giok. "Cara siluman perempuan itu merangkul orang memang lihay." sela San San.

Cin Long-giok pelotot kepada San San, tanyanya kurang senang: "Apa katamu? Siapa siluman perempuan yang kau maksud?"

"Jangan dibelokan kearah lain." timbrung Hong-lay-mo-li, "Belakangan kau lantas ceritakan pengalaman hidupmu masa lalu kepada Lian-cicimu?"

"Dia penolong jiwaku, tak perlu aku kelabui dia."

Hong-lay-mo-li acungkan Toh-kut-ting, katanya: "Toh-kut- ting milik keluarga Cin kalian sebenarnya tidak beracun, Lian- cicimu itu yang merendamnya didalam racun?"

"Ya, baru tadi pagi dia membubuhi kadar racun diatas Toh- kut-ting itu."

"Kenapa dia berbuat demikian?"

Cin Long-giok mengerling kepada Khing Ciau, mulutnya megap2 tak bisa bicara.

"Lian-cicimu yang suruh kau kemari?"

Cin Long-giok merasakan persoalan rada ganjil, terpaksa dia manggut2.

"Sebelumnya kau sudah tahu Khing Ciau akan kemari?

Lian-cicimu suruh kau menyerangnya dengan paku beracun ini?"

"Tidak seluruhnya. Lian-cici tidak jelaskan orang itu adalah Khing Ciau, diapun tidak suruh aku menyerang dengan paku beracun ini.

"Katanya ada seseorang mengundangnya bertemu pada suatu tempat, orang ini amat... amat baik terhadapnya, namun dia merasa ragu2 dan sedidit curiga, kuatir terperangkap olehnya, maka di suruh aku kemari me-lihat2 situasi lebih dulu, Diapun mengatakan mungkin aku ada kenal orang ini..." sekilas ia lirik Khing Ciau lalu meneruskan:

"Lian-cici kuatir aku dikota Kilam bertemu dengan musuh, maka dia suruh aku menggunakan senjata gelap yang dilumuri racun, Tadi mendadak kulihat dia, dia, karena tak terkendali amarahku, maka kusambit dia dengan paku berbisa, ai, untung aku tidak menyambitnya sungguh2! Ih, Ciau-ko kau, kenapakah kau?"

Roman muka Khing Ciau, pucat lesi, mendadak ia pukul doda sendiri sekeras2nya, teriaknya: "Aku patut mampus, aku patut mampus! Aku pandang musuh besar sebagai tuan penolong."

Lekas Hong-lay-mo-li tekan kepelan tangannya, katanya: "Nah, akhirnya kau sendiri sudah paham."

Sebaliknya Cin Long-giok masih keheranan, tanyanya hambar: "Ciau-ko, kau paham apa?"

"Giok-moay," seru Khing Ciau dengan suara gemetar "Masa kau belum paham? Iian-cicimu itulah pembunuh ayahmu."

Mendadak bergetar badan Cin Long-giok, lama ia menjublek, tanyanya dengan menarik napas: "Apakah yang telah terjadi? Darimana kau bisa tahu?"

"Pengalamanku belakangan ini hampir mirip dengan kau, akupun pernah kepergok Pakkiong Ou, dihajar luka parah olehnya, ditolong juga oleh perempuan siluman itu, diapun angkat saudara dengan aku. Hari ini dia undang aku untuk bertemu disini, terang sedang mengatur tipu pinjam golok membunuh orang."

Maka Khing Ciau bercerita pengalaman dirinya sebagai buronan yang melarikan diri ditengah jalan kepergok oleh Pak- sin-pian Pakkiong Ou dan kena dilukai berat sampai terkapar diatas tanah, untung pada saat gawat itu, seorang gadis remaja keluar menolongnya, gadis ini hanya bersenjata tali pinggangnya berhasil menggsebah lari Pakkiong Ou yang kenamaan dengan ilmu cambuknya.

Sejak itu selama beberapa bulan mereka kesana kemari berduaan sebagai kakak adik angkat yang lain jenis, sampai pertemuan mereka dengan Hong-lay-mo-li di Thian-ling-si, disana dirinya tertawan pula oleh Hong-lay-mo-li dan akhirnya dibebaskan setelah luka2nya sembuh sama sekali.

Mendengar semua cerita itu, sungguh gegetun dan dendam pula hati Cin Long-giok, namun jeri dan marah pula, katanya kertak gigi: "Ternyata ada manusia sekeji itu dalam dunia inl! Untung hari ini Liu lihiap hadir disini, kalau tidak mungkin sudah mampus kita masih kena diketahui olehnya."

"Untung pula timpukan pakumu tidak mengenai Khing Ciau, kalau tidak, tiada saksi yang diajak mencocokkan kejadian ini satu sama lain."

Merah muka Cin Long-giok, katanya sambil menyeka air mata: "Ciauko, aku keliru menyalahkan kau, dapatkah kau maafkan aku?"

Tanpa sadar kedua orang saling genggam tangan pula, kata Khing Ciau: "Tidak akulah yang salah, aku dulu yang keliru menuduhmu."

"Tidak, kalian salah semua!" sela Hong-lay-mo-li, "Siluman perempuan itulah yang harus disalahkan! Muslihat pinjam golok membunuh orang yang dia rencanakan ini memang amat keji, kalau sampai terjadi, kau bunuh Khing Ciau atau Khing Ciau bunuh kau, sama saja memenuhi keinginan hatinya."
DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar