Pendekar Aneh dari Kang Lam Jilid 11

Jilid 11

"JIKA memang nona mau memberikan secara baik2 agar aku bisa memperoleh kesempatan untuk melihat kitab itu, tentu kita akan menjadi sahabat yang baik, sayangnya dari nona tidak terdapat persahabatan itu... sehingga kau begitu saja telah menolak permintaanku, walaupun permintaan tersrebut tidak akant merugikan sesuqatu apapun padarmu."

Sigadis berbaju kuning gading telah menggeleng lagi. "Sayang sekali paman walaupun dengan cara apa yang

akan dipergunakan oleh paman tidak mungkin aku meminjami kitab pusaka itu kepadamu...! Aku Hoa Lun Sian tidak bisa melanggar pesan suhu agar tidak memperlihatkan kitab tersebut kepada siapapun juga.!"

"Walaupun kepada sahabat dari gurumu itu ?" menegaskan Jie Pian Kiehiap Bian Tung Siang.

Sigadis yang bernama Hoa Lun Sian tersebut mengangguk dengan pasti.

"Ya," sahutnya.

"Kalau begitu menyesal sekali aku harus mengambilnya dengan jalan memaksa..." kata Bian Tung Siang.

"Terserah kepada paman..." kata Hoa Lun Sian sambil mengawasi tajam kepada orang tua itu.

Jie Pian Kiehiap memandang sejenak kepada sigadis, lalu ia mengeluarkan suara tertawa yang perlahan, tangannya tahu2 telah merabah pinggangnya dan pada kedua tangannya itu telah mencekal dua batang Joan-pian (cambuk lemas) yang berukuran pendek.

"Jika memang engkau tidak ingin memperlihatkan kitab itu walaupun sebentar saja kepadaku, terpaksa aku akan meminta petunjukmu beberapa jurus.." kata Jie Pian Kiehiap.

Sigadis tersenyum, sama sekali dia tidak jeri dan ia telah mengangguk.

"Baik, akupun ingin sekali menerima petunjuk dari paman..." dan berbareng dengan perkataannya itu, tahu2 tangan kanannya telah mencekal gagang pedangnya dan ia telah mencabut pedang yang tersoren dipinggangnya, sikap nya gagah sekali.

Jie Pian Kiehiap Bian Tung Siang jadi agak mendongkol juga melihat sigadis, yaitu Hoa Lun Sian sama sekali tidak memperlihatkan perasaan gentar padanya, ia telah memperdengarkan suara tertawa dingin.

"Kulitmu begitu halus, sedangkan senjata sama sekali tidak bermata, jika sampai nanti kulitmu yang halus seperti itu terluka, tentu merupakan hal yang harus dibuat sayang... jika memang engkau hendak berpikir sekali lagi nona Hoa, tentu engkau akan memilih jalan memperlihatkan kitab pusaka itu sebentar saja kepadaku...!" kata Jie Pian Kiehiap.

Namun Hoa Lun Sian tetap menolak. "silahkan paman membuka serangan... aku akan menerima petunjukmu..!" kata sigadis.

Rupanya Jie Pian Kiehiap telah habis sabar, ia menggerakkan kedua cambuk pendek di tangannya, dan diwaktu itu juga ditengah udara terdengar suara membeletar yang nyaring sekali.

Hoa Lun Sian juga telah menggerakkan pedangnya, ia mengibaskan ke tengah udara, terdengar suara yang mengaung.

Kedua orang ini telah memperlihatkan sikap hendak saling menyerang.

Sedangkan Jie Pian Kiehap menggerakkan tangan kanannya, cambuknya akan menyambar melilit pedang sigadis. Namun Hoa Lun Sian telah menggerakkan pedangnya menurun kebawah sehingga lilitan dari cambuk lawannya tak mengenai pedangnya.

Tetapi Hoa Lun Sian juga tidak tinggal berdiam diri, begitu ia berhasil meloloskan pedangnya dari lilitan cambuk lawannya, tahu2 pedangnya itu telah menghentak naik keatas, dan meluncur akan menikam kedada lawannya.

"Serangan yang baik... tidak percuma Liang Sie Suthay mendidikmu..!" memuji Jie Pian Kiehiap Bian Tung Siang dengan suara yang nyaring dan berbareng dengan itu tahu2 kedua cambuk dikedua tangannya bergerak dengan serentak, cambuk ditangan kanan telah mengincar akan melibat leher sigadis, sedangkan cambuk ditangan kiri meluncur akan melibat pinggang sigadis.

Kedua serangan pada kedua sasaran yang berlainan tersebut sesungguhnya merupakan serangan yang sulit sekali dihindarkan, karena justru selain menyambarnya cepat sekali, pun mengandung tenaga lwekang yang kuat sekali pada kedua cambuk tersebut.

Sedangkan Hoa Lun Sian sendiri yang melihat dirinya terancam bahaya, ia menjejakkan kakinya, tubuanya seperti seekor capung, telah melambung tinggi sekali ketengah udara, gerakan yang diperlakukan oleh Hoa Lun Sian tersebut mempergunakan ginkangnya yang memang cukup sempurna.

Dan sambil melayang ketengah udara tangan kanannya bergerak memutar dan pedang nya menyambar dengan cepat sekali, melingkar ke arah leher dari lawannya.

Jie Pian Kiehiap terkejut melihat cara menyerang lawannya yang memiliki gerakan aneh seperti itu, ia telah melompat mundur.

Sigadis she Hoa telah meluncur turun dan hinggap ditanah. "Bagaimana paman, apakah akan diteruskan pertempuran

ini ?" tanya sigadis kepada Jie Pian Kiehiap.

Orang tua she Bian tersebut jadi tambah mendongkol. "Hemmm, baru memiliki kepandaian sedikit saja engkau

sudah bertingkah baik, baik, mari kita teruskan... terimalah seranganku !" Dan setelah berseru begitu, ia telah melompat lagi sambil menggerakkan kedua cambuk-nya.

Tetapi Hoa Lun Sian sama sekali tidak merasa gentar, ia mengeluarkan seruan panjang, tahu2 tubuhnya ber-goyang2 seperti akan rubuhnya bergoyang ke kiri atau kekanan tidak menentu.

Disaat itu, tampak Jie Pian Kiehiap melancarkan serangan terus dengan kedua cambuknya, pukulan dan lecutan pertama gagal, disusul dengan lecutan berikutnya.

Dengan demikian Hoa Lun Sian jadi terserang cepat dan gencar sekali. Sigadis telah menggerakkan pedangnya memberikan perlawanan yang gigih, dimana seringkali ia juga menikam dan menusuk dengan ber-tubi2.

Kemudian Hoa Lun Sian menggunakan ilmu pedangnya yang tinggi dan berbahaya sekali, karena ia menggunakan jurus dari "pedang Menggulung Awan", dimana pedang sigadis telah ber gulung2 melibat kedua pecut dari lawannya, maka pecut dari Jie Pian Kiehiap tidak bisa terlalu bebas mendesak dirinya.

Dalam waktu yang sangat singkat sekali, mereka telah bertempur dua puluh jurus lebih.

Sigadis she Hoa juga teringat, bahwa orang tua yang bergelar Jie Pian Kiehiap tersebut telah dua kali melancarkan serangan menggelap, pertama kali waktu ia mengirimkan surat tantangannya, kedua kali waktu sigadis tiba dipintu kota, dengan demikian, ia tidak bisa berdiam diri terus sekarang ketika Jie Pian Kiehiap mendesak hendak meminjam kitab pusaka Hung Ciang Pit-kipnya.

Dengan rapat ia memutar pedangnya untuk mempertahankan diri dan balas menyerang kepada Jie Pian Kiehiap. Sedangkan Jie Pian Kiehiap sendiri jadi semakin mendongkol karena ia melihat usia si gadis masih begitu muda, namun kenyataannya ia bisa menghadapi ilmu cambuknya dengan baik, sama sekali Jie Pian Kiehiap tidak bisa mendesak sigadis.

Dengan demikian membuat Bian Tung Siang jadi tambah penasaran dan berulang kali ia menambah tenaga serangannya, menggerakkan sepasang pecutnya. dimana ia selalu melakukan lecutan pada tempat2 yang mematikan dan berbahaya ditubuh sigadis.

Hoa Lun Sian sendiri melihat bahwa lawannya semakin lama melakukan lecutan dan libatan dengan pecutnya itu semakin kuat, memaksa iapun harus mengerahkan Iwekangnya, dengan demikian ia memberikan perlawanan yang kian gigih.

Tetapi yang tidak dimengerti oleh Hoa Lun Sian, mengapa Jie Pian Kiehiap Bian Tung Siang tersebut memaksa hendak meminjam kitab pusaka warisan dari gurunya?! Dengan adanya pemikiran seperti itu, akhirnya waktu Hoa Lun Stan berkelit mengelakkan lecutan cambuk di tangan kanan dari Bian Tun Siang, ia berteriak dengan suara yang nyaring:

"Tahan... katakanlah paman, mengapa engkau mendesak tsrus menerus seperti ini untuk meminjam kitab Huang Ciang Pit Kip itu...?"

Jie Pian Kiehiap menunda lecutan cambuk nya, ia terus tertawa agak keras, katanya dengan suara yang nyaring: "Seperti telah kukatakan, bahwa aku membutuhkan sekali Huang Ciang Pit Kip itu untuk menyempurnakan latihan sepasang cambukku ini... Engkau juga telah melihat, bukankah gerakan2 dari ilmu cambukku ini memiliki banyak persamaan dengan jurus2 yang terdapat dalam Huang Ciang Pit-kip. Hoa Lun Sian telah berkata nyaring: "Tetapi kedua ilmu itu memiliki tenaga lembek dan keras yang digabungkan menjadi satu, sedangkan kepandaian Huang Ciang merupakan pukulan telapak tangan yang mempergunakan tenaga lunak...!"

"Hemmm, jika begitu engkau tetap tidak rela jika meminjami aku melihat kitab tersebut...?" tanya Jie Pian Kiehiap.

"Menyesal sekali, aku tidak bisa memenuhi permintaan paman."

"Jika demikian, mari kita main2 lagi beberapa jurus." dan berbareng dengan perkataannya iitu, Jie Pian Kiehiap menggerakkan kedua cambuknya lagi.

Melihat menyambarnya lecutan2 yang jauh lebih berbahaya dibandingkan dengan sebelumnya, Hoa Lun Sian juga tidak berani berayal.

Cepat sekali dia menggerakkan pedangnya yang diputarnya cepat, sehingga sinar pedang yang ber-gulung2 seperti juga melindungi tubuhnya.

Begitulah, kedua orang ini saling serang dan bertempur sampai tiga puluh jurus lebih.

Tetapi selama itu Jie Pian Kiehiap sama sekali tidak berhasil dengan serangannya, karena disaat itu justru sinar pedang sigadis telah menutupi tubuhnya seperti juga sebuah perbentengan yang kuat sekali. Cambuk yang digerakkan oleh Jie Pian Kiehiap sama sekali tidak berhasil menerobos pertahanan sigadis.

Sedangkan Hoa Lun Sian sendiri tidak mau berlaku ceroboh dengan melancarkan serangan balasan disaat lawannya gencar melakukan Iecutan2 seperti itu. Beberapa kali ia mengelak kan diri, dan waktu Jie Pian Kiehap tengah melompat kebelakang untuk mengatur napas, diwaktu itulah pedang sigadis telah meluncur cepat sekali, menikam kearah leher lawannya.

Jie Pian Kiehiap Bian Tung Siang jadi terkejut bukan main, ia melihat bahaya yang tidak kecil mengancam dirinya, ia mengeluarkan suara seruan tertahan dan cepat2 melompat mundur kebelakang lagi.

Pedang sigadis meluncur cepat sekali, mengulangi  tikaman2 kearah leher, dada dan perut lawannya.

Jie Pian Kiehiap beberapa kali mengeluarkan suara seruan, tubuhnya sampai pernah sekali terhuyung akan terjatuh karena ia bergerak terlampau ter-buru2.

Waktu itulah pedang sigadis menyambar cepat sekali, dimana ia menikam lagi kearah pinggang Jie Pian Kiehiap. Gerakan yang dilakukannya sangat cepat luar biasa.

Tetapi Jie Pian Kiehiap memiliki kepandaian yang tinggi, dengan sendirinya ia bisa menghindari serangan itu dengan menggeser kedudukan kakinya, pinggangnya telah ditarik kedalam sedikit, dan waktu itulah pecutnya yang berada ditangan kanan, telah bergerak menyambar akan melibat leher sigadis.

Hoa Lun Sian mengeluarkan seruan perlahan, ia menarik pulang pedangnya, dan meng hindarkan diri dari libatan pecut lawannya.

Keduanya jadi berdiri berhadapan saling memandang sejenak lamanya, Keduanya juga tidak mengeluarkan sepatah perkataanpun,

Sampai akhirnya Jie Pian Kiehiap telah berkata: "Baiklah, sekali lagi aku bertanya apakah engkau bersedia meminjami kitab dari Huang Ciang Pit Kip itu kepadaku?" suara Jie Pian Kiehiap terdengar dalam sekali, matanya juga memandang tajam sekali. Hoa Lun Sian menggeleng perlahan, sikapnya tegas sekali waktu ia menyahuti: "Tidak! walaupun bagaimana kitab pusaka itu tidak bisa dipinjami kepada siapapun juga, itu memang telah menjadi pesan dari almarhumah guruku!"

Jie Pian Kiehiap Bian Tung Siang telah berkata dengan suara yang dingin.

"Dengan kepandaian yang engkau miliki seperti ini tidak mungkin engkau bisa menghadapi kedua cambukku ini... lebih baik kita bicara secara baik2 dibandingkan jika kita harus menjadi lawan..." kata Jie Pian Kiehiap dengan nada mengancam.

Tetapi justru Hoa Lun Sian sama sekali tidak merasa jeri, ia tersenyum kecil, katanya. "Terserah kepada paman, aku hanya menantikan petunjuk dari kau siorang tua..!"

Jie Pian Kiehiap tampaknya jadi mendongkol, ia mengibaskan kedua cambuknya ke tengah udara, dan katanya: "Baiklah, terpaksa kali ini aku turun tangan agak berat..." dan berbareng dengan perkataannya tersebut, bJie Pian Kiehiadp telah melakukaan Lecutan yangb jauh lebih keras dibandingkan dengan yang tadi2. Dan juga tenaga lwekang yang dipergunakannya lebih kuat lagi.

Pecutnya menyambar dengan gerakan menyilang dan menuju kearah leher dan punggung sigadis, dimana cambuk itu akan melipat bahu dan ujungnya akan menotok jalan darah Tiam Cing Hiat yang berada dipunggung.

Gerakan yang dilakukan oleh Jie Pian Kiehiap memang merupakan ancaman yang tidak kecil untuk Hoa Lun Sian, ia mengeluarkan seruan perlahan dan cepat menggerakkan pedangnya untuk menangkis.

Dengan cara memutar pedangnya, maka Hoa Lun Sian bisa menyelamatkan dirinya dari sambaran kedua cambuk itu, Jie Pian Kiehiap terpaksa menarik pulang kembali kedua cambuknya. Tetapi Jie Pian Kiehiap merupakan tokoh persilatan yang telah puluhan tahun berpengalaman dan iapun memang telah mahir sekali melatih kedua cambuknya itu, dengan demikian ia tidak segera menghentikan serangannya, melainkan begitu menarik pulang kedua cambuknya, ia membarengi untuk melakukan cambukan lagi dengan lecutan yang aneh sekali, yaitu cambuknya bergulung dengan gerakan melingkar-iingkar seperti juga sepasang ular yang menyambar tidak hentinya kepada Hoa Lun Sian. Gerakan yang dilakukan oleh Jie Pian Kiehiap merupakan jurus yang paling tangguh dari ilmu cambuknya.

Walaupun kepandaian Hoa Lun Sian cukup tinggi, tetapi gadis tersebut kalah pengalaman dibandingkan dengan Jie Pian Kiehiap, Dengan demikian, ia jadi terdesak beruntun beberapa kali.

Malah, diwaktu cambuk ditangan kanan Jie Pian Kiehiap menyambar kearah lengannya Hoa Lun Sian gagal mengelakkan, karena ia terlambat berkelit kesamping.

"Tarrr....!" seketika itu juga ujung cam buk telah merobek lengan pakaiannya, dan di waktu itu juga terlihat kulit lengannya yang berdarah akibat terluka oleh ujung cambuk itu.

Jie Pian Kiehiap mengeluarkan bsuara tertawa kdecil, tampaknyaa ia puas.

"Bagabimana, apakah engkau masih mau meneruskan permainan ini, nona ?" tanyanya.

Tetapi Hoa Lun Sian justru jadi kesakitan bercampur mendongkol dimana lengannya telah terluka seperti itu. ia mengeluarkan suara seruan perlahan, dan pedangnya tahu2 menyam bar dengan luncuran yang cepat sekali.

Bagaikan kilat, tampak secercah sinar putih menyambar keperut Jie Pian Kiehiap. Tikaman yang dilancarkan oleh Hoa Lun Sian merupakan tikaman yang mengandung maut. Namun Jie Pian Kiehiap dapat berkelit menghindarkan diri. Waktu tubuhnya bergerak melompat kesamping, cambuk tangan kirinya bergerak lagi, terdengar suara. "Tarrr . ..!" dan kembali bahu Hoa Lun Sian telah terluka oleh ujung cambuk lawannya.

Gadis ini segera menyadari, jika memang mereka bertempur terus, tentu tidak menguntungkan dirinya, karena waktu itu ia telah terluka didua bagian dari anggota tubuhnya, ia segera melompat mundur, dan memasukkan pedangnya kedalam serangkanya, lalu ia ber-siap2 dengan kedua telapak tangannya, sambil katanya dengan nyaring: "paman . . . aku hendak meminta petunjukmu dengan melakukan gerakan Hung Ciang !"

Wajah Jie Pian Kiehiap berobah sejenak, ia memperhatikan sikap sigadis, sampai akhirnya ia mengangguk.

"Baik, baik, tetapi jika memang aku kesalahan tangan, engkau jangan mengatakan bahwa aku situa telah menghina yang muda..!" dan ia memasukkan kembali cambuknya, yang dilibatkan pada pinggangnya.

Kemudian dengan kedua telapak tangan yang terbuka, tampak Jie Pian Kiehiap ber-siap2 untuk menghadapi ilmu telapak tangan sigadis.

Hoa Lun Sian telah menggerakkan kedua tangannya, yang disilangkan kemudian ia memusatkan kekuatan lwekangnya, dengan langkah kaki satu2, ia melangkah mendekati lawan- nya.

Sepasang mata Jie Pian Kiehiap memperhatikan baik2 diri sigadis, dimana ia melihat bahwa telapak tangan Hoa Lun Sian telah berobah merah, seperti juga darah berkumpul ditelapak tangan gadis tersebut.

"Jaga serangan,r paman...!" bertseru Hoa Lun Siqan dengan suarar yang nyaring, dan berbareng dengan itu tampak kedua telapak tangannya bergerak cepat sekali untuk melakukan pukulan, sehingga angin berkesiuran kuat sekali.

Jie Pian Kiehiap juga tidak berani memandang remeh pada ilmu pukulan sigadis, karena ia mengerti akan hebatnya  Huang Ciang. ilmu yang diciptakan oleh guru sigadis.

Begitu tangan Hoa Lun Sian menyambar kearahnya, ia berkelit menjauhi diri, Tetapi justru Jie Pian Kiehiap berkelit bukan untuk mundur, ia telah membarengi dengan pukulan kedua telapak tangannya, dimana ia telah melakukan pemukulan dengan tangan kanannya ke arah bahu sigadis, sedangkan tangan kirinya ber gerak akan menghantam pinggang gadis itu.

Terpaksa Hoa Lun Sian harus berkelit berulang kali, tetapi karena gadis ini juga memiliki ilmu pukulan telapak tangan kosong yang cukup hebat, ia tidak jeri untuk mengadu kekuatan dengan lawannya, Begitu berhasil mengelakkan diri, segera ia menghantam lagi dengan kedua telapak tangannya yang merah itu.

BegituIah, mereka berdua jadi saling-hantam dan memukul sampai puluhan jurus, Akhimya, setelah bertempur sekian lama, Jie Pian Kiehiap yang memiliki pengalaman jauh lebih luas dari sigadis, telah melihat kelemahan dari ilmu pukulan tersebut walaupun liehay, tenaga lwekang yang disalurkan oleh gadis itu masih memiliki banyak kelemahan.

Maka dari itu, tampak Jie Pian Kiehiap telah mengerahkan tenaga lwekangnya lebih kuat dari semula.

Secara beruntun ia berulang kali telah melakukan pukulan yang ber-tubi2 sehingga memaksa Hoa Lun Sian selalu harus mengelakan diri.

Disaat itu Hoa Lun Sian juga mulai merasakan tekanan dari kekuatan tenaga dalam lawannya, dimana sigadis mulai bergerak tidak leluasa. Dengan demikian tampak jelas betapa kekuatan tenaga dalam yang dimiliki sigadis memang masih kalah setingkat, dibandingkan dengan lwekang yang dimiliki Jie Pian Kiehiap.

Beberapa kali Hoa Lun Sian telah mengeluarkan suara seruan kaget, karena dia hampir saja terserang oleh  lawannya, Tetapi dengan mengandalkan kegesitannya, Hoa Lun Sian masih bisa memberikan perlawanan terus.

Namua suatu kali, disaat sigadis tengah berkelit kesamping kiri, diwaktu itulah terlihat Jie Pian Kiehiap telah menghantam dengan tangan kirinya kearah dada sigadis, Gerakan itu merupakan tipu ancaman belaka dan waktu si gadis mengelakkan diri, tampak Jie Pian Kiehiap menarik pulang tangannya dan melakukan penyerangan sesungguhnya dengan tangan kanan.

Gerakan itu ternyata berhasil dengan baik, karena bahu Hoa Lun Sian terhantam dengan keras.

"Bukkk...!" tubuh Hoa Lun Sian terhuyung beberapa langkah kebelakang, Dan juga wajah sigadis tampak berobah jadi pucat.

Sedangkan Jie Pian Kiehiap tidak mau tinggal diam sampai disitu saja, ia mengeluarkan suara bentakan yang nyaring, dan telah menyerang lagi.

Hoa Lun Sian beberapa kali berhasil mengelakkan diri, namun disaat ia tengah sibuk berkelit kesana kemari, tubuhnya tahu2 diterjang oleh suatu kekuatan tenaga dalam yang dahsyat sekali, karena saat itu Jie Pian Kiehiap telah memukul dengan kedua tangannya secara serentak.

Hoa Lun Sian tidak bisa mengelakkan diri lagi, dengan mengeluarkan suara jeritan tertahan bercampur perasaan sakit pada dadanya, dan kemudian jatuh rubuh diatas tanah.

Disaat itu Jie Pian Kiehiap telah mengeluarkan suara tertawa yang keras. "Apakah nona akan meneruskan pertandingan ini?" tanyanya.

Sigadis merangkak ber diri, dengan wajah yang sebentar pucat dan sebentar berobah merah, ia berkata sengit: "Walaupun bagaimana tidak bisa aku meminjamkan kitab pusaka Huang Ciang Pit-kip kepadamu...!"

Jie Pian Kiehiap mengeluarkan suara tertawa dingin, kemudian katanya: "Baiklah, jika memang demikian, aku akan mengambilnya dengan cara paksa...!" dan setelah berkata begitu tampaknya Jie Pian Kiehiap telah melangkah mendekati sigadis.

Sedangkan sigadis Hoa Lun Sian, mengawasi Jie Pian Kiehiap dengan bersikap sedia untuk menerima serangan lagi, walaupbun ia menyadarid bahwa dirinya atidak mungkin bbisa menandingi kepandaian dan kekuatan lwekang yang dimiliki oleh Jie Pian Kiehiap, namun ia tetap bertekad tidak mau menyerahkan kitab pusaka yang dikehendaki oleh Jie Pian Kiehiap Bian Tung Siang.

Jie Pian Kiehiap telah melangkah mendekati sigadis dengan sikap bersiap sedia untuk melancarkan serangan, Waktu itu mereka telah saling pandang sejenak lamanya, bersiap untuk saling terjang lagi.

Jie Pian Kiehiap tertawa pula dengan suara yang ber- sungguh2 :"Apakah benar2 engkau tidak mau meminjami kitab pusaka itu kepadaku?"

Sigadis she Hoa hanya menggeleng saja.

"Baiklah," kata Jie Pian Kiehiap, dan disaat itu tubuhnya berjongkok sedikit, kedua tangannya diangkat keatas sampai sebatas ke-palanya, ia ber-siap2 untuk melakukan pukulan dengan tenaga lwekangnya.

Sigadis she Hoa itu juga ber-siap2 untuk menerima serangan itu. Namun disaat sigadis tengah terancam bahaya, tiba2 berkelebat sesosok bayangan dengan gerakan yang sangat gesit. Disaat mana, tangan kanan dari sosok bayangan itu juga telah diulurkan untuk mencengkeram pundak Jie Pian Kiehiap Bian Tung Siang.

Jie Pian Kiehiap Bian Tung Siang terkejut waktu merasakan angin berseliweran dibelakang punggungnya. Segera ia berkelit kesamping.

Tetapi tangan orang yang baru tiba itu telah berobah mengikuti gerakan pundak Jie Pian Kiehiap, melakukan cengkeraman kearah punggung dari Jie Pian Kiehiap.

Tentu saja hal ini mengejutkan Jie Pian Kiehiap, karena walaupun ia telah bergerak cepat sekali untuk menghindarkan diri dari cengkeraman itu, tidak urung angin serangan dari sosok tubuh itu dapat diikuti dengan cepat.

Tetapi sebagai seorang akhli silat yang telah berpengalaman, tampak Jie Pian Kiehiap melakukan gerakan dengan cepat sekali, ia memutar tubuhnya sedikit, tangan kanannya telah bergerak menangkis tangan sosok tubuh itu, laksana petir yang menyambar tangan Jie Pian Kiehiap telah dihantam kuat sekali oleh pergbelangan tangan dsosok tubuh itua, menimbulkan sbuara yang keras sekali, dan Jie Pian Kiehiap telah mengeluarkan suara jerit kesakitan, tubuhnya juga terpental, bagaikan didorong oleh suatu kekuatan yang luar biasa kerasnya.

Tubuh Jie Pian Kiehiap yang melambung ditengah udara setinggi tiga tombak lebih itu, berusaha untuk menjumpalitan menguasai tubuh nya agar tidak terbanting diatas tanah. Namun usahanya itu gagal sama sekali, sebab tubuhnya telah meluncur dengan cepat dan terban ting kuat diatas tanah, debu jadi mengepul.

Dibawah cahaya rembulan, tampak wajah Jie Pian Kiehiap jadi berobah pucat waktu ia telah berdiri kembali, dan juga Jie Pian Kiehiap tampak menderita kesakitan yang bukan main, karena waktu ia terbanting tadi, justru punggung nya yang telah terbanting terlebih dulu.

Dengan demikian, Jie Pian Kiehiap segera menyadarinya, bahwa kepandaian yang dimiliki sosok tubuh itu tinggi sekali, karena ia yang memiliki kepandaian tinggi, ternyata bisa dibuat terpental begitu rupa hanya dalam satu jurus.

Tetapi disamping terkejut, tampak Jie Piao Kiehiap juga jadi mendongkol sekali, karena di rinya telah dirubuhkan demikian rupa. ia pun merasa malu, dan dari malu akhirnya menjadi marah.

Ia mementang matanya lebar2 mengawasi sosok tubuh itu yang telah berdiri tegak dihadapannya, seketika itu juga ia melihat bahwa sosok tubuh itu merupakan seorang yang mengenakan topeng pada mukanya, yang tertutup wajahnya oleh secarik kain berwarna merah. 

"Kau..." desis Jie Pian Kiehiap terkejut waktu melihat jelas keadaan orang baru datang itu.

Orang yang bertopeng kain merah tersebut mengeluarkan suara tertawa perlahan, tetapi suaranya itu mengandung nada tidak sedap didengar dan katanya: "Apakah engkau mengenali aku..?"

"Engkaukah yang bergelar Sin Coa Tung Hiap?" tanya Jie Pian Kiehiap dengan suara tergagap.

Orang bertopeng kain merah diwajahnya tersebut telah mengangguk.

"Benar...!"

Wajah Jie Pian Kiehiap jadi berobah pucat, ia telah memandang lagi sejenak lamanya, akhirnya ia merangkapkan tangannya. "Gembira sekalir bisa bertemu dtengan seorang Hqohan seperti Sirn Coa Tung Hiap.... inilah merupakan suatu peruntungan yang sangat baik sekali untukku...!"

Tetapi Sin Coa Tung Hiap telah mengeluarkan tertawa dingin, katanya dengan nada yang tawar: "jika memang engkau mengetahui apa maksud kedatanganku kekota ini, tentu engkau akan mengatakan bahwa pertemuan ini tidak menggembirakan..."

Hati Jie Pian Kiehiap jadi berdenyut, ia telah melihat lobang dikain merah tersebut bersinar tajam sekali, Didengar dari perkataan nya itti, tentunya Sin Coa Tung Hiap mengartikan bahwa dirinya memang yang dicari oleh Sin Coa Tung Hiap tersebut.

"Baiklah, apakah memang Kiesu mencari aku siorang tua she Bian ?" tanya Jie Pian Kiehiap akhirnya.

Sin Coa Tung Hiap mengeluarkan suara dingin, ia mengangguk.

"Aku tidak menyangka sama sekali bahwa Jie Pian Kiehiap Bian Tung Siang ternyata hanya seorang manusia rendah yang bisa hanya menghina seorang gadis lemah saja...!" katanya.

Muka Jie Pian Kiehiap jadi berobah merah, ia telah memaksakan diri untuk tertawa.

"Tetapi aku memiliki urusan sendiri dengan nona itu, jadi bukan se-kali2 maksudku hendak menghinanya...!" kata Jie Pian Kiehiap kemudian.

"Baiklah sekarang aku hendak membicarakan urusanku!" kata Sin Coa Tung Hiap kemudian. "Kedatanganku kekota ini justru hendak mencari kau, Jie Pian Kiehiap Bian Tung Siang kebetulan sekali aku bisa bertemu denganmu di tempat ini sehingga aku bisa menyelesaikan urusanku disini saja..!"

"Persoalan apa yang hendak diurus oleh Sin Coa Tung Hiap Kiesu? tanya Jie Pian Kiehiap kemudian. "Jika memang aku siorang tua she Bian Bisa membantu tentu aku bersedia untuk membantumu."

Tetapi Sin Coa Tung Hiap Gu Ping An telah berkata dengan suara yang dingin: "Jika memang kau berkata begitu tentu urusanku akan selesai tanpa memperoleh kesulitan." kata2nya itu disusul dengan kakinya yang melangkah mendekati Jie Sin Coa Tung Hiap berkata lagi: "Baiklah perlu kujelaskan sekarang maksud kedatanganku hendak minta sesuatu barang pada mu."

"Meminta barang kepadaku ? Apakah Kie Su kekurangan ongkos perjalanan ? Katakan saja, nanti akan kuperintahkan orangku untuk mempersiapkan segala kebutuhan Kiesu !" kata Jie Pian Kiehiap.

Tetapi Sin Coa Tung Hiap menggelengkan kepalanya beberapa kali.

"Aku tidak membutuhkan uang, yang kubutuhkan adalah sepasang cambukmu itu !" kata2 Sin Coa Tung Hiap tersebut ditutup dengan tatapan mata yang memancarkan sinar sangat tajam sekali.

Disaat itu, Jie Pian Kiehiap Bian Tung Siang jadi berobah mukanya, ia berkata dengan suara yang tergagap: "Ini... ini mana boleh terjadi... aku... aku menyesal sekali tidak bisa meluluskan permintaan Kiesu !"

Harus diketahui, bahwa senjata yang diandalkan oleh seorang pendekar rimba persilatan, merupakan barang yang sangat dihargai seka!i. Jika memang senjata yang dipergunakannya itu lenyap atau diambil oleh seseorang, berarti hal itu jatuhnya nama dari jago yang bersangkutan.

Dengan demikian Jie Pian Kiehiap tidak bisa memberikan senjatanya tersebut walaupun harus melalui suatu pertempuran antara mati dan hidup, tentu Jie Pian Kiehiap tidak akan menyerahkan cambuknya itu. Sin Coa Tung Hiap mengeluarkan suara tertawa dingin, katanya dengan suara yang tawar: "Baiklah, jika memang engkau tidak bersedia memberikan secara baik-baik sepasang cambukmu itu, aku akan mengambilnya sendiri...!"

Mendengar perkataan Sin Coa Tung Hiap itu, muka Jie Pian Kiehiap jadi berobah, ia memaksakan diri untuk bersenyum.

"Kiesu, benda yang tidak ada artinya ini merupakan benda peninggalan guruku, dan tidak mungkin aku bisa memberikannyab kepadamu, terudtama sekali baraang warisan inib juga merupakan senjata yang biasa kupergunakan untuk menjaga diri, maka kuharap saja Kiesu tidak memaksa untuk memintanya, karena ku kira benda2 tidak berharga ini tidak memiliki arti apa-apa untuk Kiesu !" setelah berkata begitu, tampak Bian Tung Siang membungkukkan tubuhnya sambil merangkapkan sepasang tangannya, ia menjura memberi hormat.

Tetapi Sin Coa Tung Hiap mengeluarkan suara tertawa dingin.

"Jika memang engkau tetap bersikeras tidak ingin menyerahkan benda yang kuminta itu, jangan menyesal jika aku bertindak kasar untuk mengambilnya sendiri !" katanya.

Tetapi Jie Pian Kiehiap yang terdesak begitu, jadi habis sabar.

"Baik, baik," katanya kemudian, "Jika memang Kiesu masih memaksa juga hendak mengambil kedua cambuk yang kuandalkan sebagai senjataku ini, aku pun terpaksa harus memberanikan diri menerima petunjuk dari kau...!"

Sin Coa Tung Hiap memperdengarkan suara tertawa tawarnya, ia telah berkata dengan suara yang dingin: "Nah, jagalah baik2 sepasang senjatamu itu, aku akan mengambilnya!" Membarengi perkataannya itu, tubuh Sin Coa Tung Hiap telah bergerak cepat sekali, tahu2 telah berada dihadapan Jie Pian Kiehiap, dan juga tangan kanannya telah diulurkan untuk menotok biji mata dari Jie Pian Kiehiap.

Melihat ancaman seperti itu, Jie Pian Kiehiap bukan main terkejutnya, karena tahu2 ujung jari dari Sin Hoa Tung Hiap telah berada didepan biji matanya, hanya terpisah beberapa dim saja.

Diwaktu itulah, ia berusaha untuk berkelit menghindarkan diri dari totokan jari tangan tersebut, menyelamatkan biji matanya.

Namun belum sempat ia bergerak, baru memiringkan kepalanya saja, tahu2 ia telah merasakan pinggangnya dingin sekali, dan Sin Coa Tung Hiap tidak meneruskan totokannya, cepat sekali Jie Pian Kiehiap meraba pinggangnya dan mukanya jadi pucat.

Ternyata kedua cambuk andalannya sudah tidak berada dipinggangnya lagi.

Waktu tadi ia tengah berusaha menghindarkan diri dari totokan jari tangan Sin Coa Tung Hiap yang mengancam biji matanya, tbernyata Sin Coad Tung Hiap telaah mempergunakanb tangannya yang lain untuk mengambil sepasang cambuk Jie Pian Kiehiap dengan cepat, sehingga Jie Pian Kiehiap sama sekali tidak mengetahui cara bagaimana Sin Coa Tung Hiap mengambil sepasang cambuknya tersebut.

Dengan adanya peristiwa seperti itu, Jie Pian Kiehiap jadi berdiri bengong saja, sedangkan Sin Coa Tung Hiap telah memainkan kedua cambuk yang baru saja diambilnya itu dengan kedua tangannya.

"Cambuk yang baik... cambuk yang baik!" ia memuji beberapa kali. Sedangkan Hoa Lun Sian telah mengawasi semua itu dengan perasaan kagum, karena ia telah menyaksikan betapa kepandaian dari Sin Coa Tung Hiap yang memang benar2 lihay.

Dengan demikian, ia telah tertolong dari desakan Jie Pian Kiehiap yang hendak memaksanya meminta kitab pusaka Huang Ciang Pit Kip, yang dikatakannya hendak dipinjaminya.

Kembali Sin Coa Tung Hiap berkata dengan suara yang tawar: "Hemmmm, sekarang kedua cambuk ini telah berhasil kumiliki... dan dengan tidak adanya cambuk ini, kuharap saja engkau tidak lagi melakukan perbuatan2 diluar garis Gie (budi kebaikan), telah cukup banyak kudengar betapa pihak Pai Nam Kiesu yang memiliki cukup banyak murid2nya, sering melakukan perbuatan2 yang menindas pihak yang lemah...!"

Muka Jie Pian Kiehiap jadi berobah merah ia gusar sekali karena senjata andalannya telah berhasil diambil begitu saja oleh Sin Coa Tung Hiap. Namun karena ia menyadari bahwa Sin Coa Tung Hiap memiliki kepandaian yang tinggi, dengan demikian ia tidak berani bertindak sembarangan.

Dengan suara yang mengandung kemendongkolan ia berkata: "Sin Coa Tung Hiap engkau keterlaluan sekali... kembalikan sepasang cambukku itu dan urusan akan kuhabisi sampai disini saja-!"

Sin Coa Tung Hiap tertawa dingin.

"Tampaknya engkau tidak senang dengan diambilnya cambuk ini olehku ?" tanyanya, "Lalu, apa yang hendak kau lakukan ?"

Maka Jie Pian Kriehiap jadi bertobah semakin meqrah.

"Jika memarng engkau tidak mengembalikan cambukku itu, biarlah aku akan mengadu jiwa dengan kau...!" menyahuti Jie Pian Kiehiap. Disaat itu Sin Coa Tung Hiap memperdengarkan suara tertawa yang keras, ia tertawa sambil mengangkat kepalanya memandang rembulan Dan setelah puas tertawa, ia berkata: "Engkau hendak mengadu jiwa denganku ? Baik, baik, aku malah hendak melihat, sesungguhnya berapa tinggi kepandaian yang dimiliki Jie Pian Kiehiap Ban Tung Siang...!"

"Kembalikan dulu sepasang cambuk itu itu, akan kuperlihatkan bahwa Ban Tung Siang...!"

Sin Coa Tung Hiap memperdengarkan suara dingin lagi. "Hemm,    hemm,    tampaknya    engkau    pensaran   dan

beranggapan bahwa kepandaian memang tinggi sekali..!" kata

Sin Coa Tung Hiap. "Baik, baik, aku juga memang ingin melihat, sampai berapa tinggi ilmu cambuk yang dimiliki oleh Jie Pian Kiehiap... kau terimalah ini...!"

Dan setelah berkata begitu, tampak Sin Coa Tung Hiap menggerakkan tangannya, ia telah melontarkan sepasang cambuk yang berada di-tangannya.

Kedua cambuk lemas berukuran pendek itu telah menyambar kuat sekali kearah Jie Pian Kiehiap.

Dengan cepat Jie Pian Kiehiap mengulurkan tangannya, ia menerima kedua cambuk itu,

Tetapi waktu ia mencekal kedua cambuk itu, ia jadi mengeluarkan seruan tertahan, karena ia merasakan telapak tangannya pedih sekali.

Ternyata, samberan kedua cambuk itu memiliki kekuatan yang mengejutkan sekali, sehingga walaupun cambuk itu telah dicekal oleh Jie Pian Kiehiap yang berada dalam kedudukan seperti itu dimana ia telah berjanji akan melawan Sin Coa Tung Hiap dengan ilmu cambuknya tersebut, tidak bisa menarik pulang kembali kata2nya.

"Kita mulai saja sekarang, aku memberikan kesempatan kepadamu untuk melancarkan serangan sebanyak sepuluh jurus, dan selama itu aku tidak akan melakukan serangan balasan," kata Sin Coa Tung Hiap.

Jie Pian Kiehiap memperdengarkan suara dengusan, dengan penasaran dia telah memusatkan seluruh kekuatan sinkangnya pada kedua telapak tangannya dan disalurkan kepada kedua cambuknya.

Gerakan yang dilakukannya kemudian sangat cepat sekali dimana kedua cambuknya telah menyambar-nyambar dengan kuat sekali menuju kebagian tubuh dari Sin Coa Tung Hiap.

Namun Sin Coa Tung Hiap selalu dapat berkelit dengan lincah.

Jurus pertama dan kedua telah lewat tanpa hasil begitu juga jurus ketiga dan ke empat yang tidak berhasil mengenai sasaran.

Hal ini membuat Jie Pian Kiehiap jadi tambah penasaran, beberapa kali dia melancarkan carabukan lagi dengan kuat.

Waktu jurus kesembilan justru waktu itu Sin Coa Tung Hiap baru saja berkelit dengan tubuh doyong kesamping kiri dan Jie Pian Kiehiap telah membarengi dongan cambukan lainnya lagi.

Namun Sin Coa Tunghiap ternyata memang memiliki kepandaian yang sangat tinggi sekali ia juga sangat lincah menyelamatkan diri dari sambaran cambuk lawannya.

Sampai akhirnya tiba jurus yang kesepuluh.

"Sekarang tiba giliranku untuk balas menyerang... kau harus hati2 Jie Pian Kiehiap...!" kata Sin Coa Tung Hiap dengan suara yang nyaring, dan berbareng dengan itu, tampak ia telah-menggerakkan kedua tangannya, memutar kedua telapak tangannya dengan cepat, dan tubuhnya juga telah melompat kesana kemari dengan gerakan yang lincah sekali. Jie Pian Kiehiap sendiri yang melihat dalam sepuluh jurus tidak berhasil menyerang lawannya, jadi kuatir juga. Dan sekarang melihat Sin Coa Tung Hiap ber-siap2 akan melancarkan serangan balasan, membuat ia membawa sikap yang lebih hati2.

Diwaktu itu, tampak Jie Pian Kiehiap harus melompat mundur dua tombak lebih, serangan pertama dari Sin Coa Tung Hiap telah menyambar datang kearah dadanya.

Walaupun Sin Coa Tung Hiap melakukan pemukulan dengan telapak tangan, namun kenyataannya tenaga pukulannya itu kuat sekali dan bisa mematikan.

Dalam keadaan demikian, Jie Piban Kiehiap sambdil berkelit jugaa telah menggerbakkan cambuknya, ia berusaha melibat pergelangan tangan Sin Coa Tung Hiap.

Tetapi Sin Coa Tung Hiap tidak mau membiarkan pergelangan tangannya itu dilibat oleh cambuk lawannya, ia menarik pulang tangannya berbareng ia telah melakukan pemukulan dengan tangannya yang lain.

Kuat sekali tenaga pukulan dari telapak tangannya, karena baru saja Jie Pian Kiehiap hendak menangkis dengan cambuknya, justru tubuhnya telah terdorong oleh suatu kekuatan yang tidak tampak dan kuat sekali.

Baru saja Jie Pian Kiehiap mengeluarkan suara seruan kaget, ia merasakan tubuhnya jadi ringan sekali dan melayang ditengah udara, kemudian terbanting diatas tanah.

"Bagaimana ?" tanya Sin Coa Tung Hiap dengan suara yang tawar: "Apakah engkau mau menyerahkan sepasang cambukmu itu ?"

Tetapi Jie Pian Kiehiap telah merangkak untuk bangun kembali, ia ber-siap2 untuk melakukan penyerangan lagi, tanpa menyahuti pertanyaan Sin Coa Tung Hiap, ia menatap tajam sekali kepada lawannya. Hoa Lun Sian yang menyaksikan ini, jadi berdiri mematung. ia melihat, betapa kepandaian Jie Pian Kiehiap telah tinggi, jika saja tadi Sin Coa Tung Hiap tidak keburu datang mungkin sekarang dia telah terluka parah ditangan Jie Pian Tung Hiap. Dan kini justru ia menyaksikan lagi kepandaian Sin Coa Tung Hiap jauh lebih tinggi dari kepandaian Jie Pian Kiehiap.

Sigadis diam2 menghela napas, sambil katanya didalam hati :"Hemm, memang tepat apa yang dikatakan bahwa kepandaian itu tidak ada batasnya... kepandaian Jie Pian Kiehiap yang tampaknya telah begitu tinggi, ternyata tidak memiliki daya apa2 untuk menghadap kepandaian dari orang bertopeng tersebut sesungguh nya, siapakah orang bertopeng ini?"

Sin Coa Tung Hiap telah berkata: "Kau harus berhati-hati, Jie Pian Kiehiap karena aku akan mengambil sepasang cambukmu itu."

Jie Pian Kiehiap mencekal sepasang cambuknya dengan kuat, ia yakin jika dia berhati-hati dan mengadakan perlawanan yang penuh kewaspadaan, cambuknya itu tentu tidak mungkin bisa diserbu oleh Sin Coa Tung Hiapb.

Waktu itu Sind Coa Tung Hiap aberkata dengan bsuara yang tawar: "Aku akan segera mulai, kau hati-hatilah!"

Tubuh Sin Coa Tung Hiap telah bergerak dengan lincah, ia menghampiri menerjang kearah Jie Pian Kiehiap dengan gerakan yang luar biasa cepatnya, Jie Pian Kiehiap hanya melihat tubuh Sin Coa Tung Hiap berkelebat tahu2 ia merasakan sepasang tangannya dingin. 

Ternyata Sin Coa Tung Hiap telah merebut kedua cambuk ditangan Jie Pian Kiehiap, dan diwaktu itu, ia mengambil dengan hanya mempergunakan tangan kirinya saja, dengan tangan kanannya ia mendorong kedada Jie Pian Kiehiap. Tidak ampun lagi tubuh Jie Pian Kiehiap telah terlontarkan dan ambruk diatas tanah, sedangkan sepasang cambuknya telah berpindah ketangan Sin Coa Tung Hiap.

Diwaktu itu tampak Jie Pian Kiehiap telah mengerang kesakitan, ia merangkak untuk berdiri.

Sin Coa Tung Hiap berdiri sambil memainkan sepasang cambuk itu.

"Untuk kedua kalinya aku berhasiI mengambil cambuk ini dari tanganmu," kata Sin Coa Tung Hiap, "Apakah engkau masih penasaran untuk mengadu kepandaian lagi !"

Tetapi Jie Pian Kiehiap yang menyadari bahwa dirinya tidak mungkin bisa menandingi kepandaian Sin Coa Tung Hiap, telah berdiam diri sejenak, kemudian ia merangkapkan kedua tangannya memberi hormat.

"Baiklah. kali ini aku Jie Pian Kiehiap Bian Tung Siang jatuh nama ditanganmu, aku menerima pengajaranmu kali ini, dan Kuharap engkau mau mengembalikan cambukku...!"

Tetapi Sin Coa Tung Hiap telah menggeleng.

"Aku sudah mengatakan, aku menghendaki sepasang cambuk ini...!"

"Hemm, jika memang engkau tidak mau mengembalikan cambuk tersebut, berarti engkau memang hendak menimbulkan dendam dipihakku...!"

Sin Coa Tung Hiap tertawa keras sekali ia berkata dengan suara yang tawar: "Aku menurunkan tangan paling ringan padamu, aku tidak memusnahkan kepandaianmu dan hanya mengambil sepasang cambuk ini. Tetapi tampaknya engkau menaruh dendam untuk hal ini. Baik, baik, jika memang urusan irni tidak menyentangkan hatimu, qsetiap saat akur akan menerima kedatanganmu kelak untuk memperhitungkan semua ini...!" Muka Jie Pian Kiehiap jadi berobah merah, ia gusar sekali, tetapi mengingat bahwa ia tidak akan berdaya untuk merebut kembali cambuknya, ia berdiam diri saja, dan kemudian setelah menoleh memandang kepada Hoa Lun Sian beberapa saat, ia membalikkan tubuhnya, ngeloyor pergi meninggalkan tempat tersebut.

Setelah melihat Jie Piarj Kiehiap pergi, Sin Coa Tung Hiap menghampiri Hoa Lun Sian.

"Apakah nona terluka cukup parah ?" tanyanya dengan suara yang sabar.

Sigadis semula tertegun, tetapi kemudian menggelengkan kepalanya.

"Tidak, hanya terluka diluar saja !" sahutnya, "Terima kasih atas pertolongan yang diberikan oleh inkong (tuan penolong)

!"

Sin Coa Tung Hiap tertawa.

"Jangan nona berkata begitu," katanya, dan ia merogoh saku bajunya, mengeluarkan sebuah botol berukuran kecil, mengeluarkan tiga butir pil yang berwarna coklat tua.

"Pil ini," kata Sin Coa Tung Hiap lagi, "Merupakan pil untuk luka yang cukup mujarab. telanlah sebutir, besok pagi eagkau telan lagi sebutir dan sorenya sebutir lagi, lukamu akan sembuh !" dan Sin Coa Tung Hiap menyerahkan ketiga butir  pil tersebut.

Hoa Lua Sian menerima pil tersebut sambil menyatakan terima kasihnya, iapun segera menelan pil yang satu dengan bantuan air liur nya.

"Dan, sepasang cambuk ini kuhadiahkan untukmu, nona...!" kata Sin Coa Tung Hiap kembali sambil mengangsurkan kedua cambuk Jie Pian Kiehiap yang telah diambilnya tadi.

Sigadis tertegun lagi, tetapi kemudian tertawa. "Terima kasih... kukira, kedua cambuk itu tidak begitu berarti apa2 untukku, karena aku hanya mengerti sedikit ilmu memainkan pedang!"

"Terimalah sebagai hadiah saja...!" kata Sin Coa Tung Hiap sambil tetap mengangsurkan kedua cambuk tersebut.

Sigadis ragu2 sejenak, tetapi kemudian ia mengulurkan tangannya, ia menyambuti kedua cambuk tersebut, yang kemudian melibatkan pada pinggangnya. iapun lalu merangkapkan sepasang tangannya, membungkuk memberi hormat, sambil katanya: "Terima kasih atas bantuan dan pemberian hadiah ini, Inkong," kata sigadis.

orang bertopeng kain merah yang bergelarSin coa Tung Hiap tersebut telah menyingkir kesamping, ia tidak mau menerima hormat si gadis.

"Jangan banyak peradatan,jangan banyak peradatan," kata Sin coa Tung Hiap kemudian. "Bolehkah aku mengetahui she dan nama nona yang mulia ?" Si gadis tertegun lagi, tetapi kemudian ia menyebutkan she dan namanya.

sin coa Tung Hiap tertawa. iapun berkata: "Aku sendiri she Gu dan bernama Ping An-Sahabat2 dalam rimba persilatan memberikan sebutan main2 dengan julukan sin coa Tung Hiap"

"Sudah Cukup banyak yang didengar Siauw moay mengenai nama dan julukan inkong.... rupanya inkong merupakan Tokoh persilatan yang sangat terkenal sekali untuk wilayah propinsi Hunan ini..."

sin coa Tung Hiap menghela napas, "sesungguhnya aku hanya melakukan apa yang bisa kulakukan-.. dan aku selalu berusaha untuk melakukan sesuatu yang bisa membawa kebahagiaan dihatiku, yaitU keadilan dan kebaikan-.." kata Sin coa Tung Hiap. "Namun, justru jika Siauwmoay tidak salah dengar, banyak juga inkong melakukan-.. melakukan-.." tetapi sigadis tidak meneruskan perkataannya.

"Melakukan apa ?" tanya Sin coa Tung Hiap sambil memperhatikan sigadis.

"Tidak jarang juga inkong katanya melakukan perbuatan yang cukup mengejutkan yaitu memusuhi orang-orang dari jalan Pekto..." Mendengar perkataan sigadis, sin coa Tung Hiap tertawa.

"Tidak selamanya orang2 dijalan Pekto bersih dan lurus semuanya, merekapUn manUsia dan memiliki banyak kesalahan, maka dari itu, jika memang sekali2 aku bentrok dengan orang2 dari jalan Pekto, itulah wajar. Dan begitu juga halnya orang2 dijalan Hekto (hitam/penjahat), tidak semuanya mereka itu jahat, terkadang di dalam segolongan Hekto tersebut terdapat pendekar sejati yang memiliki jiwa yang luhur dan mulia.

Maka dengan pendirian seperti itu, banyak orang2 rimba persilatan yang beranggapan bahwa aku tidak memiliki pendirian dijalan dan golongan mana, karena memang aku sering bentrok dengan golongan Hek to maupun Pek-to, tapi yang paling utama, justru aku selalu berusaha bertindak dijalan kebajikan-.."

Hoa Lun Sian menghela napas dalam2, ia berkata kagum: "Baiklah," katanya dengan suara yang mengandung perasaan gembira. "Dengan bisa bertemu inkong dan berkenalan langsung dengan inkong, benar2 merupakan rejeki yang sutit sekali diperoleh Siauwmoay... sungguh menggembirakan sekali."

sin coa Tung Hiap tertawa, ia tela membalikkan tubuhnya sambil berkata: "Sampai berjumpa dilain kesempatan-.^" Dan belum lagi suaranya itu habis diucapkan, tubuhnya telah lenyap dari pandangan mata Hoa Lun Sian. "Ginkang yang mahir sekali..." memuji Hoa Lun Sian tanpa dikehendakinya, karena ia sangat kagum sekali.

Setelah berdiam ditempat tersebut beberapa lama lagi, Hoa Lun Sian akhirnya meninggaikan tempat tersebut dan kembali kerumah penginapan.

Tetapi keesokan paginya diwaktu ia terbangun dari tidurnya, Hoa Lun Sian jadi teringat selalu pada orang bertopeng merah tersebut, yaitu Sin coa Tung Hiap yang telah menghadiahkan kepadanya sepasang Cambuk milik Jie Pian Kiehiap yang telah dirampasnya.

Setelah sarapan pagi, Hoa Lun Sian menuju kegedung tempat Pai Nam Kiesu, menemui Jie Pian Kiehiap. ia telah mengembalikan sepasang cambuk milik Jie Pian Kiehiap.

Bian Tung Siang yang menerima kembali sepasang cambuknya tersebut, jadi gembira dan terharu kepada sigadis, ia menyatakan terima kasihnya yang tidak terhingga, dan telah menyatakan juga bahwa urusannya dengan Sin coa  Tung Hiap dihabisi hanya sampai disitu saja.

Begitu juga halnya dengan kitab pusaka Huang clang, Bian Tung Siang menyatakan bahwa ia tidak ingin memaksa Hoa Lun Sian untuk meminjamnya.

Setelah bercakap-cakap beberapa saat lamanya dengan Bian Tung Siang, sigadis meminta diri untuk melanjutkan perjalanannya.

Hoa Lun Sian meninggaikan kota Pai Nam menuju kearah barat daya, ia menuju kekota Liu-cing. perjalanan menuju kekota Liu-cing, harus melewati padang rumput yang cukup luas. Sejauh mata memandang, hanya rumput yang tumbuh tinggi terhampar didepan mata.

Hoa Lun Sian melakukan perjalanan tanpa menunggang kuda, ia hanya berjalan kaki. Karena berada ditempat yang nyaman seperti padang rumput tersebut, telah membuat Hoa Lun Sian jadi melakukan perjalanan per-lahan2, iapun melihat banyak burung-burung yang berterbangan lincah diatas padang rumput tersebut.

Diwaktu Hoa Lua Sian tengah berjalan dengan perlahan sambil ber-nyanyi2, diwaktu itu ia mendengar dari arah belakangnya suara derap langkah kaki kuda.

Hoa Lun Sian menoleh kebelakang, ia melihat seekor kuda berbulu agak merah tengah mendatangi dengan cepat. Gerakan kuda itu tegap sekali, dan diatas punggung kuda tersebut tergemblok sebuah ransel yang besar dan penunggangnya seorang pria berusia tiga puluh tahun.

Waktu kuda itu mencongklang cepat, bungkusan besar tersebut ber-gerak2.

Melihat dari potongan kuda tersebut yang besar, Hoa Lun sian tahu bahwa kuda tersebut merupakan kuda Mongolia yang terkenal akan kegagahannya. Dan pemuda yang berada diatas- kuda tersebut juga memiliki bentuk tubuh yang tegap.

Waktu kuda itu telah datang dekat Hoa Lun Sian baru bisa melihat jelas wajah pemuda itu, yang ditumbuhi oleh berewok yang cukup lebat dan kasar.

Waktu tiba didekat Hoa Lun Sian, pemuda itu telah menarik tali les kudanya sehingga binatang tunggangan itu berhenti mencongklang.

"Maafkan aku ingin bertanya sedikit, kearah manakah jika hendak menuju ke Liu-cing-kwan?" tanya pemuda itu  suaranya besar dan nadanya kasar.

Hoa Lun Sian memandang sejenak pada pemuda itu, ia memandang juga pada bungkusan besar yang tergemblok dibelakang punggung kuda tersebut. Kemudian gadis ini menunjuk kearah kedepannya: "Ambil saja arah yang lurus, nanti anda akan tiba ditempat yang sedang anda tuju itu..." "Terima kasih..." kata pemuda berewok tersebut dengan suara yang tetap besar, dan tanpa banyak berkata lagi ia telah menarik tali les kudanya, sehingga kuda tunggangan itu mencongklang dan berlari cepat sekali.

Hoa Lun Siang memandang kepergian pemuda tersebut, dan ia melakukan perjalanan pula. Karena ia melakukan perjalanan dengan berjalan kaki, menjelang sore hari barulah ia tiba dikota Liu-cing.

Gadis she Hoa ini mencari sebuah rumah penginapan, dan ia telah melihat dikota yang cukup besar ini hanya terdapat sebuah penginapan saja yang cukup besar. Waktu sigadis hendak memasuki pintu muka rumah penginap itu, ia melihat kuda berbulu merah tertambat didepan rumah penginapan itu, dibagian tempat menambatkan kuda2 para tamu yang berkunjung dirumah penginapan tersebut, seketika itu juga Hoa Lun Sian teringat kepada pemuda yang berewok lebat itu.

Waktu Hoa Lun Sian melangkah kedalam ruangan tengah rumah penginapan itu, seorang pelayan yang semula sedang duduk menyender dibalik sebatang tiang, telah melompat menyambut.

"Apakah slocia atau nona memerlukan kamar?" tanya dengan sikap hormat. Hoa Lun Sian mengangguk.

"sediakan aku sebuah kamar yang bersih," pintanya.

Pelayan itu bekerja cepat dalam waktu yang singkat ia telah mempersiapkan dan merapihkan sebuah kamar yang cukup baik untuk sigadis yang terletak disamping kanan dari bangunan rumah penginapan tersebut.

Rupanya kota Liu-cing walaupun merupakan kota yang besar, namun jarang sekali dikunjungi orang yang hendak pesiar, sehingga rumah penginapan ini walaupun hanya satu, tetap tidak begitu padat menerima tamu. Setelah membersihkan tubuhnya dan salin pakaian Hoa Lun Sian menuju ke ruang makan memesan beberapa macam makanan untuk menangsel perut.

Waktu menantikan makanan yang dipesannya disaat itu dari jurusan tangga yang menghubungi ruangan bawah dengan tingkat atas, turun seorang pemuda yang muka nya berewok. Ketlka melihat Hoa Lun Sian, pemuda itu telah mengangguk sambil tersenyum.

"Rupanya anda datang dikota ini juga , nona ?" katanya, suaranya tetap besar, walaupun tampaknya pemuda itu telah berusaha agar suaranya tidak terdengar kasar atau kaku.

Hoa Lun Sian mengangguk.

"Ya, rupanya memang kita sama tujuan-.." katanya, "Sudah lamakah anda tiba disini?"

"Siang tadi "

Begitulah, pemuda berewok tersebut jadi duduk semeja dengan Hoa Lun sian-

Merekapun ber-cakap2. Karena pemuda berewok tersebut juga merupakan seorang yang berkelana dalam rimba persilatan, cepat sekali mereka jadi merasa cocok. dimana mereka membicarakan perkembangan keadaan dunia persilatan akhir-akhir ini.

"Apakah kedatanganmu cung Sieheng (saudara she cung) kekota Liu-cung ini ingin melakukan sesuatu pekerjaan yang penting ?" tanya Hoa Luu Sian-

Sejenak kemudian pemuda yang berewok tersebut, yang bernama Cung Kiang Bun, telah mengangguk.

"Benar... ada suatu urusan yang sangat penting harus kuselesaikan-.." sahutnya, "Dan kau...?"

Hoa Lun Sian mengangguk sambil senyum. "Jika siauwmoy hanya berkelana untuk mencari pengalaman," katanya kemudian "jadi Siauwmoay tidak memiliki tujuan yang tertentu... kemana saja kedua kaki siauwmoay ini membawa, maka disitulah siauwmoay akan tiba..."

Pemuda berewok tersebut tersenyum.

"Jika demikian, engkau tentu bisa menyaksikan suatu keramaian, jika saja engkau menghendakinya nona..." kata pemuda she cung itu.

"Keramaian apa ?" tanya sigadis kemudian tertarik. "Kedatanganku kekota Liu-cing ini untuk mengurus suatu

persoalan yang cukup aneh, yaitu urusan yang menyangkut keselamatan puluhan jiwa manusia..."

Hoa Lun Sian mengerutkan sepasang alisnya, ia menatap pemuda tersebut agak tajam, "Urusan apakah itu ?" tanya sigadis pula.

Sipemuda ragu2 sejenak. tapi kemudian ia berkata juga dengan suara yang lebih perlahan dari semula: "Apakah engkau melihat bungkusan besar yang kubawa pada punggung kudaku beberapa saat yang lalu, ketika kita berada dipadang rumput?" Hoa Lun Sian mengangguk.

"Ya... bungkusan itu besar sekali, Apakah isinya ?" tanya Hoa Lun Sian-

"Seorang manusia, seorang pendekar silat yang telah berhasil kutawan-.. dan juga, dialah yang akan menentukan berhasil atau tidaknya usahaku ini.."

"Seorang manusia ?" tanya Hoa Lun-Sian dengan suara yang agak terkejut, "Jadi... isi bungkusan itu seorang manusia

?"

Cung Kiang Bun mengangguk cepat. "Ya... dia adalah murid Kun Lun Pay yang telah kutawan, dan justru dialah yang akan menentukan apakah jago2 Kun Lun Pay yang akan kuhubungi nanti mau mengerti dan membereskan urusan kami. jika memang nona tidak memiliki kesibUkan lainnya, dapat nona turut serta dengan aku gUna menemul jago2 Kun Lun Pay..."

Hati Hoa Lun Sian jadi tertarik, Sebagai seorang gadis yang gemar ilmusilat, tentu saja setiap keramaian sangat menyenangkan hatinya. Apalagi sekarang ia diajak untuk bertemu dengan tokoh2 Kun Lun Pay yang telah lama di dengarnya bahwa orang2 Kun Lun Pay memiliki kepandaian yang tinggi sekali, terutama untuk ilmu pedangnya. Tanpa berpikir dua kali, Hoa Lun Sian telah mengangguk.

"Baiklah... tetapi bolehkah Siauwmoay mengetahui urusan apakah yang terdapat antara cung Sieheng dengan orang2 Kun Lun Pay itu?"

"Urusan biasa, urusan yang menyangkut keselamatan jiwa puluhan manusia, sesungguhnya aku dari pintu perguruan wie liong-pay, dimana pihak perguruan kami telah bentrok dengan beberapa murid Kun Lun Pay, tetapi justru disebabkan bentrokan tersebut, yang sesungguhnya bisa didamaikan,jago2 dari Kun Lun Pay telah menarik panjang persoalan tersebut, akhirnya kami jadi terlibat dalam urusan yang kian panjang dan ber-belit2. sehingga menarik perhatian dari tokoh2 persilatan pintu perguruan lainnya.

Kami dari pihak Wie-liong-pay bermaksud untuk mengambil jalan damai dengan pihak Kun Lun Pay, walaupun juga seorang murid Kun Lun Pay secara diam2 telah mendatangi tempat kami, bermaksud melakukan pembunuhan secara menggelap. gagal, dan berhasil kami menangkapnya .

Kami tidak menyiksa atau menghukumnya, hanya akan kami bawa untuk dipertemukan dengan orang2 Kun Lun Pay, dimana kami akan mengemukakan maksud kami, agar persoalan yang tidak berkesudahan itu diselesaikan saja..." Hoa Lun Sian mendengarkan dengan tertarik.

"Lalu apa maksud cung Sieheng dengan mengatakan bahwa urusan ini menyangkut urusan puluhan jiwa manusia ?" tanya sigadis. cung Kian Bun menghela napas dalam2.

"Jika urusan ini ber-larut2 dan terjadi bentrokan-bentrokan yang tidak berkesudahannya dan pertempuran2 diantara kedua golongan yaitu Wie-liong-pay dengan pihak Kun Lun Pay, akan menimbulkan korban yang cukup banyak. Justru dari pihak kami, yaitu Wie-liong-pay, berusaha mencegah jangan sampai berjatuhan korban2 lagi, bukankah lebih bijaksana jika saja kami bisa mengambil jalan damai untuk kedua belah pihak ?"

"Tetapi jika maksud baik dari Wie-liong-pay ditolak orang2 Kun Lun pay ?" tanya Hoa Lun Sian-

"Itu bagaimana nanti saja... karena sekarang ini bukankah kami dari pihak Wie liong-pay juga belum lagi mengetahui pendirian dari pihak orang2 Kun Lun pay tersebut?"

Hoa Lun Sian mengangguk, katanya lagi: "Apakah orang2 Kun Lun pay yang terlibat dalam bentrokan dengan pihak wie- liong-pay kalian memang diketahui oleh ketua mereka di Kun LU San?"

Cung Kiang Bun mengangkat bahunya ia telah berkata perlahan- "Aku mana tahu... tetapi justru pihak Kun Lun pay terlalu mendesak kami. tiga orang murid dari Wie-liong-pay telah mereka tawan,jika memang mereka bermaksud mengambil jalan damai, tentu dengan dikembalikannya murid mereka yang berusaha melakukan percobaan membunuh ditempat kami ini, mereka tentu akan menyudahi urusan dengan mengembalikan tiga orang murid Wie-liong-pay.."

"Kapan cung sieheng akan berangkat ?" tanya sigadis. "Mungkin besok pagi, dari Liu-cing masih memerlukan perjalanan satu hari guna mencapai tempat berkumpulnya murid- murid Kun Lun Pay itu."

Waktu itu pelayan telah membawakan yang mereka pesan, Kedua nyapun telah memakannya dengan lahap.

selesai bersantap Hoa Lun Sian ber-cakap2 dengan Cung Kiang Bun sampai jauh malam. Dan akhirnya mereka berpisah untuk kembali kekamar masing2.

Keesokan paginya Cung Kiang Bun bangun terlebih dulu dari Hoa Lun Sian, waktu sigadis selesai salin pakaian dan keluar dari kamarnya, Cung Kiang Bun telah menantikan diruangan makan.

Mereka sarapan pagi ber-sama2. Selesai makan, merekapun melakukan perjalanan meninggaikan Liu-cing. Karena Cung Kiang Bun memakai kuda merahnya dalam melakukan perjalanannya tersebut Hoa Lun Sian juga telah membeli seekor kuda yang cukup baik dikota tersebut, seharga dua ratus tail perak.

Dengan melakukan perjalanan mempergunakan kuda tunggangan tersebut, mereka bisa mencapai jarak yang cukup jauh, waktu siang hari mereka telah melewati hampir seratus lie lebih.

Kuda merah milik Cung Kiang Bun merupakan kuda pilihan yang baik sekali, sesungguhnya dalam satu harinya bisa melakukan perjalanan lima ratus lie lebih. Tetapi karena kuda tunggangan Hoa Lun Sian merupakan kuda tungganga biasa saja, maka sengaja Cung Kiang Bun melarikan kuda merah nya tidak terlalu keras.

Sore harinya, mereka telah tiba dipedusunan wue-liu-cung, sebuah perkampungan yang tidak begitu besar, Cung Kiang Bun tidak mengajak Hoa Lun Sian memasuki perkampungan tersebut, hanya langsung menuju kesebuah kuil tua yang terdapat dimuka pintu kampung tersebut sebelah timur. Cung Kiang Bun juga telah menjelaskan kepada Hoa Lun Sian, bahwa murid- murid Kun Lun Pay itu berkumpul dikuil tersebut.

Mereka telah turun dari kuda masing-masing dan menghampiri pintu kuil.

Cung Kiang Bun mengetuk pintu kuil cukup keras, karena ia mencekal gelang besi yang terdapat dipintu itu, untuk dibenturkan dengan daun pintu,

Tidak lama kemudian pintu kuil itu terbuka.

Dari dalam kuil keluar seorang tojin (pendeta yang memelihara rambut, agama To), yang memandang mereka dengan sikap curiga, Terlebih lagi waktu tojin tersebut mengenali bahwa yang menjadi tamunya adalah seorang pemuda yang memang dikenalnya.

"Aha, rupanya cung Kiesu (orang gagah she cung) yang telah berkunjung.." katanya dengan suara yang tidak mengandung persahabatan. Cung Kiang Bun telah membungkuk sedikit memberi hormat.

"Kedatangan Siauwte kemari untuk menyampaikan sebuah berita, yang dititipkan oleh Ciangbunjin Wie-liong-pay kami."

Tojin yang membukakan pintu tersebut seorang tojin yang berusia sekitar empat puluh tahun lebih, tetapi wajahnya masih segar. Waktu mendengar perkataan Cung Kiang Bun, ia mengangguk perlahan, katanya : "silahkan masuk... mari silahkan masuk."

Dan sambil berkata begitu, dengan sikap mempersilahkan tamu2nya tersebut masuk kedalam kuil, mata tojin itu juga telah melirik tajam kepada Hoa Lun Sian-

Saat itu Cung Kiang Bun juga telah memperkenalkan Hoa Lun Sian: "lni sahabatku Liehiap ini merupakan seorang pendekar wanita yang memiliki kepandaian tinggi, ia she Hoa dan bernama Lun Sian " Tojin itu merangkapkan sepasang tangannya, ia menyebut beberapa kata memuji akan nama Hoa Lun Sian- Seperti diketahui, dalam rimba persilatan walaupun belum saling berkenalan, tetapi jika bertemu dan diperkenalkan dengan seorang pendekar lainnya, tentu akan saling menyatakan perasaan kagum dan basa-basi menyatakan bahwa telah lama mendengar nama besar dari orang yang bersangkutan-

Sedangkan Hoa Lun Sian juga telah merendahkan diri dengan beberapa patah perkataan, lalu berdiam diri mengikuti Cung Kiang Bun memasuki kuil tersebut.

Tojin itu telah membawa mereka ke ruang tamu. yang bersih dan cukup luas.

Setelah mempersilahkan kedua tamunya itu untuk duduk menanti, ia minta diri untuk memberitahukan saudara-saudara seperguruannya.

Cung Kiang Bun duduk tenang menantikan murid- murid Kun Lun Pay yang lainnya, sama sekali tidak terlihat sikap gelisah, walaupun ia mengetahui tidak lama lagi ia akan berhadapan dengan lawan yang berjumlah banyak dan juga masing2 memiliki kepandaian yang tinggi.

Bungkusan besar, yang menurut Cung Kiang Bun berisi seorang murid Kun Lun Pay yang telah berhasil ditawan, diletakkan dilantai, di samping kursi tempat ia duduk. Hoa Lun Sian juga telah duduk disebuah kursi disamping Cung Kiang Bun-

Gadis itu memandang sekeliling ruangan, menikmati keindahan ruangan tersebut, yang banyak dihiasioleh lukisan- lukisan dinding yang menggambarkan keindahan panorama pegunungan.

Disaat itu, mereka mendengar suara langkah kaki beberapa orang dari jurusan ruangan dalam, Disusul kemudian dengan munculnya lima orang tojin yang tadi membukakan mereka pintu. Cung Kiang Bun dan Hoa Lun Sian segera bangkit dari tempat duduk mereka.

Kelima tojin itu merangkapkan tangan mereka masing2 memberi hormat, yang dibalas oleh Cung Kiang Bun dan Hoa Lun Sian.

"Tidak kami sangka bahwa cung Kiesu akan berkunjung ketempat kami.." kata tojin lainnya, "Rupanya cung Kiesu memang membawa sebuah berita yang penting sekali untuk kami..?"

"Ya.... siauwte membawa pesan dari ciangbunjin kami, untuk menyampaikan sesuatu kepada pihak kalian, dan juga tentunya para Cinjin tidak akan menerima urusan ini dengan sikap yang ter-gesa2, bijaksanalah jika para cinjin menerima semua ini, yang akan Siauwte sampaikan dengan kepada cinjin-."

"Sesuatu ? Apakah cung Kiesu akan menyampaikan sesuatu barang barang untuk kami?" tanya tojin tua itu lagi. Cung Kiang Bun mengangguk.

"Ya, secara kebetulan sekali kami telah berhasil menggagalkan maksud buruk dari seseorang yang hendak melakukan pembunuhan secara menggelap... pembunuh gelap tersebut telah kami tawan, dan setelah diperiksa, ternyata dia adalah seorang murid Kun Lun pay"

"ohhh," berseru tertahan tojin tua tersebut. "Lalu ?" "ciangbunjin kami dari pihak Wie-liong-pay telah mengutus

Siauwte untuk menyampaikan murid Kun Lun Pay tersebut kepada cinjin sekalian... maka harapan kami, agar cinjin sekalian menerimanya dengan baik murid Kun Lun Pay ini..."

Setelah berkata begitu, Cung Kiang Bun menunjuk bungkusan besar yang berada dilantai.

"Jadi murid Kun Lun Pay ditawan dan di bungkus dalam bungkusan itu ?" tanya tojin tua itu. Cung Kiang Bun mengangguk "Benar..." dan setelah berkata begitu, Cung Kiang Bun berjongkok, ia membuka ika tan bungkusan tersebut, segera terlihat seorang tojin berusia tiga puluhan tahun, dalam keadaan terikat, Dan juga mulutnya tersumbat.

Dilihat dari wajahnya, tampaknya tojin itu lelah sekali dan juga tentu telah terikat dalam waktu yang cukup lama.

Disaat itu wajah kelima tojin tersebut jadi berobah, mereka telah memperlihatkan baik2 wajah dari murid Kun Lun Pay yang terikat itu

Kemudian tojin tua itu telah merangkapkan sepasang tangannya memberi hormat kepada Cung Kiang Bun, katanva

: "Terima kasih atas kebaikan dari Wie-liong-pay yang mengembalikan murid kami ini dalam keadaan yang bernyawa..."

"Itulah karena disebabkan kamipun menghendaki jalan perdamaian diantara kita... dimana persoalan kita dapat diselesaikan dengan secara baik. Dengan dikembalikannya murid Kun Lun Pay ini, maka kami harapkan agar pihak Kun Lun Pay juga mau mengembalikan tiga murid dari pintu perguruan kami..."

Tojin tua itu mengerutkan sepasang alis-nya, ia kemudian menghela napas.

"Sesungguhnya persoalan yang terdapat pada bentrokan antara Wie-liong-pay dengan pihak Kun Lun Pay hanya disebabkan kesalahan pahaman dari murid2 kedua pintu perguruan silat tersebut, maka dengan demikian, sesungguhnya memang tidak perlu sampai terjadi timbulnya bentrokan yang jauh lebih besar. Dengan demikian, rupanya pihak Wie-liong-pay memang bermaksud baik dengan mengambil jalan damai untuk menyelesaikan persoalan dan bentrok itu... kami akan mempertimbangkannya sebaik mungkin..." Dan setelah berkata begitu, tojin tua tersebut mempersilahkan Cung Kiang Bun dan Hoa Lun Sian untuk duduk kembali ditempat mereka.

Kelima tojin Kun Lun Pay itu ternyata masing2 bergelar Wie Lie cinjin, Wie Sin cinjin, Wie Lie cinjin, Wie To cinjin dan Wie Lin cinjin- Kelima tojin tersebut merupakan lima orang murid Kun Lun Pay dari tingkatan ke tiga. Kepandaian mereka juga tinggi sekali terutama sekali ilmu pedang mereka yang sulit sekali ditandingi.

Wie Lie cinjin, tojin yang tertua itu, merupakan tojin yang sabar, dan memiliki kepandaian yang paling tinggi dari keempat saudara seperguruannya tersebut. ialah yang selalu muncul untuk menyelesaikan persengketaan antara murid2 Kun Lun Pay dengan pihak pintu perguruan lainnya .

Wie Lie cinjin juga telah menanyakan kepada Cung Kiang Bun, persoalan yang hendak diselesaikan oleh pihak Wie-liong- pay itu sesungguhnya harus ditempuh dengan Cara dan jalan bagaimana, Cung Kiang Bun menjelaskan jika saja pihak Kun Lun Pay menyerahkan tiga orang tawanan yang terdiri dari murid Wie-liong-pay maka pihak Wie-liong-pay akan menyudahi urusan sampai disini saja.

"Tetapi untuk membebaskan ketiga orang murid Wie-liong- pay yang telah membinasakan enam orang murid Kun Lun Pay bukanlah persoalan yang terlalu mudah karena ketiga tawanan tersebut akan kami kirim langsung ke Kun Lun San dimana nanti ciangbunjin kami yang memutuskan, hukuman apa yang sesuai untuk dijatuhkan kepada ketiga orang murid Wie-liong- pay tersebut..."

Muka Cung Kiang Bun jadi berobah.

"Jika demikian, ternyata pihak Kun Lun Pay sama sekali tidak memiliki pengertian " kata Cung Kiang Bun- "Bukankah murid dari Kun Lun Pay yang berusaha melakukan pembunuhan gelap pun telah berhasil kami tawan, malah kami telah mengembalikannya, dengan mengantarkannya langsung kepada pihak Kun Lun Pay..?"

Ditegur begitu, muka Wie Lie cinjin jadi berobah, ia menunduk sejenak. dan kemudian baru berkata dengan suara yang perlahan dan sikap hati-hati.

"cung Kiesu, menyesal sekali, kami belum bisa mengabulkan permintaan pihak Wie-liong pay, karena kami harus menuruti aturan yang terdapat dalam pintu perguruan kami, yaitu pembunuh2 dari murid Kun Lun Pay harus di kirim langsung ke Kun Lun San, guna nanti diadili langsung oleh ciangbunjin kami... dengan demikian, jika memang kelak ciangbunjin kami menyatakan bahwa ketiga orang murid Wie liong-pay tersebut pantas untuk dibebaskan, maka kamipun tidak bisa mengatakan apa2, selain membebaskan mereka... yang telah membunuh enam orang murid Kua Lun pay..."

Wajah Cung Kiang Bun jadi berobah semakin tidak gembira, dia telah memandang tajam sekali kepada kelima tojin dari Kun lun pay tersebut.

Diwaktu itu tampak Hoa Lun Sian telah ikut bicara: "Maafkan jika Siauwmoay ikut bicara.." katanya. "sesungguhnya persoalan ini tidak diketahui apa pangkal dan sebabnya namun jika Siauwmoay melihat dari Cerita dan kata2 cung Kiesu ini, maka pihak Wie-liong-pay memang telah memperlihatkan maksud baiknya. Dengan demikian alangkah mengeCewakan sekali jika pihak Kun lun pay menolak maksud baik tersebut.."

Mendengar perkataan sigadis, Wie Lie cinjin telah merangkapkan sepasang tangannya dan ia telah berkata dengan suara yang sabar: "Apakah nona juga berasal dari pintu perguruan Wie- liong-pay? "

-oo0dw0oo- 
DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar