Pendekar Aneh dari Kang Lam Jilid 06

Jilid 6  

PERISTIWA yang sebenarnya adalah Khu Sun Lie yang telah berpamitan dengan orang-orang Siauw Lim Sie, segera melakukan perjalanan keberbagai daerah untuk melakukan penyelidikan mengenai diri Bo Liang siansu yang ditawan oleh orang-orang kerajaan- Namun dia tidak berhasil, sehingga hatinya sangat jengkel sekali.

Suatu hari, untuk menghibur diri, dia telah meminum arak disebuah kedai arak. Dia minum terlalu banyak. Dan dalam keadaan mabok seperti itu, justru Loa Sim Hoan telah menegurnya, mengajaknya bercakap2.

Kebetulan sekali memang Loa Sim Hoan berada ditempat tersebut Dari ocehan yang diberikan oleh Khu Sun Lie yang tengah dalam pengaruh arak yang diminumnya terlalu banyak itu, Loa Sim Hoan mengetahui Khu Sun Lie adalah sahabat Siauw Lim Sie dan juga Khu Sun Lie dalam maboknya itu telah menceritakan perihalnya Bu Bin An anak yang malang, yang orang tuanya sekeluarga telah dibasmi habis oleh pihak kerajaan.

Tetapi memang tengah dalam keadaan mabok, Khu Sun Lie tiba2 saja telah memaki2 Loa Sim Hoan, Dia memaki Loa Sim Hoan sebagai orang yang mau memperhambakan diri kepada pihak kerajaan, sehingga Loa Sim Hoan jadi mendongkol melihat dirinya dimaki2 seperti itu oleh Khu Sun Lie, beberapa kali dia telah menempeleng kepala Khu Sun Lie, namun sipengemis justru memberikan perlawanan, dan telah memaki semakin keras padanya.

Karena mendongkol akhirnya Loa Sim Hoan telah membunuh Khu Sun Lie, Hanya saja karena teringat orang ini adalah sahabat dari pihak Siauw Lim Sie, dia memotong kepala Khu Sun Lie dan membawanya ke Siauw Lim Sie.

Disamping itu, diapun tertarik untuk melihat Bu Bin An, putera tunggal Bu Beng Hong, yang menurut cerita Khu Sun Lie, Bin An merupakan seorang anak yang cerdas dan memiliki tulang maupun bakat yang baik sekali untuk mempelajari ilmu silat.

Karena itu hal ini telah membuat Loa Sim Hoanjadi tertarik untuk mengambil anak itu. Memang dalam usia lima puluhan tahun seperti sekarang ini, Loa Sim Hoan belum pernah menerima murid, maka kelak jika dia telah melihat Bu Bin An memang benar-benar merupakan seorang anak yang baik, dia tentu akan mengambilnya sebagai murid.

Apa lagi Loa Sim Hoan menyadarinya sebagai putera dari seorang pendekar besar seperti Bu Beng Hong, tentu Bu Bin An mewarisi bakat dan kecerdasan ayahnya.

Tetapijustru Loa Sim Hoan sama sekaii tidak mengetahui bahwa Bo Tie siansu juga sangat menyukai anak itu, yang ingin dididiknya agar kelak menjadi seorang pendekar yang gagah perkasa. Mana bisa Bo Tie Siansu memenuhi permintaannya?

Terlebih lagi Bo Tie siansu mencurigai tamu ini sebagai orang yang bekerja untuk pihak kerajaan, jika sampai anak she Bun itu diserahkan kepadanya, bukankah itu mencelakai Bin An ?

Waktu itu Bo Tie siansu telah berkata dengan tawar: "Baiklah,jika memang anda tidak mau mengerti, apapun yang dikehendaki olehmu, akan kami turuti. Tetapi yang jelas, Bu Bin An tidak bisa diserahkan kepadamu..."

Loa Sim Hoan telah tertawa dingin, dia juga berkata tawar: "Baik, baik, jika memang engkau menginginkan aku yang mengambil sendiri anak itu, hal itu akan kulakukan dengan caraku "

Baru saja Loa Sim Hoan berkata sampai disitu, justru waktu itu dari dalam kuil telah ke luar Bo San Siansu, Bo Cie Siansu, Bo In Sian su dan beberapa pendeta Siauw Lim Sie lainnya. Bersama mereka, tampak ber-lari2 kecil seorang anak lelaki berusia dua tahun lebih, tampaknya mungil dan lucu.

Mata Loa Sim Hoan berkilat waktu melihat anak itu.

"Diakah yang bernama Bu Bin An itu, pendeta gundul?" tanya orang she Loa tersebut.

Bo Tie Siansu mengangguk "Benar, dia seorang anak yang malang, maka kami mohon dengan memandang muka kami, janganlah engkau mengganggunya ?"

"Anak yang baik anak yang baik" kata Loa Sim Hoan-

Sedangkan Bu Bin An telah menghampiri Bo Tie Siansu sambilpanggilnya "Taisu, siapakah tamu itu ?"

Bo Tie Siansu tersenyum, dia memeluk anak itu, hatinya tergetar, karena dia memang menyayangi anak ini, dan sekarang justru Loa Sim Hoan datang untuk merebutnya, mengacau di Siauw Lim Sie. Tetapi walaupun bagaimana gagahnya Loa Sim Hoan, tokh tidak mungkin pendeta2 Siauw Lim Sie bisa dirubuhkannya, terlebih lagi memang pihak Siauw Lim Sie berjumlah banyak. sedangkan Loa Sim Hoan hanya seorang diri saja.

Diserahkannya Bu Bin An oleh Bo Tie Siansu kepada Bo San Siansu, sambil pesannya dengan suara yang perlahan : "Jaga Bin An baik2, sute "

Kemudian Bo Tie Siansu menghadapi Loa sim Hoan, sambil katanya: "Jika memang Kie su datang untuk maksud baik, kami tentu akan mengundangmu untuk minum teh, tetapi jika memang Kiesu tetap dengan keinginanmu, hemm maafkan, kami tidak bisa mendiami saja apa yang ingin dilakukan Kiesu dan begitu juga , mengenai diri Khu Kiesu, tentu saja hal itu harus dipertanggung jawabkan oleh Kiesu, Kalau saja Kiesu mengurungkan untuk mengambil Bu Bin An, kami akan menyudahi urusan sampai disini saja " Tetapi Loa Sim Hoan menggeleng perlahan, dia telah mengawasi Bin An sejenak lagi, kemudian katanya dengan tawar: "Semula aku memang masih ragu2, apakah putera tunggalnya Bu Beng Hong merupakan seorang anak yang baik, tetapi setelah melihatnya, niatku sudah tidak bisa dibatalkan lagi, walaupun bagaimana aku harus bisa membawanya ."

Bo Tie Siansu telah yakin bahwa bentrokan dengan Loa Sim Hoan sudah tidak bisa dielakkan lagi, maka katanya dengan suara yang tawar: "Baiklah, kami menunggu petunjuk dari Loa Kiesu."

Loa Sim Hoan telah mencabut keluar serulingnya, dia telah menggerak2kan serulingnya sambil berkata dengan tawar: "Kita bertaruh saja, jika kita bertempur, tentu akan merusak persahabatan, maka kita bertaruh saja untuk memperoleh kepaStian Siapa yang berhak mendidik anak itu "

"Bertaruh?" tanya Bo Te Siansu heran. "Ya, kita bertaruh."

"Bertaruh apa ?"

"Kita mengadu kekuatan Iwekang, tidak perlu kita bertempur dengan mempergunakan kekerasan, jika memang kau dapat menerima serangan dan menindih lwekangmu, hitunglah engkau yang menang, dan kalian yang berhak untuk mendidik anak itu. Tetapi jika aku yang bisa menindih lwekangmu, maka akulah yang berhak membawa anak itu, yang akan kuambil menjadi murid ku "

Bo Tie siansu berdiam sejenak, Dia yakin bahwa Iwekangnya telah mencapai puncak kemahiran, tetapi justru menghadapi Loa Sim Hoan, dia ragu2. Karena Loa Sim Hoan merupakan seorang jago yang memiliki nama besar dalam rimba persilatan- Dan juga melihat sinar matanya yang tajam seperti mata pedang itu, tentunya diapun tidak lemah. Lwekangnya pun tentu sangat tinggi sekali, karena dia justru berani mengajak bertaruh untuk bertanding mengadu Iwekang, Maka dari itu Bo Tie Siansu jadi berpikir dua kali.

"Bagaimana ?" tanya Loa Sim Hoan.

"Baiklah.." menyahuti Bo Tie Siansu, "coba kau jelaskan Cara kita bertaruh."

"Aku akan meniup sebuah lagu, dan jika engkau bisa menghadapi hitung2 engkau yang menang, Tetapi jika engkau tidak sanggup untuk mendengari laguku ini, berarti engkau kalah. bukankah pertaruhan seperti itu adil?"

Bo Tie Siansu kembali ragu2. Dia melihat Loa Sim Hoan seperti yakin dengan keinginannya bertaruh mempergunakan cara seperti itu,

"Jika engkau yang bermaksud meniup sebuah lagi, akupun tidak keberatan, aku yang akan bertahan " kata Loa Sim Hoan-

"Baiklah, engkau saja yang meniup lagu, aku yang akan menghadapi " kata Bo Tie siansu.

Loa Sim Hoan tersenyum sinis, dia membawa seruling kemulutnya dan mulai meniup lagunya.

Bo Tie siansu mendengarkan baik-baik lagu itu, yang iramanya perlahan dan juga sayu sekali. Tetapi semakin lama semakin keras.

Seketika itu juga Bo Tie siansu mengetahui bahwa lagu yang dibawakan oleh Loa Sim Hoan adalah lagu "Mo Thian sian Hoa" atau "iblis Langit dengan Dewi Bunga", irama lagu itu biasa saja, tetapi justru semakin lama terasa kejutan- kejutan daya tariknya, bagaikan juga didalam irama dari lagu itu memiliki daya tarik yang berhubungan dengan asmara, Tentu saja Bo Tie Siansu jadi terkejut. Cepat-cepat Bo Tie Siansu memberi isyarat kepada Bo San siansu dan yang lainnya untuk membawa Bin An menyingkir menjauh sedangkan dia telah menghadapi lagu itu dengan mengempos semangatnya, dia berdiri tenang saja.

Tetapi hatinya berkuatir sekali, Suara seruling yang disertai dengan sinkang itu memiliki daya tarik dan pesona yang kuat sekali, yang semakin lama semakin kuat, Disamping itu, iramanya yang begitu mesra dan merdu, telah menggoncangkan hati Bo Tie Siansu. 

Hanya saja disebabkan Bo Tie Siansu sejak kecil memang telah masuk kuil mencukur rambut, dengan sendirinya dia bisa menghadapi godaan itu dengan tabah.

Namun karena lwekang yang dimiliki Loa Sim Hoan sangat tinggi, sehingga membuat Bo Tie siansu harus mengempos semangatnya, disamping itu diapun telah berusaha membendung goncangan yang terjadi pada hatinya.

Sekian lama lagu itu berkumandang, sebentar meninggi, sebentar nadanya merendah dan perlahan, namun membawa goncangan, bagaikan juga bujukan seorang wanita cantik yang minta dirayu, Bo Ti siansu selama itu masih bisa tetap bertahan, dia berdiri tenang kembali mengempos terus semangatnya, agar dirinya tidak kena dirubuhkan oleh suara seruling yang merayu-rayu kalbu itu.

Loa Sim Hoan juga tidak hanya bertiup seruling sampai disitusaja, nada lagunya tiba2 berobah, jadi meninggi, seperti juga nada lagu irama perang, bersemangat sekali, atau tiba- tiba sekali telah menurun nadanya jadi merendah perlahan, bagaikan bisikan seorang gadis yang cantik jelita.

Dipermainkan dan dlombang-ambingkan oleh getaran nada seruling yang sebentar keras dan sejenak lagi lunak. membuat Bo Tie Siansu akhirnya terpengaruh juga , dia merasakan dadanya tergoncang keras. cepat-cepat Bo Tie Siansu berusaha menenangkan goncangan hati dan perasaannya itu.

Tetapi Bo Tie siansu gagal dengan usahanya, dia merasakan nada seruling itu seperti menghentak-hentak perasaannya, dimana lagu seruling itu semakin lama jadi semakin perlahan, semakin perlahan, tetapi kuat daya tariknya dalam kelembutan seperti itu.

Bo Tie siansu yang menyadari jika keadaan seperti ini berlangsung terus, tentu dirinya akan berhasil dipengaruhi oleh tiupan seruling lavvan, maka dia berusaha mengempos semangatnya sekuat tenaganya.

Dia telah mengerahkan tenaganya, dan berhasil mengusir pengaruh seruling itu.

Namun waktu Bo Tie siansu telah berdiam diri lagi, suara seruling itu kembali menguasai hati dan perasaannya lagi.

Beberapa kali Bo Tie Siansu telah melompat untuk mengusir perasaan yang mencekam hatinya, dia memang berhasil untuk memberikan perlawanan, namun akhirnya pendeta itu telah mulai melangkah perlahan2, setiap tindakan kakinya melangkah mengikuti aturan patkwa, yaitu segi delapan.

Hal itu memperlihatkan bahwa Bo Tie Siansu tengah mengerahkan kepandaiannya untuk melawan pengaruh seruling yang semakin kuat saja. Dan juga dalam saat seperti itu, Bo Tie Siansu dan pendeta siauw Lim Sie yang lainnya jadi berkuatir sekali, mereka menyadari bahwa kakak seperguruan mereka tengah mempergunakan lwekang yang tertinggi untuk menghadapi suara seruling lawan-

Begitu pula Bo San siansu dan pendeta siauw Lim Sie lainnya merasakan hati mereka tergoncang keras terpengaruh oleh suara seruling, namun mereka bisa kembali menguasai diri dengan menjauhi diri beberapa tombak lagi, sehingga suara seruling tidak keras menguasai mereka. Sedangkan wajah Loa Sim Hoan sendiri memperlihatkan perasaan tegang.

Dia meniup serulingnya sambil berjalan ke sana kemari, dari wajahnya yang tegang itu bisa melihat bahwa diapun tengah mengerahkan tenaga dalamnya sampai pada puncaknya.

Pertempuran mengadu ilmu tenaga dalam sebetulnya jarang sekali terjadi jika toh terjadi, itu hanya dilakukan oleh orang2 yang memiliki kepandaian tinggi, yang merupakan tokoh sakti dari rimba persilatan-

Maka dari itu didalam rimba persilatan terdapat kata2, bahwa bertanding dengan mempergunakan tenaga dalam jauh lebih berbahaya jika dibandingkan dengan pertandingan mempergunakan senjata tajam. sehingga bisa ditarik kesim pulan, jika memang dua orang tokoh sakti tengah mengadu kekuatan tenaga dalam, tentu mereka akan mempergunakan Iwekangnya untuk menindih kekuatan lwekang dari lawannya.

Berarti jika berhasil usahanya itu, lawannya tersebut akan tergempur pecah tenaga dalamnya, dan juga akan menyebabkan sang lawan itu terluka didalam tubuh yang parah, atau bisa juga binasa disaat itu juga , itulah sebabnya mengapa mengadu kepandaian tenaga dalam jauh lebih berbahaya jika dibandingkan dengan pertandingan mempergunakan senjata tajam.

Semakin lama Loa Sim Hoan meniup serulingnya semakin kuat dan meninggi, dan Bo Tie siansu saat itu merasakan telinganya seperti di tusuk2 oleh jarum yang tajam, menyakitkan sekali.

Tetapi karena memang latihan lwekang Bo Tie Siansu telah sempurna, sebegitu jauh dia tetap bisa mempertahankan diri, sedangkan Loa Sim Hoan telah mengerahkan lwekang yang tertinggi yang dimilikinya, dan nada lagunya itu semakin meninggi, meninggi terus, dan akhirnya membuat tubuh kedua orang ini, Loa Sim Hoan maupun Bo Tie Siansu, terus menerus bergerak. yang semakin lama semakin cepat, seperti tengah berlari2 berputaran, sampai akhirnya mereka hanya dalam bentuk bayangan belaka berkelebat-kelebat.

Dengan berlari seperti itu memang Bo Tie siansu bisa mengurangi tekanan dari suara seruling lawannya, tetapi buat Loa Sim Hoan, yang meniup serulingnya semakin lama semakin kuat, jadi berlari juga untuk mengempos dan membantu mengerahkan sinkangnya.

Begitulah kedua orang tokoh sakti tersebut telah saling mengerahkan tenaga dalamnya, mereka bertanding terus sampai setengah harian lamanya.

Keringat telah mengucur deras disekujur tubuh Bo Tie Siansu, apa lagi matahari mulai naik tinggi, sedangkan Loa Sim Hoan sendiri telah basah kuyup oleh keringatnya, Tetapi orang she Loa ini telah melihatnya bahwa kesempatan untuk merubuhkan lawannya semakin dekat, maka dia bermaksud untuk menindih terus lawannya, karena dia tahu, lewat selintasan lagi Bo Tie siansu tentu tidak akan sanggup mempertahahkan dirinya dari tiupan seruling lawan-

Bo Tie siansu sendiri menyadari hal itu, dia merasakan jantungnya mulai tergoncang keras.

Sebagai orang yang berpengalaman Bo Tie Siansu cepat2 mengerahkan seluruh kekuatan tenaga lwekangnya, karena dia memang tahu, jika terus menerus keadaan seperti itu berlangsung, niscaya dirinya akan ditimpah bahaya yang tidak keciL

Disaat itu tampak Loa Sim Hoan telah mengerahkan tenaga sinkangnga lebih kuat lagi, suara serulingnya bergelombang, seperti juga di dalam nada suara seruling itu terdapat badai dan topan yang tengah mengamuk.

Bo Tie siansu merasakan jantungnya berdetak keras seperti mau copot, itulah tanda bahaya yang sulit diatasi jika terlalu lama dia mengambil keputusan, jalan satu2nya untuk meloloskan diri dari kepungan dan pengaruh suara seruling tersebut adalah memecahkan tekanan suara seruling itu.

Maka tidak adapilihan lainnya buat Bo Tie siansu, dia tiba2 berhenti berlari, cepat sekali dia telah mengerahkan tenaganya dan akhirnya dia mementang mulutnya lebar2 mengeluarkan suara teriakan.

Suara teriakan itu panjang sekali tidak berkeputusan, dan waktu itu, tampak suara seruling Loa Sim Hoan tergoncang karenanya, dan juga tubuh Loa Sim Hoan tergoncang sejenak, karena tenaga dalam yang terkandung didalam nada serulingnya itu seperti dibentur oleh tenaga teriakan Bo Tie Siansu.

Namun itu hanya saja, karena Loa Sim Hoan telah berhasil menguasai dirinya kerabali mengempos semangatnya dan mengendalikan suara seruling.

Bo Tie siansu masih terus juga mengeluarkan suara teriakan tidak hentinya, maka suara teriakan dan suara seruling seperti saling bentur tidak hentinya, Kedua jenis suara itu bukan jenis suara biasa, maka hebat benturan2 yang terjadipada kedua jenis suara yang mengandung tenaga dalam yang kuat sekali.

Begitulah, kedua orang ini telah saling mengerahkan  tenaga sinkang mereka untuk berusaha menindih kekuatan sinkang lawannya, Dalam waktu sekejap mata lagi, mereka telah tenggelam dalam keadaan yang menguatirkan karena keduanya kini sudah tidak berlari-lari, hanya mengerahkan sinkang mereka dengan berdiri tegak saling memunggungi.

Mereka tidak saling berhadapan, tetapi justru yang tengah bertempur adalah suara mereka, suara teriakan Bo Tie Siansu dan juga suara serulingnya Loa Sim Hoan, Dari kepala mereka masing2 juga telah mengeluarkan uap tipis putih, yang membubung naik dari kepala mereka masing2, semakin lama semakin tebal, itu membuktikan bahwa kedua orang ini  tengah mengeluarkan seluruh sinkang yang dimilikinya.

Inilah berbahaya, jika tokh pertempuran itu selesai tanpa ada yang terluka namun dengan mengerahkan seluruh tenaga sinkang mereka, keduanya bisa terluka sendirinya oleh tenaga dalam mereka masing2. Se-tidak2nya. kalau mereka bertempur terus sampai mengeluarkan pUncak kemahiran tenaga dalam mereka, keduanya akan memperoleh sakit, yang baru akan sembuh jika telah dlobati lewat satu tahun.

Bo San Siansu menghela napas, dia tidak menyangka bahwa Siauw Lim Sie harus menerima lawan seorang tokoh sakti seperti Loa Sim Hoan, belum lagi ancaman dari pihak Kaisar Eng Lok.

Sehingga orang-orang siauw Lim Sie sendiri mulai berkuatir, kalau2 akan muncul kembali tokoh2 sakti lainnya, tentu mereka akan sibuk sekali menghadapinya.

Begitulah, Loa Sim Hoan danBo Tie Sian su masih terus bertempur dengan hebat, bahkan yang agak luar biasa, kaki mereka masing2 semakin masuk kedalam tanah itu disebabkan mereka mengerahkan tenaga yang kuat sekali, sehingga tanah yang mereka injak jadi amblas dan kaki mereka masing-masing melesak sampai sebatas mata kaki.

Waktu keadaan tengah tegang seperti itu, tiba-tiba sesosok bayangan telah berkelebat gesit sekali, lewat disamping Bo San Siansu.

Pendeta ini terkejut, karena tahu2 Bu Bin An yang ada disampingnya telah lenyap. Pendeta ini sampai mengeluarkan seruan tertahan, peristiwa tersebut terjadi hanya dalam beberapa detik saja, sehingga pendeta2 lainnya baru mengetahui lenyapnya Bin An setelah mendengar seruan kaget Bo San Siansu.

Mereka telah mengangkat kepala mereka, memandang kebelakang mereka. Tidak ada orang, Tetapi mata Bo San siansu yang awas, telah melihat diatas genting bercokol seorang lelaki tua, memakai topi tudung yang lebar, dan memakai baju yang berkibaran agak kelonggaran, disampingnya tampak Bin An-

Lelaki tua itu, yang memiliki kumis agak panjang terjuntai turun, duduk bersila diatas genting dengan bibir tersungging senyuman, sikapnya tenang sekali.

Bo San Siansu mengeluarkan seruan marah, dia menjejak kedua kakinya, tubuhnya telah melompat keatas genting sambil mengulurkan tangan kanannya kearah orang bertopi lebar itu.

Tetapi orang yang memakai topi tudung bertepi lebar itu tersenyum kecil, dia telah mengebut lengan bajunya.

Belum lagi tubuh Bo San siansu bisa hinggap diatas genting, dia telah merasakan sampokan angin serangan yang kuat sekali, Tidak ampun lagi tubuhnya meluncur kebawah kembali, Untung saja Bo San Siansu mahir ilmu meringankan tubuhnya, sehingga dia bisa berjumpalitan dan jatuh ditanah dengan kedua kaki terlebih dulu dan tidak sampai terbanting.

Dengan muka merah Bo San Siansu berdiri heran dan mengawasi orang diatas genting, dilihatnya Bu Bin An tengah dicekal tangannya oleh orang itu.

"Siapakah dia? Gerrakannya begitu gesit seperti setan, dia bisa mengambil Bin An dan sampingku tanpa aku bisa mengetahui sebelumnya, dan tenaga sinkangnya begitu luar biasa.-."

Bo San Siansu tentu saja penasaran, dia telah mengeluarkan suara bentakan sambil mengapungkan dirinya lagi, dan sebelum tubuhnya hinggap diatas genting, dia telah merogoh saku bajunya, melontarkan tiga kuntum biji bunga bwee, senjata rahasia berbentuk bunga bwee, yang meluncur cepat sekali kepada orang tua yang tengah duduk tengah2 diatas genting. Tetapi dengan mudah, orang tua yang aneh itu telah menyentil ketiga bunga bwee itu, sehingga ketiga senjata rahasia itu terpental jatuh keatas tanah, Dan Bo San Siansu membarengi menyerangnya dengan melontarkan tiga butir biji dari tasbih, dia mengincer bagian yang mematikan tubuh orang itu.

Tetapi seperti juga tadi, ketiga biji tasbih itu telah berhasil disentil jatuh keatas tanah. sedangkan Bo San siansu mempergunakan kesempatan itu telah hinggap diatas genting. Pendeta ini telah merangkapkan sepasang tangan-nya, dia memberi hormat: "siapakah orang gagah yang sempat berkunjung kekuil kami ini...?" tanyanya dengan ramah, menahan kemendongkolannya.

Bo Cie siansu juga telah melompat keatas genting, berdiri disamping Bo San Siansu. Bo Ie dan Bo Kin Siansu, bersiap- siap dibawah, Mereka juga melihat bahwa terang yang tengah duduk diatas genting itu adalah seorang yang luar biasa sekali.

Bo Tie siansu yang tengah bertempur tergoncang hatinya melihat Bin An telah kena direbut oleh orang itu. Tetapi  karena dia tengah mengerahkan tenaga lwekangnya. perasaannya yang tergoncang bisa membahayakan dirinya. Maka cepat2 dia memusatkan seluruh perhatian nya untuk mengeluarkan suara teriakannya lagi,

Saat itu orang tua tersebut, yang memakai tudung lebar dikepalanya, telah tertawa dengan suara yang sabar.

"Kalian turunlah kembali " katanya sambil mengebutkan lengan jubahnya.

Bo San siansu dan Bo Cie siansu merasakan samberan angin kebutan tangan orang tua itu, mereka bermaksud menangkis dengan kekerasan untuk bertahan berdiri terus diatas genting. Tetapi untuk kaget mereka, justru tubuh mereka seperti diterjang oleh suatu kekuatan yang tidak bisa dikuasai oleh mereka, tidak ampun lagi mereka terjungkel kebawah.

Untung mereka sempat untuk mengatur meluncurnya tubuh mereka, sehingga tidak perlu mereka terb anting diatas tanah.

Sedangkan orang tua yang memakai topi tudung lebar itu telah tertawa terbahak-bahak, dia berdiri sambil mengempit tubuh Bin An- Tubuhnya tahu-tahu meluncur turun, kemudian melompat kegenting kuil dibagian lainnya, Dia telah berlari seperti bayangan saja cepatnya.

"Jangan lari... tangkap " teriak Bo San Siansu terkejut. Dan para pendeta itu telah mengejarnya.

Tetapi orang tua yang memakai topi tudung dikepalanya itu memiliki ginkang yang tinggi sekali, dia telah berlari-lati diatas genting dengan gesit sekali, dalam sekejap mata dia telah berlari, jauh dan meninggalkan Bo San siansu serta pendeta Siauw Lim Sie lainnya.

Bo San Siansu dan yang lainnya mengejar sampai diluar kuil, namun begitu mereka molompati tembok dinding kuil, mereka kehilangan jejak orang tua yang memakai topi bertepi lebar itu.

Mereka mencari- cari disekitar tempat itu dengan penasaran, namun bayangan orang tua bersama Bin An sudah tidak berhasil mereka temui.

Dengan lesu dan bercampur penasaran, mereka telah kembali keruangan kuil, menyakslkan Bo Tie Siansu masih mengadu kekuatan lwekang dengan Loa Sim Hoan-

Waktu itu Loa Sim Hoan telah berhenti meniup serulingnya, tubuhnya melompat empat tombak lebih menjauhi Bo Tie Siansu. Begitu juga Bo Tie siansu, telah berhenti berteriak, untuk sejenak lamanya Bo Tie Siansu mengatur pernapasannya dengan berdiam saja ditempatnya. Kemudian dia baru bergerak dua langkah menarik kakinya dari dalam tanah.

"Kita sudahi saja pertaruhan kita, kita telah seri, tidak ada seorangpun yang kalah dan tidak ada yang menang" kata Loa Sim Hoan.

Bo Tie Siansu mengangguk.

"Terlebih lagi memang bocah yang kita pertaruhkan itu kini sudah dilarikan orang " kata Loa Sim Hoan lagi. "percuma saja jika kita bertempur terus " Bo Tie Siansu mengerutkan sepasang alisnya.

"Kukira justru orang itu adalah kawanmu, kalian memang telah sengaja hendak memancing kami dalam suatu pertempuran dan kawanmu itu yang bekerja untuk menculik Bin An"

Mendengar tuduhan Bo Tie Siansu, Loa Sim Hoan tertawa bergelak, dia telah berkata dengan suara yang dingin : "Hemmm, aku selamanya bekerja sendiri, justru aku menyudahi pertempuran ini, karena aku bermaksud mengejar orang itu untuk merebut sibocah dari tangannya "

Bo Tie siansu melihat orang bicara dengan wajah yang ber- sungguh2, tidak terlihat sedikitpun bahwa dia tengah berdusta, Maka sipendeta mau mempercayai perkataan Loa Sim Hoan.

"Baiklah, kamipun akan segera melakukan pengejaran pada orang itu untuk mengambil kembali Bin An dari tangannya "

"Hemmm, kita sekarang harus berlomba, siapa yang akan berhasil paling dulu merebut bocah itu," kata Loa Sim Hoan. Dantanpa mengucapkan kata-kata untuk pamit, dia telah menjejakkan kedua kakinya, dan tubuhnya telah melambung ketengah udara. Dalam sekejap mata saja Loa sim Hoan telah meninggalkan kuil Siauw Lim Sie, tidak terlihat bayangannya lagi.

sedangkan Bo Tie Siansu telah menghela napas, dia memberi is yarat kepada Bo San sian su dan yang lainnya, dia sendiri juga telah berlari dengan pesat sekali, untuk melakukan pengejaran kepada orang tua yang bertopi tudung bertepi lebar itu.

Namun walaupun mereka telah mengejar dan mencarinya sampai kekaki gunung Siongsan, tokh tetap saja mereka tidak berhasil mengejar orang tua yang aneh dan liehay ilmunya itu.

Bo Tie Siansu dan orang2 Siauw Lim Sie mencari terus sampai menjelang tengah malam, barulah mereka kembali kekuil Siauw Lim Sie dengan nihil.

Wajah mereka muram, memperlihatkan kedukaan dan kemarahan yang bercampur menjadi satu. Dengan lenyapnya Bin An, mereka telah menerima suatu pukulan batin yang tidak ringan untuk perasaan mereka.

ooo

BIN AN yang berada dalam kempitan tangan kanan orang tua bertopi tudung bertepi lebar itu merasakan angin menyampok mukanya tidak hentinya, Dia juga merasakan betapa orang yang mengempitnya itu berlari- lari dengan cepat sekali, sehingga seperti juga terbang.

Bu Bin An sampai menutup mata nya karena dia merasa ngeri melihat segala sesuatu yang dilalui mereka seperti juga terbang dengan cepat sekali.

Dalam waktu yang singkat sekali, mereka telah meninggalkan gunung siongsan, Ternyata ilmu meringankan tubuh orang tua itu benar2 sangat hebat sekali, tidak sampai dua kali makan nasi, dia telah berhasil meninggalkan gunung siongsan dan menuju terus kearah timur. Sampai akhirnya Bu Bin An tidak tahan lagi, dia merasakan kepalanya pening, karena samberan angin yang tidak henti2nya.

Dia mencubit pinggang orang tua itu, sambil berseru agak keras: "Paman berhenti dulu!!"

orang tua itu, yang memakai topi bertepi lebar merupakan seorang tokoh sakti dari rimba persilatan- Seperti diketahui, kedatangannya begitu mudah dan tidak terduga, bahkan waktu dia mengambil Bin An dari Bo San Siansu, pendeta itu baru mengetahui setelah orang tua ini bersama Bin An duduk diatas genting.

Dan kemudian waktu orang tua tersebut membawa Bin Anpergi, orang2 Siauw Lim Sie dan juga Loa sim Hoan tidak berhasil mengejarnya, karena ginkangnya yang sempurna.

Tetapi justru kini yang dicubit oleh Bin An adalah pinggang dekat perutnya, sehingga dia tersentak kaget karena kegelian, dan cepat2 menahan langkah kakinya, Dia menurunkan anak itu, sambil katanya: "Kecil-kecil engkau sangat nakal, berani mengelitik diriku "

Bin An memandang heran kepada orang tua itu.

"Paman, engkau ingin membawaku kemana?" tanya Bin An kemudian.

"Aku ingin mengajakmu pergi kesuatu tempat, untuk mengajari engkau ilmu silat, agar kelak. engkau bisa jadi seorang pendekar yang memiliki kepandaian sangat tinggi "

"Siapakah paman ?" tanya Bin An lagi.

"Engkau masih terlalu kecil, walaupun aku memberitahukan engkau tidak akan mengetahuinya " menyahuti orang tua itu, "Kalau engkau kelak telah berusia belasan tahun, disaat itu barulah aku akan menjelaskan siapa adanya aku ini.."

"Tetapi paman-.." Bin An tampak ragu-ragu. "Kenapa ?"

"Aku... aku dibawa oleh paman dengan cara merampas, akupun belum meminta ijin kepada para paman pendeta Siuw Lim Sie yang banyak budinya padaku."

"Hemm, engkau tidak perlu bergaul dengan manusia2 seperti itu, mereka hanya terlalu mementingkan diri. Mereka ingin mencari ketenangan diri mereka. Lihatlah, para pendeta Siauw Lim Sie hanya hidup didalam kuilnya tanpa mau memperdulikan perkembangannya apa yang telah terjadi dalam rimba persilatan, mereka berpatokan, asal mereka tidak diganggu dan tidak menerima kesulitan, mereka tidak ingin mencampuri urusan diluar kuil. Bukankah itu merupakan suatu kepentingan diri sendiri yang terlalu besar dan mengada-ada saja? Hemm, sebagai seorang pendekar, justru kita harus segera turun tangan bila menyakslkan urusan yang tidak adil Hai, hai, justru engkau masih terlalu kecil, sehingga aku tidak bisa menjelaskannya dengan panjang lebar, karena engkau tidak mungkin mengerti "

Dan setelah berkata begitu, orang tua tersebut menghela napas berulang kali, wajahnya tampak agak murung.

Sedangkan Bin An telah berkata lagi: "Paman, tetapi aku berhutang budi kepada para paman pendeta, kalau memang paman bermaksud mengajakku, itupun harus meminta ijin dulu dari paman pendeta, tidak bisa kita pergi demikian saja "

Kemudian Bin An memperlihatkan wajah yang ber- sungguh2. "Dan paman, akupun belum tentu bersedia ikut bersamamu, bukankah engkau belum menanyakan kepadaku setuju atau tidak untuk ikut bersamamu ?"

Mendengar perkataan Bin An, orang tua itu jadi tertawa cukup keras, tampaknya dia geli.

"Anak. engkau baik sekali," katanya kemudian, "sayangnya engkau telah ikut bersama para pendeta itu Hemmm, jika memang engkau hidup terus di-tengah2 lingkungan pendeta2 itu, tentu kelak engkau hanya bisa mengenal sedikit sekali bagaimana keadaan didunia yang sebenarnya, karena engkau akan terpengaruh oleh mereka "

"Mengapa begitu paman ?" tanya Bin An-

"Karena engkau akan dicekoki oleh berbagai petuah,jika ditempiling pipimu yang kanan, berikan pipi yang kiri untuk dihantam lagi. Tetapi engkau pernah melihat tidak, jika seorang pendeta yang ditempiling pipi kanannya, dia tidak marah malah memberikan pula pipi kirinya untuk ditampar ? Dan juga engkau masih belum mengerti nak, seorang pendeta yang tidak diberikan derma jika dia memintanya, tentu akan menggumam tidak enak dan mengutuk2 orang yang tidak mau memberikan derma padanya. Itu bukan sifat yang baik. Tetapi aku yakin, engkau tentunya tidak menerima didikan yang buruk dari Siauw Lim Sie, hanya saja, kurang begitu luas untuk pandangan hidupmu kelak.. Itulah sebabnya aku tertarik ingin mengambilmu untuk menjadi murid ku "

"Menjadi muridmu, si orang tua ?" tanya Bin An- "Tetapi..."

"Kenapa? Kau tidak mau ?"

"Bukan tidak mau, tetapi murid apa yang engkau maksudkan, paman untuk mempelajari apa ?" tanya Bin An lagi.

"Tentu saja banyak. mempelajari ilmu silat, ilmu surat dan mempelajari mengenai watak manusia2 yang hidup didalam dunia ini "

"Paman ?"

"Ya?"

"Dapatkah paman mengantarkan aku menemui para paman pendeta itu dulu ?"

"Untuk apa ?" "Aku ingin memberitahukan dulu maksud paman kepada mereka "

Mendengar perkataan Bin An yang terakhir, orang tua bertopi lebar itu tertawa bergelak-gelak dengan suara yang nyaring, kemudian dia berkata : "Yang jelas mereka tentu tidak akan mengijinkan kau ikut bersamaku."

Bin An tampak bingung, Dia masih kecil, tetapi dia tidak mau melancangi para pendeta Siauw Lim Sie yang selama ini memperlakukan dirinya dengan baik.

Walaupun dia masih kecil, tokh pikirannya telah panjang, sehingga membuat orang tua itu kian menyukainya.

Waktu itu, orang tua tersebut telah berkata lagi: "Kau tadi melihat bukan, pendeta Siauw Lim Sie itu bertempur dengan orang yang meniup seruling ?"

Bin An mengangguk.

"Nah, semua itu untuk apa ? Untuk mempertahankan dirimu, engkau diminta oleh orang yang meniup seruling itu, tetapi pendeta siauw Lim Sie tidak mau menyerahkannya, sehingga mereka jadi ribut dan bertengkar, lalu bertempur "

Bin An mengangguk, dia belum mengerti urusan, tetapi apa yang dikatakan oleh orang tua ini dia mengerti sedikit.

"Siapakah orang yang meniup seruling itu, paman ? Apakah kawanmu ?"

orang tua itu telah menggelengkan kepala nya perlahan sambil tersenyum.

Untuk sejenak dia tidak menyahuti, hanya memandang kesekelilingnya, mereka tengah berada dimuka sebuah hutan, disekitar tempat itu tidak terlihat sebuah rumah pendudukpun

Kemudian sambil tersenyum, orang tua itu baru menyahutinya: "Baiklah nak. anak yang manis, apakah engkau bersedia ikut bersamaku?" "Sekarang aku telah dibawa oleh paman sampai ditempat ini, jika aku tidak bersedia ikut bersama paman, bagaimana aku bisa pulang kembali kekuil?" tanya Bin An memperlihatkan wajah yang bingung. orang tua itu tersenyum.

"Apa engkau benar2 masih ingin kembali kekuil Siauw Lim Sie?" tanyanya, "Apakah engkau tidak tertarik untuk menjadi seorang pendekar yang gagah perkasa?"

Bin An menghela napas, kemudian dia menyahuti: "Aku bingung paman, aku sangat bingung sekali "

"Mengapa harus bingung2?" tanya orang tua itu. "Engkau ikut bersamaku, dan semua urusan menjadi beres, tidak mungkin selanjutnya ada orang yang bisa menghina dirimu, dan aku akan mengajar engkau ilmu silat kelas tinggi, sehingga kelak engkau bisa menjadi seorang pendekar yang gagah perkasa, dengan mempergunakan kepandaian yang engkau miliki itu, engkau bisa membantu dan menolong orang2 yang lemah dari kesulitan mereka Bagaimana, apakah engkau tersedia untuk ikut bersamaku ?" Bin An tampak bimbang.

"Engkau akan menjadi seorang pendekar, anak yang manis " Bin An akhirnya mengangguk.

"Baiklah paman " sahutnya.

O6rang tua itu tersenyum girang, dia sampai menepuk- nepuk tangannya beberapa kali. Kemudian cepat sekali dia telah menyambar pinggang Bin An, yang dibawa lari lagi dengan cepat sekali.

Gerakannya beg itu gesit, dalam waktu sekejap mata saja telah puluhan lie yang mereka lewati.

Dan Bin An dalam gendongan orang tua itu hanya memejamkan matanya saja, karena dia tidak kuat untuk menerima sampokan angin yang keras pada mukanya, dia merasakan dirinya seperti terapung melayang- Ia yang ditengah udara.

ORANG TUA yang memakai topi bertepi lebar itu adalah seorang tokoh sakti didalam rimba persilatan- Dia merupakan tokoh sakti yang ditakuti golongan hitam, Namun beberapa tahun terakhir ini orang tua tersebut tidak pernah muncul didalam rimba persilatan-

Dia bernama Sam Tiang In, dan bergelar Kung Kung Sian (Engkongnya Dewa), Hal itu disebabkan kepandaiannya yang memang sangat tinggi sekali dan luar biasa. Baik ilmu pedangnya, ilmu pukulan tangan kosong maupun sinkangnya, telah mencapai puncak kemahiran.

Maka dari itu, selama Kung Kung Sian Sam Tiang In mengembara didalam rimba persilatan jarang sekali dia memperoleh tandingan.

Sejauh itu, walaupun usianya telah mencapai enam puluh tahun lebih sedikit, tokh dia masih tidak mau mengambil murid. Diapun tidak pernah menikah, sehingga tidak memiliki anak. Semula memang Kung Kung Sian Sam Tiang In bermaksud untuk hidup menyendiri sampai diakhir hayatnya dan membawa kepandaiannya sampai keliang kubur. Hal itu disebabkan selama itu dia tidak pernah bertemu dengan seorang anak yang cocok dengan seleranya.

Namun waktu dia tengah berjalan dimuka kuil siauw Lim Sie, dia mendengar suara ribut-ribut, dia jadi tertarik, dan sempat menyaksikan pertandingan yang aneh dari Bo Tie Siansu melawan Loa Sim Hoan- Tetapi waktu dia melihat Bin An, dia jadi tertarik dan segera merebutnya.

Kini anak itu telah berada didekat dirinya, malah anak kecil yang mungil lucu itu bersedia untuk menjadi muridnya, membuat hati jago tua yang sakti itu jadi girang sekali, Diapun memiliki kepandaian yang tinggi maka dia percaya Bin An tentu bisa mewarisi seluruh kepandaiannya itu, sebab dia melihat bahwa anak itu selalu memiliki bakat yang baik, juga tulang tubuhnya sangat baik.

Itupun merupakan suatu keberuntungan untuk Bin An, karena dia telah diangkat menjadi murid tunggal dari jago sakti tersebut padahal jika ada orang yang bersedia menjadi murid dari Kung Kung sian Sam Tiang In, walaupun orang tersebut bersembah sujud meng-angguk2-kan kepalanya seribu kali memohon diterima menjadi muridnya, kakek sakti itu pasti akan menolaknya.

ooo

BU BIN AN diajak oleh orang tua sakti itu berlari terus sampai menjelang fajar lagi. Berarti mereka telah melakukan perjalanan satu malam penuh dan Bu Bin An yang sering tertidur dalam kempitan kakek luar biasa itu, tidak mengetahui telah beberapa jauh mereka melakukan perjalanan dan beberapa jauh perjalanan yang telah berhasil ditempuh kakek sakti tersebut.

Hanya ketika dia membuka matanya, justru dia melihat sekelilingnya hanyalah tegalan padang rumput belaka, dimana rumput bertumbuhan subur sekali, hijau kekuning-kuningan-

"Kita berada dimana, paman ?" tanya Bin An kemudian waktu kakek sakti itu menghentikan larinya.

Sam Tiang In tersenyum, dia berkata dengan suara yang sabar: "Apakah engkau masih memanggilku dengan sebutan paman?"

Bin An tidak mengerti dia ditanya begitu, maka dia balik bertanya: "Lalu aku harus memanggil dengan sahutan apa pada paman?"

"Bukankah engkau telah menjadi muridku ?" tanya orang tua she Sam itu. "seharusnya engkau memanggilku dengan sebutan Suhu (guru)"

Bin An mengangguk. "Baiklah Suhu, kita berada dimana, suhu ?" tanya Bin An lagi.

"Kita menuju ke Kang Lam, mungkin memakan waktu perjalanan selama satu bulan" menjelaskan sang guru dengan sabar, "sekarang kita berada dimuka kampung Pu-chiang, dan kita nanti beristirahat disana sambil mengisi perut " Bin An mengangguk.

Begitulah guru tersebut, seorang tokoh yang sakti, telah mengajak muridnya melakukan perjalanan- Setiap hari Bin An dikempitnya dan sang guru sama sekali tidak mempergunakan kuda sebagai kendaraannya, dia hanya mempergunakan ginkangnya, dimana dia bisa berlari dengan cepat sekali, sehingga dalam setengah bulan, dia telah bisa mencapai kota Mong-ciu, mereka beristirahat dua hari dikota tersebut.

Sepanjang perjalanan, Bin An diperlakukan dengan baik, Tetapi selama itu Sam Tiang In tidak pernah menurunkan kepandaiannya, karena dia memang mempertimbangkan anak sekecil ini belum pantas menerima kepandaian silat. Hanya yang perlu adalah pendidikan dan menggembleng dasarnya dulu.

Setelah beristirahat dua hari dikota tersebut, mereka melanjutkan perjalanan lagi.

Bin An tidak tahu dirinya ingin diajak ketempat macam apa, dia hanya tahu bahwa dirinya akan diajak ke Kang Lam. sebagai seorang anak yang baru berusia dua tahun lebih, tentu saja dia tidak mengetahui bentuk dan apa itu yang disebut daerah Kang Lam, dia hanya tahu tentunya Kang Lam merupakan tempat menetapnya dari tokoh sakti ini.

Setelah melakukan perjalanan selama sepuluh hari lagi, merekapun tiba diperbatasan Kang Lam.

Saat itu menjelang musim semi, sehingga keadaan didaerah Kang Lam sangat indah sekali, dimana pohon2 tumbuh subur dan bunga2 telah bermekaran sangat indah menawan.

Bin An telah menikmati keindahan alam yang ada disekeliling nya, karena Sam Tiang in sudah tidak berlari Secepat Sebelumnya, sehingga angin yang menyampok muka anak itu tidak begitu keras, dan dia bisa menikmati keindahan alam disekelilingnya.

Malam itu Sam Tiang in mengajak Bin An beristirahat disebuah kuil, dan keesokan pagi-nya, setelah mengisi perut, mereka melanjutkan perjalanan lagi. Setelah berlari hampir menjelang sore hari, mereka tiba disebuah lembah. Lembah itu penuh dengan Bunga2 yang indah2, tetapi sunyi dan tidak terlihat seorang manusiapun juga .

Ternyata lembah itu, yang bernama Hong-sian-kiok (lembah Burung Hong dewata) merupakan sebuah lembah yang jarang sekali dikunjungi orang. Dan juga , dilembah tersebut terdapat banyak sekali tebing yang curam.

Tempat yang indah seperti lembah ini telah dipergunakan oleh Sam Tiang In sebagai tempat tinggalnya, Dia memang selama beberapa tahun telah hidup menyendiri dilembah yang panoramanya sangat indah itu.

Tetapi adalah kebetulan sekali jika dia keluar dari lembah tersebut dan melakukan perjalanan, sehingga dia tiba di Siauw Lim Sie dan bertemu dengan Bin An, yang akhirnya telah diambilnya sebagai muridnya.

"Inilah jodoh kami " sering kali Sam Tiang In berkata begitu.

Dan sehari sejak tibanya mereka dilembah tersebut,  dimana Sam Tiang In mengajak Bin An kesebuah goa yang telah diaturnya dan diperlengkapi dengan segala macam perabotan seperti meja dan kursi maupun pembaringan, mereka telah menjalankan ucapan pengangkatan murid dan guru. Waktu itu Bin An memang masih terlalu kecil, tetapi dia menurut saja mengucapkan kata-kata yang diajari oleh Sam Tiang In-

Begitulah mereka berdua, Sam Tiang ln, seorang tokoh sakti, dengan Bin An seorang anak yang berusia belum tiga tahun telah menetap di lembah tersebut.

Bin An sendiri senang sekali berada dilembah ini, karena selain udaranya yang sejuk dan nyaman, juga keindahan yang terdapat di lembah tersebut sangat memikat hati.

Tahun demi tahun telah lewat, dan selama itu Sam Tiang ln telah menurunkan kepandaiannya untuk anak tersebut. Tanpa terasa telah lewat sepuluh tahun... selama itu, Bin An yang telah berusia tiga belas tahun, melatih diri dengan giat.

Disamping itu, yang menggembirakan hati Sam Tiang in adalah kecerdasan yang dimiliki oleh anak itu. Setiap jurus cukup hanya diajarinya satu atau dua kali saja, seterusnya Bin An sudah mengerti

Maka dari itu, tidak terlalu mengherankan jika Sam Tiang In juga semakin bersemangat untuk mendidik anak ini. Per- lahan2 dia menurunkan kepandaian simpanannya, Bahkan Sam Tiang In telah berpikir, jika usia Bin An mencapai lima belas tahun, disaat itu barulah dia akan menurunkan latihan sinkang (tenaga sakti) yang luar biasa, sekarang dia baru menurunkan kepandaian biasa saja kepada Bin An,  sebab anak sekecil itu tidak mungkin bisa menerima gemblengan yang terlalu berat, maka dia mendidiknya dengan bertahap.

Dalam keadaan seperti itu, walaupun menerima pelajaran yang biasa saja dari Sam Tiang ln, tokh kepandaian Bin An sudah luar biasa, Baru jago2 rimba persilatan yang memiliki kepandaian biasa saja, tentu tidak akan sanggup menghadapi dia.

Dalam usia tiga belas tahun seperti ini, Bin An telah memiliki ilmu meringankan tubuh yang cukup tinggi. Dia sering bermain sendiri mengelilingi lembah, naik turun tebing dan juga sering berlari-lari kesebuah perkampungan yang letaknya tidak berjauhan dengan lembah, untuk bermain kelereng atau permainan kanak-kanak lainnya lagi.

Bin An juga sering dinasehati oleh gurunya seperti pada pagi itu Sam Tiang In telah berkata: "Muridku yang baik, kau dengarlah ingatlah olehmu baik2, jika memang engkau kelak telah pergi merantau dan mengembara didalam rimba persilatan, engkau harus melakukan kebaikan tanpa pandang bulu, siapa saja yang membutuhkan pertolonganmu, engkau harus menolongnya Tetapi engkau juga harus ingat, engkau harus memperlakukan para penjahat juga tanpa pandang bulu.

Mereka harus dihukum, yang melakukan perbuatan jahat terlalu berat, engkau hukum dengan hukuman yang berat pula, tetapi yang melakukan kejahatan karena terpaksa dan juga perbuatan jahat yang tidak begitu berarti, engkau imbali dengan menjatuhi hukuman yang tidak begitu berat, engkaupun harus bijaksana dalam menentukan, manusia2 mana yang harus diganjar berat dan tidak... Mengenai urusan harta benda atau kemuliaan duniawi, tidak bisa dipergunakan sebagai patokan terkadang banyak manusia2 yang hidup dalam kekayaan dan harta yang berlimpah, tetapi mereka memiliki sifat yang buruk. sering menindas pihak yang lemah inilah yang harus engkau ingat baik2- engkau harus mempertimbangkan setiap persoalan dengan hati dan kepala dingin."

Disamping itu, banyak sekali nasehat yang diberikan oleh gurunya, dan Bin An selalu menerima nasehat tersebut dengan baik, dia mengingat dan menyimpannya didalam hati. Memang selama menjadi murid Sam Tiang In, dia telah menjadi seorang murid yang baik, selalu patuh terhadap perintah gurunya. Sam Tiang In sendiri melihat bahwa muridnya memang merupakan seorang anak yang baik dan memiliki sifat yang luhur, senang sekali membantu pihak yang lemah.

Sering Sam Tiang In menyaksikan muridnya ini harus berkelahi dengan anak-anak yang berusia lebih tinggi dari dia, untuk membela anak lainnya yang dihina, tetapi tentu saja yang menang adalah Bin An, karena walaupun usia lawannya lebih besar dari dia, tokh dia bisa merubuhkannya dengan mudah.

Se-waktu2 Sam Tiang In juga sering memperhatikan tingkah laku muridnya, dia sering perintahkan Bin An untuk membeli sesuatu diperkampungan yang dekat dengan lembah. Dia kemudian mengikutinya, dan melihat betapa muridnya itu selalu menjalani perintahnya itu dengan baik, tidak pernah dia menyimpang untuk bermain-main dulu ataupun juga mengganggu anak-anak lainnya.

Tentu saja sang guru ini jadi senang, karena walaupun bagaimana memang dia telah melihat Bin An agak lain dari anak-anak sebayanya.

Itulah sebabnya, Bin An juga menjadi harapan gurunya untuk mewarisi seluruh kepandaiannya, dimana Sam Tiang In bermaksud untuk menurunkan seluruh kepandaiannya kepada muridnya tersebut.

Bin An sendiri mengetahui bahwa gurunya memperlakukan dia sangat baik sskali, Dia juga memperoleh kenyataan bahwa gurunya mewarisi seluruh kepandaiannya.

Maka, dengan sendirinya Bin An selalu melatih diri dengan giat, dia telah mempelajari setiap jurus yang dituruni oleh gurunya dengan tekun dan penuh perhatian.

Ketika Bin An berusia enam belas tahun, perkembangan tubuhnya telah mengalami kepastian yang menakjubkan, dimana selain sangat sehat, tubuhnya juga tinggi dan tegap. Dan yang terutama sekali, dia telah mewarisi seluruh kepandaian gurunya, baik ilmu meringankan tubuh, maupun kepandaian sinkang dari sang guru itu.

Kini Bin An telah menjadi seorang pemuda yang gagah, tetapi masih kurang pengalaman karena selama itu dia tidak pernah keluar lembah untuk bercampur dengan orang2 rimba persilatan, pengalamannya yang hanya sedikit itu tidak bisa dipergunakan untuk menghadapi masyarakat.

Disaat berusia enam belas tahun seperti itu, Sam Tiang In telah sering2 mengajaknya untuk berkelana, karena sang guru menghendaki Bin An tidak kikuk lagi jika kelak dia mengembara seorang diri, karena memang yang di butuhkan oleh Bin An sekarang ini hanya satu, yaitu pengalaman-

Jika disaat mereka tengah berkelana dan bertemu dengan peristiwa yang tidak adli, sang guru menyerahkan urusan itu kepada Bin An untuk menyelesaikannya, untuk membela silemah tetapi tidak bersalah itu dari tindasan sikuat namun jahat.

Bin An selalu dapat menyelesaikan urusannya dengan baik, bahkan gurunya sangat kagum sekali, Bin An tidak pernah bertindak berat.

Walaupun dia sering menghajar penjahat dengan tangan besi, tetapi serangan yang dipergunakan oleh Bin An selalu bukan serangan yang mematikan, hal itu memperlihatkan betapa baik dan murninya hati anak muda ini, yang mulai meningkat dewasa.

Beg itulah, pada suatu pagi Bin An telah dipanggil gurunya, Waktu Bin An memasuki pintu kamar gurunya, dia melihat sang guru tengah mengawasi keluar dari dinding goa itu memandangi bunga-bunga yang banyak bertumbuhan disekitar tempat tersebut.

"GUru.... " panggil Bin An sambil berlutut memberi hormat. "Murid telah datang menghadap " Sam Tiang ln memutar tubuhnya, dia tersenyum danperintahkan muridnya untuk bangun.

Mereka guru dan murid kemudian duduk saling berhadapan, pagi ini wajah Sam Tiang In ramah dan lembut sekali, melebihi dari biasanya.

"Murid ku, telah tujuh belas tahun usiamu ditahun ini, bukan?" tanya Sam Tiang In-"Dan telah empat belas tahun lebih engkau dididik olehku maka sekarang kukira telah cukup waktunya untukmu berkelana seorang diri, aku perintahkan kepadamu untuk mengembara didalam rimba persilatan, untuk mulai melakukan tugas suci dan mulai mengamalkan kepandaianmu. Engkau harus sering melakukan perbuatan mulia menolongi orang2 yang tengah berada dalam kesulitan- Dan satu lagi yang kuminta, agar engkau pergi mengunjungi Siauw Lim Sie digunung Slongsan, untuk menyampaikan hormatmu kepada para pendeta Siauw Lim Sie itu."

Bin An mendengar perkataan gurunya jadi terkejut, dia telah bertanya dengan suara yang tidak lancar: "Suhu, apakah perintah suhu tidak bisa ditunda untuk beberapa tahun lagi. Aku masih... masih hendak menemani suhu dulu untuk beberapa saat lamanya " Sang guru telah tersenyum^

"Muridku, engkau dengarlah" katanya dengan suara yang sabar sekali, "Engkau harus menyadarinya, akupun sesungguhnya berat untuk berpisah denganmu, Tetapi tugas yang menantimu sudah banyak sekali, engkau kini telah memiliki kepandaian yang tinggi, maka kepandaian itu perlu sekali dipergunakan untuk membantu orang yang tengah dalam kesulitan, engkau harus berkelana, untuk melihat keadaan di rimba persilatan sekarang ini. Baru2 ini dari seorang sahabat, aku telah mendengar keadaan di dalam rimba persilatan sangat kacau sekali, karena justru Kaisar Eng Lok tengah mencari cap Kerajaan yang telah lenyap... banyak jago2 rimba persilatan yang dipakai tenaganya oleh Kaisar Eng Lok dengan diberikan pangkat dan kekayaan-.. dan jago2 itu telah berlaku se-wenang2 dalam tugas mereka, sehingga banyak orang yang lemah menjadi penasaran... Dan sekarang menjadi tugasmu untuk pergi berkelana,jika engkau menemui kejadian yang tidak baik dan tidak adli, engkau harus turun tangan membantu yang lemah dari tindasan sikuat..." Bin An menundukkan kepalanya.

Telah belasan tahun mereka guru dan murid berkumpul dan selama itu mereka berhubungan baik sekali, mesra seperti ayah dan anak.

Maka sekarang Bin An berat sekali harus meninggaikan sang guru ini seorang diri didalam lembah.

Tetapi tugas yang diberikan oleh gurunya itupun merupakan tugas yang besar artinya, Di samping dia akan memperoleh pengalaman, juga dia bisa melakukan kebaikan terhadap orang2 yang tengah dalam kesulitan-.. maka dari itu, sulit buat Bin An menolak perintah gurunya.

Tetapi akhirnya Bin An meminta kepada gurunya untuk menemani gurunya sebulan lagi, namun sang guru tetap menolaknya.

Sam Tiang In tetap memerintahkan Bin An besok pagi harus berangkat meninggalkan lembah dan mulai mengembara untuk melakukan perbuatan mulia, Malah sang guru itu telah berkata: "Besok jika engkau ingin berangkat, engkau tidak perlu pamitan pula kepadaku, tidak perlu engkau menemui aku, karena pamitan seperti itu hanya menambah berat hati untuk berpisah..."

Dengan wajah yang murung dan hati berduka, Bin An telah kembali kekamarnya, Dia membereskan barang-barangnya dan malam ini tidur dengan gelisah, karena besok merupakan waktunya dimana dia akan berpisah dengan gurunya. Dan gurunya itu telah dianggap sebagai ayahnya, Bukankah dia tidak memiliki orang tua atau sanak famili ? Tetapi perintah gurunya itu tidak bisa dibantahnya dan memang besok dia harus berangkat meninggalkan lembah ini, lembah yang telah membesarkan dirinya.

Begitu mata hari fajar mulai memperlihatkan diri, Bin An telah berangkat meninggalkan lembah tersebut. Dia mematuhi perintah gurunya untuk tidak berpamitan lagi, karena Bin An sendiri menyadari jika dia menemui gurunya lagi, tentu mereka akan bersedih hati oleh perpisahan ini.

Dengan mempergunakan seperangkat pakaian yang serba putih, dan menunggang seekor kuda, Bin An telah meninggalkan tempat tersebut. Dia hanya membawa dua perangkat pakaian, yang semuanya serba putih.

Dan juga dia telah membawa sedikit uang yang dibekali oleh gurunya, kudanya telah lari tanpa tujuan, karena Bin An tidak mengetahui ia harus menuju kearah mana, memulai pengembaraannya ini. Maka dia hanya membiarkan kuda nya itu berlari sekehendak hatinya saja

-oo0dw0oo-
DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar