Pedang Berbunga Dendam Jilid 13

JILID 13

Pada saat itu barulah sekalian orang dapat mengetahui apa yang telah terjadi. Ternyata yang berguguran jatuh dari udara itu adalah enam helai sol sepatu.

Dengan begitu jelas sudah bahwa taburan sinar golok Lim Po Seng tadi telah mengupassepatu dari ketiga orang itu.

Hal itu menandakan kalau Lim Po Seng masih berlaku murah hati. Kalau dia mau, apakah kaki ketiga orang itu masih dimiliki oleh yang punya.

Ketiga orang itu walaupun kakinya masih terbungkus kain sepatu tetapi sepatu yang tak ada alasnya (bawahnya) sehingga sama dengan tidak bersepatu saja. Pecahlah nyali mereka dan mereka tak berani mengejar lagi.

Sekali melesat tadi Lim Po Seng sudah berada 7-8 tombak jauhnya. Tetapi tepat pada saat itu tujuh delapan sosok bayangan berhamburan menerjang.

Orang yang paling tiba lebih dulu, terus langsung menyerang Lim Po Seng.

Thian Pik siu-su yang melihat dari kejauhan segera tertawa gelak-gelak, “Lim tayhiap, kali ini kalau tak mau pergi, engkau tentu tidak bisa. Engkau mampu merangsang perhatian Ah Tang lokoay untuk datang mengundangmu, sungguh terang sekali muka mu!

Ketika Pui Tiok dan Beng Cu memandang ke muka, tampak Lim Po Seng sedang menghadapi seorang lelaki pendek gemuk seperti bola. Tetapi gerakannya luar biasa tangkasnya. Dibawah hujan tebaran golok yang seperi hujan mencurah, sipendek kate itu dapat berlincahan kian kemari laksana seekor kupu2.

Bukan melainkan menghindari serangan golok Lim Po Seng, pun juga sempat untuk balas menyerang bagian2 yang berbahaya dari tubuh Lim Po Seng.

Mendengar teriakan Thian Pik siusu tadi, menggigillah hati Pui Tiok. Dia tahu kalau Ah Tang lokoay itu seorang tokoh hebat dari aliran hitam. Dengan begitu Pui Tiok dapat menarik kesan bahwa kali ini pertemuan besar di tepi bengawan Hongho yang diselenggarakan oleh Cap_jit pang itu juga dihadiri oleh benggolan2 dan durjana2 yang ternama.

Pui Tiok memberi isyarat mata kepada Beng Cu.

Keduanya lalu tinggalkan tempat itu. Tetapi pada Saat Itu Thian Pik siusu cepat berputar tubuh dan menghadang, “Megapa kalian hendak pergi, Apakah kalian tak mau memberi muka kepada ku?”

Pui Tiok tertegun, serunya gopoh, “Aku tak kenal dengan anda. Sudah tentu aku hendak melanjutkan perjalanan lagi, perlu apa tinggal disini.”

Thian Pik siu-su tertawa, “Karena anda ber sama sama Lim Tayhiap, sudah tentu kami akan gembira sekali kalau dapat mengundang anda menghadiri rapat besar itu.” Pui Tiok dan Beng Cu terkejut sekali Kalau pergi menghadiri pesta besar itu tentu akan bertemu dengan Coh Hen Hong. Siatu hal yang untuk sementara waktu itu harus dihindarkan dulu.

“terima kasih atas kebaikan anda” kata Pui Tiok, “tapi kami masih mempunyai lain urusan yang penting.”

“betulkah itu?” seru Thian Pik siu-su dengan sinis “Apa sungguh-sungguh kalian tak mau memberi muka? Coba lihatlah Lim tayhiap itu!”

Pui Tiok dan Beng Cu berpaling. Serentak keduanya mengeluh dalam hati. Ternyata saat itu Lim Po Seng sudah mulai kewalahan melayani Ah Tang lokoay saja, pun masih ada empat orang lagi yang mengeroyoknya. Tampak Lim Po Seng sudah mulai kewalahan Walaupun goloknya masih menghambur sinar yang berwibawa tetapi jelas kalau dia lebih banyak bertahan dari pada menyerang.

Dan kesibukan Lim Po Seng itu bukan karena kalah angin terhadap Ah TaNg Lokoay. Ah Tang memang laksana bayang2 yang beterbangan kian kemari, sukar dipegang. Tetapi masih dapat diatasi Lim Po Seng.

Yang membuat Lim Po Seng kewalahan adalah salah seorang dari keempat pengeroyoknya Itu, yakni Seorang wanita yang menggunakan senjata aneh sekali.

Wanita itu mengenakan pakaian warna merah muda, kecantikannya amat menonjol. Menilik potongan tubuhnya yang begitu aduhay, jelas dia tentu seorang jelita yang amat cantik sekali. Tetapi ternyata, masih belum dapat dipastikan karena wajahnya ditutup dengan topeng yang menyeramkan. Sebuah wajah dengan gigi taring yang tajam.

Senjata yang dipakai wanita itu adalah tujuh helai sutera, tiap sutera sebesar untai benang lawe, warnanya merah muda. Begitu dimainkan oleh Wanita itu, ketujuh helai sutera itu bertebaran seolah menjadi tujuh-delapan puluh bayangan sutera, mirip dengan sebuah jaring besar yang terus menerus menyelubungi lawan.

Memakai senjata 7 helai sutera, memang benar- benar luar biasa anehnya, jauh lebih aneh dari senjata gada kera yang dipakai Kera-api Kiau Yan tadi.

Golok Lim Po Seng yang luar biasa tajamnya itu tak dapat membabat putus sutera si Wanita bertopeng.

Pui Tiok dan Beng Cu memperhatikan bahwa tampaknya makin lama Lim Po Seng makin kalah angin dan tak mampu menghadapi lawan lagi. Hati kedua anakmuda itu gelisah tegang.

Tiba-tiba pada saat itu terdengar Ah Tang lokoay tertawa panjang dan terus loncat mundur.

Begitu dia mundur, ketiga kawannya termasuk wanita tadi juga serempak mundur. Namun sekali mundur sampai satu tombak, Lim Po Seng tetap terkepung ditengah.

Dengan tertawa-tawa seperti kunyuk, Ah Tang lokoay berseru, “Lim tayhiap, kalau tak mau melihat Ceng—bin (muka paderi), pun harus memandang Hud- bin (muka Budha). Karena kami berempat sudah keluar mengundang mu, kalau Sampai engkau tak mau datang. lalu hendak ditaruh dimanakah muka kami nanti?”

Perasaan Lim Po Seng saat itu terkejut dan marah.

Dia tahu kalau keempat lawannya itu, satupun tak mudah dikalahkan. Diapun menyadari kalau pertempuran dilanjutkan, sungguh suatu keajaiban kalau dia sampai dapat mengalahkan mereka.

Setelah menimang beberapa jenak, akhirnya ia memutuskan. Satu-satunya cara yang terbaik saat itu yalah mau menurut permintaan mereka, menghadiri rapat besar dari Cap jit pang.

Lim Po Seng tahu bahwa ketua Cap-jit-pang yakni Tiang-pi-sin-mo Ting Tay Ging, belum tentu akan menghinanya dalam rapat besar itu.

Tetapi jelas kalau tindakan Itu hanya suatu cara untuk memamerkan kekuatan belaka. Maka kalau dia hadir dalam pertemuan besar itu berarti dia harus melihat kecongkakkan orang Cap-jit pang. Kelak kalau berhadapan dengan mereka, dia barus menundukkan kepala.

Sudah tentu Lim Po Seng tak sudi melakukan hal Itu. Tetapi dalam situasi seperti saat itu, tiada lain jalan kecuali harus berbuat begitu. Kalau dia tetap keras kepala jelas dia akan kehilangan jiwa. itu berarti dia tak mempunyai kesempatan untuk mencuci hinaan itu selama-lamanya.

Sebagai seorang persilatan yang sudah kenyang makan asam garam dunia persilatan, Lim Po Seng menyadari bahwa dia tak punya pilihan Lain kecuali harus menhadiri undangan mereka. 

ia tertawa gelak-gelak “Ah Tang pangcu sungguh terlalu memberi muka kepadaku. Baiklah, sudah tentu aku bersedia ikut anda!”

dengan tertawa aneh, Ah tang lokoay berseru, “Lim tayhiap ternyata seorang yang cepat mengambil keputusan, silakan!”

Maka mereka berempat yang semula masih mengepung Lim Po Seng. terus melesat pergi.

Melihat peristiwa itu Pui Tiok dan Beng Cu hanya mengeluh dalam hati. Tiba-tiba Thian Pik siusu tertawa mengekeh, “Kalian berdua juga silahkan berangkat.”

Pui Tiok mengeliar pandang ke sekeliling. Dilihatnya disitu hanya tinggal Thian Pik siusu seorang saja. Dia memberi Isyarat mata kepada Beng Cu dan Beng Cu pun dapat menangkap maksudnya.

Tiba-tiba kedua anak muda Itu menyurut mundur dan sring! – - terdengar dua buah bunyi. Beng Cu taburkan dua batang senjata rahasia dan Pui Tiok membarengi menusukkan pedangnya ketengorokan Thian Pik siusu.

Thian Pik siusu tertawa nyaring. Serentak dia menebarkan kipasnya dan mengebut. Kebutan kipas itu sekilas seperti dilakukan dengan sembarangan saja tetapi ternyata tetap menampar dua buah senjata rahasia yang menyambar kepadanya. Tring, tring. . . kedua batang senjata rahasia itu terlempar ke udara, tepat menyongong kearah pedang Pui Tiok. Sungguh luar biasa indahnya gerakan Than Pik siusu itu. Waktu menampar senjata rahasia, diam- diam dia sudah menyalurkan tenaga-dalam yang hebat jauh berlipat ganda kuatnya dari tenaga Beng Cu. Adalah karena tenaga-dalam Thian Pik siusu itu termasuk tenaga dalam Im ji kang (lunak) maka kecuali gerakannya yang luar biasa cepatnya, lain2 hal tak dapat dketahui lawan.

Satu saja dari kedua senjata-rahasia yang terpental keatas itu mengenai pedang Pui Tiok tentulah pedang akan tersiak keatas sehingga dada Pui Tiok terbuka tak terlindung. Pada saat itu Thian Pik siausu akan memasukkan kipas untuk menutuk jalan darah pada dada pemuda Itu.

Tetapi rencana Thian Pik siausu yang hebat itu ketemu batunya. Ternyata tusukan pedang Pui Tiok itu hanya suatu gerak-tipu untuk menggertak lawan.

Begitu lawan mundur, diapun terus mundur. Karena dia menarik pedangnya lagi maka kedua senjata rahasia thi lian-cu dari Beng Cu itupun menemui sasaran kosong dan melanjut meluncur ke udara.

Diam-diam Pui Tiok tergetar hatinya. Kalau tadi dia tak lekas menarik kembali pedangnya, tentulah saat itu dia sudah dikuasai lawan.

Memang sebelumnya Pui Tiok sudah tahu, bahwa Thian Pik siausu itu tergolong jago kelas satu. Dia berdua dengan Beng Cu, belum tentu dapat mengalahkan. Maka dia tak berani gegabah menyerang. Begitu menyerang, terus mundur lagi. Karena dia berbuat begitu, terhindarlah dia dari bencana besar. Diam-diam Pui Tiok terkejut. Dia menarik tangan Beng Cu mundur sembari lancarkan tiga buah serangan pedang kepada musuh.

Jurus permainan Pui Tiok itu. menimbulkan lingkaran sinar pedang yang cepat dan ketat sekali membungkus kedua anak muda. Sekalipun diserang dari empat jurusan, musuh tetap tak mudah mendekat.

Ternyata tiga buah jurus permainan pedang yang dilancarkan Pui Tiok itu bernama It hoa-sam-pian atau sekuntum bunga, tiga kelopak. Merupakan salah sebuah dari ilmu pedang Peh hoa kiam hwat yang ruwet dan kaya akan perobahan. Ilmupedang itu boleh dikata merupakan ilmu pedang yang paling unggul dalam dunia persilatan.

Sebagai seorang tokoh yang berpengalaman luas, cepat sekali Thian Pik siusu tahu dan mana sumber ilmu pedang itu.

Waktu Thian Pek siusu berteriak menyebut sumber ilmupedangnya, Pui Tiok terkejut. Kalau asal usul dirinya sampai terdengar Coh Hen Hong tentulah dirinya akan celaka.

Sambil mundur dia berseru, “Aku hanya seorang kerucuk dalam Peh-hoa-kau perlu apa harus diperhatikan.”

Thian Pek siusu melesat maju mengejar, “Apakah anda tahu bahwa Ting cong pangcu itu bersahabat baik dengan ketua Peh-hoa-kau? Kalau anda tidak menghadiri pertemuan besar kami, tentulah aku akan dimarahi Ting cong pangcu.” 

Mendengar itu diam-diam Pui Tiok makin mengeluh. memang tahu bahwa Tiang-pi sin-mo Ting Tay Ging dan ayahnya dulu sama-sama terjun ke dunia persilatan. Keduanya saling berbahasa heng te (engkoh adik). Kemudian mereka berpisah. yang satu menetap di perairan bengawan Hong ho, menjadi ketua perserekatan Cap jit pang. Dan yang satu mengasingkan diri ke Hunlam, mendirikan perkumpulan Peh-hoa-kau.

Sebenarnya kalau Pui Tiok mau menghadiri pertemuan besar mereka, Ting Tay Ging tentu akan menyambut dengan gembira. Mungkin Pui Tiok akan disambut sebagai tamu kehormatan yang istimewa.

Tetapi Pui Tiok keberatan sekali pergi karena Coh Hen Hong tentu berada disana. Kalau Coh Hen Hong sampai mengenalinya, jiwanya tentu terancam. Oleh karena itu buru-buru dia mengangkat tangan memberi hormat, “harap anda maafkan. Aku sedang melakukan tugas dari kaucu. Tugas itu penting sekali dan tak boleh ditunda. Juga tak boleh menampakkan diri.

Sekali lagi harap anda maafkan.

Thian Pik siu-su tertawa gelak!, “Ucapan anda itu, salah sekali. Karena anda berada disini, rasanya tugas yang hendak anda lakukan itu tentu berada di sekitar daerah Sini. Bukan aku omong besar. betapapun gawatnya urusan itu, untuk daerah sini, asal Cong pangcu mau mengucap sepatah kata saja, tentu beres. Harap anda menghadiri perjamuan besar itu. sampai selesai, tanpa membuang waktu dan tenaga anda, urusan itu tentu akan selesai. Harap sekarang anda suka ikut” Sudah tentu Pui Tiok kelabakan sekali. Kalau dia sampai ikut menghadiri pertemuan itu, jelas tentu akan menderita malapetaka,. Oleh karena itu dia tetap berkeras menolak, “Harap, anda suka maafkan. Tugas yang akan kami lakukan bukan berada di sekitar tempat ini. kami harus menyeberang lautan untuk melaksanakan tugas itu, maaf kami hendak pergi.”

Sambil berkata dia menarik Beng Cu loncat mundur. “Tunggu, harap anda berdua tunggu dulu,” seru

Thian Pik siusu.

Pui Tiok kuatir kalau Thian Pik siu-su akan mengejarnya. Memang orang itu bermaksud baik tetapi tak tahu akan kesukarannya. Untung Thian Pik siusu hanya berteriak tapi tidak mengejar.

Dalam beberapa kejab, Pui Tiok dan Beng Cu sudah mencapai 7-8 li jauhnya. Karena tak ada yang mengejar, mereka baru menghela napas longgar.

Walaupun kali ini berhasil lolos dari lubang jarum tetapi daerah disitu bukan tempat yang aman Lebih baik lekas-lekas menyingkir jauh. Maka walaupun mereka lari agak lambat tetapi tetap tak mau berhenti.

Dalam beberapa saat, mereka mencapai 10 an li lagi. Pui Tiok sengaja memilih jalan kecil Sehingga hampir tak berjumpa orang. Mereka mengira perjalanan mereka tentu sudah aman. Tetapi siapa tahu, tiba-tiba mereka melihat di sebelah muka ada seseorang yang duduk tegak. Ketika Pui Tiok dan Beng Cu berhenti Jaraknya hanya terpisah 7-8 tombak dari orang itu. Mereka memandang dengan seksama dan melihat bahwa orang itu duduk diatas segunduk batu besar.

Tubuhnya tinggi sekali, mengenakan jubah panjang, sikapnya penuh wibawa. Dia meletakkan kedua tangan diatas lutut dan duduk seperti patung. Sepasang matanya berkilat kilat memandang kepada Pui Tiok dan Beng Cu.

Kedua anakmuda itu tergetar hatinya dan saling bertukar pandang, penuh pertanyaan, Siapakah orang itu.

Keduanya hendak berjalan melngkar tetapi kedua tepi jalan merupakan karang gunung yang terjal sekali, tak dapat dilalui.

“Jangan bersuara,” bisik Pui Tiok, “kita jalan terus seperti tak terjadi suatu apa.”

Beng Cu mengangguk. Keduanya lalu lanjutkan langkah. Cepat sekali mereka sudah tiba dimuka orang Itu. Saat itu baru mereka dapa melihat jelas bagaimana keadaan orang itu.

Ternyata orang itu seorang lelaki tua berumur 6O- an tahun. Sangat berwibawa. Sepintas orang tahu kalau dia tentu seorang ko-jiu perisilatan yang memiliki tenaga-luar dan tenaga dalam yang hebat sekali.

Kedia anak muda itu menyadari bahwa apabila tidak mau memperhatikan tokoh aneh dari dunia persilatan, tentu akan mengalami hal-hal yang tak enak karena dikira tak memandang mata. 

Oleh karena itu begitu berada dekat dihadapannya, Pui Tiok dan Beng Cu pun memandangnya sejenak lalu cepat-cepat berpaling kepala pura-pura seperti tak tahu.

Sekatipun begitu kedua anakmuda itu masih merasa kalau sinar mata orang tua yang tajam itu mencurah kepada mereka. Sudah tentu Pui Tiok dan Beng Cu makin berdebar-debar, tak tau apa yang akan terjadi.

Saat itu keduanya sudah berada di samping tokoh itu. Asal lewat dan tak terjadi suatu apa tentulah takkan mengalami hal-hal yang tak terduga.

Tetapi pada saat mereka hendak lewat disamping, sekonyong konyong orang tua itu tertawa gelak 2 dan berbangkit. Gerakan tubuhnya menimbulkan angin kuat dan sekali berayun, dia sudah menghadang di muka mereka. Sekali ulurkan tangan tahu-tahu pergelangan tangan Pui Tiok dan Beng Cu sudah kena dipegang.

gerakan lelaki itu benar-benar luar biasa cepatnya. Pui Tiok dan Beng Cu bukan orang yang tak memiliki kepandaian tinggi tetapi toh keduanya tak mampu melepaskan diri. Dalam sekejab mata saja sudah tercengkeram pergelangan tangannya. Karena kejutnya, mereka sampai tak dapat bicara.

Lelaki tua Itu tertawa gelak-gelak, “Ho, Thian Pik salah mata. Mana ada seorang kerucuk dapat memainkan ilmupedang Peh Hoa kiam hwat ? Hm, kirannya putera dari sahabat lama” Mendengar itu hati Pui Tiok makin merintih Dari kata-katanya dia dapat menduga bahwa orang tua itu bukan lain adalah Ting pi sian-mo Ting Tay Ging, ketua dari Cap-jit-pang.

“Cianpwe… apakah bukan Ting cong-pangcu” tanya Pui Tok.

Orang tua itu tertawa meloroh “Hiantit, mengapa engkau memanggil aku begitu? pangil saja Ting ji- siok”

Pui Tiok memuji, Ting pi sin-mo itu Iblis sakti tangan-panjang Ting Tay Ging itu lihay sekali. Melihat ilmu pedang yang dimainkan tadi segera tahu siapa dirinya. Bahkan langsung memastikan kalau dia adalah putera dari Peh Hoa lokoay, ketua Peh hoa- kau.

Mau tak mau terpaksa Pui Tiok memberi hormat dan berkata, “Ting ji siok, siautit, menghaturkan hormat!’

Ting Tay Ging melepaskan tangan kedua anak muda itu. Setelah menerima penghormatan mereka Ting Tay Ging berkata pula, “Hiantit, Engkau salah.

Hubunganku dengan ayahmu, betapalah eratnya. Saat ini aku sedang mengadakan pesta besar, bagaimana engkau tak mau menghadiri?”

“Ting ji-siok,” kata Pui Tiok, “bukan karena aku tak tahu adat tetapi benar-benar aku tak dapat unjuk diri di muka umum. Harap Ting ji-siok suka maafkan.” Ting Tay Ging tertawa, “Kesulitan apa saja yang engkau hadapi, harap bilang kepadaku, tak perlu sungkan!”

Sesaat bimbanglah hati Pui Tiok. Memang dia tahu kalau ayahnya bersahabat baik dengan Ting Tay Ging.. Dan menilik Ting Tay Ging memerlukan menunggunya di situ, jelas kalau sangat memperhatikan sekali kepadanya. Lalu bagaimana dia harus berbuat?

Apakah dia harus menceritakan semua persoalan kepadanya.

Pada lain saat, hampir saja Pui Tiok hendak mengatakan tetapi tiba-tiba dia teringat akan pesan ayahnya. Dan lagi dia tahu kalau pesta yang diadakan Ting Tay Ging itu adalah karena hendak mengambil muka Coh Hen Hong. Kalau dia menceritakan secara terus terang, bukanlah berarti akan cari penyakit?

Kemudian diapun hanya tertawa hambar, “Ting ji siok maaf, urusan ini. . . . tak perlu diketahui orang luar.”

kembali Ting Tay Ging tertawa gelak-gelak, “Hiantit, bagaimana omonganmu itu? Apakah aku ini orang luar?”

Pui Tiok makin meringis, “Ting ji-siok, memang ji- siok bukan orang luar. Tetapi urusan ini benar-benar tak dapat kukatakan. Dan lagi kami berduapun harus memakai kedok muka agar jangan sampai dketahui orang.

Ting Tay Ging tak mau mendesak. Dia hanya berkata, “Sebenarnya kalian tak perlu memakai kedok. karena mudah menimbulkan kecurigaan orang. Aku mempunyai dua buah kedok dari kulit manusia yang dapat kuberikan kepadamu.” 

Dia terus merogoh kedalam baju dan mengeluarkan dua buah kedok dari kulit manusia. Dan kebetulan sekali. potongan kedok itu yang satu wajah pria dan yang satu wajah wanita.

Kedok itu memang luar biasa. Begitu Ting Tay Ging mencobanya, serentak berobahlah wajahnya menjadi manusia lain.

Kedok itu terbuat dari kulit manusia dan dibuat dengan sempurna sehingga dapat menjadi kan

pemakainya seorang manusia baru. Bagi orang yang berkelana di dunia persilatan, memang berguna sekali. Terutama bagi Pui Tiok dan Beng Cu yang sedang dalam kesulitan.

Tetapi Pui Tiok tak ingin menerima pemberian itu. Memang orang lain tak mengenalnya tetapi bukankah Ting Tay Ging tetap mengenal mereka?

Dalam pesta besar nanti tentu akan dihadiri segenap lapisan tokoh-tokoh aliran hitam dan Putih. Mungkin saja Coh Hen Hong akan mencari keterangan tentang diri mereka berdua. Hati manusia sukar diduga. Siapa tahu Ting Tay Ging akan berhianat untuk menjual mereka kepada Coh Hen Hong?

“Tak usah,” Pui Tiok menolak, “lebih baik kami mengenakan kerudung muka saja. Asal kami tidak menimbulkan perkara, tentu takkan di perhatikan orang.”

Sebagai tokoh yang banyak pengalaman, sudah tentu Ting Tay Ging tahu apa sebab Pui Tiok menolak pemberiannya. Dia tertawa gelak-gelak, katanya, “Hiantit, bukankah engkau kuatir kalau aku sampai mengatakan dirimu kepada orang lain dengarkanlah. Kalau aku sampai berbuat sesuatu yang merugikan engkau, biarlah aku mati di sambar geledek!”

Mendengar seorang tokoh seperti Ting Tay Ging sampai mengeluarkan sumpah yang begitu berat, Pui Tiok gugup, “Ah, tak perlu Ting ji-siok bersumpah begitu ngeri.”

Ting Tay Ging tertawa, “Kalau begitu kalian menerima pemberian ini dan ikut aku menghadiri pesta. Kesempatan yang jarang ada tentu, tak boleh disia siakan.”

Pui Tiok rnenerima kedok, katanya, “Pesta besar Itu sebenarnya kami tak Ingin hadir.”

Kembali Ting Tay Ging tertawa gelak-gelak, “Hiantit jangan kuatir. Kalau ada orang yang bertanya aku akan mengatakan kalau engkau ini seorang piauthau dari piau-kiok di Gun-beng. Apakah engkau setuju?”

Begaimanapun dalam hati Pui Tiok tetap masih curiga. Mengapa Ting Tay Ging begitu berkeras. hendak mengajaknya hadir dalam pesta itu? Pesta besar itu akan dihadiri oleh tokoh-tokoh ternama, mengapa Ting Tay Ging tetap hendak memintanya hadir? Bukankah Ting Tay Ging sudah tahu kalau dia dan Beng Cu hanya kerucuk yang tak ternama?

Mengapa?

Apakah Ting Tay Ging memang bersungguh sungguh sebagai seorang sahabat karib Peh Hoa lokoay akan mengundang puteranya menghadiri pesta itu?

Sejenak Pui Tiok tak dapat mengambil keputusan pergi atau tidak. Tetapi setitik kecurigaan yang menghuni dalam batinnya menyatakan kalau lebih baik dia tak hadir saja. Dia memberi isyarat mata kepada Beng Cu lalu berkata, “Kalau Ting ji siok tetap suruh kami harus hadir sudah tentu kami akan mentaati. Tetapi dari kami, harap Ting Ji-siok ”.

“Sudah tentu aku tak mau mengatakan kepada orang” cepat Ting Tay Ging menukas.

“Kalau begitu kami mengucap banyak terima kasih kepada Ting ji—siok.”

“Silakan kalian memakai kedok itu,” kata Ting Tay Ging.

Meragu sejenak Pui Tiok lalu mencabut kain hitam yang menyelubungi mukanya. Saat itu Ting Tay Ging memandangnya dengan tajam sehingga membuat hati anak muda itu tak enak. Cepat dia memakai kedok kulit.

“Wah, hiantit, beberapa tahi lalat pada pangkal telingamu itu, dari mana asalnya ? “ Ting Tay Ging bertanya

Mendengar pertanyaan itu Pui Tiok makin tersipu sipu. Karena bekas noda luka itu adalah hasil yang didapat dari pedang Coh Hen Hong. Pui Tiok pura-pura tak mendengar dan berpaling kepala. Saat itu Beng Cu juga sudah mengenakan kedok kulit.

“Beng Cu, mengapa engkau diam saja dan tak lekas menghaturkan terima kasih kepada Ting ji-siok ?” Pui Tiok berseru tertawa. Mendengar itu Beng cu yang sejak tadi diam saja, gopoh menghaturkan terima kasih kepada Ting Tay Ging

Ting Tay Ging tertawa gembira dan mengajak kedua anakmuda itu berangkat. Dia menarik tangan kedua anakmuda itu lalu berlari kencang. Ternyata llmu lari cepat dari ketua Cap jit pang itu memang luar biasa.

Pui Tiok Dan Beng Cu Seperti dibawa terbang saja rasanya.

Diam-diam kedua anak muda out terkejut atas kehebatan ginkang Ting Tay Ging yang walaupun menarik dua orang masih dapat lari secepat angin.

Tak berselang lama, merekapun sudah melihat tembok kota Celam shia. Dan dalam beberapa kejab kemudian, merekapun sudah tiba di tembok kota.

Mereka tidak masuk melainkan melingkar mengitari kota dan tiba ditepi bengawan. Menyusuri tepi bengawan itu terus mereka menuju kemuka.

Hampir setengah jam lamanya maka tampak sebuah panggung yang tinggi.

Sekitar dari panggung, penuh berhias dengan penerangan dan gemuruh yang mengemparkan sekali. Selekas Ting Tay Ging berhenti. beberapa orang segera menyambut dan melaporkan pekerjaan mereka. Setelah itu Ting Tay Ging menawarkan kepada Pui Tiok apakah perlu ditemani seorang pangcu.

“Ah, tak usah, terima kasih,” sahut Pui Tiok. “Baik.,” kata Ting Tay Ging,” tetapi harap kalian

jangan meninggalkan tempat ini dengan sembarangan. Kalau kalian sampai mengalami apa- apa dalam pesta besar Itu bagaimana nanti aku akan memberi keterangan kepada ayahmu”

Pui Tiok tertawa hambar dan mengiakan saja. kemudian Ting Tay Ging dikawal beberapa orang meningalkan tempat itu.

Sepeninggalan mereka, Pui Tiok lalu menarik Beng Cu diajak masuk kedalam kerumun orang.

Saat itu suasana di tepi bengawan Hongho, memang luar biasa ramainya. Orang-orang datang pergi tak putus2nya. Mereka berkeliaran tanpa tujuan asal berjalan saja.

Tak berapa lama tiba-tiba muncul seorang lelaki setengah tua yang berwajah luar biasa. Orang ini menghampiri ke tempat Pui Tiok, “Maaf, apakah anda ini bukan Pui piauthau dari Gun-beng?”

Pui Tiok terkesiap. Hampir saja dia menjawab ‘bukan’ – Tetapi tiba-tiba saja dia teringat bahwa Ting Tay Ging pernah mengatakan kalau mau memperkenalkan dia kepada tokoh-tokoh Cap it-pang dengan menggunakan nama sebagai orang piauthau dan Gun-beng.

Maka dengan ragu2 dia balas bertanya, “Maaf, apakah anda ini “

Dia tidak menjawab dan tidak menyangkal melainkan balas bertanya diri orang. Sungguh tindakan yang cerdik juga.

Orang itu tertawa, “Aku yang rendah orang she Gong nama Hui. Walaupun berkepandaisn jelek tetapi diangkat orang sebagai pangcu dari Kim an-pang di perairan Hongho sini. Ting cong pangcu memerintahkan aku untuk melayani Pui piauthau.”

Diam-diam Pui Tiok tergetar dalam hati. Walau pun orang bersikap merendah tetapi jelas Gong

Hui itu seorang tokoh ternama di perairan Hong ho. “0, kiranya Gong pangcu, ah, Ting Cong pang cu

sungguh terlalu sungkan. Kami hanya sekedar melihat

keramaian saja, tak usah merepotkan anda.”

Gong Hui tak mau memaksa “Kalau Pui piauthau tidak menginginkan orang untuk menemani, akupun tak berani memaksa. Apabila dalam hal penginapan dan hidangan Pui piauthau ingin memberi pesan, asal kepada anak buah Cap-it-pang anda menyebutkan namaku, aku tentu akan segera datang Harap jangan sungkan.”

“Ah, tidak, Gong pangcu terlalu merendah diri kepadaku,” kata Pui Tiok. Gong Hui tertawa. Setelah memberi hormat lalu bergegas pergi

Setelah itu Pui Tiok dan Beng Cu lalu berjalan sampai 1Oan tombak lagi. keduanya duduk beristirahat di sebuah tenda yang terbuat dari bambu. Tenda itu cukup untuk ditempati 100an orang. Meja kursi terbuat dari kayu pek kok semua. Walaupun karena memburu waktu, meja kursi itu dibuat agak kasar tetapi jumlahnya banyak sekali. Dan setiap meja tentu disediakan hidangan dan minuman. orang yang datang. boleh makan minum sekehendak hatinya.

Sudah tentu pesta macam itu akan menelan biaya besar sekali. Mungkin partai2 persilatan tak berani menyelenggarakan pesta semacam itu.

Setelah duduk maka pelayan lalu menghampiri, Pui Tiok minta beberapa macam makanan.

“Pui toako, rupanya Ting cong pangcu tak

………………………………..kepada kita,” kata Beng Cu setelah pelayan pergi.

Dalam diam Pui Tiok geleng2 kepala, “Masih sukar dipastikan. Tetapi menurut perasaanku, rupanya ada sesuatu yang agak tak wajar.”

“Kalau begitu mengapa tidak sekarang kita tinggalkan tempat ini saja?” kata Beng Cu.

”memang aku sudah merencanakan begitu“kata Pui Tiok,”tetapi kalau mereka memang bermaksud tak baik kepada kita, ditengah jalan mereka pasti sudah mempersiapkan penjagaan. Kalau mereka turun tangan, jelas kita tentu bukan tandingannya. Maka perlu apa kita harus cari penyakit? Dan lagi kita toh tak mungkin dapat lolos karena seratus li disekeliling daerah ini semua telah dikuasai oleh anakbuah Cap-it- pang. Sedang tokoh hebat seperti Lim Po Seng saja tak dapat menghindar, apalagi kita?”

“Wah, kalau begitu bagaimana?” Beng Cu cemas “Tak usah takut,” kata Pui Tiok menghiburnya, “Kila

nanti bertindak menurut keadaan saja. Tetapi yang penting “ jangan sekali-kali kita bercerai, harus tetap berkumpul.”

“Maksud Pui Tiok’, apabila terjadi sesuatu, kalau dihadapi dua orang tentu lebih ringan untuk mengatasi. Tetapi Waktu Beng Cu mendengar ucapan itu, dia segera tundukkan kepala. Untung saat itu Ia memakai kedok kulit sehinga tak kelihatan wajah yang tersipu merah.

melihat itu Pui Tiok terkesiap. Tetapi dia pun segera menyadari akan kata-kata tadi. Buru-buru dia memegang tangan Beng Cu, “Beng Cu, karena menghadapi peristiwa yang aneh begini, maka aku baru berkata begitu. kalau engkau tak suka. . “ “Tidak, tidak, aku. . . bukan tak suka “Beng Cu gopoh menukas.

“Kalau begitu Beng Cu, aku. . – “baru berkata sampai disitu Pui Tiok hentikan kata-katanya, karena saat itu dia melihat seorang berbaju ungu berjalan mendatangi ke tempatnya. Orang Itu deliki mata dan berhenti. Sudah tentu Pui Tiok dan Beng Cu tertegun. Orang berbaju ungu itu bertubuh kecil pendek Pinggangnya agak mengembung, tentulah karena memakai senjata yang lemas. Dan pada pergelangan tangan kirinya memakai empat buah gelang emas. Dandanannya semacam itu jelas menandakan kalau seorang pendekar ternama dalam dunia persilatan.

Menilik sikap orang itu, agaknya seperti hendak mengganggu. Pui Tiok heran. Dia memberi isyarat mata kepada Beng Cu agar nona Itu jangan membuka suara.

Sebenarnya bagi kaum persilatan. mengunjuk kegarangan, cari gara-gara memang bukan hal yang aneh. Tetapi kalau dalam suasana seperti saat itu masih ada orang yang bersikap begitu, tentu akan menimbulkan keheranan orang.

Dalam pesta besar yang diselenggarakan Cap it- pang itu akan dihadiri Suan Hong siansu (Coh Hen Hong). Tak peduli tetamu yang bagaimana, adakah yang menerima undangan atau tidak, yang datang atas kemauannya sendiri atau yang dipaksa seperti Lirn Po Seng, tentu akan memandang muka Cap-it- pang dan tak berani cari onar disitu.

Tetapi nyatanya sekarang orang pendek kecil itu berani memandang Pui Tiok sedemilian rupa seperti hendak menantang dan cari perkara.

Pui Tiok tak tahu apa maksud orang pendek itu,.

Dia tak mau meladeni setelah balas memandang sejenak dia lalu berpaling dan tak mau menghiraukan lagi. Tetapi entah bagaimana tiba-tiba orang pendek itu malah mengajak duduk dihadapannya dan begitu duduk dia terus menggebrak meja dan memaki, “Keparat laknat!”

Tingkah laku orang kate itu benar-benar terlampau kurang ajar sekali. Pui Tiok dan Beng Cu terkesiap dan berpaling. Dua orang anakbuah Cap-it pang berlari lari mendatangi.

“Saudara ini, mau pesan apa, tak perlu harus memaki-maki!” kata kedua anakbuah Cap-it-pang itu. “Bukan urusan kalian!” bentak orang pendek itu.

Kedua anakbuah Cap it-pang itu tertawa dingin, “Sahabat, Jangan engkau salah berpikir. Saat ini segala apa yang terjadi di perairan Hongho, tentu mempunyai hubungan dengan kami.”

Orang pendek itu deliki mata. Saat itu banyak sudah orang-orang yang berkerumun ditempat itu. Diantaranya terdapat empat lima anak buah Cap it- pang. Orang-orang yang berada disitu sama menyaksikan bahwa orang pendek itu yang bertindak salah.

Orang kate itu menuding kearah Pui Tiok, serunya, “Baik, saat ini aku takkan membuat perhitungan dengan engkau. Kalau engkau tahu diri. lekas engkau menyingkir jauh, jangan sampai bertemu dengan aku Lagi!”

Sebenarnya Pui Tiok tak dapat menelan kesabaran lagi. Tetapi pada waktu dia hendak bertindak orang pendek itu sudah berputar tubuh. Sabuk sutera yang mengikap pada pinggangnya tampak tersingkap dan sabuk pinggang itu caranya mengikat, melukiskan bentuk Peh-hoa atau seratus bunga. Melihat itu gemetarlah hati Pui Tiok sehingga kata-kata yang hendak diluncurkan tak jadi keluar. Dia memang teliti dan waspada. Serentak dia tertawa gelak 2 dan berseru, ‘Saudara yang itu tentu agak mabuk.”

Tetapi orang pendek itu tak menghiraukan dan ayunkan langkah tinggalkan tempat itu. Karena tak terjadi peristiwa maka anak buah Cap-it pang juga tak mau merintangi orang pendek itu.

Setelah orang pendek itu pergi, Pui Tiok dan Beng Cu duduk lagi Rupanya Beng Cu sudah merasa ada sesuatu yang tidak beres tetapi dia tak tahu apa peristiwa itu. Berapa kali dia hendak bertanya tetapi selalu dicegah oleh isyarat mata Pui Tiok.

Selesai makan baru keduanya berjalan lagi. Setiba di tepi bengawan, Beng Cu tak dapat menahan keinginan hatinya lagi dan berkata, “Pui toako, apakah yang sebenarnya terjadi?”

“Orang pendek itu orang kita sendiri,” jawab Pui Tiok.

“Siapa?”

“Dia juga menyamar dan merubah bentuk wajahnya sehingga aku tak mengenalnya. Tetapi jelas kenal padaku. Dan lagi tadi dia seperti sengaja hendak memberi peringatan kepadaku supaya meninggalkan tempat ini.

Bagaimana engkau tahu kalau orang kita sendiri?” Beng Cu meragu. 

“Pinggang orang itu mengenakan sabuk sutera dengan ikatan chas Peh-hoa-kiat. Ikatan seperti

itu sukar sekali dibuat. Kecuali orang Peh-hoa kau orang sukar membuatnya.”

Beng Cu terkejut, “Kalau begitu, kita ini sahabatnya dan orang itu sengaja datang untuk memberi peringatan. Lebih baik kita lekas pergi saja.”

“Ya, benar,” Pui Tiok mengangguk,” kita jalan disepanjang tepi bengawan ini, nanti kita cari kesempatan untuk melarikan diri.”

Memang sejak kecil Beng Cu tak pernah menderita. setelah terjadi peristiwa besar dalam rumah keluarganya dan terpaksa ikut Pui Tiok ke Peh Ho-nia dia telah dikurung sampai beberapa tahun. Sudah tentu dia tak tahu apa yang terjadi diluar. Menghadapi keadaan yang penuh serba-misterius seperti saat sekarang, benar-benar dia merasa gelisah.

Rupanya Pui Tiok tahu perasaan gadis itu maka diapun menghiburnya, “Jangan cemas, kalau

gugup engkau tentu akan menimbulkan kecurigaan orang yang akan menduga kalau kita bermaksud hendak melarikan diri.”

Beng Cu berusaha menenangkan diri. Keduanya melanjutkan perjalanan menyusur tepi bengawan. Tak berapa lama sudah mencapai satu li. Keadaan ditempat situ sudah tak seramai seperti yang ditempat panggung tadi. Nampak di tepi bengawan banyak sekali terdapat perahu2 yang berpangkalan. Tetapi kebanyakan perahu2 itu ukuran kecil sekali. Hanya ada satu tempat ditengahnya.

Beng Cu, lihatlah, banyak sekali perahu2 kecil itu yang meluncur kebawah. Kalau kita loncat ke sebuah perahu kecil, engkau bersembunyi dalam ruangannya, berganti pakaian dan meluncur ke mudik, tentu tak ada orang yang memperhatikan. Setelah dapat mencapai dua tiga puluh li, kemungkinan kita tentu aman.”

Beng Cu mengangguk. Pui Tiok memirnpin tangannya dan menuju ke tanggul bengawan. Disitu mereka memperhatikan ada sebuah perahu yang kosong tak ada orangnya. Cepat keduanya melayang turun kedalam perahu itu.

Selekas berada dalam perahu, Pui Tiok lalu hendak memutus tali pengikat dan perahu segera dibawa hanyut arus bengawan.

Tetapi pada saat Pui Tiok hendak ayunkan tangan menghantam tiba-tiba terdengar suara orang tertawa gelak-gelak, “Pui piauthau,” pun serentak terdengar suara orang memanggilnya.

Sudah tentu kejut Pui Tiok bukan alang kepalang.

Dia segera mengangkat muka memandang, dia segera meringis seperti monyet makan terasi setelah melihat siapa yang berseru kepadanya itu.

Ternyata orang itu adalah Gong Hui. Pui Tiok menyesali dirinya yang masih kurang hati-hati kenapa sejak berjalan tadi dia tak memperhatikan disekeliling tempat. Tetapi dia teringat bahwa rasanya tadi memang tak ada orang lagi.

hanya mengapa baru saja hendak kabur, Gong Hui sudah cepat muncul.

“Pui piauthau” seru Gong hui pula, apakah engkau ingin main-main naik perahu? Arusnya deras sekali. Kalau perahu sampai terbalik, tentu bukan main.

Bagaimana kalau kubantu engkau mendayung” Pui Tiok menyadari kalau dirinya telah diawasi dengan ketat oleh Ting Tay Ging. Gong Hui tentu mendapat perintah dari ketua cap it pang itu.

Diam-diam Pui Tiok heran. Bukankah Ting Tay Ging tadi bersikap begitu manis kepadanya? Mengapa dia secara diam-diam suruh orang untuk mengawasinya? Jelas tentu mengandung maksud tak baik.

Dengan kesimpulan itu makin mantap keputusan Pui tiok untuk melarikan diri. Tetapi dalam situasi seperti saat itu bagaimana mungkin dia dapat melaksanakan keputusannya?

Dia tertawa hambar, katanya, ‘Kami hanya ingin main-main saja, tak kira kalau mengejutkan.. -

tiba-tiba dia hentikan kata-katanya.

Saat itu Gong Hui berdiri diatas tanggul. Pada saat Pui Tiok bicara, tiba-tiba dia melihat sesosok bayangan muncul dan diam-diam menyelinap ke belakang Gong Hui. Ternyata orang itu adalah si orang pendek berbaju ungu Gong Hui masih tetap memandang kesungai dan tampaknya seperti tak merasakan kedatangan orang baju ungu. Pada detik itulah Pui Tiok hampir saja berteriak.

Dia kini sudah teringat siapa orang itu. Dia adalah Hat Jiong, kepala dari paseban Jin-Siu tong dari Peh hoa-kau.

Kat jiong memiliki kepandaian yang tinggi, terutama dalam Ilmu gin-kang, memang luar biasa sekali. Dia bergelar Kui-yan-cu atau burung setan.

Saat itu kat jong memberi isyarat tangan kepada Pui Tiok. Pui Tiok mengerti bahwa Kat Jiong menginginkan supaya dia melanjutkan bicara dengan Gong Hui. Maka sejenak berhenti, Pui Tiok pun meneruskan kata-katanya, “.. . mengejutkan Gong pangcu Kalau begitu kami akan kembali saja.”

Gong Hui tertawa, “Ah, tak perlu. Asal ditemani dengan orang yang pandai berenang dan mengerti cara mendayung perahu, naik perahu menurutkan arus, memang menyenangkan sekali, tunggu aku

…………

baru dia mengucapkan begitu, tangan Kat Jiong sudah berayun. Pukulan itu dilambari dengan tenaga- dalam yang mampu menghancurkan batu karang dahsyatnya.

Gong Hui juga bukan tokoh sembarangan.

Dia menyadari apa yang terjadi. Tetapi pada saat itu, sudah terlambat. Dia hanya sempat untuk berkisar ke samping tetapi tak sempat berputar tubuh. 

Bluk. . pungungnya terkena telak.

Pui Tiok yang berada dihadapannya, tahu jelas tentang peristiwa itu. Setelah terkena pukulan Gong Hui muntah darah dan jatuh terguling ke bawah terus disambut arus dan ditelan gelombang.

“Mengapa tidak lekas berangkat ?’ serentak terdengar suara Kat Jiong membentak.

Peristiwa itu terjadi mendadak dan mengejutkan sehingga Pui Tiok tercengang. Baru setelah Kat Jiong membentak dia gelagapan dan terus menebas tali penambat perahu. Begitu tali putus, perahu berputar- putar sejenak lalu dibawa hanyut arus.

Saat itu Pui Tiok masih sempat melihat tubuh Gong Hui meronta dan mengembangkan gumpalan darah merah ke permukaan air. Tetapi luka Gong Hui terlampau berat sekali. Hanya sebentar dia meronta lalu tenggelam ke bawah untuk selama lamanya.

Setelah tenangkan pikiran. Pui Tiok memberi pesan, Beng Cu, coba engkau lihat kedalam ruang perahu, apakah disitu terdapat pakaian dari pemilik perahu.”

Beng Cu masuk dan tak lama keluar dengan membawa seperangkat pakaian kain kasar warna biru. Pui Tiok cepat mengenakannya. Setelah Itu dia berkata, “Engkau sembunyi saja dalam ruang perahu, jangan sekali kali keluar.”

“Pui toako, dan engkau?” “Aku kan berada di hulu perahu untuk mendayung,” kata Pui Tiok.

Arus bengawan Hongho memang keras sekali, Tetapi aliran bengawan yang masuk ke wilayah Shoatang, bukan tergolong yang paling deras arusnya. Dan lagi Pui Tiok pun pernah mendayung perahu di sungai Lan jong kiang di wilayah shoatang.

Sungai itu juga terkenal deras sekali arusnya, oleh karena itu dia tak kikuk lagi mendayung, apalagi perahu itu tidak menentang arus melainkan dibawa arus.

Tak berapa lama perahu itu telah mencapai satu li jauhnya. Dari tempat itu dapat melihat jelas panggung tinggi yang didirikan diatas tanggul.

Pui Tiok mulai tegang. Asal perahu dapat melalui tempat letak panggung, tentu tak ada orang yang akan memperhatikan lagi. Kemungkinan besar tentu dapat meloloskan diri dengan aman.

Karena kuatir dikenal orang maka selama mendayung itu diapun tundukkan kepala. Pada saat panggung makin dekat, tiba-tiba dari tepi bengawan meluncur sebuah perahu yang laksana anak panah terlepas dari busur, telah meluncur datang.

Cepat sekali perahu kecil itu membelah ombak dan tiba di muka perahu Pui Tiok. Melihat itu Pui Tiok menyadari kalau perahu itu hendak membentur perahunya, setidak-tidaknya hendak menghadang.

Waktu Pui Tiok memandang dengan seksama, baru dia tahu kalau orang yang berada dalam perahu itu bukan lain adalah Thian Pik siusu. Diam-diam dia mengeluh dalam hati.

Pada saat Thian Pik siusu menukikkan kipas nya kebawah, enam belas tukang kayuh serempak berteriak dan tahu-tahu perahu Pui Tiok telah di tercekam oleh 6-7 buah kait besi.

‘Pui piauthau” Thian Pik siusu tertawa,” kalau mendayung terus ke muka, disana terdapat sebuah kisaran yang berbahaya sekali”

betapa gugupnya hati Pui Tiok pada saat Itu, berbeda dengan tadi waktu dipergoki dengan Gong Hui dia masih dapat memberi alasan kalau hanya ingin bermain-main dengan perahu. Demi saling menjaga muka masing-masing, maka Gong Hui menanggapi dengan tertawa.

Tetapi sekarang karena Gong Hui telah dihantam sampai terlempar kedalam ombak bengawan,

sekalipun mayatnya tak diketemukan tetapi kalau orang Cap jit-pang tak dapat menemukan Gong Hui sudah tentu mereka akan membuat perhitungan kepadanya. Bukankah dengan begitu dia akan menderita nasib buruk?

Sambil menimang hal itu pikiran Pui Tiong masih tetap bekerja untuk mencari akal. Tetapi dia menyadari bahwa keadaan saat Itu tiada lain jalan baginya kecuali hanya menurut mereka saja.

Sementara pada saat itu anak buah perahu cepat sudah mulai mendayung lagi, menuju ke tepi. Karena tergaet kait, perahu Pui Tiong pun Ikut tertarik ke tepi. Sedang di tepi bengawan, tampak ketua Cap-jit pang yakni Ting Tay Ging menunggu dengan wajah berseri.

Beng Cu keluar dari ruang perahu dan berdiri di samping Pui Tiok.

‘Jangan takut,” Pui Tiok berbisik” menilik sikap mereka, rasanya belum memusuhi kita.”

Setelah tiba dipantai, Thian Pek siusu tertawa, “Silakan naik ke pantai.”

Pui Tiok membuka pakaian kain kasar dan loncat ke pantai bersama Beng Cu. Ting Tay Ging tak ada disitu lagi, entah kemana.

“Anda berdua sebaiknya beristirahat, Anda berdua atas perintah cong-pangcu harus dilayani sebagai tetamu agung. Apabila pelayanan kami kurang sempurna, harap dimaafkan,’’ kata Thian Pik siu.

Sebenarnya Pui Tiok hendak langsung bertanya, apa tujuan mereka terhadap dirinya. Tetapi pada lain kilas dia melihat kesimpulan, sekalipun mengajukan pertanyaan semacam itu, tentulah mereka tak mau mengatakan. Salah2 akan memberi dorongan kepada mereka supaya cepat bertindak kepadanya. Dengan begitu malah tak ada kesempatan lagi baginya untuk meloloskan diri.

Maka Pui Tiok juga tertawa, “Ah, mana aku berani secongkak begitu. Budi kebaikan Cap-jit- pang pasti takkan kulupakan selama lamanya.” Thian Pik siusu tertawa dan mengajak kedua anak muda itu berjalan menyusur pantai. Tiba-tiba disamping panggung mereka menaiki tangga yang makin lama makin tinggi sehingga mencapai tingkat yang paling atas. Tingkat paling atas itu sangat mewah. Thian Pik siusu mendorong sebuah pintu.

Ternyata dibalik pintu merupakan sebuah kamar tidur yang luas. “Bagaimana kalau disini? kata Thian Pik siusu.

Pui Tiok tertawa hambar. Dengan menempati kamar paling atas itu dibawahnya dijaga ketat. oleh anak buah Cap-jit-pang, juga tak mungkin lagi akan dapat meloloskan diri. Tetapi bagaimana lagi kecuali harus menerima.

“Baiklah, tempat ini terlalu mewah sekali terima kasih atas perhatian anda ‘.

Thian Pik siusu tak menyahut melainkan tertawa terus berputar tubuh berlalu.

Pui toako” bisik Beng Cu,” apakah maksud mereka?”

Pui Tiok tertawa sambil geleng2 kepala, “Aku juga tak tahu apa sebenarnya maksud mereka Maka kita harus tenang, jangan gugup”

Beng Cu menghela napas, ‘Pui toako, tak perlu engkau selalu menghibur aku. Kutahu bukan hanya aku, pun engkau juga tegang setengah mati.

Pui Tiok tak menjawab. Dia menghampiri jendela dan melongok ke bawah. Alam permandangan di sekeliling pantai, tampak jelas semua. Panggung hanya lima tombak tingginya. Dengan kepan daian yang dimiliki Pui Tiok dan Beng Cu, rasanya tak sukar kalau mau merangkak keluar melalui jendela itu

Tetapi baru saja dia melongok dari jendela, di bawah panggung terdapat sederet orang-orang yang pakaiannya ringkas seperti orang persilatan. Selain itu, di permukaan bengawan juga siap sederet perahu cepat. Dengan begitu, apabila Pui Tiok mau meloloskan diri, baru nongol dari cendela saja sudah tentu akan diketahui orang.

Halaman 45 tak terbaca………………………………………………..

menjetikkan tangan. Benda yang digengamnya tadi segera meluncur ke udara.

“Pui toako, apakah itu?” seru Beng Cu. “Pertandaan rahasia untuk memberi tahu, “kata Pui

Tiok” seluas li didaerah ini, apabila terdapat anak buah

Peh-hoa-kau, begitu melihat penandaan rahasia itu tentu segera tahu kalau aku dalam bahaya. Mereka tentu akan datang untuk menolong. Meongok keluar jendela, Beng Cu melihat benda yang diselentikkan Pui Tiok tadi telah membubung 7-8 tombak tingginya dan mulai meluncur turun. baru turun satu tombak ke bawah, tiba-tiba benda itu meledak. Benda yang semula hanya sebesar pil, begitu meledak mengeluarkan bunyi mendengung yang tak berkeputusan dan memancarkan bunga api pancawarna. Sudah tentu orang-orang yang berada ditepi bengawan melihat ledakan api itu. Tetapi mereka tak heran karena mengira kalau itu tentu bunga api yang sengaja disulut untuk merayakan kemeriahan pesta dari Cap-jit-pang.

Setelah melepaskan penandaan itu, Pui Tiok tak mempunyai jalan lagi Dia hanya berjalan mondar mandir dalam kamar.

tak berapa lama, muncul orang menghantar makanan. Dan setelah malam tiba, juga ada yang mengantar lampu. Cepat sekali waktu berlalu. Tahu- tahu sudah dua hari keduanya telah dikurung dalam kamar itu.

Selama itu memang Pui Tiok dan Beng Cu tak henti hentinya mencari akal untuk lolos, tetapi belum ketemu. Mereka tak mau menuruti emosi dan sembarangan saja melakukan percobaan untuk lolos.

Penjagaan tak pernah berkurang. Baik siang maupun malam, berpuluh-pulluh anak buah cap jit pang selalu menjaga dibawah panggung.

Pui Tiok mengharap mudah-mudahan Kat Jiong dapat melihat pertandaan rahasia tadi. walaupun belum mempunyai jalan untuk menolong tapi paling tidak dapat mengadakan kontak. Tetapi sampai saat itu Kat Jiong tak terdengar beritanya, apalagi nongol.

Sudah tentu Pui Tiok dan Beng Cu gelisah. Kat Jiong telah membunuh seorang pangcu dari Cap jit pang.

Mana mungkin Ting tay Ging mau mengampuninya? Siapa tahu Kat-Jiong sudah dibunuh Ting Tay Ging. Satu hal yang masih membuat Pui Tiok heran Kalau Kat Jiong benar telah dibunuh, mengapa Ting Tay Ging hanya menyandera mereka berdua saja? Apakah maksud ketua Cap-jit pang itu?

Dalam keputus asaan, tiada lain jalan bagi Pui Tiok kecuali berusaha tenangkan diri. Dia menyadari hanya ketenangan yang dapat menembus segala kegelapan dari saat yang sulit.

Hari itu pada tengah hari tiba-tiba dari arah tepi bengawan terdengar suara tambur dan genderang serta mercon seperti memecah langit Pui Tiok dan Beng Cu segera melongok ke jendela. Ternyata suara gemuruh itu berasal dari pada Burung Cendrawasih raksasa yang dimainkan berpuluh-puluh anak buah Cap jit-pang.

Aneh. Setiap menyonsong perayaan besar biasanya orang tentu mengadakan pawai Liong atau barongsay. Tetapi mengapa yang diperagakan itu seekor burung Cenderawasih raksasa. 0, mungkin karena yang disambut Dewi Angin-puyuh (Suan Hong siansu) maka lambangnya pun seekor birung Cenderawasih, lambang kecantikan dan kemewahan.

Memang Ting Tay Ging hendak membuat surprise atau kejutan untuk Coh Hen Hong. Dengan sengaja suruh membuat burung Cenderawasih besar yang hanya dapat diangkat dan dimainkan oleh sepuluh orang. Mudah-mudahan saja Dewi Angin puyuh akan gembira.

Dibawah sinar matahari terik, burung Cenderawasih raksasa yang indah bulunya itu sangat menarik dan mempesona Sedang di tengah bengawan tampak 17 buah perahu cepat menyertai, menempuh arus.

Walaupun menempuh arus tetapi perahu itu tetap meluncur cepat. Setiap perahu terdapat seorang yang memegang panji besi berbentuk segitiga.

Halaman 49 setengah halaman tak terbaca……………………………

Saat itu perahu besar amat jauh sehingga tidak tampak siapa-2 yang duduk di jajaran kursi. Tetapi dari tata barisan itu dapat diduga, tentulah Dewi Angin Puyuh juga berada disitu. Perahu besar makin lama makin mendekati barisan perahu kecil. Sementara beribu-ribu orang yang berada di sepanjang tepi bengawan menyambut dengan penuh perhatian.

Ketika melongok kebawah, Pui Tiok mengeluh.

Dibawah panggung masih tetap dijaga oleh barisan jago-jago Cap-jit-pang.

tetapi Pui Tiok pun sempat memperhatikan bahwa kawanan penjaga itu sedang mencurahkan seluruh perhatiannya kepada upacara pertemuan perahu besar dengan barisan perahu kecil.

Tiba-tiba timbul akal Pui Tiok. Dia hendak memberi tahu kepada Beng Cu bahwa nanti apabila pada saat perahu besar bertemu dengan barisan perahu kecil, seluruh perhatian orang termasuk kawanan anakbuah yang menjaga dibawah panggung tentu akan tertumpah ruah. itu akan merupakan kesempatan yang paling bagus untuk meloloskan diri. Pui Tiok cepat berputar tubuh hendak menyampaikan hal itu kepada Beng Cu. Dia hendak memanggil Beng Cu supaya siap di jendela. Melalui jendela itulah mereka hendak lolos.

Tetapi bukan alang kepalang kejutnya ketika melihat bahwa dalam ruang telah bertambah dengan seorang lagi. Dan orang itu bukan lain adalah Thian Pik siusu.

Beng Cu tegak disamping. tak berani buka suara.

Pui Tiok cepat menghampirinya.

“Dia baru saja masuk, coba perhatikanlah tangannya,” kata Beng Cu.

Pui Tiok memandang tangan Thian Pik siusu.

Tangan kirinya masih memegang kipas tetapi tangan kanannya diletakkan diatas meja. Permukaan meja yang dilekati tangannya itu mengeluarkan asap tebal seperti terbakar dan tangan tokoh itu seperti menyusup masuk.

ketika Pui Tiok memandang. baru Thian Pik siusu tertawa gelak-gelak dan mengangkat tangan kanannya. Diatas permukaan meja, tampak sebuah bekas telapak tangan yang amat dalam.

“Dari atas memandang kebawah, anda berdua pasti dapat melihat bahwa Suan Hong siancu telah datang,” kata Thian Pik siusu tertawa.

Pui Tiok dan Beng Cu hanya saling bertukar pandang. Tak tahu mereka mengapa Thian Pik siusu datang kesitu dengan memamerkan kepandaian tenaga-dalam yang hebat. 

Mungkin saja, Thian Pik siusu hendak memberi peringatan kepada Pui Tiok berdua, bahwa janganlah kedua anakmuda itu coba-coba hendak melarikan diri karena kalau berani berbuat begitu, Thian Pik siusu tentu akan menindak mereka. Jelas mereka itu bukan lawan Than Pik siusu.

“silahkan lihat,” kata Thian Pik siusu, menunjuk keluar jendela,” keramaian semacam itu sungguh belum pernah ada dalam dunia persilatan,

Halaman 52 separuh tidak terbaca

…………………………………………….

“Ah, memang benar, kata Pui Tiok,”adalah berkat kemurahan hati Ting cong-pangcu kami beruntung mendapat kesempatan untuk menyaksikannya.”

Thian Pik siusu tertawa mengekeh, “Tetapi Ting cong pangcu mengundang kalian kemari untuk menghadiri, mengapa anda menolak?”

Pui Tiok tertawa, “itu yang dinamakan kalau kurang pengalaman dan picik pengetahuan. Mana kami dapat menduga kalau apa yang akan kami saksikan ternyata suatu peristiwa besar yang jarang terjadi dalam dunia persilatan.”

Sambil melayani bicara, diam-diam Pui Tiok memutar otak untuk mencari akal. Cepat dia menemukan daya.

Thian Pik siuSu merupakan pembantu paling dipercaya Ting Tay Ging. Selain cerdas, Thian Pik siusu juga banyak akal dan ilmu kepandaiannya juga tinggi sekali. Dari cara dia mengunjuk kesaktian tenaga dalamnya tadi, dapat dinilai betapa tinggi tenaga dalamnya. Sekalipun dia (tui Tiok) maju berdua dengan Beng Cu, tetap takkan menang.

Bagi Pui Tiok hanya ada satu pilihan. Karena dengan jalan terang tak mungkin menang maka dia harus mengambil cara gelap. Dia hendak mencari kesempatan untuk menunggu sampai Thian Pik siusu lengah, baru akan turun tangan.

Apabila Thian Pik siusu dapat disingkirkan tentu mudah meloloskan diri. Tetapi bagaimana akibatnya kalau sampai gagal menyingkirkan Thian Pik siusu?

Ah, biarlah. Dengan menahan mereka berdua diatas panggung, jelas Ting Tay Ging tentu tak mengandung rnaksud baik. Andai kata nanti gagal membunuh Thian Pik siusu, toh sama saja akibatnya. Membunuh Thian Pik siusu atau tidak, berusaha meloloskan diri atau tidak, sama saja. Ting Tay Ging akan melakukan sesuatu yang tak baik kepada mereka berdua.

setelah membulatkan tekad, Pui Tiok agak memberi kicupan mata kepada. Beng Cu tertegun tetapi tak tahu apa maksud Pui Tiok. Melihat itu terpaksa Pui Tiok mengangkat tangannya, jari tengahnya dilekatkan pada jempol tangannya dan pelahan lahan dijentikkan.

Dia melakukan ini tanpa diketahui Thian Pik siusu. Karena saat itu dia tegak menghadap kepada Thian Pik siusu sembari omong2 untuk mengikat perhatian orang. Melihat gerak tangan Pui Tiok, baru Beng Cu serentak mengerti. Dia tahu Pui Tiok menghendaki agar secara tak terduga-duga suruh dia melancarkan serangan mendadak kepada Than Pik siusu.

Beng Cu tegang itu bukan karena dia takut akan kepandaian Thian Pik siusu sehingga kalau sampai gagal, tentu dia akan celaka. Beng Cu karena menyerang Orang secara menggelap seperti yang diperintahkan Pui Tiok, belurn pernah dia lakukan selama ini.

Peh hoa-kau bukan suatu perkumpulan Ceng Pay dan Pui Tok juga bukan seorang kuncu (ksatya) yang menjunjung budi pekerti. Bagi Pui Tiok, menyerang orang secara mengelap demi menyelamatkan diri adalah hal yang wajar. Tetapi tidak demikian dengan pendirian Beng Cu. Gadis Itu tetap menganggap perbuatan semacam itu, bukan perbuatan perwira. maka dia gelengkan kepala menolak.

Melihat itu Pui Tiok banting2 kaki menandakan mendongkol dan menghendaki supaya Beng Cu jangan ragu2 lagi. Beng Cu terpaksa menghela napas dan tak bilang apa-apa lagi.

Pui Tiok bicara beberapa saat lagi dengan Thian Pik siusu kemudian berpaling memandang Beng Cu. melihat itu Beng Cu lalu mengangkat tangan Ternyata pada jari telunjuk dan ibu jarinya telah terdapat 3 batang kim-ciam atau jarum emas.

Cepat Pui Tiok berpaling lagi dan tertawa, “Thian Pik cianpwe, anda tidak ikut menyambut Sian Hong siancu tetapi malah mengawasi kami. Apakah kami berdua ini benar-benar penting sekali artinya bagi kalian?” 

Thian Pik siusu tertawa, “Pui lote, Ucapanmu ini tak benar, Kalian berdua adalah tamu kehormatan dari Ting cong pangcu. Kata-kata mengawasi itu sungguh tak tepat.”

‘kalau tidak mengawasi kami, mengapa anda tidak memperbolehkan kami jalan2 keluar?”

Pui Tiok tertawa. Thian Pik siusu balas tertawa juga, “Hal itu ”

Baru dia berkata begitu, Pui Tiok memberi isyarat dari belakang pungung. Memang Beng Cu hanya tunggu isyarat Pui Tiok. Sejak tadi dia sudah kerahkan segenap tenaga dalam. Begitu melihat isyarat Pui Tiok, cepat dia selentikkan jarinya. Dua batang kimciam meluncur deras ke muka.

Memang kedatangan Thian Pik siusu kesitu, tak lain memang hendak mengawasi gerak gerik kedua anakmuda itu. Tetapi dia menganggap dirinya terlalu tinggi, tak mungkin kedua anak muda itu mampu mengapa-apakan dirinya. Dan lagi waktu datang tadi, dia telah memamerkan ilmu tenaga dalarnnya yang hebat. Dia mengira kedua anakmuda itu tentu sudah kuncup nyalinya.

Pada saat itu, pertunjukan di bengawan sudah makin tegang. Perahu besar makin dekat. Barongsay cendrawasih raksasa makin menari dengan penuh semangat. Genderang, tambur dan petasan bagai memecah bumi dahsyatnya. Peristiwa semacam itu memang jarang sekali terjadi. Maka walaupun Thian Pik siusu banyak pengalaman didunia persilatan, namun dia belum pernah melihat pertunjukan semacam itu juga. Oleh karena itu diapun mengalihkan seluruh perhatiannya kearah bengawan.

Jarum emas yang dilepas Beng Cu itu, merupakan senjata rahasia yang lihay sekali. Gerakannya cepat dan tak mengeluarkan suara sama sekali. Kalau secara terang terangan bertempur dengan Thian Pik siusu, walaupun maju berdua, tetapi Pui Tiok dan Beng Cu tentu kalah. Tetapi dengan mengunakan kesempatan pada saat Thian Pik sedang lengah, memang lain hasilnya.

Beng Cu berdiri hanya dua meter di belakang Thian Pik. Dan kedua jarum-emas itu lajunya secepat kilat. Seketika Thian Pik rasakan jalan darah Leng-tay-hiap pada pungungnya terasa linu.

Dia terkejut dan tahu kalau dicelakai secara licik.

Cepat dia berputar tubuh ke samping tetapi pada saat itu juga jarum kedua juga sudah menyusup kedalam jalan darah gi-hay-hiat di pinggang belakang.

Waktu berputar tubuh kesamping tadi, gerak tubuh Thian Pik sudah menghamburkan tenaga yang dahsyat sehingga Pui Tiok terhuyung-huyung dua langkah.

Dan waktu berputar tubuh, Thian Pik siusu mengerung keras, menyebabkan Pui Tiok dan Beng

Cu tertegun. Dalam keadaan seperti itu, apabila Thian Pik turun tangan, jelas Pui Tiok dan Beng

Cu tentu akan remuk. Memang Thian Pik juga akan turun tangan. Dia mengangkat tangan terus hendak menghantam Beng Cu.

Waktu Thian Pik mengangkat tangan, gerakannya telah menimbulkan angin yang menyebabkan barang2 dalam kamar itu miring semua. Dapat dinilai betapa hebat tenaga-dalam yang dimilikinya.

Sedang Beng Cu masih terkesima. Demikian halnya dengan Pui Tiok yang tak jauh bedanya dengan Beng Cu. Dengan begitu jelas nona itu pasti akan hancur lebur.

Tetapi sekonyong konyong dalam saat yang berbahaya itu, tubuh Thian Pik meregang tegak. Sehirub tubuhnya mengeluarkan bunyi seperti letupan bambu dibakar. Tangan yang sudah diangkat itu, tidak diayunkan malah terkulai turun. Dan sekonyong konyong bluk. . . dia rubuh ke lantai.

Ternyata kedua jarum emas yang dilepas Beng Cu tadi tepat mengenai jalan darah yang maut dari Thian Pik yaitu jalan darah leng-tay-hiat yang menembus ke ulu hati dan jalan darah gi-hay hiat yang merupakan pusat dari tenaga murni.

Sebenarnya dengan kepandaian yang dimilikinya, kalau hanya terkena dua batang kim ciam saja, Thian Pik tentu dapat mengatasi asal dia terus menutup tenaga-murninya dan menunggu sampai datang pertolongan.

Tetapi pada saat terkena jarum itu, dia marah sekali dan terus hendak membunuh Beng Cu. Dia berputar tubuh dan mengangkat tangan itu, telah menyebabkan tenaga murninya memancar deras. Dan karena tenaga murni mengalir keras, kedua jarum- emas itu ikut terbawa berputar dalam tubuhnya.

Jarum yang satu menurutkan aliran jalan darah leng- tay-hiat, menyusup kedalam uluhatinya. Sedang yang sebatang menusuk selaput tenaga murni sehingga bocor keluar. Walaupun jarum itu amat halus tetapi karena tepat mengenai sasaran yang berbahaya sudah tentu jiwa Thian Pik tak dapat ditolong lagi!

Peristiwa itu benar-benar dirasakan Pui Tiok dan Beng Cu seperti dalam impian saja. Beng Cu sudah merasa kalau dirinya tak mungkin dapat terhindar dari pukulan-maut Thian Pik.

“Beng Cu, Beng Cu!” teriak Pui Tiok. Tetapi Beng Cu masih terlongong seperti orang kehilangan semangat.

Pui Tiok terkejut. Menganggap mungkin suaranya kurang keras maka dia hendak memanggil lagi. Tetapi pada lain saat dia menyadari keadaan saat itu. Karena dibawah panggung di tepi bengawan suara pekik sorak dan bunyi petasan memekakan telinga maka Beng Cu sampai tak dapat mendengar. Keadaan itu membuat Pui Tiok girang sekali. Karena dengan gemuruhnya sorak sorai dan petasan, tentulah kawanan anak buah Cap jit pang itu tak mendengar aum yang dahsyat dari Thian Pik tadi.

Kini dia harus lekas-lekas bertindak untuk meloloskan diri. Serentak dia maju dan menarik tangan Beng Cu, “Lekas kita pergi!”

Mereka membuka pintu Lebih dulu melongok keluar, ketika tak ada orang mereka lalu Cepat menuruni tangga turun ke bawah panggung. Tentulah anakbuah yang menjaga disitu karena menganggap Thian Pik tentu lebih dari cukup untuk menjaga kedua tawanan itu maka mereka pun lalu turut melihat keramaian.

Tiba di bawah panggung, karena disitu penuh sesak dengan manusia, mereka lalu menyusup kedalam kerumum. Untung tak ada orang yang memperhatikan. Seluruh perhatian orang tercurah pada seorang gadis yang berpakaian bersulam benang emas dan rambutnya diikat dengan sebutir mutiara besar dan tegak berdiri di perahu besar dengan sikap yang angkuh sekali.

Gadis itu tak lain adalah Coh Hen Hong yang sekarang bergelar Suan hong siansu atau Dewi Angin puyuh

Sejenak Pui Tok dan Beng Cu memandang kearah perahu besar itu tetapi mereka tak punya selera untuk manyaksikan peristiwa itu. Tetapi mereka menyadari juga, kalau bergegas tentu menimbulkan kecurigaan orang. Maka merekapun pelahan-lahan mundur kerah luar.

Saat itu tak ada orang yang bergerak mundur.

Semua sama mendesak maju ketepi bengawan. Oleh karena itu maka cepat sekali Pui Tiok dan Beng Cu dapati mundur keluar. Pada saat itu tiba-tiba kumandang suara gemuruh yang memekakkan telinga itu, sirap seketika.

Pui Tiok dan Beng Cu terkejut. Tetapi cepat mereka segera mengetahui apa sebab suara2 itu berhenti semua. Karena pada saat itu terdengarlah suara Ting Tay Ging mengelegar lantang dari tepi sungai, “Atas kedatangan Suan Hong siancu kami segenap pangcu dari Cap-jit-pang menghaturkan hormat dan mohon maaf apabila terdapat hal-hal yang tak berkenan di hati.”

“Bagus” terdengar lengking suara Coh Hen Hong yang jumawa “bagus Ting Tay Ging. Ternyata anak buah golongan kojiu banyak sekali.”

Sebenarnya nada suara Coh Hen Hong itu nyaring dan bening. Tetapi kerena dia sengaja berseru dengan nada congkak maka kedengarannya tak enak di telinga.

“Silahkan Suan Hong siancu naik kedaratan,” kata Ting Tay Ging dengan tertawa ramah.

Coh Hen hong mengiakan dan sesosok bayangan berwarna kuning emas melayang dari tengah bengawan. Pada saat dia melayang turun hampir ke tepi, tiba-tiba dia melambung lagi sampai dua tiga meter ke udara dan pada waktu akan turun kembali dia melambung keudara lagi. Setelah tiga kali melakukan demonstrasi seperti itu. barulah ia turun melamping ke bawah.

Setiap kali dia melambung ke udara tadi, beribu- ribu orang yang menyambut di tepi bengawan tentu bersorak dengan gegap gempita. Bahkan Pui Tiok secara tak sadar juga ikut bersorak memuji.

Ilmu ginkang yang dipertunjukkan Coh Hen Hong dihadapan ribuan jago-jago sakti saat itu, memang luar biasa hebatnya. Seorang tokoh yang termasyhur memiliki ilmu ginkang sakti, paling hanya satu kali saja dapat melambung ke udara lagi. Jarang yang mampu melakukan sampai dua kali apabila tiga kali seperti yang dilakukan oleh Coh Hen Hong. Begitu indah ia beterbangan di udara seperti burung yang mempunyai sayap saja.

Diantara ribuan orang yang bersorak memuji itu hanya seorang saja yang mendelu dalam hati. Dia adalah Kwan Beng Cu.

Setelah Coh Hen Hong mendarat di tepi bengawan, Pui Tiok tundukan kepala lalu membuka kedok kulit pada mukanya. Beng Cu juga demikian. Keduanya berputar tubuh lalu jalan keluar dan tak berapa lama sudah keluar dari kota Celam. Mereka tak mau berhenti di kota. Menjelangsenja mereka sudah mandi keringat dan napaspun terengah engah.

Mereka berhenti.
DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar