Bujukan Gambar Lukisan Jilid 28

Jilid 28 : Sebelum pertemuan di Tiam Chong san

Lagi sekali jago she Touw itu kaget, hingga nyalinya terasa ciut. Dia kurang gesit. Atau lebih benar dia kalah sebat. Dia berhasil menyingkir jauhnya tiga kaki akan tetapi bajunya dibetulan iganya yang kanan robek, baju itu kena tersambar si anak muda hingga pecah.

Dengan begitu maka sebuah kantung kecilnya, yang disimpan dibetulan iga itu, kena terampas, Mukanya menjadi merah-padam. Begitu hilang gugupnya, kembali dia menjadi murka. Kali ini dia murka tak alang- kepalang. Dadanya seperti bergelombang

Tiong Hoa sebaliknya berlaku tenang. Habis menyambar dan merampas barang orang itu, ia tidak berlompat pula guna mc lanjiiti sambarannya.

Sebaliknya, ia berdiri sambil tangannya perlahan-lahan dibawa kes akunya, memasuki barang rampasannya itu.

"Tuan. suka aku membilangi secara terus terang padamu," kata ia. “Didalam rimba raya ada seorang gagah yang luar biasa, sudah ilmu silatnya tinggi tak ada batasnya, juga tabiatnya aneh sekali, sebab dia membenci kejahatan seperti dia membenci musuhnya.

Aku kuatir semua orangmu itu tak akan ada satu jua yang dapat keluar lagi dengan selamat, jikalau kau tidak percaya aku persilahkan kau masuk kesana untuk memeriksa, sekarang ini kau tinggal seorang diri, kau mirip dengan si tangan sebelah yang tak dapat bertepuk hingga bersuara nyaring, karenanya percuma kau bertingkah jumawa dan galak. Kau sekarang mirip telur yang melawan batu.”

Habis berkata, anak muda ini meluncurkan tangannya kearah dada orang. Touw Tiang Kie terperanjat, dengan lekas ia berkelit.

Sekarang dia dapat berlaku waspada. Begitu berkelit, begitu dia lompat mundur, untuk lompat lebih jauh kedalam rimba, hingga sekejap saja dia sudah menghilang.

"Ah, sayang," kata Tiong Hoa yang menyesal sudah berlaku kurang cepat. Itu pun menyatakan bahwa Tiang Kie sebenarnya liehay luar biasa, bahwa tadi dia menjadi kurban kantungnya terampas disebabkan dia terlalu jumawa aku angkuh hingga dia kurang waspada.

Tiang Kie menyingkir terutama dia menguatirkan keselamatannya semua kawannya yang masuk kedalam rimba tanpa ada suaranya, tanpa ada seorang jua yang keluar kembali. Dia menguatirkan mereka itu menghadapi bahaya. Rimba itu gelap tetapi tak terlalu merintangi dia, sebab didalam jarak sepuluh tombak. matanya yang liehay dapat melihat.

Hanya dia menjadi heran dan kekuatirannya menjadi bertambah. Tak ada kawannya, tak nampak bekas- bekasnya. Dalam bingung dan berpikir keras, dia maju sampai kira seratus tombak. Didala m rimba itu sulit untuk mengetahui mana jurusan timur atau barat, atau selatan dan utara, jadi tak dapat dia memeriksa arah.

Selagi dia bingung itu, tiba-tiba dia mendengar suara merintih disebelah kirinya. Dia kaget tetapi dia tidak takut, dengan cepat dia bertindak kearah kiri itu.

Kesudahannya dia mendelong, pikirannya kacau. Dia mendapatkan salah satu orangnya rebah mandi darah, napasnya baru saja putus.

Gusar dan berduka tercampur menjadi satu dalam hatijago she Touw ini. Dia pun mendongkol karena dia tak berdaya. Disitu tak ada musuh yang bisa dihadapi untuk menuntut balas. Baru sekarang dia insaf bahwa dia telah menjadi kurban ketamakannya^ sehingga dia mesti kehilangan puteranya.

Tapi sudah terlanjur, tak dapat dia mundur. Maka dia bertindak maju, guna mencari terus kawan-kawannya. Guna memberi isyarat, dia bersiul nyaring dan lama.

Begitu Tiang Kle berlalu, begitu berkelebat seorang tua yang bertubuh tinggi, yang mengasi dengar tertawa ejekan sambil matanya mengawasi orang berlalu itu.

Tiong Hoa tidak menyusul orang she Touw itu, sebaliknya, ia mengambil arah ke Giok Lok Tong. tatkala ia tiba didepan gua, ia menjadi heran sampai ia berdiri tercengang. Didepan gua itu bersih dari pepohonan, sebab Pepohonannya pada rebah malang melintang dan saling tumpuk bekas dirobohkan orang.

Masih ada yang lebih mengherankan- Di bawah tumpukan pepohonan itu terlihat mayat-mayatnya orang- orangnya Touw Tiang Kie, semua dengan mandi darah.

Sedang di depan mulut gua berdiri diam tanpa berkutik kedua orang tua bermuka merah-- itu dua pahlawannya Tiang Kie. Tangan mereka itu masih mencekal pedang mereka.

"Mungkinkah mereka berdiri mati?" Tiong Hoa tanya dalam hatinya. Untuk memeriksa, ia lari menghampirkan. bukan dari depan, hanya dari samping. Setelah datang hampir dekat, ia berdiri diam guna mengawasi. Sekarang ia melihat tegas dua orang itu mementang kedua matanya masing-masing, mereka seperti lagi meluruskan napas atau bersemedhi.

"Aneh," pikir si anak muda saking heran, inilah bukan waktu menyalurkan pernapasan-Apakah mereka terluka hebat di bagian dalam tubuhnya? Kenapa mereka tak takut ada yang bokong?"

Tengah ia berpikir itu Tiong Hoa mendengar suara angin dibelakangnya. Dergan sebat dia memutar tubuh. Untuk girangnya ia melihat Cek In Nio lagi berdiri mengawasi ia sambil bersenyum manis. "Encie, kenapa mereka ini ?" ia tanya perlahan-

"Dua orang ini benar-benar liehay ilmu pedangnya." menyahut si ndna. "Begitu lekas mereka bersilat, mereka dapat merapatkan diri hingga umpama kata tak dapat disiram dengan air. Bersama saudara Pouw Lim aku tak dapat mendekatkan mereka. Karena itu, kita lantas membereskan semua kawannya. Mereka gusar, mereka mengejar kami."

Si nona berhenti untuk tertawa, baru ia melanjuti: "Kami mau pancing mereka masuk ke dalam gua. Di dalam terowongan yang sempit, pedang mereka pasti akan menjadi seperti pedang rongsokan yang tak ada gunanya lagi. Kami ingin kepung mereka dari depan dan belakang. Nyata mereka cerdik. Ketika mereka melihat saudara Pouw masuk kedalam gua mereka lantas berhenti mengejar.

Setahu bagaimana, mungkin karena murka, mereka lantas menyerang kalang kabutan pada semua pohon itu. Sekarang mereka berdua berdiam saja. Mereka berbuat demikian sedari tadi. Mungkin mereka lagi beristirahat, guna mengumpulkan tenaga mereka."

"Apakah mereka tak kuatir nanti dibokong?" Tiong Hoa tanya.

"Kau tahu tetapi kau sengaja menanya" kata si nona bersenyum. "Mereka itu lagi berdiam tetapi berdiam sambil bersiap sedia. Dalam ilmu pedang ada pembilangan berdiam tegak sebagai gunung, bergerak gesit seperti kelinci. Kalau kau lancang mendekati mereka, kau dapat binasa konyol Kau kesohor gagah, kenapa kau tidak ketahui rahasia ilmu pedang itu?"

"Oh," kata Tiong Hoa, "mendengar kata-katamu ini, encie, aku seperti lebih menang daripada membaca buku selama sepuluh tahun. Kalau aku tahu hal itu. tak nanti aku tanyakan hingga aku ditertawakan kau..."

In Nio tertawa manja, hingga ia menubruk pemuda itu. "Mulut jail," katanya. Tiong Hoa tertawa. "Sekarang biarlah aku usir mereka itu" ia kata.

In Nio mengangguk. lantas la menghunus pedang dari Thian Hong cinjin untuk di serahkan- pada pemuda itu dengan perlahan dia memesan: "Kau simpan tenaga tanganmu untuk di Tiam chong San nanti. Sekarang ini kau robohkan mereka dengan pedang saja "

Tiong Hoa mengawasi.

"Encie, ilmu pedangku tak mahir," kata ia. "Mana bisa aku melayani mereka dengan pedang ?"

"Kau toh dapat menggunai akal." kata si nona.

Pemuda itu menggeleng kepala, tetapi dengan menyiapkan pedang dipundak kirinya, ia lompat maju, dengan melalui pohon-pohon yang malang-melintang, ia mendekati kedua orang tua muka merah itu.

Baru saja terpisah kira delapan tombak. ia lantas melihat sinar seperti rantai perak menyambar kepadanya secara hebat sekali. ia terkejut, segera ia berkelit kesamping. Belum lagi ia menginjak tanah, lain sinar sudah menyambar, hingga ia mesti-jungkir balik dengan tipu silat "Naga masuk dalam gedung," baru ia menaruh kaki ditanah. Sekarang terlihat kedua orang itu, yang bergerak sangat sebat, berdiri tegak di kiri dan kanan terpisah setombak lebih, pedang mereka dikasi turun, roman mereka angker.

Berkatalah si baju biru, perlahan tetapi tegas: "Tuan, kau dapat lolos dari pedang kami yang bersatu padu, kau liehay"

"Kau memuji saja" kata Tiong Hoa, yang tertawa tawar, "ingin aku bertanya, kenapa kamu menebang habis pepohonan didepan gua kami ini? Apakah sebabnya?"

"Kami tak rela terhina, maka itu kami ingin melakukan satu pertempuran yang memutuskan" sahut orang tua baju biru itu, suaranya dingin-Tiong Hoa tertawa berkakak.

"Kamu mencari gara-gara tanpa sebab-musabab" katanya nyaring. "Kamu yang mencari malu sendiri, kenapa kamu tak rela terhina?"

Jangan ngoceh -saja" bentak si baju kuning "Hunus senjatamu, tuan"

Tiong Hoa mengangkat tangannya dibawa kepundak kiri. la berlaku ayal-ayalan-

Kedua orang tua itu mengawasi tajam, roman mereka tegang. Rupanya mereka insaf bahwa mereka lagi menghadapi musuh tangguh, hingga tak berani mereka tak berlaku waspada.

Tetapi Tiong Hoa bahkan ayal-ayalan ketika ia mencabut pedangnya, disaat pedang itu tinggal lagi satu dim. mendadak ia berseru: "Lihat pedang" Dengan pedang itu ia menerjang si baju kuning, menusukjalan darah ciang-boen. Sijubah kuning dan si jubah biru bergerak dengan berbareng. keduanya menangkis serangan, hingga pedang mereka bertiga lantas beradu, menempel satu dengan lain- Hingga

setelah satu kali suara nyaring itu, rimba kembali kepada kesunyian, melainkan matahari yang menojoh ketiga pedang memancarkan sinar berkilauan-

Ketiganya berdiri tegak. airmuka mereka padam.

Mereka membiarkan angin meniup mereka bersiur-siur.

In Nio mengawasi, hatinya tegang. la merasa kuatir Tiong Hoa tak dapat bertahan lama.

Ketika itu Pouw Keng dan Sin Kong Tay juga muncul di mulut gua, mereka turut mengawasi dengan hati mereka tegang rend irinya.

Masih sang tempo lewat tanpa perubahan. Masih ketiga orang itu bertahan masing-masing, bertahan guna menanti ketika akan merobohkan la wannya. Akhir- akhirnya tiba saatnya Tiong Hoa bersenyum.

Sebaliknya dengan kedua orang tua muka merah itu. Roman mereka bertambah tegang, dijidatnya nampak otot-otot yang bersemu biru tua.

Tiong Hoa mengawasi tajam, ia menggeser pedangnya ke kanan- atas mana kedua orang, tua itu turut menggeser tubuhnya, mengikuti tarikan pedang lawannya.

Perlahan Tiong Hoa bergerak. Rupanya ia mengerahkan tenaganya. Menyusul itu ia berseru, pedangnya ditarik. tubuhnya mencelat naik, pada waktu ia turun pula, dapat ia meneruskan menyerang kebawah. Kedua orang tua ini dapat bersiap sedia. Keduanya berkelit sambil berbareng menangkis dengan sabetan "Menyontek mega, memecahkan rembulan." Mereka tidak menggeraki kaki, mereka cuma memiringkan tubuh.

Luar biasa permainan pedang Tiong Hoa. la mengelit tangkisan, setelah itu,

meneruskan menikam.

Kedua lawan kaget, mereka merasa mereka ialah bagian mati. Tak sempat mereka berkelit atau menangkis pula. Tapi aneh si anak muda, disaat ujung pedangnya menowel bergantian baju kedua lawan, mendadak ia menariknya pulang, tubuhnya mencelat mundur setombak lebih, sembari berdiri diam ia mengawasi sambil bersenyum kepada lawannya itu

Kedua orang tua itu heran, lekas-lekas mereka melihat baju mereka. Untuk kagetnya mereka mendapatkan baju mereka di-betulan jalan darah kie-boen telah berlubang kecil sebesar kacang kedele. Mereka memandang satu sama lain, wajah mereka guram.

Si orang tua berbaju biru berkata: " Tuan, kau menang dengan menggunai tipu yang bagus, meski demikian kami kalah dengan puas- Biarlah kalau masih hidup, lain kali, kami nanti mencoba menempurpula padamu untuk suatu kepastian siapa tinggi siapa rendah"

Tiong Hoa bersenyum tawar.

"Apakah tuan-tuan menganggap aku yang rendah menggunai akal?" kata dia.

Tidak. aku tak sependapat dengan tuan” Sijubah kuning mendongkol. "Toh kita sudah merasakan itu," katanya sengit, "Apakah yang kau tak setujui?

Dengan roman yang menunjuki kesan baiknya, Tiong Hoa mengawasi kedua orang tua itu. la bersikap tenang sekali.

“Aku kuatir selama hidupmu, tuan-tuan sulit untuk kamu mengalahkan aku.” katanya sabar. "Nama besar tempat kosong, itulah sama dengan orang menyentil awan Apakah perlunya nama saja, nama impian? Suka aku mengasi nasihat baiklah kamu memernahkan diri didalam gunung yang hijau, berkawan dengan sang mega, untuk hidup bersama langit dan

"Nasihatmu baik tuan kami menerimanya dengan bersyukur." Kata si jubah biru, "hanya pembilangan kau bahwa kami sulit mengalahkan kau, itulah rada menghina kami."

Mendadak Tiong Hoa mengasi lihat roman sungguh- sungguh, hingga ia nampak keren-

“Jikalau kamu tidak percaya, nanti aku serang kamu dengan jurus Angsa hutan terbang Melayang-layang" kata ia keras "Asal kamu dapat memecahkannya, akan aku yang rendah menarik pulang kata-kataku itu."

Kedua orang tua itu berpikir keras. Mereka bersangsi tapi mereka terpengaruhkan sikap orang yang sungguh sungguh. Kedua--sama berpikir: "Memang ilmu silat Angsa-hutan Terbang Melayang-layang menjadi satu diantara tiga tipu silat paling liehay dari ceng Shia Pay, akan tetapi peryakinan kita berdua beberapa puluh tahun ditampilkan untuk melakukan tipu sifat istimewa pelbagai partai, mustahil kita tak dapat melawan dia? Hanya dia itu benar2 cerdik sekali, baru saja kita kena diakali. Mungkinkah tipu silatnya ini mempunyai keistimewaan lain ?"

"Baiklah Tuan, silahkan kau memberikan pengajaran” kata keduanya habis berpikir itu. Mereka penasaran, ingin mereka mencoba-coba.

“Jikalau demikian, harap maafkan aku yang muda?" kata Tiong Hoa. la lantas mengangkat pedangnya kedepan dada, begitu cepat gerakannya hingga pedangnya itu bersinar berkeredepan. Kedua jago tua terperanjat.

"Ah, inilah beda dengan apa yang kita ketahui tentang tipu silat Angsa hutan Terbang Melayang-layang..." pikirnya. Meskipun begitu, mereka lantas mengangkat juga pedang mereka, untuk dipasang menangkis.

Sementara itu si anak muda telah meneruskan menikam.

Tiong Hoa membiarkan senjata mereka bentrok. habis itu baru ia menarik pulang pedangnya dengan cepat.

Akibatnya untuk membikin kedua orang tua muka merah itu menjadi kaget dan malu. Hebat beradunya senjata mereka, telapakan tangan mereka terasa sakit sekali, tanpa dapat dicegah, pedang mereka masing- masing terlepas dan terpental, lengan mereka terasa kaku... Ketika kedua pedang jatuh, tepat dibatang pohon yang besar, nancap bergoyang-goyang.

Tiong Hoa menggeraki pedangnya dicampur tenaga ie Hoa Ciap Hok. dengan gesit ia dapat menggempur tangannya kedua orang tua itu. la menggempur berbareng menarik dengan tipu dua huruf Lolos dan Tarik". Dan ia berhasil. Kedua orang tua itu berdiam, romannya lesuh. Kemudian si baju kuning, sambil menghela napas, berkata : "Kami si orang tua tak akan bicara pula dari hal ilmu pedang, kami suka menuruti nasihat kau tuan, nanti kami mencari tempat yang sunyi dimana kami akan melewati hari-hari selebihnya."

Orang tua ini bersama kawannya merangkap tangan mereka untuk memberi hormat, terus mereka memutar rubuh untuk berlalu tanpa menghiraukan lagi pedangnya.

Justeru itu satu siulan nyaring terdengar dibarengi lompat turunnya sesosok tubuh, yang segera ternyata Touw Tiang Kie adanya. Dia muncul disitu karena dia melihat tegalan yang penuh pepohonan itu. Dia juga menjadi heran melihat kedua orang tua berjalan terus walaupun ia sudah bersiul keras. Mereka itu menoleh pun tidak.

"Kedua sahabat, benarkah kamu mau pergi tanpa pamitan lagi ?" orang she Touw ini menanya saking heran-

Kedua orang tua itu terperanjat, mereka melengak. lantas keduanya berpaling untuk satu diantaranya berkata: "Kami roboh malu kami untuk berdiam di sini lebih lama pula San-coe harap kaujaga dirimu baik-baik, kami berdua memohon diri disini saja "

Matanya Tiang Kie bersinar bengis. Dia tertawa dingin. "Kitalah sahabat-sahabat kekal sekali" kata dia

nyaring. "Anakku dan murid-murid ku telah pada mati semua, sekarang aku tinggal sebatang kara, apakah kedua sahabat ku benar tega hendak meninggalkan aku pergi?" Selagi berkata itu, air matanya Tiang Kie mengembeng. Si orang tua jubah merah tertawa meringis.

"Sancoe didalam dunia Kang ouw terdapat banyak sekali orang orang dengan kepandaian yang luar biasa," kata ia berduka, "maka itu percuma saja kita bekerja terus. Menurut kami baiklah kita mengenal selatan kita mundur pada saatnya yang tepat dengan begitu mungkin dapat kita melewati hari-hari kita dengan aman- Sekarang ini hati kami berdua sudan mati, tak dapat kami membantu lebih jauh kepada san coe mencapai

cita-citamu. Tentang kebaikan san-coe, nanti saja dilain penitisan kami membalasnya."

Mendengar itu. Tiang Kie putus asa.Justru karena ini timbulan niatnya melakukan pembunuhan- Tapi dia berpura-pura menghela napas dia berkata: -jikalau sudah tetap keputusan kedua sahabatku tidak bisa aku memaksa. “Baiklah mari aku mengantar saudara-saudara barang selintasan-.."

Jago ini lantas bertindak perlahan guna menghampirkan kedua kawannya itu yang ia hendak dibinasakan secara diam-diam itu.

Tiba-tiba terdengar gertakan dari dalam rimba: "Touw Tiang Kie, kau telah menjadi burung didalam sangkar Kenapa kau masih menyimpan hati buruk hendak membinasakan dua sahabatmu."

Ketika itu Tiang Kie sudah mengerahkan tenaganya untuk menghajar kepada dua orang tua muka merah itu, atau berbareng dengan bentakan itu, seorang terlihat melompat keluar dari dalam rimba, anginnya menyampok keras, senjatanya bercahaya berkeredepan, maka gagallah serangannya itu.

Dua orang tua itu melihat orang itu yang bertubuh besar, mereka melengak. tapi mereka sadar dengan cepat, maka dengan cepat juga mereka melenyapkan diri didalam rimba yang lebat itu.

Touw Tiang Kie mengawasi tajam, akan akhir-nya dia menjadi sangat gusar. "Orang she Kie. adakah anakku terbinasa ditanganmu ?" dia tanya.

orang itu tertawa. Dialah Thian Yoe Sioe Kie Noen, yang kepalanya gundul dan licin juga alis dan kumisnya, hingga nampak saja mukanya yang merah bercahaya saking segarnya, sedang kedua matanya berkilau tajam.

"Kau sudah menerima pembalasan, masih saja kau tak insaf” kata Thian Yoe Sioe terus tertawa "benar apa yang kau bilang -barusan, disini kau tinggal sebatang kara bahkan kau tak mempunyai rumah lagi kemana kau dapat pulang"

Tiang Kie kaget, ia menjadi gusar sekali. "Ada permusuhan apa diantara kau dan keluargaku." dia tanya. "Mengapa kau berbuat kejam begini? Baiklah, hari ini kau yang mampus atau aku"

Thian Yoe Sioe, yang muncul tiba-tiba itu, bersenyum. "Kau telah terlalu banyak membunuh orang, sudah

selayaknya saja kau menerima pembalasan" sahutnya . "Tapi dapat aku si tua menjelaskan kepada kau, didalam kejadian itu aku tidak turut ambil bagian- Aku hendak tanya kau, Sekarang ini dimana adanya adikku?"

Tiang Kie tertawa nyaring. "Tulang- belulangnya sudah menjadi abu, buat apa kau menanyakannya?" dia jawab.

Thian Yoe Sioe pun tertawa nyaring, kata dia sama naringnya: "Bagus matinya Bagus matinya"

Tepat dengan suaranya Kie Soen, dari dalam rimba lompat keluar dua orang. Yang satu yalah seorang imam yang bermata tajam dan beroman tampan, kumis- jenggot-nya panjang sampai didadanya. Dia pun bertubuh jangkung. Yang lainnya yalah seorang muda yang tampan juga, yang dadanya lebar.

sementara itu Tiong Hoa sudah lantas didampingi Cek In Nio bersama Pouw Keng dan Sin Kong Tay bertiga.

Tiong Hoa mengenali dua orang itu yalah Im San Sioe- soe serta Souw Siang Hoei. Ia menduga -duga, tentulah mereka itu datang buat Ngo sek Kim-bo.

Im San Sioe-soe lantas memberi hormat sambil menjura kepada Touw Tiang Kie, untuk berkata dengan sabar: "Touw Sancoe, sudah lama kita tidak bertemu, adakah kau baik? sekarang pintoo ingin minta serupa barang pada Sancoe, harap sancoe sudi menghaturkannya."

"Memangnya aku berhutang apa padamu? tanya Tiang Kie tertawa.

Matanya si imam bercahaya dengan tiba-tiba. "Ngo sek Kim bo." katanya nyaring. Dia tak lagi

sehormat tadi.

Touw Tiang Kie tidak menjawab hanya dia tertawa nyaring, lalu tubuhnya mencelat mundur. Kedua tangannya bergerak gerak seperti lagi terbang. Hampir berbareng dengan itu. Thian Yoe Sioe membentak: "Apakah kau dapatpergi?" Terus tubuhnya berlompat maju seraya menyerang.

Tubuh Tiang Kie yang telah turun ke-tengah. terhuyung tiga tombak. belum lagi ia berdiri tetap. ia lantas diserang Im San Sioe-soe yang menggunai kebutannya, sedang dilain pihak. Souw Siang Hoei menyerang dengan pedang.

Diserang dari depan dan belakang, jago she Touw itu masih sempat bertindak untuk menggeser tubuhnya, setelah memutar tubuh, ia membalas menyerang dengan tangan kosongnya kepada Siang Hoei. Dia sangat gesit dan tenaganya besar sekali.

Siang Hoei menjerit: " celaka" la merasakan angin menyambar keras, hingga ia sukar bernapas, sedang pedangnya tersampok mental.

Sebelah tangannya Tiang Kie meluncur terus kedada orang she Souw itu, dia hampir mengenai atau dia merasa angin bertiup dipunggungnya sedang telinganya pun mendengar ini suara tawar: " Kematianmu sudah mendatangi, tetapi kau masih berani mengganas"

Dia kaget tapi dia menangkis. Dia memutar tubuh seraya meluncurkan tangan kanannya, itulah jurus Sepasang tangan menggetarkan langit..

Tiang Kie mempertahankan diri sampai kakinya melesak kedalam tanah tiga dim. sedang tubuh Thian Yoe Sioe mental tinggi. Hanya celaka untuk orang she Touw itu, belum sempat dia mencabut kakinya, lantas ujung kebutannya im San Sioe-soe sudah menegur pundaknya yang kiri, sampai dia rasa nyeri hingga di ulu hatinya.

Dia menahan sakit, dia miringkan tubuhnya, guna mencoba berlompat. Nyata saking liehaynya, dia bisa membikin tubuhnya melesat beberapa tombak jauhnya.

Sekarang ini dari dalam rimba lantas terlihat keluarnya belasan imam dengan pedang sebagai senjata mereka, dengan lantas mereka melurukpada si orang she Touw, sambil berseru-seru mereka menyerang.

Tiang Kie gusar sekali, mukanya menjadi merah seperti darah. Dia berkelit, ia menyampok. Maka malanglah seorang imam di kanannya, tangannya terhajar sampai patah, sampai kelihatan tulangnya yang putih ia menjerit, pedangnya pun terbang.

Hal itu membesarkan hati Tiang Kie. Maka ia melakukan perlawanan terus dengan saban-saban menyampok keras kekiri dan kanan guna menghalau setiap imam yang menyerang padanya, guna membuka jalan- Dengan begitu akhirnya ia dapat maju terus buat menyingkir.

Tengah berhasil itu dan berjalan maju, mendadak Tiang Kie merasakan sambaran di belakangnya, sebelum ia sempat berkelit, ia merasakan juga lima jari tangan yang keras menjambaknya. Belum lagi ia bereaksi tubuhnya sudah terangkat dan terlempar tinggi. Ketika tubuhnya itu turun- dia ditanggapi Kie Soen- Begitu dia sampai dibawah, ujung tombaknya Souw Siang Hoei mengancam di dadanya.

Selagi hatinya tawar, Tiang Kie pun mendapat kenyataan, orang yang barusan menjambak dan melemparkannya ialah si anak muda yang mengaku menjadi pemilik gua Giok Lok Tong. Anak muda itu mengawasi ia dengan tenang, ia kata didalam hati:

"Aku sudah keliru satu kali, keliru seterusnya. Nasibku begini, apa aku mau kata lagi."

Thian Yoe Sioe telah mengambil keputusannya, maka ia menotok orang she Touw itu ditubuh jalan darahnya hingga dia roboh pingsan-Tiong Hoa lari kepada gurunya itu. "soehoe" ia memanggil seraya terus ia berlutut.

Thian Yoe Sioe tertawa, ia memimpin bangun pada muridnya itu. kemudian si anak muda, memberi hormat pada Im San Sioe-soe dan Souw Siang Hoei.

Cek In Nio bertiga pun menghampirkan bersama rombongan imam, yang ada imam-imam Ceng Shia Pay di bawah pimpinan Hian Yang, yang telah datang menyusul kepada Sin Kong Tay. Dengan begitu semua pihak lantas bertemu satu dengan lain.

"Aku minta apa yang terjadi disini jangan diumumkan dulu," kemudian kata Thian Yoe sioe. "Touw Tiang Kie masih mempunyai kawan-kawannya yang setia yang sekarang lagi mengatur tipu-daya keji di Tali, mereka itu lagi menantikan kembali-nya Tiang Kie buat lantas turun tangan, untuk membikin musna semua orang pihak lurus yang berapat di Tiam chong San. Jikalau rahasia bocor maka mereka itu pasti memajukan waktu bekerjanya hingga nasib Kaum Persilatan tak dapat ditolong lagi."

Jago tua itu menoleh kepada In Nio untuk menambahkan: "Sebenarnya aku berniat menemui ibumu, akan tetapi ini hidung kerbau dari im San serta muridnya perlu sangat mencari Ngo-sek Kim-bo, untuk itu keterangan Tiang Kie mesti dikorek, karena itu terpaksa aku mesti mengajak mereka berangkat terlebih dulu. Nanti saja di Tiam Chong San aku menemui ibumu itu "

Habis berkata, dengan memondong tubuh Touw Tiang Kie, jago tua ini lantas berlalu bersama-sama im San Sioe-soe serta Souw Siang Hoei.

Cek In Nio cuma bisa bersenyum, sedang Tiong Hoa mengawasi saja gurunya itu pergi.

Sin Kong Tay sendiri menghampirkan Hian Yang untuk berbisik, atas mana ketua Ceng Shia Pay itu bersenyum dan kata: "Kalau begitu pintoo beramai tak dapat mengganggu lebih lama, hanya kalau sebentar siecoe semua hendak berlalu, sukalah mampir dulu di Siang Ceng Kiong."

Tiong Hoa bersenyum. "Nanti kita mampir," katanya. Hian Yang memberi hormat, lantas mengajak murid-

muridnya berlalu.

Setelah kepergiannya kawanan imam itu, Tiong Hoa beramai bertindak ke arah gua, ketika mereka tiba didalam, si anak muda menjadi girang sekali. Disana Lo- sat Kwie Bo lagi berdiri menantikan dengan kedua matanya sudah sembuh sedang wajahnya pun tersungging senyuman.

In Nio yang girang tak kepalang, lompat menubruk ibunya, untuk menaruh kepalanya didada si ibu.

"Ibu" ia memanggil, terus ia menangis terisak saking meluap kegirangannya.

Lo-sat Kwie Bo mengusap-usap rambut putrinya itu. "Berterima kasih kepada Thian, mata ibumu dapat

melihat pula.” kata ia perlahan-"Kau seharusnya bergirang, kenapa kau sebaliknya menangis?” In Nio mengangkat kepalanya, benar-benar ia tertawa. "Inilah airmata kegirangan, anakmu tak menangis," katanya jenaka.

Kemudian Lo-sat KwieBo mengawasi Tiong Hoa dan Pouw Lim, dua-duanya anak muda tampan, tak tahu ia yang mana sicalon menantunya. Karena itu ia mengawasi terus. In Nio mengawasi Tiong Hoa, matanya melotot.

Anak muda itu lagi berdiri diam, lantas dia sadar maka bertindak maju kepada si nyonya, untuk memberi hormat sambil memanggil: "ibu..."

Baru sekarang Lo-sat Kwie Bo ketahui yang mana satu babah mantunya, ia girang sekali.

"Sudah, siauwhiapj angan pakai banyak aturan” katanya. Kemudian ia menambahkan seraya mengawasi Pouw Lim: "Inilah, tentu Pouw siauw-sancoe" Sambil disitu datang gilirannya Sin Kong Tay menemui nyonya itu.

In Nio senang sekali mendengar panggilan Tiong Hoa pada ibunya, sendirinya mukanya menjadi merah.

"Peebo," kata Pouw Lim habis memberi hormat, "aku girang sekali peebo telah sembuh. Terimulah selamatku Peebo, mana kakakku?" Kwie Bo bersenyum.

"Kakakmu itu serta Nona Phang berada dibelakang lagi bersemedhi." sahutnya. "Tanpa bantuan kakakmu itu, yang menyalurkan tenaga dalamnya, tak nanti aku sembuh begini lekas. Silahkan duduk. san-coe, lekas juga kakakmu akan keluar."

In Nio menarik tangan Tiong Hoa, buat diajak keluar. Kemudian Pouw Lim berkata pula pada si nyonya:

"Peebo, ingin aku menyampaikan pesan ayahku kepada peebo. Pertama-tama yaitu untuk menyampaikan hormatnya dan kedua meminta peebo mewakilkan ayah merecoki jodoh kakakku dengan Lie Siauw-hiap."

"Itulah bagus" berkata Lo-sat Kwie Bo tertawa. "Baik san coe ketahui, kakakmu itu telah mengangkat aku sebagai ibu angkat, maka itu tentang jodohnya jangan dipikirkan lagi, nanti aku yang mengaturnya. Aku tahu anakku bukan hanya jelus dan cemburu, aku percaya ia dan anak Keng bakal hidup akur bersama-sama." Sin Kong Tay girang mendengar pembicaraan itu.

"Sungguh menarik " serunya. "Aku si tua juga mau membesarkan hatiku untuk menjadi si telangkai"

Lo-sat Kwie Bo mengawasi ia bersenyum. "Hal itu juga aku sudah mendapat tahu." katanya. "Sin Loosoe pasti bicara dari hal Nona Phang. Sungguh beruntung Lie Siauw hiap. berbareng tiga nona-nona menghambakah diri terhadapnya"

"Ibu, bukannya tiga" Tiba-tiba terdengar suaranya In Nio "Masih ada lagi satu jumlahnya menjadi empat"

Lo-sat Kwie Bo melengak, Ketika itu Pouw Keng pun muncul bersama Phang Lee Hoen, wajah mereka ramai dengan senyuman- Tetapi Nona Pouw rada likat.

Kemudian lagi muncul pula Tiong Hoa. Pouw Keng melihat adiknya, ia lari pada adik itu, untuk menggenggam tangannya.

"Adik. kau sedikit kurus" katanya perlahan, matanya pun merah. la terharu mengingat saudara itu terjatuh ditangan musuh, yang menyiksanya lahir dan batin.

“Aku tersiksa, mana bisa aku tidakjadi kurus?" sahut si adik, tertawa. “Sudah beruntung sekali yang jiwaku masih selamat, jikalau tidak ada ciehoe..." "Hus, kau ngaco" Pouw Keng memotong. Kalau ia yang adik itu menyebut " ciehoe" terhadap Tiong Hoa. Pouw Lim heran hingga ia melengak.

"Memangnya kau tak setuju, anak Keng?" tanya Losat Kwie Bo tertawa.

Mukanya Pouw Keng menjadi merah, cepat ia tunduk, tetapi sambil tunduk itu ia melirik kepada Tiong Hoa, hingga ia melihat wajah orang yang tampan dan sinar matanya hidup sekali. Kebetulan sekali si anak muda lagi mengawasi padanya, ia jadi bertambah malu, hingga ia tunduk tandas. Ibunya In Nio tertawa pula.

"Tiong Hoa,” kata ia pada si anak muda. "Sin Loosoe mengangkat dirinya menjadi orang perantara untuk Nona Phang Lee Hoen, dia hendak merangkap jodoh nona itu dengan jodoh kau, dapatkah kau menerimanya?"

Muka si anak muda menjadi merah. "Asal Nona Phang tak akan mensia-siakannya, asal encie-In dan encie Keng setuju, aku menurut saja," ia berkata.

Lo Sat Kwie Bo dan sin Kong Tay tertawa terbahak. Lee Hoen sebaliknya mengucurkan airmatanya, karena semasa hidupnya, inilah saatnya yang paling berbahagia. Akhirnya bergiranglah semua orang.

In Nio mengusulkan buat mereka lantas berangkat meninggalkan gua. Usul itu diterima baik, maka juga didalam tempo yang cepat, bertujuh mereka telah meninggalkan Giok Lok Tong.

Matahari sudah turun kebarat dan burung-burung lagi repot terbang pulang kesarangnya ketika rombongan Nyonya Cek menuju ke Siang Ceng Kong. Sekeluarnya dari rimba, mereka melihat jagat yang luas. Sekarang mereka merasakan sampokannya sang angin- sambil berlari- lari mereka mendaki puncak nomor satu dimana ada kedapatan Koan Jit Teng, paseban peranti menyaksikan munculnya matahari pagi.

Dikiri jurang itu Tiong Hoa melihat tulisan lima huruf besar bunyinya: Thian Hee Te It Hong, yang berarti Puncak nomor satu dikolong langit. Huruf-huruf nya pun indah dan gagah, suatu tanda itulah buah tangan nya seorang ahli surat.

"Kutu buku" Pouw Keng menggoda sambil tertawa perlahan.

Tiong Hoa berpaling. Maka melihatlah ia tiga puteri cantik berkumpul menjadi satu, semuanya lagi bersenyum manis disebabkan kata-katanya Nona Pouw itu.

"Lagi seratus tindak lagi kita akan sampai diujung puncak." kata Sin Kong Tay. "Itulah Siang Ceng Kiong. Mereka pasti sudah melihat kepada kita, maka mulai sekarang tentulah mereka sudah berbaris diluar kuil bersiap sedia menyambut kita. Mari kita berangkat pula "

Lo-sat Kwie Bo setuju maka mereka mendaki lagi.

Sekarang mereka tak berlari-lari seperti tadi.

Dengan lekas mereka sudah mendapatkan tanah datar dimana ada berdiri kuil Siang Ceng Kiong. Dimuka pintu pekarangan terlihat puluhan pohon lam serta ginheng yang sudah tua, tinggi ada yang besarnya sepelukan-

Segera juga terdengar bunyinya genta, daun pintu pekarangan terpentang lalu di ambang pintu nampak Hian Yang Tootiang muncul memimpin puluhan muridnya menyambut tetamu-tetamu mereka.

Oooo LAUT Jl HAY terlihat bergelombang, airnya Nampak jernih sekali. Ditepinya pohon-pohon yanglioe bergoyang-goyang berbayang air yang hijau warnanya. Dan ditengah permukaan air, perahu-perahu layar lagi dipermainkan sang angin, itulah pemandangan yang menarik hati.

Ketika itu diwaktu jauh lohor, diantaranya tampak sebuah perahu jang dipacu dengan cepat, arahnya gunung Tiam cong San. Penumpangnya perahu itu ialah Losat Kwie Bo bersama In Nio, Lee Hoen- Tiong Hoa dan Pouw Lim Sin Kong Tay bersama Pouw Keng menggayu dan mengemudikan perahu itu.

"Hari ini ialah hari keenam." kata Tiong-Hoa. "Disana semua orang lagi terancam bahaya maut. Aku berhasil mencari obat tetapi entahlah masih keburu atau tidak kita menolong mereka itu..."

Sembari menggayu Sin Kong Tay kata sambil tertawa: "Kita cuma mengharapi keselamatan Pouw ceng-coe cerdik ia pasti dapat bertindak seperlunya. Asal kita jangan melewati batas tempo, mereka itu pasti akan ketolongan. Tinggal soalnya rombongan Tay in San- Mereka sudah sampai atau belum.”

Mereka ini melakukan perjalanan cepat. Diatas gunung mereka cuma bersantap sebentaran, lantas mereka pamitan dari Hian-Yang semua, karena mereka mesti memburu tempo. Mereka melakukan perjalanan siang dan malam.

Ketika mereka tiba dipenyeberangan Thay-peng-touw di kota See Kang, Tiong Hoa menemui Lo Leng Tek untuk mengajak jago tua itu berangkat bersama ke Tiam chong San-Untuk tidak menarik perhatian umum, mereka berangkat misah. Selama dalam perahu orang benar-benar mereka dapat tidur nyenyak karena perjalanan yang meletihkan, cuma Lo-sat Kwie Bo yang beristirahat sambil bersemedhi saja.

Ketika akhirnya perahu di kepinggirkan Touw Lim mengasi bangun semua orang, untuk mereka lompat naik kedarat. Begitu mereka berada digili-giii. lantas mereka di hampirkan oleh dua orang, yang muncul secara tiba-tiba dari arah belakang mereka. Tapi mereka tidak kaget sebab dua orang ini yalah Sin-heng Sioe-soe Kim Som serta Ie Boe Eng. Tie Sin Hong.

Tiong Hoa maju memapak kedua sahabat.

"Nyata Ti cianpwee tiba terlebih dulu, daripada kita" katanya.

"Cuma lebih dulu satu jam," sahut Kim Som tertawa. "Mereka sekarang lagi menantikan di warung teh di depan- Baru saja aku bertemu dengan Tie Loosoe ini, kau siauwhiap..."

Baru berhenti kata-katanya Kim Som, Sin Hong sudah menyambungi. "Laote, kami pergi ke Kiok tong untuk menubruk tempat kosong. Di tengah jalan kami bertemu dengan ketua Tiam chong-pay yang mengundang kami naik ke gunungnya. Kami bertemu dengan Pouw Leng- coe disana dengan begitu kami menjadi dapat tahu laotee sudah berangkat ke ceng shia.” Ia berhenti sebentar, baru ia menambahkan. "sekarang ini keadaan semua orang terancam sekali, napas mereka berjalan sangat perlahan. Hebat racunnya siluman she Coh.

Mereka memerlukan pertolongan sangat cepat..." “Kalau begitu, nanti aku lantas berangkat sekarang."

Kata Tiong Hoa. Ia berkuatir. "Sabar, laotee," Sin Hong mencegah "Aku masih hendak bicara. Entah darimana datangnya berita pertama, sekarang ini orang ketahui kau membawa cangkir kamala, bahwa kau bakal tiba di Tiam chong-san sebelum pertemuan di mulai. Sekarang jumlah pihak sana itu besar sekali, mereka sudah terpencar luas di sekitar gunung. Mereka mau memegat laotee, untuk merampas cangkir itu. Maka itu, asal mereka merintangi, benar- benar jiwa semua orang terancam maut. Karena itu Pouw Lengcoe ingin menggunai siasat.

Lengcoe minta cangkir diserahkan kepada nona Pouw, untuk si nona bersama aku yang membawanya dengan ambil jalan pegunungan, laotee sebaliknya harus jalan dari depan dengan sengaja memamerkan diri supaya musuh dapat melihatnya. Secara begitu mereka itu dapat diabui dan kami berdua dapat selamat naik ke gunung.”

Mendengar begitu, Lo-sat KwieBo bekerja sebat sekali. Ia mengeluarkan kotak cawan kemala itu. untuk dibuka tutupnya, buat diambil isinya. lalu lima jari tangannya yang kurus dimasuki pula kedalam kotak itu.

Ada cahaya berkilau ketika kotak di tutup pula, ditutup dengan sama cepatnya, Habis itu, nyonya ini membisiki calon menantunya.

Tiong Hoa melengak. la menyambuti kotak kemala dari mertuanya. Kemudian ia berpaling kepada Sin Kong Tay dan menanya: "Sin Loo-soe. dapatkah kau berangkat bersama aku?"

Tiat-sie Hoei chee berlompat maju.

"Mari kita berangkat, jangan berayal lagi," kata ia. "Aku kenal baik jalanan di Tiam chong San ini. Mari kita menuju kepaseban Bong Lioe Tong untuk sampai didepan gunung."

Keduanya meminta diri, lantas mereka pergi, Dengan begitu berpisahanlah mereka semua.

Malam terang ketika Tiong Hoa terlihat dalam perjalanannya kegunung Tiam chong San-Angin tenang tetapi suara gelombang terdengar nyata. Sengaja ia memasang omong dengan sin Kong Tay, suaranya keras, tertawanya nyaring. Mereka berdua bersandiwara, untuk membikin pihak sesat mendengar dan mengetahui adanya mereka di perjalanan itu.

Begitu lekas mulai menginjak wilayah depan gunung, mereka lantas dihalangi tujuh orang yang muncul dari antara pepohonan dikedua tepijalanan-

"Tuan-tuan, apakah diantara kamu ada Siauwhiap Lie Tiong Hoa?" tanya seorang tua dengan pakaian serba hitam dan suaranya tegas. Tiong Hoa mengajukan diri, keduanya tangannya dirangkep.

"Tuan mencari aku, ada apakah?" ia tanya. orang tua itu likat. Heran dia melihat orang muda tetapi demikian tampan, ramah sikapnya, halus gerak-geriknya. Didalam hatinya ia kata pantas pemuda ini tersohor gagah- perkasa. la lekas berkata: "oh. kiranya tuanlah Lie siauwhiap. Sudah lama aku mendengar kegagahan siauwhiap. ingin sekali aku dapat memandang wajahmu."

"Maaf, maaf, tak dapat aku yang rendah menerima pujian ini" kata Tiong Hoa. ia berhenti sebentar untuk terus tertawa nyaring dan berkata. "Kitalah orang-orang terhormat, tak dapat kita omong dusta. Apakah cuma tuan beramai ini yang nantikan aku si orang she Lie?" Sinar terang dari si Puteri Malam bercahaya dimuka orang itu, tampak nyata parasnya berubah. Dengan lantas ia menoleh kepada kawan-kawannya, matanya memain.

Kawan-kawannya pun melengak. itulah sebab suara keras darisianak muda menusuk telinga mereka, suara itu mengalun ke-rimba-rimba, kelembah-lembah.

Disekitar gunung itu ada menantikan pelbagai rombongan orang yang mengarah cangkir kemala coei in pwee, kalau mereka mendengar suara itu, mereka bisa mendusin dan dating merubung. itulah berbahaya untuk rombongan ini.

Memang disengaja Tiong Hoa memperdengarkan suara berisik itu.

Disaat orang tua itu hendak memberikanjawabannya, dari samping lain rimba itu sudah lantas terlihat munculnya beberapa orang. Tiong Hoa dapat melihat mereka itu ia lantas tertawa pula dan kata lagi nyaring:

"Sungguh aku Lie Tiong Hoa merasa sangat beruntung. Malam ini aku telah mendapat kehormatan bertemu dengan banyak orang gagah yang menyintai aku." Dari rombongan yang belakangan ini, seorang mendadak bersiul nyaring. Si orang tua berpakaian hitam gusar.

"Mau apa kau kasi dengar pekik setanmu?" dia menegur, sebelah tangannya terus menghajar.

Orang yang diserang itu tahu datangnya serangan ia menangkis.

"Hm" kata dia, tertawa menghina. "Kamu rombongan hantu ouw Nia cit Kwie yang kepandaiannya masih rendah sekali berani mimpi mendapatkan tiga benda aneh Rimba-persilatan ?" Bentrokan itu membikin keduanya sama-sama mundur satu tindak.

"Tuan-tuan- terima kasih untuk kecintaan hati kamu " kata Tiong Hoa yang tertawa menyaksikan lagak orang- orang itu. "Sekarang aku minta tuan-tuan suka menjelaskan maksud kamu sudah menyambut kami ditengah jalan ini Kalau kamu lantas bertempur begini, sungguh aku tak mengerti "

Si orang tua mendelik terhadap orang yang bersiul itu, kata dia dingin: " orang she Tong, jangan kau anggap ilmu silatmu dapat menjagoi dikolong langit ini. Toh cuma sebegini saja Sebentar kau nanti melihat apa yang bagus "

Orang yang dipanggil she Tong itu juga tertawa dingin, ia membalas mengejek. Terus ia melirik, sikapnya sangat memandang tak mata, Perbuatannya ini membikin si orang tua menjadi sangat gusar hingga ia ingin lantas menyerang untuk membunuhnya. Kemudian dia menoleh kepada Tiong Hoa, untuk berkata sambil tertawa: " Katanya Siauwhiap berhasil mendapatkan cangkir kemala coei-in-pwee benarkah itu? Bagaimana kalau aku mohon melihat barang itu satu kali saja?"

Tiong Hoa menjawab, tawar: "Tidak salah" Baru berselang dua jam aku mendapatkannya. Sungguh cepat kau memperoleh kabar tuan. Dapatkah tuan memberitahukan aku dari siapa tuan memperoleh kabar ini"

"Memang biasanya segala apa dalam dunia Kang ouw sangat cepat menjalarnya." sahut orang tua itu ." Apa yang orang dengan pasti adalah berapa lamanya dan telah dapatkan itu. Menyesal sekali, tidak dapat aku menyebutkan orang yang membawa berita itu."

"Apakah benar kau cuma ingin melihat satu kali saja?" Tiong Hoa menegaskan lalu tertawa pula. Segera ia menambahkan- "Sungguh itulah sukar dipercaya"

Mukanya si orang tua menjadi merah.

Si orang she Tang sebaliknya tertawa. Maka dia jadi semakin mendongkol saking malunya. Diam-diam dia mengerahkan tenaganya ditangan kanan, untuk menyerang.

Sementara itu terlihat datangnya pula orang-orang, yang keluar dari empat penjuru rimba. Ketika mereka itu sudah berkumpul, jumlah mereka lebih kurang enam puluh orang.

Pasti sekali mereka semua jago-jago Kang ouw. Tiong Hoa melihat diantaranya ok ceng-Pong Liap

Hong serta Tok Bak Lao Koan-ciam Yang, yang maju kemuka. Mendadak. ia berlompat maju, untuk memapaki mereka sedang tangan kanannya diulur sekalian-

Si Mata Tunggal menjadi kaget. la menggeraki tangan kanannya. "Siapa kau?" ia membentak.

Cuma sebegitu ia dapat bertindak. Tiba-tiba ia merasa tangannya kena dicekal, tangan itu terasa nyeri, sebelum ia tahu apa-apa. tubuhnya sudah ditarik. Dilain saat

jalan-darahnya, thian-toat, telah kena ditotok hingga dia menjadi mati daya. "siluman tua" Tiong Hoa kata tertawa.

Jarum beracunmu sangat jahat, karena itu roboh banyak kurban yang tidak bersalah-dosa. Dengan itu kejahatanmu menjadi bertumpuk. Dulu hari itu kau dapat lolos, maka sekarang ini tak dapat kau menyesalkan aku" Tiong Hoa menotok pula,jago mata satu itu menjerit, lantas dia roboh terkulai, sebab jiwanya terbang pergi.

Semua orang kaget, muka mereka pucat. Mereka saling mengawasi. Liap Hong kaget hingga ia mundur satu tindak.

"Tuan, kau terlalu mengandalkan kegagahanmu yang kau anggap tanpa tanding" kata ia, sinar matanya menyala. "sayang kau tidak tahu gelagat. Apakah kau kira malam ini kau bakal dapat lolos?"

"Kau bicaralah lebih jauh, ingin aku mendengarnya." kata Tiong Hoa tenang. "Walau pun kau dibuluki Thio Liang yang jahat, aku kuatir tak sanggup kau meminta jiwaku." Sembari berkata, anak muda ini bertindak perlahan menghampirkan ok cioe Long.

Liap Hong sudah siap sedia. Baru orang maju satu tindak. ia sudah mundur satu tombak. Disamping itu. dari kiri dan kanan nya lantas maju enam orang untuk menghadang didepannya.

Yang dikanan memegang golok, yang di-kiri mencekal senjata aneh mirip roda matahari, yang ujungnya penuh liang kecil yang menyolok mata.

Tiong Hoa merandek mengawasi, ia menduga-duga apa liehaynya senjata itu. yang mau dipakai menghadapinya. ia percaya iniah tentu senjata beracun yang jahat.

"Orang she Lie, lekas kau keluarkan cangkir kemala itu." terdengar suara nyaring dari Liap- Hong. "Dengan begitu kau dapat luput dari kematian. Kau ketahui, asal aku si orang tua memberikan perintahku maka di sekitar sini, luasnya beberapa puluh tombak. semua makhluk dan benda bakal terbakar habis Sampai itu waktu kau menyesal pun sudah kasip"

"Belum tentu," kata si anak muda tertawa tawar.

Empat orang lantas bergerak pula kekiri dan kanan, tinggal yang ditengah, dua orang yang tak bergerak. Dengan begitu Tiong Hoa menjadi terjaga ditiga penjuru. Dia mengerti, sulit ia meloloskan diri apabila ia tidak menggunai ilmu ie Hoa ciap-Bok. Kalau ia menyerang bergantian, ia bisa kalah hebat.

Sebaliknya kalau ia bertindak ia kuatir yang lainnya, yang tak sejahat Liap Hong, akan roboh sebagai kurban kecewa, ia bersangsi, sebab tak sudi ia membunuh bila tidak terpaksa. Dilain pihak ia memikirkan rombongan lainnya sudah tiba atau belum diatas gunung.Jadi ia perlu bertindak dengan seksama.

Liap Hong melihat orang berdiam, dia kata seram: "Di Thay-peng-touw orang telah melihat ilmu silat kau yang luar biasa, tuan, itulah sangat kejam, kau membuatnya aku si orang tua kagum Segala apa mesti ada yang dapat mengatasinya, jangan kau kira dikolong langit ini tak ada orang yang dapat mengalahkan kau"

"Apakah kau sendiri yang bakal mengalahkan aku?" Tiong Hoa tanya tawar. "Sekarang kau boleh mulai, ingin aku melihat bagaimana kau akan mengalahkannya"

Semua rombongan itu berdiam, tetapi terang mereka bersiap sedia untuk turun tangan asal ada yang mulai.

Liap Hong pun berdiam baru sesaat kemudian dia membentak, "Kalau bilang, cangkir kemala itu ada ditangamnu atau tidak? Kau harus ketahui tabiatku si orang she Liap, jikalau aku bekerja tak dapat aku pulang dengan tangan kosong"

Tiong Hoa tertawa nyaring.

"Pasti cangkir itu ada padaku sekarang" sahutnya berani. “Didepan orang-orang gagah ini kau bicara begini besar tanpa tahu malu Sekarang aku hendak tanya, kau melakoni perjalanan selaksa lie mengintili rombongan dari Tay In San- kau berhasil mendapatkan gelang kemala atau belum? Dapatkah kau mengatakan kau tak biasa kembali dengan tangan kosong?"

Mukanya Liap Hong menjadi merah. Dia malu dan mendongkol menjadi satu. Maka makin keras keinginannya buat melakukan pembunuhan.

Ketika itu tak jauh ditempat gelap terdengar kata-kata yang dingin ini. "Tua bangka she Liap cara bagaimana kau berani meminta barang santapan didepan aku si orang she Coh? Sungguh kau bukanlah seorang sahabat"

Liap Hong terkejut. Segera ia berpaling kearah dari mana suara itu datang.

"Bukankah kita telah berjanji?" kata dia. "Bukankah kalau kau mendapatkan kitab, aku harus mengambil cangkir kemala? Bukankah dengan begitu kita menjadi tidak saling ganggu? Mungkinkah kau hendak telan janjimu?"

"Bagus bicaramu" berkata Coh Lao-coay, si hantu she Coh. "Tapi telah aku bilang, sesudah Lay Kang Koen Pouw berhasil didapatkan, baru kau merdeka mendapatkan cawan kemala itu. Sekarang ini kitab silat itu masih berada ditangannya Pouw Liok It. Hm Hm Kiranya kau hendak turun tangan dengan mendahului aku. Apa aku bisa bilang sekarang? Tidak lain, apabila kau sembarang turun tangan maka janganlah sesalkan aku berhati jahat"

Parasnya Liap Hong merah-padam, la gusar dan mendongkol sekali.

"Aku si orang she Liap bukanlah orang yang dapat kau gertak" katanya. "Pouw Liok It berada digunung Tiam chong San, kau berani pergi kesana untuk mengambilnya atau tidak, itulah bukan urusanku, tak dapat kau persalahkan siapa juga kalau seumurmu kau tidak berhasil mendapatkan kitab silat itu, apa aku mesti menanti seumur hidupmu juga ?"

Coh Loa Koay tertawa mengejek.

“Percuma kau berjuluk ok coe Pong" katanya. "Disaat ini juga kau sudah kecele Apakah kau sangka Pouw Liok It dapat mudah dipermainkan? Apakah kau kira kau dapat diijinkan berbuat sesukamu selama sebelum rapat mereka ? Aku bilang terus terang padamu, sekarang cangkir kemala itu sudah berada ditangannya Pouw Liok It.

Mana ada cangkir itu pada tubuhnya orang she Lie ini?

Dia sekarang justeru hendak membinasakan kamu semua. Kau tahu, disekitar kamu sekarang sudah berkumpul orang-orangnya Pouw Liok It yang lagi bersembunyi "

Begitu berhenti suaranya orang she Coh ini. dari kejauhan terdengar ini suara yang berat dan tegas: "Siluman tua she Coh, kau bicara dari hal yang benar. Memang cangkir kemala itu telah berada di tangan aku si orang she Pouw cuma kaulah yang mendusin sesudah terlambat " Semua orang kaum sesat menjadi kaget, mereka lantas menoleh ke sekitar mereka, mereka juga saling mengawasi.

Lie Tiong Hoa mendengar suara Pouw Liok It itu, tahulah ia apa maksudnya. Maka ia menarik tangannya Sin Kong Tay seraya berkata perlahan: "Mari" Membarengi itu ia berlompat, untuk lari ke arah Tali. sin Kong Tay tertarik, ia terus lari bersama.

Enam orangnya Liap Hong, yang mengancam semenjak tadi, berdiam saja. Tanpa titahnya pemimpin itu, mereka tidak berani lancang turun tangan- Mereka cuma mengawasi sambil berseru: "Si orang she Lie kabur"

Liap Hong terkejut, dia lantas menoleh. Diantara sinar rembulan, dia melihat Tiong Hoa berdua sudah memisahkan diri enampuluh tombak lebih, larinya cepat sekali.

"Kenapa kamu bengong saja?" dia membentak. " Lekas kejar.” Dan dia mendahului berlompat, guna menyusul. Dia diturut dua puluh lebih kawannya.

Yang lain-lainnya menyusul belakangan. Mereka cuma mau menantikan ketika untuk memperoleh hasil tanpa menghadapi bahaya besar...

Setelah lari cukup jauh, Tiong Hoa berlari-lari sebentar cepat sebentar kendor.

"Aku heran," kata Sin Kong Tay ditengah jalan- " kenapa tadi aku merasakan lagu suaranya Coh Lan Kay rada beda."

"Inilah benar. Sin Loosoe" kata Tiong Hoa tertawa. "Dua-dua suara itu yang suaranya Pouw Ling sendiri." Baru sekarang Tiat-Sie Hoei-chee mengerti. la mengangguk-angguk.

Ketika itu terdengar suara pihak pengejar mereka nyata, Tiong Hoa lantas mengajak kawannya lari keras pula menuju kepadang rumput di tepian laut Jie Hay. Tiba-tiba terdengar bentakannya Liap Hong: "Anak muda, dapatkah kau lolos ?" Hebat ok coe Pong, dia dapat lari keras sekali. Tiong Hoa menghentikan tindakannya, ia berdiri menantikan-

Segera juga Liap Hong tiba. Dia ada bersama enam orangnya dan mereka itu lantas- mengambil sikap mengurung pula.

Tak lama tibalah rombongan orang banyak. Mereka tidak mau datang dekat, hanya mengawasi dari tempat yang jauh.

"Liap Hong" Tiong Hoa menegur sambil tertawa. "Kau mengejar aku begini rupa, apakah maksudmu?"

"Cangkir kemala coei-in-pwee" sahut ok coe Pong. "Dapatkah kau pastikan cangkir itu ada padaku

sekarang?" si anak muda tanya tegas.

Liap Hong melengak. Lalu ia membentak: "Apakah Pouw Liok It bicara benar?" "Belum tentu benar," sahut Tiong Hoa dingin-

"Bagaimana itu?" kata Liap Hong matanya bersinar.

Dia bingung. Dia menambahkan: " orang she Lie. jikalau kau tidak omong terus terang meskipun cangkir berada dihadapanmu jiwamu tak bakal ketolong lagi"

Tiong Hoa tertawa lebar menyambut ancaman itu. "Kau telah dipermainkan Coh Lao Koay dan Pouw Liok

It sebenarnya satu orang. Dia mana mau mengijinkan kau berhasil memperoleh cangkir kemala itu?" Sembari berkata begitu, Tiong Hoa merogo sakunya, untuk mengasi keluar kotak kemala. Ia terus mengulapkan itu, sembari tertawa ia kata pula: "Barang yang kau mimpikan siang dan malam berada didalam kotak ini. Kau tentu ketahui, walaupun ada kitab silat tanpa cangkir ini, kitab itu tidak ada faedahnya” Ia membuka sedikit tutup kotak hingga terlihat cahaya berkilauan, menyinari wajahnya yang tampan-

Mata Liap Hong bersinar. Dia mengilar bukan main- Memang itulah benda yang dia arah, ingin dia lompat merampas, tapi lalu dia membataikan niatnya seketika. Dia kuatir gagal. Umpama cangkir itujatuh, pastilah hancur lebur akibatnya. Maka dia lantas mengasah otak, memikirkan akal. Akhirnya dia pikir, lebih baik menggunai akal daripada kekerasan-

Ok Coe Pong gagah dan cerdik, akan tetapi setelah berulang-ulang gagal menguntit gelang kemala ditangan rombongan dari Tay in San, selama mana dia selalu kena dipermainkan Lo Leng Tek, kebimbangan mengganggu sahabatnya, hingga berbareng keberaniannya menjadi berkurang.

Tiong Hoa mengawasi orang yang lagi bersangsi itu, ia tutup pula kotak itu hingga lenyaplah sinarnya yang bergemerlapan, habis mana ia berkata: "Pepatah ada membilang, manusia mati karena harta, burung mati karena makanan Kau tentu ketahui itu Aku sendiri tidak mengharapi satu juga diantara ketiga benda pusaka Rimba Persilatan, aku hanya membawanya untuk pertemuan di Tiam chong San. Maka itu Liap Hong, orang sebangsa kau, dapatkah kau memiliki ini dengan cara paksamu? Atau umpama kata kau berhasil, dapatkah kau bisa berlalu dengan hasil mendapatkannya, apa aman Dihadapan sana penuh orang gagah lagi menantikanmu?"

Jikalau kau tidak mengharapi itu, nah, kau serahkanlah padaku" kata Liap Hong. "Perihal orang atau orang-orang yang menghendaki ini, jikalau dia berani merampasnya dari aku, dia nanti lihat saja sesuatu yang bagus"

Kata-kata itu membangkitkan rasa tak senang kepada orang banyak kaum sesat itu, lantas ramai lah terdengar suara mereka kemudian dari antaranya muncul seorang yang berumur lima puluh lebih, yang makanya bengis.

Dia menatap Liap Hong.

"Aku si orang tua tak hendak merampas cangkir dengan menggunai akal muslihat?" kata dia. "Aku sudah memikir menanti tibanya saat pertemuan umum di Tiam chong San guna mencoba mendapatkannya dengan mengandalkan kepandaian ilmu silat. Kau tahu, aku percaya didalam rapat itu nanti, tak sedikit orang yang jauh terlebih lihay daripada kau hingga kau tak akan ada bagianmu. Siapa tahu sekarang ini kau jumawa sekali, kau tidak sangat memandang kepada orang lain, daripada itu aku si orang tua ingin mengetahui sampai dimana kepandaian kau"

Orang itu tak keras sinar matanya tetapi dari badannya pasti memiliki tenaga dalam yang baik sekali.

Liap Hong terkejut. Ia tidak kenal orang tua itu. "Kau cari mampus" katanya singkat. orang itu bersikap tenang. Dia tertawa.

"Aku si orang tua biasa tak percaya manusia terkebur" sahutnya singkat juga. Liap Hong menyerang setelah mendengar orang tua itu berseru. Tapi si orang tua mengangkat tangan kanannya sambil tubuhnya melejit kesamping, atau dilain saat ia sudah berada dibela kang penyerangnya itu.

Melihat demikian, Tiong Hoa pun terkejut. orang gesit luar biasa.

"Dia liehay sekali," kata ia pada Sin Kong Tay. "Loosoe kenal dia siapa?"

Sin Kong Tay berpengalaman tapi ia tidak kenal orang tua itu. ia menggeleng kepala.

Liap Hong memutar tubuhnya cepat sekali sambil berputar itu ia menyerang dengan jerijinya yang kuat, mencari lima jalan darah.

Sementara itu orang banyak berseru kaget. "Hei. dari mana dia dapatkan ilmu silatnya itu yang telah seratus tahun lebih lenyap dari peredaran? itulah Ngo im Thian Lui Ciu.”

Orang tua itu yang matanya bersinar tajam menggeraki tangannya menyambut serangan Coe Pong. Maka bentrokan sudah lantas terjadi. Tubuh Liap Hong mundur satu tindak. dia kaget dan heran-

"Kiranya kau" serunya seraya menatap, ia berhenti dengan tiba-tiba, terang ia mencoba menguasai dirinya. Setelah itu ia bersenyum dan melanjuti: "Cangkir kemala belum ada di tanganku si orang she Liap. aku sangka tuan salah mencari lawanmu"

Orang tna itu mengasi dengar ejekan- "Hm" ia kata, dingin: "Aku si orang tua tahu sikapku sendiri.Jikalau kau tetap masih membuka mulut besar, kau nanti lihat apa yang bagus untukmu" Liap Hong tak sudi kalah mengadu lidah. "Sekarang ini si orang she Lie cuma aku si orang she Liap yang dapat menaklukkannya," katanya, sabar tetapi dingin, "maka itu aku ingin lihat bagaimana kau nanti bertindak terhadapnya Sebentar akan ternyata siapa yang bicara besar secara tak tahu malu” Ia mengakhiri kata-katanya dengan suara dihidung dua kali: "Hm Hm"

Orang tua itu tidak mengubris, ia menoleh kepada Tiong Hoa.

“Apakah ditangan mu itu benar cangkir kemala coei-in- pwee?" ia tanya.

Hati Tiong Hoa tak enak. Tak biasa ia mendusta. Tapi ia menenangkan diri, ia menjawab terpaksa: "Aku yang muda paling sebal mendengar orang mendustai mengabui orang lain- Maka itu tuan, apa perlunya kau menanya begini padaku?" Orang tua itu menatap.

"Sebenarnya aku si orang tua rada kurang percaya." Sahutnya perlahan- "coba kau keluarkan untuk untuk aku melihatnya teliti."

Tiong Hoa tertawa.

"Tuan, kita tidak kenal satu dengan lain, mana aku ketahui maksud hatimu?" kata ia. “Lagi pula kau harus mengarti tak ada maksudku untuk memiliki ini, untuk mendapatkan kepercayaan dari semua orang di kolong langit. Mana dapat aku serahkan ini pada tuan ?"

Tiba-tiba muka orang tua itu menjadi guram dan bengis.

"Aku sudah mengambil kepastian- katanya keras. "Aku kuatir malam ini kau bakal terbinasa disini."

Tiong Hoa mengasi lihat roman angkuh. "Belum tentu." katanya, tertawa. “Jikalau sekarang aku serahkan cangkir kepada kau tuan, maka segera juga aku bakal menyaksikan kau akan terbinasa dibawahnya enam buah roda matahari dari Liap Hong"

Orang tua itu terperanjat, dia berdiri menjublak.

Hanya sejenak dia tertawa tawar.

"Aku tahu apa artinya enam buah roda matahari itu" katanya. "Didalam situ ada tersembunyikan senjata rahasia yang sangat beracun. Tapi senjata rahasia itu tak dapat merusak sekalipun selembar rambutku si orang tua. Aku tidak mau menggunai akal muslihat, buatku cukup asal aku melihatnya satu kali saja segera aku akan membayar pulang"

Tiong Hoa melirik Liap Hong, yang bersenyum iblis. la dapat menduga hati orang bakal mati.

Maka ia bersenyum dan kata. "Tuan, aku percaya kaulah seorang laki-laki terhormat, cuma aku tidak mengerti maksudmu. Apa perlunya kau ingin melihat sampai terang kepada cangkir kemala itu?"

"Apakah yang kurang jelas?" orang itu bilang. "Kau mau pergi ke Tiam Cong San kau tentu mengarah kitab silat Lay Kang Koen Pow Kitab dan cangkir itu, satu saja yang kurang, maka kedua-duanya menjadi benda yang tidak ada harga nya sama sekali. Pastilah kau ketahui itu.”

“Aku slorang tua, aku menghendaki dua-dua nya barang itu, maka itu. mari kita omong terus-terang. Didalam pertemuan di Thiam cong itu aku akan merampas kitab itu dengan kepandaianku, apabila aku berhasil berdua kita boleh sama-sama memahamkannya Tidakah dengan begitu kita akan menjadi jago Rimba Persilatan-" 

"Dengan begitu jadinya tuan ingin bekerja sama dengan aku, bukan?" Tiong Hoa tegaskan- "cara bagaimana tuan berani memastikan bahwa aku yang rendah bakal tak berhasil merampas kitab silat itu?"

Orang tua itu kata dengan angkuh: "Malam ini, apa bila kau tidak mendapatkan bantuan slorang tua, kau tidak baka lolos dari bencana kematian. Maka itu janganlah kau bicara dari hal besok-lusa"

Tiong Hoa tertawa tawar.

“Tentang itu baiklah kita bicarakan lusa saja" katanya. " Kelihatannya, tuan sebelum kau mendapatkan cangkir kemala, hatimu tak bakal mati."

Sembari berkata la angkat tangan kanannya di bawa kedalam-sakunya.

Orang tua itu mundur satu tindak, mendadak dengan tangannya ia meraba kepalanya, lalu ia mengusut-usut seraya berkata seorang diri: "Ah kiranya seekor kutu main gila" la lantas mengibaskan tangannya, melemparkan kutu yang disebutkan itu. Kebetulan sekali, kutu itu terlempar ke arah Liap Hong

Ok coe Pong berkelit, dia gusar. Dengan tangannya dia menyambar kutu itu. lalu dia pentang telapakan tangannya itu, untuk melihat tegas.

Kiranya itu seekor kutu yang telah mati. Maka dalam mendongkolnya dia lantas lemparkan itu.
DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar