Bujukan Gambar Lukisan Jilid 19

Jilid 19 : Prahara kitab Lay Kang Koen Pouw 

Tiong Hoa mengawasi tajam.

"Apakah kau orangnya TokBak Lao Keay?" ia tan a,

tertawa dingin-Jongos tetiron itu mengangguk.

"Apakah malam ini TokBak Lao Koay datang kemari?" Tiong Hoa tanya pula.

Jongos itu menggeleng kepala, Mata dia mendelik saking menahan sakit.

Tiong Hoa tertawa pula, Cepat sekali ia menotok jalan darah khie-hay dari jongos itu, yang lantas roboh tanpa berkutik lagi.

Setelah itu dengan msngibas tangannya, Tiong Hoa memadamkan api. hingga kamarnya menjadi gelap petang, cuma rembulan yang menyinarkan luar jendela. Kesunyian pun lantas menguasai kamarnya itu. 

Lewat jam tiga, bintang-bintang mulai jarang dan si Puteri Malam sudah berkisar rendah kebarat, sinarnya ayu. Rumah penginapan pula menjadi sepi. Justeru itu di- luar jendela terlihat berkelebatnya empat bayangan orang.

satu bayangan mendekati jendela, untuk memasang telinga, Dia tidak mendengar apa-apa, maka dia memberi isyarat kepada tiga kawannya. Ketiga orang itu menghampirkan, lalu berempat mereka berlompat masuk ke- dala m jendela. Kamar tetap sunyi, apa yang terdengar yalah mirip suara kutu yang halus.

selang beberapa saat diluar jendela terlihat lima bayangan lain, yang lompat masuk dari luar tembok pekarangan. Mereka mengawasi kekamarTiong Hoa, kelihatan mereka curiga. " Heran kenapa mereka tak nampak?" kata yang satu, "Mungkinkah mereka roboh?"

"Tak mungkin" kata satu yang lain, Mustahil mereka dapat dirobohkan tanpa suara apa juga?"

Mereka bersangsi sekian lama, Lalu dua antaranya lompat masuk dijendela. Tiga yang lain menantikan, mata mereka diarahkan kejendela itu.

sekonyong-konyong terlihat sinar berke-redep seperti kilat menyambar, itulah sinar pedang istimewa, Menyusul itu ketiga orang itu roboh, kepala mereka jatuh bergelantungan. Mereka lagi memperhatikan jendela tak merasa mereka akan datangnya maut.

Dua orang yang lompat masuk kedalam kamar juga tak muncul pula, Mereka tiba di dalam dengan kamar itu tetap sunyi dan gelap. Diluar kamar satu bayangan kecil langsing muncul untuk bekerja sebat, menyingkirkan ketiga mayat kepojokan, sesudahnya dia kembali ketempat sembunyinya.

Kembali kamar dan pekarangan itu terbenam kalam kesunyian, Cahaya rembulan makin lemah, begitu juga sinarnya sisaska bintang, Meski begitu terlihat cukup nyata ketika satu bayangan lompat turun dari tembok pekarangan.

Dialah seorang tua dengan kumis jeng got panjang sampai didada dan sepasang mata bersinar tajam dan bengis, dia heran dan curiga hingga dia bersangsi, Baru kemudian dia menjejak tanah, untuk tubuhnya mencelat tinggi kira dua tembak untuk menerkam kepojok tembok pekarangan itu.

Dipojok itu lantas terdengar satu seruan perlahan-

Si orang tua sudah lantas lompat balik, Baru saja dia menaruh kaki diluar kamar, atau dari dalam kamar terlihat satu bayangan lompat keluar, menyerang dia, menekan punggungnya.

Si orang tua kaget setelah kasip. Tanpa berdaya, dia roboh.

Sang pagi telah tiba, Matahari sudah muncul dengan sinarnya yang hangat. Kamarnya Tiong Hoa, begitu juga pekarangan luarnya, tenang sekali. Tiong Hoa dan In Nio sudah siap untuk melanjuti perjalanan.

"Encie In." kata si anak muda, bersenyum, "tentu saudara Kong sudah pulang ke Hoa kie, maka itu baik kita pergi menyusul sekalian kita menjenguk Tok sie sin Liong Kong Loocianpvvee, Disana kita berpamitan dengan saudara Kong. setujukah kau?" 

In Nio mengangguk Maka keluarlah mereka dari hotel.

Tindakan Tiong Hoa tenang dan sabar dia bersama si nona tak menghiraukan banyak mata mengawasi dengan perhatian, bahkan ada yangkasak-kusuk. Kalau Tiong Hoa gemar bersenyum, si nona berdiam saja. Diluar hotel, jongos sudah sedia dengan kuda mereka, dari itu tak ayal lagi, mereka naik dan berangkat dengan perlahan-lahan-

Baru setelah berada ditengah jalan, muda mudi ini bersenyum satu dengan lain, atau bicara sambil tertawa- tawa.

Diluar kota Koei-yang sebelah barat, sawah ladang nampak dikiri dan kanan, pohon-pohon padi bergelombang diantara tiupan sang angin, Gunung hijau memberikan pemandangan indah dan segar, Maka itu, bergembiralah muda-mudi ini. Dengan begitu juga, tanpa merasa mereka sudah sampai di Hoa-kie.

Kali Hoa kie terletak di atasan sungai LamBeng Hoo. airnya jernih, d iping Girannyatumbuh banyakpohon yanglioe, Ada pasebannya, ada jembatannya juga. Ada pula tempat terkenalnya, yalah Hong Hoo Cioe.

Selagi jalan dijalan Hong Hoo Cioe, muda mudi itu melihat seorang tua dengan dandanan sasterawan, Dia kelihatan ketarlk dia mengawasi bahkan kemudian dia menanyai.

“Jiewie, apakah kamu hendak mengunjungi Kong Kioe Houw? Kalau benar, ikutilah ini kali Hoa Kie sampai kamu melihat sebuah paseban perhentian. itulah Gili- Gili seberangnya Hong Hoo Cioe. Cumalah Kong Kioe Houw tak biasa menerima tetamu-tetamu, mungkin kamu bakal kecele..." Habis berkata, orang tua itu ngeloyor terus. Tiong Hoa heran-

"Orang tua itu mungkin musuhnya Kong Kioe Houw." kata in ^io kemudian, ia berpikir sebentar, lalu tertawa, "Penduduk disekitar sini tak ada yang tak menghormati orang tua she Kong itu sikap dia itu aneh.

Aneh pula sikap Kong Peng soei, Dia berlalu dan sampai sekarang tak juga muncul lagi. Aku percaya sekarang Hong Ho cioe lagi dilicuti kabut kedukaan."

Tiong Hoa melihat kelilingan. orang tua tadi sudah lenyap. ia heran.

"Sudah,jangan perdulikan dia" kata In Nio. "Mari kita maju terus, Kalau Kong Kioe Houw menampik kita, tidak apa. kita sudah berlaku hormat terhadapnya, Bahkan dengan begitu kita jadi dapat langsung menuju ke Koen- beng." Tiong Hoa akur, ia mengangguk. Maka mereka mengasi kuda mereka jalan terus.

Tidak lama, benar saja mereka melihat sebuah paseban ^egi empat, Disitu tumbuh banyak pohon yanglioe, Ditengah kali ada sebuah pulau kecil. itulah dia pulau Hong Hoo Cioe dimana bangunan rumah seperti ketutupa n pepohonan.

Keduanya turun dari kuda mereka, habis menambat binatang itu, mereka bertindak kepaseban, Disitu sudah ada tiga orang laki-laki dengan dandanan singsat, romannya jumawa, matanya bersinar tajam. Mereka itu ketarik kecantikan m Nio, hingga mereka mengawasi saja, sampai si nona jadi mendongkol.

"Tuan-tuan, aku mohon tanya." menyapa Tiong Hoa seraya ia memberi hormat, "Apakah tuan-tuan menjadi sebawahannya Kong Tay-hiap?" Tiga orang itu duduk tak bergeming, Cuma yang mukanya ada tapak goloknya, hingga romannya menjadi bengis menjawab dengan dingin: "kalau benar bagaimana? Kalau bukan,

bagaimana?"

Tiong Hoa tidak senang dengan sikap kasar itu, tetapi ia tertawa, Meski orang tidak tahu aturan, kalau orang benar orangnya Kong Hong Kioe Houw, tak enak apabila ia bentrok dengan mereka itu, malu untuk menemui sijago tua itu, ia berkata pula: "Kalau benar, aku minta diwartakan kepada tayhiap bahwa aku si orang she Lie..." Belum habis kata kata Tiong Hoa, dia sudah disela.

"Kamu mau minta bertemu dengannya, bukan ?" katanya kaku, matanya pun mencilak, "Percuma saja, sahabat Kong Looya coe sudah lama tak menerima tetamu, terhadap kamu juga dia tidak dapat membuat kecualian Kalau ia mau menerima kunjungan dia tak akan menerima orang tak ternama"

Tiong Hoa mendongkol tapi ia masih menyabarkan diri, Tidak demikian dengan nona Cek yang lantas maju menghampirkan. "Encie In, jangan " si anak muda

berseru.

Sudah kasip. Kedua tangan si nona sudah bekerja, Kedua pipinya orangkasar itu berbunyi dua kali, dia roboh dengan kepala pusing dan mata berkunang- kunang.

Dua yang lain menjadi gusar, Mereka berjingkrak bangun, terus mereka menghunus golok mereka, menyerang si nona, In ^io bertambah gusar, ia menangkis sambil berkelit, terus ia menotok, Maka robohlah dua orang itu, roboh bergulingan sambil merintih. Tak berdaya Tiong Hoa mau meredakan panas hatinya si nona. "Adik Hoa mari" In Nio lantas mengajak.

Dengan terpaksa sampai ia menghela napas, si anak muda turut keluar dari pas eban, untuk menghampirkan kuda mereka, Maka juga dilain saat, keduanya sudah tengah me lanjuti perjalanan mereka.

ooo

Dipermulaan lohor ditengah jalan antara An-soen dan Tin-leng ada dua penunggang keledai yang lagi mengaburkan binatang tunggangan mereka itu.

Dibelakang mereka debu mengepul naik, Merekalah sepasang pria dan wanita muda, keduanya memakai topeng sutera hitam hingga mereka nampak aneh.

Ketika itu dipertengahan musim panas, hawa udara terik, panasnya tak tertahankan membuat napas orang memburu dan keringat mengucur deras.

Tengah melarikan kudanya itu, mendadak si anak muda berseru tertahan, terus ia menahan kudanya maka dalam sekejap binatang itu lantas berjalan dengan perlahan. si pemudi lantas menurut contoh.

"Tidak disangka hawa udara begini panas mengkedus, encie In," kata si anak muda. rperjalanan kita masih ada kira satujam, Kupikir untuk siang-siang mencari pondok."

"Terserah " sahut si nona, "Tapi kau lihat sendiri, hari ini ada banyak orang Rimba persilatan yang pada menuju ke Keen beng, Kau dengar suara kuda dibelakang "

Si pemuda berpaling kebelakang, ia lantas melihat debu mengepul tebal dan tinggi, di sana terdapat beberapa penunggang kuda yang lagi kabur mendatangi. Bersama sinona ia lantas minggir untuk memberi lewat pada mereka itu.

Itulah enam penunggang kuda yang kuda nya tinggi dan nampak berduka bahkan yang besar, tetapi penunggangnya satu lagi memegangi seorang muda bermuka pucat pias yang tubuhnya berlepotan darah.

"Encie In. kembali pertempuran-" kata si pemuda. "Mungkin dibelakang mereka ini ada pengejarnya "

"Beginilah sikapnya seorang jago" kata si nona bersenyum, "Bukankah pertempuran itu umum, apa pula disini didalam wilayah selatan yang lagi keruh dan panas suasana nya? Kenapa kau menjadi bingung tidak keruan- " Pemuda itu bersenyum jengah.

Benar dugaan Tiong Hoa. segera terlihat datangnya barisan pengejar, yang terdiri dari belasan penunggang kuda. selagi lewat cepat, mereka itu memandang tajam muda mudi ini.

"Hebat" Tiong Hoa berseru tiba-tiba, "Di antara mereka itu ada orang Koa Kee Po. Mari kita susul dan melihatnya"

Si nona menjadi heran, pemuda itu agak jeri tetapi toh usilan.

"Adik Hoa, kau usil" kata ia. "Kau tahu, akan banyak timbul kepusingan karenanya" si pemuda tertawa.

"Aku akan jadi si penonton saja" kata-nya. "Aku akan tak turun tangan "

In Nio kewalahan maka ia menurut untuk menggeprak lari kudanya.

Tapi mereka lantas kehilangan orang-orang didepan itu. jalanan disitu memang tak rata tinggi rendahnya, Terpaksa mereka berjalan terus. Ketika akhirnya mereka tiba dikota Tin-leng. hari masih siang, Berisik kaki kuda mereka ketika mereka berjalan dijalan besar yang tertabur batu lempengan.

"Encie, lihat" tiba-tiba Tiong Hoa berkata perlahan tangannya menunjuk.

In Nio menoleh, Disebelah kiri, ditepijalan, tertambat banyak kuda yang lagi makan rumput dalam rombongan, itulah kuda dari dua rombongan tadi, Merasa heran orang mengambil satu tempat persinggahan mereka pun lantas menghampirkan-

Disitu ada sebuah rumah penginapan jongosnya sudah lantas keluar menyambut tetamu muda mud i ini. memberi hormat terus dia memegangi les kuda.

Ruang depan penginapan itu besar dan luas, mejanya belasan biji, delapan diantara nya sudah ada tetamunya. Rombongan dari belasan orang tadi memborong dua buah meja bundar yang besar.

Karena mereka memakai topeng, Tiong Hoa dan In Nio menarik perhatian para tetamu. Mereka tidak menghiraukannya. dengan tenang mereka memilih meja. Lantas mata Tiong Hoa menyapu kesekitarnya, segera dia nampak tercengang.

In Nio turut melihat kearah pandangannya si pemuda, sasararan mereka yalah si orang tua yang di Hoa- kie tadi mereka ketemukan, yang menyapa mereka mengenai Keng Kioe Houw.

Juga si orang tua tengah mengawasi mereka, matanya bersinar dingin, senyumannya tawar. Tiong Hoa dan si nona tidak mau mengawasi orang, si anak muda lantas memanggil jongos meminta arak dan barang makanan.

Hanya sebentar, didalam rombongan belasan penunggang kuda terdengar seorang berkata: "Tadi malam rumahnya bangsat tua she Keng di Hong Hoo Cioe telah disateroni musuh-musuhnya, Diluar dugaan bangsat she Keng itu yang namanya menggetarkan wilayah selatan telah berhasil meloloskan diri dan lenyap tanpa bekas-bekasnya"

"Yo Loo-jie, beginilah biasanya kau, mulutmu seperti tidak ada perintangnya" menegur seorang yang lainnya, "Kau tahu tempat ini tempat apa? Kita masih mempunyai urusan kita sendiri, buat apa kita bicara dari hal yang tidak ada perlunya?"

Tiong Hoa mendengar itu, hatinya terkejut Teranglah tiga orang yang diketemukan didalam paseban itu bukan- orangnya Kong Kioe Houw. sebaliknya merekalah mata- mata musuhnya Kioe Houw, Kalau benar seperti katanya si Yo Loo-jie ini, pastilah sudah, keluarga Kong itu telah mengalami bencana. Maka ia lantas melirik In Nio. Nona In seperti tak menghiraukan, dia menyingkir dari lirikan kawannya itu. Tiong Hoa seperti tak berdaya, kembali ia menoleh kepada belasan orang itu.

Belasan orang itu lantas tak berbicara pula, mereka minum dengan mata mereka sering-sering diarahkan kepintu, Teranglah mereka lagi meng harap- harap penunggang kuda yang berenam itu.

Diam-diam Tiong Hoa memperhatikan mereka itu.

Karena ini ia menunda memikir untuk pergi ke Hong Hoo Cioe. Si orang tua juga minum araknya dengan tenang, Tempat duduknya itu yala h disamping pintu dari ruang dalam.

Disaat itu, semua ruang sepi sekali, sinar matahari layung masuk kedalam ruang itu. Cuma diluar kadang kali terdengar ringkiknya kuda,

Ketika telah tiba saatnya api dinyalakan, jongos rupanya lupa kepada tugasnya, kesunyian membuat dia menyender saja dimeja tukang uang.

Tak lama maka dua diantara belasan orang itu berbangkit Dengan mengangkat kepala dengan tindakan lebar, mereka menuju ke-dalam, sikap mereka acuh tak acuh, Tepat lewat lima kaki dari si orang tua mendadak mereka memutar tubuh mereka.

Lalu dengan mendadak juga mereka menyerang orang tua itu, yang diarah dada dan perut nya. Mereka itu meluncurkan masing-masing lima buah jari tangannya, Mereka bergerak sangat cepat.

Orang tua itu nampak tenang seperti biasa ia tak terkagetkan serangan tiba-tiba itu, Dengan sebat ia meringkaskan dada dan perutnya, Ditarik mundur sedikit, sebaliknya dua buah tangannya diluncurkan kedepan

segera juga terdengar teriakan yang menyayatkan hati. Tubuhnya dua penyerang itu terpental mundur, roboh menggabruk di depan mejanya tukang uang, dimana kedua nya lalu berkoseran dan rintihannya terdengar terus. Tangan mereka bengkak dan merah, dari lubang-lubang keringatnya ke luar darah hitam.

Si orang tua sendiri duduk tetap dikursinya, ia minum araknya dengan tenang, seperti telah tak terjadi sesuatu, sebaliknya sisa belasan orang itu terpentang mata dan mulutnya disebabkan kaget dan heran-

Kedua orang yang berkoseran itu merintih terus, hanya rintihannya makin lama makin perlahan, mereka juga berkoser makin lemah.

Akhirnya siraplah suara mereka, berhentilah bergeraknya tubuh mereka itu. sekarang jiwa mereka sudah melayang, tinggal muka mereka yang nampak menakuti.

ooooo BAB 22

TIONG HOA juga TERKEJUT.

"Hebat orang tua ini." pikirnya, "Dia nampak lemah, siapa tahu dia liehay sekali, Kenapa dia berlaku begini teleng as? Mungkinkah diantara mereka ada permusuhan besar?" Karena ini, ia menjadi mengawasi orang tua itu.

Jongos " kemudian terdengar suara si orang tua. "Cuaca sudah gelap. kenapa kau masih belum memasang lampu? Apakah kau hendak membikin aku si tua memasuki arak ku kelobang hidungmu ?"

"Ya, ya " sahutnya, terus dia pergi mengambil api.

Belasan orang yang menjadi kawannya ke dua penyerang yang naas itu mendusin dari kagetnya, mereka lari memburu kepada mayat dua kawannya itu, untuk disambarkan dibawa lari, sama sekali mereka tak menoleh lagi kepada si orang tua. Habis itu terdengar suara larinya kuda yang berisik, lalu sepi pula.

sekarang ini api telah dinyalakan, Ruang depan dan ruang dalam menjadi terang, Kecuali dua buah meja dari belasan orang itu, yang sudah ditinggal kosong, masih ada tetamu-tetamu dari enam meja yang lainnya. Heran semua tetamu itu, walaupun peristiwa hebat sekali, mereka semua berdiam saja, mereka repot dengan arak mereka sendiri, Tak usilan mereka, tak tertarik perhatian mereka.

Seberlalunya rombongan itu, dari dalam kamar terlihat munculnya seorang usia pertengahan yang ringkas dandanannya, Dia bermuka bersih berewoknya pendek. matanya bersinar les uh. Dia menghampirkan si orang tua, untuk menanya perlahan: "Apakah mereka sudah pergi ?"

Si orang tua menggeleng kepala.

"Mereka pergi buat sementara waktu saja," sahutnya, "Begitu lekas pemimpin mereka sampai, mereka bakal melakukan penyerbuan. Maka itu kamu berjaga-jagalah dengan seksama.

Dia mengerutkan alis lalu menambahkan: "Dua orang yang aku si orang tua minta bantuannya ditengah jalan masih belum tiba, entah kenapa, Pihak sana mempunyai banyak pembantu yang lihay, seorang diri saja sulit aku memecah diri." orang usia pertengahan itu melirik pada Tiong Hoa berdua,

"Aku bersyukur atas bantuan kau loocianpwee," katanya pula, tetap perlahan, "Karena bantuan loocianpwee, dari Hokkian kami sampai disini dengan tidak kurang suatu apa. Asal kita memasuki wilayah Inlam, aku percaya Tayhiap Pouw Liok It tidak akan duduk diam bertopang dagu saja tanpa membantu kita, Pouw Tayhiap sahabat kekal dari loo-sancoe pasti tayhiap telah mendengarnya, hanya sayang belum nampak ia mengirim bantuannya..." orang tua itu tertawa tawar. "Dia repot dengan urusannya sendiri, mana sempat dia mencampuri urusan kita?" katanya, "Kita harus mengandal kepada diri kita sendiri, Kita terancam bahaya, syukur la h apabila kita dapat menghindarinya. ia menyapu keseluruh ruang untuk berkata pula: "Mereka itu tak perlu berkumpul disini, baiklah kita disebar kepelbagai tempat gelap, supaya begitu lekas mereka melihat sesuatu, lantas mereka memberikan isyarat mereka."

Mendengar suara si orang tua, semua tetamu dari enam meja itu lantas pada bangun untuk terus berjalan keluar.

Melihat demikian baru Tiong Hoa tahu bahwa orang kawannya si tua ini.

si orang usia pertengahan sudah lantas kembali kedalam, hingga disitu tinggallah si orang tua sendiri, Dia tunduk. agaknya dia lagi berpikir.

Tiong Hoa kata dalam hatinya: "Benar-benar keruh suasana disini.." ia lantas berpaling kepada kawannya, ia mendapatkan In Nio repot dengan sumpitnya, untuk memasuki nasi kedalam mulutnya, Maka iapun makanlah.

“Jongos." ia memanggil, setelah mereka dahar cukup, " apakah ada kamar yang bersih?"

"Ada, ada" sahut jongos, gegap. "silahkan tuan berdua turut aku."

In Nio berbangkit lebih dulu, Tiong Hoa mengikuti.

Setibanya didalam kamar, habis jongos menyediakan teh dan mengundurkan diri, si nona kata pada kawannya: "Adik Hoa"

"Meski ilmu silatmu lihay, pengalamanmu kurang sekali, seharusnya kau mengenal lebih banyak selak- seluknya dunia Kang ouw atau Rimba Persilatan, kau mesti pandai melihat selatan guna membedakan satu dari lain, Kekeliruan akan berarti penyesalan. Tak ada faedahnya menimbulkan permusuhan tanpa alasan, Adik, andaikata kau ketarik hati, baiklah kau menyelidiki dulu supaya kau dapat membantu pihak yang tepat."

Tiong Hoa mengangguk seraya bersenyum, ia menginsafi kebaikan si nona.

"Aku tahu encie tak menghendaki aku mencampuri urusan luar," katanya, "Aku juga cuma ingin melihat keramaian saja.."

"Nah, kau pergilah" katanya, jangan sembarang memperlihatkan diri supaya kau tak mendatangkan salah paham, Aku sendiri ingin merebahkan diri."

Si nona lantas mengibas memadamkan lilin hingga kamarnya menjadi gelap.

Tanpa ayal, Tiong Hoa pergi keluar, untuk terus naik kegenteng, ia mendapat kenyataan seluruh hotel telah terbenam dalam kegelapan dan kesunyian. syukur untuknya ia telah biasa dengan tempat gelap, ia berdiri diam diatas genteng, ia menduga-duga dimana adanya rombongan penumpang kuda yang enam itu.

Tengah berdiam itu ia melihat dua bayangan berkelebat sejarak sepuluh tombak. Dengan sehat ia lompat untuk menyembunyikan diri, atau ia lantas dengar jatuhnya senjata rahasia kegenteng dimana barusan ia berdiri, Dua kali suara itu berbunyi. Meski ia heran, ia toh mengagumi lihaynya sipenyerang itu. sudah matanya awas, serangannya tepat, Kalau ia tidak keburu menyingkir, pasti ia akan jadi kurban. Dua penyerang itu berdiri diam diwuwungan depan. "Ah, apakah mataku kabur?" terdengar yang satu kata perlahan. Kenapa aku tidak melihat dia?"

"Hus". sahut yang lainnya, " Hati- hatilah"

"Kalau pihak sana lihai sekali, sekarang masih siang, kita j angan membikin kaget orang disekitar kita.

Loocianpwee mengatakan bahwa sepasang muda-mudi tadi mencurigai, entah mereka musuh atau bukan, kita dipesan jangan menyebabkan mereka gusar, Bayangan barusan mungkin juga mereka itu adanya "

"Apakah bala-bantuan Lo Loocianpwee sudah datang

?"

"Ya." jawab sang kawan-

"Tadi baru datang yang satu. Katanya dialah sin Hong

sioe soe Kim som."

Tiong Hoa melengak.

"Eh, mengapa dia datang ke selatan ini?" tanyanya dalam hati.

Dua orang itu tidak berdiam lama, lantas mereka melenyap ke selatan.

Tiong Hoa terus berdiam, matanya melihat kelilingan, sekitarnya tetap gelap dan sunyi.

Baru kemudian muncul juga sinar rembulan yang sangat guram, Ketika terdengar tanda waktu tiga kali ia melihat bayangan-bayangan muncul dari empat penjuru wuwungan-Hanya sejenak semua bayangan itu lenyappula.

"Nampak mereka semua gesit sekali." pikirnya, "Kalau mereka semua musuh, mereka benar-benar liehay."

Baru berpikir begitu atau Tiong Hoa mendengar suara pintu kamar dibawahannya terbuka, terlihat dua orang bertindak keluar, berdiri dimuka kamar yang menjadi satu pekarangan terbuka yalah pelataran dalam rumah, R^ta-rata mereka itu sudah berusia limapuluh lebih, matanya tajam. Yang satu memiliki hanya sebelah tangan kanan, ujung tangan bajunya yang kiri berkibaran-

"Syukur lukanya siauw-sancoe mendingan," kata si tangan satu itu, "cuma didalam tempo yang pendek tak dapat ia sembuh seluruhnya, ia mesti dijaga jangan gusar, nanti darahnya bergolak dan mandek. Paling benar ia jangan ketahui sebala kejadian sekarang..." 

"Saudara Coei," kata orang d is isinya, "orang itu sudah datang Apakah kau tidak mau menyambut sahabatmu?" si tangan satu tertawa.

"Siang-siang tela^ aku melihatnya" sahutnya. Lalu dia kata nyaring: "Hanya aku kuatir sahabat baik kita tak sudi memperlihat kan dirinya, hingga sulit untuk aku Tok Pie Leng-koan menyambutnya."

Baru berhenti suara itu, sambutan telah datang dalam rupa tertawa dingin, datang nya dari sebuah pohon gouw-tong, dari mana terdengar pula kata-kata ini: "coei Leng-koan, apakah belum cukup kau mengicipi kepahitan selama beberapa hari ini beruntun- runtun? jikalau aku si

tua menjadi kau. pasti siang-siang sudah aku menarik diri Menurut nasihatku, sekarang ini masih ada ketika untuk kau melepas tangan-.." Si tangan satu mengawasi kepohon gouw tong yang cabang dan daunnya lebat itu.

"Oh, kiranya disana saudara Liap Hong gelar ok coe Pong yang pandai berakal muslihat" kata dia tertawa, "pantas segala daya upayaku menjadi sia-sia belaka, aku seperti membentur tembok kokoh kuat" Dia hening sejenak lantas dia kata pula keras: "Saudara Liap^ sebenarnya kau bermusuh apa dengan Kang san-coe? Bukankah Kang san-coe telah menutup mata? Bukankah dengan kematian berarti permusuhan habis sudah? Apakah faedahnya untuk Liap Hong buat dia ingin membasmi pohon berikut akarnya?

orang diatas pohon itu tidak lantas menjawab, sebaliknya dia lompat turun, untuk berdiri didepan si tangan satu itu yang di panggil she coei gelar Tok Pie Leng-koan, si Hakim bertangan Tunggal.

Tiong Hoa melihat seorang bertubuh kecil dengan kepala besar, kepalanya lanang dan tak berkumis. Dia mengawasi tajam kepada si tangan satu dan kawannya, baru dia kata dalam:

"Sudah banyak tahun kita tidak bertemu. kiranya Coei Leng-koan masih tetap angkuh danjumawa, kau membuatnya aku si orang tua kagum Tapi marilah kita bicara urusan kita, urusan sekarang ini Bukankah kau telah ketahui baik duduknya hal ? Tee In san-coe d ibenci pemerintah Ceng, dia terbinasa dalam kepunganny a sembilan belas jago dari istana, syukur aku si orang tua menggunai akal maka sancoe kamu yang muda telah dapat lolos dari bahaya jikalau aku mau membasmi pohon sampai kepada akarnya, sepuluh sancoe juga  pasti telah berangkat rohnya ke negara setan, mana sancoe kau itu dapat hidup sampai saat ini?"

"Tapi inilah namanya budi menagih budi" kata sitangan tunggal. "Pikiran itu harus dibikin mati "

Ok-Coe-Pong Liap Hong si "Thio Liang Jahat" tertawa besar, suaranya itu berkumandang meny era mka n.

"Liap Hong, kau tertawakan apa ?" si tangan satu menegur, gusar. "Aku mentertawakan kau " kata Liap Hong, yang berhenti tertawa, Kau harus ketahui, yang sekarang ini menghadapi kau bukan cuma aku si orang she Liap sendiri, maka itu kau haruslah menginsafi bahaya Untukku guna menyingkirkan ancaman malapetaka itu, cukup asal kau minta siauw-sancoe memberi pinjam padaku gelang kemala Han-peksgiok yang tahun dulu itu di hadiahkan kepadanya oleh cit chee cioe Pouw Liok It"

Sebelum sitangan satu menjawab, dari kejauhan terdengar tertawa dan perkataan yang dingin ini: " Liap Hong janganlah kau merasa terlalu pasti dengan hitungan kau jikalau bukannya kau yang saban-saban merintangi, mana dapat si bangsat kecil she Kang hidup sampai sekarang ini? Ketahui oleh kau kota sengkeng kwan yalah kota Hong-touw-shia untuk kamu satu orang juga jangan harap lolos orang she Liap kau pun terhitung diantaranya"

Tidak menanti suara orang berhenti, Liap Hong sudah membentak: "siluman tua jangan banyak lagak Masih belum ketahuan akanjangan bakal terjatuh ditangan siapa "

“Menurut aku si orang she Liap justeru kaulah yang sekarang lagi menghadapi hukuman picis, otot-otot putus lamanya tujuh hari selama kau belum putus jiwa" Liap Hong terus tertawa dingin.

Kata-kata itu tidak memperoleh sambutan maka itu selang sekian lama, orang she Liap ini mengawasi pula si tangan satu, guna tertawa tawar dan berkata lagi: "sekarang ini disekitar hotel ini telah datang tak sedikit musuh aku si orang tua akan menggunai akal, tidak dengan tenaga kekerasan Nah, sampai ketemu pula" Tiong Hoa kagum untuk ilmu ringan tubuh orang she Liap itu. Kemudian ia kata dalam hatinya: "Dalam ribuan lie mereka mengejar si orang she Keng, tak lebih tak kurang maksudnya untuk sebuah gelang kemala Entah, mustika apakah itu hingga gelang itu ada harganya untuk dipakai mengadu jiwa? Coba aku menjadi si orang tua tangan satu ini, pasti aku sudah menasihati si orang she Keng untuk melepaskannya. Buat apa karena kemala itu diri dibiarkan terancam bahaya dan setiap saat selalu ber kuatir saja?"

Melihat kepergiannya Liap Hong, orang tua bertangan satu itu berkata perlahan kepada orang tua disisinya : "saudara soen, aku si orang she Coei mau pergi, sebentar saja aku akan kembali, Aku minta sukalah kau berlaku waspada "

Habis berkata, ia bertindak pergi, ketika ia sudah sampai d i pojok tembok. mendadak dia memutar tubuh nya dengan gesit, untuk dengan hebat me lakukan penyerangan.

Hampir berbareng dengan itu, satu tubuh melesat keluar dari pojok yang gelap itu, Tubuh itu melesat sambil tertawa lebar, terus dia lompat keluar dari tembok pekarangan dalam itu.

Si orang tua yang dipanggil she soen itu tertawa. "Saudara Coei, buat apa kau bekerja dengan menuruti

suara hatimu itu?" kata dia. " walaupun kau liehay, apakah kau dapat perbuat?"

Si tangan satu berpaling kepada orang she soen ini, sinar matanya menandakan dia gusar bercampur bimbang, Baru sesaat kemudian ia berkata perlahan : "Aku Coei Kiat Him, sedari siang .siang telah aku melihat kau soen Loen Teng orang macam apa, semenjak jalan aku telah menerka hatimu karena kau suka berpeluk tangan menyaksikan saat-saat yang berbahaya, jikalau terkaanku tak keliru, kau juga datang untuk mendapatkan gelang kemala itu sungguh tidak disangka dikolong langit ini boleh ada orang semacam kau yang sakit didalam hatinya"

Disenggapi demikian, orang she Soen itut tidak menjadi jengah atau gusar, dia cuma tertawa tawar, Kata dia: "saudara Coei, hari ini tabiatmu berubah lain sekali. Mana dapat kakakmu beranggapan seperti kau? Kau harus ketahui, sekarang ini siapa juga jangan mengharap yang dia akan dapat pulang dengan masih hidup, Begitu berkata, dia memutar tubuhnya untuk kembali kedalam. Tiba-tiba tubuh Coei Kiat Him bergerak lalu dia menghadang didepan Loen Teng.

"Saudara Soen, kau mau pergi kemana?" dia tanya sembari tertawa tawar. Loen Teng berhenti bertindak, ia tidak menjawab.

Tiong Hoa mengawasi. Tak tahu ia dua orang itu musuh atau kawan satu pada lain. Aneh sikapnya si orang she Soen.

"Musuh besar belum dapat disingkirkan, kau dan aku hendak berperang saudara." kata Loen Teng kemudian, "kalau warta tersiar dalam dunia Kang-ouw, pasti kita bakal jadi buah tertawaan orang. Karena kita bercita-cita lain malah aku dicurigai, aku pikir baiklah kita berpisah siang-siang saja." "Aku lihat lebih baik kau jangan pergi." kata Kiat Him.

Soen Loen Teng melihat orang menggeraki sedikit tangan kanannya, matanya lantas terbuka tebar, dengan keras dia berkata: "Biarnya pukulan udaramu kesohor lihai sebagai si pengejar arwah dalam seratus tindak, aku si orang she soen tidak jeri terhadapmu jikalau aku bukannya mengingat kebaikan sancoe tua semasa hidupnya, tak nanti aku dapat bersabar seperti ini"

"Segala kata-kata paisu" kata Kiat Him singkat.

Loen Teng gusar hingga mendadak ia meninju dada kawannya itu. ia mengguna i tipu silat "Awan keluar dari lembah."

Kiat Him sudah bersiap sedia, maka itu begitu diserang ia menyambuti, Mereka berdiri dekat satu dengan lain, tinju mereka beradu keras dan bersuara nyaring. Atas itu Kiat Him terhuyung dua kali dan Loen Teng terpental mundur tiga tindak. Didala m cuaca guram itu, keduanya lantas saling menyerang pula.

Selagi mereka bertempur seru, mereka mendengar tertawa dingin perlahan. Ked uanva kaget, lantas keduanya lompat mundur, Berbareng dengan itu satu tubuh yang besar berlompat turun diantara mereka, menolak keras sekali, hingga keduanya mundur pula dengan terpaksa.

Begitu menginjak tanah, dia maju kepintu kamar untuk menggempur, hingga dengan menerbitkan suara berisik, daun pintu menjeblak. Terus dia berlompat untuk masuk kedala m. Didala m kamar itu terlihat api berkelebat lalu padam, lalu orang itu lompat keluar.

Dengan berbareng Kiat Him dan Loen Teng maju menyerang orang tidak dikenal itu, yang datangnya secara mendadak dan berlalunya secara cepat sekali, orang itu menangkis dengan mengibas kedua tangannya, tubuhnya lolos, maka terus dia berlompat naik, terus dia melenyapkan diri,., Menyusul kepergiannya orang itu d iempat penjuru genteng terlihat beberapa bayangan yang pun terus menghilang.

Coei Kiat Him mengawasi kearah kemana orang menghilang, dia tertawa dingin tak hentinya. soen Loen Teng sebaliknya berdiam berpikir.

Tiong Hoa ditempat sembunyinya juga kaget dan heran, Anginnya gerakan orang itu demikian keras sampai mengenai ia yang lagi sembunyi sampai tubuhnya mesti dig era ki untuk menyingkir hampir dia jatuh dari pa yon, yang ia pegang i dengan keras, ia kuatir nanti kepergok dan tersangka jelek.

Ketika itu terlihat pula berkelebatnya dua bayangan orang, yang muncul dari wuwungan depan, Dua orang itu lompat turun ke-pelataran, Tempo Tiong Hoa sudah mengawasi, ia mengenali si orang tua sebagai sasterawan dan sin Hong sioe-soe Kim som. ia berdiam terus untuk memasang mata dan telinga.

si orang tua lantas berkata: "Rasanya malam ini bencana sudah lewat, Hanya tipu daya kita Tiga Liang Kecil kena mereka pecahkan syukur mereka tidak tahu, aku si orang tua telah menyembunyikan siauw-san coe dilubang yang keempat "

"Saudara Lo." kata Kim som. " Kenapakah mereka itu ketahui baik sekali tipudaya kau? Mungkinkah dipihakmu ada orang yang membocorkan rahasia?" Mendengar itu, Coei Kiat Him mengawasi soen Loen Teng, Dia tertawa dingin.

si orang tua dengan dandanan sasterawan seperti tak melihat gerak-geriknya dua orang itu, dia hanya menoleh kepada Kim som untuk memberikanjawa bannya, Kata dia:

"Sama sekali aku telah mengguna Habis semuanya tigapuluh enam akalku Dari sini kita akan pergi ke seng- keng- kwan ke-wilayah Inlam untuk itu kita membutuhkan tempo perjalanan delapan belas jam, jalanannya juga sukar sekali. saudara Kim, apakah kau mempunyai dayamu? Aku sendiri, aku sudah putus asa." sin Hong sioe-soe berpikir.

"Aku tidak mempunyai daya apa juga maka itu baik kita bertindak dengan melihat gelagat saja," sahutnya kemudian. "Ok-coe-Pong Liap Hong sangat banyak akalnya, dia sangat licin, dia pun dapat membunuh orang tanpa orang mengetahui apa-apa. sampai sebegitu jauh kau bisa menyingkir dari dia, Saudara Lo, kau sebenarnya cerdik seumpama Coe-kat Liang, sekarang kau minta akal dari aku. Tidakkah itu lucu ?" sasterawan tua itu tertawa.

"Aku bertindak menurut apa yang akupikir baik." katanya, "Aku mengguna i tombaknya menikam tamengnya sendiri sebenarnya ada yang ditakuti Liap Hong. Dengan membinasakan kita, dia tidak akan memperoleh kefaedahan. Dia sebenarnya mengarah gelang kemala Han-pek-giok " Kim som heran.

"Sebuah gelang kemala toh berharga cuma seribu tahil emas ?" katanya, " itulah benda yang umum, kenapa dia menghargai dan mengharapinya demikian sangat ?

Benar-benar aku tidak mengerti."

Orang tua itu menggeleng kepala, ia menghela napas. "Itulah rahasia dan yang mengetahuinya dipihak kami

cuma aku si orang she Lo sendiri," kata dia. "Dipihak sana yang mendapat tahu cuma Liap Hong bersama Kie soen berdua, Liap Hong terhitung satu rombongan, yalah dia bekerja sendiri, Kie soen sebaliknya memakai tenaganya belasan rombongan Rimba Persilatan, Mereka itu telah mencari tahu dimana adanya gelang kemala itu, atau beradanya ditangan siapa, akan tetapi masih menjadi teka-teki."

Berbareng dengan kata-katanya itu, orang she Lo ini bertindak bulak- balik, lalu mendadak tubuhnya mencelat kearah dimana Tiong Hoa lagi bersembunyi, menyambar dengan sepuluh jari tangannya yang kuat, inilah karena tadi ketika si anak muda bergerak. dia telah mendengar dan melihat, hanya sekian lama, dia waspada, dia menanti ketika untuk menerkam.

Tiong Hoa masih hijau tetapi pengalamannya bertambah setiap hari, lebih-lebih setelah dia terjeblos dalam perangkap di Yan Kee Po karena kelicikannya Pek Kie Hong. selanjutnya dia terus waspada, juga kali ini, sekarang dia insaf akan bunyinya pitutur-kata: jangan menyimpan hati mencelakai orang, jangan tak memiliki pikiran berjaga diri,." Demikian dia sudah menjaga diri ketika si orang tua mundar-mandir dengan persiapannya. Dia tidak berkelit hanya menyambuti dengan mengarah telapakan tangan penyerangnya itu.

Kaget si sasterawan melihat orang menyambut padanya, ia jugamelihat bahaya mengancam. ia membatalkan penyerangannya sambil ia lompat mundur, Diam-diam ia menyedot napas dingin.

Tiong Hoa tidak berniat mencelakai orang, ia pun tidak meneruskan serangan pembela an diri itu, hanya justeru ia ingin lompat menyingkir dilain pihak ia melihat Kim som berlompat menyerang menggantikan si sasterawan, Rupanya Kim som hendak membantu kawannya itu, ia tetap tidak mau memberi perlawanan ia meneruskan berlompat menyingkir dari serangan yang kedua ini.

Ketika itu Coei Kiat Him dan soen Loen Teng pun berlompat maju dengan serangannya, mereka dibantu si sasterawan, yang sudah maju pula.

Melihat bahaya mengancam itu, alis Tiong Hoa berdiri, hidungnya mengasi dengar ejekan. "HHm" ia tidak mau berkelit juga. ia lantas memasang kuda-kudaaya sembari mengibaskan kedua tangannya ia menangkis dengan tenaga tujuh bagian.

Dengan serempak ketiga penyerang itu terhajar mundur, mereka terpental beberapa tindak ketika kaki mereka mang injak tanah, debu mengepul disebabkan kerasnya mereka menancap kaki guna mencegah tubuh mereka terguling.

Kim som sementara itu sudah lantas menatap. ia melihat s uatu potongan tubuh yang rasanya ia kenali, yang entah dimana ia pernah lihat atau ketemukan.

si orang tua dengan dandanan sasterawan itu mengawasi tajam. dia tertawa dingin. Dia kata: "orang muda, siang-siang aku sudah melihat bayanganmu. maka itu aku mencurigai kau. Kau berani main gila mengintai kami, mana dapat kau dibiarkan saja? sekarang lekas bilang, apa maksudmu datang kemari? jangan kau nanti sesalkan aku si orang tua kejam" Tiong Hoa juga memandang tajam orang tua itu, ia bersenyum.

"Aku yang muda tidak percaya tangan kejammu dapat mengganggu sekalipun selembar rambutku" ia menjawab, "sebelum jelas kita musuh atau bukan, baiklah kau jangan sembarang membuka mulut melukai lain orang Aku yang rendah lagi dalam perjalanan, kebetulan tiba d is ini, kita justeru mengambil rumah penginapan yang sama, Tidak ada maksudku yang lain, kecuali aku ketarik hati dan ingin menonton kamu, perbuatanku ini perbuatan kurang hormat, maka itu suka aku menghaturkan maaf. Nah, perkenankanlah aku mengundurkan diri"

Habis berkata begitu, si anak muda memberi hormat, lalu ia bertindak lewat disisi soen Loen Teng.

Si orang tua heran mendengar kata-kata orang itu.

Tidak demikian dengan Loen Teng.

"Berhenti" dia membentak sambil mendadak dia menyerang, menyampok pundak si anak muda. sembari menyerang itu, dia mengajukan tubuhnya.

Tiong Hoa berjalan dengan waspada ketika ia diserang itu, ia lantas berkelit, ia mendengar bentakan, ia melihat serangan. sambil berkelit, ia meluncurkan tangan kirinya, guna menyambuti tangan kanan si orang she soen-

Hanya dalam sedetik itu, lengan Loen Teng sudah kena dicekal, dipencet jalan darahnya - kiok-tie-hiat. Dia kaget, tak dapat dia menarik pulang lengannya itu.Bahkan segera dia merasa lengannya kesemutan dan kaku, lenyap semua tenaganya. Dia mengawasi dengan mata melongo, mukanya pucat-pasi

Si sasterawan tua menjadi terperanjat, itulah sungguh diluar dugaannya Loen Teng bukan sembarang jago.

Karenanya ia menjadi berpikir: "Dengan munculnya anak muda yang-liehay ini, mungkin kemala Han-peksgiok tak akan dapat dilindungi pula." Karenanya ia menjadi nekad juga. Dengan tiba-tiba ia menyerang pula, ia bertempat sambil menggunai kedua tangannya.

Tiong Hoa melihat ia diserang pula, ia menjadi gusar, ia memutar tangan kanannya hendak ia menggunai ilmu "Ie Hoa ciap Bok" dari Ay sian dari see-Hek. Justeru itu Kim som berteriak: "jangan saudara Lo orang sendiri "

Orang tua itu mendengar teriakan, dia masih sempat membatalkan serangannya, Dia lompat menyingkirjauhnya dua tombak. Meski begitu, dia mengawasi tajam. Dia heran sahabatnya baru mengenalinya.

Mendapatkan Kim som sudah mengenali ia, Tiong Hoa melepaskan cekalannya kepada lengannya soen Loen Teng, yang tadi ia pegang terus. sin Hong sioe-soe lantas menghampirkan-

"Semenjak perpisahan kita dikota Kim-leng, aku tak sangka bahwa disini kita dapat bertemu pula, siauwhiap" kata dia sambil tertawa, "Akupun girang sekali melihat ilmu silat kau maju begini pesat sungguh kau harus diberi selamat sekarang ini dimana adanya muridku? Mengapa dia tidak ada bersama-sama siauwhiap?"

"Kim Loocianpwee, apakah kau banyak baik?" Tiong Hoa membalas. "Tentang muridmu, jangan loocianpwee buat kuatir dia sekarang ada pada kakak angkatku"

Baru berkata begitu, anak muda ini mendengar siulan nyaring yang terbawa angin, lantas ia kata pula: "sekarang ini bukan saatnya untuk berbicara, Maafkan aku, besok pagi saja kita bertemu pula" Lalu kata kata itu ditutup dengan ia mencelat keatas genteng dimana ia lenyap. Kim som tercengang, bukan buat perginya orang, hanya untuk lompatannya itu-

Lompatan dari ilmu ringan tubuh yang luar biasa mahir. Tidak lama ia berdiam, ia menoleh kepada si orang tua dan kata: "sayang telah terbit salah paham ini, Kalau tidak, andaikata dia dapat membantu kita, alangkah besar faedahnya, Tapi..." Mendadak ia ingat suatu apa, lantas ia berhenti bicara terus. si sasterawan tua heran-

"Siapa dia, saudara Kim?" ia tanya, "Kenapa dia lantas pergi? Aku merasa dia mencurigai."

Kim som melengak, ia melihat Soen Loen Teng berlalu dengan diam-diam dan coei Kiat Him mengintili orang she soen itu, ia melengak sebentar, terus ia bersenyum.

"Orang yang harus dicurigai bukan dia," hanya soen Loen Teng kata ia kemudian, "Dia barusan mendengar siulan, dia pasti menyangka kepada musuh kita, karena dia tak ingin terlibat dalam urusan kita ini, dia lantas mengundurkan diri." orang tua itu mengerutkan alis. Dia masih tak mengerti.

"Kau bicara separuh-separuh saudara Kim," katanya, "siapa dia sebenarnya? Aku ingin minta kan suka memberitahukan aku, supaya aku tidak bersangsi lagi."

"Saudara Lo." kata dia, "dialah si orang she Lie yang selama paling belakang ini namanya telah menggemparkan sungai Besar bagian selatan dan Utara." orang tua itu kaget sampai dia mundur setindak.

"Apa?" katanya, "Apakah maksudnya maka dia datang ke selatan ini?" Kim som menatap kawan itu.

"Saudara Lo, pernahkah kau dengar peristiwanya di Kwie In Chung?" ia tanya "Kwie Lam ciauw ketakutan dan kabur, kalau tidak dia bisa celaka. Dia menyingkir kepada Cit-chee-cioe Giam-ong-leng Pouw Liok It. sekarang ini Lie siauwhiap lagi mencari Lay Kang Keen Pouw."

Mukanya si orang she Lo berobah, ia menarik ujung baju sin Hong sioe-soe.

"Saudara Kim, mari" ia mengajak. "Mari kita cari tempat sepi dimana kita dapat membicarakan soal sulit ini."

Kim som menurut, Maka larilah mereka ketempat gelap.

Tiong Hoa kembali kekamarnya, Didepan pintu itu ia berhenti, untuk menghela napas, ia mengangkat kepala memandangi puteri Malam yang saban-saban dialangi sang mega. sang angin membawa harumnya bunga, yang membikin orang merasa hatinya terbuka.

Selang sesaat anak muda ini menghampirkanpintu buat mengetuk perlahan dua kali lalu ia pun memanggil "Encie In "

Hanya sebentar. didalam kamar terlihat api berkelebat lalu In Nio membuka pintu.

Si anak muda nyeplos masuk. la melihat rambut sinona kusut, matanya kesap-kesip. mukanya tersungging senyuman. "Kau dapat pulas, encie In," kata ia "Bagus"

Si nona sudah lantas duduk menyender dipembaringannya, tangannya menunjang dagu.

"Bagus seperti kau, si usilan " kata nona itu. "Kau

mirip anjing si tukang kejar si buntut panjang, kau menyia-nyiakan ketika- mu semalaman. Lihat bajumu penuh debu. Kemana kau telah pergi?" "Ramai juga." katanya. Lalu ia menuturkan kejadian barusan diluar. In Nio mendengari, ia berpikir.

"Kalau begitu, sekarang tak dapat kau menaruh dirimu diluar garis," katanya kemudian. si pemuda nampak heran.

"Kenapa?" tanyanya.

Nona Cek mengawasi ia melihat orang masih memakai topeng.

"Buat apa kau masih memakai topengmu?" katanya, mengerutkan alis.

Tiong Hoa tertawa, ia menyingkirkan topengnya. "Encie In, mengapa kau bilang aku tak dapat lagi

berdiri diluar garis?" tanya ia, ia nampak masgul. In Nio menatap. ia bersenyum.

"Kenapa kau nampaknya gelap?" kata dia, "sekarang ini gelombang Rimba persilatan disebabkan tak lebih tak kurang oleh tiga soal besar, yang satu sama lain ada sangkut pautnya."

"Apakah itu?" pikir si anak muda heran-

"Kau dengar," In Nio melanjuti, "Mari pertama kita bicara dari hal Ngo-sek Kim Bo milik Souw Siangsie yang dirampas Yan Hong, Tahukah kau bahwa kau tersangkut dalamn. Bukankah Hoan-Thian-Ciang Yan Loei serta anaknya, Yan Hong itu, tak keruan parannya? Pernah mereka pergi ke-benteng air ditelaga Tong Teng ouw, lantas mereka pergi pula. Karena itu Im San Sioe-soe guru dan murid pergi merantau mencarinya."

"Tentang Ngo-sek Kim Bo. aku tak tahu menahu," kata Tiong Hoa setelah berpikir "Melihatnya pun aku belum pernah, Bagaimana aku tersangkutnya?" In Nio tertawa. "Masih ada yang ke-dua?" katanya, itulah halnya cangkir kemala Coei In Pwee berasal dari Khoten, Bukankah kau tak dapat menyangkal kau tersangkut dalamnya?"

Tiong Hoa melengak, lantas ia tertawa.

"ltu juga tidak ada hubungannya denganku" katanya. "Kebetulan saja aku melihat keruwetan urusan cangkir itu." ia menatap si nona.

Muka si nona merah. ia agak jengah, "Sekarang yang terakhir: Lay Kang Koen Pouw" katanya pula, "Kitab itu oleh Kwie Lam Ciauw telah diserahkan kepada Pouw Liok It, sekarang kitab itu menerbitkan gelombang. orang berlomba ingin memilikinya.

Dan kau satu diantaranya yang turut mengambil bagian, Barusan kau lihat sendiri apa macamnya perbuatan itu."

Tiong Hoa menggeleng kepala.

"Mereka mencari kemala Han-pek-giok." katanya, "itulah bukan soal kitab."

In Nio tertawa.

"Tolol" katanya, "Dapatkah kau bilang kemala Han-pek giok tak ada hubungannya dengan kitab Lay Kang Keen Pouw? Kalau begitu kenapa mereka itu mengejar-ngejar dan tak takut mengadu jiwa karenanya?"

Baru sekarang Tiong Hoa sadar. Mengertilah ia sekarang ketelitian si nona yang dapat memikir demikian jauh, soal satu dihubungi dengan yang lain, ia jengah sendirinya.

Selagi mereka berdiam sejenak itu dengan sekonyong- konyong si anak muda melihat paras si pemudi berubah, dia mengangkat tangannya kerambutnya untuk mencabut tusuk kondeinya, dengan dua jerijinya dia sentilkan itu kejendela.

Hebat perhiasan rambut itu yang terbuat dari batu kemala hijau, yang melesat menembuskan kertas jendela, menyusul mana dari luar terdengar tertawa yang nyaring, lalu terdengar pula suara gembira dari Kim som: "Nona, hebat tanganmu jikalau aku si orang she Kim tidak bersiap sedia, pasti ulu hatiku tembus karenanya Lie siauwhisp sukakah kau mengijinkan seorang tetamu yang tidak diundang menjengukmu?"

Tiong Hoa mengenali sin Heng sioe-soe.

"Oh, Kim Locianpwee?" katanya, "Tunggulah, aku nanti membuka pintu" Anak muda ini menuju kepintu, In Nio sebaliknya masuk kekamar sebelah.

Kapan Tiong Hoa telah mementang daun pintu, ia melihat dibelakang Kim som, si orang tua yang dandan sebagai sasterawan hingga ia menjadi melengak. si orang tua bertindak maju, untuk memberi hormat.

"Lie Siauwhiap. maaf aku berkunjung malam-malam." katanya agak jengah. "Terpaksa aku mengganggu tidurmu karena adanya urusan yang penting, yang memaksaku berbuat begini. Aku pun mohon maaf buat kelakuanku tadi."

Tiong Hoa cepat membalas hormat.

"Tidak apa," katanya bersenyum. silahkan masuk, Maaf disini tak dapat aku melayani jiewie sebagaimana layaknya." Kim som mendahului masuk.

"Itu pun tak perlu" katanya tertawa, ia menyesapkan tusuk konde ke tangan si anak muda. Tiong Hoa menyambuti sambil bersenyum ia simpan dalam sakunya. setelah si orang tua turut masuk. bertiga mereka duduk bersama.

"Tuan ialah Loosoe Lo Leng Tek gelar sin Kle sin she dari Tay in san" Kim som lantas memperkenalkan kawannya. Lo losoe tidak muncul dalam dunia Kang ouw akan tetapi ialah satu guru besar, terutama kecerdikannya sangat termashur, Tidak demikian mana dapat Lo Loosoe lolos dari akal muslihatnya Ok-Coe-Pong Liap Hong."

Keduanya saling memberi hormat pula.

"Aku merasa beruntung dengan pertemuan ini." kata Tiong Hoa. "Entah Lo Loosoe hendak memberi pengajaran apa padaku, aku bersedia mendengari."

"Saudara Kim cuma memuji saja," kata Leng Tek merendah "harap siauwhiap jangan dengari dia." Ketika dia itu meneruskan bicara, paras orang tua ini nampak berduka. Kata ia:

"Sancoe dari Tay in San sebenarnya turunan Kerajaan Beng, dia tinggal di gunung Tay In san untuk menyembunyikan diri sudah sekian lama sancoe hidup damai atau ia tidak beruntung telah mempunyai seorang murid durhaka. Murid itu telah melakukan kecabulan, sancoe gusar dan menegurnya. Dia melarikan diri, Kemudian ternyata dia bekerja didalam istana raja, jahatnya ialah dia memfitnah sancoe katanya sancoe bercita-cita berontak. Karena itu Cit-hongcoe, putera raja yang nomor tujuh sudah mengirim sembilan belas wie soe mengepalai tentara negeri menyerbu Tay In san. sancoe sudah berumur sembilan puluh tahun, dia sudah tawar hatinya, dia lantas menitahkan aku si orang tua melindungi siauw sancoe untuk menyingkir ke Hok Liong Thoa, Koen-beng. Diwaktu mau berangkat, kami telah dibekali sebuah gelang kemala Han-pek-giok "

"Rupanya gelang itu ada hubungannya dengan Lay Kang Koen Pouw," kata Tiong Hoa.

"Benar," sahutnya, "Benar seperti katanya si nona barusan-"

Mendengar itu, tahulah Tiong Hoa bahwa mereka ini sudah lama mendengari pembicaraannya dengan In Nio.

Kim som lantas berkata, jengah: "inilah soal penting sekali, soal mati dan hidup, Aku minta diberi maaf yang kami sudah mendengari pembicaraan siauwhiap berdua."

"Tidak apa, locianpwee," kata Tiong Hoa.

Lo Leng Tek menyambungi keterangannya: "Aku si orang tua melindungi siauw-sancoe meninggalkan gunung dengan tergesa-gesa. Begitu kita memasuki wilayah Kie-tang, kita mendengar kabar buruk perihal loo-sancoe telah roboh sebagian kurban-..."

Tanpa merasa, jago tua itu mengucurkan air mata, akan tetapi segera ia memperlihatkan wajah sangatgusar.

Tiong Hoa terharu melihatnya.

Dengan masih terisak Lo Leng Tek berkata pula: "Manusia durhaka itu bernama Bouw sin Gan, kedudukannya sebagai pembantu utama dari loo-sancoe. Dia tertarik hatinya oleh nyonya mantunya loo-sancoe.

Ketika dia mau melakukan perbuatan cabul nya itu, dia kepergok dia segera diusir, Diluar sangkaan dia bekerja diistana.

Kejadian itu membikin siauw-sancoe sangat berduka. ia mendukai mendiang ibunya, juga mendiang kakeknya itu. Aku menyesal sekali, Rasanya tak sanggup aku memenuhi pesan loo-sancoe untuk melindungi siauw- sancoe."

Tiong Hoa mengerti siauw-sancoe, atau sancoe yang muda, menjadi cucu dari loo-sancoe, yaitu sancoe yang tua, cuma ia masih belum jelas akan duduknya hal, ia mengerutkan alis.

Lo Leng Tek melihat orang masih tak mengerti, ia dapat membande.

"Siauwhiap. maafkan aku, karena hatiku kacau, tak dapat aku bicara dengan rapih." ia kata. "Sebegitu jauh pemerintah Ceng mengambil sikap lunak terhadap loo- sancoe, tetapi entah fitnah Bouw sin Gan kepada Cit- hongcoe, Cit-hongcoe memesan Sin Gan menangkap hidup kepada loo-sancoe. Kesudahannya loo-sancoe membunuh diri. Kejadian itu mengagetkan Sin Gan maka dia melaporkan bahwa loo-sancoe bunuh diri sebab takut akan dosanya. Dilain pihak Sin Gan menganjurkan kaum Rimba persilatan turut merebut gelang kemala itu..."

Masih Tiong Hoa tak mengerti.

"Kenapa dia bukan mencari siauw-sancoe hanya mengutamakan mencari gelang kemala itu ?" ia tanya.

Leng Tek tertawa sedih.

"Itulah bukti kelicinan si durhaka," katanya, "Dia memfitnah loo-sancoe. itulah perbuatan tak dapat diterima Rimba Pers ilatan,seka rang dia tak memaksa mencari siauw-sancoe, dengan begitu dia mau kasi lihat kepada umum bahwa loo sancoe benar berdosa dan karenanya mencari matinya sendiri

Untuknya, gelang penting sekali, dari itu ia mendahului sikapnya itu terhadap siauw-san-coe, Rupanya telah menjadi pengiraannya bahwa siauw- sancoe toh bakal berontak sendirinya kelak dikemudian hari."

"Lo Loosoe," kata si anak muda, tetap gelap. "Dapatkah loosoe memberikan penjelasan terlebih jauh

?"

Lo Leng Tek memandang kepintu, akan melihat sang waktu, Lalu ia menghela nafas.

"Sang fajar bakal lekas tiba, baiklah kita bicara singkat saja," katanya, "Ketika dulu hari Pouw Liok It belum memperoleh nama, dia pernah menerima budi pertolongannya loo-sancoe. Pouw Liok It ingin membalas budi, maka dia menyerahkan gelang kemala itu, selagi menyerahkan dia berkata: "Loo-sancoe sudah berusia lanjut, danpula hidup damai, mungkin tak dapat aku membalas budimu yang sangat besar, Maka itu aku harap loo-sancoe sudi menerima gelang kemala ini. untuk dilihat-lihat sebagai tanda peringatan-

Dilain waktu, apa bila ada perlunya, aku minta sukalah loo sancoe menggunai kemala ini sebagai tanda, Aku akan melihat gelang, tak mengenali orang. Aku berjanji, asal aku sanggup, tidak nanti aku menampik, Loo-sancoe melihat Pouw Liok It sebagai laki-laki sejati, ia terima gelang itu.

Hal itu cuma diketahui sin Gan berdua aku. Baru ini. ketika loo-sancoe menyerahkan gelang kepada siauw- sancoe, ia cuma pesan siauw-sancoe minta pada Pouw Liok It, satu dalam dua: Pouw Liok It tolong membinasakan Bouw sin Gan atau dia menyerahkan Lay Kang Koen Pouw kepada siauw-sancoe.

Mengenai ini siauwsancoe sudah melakukan pemilihannya sendiri yalah ia ingin dengan tangannya sendiri merampas jiwanya Sin Gan. Maka itu dengan membawa gelang sebagai bukti, ia mau kitab ilmu silat itu."

Baru sekarang Tiong Hoa mengerti.

"Siauwhiap. hal sekarang tak sampai disini saja," Kim som turut bicara, "Bouw sin Gan menganjurkan orang merampas gelang kemala itu, kejadian itu bisa berakibatkan kebencanaan Rimba Persilatan-" Tiong Hoa heran-

"Aku kurang jelas, loocianpwee, maukah kau menerangkan lebih jauh?" ia minta.

Kim som mengasi lihat roman sungguh-sungguh. "Sin Gan menganjurkan perampasan gelang bukan

karena ia cuma ingin memiliki gelang itu," demikian katanya, "Dia ingin menggunai itu untuk mewajibkan Pouw Liok It membinasakan siauw-sancoe. Dalam hal ini ia mau mempengaruhi Pouw Liok It dengan menggunai pesan Liok It bahwa Liok It hanya mengenal gelang tidak mengenal pembawanya.

Dengan terbinasanya siauw sancoe, lenyaplah ancaman bahaya untuk Sin Gan, Ok-Coe Pong Liap Hong memikir lain lagi. ia ingin dengan itu dapat memaksa Pouw Liok It berebut pengaruh, untuk menjadi jago Rimba persilatan-

Disana pun ada Cit-Sat-Chee Kie Soen, yang menghendaki kitab untuk kepentingannya sendiri, oleh karena itu, sekarang Pouw Liok It pusing bukan main, ia bingung sekali, umpama kata Sin Gan yang membawa gelang kemala, pasti celakalah ia, namanya bakal runtuh. Kalau ia menolak. namanya bakal runtuh juga.

Jikalau Liap Hong yang membawa, maka pastilah bakal terjadi kebencanaan Rimba persilatan itu, orang akan saling rampas dan saling bunuh tak habisnya." Mendengar disebutnya nama Kie soen, Tiong Hoa ingat suatu apa. "Siapakah cit-sat-chee Kie soen itu?" ia tanya.

Belum sempat Kim som memberi jawabannya dari dalam In Nio sudah mendahului “Kie soen yalah saudara satu ayah lain ibu dari Thian Yoe sioe. Dia suka sekali membunuh orang, oleh Thian Yoe sioe dia dihukum tutup didalam gua dilembah gunung Liauw Ngo Tay san, tetapi dia dapat buron-

Ketika Thian Yoe sioe muncul di Hoa Kee Po tetapi lantas menghilang pula, itulah mungkin disebabkan ia hendak menyusul Kie soen itu."

"Ah, encie In-" kata si pemuda. " kenapa kau tidak siang-siang memberitahukannya?"

"Hal itu tidak mengenai kau, tak usah kau mengetahuinya," menyahut si nona, "Aku sengaja tidak memberitahukan kepadamu supaya kau tak pusing kepala tak keruan."

Tiong Hoa mengetahui hatinya si nona, In Nio sudah menjelaskan asal dia dapat bertemu dengan Pouw Liok It dan menemui juga ibunya, berdua mereka hendak mencari suatu tempat sunyi untuk tinggal bersama-sama dengan damai dan aman, supaya mereka tak usah pikirkan lagi soal Kang ouw yang kacau itu. ia sendiri pun jemu dengan penghidupan yang buruk itu.

"Lo Loosoe," katanya, "bagaimana kehendak loosoe selanjutnya ?" orang tua itu berduka.

"Sebenarnya aku telah kehabisan daya," sahutnya tertawa sedih, "Aku menduga untuk masuk ke wilayah In-lam, kami bakal menghadapi sedikitnya tiga tempat yang berbahaya, sebab yang berdiam d is ana orang- orang Kang ouw yang liehay. Aku merasa sukar untuk melewatkan mereka itu. oleh karena itu, di dalam keadaan terancam ini, aku ingin bantuan siauwhiap berdua si nona, Aku harap supaya dapat kami ketolongan-" Tiong Hoa bersangsi, ia belum tahu sikapnya In Nio.

"Lo Loosoe, berat kata-katamu ini," kata ia. "Sebenarnya ilmu silatku tidak berarti. Aku kuatir..." ia berhenti dengan tiba-tiba mukanya menjadi merah. Kim som melihat roman orang itu, dia bersenyum.

"Aku minta jangan siauwhiap terlalu merendah," katanya, "Pernah aku si orang she Kim mendengar dari saudara Cee Cit tentang sifat siauwhiap. yang dia puji sangat tinggi. Lo Loosoe ini mohon bantuan siauw hiap berdua, segala akibatnya ialah yang akan menanggung sendiri"

"Lo Loosoe dapatkah loosoe menjelaskan tentang ketiga tempat yang loosoe duga ber bahaya itu?" Tiong Hoa tanya.

"Sebenarnya itu bukan dugaan sebab itu diketahuinya dari laporan rahasia," sahut Leng Tek. "Soen Loen Teng menjadi mata-mata musuh, inilah aku sudah ketahui. Aku membiarkan saja sebab aku membutuhkan tenaganya, supaya dia dapat memberikan pelbagai kabar rahasia kepada pihaknya, Tentu sekali kabar-kabar yang mengacaukan mereka itu.

Dipihak sana aku mempunyai seorang sahabat kekal, selama ditengah jalan, aku selalu memperoleh bantuannya itu, Demikian kita tiba disini dengan selamat. sekarang kita bicara dari hal rintangan rintangan didepan, yang bakal kita hadapi. Yang pertama yalah Hong-cauw-sie, sebab penjaga-penjaga disana semua bangsa jahat..

Leng Tek tak sempat melanjuti keterangannya itu, ia melihat roman Tiong Hoa gelisah, terus si anak muda berlompat ke pintu dari mana dia pergi kekanan, ia heran dia menduga pada musuh, maka ingin ia menyusul. Akan tetapi Kim som mengulapkan tangan. "Tak usah, Lo Loosoe" kata sin Hong sioe-soe. "Lie siauwhiap sendiri sudah cukup," Leng Tek menuruti, ia berduduk pula. Toh ia ragu-ragu

Mendadak sesosok tubuh lompat mencelat kepayon kekiri, berbareng dengan itu datang serangan angin kedada si anak muda.

Tiong Hoa tertawa dingin seraya tubuhnya berkelit kesamping. berbareng dengan itu tangan kanannya meluncur menyambar pundak orang.

orang itu terkejut. dia berkelit, tetapi sudah kasip. Dia tidak menyangka pada tangan si Kera Terbang yang luar biasa itu, saking kaget dia lantas menyerang pula. sia-sia saja perlawanannya ini, belum serangannya memberi hasil, tenaganya sudah habis napasnya mogok. terus dia pingsan...

Segera juga Lie Tiong Hoa mengenali soen Loen Teng, Tak bersangsi lagi ia mengangkat tubuh orang tawanan itu, buat dibawa kedalam dia meletakinya di lantai.

"Inilah penyakit didalam tubuh" katanya bersenyum kepada kedua tetamunya "Lo Loosoe, bagaimana keputusan loosoe?"

"Dapat kita gunai Loen Teng," katanya, "Lekas sekali ia menotok tiga kali kepada tiga jalan darah sam- yang, sin-hong dan ciangtay si pengkhianat untuk kemudian menepuk pung g ung ny a . .

Dengan cepat Loen Teng membuka matanya, ia kaget akan mendapatkan ia berada didepan Leng Tek dan Kim som bertiga.

Leng Tek mengawasi, sembari tertawa ia kata: "soen Loosoe, kau telah kena dicurangi pihak sana. orang telah menotokjalan darahmu yang paling berbahaya, Aku mempergokinya sesudah kasip. jiwamu sudah bergantung kepada tempo yang singkat sekali. Kalau kita nanti-sampai di Koen beng, mungkin aku sempat menggunai tempo satu hari satu malam untuk mengobati kau dengan tusukan jarum emas.

Barusan kau ditangkap siauwhiap ini karena disangka kau musuh, Tapi syukur kau kena tertangkap. kalau tidak. tak tahu aku bahwa kau sudah ditotok celaka," ia mengawasi tajam.

Loen Teng berkuatir, ia juga ragu-ragu ia mengucap terima kasih, lantas ia lari pergi.Justeru itu ia berpapasan dengan coei Kiat Him. orarg she Coei itu terkejut. Hampir dia membentak. baiknya Leng Tek ke buru mengedipi mata padanya.

Kemudian kata Kiat Him pada Leng Tek. "Sudah terang Loen Teng berkhianat, kenapa Lo Loosoe, melepaskan dia? Melepas harimau itu mudah tetapi menawannya sukar. " Leng Tek tertawa.

"Coei Loosoe, mustahil aku tak tahu siapa Loen Teng?" katanya, "Tadi telah aku totok dia beberapa kali tetapi aku mengatakan dia ditotok pihak sana. maka sekarang dia tentu lagi mencoba mengerahkan tenaganya, untuk melawan totoka n itu Aku percaya, apabila dia gagal, dia pasti bakal bercuriga, Dia tentu tidak berani menanyakan pihak sana. Asal dia curiga itu untuk kita ada baiknya tak ada jahatnya, Aku telah janjikan dia :ikan menolong i apabila nanti kita sudah tiba di Koen-beng, sekarang ini, aku pikir, baiklah loosoe terus mengawasi dia."

Kiat Him suka menerima tugas itu. ia mengangguk ia lantas mengundurkan diri Lo Leng Tek berbangkit.

"Fajar akan segera tiba, ijinkan aku si orang tua mengundurkan diri," kata ia ter tawa sambil memberi hormat.

Tiong Hoa berdiam mengawasi orang pergi sampai ia mendengar suara berkelisik dj belakangnya ia lantas menoleh, akan melihat In Nio berdiri menyender sambil bersenyum. sekejap kamar mereka gelap lantas terdengar suara tertawa mereka berdua....
DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar