Bujukan Gambar Lukisan Jilid 11

Jilid 11 : Perselisihan kakak beradik seperguruan 

"Cioe Goan Yauw” ia menanya, membentak cuma sebegitu suaranya, lantas dia berdiam, sebab diluar tahunya, orang telah menotok punggungnya, Terus tubuhnya ditarik kedalam perahu.

Goan Yauw kaget, Kembali ia mengeluarkan keringat dingin, Ketika itu perahunya pun sudah diapit kedua perahu yang baru sampai itu.

Kam Jiak Hoei berbisik: "Kita jalan berendeng, inilah bukan urusan, lama-lama rahasia bakal pecah juga, Lebih baik kita perlahankan perahu kita, supaya kita ketinggalan dan lolos. Kabut masih tebal, dapat kita menyingkir dari mereka ini. Dengari kita milir menuruti angin, tidak nanti mereka dapat mengejar kita." Bocah cerdas itu lantas saja mendapat pikirannya itu.

Hay-Ma Cioe Gan Yauw menggeleng kepala.

"Daya itu tidak sempurna." dia berbisik juga, "Memang kita bisa lolos tapi kita tetap dicurigai itulah berbahaya untuk rahasianya Cee Pangcoe."

Toecoe ini bingung sekali. Justeru begitu, ia lantas mendengar suara jeritan. ia menjadi kaget dan lebih bingung pula, apapula itu waktu terlihat dua bayangan orang dari perahu kiri berlompat ke perahunya, keduanya menanya keras: "Cioe Tocoe, mana Lo Hiocoe?"

Sebelum Cioe Goan Yauw, sempat menjawab, Kam Jiak Hoei sambil tertawa nyaring lompat maju memakai dua bayangan itu, dengan bandringnya ia menyerang. Tepat serangannya ini, dua orang itu tanpa berdaya kena terjambret, mereka menjerit, mereka memuntahkan darah, terus tubuh mereka terlempar kesungai Menyusul itu dari perahu kiri dan kanan itu terlihat pedang dan golok berkilauan terus terdengar suara yang berisik, itulah karena sejumlah awak perahu itu pada berlari-lari untuk berlompat kendaraan airnya si kuda laut.

Di saat yang berbahaya itu dari dalam perahu Cioe Goan Yauw terlihat satu tubuh berlompat keluar seraya memperdengarkan siulan nyaring. Dengan begitu dia dapat di kenali sebagai sin-heng sioesoe Kim som yang lantas saja turun tangan.

Hanya sebentar, lantas separuhnya orang-orang dari kedua perahu yang meluruk datang itu pada terlempar ke air dimana jiwa mereka melayang, sebab mereka kena disampok dengan kebutan tangan baju yang lihai dari gurunya Jiak Hoei. sejenak itu, sisa orang-orang kedua perahu kiri dan kanan itu pada merandek.

Dari dalam perahu Goan Yauw lantas terlihat Cee Cit muncul sambil membawa mayatnya Lo siang dia berlompat maju terus dia berdiri dengan roman bengis mengawasi awak kedua perahu itu, Diapun lantas tertawa nyaring, seram terdengarnya.

Segera orang-orang Pang coan itu mengenali ketua mereka yang dikabarkan sudah mati pada sepuluh tahun yang lalu itu, mereka kaget dan takut, hingga semuanya menjadi pucat mukanya dan guncang hatinya.

"Anak-anak, apakah kamu masih kenali aku si orang tua?" Cee Cit tanya setelah dia berhenti tertawa, suaranya berpengaruh.

Tidak tempo lagi, semua orang Pang coan itu pada menekuk lututnya. Lewat sudah saat yang genting, selagi cuaca cerah, ketiga perahu terlihat lagi menuju ketempat yang ditunjuk Cioe Goan Yauw, untuk mereka menyembunyikan diri di sarang yang baru untuk sementara waktu itu.

Tepat selagi matahari mulai selam di- barat, dari dalam perahu terlihat Cee Cit muncul bersama-sama Kim som dan Kam Jiak Hoei. Mereka mendarat, Kim som tak sudi terlihat dalam dunia Kang ouw, dia menyerahkan Jiak Hoei pada sahabatnya itu.

Dia memberi hormat, lantas dia berangkat seorang diri. Dia cuma berjanji akan nanti bertemu pula.

Cee Cit dan Jiak Hoei mengawasi orang sampai orang itu tak nampak lagi, berdua mereka menuju ke kota Tong-touw untuk masuk kedalam kota di saat seluruh kota sudah memasang lampu. Mereka menarik perhatian orang karena mereka tua dan muda dan ketua Pang Coan itu disamping rambut dan kumisnya yang panjang, kakinya cuma sebelah hingga dia mesti berjalan dengan dibantu tongkatnya.

Selagi berjalan itu, mendadak matanya Cee Cit bersinar bagaikan kilat, itulah sebab sinar matanya itu mendadak bentrok dengan seorang yang dandan sebagai sasterawan, yang berjalan di sebelah depan mereka, meskipun orang itu terlihat hanya punggungnya.

Jiak Hoei dapat melihat sikap aneh dari kawan itu, ia melihat kedepan, ia tidak tahu siapa sasterawan itu, Tapi Kwie Kian cioe lantas berbisik padanya: "Kau tahu siapa sasterawan itu? Dialah Tiat-tek-coe Jie siong Gan Tak terlihat olehnya, maka itu. Aku mau memisahkan diri dari kau nanti kita bertemu pula dikuil Hwee sin Bio dipintu barat, disana aku menanti kau. sekarang kau kuntitlah dia, untuk, mendapat tahu dimana dia menaruh kaki, kau mesti lekas membawa kabar."

Habis berkata, Cee- cit nelusup ke sebuah gang didekat situ.

Kam Jiak Hoei cerdik, ia tahu apa yang ia mesti lakukan. Habis mengangguk pada ketua Pang Coan itu, terus ia susul si sastrawan yang tindakannya pesat, ia memernahkan diri kira tiga tombak dari orang itu, supaya ia tak usah dicurigai. sekarang ia jalan perlahan seperlunya, agar ia tidak sampai ketinggalan.

Diwaktu sore itu, kota Tong Touw ramai dan indah nampaknya, orang umumnya berjalan dengan tenang, Tidak demikian dengan itu dua orang tua dan bocah, sebab mereka ada pikirannya masing-masing.

Jie siong Gan sering mengerutkan alis- kadang-kadang dia memandang bengong kesebelah depan seperti ada apa-apa yang diberati, yang menyulitkan pikirannya.

Kam Jiak Hoei sebaliknya dibikin tegang hatinya karena ia ingat kitab ilmu silat Boe Tong Pay yang dipercaya berada ditangan-nya ketua muda Pang coan yang sekarang menjadi ketua itu.

Selagi berjalan itu, mendadak Jie siong Gan membelok ke samping, masuk kedalam sebuah gang kecil.

Jiak Hoei lekas menyusul ia mendapatkan gang itu rada sepi. ia melihat tubuh jangkung dari siong Gan berlari-lari keras seperti bayangan. Syukurlah rembulah permai, kalau tidak, dia dapat menghilang, Rupanya siong Gan kurang perhatian tindakan kakinya sampai kedengaran. 

Jiak Hoei cerdik, Kalau ia lari menyusul, siang Gan dapat mempergoki padanya, sebagai orang liehay, siong Gan bakal mendapat dengar tindakannya, Karena itu, kebetulan disitu tidak ada lain orang, ia lompat naik keatas genting, lalu dari genting ia melanjutkan penguntitannya.

Siong Gan berlari-lari sampai dia berhenti didepan sebuah rumah gedung, Dia mengetuk pintu, hingga gelang pintu bersuara nyaring.

Dengan cepat daun pintu terbuka. Baru pintu itu terbuka sedikit, Siong Gan sudah nyeplos masuk.

Jiak Hoei menghampirkan rumah itu. ia menuju ke cimchee, Disini ia mendekam, untuk memasang telinga, Kemudian ia menggaetkan kedua kakinya dipayon, untuk membikin kepalanya meroyot turun, guna dapat mengintai kedalam, ia melihat sebuah ruang yang lebar dan terang kedalam mana siong Gan masuk bersama beberapa orang lain.

Sekarang Jiak Hoei dapat melihat jelas wajahnya ketua Thian Hong Pang itu. Dia bermuka putih dan tampan, kumis dan jenggotnya terpecah tiga dan turun kedadanya. Dia mirip seorang pertapaan.

"Dia begini tampan dan agung, kenapa dia menjadi orang sesat?" piker Jiak Hoei, ia kagum dan heran. "Guruku dan Cee soe-pe bilang dia jahat, maka itu benarlah, manusia tak dapat dilihat romannya saja.."

Jie siong Gan diapit oleh enam orang Thian Hong Pang. Dia melihat kepada kawan kawannya itu, lantas dia berkata dengan suaranya yang dalam: "Para tocoe, tahu kah bahwa sekarang ini partai kita lagi terancam bahaya?"

Keenam orang itu nampak kaget, Mereka tidak mengerti, semua lantas mengawasi ketuanya itu.

Jie siong Gan menghela napas.

"Kamu tidak tahu, inilah tak heran-" kata dia. "sebenarnya semenjak beberapa tahun aku si orang she Jie memegang tampuk pimpinan, aku bersyukur kepada kamu, kepada semua saudara, Dengan bantuan sungguh-sungguh dari kamu, Thian Hong Pang telah memperoleh kemajuan hingga kita menjadi terpandang baik oleh kaum jalan Hitam maupun oleh golongan jalan Putih."

Enam orang itu berbangkit untuk memberi hormat sambil menjura.

"Kami semua mengandal kepada pimpinan Pang coe yang bijaksana," kata mereka. "Kami tidak mempunyai guna, kami tidak sanggup menerima pujian Pang coe." siong Gan memberi tanda agar semua orang itu berduduk pula, Lantas dia tertawa tawar.

"Sekian lama kita berada dalam ketika yang damai, tidak heran kalau ada diantara kita yang alpa," berkata ketua ini. "Akupun mungkin sudah kurang penilikan.

Ketika aku menilik kekota Kimleng dengan kebetulan aku mendapat dengar halnya Kimleng Jie Pa telah hilang jiwanya dipanggang Ie Hoa Tay..."

Kali ini ketua ini mengakhiri kata-katanyaitu dengan matanya menatap tajam kepada enam orang itu bergantian. Mereka itu kaget hingga mereka pada menggigil. Siong Gan tertawa dingin ketika dia melanjuti: "Dua saudara sian" itu masuk dalam Partai kita buat banyak tahun dan mereka sudah bekerja banyak buat kita, Mengenai nasibnya yang malang itu, itu mungkin disebabkan perkaranya dengan Hiong Hoei piauw Kiok. Dua saudara sian itu muridnya Loo-cianpwce Khioe Cin Koen, mereka liehay, meskipun Yo Eng pioe dan rombongannya liehay juga, dia orang bukanlah tandingannya, sudah begitu, Kimleng Jie Pa pun dibantu Bok-hoesiang Koay, Maka itu dipercaya mereka terbinasa ditangannya seorang liehay dari pihak lurus. Aku telah pergi kerumah mereka, Disana aku diberi keterangan dua saudara itu pergi ke Ie Hoa Tay tanpa mengajak kawan memenuhkan tantangan turunannya Kam Tayhiap dari Liangcioe, Khioe Locianpwee menyusul belakangan 

Besoknya pagi, ketika ditengok wakil cabang kita di Kimleng, dua saudara Sian itu kedapatan mati mandi darah dan Khioe Loccianpwee tak ada disitu."

Mendengar itu, keenam orang itu saling mengawasi dengan melongo.

"Masih ada lagi"Jie siong Gan meneruskan, "Aku menduga pihak Hiong Hoei Piauw Kiok dapat menerangkan sesuatu, aku pergi mengunjungi mereka, Yo Eng Pioe omong dengan jujur, dia menjelaskan segala apa tetapi dia menyangkal campur tahu perkara pembunuhan itu, cuma dia menjelaskan juga bahwa sebelumnya peristiwa itu dia pernah melihat turunan keluarga Kam bersama gurunya, yaitu sinheng sioe-soe Kim som, lagi berjalan-jalan ditepi telaga HianBoe ouw, bahwa beserta mereka itu ada Kwie-Kiam-cioe Cee cit bekas pangcoe Thian Hong Pang." 

Keenam hadirin itu kaget.

"Bukankah Pangcoe membilangi Cee Cit itu sudah mati, kenapa sekarang dia masih hidup?" satu diantaranya tanya, Dia sangat heran.

Jie siong Gan bersenyum berduka, akan tetapi matanya bersinar luar biasa, ia mengangguk.

"Warta kematiannya Cee Cit bukan warta palsu," ia berkata, perlahan- "Aku menduga Yo Eng pioe salah mengenali. Lantas aku pergi sendiri kewarung teh di Hian Boe ouw itu, Masih aku dapat melihat orang itu, Dia memang mirip dengan Cee Cit, yaitu kakinya tinggal satu, akan tetapi romannya, romannya sangat berbeda.

Hanya meski bagaimana juga, mestinya kedua saudara Sian terbinasa ditangannya orang berkaki satu itu serta sinheng sioe-soe. Anggauta kita cabang Kim- leng tidak sedikit, tetapi terang mereka sangat alpa, sudah siang-siang mereka tidak bersiaga, habis peristiwa pun mereka tak dapat membuat penyelidikan bahkan mereka repot berfoya-foya saja, Maka itu sepulangnya kemarkas, hendak aku menghukum mereka."

Kam Jiak Hoei tertawa didalam hatinya, ia ketahui baik sekali Jie siong Gan tengah mengelabui kawan-kawannya itu. Tak mungkin dia tak mengenali Cee Cit, Yang terang dia tak dapat bicara terus-terang, sebab sulit untuk menjelaskan itu.

"Kalau nanti kau bertemu dengan Cee soepee." pikirnya, "Hmm kau tentu tak ada tempat untuk menaruh mukamu"

Anak muda ini terus memasang telinga, "Dua saudara Sian terbinasa di Ie Hoa Tay." Jie siang Gan melanjuti, "jikalau perkaranya itu dibiarkan saja, pasti namanya partai kita bakal tercemar, Maka itu aku lantas pergi ke sungai, niat mencari perahu-perahu kita yang melakukan pengawasan disana.

Lantas aku menemui peristiwa yang hebat, Aku melihat puluhan mayat mengambang dan hanyut, dan semuanya mayat orang-orang kita yang baru tiba di sini. Aku periksa mayat mereka itu. Me-nurut dugaanku, mereka tentulah roboh sebagai kurban tak jauh dari Tong-tauw, Para Tocoe, kamu tak bebas dari kesalahan sudah berlaku alpa"

Enam orang itu kaget maka mereka pucat, Mereka tak dapat membuka mulut mereka Jie siong Gan berbangkit, tangan bajunya dikibaskan.

"Tapi partai kita bijaksana" kata dia, tertawa tawar, "Terutama sekarang kita lagi membutuhkan tenaga bantuan, Aku tidak mau mengambil tindakan keras, Aku berpendapat siapa bersalah, dia mesti bekerja keras, dia mesti berbuatjasa, untuk menebus dosanya, sebaliknya, siapa alpa dan terus tak dapat mendirikanjasa, dia harus dihukum dua kali lipat sekarang lekas kamu pergi ke- sungai untuk melakukan penilikan, buat memeriksa ada atau tidak perahu-perahu kita yang lenyap. yang terkatung-katung ditengah sungai, atau saudara-saudara kita yang masih hidup, Aku sendiri perlu pergi ke-suatu tempat untuk mengurus sesuatu, nanti sekembalinya aku langsung pergi ke Tong touw untuk menerima laporan dari kamu."

Enam orang itu lantas bangun berdiri, yang lima segera berangkat pergi, Tinggal yang keenam, seorang yang bermuka kuning seperti muka tikus, kumisan, dan tubuhnya kate, Dia menjura dan berkata: "Pang coe baru datang dari tempat yang jauh, tentu Pangcoe lapar, maka itu nanti aku pergi menyiapkan barang hidangan, untuk Pangcoe dahar dulu, habis itu barulah Pangcoe berangkat pergi,"

Jie siong Gan mengangguk

"Pian Tocoe," ia berkata, "kau telah turut aku dua puluh tahun, kau dapat di-percaya, Tahukah kau kenapa aku meninggalkan markas besar kita?"

Tocoe katai dan kurus itu berpikir.

"Pangcoe cerdik dan berpandangan jauh, apa yang Pangcoe lakukan senantiasa luar biasa," ia menyahut, "maka itu aku yang bodoh, tak dapat aku menerka..."

"Cobalah kau duga," siong Gan mendesak.

si katai-kurus itu menyahuti cepat: "Apa mungkin Pangcoe telah mengetahui benar Cee Cit belum mati dan karenanya Pangcoe mau mencari sahabat-sahabat untuk membantui?"

Siong Gan tertawa lebar.

"Benar-benar kau ketahui hatiku " katanya, " Ketika dulu hari aku mengambil tindakan terhadap Cee cit, kau bersama Cin Houw turut mengambil bagian, meski demikian, kau cuma dapat memade separuhnya, pada bulan yang lalu Yan Keepo musna karena itu Yan Hong telah datang padaku, inilah kebetulan, Aku lantas tanya dia tentang Cee Cit.

Menurut katanya, Cee cit telah dijebaknya pada sepuluh tahun dulu, dijebloskan dalam ruang dalam tanah, hanya selama itu dia tidak pernah memeriksa, tapi dia menduga Cee Cit sudah mati. Aku sangsikan keterangan itu, karena itu setiap kali aku ingat Cee cit, hatiku menjadi tidak tenteram. Akupercaya jikalau benar Cee Cit masih hidup, satu kali dia tentulah bakal datang mencari aku, inilah sulit, Aku merasa aku bukanlah tandingan dia, Aku telah memikir meminta bantuan sahabat-sahabat, aku bersangsi. Bagaimana kalau rahasia terbuka?

Pasti aku tak dapat bertemu orang. Tengah aku bingung itu aku mendengar berita halnya tiga macam mustika diantaranya kitab ilmu silat Lay Kang Keng Pouw, yang katanya berada di Kang lam. siapa berhasil memiliki kitab itu dan mempelajarinya sampai mahir, dia bakal menjadi jago tanpa lawan umpama Cee Cit datang dia pun tak nanti dapat berbuat apa-apa"

"Apakah Pangcoe sudah dapat tahu kitab itu berada ditangan siapa?" Jie siong Gan mengangguk. si kate dan kurus itu nampak girang.

"Bagus" dia kata nyaring, "Jikalau Pangcoe menjadi sijago tunggal. Kau boleh menjagoi dunia Rimba Persilatan"

Ketua itu mengerutkan alis, ia mengalap tangan. "Pian Ceng, jangan kau pegat omonganku." ia kata,

"setelah aku meninggalkan markas besar kita, benar- benar aku telah menemui Cee Cit di telaga Hian Boe ouw, Dia benarlah yang dibilang si orang aneh berkaki satu itu"

Tocoe she Pian itu kaget sekali.

"Inilah berbahaya" dia kata, "Kalau Cee cit datang dan pangcoe kebetulan tidak ada, habis bagaimana?"

Siong Gan membuka matanya lebar-lebar, sinar mata itu bengis, ketika dia berkata pula, dia tertawa dingin.

"Menurut dugaanku." demikian katanya, "Sebelum Cee Cit dapat pulang lenghoe cula badak itu, dia pasti tak ada muka mendatangi markas kita, Aku pula mau menduga, sekarang ini dia muncul dikota Kim-leng dan dia membinasakan saudara-saudara kita disungai, maksudnya tak lain tak bukan adalah guna memancing aku datang kesini, supaya dia dapat memaksa aku mengeluarkan lenghoe itu. Hm, dia kira aku si orang sheJie orang macam apa? Apakah dia sangka aku dapat terjebak olehnya?" ia berdiam sebentar lantas ia mengeluarkan sebatang leng-chie dan menyerahkannya pada Pian Ceng seraya berkata pula: "Selama aku belum kembali, kau dapat mewakilkan aku mengurus segala apa disini, terutama untuk menyelidiki dimana adanya Cee cit serta menilik gerak-geriknya, Kau mesti berhati-hati, jangan kau bentrok dengannya sekarang aku mau bersantap dan beristirahat sebentar jam empat aku mau pergi, karena itu tak usah kau menantikan aku, Kau pergilah"

Pian Ceng menjura, dengan cepat ia berlalu.

Jiak Hoei melihat semua ilu, tiba-tiba ia dapat satu pikiran: "jikalau aku dapat mempunyai leng-chie itu, pasti aku bisa memberikan segala perintah palsu, dengan begitu aku dapat membikin Thian Hong Pang saling bunuh, hingga partai itu bakal ambruk sendirinya.

Dengan begitu juga aku dapat membikin Jie siong Gan terpaksa kabur, hingga Cee soepee mendapat keleluasaan untuk membereskannya..."

Begitu berpikir, bocah itu begitu mengambil putusan, Lantas dia meninggalkan rumah itu, dia lari kegang kecil itu waktu rembulan sedang guram tetapi dia masih dapat melihat tubuhnya Pian Ceng sejarak tujuh tombak. Dla mengejar terus seraya memanggil: "Pian Tocoe, tunggu sebentar" 

Pian Ceng mendengar panggilan itu, dia heran, dia menghentikan tindakannya, Begitu dia menoleh, dia melihat satu bayangan lari kearahnya, Untuk bersiaga, segera dia menghunus pedangnya. "Siapa kau?" dia menegur.

Kam Jiak Hoei memikir menyerang begitu ia datang dekat, sebelum orang bercuriga, maka itu melihat orang waspada, ia menukar siasat, ia berhenti berdiri setelah ia datang dekat, ia lantas bersenyum.

Pian Ceng mengawasi ia melihat orang asing sekali baginya. "Kau siapa?" ia tanya, "Kau mempunyai urusan apa?"

Jangan curiga, Pian Tocoe," sahut Jiak Hoei, pelahan sekali, "Aku Pek Hoei, murid baru dari Jie Pang coe. jadi Pangcce masuk kedam rumah, aku dilarang turut aku dipesan untuk nanti membantu tocoe." Katanya, “Karena Pangcoe hendak mencari kitab silat Lay Kang Koen Pouw, kalau aku ikut, aku cuma membikin Pangcoe berabeh saja, maka itu aku diperintah turut tocoe,"

Akal ini tidak sempurna bagusnya Pian Ceng seperti terdesak hingga dia menjadi kurang teliti.

"Ooh, Pek Laotee" katanya " Karena Pangcoe yang menitah sukai,aku menerima bantuan kau. Mari kita berangkat sembari jalan kita dapat beromong-omong."

"Baiklah, menyahut Jiak Hoei. Lantas keduanya berlari-lari sampai di tembok kota, mereka lompat untuk lewatnya.

Pian Ceng tahu jalan, ia mengambil jalan motong, Dari sini langsung mereka menuju ketepi sungai. Rembulan muncul pula, maka pesisir menjadi terang sekali pasir terlihat putih dan sungai berkilau seperti sisik emas.

Jiak Hoei memandang kelilingan. pesisir itu sunyi sekali, ia pikir inilah tempat untuk ia turun tangan.

Selagi orang berpikir itu mendadak Pian Ceng mencelat setombak jauhnya, tangannya sekalian menghunus pedangnya terus dia tertawa dingin dan menegur: "Bocah hampir aku si orang she Pian kena diperdayakan kau. Kalau kau muridnya Pangcoe kenapa kau tidak dia masuk? Kau sebenarnya siapa? Lekas omong terus terang jikalau kau mendusta, disini aku nanti membikin tubuhmu rebah sebagai mayat" Bengis suaranya tocoe ini

Jiak Hoei pun kaget, hingga ia berpikir: "Pantas Pian Ceng ini menjadi tangan kanannya Jie siong Gan, dia tak dapat dipandang dari cecongornya saja, dia benar-benar cerdik pantas sebagai tocoe kecil dia di-percayakan sebagai wakil" ia pun cerdik, tak kecewa ia menjadi muridnya sin-neng sioe-soe. ia tertawa nyaring dan berkata:

"Piau Tocoe, pantas Pangcoe sangat memuji kau, kau cerdik sekali. Benar-benar akulah murid baru dari Pangcoe jikalau kau tetap tidak maupercaya aku, kau dengar, aku tuturkan segala apa semenjak aku turut Pangcoe datang kemari, setelah mendengar keteranganku aku percaya, kau tidak bakat curiga lagi."

Pian Ceng mencekal pedangnya, ia bersiap sedia. "Kau bicaralah" katanya.

Jiak Hoei masih ingat segala penuturan Siong Gan tadi didalam rumah, ia mengulangi semua itu. Pian Ceng menjadi bersangsi, Dia berpikir nampaknya dia tidak mendusta, Kenapa Pangcoe larang dia turut masuk? Kenapa? Lantas dia menanya: "Kau turut Pangcoe kerumah Kimleng Jie Pa, kau mesti ketahui rumah mereka itu dimana letaknya, madap keutara atau keselatan- pula didalam rumah mereka masih ada siapa lagi?"

"Pian Tocoe, kau terlalu” kata si bocah sambil tertawa, Dia cerdik dan tabah. "Aku memang turut Pangcoe datang kekota Kimleng, tetapi aku tidak diajak pergi ke- rumahnya Kimleng Jie Pa. Aku dititahkan dirumah penginapan. Mana aku tahu rumah nya dua saudara Sian dimana dan madapnya keselatan atau keutara? jikalau tetap kau curiga, sudahlah, percuma aku turut kau, baik aku kembali kepada Pangcoe"

Jiak Hoei berpura ngambul, terus ia putar tubuhnya, seperti juga ia mau pergi pulang.

Pian ceng terkejut.

"Laotee tunggu" ia memanggil. "Maaf aku keliru menyangka kau"

Justeru orang berkata itu, tubuhnya Jiak Hoei mencelat, sedang dari mulutnya terdengar suaranya: "Hm" itulah gerakan Liong Hoei Kioe Thian atau- Naga terbang kelangit lapis sembilan. Dengan begitu, dari atas ia menerkam tocoe Thian Hong Pang itu.

Pian ceng kaget bukan main- Dia lompat kesamping, sedang pedangnya, yang sudah dimasuki kedalam sarungnya, dia hunus pula,

Jiak Hoei tertawa nyaring, kembali tubuhnya mencelat tinggi, pedangnya menikam ke dada orang. Sembari berbuat begitu, ia tertawa pula dan kata: "Pian ceng, malam ini kau terimalah nasibmu" Pian ceng melihat gerakan orang, ia tahu bocah itu lihai, karena mana ia menjadi terancam bahaya, Meski begitu, ia tertawa dan kata: "Bocah, Memang aku telah melihat kau mencurigai sekarang kecurigaanku itu berbukti kau menghendakijiwaku? Tidak mudah jikalau kau berhasil Aku akan menghilang dari dunia kang-ouw"

Kata-kata ini diakhiri dengan tangkisan yang diteruskan dengan penyerangan tigakali beruntun, itulah sebab yang pertama dan kedua kali tidak mengenakan sasarannya.

Jiak Hoei tidak takut, dia ganda tertawa. Tiga kali dia berkelit, Paling belakang dia mengegos kekiri, dengan begitu tangan kirinya dapat membalas menyerang dengan cepat, mengarah rusuk kanan si tocoe.

Pian Ceng gelagapan, akan tetapi ia masih sempat menabas, guna menghalau ancaman bahaya itu.

Jiak Hoei bermata jeli dan gesit kaki-tangannya, ia mengelit tangan kirinya itu, sembari kelit, tangan kanannya meluncur, lima jarinya menyamber pedang musuh, untuk dirampas.

Pian Ceng terkejut inilah ia tidak sangka, ia sampai mengeluarkan peluh dingin, ia masih dapat membebaskan diri, karena ia pun lincah sekali. Tapi ia telah kena di-desak, ia lantas didesak terus.

Jiak Hoei tidak sudi memberi napas pada lawannya itu.

Karena terdesak berulang-ulang, meski ia kaget dan berkuatir, Pian Ceng toh menjadi gusar, ia mengertak giginya.

"Bocah, aku akan mengadu jiwa dengan mu" ia menjerit Benar-benar ia menikam hebat sekali sampai ia seperti melupai ilmu silatnya. Jiak Hoei menjadi repot, ia menduga kepada ilmu pedang yang istimewa, ia tidak tahu orang sebenarnya sudah kalap. ia menenangkan hati, untuk dapat melayani dengan baik. Belum selang lama baru ia menginsafi kenekatan orang. Dengan memperoleh ketenangan ia dapat melayani dengan baik. Akhirnya ia tertawa nyaring memecah kesunyian sang malam.

Pian Ceng kalap. hatinya berdebaran, ia bertambah bingung karena desakanya itu tidak juga memberi hasil, ia menjadi kacau pikirannya mendengar tertawa lawannya itu. selagi begitu kembali ia melihat tubuh orang mencelat.

Kali ini Jiak Hoei menggunai tipu silat nya sin-heng sioe-soe yang dinamakan "Thian Hoo seng-sia," atau Bintang Bima sakti Jatuh.

Pian Ceng kaget dan bingung, dia gugup. Dia lantas mengangkat pedangnya, untuk menangkis sambil menabas. Lalu dia menjadi kaget lagi, mendadak dia merasa jeriji tangannya nyeri, tanpa merasa cekalannya terlepas, pedangnya mental ke udara, menyusul mana napasnya seperti mandek. mata nya pun berkunang- kunang.

Matanya itu mesti dimeramkan, itu artinya dia menerima binasa, Tapi dia tidak roboh dan jiwanya tidak melayang pergi, Dia cuma merasa punggungnya ditotok beberapa kali, lantas dia tidak mendengar apa-apa. Tidak dapat dia melawan perasaannya ingin mendapat tahu, dia membuka kedua matanya, Apa yang dia lihat ?

Jiak Hoei berdiri didepannya dengan wajah berseri- seri.

"Bocah, kau berani menghina aku ?" dia membentak saking mendongkol. Baru dia berkata sampai disitu, lantas dia berhenti, Dadanya sesak, darahnya seperti mendesak.

Tubuhnya terus nyeri bagaikan digigit ular, sakitnya bukan kepalang, Tak sanggup dia bertahan, Maka matanya mencelos dan berputar keringatnya dijidatnya. Bagaikan ular kehabisan tenaga, Dia roboh terkulai di- tanah. paling akhir dia menjerit menyayatkan hati.

Jiak Hoei tertawa, ia merogo kesaku orang, Untuk mengambil len-chie. ia angkat itu. Untuk melihatnya diterangnya rembulan benar itulah lencana terbuat dari emas, kiri dan kanannya terukirkan masing-masing seekor burung hong serta delapan huruf yang berarti: "siapa melanggar perintah, Dia binasa."

Setelah memeriksa Jiak Hoei masuki leng chie ke sakunya, Terus ia menepuk dada Pian Ceng, Atas itu lenyap rasa nyerinya si tocoe Pang Coan akan tetapi berbareng tenaganya pun habis. Mulutnya tak dapat mengeluarkan suara. si bocah mengawasi sambil tertawa. 

"Maafkan aku, terpaksa aku membikin kau begini," ia kata, "Aku masih hendak mempertemukan kau dengan satu orang dengan siapa sudah lama kau berpisah" setelah berkata Jiak Hoei mengangkat tubuh orang, untuk dikempit, buat dibawa lari.

ooooo

BAB 15

Kuil Hwee sin Kio dikota kecamatan Tong-touw terletak dikota barat, sudah tua dan rusak kuil itu, temboknya roboh disana sini. Disamping itu ada kebun sayur. Malam itu, diantara sinar rembulan, terlihat seorang lari kesitu dengan tangannya mengempit sesosok tubuh.

Dia melewati kebun sayur, dia sampai didepan kuil, terus dia masuk kedalamnya. Gelap ruang dalam kuil itu, beda dengan di bagian luarnya, Karena itu, orang itu mesti mementang mata tajam-tajam untuk dapat melihat seluruh ruang, Dia merasa tidak enak, karena bau busuk menyerang hidungnya.

Kemudian dia menjadi bingung, karena dia tidak dapat mencari orang yang dia cari. Kuil itu kosong dari manusia, Dia bergelisah sendirinya, sebab dia punya tugas lain, KalauJiesiong Gan keburu pergi, gagal dia menguntit ketua Pang Coan itu. Karena dialah KamJiak Hoei bersama orang tawanannya, Pian Ceng, tocoe dari Thian Hong Pang.

Selagi bergelisah itu, tiba-tiba Jiak Hoei mendapat cium bau arak yang harum, Mendadak hatinya menjadi lega, segera ia mengangkat tindakannya, menuju kearah dari mana bau arak itu bersiur, ia sampai diruang belakang dimana ia terus mendengar suara menggeros. Mendengar itu, ia tertawa dalam hatinya. " Heran orang tua ini" pikirnya, "Masa ia tidur ditempat demak dan bau ini?"

Ia bertindak untuk melewati pintu yang samping, atau ia lantas merasa lengannya ada yang cekal, ia tidak menjadi kaget atau takut, sebaliknya ia tertawa dan kata: “soepee, kau getap sekali"

Terdengarlah suaranya Cee Cit. "Hm kalau orang belajar silat tetapi telinganya tak terang dan tidurnya tak getap. Delapan Cee Cit tidak ada artinya."

Jiak Hoei tertawa pula. "Soepee, Aku memperoleh hasil," ia berkata terus ia tuturkan pengalamannya.

“Jikalau begitu, Perlu sekarang juga kita pergi kesana" kata sang paman. "Bagaimana dengan Pian Ceng ini?"

"Aku malas melihat dia pula," kata Cee Cit "kau totok jalan darah matinya, kau lempar dia di belakang meja patung."

Jiak Hoei menurut, Bahkan ia bekerja cepat sekali, Maka dilain saat terlihatlah dua tubuh lompat keluar dari dalam kuil. Berlari-lari seperti bayangan.

Tidak terlalu lama. Tibalah dua tubuh itu dirumah yang ditunjuk Jiak Hoei. selagi mendekati pintu, mereka justeru mendengar suara pintu dibuka, Lekas-lekas mereka bersembunyi ditempat gelap.

Dengan bantuan sisa rembulan, terlihat Jie siong Gan keluar dari pintu, terus dia bertindak cepat memasuki gang didekat situ dan melewatinya. seterusnya dia jalan terus bukan dijalan umum hanya ditanah tegalan yang sunyi dan sukar dilaluinya. Dia jalan ditepian sungai. Dia jalan terus. Nyatalah dia menuju ke Kwie In Chung. Disini dia bukan menghampirkan rumah untuk mengetuk pintu dan lompat naik ke atasnya, d ia justeru lompat keatas sebuah pohon dimana terus dia berdiam, Rupanya dia lagi menantikan sesuatu.

Cee Cit danJiak- Hoei berdiam dalam gombolan di tepi sungai dari mana mereka dapat memasang mata.

Tidak lama maka terlihatlah munculnya Kwie Lam Ciauw bersama dua kacung yang menjadi muridnya, Dia menggendong kedua tangannya nampak dia tenang sekali, Lalu Tiauw Hong dan Lo sia uw Hong pun nampak ditepi sungai. Mereka semua tidak lolos dari pandangan matanya Cee Cit dan Jiak Hoei.

Jiak Hoei benci sekali pada Jie siong Gan, maka itu ia mengeluarkan tiga batang paku samleng Kong ciam dengan apa ia menimpuk ketua Thian Hong Pang tanpa ketua itu dapat berbuat apa-apa, kecuali dia heran dan mendongkol dan lantas mengangkat kaki.

Setelah tinggal berduaan saja Jiak Hoei kata: "Soepee, mari kita masuk kedalam. Jie siong Gan dibantu Boan In dan Hoet Goat, pasti dia bakal berhasil mendapatkan kitab ilmu silat itu. Jikalau kita tak dapat mencegahnya mungkin kita bakal jadi pusing."

Cee cit menggeleng kepala.

"Tak usah kita kesusu," katanya, "Coan in-Yan Kwie Lam Ciauw bukan orang yang mudah dihadapkan. Mana bisaJie siong Gan dengan gampang saja mendapatkan kitab itu? -Tanpa ada pegangannya, tidak nanti Kwie Lam Ciauw berani bertentangan dengan See-boenBoe Wie Kelihatannya bencana Rimba persilatan bakal mengambil tempat di Kwie In Chung ini."

"Bagaimana begitu, soepee?", dia tanya.

"Kitab ilmu silat itu adalah kitab yang sampaipun dalam mimpi ingin dipunyakan orang orang kaum Rimba Persilatan." Cee Cit menjelaskan makin lama tersiarnya makin luas, pasti itu mengundang lebih banyak orang lagi. Bahkan aku percaya, dalam tempo sepuluh hari ini, Kwie In chung bakal jadi tempat berkumpulnya banyak jago, Dan mungkin sekali akan datang pula orang orang yang liehay sekali, Barangkali inilah yang membikinJie siong Gan tidak berani bertindak sembrono, sekalipun dia dibantu kedua bocah, Kwie Lam Ciauw ada terlalu cerdik untuk ia memberi tahukan kedua muridnya tentang tempat simpannya kitab itu."

Jiak Hoei berdiam. sulit ia akan mengerti pendapat paman guru ini. ooo

See-boenBoe Wie lari meninggalkan Kwie Lam Ciauw buat segera kembali kedalam Kwie In chung, ia heran mendengar kedatangannya Ceng shiaJie Ay serta si anak muda she Kong-soen yang tengah-tengah jidatnya, disambungan alis ada tai- lalatnya meraba ia berkata dalam hati- kecilnya:

"Kenapa Ceng shia Jie Ay mendapat tahu aku berdiam disini ? sudah duapuluh tahun, belum pernah aku berlalu dari sini, kecuali baru kira dua tahun suka juga aku melangkah sejauh luar kota, Hm Tentulah Kwie Lam Ciauw ingin menyingkirkan aku, maka dia menyuruh orang mengisikinya, supaya mereka itu datang. Kwie Lam Ciauw, demikian busuk. Tak dapat aku memberi ampun padanya "

Dugaannya Boe Wie tidak meleset jauh, Memang Kwie Lam Ciauw mengandung niat menyingkirkannya, Diundangnya Lie Tiong Hoa juga berhubung dengan maksud itu. Hanya adalah keliru kalau Lam Ciauw yang mengisiki Ceng shia Jie Ay.

Begitu memasuki pintu pekarangan, See-boen Boe Wie sudah berpapasan dengan seorang kepercayaannya, yang mengisiki ia beberapa kata-kata, atas mana ia menyeringai terus ia tertawa tawar, terus ia masuk ke dalam. Masih hatinya bimbang, sekarang ia pikirannya bagaimana ia mesti melayani Ceng shia Jie ASy berbicara. Selama cita-citanya belum berwujud, ia segan mencari musuh apapula musuh yang liehay, Bagaimana kalau anak muda she Kongsoen itu memaksa ia mengangkat senjata?

Belum memasuki ruang depan, tindakan Boe Wie mulai menjadi perlahan. Dia bersangsi untuk bertindak terus, Begitu dia memindahkan kaki kirinya ke ambang pintu thia, dia sengaja tertawa lebar dan berkata:

"Bagaimana berbahagia aku si orang she Seeboen berjodoh berkenalan dengan dua jago kenamaan dari Ceng shia, sungguh berbahagia, sungguh berbahagia" Ketika itu, matanya lantas dipasang tajam, Maka dia melihat dua orang tua katai dan kurus kering yang satu memelihara kumis-jenggot seperti kumis-jenggot kambing, yang lainnya tak ada kumis atau jenggotnya sama sekali.

Dengan duduk dikursi, kepala mereka tak sampai melewati belakang kursi itu Di-belakang mereka berdiri si anak muda dengan pedang dipunggungnya, Benar dia mempunyai tai lalat diintong, ditengah jidat di mana kedua alis hampir menempel satu dengan lain.

Kedua orang tua kate itu belum berkata apa-apa tempo Seeboen Boe Wie mengucapkan perkataannya yang terakhir atau si anak muda sudah memperlihatkan roman gusar dan terus membentak:

"Bangsat, kau kembalikan jiwanya ayahku" seraya pedangnya menyamber.

Boe Wie mengasi dengar suara "Hm" sambil ia berkelit berlompat tujuh kaki, ia lantas dapat mengenali orang menyerang dengan tipu silat Ceng shia Pay yang dinamakan Angin musim rontok menyapu daun, ia pun melihat ilmu silat orang lihai sekali. Habis itu terdengar angin menyamber, terlihat dua tubuhnya si orang-orang kate berlompat menyelak diantara mereka itu berdua, sedang si orang tua dengan kumis, jenggot kambing gunung berkata dengan gusar: "Anak Liang, buat apa terburu tidak keruan? Kita mesti pakai aturan dulu, baru kekerasan"

Seeboen Boe Wie tahu kedua orang tua itu disamping ilmu silatnya yang liehay juga sangat membenci kejahatan, si kumis-jenggot kambing gunung itu bernama Kok It, dan yang tak berkumis Ang Hie.

Memang biasa nya mereka berdua tidak pernah berpisah, nama mereka kesohor di soe-coan Barat. siapa berani main giia terhadap mereka, itu berarti ancaman

bahaya jiwa.

"Siauwhiap ini pastilah murid jiewie Loosoe" kata See- boen Boe Wie tertawa. "Aku Seeboen Boe Wie, seumurku belum pernah aku bermusuh dengan siapa juga, maka itu mungkin siauwhiap ini keliru memperoleh keterangan Bolehkah aku mendapat keterangan duduknya hal?"

Kok It mengawasi tajam pada Keng Thian cioe. "Taruh kata Seeboen tidak menanyakan, kami ingin

minta penjelasan," kata dia dingin, " Kami si dua tua bangka yang belum mau mampus telah melakukan perjalanan jauh dari soecoan, maksudnya cuma ingin mengetahui peristiwa dahulu hari itu. Memang, pemuda ini adalah murid kami, Dialah Kongsoen Bok Liang, anaknya Kongsoen Coe Liong, yang menjadi saudara angkat loosoe"

Seeboen Boe Wie mengasi lihat roman girang berbareng kaget. "Apa ? Dia anaknya adik-angkatku she Kongsoen itu?" kata dia, keras, "Sungguh Thian murah hati, adik angkatku itu telah mempunyai turunan" Lantas dia lompat maju seraya mementang kedua tangannya, untuk merangkul.

Anak muda itu melihat cahaya merah meny amber kepadanya, ia lompat mundur.

"Bangsat tua, jangan berpura-pura baik hati " ia mendamprat "Apakah kau sangka Kongsoen Bok Liang dapat diperdayakan?"

SeeboenBoe Wie berdiri diam, sinar matanya guram, dari matanya itu terlihat air mengalir Agaknya dia penasaran sebab seperti terfitnah, seorang diri dia berkata: "Apakah artinya ini ?"

Kedua orang kate dari csng Shia Pay itu agak bingung mereka saling mengawasi Mungkinkah benar Boe Wie tidak berbuat seperti dituduh, seperti bunyinya berita di- luaran? Toh warta membilang dia benar pembunuhnya Kongsoen Coe Liong, kalau bukan nya dia, siapa pembunuh yang benar itu?

Kongsoen Bok Liang pun tercengang, tetapi inilah disebabkan anggapannya lain dari anggapannya kedua gurunya, ia heran untuk kelicikan seeboen Boe Wie, yang dapat main sandiwara demikian mahir.

Orang mirip ular berbisa atau kala yang pendiam.

Seeboen Boe Wie memang merasakan kesulitan, ia menyesal yang ia telah kesalahan membunuh saudara angkatnya itu, ia lantas menangis terisak-isak.

"Kongsoen Hiantit, hebat salah paham kau terhadap aku si orang tua." ia kata, "Aku tidak menyesal atau menggusari kau, aku hanya menyesal karena aku telah terlambat satu tindak hingga aku membikin seluruh keluarga sahabatku mesti hilang jiwanya. Penjahat itu bekerja sangat pandai dan bersih Kau tahu tiga tahun sudah aku mencari dia, aku tidak berhasil, endusan sedikit jua tak aku dapatkan hingga aku merasa tawar hatiku.

Begitulah selama lima belas tihun aku menumpang tinggal di Kwie In Chung ini. Benar-benar aku tidak tahu saudara Coe Liong masih ada turunannya jikalau tidak sekalipun mesti berjalan dengan merayap tentulah siang- siang aku sudah pergi ke Ceng-shia..."

Kok it tetap bersikap dingin.

"Seeboen Loosoe, benar- benarkah kau tak ketahui duduknya peristiwa?" ia tanya, Di rumahnya keluarga Kongsoen itu orang telah dapatkan senjata rahasiamu, diantara kurban kurban, Mengenai itu, apa kau mau bilang?"

"Ketika aku sampai disana, justeru tengah malam tanggal dua puluh empat bulan dua belas disaatnya kawanan penjahat kabur bubaran," ia berkata, berduka. "Aku membekaltiga macam senjata rahasia aku telah gunai itu, semuanya lolos. Aku mengejar sampai seratus beberapa puluh lie, aku tidak berhasil. semua penjahat itu dapat menghilang. Ada kemungkinan selagi aku mengejar, dirumah masih ada penjahat yang bersembunyi lantas dia menggunai senjataku itu, guna memindahkan bencana terhadapku.

Biarnya begitu, kenyataan ada terlebih kuat daripada penyangkalan, maka itu jikalau jiewie loosoe serta Kongsoen Hiantit tetap menuduh aku, sekarang aku berada disini, terserah kepada kamu untuk membunuh aku, supaya Kongsoen Hiantit tercapai cita-citanya menuntut balas, Tidak. sedikit juga aku tidak penasaran."

Habis berkata airmatanya jago tua ini mengucur semakin deras.

Ceng shia Jie Ay saling mengawasi pula, Mereka bingung, Mereka sangat cerdas dan cerdik tetapi sekarang mereka tak dapat mengambil keputusan.

Kongsoen Bok Liang sama bersangsinya seperti kedua gurunya. ia menjadi gusar bercampur kemenyesalan dan kedukaan, la penasaran tidak keruan. Kedua matanya merah, airmatanya mau mengucur turun, sekian lama ia berdiam secara begitu, mendadak ia berseru, sambil maju ia menikam Seeboen Boe Wie, yang ia arah jalan- darahnya auw- kiat.

Seeboen Boe Wie berdiam tanpa bergerak ia menghela napas sambil merapatkan kedua matanya.

"Tahan" Ang Hie berseru seraya tubuhnya mencelat, tangannya diulur untuk dengan dua jerijinya menjepit pedang muridnya. Seeboen Boe Wie membuka matanya, ia tertawa sedih.

"Aku menyesal tidak dapat aku membersihkan diriku," ia berkata perlahan. “Jikalau aku mati ditanganmu, hiantit, aku tidak menyesal, hanya aku penasaran justeru si orang jahat dapat hidup merdeka dan berbahagia, hingga karenanya pastilah adik Coe Liong didunia baka akan tak dapat memeramkan matanya."

Kongsoen Bok Liang menjadi tercengang, "Apakah kau tahu siapa penjahat itu?" dia tanya, masih dia penasaran.

Seeboen Boe Wie menggoyang kepala, "jikalau aku siorang tua tahu tidak nanti aku membuatnya hiantit mendendam selama delapan belas tahun." sahutnya, Lalu ia meneruskan kepada Ceng shiaJie Ay: "sudah delapan tahun aku tak bertemu dengan Kongsoen Hiantit, itu artinya diantara kita tidak ada perhubungan apa-apa, adalah selama aku berada di Thay Heng san, d is ana aku dapat menerima suratnya saudara Coe Liong yang dibawa dengan perantaraannya Lie sam Coan, guru silat kenamaan dari Yang-kiok.

saudara Coe Liong menulis sendiri surat itu, dalam mana ia mengatakan bahwa ia lagi terancam bahaya mati atau hidup, maka ia minta aku segera berangkat untuk membantunya. Ketika aku tiba keluarga Kongsoen sudah menjadi kurbannya tangan jahat. oleh karena bunyinya surat saudara Coe Liong tidak jelas, tak dapat aku menduga ada-apa." Dia menghela napas, dia menambahkan:

"Saudara Coe Liong menitipkan anaknya yang yatim- piatu kepada jiewie loosoe, tentulah ia ada mengandung sesuatu maksud, Apakah sebelum itu jiewie loosoe tidak mendengar apa-apa?"

Kedua jago Ceng shia itu menggeleng kepala.

Kongsoen Bok Liang, yang menjadi bersangsi, berkata: "Diwaktu masih kecil aku ingat samar-samar ayahku pernah omong tentang suatu kitab yang luar biasa yang katanya menyebabkan kaum Rimba Persilatan mengincarnya."

Mendengar itu, Ceng shia Jie Ay agaknya tertarik hatinya, lantas mata mereka menatap murid mereka itu, sinarnya seperti mau menyesalkan kenapa tad-tadinya sang murid tidak pernah menyatakan demikian kepada mereka. Murid itu membade hati gurunya, hatinya gelisah. "Bukannya murid tidak mau memberitahukan soehoe." ia berkata, " Ketika itu ayahku pernah menceritakan bahwa ia menyimpan sejilid buku luar biasa yang katanya dibela kang hari dikuatir nanti diarah oleh orang-orang- yang menghendak. Bagaimana halnya, murid tak tahu, tetapi itu waktu ayahku telah memesan, siapa pun tak dapat membocorkan hal kitab itu. Buku itu aneh, kecelakaan keluargaku pun aneh, maka..."

"Hm" kedua guru itu mengasi dengar suaranya, atas mana muridnya berhenti bicara. Seeboen Boe Wie tunduk mengawasi lantai, ia seperti memikirkan sesuatu.

Tengah orang berdiam itu, dari luar terdengar suara ini: "chungcoe datang " dan lantas terlihat Kwie Lam ciauw bertindak masuk.

Seeboen Boe Wie mengangguk kepalanya, Cepat sekali terlihat wajahnya menjadi biasa pula, Dalam sekejap lenyaplah kedukaannya barusan, ia mengajar kenal Lam Ciauw dengan ketiga tetamunya itu.

Habis perkenalan itu, Lam Ciauw memandang adik seperguruannya.

"Soetee," ia berkata, " matamu merah dan bengul, kau seperti habis menangis, sebenarnya telah terjadi perkata apakah ?"

Boe Wie tidak menyembunyikan rahasia, ia menjelaskan halnya Kongsoen Bok Liang mencari ia sebagai musuh.

Mendengar keterangan itu, Kwie La m ciauw terlihat heran, dia sampai tercengang tetapi segera dia kata girang: "oh kiranya Kongsoen siauwhiap adalah puteranya adik Coe Liong sudah duapuluh satu tahun aku tidak bertemu saudara Coe Liong itu, aku selalu memikirkan dia, sebenarnya aku menyesal mendengar malapetaka yang menimpanya. Aku pun menyesal kapan aku ingat kita orang kaum kang-ouw jarang yang mati tenang. Akan tetapi Thian maha adil danpemurah, maka aku harap mudah-mudahan siauwhiap nanti dapat mencari musuh keluargamu itu"

Baru Lam Ciauw habis berkata itu, dia melihat kedua muridnya datang dengan cepat, agaknya mereka mempunyai urusan penting.

"Chungcoe, Jie Tayhiap pangcoe dari Thian Hong Pang datang mohon bertemu," berkata Boan in- "sekarang dia lagi menantikan diruang Hoa-thian."

"Begitu?" berkata tuan rumah itu, yang terus berpaling kepada Ceng shia Jie Ay dan berkata: "Maaf, jiewie loosoe, aku ingin keluar sebentar, silahkan jiewie bertiga duduk dulu."

"Silahkan, chungcoe," berkata dua tetamu itu.

Lam Ciauw mengangguk, terus ia berlalu bersama dua muridnya itu.

Didalam hatinya, Seeboen Boe Wie terkejut melihat Boan In dan Koet Goat, la berpikir keras, menduga-duga siapa sudah membebaskan kedua kacung itu. Kalau penolongnya adalah Kwie Lam Ciauw, urusan itu mesti ada akibatnya yang tak enak untuknya. Seberlalunya Lam Ciauw, dia tertawa dingin dan kata: "Kongsoen Hiantit, apakah kau lihat barusan wajah Kwie Chungcoe berubah ketika dia mendengar penjelasanku? Sudah lima belas tahun aku berdiam disini, maksudku untuk membuat penyelidikan- Kalau kau tinggal disini satu tahun saja, kau pasti akan mengetahui banyak." Kongsoen Bok Liang berpikir, ia bimbang, Kok It tertawa, Dia kata: Jikalau begitu kata Seeboen Loosoe baiklah, suka kami berdiam disini untuk sementara waktu"

"Itulah yang aku harap" Boe Wie tertawa, "Dengan begitu setiap waktu aku dapat memohon petunjuk dari jiewie loosoe, sekarang marilah" orang she Seeboen ini mengajak ketiga tetamunake ruang belakang.

ooo

Bukit Cit Hee San, yang pun dinamakan Liap San, pernahnya Liap San, pernahnya limapuluh lie di timur- laut kota Kimleng, gunung itu penuh dengan pohon pekjang tua-tua. Disitu ada kuil Ciat Hee Sia serta bukit Ciat Hoed Gla^ dimana terdapat banyak patung Buddha ukirannya Putera mahkota CeeBoen Hoei. Pemandangan alam disitu indah dan menarik hati, Sekarang di permulaan musim panas, bukit sedang permainya.

Hari itu, lohor, dlatas Cian Hoed Gia tertampak seorang muda dengan pakaian serba putih lagi berdiri menghadapi sebuah patung, ia memperhatikan dengan tenang tetapi perhatian tertarik. Baru kemudian, sambil menggendong tangan, ia mengawasi kepuncak gunung.

Dalam gembiranya, ia bersenandung seorang diri Tapi segera perhatiannya tertarik. Dijalan didepannya, ia melihat tiga orang yang sebentar nampak dan sebentar tidak, Karena jaraknya jauh, ketiga orang itu mirip titik- titik bayangan saja, cepat mereka itu bergerak.

Pemuda itu adalah Lie Tiong Hoa. Dengan matanya yang tajam, ia melihat samar-samar satu diantara ketiga orang itu mirip Cee Cit. Karena orang berkaki satu dan menggunai tongkat, orang sudah lantas tiba di sebelah bawahnya, Mereka segera dikenali benar Cee Cit yang ada bersama Lin Tiang Keng dan Kam Jiak Hoei.

Bertiga mereka itu manjat kebukit karang, "Hiantee, kakakmu membuat kau menanti lama" kata Cee Cit tertawa riang, Dia menghampirkan, dia menjabat tangan orang, matanya menatap tajam. Dia tertawa pula dan berkata:

"Hiantee, baru lewat tiga hari yang sangat pendek maka kau telah menemui jodohmu yang luar biasa sungguh, kau membuatnya kakakmu kagum"

Tiong Hoa bersenyum, Tentulah Tiang Keng sudah bicara tentang Ban in- ia tidak mau mengatakan apa-apa. urusannya Ban-in menyulitkan ia, karena ia masih punya urusan dengan Cek In Nio, yang tak dapat ia lupakan, ia lantas mencekal tangan Jiak Hoei dan menanyakan halnya ini bocah.

Jiak Hoei bersyukur untuk perhatiannya anak muda itu.

Kemudian berempat mereka berduduk di-batu karang, untuk saling menutur.

"Besok pagi aku hendak menjernihkan janji dengan Kwie Lam Ciauw," kata Tiong Hoa. "Berhubung dengan itu, buat kepentingannya kedua nona, mereka itu telah dipindahkan kegunung Ciat Hee san ini. saudara Cee kau luas pengalamanmu coba bilangi aku, bagaimana aku harus bertindak besok? Apakah saudara bertiga mau turut aku pergi ber sama?"

"Kepergianmu ini. hiantee, tidak ada bahayanya." kata Cee cit, " karena itu untuk sementara tak usahlah kami turut, Hanya disana, dengan siapa juga tak dapat kau bergaul terlalu akrab, inilah untuk mencegah kau didengkikan atau dicurigai. Baik kau menggunai siasat menarik dan melepas. Kau berpura memaksa mau pulang ke Kimleng, untuk mengurus rumah tanggamu, kau janji akan datang pula lagi dua atau tiga hari. Aku percaya dua-dua pihak bakal membaiki kau, hingga sebagai orang ditengah, kau nanti peroleh hasilnya."

"Dari kata- katanya Jie siong Gan yang kucuri dengar selama Tong-touw." Kata Jiak Hoei. " mestinya dia sudah mencari keterangan di Hong Hoa sien di tepi telaga Hian Boe ouw, pemilik warung teh itu tentunya telah melukiskan romannya Lie soesiok. Lie soe-siok bentrok dengan Seeboen Boe wie, dengan pergi ke Kwie in chung, bukankah soesiok menjadi seperti mengantarkan diri kedalam mulut harimau? Kenapa soepee justeru bilang tak ada bahayanya?"

"Memang tidak ada bahayanya" Cee Cit memastikan tertawa, "Kedua pihak sama-sama membutuhkan sesuatu, maka itu mereka masing-masing tidak nanti berani menambah musuh. Rasanya mereka juga belum mempunyai pegangan yang tentu. Tentang kitab silat itu kau jangan kuatir, Kalau itu benar berada ditangannya Kwie Lam Ciauw aku menjaminmu"

Biar bagaimana Jiak Hoei toh tertawa, "Angin dingin, tak dapat kita berdiam lama disini." kata Tiang Keng,

"Rumahku ada dibawah sana, marilah aku menjadi tuan rumah menyambut kamu, Cee Pang coe, aku undang kau untuk minum beberapa cangkir."

"Aku memang ingin melihat wajahnya iparku yang cantik itu." kata Cee Cit tertawa. "Dengan kamu tidak berbicara sendiri, tidak berani aku membuka mulutku." Mukanya Tiong Hoa menjadi merah, “Jail." katanya, seraya ia lantas bangun, untuk berlari pergi, Lin Tiang Keng sudah bersiap. ia lantas menyusul. Dengan tertawa nyaring, Cee Cit menyusul juga, di ikut Jiak Hoei, Ketika itu sang rembulan sudah muncul, jagat indah, angin bertiup perlahan.

Besoknya pagi, sang Batara surya yang mulai muncul seperti diliputi sang kabut hingga cahayanya menjadi guram, hingga Kwie In Chung menjadi guram juga, suasana seperti itu membikin juga hati orang terasa berat.

Diwaktu begitu seeboen Boe Wie, yang mengenakan baju hijau yang panjang, lagi berdiri diam dijalan besar ditepi sungai didepan Kwie In Chung --jalan yang menuju kekota. Dia mengangkat kepala, Membiarkan mukanya d emak dengan hembusan kabut yang dingin nembus ketulang-tulang.

Dia seperti lagi dilanda kesulitan besar, yang belum dapat dipecahkan. Dia tahu diri nya lagi terancam bahaya Maka itu dia memikir untuk menyelamatkan diri saja .

Dengan pakaian demak,Boe Wie berpaling kearah jalan besar arah kota, Dia seperti lagi menanti orang, sang kabut mem bikin dia tak dapat melihat sejauh lima tombak tetapi dia tetap memandang kedepan itu, kegelisahan membikin dia menggerak-geraki kakinya dan alisnya yang tebal berkerut.

Lama dia seperti tersiksa itu, tiba-tiba alisnya terbangun Dia melihat suatu tubuh berkelebat didalam kabut didepannya itu. Cepat sekali tubuh itu muncul didepan nya sekali. Orang itu berumur lebih kurang empat puluh tahun, sambil menjura, dia berkata: "Lie Tayhiap sudah berangka kemari, tak lagi setengah jam dia bakal tiba."

SeeboenBoe Wie memperlihatkan roman gembira. "Apakah Lie Tayhiap ada bersama kawan atau kawan-

kawannya?" dia tanya. "Tidak. Lie Tayhiap menunggang kuda seorang diri"

"Begitu?" kata Boe Wie, lantas tangannya mengibas, "Kau sudah tidak punya kerjaan lagi, pergi kau pulang" Orang itu tunduk ia menyahuti "Ya" lantas ia berlalu.

Selagi orang itu pulang, Boe Wie bergerak maju, ia hendak memapak tetamunya sebentar saja dia telah terbenam didalam kabut.

Ketika matahari merah mulai bercahaya kabut masih belum dapat disirnakan semua. sebaliknya, hujan gerimis halus mend emak kan bumi Justeru itu, tidakan larinya kuda mulai terdengar, itulah Tiong Hoa lagi mendatangi. Tiba-tiba ia dikejutkan pertanyaan ini. 

"Lie siauwhiap. apakah sejak kita berpisah kau baik- baik saja?" ia lantas menahan kudanya, matanya dipajang, la heran sampai ia melihat munculnya Keng Thian Cioe Seeboen Boe Wie dengan bajunya yang merah. Lantas saja alisnya bangun berdiri "Apakah seeboen Loosoe mencari aku untuk urusan dulu hari?" ia tanya, suaranya dalam.

Seeboen Boe Wie memberi hormat, "Lie Siauwhiap. kaulah tetamu dan aku kuatir aku menyambutnya kurang hormat" dia menyahut tertawa. "Aku bukannya itu orang yang tidak insaf akan keadaan- Dulu hari itu pun aku telah keliru mendengar bujukannya Yan Hong, hingga aku terpedayakan dan sudah main gila terhadapmu, peristiwa itu membuat aku menyesal karena itu aku minta jangan siauwhiap memandangnya sebagai perselisihan.

Pula dari Bok hoesiang Hiap telah aku mendengar tentang kau siauwhiap mereka sangat memuji, maka itu, aku malu sekali. Aku mendengar siauw hiap bakal datang kemari, lantas aku menyambutmu. siauwhiap. maaf"

Tiong Hoa tidak heran atas sikap lawan lawan ini.Jadi benarlah dugaan Cee Cit, ia bersenyum ia lompat turun dari kuda.

"Kau baik sekali, loosoen- ia kata, gembira. "Aku datang ke Kang lam untuk menikmati keindahannya, diluar dugaan aku bertemu dengan Yan Hong, aku tidak sangka dia membalas kebaikan dengan kejahatan hingga telah terbit banyak salah paham, Benar-benar aku tidak menyangka sekali dan menyesal karenanya."

"Kau hebat, Lie siauwhiap." kata Boe Wie, " Hanya dalam tempa beberapa hari, namamu telah menggemparkan wilayah selatan dan Utara sungai Besar. Disini telah datang tak sedikit orang Rimba Persilatan, mereka yang kagum terhadapmu, juga yang gemar nama besar, oleh karena itu aku memapak kau disini, untuk memberitahukan jangan kau kaget apabila ada terjadi sesuatu diluar dugaan kau. Aku pun tak dapat menyembunyikan maksudnya Kwie Chungcoe mengundang siauwhiap datang kemari."

Habis berkata, Seeboen Boe Wie menjura, terus ia memutar tubuhnya, buat pergi ke dalam rimba disamping mereka. Tiong Hoa memikir hanya sejenak. lantas ia tertawa, lantas ia lompat naik atas kudanya, guna mengaburkannya kearah Kwie In Chung, itu waktu, cuaca mulai cerah.

Tiba-tiba disebelah depan ditepi kali, terlihat lima orang lagi berdiri mengawasi. Tiong Hoa dapat melihat mereka itu, ia ingat kata-katanya Boe Wie barusan, Belum ia menghentikan kudanya, mereka itu sudah maju, terus berdiri berbaris sejarak sepuluh tombak ia lantas menahan les kudanya.

"Apakah tuan-tuan berlima saudara-saudara dari Kwie In chung?” mendahului menegur mereka, ia merangkap kedua tangannya dan tertawa.

"Kalau benar, tolonglah mengabarkan Kwie Chung coe bahwa aku yang rendah, Lie Cie Tiong, datang membuat kunjungan..."

"Tutup mulut." mendadak membentak satu diantara kelima orang iui. Dia berjenggot lebat, matanya seperti mata harimau hidung nya seperti hidung singa, dan tubuhnya pun besar, "Bocah tak tumbuh mata, aku nanti bikin matamu terpentang" Dia lantas menunjuk satu kawannya seorang imam kate, untuk meneruskan berkata: "inilah Koan-coe Biauw Ceng sioe dari kuil Mo In Koan di gunung Tay san”

"Sungguh seorang imam yang suci" kata Tiang Haa. "Ceng sioe" berarti suci." Mukanya Koan-koe itu, ketua kuil, menjadi merah-padam.

si mata harimau hidung singa itu menunjuk lain kawannya, yang tubuhnya kurus tapi matanya bersinar tajam. "Inilah Loo-enghiong Gan Tok dari Keng-ban yang bergelar ciang-Keen-Kiam yang namanya tersohor sampai diluar lautan "dia memperkenalkan pula, Gelaran ciang koen-kiam itu menunjuki orang liehay ilmu pedang telapakan tangan dan kepalannya.
DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar