Beng Ciang Hong In Lok Jilid 27

 
Kong-sun Po melongo, dia ingat semua pertanyaanpertanyaan Kiong Mi Yun yang aneh itu. Sekarang dia baru mengerti semuanya.

"Pantas berulang-ulang dia bertanya tentang ayahnya. Berbagai pertanyaan dia ajukan padaku. Rupanya dia ingin tahu apakah aku tahu tentang pertunangan itu atau tidak? Tadi di rumah makan pun samar-samar dia menanyakan masalah itu. Apa yang dia katakan memang benar. Tetapi kenapa dia mencariku hanya untuk menanyakan masalah itu?" pikir Kong-sun Po.

Saat Kong-sun Po sedang berpikir, Hwa Kok Han bertanya padanya.

"Siapa yang memberitahumu?"

"Seorang nona yang tidak kukenal," jawab pemuda itu. Dia menceritakan tentang bentuk dan rupa nona itu. "Apa Paman kenal dia?" tanya Kong-sun Po.

Sesudah berpikir sejenak Hwa Kok Han baru menjawab.

"Jika dari tingkatan tua mungkin aku kenal, tetapi karena dia masih muda aku tidak mengenalnya. Dari ceritamu aku kira nona itu bermaksud baik padamu!" kata Hwa Kok Han.

"Dia bilang apa lagi?" tanya Tam Yu Cong.

"Katanya Kiong Cauw Bun ingin membunuhku!" kata Kong-sun Po. "Jadi dia bilang Kiong Cauw Bun akan membunuhmu? Sudah tentu hal itu jangan kau percaya sepenuhnya, dan boleh juga kau percayai. Sebaiknya kau ikut saja bersama kami!" kata Tan Yu Cong.

"Kiong Mi Yun dan Ci Toa-ko belum ketahuan ada di mana, masakan aku tinggalkan mereka begitu saja?" kata pemuda itu.

"Aku khawatir justru Ci Giok Phang sudah bertemu dengan Kiong Cauw Bun! Saudara Tam kebetulan kau ada di sini, mari kita singkirkan Kiong Cauw Bun si bedebah itu!" kata Hwa Kok Han.

Kong-sun Po kelihatan kaget.

"Mi Yun sangat baik padaku, jika ayahnya dibunuh bagaimana aku bisa menemuinya lagi?" pikirnya.

"Dia sudah duapuluh tahun kabur ke seberang lautan, apakah kejahatannya dulu tidak bisa kita ampuni?" kata Kong-sun Po.

Hwa Kok Han tertawa terbahak-bahak.

"Jadi kau akan memintakan ampun bagi mertuamu?" kata Hwa Kok Han geli.

Tapi sesudah itu dia berhenti tertawa dan berkata serius. "Ibumu tidak menghendaki kau menikahi gadisnya,

maka itu kau boleh menganggap dia bukan mertuamu!" kata Hwa Kok Han.

"Harap Paman jangan mentertawakan aku, aku hanya bicara mengenai masalah sebenarnya saja," kata Kong-sun Po.

"Benar, berbuat kebajikan bagi orang lain memang diperbolehkan!"  kata  Tam  Yu  Cong.  "Baiklah,  jika kami sudah bertemu akan kami lihat, apaka dia sudah tobat atau belum? Semua itu akan kami pertimbangkan!"

Sesudah itu mereka bertiga mengerahkan gin-kang memeriksa seputar tempat itu. Jaraknya sekitar sepuluh li persegi. Ternyata Kiong Cauw Bun tidak mereka temukan, mungkin sudah pergi.

Tetapi dalam usahanya mencari Kiong Cauw Bun, mereka memperoleh keterangan yang berharga. Mereka dengar Beng Teng telah menyewa sebuah kereta dari seorang petani. Dia membawa Ci Giok Phang pergi ke Pek- hoa-kok. Keterangan itu diperoleh dari petani yang menjual keretanya pada Beng Teng.

"Sekarang legakan hatimu, Beng Teng telah mengantarkan Ci Giok Phang pulang ke rumahnya," kata Hwa Kok Han. "Sekarang kau mau ke Kim-kee-leng atau ikut bersama kami?"

Kong-sun Po tahu makna ucapan Hwa Kok Han, jika dia ikut bersama mereka, maka dia tidak perlu takut pada Kiong Cauw Bun. Tetapi Kong-sun Po justru berpendapat lain.

"Maaf, aku sudah berjanji pada Ci Toa-ko akan bertemu di Kim-kee-leng. Jadi aku tidak bisa pergi bersama Paman sekalian!" kata pemuda itu.

"Kita memang harus menepati janji, kalau begitu aku tidak memaksa. Baiklah," kata Hwa Kok Han.

"Seorang pemuda kepandaiannya perlu diasah," kata Tam Yu Cong menambahkan. "Jika tidak pernah menghadapi badai dia tidak akan maju. Tapi ingat Kiong Cauw Bun itu lihay. Aku sendiri satu lawan satu belum tentu menang! Jika kau bertemu dan bertarung dengannya, kau pasti akan terluka. Oleh karena itu jika kau akan ke Kim-kee-leng, hindari jalan raya. Kau pilih sajajalan setapak supaya tidak bertemu dengannya."

"Baik Paman Tam!"

Kong-sun Po berpikir kata-kata Tam Yu Cong hampir sama dengan ucapan nona yang memperingatinya. Sesudah itu kedua orang tua itu meninggalkan Kong-sun Po sendirian. Sesudah berada sendirian Kong-sun Po mulai bingung dan pikirannya kacau.

Sebenarnya dia berkeras ke Kim-kee-leng bukan karena Ci Giok Phang, tapi demi Kiong Mi Yun. Dia tahu Ci Giok Phang sudah diantar pulang, hatinya lega sekali. Sedang dia janji pada Kiong Mi Yun akan menunggu di penginapan. Sekarang dia tidak ada di sana, bukankah itu ingkar janji.

"Ayahku jahat, dia mencelakai Ibuku, maka tidak heran jika Ibu sangat membenci Ayah juga kawan-kawannya! Tetapi Mi Yun gadis yang baik, mana boleh disamakan dengan ayahnya? Tetapi Ibuku tidak setuju aku menikah dengan gadis sahabat Ayah. Bagaimana aku harus melawan kehendak Ibuku?" pikir Kong-sun Po. Hati pemuda ini benar-benar kacau.

"Bukankah almarhum Ayahku juga seorang penjahat besar? Jika orang lain menganggapku anak penjahat besar, aku harus bagaimana? Pokoknya jangan pedulikan omongan orang lain. Aku boleh tidak menikahi nona Kiong, tetapi paling tidak aku harus menganggap dia sebagai sahabat baikku agar aku tidak mengecewakannya!" pikir Kong-sun Po.

Kong-sun Po sudah berjanji akan ke Kim-kee-leng bersama Kiong Mi Yun, tetapi tadi Tam Yu Cong maupun Hwa Kok Han melarang dia mengambil jalan raya. Jika dia mengambil jalan setapak belum tentu dia akan bertemu dengan  Kiong  Mi  Yun,  maka  itu  terpaksa  Kong-sun Po akan menunggu nona Kiong Mi Yun di dekat penginapan, karena dia berjanji akan kembali mencari Kong-sun Po ke penginapan. Baru sesudah bertemu nona itu mereka akan mengambil jalan kecil menuju ke Kimkee-leng.

Sesudah ditunggu sekian lama Kiong Mi Yun belum juga kembali.

Saat Kong-sun Po bertemu Tam Yu Cong dan Hwa Kok Han, nona Kiong sudah kembali ke penginapan. Sesudah menyerahkan Ci Giok Phang agar dikawal sampai ke Pek- hoakok, nona Kiong langsung kembali ke penginapan. Begitu melihat nona Kiong pemilik penginapan langsung memberi tahu nona Kiong.

"Kawanmu sudah pergi, dia bilang nona langsung saja ke tempat tujuan, dia menunggu di sana!" kata pemilik penginapan.

"Aaah, pasti dia ke Kim-kee-leng?" pikir nona Kiong.

Karena penasaran Kiong Mi Yun bertanya pada pemilik penginapan.

"Kenapa dia meninggalkan aku, apakah dia bilang padamu?" kata Kiong Mi Yun.

"Dia tidak bilang apa-apa," kata pemilik penginapan. Melihat sikap pemilik penginapan dianggap aneh, Kiong

Mi Yun menyerahkan uang emas padanya.

"Kau pasti tahu sebabnya, katakan apa sebabnya dia meninggalkan aku jika kau beri tahu satu tail emas untukmu!" kata Mi Yun.

Melihat uang emas itu pemilik penginapan kelihatan terbelalak matanya.

"Terus terang kawanmu itu pergi bersama seorang nona," kata pemilik penginapan. Nona Kiong tertegun. "Seperti apa nona itu?"

"Dia cantik tapi tidak kulihat jelas, larinya cepat sekali!" kata pemilik penginapan.

"Sekalipun kau tidak melihat jelas, tapi potongan orang itu kau ketahui bukan? Apakah wajah nona itu bulat dan tubuhnya ramping?" kata Kiong Mi Yun.

Pemilik penginapan berpikir sejenak, baru menyahut. "Benar begitu, barangkali nona itu kawanmu?"

"Benar, aku kenal dia!" kata Kiong Mi Yun. "Terima kasih!"

Dia tinggalkan penginapan itu. Saat itu dia ingat pada gadis yang naik kuda saat dia bersama Ci Giok Phang di tepi jalan. Ketika itu nona Kiong merasa mengenali nona itu, karena sedang bingung dia tidak ingat siapa nona itu? Saat dia sudah mulai tenang, akhirnya dia ingat pada nona itu.

"Pasti dia nona Wan dari pulau Beng-shia-to!" pikir nona Kiong.

Pulau Beng-shia-to terletak di Tong-hay (Laut Timur), tapi letaknya berjauhan dengan Hek-hong-to. Majikan pulau itu bernama Wan Ceng Liong, dia kawan baik ayah nona Kiong. Wan Ceng Liong berilmu tinggi. Kata ayahnya, dia bisa menguasai Cit-sat-ciang juga berkat bantuan orang she Wan itu.

Puteri Wan Ceng Liong bernama Wan Say Eng. Karena puteri satu-satunya, tidak heran kalau Wan Say Eng disayang oleh ayahnya.

Wan Ceng Liong sering berkunjung ke Hek-hong-to.

Suatu hari dia datang bersama puterinya, itu lima tahun yang lalu. Usia nona Kiong saat itu sebaya dengan nona Wan, mereka baru berumur  tahun. Mereka hanya berkumpul selama tiga hari tiga malam. Tidak heran saat melihat nona berkuda putih itu, nona Kiong seperti mengenalinya.

"Pasti Kakak Wan, dia tahu Ayahku datang ke Tiong- goan, maka itu dia suruh Kong-sun Toa-ko pergi! Dia sangat cerdas, aku rasa dia menganjurkan Kong-sun Toa-ko mengambil jalan kecil!" pikir nona Kiong.

Dugaan nona Kiong tentang Wan Say Eng memperingati Kong-sun Po tidak salah, tetapi dia heran kenapa saat di jalan dia tidak menemuinya. Nona Kiong berpikir barangkali Wan Say Eng sudah lupa padanya.

Kong-sun Po berpesan dia langsung ke tujuan, tetapi tidak memberitahu jalan mana yang dia tempuh, jalan besar atau jalan kecil? Karena itu Kiong Mi Yun mengira untuk menghindari ayahnya Kong-sun Po melewati jalan setapak, maka itu Kiong Mi Yun pun mengambil jalan kecil.

-o-DewiKZ^~^aaa-o-

Ketika itu Kong-sun Po terus menunggu kedatangan nona Kiong di tepi jalan. Sampai hari sudah siang Kiong  Mi Yun tidak muncul-muncul. Tentu saja Kong-sun Po cemas bukan main.

"Apa dia terhalang sesuatu? Atau dia sudah langsung ke Kim-kee-leng?" pikir Kong-sun Po.

Bosan menunggu akhirnya Kong-sun Po mengambil putusan kembali lagi ke penginapan. Melihat kedatangan pemuda ini pemilik penginapan memberi keterangan.

"Semalam temanmu datang, tetapi sekarang sudah pergi lagi!" katanya. "Apakah dia meninggalkan pesan?" tanya Kong-sun Po yang hatinya agak lega.

"Sekira sejam sesudah Tuan pergi, dia pulang. Langsung kusampaikan pesan Tuan kepadanya. Dia pun langsung pergi tanpa meninggalkan pesan apa-apa!" kata pemilik penginapan.

"Aku sudah berjanji akan menunggu dia di tengah jalan, pasti dia lewat jalan besar!" pikir Kong-sun Po. Setiba di tempat sepi dia kerahkan gin-kangnya untuk menyusul  nona Kiong. Lari pemuda itu begitu cepat hingga membuat orang yang berlalu-lintas terkejut dan heran.

Tapi sesudah berlari cukup lama, pemuda itu belum juga berhasil menyusul nona Kiong. Ketika Kong-sun Po sudah mulai kelelahan, mendadak dia melihat bayangan seorang gadis berkelebat di rimba di tepi jalan. Kong-sun Po tertegun dia menghentikan larinya. Ketika diawasi dia mengenali nona itu yang memperingati dia agar segera meninggalkan penginapan. Dia susul nona itu.

"Eeh, kau! Kenapa kau ada di sini?" tanya pemuda itu. Nona itu menyahut seperti Kong-sun Po menyapanya. "Eeh kau! Kenapa kau tidak menuruti nasihatku?"

katanya.

"Kau lewat jalan ini, apa kau melihat nona Kiong?" kata Kong-sun Po.

"Dia tahu ayahnya datang, jadi dia harus ikut dengan ayahnya," kata nona itu. "Jika tidak demikian, pasti dia bersembunyi! Mana berani dia lewat jalan ini?"

"Dia sudah berjanji denganku, lagipula dia bernyali besar, pasti dia lewat jalan ini!" kata Kong-sun Po. Seperti dugaan Kiong Mi Yun nona itu memang benar Wan Say Eng. Dia akhirnya tertawa.

"Oh, jadi kau mengejarnya sampai kau berkeringat. Tidak kukira ternyata kau seorang pria sejati dan setia- kawan!" kata Wan Say Eng.

Kong-sun Po menyeka keringatnya, wajahnya berubah merah.

Wan Say Eng tertawa lagi.

"Aku jadi iba padamu, memang aku melihatnya, tetapi dia tidak lewat jalan ini," kata Wan Say Eng.

"Dia lewat jalan mana?" tanya pemuda itu.

"Saat aku lihat dia sedang berdiri di tepi jalan," kata Say Eng, "tetapi bukan mengambil jalan ini. Di samping dia ada seorang pemuda tergeletak di tepi jalan, luka pemuda itu sangat parah. Aku lihat dia sedang berusaha mengobati pemuda itu."

"Kapan?"

"Semalam, saat aku pergi ke kota mencarimu di penginapan!" kata Wan Say Eng.

Kelihatan Kong-sun Po kecewa.

"Pasti dia menemukan Ci Toa-ko dalam keadaan terluka parah, lalu dia menyuruh Beng Teng mengantarkan pemuda itu ke Pek-hoa-kok, dan kembali mencariku," pikir Kong-sun Po.

"Siapa pemuda yang terluka itu?" tanya Wan Say Eng. "Temanku marga Ci!" kata Kong-sun Po. "Apakah kalian

tinggal bersama dia di penginapan?" tanya Say Eng. "Ya."

"Jadi benar!" kata Say Eng.

"Apa yang benar?" tanya Kong-sun Po.

"Pasti Kiong Cauw Bun mengira pemuda itu kau! Maka dia

lukai pemuda itu!" kata Wan Say Eng.

Walau Kong-sun Po sudah menduga, tetapi dia tetap kaget.

"Setahuku Ci Toa-ko terluka parah, Beng Teng mengantarkannya ke Pek-hoa-kok. Sungguh celaka, ternyata dia terluka karena orang mengira dia itu aku!" pikir Kong-sun Po.

Wajah Kong-sun Po berkeringat.

"Bagaimana keadaan lukanya, apa kau melihatnya?" "Aku tidak melihatnya, dia terkena pukulan Cit-sat-

ciangl"

kata Wan Say Eng.

Kong-sun Po sudah mendengar dari Tam Yu Cong bagaimana lihaynya pukulan Cit-sat-ciang itu. Begitu mendengar Ci Giok Phang terluka oleh pukulan itu, dia bertambah kaget.

"Menurutmu bagaimana? Apakah jiwanya bisa tertolong?" kata Kong-sun Po.

"Kecuali Iwee-kang temanmu bisa melawan Iwee-kang Kiong Cauw Bun, dia akan selamat. Sebaliknya jika tidak maka jiwanya tidak akan tertolong!" kata Wan Say Eng.

Ucapan nona Wan itu bermaksud mengatakan bahwa jiwa Ci giok Phang sulit diselamatkan. Tampak Kong-sun Po bertambah cemas.

"Tidak kusangka aku malah menyeret Ci toa-ko dalam masalah ini! Lalu aku harus bagaimana?" kata pemuda itu.

Wan Say Eng tertawa.

"Lebih baik kau jangan pedulikan orang lain," kata Wan Say Eng. "Cepat pergi, jika tidak nyawamu akan melayang!"

"Terima kasih atas maksud baikmu, tapi...." Ucapan Kong-sun Po tidak tuntas.

Wan Say Eng tertawa lagi.

"Tapi hatimu masih bergelora, dan kau ingin tetap menunggu Kak Mi Yun dijalan ini, kan?" kata Wan Say Eng.

Wajah Kong-sun Po berubah merah.

"Nona jangan mentertawakan aku," kata pemuda itu. "Kalau begitu, demi Kak Mi Yun kau harus menghindari

ayahnya!" kata Wan Say Eng."Jika tidak kau akan mati dan hal itu akan menyebabkan Kak Mi Yun berduka seumur hidupnya," kata Wan Say Eng.

"Belum tentu ayah Mi Yun mampu memukulku hingga binasa?" pikir Kong-sun Po.

"Mati dan hidup itu takdir! Jika dia bermaksud membunuhku percuma saja aku menghindarinya. Nona aku belum tahu namamu, aku yakin kau kawan Mi Yun, kan?"

"Namaku Wan Say Eng, aku juga tidak tahu apakah aku ini sahabatnya atau bukan. Beberapa tahun yang lalu aku menjadi tamunya. Aku senang bermain dengannya." kata Wan Say Eng.

"Aaah, aku jadi heran," kata Kong-sun Po. "Apa yang kau herankan?" kata Wan Say Eng.

"Katamu kau kawan baiknya, tetapi kenapa ketika kau melihat dia sedang menolongi Ci Toa-ko, kau malah tidak menemuinya?".

Mendengar pertanyaan itu Wan Say Eng tertawa. "Kak Mi Yun sangat cerdik, kau tidak secerdik dia! Hingga tentang hal itu kau tidak bisa menerkanya.'" kata Wan Say Eng.

Wajah Kong-sun Po lagi-lagi merah. "Memang aku bodoh," katanya. Wan Say Eng tersenyum.

"Itu demi dirimu" kata nona Wan. "Demi aku?"

Mendadak Kong-sun Po sadar langsung berseru.

"Ooh, betul! Sekarang aku mengerti. Karena kau melihat majikan pulau Hek-hong melukai temanku, kau takut dia akan mencariku, sehingga kau tidak punya waktu untuk menemuinya. " kata Kong-sun Po.

"Masih ada satu sebab lain, tetapi jika kau tidak bisa menebaknya itu bukan berarti kau bodoh, lho!"

"Apa sebabnya?"

"Aku ingin mengadu otak dengan Kak Mi Yun. Dulu aku selalu kalah olehnya. Tetapi kali ini aku harus menang. Terusterang aku telah menyuruh orang memberikan kuda putihku kepadanya" kata Wan Say Eng.

Sebenarnya saat bertemu pun Kong-sun Po ingin menanyakan ke mana kuda nona itu. Sekarang dia tahu kuda itu diberikan pada Mi Yun.

"Aah, aku tahu Mi Yun itu nakal, tetapi tidak tahunya nona ini jauh lebih nakal dari Mi Yun!" pikir Kong-sun Po. "Kau berikan kudamu padanya, tetapi kau sendiri tidak tahu dia mengambil jalan mana? Mana mungkin orangmu itu akan menemukan dia?" kata Kong-sun Po.

"Kau terlalu banyak bertanya, tetapi tidak apa. Orang yang kusuruh mengantarkan kudaku itu pelayannya. Yaitu pencopet yang kalian lihat di rumah makan."

"Oooh, begitu! Pantas kemarin dia tergesa-gesa mengejar pencopet itu!" kata pemuda ini.

"Tadi kau bertanya, kenapa aku mau memberikan kuda putihku padanya, kan? Semua aku lakukan agar dia berpikir, hingga permainan ini jadi lebih seru!" kata Wan Say Eng.

Kong-sun Po tetrtawa terpingkal-pingkal karena geli. "Kenapa kau tertawa? Mentetawakan aku, seperti anak kecil saja!" kata Wan Say Eng.

"Benar, kau mirip Mi Yun, kalian seperti anak-anak!" Tiba-tiba wajah Wan Say Eng berubah serius.

"Baik aku sekarang mau bicara serius. Aku kira sampai sekarang ayah nona Kiong belum pernah melihatmu! Aku dengar dia hanya melihatmu saat kau berumur satu tahun," kata Wan Say Eng. "Benar kan?"

"Benar," kata pemuda itu. "Lalu kenapa?"

"Sekarang berikan payungmu itu padaku," kata Wan Say Eng.

"Memang kenapa?"

"Dia tidak mengenalimu, namun dia tahu kau punya payung. Jika payung itu ada di tanganku, tidak masalah

kau bertemu dengan dia." kata Wan Say Eng. Kong-sun Po menggelengkan kepala.

"Maaf, payung pusaka ini tidak bisa kuberikan padamu." Kata pemuda itu.

"Hm! Kau takut payung itu kuambil, kan?" Pemuda itu menggelengkan kepalanya.

"Bukan karena itu, tapi kalau aku takut dikenali karena payung itu, maka artinya aku bernyali kecil!" kata Kong-sun Po.

"Aah, kiranya kau pemberani dan gagah. Nah, berikan payung itu padaku, boleh kan?" kata si nona.

"Aku tidak berani menerima pujianmu," kata Kong-sun Po.

Mata nona itu terbelalak.

"Kau ini bagaimana sih? Ini tidak boleh, itu tidak boleh! Bilang saja kau tidak mau memberikan payungmu itu. Tapi sekarang... aku harap kau anggap aku sebagai temanmu, berikan payung itu padaku! Jika kau bertemu dengan ayah Mi Yun, kau lawan dia dengan tangan kosong. Dengan demikian kau tidak akan dicemoohkan bernyali kecil. Begitu kan maumu?"

Kelihatan pemuda ini jadi serba-salah.

"Ucapan seorang ksatria harus bisa dipercaya, kecuali kau anggap aku bukan temanmu!" kata nona Wan.

Ucapan nona ini membuat hati Kong-sun Po panas bukan main.

"Baik, payung ini akan kuberikan padamu!" kata Kong- sun Po. Dia memberikan payung itu pada nona Wan yang diterimanya oleh nona Wan sambil tertawa.

"Terima kasih," kata nona Wan. Mendadak terdengar suara toya menyentuh tanah. Maka berkatalah Wan Say Eng.

"Sekarang aku ingin bermain-main dengan ayah Mi Yun, sementara kau menghadapinya, aku akan bersembunyi!" kata nona Wan.

"Baik," kata Kong-sun Po.

Kong-sun Po menganggap nona Wan takut pada ayah Mi Yun, maka dia mengangguk mengiakan.

"Cepat kau bersembunyi!" kata pemuda itu.

"Ingat! Menghadapi dia kau jangan menggunakan ilmu racun melawan racun!" pesan nona Wan yang menggunakan ilmu Coan-im-jip-pek.

Selang sesaat muncul seorang lelaki tua berjubah hijau, dia membawa-bawa toya yang mengkilap. Kong-sun Po langsung tahu itu pasti ayah Mi Yun. "Ci Toa-ko terluka olehnya, entah masih hidup atau sudah mati? Tetapi dia ayah Mi Yun!" pikir Kong-sun Po.

-o-DewiKZ^~^aaa-o-

Pada saat Kong-sun Po kebingungan bagaimana menghadapi Kiong Cauw Bun, lelaki berjubah hijau itu sudah berdiri di depannya. Kiong Cauw Bun terus mengamati pemuda ini dengan sorot mata tajam. Hal itu membuat bulu roma Kong-sun Po berdiri dan tubuhnya merinding. Kiong Cauw Bun seorang jago tua dunia persilatan, sekali lihat dia langsung tahu pemuda yang ada di hadapannya itu memilik Iwee-kang yang tinggi. Kelihatan jago tua ini terperanjat.

"Dia masih muda, tetapi aku kira lwee-kangnya tinggi. Mungkinkah dia ini Kong-sun Po?" pikir Kiong Cauw Bun. Pemuda itu berusaha menekan amarah yang ada di rongga dadanya. Dia awasi Kiong Cauw Bun dengan tajam.

"Lo Cian-pwee, Anda punya petunjuk apa?" kata Sun Po.

"Kelihatan kung-fumu lumayan, siapa gurumu?" tanya Kiong Cauw Bun.

"Boan-pwee (aku yang rendah, red) hanya berlatih kung- fu biasa saja," jawab Kong-sun Po, "jika kuberitahukan padanya, itu hanya akan menghina Guruku saja!"

"Hm! Siapa kau?" bentak Kiong Cauw Bun sambil mendengus.

"Aku hanya kebetulan lewat," jawab pemuda itu. "Siapa Lo Cian-pwee?"

"Aku Kou-hun-su-cia! (Malaikat Pencabut Nyawa)" jawab Kiong Cauw Bun dingin. "Siapapun yang bertemu denganku, pasti sial!"

"Aku punya kawan bermarga Ci, apa Lo Cian-pwee pernah bertemu dengannya?" tanya Kong-sun Po.

"Ya, aku bertemu dengannya. Dia sudah binasa oleh sebuah pukulanku!" jawab Kiong Cauw Bun.

Tanpa disadarinya, Kong-sun Po mengertakkan gigi sambil berkata dengan suara dingin.

"Hek-hong To-cu, kau dengan dia tidak bermusuhan, kenapa kau lukai dia?"

Kiong Cauw Bun tertawa terbahak-bahak.

"Jika Lo-hu membunuh orang, tidak perlu ada alasannya," kata Cauw Bun. "Kau sudah tahu siapa aku, kenapa masih bertanya? Karena itu kau harus mampus! Cepat beri tahu namamu. Mungkin kau akan kuampuni!" "Jika kau bertanya dengan baik-baik, aku akan memberi tahumu! Seorang ksatria boleh kau bunuh tetapi tidak boleh dihina!" kata Kong-sun Po.

Wajah Kiong Cauw Bun berubah.

"Sekalipun kau tidak memberitahu, aku sudah tahu!

Terimalah pukulanku!" kata Kiong Cauw Bun.

Kiong Cauw Bun langsung menyerang, sedang Kong-sun Po pun sudah siap sejak tadi. Serangan Cauw Bun dia tangkis dengan jurus Tay-hang-pat-sek (Delapan jurus cengkraman), dia kerahkan dengan Iwee-kang yang diajarkan Beng Beng Tay-su.

"Buum!"

Terdengar suara benturan keras sekali. Kong-sun Po terhuyung-huyung ke belakang tiga langkah. Tubuh Kiong Cauw Bun pun bergoyang. Saat Kiong Cauw Bun mengawasi ke arah pemuda itu, dia lihat wajahnya biasa saja. Sama sekali tidak ada gejala keracunan. Kiong Cauw Bun terkejut bukan kepalang bahkan heran luar biasa.

Kiong Cauw Bun terkenal angkuh, maka itu pada anak muda dia tidak mengerahkan tenaga sepenuhnya.  Tetapi dia gunakan delapan bagian tenaganya yang beracun. Ini dilakukannya karena dia tahu pemuda ini memiliki Iwee- kang yang tinggi.

Saat menyerang dia yakin Kong-sun Po akan binasa, atau paling tidak pemuda itu akan terluka parah. Dia heran jangankan mati atau terluka, roboh pun anak muda itu tidak.

Dia berlatih di seberang lautan sekian lama, dia mengira kepandaiannya sudah melebihi Hong-lay-mo-li dan suaminya,   juga   Tam   Yu   Cong.   Tidak   tahunya   baru menghadapi anak muda yang tidak dikenalnya tubuhnya sudah bergoyang.

Hal yang membuat heran, dia tidak tahu ilmu apa yang digunakan anak muda ini. Walau pengalamannya luas, tapi heran dia tidak tahu pukulan apa itu.

Ilmu Tay-hang-pat-sek itu ilmu silat milik Keluarga Suang. Ilmu ini tidak pernah diturunkan pada orang lain. Ilmu ini ciptaan kakek Kong-sun Po dan diukir didinding ruang rahasia. Oleh karena itu hanya Kong-sun Po dan ibunya yang tahu. Kemudian ibu Kong-sun Po menurunkan ilmu itu pada Ciu Cioh.

Kong-sun Khie dan Kiong Cauw Bun sahabat baik. Tetapi Kong-sun Khie tidak mengetahui tentang ilmu silat itu. Tidak heran jika Kiong Cauw Bun pun tidak diberitahu oleh ayah Kong-sun Po.

Sedangkan Iwee-kang yang digunakan pemuda itu, Beng Beng Tay-su yang mengajarinya. Lwee-kang itu Iwee-kang aliran Buddha. Sesudah Beng Beng Tay-su menguasai tenaga dalam itu, dia jarang berkelana. Malah dia tidak pernah menggunakan Iwee-kang itu.

Sesudah melongo sekian lama, Kiong Cauw Bun berpikir.

"Apa aku salah lihat lagi? Barangkali bocah ini bukan Kong-sun Po? Dia masih muda, tapi kepandaiannya demikian tinggi. Sepuluh tahun lagi kepandaiannya bisa berada di atasku. Aaah, aku tidak peduli apakah dia Kong- sun Po atau bukan, aku harus membunuhnya!" pikir Kiong Cauw Bun.

"Bocah, terimalah pukulanku lagi!" kata Kiong Cauw Bun yang sudah berpikir matang akan membunuh pemuda ini. Tampak Kiong Cauw Bun menggerakkan tongkatnya. Dia serang semua jalan darah Kong-sun Po yang berbahaya. Ilmu totok Kiong Cauw Bun sangat terkenal, sekali totok mampu menyerang ke tujuh jalan darah lawan.

"Sungguh kejam ilmu totokmu itu!" bentak Kong-sun Po.

Dengan cepat pemuda ini menghindar dari setiap totokan lawan, sekaligus dia melancarkan sebuah pukulan keras.

Saat masih kecil Kong-sun Po digembleng oleh tiga guru silat yang mahir. Ilmu totok dia pelajari dari ayah Hong- laymo-li, ilmu totok itu bernama Keng-sin-ci-hoat (Ilmu jari mengejutkan dewa). Ilmu ini sangat tinggi hingga ilmu totok Kiong Cauw Bun sulit menembusnya.

Sayang Kong-sun Po tidak sungguh-sungguh, dia tak berani menggunakan Keng-sin-ci-hoat, padahal tenaga dalamnya kalah oleh Kiong Cauw Bun. Malah ketua pulau Hek-hong ini menyerang dengan sekuat tenaga. Maka itu Kong-sun Po agak terdesak. Saat pemuda itu melancarkan serangan, Kiong Cauw Bun menangkis dengan toyanya.

"Plaak!"

Seketika itu juga pemuda itu roboh. Kiong Cauw Bun jadi bingung menerka siapa pemuda ini. Jika Kong-sun Po menggunakan Tan-sin-cihoat dia akan tahu siapa pemuda itu.

Saat dia periksa toyanya agak cacat hingga membuat Kiong Cauw Bun kaget. Tapi tiba-tiba dia tertawa.

"Hai bocah kau bisa kabur ke mana?" katanya. Saat akan roboh ke tanah, Kong-sun Po menggunakan jurus Leehi-ta-teng (Ikan lele meletik). Tetapi pada saat yang bersamaan tongkat Kiong Cauw Bun mengarah ke kepala pemuda itu. Saat itu

diduga pemuda ini akan binasa. Tiba-tiba terdengar suara seruan.

"Paman Kiong hentikan!" kata suara itu.

Wan Say Eng muncul dari dalam rimba. Melihat nona Wan muncul Kiong Cauw Bun tersentak kaget.

"Ooh, nona Wan, bagaimana kau bisa ada di sini?" kata Kiong Cauw Bun.

"Paman Kiong, kenapa kau berkelahi dengan kawanku?

Aku sedang berjalan bersamanya," kata nona Wan.

"Oh, jadi dia ini temanmu? Tadi kau bersembunyi di mana? Mengapa kau tidak segera memberitahu aku?" kata Kiong Cauw Bun. Wan Say Eng malah tertawa.

"Aku bersembunyi karena ingin melihat kung-funya! Bagaimana menurutmu Paman Kiong, buruk atau lumayan?" kata nona Wan.

"Hm! Lumayan, sungguh lumayan. Siapa nama temanmu itu?"

"Namanya Ciu Chu Kang," kata nona Wan berbohong. "Paman, dia tidak bersalah padamu, kenapa kau tega ingin membunuhnya?"

Kong-sun Po merasa geli karena nona Wan sembarangan saja memberinya nama. Tetapi hatinya berguncang.

"Nama kecilku Khi Ok (Kejahatan lenyap), Ibuku yang memberi nama begitu. Sekarang nona Wan memberi nama Chu Kang (Membasmi kejahatan). Khi Ok dan Chu Kang sama artinya. Eh, apa barangkali dia tidak sembarangan memberi nama padaku, tapi barangkali ada maksudnya?" pikir Kong-sun Po.

"Aneh sekali nama temanmu itu?" kata Kiong Cauw Bun. "Karena aku memandang mukamu, maka aku tidak akan membunuhnya! Tetapi kalian harus bicara terus-terang padaku!"

Wan Say Eng cemberut.

"Kenapa sih. Paman Kiong begini garang! Baik, Paman mau bertanya apa?" kata nona Wan.

"Kemarin aku melukai orang, dia bilang temannya. Apa kau tahu itu?"

Sebelum menjawab Wan Say Eng balik bertanya. "Tahu apa?" kata nona Wan.

"Benar tidak kata-katanya? Lalu siapa orang itu?" kata Kiong Cauw Bun.

"Dia temanku, kenapa aku harus berbohong," kata Sun Po. Wan Say Eng tertawa,

"Aku tahu, orang itu tuan muda Pek-hoa-kok, namanya Ci Giok Phang, terus-terang dia temanku juga. Jelas karena dia temannya jadi temanku juga!" kata nona Wan.

Wan Say Eng ingin bilang, dia kenal dulu Ci Giok Phang, baru dia kenal dengan pemuda ini. Kata-kata nona Wan ini ingin membebaskan Kong-sun Po dari kesulitan. Di balik ucapannya itu dia juga ingin menyatakan, bahwa dia dengan Kong-sun Po punya hubungan istimewa. Saat nona Wan menyebut nama Ci Giok Phang, dia heran. "Dia masih muda tapi pengetahuannya tentang Dunia Persilatan sangat luas. Dia banyak mengenal tokoh persilatan," pikir Sun Po.

Sebenarnya Kiong Cauw Bun mulai curiga dan kurang senang atas kebohongan nona ini, tapi tidak dia ungkapkan.

"Baiklah, karena kau bilang orang she Ci itu temanmu, benarkah kalian pernah bersama-sama dengan puteriku di penginapan? Apa kalian juga tinggal di sana bersama- sama?"

"Tentu saja tidak, kami punya pasangan masing-masing, jadi tidak sekamar," kata Wan Say Eng.

Kemudian nona ini tersenyum malu-malu.

"Hm, nona ini pandai bersandiwara, pasti Kiong Cauw Bun akan pusing menerkanya!" pikir Kong-sun Po.

Benar saja Kiong Cauw Bun kaget dan pusing sekali. "Jadi lelaki yang dicintai puteriku itu orang she Ci yang

aku lukai, bukan Kong-sun Po. Aah, masa bodoh! Yang penting aku harus lalui jejak puteriku pergi ke mana dia!" pikir Kiong Cauw Bun.

"Kau tahu ke mana puteriku pergi?"

"Tentu aku tahu, Kak Mi Yun akan ke Kim-kee-leng, bahkan aku juga tahu jalan yang dilaluinya," kata nona Wan. "Ke mana?"

"Ke sana!" kata nona Wan sambil menunjuk ke arah barat. "Dia mengambil jalan kecil, cepat Paman kejar dia!" kata nona Wan.

Dia tatap Wan Say Eng dengan tajam. "Benarkah? Kau tidak membohongiku?" kata Kiong Cauw Bun menegaskan. "Kalau Paman Kiong tidak percaya, ya sudah!" kata nona Wan manja. "Malah Tio Keng pelayanmu juga sedang menuju ke jalan itu! Paman boleh mengejarnya, dalam sejam kau akan bertemu dengannya. Maka saat itu Paman akan percaya bahwa aku tidak membohongimu!"

Kiong Cauw Bun membalikkan badannya akan pergi. Itu memang yang diharapkan oleh nona Wan. Tetapi tiba-tiba Kiong Cauw Bun berbalik lagi. Ini membuat nona Wan kaget bukan kepalang.

"Ada apa lagi, Paman?" tanya si nona agak gugup sedikit.

"Aku lupa bertanya, sebenarnya bagaimana  hubunganmu dengan bocah she Ciu ini?" kata Kiong Cauw Bun.

Wajah nona Wan kemerah-merahan.

"Paman, kok kau masih bertanya sih! Apa Paman belum percaya?" kata nona Wan.

"Sungguh aku tidak bergurau, aku cuma ingin tahu kepastian saja!" katanya.

Rupanya yang ada di benak Kiong Cauw Bun ini sangat jahat, jika hubungan nona Wan dan pemuda itu biasa-biasa saja, dia ingin membunuh pemuda itu.

Tampak Wan Say Eng cemberut.

"Paman Kiong ini bagaimana sih? Aku tidak tahu bagaimana harus mejelaskannya pada Paman. Terus-terang aku sendiri bingung. Sebenarnya kami berdua ini apa, teman biasa atau ... Aaah, aku tidak tahulah! Tapi Ayah menyuruhku membawa dia ke pulau Beng-shia-to untuk menemuinya. Jika Paman ingin tahu lebih jelas, lebih baik Paman tanyakan saja pada Ayahku!" kata nona Wan. Kelihatan Kiong Cauw Bun agak kaget.

"Rupanya ayah nona ini ingin menjadikan pemuda ini menantunya. Apa benar begitu? Kalau begitu aku tidak boleh mengganggunya!" pikir Kiong Cauw Bun.

"Hm!" Kiong Cauw Bun mendengus dingin. "Aku telah melukai Ci Giok Phang, teman kalian. Sedangkan tadi temanmu ini ingin membuat perhitungan denganku. Oleh karena itu aku harus bertanya padanya."

Lalu dia awasi Kong-sun Po. "Saudara Ciu, apa kau masih ingin menuntut balas padaku?" kata Kiong Cauw Bun.

Buru-buru nona Wan menggoyang-goyangkan tangannya. Tetapi Kong-sun Po yang masih gusar malah menjawab.

"Jika temanku mati dan sekarang belum bisa membalaskan sakit hatinya, kelak pasti aku akan membuat perhitungan denganmu!" kata Kong-sun Po.

Kiong Cauw Bun tertawa dingin.

"Dia terluka oleh pukulan Cit-sat-ciangku, mana mungkin dia masih hidup? Baik, aku terima tantanganmu itu!" kata Kiong Cauw Bun.

Mendadak nona Wan tertawa. Mendengar tawa itu Kiong Cauw Bun tampak keheranan. Dia tatap nona itu dengan tajam.

"Kenapa kau tertawa?" kata Kiong Cauw Bun.

"Paman Kiong jangan bicara begitu, karena aku tidak yakin dengan satu pukulan Paman akan mampu membinasakan pemuda she Ci itu!" kata nona Wan. "Apakah Paman melihat sendiri dia telah mati?" "Sekalipun aku tidak melihatnya, namun dia terluka oleh Cit-sat-ciangku. Aku yakin dia tidak akan bisa hidup sebulan lagi!" kata Kiong Cauw Bun.

Wan Say Eng tertawa.

"Paman Kiong, kau barangkali sudah lupa. Ayahku dapat mengobati racun pukulan Cit-sat-ciang! Aku memang belum begitu mahir, namun aku juga dapat menyelamatkannya!" kata nona Wan.

Kiong Cauw Bun langsung tahu maksud ucapan nona Wan itu. Dia langsung tertawa terbahak-bahak.

"Ha, ha, ha bagus! Bagus sekali. Dengan demikian Saudara Ci tidak harus membalas dendam lagi padaku. Baiklah kita hapus saja permusuhan ini!?" katanya.

Sesudah itu dia membalikkan tubuhnya dengan tanpa menoleh lagi dia berlalu. Sesudah Kiong Cauw Bun pergi, Kong-sun Po berkata pada nona Wan.

"Nona Wan, aku ingin menanyakan dua hal padamu.

Aku minta kau jawab dengan jujur!" kata Kong-sun Po.

"Hm! Kau curiga aku bohong?" kata nona Wan sambil tersenyum.

"Kau beritahu jalan yang ditempuh oleh nona Kiong, bukankah kau membohongi Kiong Cauw Bun?" kata Kong- sun Po. Nona Wan tersenyum.

"Aku tidak bohong!" kata si nona.

Mendengarjawaban itu Kong-sun Po terkejut bukan kepalang.

"Mi Yun menempuh jalan kecii, kau beritahu ayahnya, bukankah itu... itu..." pemuda itu gugup seketika. "Kau kelihatan gugup, jangan lupa aku sudah menghadiahkan kuda putihku padanya? Kusuruh Tio Keng

memberikannya pada Kak Mi Yun!" kata nona Wan. Sesudah berpikir sejenak dia mengangguk.

"Kau benar, karena Mi Yun naik kuda maka ayahnya tidak

akan dapat mengejarnya," kata pemuda itu.

"Kuda itu kuda jempolan," kata nona Wan. "Mana mungkin ayah Mi Yun bisa mengejarnya Nah, sekarang kau tidak perlu panik. Dia tidak akan bisa mengejar puterinya, kau juga tidak akan bisa mengejarnya. Nanti di Kim-kee- leng baru kalian bertemu dengannya!"

"Mi Yun pasti selamat, maka itu aku tidak perlu tergesa gesa menyusul dia. Aku....aku..."

Wan Say Eng tersenyum.

"Kau kenapa? Oh, ya tadi kau akan menanyakan satu hal lagi!" kata nona Wan. "Apa itu?"

"Benarkah kau bisa memunahkan racun Cit-sat-ciang!" "Benar! Kau kira aku membohongi ayah Mi Yun?" "Nona Wan maukah kau membantuku?"

"Kau ingin aku mengobati Ci toa-komu?"

"Benar, bukankah kau bilang dia itu temanmu juga?" Wan Say Eng menggeleng-gelengkan kepalanya. "Kau tidak curiga aku berbohong?"

"Jadi benar kau kenal Ci Giok Phang?" kata Kong-sun Po sambil tertawa. Wan Say Eng mengangguk. "Benar, tapi aku sedikit berbohong!"

”Bohong sedikit, apa maksudmu?"

"Aku cuma kenal dengan adiknya. Beberapa hari yang lalu aku bertemu dengan adiknya!" kata nona Wan.

Kong-sun Po kaget juga girang.

"Kau kenal Ci Giok Hian? Dari Giok Phang aku dengar dia mau pulang, tapi kakaknya curiga dia tidak pulang. Sesudah berpisah di rumah keluarga Han. Di mana kau bertemu dengan dia?" kata Kong-sun Po.

"Aku bertemu di kota Liu-hoo, dia jalan bersama seorang pemuda," kata nona Wan menjelaskan.

"Kota Liu-hoo! Jadi mereka akan ke Kang-lam. Apa kau kenal siapa pemuda yang menyertainya?" kata Kong-sun Po.

Kong-sun Po heran calon suami nona Ci, Kok Siauw Hong, selalu bersamanya. Tapi ia tahu Kok Siauw Hong terkena panah musuh, lalu pemuda yang bersama nona Ci itu siapa? Begitu yang ada di benak Kong-sun Po saat itu.

"Aku tahu, nama pemuda itu Seng Liong Sen, dia murid Kang-lam Bu-lim Beng-cu (Ketua Kaum Persilatan Kang- lam), namanya Bun Ek Hoan!" kata nona Wan. ”Sebenarnya aku hanya kenal dengan Liong Sen, sesudah bertemu mereka di Liu-hoo, baru aku tahu nona itu bernama Ci Giok Hian!"

Pemuda ini tertegun.

"Aneh sekali, bagaimana dia bisa berjalan bersama-sama Seng Liong Sen?" kata Kong-sun Po.

Wan Say Eng tertawa. "Eh, kau jangan usil urusan orang lain! Kenapa, memang nona Ci tidak boleh bersama Seng Liong Sen? Memangnya ada hubungan apa denganmu?" kata nona Wan.

Pemuda itu menggelengkan kepalanya, dia bertanya begitu karena merasa aneh saja.

"Sudah kita bicarakan masalah lain saja," kata pemuda itu.

"Maukah kau mengobati Ci Giok Phang?" Wan Say Eng tersenyum.

"Kau setia kawan pada temanmu, tapi. "

"Tapi kenapa?"

"Terus-terang aku bukan usil pada urusan orang lain," kata

nona Wan. "Aku membantumu agar kau terhindar dari tangan jahat! Tahukah apa sebabnya?"

"Aku tidak tahu!" kata pemuda itu jujur. "Itu demi Kak Mi Yun, lho!"

Pemuda itu mengangguk.

"Nona Wan, menolong seseorang itu satu perbuatan yang bijaksana, aku mohon kau mau menolong Ci Giok Phang!" kata Kong-sun Po.

"Membantu sih boleh, tapi bagaimana kau membalas kebaikan itu?" tanya Wan Say Eng.

Pertanyaan nona Wan itu membuat Kong-sun Po jadi melongo. Karena jujur dan lugu, dia tidak tahu kalau membantu orang lain itu harus ada balasannya. "Ya, jika kau membantu menyelamatkan Ci Toa-ko, nanti jika kau butuh tenagaku aku akan membantumu dengan tidak menghiraukan nyawaku!" kata Kong-sun Po.

"Aku tidak butuh balasan begitu," kata nona Wan. "Aku tidak ingin sampai kau mengorbankan nyawamu."

Kong-sun Po tertegun.

"Kalau begitu, bagaimana aku harus membalas budimu?" "Aku hanya ingin kau mengabulkan satu permintaanku

saja," jawab nona Wan.

"Mengenai apa?" kata Kong-sun Po. Wan Say Eng tersenyum manis.

"Sayang sekarang belum terpikir olehku," kata nona Wan. "Nanti baru akan kuberitahukan padamu!" Pemuda itu mengerutkan keningnya.

"Aah, bagaimana jika aku tidak bisa melaksanakan permintaanmu itu?"

"Jangan resah, karena aku tidak akan menyuruhmu melakukan hal yang melanggar perikemanusiaan. Malah aku pikir kau akan mampu melaksanakannya!" kata Wan Say Eng.

Mendengar keterangan itu legalah hati Kong-sun Po. "Baik, kalau begitu aku kabulkan!" kata dia.

Wan Say Eng tersenyum.

"Bagus. Sekarang juga kita ke Pek-hoa-kok! Tapi ini akan menghalangimu untuk segera bertemu dengan Kak Mi

Yun!" kata nona Wan menggoda.

Wajah Kong-sun Po langsung merah. "Nona Wan jangan bergurau. Aku akan menemanimu ke Pek-hoa-kok dulu." Kata pemuda itu.

Sekalipun dia berkata begitu otaknya berpikir lain.

"Aku yakin pasti Mi Yun cemas, jika sampai di Kim-kee- leng dia tidak bertemu aku. Tetapi jika dia mengerti pasti dia tidak akan menyalahkan aku tidak tepat janji!" pikir Kong-sun Po.

Tiba-tiba Wan Say Eng masuk ke dalam hutan, tak lama ketika kembali di tangannya tergenggam payung pusaka milik Kong-sun Po.

"Nih, payungmu! Baik kita berangkat," kata nona Wan. "Payung ini sudah kuberikan untukmu, lho!" kata

pemuda itu.

Wan Say Eng tertawa geli.

"Hi, hi, hi, dasar bodoh! Kau kira aku sungguh-sungguh menginginkan payungmu? Terus-terang payung itu aku minta darimu agar Kiong Cauw Bun tidak mengetahui kau ini Kong-sun Po, lho!" kata nona Wan.

"Ooh, begitu!" kata Kong-sun Po sambil tersenyum.

Baru berjalan belum lama Wan Say Eng tertawa. "Saat aku bicara dengan ayah Kak Mi Yun, pasti kau curiga aku berbohong. Namun, ada satu kata-kataku yang justru tidak

kau tanyakan apa aku bohong atau tidak?" kata nona Wan.

Kong-sun Po tercengang. "Kata-kata yang mana?" "Waktu kubilang aku akan membawamu menemui

Ayahku!" "Mengenai hal itu, aku tidak perlu bertanya," kata Kong- sun

Po sambil tertawa. "Kenapa?" tanya si nona.

"Karena aku tahu ucapanmu itu untuk membohongi Kiong

Cauw Bun, ya kan?"

Mata Wan Say Eng melirik ke arah pemuda itu. "Oh Ya! Bagaimana kalau itu benar?"

"Nona Wan kau benar-benar pandai bergurau!" kata Kong-

sun Po. "Kenapa kau anggap aku bergurau?"

"Karena aku tidak kenal ayahmu, sedang ayahmu juga tidak kenal padaku. Mana mungkin kau ajak aku menemuinya?" kata pemuda ini.

"Tahukah kau kenapa aku pergi meninggalkan pulau datang ke tempat ini?" kata nona Wan.

Kong-sun Po menatap wajah nona Wan sambil tersenyum.

"Aku kira kau juga sama dengan Mi Yun, kau kabur dari rumahmu," kemudian Kong-sun Po berpikir sejenak. "Kalian sama nakalnya, aku yakin tebakanku tidak salah, kan?"

"Jika kukatakan, ayahku yang menyuruhku mencarimu dan membawanya pulang, kau percaya tidak?" kata nona Wan.

Kong-sun Po tertawa terbahak-bahak. "Mana ada urusan seperti itu? Sudah, sudah aku harap kau jangan menggodaku terus!" kata Kong-sun Po.

Kong-sun Po sama sekali tidak mengira kalau kali ini nona Wan bicara sungguh-sungguh. Ucapan yang terakhir Kong-sun Po membuat nona Wan agak kecewa.

"Dia kira aku bergurau, di hatinya pasti dia tidak rela ikut aku pulang. Sekalipun aku berhasil menyuruh dia menepati janji ikut aku pulang, namun tidak ada gunanya." Nona Wan jadi geli. "Kelihatannya kali ini aku akan kalah lagi dari Kak Mi Yun!"

Kejadian lima tahun yang lalu terbayang kembali olehnya. Ketika itu dia bersama ayahnya berkunjung ke Hek-hong-to. Usia nona Wan dan Mi Yun sebaya, mereka juga cocok dan sering bermain bersama-sama. Saat itu mereka baru berumur limabelas tahun. Mereka berdua dimanja oleh orang tua mereka masing-masing. Tidak heran keduanya punya sifat tidak mau saling mengalah dan selalu ingin menang sendiri.

Suatu hari nona Kiong mentertawakan nona Wan tidak bisa berdandan seperti gadis desa. Rupanya Kiong Mi Yun pernah ikut ayahnya ke daratan Tiongkok, sehingga tahu keadaan nona-nona di kota besar, sedang nona Wan tidak pernah meninggalkan pulau Beng-sia-to. Saat itu nona Wan sadar kalau nona Kiong menganggap rendah dirinya.

Suatu hari Kiong Mi Yun sadar nona Wan tidak mengerti, lalu dia menunjuk ke kolam di kolam itu ada itik sedang berenang.

"Gadis desa itu sama dengan itik yang buruk itu. Kau mengerti kan?" kata nona Kiong.

Karena kesal Wan Say Eng menangis. Suatu saat nona Kiong mengajak Wan Say Eng mengadu kungfu. Nona Wan kalah oleh nona Kiong hingga nona Kiong puas. Tapi nona Wan tidak mau kalah, dia bilang bahwa ayah nona Kiong menguasai ilmu silat Cit-sat-ciang karena diajari oleh ayahnya. Soal ini akhirnya diketahui oleh Kiong Cauw Bun dan memarahi puterinya hingga menangis. Setiap kali nona Wan selalu kalah dari nona Kiong, hal itu membuat Wan Say Eng sangat penasaran sekali. Untung mereka tidak mengingat kekalahan itu sebagai dendam. Maka tetap mereka itu bersahabat baik. Namun, nona Wan ingin bisa mengalahkan nona Kiong.

Suatu hari Wan Say Eng berlatih ilmu Kim-sia-ciang- hoat (Ilmu pukulan pelangi emas) dengan ayahnya. Nona Wan kelihatan tidak bersemangat.

Ayah nona Wan tertawa dan menghampiri puterinya. "Nak, bukankah kau ingin mengalahkan Mi Yun, jika

kau mahir Kim-sia-ciang-hoat maka dengan mudah kau bisa mengalahkannya!" kata sang ayah. "Sebaiknya kau rajin berlatih!"

Nona Wan tetap murung. Ayahnya tertawa.

"Tidak berguna walau aku menang dari Mi Yun, karena katanya wajahku buruk! Benarkah aku buruk?" kata Wan Say Eng.

"Siapa bilang puteriku jelek?" kata ayahnya.

"Mi Yun yang bilang," sahut Wan Say Eng. Ayahnya tertawa.

"Kau tidak tahu kalau wajahmu cantik sekali," kata ayahnya. Kau lebih cantik dari dia! Ayah sering melihat nonanona lain, tapi tidak secantik kau!" "Aku tidak percaya, selain Kak Mi Yun tak ada gadis yang cantik!" kata nona Wan.

"Kau tidak percaya kau cantik? Baik, jika kau sudah menguasai ilmuku, kau boleh pesiar ke Tiong-goan. Di sana kau akan bisa membuktikan, bahwa ayahmu ini tidak bohong bahwa kau cantik!" kata ayahnya.

Selang beberapa tahun Wan Say Eng terus berlatih dengan ayahnya. Suatu hari ayahnya berkata kepadanya.

"Say Eng, tahun ini umurmu sudah  tahun. Iya kan?" "Kalau ya, kenapa?"

Tapi mendadak nona Wan ingat ucapan ibunya pada ayahnya.

"Tahun ini Say Eng sudah  tahun, apa kau lupa dia sudah pantas dicarikan jodoh!" kata ibunya.

"Justru aku sedang memikirkannya, anak siapa yang cocok dengan puteri kita? Aku tidak ingin dia akan jadi "sekuntum bunga yang dicocokkan di tumpukan tahi sapi"," kata ayahnya.

Ibu nona Wan tertawa.

"Kau terlalu memuji kecantikan puterimu sendiri," kata ibu Wan Say Eng.

Ayahnya pun tertawa.

"Siapa yang memuji puteriku sendiri? Dia anak kita, kau juga bagian darinya kan?" kata ayahnya.

Ingat pembicaraan orang tuanya semalam, Wan Say Eng tampak kemerah-merahan.

"Apakah Ayah ingin aku mencari jodoh?" pikir nona Wan. Dia tidak tahu masalah di luaran, tapi dia tahu gadis seperti dia sudah harus dijodohkan dan menikah.

"Sekarang kau sudah dewasa," kata ayahnya. "Sekalipun kepandaianmu belum tinggi sekali, tapi sudah sama dengan kepandaian Mi Yun. Bukankah kau ingin mengalahkannya? Apa perlu kita coba dulu?"

Wan Say Eng tertawa dingin.

"Ayah, kau masih ingat masalah itu. Kami sama-sama sudah dewasa, mana mungkin aku berkelahi dengannya?" kata Wan Say Eng.

Ayahnya tertawa.

"Memang aku tidak ingin kau berkelahi dengannya," kata ayah nona Wan. "Aku hanya ingin memberimu pekerjaan yang sulit. Jika kau bisa mengerjakannya, berarti kau sudah menang darinya. Tugas yang akan kuberikan ini merupakan permainan yang mengasyikkan, apa kau mau melakukannya?"

"Maksud Ayah permainan bagaimana?"

"Aku tahu Mi Yun punya tunangan bernama Kong-sun Po, namun mereka berdua belum pernah bertemu. Sekarang Paman Kiong menghendaki Mi Yun mencari orang itu." Kata ayah nona Wan.

Padahal Kiong Mi Yun kabur secara diam-diam, bukan disuruh ayahnya mencari Kong-sun Po. Tapi ayah nona Wan mengira ayah nona Kiong yang menyuruh puterinya ke Tionggoan.

Kata-kata Wan Ceng Liong ini membuat Wan Say Eng tercengang.

"Kak Mi Yun sudah punya tunangan, bukankah itu baik.

Apa hubungannya dengan kita?" Beng-sia-to-cu Wan Ceng Liong menjelaskan.

"Aku ingin kau berlomba dengan Mi Yun dengan diamdiam," kata Wan Ceng Liong.

"Berlomba bagaimana?"

"Apa kau masih ingat dulu aku pernah bilang, jika kau sudah mnguasai kepandaianku, kau boleh pergi ke Tionggoan. Dengan demikian matamu akan terbuka. Maka sekarang kau boleh pergi. Aku harap kau bisa bertemu dengan Kong-sun Po dan mengajaknya pulang menemuiku. Dengan demikian Kiong Mi Yun gagal melaksanakan tugasnya, dan kau yang berhasil. Bukankah itu berarti kau yang menang?" kata Wan Ceng Liong.

"Ayah, jangan suruh aku merebut calon suami Kak Mi Yun. Aku tidak mau melakukannya!" kata nona Wan.

Wan Ceng Liong tertawa.

"Kau anggap saja itu sebagai permainan. Siapa yang menyuruhmu merebut calon suami orang? Tetapi jika kau berhasil dan menyukai pemuda itu dan ingin menikah dengannya, aku tidak melarangnya. Maka Kiong Cauw  Bun pun tidak bisa berbuat apa-apa?" kata Wan Ceng Liong pada puterinya.

Sesudah mendengar penjelasan dari ayahnya, nona Wan akhirnya berpikir juga.

"Aku sering dikalahkan oleh Kak Mi Yun, sekarang apa salahnya aku bermain-main dengannya. Aku kira bukan masalah." pikir nona Wan.

"Kalau begitu, baiklah Ayah," kata nona Wan. "Aku hanya akan bergurau dengannya. Namun, aku tidak kenal dengan Kong-sun Po. Bagaimana aku bisa mengajaknya pulang?" "Aku sudah mencari keterangan mengenai dia," kata Wan Ceng Liong. "Apa yang kuketahui belum tentu diketahui oleh Kiong Cauw Bun!"

Kemudian Wan Ceng Liong memberitahu puterinya tentang ciri-ciri Kong-sun Po. Nona Wan sangat cerdas, dia langsung menangkap penjelasan ayahnya. Lalu dia bertanya pada ayahnya.

"Kenapa Ayah begitu menaruh perhatian terhadap Kong- sun Po? Tidak mungkin Ayah hanya ingin menyuruhku bergurau dengan Kak Mi Yun, kan? Coba Ayah jelaskan, jika tidak aku tidak mau melakukan gurauan itu!" kata Wan Say Eng.

"Anak Eng, kau hanya tahu aku membantu Paman Kiong belajar Cit-sat-ciang, tapi kau tidak tahu dia juga membantu aku dalam belajar Iwee-kang. Lwe-kangku dan Iwee-kang Kiong Cauw Bun satu aliran. Jika Iwee-kang itu sudah tinggi ada kemungkinan kami akan sesat. Lain dengan Kong-sun Po, dia belajar Iwee-kang aliran lurus, aku bukan ingin orangnya. Lain halnya jika kau suka menikah dengannya. Jika kau berhasil bukan hanya aku tapi kau juga mendapatkan manfaatnya. Itu bukan sekedar gurauan." kata Wan Ceng Liong. 

Saat bersama Kong-sun Po malah menganggap Wan Say Eng sedang bergurau, itu sebabnya dia jadi agak kecewa.

"Aku yakin dia tidak bisa melupakan Kak Mi Yun, maka iyu akan kupaksa dia agar menepati janjinya. Tetapi aku tidak boleh menyusahkan mereka berdua. Jika kelak mereka bertemu dan membicarakan masalah ini, aku jadi malu karenanya." Begitu pikir nona Wan.

Wan Say Eng sudah berkelana selama enam bulan lebih, maka itu dia sudah banyak bergaul dan tahu tata-cara hidup di   daratan   Tiongkok.   Mengingat   pesan   ayahnya amat penting, dan kelak ayahnya tidak menempuh jalan sesat, maka itu dia harus membantu ayahnya membawa Kong- sun Po pulang.  

-o-DewiKZ^~^aaa-o- Selang sesaat Wan Say Eng kembali berpikir, "Dia sudah mengabulkan permintaanku. Jika nanti aku butuh bantuannya, asal tidak menyimpang dari perikemanusiaan, dia pasti mau membantuku. Dia pemuda jujur dan lugu. Jika aku memohon bantuan agar dia mengajari Iwee-kang aliran lurus, aku rasa dia tidak mungkin menolak. Tetapi aku harus bicara padanya."

Tetapi menurut ayah nona Wan, pelajaran Iwee-kang aliran lurus tidak mungkin dibocorkan kepada orang lain. Maka itu jika dia mengajak Kong-sun Po, Wan Say Eng diminta agar jangan memberitahu niat ayahnya itu pada Kong-sun Po. Wan Say Eng ini angkuh dia tidak bersedia menerima budi orang lain. Apalagi dia baru kenal dengan Kong-sun Po.

"Sekalipun aku membantu mengobati Ci Giok Phang, tapi karena aku ingin belajar Iwee-kang aliran lurus, apa ini bukan berarti aku merugikan dia? Jika aku bicara terus- terang, mungkin dia akan mengabulkan permintaanku. Tetapi mungkin dia akan menganggap diriku rendah." pikir nona Wan. Lama Wan Say Eng berpikir.

"Seandainya aku tidak tahu hubungan dia dengan Kak Mi Yun, maka persoalannya akan jadi lain," pikir Wan Say Eng. "Tetapi sekarang aku sudah tahu hubungan mereka, bukankah itu pebuatan yang memalukan bagiku jika aku merebutnya dari Kak Mi Yun? Ditambah lagi berlatih Iwee- kang tidak akan selesai dalam satu dua hari saja. Pasti harus mencari tempat sepi, paling sedikit aku bersamanya selama sepuluh hari. Jika hal ini diketahui oleh Kak Mi Yun, bisa berabe. Jika aku jelaskan juga, Kak Mi Yun akan sulit mempercayai keteranganku yang sebenarnya." Wan Say Eng saat itu jadi serba-salah.

"Jika aku tidak mengajak dia pulang, bagaimana kalau kelak ayah mengalami kesesatan. Siapa yang bisa menolongi Ayah?" pikir Wan Say Eng.
DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar