Beng Ciang Hong In Lok Jilid 26

 
Sebenarnya siapa Iblis Besar itu?" kata Siauw Hong.

"Justru aku ingin memohon petunjuk dari Paman Kiauw," kata si nona "Tadi aku lihat telapak tangan Ci Toa- ko berwarna hitam. Dia terluka oleh ilmu pukulan apa?"

Sekarang Kok Siauw Hong sadar saat mendengar keterangan nona Han itu.

"Barangkali Ci Toa-ko terkena pukulan Cit-sat-ciang. Mungkin maksud Pwee Eng Iblis Besar itu Kiong Cauw Bun!" kata Kok Siauw Hong.

Kok Siauw Hong sadar karena dia pernah dikerjai oleh Kiong Cauw Bun, hanya saja lukanya tidak separah Ci Giok Phang. Karena Kiauw Song Giam mampu mengobatinya, dia yakin orang tua inipun akan bisa mengobati Ci Giok Phang.

"Pasti luka Ci Toa-ko lebih parah dari lukaku," pikir Siauw Hong. "Pantas dia bilang sudah tidak bisa menghindari Iblis Besar itu?' "Rupanya kalian semua sudah tahu, maka tidak ada halangannya aku memberitahu kalian. Dulu aku terlalu usil mencampuri masalah orang lain. Tahun lalu dijalan Lo-see aku lihat ada seorang laki-laki sedang menindas seseorang. Aku turun tangan melukai orang itu. Sesudah itu aku baru tahu bahwa dia anak buah pulau Hek-hong. Pemilik Hek- hong-to itu kejam, dia suka membela anak buahnya. Jika ada yang berani menyusahkan anak buahnya, maka dia akan dibunuh tanpa ampun!" kata Kiauw Song Giam.

"Paman jangan cemas, aku siap membantu Paman agar bisa terlepas dari masalah ini," kata nona Han.

Nona Han berkata begitu karena dia pikir sahabat Kiong Mi Yun. Jika dia memohon pada nona itu, barangkali ayahnya bisa menyelesaikan masalah itu.

"Tuan Beng, di mana kau bertemu dengan Ci Toa-ko? Bagaimana kau bisa jadi pengawalnya?" kata Kok Siauw Hong.

"Aku bertemu dia bersama seorang gadis di tengah perjalanan. Saat itu Tuan Ci sudah terluka, dia tidak bisa berjalan walau masih mengenaliku. Nona itu yang menyuruhku membawanya pulang ke Pek-hoa-kok!" kata Beng Teng.

"Siapa nama gadis itu?" tanya Siauw Hong. Di dalam benak Kok Siauw Hong berpikir. "Tidak mungkin dia Ci Giok Hian, kalau dia pasti Beng Teng kenal padanya!" pikir Siauw Hong.

"Nona itu galak sekali, dia tidak  memberitahu namanya!" kata Beng Teng.

"Bagaimana galaknya nona itu?" kata Siauw Hong. "Nona itu mengeluarkan serenceng mutiara. Karena aku kira dia ingin menjual mutiara itu, lalu kukatakan padanya saat kacau seperti ini, tidak mudah menjualnya dan mutiara itu ditaksir sekitar seribu tail emas. Tetapi saat perang seperti sekarang, mungkin sulit mencari pembelinya. Jika ada yang mau membeli pun, pasti harganya akan ditekan semurahmurahnya. Maksudku saat itu lebih baik dia tidak menjual mutiara itu. Aku katakan kepadanya, j ika dia membutuhkan sedikit uang perak, aku bersedia memberinya. 'Aku tahu kau punya usaha ekpedisi dan banyak kenal dengan para pedagang mutiara,' kata nona itu. 'Orang lain tidak bisa menjual mutiara ini, tetapi kau pasti bisa! Sekalipun separuh harga tidak jadi masalah.' Aku bilang padanya, dia tidak benar, tapi sungguh sayang mutiara seribu tail emas harus dijual begitu murah." kataku. Setelah berhenti sejenak Beng Teng melanjutkan ceritanya "Mendadak nona itu bilang, bahwa mutiara itu akan diserahkan kepadaku," kata Beng Teng. "Mutiara itu kata nona itu hanya sebagai uang muka untuk biaya aku mengantarkan Ci Giok Phang sampai di rumahnya. Jika Ci Giok Phang selamat, maka mutiara itu menjadi milikku, tetapi jika gagal dan di tengah jalan terjadi sesuatu atas diri Ci Kong-cu, nona itu akan membunuhku! Kata dia nyawaku untuk pengganti nyawa Ci Kong-cu. Kemudian dia serahkan serenceng mutiara itu kepadaku. Dia tidak menunggu apakah aku setuju atau tidak menjalankan tugas itu!"

Han Pwee Eng sudah tahu berapa tinggi kepandaian Beng Teng.

"Kepandaian Beng Teng cukup tinggi, tetapi nona itu begitu galak hingga berani mengancam Beng Teng, aku yakin kepandaian nona itu tinggi!" pikir nona Han.

Ketika itu Han Pwee Eng menduga siapa gadis itu. Beng Teng kelihatan murung, dia menarik napas sambil melanjutkan. "Aku sudah lama kenal dengan Ci Kong-cu, jadi sekalipun tanpa dibayar aku bersedia mengantarkan Ci Kong- cu! Saat aku menolak pemberiannya, nona itu marah-marah. Kemudian melesat pergi meninggalkan aku. Aku coba mengejarnya, tapi tidak berhasil. Bahlan dari jauh terdengar suara nona itu. Dia menggunakan ilmu Coan-im- jip-pek. 'Aku tahu kau pernah mengantar nona Han ke Yang-cou dan dibayar  tail emas. Jika serenceng mutiara itu sudah cukup sebagai bayaran aku senang. Tetapi jika kurang aku bersedia menambah biayanya. Tetapi jika di tengah jalan terjadi sesuatu, ingat aku tidak sebaik keluarga Han! Selain mutiara itu akan kuambil kembali, nyawamu pun akan kucabut!' Nah, coba kalian bayangkan, apa nona itu tidak galak?" kata Beng Teng.

"Mungkin Beng Teng tidak kenal pada Ci Giok Hian, namun nona Ci tidak segalak itu!" pikir Kok Siauw Hong.

"Nona itu berwajah bulat, umurnya dua tahun lebih muda dariku, betul kan?" kata Han Pwee Eng.

"Benar!" kata Beng Teng.

"Ah bodoh benar aku, kenapa aku tidak menerkanya.

Dia pasti nona Kiong Mi Yun!" kata Kok Siauw Hong.

Kok Siauw Hong salah duga, karena Kiong Mi Yun berjalan bersama Kong-sun Po, lagi pula jika Ci Giok Phang dilukai oleh ayahnya, apa mungkin nona Kiong akan membiarkannya?

Han Pwee Eng tertawa.

"Sifat Kiong Mi Yun memang seperti itu. Tetapi

masalah ini malah membuat aku bingung?" kata nona Han.

"Jangan bingung, sebentar lagi pasti kita akan mengetahuinya," kata Kok Siauw Hong. "Kau benar, sesudah Ci Toa-ko sadar, kita bisa menanyakannya!" kata nona Han.

Saat itu Ci Giok Phang sudah tidur selama dua jam, sejam lagi dia akan bangun.

"Karena tidak ada yang akan kita kerjakan, mari kita tanya Chu Tay Peng!" kata nona Han.

Kok Siauw Hong mengangguk dia segera menyeret Chu Tay Peng dan membebaskan totokannya.

"Nona Han, aku pernah baik padamu maka ampunilah jiwaku," kata Chu Tay Peng.

"Pernah berbuat baik bagaimana dia padamu, Pwee Eng?" kata Kok Siauw Hong.

Han Pwee Eng tertawa geli.

"Saat aku pulang dari Pek-hoa-kok dulu, aku melewati kota Ouw-shia. Lima perkumpulan sungai Huang-hoo mengira aku ini Kiong Mi Yun, mereka berupaya mengambil perhatianku. Dia menjadi wakil mereka. Dia pernah menjamuku di rumah makan Ngih Nih Lauw." kata nona Han.

Kok Siauw Hong memang pernah mendengar tentang kejadian di rumah makan itu, tetapi dia tidak tahu siapa orang-orang itu. Sesudah mendengar keterangan nona Han, Kok Siauw Hong tertawa.

"Oh begitu! Dia membayarimu makan, tetapi dia minta agar jiwanya kau ampuni, Itu artinya kau akan rugi sekali!" kata Siauw Hong.

Chu Tay Peng kelihatan ketakutan.

"Aku tahu salah, tetapi...itu juga masalah di rumah makan itu!" kata Chu Tay Peng. "Apa maksud ucapanmu itu?" kata nona Han.

"Ketika itu Pouw Yang Hian menggunakan pukulan Huahiat-to melukai ketua Ang Kin. Untung Kong-sun Po mengobatinya. Tetapi ketua yang lain tidak ada di tempat, maka Kong-sun Po tidak menolongi mereka. Kami berusaha mencari Kong-sun Po, tapi cuma bertemu dengan nona Kiong Mi Yun. Ketika kami memohon padanya, dia berjanji akan mengundang Kong-sun Po. Tetapi kami tidak tahu apakah nona Kiong tidak bertemu atau Kong-sun Po yang tidak mau mengobati ketua itu. Mereka tidak datang lagi ke Ouw-shia!" kata Chu Tay Peng.

Sesudah mengawasi nona Han maka Chu Tay Peng pun melanjutkan ceritanya.

"Racun Hua-hiat-to harus diobati sebelum lewat setahun. Selewat itu tidak bisa diobati lagi, kecuali kami menurut pada See-bun SouwYa. Bulan lalu kami semakin cemas, tiba-tiba muncul ayah Kiong Mi Yun. Dia minta agar kami mencarikan puterinya. Jika gagal maka kami akan dibunuhnya. Maka itu kami tidak punya pilihan, terpaksa kami harus..."

Baru sampai di sini nona Han langsung mengerti. "Kalian lalu mencari See-bun Souw Ya dan menjadi anak buahnya..." kata nona Han.

"Apa boleh buat, karena cuma dia yang bisa mengobati kami. Kami jugajadi tidak takut lagi pada Kiong Cauw Bun karena See-bun Souw Ya akan melindungi kami," kata Chu Tay Peng.

"See-bun Souw Ya kaki tangan bangsa Mongol," kata Siauw Hong. "Jika kau bergabung dengannya itu berarti menjadi budak bangsa asing! Lelaki sejati boleh mati, tetapi jangan menjadi budak asing. Kau mengerti?" "Ya, aku mengerti" kata Chu Tay Peng. "Terima kasih atas nasihatmu itu. Aku memang telah berbuat salah!"

Apakah ucapannya itu tulus semua tidak ada yang tahu. "Melihat kematian seperti kembali ke asal, hanya dapat

dilakukan orang gagah," kata nona Han. "Mana mungkin dia bisa menjadi orang baik. Untuk apa kau menasihatinya, Kok Toa-ko?"

Sesudah itu nona Han berpikir.

"Jika kelima ketua di daerah Huang-hoo bergabung dengan Iblis Tua, itu akan menjadi malapetaka besar. Aku harus berusaha menyelamatkan mereka!" pikir nona Han.

"Kau tidak tega saudara-saudaramu celaka. Itu berarti kau masih berjiwa ksatria. Tetapi jalan yang kau tempuh itu salah! Karena itu kau menjadi pengkhianat. Padahal sebenarnya racun itu bisa disembuhkan tanpa bantuan See- bun Souw Ya!" kata Han Pwee Eng.

Mendengar noan Han bersikap lembut, Chu Tay Peng girang.

"Tolong nona beri petunjuk," kata Chu Tay Peng. "Jika saudara-saudara kami bisa diselamatkan, mana mungkin kami bersedia jadi kaki tangan pengkhianat!"

"Sekarang masih ada waktu dua tiga bulan lagi, kan?" kata nona Han.

"Benar," kata Chu Tay Peng.

"Kalau begitu masih ada waktu," kata nona Han.

"Lalu siapa yang bisa mengobati saudara-saudara kami itu?" kata Chu Tay Peng.

"Tentu saja Kong-sun Po yang kalian cari itu!" kata nona Han. "Sekarang barangkali mereka sudah ada di Kim-kee- leng. Segera kau ke sana pasti kau akan bertemu dengannya!"

Walau Kok Siauw Hong cerdas tapi terlalu emosi hingga mencaci orang she Chu itu.

"Kami akan ke Kim-kee-leng, kau boleh ikut kami. Asalkan kalian bersedia tunduk pada Bu-lim Beng-cu, aku yakin Kong-sun Po bersedia mengobati saudara-saudaramu itu!" kata Kok Siauw Hong ikut bicara.

Chu Tay Peng girang dia mengucapkan terima kasih berulang-ulang.

"Sebentar lagi Ci Toa-ko akan bangun, mari kita tengok dia!" kata Kok Siauw Hong.

Di luar gubuk hanya tinggal Chu Tay Peng dan Kiauw Song Giam karena Han Pwee Eng, Kok Siauw Hong dan Beng Teng masuk menengoki Ci Giok Phang.

Saat masuk Ci Giok Phang baru saja bangun dari tidurnya. Han Pwee Eng segera memberi obat gin-seng. Ci Giok Phang langsung meminumnya. Kelihatan dia tertegun dan sedang memikirkan sesuatu.

Han Pwee Eng tidak ingin pemuda itu berduka, dia tersenyum dan berkata.

"Ci Toa-ko tidak diduga, kita bisa bertemu di sini," kata nona Han. "Ci Toa-ko siapa yang melukaimu?"

"Lelaki tua berjubah hijau," sahut Ci Giok Phang. "Kiranya dia," kata nona Han ternyata dia tidak salah

menduga

Orang yang melukai Ci Giok Phang itu Kiong Cauw Bun. "Kenapa dia melukaimu, Toa-ko?" kata nona Han. Sebelum Ci Giok Phang menjawab Kok Siauw Hong ikut bertanya. "Bukankah Kong-sun Po dan Kiong Mi Yun bersamamu?" kata Kok Siauw Hong.

Sambil bertanya Kok Siauw Hong berpikir.

"Jika Kong-sun Po dan Mi Yun bersama Ci Toa-ko, pasti pesilat manapun tidak akan mudah melukainya. Sekalipun Kiong Cauw Bun akan mampu mereka hadapi.”

"Kenapa nona Kiong membiarkan ayahnya melukaimu?" tanya nona Han.

Ci Giok Phang menghela napas panjang.

"Aaah! Padahal kami bersama-sama menerjang kepungan tentara Mongol. Kami juga berjalan bersama- sama. Ketika itu kami ada di penginapan di sebuah kota kecil. Saat itulah lelaki tua berjubah hijau muncul. Kebetulan Kong-sun Po dan Mi Yun sedang pergi. Di situ hanya aku sendirian. Mengapa orang itu melukaiku, aku juga tidak tahu?"

"Jadi tanpa bicara dulu dia langsung melukaimu?" kata nona Han.

"Dia bicara dulu denganku, dan aku tetap heran..."

Ci Giok Phang kemudian menceritakan pengalamannya. Mereka berhasil menerjang dari kepungan tentara Mongol. Hari itu mereka lalu bermalam di sebuah penginapan di kota kecil.

Begitu sampai dan sudah mendapat penginapan Kiong Mi Yun mengajak Kong-sun Po berbelanja pakaian baru untuk mereka. Itu sudah menjadi kebiasaan seorang nona muda. Maka itu Ci Giok Phang hanya sendirian di penginapan itu. Hari itu cuaca sangat cerah. Kong-sun Po tidak membawa payung besinya karena dia anggap kurang bebas. Payung besi itu dia tinggalkan di penginapan.

Ci Giok Phang menunggu di penginapan. Tidak terasa haripun berubah menjelang senja.

"Terlalu mereka itu, mungkin hari ini merupakan hari pertama mereka bisajalan-jalan berduaan saja!" pikir Ci Giok Phang geli. "Terlalu aku ditinggalkan sendirian!"

Tiba-tiba Ci Giok Phang kaget karena ada suara desiran angin. Ketika diperhatikan ternyata sebuah batu kecil menerobos ke dalam kamarnya lewat jendela.

Kebetulan ketika itu Ci Giok Phang duduk dekat payung Kong-sun Po. Dia sambar payung itu dan menangkis batu yang meluncur ke arahnya itu.

'Tang!"

Batu kecil itu hancur saat berbenturan dengan payung itu. Sedang tangan Ci Giok Phang pun terasa sakit.

"Plak!"

Payung besi itu tanpa disadarinya jatuh ke lantai kamarnya. Betapa kagetnya pemuda she Ci ini, dia langsung menghunus pedangnya.

Tiba-tiba Ci Giok Phang mendengar suara pujian. "Sungguh payung yang sangat istimewa!" kata suara itu. Ci Giok Phang menoleh ke kiri dan ke kanan mencari asal suara tersebut.

"Jangan takut, aku tidak akan melukaimu! Jika aku mau kau sudah mati tergeletak di lantai!" kata suara itu lagi.

Ci Giok Phang agak tenang, dia masukkan pedangnya ke sarungnya. "Siapa Lo-cian-pwee ini?" kata Ci Giok Phang.

"Jangan tanya siapa aku! Beranikah kau ikut aku? Aku ingin bicara denganmu!" kata suara itu.

"Karena merasa tidak leluasa bicara di penginapan, dia mengajakku ke suatu tempat. Jika dia akan melukaiku mungkin seperti katanya, aku sudah terluka!" pikir Ci Giok Phang.

Ci Giok Phang penasaran dia ingin tahu siapa orang itu, maka itu tanpa pikir panjang dia melompat lewat jendela dan mencelat ke atas genting penginapan itu.

Di bawah remang-remang sinar rembulan Ci Giok Phang melihat bayangan orang itu berada di sudut bagian utara.

Ci Giok Phang mengerahkan gin-kang Pat-pou-kan-siam (Delapan langkah mengejar tonggeret). Dia tidak berhasil mengejar orang itu. Ci Giok Phang hanya melihat bayangan hijau berkelebat di depannya.

Mereka kejar-kejaran sesampai di tempat yang sunyi, baru orang itu berhenti berlari. Ketika diperhatikan ternyata dia seorang lelaki tua berjubah hijau.

Ci Giok Phang memberi hormat.

"Lo Cian-pwee punya petunjuk apa, bisa dikatakan sekarang?" kata Giok Phang.

Lelaki berjubah hijau itu tidak menjawab. Dia perhatikan pemuda she Ci itu dengan seksama.

"Wajahnya tidak mirip Kong-sun Po, dia mirip ibunya!" pikir orang tua itu.

Ternyata orang itu Kiong Cauw Bun. Dia kira pemuda she Ci itu Kong-sun Po. "Benarkah ada seorang nona bernama Kiong Mi Yun bersamamu?" kata Kiong Cauw Bun.

"Benar, apa Lo Cian-pwee mencari dia?" kata Ci Giok Phang.

"Aku sudah bertemu denganmu, tidak perlu tergesa- gesa," kata Kiong Cauw Bun. "Tetapi ada yang akan aku tanyakan padamu."

"Mengenai apa, katakan saja," kata Ci Giok Pang. "Kalian mau ke Kim-kee-leng, benarkah begitu?" tanya Cauw Bun.

"Benar," jawab pemuda she Ci ini. "Kami memang akan ke sana!"

Dia tidak mengetahui kalau orang tua itu ayah Kiong Mi Yun. Maka itu dia menjawab dengan jujur apa yang ditanyakannya.

Mendengar jawaban itu kening orang tua itu berkerut. "Kau mau menemui Hong-lay-mo-li. Apa kau

mengaguminya?" kata Kiong Cauw Bun lagi.

"Dia gagah dan berjiwa ksatria," kata Giok Phang setelah tertegun sejenak. "Orang gagah menghormatinya. Jika tidak demikian mana mungkin dia menjadi Bu-lim Eng-hiong bagian Utara?"

"Dia mengagumi Hong-lay Mo-li, bagaimana sikapnya jika aku panggil dia menantu? Aah, aku tidak boleh memberitahunya. Aku dengar dia berguru pada Ciu Cioh suami isteri dan mereka punya hubungan sangat erat dengan Honglaymoli. Sedangkan Ciu Cioh musuh besarku! Jika kubiarkan dia hidup, kelak dia akan jadi bahaya bagiku!" Kiong Cauw Bun berniat membunuh pemuda yang dikiranya Kong-sun Po ini.

Kiong Cauw Bun mencari Kong-sun Po selain untuk perjodohan puterinya, tapi yang terpenting dia tahu Kong- sun Po memiliki kitab racun keluarga Suang. Tetapi Kiong Cauw Bun hanya punya anak perempuan satu-satunya. Maka itu dia harus memikirkan masa depan anaknya itu.

"Ada satu pertanyaan lagi, jawablah denganjujur!" kata Kiong Cauw Bun. "Apa kau bersedia?"

"Boan-pwee tidak pernah berbohong," kata Ci Giok Phang. Kiong Cauw Bun mengangguk.

'Bagus! Kalau begitu katakan sejujurnya, apakah kau menyukai nona Kiong Mi Yun? Apa kau dengan setulus hati akan menikahinya?" kata Kiong Cauw Bun.

Mata Ci Giok Phang terbelalak seketika itu juga.

"Bicara apa ini? Jangan-jangan orang ini pikun?" pikir Ci Giok Phang.

Tetapi dia sudah berjanji akan menjawab sejujurnya, maka Ci Giok Phang pun menjawab sesuai dengan janjinya tadi.

"Maaf, mengenai pertanyaan Lo Cian-pwee tadi, sedikit pun aku tidak pernah memikirkannya," kata Ci Giok Phang. "Aku dan nona Kiong cuma teman biasa. Aku tidak bilang suka atau tidak suka, apalagi soal menikahinya!"

Jika saja Ci Giok Phang menjelaskan hubungan Kong- sun Po dengan Kiong Mi Yun, maka salah paham itu tidak perlu terjadi. Karena dia menganggap itu masalah pribadi antara Kong-sun Po dan Kiong Mi Yun, dia anggap tidak pantas menceritakannya. Saat mendengar jawaban Ci Giok Phang tersebut, Kiong Cauw Bun berpikir.

"Dia tidak mencintai puteriku, kenapa dia kubiarkan hidup?" pikir orang tua ini.

Saat melihat wajah Kiong Cauw Bun berubah, Ci Giok Phang terkejut bukan kepalang.

"Apa masih ada yang akan ditanyakan oleh Lo Cian- pwee?" kata Giok Phang.

"Cukup! Dan sambutlah pukulanku!" kata Kiong Cauw Bun dengan bengis.

Saat itu Kiong Cauw Bun langsung memukul. Ci Giok Phang kaget, tapi dia mengira orang tua itu ingin menjajal ilmu silatnya. Maka itu Ci Giok Phang tidak menghunus pedangnya, tapi menangkis serangan itu dengan tangan kosong.

Saat diserang dengan jurus Cit-sat-ciang seketika itu Ci Giok Phang rebah dan pingsan tidak sadarkan diri.

-o-DewiKZ^~^aaa-o-

Masih tersedia buku-buku terbitan "MARWIN"

. Perkawinan Khong Beng Rp ..-

. Cun Ciu Ngo Pa hard cover Rp ..-

. San Pek Eng Tay Rp ..-

. Cie Hong Kiam Rp ..-

. Riwayat Semarang Rp ..-

. Tong See Han Rp ..-

. Hari Raya Tionghoa Rp ..-

. Beng Ciang Hong In Lok  Rp ..- . Beng Ciang Hong In Lok  Rp ..- juga tersedia: Po Kiam (Pedang) asli buatan He-bei (He-pei) Tiongkok Perbuah Rp ..- tambah ongkos kirim.

Hubungi "Marwin" atau "Klasik" Tip. ()  - o(DewiKZ~Aditya~Aaa)~o-

Jilid Keempat

BENG CIANG HONG IN LOK

(Badai Awan dan Angin) Karya: Liang Ie Shen

Sumber Buku Kiriman : Aditya Djvu oleh : Dewi KZ Edit teks oleh : aaa Ebook oleh : Dewi KZ TIRAIKASIH WEBSITE

http://kangzusi.com/ http://dewi-kz.info/

Cersil karya Liang Ie Shen ini dengan latar belakang zaman Song, dimulai saat Nona Han Pwee Eng akan menemui calon suaminya di Yang-cou, di tengah jalan rombongannya dihadang penjahat. Timbul masalah lain, calon suami Nona Han direbut oleh sahabatnya.

Kisah ini selain mengisahkan cinta juga diseling pertarungan silat kelas tinggi. Jalinan kisah asmara yang berliku ini diselingi kisah menegangkan, mengharukan. Bagaimana bangsa Han mengusir penjajah bangsa Kim (Tartar) dan Goan (Mongol). BENG CIANG HONG IN LOK

(Badai Awan dan Angin) oleh : Liang le Shen

Diceritakan kembai oleh : marcus A.S.- MARWIN

Penerbitan & Percetakan

Judul asli: Beng Ciang Hong In Lok Penulis asli: Liang le Shen Diterjemahkan oleh : Ai Cu Diceritakan kembali oleh

: Marcus A.s.-Diterbitkan atas kerjasama dengan San Agency & Marwin Cetakan pertama : 

-o-DewiKZ^~^aaa-o-

Sesudah melukai Ci Giok Phang, Kiong Cauw Bun tercengang, karena saat keduanya mengadu pukulan, dia sadar Ci Giok Phang tidak mahir menggunakan ilmu beracun keluarga Suang. Malah pemuda itu justru menggunakan lweekang aliran lurus. Lwee-kang itu sangat berbeda dengan jurus ilmu silat aliran sesat milik keluarga Suang. Di otak Kiong Cauw Bun langsung bergolak berbagai pertanyaan yang tidak dimengerti olerhnya.

"Apakah ilmu beracun keluarga Suang sudah jatuh ke tangan orang lain?" begitu pikir Kiong Cauw Bun. "Aaah. barangkali bocah ini bukan Kong-sun Po?"

Kiong Cauw Bun langsung menggeledah tubuh Ci Giok Phang, tetapi dia tidak mendapatkan apa-apa di tubuhnya. Dia ingin membunuh Kong-sun Po, karena pikirnya Kong- sun Po menguasai ilmu racun keluarga Suang, sebab pikir Kiong Cauw Bun, jika Kong-sun Po masih hidup, kelak pemuda itu bisa menjadi ganjalan baginya. Ditambah lagi ilmu racun keluarga Suang mampu mengatasi ilmu Cit-sat- cicmg miliknya.

Sesudah tahu yang dia lukai bukan Kong-sun Po, Kiong Cauw Bun tidak jadi membunuh pemuda itu. Tiba-tiba Kiong Cauw Bun dikejutkan oleh suara seruling dari tempat jauh. Suara seruling itu disusul oleh suara siulan panjang.

"Aaah, aku tidak boleh bertemu dengan mereka!" pikir Kiong Cauw Bun.

Kiong Cauw Bun tahu orang yang meniup seruling itu ialah Bu-lim-thian-kiam Tam Yu Cong, sedang yang bersiul panjang pasti Siauw-auw-kan-kun Hwa Kok Han. Dia tahu Hwa Kok Han suami Hong-lay-mo-li Liu Ceng Yauw, kepandaian Hwa Kok Han lebih tinggi dari isterinya. Sedangkan Bu-lim-thiankiam Tam Yu Cong seorang pesilat tangguh dari Kerajaan Kim, kepandaiannya pun tidak di bawah kepandaian Hwa Kok Han.

Kedua orang ini sangat dihormati dan disegani oleh Kiong Cauw Bun, dia yakin jika satu lawan satu pun, mungkin dia bukan tandingan mereka. Sekarang mereka malah berdua.

Kiong Cauw Bun buru-buru kabur meninggalkan Ci Giok Phang yang terluka-parah. Dia tidak mau tahu apakah Ci Giok Phang masih hidup atau sudah mati.

-o-DewiKZ^~^aaa-o-

Sesudah mengisahkan bagaimana dia dilukai oleh Kiong Cauw Bun yang disebut sebagai lelaki berjubah hijau. Ci Giok Phang melirik ke arah piauw-su Beng Teng.

"Aku pingsan karena terpukul oleh lelaki tua itu. Saat aku sadar aku lihat di sisiku ada Kiong Mi Yun. Dia kelihatan gugup dan kebingungan. Dia tidak tahu bagaimana menolongku. Tak lama kemudian muncul  Beng Cong-piauw-thauw. Apa yang terjadi selanjutnya dia yang tahu," kata Ci Giok Phang sambil menunjuk pada Beng Teng.

Setelah mendengar keterangan dari Ci Giok Phang, nona Han Pwee Eng mengangguk mengerti.

"Pasti ayah Kiong Mi Yun salah mengenali orang. Dia kira Ci Toa-ko itu Kong-sun Po!" kata Han Pwee Eng sambil tertawa.

"Benar, mungkin begitu!" kata Ci Giok Phang. "Ketika dia muncul saat itu aku sedang duduk dekat payung milik Kong-sun Po. Pantas saja dia salah paham!"

Ci Giok Phang tetap curiga.

"Heran, kenapa dia ingin membunuh Kong-sun Po?" kata Ci Giok Phang.

"Mengenai hal itu terjadi aku juga tidak mengetahuinya," kata Han Pwee Eng. "Kemarin kami juga bertemu dengannya. Dia menanyakan tentang Kong-sun Po pada kami dengan melit sekali! Ketika kami katakan bahwa Kong-sun Po dan Kiong Mi Yun pergi ke Kim-kee-leng, dia tidak percaya! Kelihatan dia kurang senang mendengar nama Hong-lay-mo-li kami sebut-sebut. Malah Kok Toa-ko pun dikerjainya!"

Sesudah mendengar keterangan dari Han Pwee Eng, Ci giok Phang langsung berpikir.

"Dulu mereka akan memutuskan pertunangan hingga menimbulkan badai besar. Belum beberapa bulan saja mereka sudah mesra kembali. Masalah di dunia memang sulit diduga!" pikir Ci Giok Phang ingat lelakon nona Han dan Kok Siauw Hong. Dia agak heran dan sedikit iri hati pada saat mendengar nona Han memanggil Kok Siauw Hong dengan sebutan "Kok Toa-ko". Setelah melirik ke arah nona Han dia langsung bicara lagi.

"Mengenai semua pengalamanku sudah aku ceritakan. Sekarang aku ingin bertanya, apakah kalian tahu ke mana adikku?" kata Ci Giok Phang.

Mendengar pertanyaan Ci Giok Phang, tentu saja Kok Siauw Hong jadi tidak enak hati. Dia berpikir sendiri.

"Apakah harus kuberi tahu dia, bahwa adiknya pergi bersama lelaki lain ke Kang-lam?" pikir Kok Siauw Hong.

"Terus-terang aku tidak bertemu dengan adikmu, tetapi aku dengar sedikit khabar tentang dia," kata Kok Siauw Hong.

"Apa yang kau ketahui tentang adikku itu?" kata Ci Giok Phang.

"Aku dengar dari Tu Si Siok, katanya Giok Hian pergi ke Kang-lam," kata Kok Siauw Hong.

Sengaja Kok Siauw Hong tidak menjelaskan apa yang diketahuinya, dia khawatir Ci Giok Phang emosi. Maksud Kok Siauw Hong, jika Ci Giok Phang bertemu dengan Tu Hok, dia bisa menanyakannya sendiri padanya.

"Memang dia bilang dia mau pulang ke Pek-hoa-kok. Aneh sekali, kenapa dia pergi ke Kang-lam? Padahal kami tidak punya sanak di sana?" pikir Ci Giok Phang. "Entah apa alasan Giok Hian?"

Saat itu cuaca sudah terang. Ci Giok. Phang sedang termangu. "Ci Toa-ko, kau sudah mulai kelihatan sehat," kata Kok Siauw Hong, "mari kita pergi ke Kim-kee-leng bersama- sama!"

"Saat ini Ci Toa-ko belum sembuh benar, jika kita ke Kimkee-leng kau bisa beristirahat dengan baik di sana." kata nona Han.

"Aku tidak akan ke sana, aku mau pulang dulu!" kata Ci Giok Phang. "Maaf aku tidak ikut bersama kalian!"

"Memang wajar jika Ci Toa-ko rindu pada rumahnya. Tetapi dari sini ke Kim-kee-leng jaraknya lebih dekat. Lebih baik Ci Toa-ko beristirahat dulu di Kim-kee-leng, setelah sehat benar, baru pulang," kata Kok Siauw Hong.

"Jika benar adikku pergi ke Kang-lam, dia pasti singgah dulu di Pek-hoa-kok. Siapa tahu aku bisa bertemu dengannya. Aku sudah agak sehat tidak masalah aku pulang dulu!" kata Ci Giok Phang.

"Baiklah." kata nona Han. "Ci Toa-ko pulang dulu, sesudah sehat baru kau ke Kim-kee-leng, itu pun sama saja!"

Sebenarnya alasan Ci Giok Phang telah diketahui oleh nona Han. Dia tahu pemuda itu mencintai dirinya. Maka itu pemuda itu mencari alasan untuk tidak berjalan bersama-sama mereka. Sesudah itu Ci Giok Phang bangun dan coba berjalan. Ternyata bisa. Kemudian mereka keluar. Sampai di depan Kok Siauw Hong berkata pada Kiauw Song Giam.

"Kiauw Lo Cian-pwee, maaf kami telah merepotkanmu! Mungkin rumah ini sudah tidak layak ditempati lagi? Kiong Cauw Bun itu ayah nona Kiong Mi Yun. Aku kenal dengan nona Kiong, malah Pwee Eng dengannya seperti kakakberadik. Sekarang nona Kiong mungkin sudah ada di Kim-keeleng. Lebih baik Cian-pwee ke sana bersama kami. Di sana kita minta bantuan nona Kiong untuk menyelesaikan pertikaian Lo Cian-pwee dengan ayahnya. Bagaimana?" kata Kok Siauw Hong.

"Baiklah, Liu Beng-cu dan suaminya orang gagah yang sudah lama kudengar namanya. Tetapi aku belum punya kesempatan bertemu dengan mereka. Sekarang kesempatan itu ada. Mengapa aku tidak mau. Sekalipun nona Kiong tidak mau membantuku, di sana rasanya lebih aman jika aku di sana!" kata Kiauw Song Giam.

"Benar," kata Kok Siauw Hong sambil tertawa. "Sekalipun Kiong Cauw Bun dibantu oleh iblis lain, mereka tidak akan berani ke sana! Mungkin di sana sudah ada Kong-sun Po maupun nona Kiong!"

Sesudah itu diambil keputusan, Beng Teng akan mengantar Ci giok Phang ke Pek-hoa-kok yang lain ke Kim- kee-leng.

-o-DewiKZ^~^aaa-o-

Kejadian di dunia ini sulit diduga. Ketika Kiong Mi Yun bertemu dengan Kong-sun Po, sekalipun mereka sudah dijodohkan oleh orang tuanya, tetapi nona Kiong Mi Yun tidak begitu menyukai Kong-sun Po. Setelah mereka bergaul lama sekarang Kiong Mi Yun benar-benar jatuh cinta. Sekalipun nona Kiong agak jengkel oleh sikap Kong- sun Po yang ketololtololan. Tetapi nona Kiong senang karena pemuda itu lugu dan jujur. Tidak heran kalau nona Kiong jatuh hati pada pemuda itu.

Seperti kata Ci Giok Hian bahwa Kong-sun Po dan Kiong Mi Yun sedang berbelanja. Selesai berbelanja mereka singgah di toko pakaian. Di toko itu nona ini menemukan dua buah pakaian yang cocok dengan tubuhnya. Dia langsung ganti pakaian di toko itu. Pemilik toko pakaian itu seorang nenek. Dia meminjamkan kamarnya pada nona Kiong untuk berganti pakaian.

Saat nona Kiong keluar dari kamar, nenek itu langsung berkata, "Oh, cantiknya! Kau seperti nona pengantin saja!" kata nenek itu.

Mungkin nenek ini memuji nona Kiong karena dia menginginkan harga pakaian yang dijualnya jadi mahal. Wajah nona Kiong berubah merah.

"Aku sudah ditunangkan dengan Kong-sun Po, tetapi pemuda itu seperti tidak mengetahuinya. Apakah perlu aku memberi tahu dia?'' pikir nona Kiong.

"Nenek, kau ngawur saja!" kata nona Kiong.

Dia menegur nenek itu tetapi sebenarnya dia girang sekali. Saat meninggalkan pulau Hek-hong, dia membawa beberapa butir emas sebesar-besar kelereng. Dia berikan sebutir pada nenek itu sebagai tanda pembayaran dua buah pakaian itu. Padahal emas itu cukup untuk ditukar dengan sepuluh buah pakaian. Sudah tentu nenek itu girang dan mengucapkan terima kasih.

Di kota kecil itu terdapat sebuah rumah makan yang letaknya di tepi sungai. Rumah makan itu cukup besar dan mewah. Saat kedua muda-mudi ini melewati rumah makan itu, mereka mencium aroma masakan yang harum.

"Hampir setengah bulan ini kita hanya makanan kering, hari ini kita bisa menikmati makanan lezat. Bagaimana kalau kita singgah di rumah makan ini?" kata nona Kiong.

"Lebih baik jangan, sekarang Ci toa-ko sedang ada di penginapan sendirian," kata Kong-sun Po memberi alasan.

"Sesudah makan nanti kita bawa makanan untuk Ci Toa- ko,  jika  kita  pulang  dan  mengajaknya  ke  mari  itu  akan sangat merepotkan, ditambah lagi kau harus membawa- bawa payungmu, juga buntalan pakaian kita! Bukankah itu tidak enak dilihat?" kata Kiong Mi Yun.

Kong-sun Po tersenyum sambil manggut.

"Baik, aku menurut saja. Tapi ingat kau jangan terlalu banyak minum arak!" kata Kong-sun Po.

"Baik," kata Kiong Mi Yun.

Mereka masuk ke rumah makan dan memilih tempat duduk di dekat jendela. Ketika pelayan menghampiri, langsung mereka memesan makanan dan arak. Sesudah meneguk beberapa cawan arak Kiong Mi Yun mengajak Kong-sun Po bicara.

"Makanan dan arak di sini lebih enak dibanding di rumah makan Ngih Nih Lauw!" kata Kiong Mi Yun.

Kong-sun Po tertawa.

"Karena beberapa hari kurang makan apapun akan lezat rasanya," kata Kong-sun Po.

Pada zaman Song seorang puteri hartawan tidak pernah keluar rumah. Di daerah Utara pun tidak sekolot itu, tapi mereka pun jarang keluar rumah.

Sekarang ada seorang nona cantik makan di rumah makan. Hal ini mereka anggap melanggar adat-istiadat masa itu. Tidak heran jika kehadiran mereka telah menarik perhatian semua pengunjung di rumah makan itu. Walau nona Kiong tampak santai-santai saja, tapi Kong-sun Po merasa tidak enak hati.

Saat itu Kiong Mi Yun sudah minum beberapa cawan arak, wajahnya sudah kemerahan. Hal ini jelas menambah kecantikan nona ini. Malah kelihatan nona Kiong mulai agak mabuk dan bicara. "Kong-sun Toa-ko, kau bilang ayahmu telah meninggal, benarkah begitu?"

"Ya!" kata Kong-sun Po.

"Tapi ibumu masih hidup, kan?"

"Benar, Ibuku sekarang tinggal di kelenteng Kuang-beng- si bersama beberapa Lo Cian-pwee," kata Kong-sun Po.

"Apakah ibumu pernah menceritakan tentang masa kecilmu?" tanya nona Kiong.

Kong-sun Po memang sudah tahu ayahnya itu seorang penjahat besar, masa kecilnya pun merupakan pengalaman getir baginya. Saat dia mendengar pertanyaan nona Kiong, dia mengerutkan keningnya.

"Ibuku tidak pernah cerita apa-apa. mungkin karena aku tidak pernah menanyakannya," kata Kong-sun Po.

"Kenapa?"

Sesudah meneguk arak Kong-sun Po menjawab.

"Masa kecilku itu sangat menyedihkan, untuk apa aku mengungkitnya lagi!" kata Kong-sun Po.

Mendengarjawaban itu Kiong Mi Yun tertegun. "Pengalaman masa kecil yang menyedihkan, jadi kau

juga tidak tahu tentang "

Tapi kata-kata nona Kiong tidak lanjut karena Kong Sun Po memotongnya.

"Kau sudah tahu semuanya untuk apa kita ungkit lagi soal itu?" kata Kong-sun Po.

Kiong Mi Yun tersenyum.

"Yang kumaksud bukan tentang masa kecilmu itu, tapi masalah lain," kata nona Kiong sambil tersenyum. "Mengenai masalah apa?" tanya Kong-sun Po.

"Masalah....Aah, masalah....Ya, misalnya masalah yang menarik hati atau yang menggelikan," sahut nona Kiong.

Mendengar ucapan nona Kiong tergagap-gagap Kong- sun Po tertegun dan keheranan.

"Biasanya dia bicara blak-blakan, kenapa dia bicara gagap dan tersendat-sendat. Kenapa dia tidak berani berterusterang?"pikir Kong-sun Po.

Melihat pemuda itu bengong, Kiong Mi Yun malah tertawa. "Kau tidak ingat?" kata si nona.

"Bukan begitu, tetapi aku tidak tahu apa maksudmu," kata Kong-sun Po.

"Misalnya.... Misalnya ketika kau masih kecil, apakah kau punya kakak atau adik. Atau mungkin yang lebih dekat dari kakak dan adik, tetapi kau sudah lupa mengenai mereka. Apa ibumu tidak pernah bercerita?" kata nona Kiong.

Pembicaraan nona Kiong yang berputar-putar itu sebenarnya karena dia ingin tahu, apakah Kong-sun Po sudah dijodohkan dengan seseorang atau belum? Tidak heran bukan jadi jelas malah hal ini membuat pemuda itu bingung bukan main.

"Aah, nona Kiong terlalu banyak minum arak," pikir Kong-sun Po. "Pantas bicaramu makin ngawur!"

Kong-sun Po tertawa geli.

"Ci Toa-ko barangkali mengkhawatirkan keadaan kita, lebih baik kita buru-buru pulang," kata Kong-sun Po lagi.

"Aku belum puas minum, oh jadi kau takut aku mabuk ya?" kata si nona. Tiba-tiba terdengar suara gaduh.

"Tangkap pencopet! Tangkap copet!" teriak orang itu.

Salah seorang tamu di rumah makan itu  dompet uangnya disambar seorang copet. Barangkali pencopet itu belum akhli, hingga ketahuan, dan terpaksa dia kabur. Beberapa orang tamu ikut mengejar copet itu. Karena ketakutan pencopet itu melemparkan dompet yang dicurinya. Saat itu Kiong Mi Yun bangun dari kursinya. Dia meletakkan sebutir uang emas di meja.

"Tolong kau bayar makanan kita Toa-ko, aku mau pergi dulu sebentar. Kau tunggu saja di penginapan!" kata nona Kiong.

"Dompet itu sudah kukembalikan, jangan sakiti aku!" teriak pencopet itu.

Tamu yang kehilangan dompet itu langsung menghitung uangnya, ternyata uangnya tidak berkurang. Maka itu dia berteriak pada tamu lain.

"Sudah! Sudah biarkan dia pergi!" katanya.

Kiong Mi Yun malah mengejar pencopet itu. Para tamu itu keheranan menyaksikan si nona ikut mengejar copet itu. Kelihatan nona itu berlari cepat sekali.

Kong-sun Po kaget. Dia ingin mencegah nona Kiong, tapi sudah terlambat. Saat dia akan mengejar nona Kiong, dia ingat harus membayar dulu makanan yang mereka santap. Dia cemas sekali dan berpikir.

"Aah, karena terlalu banyak minum arak dalam keadaan mabuk Kiong Mi Yun akan membuat masalah!" pikir Kong-sun Po.

Merasa sudah tertinggal jauh Kong-sun Po akhirnya tidak jadi mengejar nona Kiong. Dia langsung berpikir. "Aku rasa dia tidak mabuk terlalu parah," pikir pemuda ini. "Tidak mungkin dia tidak bisa pulang sendiri ke penginapan. Lebih baik aku pulang seperti katamya, aku tunggu di penginapan saja!"

Kong-sun Po kembali ke penginapan. Saat sampai dia tidak melihat Ci Giok Phang di kamarnya. Tidak lama pemilik penginapan menemuinya.

"Kebetulan!" kata Kong-sun Po. "Aku akan bertanya padamu. Tuan. Ke mana perginya temanku?"

"Sebaliknya aku ingin bertanya padamu, kalian ini siapa?" kata pemilik penginapan sambil mengawasi tamunya.

"Bukankah sudah kami bilang, kami para pengungsi dari Lok-yang, mau ke selatan untuk mencari famili kami," jawab Kong-sun Po.

Pemilik penginapan menatap pemuda itu.

"Tetapi kawanmu itu bisa melompat tinggi lewat jendela," kata pemilik penginapan. "Aku kira kalian bukan pengungsi biasa!"

"Eeh, kenapa Ci Toa-ko memperlihatkan kepandaiannya di tempat umum?" pikir Kong-sun Po dengan wajah tetap tenang.

”Dia mantan piauw-su dari Houw-wie-piauw-kiok di Lokyang, pasti mereka bisa ilmu silat. Karena tentara Mongol menyerang Lok-yang, pemilik ekpedisi itu menutup usahanya dan mengungsi. Apa dia melompat ke atas genting?" kata Kong-sun Po.

"Oh, jadi kalian bekas piauw-su?" kata pemilik penginapan itu. "Maaf, aku tidak melihat orang yang dikejarnya. Sekarang aku sudah tahu siapa kalian ini!" Semula barangkali pemilik penginapan mengira tamutamunya itu orang jahat, sesudah tahu mereka bekas piauwsu hatinya jadi lega. Sebenarnya Kong-sun Po tidak pernah berbohong, tetapi karena terpaksa kali ini dia melakukannya.

"Baiklah, akan kutunggu dia. Nanti akan kutanyakan siapa yang dikejarnya?" kata pemuda ini.

Pemilik penginapan itu kelihatan puas, dia langsung pergi. Kong-sun Po masuk ke kamar dan menguncinya. Setelah itu dia memeriksa kamar dan melihat ada pecahan batu atau genting yang masih melekat di payung besinya. Kong-sun Po mengerutkan dahinya.

"Hari ini aku menemukan dua kejadian aneh. Pertama Mi Yun yang pergi mengejar pencopet. Kedua, Ci Toa-ko mungkin telah bertarung dengan orang. Kemudian dia terpancing dan mengejar lawannya?" pikir Kong-sun Po. "Aah, lebih baik aku tunggu saja sampai mereka kembali ke sini!"

-o-DewiKZ^~^aaa-o-

Kiong Mi Yun yang mengejar pencopet itu sudah sampai di tepi sungai, nona Kiong langsung membentak.

"Tio Keng! Apa kau tidak mau berhenti?" kata nona Kiong.

Orang itu menoleh sambil tertawa. "Maafkan aku. Nona Kiong!" kata Tio Keng. Mata nona Kiong mendelik ke arahnya.

"Hm! Kau tidak berguna jadi pencopet segala!" Nona Kiong mengenali Tio Keng karena orang itu pegawai ayahnya.

"Jika aku tidak berbuat begitu, bagaimana aku bisa memancingmu agar kau mau keluar dari penginapan?" kata Tio Keng.

"Mau apa kau memancingku ke luar?" kata si nona. "Apakah Ayahku sudah sampai ke mari?" kata Kiong Mi Yun.

"Benar, To-cu sudah sampai, Nona!" kata Tio Keng. Kiong Mi Yun kaget tetapi juga girang.

"Sekarang Ayahku ada di mana? Cepat bawa aku menemuinya!" kata si nona.

Sebelum menjawab permintaan nona itu, Tio Keng balik bertanya.

"Nona, siapa pemuda yang duduk makan bersamamu?" kata Tio Keng.

"Kenapa kau ingin tahu siapa dia?" kata si nona. "Hm! Aku tahu!" kata Tio Keng.

"Siapa?" tanya si nona.

"Bukankah dia Kong-sun Kong-cu? Iya, kan? Nona kau tidak tahu, To-cu sedang mencarinya!" kata Tio Keng.

"Dia belum tahu siapa aku, kau jangan sembarangan memanggilnya! Tetapi Ayahku sudah tahu aku bersamanya. Kenapa Ayah tidak datang bersamamu?" kata nona Kiong.

"To-cu tidak tahu kalian ada di rumah makan itu, dia menyuruhku mencarimu. Malah beliau juga mencari kalian ke penginapan-penginapan!" kata Tio Keng sambil tertawa. "Baik, kalau begitu aku harus segera ke penginapan menunggu Ayahku!" kata si nona.

Saat nona Kiong akan meninggalkannya, Tio Keng malah memanggilnya.

"Tunggu sebentar, nona Kiong!" kata Tio Keng.

"Kau mau bicara apa lagi, lekas katakan!" kata si nona. "To-cu sudah mengetahui tentang kalian dari Chu Tay

Peng dan kawan-kawannya. Tetapi entah dari mana ayahmu bilang kau dan Louw-ya (calon suami nona Kiong) mau ke Kim-keeleng. Maka itu di sepanjang jalan wajah To-cu jadi kurang sedap dilihat! Dia bilang kalau begitu aku takut.... takut..."

"Kau takut apa? Oh, kau takut Ayahku akan membunuh Kong-sun Po?" kata nona Kiong.

Tio Keng mengangguk mengiakan.

"Benar, malah aku takut kau juga tidak akan luput dari hukuman ayahmu! Itu sebabnya aku mencarimu dengan diamdiam untuk memberitahumu! Aku harap kau pulang ke penginapan dan jangan bersama-sama dengan Kouw-ya! Kita lihat dulu bagaimana Kouw-ya dihukum oleh ayahmu, baru kau temui ayahmu!" kata Tio Keng.

Sesudah mendengar keterangan dari Tio Keng bukan main terkejutnya nona Kiong.

"Baik, terima kasih," kata nona Kiong. "Tetapi aku tetap harus kembali ke penginapan!"

Kiong Mi Yun langsung meninggalkan Tio Keng, karena dia khawatir ayahnya akan melukai Kong-sun Po.

Di penginapan Kong-sun Po menunggu kedatangan dua kawannya dengan cemas. Nona  Kiong  pergi sudah   cukup lama. Ketika nona Kiong sudah kembali, Kong-sun Po sedikit lega.

"Eh, kau ini memang sering usil dan mau ikut-campur urusan orang lain saja! Apa kau berhasil mengejar pencopet itu?" kata Kong-sun Po.

"Jangan kau pedulikan pencopet itu," kata Kiong Mi Yun. "Tadi saat kau pulang apa kau bertemu dengan seseorang?"

"Tidak," jawab Kong-sun Po. "Tapi entah ke mana Ci Toako. Lihat ini!"

Dia menunjukkan payung besinya.

"Kelihatannya payungku ini terkena batu bata yang disambitkan seseorang, mungkin Ci Toa-ko mengejar orang itu!" kata Kong-sun Po menyambung ceritanya.

Kiong Mi Yun sedikit terperanjat karena tahu siapa orang yang menyambit Ci Giok Phang itu.

"Pasti orang itu Ayahku!" pikir Kiong Mi Yun. "Mungkin Ayahku mengira Ci Toa-ko itu Kong-sun Po!"

Tetapi nona Kiong merasa canggung untuk menjelaskan bahwa orang yang dilihat oleh Ci Giok Phang itu ayahnya. Akhirnya nona Kiong tertawa.

"Baiklah, kau tunggu di sini dulu biar aku yang mencari Ci Toa-ko!" kata nona Kiong.

Pemuda itu menggelengkan kepalanya sambil berkata.

"Tidak, kita pergi bersama-sama saja!" kata pemuda itu. "Jangan! Jangan! Biaraku saja yang mencarinya, kau....

kau tidak boleh ikut denganku!" kata si nona.

Kong-sun Po tertegun. Dia awasi Kiong Mi Yun dengan mata   terbelalak.   Karena   nona   Kiong   menolak   pergi bersama, pemuda ini akhirnya menurut. Dia tetap menunggu di penginapan.

Kiong Mi Yun langsung pergi akan mencari Ci Giok Phang, dia khawatir jika bertemu dengan ayahnya akan bentrok. Dugaan nona

Kiong memang benar, tak lama sesudah sampai di luar kota dia sudah melihat Ci Giok Phang tergeletak di tepi jalan. Nona ini kaget bukan kepalang, dia papah Ci Giok Phang dengan perasaan cemas.

"Ci Toa-ko, siapa yang melukaimu? Bagaimana keadaanmu?" kata nona Kiong.

Mengetahui ada yang memapah dan bertanya Ci Giok Phang membuka matanya. Dia langsung mengenali nona Kiong. Tetapi mulutnya tidak bisa bicara. Sebenarnya Kiong Mi Yun sudah tahu, siapa yang melukai pemuda itu. Ci Giok Phang terluka oleh pukulan Cit-sat-ciang ayahnya. Muka Ci Giok Phang tampak kehitaman terutama di  tengah kedua alisnya. Dia bertanya karena berharap Ci Giok Phang tidak parah terkena pukulan itu.

Sekarang nona Kiong sadar Ci Giok Phang terkena pukulan sangat parah, ini membuat hati nona Kiong berdebar-debar.

"Dugaanku tak salah, Ayah salah duga. Dia kira Ci Toa- ko itu Kong-sun Toa-ko. Oh, apa yang harus kulakukan?" pikir Kiong Mi Yun bingung.

Sekalipun nona Kiong pernah berlatih Cit-sat-ciang, namun Iwee-kangnya masih lemah, maka itu dia tidak bisa memunahkan racun pukulan itu. Nona Kiong cemas bukan kepalang, dia juga mencemaskan keselamatan Kong-sun Po. Dia bingung dan bimbang, apakah dia harus kembali memberitahu Kong-sun Po agar pergi dari penginapan, atau menolong Ci Giok Phang dulu yang keracunan. Nona Kiong yakin, setelah ayahnya tahu dia salah melukai orang, pasti dia akan mencari Kong-sun Po. Jadi keberadaan Kong-sun Po di penginapan itu sangat berbahaya. Jika dia pergi ke penginapan, bagaimana dengan Ci Giok Phang? Ketika dada pemuda itu dia raba, dia senang karena denyut jantung pemuda itu masih berdenyut. Nona Kiong girang bukan kepalang.

"Luar biasa lwee-kang Ci Toa-ko, sekalipun telah terluka oleh pukulan Ayahku, tapi dia masih hidup dan bisa tertolong," pikir nona Kiong. "Tapi jika aku ke penginapan mencari Kong-sun Toa-ko, lalu siapa yang menjaga dia?"

Tanpa ada yang menjaga Ci Giok Phang tidak mungkin nona Kiong meninggalkan pemuda itu begitu saja.

Saat itu mendadak ada seekor kuda putih sedang dilarikan cepat sekali. Ketika diperhatikan penunggang kuda putih itu seorang nona. Nona Kiong memperhatikan penunggang kuda putih itu, dia seperti mengenalinya. Tetapi saat itu nona Kiong sedang bingung sekali, dia jadi lupa siapa nona itu? Di mana dia pernah melihatnya? Ditambah lagi kuda putih itu dilarikan dengan cepat, dalam sekejap saja sudah tidak kelihatan bayangannya lagi.

Sayang lari kuda itu cepat sekali dengan demikian nona Kiong tidak sempat memanggil nona yang naik kuda itu. Tetapi tak berapa lama muncul lagi seekor kuda berlari cepat. Sekarang penunggangnya seorang pria tampan. Saat melihat Kiong Mi Yun sedang menunggui Ci Giok Phang, penunggang kuda itu melihatnya.

Segera dia turun dan menghampiri mereka.

"Eh, bukankah dia Ci Kong-cu?" kata penunggang kuda itu. Ci Giok Phang mengangguk, sedang Kiong Mi Yun girang karena ada yang kenal dengan Ci Giok Phang. Sesudah nona Kiong bertanya pada orang itu, dia segera mengetahui bahwa orang itu bernama Beng Teng. Nona Kiong merogoh sakunya, lalu dia melemparkan serenceng mutiara ke arah Beng Teng, dan mengatakan bahwa itu sebagai biaya mengantarkan Ci Giok Phang ke Pek-hoa- kok. Sesudah itu nona Kiong buruburu pergi ke penginapan. -o-DewiKZ^~^aaa-o- Sementara itu Kong-sun Po yang ada di penginapan sendirian sedang menunggu Kiong Mi Yun dan Ci Giok Phang kembali. Hati pemuda ini cemas bukan main. Kepergian nona Kiong sudah cukup lama. Ketika mendengar ada orang yang mengetuk pintu kamarnya perlahan-lahan, Kong-sun Po girang.

"Mi Yun, kau sudah kembali?" kata pemuda itu. Dia menghampiri pintu kamar akan membukakan pintu, namun saat pintu terbuka mata Kong-sun Po terbelalak. Ternyata orang itu bukan Kiong Mi Yun, tapi seorang nona yang tidak dikenalnya. Nona itu sedang berdiri di depan pintu kamarnya. Begitu melihat nona yang tidak dikenalnya dia jadi heran.

"Siapa kau?" kata Kong-sun Po. Nona itu tersenyum manis.

"Kau tidak perlu tahu siapa aku, bukankah kau yang bernama Kong-sun Po?" kata nona itu.

"Benar," kata Kong-sun Po sambil mengangguk. "Mohon tanya nona ini siapa?" "Jangan banyak bertanya, kau harus segera meninggalkan tempat ini," kata nona itu.

Kong-sun Po tertegun.

"Kenapa aku tidak boleh bertanya, aku..."

Nona itu mengerutkan alisnya, kelihatan dia tidak sabar ketika melihat Kong-sun Po ayal-ayalan.

"Hm! Kau terlalu rewel, tahukah kau, mertuamu ingin membunuhmu?" nona itu menjelaskan tanpa menunggu Kong-sun Po selesai bicara.

Mendengar keterangan itu Kong-sun Po terperanjat bukan kepalang. Dia tatap nona itu dengan mulut ternganga, sesaat kemudian baru bicara.

"Mana aku punya mertua? Dari mana datangnya mertuaku itu?" kata Kong-sun Po kebingungan.

Sekarang giliran nona itu yang melongo keheranan. Dia perhatikan pemuda yang ada di depannya itu.

"Sebelum kau membukakan pintu untukku, tadi kau kira aku Kiong Mi Yun, kalau begitu pasti kau bersamanya. Iya kan? Bukankah kau sekarang sedang menunggui dia di sini?" kata nona itu.

"Benar! Lalu kenapa?"

Nona itu tertawa mendengar pertanyaan itu. "Jangan bohongi aku, aku sudah tahu hubunganmu dengan Kiong Mi Yun!" kata nona itu.

Kelihatan Kong-sun Po kurang senang. "Apa maksudmu? Hubungan apa? Harap nona jangan bicara sembarangan!" kata Kong-sun Po. "Dia dan aku hanya hubungan antara kawan saja. Jika kau sedang mencarinya, silakan masuk kau tunggu dia di sini!" "Terlalu, apa dia ini sinting?" pikir Kong-sun Po. "Dia pasti kawan Mi Yun, saat melihat aku berduaan dengan Mi Yun dia salah sangka!"

Nona itu tertawa cekikikan.

"Hm! Aku tahu sekarang! Rupanya Mi Yun belum bicara terus-terang kepadamu!" kata nona itu.

"Mengenai apa?" kata Kong-sun Po bertambah heran. "Orang tua kalian bersahabat baik, sejak kecil kalian

sudah ditunangkan saat umurmu baru satu tahun, sedangkan Mi Yun baru lahir. Kemudian terjadi penyerbuan ke perkampungan Keluarga Suang. Ayah Kiong Mi Yun bersama keluargamu pindah ke seberang lautan, kalian putus hubungan. Maka itu kau tidak tahu masalah ini!" kata nona itu.

"Nona, kita tidak saling mengenal, dari mana kau tahu begitu jelas tentang hubungan keluarga kami?" kata pemuda itu kurang yakin.

"Jika aku ceritakan akan panjang sekali, sedang kau harus segera pergi dari sini, jika tidak pasti celaka!" kata nona itu.

"Baik, aku anggap kata-katamu itu benar," kata Kong- sun Po, "tapi katakan, kenapa mertua lelakiku ingin membunuhku?"

"Kau tidak yakin pada ucapanku? Sesudah kau berada di Kim-kee-leng dan bertemu dengan Hong-lay-mo-li, kau akan tahu semuanya! Aku yakin Kiong Mi Yun tidak akan kemari lagi. Kunasihati kau agar jangan jalan bersamanya. Aku tidak perlu banyak bicara, cepat kau pergi!" kata nona itu. Kemudian nona itu membalikkan tubuhnya dan langsung pergi tanpa menghiraukan Kong-sun Po yang bengong keheranan.

"Tunggu, Nona! Aku ingin tahu, siapa ayah nona Kiong itu?" kata Kong-sun Po.

Tanpa menoleh lagi nona itu menjawab.

"Rupanya kau tidak percaya keteranganku! Nama ayah Kiong Mi Yun itu Kiong Cauw Bun! Majikan pulau Hek- hong. Dia mahir ilmu Cit-sat-ciang dan Tan-ci-sin-thong. Nah, kau puas bukan?" kata si nona.

Saat itu nona itu sudah jauh tapi dengan menggunakan ilmu Coan-im-jip-pek dia berkata lagi.

"Jika kau tidak percaya pada kata-kataku, berarti kau menunggu kematian! Aku tidak mau menemanimu mati! Oh, ya! Aku hampir lupa mengingatkanmu! Jika mau ke Kim-keeleng, kau jangan lewat jalan raya, karena Kiong Cauw Bun menunggumu di sana!" kata nona itu. 

Saat itu nona itu sudah jauh sekali, hampir setengah li jauhnya. Maka itu Kong-su Po kagum oleh kepandaian nona itu.

"Dia sebaya dengan Mi Yun," pikir Kong-sun Po. "Tetapi nona ini Iwee-kang dan gin-kangnya sangat tinggi!"

Sebenarnya Kong-sun Po kurang yakin pada keterangan nona itu, dia agak yakin karena nona itu tahu kejadian di perkampungan Keluarga Suangjuga tentang Kiong Mi Yun.

"Heran dari mana dia tahu aku dan Mi Yun akan ke Kimkee-leng? Tetapi aku yakin dia tidak bergurau. Aku tidak kenal dia, untuk apa dia bergurau denganku?" pikir Kong-sun Po. Saat Kong-sun Po masih ragu pergi atau jangan, mendadak dia mendengar dari kejauhan suara seruling dan siulan, begitu mendengar suara-suara itu Kong-sun Po girang.

"Rupanya Hwa Siok-siok (Paman Hwa) dan Tam Siok- siok datang, jadi aku tidak periu ke Kim-kee-leng dan aku akan tahu apakah benar atau bohong nona itu?" pikir pemuda ini.

Kong-sun Po dengan Tam Yu Cong dan Hwa Kok Han sering bertemu di kelenteng Luang-beng-si. Itu sebabnya dia sangat kenal pada kedua orang itu.

Kong-sun Po langsung menyambar payung besinya, dia melompat lewat jendela. Kebetulan saat itu pemilik penginapan melihatnya hingga matanya terbelalak karena kaget.

"Untung sewa kamar mereka sudah lunas, jadi aku tidak rugi," kata pemilik penginapan.

Dengan menggunakan ilmu Coan-im-jip-pek Kong-sun Po memberitahu pemilik penginapan.

"Tuan, jika kedua temanku kembali, beri tahu mereka agar mereka menyusulku ke tempat tujuan. Aku menunggu mereka di sana!" kata Kong-sun Po.

Saat pemilik penginapan itu menengadah ke atas genting, dia sudah tidak melihat Kong-sun Po lagi.

"Aah, setankah dia? Begitu cepat dia menghilang?" pikirnya.

Tak lama Kong-sun Po sudah sampai di luar kota. Dia lihat Siauw-auw-kcm-kun dan Bu-lim-thian-cun sudah ada di sana.

Mereka bertemu dan girang bukan kepalang. "Aku dengar kau mengantarkan harta untuk para pejuang, dan dirampok di tengah jalan. Aku sangat mencemaskan kalian. Maka aku ke mari. Oh, ya bagaimana kau bisa ada di sini?" kata Siauw-auw-kan-kun Hwa Kok Han.

"Paman Hwa, apa kau sudah ke Lok-yang?" kata Sun Po.

"Sebenarnya aku ingin menemui Liok Pang-cu, tapi Lokyang sudah jatuh ke tangan musuh," kata Hwa Kok Han. Markas cabang di sana pun sudah musnah. Maka aku pikir mengapa aku harus ke sana? Aku bertemu Bong Cian di Ciaklo-san. Dia yang mem-beritahu aku mengenai kau telah dirampok!" kata Hwa Kok Han.

"Aku mewakili para pejuang di See-lian-san, dan berhasil merampas kembali harta itu," kata Tam Yu Cong. Ketika itu aku bertemu dengan kawanmu Kok Siauw Hong. Dia bilang kau akan ke Kim-kee-leng, Benar begitu?"

Dia senang mendengar Kok Siauw Hong ternyata selamat.

"Benar, apa kedua Siok-siok (Paman) juga mau ke sana?"

"Aku mendapat tugas menyambut Tam Siok-siokmu," kata Hwa Kok Han. "Ternyata dia tidak butuh bantuanku, karena semua masalah itu sudah beres dan ini semua kuketahui dari Bong Cian, maka itu aku menyusul ke mari. Tapi karena Paman Tam mengundangku ke See Lian San, maka aku baru akan kembali setengah tahun lagi. Nanti jika kau bertemu dengan Kouw-kouwmu (Bibimu) beritahu dia tentang kepergianku ini!"

"Baik, Paman."

"Aku dengar dari Siauw Hong, kau dan Ci Giok Phang terkepung musuh. Apakah dia masih bersamamu?" kata Tam Yu Cong. "Semula ya, tetapi saat kami kembali ke penginapan dia telah menghilang," kata Kong-sun Po.

"Bagaimana dia bisa menghilang?" kata Tam Yu Cong.

Melihat Kong-sun Po bingung, Hwa Kok Han berkata pada pemuda itu.

"Kau menemui masalah apa, katakan pada kami!" kata Hwa Kok Han.

"Memang, aku sedang menghadapi suatu masalah yang sangat aneh," kata Kong-sun Po.

"Katakan saja, masalah apa?" kata Tam Yu Cong.

"Aku ingin bertanya pada Paman berdua, sebenarnya siapa Kiong Cauw Bun itu?

"Kenapa kau tanyakan tentang dia?" kata Hwa Kok Han. "Ada seseorang mengatakan, mengatakan......" ucapan

Kong-sun Po tidak tuntas.

"Katakan, dia bilang apa?" kata Hwa Kok Han. Wajah Kong-sun Po kemerah-merahan.

"Dia bilang majikan pulau itu adalah...adalah...eh punya hubungan denganku. Maka itu aku ingin tahu hal yang sebenarnya!" kata Kong-sun Po.

Bu-lim-thian-kiauw Tam Yu Cong menghela napas. "Sebenarnya ibumu tidak ingin kau tahu masalah ini,"

kata  Tam  Yu  Cong,  "tetapi  karena  sekarang  sudah  ada

orang yang memberitahumu, maka kami harus menjelaskannya padamu, agar kau tidak bingung. Baik akan kuberitahu. Benar dia adalah mertuamu!"

Kong-sun Po kaget dan langsung bertanya. "Kenapa Ibuku tidak pernah bilang tentang hal itu?" "Mertuamu itu orang jahat! Saat kau berumur satu  tahun, ayahmu yang mempertunangkan kau dengan puterinya.Tetapi ibumu tidak setuju, itu sebabnya kau tidak diberitahu." kata Tam Yu Cong.
DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar