Beng Ciang Hong In Lok Jilid 16

Nona Ci menurut saja dia duduk bersila lalu dia mengerahkan hawa murni di Hong-hu-hiatnya. Mula-mula dia tidak merasakan apa-apa, tapi tidak berapa lama mulai terasa di bagian itu kesemutan. Betapa kagetnya nona Ci ketika itu, segera dia berdiri.

"Ada yang ganjil," kata si nona. "Ngilu seperti digigit semut. Kenapa bisa begitu? Bagaimana kau tahu mengenai hal ini?" kata nona Ci Giok Hoan sedikit terperanjat.

"Kau terkena racun aneh. Racun ini akan berreaksi setelah tujuh hari," kata Seng Liong Sen. Nona Ci tampak tertegun.

"Aku terkena racun, bagaimana kau bisa tahu? Apa-  kah. "

Nona Ci tidak meneruskan kata-katanya. Otak nona Ci sangat cerdas. Jika dia terkena racun, maka yang meracun dia pasti Cap-si Kouw. Hal ini membuat dia merinding dan cemas sekali.

"Jika benar aku terkena racun, sungguh ngeri sekali!" pikir nona Ci. "Hati manusia sulit diduga, memang benar kata-kata ini. Lalu kenapa dia meracuniku dengan diam- diam?"

"Nona Ci aku minta kau bicara dengan jujur padaku," kata pemuda itu. "Benarkah Bibiku menyuruhmu melakukan sesuatu tugas?"

"Benar, Kouw-kouwmu menyuruhku menyamar menjadi pelayannya dan aku harus bekerja pada Beng Cit Nio, maksudnya untuk menyelamatkan Han Tay Hiong dan puterinya. Maka aku bersedia melakukannya!" kata nona Ci.

"Ternyata terkaanku benar," kata pemuda itu. "Sudah kau jangan ke sana!"

"Aku tahu itu sangat berbahaya, tapi aku harus melakukannya," kata nona Ci hambar.

"Beng Cit Nio Bibi-misanku, pasti kau tidak mengetahui sifat Bibi-misanku yang kejam?" kata Seng Liong Sen.

"Hm! Paling-paling dia akan menghukumku hingga mati!" jawab nona Ci.

"Dia wanita tidak berperasaan," kata Seng Liong Sen. "Jika dia suka kepadamu, barangkali jika nyawanya kau minta    pun    dia    bersedia    menyerahkannya kepadamu. Sebaliknya jika dia gusar kepadamu, dia akan menyiksamu hingga hidup tidak matipun tidak! Karena dia jatuh cinta kepada Han Tay Hiong, saat cintanya tidak ditanggapi oleh Han Tay hiong, timbul kebenciannya yang luar biasa pada Han Tay Hiong. Dengan susah payah dia berhasil menangkap Han Tay Hiong dan menyekapnya. Sekarang kau akan membebaskan dia dan puterinya. sudah jelas kau menempuh bahaya besar!"

"Sekalipun tempat itu gunung golok atau lautan api, aku siap menerjangnya," kata nona Ci.

"Dia pesilat tinggi," kata Seng Liong Sen, "bahkan Kouwkouwku Cap-si Kouw sangat segan berhadapan dengannya. Sekarang di sana malah ada Chu Kiu Sek dan See-bun Souw Ya. Nona, aku bukan pengecut, tapi aku takut kau akan kehilangan nyawamu sebelum kau berhasil menyelamatkan mereka!"

"Aku tahu semua itu, malah aku ingin bertanya padamu, bukankah kau juga sedang menjalankan tugas dari gurumu ke daerah utara? Bukankah itu juga sangat berbahaya?" kata nona Ci Giok Hian sambil mengawasi pemuda itu.

"Benar! Tapi itu menyangkut urusan negara. Aku harus menjalankan tugas itu. Nona, kenapa kau bertanya begitu?"

"Aku tahu urusanku tidak bisa dibandingkan dengan urusanmu, tapi aku rasa ada samanya, dan tergantung harus dilaksanakan atau tidak? Sekalipun pekerjaan itu sangat berbahaya tapi harus dilaksanakan, ya kan?' kataCi Giok Hian.

"Benar, seorang pendekar harus seperti itu. Tapi. "

Nona Ci langsung memotong kata-kata pemuda itu. "Kau jangan mencari alasan agar aku membatalkan tugas

ini," kata nona Ci. "Sekalipun aku bukan seorang pendekar sejati, tapi demi sahabat aku siap menghunus pedangku. Pasti kau paham hal itu!"

Tapi sesudah berkata begitu hatinya jadi merasa tidak enak.

"Aku berbuat begitu demi Han Pwee Eng atau untuk diriku?" nona Ci berpikir.

Seng Liong Sen tidak tahu apa yang ada di benak nona Ci, tapidiakagumpada sikapnya yang gagah.

"Baik, kau sudah bilang begitu, aku tidak bisa menasihatimu lagi. Hanya sayang. "

"Apa yang harus disayangkan?" tanya nona Ci.

"Sayang Kouw-kouwku tidak tahu mengenai kebulatan tekadmu itu," sahut Liong Sen.

"Tidak! Seharusnya dia tahu, sebab aku telah menjelaskannya," kata nona Ci.

"Kalau begiti Bibiku tidak percaya kepadamu sepenuhnya! Dia terlalu banyak curiga!" kata Seng Liong Sen.

Nona Ci tertegun.

"Kouw-kouwmu tidak percaya kepadaku, lalu kenapa?" tanya nonaCi.

"Nona, kau cerdas! Kau bisa menduga siapa yang meracunimu secara diam-diam. Orang itu Kouw-kouwku!" kata Seng Liong Sen dengan jujur.

Nona Ci sudah menduga dan pemuda itu memastikan.

Hal itu membuat nona Ci jadi berpikir.

"Cap-si Kouw kelihatan sebagai wanita lembut dan ramah    sekali.    Tak    kusangka    malah    diam-diam  dia meracuniku! Orang seperti itu sangat menakutkan! Tapi kapan dia meracuniku? Mengapa aku tidak menyadarinya?"

"Kouw-kouwku akhli racun. Racun yang dibuatnya tidak berwarna dan tidak berbau. Ditambah lagi cara dia meracuni orang sangat aneh hingga orang tidak menduga. Untung aku tahu racun apa yang dia gunakan, jika tidak sulit menolongimu!" kata eng Liong Sen.

"Aku heran," kata nona Ci agak tertegun. "Dia minta aku membantu untuk menyelamatkan Han Tay Hiong, tapi kenapa dia ingin mencelakakan aku? Apa racun itu berbahaya sekali?"

"Bukankah semalam kau minum teh yang dia suguhkan?" balik bertanya Seng Liong Sen.

"Ya," jawab nona Ci agak tersentak kaget dan sadar, kiranya teh wangi yang dia minum itu telah dibubuhi racun.

"Dia campur minumanmu itu dengan racun yang sangat aneh," kata Liong Sen. "Racun itu bernama Kuang-siauw- san (Racun bubuk tertawa gila). Tujuh hari setelah orang itu meminum racun itu, baru racun itu akan bereaksi. Orang itu tidak akan tahan menahan tawa seperti orang gila. Hanya racun itu tidak akan membuat orang mati!"

"Sungguh keterlaluan," pikir nona Ci yang tidak tahu tentang racun dan tidak pernah terkena racun. "Aku akan tertawa seperti orang gila? Celaka apa jadinya kalau begitu? Jika racun itu tidak punah, apa aku masih punya muka bertemu dengan orang?" pikir nona Ci yang mulai merasa ngeri.

"Dia menggunakan racun itu hanya untuk mengendalikan dirimu," kata Liong Sen. "Dia sudah menduga kau akan memohon kepadanya. Dia sulit mempercayai orang, walau kau telah membantunya tapi dia tetap khawatir! Kau masih muda dan gampang emosi atau takut saat akan menjalankan tugasnya itu. Dia takut kau kabur. Oleh karena kau telah diberi racun, sekalipun kau kabur sudah tidak mungkin. Hanya dia yang punya pemunah racun itu. Dia mengira dalam tujuh hari tugasmu itu akan selesai. Jika kau berhasil membawa Han Tay Hiong dan puterinya, maka kau pun akan diberinya obat pemunah racun itu, sekalipun secara diam-diam!"

"Seandainya aku kabur dari tempat Beng Cit Nio, mana mungkin aku akan kembali ke rumahnya?" kata nona Ci. "Sekalipun aku diberi obat pemunah racun, tapi dia tidak bisa memperalat diriku lagi."

"Terus-terang kelihayan Bibiku ini tidak kalah oleh Bibimisanku Beng Cit Nio. Jika kau berani menolak perintahnya dia tidak akan melepaskan kau! Dan kau akan memohon padanya, maka itu kau akan jadi  budaknya!" kata Liong Sen.

"Barangkali ini sudah nasibku," kata nona Ci putus asa. Dia gadis yang banyak akalnya tapi berhadapan dengan

Cap-si Kouw dia jadi kehabisan akal.

"Jangan cemas Nona Ci, untung aku dibantu oleh Tik Bwee," kata Liong Sen. "Dia telah mencuri obat pemunah racun itu untukku. Tik Bwee sangat dipercaya oleh Bibiku, dia juga cerdas dan ingatannya kuat. Dia bisa ingat mana pemunah racun dan mana yang racun. Jika aku yang mencuriny a jangan-jangan aku salah mengambil obat!"

Pemuda itu menyerahkan obat pemunah racun itu pada nona Ci, setelah menerima obat itu nona ini bertanya.

"Apakah dia tahu obat yang dicurinya ini untukku?" kata Nona Ci. "Dia tidak kuberi tahu untuk apa obat pemunah itu, aku kira dia pasti tahu," kata Seng Liong Sen.

Ci Giok Hian segera menelan obat pemunah itu.

"Dia begitu baik kepadamu, kau malah menotok jalan darahnya, apa itu tidak keterlaluan?" kata nona Ci.

"Aku sedang membicarakan dan mencela Bibiku, mana boleh dia mendengarnya?" kata pemuda itu sambil tersenyum.

"Dia berani menempuh bahaya mencurikan pemunah racun untukmu, apa mungkin dia akan mengadu pada Bibimu?" kata nona Ci agak cemas.

"Tik Bwee seorang yang jujur," pikir nona Ci. "Dia juga cerdas, tapi dia hanya seorang pelayan. Pemuda ini menginginkan obat pemunah, dia tidak perlu minta bantuan pada orang lain. Dia murid Bun Tay-hiap yang terkenal, dia tidak boleh memandang enteng seorang pelayan," pikir nona Ci.

"Pasti dia tidak akan mengadu," kata Liong Sen, "tapi sikap Kouw-kouw terhadap otrang lain tidak bisa diduga. Bibiku itu sangat cerdas, karena itu aku harus siaga agar Tik Bwee tidak membocorkan hal ini secara tidak sengaja. Aku yakin karena dia tidak mendengar apa yang kita bicarakan sekarang, hatiku jadi lega sekali!"

Terdengar suara keluhan di tempat Tik Bwee terbaring. "Celaka, Tik Bwee berusaha membebaskan diri dari

totokan-ku. Dia bisa celaka!" kata Liong Sen.

Saat itu juga mereka menghampirinya Mereka lihat Tik Bwee telah membuka matanya, dan tampak sorot mata yang tidak puas dari pelayan ini. Seng Liong Sen segera membebaskan totokannya. "Tik Bwee, maafkan aku," kata pemuda itu. "Aku membuatmu menderita"

"Kalian sudah selesai bicaranya?" kata Tik Bwee agak kesal. "Kenapa kau buru-buru membebaskan aku? Sebenarnya kau tidak boleh bersikap begitu padaku, Siauw- ya. Tahukah kau semalam sekalipun aku membubuhi obat tidur dalam dupa di kamarmu, tapi sengaja aku menaruhinya cuma sedikit agar kau bisa ke mari untuk menemuiNonaCi!"

Wajah Ci Giok Hian memerah. Tapi dia tidak bisa bicara apa-apa. Pemuda itu memberi hormat pada Tik Bwee.

"Kakak Tik Bwee, aku mohon kau tidak marah karena aku membuatmu menderita Di depan Kouw-kouw, aku harap kau tidak menjelekkan aku." kata Seng Liong Sen sambil tersenyum.

Mendengar ucapan itu tampak Tik Bwee gembira, kekesalannya telah hilang sama sekali. Malah dia tertawa riang.

"Sudah jangan bilang begitu, aku ini pelayan. Menderita sedikit sudah lumrah," kata Tik Bwee. "Di depan majikan aku akan diam saja. Kalian mau bicara apa lagi, hari sudah siang segera selesaikan!"

"Kak Tik Bwee, kau jangan salah mengerti," kata Ci Giok Hian. "Dia menemuiku hanya untuk mengatakan bahwa Beng Cit Nio sangat lihay, juga sangat kejam. Dia minta aku berhatihati, cuma itu. Padahal kau juga sudah bilang begitu!"

"Nona Ci memang aku masih mau bicara sebentar denganmu," kata Liong Sen.

Tik Bwee tertawa. "Baik, aku akan menunggu di sana! Nona Ci, silakan bicara!" kata Tik Bwee.

Tik Bwee segera meninggalkan mereka dia menuj u ke suatu tempat yang agak jauh dari mereka. Tindakan Tik Bwee ini membuat nona Ci agak tidak enak hati juga.

"Seng Kong-cu, cukup kau mengantarkan aku sampai di sini saja," kata nona Ci, "silakan kau pulang!"

Wajah nona Ci memerah.

"Aku hampir melupakan sesuatu yang sangat penting," kata pemuda itu, "cincin ini untukmu!"

Cincin itu berwarna hijau yang dia serahkan pada nona Ci. Wajah nona Ci bertambah merah.

"Eh apa maksudnya?" pikir nona Ci. Pemuda itu tertegun sejenak, dia sadar.

"Kau jangan salah paham, Nona Ci." kata pemuda itu. "Cincin ini bisa melindungi dirimu. Ini kuhadiahkan padamu, aku tidak bermaksud lain."

MatanonaCi Giok Hian terbelalak.

"Bagaimana cicin ini bisamelindungiku?" kata nona Ci. "Tik Bwee sedang menunggumu, tidak ada waktu aku

menjelaskannya padamu," kata Seng Liong Sen. "Pokoknya

kau pakai saja cincin ini, sikap Beng Cit Nio akan lain padamu jika dia melihat cincin ini. Jika kau bersalah pun, dia akan mengampuni nyawamu!"

Sebenarnya nona Ci ingin menolak pemberian cincin itu, tapi pemuda itu telah menyodorkan kepadanya dengan sopan. Dia akan menyelamatkan nona Han, jika benar cincin itu bisa menyelamatkan nyawanya, mengapa tidak dia terima saja cincin ajaib itu. Dengan demikian dia bisa lebih leluasa bergerak. Maka dia terima cincin itu.

"Terima kasih, oh Seng Kong-cu, sekarang kau boleh pulang!" kata nona Ci.

"Baiklah," kata pemuda itu.

Nada suara Seng Liong Sen sengaja keras agar Tik Bwee mendengarnya. Nona pelayan itu berjalan menghampiri mereka.

"Coba kau pikir lagi, apakah masih ada kata-kata yang belum kalian sampaikan?" kata Tik Bwee.

Tiba-tiba nona Ci bicara

"Ya, aku hampir lupa mengatakan sesuatu yang sangat penting!" kata nona Ci.

"Benar kan?" kata Tik Bwee. "Tepat dugaanku, Nona Ci aku bilang kau jangan tergesa-gesa!”

Dia tarik tangan pelayan itu

"Kak Tik Bwee, mengenai urusan itu pasti kau juga sudah tahu, maka aku tidak akan mengatakan pada dia saja," kata nona Ci Giok Hian.

Melihat nona Ci serius Tik Bwee diam tidak bergurau lagi.

"Kakakku bernama Ci Giok Phang," kata nona Ci. "Dia sedang ke markas cabang Kay-pang di Lok-yang. Kebetulan Seng Kong-cu mau ke sana. Aku mohon tolong kau beritahu dia mengenai jejakku. Dengan demikian dia bisa memberitahu Kok Siauw Hong supaya mereka tidak mencemaskan keadaanku!" Seng Liong Sen tertegun.

"Kok Siauw Hong?" kata Seng Liong Sen. "Bukankah dia calon menantu Han Tay Hiong?" "Benar," kata nona Ci. "Dia bersama kami ke mari. Kak Tik Bwee, jika Kok Siauw Hong datang ke tempatmu dan dia mencariku, tolong kaujelaskan kepadanya Nah, aku sudah selesai bicara, kau pulang saja!"

Dengan tanpa menghiraukan Seng Liong Sen lagi nona Ci berjalan. Sedang pemuda itu terus mengawasi nona itu dari belakang. Tik Bwee cerdas dia sudah menduga sesuatu. Dengan tidak banyak bicara lagi dia juga mengikuti nona Ci.

Tak lama mereka sudah sampai di depan rumah batu. Seorang lelaki yang memelihara bewok segera menghadang mereka. Nona Ci tahu orang itu bernama Pouw Yang Hian. Untung si bewok tidak mengenalinya karena dia sedang menyamar. Melihat kedatangan mereka Pouw Yang Hian keheranan.

"Berhenti, kalian siapa?" bentak lelaki bewok itu. "Mau apa kalian datang ke mari?"

Tik Bwee malah bertanya dengan dingin.

"Lalu kau sendiri siapa? Ada urusan apa kau ada di sini?" kata Tik Bwee dengan lantang.

Mata Pouw Yang Hian terbelalak. "Eh, beraninya kau ini?" kata Pouw Yang Hian. "Bukan menjawab pertanyaanku malah kau balik bertanya!"

"Hm! Aku ke mari tidak perlu lapor, kau juga tidak berhak menanyakan tentang aku siapa!" kata Tik Bwee.

Tik Bwee mengajak Ci Giok Hian meninggalkan si bewok tanpapeduli. Di lembah itu selain Beng Cit Nio tinggal juga Cap-si Kouw, Pouw Yang Hian tahu hal ini. Tapi yang membuat dia kesal Tik Bwee kasar dan acuh sekali. "Hm! Akuu akan pura-pura tidak tahu tentang mereka, akan kuberi mereka pelajaran. Aku kira Beng Cit Nio tidak akan memarahiku karena aku sedang berugas di sini," pikir Pouw Yang Hian sambil tersenyum sinis. Dia maju sambil merentangkan kedua tangannya. Dia mencoba menghalangi Tik Bwee dan Ci Giok Hian di tengah jalan.

"Jika kau tidak mau memberitahu asal-usulmu, kau dilarang masuk!" kata Pouw Yang Hian.

Pouw Yang Hian menyerang Tik Bwee ke arah dadanya, hal ini membuat Tik Bwee gusar bukan main.

"Hm! Kau mau cari mampus ya? Kau berani kurangajar kepadaku!" bentak Tik Bwee.

Secepat kilat tangan Tik Bwee bergerak, tak lama terdengar suara keras dan Pouw Yang Hian pun telah roboh di tangan Tik Bwee. Tadi Tik Bwee menggunakan jurus Lan-hoa-ci untuk menangkis serangan si bewok. Hal ini membuat Pouw Yang Hian jatuh terlentang. Dengan mudah Tik Bwee bisa merobohkan Pouw Yang Hian, yang beberapa waktu yang lalu kung-funya telah dipunahkan oleh Kong-sun Po. Ditambah lagi Pouw Yang Hian tidak mengira kalau nona Tik itu lihay dan mampu menangkis serangannya. Saat Tik Bwee bergerak, Pouw Yang Hian yang tidak siaga dengan mudah tertotok jalan darahnya oleh Tik Bwee.

Terdengar suara gaduh karena robohnya Pouw Yang Hian ini, tak lama bermunculan para pelayan dari rumah batu.

"Ada apa! Ada apa?" tanya mereka.

"Eh, ternyata kau Kak Tik Bwee!" kata seorang pelayan yang wajahnya sangat buruk. Hidung pelayan itu besar, sepasang daun telinganya lebar, hingga mirip Ti Pat Kay dalam dongeng See Yu, atau siluman babi kawan seperjalanan Sun Gouw Kong. Melihat wajah pelayan itu nona Ci kelihatan heran dan geli sekali

"Dua pelayan Cap-si Kouw cantik-cantik, kok pelayan Beng Cit Nio ini malah buruk sekali?" pikir nona Ci. "Aku kira majikannya pasti jelek sekali. Pantas Paman Han tidak suka kepadanya?" pikir nona Ci.

"Dia melarangku masuk!" kata Tik Bwee sambil menunjuk ke arah Pouw Yang Hian. "Apakah dia pembantu baru di sini?"

Tadi Pouw Yang Hian pura-pura tidak kenal pada Tik Bwee, sekarang Tik Bwee pun seolah tidak tahu siapa dia? Malah dia menganggap Pouw Yang Hian sebagai pelayan di rumah batu itu.

"Ah, rupanya kalian salah paham," kata pelayan yang wajahnya buruk dan bernama Pik Khi itu "Dia bukan pembantui di sini, tapi tamu majikan kami!"

Pik Khi segera membebaskan totokan pada tubuh Pouw Yang Hian.

"Sekalipun kau tamu kami, tapi kau tidak boleh bersikap kurangajar pada Kakak ini! Dia pelayan Cap-si Kouw, Kakakmisan majikan kami. Majikan kami juga sangat hormat pada Cap-si Kouw!"

Pouw Yang Hian menunduk malu. Dia tidak berani banyak bicara lagi.

Sesudah itu Pik Khi menoleh pada Tik Bwee dan kawannya.

"Mari masuk Kak!" kata Pik Khi.

Sesudah masuk mereka duduk di Suatu tempat. "Kak Tik Bwee, sudah hampir sebulan lebih Kakak tak ke mari, entah angin apa yang hari ini telah meniupmu ke mari?" kata Pik Khi.

"Kakak ini baru datang dari Kang-Iam. Dia dari keluarga baik-baik, ayahnya seorang sastrawan. Sayang mereka miskin, maka ayahnya telah menjual dia Aku dengar majikan kalian perlu seorang gadis yang pandai sastra, lukis dan main musik. Maka majikanku menyuruhku mengantarkan dia kemari!"kataTik Bwee.

"Kak, kau cantik sekali," kata Pik Khi, "siapa namamu, Kak?"

"Namaku Tik Khim, nama itu pemberian majikanku," sahut nona Ci.

"Masuk ke Kang-lam tidak mudah, majikanmu jarang ke sana, tapi dia bisa mendapatkan nona ini dari sana. Sungguh luar biasa sekali!" kata Pik Khi.

Mendengar ucapan itu Tik Bwee buru-buru memberi penjelasan.

"Siauw-ya kami yang membantu majikan kami mencarinya," kata Tik Bwee. "Saat dia pulang dari Kang- lam dia membawa nona ini!"

Mengenai nama samaran nona Ci sudah disepakati dengan Tik Bwee, tapi dikatakan dia datang dibawa oleh Seng Liong Sen, mungkin itu ide yang tiba-tiba muncul di benak Tik Bwee. Mendengar kata-kata itu nona Ci jadi kurang senang, tapi mungkin ucapan Tik Bwee bisa lebih meyakinkan pelayan itu.

"Bagus, kedatangannya membuat kami jadi punya teman baru," kata Pik Khi. "Aku ini bodoh tidak mengerti sastra dan tidak bisa main musik, juga tidak tahu lukisan." "Jangan sungkan, malah aku masih harus mintapetunjukmu," kata nona Ci. "Tapi aku juga tidak tahu apakah aku bisa beruntung menjadi temanmu?"

"Kau cantik dan cerdas aku yakin majikanku senang menerimamu." kata Pik Khi.

Tik Bwee tersenyum.

"Ah baru sebulan tidak bertemu denganmu, sekarang kau sudah pandai bicara," kata Tik Bwee pada kawannya.

"Kakak ke mari, sekalipun aku bodoh terpaksa aku harus jadi orang pandai." kata Pik Khi sambil tertawa terkekeh.

Tik Bwee heran menyaksikan Pik Khi terus bicara saja. Biasanya jika dia datang Pik Khi langsung melapor dan membawanya menemui majikannya, tapi kali ini tidak. Malah dia mengajak mereka duduk di depan pintu dan berbincangbincang. Hal ini belum pernah terjadi maka tak heran jika Tik Bwee pun jadi keheranan bukan main.

Melihat sikap Tik Bwee yang agak canggung, Pik Khi seolah tahu apa yang ada dalam benak sahabatnya itu.

"Oh, maaf Kak Tik Bwee, kau harus lama menunggu karena kedatangan kalian tidak tepat waktunya. Saat ini majikan kami sedang ada tamu." kata Pik Khi.

"Tak apa," sahut Tik Bwee. "Aku juga ingin bincangbincang denganmu lebih lama lagi. Kami tak tahu kalau kalian sedang kedatangan tamu. Ya, kalau tidak ada urusan penting aku juga kurang bebas ke mari. Selama sebulan ini kau tidak pernah datang ke tempatku, pasti kau punya tamu dan kau jadi tidak punya waku banyak."

"Tamu majikan kami itu bukan orang baik-baik," bisik Pik Khi, "tapi kali ini tamu yang ditemui majikanku bukan mereka." "Wah, pasti tamu istimewa, siapa dia?" tanya Tik Bwee.

"Han Tay Hiong dan puterinya, mereka ditawan dan ditahan di sini! Sekarang majikianku sedang menemui Nona Han!" kata Pik Khi.

"Aku dengar nona Han cantik,ya? Sayang aku belum pernah melihatnya!"

"Ah, kalian jangan kecewa, sebentar lagi mereka akan lewat di tempat ini," kata Pik Khi, "kau bisa melihatnya walau sekilas!"

Saat mendengar nona Han akan lewat ke tempat itu  nona Ci kaget, hatinya berdebar-debar.

Pik Khi berbisik pada Tik Bwee.

"Aku dengar majikanku pernah mencintai Han Tay Hiong, aku rasa dia tidak akan menyusahkan mereka! Dia juga meminta pada Nona Han untuk datang ke ruang tamu majikanku, aku rasa dia menyukainya. Aku juga tidak tahu apa maksud majikanku, tapi aku yakin dia menyukai Nona Han. Majikanku pun kelihatan bingung, mau diapakan mereka itu?" bisik Pik Khi.

"Apa kedua iblis itu berani menentang majikanmu?" bisik Tik Bwee.

Kelihatan Pik Khi kurang senang.

"Bukan hanya menentang tapi mereka berdua tidak tahu diri," jawab Pik Khi. "Mereka pura-pura berikap hormat pada majikanku, tapi sebenarnya mereka melecehkannya. Malah tempat ini dianggap milik mereka! Mereka berani membawa murid dan teman-teman mereka ke mari. Itu sebabnya saat kalian sampai kalian juga mengalami sesuatu yang tidak menyenangkan dari si Bewokitu!" Mendengar keterangan itu bukan saja Tik Bwee nona Ci pun jadi tercekam.

"Jika demikian keadaannya," pikir nona Ci, "untuk menyelamatkan mereka itu tidak mudah."

"Lihat Nona Han sedang keluar, kau jangan bicara," bisik Pik Khi.

Lewat sebuah jendela mereka melihat nona Han sedang berjalan keluar dari kamar tahanan. Dia diiringkan oleh seorang pelayan. Semula ayahnya hendak mogok makan, tapi setelah kedatangan nona Han dia mau juga makan sehingga tenaganya sudah mulai pulih lagi.

"Ayah," kata nona Han. ”Wajahmu sudah tampak cerah, kau bisa segera sehat kembali jika kau gunakan hawa murnimu!"

"Sudah aku lakukan hanya Iwee-kangku belum pulih benar," jawab ayahnya.

"Jika tenaga Ayah sudah pulih lagi, kita harus berusaha meloloskan diru dari sini," bisik nona Han.

"Racun dingin di tubuhku belum hilang," kata ayahnya. "Aku juga terkena pukulan Hua-hiat-to, aku kira tidak akan bisa begitu cepat."

"Jika mereka tideak berbuat jahat pada kita, aku yakin Ayah akan sembuh. Ditambah lagi Kok Siauw Hong pun pasti berusaha menolong kita." kata ona Han.

"Hm! Jadi kau berharap Kok Siauw Hong akan datang menolongi kita?" kata Han Tay Hiong.

-o-DewiKZ^~^aaa-o- Saat nona Han menyinggung nama Kok Siauw Hong, ketika itu hati nona Han terasa pedih. Tetapi nona Han tetap bungkam dan tidak ingin memberi tahu ayahnya mengenai apa yang terjadi antara dia dan Kok Siauw ong.

"Biarlah Ayah cuma tahu bahwa kami suami-isteri yang bahagia. Dia tidak boleh tahu apa yang sebenarnya telah terjadi. Aaah, aku tidak tahu apa jadinya jika Ayah sudah tahu apa yang telah terjadi atas diriku?" pikir nona Han.

"Sekalipun kepandaiannya tidak terlalu tinggi, aku yakin dia berusaha akan menyelamatkan kita," kata nona Han. Han Tay Hiong mengelah napas panjang. "Di kalangan muda ilmu silatnya sudah bisa dikatakan sudah cukup, sekalipun jika dibanding dengan si Iblis Tua dia belum sebanding. Aku tahu dia akan berusaha menolong kita, misalnya minta bantuan pada orang lain. Tapi bagaimana mereka bisa ke mari, padahal tempat ini sangat rahasia..." kata Han Tay Hiong.

"Maka itu kita harus mengulur waktu sampai Ayah sembuh," bisik nona Han.

"Aku pun berpikir begitu," kata Han Tay Hiong. "Tapi Ayah pikir itu sulit. Mereka berharap Ayah menyerah, aku yakin mereka tidak akan berbuat jahat pada kita. Tapi setelah tahu aku tidak tunduk pada mereka, sekalipun Beng Cit Nio tidak akan membunuh kita, tapi kedua iblis tua itu pasti tidakakanmelepaskan kita!"

"Sebenarnya Beng Cit Nio itu siapa, mengapa dia membangun rumah batu di tempat ini? Mengapa dia berusaha menangkap Ayah dan membawanyake mari? Seandainyadia berniat jahat, mengapa Ayah yakin dia tidak akan membunuhmu, Ayah?" Mendengar pertanyaan itu Han Tay Hiong diam sejenak.

"Mengenai dia cepat atau lambat akan Ayah jelaskan kepadamu," kata Han Tay Hiong.

"Aneh Ayah ini, setiap aku menyinggung nama Beng Cit Nio seolah Ayah tidak mau bicara?" pikir nona Han.

"Ayah yakin ayah tidak akan terlepas dari bahaya, tapi kau akuyakinkau pasti selamat!"kataHanTayHiongsetelahmenghela napas.

"Kita susah senang bersama, jika kita bisa lolos pasti harus bersama-sama, begitupun jika kita harus celaka. Mana mungkin hanya aku yang mereka bebakan?" kata nona Han.

"Kau jangan menanyakan apa sebabnya, tapi jika kau lolos aku ingin berpesan dan menitip sebuah urusan padamu," kata ayahnya.

"Mengenai masalah apa, katakan saja," kata nona Han. "Harta yang ada di rumah kita itu milik Siang-koan Hok.

Kau sudah tahu bukan? Siang-koan Hok itu orang asal dari kerajaan Liauw. Namun dia mengabdi kepada bangsa Mongol sebagai wakil Kok-su (Guru Negara), hal itu dia lakukan untuk memulihkan kerajaan Liauw ke masa jayanya. Saat masih muda dia melakukan kesalahan besar, tapi tidak terlalu berat Jika kau bebas, temui dia dan beritahulah padanya, bahwa kau salah paham dan telah menyumbangkan hartanya untuk para pejuang bangsa kita. Itu harus kau lakukan agar dia tidak salah paham dan menganggap aku telah menipunya. Kau juga harus menemui Liok-lim Beng-cu bagian Utara, Liu Li Hiap, katakan hal yang sebenarnya terjadi. Jika dia tidak percaya padamu, kau undang dia untuk menemui Ceng Leng Su- thay di gunung Leng-yan-san, karena Ceng Leng Su-thay tahu semua rencana Siang-koan Hok itu!" kata Han Tay Hiong.

"Baik, Ayah," kata Han Pwee Eng sambil mengangguk. "Apa masih ada pesan yang lain?"

"Ya, satu lagi! Ayah kira kau harus mengetahuinya. Apakah kau tahu, bagaimana Ibumu meninggal?" kata Han Tay Hiong.

"Bukankah Ibu meninggal karena sakit?" tanya nona Han. Saat ibunya meninggal Han Pwee Eng baru berumur lima tahun, dua tahun setelah dia ditunangkan dengan Kok Siauw Hong. Dia ingat tak lama sesudah itu ibunya sakit- sakitan. Setiap hari ayahnya memberinya obat. Setengah tahun kemudian ibunya meninggal dunia. Nona Han mengira ibunya meninggal karena sakit, sekarang ayahnya bilang bukan karena sakit. Dia jadi kaget. Dia tahu ibunya sehat dan pernah belajar silat, mana mungkin begitu sakit setengah tahun kemudian meninggal. Suatu hari ayahnya memberi obat, kebetulan nona Han ada di dekat ibunya Tiba-tiba ibunya menghela napas lalu berkata tanpa unjung- pangkalnya.

"Penyakitku tak akan sembuh, tetapi yang membuatku berduka adalah Han Pwee Eng..." kata ibu nona Han.

"Tenang, isteriku," kata Han Tay Hiong, "Jika terjadi sesuatu aku berjanji akan membesarkan Pwee Eng, aku tidak akan menikah lagi! Jangan khawatir dia tidak akan punya ibu tiri!"

"Kau baik dan setia kepadaku," kata ibu nona Han setelah menghela napas panjang, "matipun aku puas sekali. Kau jangan menyalahkan orang lain!"

Setelah ingat kejadian itu nona Han jadi curiga "Mengapa Ibu berkata begitu? Mungkinkah Ibu dicelakakan oleh orang lain? Jika benar, mengapa Ibu menasihati Ayah jangan menyalahkan orang lain?" pikir nona Han.

"Ibumu meninggal bukan karena sakit, tapi diracun orang!" kata Han Tay Hiong secara tiba-tiba.

Nona Han terperanjat mendengar keterangan itu.

"Siapa orang yang meracun Ibu, katakan Ayah!" kata nona Han tak sabar.

Setelah menghela napas Han Tay Hiong baru bicara. "Ibumu sangat bijaksana, dia tahu siapa yang telah

meracun dia," kata Han Tay Hiong. "Tetapi dia melarang aku membalas dendam pada orang itu. Semula Ayah ingin memaafkan orang itu. sebaliknya orang itu terus berusaha ingin mencelakakan Ayah. Maka pikiran Ayah sekarang berubah dan ingin membalaskan dendam Ibumu itu!"

"Katakan, siapa orang itu?" kata nona Han. "Orang itu adalah. "

Tapi kata-kata Han Tay Hiong terhenti, karena terdengar suara pintu kamar batu itu terbuka dan sorang pelayan masuik.

"Nona Han, majikanku ingin bertema Mari ikut denganku," kata pelayan itu.

"Kalau dia perlu aku, mengapa aku harus menemuinya dan dia tak datang sendiri ke mari?" kata nona Han. "Aku tidak mau meninggalkan Ayahku. "

"Majikanku ingin bicara denganmu," kata pelayan itu dengan suara perlahan.

Nona Han mengerti tempat itu kurang leluasa, ditambah lagi di situ ada murid See-bun Souw Ya. Tiba-tiba ayah nona Han ikut bicara. "Nak, majikan nona ini bermaksud baik," kata Han Tay Hiong, "temui saja dia!"

Mendengar ucapan ayahnya nona Han jadi berpikir. "Hm! Memang aku juga ingin tahu, apa yang mau dia

katakan?" pikir nona Han.

Nona Han ini cerdas sekalipun dia tidak banyak akalnya seperti Ci Giok Hian. Dari kata-kata ayahnya tadi, sekalipun tidak dilanjutkan, dia jadi berpikir. Jangan-jangan pembunuh ibunya itu Beng Cit Nio?

"Baik, mari," kata nona Han.

Dia berjalan mengikuti si pelayaa Tak lama mereka berjalan mereka sudah sampai di ruang tamu dan Beng Cit Nio sedang menunggu kedatangannya.

"Mau apa kau menyuruhku ke mari?" kata nona Han begitu dia bertemu dengan Beng Cit Nio.

Ketika itu seolah Beng Cit Nio tidak mendengar suara teguran yang kasar dari nona Han itu. Tiba-tiba dia tarik tangan nona Han ke dekatnya.

"Sungguh mirip! Kau sungguh mirip dengan ibumu!" Nona Han mengibaskan tangan Beng Cit Nio.

"Kau suruh aku kemari apa kau hanya ingin mengatakan aku mirip dengan Ibuku?" bentak nona Han. "Jika aku mirip dengan Ibuku, aku juga sudah tahu!"

Saat nona Han mengibaskan tangannya dia menggunakan Iwee-kangnya, tapi aneh Beng Cit Nio tidak bergerak menerima kibasannya. Jika orang lain pasti sudah terpelanting. Malah tangan nona Han pun tidak terlepas dari cekalan Beng Cit Nio. Nona Han sadar apa kata ayahnya, ternyata Beng Cit Nio memang lihay sekali. Tapi nona Han tahu Beng Cit Nio tidak berniat jahat kepadanya. Malah dia tersenyum.

"Ibumu sangat lembut dan penurut. Tapi kau tidak, kau mirip dengan sifat ayahmu. Duduklah aku ingin bicara denganmu," kata Beng Cit Nio.

Nona Han tahu Beng Cit Nio yang meracun ibunya, tak heran diajadi gusar sekali.

"Aku tahu Ibuku baik dan penurut hingga orang menghina dia dan dicelakakannya! Kau iri karena aku mirip dengan Ibuku, jika kau mau membunuhku silakan saja, kau jangan berpura-pura baik kepadaku!" kata Han Pwee Eng.

Beng Cit Nio tertegun mendengar kata-kata itu, dia lepaskan tangan nona Han dari cekalannya.

"Apa kau bilang? Kau anggap aku yang mencelakakan Ibumu? Apa ayahmu tidak bilang padamu?" kata Beng Cit Nio.

"Ayah tidak menyebutkan nama orang yang meracun Ibuku, tapi aku yakin pasti kau!" kata nona Han.

"Aaaah! Kau keliru! Terus terang ibumu membenciku, tapi justru aku menyukainya. Aku tidak pernah menganggap ibumu musuhku, yang mencelakai ibumu itu bukan aku!" kata Beng Cit Nio.

"Hm! Kau jangan bohong, aku tidak akan terjebak oleh akalmu yang licik!" kata nona Han sambil tertawa.

"Untuk apa aku bohong padamu?" kata Beng Cit Nio. "Coba kau pikir sendiri, saat ini kau ada di tanganku. Jika aku mau, sungguh gampang sekali aku bisa membunuhmu! Hm! Gampangnya seperti orang membalikkan telapak tangan    saja!    Lalu    untuk    apa    aku  membohongimu? Mengenai orang yang mencelakai ibumu, kelak kau pun akan mengetahuinya sendiri!"

Kata-kata Beng Cit Nio agak masuk akal juga, nona Han akhirnya berpikir, "Hm! Baik, aku ingin tahu apa yang mau dia katakan?"

Nona Han sebisanya menahan amarahnya. "Baik, lekas katakan apa yang ingin kau katakan?" kata nona Han.

"Aku ingin membicarakan sebuah masalah denganmu," kata Beng Cit Nio, "tapi aku minta kau percaya kepadaku!"

Nona Han mengerutkan dahinya.

"Aku ingin tahu dulu, masalah apa yang hendak kau bicarakan itu? Baru aku bisa percaya padamu," kata nona Han.

"Pandanganmu terhadapku terlalu negatif, tapi aku justru menyukaimu. Kau jangan curiga kalau aku berniat jahat kepadamu. Terus-terang aku menyuruhmu ke sini karena aku ingin menyelamatkan kau. Kau harus menuruti kata- kataku!" kata Beng Cit Nuo.

"Kau pemilik tempat ini, kau mau membunuhku atau kau membebaskannya, itu terserah kepadamu saja," kata nona Han. "Semua itu hakmu, mengapa kau mengajak aku untuk berunding lagi? Jika kau ingin menyelamatkan aku, mengapa kau menipuku untuk aku datang ke mari?"

"Kau tidak mengetahui masalah itu seluruhnya," kata Beng Cit Nio. "Benar aku pemilik tempat ini, tetapi aku tidak berdaya."

"Jadi kau ditekan oleh kedua iblis tua itu?" tanya Han Pwee Eng. "Belum sampai begitu," kata Beng Cit Nio, "tampaknya mereka sangat menghormatiku, tetapi mengenai ayahmu aku tidak bisa mengambil keputusan..."

Ucapan Beng Cit Nio ini tedengar tulus hingga membuat hati nona Han tergerak dan terkesan baik oleh sikapnya ini.

"Hm! Kau membuka rahasia ini, apa benar kau akan menyelamatkan aku, tapi aku tidak tahu apa dia bersungguhsunggu atau hanya berpura-pura saja?" pikir Han Pwee Eng.

"Sungguh! Aku tidak membohongimu," kata Beng Cit Nio. "Benar aku yang menyuruh mereka menangkap ayahmu, tapi aku tidak berniat menangkapmu. Hanya kebetulan kau pulang, dan jelas mereka tidak mau melepaskanmu!"

"Kenapa kau suruh mereka menangkap Ayahku?" tanya nona Han.

Beng Cit Nio menghela napas panjang.

"Itu hanya gara-gara emosi saja, sekarang aku sangat menyesal. Kau tidak perlu bertanya sampai ke akar- akarnya!" kata Ben Cit Nio.

"Hm! Ketika hal ini kutanyakan pada Ayah, dia juga tidak mau memberitahuku. Mungkin di antara mereka terselip semacam rahasia yang sulit diungkapkan?" pikirnona Han.

"Sekarang ayahmu di bawah pengawasan mereka, aku tidak berdaya untuk menyelamatkannya. Tapi kau tidak diperhatikannya, mungkin aku masih bisa menolongimu," kata Beng Cit Nio.

"Jelaskan apa recanamu itu?" kata nona Han. Nona Han pun berpikir, "Pantas Ayah bilang hanya aku yang bisa meloloskan diri dari sini. Temyata Ayah sudah menduga hal ini jauh-jauh hari. Tapi aku sudah memutuskan akan tetap menemani Ayah, aku tidak mau pergi tanpa Ayahku. Tapi akujuga ingin tahu apa rencana Beng Cit Nio?"

"Terpaksa kau harus mau merendahkan diri dan kau harus menjadi pelayanku. Ini hanya untuk mengelabui mereka saja. Tapi aku malah sudah menganggapmu sebagai puteriku. Aku menyuruhmu jadi pelayanku agar kedua iblis tua itu tidak curiga dan mereka malah mengira aku sedang menghina dan menyiksamu. Dengan demikian mereka jadi lengah dan tidak mengawasimu!" kata Beng Cit Nio.

Sesudah mendengar keterangan itu nona Han mengangguk dan dia mulai yakin Beng Cit Nio tidak berniat jahat kepadanya, tapi nona Han tetap curiga juga,

"Hm! Aku harus jadi pelayannya, ini hinaan seumur hidup bagiku," pikir nona Han.

Nona Han keras kepala tidak mudah tunduk dia berbeda dengan Ci Giok Hian.

"Sayang, aku tidak beruntung bisa menjadi puterimu," kata nona Han. "Ibuku sudah meninggal, milikku satu- satunya sekarang adalah Ayahku. Aku sudah bertekad bulat mati dan hidup bersamanya!"

Beng Cit Nio sadar pasti nona Han menganggap dia sebagai pembunuh ibunya, dia mengerutkan keningnya.

"Baik, kalau begitu kau kembali dan temui ayahmu. Sebaiknya kau berunding dengan ayahmu dulu. Boleh kau tanyakan kepadanya, siapa yang telah membunuh ibumu supaya jelas!" kata Beng Cit Nio. Beng Cit Nio bertepuk tangan. Tak lama seorang pelayan menghampirinya, lalu mengajak nona Han kembali ke kamar tahanan.

-o-DewiKZ^~^aaa-o-

Di tempat lain Ci Giok Hian dan Tik Bwee bersama Pik Khi sedang berbincang-bincang dengan asyik.

"Sst! Lihat Nona Han sudah kembali!" bisik Pik Khi.

Ci Giok Hian melongok ke dalam lewat jendela. Hati Ci Giok Hian jadi berdebar-debar.

"Ah, wajahnya tampak lesu tidak bersemangaf?" pikir Ci Giok Hian. "Aku yakin dia sangat menderita di sini. Hm! Aku tahu sekarang Jen Thian Ngo pembohong besar! Ah, apakah Pwee Eng masih benci padaku?"

"Pelayan yang berjalan brersama nona Han itu bernama Pik Po," kata Tik Bwee, "Piauw-kouw (maksudnya Beng  Cit Nio) sangat sayang kepadanya. Aku sangat akrab dengannya. Sayang aku tidak bisa menemuinya sekarang."

Tik Bwee tahu tugas Ci Giok Hian berat, dia berkata begitu agar nona Ci berusaha menempel Tik Po untuk memperingan tugasnya.

"Jadi dia bernama Pik Po, matanya bening dan sikapnya lincah," pikir Ci Giok Hian.

Saat melewati jendela Pik Po melirik ke arah mereka. Begitu melihat Tik Bwee bersama Pik Khi, dia kelihatan gembira sekali.

"Hai Kak Tik Bwee, angin apa yang telah membawamu ke mari? Sudah lama kita tidak saling bertemu, aku sangat rindu "Kau bukan orang lain, dan masalah yang terjadi di sini aku tidak bisa menutupimu. Kak Tik Bwee kau jangan buru-buru pulang. Sesudah aku mengantarkan nona Han, aku ingin mengajakmu ngobrol. Eh, siapa dia?" kata Pik Po sambil mengawasi nona Ci.

"Dia juga sahabat kita bukan orang lain," kata Tik Bwee. "Dia akan menjadi temanmu di sini. Seng Cap-si-kouw mendapatkan kakak ini dari Kang-lam, dia bilang untuk majikanmu. Dia akan menjadi sahbat kitajuga."

"Oh, begitu! Baiklah, aku pergi dulu sebentar!" kata Pik Po.

Saat nona Han melihat ke arah Ci Giok Hian nona Han tertegun sejenak.

"Eh, rasanya aku pernah bertemu dengan orang ini? Tapi di mana dan kapan, ya?" pikir Han Pwee Eng.

Tiba-tiba nona Ci batuk beberapa kali. Begitu nona Han mendengar suara batuknya, bukan main kagetnya nona Han. Dia ingat saat Ci Giok Hian mengobati dirinya, nona Ci sering batuk begitu. Karena dia tidak mengira nona Ci akan sampai ke tempat itu hati nona Han jadi bertanya- tanya penuh keheranan.

"Apa benar dia atau hanya kebetulan? Tapi tidak mungkin Giok Hian mau menjadi pelayan di tempat ini?" pikir nona Han.

Sesudah nona Han dan Pik Po pergi, Ci Giok Hian berkata pada Pik Khi.

"Maaf ya, aku memang sering batuk," kata nona Ci.

"Tak apa, kita semua hanya pelayan, bukan anak hartawan," kata Pik Khi. Sesudah itu Pik Khi mengajak mereka menemui majikannya. Begitu melihat nona Ci kelihatan Beng Cit Nio senang dan suka pada nona Ci. Sejak hari itu Ci Giok Hian tinggal di rumah batu itu sebagai pelayan. Selama tiga hari secara berturut-turut Beng Cit Nio menyuruh nona Ci main kecapi, main catur dan menyanyi. Tapi tidak pernah Beng Cit Nio menyuruhnya masuk ke kamarnya.

Ci Giok Hian tidak berani mencari keterangan di mana majikan rumah itu menyimpan arak obat miliknya itu. Nona Ci sedang mencemaskan keadaan Han Tay Hiong yang terkena totokan See-bun Souw Ya. Tapi dia dengar dalam tiga hari Han Tay Hiong akan bebas sendiri dari totokan itu. Dia tidak tahu apakah itu benar atau tidak

"Jika See-bun Souw Ya membohongi Beng Cit Nio, maka Paman Han akan menjadi orang cacat seumur hidup!" pikir nona

Ci. "Ah, kalau begitu semua rencanaku akan sia-sia saja!"

Pada hari ketiga Ci Giok Hian ada di rumah batu, Beng Cit Nio memanggil nona Ci kekamar buku untuk menemaninya berrnain tiok-kie (catur Tionghoa). Karena pikirannya sedang kusit, dua kali Ci Giok Hian dikalahkan oleh Beng Cit Nio.

"Tik Khim," kata Beng Cit Nio pada CiGiok Hian, "pikiranmu tidak tenang, ya? Jika tidak bagaimana kau bisa kalah terus?"

"Ah, tidak!" kata Ci Giok Hian, "hamba kalah karena majikan mahir sekali bermain catur!"

Seperti kebanyakan orang senang dipuji, Beng Cit Nio pun girang. Dia tertawa riang. "Apa benar begitu? Justru aku merasa kurang mahir!" kata Beng Cit Nio. "Malah hari ini aku yang sedang menghadapi masalah kecil dalam hatiku."

"Urusan apa, apa boleh hamba tahu?" kata Ci Giok Hian.

"Ah! Hanya masalah kecil. Kata See-bun Souw Ya hari ini dia akan pulang, tapi sampai sekarang dia belum kelihatan juga. Kota Lok-yang sudah jatuh atau belum ke tangan bangsa Mongol? Aku curiga barangkali benar dia bersekongkol dengan bangsa Mongol..." kata Beng Cit Nio.

Tiba-tiba seorang pelayan bernama Pik Po muncul.

"Eh, ada urusan apa? Apa See-bun Souw Ya sudah pulang?" kata Beng Cit Nio.

"Dia belum pulang, tapi muncul lagi orang lain, majikan." kata Pik Po.

"Siapa orang itu?" kata Beng Cit Nio sambil mengerutkan dahinya. "Apa kau tidak bilang, hari ini aku tidak mau menerima tamu?'

"Dia tidak ingin menemui majikan, tapi dia ingin bertemu dengan See-bun Souw Ya," jawab PikPo.

"See-bun Souw Ya tidak ada di tempat, cepat kau suruh dia pergi!" kata Beng Cit Nio.

Mendengar majikannya gusar Pik Po kaget, dia tak mengerti kenapa hari itu majikannya cepat naik darah.

"Hm! Bagus!" pikir Pik Po. "Hari ini harus kumanfaatkan kesempatan ini. Akan kupanas-panasi hati majikan agar dia mengusir orang-orang yang menyebalkan itu!"

Dengan sikap takut-takut Pik Po lalu berkata pada majikannya. "Majikan, aku tidak berani menyuruhnya pergi, kecuali majikan bersamaku ke sana! Aku tidak berani menemuinya lagi." kata PikPo.

"Tidak! Aku tidak mau menemuinya, siapapun tidak ada yang bisa memaksaku! Lekas suruh dia pergi!" kata Beng Cit Nio gusar bukan main.

"Tapi...Tapi sudah ada orang yang mengundang dia datang ke mari. " kata Pik Po.

"Siapa? Chu Kiu Sek?" kata Beng Cit Nio.

"Benar, dia sudah tidak memandang majikan lagi. Barangkali tempat ini dia anggap milik mereka. Ada orang datang tanpa memberitahu majikan lagi, dia langsung menyilakannya masuk!" kata Pik Po.

Beng Cit Nio mengerutkan dahinya.

"Kau tahu, siapa orang itu?" kata Beng Cit Nio.

"Hamba dengar dia murid pertama Jen Thian Ngo, dia bernama Ih Hoa Liong!" kata Pik Po.

Mendengar ucapan itu Ci Giok Hian terperanjat.

Nona Ci Giok Hian sudah tahu bahwa Jen Thian Ngo ini paman Kok Siauw Hong. Malah kaum Rimba Persilatan menganggap Jen Thian Ngo ini pendekar sejati. Dia tidak mengira ternyata murid pertama Jen Thian Ngo akan muncul di tempat itu.

"Ketika aku bertemu dengan Jen Thian Ngo di rumah Han Tay Hiong, dia bicara yang bukan-bukan," pikir nona Ci. "Dia berusaha agar aku curiga pada Kok Siauw Hong dan Han Pwee Eng, bahwa mereka berbuat sesuatu yang mencurigakan. Malah dia bilang Han Pwee Eng dan Kok Siauw Hong kabur bersama-sama. Kenapa dia mengarang cerita bohong begitu?" Sesudah terenung sejenak nona Ci berpikir lagi.

"Hari itu dia bicara dengan gagah dan mengundang kakakku untuk membantu orang Kay-pang (Partai Pengemis) mengantarkan harta sumbangan Han Pwee Eng pada para pejuang bangsa. Tapi kenapa murid pertamanya justru datang ingin menemui See-bun Souw Ya? Apakah itu suruhan gurunya atau bukan?"

Tiba-tiba terdengar Beng Cit Nio mendengus.

"Hm! Dia! Kenapa si Tua Bangka itu tidak datang sendiri ke mari?" kata Beng Cit Nio.

"Hamba tidak tahu," jawab Pik Po. "Apa tidak sebaiknya Ih Hoa Liong kita panggil ke mari untuk dimintai keterangannya?"

"Tidak usah! Begitu aku melihat wajah guru dan murid itu, aku pasti jadi muak. Aku tidak mau kesenangan main caturku terganggu olehnya!" kata Beng Cit Nio.

"Baik," kata Pik Po. "Tua bangka itu tidak datang yang datang hanya muridnya yang tidak tahu diri. Di matanya seolah di sini tidak ada majikan saja Chu Kiu Sek dan kawankawannya sangat keterlaluan! Mereka menganggap tempat ini seperti milik mereka saja. Dia berani mengundang orang tanpa melapor lagi kepada majikan!"

Memang Pik Po sangat benci pada mereka, ketika tahu majikannya pun kurang suka pada mereka, dia mengeluarkan unek-uneknya tanpa tedeng aling-aling. Dia berharap majikannya akan mengusir orang-orang itu. Tetapi setelah Beng Cit Nio mendengar keterangan Pik Po, dia malah tidak gusar seperti tadi. Kemudian Beng Cit Nio diam.

"Kenapa mereka tidak kau suruh pergi?" kata Beng Cit Nio. "Ih Hoa Liong sudah ada di tempat Chu Kiu Sek, hamba tidak berani menyuruhnya pergi!" kata Pik Po. "Barangkali hanya majikan yang bisa mengusir dia!"

Beng Cit Nio diam sejenak, baru kemudian bicara lagi. "Aku malas berurusan dengan mereka, hari ini biarkan saja Lain kali kita bicarakan lagi masalah ini!" kata Beng Cit Nio.

Pik Po akan bicara lagi, tapi Beng Cit Nio tiba-tiba mengibaskan tangannya sambil berkata.

"Pergilah! Tanpa perintahku kau jangan mencari gara- gara dengan mereka!" kata Beng Cit Nio.

Pik Po mengangguk. "Baik, majikan!"

Pik Po segera meninggalkan kamar itu. Sedang Ci Giok Hian langsung bertanya pada Beng Cit Nio.

"Siapa Jen Thian Ngo itu? Mengapa majikan begitu benci kepada mereka?" kata Ci Giok Hian pura-pura tidak kenal pada Jen Thian Ngo.

Tiba-tiba Ci Giiok Hian tersentak.

"Maaf majikan, hamba terlalu lancang, hamba tidak tahu apakah hamba boleh bertanya begitu atau tidak?" kata Ci Giok Hian agak tersipu-sipu.

"Kau mengetahuinya juga lebih baik," kata Beng Cit Nio. "Jen Thian Ngo itu seorang yang busuk! Dia hanya berpurapura menjadi pria sejati, bahkan ingin disebut pendekar tua yang gagah berani. Sesungguhnya dia orang rendah! Kelak jika kau berkelana di kalangan Kang-ouw, kau harus berhatihati jika kau bertemu dengan mereka itu!"

Ci Giok Hian mengangguk. "Ooh, begitu! Hamba juga kurang suka pada orang yang pandai berpura-pura. " kata Ci Giok Hian.

Nona Ci sengaja bicara begitu dengan maksud memancing emosi Beng Cit Nio, karena dia ingin tahu semua rahasia tentang Jen Thian Ngo.

"Sudah lama aku tahu dia memang orang rendah," kata Beng Ci Nio. "Tapi aku berkenalan dengannya ada sebabnya. Semula aku ingin memperalat dia, tanpa kusadari malah aku masuk ke dalam perangkapnya. "

Ci Giok Hian hanya manggut dia tidak berani berkomentar.

Tak lama Beng Cit Nio melanjutkan kata-katanya. "Aku menyesal, sekarang tempat ini telah berubah menjadi begini gara-gara Jen Thian Ngo!" kata Beng Cit Nio.

Mata nona Ci terbelalak. "Ooh, begitu?"

Ci Giok Hian tidak berani memberi komentar.

"Tua bangka itu sangat licik," lanjut Beng Cit Nio. "Entah bagaimana dia tahu perselisihanku dengan Han Tay Hiong, ayah gadis yang tadi kau lihat keluar dari kamar ini. Dia bernama Han Pwee Eng!"

Mendengar penjelasan itu hati nona Ci jadi geli. Justru kedatangannya ke tempat itu karena untuk menyelamatkan Han Tay Hiong dan puterinya itu. Tapi dia pura-pura bodoh saja.

"Kepandaian Han Tay Hiong cukup tinggi," kata Beng Cit Nio. "Aku benci kepadanya karena dia memandang rendah pada diriku. Aku melampiaskan kekesalanku! Sekalipun demikian aku tidak berniat membunuhnya, aku hanya ingin memberinya sedikit pelajaran. Aku ingin agar dia  tunduk  kepadaku.  Tiba-tiba  muncul  Jen  Thian   Ngo yang mengatakan dia sanggup membantu aku melampiaskan kemendongkolanku pada Han Tay Hiong. Semula aku kira dia akan bergabung denganku dan tunduk kepadaku, tidak tahunya dia memang seekor serigala yang buas dan licik! Dia tidak tampil malah dia meminjam tanganku untuk menghabisi nyawa Han Tay Hiong!"

"Lalu bagaimana caranya dia bilang mau membantu pada majikan?" tanya Ci Giok Hian alias Tik Khim.

"Rupanya dia mewakili See-bun Souw Ya untuk menghubungiku," sahut Beng Ciut Nio. "Dia bilang See- bun Souw Ya ingin menjadi Bu-lim Beng-cu. Dia bilang dia mau membantuku menangkap Han Tay Hiong karena Han Tay Hiong saingan beratnya. Jika Han Tay Hiong masih hidup, jangan harap dia bisa menjadi Bu-lim Beng-cui Mereka bilang mau diapakan Han Tay Hiong olehku, mereka tidak akan ikut campur!"

Alis Beng Cit Nio berkerut, lalu dia melanjutkan. "Semua itu salahku," kata Beng Cit Nio. "Aku terjebak

oleh akal licik mereka, terutama oleh Jen Thian Ngo. Semula aku tidak takut jika dia bergabung dengan See-bun Souw Ya, nyatanya aku yang terjerumus oleh akal liciknya!"

"Selanjutnya apa yang terjadi di sini barangkali kau sudah tahu semuanya," kata Beng Cit Nio sambil menggelengkan kepalanya. "Setelah aku bergabung dengan See-bun Souw Ya memang aku berhasil menangkap Han Tay Hiong. Aku tahan Han Tay Hiong di sini. Celakanya See-bun Souw Ya semakin kurang-ajar. Dia mengundang orang-orangnya datang ke mari. Dengan demikian orang- orangnya jadi bertambah banyak. Sekarang tempat ini telah berubah menjadi sarang mereka! Sekalipun aku di sini sebagai majikan, tetapi aku tidak bisa mengambil keputusan sendiri. Sekarang Han Tay Hiong malah berada dalam genggaman tangan mereka. Hari ini See-bun Souw Ya menotok dua jalan darahnya. Sesudah dilakukannya baru dia memberitahu aku. Bayangkan, mereka sudah tidak memandangku lagi!"

Mendengar keterangan itu hati Ci Giok Hian jadi tergerak.

"Ah, karena Han Tay Hiong telah mengecewakan hatinya, Beng Cit Nio melampiaskan kedongkolannya Yang mengherankan dia ingin menyiksa Han Tay Hiong, tapi dia juga ingin melindunginya? Sayang dia sudah tidak berdaya karena sudah dikendalikan oleh See-bun Souw a dan kelompoknya Dia bilang menyesal, kenapa?" pikir Ci Giok Hian.

Nona Ci ingin tahu apa sebabnya Beng Cit Nio bersikap demikian, tapi dia tidak berani bertanya.

"Majikan ada dendam apa antara Han Tay Hiong dan Jen Thian Ngo sehingga Jen Thian Ngo ingin membunuh Han Tay Hiong?" kata Ci iok Hian.

"Aku kira tidak ada dendam di antara mereka," kata Beng Cit Nio. "Hanya aku dengar suatu hari Jen Thian Ngo datang ke Lok-yang, tapi Han Tay Hiong tidak menjamu dia, karena itu dia jadi kurang senang kepada Han Tay Hiong. Aku juga tidak mengira kalau pikiran Jen Thian Ngo begitu sempit!"

"Kau benar, memang Jen Thian Ngo berhati semit. Tetapi kenapa dia berusaha ingin mencelakakan Han Tay Hiong? Pasti ada sebab lain, jika tidak mana mungkin begitu. Kata orang Jen Thian Ngo sangat benci kepada kejahatan, semua orang tahu hal itu. Malah aku dengar orang kang-ouw menghormati dia sebagai pendekar sejati. Tapi   mengherankan   mengapa   dia   malah  bersekongkol dengan See-bun Souw Ya? Oleh karena itu sekarang sudah jelas, bahwa Jen Thian Ngo dan See-bun Souw Ya bersekongkol dengan bangsa Mongol !" pikirCi Giok Hian.

Tiba-tiba Ci Giok Hian terkejut sendiri.

"Dia mengajak Kakakku untuk membantu Kay-pang, tapi diam-diam dia juga mengutus muridnya ke mari. Entah ini rencana busuk apa lagi? Jika benar dia bersekongkol dengan bangsa Mongol sungguh celaka! Malah Kakakku sekarang dalam bahaya!"

Ingat kakaknya Ci Giok Hian jadi cemas bukan main. Saat Ci Giok Hian sedang bimbang tiba-tiba Beng Cit Nio bicara lagi.

"Sudah kita akhiri main catumya!" kata Beng Cit Nio. "Aku ingin sendiri di sini, kau boleh pergi! Beberapa hari ini kau menemaniku terus mungkin kau sudah kesal."

Buru-buru Ci Giok Hian memberi hormat. Dia girang karena memang dia ingin segera meninggalkan kamar itu. Dia bergegas mencari Pik Po. Saat dia sampai di tempat Pik Po, dia lihat Pik Po sedang berjalan sambil menunduk.

Ci Giok Hian menepuk bahu Pik Po. "Eh! Kau melamun, ya?"

Pik Po tersentak kaget.

"Eh, kau! Apa Majikan masih marah, aku kira karena marah dia menahanmu terus di kamar buku?' kata Pik Po.

"Kau benar, dia kesal bukan main. Dia bilang dia ingin sendirian saja di kamar buku, lalu dia menyuruhku pergi. Karena aku tidak berani mengganggunya maka aku mencarimu," kata Ci Giok Hian. "Aku kira dia jengkel pada mereka!" "Kau benar, bukan majikanku saja yang jengkel, aku pun sebal kepada mereka. Tempat ini semula sangat tenang. Karena kedatangan mereka tempat ini menjadi kacau-balau! Mereka seenaknya saja dan tidak memandang majikanku, datang dan pergi seenak mereka saja!" kata Pik Po.

"Sudah tidak ada gunanya memkirkan mereka," kata nona Ci, "malah sebaiknya kita bantu majikan memikirkan jalan keluarnya agar dia tidak kesal!"

"Apa yang bisa kita pikirkan, sekalipun majikanku berilmu tinggi, tapi beliau segan menghadapi Jen Thian Ngo dan kedua Iblis Tua itu. Sedang kau dan aku, apa yang bisa kita lakukan, melawan murid mereka saja mungkin kita tidak akan sanggup? Sudah jangan kau pikirkan soal rumit itu, Kak Tik Khim. Lihat bunga di sana sangat indah! Mari kita nikmati bunga yang indah itu!" kata PikPo.

"Esok hari kita menikmati keindahan bunga pun tidak akan terlambat," kata Ci Giok Hian.

Mata Pik Po terbelalak.

"Apa maksudmu? Apa kau punya akal yang bagus?" kata PikPo.

"Aku punya sebuah ide bagus," kataCi Giok Hian,  "ideku ini paling tidak bisa sedikit menghilangkan kekesalan majikan kita."

"Benarkah begitu?"

"Ya, benar sekali," kata nona Ci.

"Pantas majikan memuji-mujimu, kau memang cerdas," kata Pik Po. "Yang ada dalam benakku hanya berkelahi, ternyata otakmu cerdas. Apa idemu itu?" kata Pik Po.

"Kau jangan terlalu memujiku," kata Ci Giok Hian sambil  tertawa  merendah.  "Aku  juga  tidak  tahu   apakah ideku ini bisa digunakan atau tidak? Aku rasa Jen Thian Ngo mengirim muridnya untuk menemui Chu Kiu Sek, mungkin dia bermaksud jahat!"

"Kau benar, akujuga berpikir begitu. Diamengirim muridnya untuk menghadapi kita!" kata Pik Po.

'Tadi aku lihat majikan kita agak cemas, mungkin dia tidak tahu maksud kedatangan murid Jen Thian Ngo itu," kata nona Ci. Pik Po kelihatan bingung.

"Kak Ti Khim, kau jangan membuatku harus ikut berpikir. Lekas katakan apa idemu itu?" lata Pik Po.

"Kita harus tahu dulu, apa yang mereka rencanakan? Caranya kita harus mendengar dulu pembicaraan mereka!" kata nona Ci.

"Maksudmu?"

"Kita harus mencuri mendengarkan pembicaraan mereka," kata nona Ci.

"Aah, kau benar. Masalah segampang ini kenapa tidak terpikir olehku. Mari kita ke sana!" kata Pik Po.

"Sabar! Aku kira ini bukan pekerjaan yang gampang, di luar rumah batuitu pasti dijaga! Aku dengardari Pik Khi, semua pelayan dilarang pergi ke sana, kecuali ada urusan sangat penting," kata nona Ci. "Jika kita pergi ke sana dan mencuri dengar pembicaraan mereka, kalau ketahuan bukankah itu berbahaya sekali dan keadaanjadi akan tambah kacau!"

Pik Po tertawa.

"Tenang saja, itu tidak sulit. Aku yakin kita tidak akan kepergok oleh mereka! Aku punya akal." kata Pik Po.

"Bagus, kau memang cerdas maka itu aku memintamu untuk membantuku," kata Ci Giok Hian. "Di samping kolam ada sebuah lorong bawah tanah," bisik Pik Po pada nona Ci, "lorong rahasia itu tembus sampai ke halaman rumah batu itu. Mulut lorong rahasia itu ada di balik gunung-gunungan di dalam goa. Dari mulut lorong itu kita bisa melihat dan mendengar pembicaraan mereka tanpa mereka ketahui." kata Pik Po memberi keterangan.

"Apa mereka tidak tahu kalau di sana ada lorong rahasia di bawah tanah itu?" tanya nona Ci.

"Tentu saja tidak! Majikan tidak menganggap mereka sahabatnya, maana mungkin majikan memberitahu mereka. Di lorong itu pun banyak perangkap berbahayanya!" kata Pik Po.

"Bagus," kata nona Ci girang bukan main.

Pik Po mengajak Ci Giok Hian ke lorong rahasia itu. Mereka berjalan di lorong dengan leluasa dan akhirnya mereka sampai di pintu keluar lorong. Kemudian mereka bersembunyi. Saat nona Ci dan Pik Po mengintai ke arah rumah batu, benar saja mereka melihat Chu Kiu Sek sedang bicara dengan murid Jen Thian Ngo.

"Lelaki itu murid Jen Thian Ngo, namanya Ih Hoa Liong," bisik Pik Po pada nona Ci. "Mungkin mereka telah sepakat, kelihatan mereka tertawa. Mari kita dengarkan apa pembicaraan mereka?"

Tak lama mereka mendengar Chu Kiu Sek bicara. "Jadi kau punya keterangan penting, lekas katakan!" kata Chu Kiu Sek.

"Lebih baik Chu Lo-cian-pwee yang bicara lebih dulu, dengan demikian aku jadi tenang," kata Ih Hoa Liong.

"Kau beleh bersenang hati," kata Chu Kiu Sek sambil tertawa, "karena kau ingin segera tahu, baiklah akan aku katakan. Begini, Han Tay Hiong sudah jatuh ke tangan kami. Sekalipun dia punya sayap dia tidak akan bisa terbang!"

"Begitu! Tetapi apa kalian tidak takut diam-diam Beng Cit Nio akan melepaskannya?" bisik Di Hoa Liong.

Suara Ih Hoa Liong agak samar, tapi Ci Giok Hian dapat menangkap kata-kata itu dengan jelas.

"Orang yang menjaga kamar Han Tay Hiong murid- muridku dan murid See-bun Souw Ya. Jadi mana mungkin Beng Cit Nio bisa melepaskannya dia tanpa sepengetahuan kami? Tetapi seandainya dia bisa lepaspun aku kira tidak ada gunanya, karena Han Tay Hiong sudah terkena pukulan Siu-lo-im-satkangku dan juga oleh pukulan Hua- hiat-to. Malah dua hari yang lalu See-bun Souw Ya telah menotok dua jalan darahnya."

"Oh, begitu? Tetapi kenapa kalian tidak membunuhnya saja? Apa karena kalian segan kepada Beng Cit nio?" kata Ih Hoa Liong.

"Dia pemilik tempat ini kami harus sedikit hormat kepadanya, tetapi itu pun bukan yang utama," kata Chu  Kiu Sek.

"Jadi ada sebab yang lain?" kata Ih Hoa Liong.

"Ya. Malah ada dua sebab lain. Pertama, kami ingin agar Han Tay Hiong menyerah. Dengan demikian dia bisa kami peralat. Kedua, kami ingin tahu tentang rahasia semua hartanya. Jika dia kami bunuh, bukankah rahasia itu akan tetap jadi rahasia?" kata Chu Kiu Sek.

"Aku tahu sifat tua bangka itu, dia keras kepala, mana mungkin dia mau menyerah?" kata Ih Hoa Liong. "Kau benar," kata Chu Kiu Sek. "Dia tidak mau membocorkan rahasiahartanya itu. Aku juga sudah berunding dengan See-bun Souw Ya, tapi sekarang aku hanya menunggu See-bun Souw Ya kembali dari Lok-yang. Setelah kami mendapat persetujuan dari jenderal Mongol, pasti kami akan membunuhnya!"

Mendengar pembicaraan itu nona Ci kaget bukan kepalang.

"Hm! Jadi dugaanku benar, mereka bersekongkol dengan bangsa Mongol!" pikir nona Ci.

Tak lama terdengar Ih Hoa Liong tertawa terbahak- bahak.

"Mengenai rahasia tempat harta itu guruku sudah mengetahuinya, malah harta itu sekarang sudah dipindahkan! Jadi kedua Lo-cian-pwee jangan buang waktu untuk mendesak Han Tay Hiong!" kata Ih Hoa Liong.

Tampak wajah Chu Kiu Sek jadi cerah.

"Bagus! Kalau begitu terimalah ucapan selamat kami! Aku dengar harta itu banyak dan tidak ternilai. Apa kau pernah melihatnya, Lo-tee?" kata Chu Kiu Sek.

"Ah, Lo-cian-pwee jangan terburu-buru mengucapkan selamat, kedatanganku ini justru akan minta bantuan pada kalian!" kata Ih Hoa Liong.

Kelihatan Chu Kiu Sek heran.

"Harta sudah di tangan gurumu, mengapa kau bilang kau datang akan minta bantuan dari kami?" kata Chu Kiu Sek.

"Sebenarnya harta itu jatuh pada tangan orang-orang Kay-pang, tetapi yang mengantarkan harta itu guruku. Katanya harta itu akan disumbangkan kepada para pejuang yang melawan tentara Mongol." kata Ih Hoa Liong. "Celaka duabelas! Harta itu jangan sampai jatuh ke tangan para pejuang!" kata Chu Kiu Sek. "Kita harus merampasnya!"

"Sabar! Di sana selain ada ketua Kay-pang masih ada dua Hiang-cu Kay-pang ditambah seorang pemuda bernama Ci Giok Phang. Dia gagah dan pewaris dari Lembah Pek-hoa-kok. Kepandaian mereka jangan kita remehkan."

Mendengar keterangan itu Chu Kiu Sek tertegun.

-o-^DewiKZ^~^aaa^-o

Melihat Chu Kiu Sek diam saja, Ih Hoa Liong tahu Chu Kiu Sek agak kaget mendengar yang mengawal harta itu cukup tangguh. Sambil mengawasi ke arah Chu Kiu Sek lalu Ih Hoa Liong bicara lagi.

"Memang benar harta itu jangan jatuh ke tangan para pejuang!" kata Ih Hoa Liong. "Gurukupun berpendapat demikian, itu sebabnya dia mengutusku ke mari untuk minta bantuan pada Cian-pwee berdua!"

"Apa yang bisa kami lakukan?" kata Chu Kiu Sek. "Bagaimana kalau kalian menyamar menjadi perampok, lalu di tengah jalan kalian merampok harta itu!" kata Di Hoa Liong.

Chu Kiu Sek tertawa terbahak-bahak. "Ide yang bagus! Tetapi kalau begitu kami harus bertarung dengan gurumu?" kata Chu Kiu Sek.

"Benar, Lo-cian-pwee, tentu saja itu pertarungan hanya untuk pura-pura. Tetapi harus kelihatan bersungguh- sungguh agar pihak Kay-pang tidak mencurigainya, maka itu  Cian-pwee  jangan  sungkan-sungkan.  Harus  bertarung seperti sungguhan. Kita bunuh semua pengawal harta itu, tetapi dari pihak Kay-pang harus ada yang dibiarkan lolos, sekalipun hanya seorang saja. Orang inilah yang akan jadi saksi. Malah gurukupun harus terluka, ini untuk bukti bahwa guruku tidak sanggup mempertahankan  kawalannya, dan harta itu berhasil dirampok. Hanya saat menyerang guruku Cian-pwee harus bermurah hati dan jangan sampai Guruku terluka parah!" kata Ih Hoa Liong.

Mendengar ide itu Chu Kiu Sek tertawa.

"Tentu, tanpa pesan gurumu pun aku sudah tahu," kata Chu Kiu Sek. "Karena gurumu sangat terkenal di kalangan Kang-ouw maka akupun harus terluka olehnya. Kau beritahu gurumu agar dia juga jangan sungkan-sungkan kepadaku. Dia boleh melukaiku dengan pedang. Dengan demikian gurumu tidak akan kehilangan muka dan itu membuktikan bahwa gurumu telah bertarung mati-matian mempertahankan harta itu!"

"Baik, kalau begitu aku akan pulang untuk memberitahu Guruku agar rencana ini terlaksana dengan baik. Setelah berhasil harta itu akan kita bagi sama rata!" kata Ih Hoa Liong.

Mendengar kesepakatan itu bukan main dongkol dan gusarnya nona Ci.

"Tak kusangka hari paman Kok Siauw Hong ini sangat rendah, licik dan kejam! Dia bersekongkol dengan dua iblis tua untuk merampok harta itu. Malah dia akan membunuh semua pengawal harta itu, itu berarti kakakku pun dalam bahaya besar!" pikir Ci Giok Hian.

Tak lama terdengar Chu Kiu Sek tertawa. "Katakan pada gurumu terima kasih, tetapi soal harta itu aku kira tidak bisa dibagi rata, lho!" kata Chu Kiu Sek sambil tersenyum licik.

"Baik, guruku yang minta bantuan pada sekalian Lo- cianpwee, pasti guruku tidak akan mempermasalahkan soal pembagian harta itu," kata Ih Hoa Liong.

"Hm! Sungguh licik iblis tua ini!" pikir Ih Hoa Liong yang juga tersenyum.

"Jangan salah paham," kata Chu Kiu Sek sambil tertawa terbahak-bahak. "Sebenarnya aku tidak bermaksud begitu, tetapi barangkali gurumu belum tahu. Mengenai berita harta karun itu aku pikir barangkali sudah tembus ke langit!"

Mendengar kata-kata itu Ih Hoa Liong tertegun.

"Apa maksud Lo-cian-pwee kalau berita itu telah tembus ke langit?" kata Ih Hoa Liong.

"Mengenai harta Han Tay Hiong ini jenderal Mongol itu pun sudah mengetahuinya! Sekalipun jenderal Mongol itu tidak peduli pada harta itu, tetapi dia mengira harta itu titipan seseorang. Oleh karena itu jenderal itu ingin tahu dari mana asalnya harta itu? Oh ya, apakah gurumu sudah tahu tentang asal-usul harta itu?" kata Chu Kiu Sek.

"Guruku tidak pernah bercerita mengenai dari mana harta itu? Baiklah sepulangku dari sini akan kutanyakan kepadanya," kata Ih Hoa Liong.

"Malah Kok-su Mongol juga sudah tahu tentang harta itu, maka itu kita harus bisa melakukan sesuatu yang terbaik untuk Kok-su Mongol itu!" kata Chu Kiu Sek.

"Ya, itu memang seharusnya," kata Ih Hoa Liong. Sungguhpun dia berkata begitu tapi Ih Hoa Liong mencaci kelicikan Chu Kiu Sek ini. Tak lama Chu Kiu Sek sudah bicara lagi untuk meneruskan kata-katanya.

"Kita tidak bisa membohongi Kok-su Mongol  itu. Setelah kita berhasil merampok harta tersebut, semua peti harta harus kita serahkan kepada Kok-su Mongol dan segel peti harta itu jangan dibuka dulu. Aku yakin dia tidak akan mengambil semua harta itu, dan akan dikembalikan kepada kita tiga bagiannya. Sesudah itu baru kita bagi dua dengan gurumu. Aku yakin karena gurumu berjasa pada bangsa Mongol, maka kelak setelah Mongol menang gurumu pun akan hidup senang!" kata Chu Kiu Sek.
DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar