Badai Di Siauw Lim Sie Jilid 10

JILID: X

KEPADA Sam Liu Taisu diperintahkannya agar memberikan beberapa macam obat ramuan, agar rasa sakit yang di derita oleh orang yang terluka parah itu berkurang.

Satu malaman orang yang terluka parah itu dalam keadaan sekarat, dia berada dalam keadaan hidup tidak matipun tidak. Rupanya obat2 mujarab yang diberikan kepadanya tak membawa hasil yang baik dan tidak ada reaksi sama sekali.

Menjelang fajar, Tat Mo Cauwsu terpaksa mempergunakan Lwekangnya, untuk membantu memperlancar peredaran darah orang tersebut.

Dilihat dari wajahnya, tampaknya orang ini baru berusia tiga puluh tahun lebih, dan dari cara berpakaiannya jelas dialah orang Kangouw.

Baru saja Tat Mo Cauwsu selesai menyalurkan lwekangnya kepada orang itu, telah datang laporan bahwa ada seorang pendeta India ingin bertemu dengannya.

Tat Mo Cauwsu adalah seorang pendeta asal dari India, sekarang mendengar diluar menanti seorang pendeta India yang ingin bertemu dengannya, segera juga di perintahkannya untuk mengundang pendeta itu ke dalam kuil. Ketika Tat Mo Cauwsu keluar di ruang tamu, dilihatnya seorang pendeta India bersama seorang Han, tengah duduk menanti disitu.

Pendeta India itu tidak lain dari Bianlu Syamar, yang segera berdiri waktu melihat Tat Mo Cauwsu keluar. Dia merangkapkan sepasang tangannya memberi hormat: “Tidak tahunya benar2 Suheng berada disini” berseru Bianlu Syamar dengan suara mengandung kegembiraan yang meluap-luap. Diapun telah menyambungi perkataannya: “Terimalah hormat Sute”

Thio Yang Lin yang bersama-sama dengan Bianlu Syamar pun telah memberi hormat yang dibalas oleh Tat Mo Cauwsu, “Sute. bila kau tiba di Tionggoan?” tanya Tat Mo Cauwsu girang luar biasa.

Karena Bianlu Syamar memang Sutenya, yang semasa di India mereka bersama2 berguru.

Tat Mo Cauwsu segera juga melayani Sutenya ini dan Thio Yang Lin dengan gembira Tetapi ketika mendengar cerita Bianlu Syamar mengenai Ban Hun Shia dan muridnya, yaitu Tiat Tauw Kie, muka Tat Mo Cauwsu jadi berubah muram.

“Ya, memang kemarin dulu malam mereka telah datang ke Siauw Lini Sie ini.” mengangguk Tat Mo Cauwsu dan kemudian telah menghela napas dalam2, katanya: “Mereka berdua, guru dan murid, tampaknya bukan sebangsa manusia baik2, terlebih lagi Ban Hun Shia, dialah salah seorang datuk di Rimba Persilatan Dengan demikian, seorang yang memiliki kepandaian setinggi itu, tapi jiwanya kurang baik, hanya akan mendatangkan bencana yang tidak kecil buat umat manusia umumnya”

Bianlu Syamar telah mengangguk membenarkah, katanya:   “Ya.   waktu   bertempur   denganku,  tampaknya diapun memiliki ilmu silat yang agak tersesat. Siapa tahu bahwa Ban Han Shia seorang yang menjagoi didalam rimba persilatan di Tionggoan ini. Hemmm, dia tetap tidak mau mengerti walaupun telah berulang kali kuusahakan untuk tidak bertempur nekad seperti itu”

Tat Mo Cauwsu menghela napas. “Kemarin, aku telah menerima kiriman istimewa dari salah seorang datuk lainnya, yaitu Ngo Ok, dimana dia telah mengirimkan seorang yang terluka hebat sekali”

Setelah berkata begitu, Tat Mo Cauwsu mengajak Sutenya tersebut untuk pergi melihat orang yang dikirim Ngo Ok, yang keadaannya tetap belum tersadar dan pulih ingatan, dia masih dalam keadaan pingsan.

Bianlu Syamar menghela napas dalam-dalam, lalu katanya: “Jika dilihat demikian, tampaknya memang Ngo Ok seorang yang telengas sekali, dan juga merupakan manusia yang tidak dapat dihadapi dengan kelunakan.”

Tat Mo Cauwsu mengiyakan. “Justru manusia-manusia seperti mereka inilah, Ngo Ok maupun Sam Ok itu, yang memiliki kepandaian sangat tinggi dan sempurna, namun jiwa mereka buruk, paling sulit untuk dihadapi. Mereka bisa memberikan perlawanan yang gigih, karena mengandalkan kepandaian mereka yang telah sempurna, sedangkan jiwa mereka sangat sesat sekali, dapat saja mereka menurunkan tangan maut kepada orang-orang yang tidak disukai mereka. Dan jika di lihat demikian, tampaknya memang Ngo Ok, kelima Datuk itu, akan berurusan dengan Siauw Lim Sie. Sejauh ini yang belum lagi kuketahui bagaimana perangai dan tabiat dari ketiga Datuk lainnya”

“Lalu apa maksud dari Beng Sam Cie dengan mengirimkan orang terluka parah itu ke Siauw Lim Sie?” tanya Bianlu Syamar dengan perasaan heran. Tat Mo Cauwsu menghela napas. “Aku sendiri belum lagi mengetahui” menyahuti Tat Mo Cauwsu.

Dan kemudian mereka telah kembali ke ruang tamu, untuk bercakap-cakap membicarakan berbagai persoalan. Merekapun saling menceritakan pengalaman masing- masing.

Bianlu Syamar menceritakan, dari India dia telah pergi ke Persia, karena mendengar Tat Mo Cauwsu menjadi Buddha Hidup kedelapan disana. Tetapi di Persia, dia tidak berhasil bertemu dengan saudara seperguruannya ini, karena Tat Mo Cauwsu telah meninggalkan Persia dan berkelana di daratan Tionggoan. Karena itu Bianlu Syamar segera menuju ke Tionggoan, untuk mencari Suhengnya tersebut. Walaupun dengan bersusah payah, akhirnya toh berhasil juga dia bertemu dengan Suhengnya ini.

Tat Mo Cauwsu telah menceritakan perjuangannya untuk membangun kuil Siauw Lim Sie dan menyiarkan pelajaran Sang Buddha di daratan Tionggoan. Juga tentu saja, Tat Mo Cauwsu mengemukakan cita2nya yang luhur, untuk mulai menghimpun penganut2 ajaran Sang Budha di daratan Tionggoan, untuk ber-siap2 jika saja pengikut2 Buddha Persia dan tempat2 lain terpecah selamanya menjadi dua golongan.

“Dengan menghimpun penganut baru disini, maka mereka merupakan penganut yang. masih murni, dimana pelajaran Sang Buddha murni bisa diberikan kepada mereka.” menjelaskan Tat Mo Cauwsu.

Karena keperluan dari kedatangan Bianlu Syamar mencari Tat Mo Cauwsu pun membawa berita yang kurang begitu menggembirakan buat Tat Mo Cauwsu, yaitu di India tengah terjadi pergolakan. Memang waktu Sidhartha Gautama Buddha mengajarkan agama Buddha, Raja Bimbisara dari Nogadah, di India, telah berkata: “Jika saya boleh mengatakan, anda tidak mengajar agama baru, melainkan mengajar perobahan besar-besaran dalam agama Hindu.”

“Benar seperti kata Raja” jawab Budha waktu itu. Dan memang sebelum mencapai Penerangan Yang Mulia, Sidhartha Gautama beragama Hindu, seperti halnya rakyat di kerajaan India pada masa itu.

Agama Hindu telah menjadi Agama Kebangsaan pada waktu itu, artinya ialah agama yang hanya untuk ada didunia, dijamannya Sidharta Gautama adalah Agama Kebangsaan. Seperti juga semua pemerintah dari dunia masa ini adalah Pemerintah Kebangsaan (National Coverments). Sebagai contoh disini bisa dikemukakan Pemerintah U.S.A menyelenggarakan undang2 dan memerintah Penduduk U.S.A. sendiri. Undang2nya itu bukannya untuk penduduk negeri lain. Undang2 yang diadakan di negeri lainnya juga demikian. Masing2 negara membuat Undang2 untuk rakyatnya sendiri.

Begitu pula dengan agama didunia di jaman Siddhartha Gautama Buddha.

Bahkan ada agama2 yang tidak mengijinkan bangsa lain mengikutinya. Agama Hindu juga demikian. Agama tersebut dimaksud hanya untuk orang2 yang terlahir sebagai bangsa Hindu. Barang siapa bukan terlahir sebagai bangsa Hindu, walaupun dia percaya segalanya, dan memuja ........

yang di pujanya, dia masih tidak diterima menjadi penganut Agama Hindu.

Waktu Buddha memberitahukan bahwa semua orang dapat mengikuti Persaudaraan Biku-biku, tidak peduli bangsa, warna kulit, serta warga negara apa saja, sebegitu lama orang yang bersangkutan senang menjalankan Dela- pan Yang Mulia, dia dapat diterima oeh agama Buddha, ialah agama semesta (Universal Religion), yang dimaksud agama untuk semua orang di dunia.

“Pada siapa saja yang benar dan jujur dialah terberkah,” kata Buddha. Dan jika demikian itu benar bagi bangsa Hindu, seharusnya benar juga untuk semua orang diseluruh dunia.

Tetapi belakangan itu, justru terjadi perobahan yang sangat menyolok dan besar sekali di India. India sebagai tempat lahirnya agama Buddha, ternyata memiliki pengikut yang paling sedikit, karena umumnya rakyat India masih lebih cenderung pada agama nenek moyang mereka, yaitu agama Hindu. Dan terakhir, malah telah terjadi bentrokan2 autara para pendeta Buddha di India dengan para pendeta Hindu. Itulah yang hendak disampaikan Bianlu Syamar kepada Tat Mo Cauwsu, karena bentrokan2 yang terjadi itu semakin lama semakin hebat juga, dimana tidak jarang barjatuhan korban.

Mendengar apa yang dilaporkan Bianlu Syamar, wajah Tat Mo Cawwsu menjadi sangat muram.

Bianlu Syamar menyatakan ingin mengajak Tat Mo Cauwsu kembali ke negeri mereka guna berusaha menyelesaikan pertikaian dan pertentangan itu, agar dapat diatasi tidak sampai terjatuh korban2 jiwa lainnya. Untuk permintaan tersebut, Tat Mo Cauwsu minta waktu satu bulan pada Bianlu Syamar, untuk memutuskannya. Dalam selama itu, Bianlu Syamar berdiam di Siauw Lim Sie, guna menantikan keputusan Suhengnya itu, si kakak seperguruan.

====== TIAT TAUW KIE bersama gurunya, yaitu Ban Hun Shia Kwan Hu Thong, telah mengikuti kedua orang yang menggotong pemuda yang terluka parah itu. Mereka mengikuti sampai di undakan anak tangga yang menuju kekuil Siauw Lim Sie. Disitu mereka tidak mengikuti lebih jauh. Dari kejahuan itulah mereka telah dapat melihat betapa kedua orang tersebut telah menyerahkan orang yang terluka tersebut kepada Sam Liu Taisu, juga telah me- nyampaikan segulungan surat.

Guru dan murid ini tidak mau terlalu dekat dengan Siauw Lim Sie, mereka menanti sekian lama. sampai akhirnya mereka melihat kedua orang yang menggotong pemuda terluka parah itu lewat dekat undakan anak tangga tersebut. Segera juga Ban Hun Shia menahan mereka dan menanyakan urusan mereka yang sebenarnya mengantarkan orang terluka itu pada Siauw Lim Sie,

Kedua orang tersebut yang merupakan dua orang penduduk di sebuah perkampungan di kaki gunung Siong San itu telah memberikan suatu penjelasan yang mereka ketahui. Setelah itu mereka ter-gesa2 meninggalkan puncak Siong San untuk kembali ke kampung mereka.

Ban Hun Shia men-duga2, entah siapa manusianya yang telah melukai korbannya begitu hebat? Dan untuk sejenak Ban Hun Shia ragu-ragu, ber-sama2 muridnya dia telah berdiam terus di undakan anak tangga yang menuju ke Siauw Lim Sie.

Bianlu Syamar bersama Thio Yang Lin tidak lama kemudian telah tiba di dekat undakan anak tangga yang menuju ke Siauw Lim Sie

Bianlu Syamar tersenyum kepada Ban Hun Shia dan Tiat Tauw Kie, sikapnya ramah, tetapi Ban Hun Shia memandangnya  dengan  mata   membenci  kepada   Bianlu Syamar dan Thio Yang Lin, tidak sepatah katapun diucapkan.

Sebenarnya Bianlu Syamar mau teruskan perjalanannya, menaiki undakan anak tangga itu, untuk mencapai kuil Siauw Lim Sie, namun waktu itulah telah terjadi sesuatu yang agak luar biasa. Waktu Bianlu Syamar menaiki undakan anak tangga yang pertama, waktu itulah berkesiuran angin yang kuat sekali ke arah kepalanya.

Bianlu Syamar memiliki kepandaian yang tinggi dan telah mahir sekali lwekang maupun ilmu sihirnya, dia bisa mendengar menyambarnya angin serangan tersebut, segera ia mengibaskan lengan bajunya, karena pendekar ini mengetahui bahwa dirinya tengah dibokong, diserang menggelap oleh seseorang.

Tetapi lengan jubahnya itu telah menyampok sesuatu yang keras dan benda yang menyambar kearah dirinya itu telah meluncur jatuh kearah batu2 gunung, menggelinding agak jauh. Ternyata itulah sebuah tengkorak kepala manusia.

Bianlu Syamar menoleh kepada Ban Hun Shia yang ada di belakangnya, katanya dengan suara yang tawar: “Kita sudah saling berkenalan, dan Lolap kira tidak perlu Siecu main serang menggelap seperti itu. Jika memang ada yang hendak dibicarakan, bicarakanlah secara baik-baik mengapa harus mempergunakan segala benda yang kotor itu untuk menyerang membokong kepada Lolap?”

Muka Ban Hun Shia merah padam. “Mengapa aku harus menyerang secara membokong? Jika memang aku menghendaki jiwamu, pendeta keparat, tentu aku akan menghantam kepalamu yang gundul itu dengan mempergunakan tanganku ini, uutuk menghantam hancur.” Bukan main gusarnya Ban Hun Shia, karena memang tengkorak kepala manusia itu bukan dia yang timpuk.

Bianlu Syamar memperlihatkan sikap heran oleh perkataan Ban Hun Shia, kemudian dengan tersenyum tawar pendeta India ini telah bertanya: “jadi Siecu ingin mengatakan bahwa serangan tadi bukan dilakukan oleh Siecu? Lalu siapa? Apakah tuan yang seorang itu, yang berada disamping Siecu? Bukankah ditempat ini, selain kita berempat tidak terdapat orang lainnya. Jika memang ingin menduga bahwa penyerangan membokong seperti itu, terlebih lagi dengan mempergunakan tengkorak kepala manusia seperti itu kepada pendeta2 Siauw Lim Sie, lebih tidak mungkin lagi, karena sebagai pendeta2 dari pintu perguruan yang sangat ternama, disamping itu juga memang Siauw Lim Sie merupakan kuil sumber penyiaran agama Buddha, tentu mereka takkan melakukan perbuatan serendah itu”

Dan setelah berkata begitu, Bianli Syamar telah merangkapkan sepasang tangannya, dia mengucapkan kebesaran Sang Buddba.

Ban Hun Shia jadi bertambah gusar. “Jelasnya kau tetap menuduh aku yang telah menyerang menggelap padamu, bukan?” tegurnya dengan mata yang terpentang lebar, bengis sekali, diapun telah melangkah menghampiri, ber- siap2 akan menyerang.

Bianlu Syamar tetap merangkapkan sepasang tangannya, katanya: “Tidak baik jika memang Lolap harus menuduh seseorang. Tetapi siapa yang ingin diduga sebagai penyerang gelap itu, sedangkan ditempat ini hanya terdapat kita berempat Ya, mungkinkah tengkorak kepala manusia itu menyambar datang sendiri”. Rupanya Ban Hun Shia sudah tidak bisa mempertahankan diri lagi, ia gusar bukan main, dengan mengeluarkan suara erangan tubuhnya mencelat gesit sekali, sepasang tangannya telah digerakkan, dia menghantam dengan kuat bukan main.

Angin pukulannya ini menderu dahsyat ke tubuh Bianlu Syamar.

Tapi Bianlu Syamar yang mengetahui Ban Hun Shia seorang yang memiliki kepandaian tinggi, tidak mau melayaninya lagi. Jika memang mereka bertempur pula, tentu mereka akan terlibat dalam suatu pertempuran yang berkepanjangan tanpa berkesudahan, berani akan membuang tenaga secara sia-sia. Bukankah mereka memiliki kepandaian yang hampir berimbang.

Cepat sekali Bianlu Syamar telah mengelakkan diri tiga kali. kemudian menjejakkan kakinya, tubuhnya telah mencelat menjauhi diri dari Ban Hun Shia, dan pendeta India ini telah berseru dengan suara nyaring: “Hentikan Hentikan”

Ban Hun Shia dengan muka merah memandang bengis pada Bianlu Syamar, bentaknya: “Apa yang ingin kau ocehkan lagi?”

Bianlu Syamar merangkapkan sepasang tangannya, katanya:   “Tunggu   dulu,   Siecu,   sabar.      sesungguhnya

percuma saja kita mengadu kekuatan dan ilmu, karena siapa yang menang juga tidak membawa keuntungan apa- apa buat kita. Kita baru saja bertemu, diantara kita memang tidak ada sangkutan apapun juga, persoalan lainpun tidak ada, terlebih lagi soal dendam dan sakit hati. Karena dari itu, mengapa kita harus bertempur mempertaruhkan jiwa dan mempergunakan seluruh kesanggupan kita hanya untuk merebut kemenangan belaka? Siancai Siancai Bukankah lebih bijaksana jika kita bersahabat?”

Mendengar perkataan pendeta India tersebut, Ban Hun Shia mendengus dingin, Katanya: “Enak saja kau bicara. Tadi seenakmu telah menuduh aku yang menyerang secara menggelap padamu Hemmm, hemm sekarang kau mengatakan agar kita bersahabat saja. Baik, lalu apa tanggung jawabmu dengan tuduhanmu yang tidak beralasan?”

Bianlu Syamar tersenyum. Sabar sekali sikap pendeta India tersebut. “Jadi Siecu ingin mengatakan bahwa pe- nyerangan menggelap tadi dengan mempergunakan tengkorak kepala manusia itu bukan di lakukan Siecu?” tanyanya.

Ban Hun Shia memandang bengis, kemudian mengangguk pula. “Ya” sahutnya sengit. “Aku tidak per- nah mengatakan putih menjadi hitam dan hitam menjadi putih”

“Lolap percaya pada Siecu. Tetapi siapa yang telah menyerang menggelap seperti itu?”

Ban Hun Shia menunjuk kearah balik batu gunung disebelah kanan dari undakan anak tangga, disana tumbuh semak belukar yang lebat sekali, dari ber-macam2 pohon2 bunga beraneka yang tengah berkembang indah sekali, karena tersusun dengan baik. Hanya pohon bunga itu terlalu subur dan lebat, begitu rapat dan juga melindungi bagian sebelah sana dari pandangan mata.

“Aku melihatnya tengkorak kepala manusia itu menyambar dari arah sana” berkata Ban Hun Shia.

Bianlu Syamar telah menoleh memandang ke arah yang ditunjuk   oleh   Ban   Hun   Shia,   kemudian mengangguk. “Baiklah, biarlah Lolap pergi melihatnya” kata pendeta India itu sabar.

Tetapi baru saja Bianlu Syamar berkata sampai disitu, tiba2 terdengar suara tertawa yang sangat nyaring sekali, yang telah menggema di sekitar tempat itu.

“Tidak perlu kau mencari, aku tidak akan pergi ke- mana2 Hemm, Kau adalah seorang pendeta India, aku ingin melihat berapa tinggi kepandaian seorang pendeta  dari Thian Tiok”

Setelah suara itu lenyap, tampak sesosok tubuh melompat keluar dengan gerakan tubuh yang sangat gesit sekali, tubuhnya begitu ringan meluncur dan hinggap dihadapan Bianlu Syamar tanpa menimbulkan suara sedikitpun. Itulah ginkang yang telah mahir sekali.

Bianlu Syamar dan yang lainnya telah mengawasi. Ternyata orang tersebut seorang kakek yang bertubuh cebol pendek, dengan kedua tangan yang panjang.

Ban Hun Shia yang melihat orang tersebut, mengeluarkan seruan terkejut bercampur girang. “Ha, rupanya kau, Ngo Ok!” katanya nyaring.

Kakek bertubuh cebol itu tertawa nyaring sekali. “Ya, kukira kedatanganku ke Siong San ini hanya dapat bertemu dengan keledai-keledai gundul dari India, tidak tahunya disini aku bisa bertemu dengan Sam Ok, inilah keberuntunganku yang tidak kecil” Kata kakek bertubuh cebol itu dengan suara yang nyaring “Dan kulihat, kau juga sedang berurusan dengan keledai gundul dari India yang seorang ini”

Sam Ok Ban Hun Shia mengangguk. “Ya, aku dituduh telah menyerangnya. Kukira, walaupun Sam Ok memiliki kepandaian  yang  tidak  melebihi  Ngo  Ok,  tidak nantinya aku menyerangnya secara rendah seperti itu” menyahuti Sam Ok.

Ngo Ok tertawa. “Ha, jadi kau ingin mengatakan bahwa aku seorang manusia rendah, yang telah menyerang secara menggelap padanya, bukan?“ katanya dengan suara yang tawar. “Dan, memang lidahmu dari dulu sampai sekarang masih tajam sekali” Dan kembali Ngo Ok tertawa gelak- gelak dengan suara yang bergema disekitar tempat tersebut.

Sam Ok telah cepat2 berkata: “Bukan maksudku mengatakan begitu, tetapi memang, jika aku menaruh sakit hati pada pendeta Thian-tiok ini, tentu aku tidak akan menyerangnya dengan secara menggelap seperti yang dituduhkannya, aku masih sanggup untuk menghajarnya mampus”

Ngo Ok Beng Sam Cie tertawa, katanya: “Akupun tidak ber-sungguh2 waktu, menyerangnya dengan timpukan tengkorak kepala manusia Jika memang aku menimpuknya dengan mempergunakan Iwekangku, apakah batok kepalanya masih utuh? Hemmmm, aku hanya ingin melihatnya saja, berapa tinggi kepandaian yang dimiliki pendeta Thian-tiok tersebut”

Sedangkan Bianlu Syamar ttlah berpikir: “Orang ini memiliki kepandaian yang tidak rendah, tampaknya Ban Hun Shia juga menaruh rasa segan padanya. Pantas waktu tadi aku mengibaskan lengan jubahku untuk menyampok sambaran tengkorak kepala manusia itu tanganku agak tergetar kesemutan, kiranya dia adalah seorang tokoh persilatan yang sama tingkatannya dengan Ban Hun Shia”

Karena berpikir begitu, Bianlu Syamar jadi membawa sikap yang lebih waspada lagi. Hanya saja dia telah berdiam diri tanpa memperlihatkan kegelisahan, sikapnya tetap sabar dan tenang, hanya sekali-kali dia mengucapkan kebesaran Sang Buddha.

Ngo Ok Beng Sam Cie saat itu telah menoleh dengan menyeringai, tubuhnya yang pendek sekali seperti anak berusia tujuh tahun, atau delapan tahun, telah bergerak ringan sekali, tahu2 dia telah mengulurkan tangannya.

“Ngo Ok memang tidak memiliki kepandaian apa2 selain menyerang menggelap kepada lawannya.” ejeknya. Dan dia juga meneruskan uluran tangannya, yang berukur- an lebih panjang dari bentuk tubuhnya yang pendek itu.

Bianlu Syamar sejak tadi memang telah berwaspada, dan waktu melihat orang bertubuh cebol pendek ini menyerangnya seperti itu tanpa basa basi, membuatnya jadi mendongkol, karena tampaknya Ngo Ok seorang tidak mempergunakan aturan dan bergerak serampangan sekehendak hatinya belaka. Namun angin dari serangan kedua tangan Ngo Ok menyebabkan Bianlu Syamarpun tidak berani berayal, karena itulah serangan yang hebat dan bisa mematikan, Karenanya Bianlu Syamar mengelakkan diri dengan segera, dimana dia berusaha untuk dapat menangkis serangan Ngo Ok. Gerakannya yang dilakukannya itu merupakan gerakan yang secepat kilat, sebab serangan Ngo Ok memang meluncur sangat cepat sekali sulit diikuti pandangan mata, dan Bianlu Syamar harus menangkisnya dengan cepat pula.

Dikala itu Bianlu Syamar berhasil menangkis kedua tangan Ngo Ok.

Namun berbeda dengan jago2 lainnya, Ngo Ok tidak menarik ked.ua tangannya. Waktu kedua tangannya ditangkis oleh Bianlu Syamar. dikala itu Ngo Ok telah mengempos tenaganya, dia membiarkan kedua tangannya itu menempel pada tangan Bianlu Syamar. Bianlu Syamar jadi terkejut bukan main, karena dia merasakan betapa tangan dari Ngo Ok tersalur hawa yang panas sekali, hawa panas yang membuat tangannya seperti terbakar api.

Cepat2 Bianlu Syamar mengempos semangat dan tenaga dalamnya, karena hatinya tercekat mengetahui bahwa Ngo Ok ternyata seorang yang memiliki lwekang yang telah sem- purna sekali, dan tenaga lwekangnya itu di pergunakan dengan sifat yang panas, dan menimbulkan hawa yang sepanas api.

Jika memang Ngo Ok bertemu lawan yang berkepandaian biasa saja, dalam satu jurus serangan seperti itu dia akan berhasil membuat lawannya terluka hebat, terluka didalam dan tangan yang akan dipakai menangkis serangan Ngo Ok ini akan menjadi lumpuh dan tidak dapat dipergunakan seumur hidupnya lagi. Tapi sekarang justru dia berhadapan dengan Bianlu Syamar, yang memang memiliki kepandaian yang sangat tinggi sekali, karenanya Bianlu Syamar tidak bisa dirubuhkan dengan cara seperti itu. Waktu Bianlu Syamar merasakan panasnya kedua tangan lawannya itu, dia telah mengempos dengan mengerahkan tenaga dalamnya, karenanya tenaga dalam yang panas dari Ngo Ok telah dapat dibendungnya, malah telah berhasil dibuat terpental kembali pada pemiliknya.

Mempergunakan kesempatan itu Bianlu Syamar telah membarengi untuk menyerang dengan sampokan tangan yang satunya, yang telah disaluri tenaga dalamnya  sebanyak tujuh bagian.

Menyadari bahwa dirinya tengah berhadapan dengan seorang lawan yang tangguh, dengan sendirinya Bianlu Syamar mengetahui bahwa dirinya tidak bisa melayaninya dengan cara setengah hati, itulah sebabnya, sekali ini dia membuka serangannya dengan lwekang delapan bagian, dia menyampok dengan maksud agar lawannya itu menghindar dan menjauhi diri darinya, dan nanti barulah mengajaknya bercakap-cakap.

Tetapi Ngo Ok benar2 lihay. Walaupun lwekang yang dimilikinya tidak terlalu terpaut banyak dari Bianlu Syamar, yang aneh adalah cara menyerangnya. Yang membuat Bianlu Syamar tambah kikuk melayaninya, justru orang bertubuh cebol itu selalu bergerak bermain di bagian bawah, dan tubuhnya yang pendek itu sering membingungkan Bianlu Syamar. Jika bertempur dengan seorang yang bertubuh wajar, tentu dia akan dapat menyerang jauh lebih mudah dan tepat, tetapi sekarang bentuk tubuh lawannya yang pendek itu telah membuat Bianlu Syamar sering lolos dengan gempurannya.

Dan yang lebih luar biasa lagi justru Ngo Ok memiliki sepasang tangan yang panjang melebihi ukuran tubuhnya.

Bianlu Syamar mengempos semangatnya ketika dilihatnya Ngo Ok telah berkelebat ke sana kemari. Tubuhnya yang pendek itu membuat dia bergerak tampaknya lebih gesit dari orang2 lainnya. Karenanya, begitu dia bergerak, kedua tangannya digerakkan, seperti juga dia membingungkan Bianlu Syamar.

Bianlu Syamar mengawasi cara bersilat dari Ngo Ok, berulang kali hanya menghindar dan mengelak atau menangkis, jika memang itupun terlalu terpaksa. Dan selama itu Biarilu Syamar telah memperhatikan cara bersilat dari orang bertubuh pendek ini, sehingga dia sudah bisa mempelajari ilmu silat dari Ngo Ok Beng Sam Cie, dimana pendeta dari India tersebut berusaha mencari kelemahan lawannya

Akhirnya setelah beberapa jurus lagi, Bianlu Syamar telah menggerakkan sepasang tangannya, pertama-tama dia merangkapkan kedua tangannya itu, seperti sedang memberi hormat, kemudian dia membentak, suaranya seperti juga mengerangnya harimau, kedua telapak tangannya itu telah dipentangnya, dari kedua telapak tangan itu meluncur tenaga yang kuat sekali, menyambar kepada Ngo Ok.

Ngo Ok merasakan menyambarnya tenaga serangan yang hebat bukan main dari Bianlu Syamar, dan dia pun merasakan tenaga sampokan dari Bianlu Syamar yang begitu aneh, membuat dadanya seperti ditindih oleh sesuatu yang beratnya laksaan kati, sehingga Ngo Ok harus cepat2 mengerahkan tenaga dalamnya, melindungi dadanya, lalu kedua tangannya yang berukuran lebih panjang dari tinggi tubuhnya yang cebol itu, telah digerakkan dengan cara yang meliputi segi delapan, jari kedua tangannya itu ber-gerak2 cepat menyambar-nyambar di delapan penjuru

Bianlu Syamar terkejut melihat cara lawannya menyerang seperti itu, yang merupakan tangkisan berbareng juga sebagai serangan membalas dari lawannya itu, di mana kedua tangannya itu mempergunakan ilmu pukulan yang serupa dengan pukulan “Pat-kwa-kun” yang terkenal itu, yaitu pukulan Delapan Penjuru.

Memang Ngo Ok telah keluarkan ilmu istimewanya, yaitu ilmu pukulan yang menyebabkan kedua tangannya menyambar-nyambar cepat sekali didelapan penjuru. Jika dia menghadapi seorang lawan, maka lawannya itu akan bingung tidak mengetahui sasaran yang mana diincar oleh Ngo Ok. Tetapi jika memang Beng Sam Cie dikepang oleh puluhan orang lawan, dia pun bisa menghadapinya dengan baik, karena dengan kedua tangannya bergerak didelapan penjuru, sama saja dia telah mengadakan perlindungan seluruh tubuhnya, dan dia bisa mengincar lawan-lawannya yang ingin dirubuhkannya. Karena dari itu, tak mudah Bianlu Syamar menghadapi ilmu pukulan seperti itu. Akan tetapi memang Bianlu Syamar memiliki kepandaian yang tinggi, dia cepat dapat menguasai diri. Dia merobah cara bersilatnya, kembali Bianlu Syamar lebih banyak memperhatikan cara bersilat lawannya itu, karena dia ingin mencari kelemahan lawannya itu, baru nanti balas menyerang.

Sedangkan Ngo Ok sendiri menyerang semakin lama semakin hebat, mereka berdua telah terlibat dalam pertempuran yang seru sekali.

Sam Ok Ban Hun Shia Kwan Hu Thong menyaksikan jalannya: pertempuran itu dengan mata dipicingkan, kemudian dia berpikir didalam hatinya ”DiIihatnya demikian, Ngo Ok. memperoleh kemajuan yang banyak sekali dibandingkan dengan kepandaiannya beberapa saat yang lalu. Hmmm, selama, ini kiranya Ngo Ok memang telah berlatih diri dengan giat, sehingga kepandaiannya boleh dibilang peroleh kemajuan pesat, dan dia memang merupakan lawan yang sangat berat buatku. Biarlah dia bertempur dengan pendeta India itu, tentu jika mereka sama2 terluka, akan menyebabkan tenaga lwekang Ngo Ok berkurang, dengan demikian, jika kelak kami mengadu ilmu lagi, tentu Ngo Ok tidak terlalu berarti buatku”

Karena berpikir begitu, diam2 Ban Hun Shia jadi girang sendirinya, ia mengharapkan agar Bianlu Syarnar dengan Ngo Ok Beng Sam Cie bertempur terus sampai keduanya terluka hebat.

Sedangkan kedua-orang yang tengah saling mengukur kepandaian itu telah menyadarinya bahwa kepandaian mereka memang berimbang dan tidak seorangpun di antara mereka yang terdesak untuk atau juga yang mendesak. Keduanya     saling,     menangkis,     mengelas     juga balas menyerang. Dengan demikian kedua orang itu bertempur semakin seru.

Tetapi setelah melewati seratus jurus, Ngo Ok melihatnya bahwa kepandaian Bianlu Syarnar tidak berada disebelah bawah kepandaiannya, tampaknya pendeta India ini dapat mengimbangi, setiap serangannya yang  bagaimana hebat sekalipun juga. Dengan demikian membuat Ngo Ok jadi penasaran sekali.

Disertai bentakan2 yang bengis mengandung hawa pembunuhan, Ngo Ok telah memperhebat serangannya dan ilmu pukulan Delapan Penjuru yang dipergunakannya itu membuat sepasang tangannya jadi ber-kelebat2 tak hentinya amat sulit sekali diterka ke arah mana yang diincarnya.

Waktu itulah Bianlu Syamar telah bisa mengetahui, biarpun ilmu pukulan Delapan Penjuru dari lawannya begitu hebat dan terlatih dengan sempurna, kelemahannya terletak pada sepasang kakinya, yang kurang memiliki ku- da-kuda yang kuat.

Mungkin waktu berlatih pada ilmu pukulan Delapan Penjuru itu,. Ngo Ok kurang rnemperhatikan kuda2 kedua kakinya. Hal itu disebabkan oleh bentuk tubuhnya yang pendek itu, dia menduga lawannya toh akan sulit sekali mengetahui kelemahannya itu. Dan jika lawannya itu mengetahui kelemahannya tersebut, dengan bentuk tubuhnya yang kecil pendek itu,, jelas lawannya tidak mudah untuk menyerang bagian terlemah dari pertahanannya.

Tetapi buat Bianlu Syamar justru persoalan lain lagi, begitu melihat kelemahan lawannya itu, dia segera merobah cara bertempurnya. Jika semula Bianlu Syamar memusat- kan seluruh perhatiannya pada kedua tangan Ngo Ok, justru  sekarang  dia  telah  merobahnya,  dia  tidak  begitu memperhatikan kedua tangan Ngo Ok, hanya dikelit kesana kemari, lalu per-lahan2 Bianlu Syamar telah mengumpulkan kekuatan tenaga dalamnya pada kedua kakinya.

Waktu Ngo Ok tengah menyerang dengan kedua tangannya kearah samping kanan dan kiri dengan cara menyilang, dimana kedua tangan berukuran panjang itu diulurkan, justeru Bianlu Syamar membarengi dengan gerakan dua kakinya, dia menendang dengan tendangan berangkai, dan tenaga tendangan itu hebat serta kuat sekali, karena dia telah mengumpulkan tenaga dalamnya sejak tadi.

Angin tendangan itu berkesiuran kuat sekali, dan tidak ampun lagi Ngo Ok terhantam kaki kanan dari Bianlu Syamar. Dia tercekat hatinya ketika menyaksikan tendangan lawannya tersebut, tetapi dia tidak berdaya  untuk menghindarkan diri, tidak ampun lagi Ngo Ok terhuyung mundur empat langkah ke belakang, dia merasakan sepasang kakinya yang tersapu oleh kaki Bianlu Syamar sakit dan nyeri sekali, seperti juga tulang kedua kakinya itu akan hancur.

Dengan muka yang merah padam karena gusar, Ngo Ok telah membentak: “Pendeta keparat. Kau. ”

Bianlu Syamar tersenyum, katanya dengan sikap yang tenang dan ramah: “Jangan marah Siecu. Sesungguhnya tidak ada maksud-maksud buruk pada Lolap hanya ingin mengatakan sesuatu pada Siecu, jangan bergusar seperti itu, mari kita bicara secara baik-baik”

Ngo Ok sekarang telah melihat kehebatan pendeta India ini, yant kepandaianya memang tidak berada disebelah bawah kepandaiannya, dengan demikian berkurang sikap congkaknya, dia telah  berkata dengan wajah masih  meme- rah karena marah dan penasaran ”Apa yang ingin kau katakan?”

“Banyak yang ingin kukatakan” menyahuti Bianlu Syamar. “Dan Lolap kira, tentunya Siecu mau mendengarkan baik-baik”

“Katakanlah”

“Sebenarnya, kedatangan Lolap ke Tionggoan ini hanya ingin mencari seorang sahabat Lolap, tidak ada maksud- maksud untuk mencari permusuhan dengan siapapun juga. Bukankah antara Lolap dengan Siecu tidak terdapat bentrokan dan urusan apapun sebelumnya? Mengapa kita harus saling bentrok seperti ini?”

“Apakah kau bukan pendeta Siauw Lim Sie?” menegaskan Ngo Ok dengan terpentang lebar-lebar. Karena waktu melihat pertama kali Bianlu Syamar, Ngo Ok menduga bahwa pendeta India ini adalah salah seorang pendeta Siauw Lim Sie. Bukankah Tat Mo Cauwsu juga seorang pendeta India. Itulah sebabnya mengapa Ngo Ok tadi telah menimpukkan sebuah tengkorak kepala manusia menyerang Bianlu Syamar.

Bianlu Syamar menggeleng. “Baru kali ini Lolap datang ke Siongsan dan juga memang belum pernah bertemu dengan pendeta2 Siauw Lim Sie, karena dari itu Lolap sendiri tidak mengetahui mengapa Siecu sampai menduga bahwa Lolap adalah salah seorang pendeta Siauw Lim Sie? Atau memang seluruh pendeta dikuil tersebut terdiri dari pendeta-pendeta India?”

Ngo Ok berobah merah mukanya, dia mengakui kekeliruan pertanyaanya tadi. Memang kuil Siauw Lim Sie didirikan oleh Tat Mo Cauwsu. Tetapi selain Tat Mo Cauwsu yang merupakan seorang pendeta dari India, pendeta pendeta lainnya di Siauw Lim Sie adalah pendeta2 orang Han. Diapun segera tertawa dingin untuk menutupi perasaan malunya, katanya: “Siapa tahu? Bukankah  Tat Mo Cauwsu seorang pendeta asal India? Dan kau sendiri adalah pendeta India juga, maka mungkin saja terjadi engkau adalah saudara seperguruan atau sahabatnya yang sengaja diundang datang kemari?”

Bianlu Syamar merangkapkan sepasarg ta ngannya, katanya: “Siancai. Siancai Justru berkat kebesaran Sang Buddha, Lolap mengharap Tat Mo Cauwsu merupakan sahabat yang Lolap cari itu Dan kedatangan Lolap kemari memang untuk mencari seorang sahabat asal dari India juga, karena dari-itu, jika memang Siecu tidak memiliki hubungan apapun juga dengan Siauw Lim Sie, tentu  banyak yang belum lagi Lolap ketahui dengan baik, dan tentunya Siecu tidak keberatan, bukan?”

Ngo Ok telah tertawa dingin. “Hmmm, aku baru saja mengirimkan bingkisan istimewa pada Tat Mo Cauwsu itu, dan juga ingin menantangnya untuk mengadu ilmu buat mengukur apakah memang benar ilmu Tat Mo Cauwsu yang digembar-gemborkan di dalam kalangan Kangow sebagai seorang Guru Besar itu benar-benar luar biasa dan hebat? Karena dari itu, akan sengaja telah datang ke Siong San ini.”

Mendengar perkataan Ngo Ok sampai disitu, Ban Hun Shia telah menyelak ikut bicara “Jadi orang yang terluka parah itu memang dikirim olehmu? Jadi itu adalah perbuatanmu, Ngo Ok?”

“Ya.” mengangguk Ngo Ok dengan sikap yang angkuh. “Dan kau, Sam Ok, apa kerjamu berkeliaran di Siong San juga”

Sam Ok girang bukan main mendengar bahwa Ngo Ok juga memusuhi Tat Mo Cauwsu. “Sama seperti kau juga” menyahuti Sam Ok dengan segera. “Akupun telah minta peng ajaran dari Guru Besar yang sangat ternama itu” Berkata sampai disitu dengan nada mengejek, dia telah mendengus beberapa kali, baru kemudian melanjutkannya: “Dan aku telah bertempur beberapa jurus dengannya. Namun dia terlalu licik, dia mempergunakan ilmu sihir.”

Setelah berkata begitu, Ban Hun Shia melirik kepada Bianlu Syamar.

Ngo Ok tersenyum mengejek sambil memandang Bianlu Syamar, katanya: “Memang pendeta dari Thian-tiok hanya pandai dengan ilmu sihir mereka untuk merebut keun- tungan. Hemmm, jika saja mereka mau berlaku dengan sikap yang lebih baik dan jujur, dengan hanya mempergunakan ilmu silat belaka untuk berurusan dengan kita, tentunya hal itu akan dapat menentukan dengan nyata apakah mereka memang benar2 memiliki kepandaian yang sejati, atau memang hanya omong kosong”

Bianlu Syamar memang sabar luar biasa, walaupun Ngo Ok telah menghina seperti itu, dan secara tidak langsung ditujukan kepadanya, nadanya juga mengejek, namun Bianlu Syamar telah berkata: “Soal Tat Mo Cauwsu masih belum Lolap ketahui dengan jelas. Namun, jika kelak Lolap telah mengetahuinya dan ber-cakap2 dengannya, tentu lebih banyak lagi yang Lolap ketahui, sehingga dapat ber-cakap2 pula dengan Siecu untuk membicarakan apakah Tat Mo Cauwsu itu seorang yang berdiri digaris yang baik atau memang tersesat”

Walaupun dimulut berkata begitu, Bianlu Syamar berpikir ”Tetapi yang jelas, kalian berdua yang merupakan manusia2 tersesat. Sam Ok atau Ngo Ok sama saja, kalian memperlihatkan ilmu silat kalian yang sesat, juga tangan kalian yang telengas sekali” Mendengar perkataan Bianlu Syamar, Ngo-Ok tertawa dingin. “Besok malam, aku akan mendatangi Siauw Lim Sie untuk meminta petunjuknya dan beritahukan pada Tat Mo Cauwsu jika memang kau bertemu dengannya, supaya dia tunggu kedatanganku itu”

Bianlu Syamar mengangguk sabar.

Begitulah, Bianlu Syamar lalu merangkapkan tangannya memberi hormat, dia melanjutkan perjalanannya bersama Thio Yang Lin mendaki undakan anak tangga yang menuju ke kuil Siauw Lim Sie.

Waktu itu fajar telah menyingsing dan ia disambut oleh seorang pendeta penyambut tamu dikuil Siauw Lim Sie tersebut., sampai akhirnya dia bertemu dengan Tat Mo Cauwsu dan ternyata tidak lain Suhengnya. Pertemuan yang menggembirakan, karena memang benar Tat Mo Cauwsu merupakan orang yang tengah dicarinya. Sehingga selanjutnya Bianlu Syamar telah berdiam di kuil Siauw Lim Sie itu.

Sedangkan Ngo Ok, dan Sam Ok, bersama dengan Tiat Tauw Kie, tidak juga muncul di Siauw Lim Sie keesokan harinya. Soal akan datangnya Ngo Ok ke kuil Siauw Lim Sie telah diberitahukan Bianlu Syamar kepada Tat Mo Cauwsu, dan memang Tat Mo Cauwsu bersiap siap menantikannya, karena Tat Mo Cauwsu akan berusaha menyadari Ngo Ok maupun Sam Ok dari kesesatannya.

Sehari, kemudian lewat sehari lagi. Lalu lewat lagi sehari. Begitulah Ngo Ok, Sam Ok, Tiat Tauw Kie, murid Sam Ok yang nomor tiga itu belum juga terlihat batang hidungnya. Bianlu Syamar dan Tat Mo Cauwsu hanya menduga mungkin Ngo Ok dan Sam Ok membatalkan maksud mereka guna menyatroni Siauw Lim Sie, mengingat kepandaian Tat Mo Cauwsu yang benar2 luar biasa tingginya. Atau memang menurut dugaan Tat Mo Cauwsu, kedua orang Datuk Persilatan tersebut menemui rintangan yang tidak mereka duga....

Walaupun demikian, Tat Mo Cauwsu telah perintahkan murid-2 Siauw Lim Sie untuk mengadakan penjagaan yang ketat, karena pengalaman dimana bagian belakang kuil Siauw Lim Sie yang telah dibakar oleh Ban Hun Shia, me- rupakan pengalaman yang pahit sekali. Tat Mo Cauwsu tidak mau sampai persoalan yang kurang menggembirakan itu terjadi dan terulang kembali.

Tetapi setelah lewat seminggu, Ngo Ok dan Sam Ok tetap tidak menyatroni Siauw Lim Sie mungkin juga kedua datuk itu telah merobah rencana mereka.

Pemuda yang terluka hebat itu berangsur-angsur sembuh, kini dia tidak pingsan lagi, telah bisa ber-cakap2, tapi keadaannya sangat mengenaskan sekali, dengan sepasang matanya yang buta. hidung yang sudah terpotong buntung dan kedua daun telinganya yang lenyap dan mulutnya yang dirobek jadi lebar itu. Benar2 dia  merupakan seorang pemuda yang harus dikasihani nasibnya.

Kepada Tat Mo Cauwsu pemuda itu telah menceritakan, bahwa dia seorang Piauwsu di wilayah Holam, dan entah mengapa, dia di musuhi oleh Ngo Ok Beng Sam Cie, dan hari itu tidak di-sangka2 mereka bertemu di kaki gunung Siong San. Disaat itu pemuda tersebut yang mengaku bernama Phang Tai Cong, tengah melakukan tugasnya mengantar barang dan Ngo Ok telah menghadangnya, menyiksanya, sampai dia terluka begitu hebat. Diapun dalam keadaan pingsan, tidak mengetahui dirinya telah dikirim ke Siauw Lim Sie. Setelah menceritakan segalanya itu, Phang Tai Cong menangis terisak-isak.

Tat Mo Cauwsu menghiburnya. Dan pendiri Siauw Lim Sie yang melihat keadaan pemuda yang mengenaskan. menyatakan kesediaannya untuk menerima Phang Tai Cong menjadi muridnya yang ketiga, yaitu menjadi adik seperguruan Sam Liu Taisu dan Sin Ceng Tai su.

Bukan alang-kepalang girangnya Phang Tai Cong, karena dia mengalami bencana itu, namun nasibnya telah berobah jadi demikian baik, bisa diterima menjadi murid Tat Mo Cauwsu, seorang guru besar yang sangat terkena kelihaiannya itu.

Tat Mo Cauwsu sengaja menerima pemuda yang malang nasibnya ini sebagai muridnya, sebab keadaannya yang sudah bercacad itu, yaitu dengan sepasang matanya yang telah buta, dan juga tangan dan kaki yang tergempur remuk oleh kekuatan tenaga dalam Ngo Ok. Jika memang Phang Tai Cong diperintahkan jadi murid Sam Liu Taisu atau Sin Ceng Taisu tentu pemuda itu kurang memperoleh kemajuan yang berarti oleh cacadnya itu. Sebab itulah Tat Mo Cauwsu ingin mendidiknya langsung olehnya sendiri.

Tat Mo Cauwsu juga telah menjelaskan kepada Phang Tai Cong, seorang murid Siauw Lim Sie harus patuh dan memenuhi satu syarat, yaitu: harus menuntut penghidupan sebagai seorang pendeta. Phang Thai Cong setuju.

Begitulah, setelah lewat lagi setengah bulan, Phang Tai Cong menjalankan upacara pencukuran rambut, dan juga disaat itu namanya telah diganti, memakai gelaran Wie Kong Taisu, yaitu pendeta yang memasuki Pintu Terang atau Hidup Baru. Dan dia merupakan murid ketiga Tat Mo Cauwsu. Walaupun kepandaiannya terpaut jauh dengan kedua suhengnya, yaitu Sam Liu Taisu dan Sin Ceng Taisu, juga masih berada disebelah bawah kepandaian murid2 kedua pendeta alim Siauw Lim Sie itu, namun setelah kelak menerima didikan Tat Mo Cauwsu, Wie Kong Taisu lah seorang yang paling lihay ilmu silatnya diantara ketiga mu- rid yang ada. Mungkin disebabkan cacadnya itu, membuat Wie Kong Taisu bertekun hati dalam mempelajari seluruh ilmu yang diwarisi gurunya, sehingga kelak dia menjadi seorang pendeta alim yang luar biasa sekali kepandaiannya

-oodwoo-

KEMANA perginya Sam Ok, Ngo Ok, dan Tiat Tauw Kie? Ternyata seperginya Bianlu Syamar mereka bertiga telah pergi kedekat semak belukar dimana banyak sekali pohon bunga disamping jalanan yang memiliki undak-2an anak tangga itu. Mereka telah ber-cakap2.

Ngo Ok dan Sam Ok berbicara dengan asyik sekali, sedangkan Tiat Tauw Kie hanya mendengarkan saja.

Sam Ok telah menceritakan pengalamannya, terus terang dia juga mengatakan bahwa Tat Mo Cauwsu memang seorang yang memiliki kepandaian luar biasa.

“Jika hanya baru aku atau engkau seorang diri saja, tentu kau tidak dapat menandinginya, Ngo Ok” kata Sam Ok dengan sikap bersungguh-sungguh.

Ngo Ok yang mendengar perkataan Sam Ok jadi tidak senang, dia tersinggung. “Mungkin disebabkan Tat Mo Cauwsu menghadapimu, maka kau beranggapan dia memiliki kepandaian yang sangat luar biasa. Belum tentu jika memang dia berhadapan denganku” kata Ngo Ok.

Berkata begitu, Ngo Ok ingin mengartikan bahwa kepandaiannya tentu lebih tinggi dari Ban Hun Shia. Dan jika  Ban  Hun  Shia  dirubuhkan  Tat  Mo  Cauwsu  hanya beberapa jurus itu hanya disebabkan dia memiliki kepandai- an yang tidak sesempurna Ngo Ok.

Sam Ok tertawa dingin, katanya ”Kepandaian kita berimbang, beberapa waktu yang lalu kita berlima, Toa Ok, Jie Ok, aku, Su Ok dan kau, Ngo Ok telah mengadakan pertemuan mengadakan merundingkan ilmu silat, ke- pandaian kita berlima berimbang, tidak seorangpun  diantara kita yang berada diatas angin atau yang memiliki kepandaian yang lebih rendah. Karenanya, jika memang aku tidak sanggup menghadapi Tat Mo Cauwsu, sama halnya dengan kau juga, yang tidak mungkin dapat menghadapi pendeta sakti dari India itu”

Mendengar perkataan Sam Ok itu Ngo Ok tertawa keras mengejek. “Sejak kapan kau menjadi manusia pengecut seperti itu?” ejeknya. “Ha, ha, kita berlima, Toa Ok, Jie Ok, Sam Ok, Su Ok dan juga Ngo Ok merupakan lima orang Datuk Persilatan yang tidak pernah bertemu tandingan. Tetapi sekarang, aku mendengar langsung dari mulutmu, sebagai Sam Ok, bahwa Tat Mo Cauwsu adalah seorang pendeta sakti. Luar biasa! Luar biasa! Hal ini malah membuat aku jadi tambah mengiler untuk mengadu ilmu dengannya”

Setelah berkata begitu, Ngo Ok tertawa lagi dengan suara yang nyaring sekali, terlihat jelas dia meremehkan Sam Ok.

Tentu saja sikap Ngo Ok membuat Sam Ok tidak senang, katanya: “Apakah kau tetap ingin bertemu dengan Tat Mo Cauwsu?”

“Ya Itu sudah pasti” kata Ngo Ok.

“Aku memberitahukan segalanya dengan jujur padamu, bukan untuk menggertakmu atau juga mengangkat si pendeta keparat Siauw Lim Sie itu” kata Sam Ok. “Tetapi aku ingin merundingkannya denganmu, bagaimana cara terbaik untuk menghadapinya. Hemmm, dengan memberitahukan sejujurnya apa yang telah kualami dan dimana aku dirubuhkan oleh pendeta keparat itu, tentu kau bisa mengambil kesimpulan dan bisa bantu memberikan pendapat dan memikirkan cara2 yang terbaik untuk menghadapi pendeta itu..”

Ngo Ok masih tertawa mengejek. “Kau tidak perlu bergelisah seperti itu” kata Ngo Ok kemudian dengan sikap angkuh sekali. “Kau boleh menyaksikan, bagaimana, besok pagi aku akan menghajar Tat Mo Cauwsu, sampai dia bertekuk lutut memohon pengampunan dariku”

“Kau terlalu congkak. Kau tak mau mempercayai keteranganku, itu masih tidak apa2 Tetapi justru akan membuat engkau yang akan bercelaka sendiri. Hemm, terserah kepadamu jika memang engkau mau mencari Tat Mo Cauwsu juga, akupun takkan melarang. Justru aku dapat menyaksikan nanti, bagaimana kau dirubuhkan oleh pendeta itu”

“Kau jangan terlalu meng-angkat2 Tat Mo Cauwsu untuk menggertakku” kata Ngo Ok. “Hemmm, walaupun kau mengatakan apa saja, tetap aku akan mencari Tat Mo Cauwsu, untuk mengukur ilmu dengannya”

“Hemmmm, jika demikian, baiklah Besok pagi kita berangkat ber-sama2” kata Ban Hun Shia mendongkol bukan main. karena Ngo Ok seperti juga tidak mau mempercayai keterangannya mengenai kelihaian Tat Mo Cauwsu.

Sedangkan Ngo Ok masih tertawa dengan congkak, baru saja dia mau berkata tiba-tiba terdengar suara  orang berkata: “Ya. Memang apa yang dikatakan Sam Ok benar adanya. Ngo Ok, kau tak bisa bertindak ceroboh seperti itu” Suara itu sebentar terdengar jauh, sebentar dekat, seperti terbawa oleh siliran angin, sehingga Sam Ok dan Ngo Ok jadi terkejut, terlebih lagi memang mereka mengenalinya suara orang itu adalah suara Toa Ok, datuk tertua diantara kelima datuk yang ada.

“Toa Ok juga datang ke Siong San ini” seru Sam Ok dengan suara yang diliputi kegembiraan. “Inilah bagus, karena berarti kita bertiga telah berkumpul disini. ”

Dikejauhan terdengar suara “Ting tingg tingg” suara yang halus sekali seperti juga suara benturan besi, jarak yang ada pada suara itu satu dengan yang lainnya, seperti memiliki jarak yang teratur. Bahkan suara 'ting' itu terdengar semakin lama semakin panjang, setelah bergema barulah lenyap, disusul oleh suara 'tingg' lainnya.

Buat Sam Ok dan Ngo Ok, suara “ting'“ itu tidak membawa pengaruh apa-apa. Namun untuk Tiat Tauw Kie justeru lain, dia memiliki Iwekang ynng masih belum sempurna seperti gurunya maupun Ngo Ok, karenanya mendengar suara “tingg” yang berulang kali seperti itu membuat hati Tiat Tauw Kie jadi tergoncang hebat sekali. Mukanya kontan menjadi pucat dan tubuhnya tergetar.

Menyaksikan keadaan muridnya yang nomor tiga itu, Ban Hun Shia cepat2 melompat ke sampingnya.

“Cepat duduk bersila” teriak Hun Shia.

Tiat Tauw Kie menuruti perintah gurunya dia telah duduk bersila.

Sedangkan Sam Ok sibuk menotok beberapa jalan darah ditubuh Tiat Tauw Kie, yaitu pada jalan darah Sung-kie- hiat, Tay-cong hiat dan Tay-tian-hiat. Dengan ditotoknya jalan  darah  tersebut,  maka  perasaan  Tiat  Tauw  Kie jadi tenang kembali, dan diapun dapat segera berdiri kembali tanpa terpengaruh oleh suara “ting” yang aneh tersebut.

Suara “ting” itu terdengar semakin dekat dan jelas, sampat akhirnya tampak sesosok tubuh tengah melesat cepat sekali menghampiri Sam Ok dan Ngo Ok. Begitu cepatnya orang tersebut berlari, sehingga dia tidak bisa dilihat dengan jelas, hanya, merupakan gumpalan warna merah belaka, mungkin orang itu mengenakan warna merah dan telah tiba dihadapan Sam Ok dan Ngo Ok dengan segera.

“Toako!” berseru Sam Ok dan Ngo Ok hampir berbareng.

Orang yang baru datang itu seorang kakek tua  yang aneh sekali keadaannya. Tubuhnya tinggi kurus seperti galah, tapi punggungnya, melengkung dalam sekali, bungkuk sangat, dan dia berdiri dengan sikap seperti juga gaetan, dimana kepalanya membungkuk kedepan, tapi sepasang kakinya tegap. Usianya mungkin telah delapan puluh tahun, memelihara kumis dan jenggot yang cukup panjang telah berwarna putih, dia mengenakan jubah panjang warna merah.

“Kalian berdua berkumpul di Siong San hanya untuk urusan Tat Mo Cauwsu Dan aku datang kemaripun antuk urusan pendeta India itu” kata Toa Ok dengan suara yang nyaring, seperti juga suara kaleng yang di ketuk-ketuk, nyaring dan memekakkan telinga, suaranya itu tidak wajar, sember, namun melengking, menunjukkan lwekangnya telah pada tingkat yang sempurna.

“Benar” mengangguk Sam Ok segera. “Memang aku yang terlebih dulu mencari Tat Mo Cauwsu, karena aku tidak dapat menerimanya dia bergelar Guru Besar Bukankah  didalam  rimba  persilatan  kita  berlima  sebagai Datuk Persilatan yang menguasainya, dan sekarang dia muncul di Tionggoan dengan memakai gelar Guru Besar, dengan sendirinya tidak dapat aku menerimanya begitu saja”

“Benar Sam-te, kau merasa bahwa kau yang datang terlebih dulu kemari, tetapi sesungguhnya apa yang kau lakukan selalu diawasi olehku, maka aku mengetahui dengan jelas bagaimana dalam beberapa jurus saja kau telah dirubuhkan pendeta itu dengan caranya yang luar biasa dan aneh sekali. Hemmm, aku juga telah menyaksikan pendeta India itu mungkin berada diatas kepandaianku sendiri”

Mendengar perkataan Toa Ok seperti itu, Ngo Ok jadi bimbang hatinya. Tidak mungkin Toa Ok yang biasanya angkuh, akan berdusta bahwa dirinya tidak dapat menandingi pendeta itu. Karena biasanya Toa Ok merupakan seorang yang tidak pernah mau mengalah. Karena dari itu, kini Ngo Ok mau mempercayai apa yang pernah dikatakan oleh Sam Ok, bahwa kepandaian Tat Mo Cauwsu memang sangat tinggi.

“Ngo-te” kata Toa Ok lagi. “Jika memang kau tidak ingin menerima bencana, lebih baik kau menunda maksudmu untuk menemui Tat Mo Cauwsu”

Toa Ok dengan suara yang nyaring telah meneruskan lagi perkataannya: “Kau tentu tidak memandang rendah Toa-komu ini, bukan? Tentunya kaupun tidak merasa bahwa kepandaianmu lebih tinggi dan berada diatas kepandaianku, bukan?”

Ngo Ok mengangguk. “Tentu saja mana aku berani memandang rendah pada Toako?” sahutnya.

“Jika demikian, kau lebih baik batalkan diilu, tundalah maksudmu untuk mengukur ilmu dengan Tat Mo Cauwsu, karena aku telah melihatnya, hanya dalam beberapa jurus saja Sam-te telah dibuat begitu rupa, tidak berdaya sama sekali. Waktu itu. jika memang Tat Mo Cauwsuu ingin menurunkan tangan kematian padanya, tentu dengan mudah dia bisa melakukannya Hemm, aku yang menyaksikan kepandaiannya itu juga telah memperoleh kenyataan, jika memang aku yang menggantikan kedudukan Sam-te, mengukur ilmu dengannya, tentu akupun akan dirubuhkan sama mudahnya seperti yang dialami Sam-te”

“Apakah Tat Mo Cauwsuu benar-benar begitu liehay?” tanya Ngo Ok masih ragu-ragu.

“Toakomu tidak mungkin berdusta” kata Toa Ok. “Tapi aku telah memikirkan satu daya untuk menyingkirkan pendeta India itu dengan jalan yang sebaik mungkin. Jika memang kita berlima, yaitu kelima Datuk Persilatan bisa berkumpul dan mengadakan kerja sama yang baik, walaupun bagaimana liehaynya Tat Mo Cauwsu, pasti kita bisa membereskannya”

“Jadi maksud Toako?”

“Kita menunda dulu maksud untuk mengukur ilmu dengan pendeta India itu, kita pergi mencari Su Ok dan Jie Ok, dan jika mereka telah berkumpul bersama kita, berlima kita pergi menemui Tat Mo Cauwsu. Tentu waktu itu kita tidak perlu jeri lagi, dimain kita pasti akan dapat menghadapinya dengan sebaik mungkin”

Mendengar perkataan Ok yang tertua itu Ngo Ok tampaknya jadi ragu-ragu. Dia berdiam diri sejenak, sampai akhirnya dia mengangguk juga. “Jika memang Toako yang berpendapat begitu yang paling baik, maka aku hanya me- nuruti saja” kata Ngo Ok kemudian “Kemana kita harus mencari Jie dan Su Ok?” “Itu urusan yang mudah Yang penting harus terdapat kekompakan diantara kita. Jika tidak, tentu pamor kita akan runtuh. Jika kita maju menghadapi pendeta India itu seorang demi seorang, tidak ada seoraagpun diantara kita yang akan sanggup menghadapinya. Berbeda jika sekaligus kita berlima maju serentak, untuk menghadapi pendeta India itu, tentu kita bisa menghadapi sebaik mungkin, dan tidak mungkin Tat Mo Cauwsu bisa merubuhkan kita. Dengan demikian kita bisa mempertahankan terus pamor Lima Datuk persilatan. Jika sampai kita rubuh seorang demi seorang di tangan Pendeta India, itu lebih parah dan memalukan lagi, nama besar kita yang telah kita bina selama puluhan tahun, akan hancur dalam waktu tidak sampai satu hari saja”

Ngo Ok tambah bimbang. Dia mengenal dengan baik siapa adanya Toa Ok, dan sekarang Toa Ok bisa berkata seperti itu, tentu Tat Mo Cauwsu benar2 tangguh dan memiliki kepandaian yang hebat sekali. Karenanya Ngo Ok juga tidak bersikeras dengan keinginannya untuk menyatroni Siauw Lim Sie.

“Baiklah” katanya kemudian. “Jika memang Toako berpendapat begitu, aku akan bersabar untuk melihat berapa tinggi kepandaian Tat Mo Cauwsu. Aku akan bersabar sampai Jie Ok dan Su Ok telah berkumpul juga”'

Begitulah, mereka telah merundingkan segalanya ditempat itu, dan akhirnya mereka telah berangkat meninggalkan Siong San, untuk mencari Jie Ok dan Su Ok, untuk mengajak mereka bergabung dalam menghadapi Tat Mo Cauwsu....

--oodwoo- DI LUAR kota Ban-ciu, disebuah lapangan rumput, dimana rumput2nya tumbuh tidak begitu tinggi, namun hijau segar menunjukkan rumput-rumput itu tumbuh cukup subur, tampak seorang penunggang kuda yang tengah me- larikan kuda tunggangannya menjauhi kota Ban-ciu, rupanya memang dia baru saja meninggalkan kota tersebut.

Kuda orang itu berbulu putih bercampur sedikit warna coklat di dekat bagian perut dan ekornya, dan kuda itu memang berlari sangat pesat, tampaknya merupakan kuda pilihan karena dengan tubuhnya yang tinggi besar, kuda tersebut mungkin berasal dari Mongolia.

Penunggang kuda putih tersebut juga sebentar telah menghentak tali kendali kudanya, rupanya dia menghendaki binatang tunggangannya itu berlari lebih cepat lagi. Dialah seorang pemuda berusia dua puluh tahun lebih, wajahnya putih tampan, dengan rambut yang diikat dalam bentuk konde dibungkus dengan kain sutera warna putih, bajunya yang merupakan baju panjang, berwarna putih. Dilihat sekilas, dia seperti seorang pelajar yang lemah. Namun jika diperhatikan cara dia menunggangi kudanya itu, dimana biarpun kuda tunggangannya berlari begitu cepat, tubuhnya sama sekali tidak terguncang, dialah seorang pemuda yang memiliki kepandaian tinggi.

Dan yang luar biasa lagi, justru baju putihnya itu agak aneh. Dibeberapa tempat dan bagian dari baju itu sendiri, ditambal dengan beberapa potong bahan cita lain yang berwarna-warni. Keadaan ini yang menarik hati. Setiap orang yang melihat pemuda itu tentu tidak akan menyangka bahwa pemuda itu adalah seorang pengemis. Pakaiannya yang memang bersih dan juga cara berpakaiannya yang rapi dan rambutnya yang tersisir baik licin  mengkilap, disamping wajahnya yang putih bersih dan tampan itu. Namun  tambalan-tambalan  dijubah  putihnya  itu memang memperlihatkan dia menyerupai seorang pengemis. Atau setidak-tidaknya dialah seorang pelajar yang melarat. Mungkin jubah putihnya itu telah robek dan dia menambalnya dengan mempergunakan potongan kain lain, karena dia tidak memiliki uang untuk membeli jubah yang baru.

Keseluruhannya pemuda itu gagah sekali, dan kudanya masih mencongklang terus.

Ketika dia hampir tiba diujung padang rumput tersebut, pemuda yang pakaiannya penuh tambalan itu telah menghentikan lari kudanya. Dia mengawasi sekelilingnya, mempergunakan tangannya menghapus keringat dikening dan mukanya. Diapun mengeluh. “Entah masih berapa jauh jarak perjalanan yang harus kutempuh agar secepatnya dapat tiba di Siong San”

Lalu pemuda ini menghela napas lagi, dia menjalankan kudanya perlahan-lahan. Tiba-tiba matanya tertarik melihat sesuatu. Dia mengawasi ke arah depannya, dilihatnya dua titik hitam yang tengah mendatangi, setelah lebih dekat, itulah dua ekor kuda yang masing2 berbulu hitam, yang berlari disebelah depan dan seekor kuda berbulu coklat tua yang mengejar dibelakang. Rupanya kedua penunggang kuda itu tengah saling mengejar.

Kuda hitam itu berusaha lari sekuat tenaganya, karena penunggangnya berulang kali mencambuknya, membuat kuda hitam itu sibuk menggerakkan keempat kakinya guna mencongklang lebih kuat lagi. Namun kuda berbulu coklat tua di belakangnya juga mengejarnya dengan cepat sekali. Jarak mereka berdua tidak terpisah terlalu jauh.

Yang menarik perhatian sipemuda, justru penunggang kuda berbulu hitam itu adalah seorang gadis, yang mungkin baru   berusia   tujuh   atau   delapan   belas   tahun.   Dan dibelakangnya itu adalah seorang laki2 berkumis tebal dan bermuka bengis. Kuda coklatnya telah dilarikan dengan cepat untuk menyusul si gadis itu.

Akhirnya, rupanya kuda berbulu coklat itu memang lebih cepat larinya, si gadis terkejar. Waktu akan melewati kuda hitam itu, laki2 bermuka bengis tersebut telah mengulurkan tangan kirinya, maksudnya ingin mencengkeram orang buruannya.

Namun gadis diatas kuda berbulu hitam itu tidak berdiam diri, dia menyampok dengan tangan kanannya. Gerakannya gesit sekali, memperlihatkan bahwa dia memiliki kepandaian silat yang tidak rendah. Tangan lelaki bermuka bengis itu batal mencengkeram, dia menarik dan kemudian menyusuli dengan hantamannya lagi, yang mengenai telak sekali pundak si gadis, karena gadis itu tidak dapat menghindarkan diri, terdengar jeritannya, tubuhnya terpental dan jatuh bergulingan di atas rumput. Kuda hitamnya berlari lagi beberapa tombak, kemudian berhenti, mungkin mengetahui majikannya telah terpental dari pung- gungnya.

Laki2 tersebut tertawa keras dan bengis, diapun menahan lari kudanya, kemudian melompat turun dari punggung kudanya, sambil terus tertawa dia menghampiri gadis itu.

Si gadis yang berwajah sangat cantik, begitu terlempat jatuh dari punggung kudanya, telah melompat berdiri, tangan kanannya mencabut pedang, dengan meringis menahan sakit karena pundaknya tadi terhantam sampokan tangan laki-laki bermuka bengis itu. Dia bersiap-siap untuk memberikan perlawanan. “Lepaskan pedangmu” bentak laki laki bermuka bengis itu. “Kau ikut denganku secara baik2, sehingga kau tidak menerima perlakuan yang tidak baik”

Gadis itu memperdengarkan suara tertawa mengejek: “Aku lebih baik membuang jiwa di sini, tidak nantinya aku akan ikut bersamamu”

Sambil berkata begitu, dia mengibaskan pedangnya, sehingga terdengar suara “Ngungg” yang nyaring sekali.

Laki2 bermuka bengis itu tertawa keras, katanya mengejek seperti juga tidak memandang sebelah mata pada gadis itu: “Nona kau jangan mencari susah untuk dirimu sendiri. Kukatakan terus terang, ilrnu pedangmu tidak berarti sedikit apa-apa buatku, Sam Tu Song.Ccepat sarungkan lagi pedangmu itu, mari ikut secara baik2 bersamaku”

Si gadis rupanya tidak bisa menahan sabar lagi, sambil menggigit bibirnya, dia telah menerjang dengan menggerakkan pedangnya, dia menikam.

Gerakan si gadis sebenarnya cukup gesit dan cepat, namun tikamannya itu mengenai tempat kosong, karena laki2 bermuka bengis itu, Sam Tu Song, telah berkelit ke samping kanan. Gerakannya gesit dan tenaga pada telapak tangannya sangat besar, karena waktu pedang menikam tempat kosong, cepat sekali dia menyampok, dan angin sampokan tangannya itu telah membuat pedang si gadis miring kesamping.

Pemuda berkuda putih, yang sejak tadi hanya mengawasi saja kejadian itu, segera mengerti duduk persoalannya. Mungkin juga laki-laki bermuka bengis itu ingin mengganggu si gadis, dan si gadis memberikan perlawanan. Namun pemuda berpakaian tambalan itu, te- lah  mengerutkan  sepasang  alisnya.  Dia  berpikir:  “Ilmu pedang si gadis sebenarnya merupakan Kiam-hoat yang sangat hebat, karena jurus-jurus ilmu pedangnya itu tampak baik dan memiliki banyak keluar biasaannya, namun gadis ini mempergunakan Kiam-hoatnya kurang mahir, dia rupanya kurang latihan. sedangkan Iaki2 yang menjadi lawannya itu tampaknya memiliki kepandaian tidak rendah. Siapakah mereka, mengapa sampai terjadi bentrokan seperti ini?”

Disaat pemuda berjubah putih penuh tambalan itu tengah berpikir seperti itu, justeru Sam Tu Song telah membentak sambil menggerakkan kedua tangannya dengan beruntun, dia menyerang dengan ber-tubi2. Walaupun dia tangan kosong dan si gadis mencekal pedang, kenyataannya Sarn Tu Song dapat mendesak gadis itu, karena setiap kali dia menggerakkan tangannya, dari telapak tangannya itu mengeluarkan angin pukulan yang kuat sekali, memaksa si gadis berkelit kesana kemari menghindarkan diri

Pedang di tangan si gadispun tak bisa berbuat banyak, setiap kali dia menabas atau menikam, selalu dia gagal. Karena tikamannya atau tabasannya, selalu mengenai tempat kosong, laki-laki she Sam itu dapat menghindarkannya.

Setelah beberapa jurus, si gadis lebih terdesak lagi. Malah ketika Sam Tu Song membentak, pedang si gadis telah dapat dirampasnya dan pedang itu dilemparkannya jauh2.

Gadis tersebut mengeluarkan seruan kaget mukanya berubah pucat dan ia meloncat mundur sampai beberapa tombak, tampaknya dia ingin melarikan diri.

Tapi Sam Tu Song sambil tertawa mengejek telah berkata dengan bengis ”Jika aku niat mencelakaimu, tentu sama  mudahnya  seperti  aku  mau  membalikkan  telapak tanganku” Sambil berkata begitu, dia melangkah meng- hampiri lebih dekat pada si gadis, katanya lagi “Mari, mari mari kau ikut bersamaku secara baik2, dan kau jangan mempersulit dirimu sendiri”

Gadis itu karena takut dan berkuatir  diganggu lawannya, rupanya jadi nekad. Dengan disertai suara bentakan yang nyaring, dia menerjang sambil menggerakkan kedua tangannya gerakannya itu sangat cepat, dalam keadaan nekad dia tidak memperdulikan keselamatan dirinya, dia menggerakkan sepasang  tangannya menyerang dengan serentak, mengincar dada dan pundak lawan.

Namun Sam Tu Song sama sekali tidak ber kelit. Dia menantikan sampai kedua tangan si gadis telah dekat, baru dia mengulurkan kedua tangannya, tahu2 dia telah mencekal tangan si gadis, kedua pergelangan tangan gadis itu dicekalnya dan si gadis tidak bisa bergerak pula, diapun gagal menarik pulang tangannya, meronta untuk melepaskan cekalan itu.

Si gadis sambil menangis sambil mengeluarkan makian, dia telah gerakkan kedua kakinya saling bergantian menendang. Namun Sam Tu Song tetap mencekal kedua pergelangan tangan si gadis, dia hanya berkelit kesana kemari dengan gerakan yang sangat gesit, sekali, sehingga dia dapat menghindari tendangan itu. Malah dengan menekuk sikut tangannya, dia menyikut dekat dada si gadis, seketika jalan darah Sung-tai-hiat si gadis telah tertotok, membuat tenaga si gadis lenyap, dan dia terkulai tak dapat berdiri lagi dengan tetap, seperti juga roboh ke dalam pelukan Sam Tu Song

Si gadis mengeluh perlahan, diapun memaki dengan kalang kabut, karena gadis itu menyadari bahwa dirinya kini telah terjatuh ke dalam tangan lawannya, terlebih lagi dia dalam keadaan tertotok seperti itu. Dengan demikian jelas dia tidak bisa meloloskan diri lagi dari Sam Tu Song.

-oodwoo-
DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar