Pertemuan di Kotaraja Bab 21 : Menangkap malah ditangkap

21. Menangkap malah ditangkap.

'Cap-ji-pa-to' (dua belas bilah golok) sudah membunuh piausu yang kedelapan, kini tersisa dua orang piausu yang masih melawan dengan gigih dan mati-matian.

Tapi sayang, biarpun perlawanan dilakukan dengan gigih, mereka tak mampu bertahan lama, kalau sepuluh orang piausu yang turun tangan bersama saja ada delapan orang di antaranya telah tewas, mana mungkin bagi dua orang yang tersisa untuk bertarung lebih jauh? Namun demi keselamatan nyawa sendiri, terpaksa kedua orang piausu yang tersisa itu tetap melakukan perlawanan dengan gigih.

Bila berjumpa 'Cap-ji-pa-to' sedang membegal barang kawalan, maka jangan harap mereka bisa melindungi barang ka-walannya, bisa menyelamatkan nyawa sendiri sudah merupakan hasil yang luar biasa.

Ketika 'Cap-ji-pa-to' sedang membegal barang kawalan, dia tak pernah membiarkan korbannya lolos dalam keadaan hidup.

'Cap-ji-pa-to' bukan terdiri dari dua belas orang jago yang menggunakan golok, melainkan hanya satu orang, satu orang dengan sebilah golok yang mampu melakukan serangan bagaikan dua belas bilah golok yang menyerang bersama.

Setiap kali melancarkan satu jurus serangan berarti ada dua belas gerak serangan yang dilakukan, dua jurus berarti dua puluh empat gerakan dan tiga jurus berarti tiga puluh enam gerakan, sedemikian tersohornya gerak serangan itu hingga orang tak tahu siapa nama sesungguhnya.

'Cap-ji-pa-to' adalah perampok keji dan telengas, para pengawal barang di wilayah Soat-say paling pusing bila bertemu dengannya, namun mereka pun tak sanggup berbuat apa-apa.

Bila seorang mampu menggunakan dua belas bilah golok, manusia semacam ini memang tidak mudah untuk dikalahkan.

Kini 'Cap-ji-pa-to' mulai memperketat serangan goloknya, kembali lengan seorang piausu kena dibabat kutung, menyusul lengan, bahu, leher, tengkuk, dada dan telinga masing-masing kena sekali babat, setelah itu kaki, betis, pinggul, lambung dan punggungnya termakan juga oleh sabetan golok.

Kemudian tubuh piausu itu bagaikan sebuah boneka kayu yang dikutungi setiap bagian badannya roboh tercerai-berai di atas tanah, mati dengan potongan badan yang berhamburan

....

Biasanya korban yang tewas termakan babatan golok 'Capji-pa-to' selalu mati bukan lantaran sebuah bacokan saja, paling tidak di atas tubuhnya akan ditemukan dua belas buah luka bacokan, oleh sebab itulah tak pernah ada korban yang berhasil lolos dalam keadaan hidup, tapi setiap orang tahu kematian itu merupakan hasil perbuatannya. Piausu terakhir mulai ketakutan setengah mati, wajahnya pucat-pias dan tangan gemetar keras, demikian keras dia gemetar sampai ruyung emasnya pun nyaris tak tergenggam kuat, dia berbisik mohon belas kasihan, "Am ... ampuni aku

"Enak benar kau omong... mana ada kemurahan macam begitu?!" jengek 'Cap-ji-pa-to' sambil tertawa sinis.

Sorot mata piausu itu membeku, setelah tertegun sesaat, akhirnya sambil mengertak gigi ia menerjang maju lagi ke depan sambil berteriak, "Kalau begitu aku akan mengadu nyawa denganmu!"

'Cap-ji-pa-to' tertawa dingin, ia miringkan badannya membiarkan babatan ruyung itu lewat, seperti seekor kucing yang berhasil menangkap seekor tikus, sebelum membunuh korbannya paling suka mempermainkan mangsanya.

Untuk kedua kalinya piausu itu menerjang datang, sekali lagi 'Cap-ji-pa-to' miringkan badan menghindar, kali ini 'Cap-jipa-to' sudah melihat jelas dimana titik kelemahan piausu itu, dia memang tak pernah mau melepaskan begitu saja setiap titik kelemahan yang muncul di tubuh lawan.

Pada saat itulah mendadak terdengar seorang mendengus dingin, suara itu seolah datang dari sisi kirinya.

'Cap-ji-pa-to' terkesiap, segera ia menangkap firasat jelek, seolah merasa bahwa dirinya pun bakal mampus jika bacokan golok itu dilanjutkan.

Sambil membalikkan badan, lekas dia mundur dari arena pertarungan dan berpaling ke arah asal suara itu, di samping kirinya tak ada orang, dia hanya melihat ada seorang pemuda yang tinggi tegak bagaikan sebatang tombak sedang berjalan menghampiri dari arah depan.

Sekali lagi 'Cap-ji-pa-to' merasa hatinya tercekat, orang itu masih berada sangat jauh dari hadapannya namun suara dengusannya justru muncul seakan berada di samping tubuhnya, begitu sempurna tenaga dalam yang dimiliki orang itu dan yang pasti dia tidak memiliki kemampuan sehebat itu.

Ketika melihat 'Cap-ji-pa-to' mundur dari arena pertarungan, kembali piausu itu tertegun, dia mengira pihak musuh sedang mempermainkan dirinya, sambil membentak gusar, sekali lagi dia menerjang ke depan.

"Si-piauthau, kau ingin mampus?" mendadak pemuda itu menegur dengan suara sedingin es.

Si-piausu tertegun, dia memang tidak kenal siapa pemuda itu, sembari menarik kembali ruyungnya dia berseru cerna;., "Saudara cilik, cepat kabur, orang itu kejam dan tak kenal ampun, dia bisa menghabisi nyawamu

Pemuda itu tidak menjawab, sorot matanya tiba-tiba dialihkan ke wajah 'Cap-ji-pa-to', sorot mata yang lebih tajam d.iri sembilu.

'Cap-ji-pa-to' merasa bergidik, tiba-tiba ia menangkap adanya sebilah pedang tipis tapi tajam melilit di pinggang lawan, belum lagi pedangnya dilolos, dia sudah merasa hawa membunuh yang mengerikan, tiba-tiba 'Cap-ji-pa-to' teringat seorang, seketika paras mukanya berubah jadi pucat-pasi.

"Jadi kau adalah 'Cap-ji-pa-to' dua belas bilah golok?" pemuda itu menegur dengan suara dingin membeku.

Tanpa sadar 'Cap-ji-pa-to' mengangguk.

"Aku adalah si Darah dingin!" kembali pemuda itu berkata.

Begitu nama itu diucapkan, piausu she Si itu segera berdiri terbelalak dengan mulut melongo, tak sepatah kata pun sanggup diucapkan.

Sementara 'Cap-ji-pa-to' segera menarik kembali sorot matanya yang tajam, sambil meraung keras mendadak goloknya diayunkan ke depan, langsung membacok batok kepala Darah dingin.

Luar biasa hebatnya bacokan golok itu, baru menyambar sampai tengah jalan, satu bacokan telah berubah jadi dua belas babatan, sebuah ancaman mengerikan yang hakikatnya sulit untuk dihindari.

Jurus serangan ini merupakan jurus andalannya, kalau bukan sedang terancam jiwanya, 'Cap-ji-pa-to' tak pernah mempergunakannya.

Darah dingin tidak menghindar, bukan berkelit dia malah menyongsong maju ke depan. Ketika 'Cap-ji-pa-to' belum selesai melancarkan bacokannya yang pertama, cahaya tajam telah berkilauan dari tangan si Darah dingin, sebuah tusukan pedang telah meluncur ke depan langsung menusuk tenggorokan 'Cap-ji-pa-to'.

Setelah itu dia mundur kembali ke belakang, ketika tubuhnya kembali berdiri tegak, pedangnya telah disarungkan pula di pinggangnya.

Pada saat itulah bacokan pertama 'Cap-ji-pa-to' selesai dilancarkan, selesai dengan satu bacokan disusul dengan bacokan berikut, total dia telah melepaskan dua belas kali bacokan golok sebelum akhirnya kehabisan tenaga, menyusul menyemburlah darah segar dari tenggorokannya, 'Cap-ji-pa-to' roboh terkapar ke atas tanah.

Ternyata 'Cap-ji-pa-to' si dua belas bilah golok tak mampu bertahan terhadap satu tusukan pedang tanpa sarung. Sebuah serangan pedang yang sangat cepat.

Darah dingin, siapakah Darah dingin?

Darah dingin adalah salah seorang anggota Empat opas kenamaan, opas tersohor yang bekerja di bawah perintah Cukat-sianseng, dia menempati urutan keempat.

0oo0

Si Pengejar nyawa tidak mengejar perempuan, yang dia kejar adalah nyawa orang lain, terutama nyawa orang-orang yang pantas mati.

Saat ini dia telah melakukan pengejaran selama tiga hari, konon pihak lawan pernah membeli perahu untuk kabur keluar samudra, mendaki bukit paling terjal, menerobos gua paling dalam dan sekarang mulai memasuki lembah bukit itu, tapi dia selalu membuntutinya, mengejarnya terus dengan ketat.

Darah dingin menang karena pandai menahan diri, punya jiwa nekat dan cepat dalam serangan pedangnya, sementara si Pengejar nyawa ampuh karena sepasang kakinya, kemampuannya minum arak serta kesabarannya melacak jejak lawan.

Tak pernah ada orang yang bisa lolos dari pelacakannya. Tapi sekarang dia telah kehilangan jejak lawan, mendadak orang itu hilang lenyap di tengah lembah bukit itu.

Pengejar nyawa berhenti di tengah lembah bukit, mengawasi sembilan batang pohon yang tumbuh di hadapannya, mengawasi batu karang, semak ilalang, mendadak ia merasa bukan sedang mengejar lawan, orang lainlah yang sedang mengejar dirinya.

Orang yang mengejarnya bukan hanya terdiri dari satu orang ... dua ... tiga ... empat ... paling tidak ada empat orang yang sedang menguntitnya. Tapi dimanakah keempat orang itu menyembunyikan diri?

Pada saat itulah dari balik batu karang, dari atas pepohonan mendadak meluncur empat buah bola besi yang sangat besar, muncul dari empat penjuru dan menyerangnya secara bersama.

Seketika itu juga si Pengejar nyawa berubah jadi sasaran serangan, diserang dari empat penjuru pada saat bersamaan, dia tak bisa maju, tidak dapat mundur, juga tak bisa berkelit ke samping kiri atau kanan, apalagi bola-bola besi itu berat, besar dan bertenaga dahsyat, mustahil bagi si Pengejar nyawa untuk menyambut datangnya ancaman dengan tangan kosong.

Sementara dia masih sangsi, serangan bola besi telah menyambar tiba.

Tiba-tiba si Pengejar nyawa ingin tidur, ia benar-benar tidur, tidur telentang di atas tanah.

Keempat buah bola besi itu menyambar lewat persis di atas kepalanya bahkan saling bertumbukan dengan menimbulkan suara keras, kemudian terguling ke samping dan menggelinding ke belakang batu karang.

Baru saja dua orang yang berada di belakang batu cadas siap menarik kembali senjatanya, bayangan hitam telah muncul di depan mata, mereka tak sempat lagi menarik bola besinya karena ada dua buah kaki sudah melayang tiba.

Bayangan kedua belah kaki itu membesar dalam waktu singkat dan tahu-tahu sudah tiba di depan mata, mereka tak sempat lagi menghindar karena awan hitam mendadak menyelimuti seluruh pandangan mereka.

Dua tendangan maut yang dilancarkan si Pengejar nyawa telah mendarat secara telak di batang hidung mereka.

Di pihak lain, dua orang yang bersembunyi di atas pohon juga mulai menarik kembali bola besinya, tapi bagaikan seekor burung raksasa si pengejar nyawa melambung ke udara dan menerjang ke atas pohon.

"Wes, wes!", dua bola besi meluncur lagi ke udara dengan membawa deru angin yang keras.

Berada di tengah udara, kembali si Pengejar nyawa melepaskan dua kali tendangan berantai.

Apakah dia hendak menggunakan darah dagingnya untuk menghadang terjangan bola-bola besi itu? Tentu saja tidak!

Rupanya dua tendangan maut itu persis menghajar di atas rantai pengikat bola besi itu, begitu terhajar, rangkaian rantai itu segera patah jadi dua, bola besi itupun langsung rontok ke tanah tanpa tenaga.

Mendadak si Pengejar nyawa mementang mulutnya dan menyemburkan segumpal arak ke depan.

Suara gemerutuk bergema dari balik pepohonan itu, menyusul kemudian rampak benda hitam terjatuh ke bawah, dua sosok manusia roboh ke tanah dari pohon.

Ketika roboh telentang di tanah, raut wajah mereka sudah dipenuhi dengan luka besar yang mengucurkan darah.

, Sambil bersandar di atas sebatang pohon, si Pengejar nyawa mulai berpikir, Heng-san-su-thiat-jiu (empat bola besi dari Heng-san) berhasil dirobohkan, tapi kemana perginya Toan-jong-to (golok pemutus usus) Si Ko yang sedang menguntitnya?

Pada saat itulah dahan pohon tempat ia bersandar mendadak terbelah dua, sebilah golok membacok dengan kecepatan luar biasa.

Padahal waktu itu punggung si Pengejar nyawa sedang bersandar di pohon itu, bukan saja bacokan golok itu mampu memotong ususnya, bahkan dapat pula mencabik nyawanya. Tapi sayang sebelum serangannya berhasil melukai lawan, sebuah tendangan maut yang dilontarkan si Pengejar .nyawa sudah mematahkan pinggangnya lebih dahulu.

Baru saja goloknya dihujamkan ke depan, benda apapun sudah tak terlihat lagi olehnya, dia hanya sempat melihat si Pengejar nyawa menggerakkan kaki, tahu-tahu tulang pinggangnya sudah terhajar patah.

Pandangan matanya segera berubah jadi hitam gelap, tubuhnya roboh terjungkal ke tanah, dengan sendirinya tusukan goloknya pun gagal mengenai sasaran.

Sampai menjelang ajal, dia masih tak habis mengerti, padahal si Pengejar nyawa berada persis di hadapannya, bagaimana mungkin tendangan mautnya bisa menghantam pinggang bagian belakang.

Hanya satu orang yang bisa menggunakan tendangan kaki sebagai sebuah senjata mematikan, senjata yang bisa digunakan secara lunak maupun keras.

Tapi sayang ia belum pernah mendengar tentang hal ini, bahkan sebelum sempat mendengar, ia sudah menyaksikan, bukan hanya menyaksikan malah sudah merasakan kehebatannya.

Dia sudah telanjur menerima tiga ribu tahil perak sebagai ongkos pembunuhan, bila tahu si Pengejar nyawa memiliki tendangan sehebat itu, biar diberi tambahan tiga ribu tahil perak lagi juga tak nanti dia mau bersembunyi di balik pohon sembari melancarkan bokongan.

Siapakah si Pengejar nyawa? Dialah Pengejar nyawa!

Pengejar nyawa merupakan salah seorang di antara emat opas kenamaan di bawah bimbingan Cukat-sianseng, dia menempati urutan ketiga.

0oo0

Si Ko mempunyai seorang kakak lelaki yang bernama Si Kojin, Si Ko-jin memang benar-benar memiliki kepandaian melampuai siapapun (Ko-jin), cukup bicara tentang kemampuan ilmu silatnya, konon kehebatannya sudah mencapai lima kali lipat dibandingkan kemampuan adiknya.

Apalagi dia memiliki tiga buah barang mestika warisan keluarga, seekor ular berbisa yang seluruh badannya tumbuh duri, sebuah sarung tangan yang tak mempan terhadap berbagai racun dan bisa jahat, serta sebuah gunting tajam yang mampu memotong emas dan menghancurkan bebatuan.

Dengan menggembol tiga macam senjata itulah dia berangkat mencari si Pengejar nyawa, dia ingin membalaskan dendam bagi kematian adiknya.

Dengan wataknya, tentu saja dia tak akan pergi menuntut balas begitu saja, ketika malam tiba, dia melompat naik ke atap rumah dan menyelinap ke atas kamar yang dihuni musuhnya.

Rencananya, mula-mula dia akan melepas ular beracunnya agar mematuk si Pengejar nyawa, kemudian menggunakan sarung tangan anti racun untuk meracuninya sampai roboh, setelah itu batok kepala si Pengejar nyawa baru digunting dengan menggunakan gunting penghancur emasnya.

Sepak terjang si Pengejar nyawa memang susah diramalkan, jejaknya tidak gampang dilacak, dia harus membuang banyak tenaga dan pikiran sebelum berhasil mengetahui kabar beritanya, dia mendapat tahu, dalam tugasnya menangkap seorang Jay-hoa-cat (penjahat pemetik bunga) Ou Giok-tiap bersama dua orang rekannya, malam ini mereka akan menginap di rumah penginapan Ui-hok.

Itulah sebabnya Si Ko-jin pun menyelinap ke atas atap rumah penginapan itu, dia sudah bertekad hendak membunuh musuh besarnya itu.

Tengah malam buta, ketika tiba di atas atap rumah penginapan Ui-hok, terlihat olehnya seorang lelaki setengah umur berdiri di sana.

Sambil tertawa, lelaki setengah umur itu bertanya kepadanya, mau mencari siapa?

Si Ko-jin sangat heran melihat ada orang berpakaian ketat menyatroni rumah penginapan di malam buta, orang itu seakan menganggapnya sebagai kejadian yang lumrah, selumrah bertemu orang yang berlalu-lalang di siang hari bolong.

Yang lebih mengherankan lagi adalah di tengah malam buta begini, ternyata orang itupun berada di atap rumah, dia seolah menganggap atap rumah bukan sebagai atap melainkan sebagai pembaringannya.

Terlepas tempat itu sebuah pembaringan atau bukan, Si Ko-jin sudah tak sanggup menahan diri lagi, siapa berani

menghalangi jalan perginya, dia harus mati. Sebuah sodokan tinju langsung dilontarkan.

Orang itu justru menjulurkan tangan untuk berjabat tangan.

Si Ko-jin tak sempat melihat jelas bagaimana orang itu menggerakkan tangannya, dia hanya melihat tangan itu diulur ke muka, angin pukulan yang dia lontarkan segera punah, malah tangannya tahu-tahu sudah dijabat orang itu.

Tak terlukiskan rasa kaget Si Ko-jin menghadapi kejadian ini, lekas guntingnya menyapu ke depan mengancam tangan lawan.

Ketika gunting itu dengan telak menggunting di atas tangan lawan, terdengar suara "Krak!", Si Ko-jin sangat girang, dia mengira lengan lawan pasti berhasil dikuningi.

Siapa tahu orang itu tetap berdiri sambil tersenyum, bukan lengan musuh yang kutung, justru mata gunting yang gumpil.

Kini Si Ko-jin benar-benar amat terperanjat, tanpa pikir panjang dia lontarkan ular berbisanya ke tubuh lawan.

Ular ini bersisik duri, bukan saja sangat beracun, durinya pun tajam melebihi sembilu, jangankan orang lain terlilit olehnya, bahkan dia sendiri pun baru berani melemparkan ular berbisa itu jika mengenakan sarung tangan.

Lagi-lagi orang itu menyambar datangnya ular berbisa itu dengan tangan telanjang.

Si Ko-jin kegirangan setengah mati, perkiraannya pihak lawan pasti akan celaka kali ini, siapa tahu orang itu masih tetap mengawasinya sambil tertawa, bukan saja dia tidak terluka, ular berbisa itu sebaliknya malah sudah mati digencet.

Sekarang Si Ko-jin baru benar-benar ketakutan, sambil mengenakan sarung tangan andalannya, ia berpikir, "Aku tidak percaya kalau sepasang tanganmu benar-benar terbuat dari besi baja yang amat keras."

Begitu sarung tangan sudah dikenakan, Si Ko-jin langsung melancarkan sebuah cengkeraman maut, siapa sangka orang itupun balas melancarkan sebuah cengkeraman, tak terlukiskan rasa girang Si Ko-jin, asal telapak tangan lawan tergenggam oleh sarung tangannya, racun ganas segera akan menyelinap masuk melalui telapak tangannya dan sekejap kemudian sepasang tangan lawan akan lumpuh dan tak bisa digunakan lagi.

Siapa tahu bukannya telapak tangan lawan jadi cacad dan lumpuh, suara gemerutuk tulang remuk justru timbul dari telapak tangan sendiri, entah apa yang terjadi, tahu-tahu kelima jari tangannya sudah patah semua.

Pucat kehijauan paras muka Si Ko-jin saking kagetnya, paras mukanya bukan berubah karena kesakitan melainkan karena dia mengira telah berjumpa dengan setan.

Baru saja ia membalikkan badan siap melarikan diri, terdengar orang itu telah berkata sambil tertawa, "Aku tahu siapa yang sedang kau cari."

Tanpa sadar Si Ko-jin menghentikan langkah. "Bukankah kau sedang mencari si Pengejar nyawa?"

kembali orang itu berkata sambil tertawa.

Si Ko-jin semakin sangsi, makin curiga dan tidak habis mengerti, namun dia masih juga membungkam diri.

"Bukankah kau adalah Si Ko-jin, kakak lelaki Si Ko?" kembali orang itu berkata.

"Sebenarnya siapakah kau?" akhirnya dengan memberanikan diri Si Ko-jin bertanya.

Orang itu tertawa.

"Orang memanggilku si Tangan besi," sahutnya. Siapakah si Tangan besi? Dialah si Tangan besi. Si Tangan besi terhitung jagoan nomor wahid dalam lingkungan Istana terlarang, dia adalah salah seorang anggota empat opas, opas kenamaan di bawah pimpinan Cukatsianseng, ia menempati urutan kedua.

Ou Giok-tiap mempunyai julukan 'Cap-ji-ci-jiu', jagoan yang mempunyai dua belas lengan. Bukan hanya terhadap kaum wanita dan gadis muda saja dia memiliki dua belas tangan, bahkan sewaktu melepas senjata rahasia pun dia seolah mempunyai dua belas tangan.

Setiap kali melancarkan serangan, dia bisa melepaskan dua belas macam senjata rahasia pada saat bersamaan, bahkan cepat, lambat, berat, enteng semuanya berbeda. Dia memang seorang jago berbakat alam dalam ilmu meringankan tubuh.

Sayang, dia adalah seorang Jay-hoa-cat, penjahat pemetik bunga, entah sudah berapa banyak perempuan yang mati lantaran digagahi dan diperkosa olehnya.

Kini dia sedang kabur dari kejaran, menelusuri jalan sepanjang tiga ratus li, karena dia harus menghindarkan diri dari kejaran si Pencabut nyawa.

Di saat si Tangan besi menghancurkan tangan Si Ko-jin, pada saat yang bersamaan dia telah berjumpa dengan seorang lain di sisi wuwungan rumah yang lain.

Di bawah cahaya rembulan, orang itu nampak berbaju putih, berusia dua puluhan tahun, beralis mata tajam, di balik kelembutan tersembunyi hawa membunuh yang luar biasa, namun orang itu tak berkaki, sebatas lutut kakinya nampak lumpuh dan sama sekali tak bertenaga.

Ketika Ou Giok-tiap sudah melarikan diri sejauh ratusan li, napsu birahinya timbul kembali, malam itu sebetulnya dia sedang berkeliaran mencari mangsa, siapa tahu secara tak disengaja dia telah berjumpa dengan pemuda tak berkaki ini.

Sorot matanya seketika membeku, karena ia pernah mendengar kehebatan empat opas, menurut penuturan umat persilatan, urutan nama mereka berdasarkan kehebatan dan kemampuan yang mereka miliki, si Darah dingin menempati urutan keempat, si Pengejar nyawa menempati urutan ketiga, si Tangan besi menempati urutan kedua, sedang urutan pertama diduduki si Tanpa Perasaan, pemuda buntung yang ilmu silat pun tidak paham.

Mungkinkah pemuda buntung yang berada di hadapannya sekarang adalah opas kenamaan itu?

Tampak orang itu sedang meniup seruling dengan asyik, sikapnya begitu tenang dan santai, seolah tak seorang manusia pun yang berada di sekelilingnya.

Berubah hebat paras muka Ou Giok-tiap, pikirnya, "Apapun yang bakal terjadi, aku harus menjajal dulu kemampuannya!"

Mendadak dia mengayunkan tangan, tiga titik cahaya bintang terbagi atas, tengah dan bawah langsung menghajar tubuh pemuda berbaju putih itu.

Dengan satu gerakan yang sangat enteng pemuda berbaju putih itu menutulkan serulingnya tiga kali ke udara, seluruh senjata rahasia yang tertuju ke badannya seketika terhisap masuk ke dalam serulingnya itu, dengan tenang pemuda itu menuang senjata rahasia tadi ke atas telapak tangannya dan diperiksa sebentar di bawah sinar rembulan.

Tak lama kemudian dengan kening berkerut dia mendongakkan kepala, sinar tajam memancar keluar dari balik matanya, sesudah mendengus dingin ia menegur, "Jadi kau adalah Ou Giok-tiap?"

Selama ini Ou Giok-tiap selalu menganggap ilmu silat yang dimiliki sangat tinggi, bahkan 'Cap-ji-pa-to' yang ampuh pun rela mengangkatnya sebagai Toako, tapi kenyataan pemuda berbaju putih itu hanya meraupkan tangan secara santai dan tiga batang jarum Sam-coat-ciam yang dilepaskan sudah tertangkap begitu saja, kejadian ini seketika membuat hatinya tercekat bercampur ngeri.

"Tanpa perasaan?" ia balik bertanya.

Pelan-pelan orang itu mengangguk dan tidak bicara lagi.

Ou Giok-tiap membentak keras, dia rentangkan sepasang tangannya, dua belas jenis senjata rahasia segera beterbangan di angkasa. Jurus serangan yang dia pergunakan adalah jurus Boanthian-hoa-yu (bunga hujan memenuhi angkasa), bukan saja seluruh langit seakan tertutup jaring raksasa, bahkan kepungan itu luar biasa rapatnya membuat si Tanpa perasaan tak mungkin bisa terbang dari kepungan meski memiliki sayap sekalipun.

Tanpa perasaan tidak terbang, dia pun tak perlu terbang.

Pada detik terakhir menjelang kedua belas jenis senjata rahasia yang dilontarkan Ou Giok-tiap mengepung tubuhnya, tahu-tahu seluruh Am-gi itu kehilangan tenaga dan berguguran ke tanah.

Menyusul kemudian tubuh Ou Giok-tiap ikut roboh terkapar ke tanah.

Barang siapa terhajar jarum maut Sam-coat-ciam miliknya, tak nanti nyawanya bisa diselamatkan lagi, tidak terkecuali dia sendiri.

Terdengar si Tanpa perasaan berkata dengan nada dingin, "Si Pengejar nyawa sudah pergi menghadap Cukat-sianseng karena ada tugas yang lebih penting, dia tak sempat berjumpa denganmu, maka akulah yang membuat penyelesaian untukmu!"

Dia seakan sedang berbicara terhadap mayat itu, di bawah sinar rembulan ia masih tetap duduk di atas wuwungan rumah, wajahnya masih menampilkan kesepian dan keseriusan.

Siapakah si Tanpa perasaan? Dialah si Tanpa perasaan.

Tanpa perasaan adalah opas nomor wahid di bawah pimpinan Cukat-sianseng, dia menduduki posisi nomor satu dalam urutan empat opas.

Empat opas yang menggetarkan sungai telaga terdiri dari empat orang, Tanpa perasaan, Tangan besi, Pengejar nyawa dan Darah dingin.

Nama-nama itu mereka peroleh berdasarkan cara kerja, kepandaian silat serta keberhasilan yang mereka lakukan sepanjang menyelesaikan kasus demi kasus yang terjadi dalam dunia persilatan, oleh karena nama julukan mereka kelewat tersohor, kelewat termashur hingga pada akhirnya nama asli mereka pun terlupakan.

Tanpa perasaan berusia dua puluh dua tahun, sejak kecil dia sudah kehilangan sepasang kakinya, karena itu dia mempelajari ilmu meringankan tubuh yang tidak perlu mengandalkan kekuatan kaki, mengubah kelemahan menjadi kelebihan, tapi lantaran kondisi badannya yang lemah sehingga tak mungkin berlatih silat, dia lebih mendalami ilmu melepaskan senjata rahasia, orang ini terhitung jago nomor wahid dalam hal ilmu melepaskan senjata rahasia.

Tak heran ketika Ou Giok-tiap berjumpa dengannya, ibarat telur bertemu batu, mengantar kematian dengan sia sia.

Dia cermat, cekatan dan pandai bersiasat, meskipun telengas dan tidak kenal ampun, bukan berarti dia tak berperasaan, hatinya justru gampang dibuai oleh perasaan, apalagi perasaan cinta.

Tangan besi berusia tiga puluh tahun, orangnya ramahtamah, suka bicara, suka bergurau, memiliki tenaga dalam yang sempurna, memiliki perubahan jurus serangan yang tak ter-hingga, kepandaian silatnya terutama kemampuan sepasang tangannya tak terkalahkan oleh ilmu pukulan mana pun. Dia berjiwa besar dan amat cerdas, pernah mengalahkan si naga sakti Chin Sau-song dalam sepuluh gebrakan hingga namanya menggetarkan seluruh kolong langit.

Pengejar nyawa berusia paling tua di antara keempat opas kenamaan ini, dia suka berkelana dan pandai bergurau, tidak suka segala aturan dan senang mempermainkan musuh.

Seringkah berpakaian compang-camping, memakai sepatu butut dan kemana pun selalu minum arak.

Dia pandai mengubah semburan arak menjadi sejenis senjata rahasia yang ampuh, tendangannya luar biasa, ilmu melacaknya hebat dan jarang ada yang bisa lolos dari pelacakannya, dia termashur di kolong langit karena keberhasilannya membunuh Bu-tek Kongcu dan Sik Yu-beng. Darah dingin berusia paling muda tapi memiliki ilmu pedang yang paling hebat, dia juga yang paling sering dan paling banyak menderita luka, sekalipun luka yang dideritanya seringkah sangat parah, namun pada akhirnya pihak lawan pasti berhasil dibunuhnya, sebab orang ini berjiwa nekad, berani mengadu nyawa, penyabar dan pandai memanfaatkan kesempatan.

Kalau beberapa syarat untuk bisa meraih kemenangan dimilikinya semua, mana mungkin dia tak bisa memenangkan setiap pertarungan?

Itulah sekelumit tentang kelebihan dan kekurangan yang dimiliki keempat opas.

0oo0

Istana Cukat-sin-ho

Cukat-sianseng adalah pengawal nomor wahid Baginda raja, dia merupakan jagoan yang sangat tangguh di istana terlarang, komandan pelatih dari delapan belas laksa pasukan pengawal raja, tak seorang pun berani membangkang perintahnya.

Justru karena itu usaha pembunuhan yang beberapa kali dilakukan para pengkhianat dan komplotan jahat tak pernah membuahkan hasil, dan karena kegagalan itu, walaupun para pengkhianat berhasilTnembeli banyak jago tangguh dalam istana, mereka tetap tak berani bertindak gegabah, takut akan kehebatan Cukat-sianseng.

Cukat-sianseng sendiri selain berilmu silat sangat tinggi, pengetahuan dan pengalamannya sangat luas, sayang kaisar yang dibelanya adalah kaisar lalim, selalu memikirkan keselamatan sendiri, mencari kesenangan pribadi dan selalu memanfaatkan kehebatan Cukat-sianseng untuk melindungi dirinya.

Meski begitu, dia tak pernah merasa senang akan sikap ksatria Cukat-sianseng yang lebih mengutamakan kesejahteraan rakyat dan keselamatan negara.

Cukat-sianseng sudah tidak memiliki ambisi untuk mencari nama dan kedudukan dalam dunia persilatan, dia pun tidak mau mencari keuntungan maupun pahala, berbeda dengan kebanyakan jago silat yang hidup mengasingkan diri dari keramai-1 an dunia, dia lebih suka mengabdi kepada kerajaan, tujuannya hanya satu, menyejahterakan rakyat dan mengamankan negara dari kaum pencoleng.

Istana yang dia tempati pun bukan tergolong sebuah istana yang mewah dan megah, juga tak nampak penjagaan yang ketat, yang ada hanya beberapa orang pelayan yang berdiri di kedua sisi pintu.

Begitu juga dengan keadaan di dalam istana, halaman dan kebun tersapu bersih dan rapi, para pelayan dan dayang hilir mudik dengan santai, sedikitpun tidak menunjukkan pertanda kalau istana itu didiami seorang tokoh persilatan.

Biarpun begitu, para jago baik dari kalangan Pek-to maupun Hek-to, bahkan kaum Liok-lim sekalipun tahu betapa ketatnya penjagaan di situ, tak mungkin ada seorang yang bisa masuk keluar seenaknya di tempat itu.

Tahun lalu, seorang perampok ulung yang namanya menggetarkan sungai telaga, Kim-ciong-ong si Raja tombak emas Kongsun Cu-li pernah menyatroni Cukat-sianseng dengan membawa keenam belas orang jagoan tangguh, namun pada akhirnya dari ketujuh belas orang itu hanya Kongsun Cu-li seorang yang berhasil kabur dengan lengan terpapas kutung, sementara seluruh anak buahnya tewas dalam keadaan mengenaskan.

Kemudian sang pemberontak Jian-liok-ong dengan memimpin tiga ribu orang prajuritnya pernah menyerbu ke sana, tapi akhirnya ketiga ribu orang prajurit itu berhasil dibelenggu semua, sedang Jian-liok-ong sendiri ditawan dan dijatuhi hukuman pancung oleh kerajaan.

Sejak peristiwa itu tak pernah ada yang berani lagi menyatroni istana Cukat-sianseng, bukan saja kaum persilatan tak berani melakukan, para panglima perang dan prajurit kerajaan pun tak ada yang berani bertindak gegabah.

Waktu itu Cukat-sianseng sambil bergendong tangan sedang berdiri di tengah gardu Ang-teng sembari mengawasi bangunan loteng di hadapannya, dia tak lebih hanya seorang tua yang amat sederhana.

Tak lama kemudian, dari arah belakang terdengar suara langkah kaki seorang berjalan mendekat.

Langkah kaki orang itu sangat ringan, dia melangkah secara beraturan, tidak cepat juga tidak lambat, potongan badannya tegap kekar, jelas adalah seorang jagoan berilmu tinggi, padahal dia hanyalah seorang pemuda berusia dua puluh tahun.

Cukat-sianseng tak tahan untuk tertawa, sebab pemuda itu tak lain adalah jagoan paling muda yang paling membanggakannya, si Darah dingin.

Begitu tiba di hadapan Cukat-sianseng, dengan sikap yang sangat menghormat si Darah dingin menyapa, "Sianseng, aku telah datang."

"Bagus, kau pasti lelah setelah menempuh perjalanan jauh, silakan duduk," kata Cukat-sianseng sambil tertawa. "Terima kasih."

Walaupun sudah mengucapkan terima kasih, dia masih tetap berdiri tegak.

Sekali lagi Cukat-sianseng tertawa.

"Kau masih saja sama seperti dulu, ketika sedang berdiri justru malah bisa beristirahat, maka di saat masih bisa berdiri, kau tak pernah mau duduk," katanya.

Darah dingin tersenyum, sahutnya, "Selagi bisa berjalan aku tak akan berdiri, jalan merupakan semacam cara beristirahat yang paling bagus."

"Ah, kau masih tetap seperti dulu, pandai mengendalikan diri."

Kedua orang itupun tidak berbicara lagi.

Cukat-sianseng bungkam, hanya sinar matanya yang memandang bangunan di hadapannya kelihatan mulai agak letih.

Dengan sorot matanya yang tajam Darah dingin menyapu sekejap sekeliling tempat itu, kemudian ujarnya, "Sianseng, apakah hari ini Toa-suheng, Ji-suheng dan Sam-suheng bakal tiba di sini?"

"Toa-suhengmu segera akan tiba di sini," sahut Cukatsianseng sambil tertawa, "Ji-suheng belum tentu bisa datang sementara Sam-suheng sudah pergi duluan karena ada tugas yang harus segera dilaksanakan."

Baru selesai Cukat-sianseng berbicara, dari balik pintu berbentuk setengah lingkaran sudah muncul sebuah tandu yang digotong empat orang bocah berwajah bersih, dalam waktu sekejap tandu itu sudah tiba di hadapan mereka.

"Sianseng, Tanpa perasaan telah kembali," ujar orang di balik tandu dengan suaranya yang nyaring.

Sambil tertawa Cukat-sianseng manggut-manggut, dia cukup mengetahui keadaan si Tanpa perasaan sehingga bisa memaklumi bila muridnya ini tidak muncul untuk memberi hormat.

"Toa-suheng!" dengan nada girang Darah dingin menyapa pula.

"Su-sute!"

Sementara itu tandu sudah berhenti, keempat orang bocah itupun serentak berlutut di hadapan Cukat-sianseng memberi hormat, kemudian berdiri berjajar di kiri kanan jalanan.

Saat itulah tirai tandu disingkap orang, lalu tampak seorang pemuda berwajah tampan muncul dari balik tirai, sorot mata penuh rasa hormat terpancar keluar ketika berjumpa dengan Cukat-sianseng.

"Kalian tentu sangat lelah," sapa Cukat-sianseng sambil tersenyum.

"Ou Giok-tiap telah berhasil kubunuh," lapor Tanpa perasaan sambil tertawa.

"Hm, dia memang seorang Jay-hoa-cat yang pantas dibunuh," Cukat-sianseng mendengus dingin.

"Sam-sute mengejar Si Ko hingga rnesti menjelajahi wilayah Siang-say," ujar Tanpa perasaan lebih jauh, "bajingan itu memang sangat licik, Sam-sute harus berhari-hari mengejar jejaknya, kakak Si Ko yang bernama Si Ko-jin menyusul datang dari wilayah utara, Ji-sute berencana mau menunda perjalanannya selama beberapa hari untuk menunggu kedatangan orang ini, dia pikir lebih baik sekalian menyingkirkan manusia itu ketimbang mendatangkan kesulitan bagi Sam-sute di kemudian hari. Maka paling cepat Ji-sute baru bisa tiba di sini esok pagi."

"Aku sengaja mengumpulkan kalian semua karena memang ada urusan penting yang harus segera ditangani. Dua hari berselang si Pengejar nyawa telah berhasil menyelesaikan kasus Si Ko dan pulang kembali, dalam perjalanan pulang kebetulan ia bertemu dengan masalah itu dan segera melaporkan kepadaku, lantaran urusan sangat gawat dan penting maka dia pergi du-luan, aku rasa untuk menyelesaikan kasus besar ini, kalian berempat harus turun tangan bersama

... kalau toh hari ini si Tangan besi tak mungkin menyusul kemari, ada baiknya aku beberkan dulu persoalan ini kepada kalian."

Diam-diam Tanpa perasaan dan Darah dingin terkesiap, sejak terjun ke dalam dunia persilatan, belum pernah ada sebuah kasus pun yang mesti menggerakkan empat opas secara bersama, biasanya cukup seorang di antara mereka sudah dapat menanganinya, kalau kali ini mereka harus bekerja sama, jelas masalahnya sangat gawat.

Tampak Cukat-sianseng termenung sambil berpikir sejenak, kemudian ujarnya, "Tanpa perasaan, kau masih ingat dengan asal-usulmu?"

Mula-mula Tanpa perasaan agak tertegun, kemudian dengan wajah tersirat kemarahan dan dendam yang luar biasa di.i menyahut, "Tentu saja masih ingat. Tengah malam bulan Tiong ciu delapan belas tahun berselang ada tiga belas orang poj.il/iii malam

Bicara sampai di sini, hawa amarahnya seketika memuncak, membuat ia tersedak dan tak sanggup lagi meneruskan katakatanya. {Mengenai kisah ceritanya, silakan baca Bab IV) Sambil manggut-manggut sela Cukat-sianseng, "Kini, kabar berita tentang kedua belas orang pembunuh lainnya sudah ketahuan."

Tanpa perasaan berseru tertahan, sementara Darah dingin ikut memasang telinga dengan wajah serius, dia memang sudah lama ingin membantu Toa-suhengnya membalas dendam.

"Dari ketiga belas orang pembunuh keluargamu, seorang di antaranya adalah salah satu dari Empat iblis langit yang berhasil kau bunuh dalam satu pertempuran sengit, bukankah begitu?" kata Cukat-sianseng lebih lanjut.

Untuk sesaat Tanpa perasaan merasakan emosinya bergelora sehingga tak sepatah kata pun yang sanggup diucapkan.

Terdengar Cukat-sianseng berkata lebih jauh, "Ketika kau berhasil mengetahui bahwa salah seorang di antara ketiga belas pembunuh keluargamu adalah si Pentolan iblis Si Ku-pei yang merupakan anggota Su-toa-thian-mo, aku sendiri pun ikut merasa kaget bercampur tercengang. Sebab dengan kehebatan ilmu silatnya, nama besarnya serta statusnya dalam dunia persilatan, tidak semestinya Si Ku-pei melakukan perbuatan kotor dengan mengenakan kain kerudung wajah.

Semisalnya Si Ku-pei hanya salah seorang di antaranya, berarti kedua belas orang lainnya tentu mempunyai ilmu silat, nama serta kedudukan yang jauh di atas iblis she Si ini. Justru hal inilah yang menimbulkan minat serta rasa ingin tahuku, aku ingin tahu kelompok manakah yang melakukan perbuatan kotor ini dan apa tujuan mereka yang sebenarnya? Kenapa mereka bisa terikat dendam sedemikian dalam dengan ayah ibumu, siapa yang menghimpun mereka menjadi satu kelompok kekuatan? Siapa pula kedua belas orang anggota lainnya?"

Cukat-sianseng memandang dua orang itu sekejap, melihat Tanpa perasaan dan Darah dingin sedang mendengarkan dengan penuh perhatian, dia pun melanjutkan, "Maka aku pun mulai memeriksa semua berkas kasus besar yang terjadi dalam tiga puluh tahun terakhir, sungguh mengagetkan, ternyata aku menemukan ada tujuh kasus besar. Kasus pertama terjadi pada dua puluh delapan tahun berselang, Liatsan-sinkun (malaikat sakti dari Liat-san) guru berikut muridnya sebanyak sembilan belas orang tewas dibantai hanya dalam semalam, kebetulan saat kejadian ketua Khong-tong-pay Liau Keng-tin sedang datang berkunjung, sekilas dia melihat ada tiga belas sosok bayangan hitam menyelinap keluar lewat pintu belakang kemudian lenyap, lantaran curiga Liau Keng-tin segera menerobos masuk ke ruang dalam, ia saksikan mayat Liat-san-sinkun dan anak muridnya bergelimpangan di tengah genangan darah dalam keadaan sangat mengerikan.

Setelah berhenti sejenak, Cukat-sianseng berkata lagi, "Menyusul kemudian kasus berdarah yang menimpa Bu-wipay, peristiwa ini terjadi pada dua puluh empat tahun berselang, hanya di dalam semalam sembilan puluh enam orang Tosu dan Nikoh anggota Bu-wi-pay tewas dibantai orang, bukan saja dibantai bahkan para Nikoh sempat digagahi sebelum dibunuh, seorang pemikul air yang kebetulan lewat di punggung bukit sempat menyaksikan ada dua-tiga belasan orang berkerudung hitam menyelinap turun dari bukit, ternyata peristiwa berdarah itu terjadi pada malam itu juga.

"Peristiwa berikut terjadi pada dua puluh dua tahun berselang, Be Kun-tan, seorang Haksu dari Kiu-gi-san beserta kedua puluh empat orang anggota keluarganya tewas dibantai orang dalam semalam, walaupun tak ada saksi yang menyaksikan ada berapa pembunuh yang terlibat dalam peristiwa itu, namun dari cara kerja, cara bertindak serta hasil perbuatannya jelas sama dengan peristiwa lainnya.

"Dari ketiga kasus besar itu ditambah empat kasus lainnya, ternyata semua kejadian memiliki satu ciri yang sama, sang korban bukan tewas lantaran satu jenis senjata yang sama, luka para korban pembantaian hampir sebagian besar berbeda, di antaranya terdapat sejenis luka yang sangat aneh, tampaknya dilukai oleh sejenis senjata yang disebut Thi-lianhoa, bunga teratai besi. Padahal teramat jarang jago persilatan yang menggunakan senjata tajam jenis Thi-lianhoa, malah tak seorang pun dari kawanan jago berilmu tinggi yang menggunakan senjata macam begini. Bisa jadi senjata itu merupakan sebuah tanda khusus dari sekawanan jago persilatan, karena pada waktu biasa jarang menggunakan senjata itu secara terbuka, maka jarang ada yang mengetahuinya.

"Menyusul kemudian kasus berikut lebih menggemparkan dunia persilatan. Peristiwa ini terjadi pada dua puluh tahun berselang, yaitu pembantaian terhadap partai Khong-tongpay. Menurut penuturan anggota Khong-tong-pay yang kebetulan tidak berada di markas ketika terjadi peristiwa berdarah itu, Liau Keng-tin sempat membicarakan soal terlihatnya tiga belas sosok manusia berkerudung hitam di bukit Liat-san, hanya Liau Keng-tin tidak percaya orang begitu tega melakukan perbuatan sebe-jad itu, maka dia berencana hendak mencari orang itu dan menanyakannya secara langsung, kemudian baru menuntut balas bagi kematian Liatsan-sinkun, siapa sangka sebelum niatnya dilakukan dia sudah keburu dibantai mati.

"Kasus kelima adalah peristiwa berdarah yang menimpa keluargamu. Konon keluargamu baru pindah ke kotaraja pada dua tahun sesudahnya, tak ada yang tahu asal-usul mereka, orang hanya tahu kalau ayah ibumu memiliki kepandaian silat yang sangat tinggi dan bernama Seng Teng-thian, padahal tak ada manusia yang bernama begitu dalam dunia persilatan.

Ilmu pedang yang digunakan ayahmu mirip sekali dengan ilmu silat aliran Hoa-san, ilmu pukulannya mirip ilmu pukulan Luisim-ciang. Sementara kungfu yang dimiliki ibumu mirip aliran Soat-san, tapi sewaktu aku mengusut hingga di bukit Hoa-san dan Soat-san, ternyata tak ada yang tahu siapa orang tuamu itu, maka aku curiga nama yang digunakan ayahmu adalah nama palsu, karena mereka sedang menghindari pengejaran musuh tangguh. "Setelah peristiwa itu, untuk sementara suasana jadi tenang kembali sampai kemudian pada sebelas tahun berselang, Sik Boan-tong dari benteng keluarga Sik dibantai orang hingga seluruh keluarganya tertumpas, satu-satunya saksi hidup yang berhasil selamat dari pembantaian itu adalah seorang pelayan yang sedang mabuk dan tercebur ke dasar sumur kering, dari dasar sumur ia sempat mendengar Sikhujin mengumpat dengan suara pedih, 'Kalian tiga belas orang binatang ...!' kemudian suasana hening dan tak terdengar suara lagi. Bila kita tinjau dari cara kerja mereka, saksi hidup maupun barang bukti, bisa disimpulkan bahwa kelima kasus berdarah itu pada hakikatnya merupakan hasil perbuatan sekelompok manusia yang sama.

"Sampai lima tahun berselang, lagi-lagi terjadi peristiwa berdarah, yang tertimpa musibah kali ini adalah Jian-liok-ong. Kalian pasti masih ingat dengan Jian-liok-rong bukan ...”

"Ya, masih ingat," jawab si Darah dingin, "karena perintah kawanan pengkhianat, Jian-liok-ong merencanakan penyerbuan ke istana Cukat kemudian menyerbu ke istana, dia dengan membawa tiga ribu orang prajurit melancarkan serangan kemari

"Sayang, Sianseng sudah menduga ke situ," sambung si Tanpa perasaan, "maka perangkap pun dipasang, begitu Jianliok-ong menyerbu masuk, mereka pun ditangkap dan diserahkan kepada kejaksaan agung, sayang, sudah terjadi persekongkolan tingkat atas, tak lama kemudian tersiar berita yang mengatakan dia mendapat pengampunan dari kaisar sehingga akhirnya Jian-liok-ong pun bisa berlenggang bebas keluar dari kota raja

"Benar," Cukat-sianseng mengangguk, "tak lama setelah dia dibebaskan, pembantaian terhadap seluruh keluarganya pun terjadi, dua ratus sembilan puluh empat orang anggota keluarganya habis terbantai hingga tak tersisa seorang pun. Tapi .ul.i seorang petugas kentongan yang sempat melihat ada tiga lu-l.is orang manusia berkerudung menyelinap masuk ke dalam rumah keluarga itu, bahkan sempat pula mendengar beberapa patah kata pembicaraan mereka setibanya di depan istana Jian-liok-ong."

"Apa yang mereka bicarakan?" tak tahan si Darah dingin bertanya.

"Kelihatannya waktu itu mereka bertiga belas telah berhasil dengan misinya, sebelum bubar mereka sempat bergurau dengan riang gembira, salah seorang di antaranya sempat berkata sambil tertawa, 'Kita bekerja sama sudah melakukan tujuh kasus besar, tapi nyatanya orang lain masih belum tahu siapa yang telah melakukan perbuatan itu!'.

"Rekannya yang lain segera menimpali, 'Ilmu kipas Imyang-sin-san yang kau miliki sangat hebat dan luar biasa, cayhe merasa kagum sekali.'.

"Tapi seseorang yang lain segera menghardik, 'Thayjin ada perintah, sebelum tiba saatnya dilarang saling berkomunikasi, apalagi saling menyebut nama, kalau tidak, bukan saja tidak mendapat bayaran dan tidak memperoleh ajaran ilmu sakti, bahkan akan dihukum mati.'.

"Tampaknya orang lain merasa takut sekali dengan orang itu, maka orang yang pertama bicara tadipun segera berkata, 'Kalau memang begitu, lebih baik kita jangan bicara.'.

"Mendadak seorang yang lain mendengus sambil membentak, 'Ada orang mencuri dengar!' Tangannya melakukan gerakan meremas di tengah udara, ternyata ia telah menggencet biji tenggorokan petugas kentongan itu hingga hancur

"Hah! Orang itu menguasai ilmu jari Sam-tiang-leng-khongci!" seru Tanpa perasaan dengan wajah berubah.

"Benar, tidak banyak jago persilatan yang memiliki kemampuan sehebat itu. Rekannya yang lain tampaknya tidak puas, dia melemparkan juga sebilah golok lengkung hingga menebas kutung kedua pergelangan tangan petugas kentongan itu, ketika berhasil mengenai sasaran, golok lengkung itu melayang kembali ke tangan orang itu ... dalam pada itu si petugas kentongan sudah semaput lantaran kesakitan." "Bukankah ilmu golok lengkung itu adalah Hui-hun-pakgwe-to (golok rembulan pengembali sukma) dari suku Biau?" seru Darah dingin dengan wajah berubah.

Mendadak si Tanpa perasaan berkata, "Petugas kentongan itu bukan orang persilatan, setelah menderita dua luka parah, bagaimana mungkin dia masih bisa hidup?"

"Sebuah pertanyaan yang sangat bagus," sahut Cukatsianseng, "kebetulan pada saat itulah aku dan si Tabib sakti Ya f It-ci sedang lewat di situ, sewaktu tiba di tempat kejadian, pe tugas itu belum putus nyawa, maka tabib Yap pun menjejalkan sebutir pil Siau-huan-wan untuk mempertahankan nyawanya."

"Sekalipun untuk sementara waktu nyawanya bisa dipertahankan, tapi tenggorokannya sudah remuk dan lengannya sudah kutung, dia tak mungkin bisa bicara maupun menulis, dengan cara apa dia bersaksi?" seru si Darah dingin keheranan.

"Sebuah pertanyaan yang sangat cermat," Cukat-sianseng tertawa, "kebetulan petugas itu adalah penduduk asli pulau Sam-to yang semenjak kecil sudah pandai bicara dengan perut, maka dia masih tetap bisa berbicara untuk bersaksi secara jelas, mungkin ketiga belas orang pembunuh mengira orang itu tak mungkin bisa lolos dari kematian maka tidak melakukan pembantaian lebih jauh. Dengan demikian kita pun berhasil menemukan titik terang atas terjadinya ketujuh kasus besar itu." Kembali Cukat-sianseng menghela napas panjang. "Sebenarnya bagi kami kecuali ketujuh kasus pembunuhan itu, tak setitik petunjuk pun yang berhasil kami peroleh. Kemudian si Tanpa perasaan menemukan salah seorang di antara ketiga belas orang pembunuh itu adalah Si Ku-pei, hal ini membuat akvi berani menyimpulkan ketiga belas orang itu pastilah tokoh persilatan yang punya nama dan kedudukan dalam dunia persilatan, tapi siapakah mereka? Kekuatan macam apa yaii)'. sanggup menghimpun mereka sehingga bersedia membenluk komplotan untuk melakukan pembunuhan secara bersama-sama "Sayang Si Ku-pei telah tewas di tangan Ci Yau-hoa sehingga titik terang ini terputus di tengah jalan. Selanjutnya aku pun melakukan penyelidikan dengan seksama atas kejadian ini, bila ditinjau dari tempat kejadian dan tokohnya, terasa mereka tidak saling berhubungan satu dengan yang lain, tapi setelah aku gunakan waktu hampir sebulan lamanya untuk menelusuri setiap kemungkinan yang ada, akhirnya aku berhasil menemukan sebuah persamaan yang sangat mencengangkan

"Persamaan apa?" tak kuasa lagi si Tanpa perasaan dan Darah dingin berseru bersama.

"Tiga puluh dua tahun berselang, sebelum Liat-san-sinkun membentuk partai sendiri, dia adalah seorang tabib istana yang melayani mendiang kaisar tua, kedudukannya sangat terhormat dan jadi orang amat setia, kemudian karena tak puas dengan sepak terjang kawanan pengkhianat yang menghalalkan segala cara untuk mencapai tujuan, dia pun mengasingkan diri di bukit Liat-san sebelum akhirnya tewas dibantai pada dua puluh delapan tahun berselang.

"Liu Keng-tin yang tewas dibantai orang pada dua puluh tahun berselang, dulunya dia pun seorang perwira perang dalam istana terlarang, hubungannya dengan Liat-san-sinkun sangat akrab, dia pernah bertugas membimbing Baginda semasa masih muda dulu, kemudian karena tidak dipergunakan lagi, dia pun mengabdikan diri pada partai Khong-tong sebelum akhirnya tewas terbunuh.

"Sekilas partai Bu-wi-pay seakan sama sekali tak ada hubungannya dengan pihak pemerintahan, tapi di kala mendiang kaisar melakukan pembersihan terhadap kelompok pengkhianat bangsa, berulang kali partai Bu-wi-pay memberikan bantuan serta dukungan, pahala mereka besar sekali, bahkan putra mahkota pernah belajar silat dari partai itu, walaupun tak membuahkan hasil luar biasa, paling tidak sang pangeran berhasil mempelajari kepandaian silat yang bagus ... tapi pada dua puluh empat tahun lalu, partai Bu-wipay telah dimusnahkan orang. "Dua puluh tahun berselang, IV Kim i.m Mil u |ity..i mengalami pembantaian atas keluarganya, walaupun di.i !<ul

.m seorang panglima perang atau orang yang mengerti nilai, namun semasa hidupnya dulu pernah memangku jabatan yang liiigu' l'i bawah perintah Kejaksaan agung yang lampau, selain kelu.u»! besarnya yang dibantai orang, bahkan sang Jaksa agung Miang thayjin pun turut dibunuh oleh para menteri dorna.

"Mengenai pembunuhan berdarah atas keluargamu, aku telah melakukan penyelidikan yang seksama tentang Seng Teng-thian, ternyata baik dalam pemerintahan maupun dalam kemiliteran tidak dijumpai orang dengan nama itu, tapi setelah berpikir lama tiba-tiba aku teringat dengan dua orang pejabat jujur yang berada di bawah perintah Ong-siangya pada dua puluh enam tahun berselang, seorang pejabat sipil dan seorang pejabat militer, yang sipil bernama Be Kun-tan sementara yang militer bernama Seng Teng-thian, Sengciangkun ternyata memang berasal dari partai Hoa-san, konon dia pandai menggunakan ilmu pukulan Lui-sim-ciang, istrinya juga berasal dari keluarga persilatan."

Pucat-pias selembar wajah Tanpa perasaan setelah mendengar penuturan itu, sekujur badannya gemetar keras.

Sesudah menghela napas panjang, kembali Cukat-sianseng berkata, "Kau tak perlu kelewat emosi, sebelas tahun berselang ketua benteng keluarga Sik, Sik Boan-tong pernah mendapat anugerah sebilah pedang mestika Siang-hongpokiam, dia mempunyai hak untuk membunuh dulu sebelum memberi laporan ke Baginda raja, orang ini sangat membenci segala tindak kejahatan dan pengkhianatan, konon dia pernah sesumbar akan membasmi seluruh dorna dan kaum pengkhianat hingga tuntas, tak lama setelah mengucapkan perkataan itu, dia ditemukan tewas terbantai bersama seluruh anggota keluarganya.

"Yang terakhir tertimpa musibah adalah Raja muda J ia n liok-ong, walaupun mula-mula Jian-liok-ong adalah pembantu handal bagi kaum dorna, tapi sejak gagal melakukan penytir buan dan pemberontakan, meski dia memperoleh pengampunan dan dibebaskan dari tahanan, namun semua gerak-geriknya telah berada dalam pengawasanku, dengan segala upaya dan cara aku berusaha mencari tahu siapa dalang di balik semua peristiwa berdarah ini, namun tak pernah berhasil, maka kelompok dorna dan pengkhianat itupun berusaha menghilangkan duri di kelopak mata mereka, sayang aku datang terlambat sehingga Jian-liok-ong sekeluarga keburu dibantai orang."

"Jadi, kalau begitu seluruh kasus pembunuhan berdarah ini ada sangkut-paut yang erat dengan kelompok pejabat dorna dan kaum pengkhianat?" seru Darah dingin terkesiap.

Cukat-sianseng tertawa dingin.

"Bukan cuma ada sangkut pautnya, sudah jelas merekalah dalang dan perencana dari seluruh peristiwa berdarah ini.

Hampir semua pejabat jujur dan setia yang berbakti kepada kerajaan mereka bantai habis, sementara di dalam dunia persilatan mereka sengaja melontarkan berbagai isu agar terjadi kesalahpahaman dan saling bunuh antara para jago persilatan yang berjiwa ksatria, mereka tak ingin jago silat membantu pemerintah, maka orang-orang itu sengaja mengadu domba agar para jago silat saling membunuh, selain itu mereka juga membeli jago-jago tangguh untuk membantu usaha mereka mencelakai para pejabat setia. Contohnya ketiga belas orang pembunuh berilmu tinggi itu, kalau bukan ada pejabat kerajaan yang membiayai operasi ini dengan mengiming-imingi balas jasa yang besar, tak nanti kawanan jago tangguh itu bersedia membantu usaha mereka

Setelah sembilan belas tahun hidup dalam tanda tanya, untuk pertama kalinya si Tanpa perasaan memahami sebab musabab kematian kedua orang tuanya, namun pendidikannya selama delapan belas tahun sebagai seorang opas tangguh membuat dia dapat mengendalikan gejolak perasaannya untuk tetap bersikap tenang dan kepala dingin.

Ujarnya kemudian, "Aku rasa bukan melulu karena jumlah uang jasa yang besar, bukankah Sianseng bercerita tadi bahwa sang petugas kentongan sempat berkata bahwa ada perintah dari Thayjin, sebelum tiba saatnya dilarang saling berbicara, saling menyebut identitas, kalau tidak, bukan saja tidak memperoleh uang jasa, juga tidak memperoleh warisan ilmu ... kata yang terakhir ini menunjukkan bahwa di samping ketiga belas orang pembunuh bayaran itu, masih terdapat otak pembunuh yang memiliki ilmu silat jauh lebih hebat ketimbang mereka, dan orang itulah yang mengendalikan seluruh operasi pembunuhan ini. Kalau tidak, dengan kemampuan silat yang dimiliki kawanan pembunuh itu, kenapa mereka masih diiming-imingi warisan ilmu silat?"

Dengan perasaan kagum Cukat-sianseng menengok si Tanpa perasaan sekejap, tampaknya dia sangat mengagumi ketenangan dan daya ingat anak didiknya itu, sahutnya sambil mengangguk, "Benar, bisa jadi sang otak pembunuhan ini memiliki ilmu silat yang luar biasa hebatnya, orang ini pastilah seorang anak buah baginda raja, seorang tokoh penting yang jarang muncul di depan umum. Aku sendiri pun mulai curiga, paling tidak kita sudah mulai berhasil melacak sedikit titik terang dalam pelbagai kasus berdarah ini.

"Ketika dalam perjalanan pulang ke Kotaraja, di seputar Ngo-thay-san si Pengejar nyawa mendengar ada suara orang bertarung, sewaktu dia memburu ke tempat kejadian, terdengar ada suara jeritan ngeri disusul tampak seseorang sedang melarikan diri dari tempat itu. Sewaktu Pengejar nyawa membangunkan sang korban, dia baru tahu ternyata korban adalah si mahasiswa bertangan racun Bu Seng-say

Mendengar sampai di situ, si Tanpa perasaan dan Darah dingin sangat terkejut, tanpa terasa si Tanpa perasaan berseru, "Bu Sehg-say? Bukankah Mahasiswa bertangan racun ini masih bersaudara dengan si Sastrawan bertangan keji Bu Seng-tang? Biasanya mereka hanya malang melintang di seputar wilayah Kwan-tang, mau apa dia datang ke Ngo-thaysan?"

"Benar," ujar Darah dingin pula keheranan, "bicara soal ilmu silat, kemampuan yang dimiliki orang ini belum tentu kalah dari Si Ku-pei si Pentolan iblis itu, siapa yang memiliki kemampuan demikian hebat sehingga mampu membunuhnya?"

Cukat-sianseng menghela napas panjang.

"Ilmu pukulan Ngo-tok-jui-hun-jiu (Lima racun pembetot sukma) yang dimiliki Bu Seng-say mampu melukai lawan dari jarak seratus langkah, tidak sedikit kawanan jago silat yang tewas di tangannya ... tapi dia mati di tangan Bu Seng-tang."

"Dibunuh Bu Seng-tang? Kakaknya sendiri?" seru Tanpa perasaan tercengang.

"Sepasang iga Bu Seng-say terhajar oleh senjata rahasia Lak-jiu-tui-hun-piau (piau pengejar sukma) dan berada dalam keadaan sekarat, ketika Pengejar nyawa tiba di tempat kejadian, Bu Seng-say memaksakan diri untuk bicara, katanya yang membunuh dia adalah Bu Seng-tang, sebenarnya mereka berdua belas mendapat perintah seseorang untuk melakukan satu tindakan kriminal di Ngo-thay-san, ketika selesai dengan tugasnya, pemimpin rombongan mengatakan bahwa saatnya sudah tiba dan mereka boleh melepaskan kain kerudung masing-masing agar bisa saling mengenal satu dengan lainnya, sehingga dalam penyerangan atas sasaran yang terakhir mereka bisa saling membantu ... pada saat itulah dua bersaudara Bu baru tahu kalau mereka ternyata berada dalam barisan yang sama, maka setelah berpisah dengan rombongan, dua bersaudara Bu yang masing-masing telah memperoleh semacam ilmu silat saling bertukar kepandaian, tujuannya agar mereka masing-masing bisa mempelajari lebih banyak kepandaian silat ... tentu saja kepandaian silat yang dipertukarkan adalah Lak-jiu-tui-hunpiau dari Bu Seng-tang dan Tok-jiu-jui-hun-ciang dari Bu Seng-say

"Lihai amat pentolan gerombolan itu," seru Darah dingin tak tertahankan, "tak nyana dia menguasai juga kedua jenis ilmu silat yang amat keji dan jahat itu, berarti ilmu toya iblis gila milik Si Ku-pei pun merupakan hasil ajarannya?" Setelah bertukar napas, kembali Cukat-sianseng berkata, "Setelah mereka berdua sepakat untuk saling tukar kepandaian, maka masing-masing pihak pun mencatat rahasia dari kepandaian yang dipelajarinya itu dalam sejilid kitab dan berjanji akan dipertukarkan pada hari itu. Bu Seng-say menanggapi serius tawaran itu dengan mencatat seluruh rahasia kepandaian Ngo-tok-jui-hun-ciang di atas bukunya, sebaliknya buku yang diserahkan Bu Seng-tang ternyata hanya lembaran buku kosong. Dengan marah dia pun menegur, Bu Seng-tang tidak menjawab tegurannya malah ia lepaskan tiga batang senjata rahasia, Bu Seng-say yang sama sekali tidak menduga dan tidak waspada gagal menghindar, dia pun terhajar telak oleh senjata rahasia kakaknya. Dalam gusarnya Bu Seng-say segera menendang buku catatan ilmu silatnya hingga jatuh ke dalam jurang. Gara-gara kejadian itu, dua bersaudara Bu pun saling menyerang dengan ganasnya, tapi berhubung Bu Seng-say sudah terkena piau beracun, akhirnya dia terhajar lagi sebatang senjata rahasia, saat itulah secara kebetulan si Pengejar nyawa lewat di sana

"Bukankah orang yang terhajar senjata rahasia Lak-jiu-tuihun-piau akan segera mati dalam lima langkah? Kenapa Bu Seng-say belum juga mampus kendati sudah terhajar dua batang senjata rahasia?" tanya Darah dingin.

Cukat-sianseng berpikir sebentar, kemudian baru jawabnya, "Aku rasa Bu Seng-say mengandalkan racun Tok-jiu-jui-hunciang yang dipelajarinya untuk menyerang racun dengan racun, sehingga untuk sementara waktu dia berhasil mengendalikan daya kerja racun itu, tapi lantaran harus bertarung sengit dalam jangka waktu lama, akhirnya racun itu kambuh juga sehingga merenggut nyawanya."

"Ketika Pengejar nyawa tiba di tempat kejadian, Bu Sengtang tidak bermaksud membunuh Sam-sute, kenapa begitu?" tanya Tanpa perasaan.

"Itu kan gampang untuk dijelaskan," sahut Cukat-sianseng sambil tersenyum, "Bu Seng-tang si laknat yang tak bermoral ini ingin lekas turun ke dasar jurang untuk mencari kitab yang berisi catatan Ngo-tok-jui-hun-ciam, dia kuatir kitab itu keburu ditemukan orang, apalagi dia anggap Bu Seng-say pasti akan mampus, maka dia tidak melakukan tindakan sadis dengan menghabisi si pendatang. Sebaliknya Bu Seng-say yang sedang sekarat tidak tahu kalau si Pengejar nyawa pandai bersilat, dia hanya minta si Pengejar nyawa mau melaporkan kasus ini kepada si kepala komplotan, mengadukan Bu Sengtang yang mengajak bertukar ilmu silat kemudian membantai saudara sendiri, perkiraannya sang kepala komplotan pasti akan menitahkan kesepuluh orang anak buahnya untuk membalas dendam sakit hati ini... Pengejar nyawa pun bertanya siapa nama kepala komplotan itu? Baru saja Bu

Seng-say hendak menjawab, Bu Seng-tang yang telah berhasil menemukan kitab cacatan ilmu silat itu telah muncul di sana, tanpa banyak bicara dia langsung melancarkan serangan mematikan terhadap si Pengejar nyawa

"Lak-jiu-suseng Bu Seng-tang memang hebat dan tinggi ilmunya, tapi kalau ingin menangkan Sam-suheng, hm! ibarat mencari penyakit buat diri sendiri," jengek si Darah dingin sambil tertawa.

"Benar, seandainya dua bersaudara Bu turun tangan berbareng, bisa jadi Pengejar nyawa tak gampang menangkan mereka, tapi kalau mesti bertarung satu lawan satu, kepandaian silat Pengejar nyawa masih setingkat lebih tinggi. Sepuluh gebrakan kemudian Bu Seng-tang mulai sadar kalau musuh yang dihadapi sangat tangguh, lima puluh jurus kemudian dia semakin sadar kemungkinan menang tak ada lagi, maka secara diam-diam dia sambitkan sebatang piau beracun ke arah Bu Seng-say, tujuannya untuk membungkam mulut saksi hidup!"

"Hm, sungguh kejam hati Bu Seng-tang!" umpat Tanpa perasaan sambil mendengus dingin.

"Betul, manusia macam dia memang jarang dijumpai dalam dunia persilatan, biar dari kalangan hitam pun belum pernah ada kakak kandung membantai adik kandung sendiri dengan cara sekejam itu. Pengejar nyawa tidak menduga sampai ke situ, sementara Bu Seng-say sendiri pun sedang menghimpun segenap tenaganya untuk melawan racun sehingga tak berdaya melakukan perlawanan, kembali dadanya terhajar sebatang piau beracun. Pengejar nyawa benar-benar membencinya hingga merasuk ke tulang sumsum, tapi dia pun kuatir Bu seng-say keburu mati sehingga mata rantainya terputus, menggunakan kesempatan di saat Bu Seng-tang harus memecah perhatian untuk membunuh Bu Seng-say, dia lancarkan sebuah tendangan dahsyat yang membuat tangan kiri musuhnya patah. Dengan membawa luka, Bu Seng-tang segera melarikan diri, sementara Pengejar nyawa juga tidak melakukan pengejaran karena dia ingin menyelamatkan dulu nyawa Bu Seng-say

Tanpa perasaan ikut menghela napas panjang. "Setelah terhajar piau pengejar sukma, aku pikir usaha

pertolongan yang dilakukan Sam-sute bakal sia sia," katanya. "Betul. Kali ini Bu Seng-say benar-benar mampus, melihat

Bu Seng-tang sudah semakin menjauh dan mata rantai ini segera akan putus, tiba-tiba muncul sebuah akal bagus dalam benak Pengejar nyawa, dengan mengerahkan tenaga dalamnya dia pun berseru, 'hahaha ... ternyata dialah si pentolan komplotan!'."

"Suara itu sangat keras dan mengalun sampai ke tempat jauh, sudah pasti Bu Seng-tang ikut mendengar. Perkiraannya, asal Bu Seng-tang mendengar perkataan itu, dia pasti kuatir rahasia perbuatannya bocor hingga mendatangkan pembalasan dendam si pentolan komplotan, untuk menghindari kejadian ini, satu-satunya jalan adalah membungkam mulut saksi mata, asal Bu Seng-tang berniat membunuhnya, berarti dia akan memperoleh kesempatan untuk menangkap Bu Seng-tang, ini namanya siasat menyiksa diri," kata Darah dingin kegirangan, "Sam-suheng memang cerdas dan banyak akal, tapi apakah Bu Seng-tang sempat mendengar teriakan itu?"

"Dengar sih pasti mendengar," Cukat-sianseng tertawa "namun Bu Seng-tang bukan orang tolol, dia pasti setengah pri caya setengah tidak, sekalipun jalan teraman baginya adalah membungkam mulut saksi mata. Oleh sebab itu tiga hari berikutnya, beberapa kali Bu Seng-tang melancarkan bokongan untuk mencelakai si Pengejar nyawa namun selalu gagal, sebaliknya Pengejar nyawa juga berulang kali gagal membekuknya, maka main petak umpet pun berlangsung hingga tiba di Kota-raja. Selama ini pengejar nyawa tidak berhasil melepaskan diri dari penguntitannya, maka setelah datang memberi laporan, dia sengaja menampilkan diri di tempat lain. Tampaknya kali ini dia berjumpa lagi dengan Bu Seng-tang, menurut laporan mata-mata, pagi tadi si Pengejar nyawa sempat bertarung sengit melawan seseorang di sekitar Lau-ho-pei, berarti kejadian berlangsung tak jauh dari sini."

"Dengan ilmu meringankan tubuh yang dimiliki Sam-sute, bukan pekerjaan yang terlampau susah untuk menghindari penguntitannya," kata Tanpa perasaan, "jelas dia memang sengaja membiarkan musuh menguntitnya, dalam kejadian ini Bu Seng-tang telah bertemu dengan lawan tangguh."

Cukat-sianseng manggut-manggut, katanya, "Dari daftar tiga belas orang pembunuh, Si Ku-pei dan Bu Seng-say dua orang sudah mati, sisanya yang sebelas orang jelas merupakan kelompok manusia buas yang berilmu tinggi dan berhati kejam. Kali ini si Pengejar nyawa berusaha membekuk Bu Seng-tang sembari berusaha melacak jejak kesepuluh orang pembunuh lainnya, jelas keadaannya sangat berbahaya. Apalagi sang pentolan merupakan tokoh misterius yang sangat menakutkan, di samping tentu saja peristiwa ini ada hubungan yang sangat erat dengan dendam kesumat Tanpa perasaan, itulah sebabnya aku minta kehadiran kalian di kotaraja untuk membantu Pengejar nyawa menyelesaikan tugas ini."

"Kelihatannya sumber ilmu silat yang dimiliki ketiga belas orang pembunuh itu berasal dari sang pentolan," kata si Darah dingin, "Kasus pembunuhan pertama terjadi pada dua puluh delapan tahun berselang, padahal mereka gunakan kasus pembunuhan sebagai imbalan untuk memperoleh ilmu silat, seharusnya kejadian ini berlangsung pada tiga puluh tahun berselang. Sianseng, kenapa kau tidak memeriksa berkas lama yang mencatat kawanan jago yang bermunculan pada tiga puluh tahun berselang

"Aku dan Ko-su Thayjin pernah berpikir begitu," tukas Cukat-sianseng, "bukan satu pekerjaan mudah untuk mengumpulkan berkas yang terjadi pada tiga puluh tahun berselang. Yang lebih sulit lagi adalah tidak semua jago menjadi tersohor pada saat bersamaan, karena keberhasilan seseorang menguasai sejenis ilmu sakti pun berbeda ... walaupun begitu, aku berhasil juga melacak orang yang menguasai ilmu kipas sakti Yin-yang

"Oh, ilmu silat yang dituturkan si petugas kentongan di depan istana Jian-liok-ong?"

Cukat-sianseng mengangguk.

"Sebenarnya ilmu yang diandalkan orang itu adalah ilmu golok pohon liu, tapi semenjak dua puluh lima tahun lalu dia berganti menggunakan ilmu kipas dan menjadi termashur pada dua puluh tahun berselang, sejak lima belas tahun lalu dia memperoleh julukan sebagai Yin-yang-san si kipas Yinyang."

"Oh, rupanya si kipas sakti Yin-yang, Auyang Toa," seru si Darah dingin, "konon orang ini gemar membunuh dan suka memperkosa wanita, baik kalangan hitam maupun golongan putih menaruh perasaan jeri kepadanya."

"Cuma kita belum punya bukti, hal itu hanya berdasarkan dugaan saja," kata Cukat-sianseng dengan kening berkerut, "tujuan utama dari pelacakan yang kita lakukan kali ini adalah mencegah mereka turun tangan terhadap sasaran terakhir, sebab menurut perkiraanku, kejadian ini menyangkut keselamatan Baginda raja. Selama ini, para dorna dan kaum pengkhianat mulai rajin berkasak-kusuk, aku sudah banyak membuang tenaga untuk berjaga-jaga di kotaraja."

"Kalau memang urusan begini gawat, ada baiknya kalau aku dan Si-sute segera berangkat," kata si Tanpa perasaan.

Cukat-sianseng mengangguk. "Tanpa perasaan, kau harus ingat," pesannya, "jangan lantaran terbakar oleh api dendam, kau malah kehilangan ketenangan, dengan kecerdasan dan kepandaian silat yang kau miliki, semakin kau bersikap tenang, semakin besar manfaat yang bisa kau peroleh."

Kemudian kepada si Darah dingin pesannya pula, "Darah dingin, kau pun harus berhati-hati, jangan gampang emosi dan bertindak gegabah. Nanti, begitu si Tangan besi sudah balik kemari, aku akan suruh dia segera berangkat membantu kalian."

0oo0

Si pengejar nyawa minum arak seorang diri di dalam rumah penginapan, perasaan hatinya sangat berat.

Selama tiga hari beruntun, dia sudah lima kali bertempur melawan Bu Seng-tang dan selalu berada pada posisi di atas angin, tapi sayang dia harus menangkapnya hidup-hidup dan bukan membinasakannya, sebab itulah ada dua kali sebetulnya Bu Seng-tang sudah tak mungkin kabur, tapi pada akhirnya berhasil juga meloloskan diri.

Hari ini secara tiba-tiba dia kehilangan jejak Bu Seng-tang, sebenarnya kemana perginya bajingan yang satu ini?

Tapi dia yakin Bu Seng-tang pasti berada di sekitar sana.

Sebelum berhasil membunuhnya, tak nanti Bu Seng-tang mau melepaskan dirinya begitu saja.

Walaupun dia tahu bukan pekerjaan gampang untuk menangkap Bu Seng-tang, namun tidak terlampau sulit untuk mengalahkan si Sastrawan bertangan bengis ini, tapi entah mengapa perasaan nya saat ini terasa sangat berat.

Baru saja dia habis meneguk arak dari dalam buli-bulinya, seorang lelaki berdandan terpelajar berjalan menghampirinya dengan senyum menghias bibirnya.

Orang itu bukan Bu Seng-tang. Tapi dari gerak-geriknya yang terpelajar dan penuh sopan santun, siapa pun merasa segan untuk mengusirnya. Dengan sikap yang santun dan hormat orang itu berjalan mendekat, lalu sembari menjura katanya, "Congsu, bolehkah aku duduk di sini?"

Seorang terpelajar berdandan perlente ternyata memanggil seorang lelaki berbaju compang-camping macam pengemis sebagai "Congsu", orang gagah, kalau sang pengemis menampik untuk duduk sebangku, itu baru aneh namanya.

Siapa tahu si pengejar nyawa segera menampik, "Tidak boleh!"

Tampaknya orang itu tidak menyangka dengan jawaban itu, setelah tertegun beberapa saat, kembali ujarnya sambil tertawa, "Ada seorang menyerahkan sebuah barang kepadaku, dia minta aku menyerahkannya kepada Sianseng."

"Ada pula sepatah kata yang ingin kusampaikan kepadamu," sela Pengejar nyawa dengan mata melotot.

"Apa yang ingin kau sampaikan? Silakan Congsu memberi petunjuk."

"Bila kau mempunyai sangkut-paut dengan Bu Seng-tang, lebih baik menyingkirlah jauh-jauh, sebab bila kau satu komplotan dengan Bu Seng-tang dan ingin bermain gila di hadapanku, hanya kematian yang bakal kau terima."

"Siapa itu Bu Seng-tang, Bu Seng-say? " seru orang itu tertegun, "saudara Pengejar nyawa, aku adalah bekas anak buah Cukat-sianseng, masa kau lupa? Ada semacam benda dari Sianseng yang minta aku untuk menyerahkan kepadamu."

"Oh, benda apakah itu?" tanya si Pengejar nyawa sedikit di luar dugaan.

Dengan sangat berhati-hati pelajar itu mengeluarkan sd.ni ah payung kertas dari bawah kempitannya, sambil tertawa s.i hutnya, "Nih, barang ini yang kumaksud."

"Sebuah payung hujan?" dengan heran si Pengejar nyawa mengulurkan tangan untuk menyambut. "Benar, sebuah

payung hujan."

Ketika ujung jari tangan si Pengejar nyawa menyentuh permukaan payung, dirasakan payung itu bukan terbuat dari kertas melainkan dingin keras seperti lempengan baja, ia segera menyadari sesuatu.

Belum sempat suatu tindakan dilakukan, mendadak orang itu membentang lebar payungnya, si Pengejar nyawa segera menyaksikan selembar payung besar langsung menerjang ke tubuhnya.

Ujung payung itu ternyata berupa sebilah pisau yang sangat tajam.

Pengejar nyawa berniat mundur dari situ, namun bangku yang diduduki telah menghalangi jalan mundurnya.

Pengejar nyawa membentak gusar, masih tetap dalam posisi duduk, sepasang kakinya menggaet ke atas, sebuah meja besar segera terangkat ke udara, ujung payung itupun langsung menghujam di atas permukaan meja.

Ketika ujung pisau yang tajam menancap di atas permukaan meja dan belum sempat dicabut keluar, si Pengejar nyawa memanfaatkan kesempatan itu untuk melancarkan serangan balasan.

Mendadak terasa deruan angin pukulan muncul dari arah belakang, karena jalan ke depan terhadang si Pengejar nyawa membentak keras, tubuhnya segera berjumpalitan ke sisi kanan.

"Krak, krak!", terdengar suara genting yang hancur dan berguguran menyusul terlihat sesosok bayangan manusia melayang turun dari udara, tiga batang senjata rahasia meluncur datang dengan kecepatan luar biasa.

Pengejar nyawa segera berjumpalitan tiga kali di udara, baru saja lolos dari serangan ketiga batang senjata rahasia itu, mendadak terasa desingan angin tajam membokong dari sisi kiri dan kanan tubuhnya.

Serangan dari sebelah kiri berupa sodokan payung besi, sementara ancaman yang muncul dari sebelah kanan merupakan pukulan dahsyat.

Dalam posisi seperti ini, sulit bagi si Pengejar nyawa untuk menghindarkan diri, masih melambung di udara, dia bersalto berulang kali sementara kakinya melepaskan serangkaian tendangan berantai.

Baru saja tendangan dilancarkan, "Wes!", lagi-lagi sebatang piau disambitkan ke arahnya, kali ini yang dituju adalah sepasang kakinya.

"Aduh celaka!" keluh Pengejar nyawa dalam hatinya, lekas dia tarik kembali kakinya sambil mencengkeram payung besi dengan sepasang tangannya, tapi pukulan yang muncul dari arah belakang segera bersarang telak di punggungnya.

Meminjam tenaga pukulan yang menghajar punggungnya itu, si Pengejar nyawa mementang mulut lebar-lebar sambil memuntahkan darah bercampur arak ke wajah pelajar bersenjata payung besi itu.

Tak ampun seluruh wajah orang itu basah kuyup terhajar semburan ini.

Untuk beberapa saat lamanya si pelajar tak sanggup membuka matanya, sementara senjata andalannya berhasil dicengkeram lawan, mau mundur juga tak bisa, satu sodokan lutut si Pengejar nyawa segera dilontarkan ke depan.

Hebat juga kepandaian silat yang dimiliki pelajar itu, biarpun matanya tak dapat melihat namun pendengarannya sungguh amat tajam, merasa datangnya ancaman, dia segera menyo-dokkan pula lututnya untuk menangkis.

"Krak!", tulang lutut pelajar itu segera tertumbuk telak hingga membuat ruas tulang lutut terlepas dari engselnya.

Tendangan Pengejar nyawa memang termashur sebagai tendangan kaki baja.

Pada saat itulah deru angin tajam kembali bergema dari belakang, pukulan ketiga telah meluncur tiba.

Lekas Pengejar nyawa berjumpalitan ke depan menghnulai, namun pada saat bersamaan terlihat ada tiga batang piau emas yang memancarkan sinar kebiruan menyongsong kedatangannya dari arah depan.

Kembali si Pengejar nyawa merentangkan sepasang kakinya, masing-masing menendang sebatang piau yang meluncur tiba, piau ketiga digigitnya dengan mulut, tapi sayang sebelum dia sempat memuntahkan keluar senjata rahasia itu, pihak lawan telah merangsek ke depan langsung mengancam tubuh bagian tengah, sebuah totokan kilat membuat jalan darah Sang-tiong-hiat di dadanya terhajar telak.

Seketika itu juga Pengejar nyawa roboh lemas ke tanah. Menyusul dia pun mendengar suara tertawa Bu Seng-tang yang menyeramkan.

Ternyata orang yang terjatuh dari atap rumah dan tiga kali menyerangnya dengan piau emas itu tak lain adalah Lak-jiususeng si Pelajar bertangan keji Bu Seng-tang, manusia bejad yang sempat ditendang tulang tangan kirinya hingga patah.

Sambil berdiri di hadapannya dan tertawa seram Bu Sengtang menjengek, "Pengejar nyawa, aku rasa kejar mengejar di antara kita akan berakhir hari ini?"

Pengejar nyawa menghela napas panjang. "Tahu kau telah mengundang Hud-kou-coa-sim Thiat-san Siucay, pelajar berpayung besi bermulut Buddha berhati ular, tidak seharusnya kuberi kesempatan hidup untukmu."

"Hahaha ... jangan lupa dengan orang yang telah menghadiahkan sebuah pukulan untukmu, Toa-jiu-eng (si pukulan maut) Kwan-loyacu!" sambung Bu Seng-tang sambil tertawa seram.

Ketika Pengejar nyawa memaksakan diri untuk menengok, dia saksikan orang itu adalah seorang kakek kecil pendek yang berbadan kekar, lengan bajunya digulung tinggi, wajahnya bengis dan nampak amat licik, dialah orang yang pertama kali membokong dari belakang, kedua kalinya membokong dari sisi kanan dan kali ketiga membokong lagi dari belakang.

Pengejar nyawa menghembuskan napas panjang, tak heran pukulan itu susah dihindari, tak ada orang persilatan yang tidak dibuat pusing oleh pukulan maut dari Toa-jiu-eng-kimkong (pukulan sakti kim-kong) Kwan Hay-beng, Kwan-loyacu dari Shantong.

Apalagi di situ hadir juga Hud-kou-coa-sim Thiat-sansiucay, pelajar berpayung besi bermulut Buddha berhati ular Thio Si-au yang punya nama sejajar dengan Lak-jiu Suseng, ditambah pula Bu Seng-tang, serangan gabungan dari tiga orang jagoan itu memang luar biasa, tak heran si Pengejar nyawa tak sanggup mempertahankan diri.

Terdengar Kwan Hay-beng berkata dengan suara keras, "Kau memang tak malu sebagai anggota empat opas, biar sudah termakan sebuah pukulanku, ternyata masih sanggup mempertahankan diri! Biar dikeroyok tiga orang, kau masih mampu juga melukai Thio-lote, mengagumkan! Sungguh mengagumkan!"

"Biarpun berhasil melukai Thio-siucay, tapi apa gunanya? Toh aku sendiri pun harus mencium tanah," sahut pengejar nyawa kemalas-malasan.

Bu Seng-tang tertawa dingin. "Hm, tunggu saja, sebentar lagi akan kusuruh kau mencicipi kehebatan ilmu pemisah ototku, sampai waktunya kalau kau masih bisa tertawa, aku baru benar-benar merasa kagum," jengeknya.

Pengejar nyawa tertawa sinis, tiba-tiba ujarnya, "Ada satu pertanyaan ingin kuajukan kepadamu."

"Katakan saja," sahut Kwan Hay-beng.

"Kalau begitu Kwan-loyacu dan Thio-siucay merupakan anggota di antara tiga belas pembunuh yang berulang kali membuat keonaran?"

0oo0
DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar