Pendekar Bloon Jilid 41 Thian-tong-kau hancur

Jilid 41 Thian-tong-kau hancur

Kemunculan Blo'on dan rombongannya di panggung yang sedianya akan digunakan untuk upacara meresmikan berdirinya partai Thian-tong kau, telah menyebabkan kegagalan rencana fihak Thian-tong-kau.

Dalam upacara peresmian itu Thian-tong-kau telah mengeluarkan anak murid dan tokoh2 yang diandalkan untuk menjaga keamanan.

Barisan anakbuah Thian tong kau yang siap diatas panggung terdiri dari enam kacung Baju Merah dan enam kacung Baju biru. Kacung sekalipun mereka tetapi ilmu kepandaiannya cukup untuk melawan jago2 silat kelas satu. Kemudian duabelas dara Baju kuning dan duabelas dara Baju Hijau. Mereka dara2 remaja yang selain cantik juga Iihay ilmusilatnya.

Lalu duapuluh pengawal Baju Merah dan dua puluh pengawal Baju Putih. Keempat puluh pengawal itu merupakan tokoh2 persilatan yang telah hilang dalam dunia persilatan. Sebelum diculik dan dibius kesadaran pikirannya, mereka adalah tokoh yang tekenal sakti dalam dunia persilatan. Apabila keduapuluh Pengawal Baju Merah itu memiliki ilmu pukulan tangan kosong yang beraneka aliran, dan kesaktiannya, keduapuluh pengawal Baju Putih itu terdiri dari tokoh2 yang sakti dalam menggunakan senjata. Mereka terdiri dan tokoh2 berbagai aliran persilatan.

Terakhir yang duduk dikursi kebesaran, adalah ketua Thian tong kau sendiri yang dikawal oleh dua orang gadis cantik. Kedua gadis cantik membawa kipas bertangkai panjang dan tengah menggoyang-goyangkan kipasnya untuk menyejukkan tubuh ketua Thian tong-kau. 

Juga dimuka ketua Thian-tong kau, dijaga oleh sepasang harimau yang mendekam dibawah kaki ketua itu.

Kemudian masih terdapat seorang pengacara Baju Merah yang memimpin upacara peresmian dan pengambilan sumpah dari anggauta baru yang akan masuk kedalam Thian tong-kau.

Yang hadir hampir dikata adalah seluruh tokoh2, baik ketua partai persilatan maupun perorangan, yang telah mempunyai nama besar dalam dunia persilatan.

Mereka itulah yang akan dipaksa menjadi anggauta Thian tong kau. Partai Thian-tong-kau mempunyai rencana besar untuk menggabung dan melebur semua partai2 persilatan kedalam satu wadah yalah Thian-tong kau. Demikian juga akan mempersatukan aliran2 ilmusilat yang terdapat dalam dunia persilatan. Ilmusilat dari berbagai partai persilatan dan aliran itu, akan dipelajari, diambil yang penting2, dirangkai dengan semua ilmusilat lalu akan diciptakan satu aliran ilmusilat dari Thian-tong-kau saja.

Banyak darah mengucur dan mayat2 berjatuhan akibat tokoh2 persilatan itu tak mau tunduk dan masuk menjadi anggauta Thian-tong-kau.

Keadaan makin gawat dan berbahaya bagi tokoh2 persilatan yang menghadiri upacara itu. Tokoh2 dari Kun lun pay, Hoa san-pay, Go-bi pay dan Kay pang hampir putus asa karena tak mampu menghadapi kekuatan Thian tong-kau yang memiliki barisan2 sakti.

Untunglah pada saat2 yang berbahaya muncul lah Blo'on, Sian Li, kakek Lo Kun, Hong Ing dan juga seorang tokoh aneh yalah Pek I lojin atau kakek Baju Putih.

Dengan ilmu kepandaian yang bersumber pada tenaga- dalam luar biasa Ji-ih-sin kang dan ilmu latah dari Kitab tanpa- tulisan atau Bu ji-keng, Blo'on dapat menghadapi jago2 dari Thian-tong-kau itu.

Akhirnya bubar berantakanlah barisan Thian tong kau. Satu demi satu, dimulai dari barisan kacung lalu gadis2 cantik, kemudian barisan pengawal baju putih maupun baju merah yang lihay, telah diobrak-abrik. Yang mati, yang terluka dan yang kabur. Pengacara baju merah dan ketua Thian tong kau mencuri kesempatan pada waktu rombongan Blo'on sedang berhadapan dengan pengawal2 baju putih, telah meloloskan diri. Blo'on dan rombongannya mengejar, masuk kedalam terowongan, melalui beberapa perangkap yang berbahaya dan terakhir mengalami maut yang hebat ketika terjadi ledakan dahsyat.

Tetapi entah karena umurnya memang masih panjang dan hatus mengalami berbagai lelakon di dunia, entah karena pikirannya kosong tiada kotor dengan kejahatan2, Blo'on dan rombongannya masih selamat.

Tetapi beberapa ketua partai persilatan menerima penderitaan. Ceng Sian suthay tertindih batu sehingga kehabisan tenaga dan menderita luka-dalam. Hoa Sin ketua Kay-pang juga sama. la menyanggah batu besar yang akan menindih dirinya. Setelah Lo Kun mewakilinya, ketua Kay pang itupun duduk bersemedhi pejamkan mata. Wajahnya pucat karena menderita luka-dalam.

Dari tumpukan puing2 dan timbunan batu2 besar, Sian Li melihat sebuah aliran darah.

Aliran darah itu tentulah merupakan timbunan mayat. Dan menjeritlah Sian Li ketika melihat sebuah pemandangan yang menyayat hati.

“Pang tayhiap !” gadis itu menjerit ketika melihat sesosok

tubuh terkapar di tanah. Kepalanya hancur dan mukanya sudah tak berujud muka orang lagi. Tetapi pakaiannya jelas pakaian dari Pang To Tik.

Di samping mayat itu terdapat pula sesosok mayat baju merah yang dikenal Sian Li sebagai pengacara Thian-thong- kau. Pada dada Pang To Tik tertembus sebuah pedang, sedang perut pengacara itupun terbelah pedang dan menganga besar sehingga ususnya berhamburan ke luar. Menilik keadaannya kedua orang itu habis bertempur dan akhirnya sama2 mengalami kematian yang mengerikan karena terjadi ledakan sehingga keduanya tertimbun batu.

Blo'on berhasil meloloskan diri dari gencetan batu besar. la menghampiri ke tempat Sian Li dan menyaksikan mayat kedua orang itu.

“ Apakah yang satu itu Pang To Tik? *' tanyanya. Sian Li mengiakan.

“Rupanya Pang tayhiap telah menyelundup ke dalam markas. Ketika ketua Thian-tong-kau serta pengacara melarikan diri masuk ke dalam markas, Pang tayhiap telah menyerbunya. Tetapi ........... , “ Sian Li tersekat suaranya. Rupanya ia terharu melihat nasib Pang To Tik yang begitu mengenaskan.

“Ah. ternyata Pang To Tik seorang yang perwira,” Sian Li menghela napas.

Keduanya hendak menyelidiki ke sekitar tempat itu lebih lanjut tetapi tiba2 kakek Lo Kun menjerit-jerit: “Tolong, hai, jangan pergi kalian!”

Blo'on dan Sian Li melihat saat itu kakek Lo Kun masih menyanggah sebuah batu besar dengan punggungnya. Kedua anakmuda itu segera menghampiri.

B'o'on mengangkat sebuah batu lalu disorongkan untuk mengganjel batu besar yang menindih punggung kakek Lo Kun. Dengan demikian dapatlah kakek itu meloloskan diri.

“Tempat ini merupakan sebuah ruangan besar yang indah. Kemungkinan besar tentu markas besar dari Thian tong kau.” kata Sian Li.

“Siapa yang meledakkan tempat ini? ” tanya kakek Lo Kun. “Menurut dugaanku tentulah ketua Thian-tong-kau,” kata Sian Li. “tetapi bagaimana kepastiannya, kita lihat lagi dari hasil penyelidikan lebih lanjut.”

“Kakek, Pang To tik tayhiap telah binasa,” kata Blo'on. “Kenapa? ” tanya kakek Lo Kun terkejut. Sian Li menunjuk

kearah   dua   sosok   mayat   yang   hancur   tubuhnya:  “Dia

bertempur dengan pengacara merah dari Thian-tong-kau dan keduanya mati tertimbun batu besar.”

Kemudian ketiganya melanjutkan pencarian lebih lanjut. Setelah memasuki sebuah ruang yang hancur berantakan dan tinggal bekas2 dinding temboknya saja, mereka terkejut ketika melihat sesosok tubuh tengkurap di lantai. Kedua kakinya terjepit batu dan kepalanya tertindih tiang besi.

“Ketua Thian-tong-kau? ” teriak Sian Li ketika melihat  mayat itu.

“Bagaimana engkau tahu? ” tanya Blo'on.

“Oh.....” Siau Li menjerit kejut puli ketika melihat punggung orang itu tertancap sebatang tombak.”dia memang ketua Thian-tong kau. Lihatlah pakaiannya yang indah itu!”

Memang pakaian yang dikenakan orang itu adalah pakaian indah yang dipakai ketua Thian-tong kau ketika berada di panggung upacara tadi, “Ih,” kembali Sian Li memekik kaget, “dia mesih bernapas.

'Biarkan dia mampus saja,” kata kakek Lo Kun.

“Ah. jangan kakek,” kata Blo’on, “walaupun dia jahat tetapi saat ini dia sedang sekarat. Tak apa kita menolong untuk meringankan penderitaannya.” Blo'on terus menghampiri dan mengangkat batu yang menjepit kaki orang itu dan mengisar tiang besi yang menindih kepalanya.

“Hm, begitulah upah seorang yang jahat,” gumam kakek Lo Kun.

“Kakek,” kata Blo'on pula, “betapapun jahat seseorang, kalau dia sudah mau mati, harus kita maafkan. “

Kedengaran orang yang diduga sebagai ketua Thian-tong- kau itu mengerang pelahan dan tampak bergeliatan miringkan mukanya. Tetapi karena sudah kehabisan tenaga, dia tak mampu berkisar muka.

“ Pang ... To Tik ..... “ tiba2 kedengan orang itu berkata pelahan sekali.

“Apa? “ teriak Blo'on seraya mendekatkan telinganya, “ apa katamu? “

“Pang ... To ... Tik ... “

“Apa? Pang To Tik? “ Blo'on menegas dengan suara keras tetapi orang itu tak dapat menjawab lagi. Tubuhnya terkulai kaku dan napasnya pun berhenti.

Blo'on hendak mengulurkan tangan memegang tubuh orang itu tetapi kakek Lo Kun memekik: “Jangan !”

“Mengapa? “ Blo'on terkejut.

“Mungkin tubuhnya dilumuri racun. Terhadap manusia jahat semacam dia, kita harus waspada,“ kata kakek Lo Kun.

“Suko, dia sudah meninggal. Tak perlu suko goyangkan tubuhnya,” kata Sian Li.

“ Tetapi dia mengatakan Pang To Tik. Aku hendak minta penjelasan kepadanya.” “ Pang To Tik? “ ulang Sian Li heran, “ ah, mungkin dia hendak mengatakan bahwa yang membunuhnya adalah Pang To Tik.“

Blo'on merenung.

“Benar, tentu begitu,“ seru kakek Lo Kun, “kalau menilik Pang To Tik pun mati bersama-sama dengan pengacara baju merah, kemungkinan besar sebelumnya dia tentu bertempur dengan ketua Thian-tong-kau lebih dulu. Setelah berhasil membunuh ketua Thian-tong-kau dia terus menyerang pengacara baju merah. Sebelum pertempuran selesai, keduanya mati terlimpah batu besar. Ah, kasihan ”

“ Tetapi .... tetapi “

“Tetapi bagaimana suko? ” tegur Sian Li ketika melihat Blo'on berkata dengan tersendat-sendat tak dapat  melanjutkan kata-katanya.

“Tetapi bagaimana, ya? Aku tak dapat mengatakan tetapi hanya merasa bahwa yang mati itu bukan ketua Thian-tong- kau, melainkan orang lain.“

“ Tidak! “ teriak kakek Lo Kun, “dia pasti ketua Thian tong- kau. Apakah engkau tak ingat pakaiannya yang berlukis gambar pat-kwa itu? “

“ Tetapi mengapa rambutnya putih? “ bantah Blo'on.

Kakek Lo Kun gelagapan. Tetapi ia masih dapat membantah

: “Soal rambut, sih, tak begitu penting.”

Sian Li memandang pula ke arah sosok mayat itu. Wajahnya sukar dikenali karena berwarna hitam. Tetapi rambutnya memang putih.

“Adakah rambut ketua Thian-tong-kau itu sudah putih? ” tanya Sian Li dalam hati. “ah, mungkin saja. Dia tentu sudah berumur lebih dari setengah abad. Karena tertutup kain kepala maka ketika di panggung, tak tampak bagaimana rambutnya.”

“Suko,” katanya kepada Blo'on. “memang soal rambut, bisa saja begitu. Sebagai seorang ketua Thian tong-kau tentu dia paling tidak berumur lebih dari lima puluh tahun.”

“Ya, engkau boleh mengatakan apa saja.” kata Blo'on. “tetapi aku sendiri meragukan kalau dia itu ketua Thian-tong kau”

“Tetapi lihatah pakaiannya.” seru kakek Lo Kun.” jelas pakaian dari ketua Thian-tong-kau. Mengapa engkau masih tak percaya? ”

Blo'on tak mau membantah. Ketiganya melanjutkan pencarian lebih jauh. Yang masih belum diketemukan adalah Hong Hong tojin, Hong Ing dan Pek I lojin.

Mereka terkejut ketika melihat sesosok tubuh perempuan tertimbun batu.

“Hong Ing,” teriak Sian Li terus lari menghampiri.

Memang sosok tubuh itu adalah Hong Ing. Dia telah tertimbun puing2 juga. Untung hanya puing2 kecil campur debu. Tetapi cukuplah membuat nona itu tak berkutik.

“Dia masih hidup.” seru Sian li pula setelah memeriksa denyut pergelangan tangan nona itu.

Mereka bertiga segera menyingkirkan tumpukan puing dan menarik tubuh Hong lng dari timbunan debu dan pasir.

Tetapi walaupun sudah ditolong. Hong Ing tetap pingsan. “Suko, apakah engkau masih mempunyai persediaan Can-

han-hay-te-som? ” tanya Sian Li. “Masih.” kata Blo'on lalu mengeluarkan tiga butir buah som istimewa itu. Ketiga butir som itu segera disusupkan kedalam mulut Hong Ing. Tak berapa lama setelah diurut-urut tubuhnya oleh Sian Ii, nona itu dapat membuka mata.

“Eh apakah aku masih hidup? ” Hong Ing berteriak kaget dan memandang kian kemari.

“Ya engkau memang masih hidup,” kata Sian li.

Hong Ing hendak menuturkan pengalamannya tetapi dicegah Sian li: “Jangan bicara dulu, engkau masih lemah. Beristirahatlah menyalurkan tenaga murni dalam tubuhmu.”

Hong Ing menurut. Walaupun tadi pernah berbantah tetapi saat itu Hong Ing mengetahui bahwa Sian Li itu ternyata seorang gadis yang baik budi.

Kemudian Blo'on bertiga melanjutkan pencarian lagi. Akhirnya mereka menemukan Hong Hong tojin yang juga payah keadaannya.

Ketua Go-bi-pay itu tertimbun batu. Walau pun batu2 itu tak berapa besar, tetapi karena datangnya mencurah seperti hujan lebat, ketua Gobi pay itupun menderita luka-dalam yang cukup berarti juga.

Blo'on bertiga beramai-ramai menolongnya dan membawanya keluar. Hong Hong tojin segera duduk bersemedhi menyalurkan tenaga dalam. Lebih dulu ia minum pil yang dibekalnya.

Demikian rombongan Blo'on yang menderita malapetaka tertimpa oleh lorong goa batu dibawah tanah yang telah diledakkan oleh fihak Thian tong kau telah dapat diketemukan. Walaupun bagi Blo'on, Sian Li dan kakek Lo Kun yang berhasil selamat, tetapi ketua partai2 persilatan yang tertimpah runtuhan dan batu2 besar itupun tidak sama kehilangan jiwa. Mereka hanya menderita luka-dalam yang berat.

Satu-satunya anggauta rombongan yang telah tertimpah musibah besar hanyalah Pang To Tik yang mati bersama pengacara baju merah dari Thian-tong kau dan keduanyapun telah tertimpa batu yang rubuh.

Sekarang yang menjadi pertanyaan hanya dua: Pertama, kemanakah gerangan perginya Pek I lojin atau Kakek Baju putih itu?

Kedua, siapakah yang meledakkan markas Thian-tong-kau itu?

Blo'on, Sian Li dan kakek Lo Kun termenung-menung memikirkan soal itu.

“Siapa lagi yang meledakkan markas Thian-tong-kau kalau bukan salah satu dari kedua orang itu? ” kata kakek Lo Kun.

“Siapa? ” tanya Blo'on.

“Jika bukan ketuanya tentu pengacara baju merah itu,”.kata kakek Lo Kun.

“Ah, kalau mereka berdua yang meledakkan mengapa mereka juga ikut terlimpah runtuhan puing2? ” kata Sian Li.

Biasanya kakek Lo Kun memang limbung. Tetapi entah bagaimana saat itu pikirannya terang sekali.

“Apa engkau melupakan jasa Pang To Tik? ” tanyanya.” setelah meledakkan tentulah kedua pemimpin Thian-tong-kau itu hendak melarikan diri tetapi dihadang Pang To Tik. Itulah sebabnya mereka bertiga mati tertimpa batu runtuhan goha.”

“Ya, kemungkinan begitu,” akhirnya Sian Li berkata,” suko, bagaimana pendapatmu? ” Blo'on garuk2 kepalanya.

“Barangkali begitu.” katanya, “tetapi aku mempunyai perasaan bahwa urusan ini tidak sewajarnya.”

“Bagus, suko,” teriak Sian Li. “jadi sekarang engkau sudah sembuh? ”

“Sembuh bagaimana? ”

“Bukankah sekarang engkau mempunyai perasaan? Perasaan itu digerakkan oleh pikiran dan pikiran itu tak lain adalan daya kerja dan otak. Engkau mempunyai perasaan artinya engkau sudah dapat berpikir. Dengan begitu otakmu sudah sembuh.”

“Ya, kebetulan saja,” sahut Blo'on, “kadang memang aku dapat berpikir terang. Tetapi kadang pikiranku gelap.“

“Anak perempuan, bagaimana langkah kita sekarang? ” tanya kakek Lo Kun.

“Beberapa cianpwe itu sedang bersemedhi melakukan penyembuhan diri. Mari kita periksa keadaan markas Thian- tong-kau. Siapa tahu masih terdapat beberapa anakbuah mereka yang bersembunyi.” kata Sian Li.

Demikian ketiga orang itupun segera masuk kedalam sebuah ruang yang walaupun sudah rubuh tetapi masih mempunyai bagian2 yang belum hancur sama sekali.

Mereka memasuki sebuah lorong yang menghubungkan sebuah bangunan lain. Mereka terkejut ketika mendengar suara anjing menyalak. Cepat mereka lari menuju ketempat itu, sebuah lorong yang menuju kesebuah ruang batu.

“Ah, binatang peliharaan suko!” teriak Sian Li. Ternyata ruang batu yang berpintu terali besi itu merupakan sebuah sangkar yang berisi si monyet hitam, anjing kuning dan burung rajawali.

“Kurang ajar, siapakah yang memenjarakan mereka? ” teriak Blo'on seraya mencengkeram teraIi besi lalu dilariknya.

Tetapi terali besi itu amat kokoh sehingga Blo’on gagal untuk menariknya. Tetapi makin lama dan makin gagal, makin meluaplah kemarahannya.

“Suko, sudahlah,” seru Sian Li, “pakai pedang pusakaku ini saja.”

Blo'on tak mau mendengar. Ia marah sekali dan malu kalau sampai tak mampu menjebol pintu terali besi itu.

Krak .... krak .... tiba2 terdengar suara berderak-derak dan kerangka terali besi itupun mulai bergerak-gerak maju, diiring guguran tembok. Dan pada lain saat itu, terdengar suara berderak yang lebih keras. Pintu terali besi itu jebol ditarik Blo'on.

Diluar kesadarannya karena marah maka tenaga dalam Ji- ih-sin-kang yang saktipun memancar, dapatlah ia menarik pintu itu dari cepitan dinding.

Si monyet Hitam serta merta loncat memeluk leher Blo'on. Burung rajawali hinggap di kepala dan injingpun menjilat-jilat kaki Blo'on.

Betapa rindu ketiga binatang itu kepada tuannya. Blo'onpun juga kangen dengan ketiga binatangnya itu.

“Hayo, suko,” seru Sian Li,” kita lanjutkan Iagi berjalan.” “Hai, membawa apa engkau? ” tiba2 Blo'on  berseru kepada

monyet  hitam  lalu  mencekal  tangan  binatang  itu. Ternyata

monyet itu menggenggam sebuah kancing baju. Kancing baju itu bukan kancing baju biasa melainkan terbuat dari tanduk badak yang diukir merupakan sebuah singa.

“Hebat sekali buah baju ini sumoay,” seru Blo'on seraya menyerahkan kepada Sian Li.

Waktu memeriksa Sian-li pun terkejut juga. Serunya: “Ini tentu kancing baju dari seorang yang hebat. Karena tidak sembarang orang mempunya kancing baju seperiti ini.”

“Kita periksa baju ketua Thian-tong-kau itu,” tiba2 Blo'on berseru dan terus lari.

Mereka menuju ketempat ketiga tokoh yang sudah menjadi mayat. Satu demi satu dicocokkannya kancing itu dengan kancing baju mereka. Ternyata baik dari mayat Pang To Tik, maupun pengacara baju merah dan Ketua Thian-tong-kau tak sebuah kancing baju mereka yang lepas. Jelas kancing baju itu bukan dari baju ketiga orang itu.

“Hm, kancing baju siapakah ini, monyet? ” tanya Blo'on kepada si Hitam.

Tetapi monyet itu hanya bersuara nguk ..nguk sembari melonjak-lonjak saja.

Sian Li tertawa : “Sudahlah suko, monyet tentu tak dapat bicara seperti manusia!”

“Tetapi manusia bisa mengetti bahasa monyet,” teriak kakek Lo Kun.

“Ha? Apakak engkau mengerti bahasa monyet kakek? ”  seru Blo'on, “jika demikian tanyalah monyet hitam ini, dari mana dia memperoleh kancing baju.”

“Tidak bisa!” teriak kakek Lo Kun.” aku bukan monyet, bagaimana engkau suruh aku bicara dengan monyet” “Eh, bukankah engkau sendiri mengatakan bahwa orang dapat mengerti bahasa monyet? ”

“Salah omong,” sahut kakek Lo Kun, “yang kumaksudkan mengerti bahasa binatang, bukan hanya monyet.”

“O, binatang juga punya bahasa? ” Blo'on terkejut.

“Tentu saja punya,” jawab kakek Lo Kun dengan yakin, “kalau tidak bagaimana mereka dapat hidup bersama kawannya. Punya isteri, anak dan cucu.”

“Kakek, apakah engkau mengerti bahasa binatang? ” tegur Sian Li.

“Sedikit-sedikit,” sahut Lo Kan. “Bahasa binatang apa? ” “Macan.”

“Bahasa macan? ” Blo'on terkejut.

“Ya, ketika di guha Hek-tiou-tong (Macan hitam) aku sering berkumpul dengan macan hitam...”

“Apakah engkau tidak dimakan? ”, tanya Blo'on.

“Kalau dimakan masakan aku masih hidup sampai saat ini,” balas kakek Lo Kun, “bermula secara tak sengaja aku menemu sepasang anak macan. Lalu kupelihara dalam goha itu. Lama kelamaan karena sering mendengar mereka meraung, bercanda dan main2, bermula aku menirukan suara mereka. Eh, mereka dapat menanggapi maksudku. Dengan demikian setelah kedua macan hitam itu besar, makin banyak kata2 mereka yang kupelajari “

“Apakah bahasa juga seperti kita manusia? ” tanya Blo'on, “aku ingin juga belajar bahasa macan itu.”

“Tidak mudah, Blo'on,” kata kakek Lo Kun dengan bangga, “bahasa mereka bukan seperti bahasa kita.” “Bagaimana kalau kakek bicara dengan mereka? ” tanya Sian Li.

“Juga harus meraung, menggereng dan mengaum seperti macan.”

Sian Li geli.

“Kakek apakah setelah kedua macan itu besar, engkau tidak dimakan? ” tanya Blo'on.

“Sudah tentu tidak suko.” Sian Li cepat mewakili menjawab, “buktinya kakek kita masih segar bugar. Dan macan2 dalam guha Hek-lou-tong itu tentu menganggap kakek kita ini, hi, hi

..... “

“Mengangap dia bagaimana? ” Blo'on terlongong. “Juga seekor macan. ,” Sian Li pun tertawa mengikik.

Blo'on juga ikut tertawa.

“Sumoay, simpanlah kancing baju itu,” kata Blo'on, “mungkin kelak ada gunanya.”

Demikian ketiga orang itu terus melanjutkan penyelidikan kedalam markas. Mereka ingin mencari kemanakah gerangan lenyapnya barisan anak laki2 dan gadis2 cantik itu.

Akhirnya mereka menemukan juga. Mereka terkurung dalam sebuah ruangan di bawah tanah. Bermula penemuan itu tak mereka sangka2. Mereka memasuki sebuah lorong ketika tiba2 sepasang orangutan menyerangnya.

“Setan!” teriak kakek Lo Kun seraya loncat menghindar ketika kepalanya hendak dicengkeram.

Orangutan yang seekor hendak menyerang Blo’on tetapi cepat disambut Sian Li dengan pedang pusaka Pek-liong kiam. Tetapi kedua orangutan itu ternyata lihay juga. Mereka dapat menghindar, menghantam dan menerkam dalam gerak yang sesuai dengan jurus2 ilmusilat.

“Ih, binatang ini pandai bersilat,” seru Sian-li.

Sementara kakek Lo Kun yaug diserang oleh orangutan itu, tampak kelabakan.

“Kakek, kasih tahu dia, supaya menyerah saja” seru Blo'on. “Hah? ” kakek Lo Kun berpaling kearah Blo'on,” aku tidak

bisa bicara ”

Belum habis ia menyelesaikan kata-katanya, kepalanya telah diterkam orangutan itu lalu diangkat keatas hendak digigit.

Sudah tentu kakek Lo Kun terkejut dan meronta sekuat- kuatnya. Tetapi tak mampu terlepas. Kepalanya makin mendekat ke mulut orangutan yang sudah menganga dan menampakkan gigi2 caling yang tajam runcing.

Melihat itu terkejutlah Blo'on. Ia merasa telah mencelakai kakek itu. Karena ia memanggilnya maka kakek Lo Kun berpaling dan diterkam kepaIanya oleh orangutan.

Blo’on marah, Ia tak rela kalau kakeknya yang baik hati itu sampai remuk tulang kepalanya. Sekali loncat Blo'on terus memukul perut orangutan sekuat kuatnya.

Setiap kali marah maka memancarlah darah Blo'on dan darah itu segera menghamburkan tenaga-dalam Ji-ih-sin-kang yang sakti.

Bum.....

Orangutan meraung sekeras-kerasnya. Untuk menahan rasa sakit dari perutnya yang remuk, tangannyapun mencengkeram sekuat kuatnya. Akibatnya kakek Lo Kun menjerit-jerit: “Aduh, aduh, mati aku. ”

Bluk.....orangutan itu jatuh terjerembab ke belakang. Kakek Lo Kunpun turut jatuh ketimpa dadanya. Tetapi dalam detik2 meregang jiwa, tangan orangutan itu memeluk Lo Kun kencang2.

Habis kepalanya diterkam, kemudian badannya dipeluk kencang oleh seekor orangutan yang bertenaga kuat. Seketika kakek Lo Kun berkunang-kunang pandang matanya. Kepalanya pusing tujuh keliling. Ia setengah pingsan ....

Blo'on tak sempat menolong. Ia mencurahkan perhatiannya kearah Sian Li yang sedang tarung dengan orangutan yang lain.

Orangutan di gunung Thaysan, memang istimewa. Tingginya dua kali tinggi manusia. Mirip dengan jenis gorilla. Tenaganya biar biasa kuatnya.

Untunglah Sian Li memiliki pedang pusaka. Dengan mainkan ilmu pedang Giok liong-kiam la berhasil memapas kutung pergelangan tangan orangutan itu. Binatang itu meraung sekuat-kuatnya dan dengan kalap terus menerkam Sian Li.

Sebenarnya Sian Li dapat membunuhnya tetapi bagaimanapun dia seorang anak perempuan. Melihat muka orangutan yang marah dan menyeringai dengan gigi2 taringnya yang tajam. Sian li ngeri. Ia menyurut mundur dan orangutan itupun makin membuas.

Rasa ngeri telah membuyarkan konsentrasi Sian Li dan saat itu orangutan itu sudah melayangkan tangannya untuk menerkam. Melihat itu Blo'on memberingas. Sekali loncat, ia melambung sampai tiga meter tingginya, melayang di dada orangutan itu. “Duk. ”

Orangutan yang tingginya sama dengan dua orang itu terhuyung huyung ke belakang dan terus rubuh tertelentang tak berkutik lagi. Ternyata kedua kaki Blo'on yang mendarat di dada binatang itu tepat mengenai jantungnya.

Ji-ih-sin kang atau tenaga dalam sakti yang dapat digerakkan menurut senendak hati, memang luar biasa aneh dan hebatnya. Kedua kaki Blo'on sama dengan dua buah tiang besi yang dihantamkan keras2. Seketika berhentilah jantung binatang itu.

“Suko .....” seru Sian Li seraya lari menghampiri. la kuatir sukonya menderita luka.

“Kenapa? Apakah engkau terluka? “ Blo'on balas bertanya. “Tidak. suko. Aku hanya ngeri melihat wajah binatang itu

hingga tak ingat untuk membabatnya.”

Tiba2 Blo'on melihat sebuah pintu batu pada dinding guha yang dijaga kedua orangutan itu. la segera menghampiri.

“Tunggu suko,” seru Sian Li, “akan kuhantamnya dengan pedang ini.”

Dara itu terus gunakan pedang Pek liong-kiam untuk menghantam. Memang pintu batu itu mulai menghamburkan keping2 hancuran, tetapi ternyata tebal sekali.

Melihat itu Blo'on tak sabar, serunya: “Berhenti! Akan kudorongnya saja!”

Ia terus mendorong pintu itu dengan kedua tangannya. Bermula tak bergeming tetapi karena Blo'on makin ngotot dan bernafsu, tak berapa lama pintu batu itupun mulai bergoyang dan bergoyang kemudian mulai terdorong kedalam.

“Krak, krak, bum ”

Pintu batu yang tebalnya tak kurang dari setengah meter itupun terbuka dan segeralah tampak sebuah lorong. Blo'on terus menerobos masuk. Demikian pula Sian Li.

“Hai!” serentak Blo'on berteriak kaget ketika menyaksikan pemandangan ditempat itu.

Dua belas bocah laki2 yang menjadi barisan depan di panggung tadi serta berpuluh gadis2 cantik yang berpakaian Hijau dan Kuning, rubuh malang melintang didalam sebuah ruangan.

Sian Li juga terkejut dan cepat menghampiri. la memeriksa denyut pergelangan tangan salah seorang bocah dan seorang gadis, ternyata masih bekerja.

“Suko, bocah2 dan gadis2 ini tentu dipaksa minum racun,” seru Sian Li.

“Mereka belum mati? ” tanya Blo'on. “Belum… ”

“Bagus!” tiba2 terdengar suara orang bertepuk girang dan pada lain kejab sesosok tubuh lelaki pendek terus menerobos datang, langsung mendekati seorang gadis yang tak sadarkan diri itu.

“Kakek Lo Kun!” teriak Sian Li, “mau engkau apakan dia? ” “Jangan kuatir,” seru kakek Lo Kun, “dia akan kuangkut

keluar dan akan kusembuhkan.”

“Dia keracunan, kakek.” kata Sian Li, “dengan apa hendak engkau sembuhkan? ” “Jangan kuatir.” seru kakek Lo Kun pula, “bukankah engkau mempunyai batu kumala hijau burung Hong itu? Juga batu kumala merah itupun mempunyai khasiat untuk menolak segala macam racun “

“Mengapa harus engkau bawa keluar? Bukankah kita dapat menolongnya disini? ” tanya Sian Li.

“Setelah sembuh akan kubawa pulang,” jawab kakek Lo Kun.

“Bawa pulang? Untuk apa? ”

“Eh, budak perempuan,” kakek Lo Kun mengeram, “mengapa engkau tanya begitu melilit? Kalau seorang pria membawa pulang seorang gadis itu, tentulah engkau harus mengerti artinya.”

“Jangan gila-gilaan, kakek,” seru Blo'on.

“Siapa yang gila? Aku tidak gila,” teriak kakek Lo Kun, “apakah aku tak boleh membawa pulang seorang gadis?  Kalau engkau sukai dan bawa pulang.”

“KakeK Lo,” seru Sian Li, “dimanakah rumahmu? ” “Sudah tentu di guha Hek-hou-tong!”

“Dimana guha Hek-hou tong itu letaknya?! desak Sian Li.

“Di.... di .... eh, mengapa aku lupa? Di mana ya? ” kakek  itu garuk2 gundulnya.

Sian Li tertawa.

“Begini sajalah, kakek Lo,” katanya, ”engkau boleh membawa gadis itu setelah engkau ingat dimana letak guha tempat kediamanmu. Kasihan, kalau gadis secantik itu harus, engkau ajak kemana-mana.” “Hm,” pikir kakek Lo Kun, “benar juga”

Demikian setelah diberi minum air perendam kemala hijau burung Hong, kawanan bocah2 laki dan gadis2 cantik  itu dapat sadar dan tertolong jiwanya.

“Sayang Thian tong kau telah hancur dan ketuanya sudah mati,” kata Blo'on. “kalian boleh pulang ke rumah kalian masing2. Tetapi ingat, jangan melakukan perbuatan yang jahat lagi atau ikut perkumpulan hitam semacam Thian tong kau.”

Rombongan gadis2 cantik itu mengatakan bahwa sebenarnya mereka juga tak suka tetapi dipaksa oleh orang Thian tong kau.

Demikian keakhiran dari partai Thian tong kau yang hendak menguasai dunia persilatan. Suatu bencana benar bagi dunia persilatan telah tertumpas walaupun harus terjadi pengorbanan besar dari tokoh2 persilatan yang mati.

Walaupun sukar untuk mengenali wajahnya yang asli tetapi Sian Li dan Blo'on yakin.

Setelah beristirahat memulangkan pernapasan Hoa Sin ketua Kay pang, Ceng Sian suthay ketua Kun lun-pay dan Hong Hong tojin ketua Go-bi-pay serta Hong Ing murid Hoa san pay, walaupun belum sembuh sama sekali, namun sudah dapat berjalan dan bergerak seperti biasa.

Ketiga ketua partai persilatan, terutama Hong Ing, terkejut sekali mendengar Pang To Tik ikut binasa dalam markas Thian-tong-kau ketika markas itu meledak.

“Akan kubawa mayat supeh ke gunung Hoa-san,” kata Hong Ing. Mendengar itu Hoa Sin berkata : “Dari Thay-san ke gunung Hoa-san, jaraknya jauh sekali. Dikuatirkan jenasah Pang tayhiap itu tak dapat bertahan sampai sekian lama. Menurut pendapatku, kita bakar saja jenazahnya dan abunya boleh nona bawa pulang ke gunung. Atau masukkan dulu dalam peti dan sementara kubur di sini. Kelak apabila urusan ramai2 dalam dunia persilatan ini sudah selesai, kita tentu akan beramai-ramai datang kemari untuk memindahkan peti mati Pang tayhiap ke Hoa-san.”

Ceng Sian suthay, Hong Hong tojin dan Sian Li mendukung usul itu. Mereka menyatakan, kelak akan mengundang seluruh kaum persilatan untuk mengadakan upacara sembahyang guna menghaturkan terima kasih kepada arwah Pang To Tik yang telah mengorbankan jiwa demi keselamatan dunia persilatan.

Rupanya Hong Ing dapat menerima dan menyetujui usul itu. Sehari itu mereka tinggal dimarkas Thian-tong kau untuk membuat peti mati dan menggali liang. Dengan upacara yang sangat sederhana tetapi khidmat, jenasah Pang To Tik dikubur di bawah sebatang pohon pik.

Selesai itu rombongan ketiga partai persilatan dan Blo'on. segera turun gunung.

Dalam perjalanan itu merekapun tak henti-hentinya membicarakan soal diri kakek baju putih atau Pek I lojin.

“Dimanakah gerangan kakek baju putih itu? ” kata Sian Li,” dia seorang kakek yang baik budi.”

“Ternyata lojin itu seorang tokoh yang berilmu tinggi,” kata Hoa Sin pula, “kemungkinan dia tentu selamat.”

Ceng Sian pun ikut memberi tanggapan : “Memang biasanya tokoh sakti yang aneh itu selalu aneh pula sepak terjangnya. Dia tak mau disanjung puji. Tentulah karena merasa peristiwa di markas Thian tong-kau sudah selesai, maka diapun diam2 meninggalkan kita.”

“Cianpwe, siapakah sesungguhnya Pek I lojin itu? ” kata Sian Li,” secara tiba2 saja dia muncul di panggung. Karena masih sibuk menghadapi pertempuran kita tak sempat bertanya tentang dirinya. Tetapi belum lagi kita sempat bertanya dia telah menghilang. Ah benar2 seorang tokoh misterius.”

Dari Thaysan mereka hendak melanjutkan perjalanan ke gunung Hongsan. Digunung Hong-sanpun muncul sebuah partai baru yang memakai nama Seng han kau dan dipimpin oleh orang yang menamakan dirinya sebagai Kim Thian Cong.

Tujuh partai persilatan besar telah membagi tugas. Empat partai persilatan ke Thaysan yakni Hong Hong tojin ketua Go bi pay, Ceng Sian suthay ketua Kun lun-pay, Hoa Sin ketua Kay pang dan Pang To Tik wakil Hoasan.

Yang tiga partai yakni Hui Gong taysu dari Siau-lim pay. Ang Bin tojin dari Bu tong-pay dan Sugong ln dari Kong-tong- pay menuju ke Hong-san.

Ketua Hoa-san pay, Kam Sian Hong telah mati dibunuh orang. Diduga keras yang membunuhnya adalah Blo'on. Karena hanya pemuda itu yang berada disamping jenasah Kam Sian Hong ketika ketua Hoa san pay itu sedang menyepi untuk berlatih ilmu semedhi. Tapi menilik Blo'on seorang pemuda yang Blo’on dan ternyata tak mengerti ilmu silat, kecurigaan itupun mencurigakan. Mereka belum berani menentukan secara positif bahwa Blo'on itu pembunuh ketua Hoa san-pay. Sebelum diadakan pemilihan ketua baru, timbullah huru- hara dalam dunia persilatan dengan beberapa peristiwa yang aneh. Mayat Kim Thian Cong hilang, ketua Hoa san pay Kam Siang Hong dibunuh orang, digunung Thaysan dan Hongsan muncui dua orang yang bernama Kim Thian Cong, masing2 mendirikan partai Thian-tong kau dan Seng-lian-kau, mengirim surat undangan pada tokoh2 di seluruh dunia persilatan, supaya menghadiri upacara peresmian mereka dan akan dipaksa masuk menjadi anggauta.

Demikian kisah pergolakan yang terjadi dalam dunia persilatan saat itu. Pada saat kaum persilatan dan terutama para ketua partai persilatan hampir kehilangan arah dan kepercayaan diri, muncullah si Blo'on putera dari Kim Thian Cong yang telah menghilang minggat dari rumah sejak baberapa tahun yang lalu.

Kemunculan pemuda berkuncir dua yang nyentrik dan bernama Blo'on itu, merupakan titik sinar dalam kemelut awan gelap yang akan menimbulkan hujan darah dalam dunia persilatan. Blo'on hampir dipandang sebagai seorang super star, seorang anak ajaib. Dia tak mengerti ilmusilat tetapi dapat mengalahkan jago2 silat yang tak dapat dikalahkan olen para ketua partai persilatan. Dia tak mengerti dan tak pernah berlatih ilmu khi-kang, tetapi tubuhnya mengandung ilmu tenaga-dalam. Ji-ih-sin-kang yang tiada tandingannya.

Hancurnya Kim Thian Cong palsu yang hendak mendirikan partai Thian tong-kau di gunung Thay-san cepat tersiar luas dalam dunia persilatan.

Rombongan dari partai2 ataupun perorangan yang menghadiri rapat Thian tong-kau digunung Thian san cepat membawa pulang berita itu ke-masing2 daerahnya sehingga dalam waktu singkat nama Blo`on sudah terkenal. Kini rombongan Blo`on dan ketiga ketua partai persilatan, menuju ke Hongsan. Mereka tak tahu bagaimana keadaan ketiga partai persilatan yang telah menuju ke Hongsan.

Memang tokoh2 seperti ketua Siau-lim si Hui Gong taysu, ketua Bu tong-pay Ang Bin tojin dan ketua Kong-tong-pay Sugong In, adalah tokoh2 yang berkepandaian tinggi. Tetapi dikuatirkan mereka akan menghadapi keadaan seperti yang terjadi di gunung Thay-san.

Dengan berani mengaku sebagai Kim Thian Cong dan mendirikan sebuah partai persilatan baru, mengundang semua tokoh2 partai persilatan dan jago2 silat dalam dunia persilatan yang terkenal, jelas Seng-lian-kau atau partai Teratai Suci di gunung Hongsan itu sudah memiliki persiapan2 yang hebat.

"Sumoay, tiba2 Blo'on berkata, "sebenarnya aku ingin ke kotaraja dulu.”

"Mengapa, suka? " Sian Li tèrkejut. "Aku hendak menghadap baginda raja.

Pernyataan Blo`on itu menyebabkan Sian Li dan para ketua partai persilatan terbeliak.

"Mau apa, suko '? " tanya Sian LI.

"Masih ada beberapa urusan yang belum kuselesaikan." kata Blo'on.

"Urusan apa? ' tanya Sian Li.

"Pertama, akan kuselesaikan tentang persoalan hu-ma (menantu raja) itu. Aku tidak cinta pada putri itu. Akan kuserahkan lagi kepada raja supaya dinikahkan kepada orang lain." “Aku ikut, Blo`on!” serentak kakek Lo Kun berteriak, “dihadapan raja, bilang saja kalau aku bersedia menjadi wakilmu untuk menerima puteri itu.”

Sian Li tertawa mengikik dan para ketua partai persilatan juga ikut tertawa. Sian Li pernah nendengar cerita kakek Lo Kun tentang riwayat hidupnya. Ia kasihan terhadap kakek itu yang selalu gagal dalam setiap kali hendak beristeri. Sehingga sampai setua itu, kakek itu sama sekali tak menyadari dirinya. Setiap kali membicarakan atau berhadapan dengan wanita, terutama nona2 cantik, ia tentu bertingkah seperti anakmuda.

Blo`on kerutkan dahi.

"Ah, jangan kakek Lo," serunya," puteri raja akulah, yang mengobati penyakitnya hingga sembuh. Maka bagindapun segera memberikan puteri kepadaku. Tetapi engkau "

"Suruh puteri itu sakit lagi, nanti aku yang mengobati. Masakan aku kalah pandai dengan engkau dalam soal obat mengobati," seru kakek Lo Kun.

Kembali Sian Li dan sekalian ketua partai persilatan tertawa. Jika orang sakit disembuhkan itu sudah wajar, Tetapi kalau orang waras, disuruh sakit, itu tidak umum. Tetapi semua orang tahu siapa dan bagaimana pikiran kakek Lo Kun.

“Suruh puteri raja itu sakit lagi? ” ulang Blo’on, “memang bisa, asal engkau bersedia untuk di rangket baginda.”

“Mengapa? ” kakek Lo Kun terbeliak.

“Sakit saja, baginda sudah setengah mati mencarikan obat, mengundang seluruh tabib2 pandai di segenap penjuru negeri, masakan setelah sembuh hendak engkau suruh sakit lagi? ”

Sian Li tak mau campur bicara. Ia hendak mengetahui sampai dimanakah kesadaran otak suhengnya sekarang ini. Sejak pertempuran terakhir di panggung Thian tong-kau, ia memperhatikan pikiran Blo'on sudah menunjukkan gejala2 sehat.

“Ya, kalau hal itu tidak disetujui,” sahut kakek Lo Kun,” terserah baginda hendak menitahkan cara apa saja, pokoknya, jangan sampai puteri itu jatuh ke tangan orang lain. Kalau engkau tak mau Blo'on, boleh serahkan saja kepadaku.”

“Kakek limbung,” seru Blo'on, “boleh serahkan seperti barang hadiah saja, kalau aku tak suka terus boleh diberikan kepadamu. Puteri itu kan manusia yang punya pikiran. ”

“Belum tentu!“ teriak kakek Lo Kun seketika “engkau sendiri. Blo'on, juga seorang manusia yang tanpa pikiran. Bukankah otakmu hilang? Bukankah engkau masih dapat berpikir dan bergerak? ”

Tiba2 Blo'on teringat dan merabah kepalanya: “Oh, ya, benar. Otakku hilang mengapa sekarang aku dapat berpikir? Apakah otakku sudah kembali? ”

Sian Li hentikan tawanya dan berseru : “Suko, siapa yang bilang otakmu hilang? *

“Nona itu. ” Blo'on menunjuk pada Hong Ing.

“Tidak, suko.” sahut Sian LI, “otakmu tidak hilang. Manusia tak dapat hidup tanpa otak. Kalau otakmu hilang, engkau sudah mati.”

“Lalu mengapa dulu pikiranku kosong melompong dan tak ingat apa2 lagi? ' tanya Blo'on.

“Kalau aku tak salah menduga,” kata Sian Li, “adalah paderi dan Thian.-tiok (India) itu yang menjadi sebabnya. Engkau tentu dikuasainya sehingga pikiranmu limbung tak keruan. Buktinya, setelah dia melarikan diri dengan terluka parah, pikiranmupun mulai berangsur-angsur pulih seperti biasa lagi.”

Sekalian ketua partai persilatan terkejut mendengar kata2 Sian Li. Bahkan Hong Ingpun segera menyelutuk :

“Benar, setelah kuhancurkan kedua matanya, padeii itu terus melarikan diri dan buta matanya. Karena  kehilangan arah penglihatannya dia tak dapat mengikuti engkau dan tak dapat melancarkan ilmu sihirnya,”

“O, Jadi paderi Thian tiok itu yang mencelakai diriku selama ini? ” tanya Blo'on,” tetapi mengapa engkau mengatakan bahwa otakku hilang dan baru dapat disembuhkan kalau makan otak naga? ”.

Hong Ing hanya tersenyum, ujarnya: “Saat itu aku memang bingung melihat keadaanmu yang begitu bloon. Kalau kuanggap engkau ini gila, tetapi ternyata tidak gila. Kalau sinting, juga tidak sinting. Tetapi kalau waras mengapa begitu blo'on sekali. Karena mengkal dan kasihan melihat keadaanmu, sembarangan saja kukatakan engkau harus makan otak naga kalau mau sembuh. Tahukah engkau apa yang disebut naga itu? ”

“Binatang macam ular besar yang bertanduk.” sahut Blo'on. “Apakah angkau sudah pernah melihat sendiri? ”

“Belum,” jawab Blo'on,” hanya dengar dari cerita orang.”

“Ular yang besar dan panjang hingga seperti batang pohon kelapa, memang ada. Tetapi liong atau naga, rasanya tiada seorangpun yang pernah, melihatnya. Liong atau naga adalah lambang dari makhluk yang amat berkuasa sekali, raja dari segala binatang kaisar atau raja. Jika engkau benar2 hendak mencari otak naga, sampai matipun belum tentu engkau dapat bertemu. Tetapi kalau engkau hendak mencari raja, tentu ada kemungkinan dapat bertemu.”

“Bagus, bagus!” seru Blo'on, “kalau begitu ada sebuah lagi yang harus kukatakan kepada baginda.”

“Apa? ? ” seru Hong Ing.

“Kesatu, akan kukembalikan puteri raja itu. Aku minta berhenti jadi huma. Kedua, akan kuminta raja supaya menangkap Gui thaykam karena orang itu telah mencuri harta permata kerajaan dan disembunyikan di pulau kosong.”

“Benar!” teriak Lo Kun seketika,” antara lain sepasang mustika kumala burung Hong dan Naga merah itu, tentulah juga berasal dari kumpulan harta pusaka kerajaan.

“Ketiga, jika yang engkau maksudkan dengan naga itu ternyata raja, maka terpaksa akan kuminta juga otak raja itu sebagai obat,” kata Blo'on.

Hong Ing terkejut.

“Jangan gila, engkau Blo'on.” teriak kakek Lo Kun, “Jika raja engkau ambil otaknya, dia tentu mati dan engkau tentu ditangkap dan dijatuhi hukuman mati “

“Ya, jangan diteruskan maksudmu begitu, su-ko.” Sian Li ikut bicara, “lebih baik engkau cari otak naga yang sesungguhnya.”

“Dimana? '

“Eh, suko,” seru Sian Li, “apakah saat ini engkau masih merasa sakit? Bukankah engkau sudah dapat mengingat dengan baik? Itu tandanya engkau sudah sembuh “

“Betul,” seru Hong Ing pula, “karena tak mengerti bagaimana harus menyembuhkan penyakitnya maka untuk cari mudahnya, kukatakan saja supaya engkau mencari otak naga.”

“Oh, jadi itu hanya buatanmu sendiri? ” tanya Blo'on.

“Ya, karena aku ingat, bahwa ada tanaman istimewa yang disebut Liong-si-jo (Kumis naga) tentulah ada juga otak naga,” kata Hong lng.

“Liong-si jo? ” ulang Blo'on.

“Benar,” kata Hong Ing, “itulah tanaman istimewa yang engkau ambil di guha tempat suhuku terbunuh.”

“Tetapi aku tak merasa membunuh orang” kata Blo'on.

“Ya, tetapi bukti mengatakan bahwa didalam guha, hanya terdapat engkau seorang dan guru telah menggeletak tak bernyawa lagi. Maka engkau patut diduga yang membunuhnya.”

“Apakah engkau hendak menangkap aku? ” tanya Blo'on. Teringat akan peristiwa itu, Hong Ing yang bergelar Walet-

kuning, pendekar wanita dari partai Hoa-san pay menghela napas panjang.

“Tak nyana bahwa karena peristiwa suhu terbunuh itu aku harus mengalami perjalanan hidup yang tak keruan sampai saat ini,” kata nona itu.

“Siapa suruh engkau turun gunung? ” tanya Blo'on.

Hong Ing deliki mata : “Siapa lagi kalau bukan engkau yang telah membawa aku sebagai sandera. Karena turun dari gunung, akhirnya aku harus bertemu dengan seorang pederi Thian tiok dan sejak itu aku diperbudaknya. Untung akhirnya aku bertemu dan ditolong oleh kakek baju putih hingga pikiranku terang kembali dan akhirnya aku mempunyai ingatan mencari engkau ke gunung Thay-san.”

“O. mengapa engkau hendak mencari aku? ” tanya Blo'on. “Persoalan dari terbunuhnya suhu masih belum

diungkapkan,” kata Hong lng, “dan engkau sebagai tertuduh belum menerima keputusan dari para tianglo Hoa-san-pay. Aku sebagai murid Hoa-san pay akan menunaikan kewajibanku untuk membawamu ke gunung Hoa-san “

“O, apakah para tianglo Hoa-san-pay itu tetap ngotot menuduh aku sebagai pembunuh dari suhumu? ” Blo'on menegas.

“Soal itu,” tiba2 Hoa Sin ketua Kay-pang, itu berkata “akupun pernah terlibat dan hampir bentrok dengan Pui Kian tianglo dari Hoa san-pay ketika aku hendak menolong Kim kongcu yang akan dibunuh Pui Kian tianglo.”

“Tidak mungkin!” tiba2 pula Lo Kun memekik.

“Tak mungkin bagaimana kakek Lo? ” tegur Sian Li herau. “Blo'on memang blo'on tetapi dia  tetap seorang  anakmuda

yang baik hati. Tak mungkin dia membunuh Kam Sian Hong

ketua Hoa-san-pay,” kata Lo Kun.

Hampir sekalian orang, termasuk Hong Ing sendiri juga sependapat dengan Lo Kun. Tetapi betapapun karena yang berada di sisi mayat Kam Sian Hong dalam guha itu hanya Blo'on seorang, maka sudah layak kalau dia yang dituduh sebagai pembunuh.

“Anak perempuan, bagaimana maksudmu? ” tegur Lo Kun kepada Hong Ing.

“Aku terpaksa harus memenuhi kewajiban sebagai seorang murid untuk membawa Blo'on ke gunung Hoa-san. Soal dia bersalah atau tidak, biarlah nanti para tianglo yang memutuskan.”

“Begini sajalah,” kata Lo Kun, “asal aku tidak dikatakan orang tua yang hanya mau enak sendiri saja, maka akulah yang akan mewakili cucuku Blo'on menghadap tiangdo Hoa- san-pay. Akan kuterangkan dan kujamin bahwa Blo'on itu seorang pemuda yang baik walaupun Blo'on. Tak mungkin dia membunuh ketua Hoa san-pay “

“Bagaimana kalau para tianglo Hoa-san-pay tak percaya? ” tanya Sian Li.

“Terserah bagaimana mereka hendak menyelesaikan. Kalau mengajak berkelahi, akupun terpaksa harus melayani juga.” jawab kakek Lo Kun.

“Tetapi kakek Lo, mereka berjumlah besar dan para tianglo itu tentu memiliki kepandaian yang sakti, bagaimana mungkin engkau dapat menghadapi mereka? ” Sian Li cemas.

“Jangan kuatir, anak perempuan,” jawab Lo Kun, “dulu akupun pernah menghadapi barisan paderi gundul dan gereja Siau-lim-si. Aku dikepung tetapi ternyata dapat lolos juga. Kukira, nanti aku pun tentu dapat lolos dari kepungan tianglo2 Hoa-san-pay itu.”

“Persoalan Kim kongcu ini,” tiba2 Ceng Sian suthay membuka suara, “aku mempunyai pendapat begini. Saat ini kita sedang menghadapi bahaya besar yang akan mengancam keselamatan dunia persilatan. Gerombolan Thay san telah berhasil dihancurkan dan inipun berkat tenaga Kim kongcu. Sekarang kita sedang menuju ke Hongsan untuk menghadapi sebuah gerombolan lain yang tak kalah hebatnya dengan gerombolan Thay-san. Jika urusan dendam peribadi, yalah tuduhan bahwa Kim kongcu itu tetah membunuh Kam Sian Hong kaucu, itu harus didahulukan maka dapat dipastikan kita. partai2 persilatan khususnya dan dunia persilatan umumnya, bakal tertimpa oleh bahaya besar.”

Ketua Kun-lun-pay itu berhenti sejenak, lalu melanjutkan pula:

“Mengingat bahwa tuduhan itu baru merupakan persangkaan dan belum tentu nyata, menilik bahwa kita sedang menghadapi bencana besar dan persoalan yang jauh lebih gawat dari soal pembunuhan itu, maka lebih baik soal Kim kongcu menghadap tianglo di Hoa-san itu supaya dipertangguh kan dulu hingga gerombolan di Hongsan sudah terbasmi. Akulah yang akan ikut menyertai Kim kongcu ke Hoasan.”

“Setuju!” teriak Hoa Sin, “rasanya tak mungkin Kim kongcu akan melakukan pembunuhan yang sekeji itu terhadap Kam pangcu. Kita harus memberi penjelasan kepada para tianglo Hoa san-pay!”.

Baru pembicaraan itu sedang dilakukan, mereka dikejutkan oleh beberapa sosok bayangan manusia yang menghadang di tengah jalan. Saat itu mereka telah memasuki wilayah Siamsay.

Rombongan ketua partai persilatan dan Blo’on terkejut ketika mengetahui bahwa yang menghadang itu adalah rombongan murid2 Hoa-san-pal yang dipimpin oleh tianglo pertama yalah Naga besi Pui Kian beserta empat orang murid angkatan pertama dari Hoa-san-pay yakni Ang Hiu Liong. Ko Seng Tik. Tian Hui Beng dan Ong Gwan atau yang terkenal dengan gelar Rajawali-mata biru.

“Suheng? ......!” melihat rombongan suhengnya, Hong Ingpun segera berseru dan lari menghampiri. “Sumoay!” teriak keempat pemuda murid angkatan pertama dari Hoa-san-pay dengan kejut girang. Terutama si Rajawali- mata-biru yang paling erat hubungannya dengan Hong Ing.

“Sumoay, kemana sajakah engkau selama ini. Apakah engkau tak kurang suatu apa? ” tanya Rajawali-mata-biru Ong Gwan dengan penuh perhatian.

“Ceritanya amat panjang suko,” kata Hong li “yang penting aku tak kurang suatu apa.”

Tiba2 Hong Ing teringat akan tianglo pertama dari Hoa-san- pay, buru2 ia menghadap dan menghaturkan hormat.

Atas permintaan Naga-besi Pui Kian, Hong Ing lalu menutuikan pengalamanya selama ini. Dia mengatakan bahwa yang menjadi gara2 dari hilangnya kesadaran pikiran Blo'on, kemungkinan besar adalah paderi Thian tiok yang bernama Panda.

“Bagaimana engkau dapat menarik kesimpulan seperti itu? ” tanya Pui Kian, tianglo pertama dari Hoasan-pay. Dia adalah paman guru dari Kam Sian Hong yang telah dibunuh orang itu dan paman kakek guru dari Hong lng dan keempat suhengnya.

“Aku sendiripun telah dipaksa menjadi budaknya selama beberapa waktu,” kata Hong Ing ”dan terakhir ketika paderi  itu berhasil dapat kubikin buta matanya, ternyata Blo'on yang sedang menghadapi tokoh2 diri Thian-tong-kau dapat bergerak dengan leluasa. Bahkan sampai saat ini pikirannya pun tidak bloon seperti dulu lagi “

“Dimana Pang To Tik? ” tanya tianglo dari Hoa San pay itu. Mendengar  pertanyaan  itu  bercucuranlah  air-mata  Hong

Ing. Dengan suara tersendat-sendat penuh haru kesedihan ia segera menuturkan gugurnya paman guru itu didalam guha markas Thian-tong-kau yang telah diledakkan.

Sejenak merenung, berkata pula tianglo dari Hoa san-pay itu: “Bahwa paderi Thian-tiok itu yang menyebabkan anakmuda liar itu sampai kehilangan kesadaran pikirannya. Tetapi itu belum tentu baru dugaanmu sendiri. Tetapi belum ada buktinya yang menentukan.”

“Kecuali menangkap paderi Thian-tiok itu memang sukar untuk membuktikan,” bantah Hong Ing. Tetapi paderi itu sudah kabur entah kemana sukar untuk mencarinya lagi.”

“Taruh kata engkau benar,” kata tianglo itu pula. “tetapi tidaklah mengurangkan kesalahan pemuda itu bahwa dia telah membunuh Kam sutit, mendiang guru yang engkau cintai itu, bukan? ”

Kali ini Hong Ing tak dapat menjawab.

“Dengan demikian, aku sebagai tianglo dari Hoa-san-pay, tak dapat melepaskan pemuda itu dari tanggung jawab yang harus diterimanya.”

“O, apakah susiokcou (paman kakek guru) tetap hendak menangkapnya? ” Hong Ing terkejut.

“Bukankah sebagai seorang murid Hoa-san-pay tentu harus sudah tahu akan peraturan partai kita? ” balas Pui Kian.

“Tetapi susiok-cou,” masih nona itu membantah, “ketika di Thaysan membasmi gerombolan Thian-tong-kau yang membahayakan dunia persilatan jelas pemuda itu sangat berjasa sekali. Adakah susiokcou tak dapat mempertimbangkan lebih lanjut tentang jasanya dengan kesalahannya? Apalagi kesalahannya itu masih meragukan.” “Soal dia salah atau tidak, itu nanti menunggu hasil keputusan para tianglo Hoa-san-pay. Yang penting karena kita sudah menemukannya maka dia akan kubawa pulang ke Hoasan.”

“Kentut!” tiba2 kakek Lo Kun memekik, ”jangan omong seenakmu sendiri, kakek tua. Engkau kira Hoa-san-pay itu sudah yang paling berkuasa sendiri hendak mengadili cucuku si Blo'on? ”

Naga-besi Pui Kian terkejut dan berpaling memandang kakek itu. Kemudian berkata kepada Hong lng:. “Siapakah kakek itu? Apakah dia sinting? ”

“Dia tidak sinting, hanya sedikit limbung,” jawab Hong lng,” dia adalah kakek dari Blo'on. Siapa yang berani mengganggu Blo'on tentu akan berhadapan dengan kakek itu.”

“Aku Pui Kian si Naga-besi, tianglo dari Hoa-san-pay, tidak berbuat sewenang-wenang terhadap cucu saudara. Tetapi karena ketua Hoa-san-pay telah mati terbunuh dalam guha sedang yang berada dalam guha hanya anak itu, terpaksa kami hendak membawanya untuk dimintai pertanggungan jawab. Kalau benar dia dapat membuktikan kalau bukan pembunuhnya, tentu akan kami lepaskan.”

“Aku tak peduli engkau ini Naga-besi atau Naga-tanah. Pokok, kukatakan kepadamu. Tak mungkin cucuku si Blo'on itu akan membunuh ketua Hoa-san-pay ”

“Tetapi dia berada di samping mayatnya “

“Hm, seharusnya engkau bertanya saja kepada ketua itu, siapakah yang membunuhnya? Begitukan sudah beres, mengapa harus ngotot mencari kian kemari hendak menangkap Blo'on? ” seru Lo Kun. Sudah tentu Poi Kian dan murid2 Hoa-san pay tak puas mendengar kata2 kakek Lo Kun.

“Kakek.” seru Pui Kian,” ini urusan Hoa-san pay dengan pemuda itu. Engkau jangan campur tangan.”

“Hoa-san-nay, Hong-san-pay dan lain2 pay aku tak peduli. Pokok siapa yang berani mengganggu Blo'on tentu harus berhadapan dengan aku dulu.”

Suasana tampak tegang. Hoa Sin ketua Kay-pang membuka suara:

“Menilik keterangan dari nona Hong Ing tadi jelas Kim kongcu tentu diberi obat penghilang pikiran oleh padri Thian tiok itu. Benar, jika Pu tianglo menghendaki paderi Thian-tok itu, kami akan berusaha untuk memperolehnya dan membawanya ke Hoa-san. Tetapi kuminta hal itu baru dapat kami lakukan setelah urusan Hong-san selesai.'

Pat Kiau tianglo kesatu dan Hoa-san pay tertawa dingin: “Hoa san-pay mempunyai peraturan sendiri. Mungkin

peraturannya lebih keras dan beda dengai partai Kay pang. Sebagai sesama partai persilatan hendaknya kita dapat saling menghormati hal masing2. Pendirian Hoa-san-pay sudah jelas dan tak mungkin dirobah lagi.”

“Jika begitu, hayo kita berkelahi!” seru kakek Lo Kun seraya terus mengambil sikap.

“Hong Hong totiang,” tiba2 Hoa Sin berseru kepada ketua Go-bi-pay,” bagaimana pendapat totiang?

Ketua Go bi-pay itu menjawab:

“Aku sependapat dengan Hoa pangcu. Persoalan besar yang mengancam dunia persilatan, diselesaikan dulu baru urusan perorangan.” “Nah, sekarang engkau boleh dengarkan,” seru Hoa Sin, “bahwa tiga dan tujuh partai persilatan telah menyatakan pendapatnya. Kuharap tianglo suka menerima dengan penuh kebijaksanaan.”

Wajah Pui Kian tampak merah padam. Jelas dia sangat marah karena ketiga partai persilatan telah menyatakan hendak melindungi Blo'on. Tetapi belum sempat ia membuka suara, tiba2 terdengar suara orang tertawa seram.

“Hm, rupanya Kun-lun-pay, Go-bi-pay dan Kay-pang hendak mengandalkan jumlah banyak untuk menindas Hoa-san-pay? ”

Sekalian orang terkejut mendengar suara tertawa yang seram itu. Tetapi ketika memandang ke empat penjuru, mereka tak melihat suatu apa.

“Hai, kojiu dari manakah yang berkata-kata ini, harap suka unjuk diri!” seru Hoa Sin.

Serempak dari puncak sebatang pohon yang tinggi, meluncur sesosok tubuh yang melayang ke bawah. Orang itu mengenakan pakaian hitam dan sebuah mantel atau pakaian luar hitam. Dia terbang kebawah sambil rentangkan kedua ujung baju luarnya sehingga sepintas pandang menyerupai seekor kelelawar besar.

Pada lain kejab di muka rombongan para tua partai persilatan tegak seorang aneh. Dikata aneh karena kecuali mengenakan jubah warna hitam pun muka orang itu diselubungi oleh kain hitam sehingga tak dapat diketahui potongan mukanya. Tetapi yang jelas kedua matanya yang tampak dari dua buah lubang kain hitam itu. memancarkan sinar yang berkilat-kilat tajam sekali.

“Siapakah engkau? ” tegur Hoa Sin. “Soal itu tidak penting,” sahut orang itu, “kelak engkau  pasti tahu sendiri. Yang penting aku adalah kawan dan Hoa san-pay yang akan rnendukung penuh tuntutan tianglo tadi agar anak yang bernama Blo'on dan pembunuh dari ketua Hoa-san-pay, diserahkan kepada tianglo Hoa san pay..”

“Jangan berlagak, bung “ seru Lo Kun, “siapa engkau? Manusia atau setan! Kalau manusia engkau harus tunjukkan mukamu, jangan dibungkus seperti setan begitu!”

Orang itu tertawa mencemooh.

“Ho, engkau kakek pendek. Rupanya engkau sudah jemu hidup sehingga ingin melihat wajahku. Ketahuilah, tiada seorang manusia di dunia ini bahkan aku sendiri juga, yang dapat melihat bagaimana wajahku!”

“Gila! “ teraik Lo Kun.

“Karena siapa yang melihat wajahku dia tentu mati seketika!” kata orang itu pula.

“Jika demikian engkau ini tentu bangsa kentut busuk!” pekik kakek Lo Kun.

“Kurang ajar, mengapa engkau berani mengatakan aku bangsa kentut busuk? ” teriak orang itu marah.

“Mengapa tidak? ” jawab Lo Kun pula, “kentut busuk itu tak dapat dilihat rupanya tetapi baunya yang busuk akan menyengat hidung.”

“Ha, ha, ha.....,” diluar dugaan orang aneh itu tertawa gelak2.

“Berhenti!” bentak kakek Lo Kun, “mengapa engkau tertawa geli? ”

“Karena melihat kata-katamu seperti orang sinting itu.” “Sinting? ” ulang kakek Lo Kun, “tidak, aku tidak sinting. Jangan engkau ikut campur urusan ini. Ini bukan urusanmu!”

“Siapa bilang bukan urusanku? ” seru orang aneh ini. Hoa san pay adalah kawanku karena Hoa san-pay sudah masuk menjadi anggauta Seng lian kau. Aku wajib melindungi setiap anggauta yang diganggu orang.”

Mendengar itu sekalian ketua partai persilatan terkejut sekali.

“Adakah engkau orang Seng Iian-kau? ” Hoa Sin menegas. “Mengapa engkau tak dapat menangkap arti kata-kataku

tadi? ” balas orang aneh itu.

“Susiok cou!” teriak Hong Ing seketika kepada Naga-besi Pui Kian, “benarkah... benarkah Hoa-san pay sudah masuk menjadi anggota Seng-lian-kau? ”

“Anak perempuan, jangan mencampuri urusan pimpinan Hoa-san-pay!” hardik orang aneh itu.

Hong Ing marah, serunya : “Siapa engkau Aku adalah murid Hoa-san-pay. Sudah tentu aku berhak untuk mengetahui urusan partai Hoa-san pay. Dan aku meminta keterangan pada susiok-cou bukan kepadamu!”

Kemudian gadis itu berpaling kearah Naga besi Pui Kian dan mengulang pertanyaan lagi.

Wajah tianglo dari Hoa-san pay itu pucat seketika. Tanpa menjawab pertanyaan Hong Ing, ia langsung menegur orang aneh itu:

“Siapakah anda ini? mengapa anda gegabah berani mengatakan kalau Hoa-san pay sudah masuk menjadi anggauta Seng lian kau? ” “Hm, engkau seorang angkatan tua yang menjabat tianglo dari Hoa san-pay. tetapi ternyata tak mengerti apa2 tentang urusan Hoa-san-pay,” orang aneh itu mendamprat.

“Hai, kuperingatkan kepadamu, jangan engkau berkata seliar itu,” kata Naga-besi Pul Kian,” katakan siapa dirimu!”

“Kenalkah engkau akan benda ini? ” tiba orang aneh itu mengangkat tangan kanannya keatas.

Ketika Naga-besi Pui Kian memandang tangan orang itu, serentak ia berteriak kaget:

“Hoa-san-seng-leng-pay!”

“Hayo. Kalian berlutut memberi hormat!” seru orang aneh itu pula.

Melihat itu kakek Lo Kun serentak maju menegur : “Hai, engkau setan atau manusia? ”

Orang itu terkesiap. Sesaat kemudian tertawa nyaring : “Aneh, ternyata di dunia terdapat seorang manusia semacam engkau!”

“Bilang!”' bentak kakek Lo Kun. “engkau manusia atau setan!”

“Hm, rupanya kakek sinting engkau, menyisihlah.” seru orang aneh itu seraya menyiak.

Lo Kun hampir menjerit ketika tubuhnya serasa terdorong oleh segulung angin yang kuat.

“Uh, uh. kurang ajar engkau!” teriak kakek Itu seraya berjumpalitan lalu melayang dan tegak berdiri pula di tanah.

Rupanya orang aneh itu terkejut juga menyaksikan kelincahan kakek Lo Kun memang ia telah menyalurkan tenaga untuk menyiak tetapi ternyata kakek itu tak kurang suatu apa.

“Lo Tiangke, jangan menyerang dulu. Kita harus menanyainya sebelum kita mengambil tindakan,” seru Hoa Sin kepada Lo Kun. Si kakek mengiakan dan mundur.

“Siapakah anda ini? ” Hoa Sin mengulang pertanyaannya. “Yang penting, aku datang untuk membantu Hoa san-pay,”

kata orang aneh itu.”

“Dalam hubungan apa anda akan bertindak begitu? ” tanya Hoa Sin.

“Hoa-san pay sudah menyatakan masuk kedalam perkumpulan kami. Kami melindungi setiap anggauta yang terancam musuh.”

“Apakah Hoa-san-pay sudah masuk kedalam perkumpulan anda? ” tanya Hoa Sin pula.

“Tidak hanya Hoa-san pay.” sahut orang itu, “pun beberapa partai persilatan yang lain.”

“Apakah nama partai anda itu? ” tanya Hoa Sin. “Seng-lian-kau!”

Mendengar itu terkejutlah sekalian orang. Seng lian-kau atau perkumpulan Teratai Suci, adalah partai baru yang baru didirikan di gunung Hongsan. Kesanalah Blo'on dan  lombongan ketua partai persilatan itu hendak menuju.

Beberapa mata serentak mencurah kepada Pui Kian, ketua tianglo Hoa-san-pay.

“Gila!” tiba2 Naga-besi Pui Kian berteriak,! “Siapa mengatakan Hoa san-pay sudah menjadi anggauta Seng-lian kau? * “Apakah engkau tak melihat lencana kekuasaan Hoa san pay tadi? ” balas orang aneh itu. “Siapa yang menyerahkan Iencana itu kalau bukan ketua kalian? ”

“Siapa? ” Pat Kian tetkejut sekali.

“Kam Siau Hong, ketua Hoa-san pay, masakan kalian sebagai orang Hoa-san-pay tak kenal akan ketua kalian? ”

“Tidak mungkin l” bentak Pui Kian. “Kam sutit telah dibunuh orang di guha Hoa san.”

“Engkau kakek gila!” orang aneh itu balas membentak, “jika sudah mati tak mungkin dapat menyerahkan lencana Hoa-san- leng-pay ini!”

Teganglah suasana saat itu. Mata para ketua partai persilatan mencurah kearah Pui Kian. Rupanya tianglo dari Hoa-san-pay itu tahu kalau dirinya dituntut oleh suatu pertanggungan jawab yang berat.

“Walaupun ketua Hoa-san-pay mempunyai kekuasaan besar dan lencana Kuci Hoa-san-pay itu merupakan lambang kekuasaan tertinggi dari kaum Hoa-san-pay, tetapi peristiwa itu ganjil sekali. Kam sutit, ketua Hoa-san-pay, jelas kami ketemukan mati dalam guha. Bahkan jenasahnyapun telah kami kubur. Mengapa tahu2 muncul pula seorang Kam Sian Hong yang menyerahkan lencana Hoa-san-pay sebagai tanda menyerahkan diri kepada Seng-lian-kau.”

“Seribu kata kalah dengan kenyataan,” seru orang aneh itu.”

“Benar,” sahut Pui Kian, “tetapi ada kalanya kenyataan itu bukan kenyataan yang wajar. Ada kenyataan yang dibuat.”

“Apa maksudmu? ” tegur orang aneh itu pula. “Hoa-san-pay tetap tunduk pada kekuasaan lencana Hoa- sao-leng-pay. Tetapi sebelum menentukan langkah lebih lanjut, kami harus bertemu muka dulu dengan ketua kami Kam Sian Hong sutit itu “

“Lalu bagaimana tindakanmu sekarang? ' tanya orang aneh itu, Pui Kian tak dapat segera menjawab. Peristiwa telah berobah sedemikian tak terduga dan luar biasa. Ia benar2 tak yakin kalau Kam San Hong dapat hidup lagi. Namun lencana Hoa-san pay itu, pun merupakan suatu bukti yang sukar dibantah.

“Pui susiok-cou, apakah susiok-cou masih tetap hendak menangkap pemuda Blo'on itu? * tiba2 Hong Ing si Walet- kuning bertanya.

Sejenak merenung Naga-besi Pui Kian menyahut : “Untuk sementara ini, dapat kutangguhkan. Kalau Kam Sian Hong gurumu itu benar2 masih hidup di Hong san, sudah tentu kita tak perlu menangkap pemuda itu. Tetapi kelak kalau ternyata gurumu itu palsu jelas dia tentu benar sudah terbunuh di gunung, maka saat itu kita akan tetap menangkap pemuda itu.”

“Pui tianglo sungguh bijaksana,” Hoa Sin memuji.

“Hm, jika begitu,” kata orang aneh itu, “kalian segera saja datang ke Hongsan. Bukankah kalian itu para ketua dari beberapa partai persilatan? ”

“Benar,” sahut Hoa Sin. “kami memang hendak beramai- ramai ke Hongsan.”

“Bagus,” seru orang aneh itu, “Seng-lian-kau pasti akan menyambut kedatangan kalian dengan gembira.” “Nanti dulu,” tiba2 Blo'on yang sejak tadi diam saja, saat ini mulai buka suara, “jangan engkau buru2 girang dulu kalau kami datang ke sarangmu.”

“Sudah tentu girang, kita kan bakal tambah anakbuah.

Makin besar kekuatan kita, makin jayalah Seng lian-kaii!” “Siapa yang jaya? ” teriak Blo'on.

“Seng lian kau.”

“Jangan ngimpi dulu.” seru Blo'on, “dan dengarkanlah baik2. Apabila kami tiba di Hongsan, berarti Seng lian-kau akan lenyap dari muka bumi.”

“Ha, ha, ha,” orang aneh itu tertawa gelak2, “kalau lihat lagak dan langgammu, engkau ini seperti seorang pendekar yang tiada tandingnya di dunia. Tetapi kalau lihat potongan muka dan gundulmu, engkau tak lebih dari seorang anak gembala sapi, ha, ha, ha!” 

“Ho, ho, ho,” Blo'onpun balas tertawa, “kaIau lihai wujutmu engkau ini seperti seorang malaikat maut yang menyeramkan tetapi sebenarnya dikau ini.....,” tiba2 Blo'on berpaling kearah kakek Lo Kun dan berseru, “kakek Lo, coba engkau terka, bagaimana bentuk rupa orang ini? ”

“Seperti setan” seru kakek Lo Kun.

“ Tidak, kakek Lo.” sahut Blo'on, “dia bukan seperti setan.” “Ha? Bukan seperti setan? ” Lo Kun terbeliak. “Ya, memang

bukan seperti setan.”

“Lalu apa seperti engkau? ” “Ah, terlalu bagus…” “Seperti aku? ” "Terialu ganteng."

“Habis seperti apa? Hayo, coba engkau bilang” kakek Lo Kun penasaran.

"Begini, kakek Lo " kata Blo'on, "apakah engkau berani bertaruh dengan aku? ”

"Maksudmu? "

"Jika aku sudah mengatakan bentuk wajahnya, engkau boleh minta apa saja kepadaku”.

"Minta istermu, puteri raja yang hendak engkau kembalikan itu "

Boleh sahut Blo’on, ''tetapi bagaimana kalau aku dapat mengatakan bentuk wajah dengan tepat.”

"Engkaupun boleh minta apa saja kepada kakekmu ini." "Baik," kata Blo’on.

Sejak berlangsung percakapan antara Blo’oni dengan kakek Lo Kun semua orang terlongong. Bahkan orang yang dijadikan bahan pertaruhan itu tertegun. Diam2 ia terpikat juga perhatiannya untuk mengetahui apakah Blo’on benar2 mampu menebak bentuk mukanya.

"Hayó, sekarang engkau boleh mengatakan,” seru kakek Lo Kun.

"Nanti dulu kakek," kata Blo’on, "kita harus minta izin dulu kepada yang punya muka. Kalau dia setuju, baru kita jadikan pertaruhan ini.”

"O, benar," kata kakek Lo Kun lalu berseru kepada orang aneh itu, "Hai, engkau, apakah engkau mengizinkan mukamu untuk diterka? ” "Bagaimana caranya? ” tanya orang aneh itu. Di luar dugaan ternyata dia tak marah.

Lo Kun berpaling kearah Blo`on : "Engkaulah yang harus, menjawab pertanyaannya itu."

"Caranya, harus dicocokkan. Misalnya, kukatakan mukamu seperti raja, nah engkau harus membuka kerudung mukamu, benar atau tidak mukamu seperti raja. Kalau tidak bagaimana kita dapat mengetahui benar tidaknya terkaanku itu."

Orang aneh itu berpikir sejenak.

"Dunia persilatan telah mengenal peraturan yang kuberikan. Barangsiapa yang melihat wajahku, ia harus mati. Jika engkau ingin mukaku, akupun tak keberatan asal engkau harus mentaati syaratku itu.

"Tetapi bagaimana tahu benar atau salah, kalau tidak dicocokkan dengan mukamu? ” tanya Blo’on.

“Hm, soal itu aku dapat mengatakan dan memberi keputusan kepada kalian,” kata orang aneh.

Blo’on kerutkan dahi.

“Bagaimana Blo'on, jadi atau tidak taruhan ini? ” desak kakek Lo Kun.

,, ya, bagaimana lagi, kalau sudah berludah, tentu  tak dapat dijilat kembali." kata Blo’on.

'Jangan memaksakan dirimu Blo'on." seru kakek Lo Kun, "kalau engkau merasa tak leluasa, batalkan saja, kan kita hanya bermain-main. Jangan terlalu bersungguh-sungguh.”

“Tidak, kakek,” kata Blo'on, “aku sudah terlanjur mengatakan, harus kulaksanakan. Biar bagaimana, pertaruhan ini kita jadikan.” “Baik,” kata kakek Lo Kun, “nah, sekarang engkau boleh mengatakannya.”

“Sekalian saudara yang hadir ditempat ini dengarkanlah, aku hendak menerka bagaimana bentuk wajah orang yang memakai kerudung hitam itu,” kata Blo'on.

“Dia seorang manusia tetapi bukan manusia, binatang tetapi bukan binatang. Alisnya yang sebelah kanan putih tetapi yang sebelah kiri hitam. Matanya juga berlainan. Yang kiri bagian hitamnya besar dan bundar, seperti mata tikus. Kalau siang, matanya yang besar itu yang digunakan melihat. Tetapi kalau malam dia menggunakan mata yang sekecil mata tikus. Hidungnya juga tak sama. Lubangnya yang sebelah kanan berbentuk segitiga Yang kiri berlubang seperti sarang tawon

......”

“Huh, seram!* teriak kakek Lo Kun.

“Mulutnya seperti celeng (babi hutan), giginya juga bencaling. Lidahnya juga istimewa dapat dijulurkan sampai ke tanah tapi dapat disurutkan sangat kecil. Telinga kanannya seperti telinga gajah tetapi telinga kiri seperti telinga kuda. Kalau orang melihatnya paling sedikit tentu “pingsan tujuh kali

…”

“Huh…! teriak kakek Lo Kun, “manusia macam apakah itu? ”

“Masih belum lengkap lagi,” Blo'on menyusuli keterangannya, “dia suka makan daging manusia. Karena wajahnya yang sedemikian luar biasa buruk, dia malu sekali. Kemana-mana, bahkan tidur pun dia selalu mengenakan kain kerudung muka. Dan itulah sebabnya mengapa, siapa yang melihat wajahnya, tentu dibunuh dan dimakannya.”

“Bohong!” teriak orang aneh itu tiba2, “jangan engkau ngaco belo tak keruan!” “Eh, mengapa engkau marah? '' tegur kakek Blo'on, “benarkah rupamu seperti yang dikata cucuku Blo'on itu? Kalau benar mengapa engkau marah? ”

“Tidak benar!” teriak orang aneh itu, “aku seorang manusia biasa seperti engkau.”

“Tidak sudi!” bentak kakek Lo Kun, “rupamu begitu jelek dan mengerikan mengapa engkau pengatakan seperti wajahku.”

Orang itu terkesiap.

“Sudahlah, jangan ribut2,” kata Blo'on, “pokoknya terkaanku itu benar atau salah? ”

“Salah!” seru orang aneh itu.

“Bagaimana engkau dapat mengatakan salah? Apa buktinya? ” seru Blo'on pula.

Orang aneh itu mendesuh geram.

“Ha, aku dapat membuktikan, tetapi engkau harus menetapi syaratku. Setelah melihat wajah engkau harus mati. “

“ Siapa yang membuat aku mati?

“Akan kucekik lehermu dan kutarik lidah supaya kelak engkau jadi setan tanpa lidah,” orang aneh itu makin geram.

“Kakek, “ seru Blo on, “tuh dengarkanl Dia gemar membunuh karena makanannya daging manusia. Bagaimana pendapatmu? Apa engkau masih tak percaya pada keteranganku tadi atau harus kubuktikan? ”

Kakek Lo Kun merenung sejenak.

“Ya, ya, aku percaya. Memang muka orang itu seperti yang engkau katakan tadi, “ kata sesaat kemudian. “Kakek bangsat! “ maki orang aneh itu, “jangan engkau ikut latah seperti budak keparat itu. Aku seorang manusia biasa, bukan seperti yang dikatakan bocah itu.“

“Kentut! “ seru Lo Kun, “ cucuku Blo’on tak pernah bohong. Dia seorang anak yang baik. Aku lebih percaya omongannya daripada omonganmu.“

Selama terjadi percakapan yang meningkat menjadi perbantahan itu, para ketua partai persilatan, Sian Li  dan Hong Ing diam saja. Mereka hanya siap untuk membantu Blo'on apabila anak sampai terancam jiwanya.

Juga Naga-besi Pui Kian dan rombongan anak murid Hoa- san-pay tertegun diam.

“Tidak sudi percaya! “ teriak Lo Kun, “engkau tentu bukan manusia tetapi seorang makhluk aneh yang mirip siluman pemakan daging manusia!”

Bukan main marah orang aneh itu. Sebenarnya kedatangan ke tempat itu hanyalah secara kebetulan saja. Ketika ia  sedang lewat, ia melihat orang ramai2 bertengkar dan setelah tahu peristiwanya, ia segera unjukkandiri membantu Hoa-san pay.

Bermula iapun menganggap Blo'on dan kakek Lo Kun itu manusia2 sinting. Tetapi lama kelamaan ia terhanyut sendiri dalam geram kemarahan karena dikatakan sebagai manusia siluman.

Memang ada kalanya seorang tokoh yang berilmu tinggi itu, lupa diri dan terhanyut dalam suasana yang dihadapinya. Demikian pula dengan orang aneh itu. Jelas ia berilmu tinggi karena ketika bersembunyi di atas dahan pohon tadi, tiada seorang pun yang tahu. Demikian pula ketika melayang turun, tanpa mengeluarkan sedikit suarapun, tahu2 ia sudah tegak di bumi.

Seketika timbul keangkuhannya serunya : “Baik, kali ini aku akan mengganti peraturan yang kutetapkan selama berpuluh tahun. Asal kalian sanggup menerima tiga buah pukulan-ku, tentu akan kuperlihatkan mukaku kepadamu dan kubebaskan kalian dari kematian.”

“Setuju! “ serentak kakek Lo Kun berseru menerima.

Hoa Sin terkejut. Rasanya ia pernah mendengar tentang seorang tokoh aneh yang selalu berkerudung muka. Barangsiapa melihat mukanya tentu mati. Tokoh itu sakti sekali. Maka buru2 ia gunakan ilmu Menyusup-suara untuk, meminta Blo'on yang maju dan jangan Lo Kun.

“Kakek,” Blo'on segera menarik lengan baju Lo Kun, “menyisihlah. Biar aku saja yang menerima pukulannya.”

“Ho. engkau yang mau menerima,” orang aneh itu tertawa seloroh, “baik, inilah pukulan yang pertama!”

Habis berkata ia terus ayunkan tangannya menghantam dada Blo'on.

Bum........
DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar