Pendekar Bloon Jilid 40 Pek I lojin

Jilid 40 Pek I lojin

Blo’on, Pek I lojin, Ceng Sian suthay dan Hong Hong tojin bertempur dengan sekuat tenaga . Keempat belas pengawal Baju Merah dari Thian tong kau itu, karena mukanya tertutupkain cadar warna merah, tak dapat diketahui siapa. Tetapi yang jelas, mereka tentulah tokoh2 yang berilmu sakti. Dalam jumlah yang sekian banyak sudah tentu Blo’on berempat kewalahan juga.

Yang tampak paling sibuk adalah Ceng Sian suthay dan Hong Hong tojin. Kedua ketua partai persilatan Kun-lun-pay dan Go-bi-pay itu, walau pun memiliki ilmu permainan pedang yang hebat, tetapi karena dikerubut tokoh2 yang berjumlah tiga empat orang, keduanya pun kalang kabut juga.

Pek I lojin berkelebatan seperti sesosok bayangan yang sukar didekati. Walau pun dia belum berhasil merubuhkan salah seorang lawan, tetapi lawan pun tak mampu mengalahkannya.

Blo'on sendiri yang tampak tidak begitu sibuk. Aneh tetapi nyata. Dia berhadapan dengan tiga orang pengawal Baju Merah yang masing2 menggunakan tiga macam senjata. Pedang, toya dan sepasang Tong-jin-kian (trisula yang bentuknya seperti orang). Juga ketiga pengawal Baju Merah itu mempunyai ilmu permainan sendiri-sendiri.

Tetapi herannya, Blo'on dapat menirukan semua gerak serangan dari ketiga lawannya itu. Karena tegang melihat ancaman ketiga musuhnya, darah Blo'on meluap keras sehingga Ilmu Ji ih- sin-kang dan ilmu Latah yang diperoleh dari kitab kecil itu, berhamburan mengembang.

Denting dan dering dari senjata yang beradu selalu melantang dan pertempuran Blo'on lawan ketiga pengawal Baju Merah. Makin lama ketiga pengawal Baju Merah itu makin lemah. Bermula, setiap kali beradu dengan pikulan besi Blo'on lengan mereka bergetar, kemudian kuda2 kakinya mulai tergempur, dari setengah langkah menjadi selangkah dan akhirnya setiap kali beradu senjata, mereka tentu terpental sampai dua tiga langkah.

Namun ketiga pengawal Baju Merah itu tak menghiraukan apa2 lagi. Walau pun seharusnya mereka menyadari akan kesaktian aneh yang terdapat pada Blo'on tetapi mereka seperti tak memiliki kesadaran pikiran lagi. Pokok bertempur dan menyerang terus.

Blo'on marah. Dan makin marah, tenaga dalam Ji-ih-sin- kang pun makin memancar keras. Terdengar aum merintih dari pengawal Baju Merah yang pedangnya terpukul jatuh oleh pikulan besi dari Blo'on.

Auh.... kembali terdengar pengawal Baju Merah yang bersenjata toya, mengerang ketika toyanya terlempar ke udara. Duk .... Thong jin-kian atau sepasang trisula berbentuk orang-orangan memancarkan percik api ketika berhantam dengan pikulan besi. Pengawal Baju Merah terjerembab jatuh dengan masih mencekal sepasang senjatanya.

Blo'on tak mau berhenti. Melihat Ceng Sian suthay terdesak empat orang pengawal Baju Merah, ia terus loncat dan langsung menggebuk musuh. Cepat kedua orang pengawal Baju Merah mengerubut Blo'on, sedang yang dua masih tetap mengeroyok Ceng Siang suthay. Dengan berkurangnya lawan, Ceng Siang suthay pun agak longgar. Dia mainkan ilmu pedang Gwat-li kiam dari partai Kun-lun-pay. Jika kedua pengawal Baju Merah itu bukan tokoh yang sakti, tentu mereka sudah rubuh ditangan ketua Kun-Iun-pay itu.

Begitu berhadapan dengan kedua pengawal Baju Merah, tenaga -sakti Ji-ih-sin-kung dan ilmu Latah dalam tubuh Blo'on segera melancar. Betapa pun gerak yang sulit dan aneh dari kedua lawannya dia tetap dapat menirukan.

Kedua pengawal Baju Merah itu heran, penasaran dan mempergencar serangannya. Tetapi makin gencar, mereka makin kelabakan sendiri. Setiap gerakan, baik menabas, menolak atau pun membabat selalu disongsong dengan pikulan besi Blo'on yang dapat bergerak dalam jurus yang sama. Dan setiap kali terjadi benturan, tentu kedua pengawal Baju Merah itu mengerang tertahan dan bergetar tubuhnya. Mereka merasa dari pikulan Blo'on itu melancar tenaga - pukulan yang sehebat mereka lontarkan. Seolah mereka seperti ditolak oleh tenaga nya sendiri.

Rupanya kedua pengawal Baju Merah itu bingung. Walau pun kesadaran pikiran mereka sudah hilang tetapi mereka dapat juga melihat permainan pemuda gundul yang luar biasa anehnya. Betapa pun cepat dan dahsyat serangan yang mereka lancarkan, selalu pemuda gundul itu mampu menirukan dengan kecepatan dan kedahsyatan yang seimbang.

Akhirnya mereka kewalahan juga dan pada suatu benturan senjata keduanya terlempar beberapa tombak dan senjatanya pun terpental jatuh kebawah panggung.

"Suthay, aku satu lagi," seru Blo'on seraya menerjang salah seorang dari kedua pengawal Baju Merah yang mengerubut Ceng Sian suthay.

"Kongcu, bantulah Hong Hong tojin, aku masih dapat melayani kedua pengawal Baju Merah ini," seru Ceng Sian suthay.

"Ah, celaka, sudah terlanjur, bagaimana?" teriak Blo'on mengeluh. "Tinggalkan dia," seru Ceng Sian suthay.

"Dia tak mau melepas aku," teriak Blo'on, "dan aku tak dapat menghentikan tanganku."

"Celaka," gerutu Ceng Sian suthay dalam hati. Satu-satunya jalan ia harus mendesak lawannya apar ia dapat menggantikan Blo'on dan anak itu dapat membantu Hong Hong tojin.

Tetapi lain keinginan dengan kenyataan. Pengawal Baju Merah yang menjadi lawan Blo'on juga menggunakan pedang. Ilmu permainan pedangnya tak kalah dengan ilmu pedang Gwat-li-kiam dari partai Kun-lun-pay. Ilmu pedang pengawal Baju Merah itu mirip dengan Soanhong- kiam atau ilmu pedang Halilintar.

Ceng Sian suthay makin mendesak, lawan pun makin gencar membalasnya. Benar2 suatu pertempuran ilmu pedang yang jarang terjadi dalam dunia persilatan.

Dalam pada itu blo'on pun dengan gigih menghadapi lawannya yang bersenjata Jit- gwat-lun atau pedang panjang yang berbentuk roda matahari dan rembulan, Permainan jit- gwat-lun dari pengawal Baju Merah itu memang aneh dan luar biasa. Tetapi enak saja Blo’on bergerak menirukan segala jurus yang dimainkan lawan.

Pengawal Baju Merah itu makin penasaran. Sebuah gerak tipu yang tak terduga-duga, berhasil membuat Blo'on kecele. Segera pengawal Baju Marah itu menggunakan kesempatan yang bagus untuk membacok kepala Blo'on.

Blo’on terkejut. Seketika bangkit keinginannya untuk loncat menghindar. Tetapi karena gugup, bukan loncat mundur atau ke samping, kebalikannya ia malah loncat maju. Duk.......Karena dihadapannya itu pengawal Baju Merah, sudah tentu loncatan Blo'on itu membentur lawan. Tetapi hal itu menimbulkan akibat yang tak pernah disangkanya.

Akibat benturan itu, pengawal Baju Merah merasa dadanya seperti dilanda tenaga yang sedahsyat gunung rubuh. Jarak tempatnya dengan Blo'on amat dekat dan ia tak pernah menyangka Blo'on akan gunakan serangan senekad itu. Tangannya pun sedang menjulur ke muka untuk menabaskan pedang sehingga tak dapat menangkis atau menolak benturan blo'on.

Pengawal Baju Merah itu mengaum dan tubuhnya terpelanting ke belakang sampai beberapa langkah jauhnya.

"Suthay, aku sudah bebas." seru Blo'on dengan gembira, "siapa yang harus kubantu ?"

"Hong Hong totiang," baru Ceng Sian suthay membagi sedikit perhatian untuk menyahut, tahu-tahu kepalanya sudah disambar pedang lawan. Untung suthay itu masih dapat miringkan kepalanya kesamping. Sekali pun demikian kerudung kepalanya telah terbabat secarik kain putih berhamburan ke tanah.

Sebenarnya blo'on hendak melakukan perintah Ceng Sian suthay tetapi demi melihat suthay menderita kejut besar, marahlah Blo'on.

"Kurang ajar, engkau berani menghina suthay?” teriak pemuda gundul itu seraya terus menerjang pengawal Baju Merah.

"Blo'on !" Ceng Sian suthay menjerit kaget karena melihat pemuda itu menerjang masuk kedalam lingkaran sinar pedang lawan, tanpa suatu jurus ilmu silat apa2. Bidadari-turun diatas-mega demikian jurus ilmu pedang yang digunakan Ceng Sian suthay untuk melambung ke udara dan kemudian menukik kebawah untuk menusuk ubun-ubun kepala pengawal Baju Merah itu.

Rupanya pengawal Baju Merah itu terkejut -melihat seorang pemuda gundul menerjangnya. Baru ia hendak taburkan pedang membabat tubuh pemuda itu sekonyong konyong dari udara melayang turun sesosok tubuh yang hendak menabas kepalanya. Terpaksa ia menangkis serangan dari atas itu.

Tetapi pada saat ia mengangkat pedangnya kearah kepala, ia pun segera menjerit sekeras-kerasnya dan terus mendumprah ke tanah.

Sebenarnya pada saat menyerbu itu, Blo'on pun ayunkan pikulan besi itu. la memukul asal memukul, tanpa menurut jurus ilmu silat. Adalah karena pengawal Baju Merah itu lebih dahulu hendak menangkis tebasan Ceng Sian suthay, maka pikulan besi dari Bio'on itu tiada rintangan apa2, mendapat sasaran kedua paha orang.

Pikulan besi itu bukan sembarang besi, tetapi sebuah besi murni yang tahan akan tabasan pedang pusaka. Dan gerakan Blo'on itu pun bukan gerak sembarangan melainkan digerakkan dengan tenaga dalam Ji ih sin kang yang luar biasa. Maka tidaklah mengherankan kalau kedua paha dari pengawal Baju Merah, walau pun pemiliknya seorang tokoh yang tinggi ilmu Iwekangnya, tetap harus remuk tulangnya sehingga pengawal Bayu Merah itu pun rubuh lunglai ke panggung.

"Jangan," teriak Ceng Sian suthay seraya menangkis pikulan besi yang hendak diayunkan Blo'on untuk mengemplang kepala pengawal Baju Merah itu. Tring.....Ceng Sian suthay terkejut. Diam2 baru ia merasakan betapa hebat tenaga Blo'on itu. la dapat mempertahankan kedua kakinya agar jangan sampai rubuh tetapi lengannya terasa bergetar keras. Padahal Ceng Sian suthay adalah ketua partai Kun-lun-pay yang tinggi ilmu lwekangnya.

"Suthay, mari kita bantu Hong Hong totiang," seru Blo'on seraya lari menyerang lawan2 Hong Hong tojin yang berjumlah empat.

Hong Hong tojin memang kewalahan sekali. Menghadapi empat pengawal Baju Merah jangankan dapat balas menyerang, bahkan bertahan pun sudah setengah mati. Dia sudah mandi keringat namun sebagai seorang ketua partai persilatan ia rela mati daripada menyerah atau berteriak minta tolong.

Keempat pengawal Baju Merah itu menggunakan empat senjata golok, sepasang pit, kebut dan rantai gembolan. Cret, berhasil menghindar dan tiga senjata, akhirnya bahu kirinya tertampar kebut hud-tim dan dia pun terhuyung-huyung beberapa langkah ke belakang.

Keempat pengawal Baju Merah itu segera berhamburan dahulu mendahului hendak menghabiskan jiwa Hong Hong tojin tetapi tepat pada saat itu Blo'on pun sudah menerjang.

"Jangan takut, totiang, serunya seraya mengamuk. Dia tak mengerti jurus ilmu silat. Pokok, ia mengayun-ayunkan pikulan besi sederas mungkin. Tetapi karena dia memancarkan tenaga dalam Ji-ih sin-kang maka ayunan pikulan besinya itu pun bukan kepalang dahsyatnya. Seorang pengawal Baju Merah coba menangkis dengan golok, tetapi segera dia tersurut mundur setengah langkah ketika golok beradu dengan pikulan besi.

Wut.... Blo'on ayunkan pikulan besi menghantam pengawal Baju Merah yang memakai sepasang pit. Pengawal itu menyongsongkan ujung pit untuk menutuk tetapi ia terkejut ketika tubuhnya seperti ditolak suatu gelombang tenaga yang dahsyat sehingga ia tersurut mundur setengah langkah.

Pengawal Baju Merah yang menggunakan hud tim segera mengebut ke muka Blo'on tetapi saat itu ilmu Latah dalam tubuh Blo'on sudah mulai mengembang. Orang mengebut dia pun balas mengemplang. Akibatnya pengawal itu ketakutan dan loncat mundur.

Golok dari pengawal Baju Merah berayun hendak membelah kepala B'o'on tetapi Blo'on pun sudah menirukan gerak lawan, menghantamkan pikulan ke kepala pengawal itu. Karena pikulan lebih panjang maka datangnya pun lebih dulu sebelum golok tiba, pikulan sudah menghantam kepala. Dengan cepat pengawal Baju Merah itu miringkan kepala tetapi bahulah tak sempat lagi menghindar. Duk..... dia meraung, terseok-seok ke belakang terus rubuh dan muntah darah.

Ngeri ketiga pengawal Baju Merah itu melihat tandang Blo'on yang mengamuk seperti orang gila. Mereka heran ilmu silat apakah yang dimiliki pemuda gundul itu. Terpaksa  mereka berpencar untuk menyerang Blo'on dari tiga jurusan.

Terapi Blo'on sudah terlanjur mengamuk. Tenaga sakti Ji ih- sin kang sudah terlanjur pula memancar. Ia tak dapat berhenti lagi.

Ceng Sian suthay dan Hong Hong tojin hanya terlongong menyaksikan tandang Blo'on yang seperti kerbau gila itu. Ketiga pengawal Baju Merah yang berilmu silat tinggi, terpaksa harus bingung dan kacau diamuk serangan Blo'on yang membabi buta tanpa memakai jurus2 ilmu silat itu.

Karena bingung, ketiga pengawal Baju Merah itu pun menyurut mundur. Blo'on terus mendesaknya.

Walau pun ngawur tetapi karena dilancarkan  dengan tenaga sakti Ji ih-sin- kang, pikulan itu menderu-deru menimbulkan sambaran angin yang dahsyat sekali. Dan cepatnya bukan alang kepalang sehingga sepintas pandang Blo'on seperti terbungkus dalam lingkaran sinar pikulan.

Ceng Sian suthay dan Hong Hong tojin makin terheran- heran ketika melihat bahwa walau pun sudah bertempur sekian lama tetapi tenaga dan semangat Bio'on masih menyala-nyala bahkan semakin hebat. Dia seolah mempunyai tenaga dalam yang tiada habis-habisnya.

Akhirnya ketiga pengawal Baju Merah itu pun marah. Mereka sudah tiada kesadaran pikiran nekad menyerang Blo'on.

Terdengar denting senjata beradu keras, disusul pekik jeritan ngeri dan rubuhnya tiga sosok tubuh ke lantai.

Golok, pit dan rantai, berhamburan terlepas mencelat ke udara, ketika berbenturan dengan pikulan besi. Dan secepat kilat pikulan besi itu pun terus menghantam tubuh mereka. Sudah tentu mereka menjerit dan terkapar di lantai.

"Hayo, siapa lagi!" teriak Blo'on seperti seekor cengkerik yang gila. Cepat ia melihat Pek I lojin masih berputar-putar menghadapi empat pengawal Baju Merah.

"Lojin, jangan takut, aku akan membantumu," teriak Blo'on seraya lari menghampiri. "Kim kongcu, ikuti saja gerakanku, mereka tentu sudah keok nanti," seru Pek I lojin.

Blo'on menurut. Dia segera mengikuti dibelakang Pek I lojin. Pada hal saat itu Pek I lojin sedang menggunakan ilmu Bu-ing-sin poh atau Tanpa-bayangan. Dia seolah-olah hanya tampak sebagai segulung sinar putih yang menyelubungi keempat pengeroyoknya. Betapa pun keempat pengawal Baju Merah itu menyerang namun orangtua baju putih itu seperti bayangan yang sukar didekati. Setiap dibacok atau ditusuk, tentu hanya menemui angin kosong saja.

Diluar dugaan Blo'on pun dapat bergerak mengikuti gerak Bu-ing sin-poh itu. Kini bukan hanya satu bayangan putih tetapi dua.

Sudah tentu Pek I lojin itu terkejut sekati. Demikian pula Ceng Sian suthay dan Hong Hong tojm. Mereka tak tahu apakah yang terdapat dalam diri Blo'on itu. Sepanjang sejarah ilmu silat dan sepanjang pengetahuan mereka, belum pernah mereka melihat seorang manusia aneh seperti Blo'on. Dalam diri pemuda itu merupakan sebuah 'gudang' yang penuh berisi segala macam ilmu silat. Apa yang dikehendaki dan diambil orang, gudang itu selalu ada. Apa yang orang mainkan, Blo'on selalu dapat meniru.

Saat itu keadaan dipanggung upacara tampak morat marit. Hoa Sin, Sian Li, Hong Ing dan kakek Lo Kun masih duduk menyalurkan tenaga dalam. Tetapi pihak Thian-tong-kau pun sudah hampir berantakan. Barisan bocah, barisan dara2 cantik, sudah menghilang, barisan pengawal Baju Putih, sudah tersapu. Barisan pengawal Baju Merah hanya tinggal empat orang yang masih bertempur lawan Pek I lojin dan Blo’on. Apabila keempat pengawal Baju Merah itu sudah hancur, Thian-tong-kau hanya tinggal seperti sebuah hutan yang gundul. Tinggal pengacara Baju Merah dan ketua Thian-tong- kau yang dijaga oleh sepasang harimau.

Selagi pertempuran masih berlangsung seru, Hoa Sin yang lebih dulu membuka mata, kerutkan dahi ketika memandang pertempuran antara Pek I lojin dan Blo'on lawan empat orang pengawal Baju Merah.

Ia heran melihat dua sosok bayangan putih berhamburan seperti dua gulung asap menyusup diantara empat- pengawal Baju Merah. Diam2 ia menyadari bahwa Pek I lojin yang menurut pengakuan tak mengerti ilmu silat, ternyata seorang tokoh yang memiliki ilmu meringankan tubuh setinggi kakek baju putih itu, hanya dapat dihitung dengan jari.

Kemudian keheranannya beralih pada diri Blo'on. Bagaimana mungkin pemuda itu dapat menirukan dan mengikuti kecepatan gerak Pek I Iojin? Ah, benar2 sukar dipercaya tetapi memang nyata.

Setelah itu pandang matanya berkeliaran ke sekeliling panggung. Disana sini tampak tubuh2 baju putih dan baju merah yang bergelimpangan tak berkutik. Tentulah mereka anggota barisan Pengawal Baju Putih dan Baju Merah yang telah rubuh. Ada yang sudah mati ada pula yang terluka parah.

Kemudian pandang matanya dilanjutkan menuju ketempat pengacara baju merah yang memimpin upacara di panggung itu. Serentak Hoa Sin pun terbelalak: kaget.

"Hilang.....” seru Hoa Sin dalam hati ketika melihat pengawal baju merah itu sudah tak berada dilempatnya.

Dan terakhir pandang mata Hoa Sin menelusur ke ujung panggung, tempat pimpinan Thian-tong-kau. "Hai !” tiba2 ketua Kay-pang itu melonjak bangun.

Sian Li, Lo Kun dan Hong In pun saat itu sudah membuka mata. Mereka terkejut mendengar teriakan Hoa Sin.

"Mengapa, Hoa pangcu ?” seru Sian Li yang segera

.berbangkit.

"Lihatlah," seru Hoa Sin, "bukan saja pengacara baju merah dari Thian-tong-kau sudah menghilang, pun ketuanya juga lenyap."

Sian Li terkejut juga. .Demikian dengan Lo Kun dan Hong Ing. Bahkan Lo Kun segera ayunkan langkah.

"Hai, kemana engkau kakek," seru Sian Li "Mencari ketua mereka," sahut Lo Kun.

"Dia sudah meloloskan diri, kemana hendak engkau cari ?" kata Sian Li.

"Kurang ajar," Lo Kun menggeram, "dia tentu sedang makan atau pun tidur dan kita dibiarkan berkelahi. Hm, orang itu harus kuhajar."

Tetapi sebelum kakek itu melangkah, Sian Li sudah memegang lengannya dan berkata : "Kakek, harap tunggu dulu."

"Tunggu apa lagi ?" . sungut kakek Lo Kun.

"Tunggu dulu setelah suko dan Pek I lojin selesai bertempur, kita tanya pendapat mereka."

"O," Lo Kun rnendesuh," supaya lekas, hayo kita bantu mereka."

"Jangan," kembali Sian Li mencegah, "mereka dapat menyelesaikan sendiri." "Kurang ajar!"

"Mengapa ?” tegur Sian Li.

"Kakek baju putih itu ternyata gesit sekali. Masakan aku hampir tak dapat melihat wajahnya. Yang kelihatan hanya pakaiannya saja."

Diam2 Sian Li juga heran mengapa Pek I lojin ternyata memiliki ilmu meringankan-tubuh yang begitu lihay.

"Eh, mengapa Blo'on dapat juga mengikuti gerak orangtua baju putih itu ? Kapankah dia belajar lari cepat?” kembali kakek Lo Kun menggerutu seorang diri.

"Suko memang bisa menirukan segala macam ilmu ," kota Sian Li.

Dalam pada itu pertempuran pun mencapai titik yang gawat Blo'on jemu terus menerus lari tiada hentinya. Tiba2 ia berhenti kemudian menirukan gerak dari kedua pengawal Baju Merah yang menyerangnya.

Tring tring ....

Terdengar suara senjata berdenting-denting. Disusul dengan gerakan bunga api, terdengar kedua pengawal Baju Merah yang bersenjata pedang itu mendesuh dan menyurut mundur setengah langkah.

Kemudian mereka menyerang lagi. Tetapi kembali terdengar benturan senjata yang keras dan kedua orang itu pun terpental selangkah'

Rupanya mereka terkejut karena pikulan besi yang diayunkan Blo'on itu mengandung tenaga dalam yang hebat sekali, sehebat seperti yang mereka pancarkan. Mereka terkesiap tetapi karena kesadaran pikirannya sudah hilang, mereka pun menyerang lagi tanpa berkata apa2.

Sian Li menimang-nimang keadaan. Pengacara baju merah dan ketua Thian-tong-kau meloloskan diri. Ini berbahaya dan harus dicegah agar kelak mereka tidak menimbulkan gara2 lagi, membentuk perkumpulan baru dan mencelakai beberapa tokoh persilatan seperti yang dialami oleh tokoh2 yang dijadikan pengawal Baju Merah dan Baju Putih saat ini.

Untuk lekas mencegah peristiwa itu, harus pengacara dan ketua Thian-tong-kau dicari selekasnya. Dan untuk mencari mereka, pertempuran yaug terakhir itu harus lekas selesai. Ia mencari akal. Jika meminta ketiga ketua, partai persilatan maju untuk membantu, mungkin menyinggung perasaan Pek I lojin. Harus dicarikan akal. Demikian Sian Li memutuskan.

Tiba2 ia mendapat akal, serunya: “ Kakek Lo Kun, maukah engkau bertaruh?"

Lo Kun terbeliak: “Bertaruh? Bertaruh dengan siapa ? " “Dengan aku,” sahut Siau Li.

“Bertaruh soal apa? "

“Soal pertempuran itu," kata Sian Li. “siapakah yang lebih dulu dapat menyelesaikan pertempuran, suko atau Pek I lojin."

“O, " Lo Kun mendesuh, “ bertaruh sih mau saja, tetapi aku tak punya benda untuk taruhannya. "

“ Itu soal mudah, " kata Sian Li, “siapa yang kalah harus memberi sebuah benda yang luar biasa. Boleh berupa senjata pusaka, kitab atau benda yang jarang terdapat di dunia …. "

“Uh, mana aku punya benda begitu?" tukas kakek Lo Kun. “Kalau sekarang belum punya, tak apa. Boleh dipertangguhkan sampai kapan saja setelah mendapatkan pusaka itu. Aku sendiri juga belum sedia tetapi kelak sewaktu- waktu sudah mendapatkan, kalau aku kalah, tentu akan kuhaturkan sebuah benda yang luar biasa kepada kakek. Mau?"

“Kalau begitu caranya, aku mau," kata kakek Lo Kun, “lalu bagaimana cara pertaruhan itu? "

“Kakek boleh menjagoi siapa, suko atau Pek I lojin yang akan menang lebih dulu. "

Lo Kun garuk2 kepalanya yang tak gatal.

“Wah, susah dikata. Begini saja,” katanya, “sebagai orangtua wajib aku mengalah. Engkau boleh pilih dulu."

Selama bicara itu Sian Li sengaja berseru dengan keras agar terdengar Blo'on dan Pek I lojin.

“Aku menjagoi Pek I lojin!" serunya pula, dengan suara yang makin melengking keras.

“Engkau curang! " seru Lo Kun, “sudah tentu kakek baju putih itu yang akan memenangkan pertempuran lebih dulu. Blo'on tidak bisa bersilat. Dia hanya dapat menirukan gerak- gerik orang saja. Kalau musuh memukul, dia memukul. Musuh menendang dia pun menendang. Musuh menghantam, ia juga menghantam. Pendeknya segala tingkah lawan selalu ditirukan. Bahwa kalau lawan kencing, dia pun tentu kencing. Dasar Blo'on "

Sian Li tertawa mengikik.

“Kalau begitu, aku pegang Suko dan engkau yang menjagoi Pek I Iojin," serunya.

“Jangan! " teriak Lo Kun. Sian Li kerutkan dahi.

“Habis engkau mau menjagoi siapa ?” serunya heran. “Engkau tahu," kata Lo Kun, “kalau aku menjagoi kakek

baju  putih,  Blo'on  tentu  marah  kepadaku.  Dia  tentu  tak

mengaku aku sebagai kakek lagi. Wah, celaka aku nanti." “Mengapa celaka?" seru Sian Li.

“Dunia ini memang penuh manusia, banyak anak laki yang bagus dan gagah, tetapi tidak ada yang seperti Blo'on. Di dunia mungkin hanya ada seorang Blo'on. Macam benda pusaka, dia pun termasuk manusia pusaka. Aku harus memilikinya. Dia harus tetap menjadi cucuku."

Sian Li tertawa lagi.

“Lalu bagaimana kehendak kakek?" tanyanya.

“Jelek2 Blo’onnya sendiri, lihay sekali pun kakek baju putih itu, aku tetap memilih Blo'on. Sekali Blo’on, tetap Blo'on," seru kakek Lo Kun.

“Jadi engkau memilih suko?" sengaja Sian Li mengulang dengan suara keras, "yang keras kalau bicara, kakek. Agar disaksikan orang banyak. Mereka bisa jadi saksi pertaruhan ini."

"Aku tahu Blo'on tentu kalah," teriak Lo Kun sekeras- kerasnya, "tetapi aku tetap memilih dia.”

" Baik, aku pilih Pek I lojin," seru Sian Li.

Hoa Sin bermula heran mengapa dalam suasana seperti itu, Sian Li mau bergurau mengajak Lo Kun bertaruh. Tetapi pada lain saat, cepat ia dapat mengetahui maksud hati cewek itu.

Tidak demikian dengan Blo’on. Ia mendengar pembicaraan itu. Ia mendongkol terhadap Sian Li karena sumoaynya ternyata memihak pada Pek I lojin. Tetapi pada lain saat, ia terkejut sendiri. Kalau ia marah dan menang lebih cepat dari Pek I lojin, sumoaynya tentu akan memberi benda pusaka kepada Lo Kun. Pada hal ia tahu Sian Li tak punya pusaka apa2. Kasihan, tiba2 timbul rasa kasihan kepada Sian Li. Lebih baik ia perlambat gerakannya agar Pek I lojin dapat menang lebih dulu.

"Sialan," kakek Lo Kun bersungut-sungut ketika melihat permainan Blo'on makin lamban. Berulang kali hampir saja ia terdesak oleh .kedua lawannya.

"Hola, bagus lojin!° tiba2 Sian Li berteriak gembira ketika salah seorang pengawal Baju Merah ngelumpruk jatuh di tanah,"tinggal satu lagi dan menanglah aku. Biarlah kakek Lo Kun memberi hadiah pusaka kepadaku?"

"Blo'on, jangan main gila," teriak Lo Kun, "Rupanya engkau sengaja memperlambat gerakanmu, agar aku kalah ya ?"

Bio'on tak peduli. Ia tetap bergerak lamban.

“Hi, hi, hi," Sian Li tertawa gembira, "pokoknya, engkau harus memberi aku benda pusaka, kakek Lo Kun."

Beberapa saat kemudian kakek Lo Kun makin kelabakan. Blo'on tetap belum mampu mengalahkan lawan, walau pun seorang saja. Dan dalam pandangan kakek Lo Kun, gerakan Blo'on itu lamban sekail, seperti tak mau bermain sungguh2.

"Sian Li," teriak kakek Lo Kun tiba2, "aku ada usul, engkau setuju tidak !"

"Bagaimana?" tanya Sian Li.

"Jelas Blo'on hendak main gila supaya aku kalah. Dia hendak membantu engkau," Kata Lo Kun. "Ah, jangan berkata begitu, kekek Lo Kun” sahut Sian Li, "memang suko tidak mengerti ilmu silat. Bagaimana mungkin dia dapat menandingi Pek I lojin ?. Salahmu sendiri mengapa engkau menjagoi suko.”

"Bagaimana kalau aku ganti menjagoi kakek baju putih itu

?" seru Lo Kun.

"Wah, enak sekali engkau, kakek Lo," seru Sian Li. sudah jelas engkau kalah, masakan mau ganti jago. Siapa yang mau

?"

"Jangan begitu," kata kakek Lo Kun, "kalau engkau setuju, aku mempunyai usul begini. Kita ganti jago, tukar menukar. Aku pasang kakek  baju  putih,  engkau  ganti  menjagoi Blo'on "

"Enak, ya ?" tukas Sian Li.

"Nanti dulu," seru Lo Kun, “jangan memutus omonganku dulu. Dengarkan. Setelah ganti jago, pertaruhannya pun ganti. Jika kakek baju putih itu menang, engkau Blo’on yang menang, aku akan memberimu dua buah pusaka. Nah, bagaimana?"

Sian Li merenung. Baginya soal hadiah sih tidak penting. Pokok, sukonya segera menyelesaikan pertempuran itu. Hanya dengan cara mencolok dan membikin panas hati, barulah sukonya akan penasaran dan ngamuk.

"Ya, baiklah, kakek Lo. Tetapi kali ini yang terakhir. Mana ada orang bertaruh main ganti," kata Sian Li.

Lo Kun mengiakan : "Baiklah, sekali ini aku takkan minta ganti."

"Jadi sekarang kakek menjagoi Pek I lojin dan aku pegang suko. Kalau kakek kalah, kakek harus memberi dua buah benda pusaka dan kalau aku kalah, hanya memberi sebuah pusaka.” Sian Li sengaja mengulang dengan suara keras.

"Ya," teriak Lo Kun dengan nyaring juga.

Blo'on mendengar juga pembicaraan itu. Sekarang tiba saatnya ia akan memberi kemenangan untuk Sian Li agar sumoay itu mendapat dua buah pusaka dari kakek Lo Kun.

Tring, tring.....

Dalam gerak ilmu Latah untuk menirukan tabasan pedang kedua lawannya, Blo'on ingin segera menghancurkan pedang lawan. Hati ingin, darah meluap dan tenaga -sakti Ji-ih sin- kang pun memancar.

Terdengar dua buah suara dengus tertahan dari kedua pengawal Baju Merah yang terhuyung-huyung ke belakang dengan pedang yang tinggal separoh.

Hebat sekali tenaga sakti Ji ih-sin-kang yang memancar dari pikulan besi Blo'on itu sehingga pedang kedua pengawal Baju Merah itu patah. Karena kedua orang itu berusaha sekuat tenaga untuk tetap menggenggam tangkai pedang, akibatnya, tangan mereka seperti pecah dan lengan pun kesemutan, tubuh tergempur mundar.

Kedua pengawal Baju Merah itu sesaat tertegun. Mereka terkejut kemudian marah. Diam2 mereka kerahkan seluruh tenaga dalam, lalu tiba2 mereka maju dan taburkan kedua batang pedang yang buntung itu kearah Blo'on.

Kembali ilmu Latah dalam tubuh Bio'on memancar. Dia pun menyabitkan pikulan besi kepada kedua pengawal Baju Merah itu. Tring.....

Kedua pedang kutung terbentur pikulan besi, mental balik kepada pelontarnya. Tatkala kedua pengawal Baju Merah itu terkejut ketakutan dan hendak loncat ke samping, tiba2 pikulan besi yang ditaburkan Blo'on itu sudah melayang, menghantam punggung mereka, bluk, bluk. kedua

pengawal itu pun segera rubuh tak bangun selama-lamanya. "Mati aku '" teriak kakek Lo Kun.

"Hi, hi, hi," Sian Li tertawa gembira. "Blo'on curang!" seru Lo Kun. "Curang bagaimana ?” tanya Sian Li.

"Waktu aku menjagoinya, dia sengaja bergerak lamban. Tetapi begitu aku menjagoi kakek baju putih itu, dia terus memberingas dan mengamuk "

Tiba2 kakek Lo Kun menghampiri Blo'on dan menuding muka anak itu: “Hm, engkau memang kurang ajar. Bukankah engkau sengaja membuat aku supaya kalah dengan sumoaymu?”.

"Kalah apa?" tanya Blo'on.

'Kalah bertaruh," sahut kakek Lo Kun, "waktu aku menjagoi engkau bertempur dengan santai. Setelah aku ganti menjagoi kakek baju putih, engkau cepat2 mengalahkan kedua lawanmu. Bukankah engkau memang sengaja?”

"Yang salah bukan aku tetapi engkau sendiri. Mengapa engkau tidak setya menjagoi aku. Mengapa, engkau menjagoi kakek itu. Apa karena sama tuanya ?" balas Blo’on.

Hidung kakek Lo Kun menyengir. Tiba2 dia berpaling kearah Pek I lojin yang masih bertempur dengan seorang pengawal Baju Merah. "Celaka memang kakek itu. Masakan melawan seorang baju merah saja tak mampu sehingga aku sampai kalah," teriak kakek Lo Kun.

Tiba2 pengawal Baju Merah itu menerjang kakek Lo Kun sehingga kakek itu gelagapan dan menjerit. Untung Blo'on cepat mendorong tubuh Lo Kun ke samping. Walau pun kakek Lo Kun harus gentayangan mau jatuh tetapi ia terlepas juga dari tabasan pedang pengawal Baju Merah itu.

Sebenarnya peristiwa itu memang disengaja oleh Pek I lojin. Dia berputeran mengelilingi lawan sambil mendesaknya supaya dekat dengan tempat kakek Lo Kun. Kemudian sengaja ia perlambat gerakannya. Melihat itu pengawal Baju Merah menggerung dan terus menerjang, Tetapi karena Pek l lojin menghilang maka yang menanggung akibatnya adalah kakek Lo Kun.

Lo Kun marah Segera ia melolos ular thiat-bi-coa dari pinggangnya terus menyerbu pengawal Baju Merah itu.

Pertempuran sekarang berganti antara pengawal Baju Merah lawan kakek Lo Kun. Cukup seru juga.

Ular thiat-bi-coa memang lihay. Ia seperti mengerti kehendak kakek Lo Kun. Setiap kali ditebas pedang, dengan gerak yang licin dan cepat, ular itu menghindar lalu menyerbu muka orang. Sudah tentu pengawal itu gelagapan dan menyurut mundur.

Karena berulang kali menderita kejutan, marahlah pengawal Baju Merah itu. Segera ia memutar pedangnya sederas kitiran sehingga tubuhnya, tak tampak lagi karena terbungkus sinar putih. Melihat itu kakek Lo Kun terkejut. Kini dia lah yang berganti harus mundur. Jika memaksa mengajukan ular thiat-bi-coa. Ia takut ular itu akan terpaksa kutung oleh pedang lawan.

Tiba2 Lo Kun lepaskan cekalannya sehingga ular itu jatuh ke lantai. Kemudian ia lepaskan pukulan.

Karena sedang mainkan pedang deras, pengawal Baju Merah itu tak sempat memperhatikan ular yang jatuh ke lantai. Ia hanya melihat kakek itu memukul dengan tangannya. Sudah tentu dia tak mau lepaskan kesempatan sebaik itu.

Pedang serentak dihamburkan menjadi sebuah hujan sinar yang mencurah kearah pukulan Lo Kun. Tetapi pada saat pedang hampir mengenai tangan orang. tiba2 ia menjerit keras. Sedemikian keras sehingga sekalian orang terkejut dan berdebar-debar hatinya. Jeritan itu disusul pula dengan tubuh pengawal Baju Merah yang terjerambab jatuh kebelakang. Ia menggelepar-gelepar dan meronta ronta macam ikan dalam jaring.

Betapa kejut rombongan ketua partai persilatan itu ketika melihat kerudung muka dari pengawal Baju Merah itu telah basah dengan darah dan bagian hidung sampai ke mulut, menyingkap sebuah lubang sehingga kelihatan.

"Hidungnya hilang !" teriak Blo’on ketika melihat muka pengawal Baju Merah itu.

"Lepaskan!" tiba2 kakek Lo Kun berteriak seraya menarik pulang ular Thiat bi coa. Tangan kirinya mencekal mulut ular itu. "jangan makan hidung menusia. Jangan membuat aku malu karena tak memberi engkau makan. Nih. "

Kakek Lo Kun merogoh kedalam baju dan mengeluarkan segenggam buah som lalu diberikan ke mulut ular. Rupanya ular Thiat bi-coa itu memang luar biasa dan aneh. Selekas melihat buah som, ia terus lepaskan gumpalan daging hidung dari pengawal Baju Merah tadi. Buah som itu dimakannya dengan lahap.

Tiba2 Pek I Lojin menghampiri pengawal Baju Putih itu. Sambil gerak-gerakkan tangannya ia berseru: "Sudahlah, jangan meronta ronta. Tidur saja, jangan bergerak."

Aneh. Pengawal Baju Merah yang bermula bergeleparan rupanya menurut perintah Pek I lojin. Tubuhnya terus diam tak berkutik.

"Apa dia mati ?" tanya Blo’on.

Pek I !ojin gelengkan kepala : "Tidak, hanya beristirahat."

Jika Blo’on percaya akan keterargan kakek baju putih itu tidaklah demikian dengan Hoa Sin, Ceng Siang suthay dan Hong Hong tojin. Ketiga tokoh itu adalah ketua dari partai bersilatan yang ternama. Sudah tentu kepandaian mereka tinggi sekali. Dalam pandangan mereka, jelas pengawal Baju Merah bukan diam karena beristirahat tetapi karena tertutuk jalan-darahnya.

Mereka terkejut. Jelas kakek baju putih itu tak langsung menutuk tubuh pengawal itu melainkan hanya menggerakkan tangannya pelahan tetapi jalan darah pangawal itu pun telah tartutuk, sehingga dia tak menderita kesakitan dan pendarahan hidungnya pun berhenti.

"Kek gong tiam-hwat yang sakti,” seru ketiga ketua partai persilatan dalam hati.

Kek-gong tiam- hwat artinya Ilmu menutuk jalan darah dari jarak jauh. Hanya tokoh yang memiliki tenaga dalam sempurna dan ilmu menutuk jalan darah yang tinggi, mampu melakukan hal itu.

Tetapi mereka tak sempat menyelidiki dan bertanya kepada Pek I lojin itu. Suasana diatas panggung Thian-tong-kau memerlukan tindakan dan penyelesaian yang segera.

Saat itu diatas panggung sudah tak tampak barang orang Thian tong kau. Pangacara baju merah dan ketua Thian tong kau sudah lolos. Yang masih tertinggal hanya sosok2 tubuh dari pengawal Baju Merah dan Baju Putih. Ada yang sudah manjadi mayat, ada pula yang pingsan dan menderita luka yang parah.

Sementara dibawah panggung, tetamu2 yang terdiri dari tokoh2 persilatan itu, jumlannya pun tak banyak. Karena sebagian mereka telah menjadi korban keganasan orang Thian tong-kau. Apabila datang secara rombongan maka rombongannya atau anakbuahnya yang mengangkut mayat pemimpin mereka. Oleh karena sebagian besar ketua, pemimpin dan tokoh2 ternama dalam rombongan tetamu itu banyak yang mati dan luka, maka saat itu hanya sebagian kecil saja yang masih berada dibawah panggung.

Selama diatas panggung berlangsung perternpuran Blo’on dan kawan-kawan, melawan pengawal2 Baju Marah dan Baju Putih, mereka tak berani turut campur:

Tetapi setelah melihat kasudahan pertempuran dimana Blo'on dan rombongannya yelah berhasil membasmi orang2 Thian-tong-kau, maka timbullah nyali mereka lagi. Mereka hendak melampias dendam kemarahan mereka atas kematian dari pemimpin mereka dan beberapa tokoh persilatan lainnya. Serempak mereka berhamburan loncat ke atas panggung untuk membantu Blo'on mengobrak-abrik: sarang Thian tong kau. "Mau apakah saudara2 ini ?" seru Hoa Sin ketika berpuluh puluh orang naik keatas panggung.

"Hoa pangcu," sahut mereka yang kenal siapa Hoa Sin itu. “izinkan kami membantu pangcu untuk membasmi  gerombolan Thian-tong-kau itu."

"Saudara2 tak perlu berjerih payah, aku dan para cianpwe ini sanggup untuk mengobrak-abrik mereka," seru Blo'on yang kasihan terhadap mereka. Mereka adalah anakmurid atau anakbuah dari rombongan partai persilatan yang telah kehilangan pemimpinnya.

"Biarlah, kongcu," akhirnya Hoa Sin berkata, "mereka tentu penasaran apabila tak ikut dalam gerakan untuk membalas dendam kepada orang2 Thian-tong-kau."

Kemudian Hoa Sin mengatakan kepada, orang2 itu bahwa bantuan mereka dapat diterima. Tetapi diminta mereka jangan bertindak menurut kehendak sendiri “Saudara2 harus ingat, bahwa markas Thian-tong kau itu tentu masih dijaga oleh tokoh2 yang sakti”. Hoa Sin memberi penjelasan.

"Baik, pangcu. Kami akan menurut perintah pangcu sekalian," kata mereka.

Rahasia dibalik rahasia

Setelah lengkap semua, Pek I lojin mengajak rombongan orang gagah itu menyerbu kedalam markas Thian tong-kau.

Mereka memasuki sebuah ruang sempit yang panjang seperti lorong. Ternyata markas Thian-tong-kau dibangun dalam sebuah guha. Guha itu diperluas dan dibangun  sehingga merupakan sebuah bangunan indah dalam tanah. "Hati2 saudara. Mungkin dalam markas ini telah dilengkapi dengan alat2 perangkap yang berbahaya.” Hoa Sin memberi peringatan.

Tepat pada saat ketua Kay-pang memberi peringatan, sekonyong konyong dari atas langit2 ruang guha itu meluncur sekeping baja yang menutup jalan dimuka. Dan serempak dengan itu, dari belakang pun segera terdengar bunyi berderak derak dan sebuah pintu besi yang meluncur dari atas langit2 ruang itu.

"Celaka, kita tertutup disini," seru Hoa Sin.

Dung .... dung ..... tiba2 kakek Lo Kun lari menghampiri pintu besi itu dan menghantam. Tetapi pintu besi yang amat tebal itu, sedikit pun tak melekuk.

"Ham, jangan kuatir kakek Lo," seru Sian Li yang juga menyusul datang. Ia mencabut pedang Pek-liong-kiam lalu mulai membacok:. Cret, eret... pintu itu sedikit demi sedikit dapat terpapas dengan pedang pusaka itu.

Tetapi tiba2 pula, entah dari mana datangnya, rombongan orang gagah itu terkejut ketika merasa bahwa ruang itu mulai dihambur asap warna hitam.

"Saudara2, lekas tutup pernapasan. Kemungkinan asap hitam ini mengandung racun." seru Hoi Sin pula. Sekalian orang gagah segera melakukan perintah.

'Hoa pangcu, bagaimana cara menutup napas ?"' seru Blo'on.

Hoa Sin tertegun. Segera ia menyadari bahwa pemuda itu memang tak mengerti ilmu silat. Kalau disuruh menghentikan pernapasan secara biasa, Bio'on tentu tak kuat. Jika hidungnya saja yang disuruh mendekap, mulutnya tentu masih menyedot.

Selang beberapa ketua partai persilatan itu bingung memikirkan cara bagaimana menyuruh Blo'on menutup pernapasan, tiba2 Sian Li berseru.

"Kakek Lo, bukankah engkau hendak memberi batu giok merah berbentuk Naga kepada suko ?” kata Sian Li sambil masih melanjutkan menggempur pintu baja.

Kakek Lo Kun teringat akan mustika itu. Memang ia hendak membelikan kepada Blo'on. Maka ia pun segera menghampiri Blo'on dan menyerahkan mustika itu.

"Buat apa ?" seru Blo'on.

"Jika engkau dekapkan mustika ini ke hidung engkau tentu takkan mati terkena asap beracun?” kata kakek Lo Kun.

"Apakah asap hitam ini beracun ?" tanya Blo'on pula. "Aku sendiri juga tak mengerti," kata Lo Kun.

"Ya, memang beracun, kongcu." sahut Hoa Sin. "Tetapi mengapa aku tak mati ?" tanya Blo'on.

"Sudahlah, kongcu, harap melindungi dirimu dengan mustika itu," Hoa Sin tak mau berdebat berkelarutan.

Tetapi Blo'on tetap bandel. Ia hanya menyimpan mustika merah itu kedalam baju.

Asap hitam itu makin lama makin tebal sehingga ruangan itu gelap sekali. Sian Li pun hanya dapat menghantam pintu dengan sembarangan saja, tanpa arah. Akibatnya pintu itu lama sekali tak terbuka. Beberapa saat kemudian, asap makin lama makin tipis tetapi tokoh2 yang berada di ruang itu pun berobah perangainya. Mereka menangis tersedu-sedu.

Beberapa tokoh yang berilmu tinggi, Pek I lojin, Hoa Sin, Ceng Sian suthay, Hong Hong tojin, kakek Lo Kun hanya mengalirkan airmata. Tetapi yang lain2, Hong Ing, Sian Li dan rombongan orang gagah yang ikut mereka, sama manangis. Ada yang menangis keras, ada yang tersedu sedan ada yang tersekat sekat.

Hanya Blo'on seorang diri yang tidak menangis tetapi terlongong-longong. Ia heran mengapa orang2 itu berobah seperti orang yang ditinggal-mati keluarganya.

"Hai, mengapa kamu ini ?" teriaknya. Kemu dian ia menghampiri kakek Lo Kun. "Kakek, mengapa engkau mengucurkan airmata ?**

Tetapi kakek itu tak menjawab. Dia tetap menangis. Blo'on bertanya kepada Pek I lojin : “Lojin, mengapa engkau mengucurkan atrmata?"

Kakek biju putih itu hanya geleng2 kepala tak menyahut. "Aneh," guman Blo'on lalu bertanya kepada Hoa Sin, Ceng

Sian suthay, Hong Hong tojin, Sian Li, Hong Ing dan lain2

orang. Tetapi mereka hanya diam tak menyahut dan tetap menangis terus.

Entah bagaimana, Blo’on merasa tentu terkena asap hitam. Jika terus menerus berada dalam ruang ini, mereka tentu mati semua, kecuali aku !.

Serentak ia melihat Sian Li yang masih menangis tersedu sedan itu sudah hentikan gempurannya pada pintu besi. Blo'on pun dapat mengetahui bahwa pedang yang kini menggeletak di sisi sumoay itu sebuah pedang pusaka yang luar biasa tajamnya. Adalah karena Sian Li kurang cepat menghantam, atau mungkin karena tenaganya kurang, maka pintu itu tak dapat segera bobol.

Segera Blo'on mengambil pedang Pek liong-kiam itu lalu dengan sekuat tenaga ia menghantam pintu besi. Bumi terasa bergetar keras ketika pintu besi itu berdering dering dibacok pedang Pek-liong kiam.

Entah bagaimana, tiba2 saja Blo'on itu seperti orang yang tidak blo'on. la dapat melihat dan mengetahui apa yang terjadi. Dia pun dapat mengerahkan tenaga sehingga bacokannya itu hebat sekali. Dalam waktu singkat, pintu besi yang setebal batu merah itu pun bobol dan terbuka sebuah lubang besar. Dia terus membacok dan lubang pada pintu besi itu pun makin besar.

"Hayo, kita keluar," ia berseru seraya menarik orang2 itu keluar.

Tangis orang2 itu pun makin lama makin reda, kemudian berhenti. Blo'on tak mau memaksa mereka untuk melanjutkan perjalanan. Ia membiarkan mereka beristirahat dulu. Dia sendiri bingung bagaimana harus menghibur mereka.

Lebih kurang sepenanak nasi lamanya, tiba2 rombongan orang gagah itu berdiri.

"Kim kongcu, tempat apakah ini ?” Hoa Sin lebih dulu yang pertama-tama membuka mulut.

"Entahlah," sabut Blo’on.

"Kongcu," kata Pek I Iojin, “jika tak salah tadi engkaulah yang membobol pintu besi itu dan membawa kami keluar, bukan ?” "Mungkin," sahut Blo'on merenung.

Sekalian orang terbeliak. Mengapa pemuda itu tak dapat mengingat hal itu. Kemudian mereka meminta penjelasan dari Pek I lojin.

"Peristiwa ini memang aneh," kata Pek I lojin, "asap hitam tadi telah menyebabkan kita semua kehilangan kesadaran pikiran dan menangis terus menerus. Aku sendiri yang sudah berpuluh-puluh tahun tak pernah menangis, leher bajunya sampai basah dengan airmata."

"Lojin masih dapat mengingat semua kejadian tadi ?" tanya Hoa Sin.

"Secara samar-samar," kata Pek I lojin." rupanya asap hitam itu memang luar biasa sekali sehingga walau pun saudara sekalian sudah berusaha untuk menutup pernapasan tetapi pengaruh asap hitam itu menyusup kedalam tubuh saudara."

"Lalu siapakah yang mengobati kita, lojin? Apakah suko ?” tanya Sian Li.

Pek I lojin gelengkan kepala : "Bukan kalau tak salah dugaanku, setelah kita berada di alam terbuka, pengaruh asap hitam itu hilang sendiri."

"O, tetapi mengapa suko tak apa-apa?" tanya Sian Li pula.

Pek I lojin menghela napas, katanya: "Disinilah letak keanehan pada diri anak itu. Apabila tak salah penilaianku, soalnya begini. Asap hitam itu beracun tetapi justeru racun itulah yang menyembuhkan kesadaran otaknya sehingga ia dapat berpikir terang. Sebaliknya kita, yang berotak waras, menjadi hilang kesadaran karena asap hitam. Jadi dia adalah kebalikan dari orang biasa." "Jika demikian," kata Sian Li, "kalau kita sudah pulih kesadaran pikiran kita, dia tentu akan kambuh lagi penyakitnya itu."

"Mungkin." sahut Pck I lojin "tetapi mudah-mudahan saja tidak begitu “

"Suko, bagaimana perasaanmu sekarang?* Sian Li langsung bertanya.

"Mengapa aku?" tanya Blo'on "aku tak apa2. Apa engkau kira aku ini gila?"

Sekalian orang tertawa. Kemudian Hoa Sin terseru: "Tugas kita masih belum selesai, entah kita harus menghadapi bahaya apa lagi. Mari kita lanjutkan menghancurkan sarang Thian- tong-kau."

Blo'on dan rombongan segera berjalan pula. Lorong markas dibawah tanah itu memang cukup lebar sehingga jika  tak tahu, orang tentu tak merasa bahwa mereka sebenarnya sedang berada dibawah tanah.

Tak berapa lama berjalan, kembali mereka menghadapi peristiwa yang hampir sama. Sekeping baja tiba meluncur dari atas dan menutup jalan mereka. Dan pada saat itu pula, mengalirlah asap putih.

Seperti yang tadi, pun rombongan orang gagah itu segera menutup pernapasannya. Dan seperti tadi pula, Blo'on tetap tak mau meniru kawan-kawannya. Alasannya dia tak dapat menutup pernapasan.

Rupanya asap buatan orang Thian-tong-kau itu memang hebat ramuannya. Tokoh2 semacam Hoa Sin, Ceng Sian suthay, Hong Hong tojin dan Pek I lojin yang berilmu tinggi, akhirnya tetap menyerah juga. Tiba2 sekalian orang itu tertawa! Hoa Sin, Ceng Sian, Hoag Hong dan Pek I lojin masih mending. Mereka hanya tertawa biasa. Kakek Lo Kun tertawa seperti suara burung kukukbeluk. Hong lng, Sian Li tertawa mengikik. Sekalian anak-murid lain2 rombongan tertawa gelak2. bahkan ada yang melonjak-lonjak seperti anak kecil.

Blo'on seperti tadi, tampak memberingas. la dapat berpikir terang. Tahu bahwa orang2 itu mempunyai daya khasiat membuat orang tertawa geli. Karena terus menerus tertawa, akhirnya orang akan lemas dan rubuh. Yang lemah ilmu Iwekangnya tentu akan putus urat-nadinya Sedang yang tinggi lwekangnya hanya pingsan atau terluka.

"Gila," seru Blo'on, jika tadi mereka menangis, sekarang mereka diserang penyakit tertawa. Jika tak lekas2 membobol pintu, mereka tentu akan celaka."

Tanpa banyak bicara, Blo’on segera menyambar pedang Pek-liong-kiam dari tangan Sian Li dan terus menghantam pintu besi. Berkat tenaga sakti Ji-ih sin-kang, dapatlah Blo'on membobolkan pintu besi itu. Dan ketika berada diluar, menghirup udara segar, orang2 itu pun sembuh. Celakanya. Blo'on sendiri yang kumat ketolol-tololannya.

Ruang ketiga yang juga dirintangi dengan pintu, tak kurang berbahaya. Setelah pintu besi mengatup, maka bermunculan beratus ratus ekor ular besar kecil menyerang mereka.

Para ketua partai persilatan marah. Mereka hendak membasmi kawanan ular itu.

"Jangan," tiba2 terdengar seorang lelaki berseru. Dia ternyata seorang anakmurid dari partai persilatan Kim-coa pang (Ular emas), dari gunung Lu liang-san. Ketua mereka. Pui Tik, telah mati dalam pertempuran dengan pengawal Thian tong kau.

"Mengapa ?" tanya Pengemis-sakti Hoa Sin.

"Aku dapat mengatasi kawanan ular itu," kata orang itu lalu mengeluarkan bungkusan dari bajunya. Bungkusan itu merupakan bubuk putih. Bubuk itu segera ditaburkan kearah kawanan ular, kemudian disulut dengan korek api. Dan bubuk itu segera memancarkan api warna biru. Kawanan ular itu ketakutan lari masuk kedalam liang lagi.

Setelah keluar dari tempat itu, mereka melanjutkan perjalanan menyusur lorong yang akan membawa mereka tiba di pusat markas Thian-tong-kau.

Seperti yang telah diduga semula, tiba2 mereka tertutup pintu besi lagi. Oleh karena sudah mempunyai pengalaman maka rombongan orang gagah itu pun bersiap siap.

Dan persiapan mereka memang tepat Karena tak lama kemudian dari ruang lorong itu segera menghambur berpuluh macam senjata rahasia ke arah mereka.

Jika perangkap berisi senjata rahasia itu ditujukan pada jago2 biasa, mnngkin akan membawa hasil. Tetapi yang menyerbu kedalam lorong itu adalah tokoh2 ketua partai persilatan. Sudah tentu serangan senjata rahasia itu tak banyak gunanya.

Empat buah tempat berbahaya berhasil dilalui dengan selamat. Kini rombongan orang gagah itu berhadapan pula dengan sebuah rintangan. Beda dengan keempat pos berbahaya tadi, mereka tidak menghadapi rintangan pintu besi tetapi sebuah lubang lebar. Lorong terputus, jika hendak melanjutkan perjalanan harus dapat melampaui sebuah lubang yang mirip sebuah jurang. Kedua tepi lubang itu terpisah sepuluh tombak jauhnya. Dasar dari lubang itu entah berapa puluh meter dalamnya. Samar2 itu melihat bahwa dalam datar lubang yang menyerupai sebuah jurang itu, seperti mengandung air warna hitam yang tampak bergolak golak seperti air mendidih. Jika jatuh ke bawah dasar, jelas tentu mati.

Mungkin hanya beberapa tokoh yang mampu loncat melampaui mulut lubang itu. Tetapi rombongan yang lain dikuatirkan tak mampu.

"Hebat sekali markas Thian tong- kau," seru Sian Li, "lo- cianpwe, bagaimanakah benggolan2 Thian tong kau itu melintasi jalan ini ?" tanyanya kepada Pek I lojin.

"Mungkin mereka memliliki ilmu meringankan tubuh yang hebat," sahut Pek I lojin.

"Tetapi tidak semua anakbuah Thian tong-kau memiliki kepandaian tinggi, lo-cianpwe. Lalu bagaimana cara anakbuah mereka melalui tempat ini ?"

"Ya, memang mengherankan," Pek I lojin hanya menjawab ringkas.

"Jika tak salah, mereka tentu menyediakan alat, entah jembatan gantung atau jembatan tali atau alat2 iain untuk menyeberangkan mereka ke tepi dimuka," kata pengemis sakti Hoa Sin.

"Jika begitu, mari kita cari alat itu. Mungkin berada disekeliling tempat ini," kata Sian Li.

Beberapa orang segera mencari kesekitar tempat itu tetapi tak menemukan hasil apa2.

"Aku sanggup menggendong seorang untuk loncat ke seberang sana," seru kakek Lo Kun. Pek I lojin tertawa sembari gelengkan kepala: "Berbahaya.

Jangan kita menempuh cara yang membahayakan jiwa."

Kakek Lo Kun tak puas. Ia merasa dianggap tak mampu, serunya : "Jangan menghina aku si Lo Kun tua ini. Kalau aku tak mampu, biarlah aku meluncur turun kebawah jurang."

Pek I lojin tertawa : "Jangan salah faham. Soal ini harus  kita pikirkan semasak-masaknya karena menyangkut jiwa. Loheng, engkau mungkin mampu mulakukan hal itu. Dan andaikata gagal, engkau pun sudah bersedia tercebur kedasar jurang. Tetapi bagaimana dengan orang yang engkau gendong itu ? Bukankah dia juga akan kehilangan nyawa ?"

Lo Kun tak dapat menjawab.

"Lojin dan pangcu sekalian " tiba2 Pergemis-sakti Hoa Sin berkata, “aku mempunyai usul. Entah pangcu sekalian dapat menyetujui atau tidak."

"Cobalah katakan," seru Hong Hong tojin. "Kita bentuk jembatan hidup!" seru Hoa Sin.

"Maksud Hoa pangcu, membuat jembatan manusia ?" cepat Hong Hong tojin menanggapi.

"Ya. Dengan tujuh atau delapan orang saling berpegangan sambung menyambung, tentulah kita dapat menciptakan sebuah jembatan hidup. Saudara saudara yang lain dapat menggunakan jembatan itu unruk melintas ke seberang tepi sana."

"Bagus, bagus!" teriak kakek Lo Kun, "hayo, segera saja kiia jadi jembatan."

"Tidak!" tiba2 Blo'on menolak, "aku manusia, bukan jembatan. Jadi jembatan tidak enak, badan dan kepalaku tentu diinjak-injak orang." "Blo'on," teriak kakek Lo Kun, “jangan engkau memikirkan kepentinganku sendiri. Demi menyelamatkan sekian banyak orang, engkau harus mau berkorban."

"Ada banyak cara untuk berkorban, tidak harus menjadi jembatan," bantah Blo'on lagi.

"Bagaimana caranya ?" tanya kakek Lo Kun. "Entah, aku tak dapat berpikir," sahut Blo'on.

"Kim kongcu memang benar," tiba2 Ceng Sian suthay ikut bicara," jembatan orang itu memang baik. Tetapi berbahaya juga. Selain itu, membentuknya pun juga sukar. Hoa pangcu, dengan cara bagaimana kita akan membentuk jembatan itu?"

"Pertama, kita harus saling bertumpuk. Seorang naik dan berdiri diatas bahu seorang, kemudian ada lagi orang yang naik diatas bahu orang kedua itu, orang keempat naik dibahu orang ketiga, demikian seterusnya sampai enam atau tujuh orang. Kemudian barisan susun itu harus berdiri di tepi lubang. Yang paling atas sendiri segera berayun menjatuhkan diri kemuka. Yang dibawahnya harus ikut merebah kemuka. Dengan demikian orang yang paling atas akan dapat mencapai tepi seberang. Setiap orang harus memegang kaki orang yang berdi ri diatas bahunya."

“Apabila sudah selesai, nanti bagaimana cara untuk melepaskan diri?" tanya Ceng Sian sutbay pula.

Hoa Sin mengatakan bahwa harus ada gerakan serempak untuk bersama-sama mengayunkan tubuh.

"Pertama, dibagian tengah harus dilepas sehingga jembatan itu seperti kutung ditengahnya. Kedua, kelompok itu harus mengayunkan tubuh ke udara, agar dapat berayun ke tepi kembali." "Bagaimana kalau umpamanya saat itu fihak Thian-tong- kau mengetahui lalu mereka menyerang atau melepaskan senjata rahasia kearah mereka yang sedang membentuk jembatan manusia itu ? Walau pun yang dipilih menjadi jembatan manusia itu tentu para tokoh yang berilmu tinggi, tetapi mereka kehilangan daya perlawanannya menghadapi serangan musuh. Dalam keadaan merebah diatas jurang itu, musuh tentu mudah untuk menghancurkan kita.”

Keterangan suthay itu memang sukar dibantah. Hoa Sin tertegun. Diam2 ia menganggap pandangan Ceng Sian suthay itu memang tepat. Dalam keadaan menjadi jembatan, tokoh2 itu tentu tak mampu melawan serangan fihak Thian tong kau.

"Lalu bagaimana?' tanya kakek Lo Kun.

Tiba2 Sian Li berseru : "Ada akal. Tiada yang dapat mengerjakan pekerjaan ini kecuali suko !"

"Bagaimana ?" teriak kakek Lo Kun.

"Begini," kata Siau Li, “jelas dalam tubuh suko mengandung tenaga sakti yang aneh. Selama dalam pertempuran tadi kuperhatikan, setiap kali musuh memukul, musuh itu tentu terpelanting sendiri. Ini menunjukkan bahwa tenaga -sakti dalam tubuh suko itu memiliki daya tolak yang hebat. Dengan begitu apabila dengan sepenuh tenaga kita mendorongnya, tenaga -sakti suko itu akan jadi tenaga -tolak yang hebat sehingga kita akan terlempar jauh ke belakang. Atau berarti dapat melintasi jurang ini."

"Benar," seru Pengemis sakti Hoa Sin, "tetapi masih ada kekurangannya. Bagaimana dengan saudara2 yang tenaga dalamnya kurang sempurna itu ? Jika tenaga dorongan mereka kurang kuat, tubuh mereka pun takkan terlempar jauh. Mungkin hanya mencapai sepertiga atau setengah dari muIut jurang. Dengan begitu mereka pasti akan meluncur jatuh kedasar jurang."

Sian Li tak dapat menjawab. Memang ulasan pengemis- sakti itu benar. Hanya beberapa tokoh saja yang dapat meminjam tenaga -tolak Blo'on untuk melampaui mulut jurang. Yang lain2, mungkin sukar.

"Soal itu," tiba2 Pek I lojin ikut bicara, "tergantung pada Kim kongcu saja."

"Apakah itu lojin?' tanya Sian Li. "Untuk yang kurang tinggi ilmu tenaga dalamnya bolehlah Kim kongcu melemparkannya saja."

"Apakah engkau sanggup suko?" tanya Sian Li.

"Apakah engkau kira aku sanggup melakukan hal itu ?" Blo'on balas bertanya.

"Asal engkau mau memancarkan tenaga -sakti dalam tubuhnya, tentulah engkau dapat melakukan hal itu," seru Sian Li.

Akhirnya karena tiada jalan lain, terpaksa Blo'on menyanggupi. Ia segera berdiri lima langkah dari tepi jurang. Kemudian ia bersiap.

Tetapi sebelum mulai, tiba2 Pek I lojin bergerak menyerangnya. Blo'on menjerit kaget : "Hai, kakek baju putih,fmengapa engkau menyerang aku?"

Tetapi Pek I lojin tak peduli. Diserangnya Blo'on sampai kalang kabut. Karena mengkal, marahlah Blo'on. Dan karena marah tenaga -sakti Ji-ih sin-kang pun memancar, keluar. Ia dapat mengimbangi kegesitan Pek I lojin yang menyerang dengan gaya lari berputar-putar mengelilingi Blo'on. Beberapa saat kemudian tiba2 pula Pek I lojin loncat keluar dan gelanggang pertempuran dan berseru; "Nah, rasanya tenaga -sakti dalam tubuh Kim kongcu sudah memancar. Silahkan mulai."

Seorang anakbuah sebuah rombongan, maju kehadapan Blo'on, menyerahkan diri untuk diangkat Blo'on lalu dilemparkan ke muka. Wut.... tubuh orang itu melayang sampai tujuh delapan tombak ke udara dan melayang turun ke tepi seberang.

"Bagus, suko," teriak Sian Li, "engkau hebat.”

Berturut-turut anakmurid dari rombongan perkumpulan dan perguruan silat telah dilontar Blo'on ke seberang tepi dengan selamat.

Ketika tiba giliran Hong lng, nona itu menolak: "Tidak, aku dapat melintasi sendiri."

Habis berkata nona itu terus menghimpun tenaga dalam lalu melambung ke udara. Bagaikan seekor burung belibis melayang, tubuh nona itu pun melayang kearah seberang tepi. Tepi sekonyong-konyong tubuhnya makin lama makin meluncur turun. Pada hal jarak dengan tepi masih lebih  kurang setombak.

"Celaka," teriak Hoa Sin, "nona itu pasti meluncur kebawah jurang."

"Suko, lekas lepaskan tamparan," cepat Sian li mendorong Blo'on. Dan karena gugup Blo'on- pun segera ayunkan tangannya menampar sekuat-kuatnya ke muka, diarahkan pada Hong Ing.

Saat itu Hong Ing sudah meluncur tepat sejajar dengan permukaan tepi jurang. Sedikit lagi, dia tentu sukar tertolong. Untunglah gelombang tamparan tangan Blo'on itu memancarkan tenaga yang kuat sehingga tubuh Hong Ing terdorong kemuka dan tepat berguling-guling diatas tanah.

Menyaksikan hal itu beberapa ketua partai persilatan menghela napas longgar. Diam2 mereka memuji tenaga -sakti yang dimiliki Blo'on.

"Sumoay, bagaimana engkau?" tanya Blo'on.

“Aku ada cara,” kata Sian Li, "cobalah engkau berdiri tegak dimuka jurang ini”.

Blo’on tak mengerti apa yang hendak dilakukan sumoaynya itu tetapi ia menurut juga. Begitu ia berdiri tegak, tiba2 dari belakang Sian Li loncat dan berdiri diatas bahu sukonya.

Blo'on terkejut. Dan lebih terkejut sekali ketika kaki Sian Li terasa berat sekali memijak bahunya. Sedemikian berat sehingga tubuh Bto'on mengendap kebawah hampir saja sampai berjongkok.

"Angkat suko," teriak Sian Li.

Agar jangan sampai terjatuh, tiba2 Blo'on kerahkan tenaga dan berdiri tegak lagi. Uh .... ia merasa ringan. Dan ketika memandang kemuka ternyata Sian Li sudah melayang di udara dan meluncur di tepi seberang.

Ternyata waktu menginjak bahu Blo'on, dara itu gunakan ilmu Ciau-kin tui atau tindihan seribu-kati sehingga tubuh Blo'on blesek ke bawah. Pada saat Blo'on kerahkan tenaga sakti ji-ih-sin-kang, Sian Li pun menyerempaki dengan mengayunkan tubuhnya keudara. Dengan cara meminjam tenaga pijakan itu, dapatlah ia selamat mencapai tepi seberang. "Aku juga," seru kakek Lo Kun seraya terus loncat mencemplak di atas bahu Blo’on. Blo’on terkejut dan berontak sekuat-kuatnya, sehingga tubuh kakek itu terlempar ke udara.

Dalam melayang itu karena belum siap, tubuh Lo Kun berguling-guling di udara seperti bola.

Hoa Sin, Ceng Sian suthay, Hong Hong tojin serentak ayunkan tubuh. Ketiga ketua partai persilatan masing2 memiliki ilmu meringankan-tubuh yang tinggi. Bagaikan burung garuda melayang, tubuh mereka melambung diudara. Begitu tiba di tengah-tengah, mereka menghimpun tenaga dalam Iagi lalu meronta sekuat-kuatnya. Ceng Sian suthay mengebutkan hudtim untuk meminjam tenaga. Hoa in menginjakkan kaki kanan pada kaki kiri untuk meminjam tenaga. Sedang Hong Hong tojin melesakan hantaman ke bawah agar tubuhnya melayang kemuka.

Demikian ketiga ketua partai persilatan mempunyai cara dan gaya sendiri2 untuk melintasi mulut jurang yang lebar itu.

Kini hanya tinggal Blo'on dan Pek I lojin.

"Lojin, aku kuatir tak dapat loncat melampaui jurang yang begini lebar. Huh, ngeri kalau sampai meluncur kebawah," tiba2 Blo’on berkata.

'Ah, kongcu memiliki tenaga yang hebat. Tak mungkin kongcu tak dapat melintasi. Hayo, mereka telah menunggu kita," kata Pek I lojin lalu menarik tangan anak itu terus diajak loncat keatas.

Habis menarik Blo'on, Pek I lojin terus melepaskannya karena dia sendiri harus mengerahkan tenaga dalam untuk melambung ke udara dan meluncur ke seberang tepi. Blo'on meluncur turun kebawah jurang. Ia menjerit-jerit karena terkejut sehingga membuat sekalian orang terkejut sekali.

"Suko, merontalah supaya tubuhmu dapat melambung keatas," teriak Sian Li.

Blo on mendengar juga teriakan sumoaynya itu dan ia pun mencobanya. Tetapi tetap tak dapat mencegah tubuhnya yang terus meluncur ke bawah itu.

Tak berapa lama Blo'on pun lenyap dalam asap yang berasal dari air didasar jurang yang menguap itu.

"Suko.....!" Sian Li menjerit dan dengan kalap terus hendak loncat kedalam jurang. Tetapi untunglah Ceng Sian suthay cepat mencegahnya.

"Jangan sicu, kita harus mencari daya untuk menolong sukomu. Dengan cara nekad hendak terjun kedalam jurang, sukomu takkan tertolong bahkan engkau sendiri malah terancam bahaya," kata suthay ketua Kun lun-pay itu.

Juga kakek Lo Kun tak kurang bingungnya Ia menjerit-jerit dan berteriak teriak memanggi Blo'on tetapi tiada penyahutan.

"Blo'on, aku ikut engkau !" tiba2 kakek Lo-Kun terus loncat kedalam jurang.

Beberana ketua partai persilatan terkejut bukan main. Mereda hendak mencegah tetapi terlambat. Kakek itu sudah meluncur turun dan lenyap dalam gumpalan asap tebal.

"Oh, kakek Lo...” tiba2 diluar dugaan Sian Li pun terus loncat kedalam jurang menyusul suko dan Lo Kun.

Saat itu Ceng Sian suthay sedang memperhatikan Lo Kun yang terjun kedalam jurang sehingga ia lepaskan perhatiannya kepada Sian Li. Ketika nona itu loncat, ia tak keburu mencegah lagi.

Sampai beberapa saat sekalian orang sibuk berusaha untuk menolong Blo'on bertiga. Tetapi tiada lain jalan kecuali hanya menghela napas.

"Adakah kita harus terjun untuk menolong mereka ?" tanya Hong Hong tojin.

Hoa Sin kerutkan dahi, menyahut: "Kurasa tak perlu. Lebih baik sekarang kita lanjutkan lagi menyerbu markas Thian tong-kau."

"Lalu bagaimana nasib ketiga orang itu?" tanya Hong Hong tojin.

"Mereka bertiga tergolong manusia2 yang besar rejeki. Sudah berulang kali mereka terancam bahaya maut tetapi setiap kali tentu tertolong." kata Pek I lojin.

"Lojin maksudkan kali ini mereka tentu juga akan tertolong lagi ?" Hong Hong menegas.

"Aku tak berani memastikan, pangcu," kata Pek I lojin, “tetapi kulihat wajah anak itu tak tampak sesuatu tanda2 bahwa dia akan meninggal dalam waktu dekat. Cahaya rejeki besar masih memancar pada wajahnya. Mudah-mudahan akan menjadi kenyataan," kata Pek I lojin.

"Lalu bagaimana langkah kita selanjutnya?” tanya Hong Hong tojin.

"Aku bersedia menolong Blo'on bertiga," kata Pek I lojin, "dan pangcu serta saudara2 sekalian boleh lanjutkan menggempur sarang Thian-tong-kau. Jika berlambat-lambat dikuatirkan mereka sempat menyusun kekuatan lagi.,,” Karena menganggap kata2 kakek "baju putih itu tepat maka Pengemis-sakti Hoa Sin setuju. Segera ia memimpin rombongan orang gagah itu melanjutkan perjalanan ke muka.

Tak berapa lama tibalah mereka disebuah ruangan yang luas. Ditengah ruangan itu terdapat segunduk tanah macam sebuah kuburan. Ditengah tanah, terpancang sebatang tiang yang menjulang sampai ke langit2 ruang.

Hoa Sin berhenti dan berkata kepada kedua rekannya: "Suthay, pancu. kita harus berhati-hati. Kemungkinan ruang ini tentu mengandung alat rahasia yang lebih berhaya."

Dari jarak dua tombak, mereka dapat melihat pada tiang bulat besar itu terdapat beberapa ukiran huruf. Karena tiang bercat merah dan huruf-hurufnya berwarna kuning emas, maka dengan jelas huruf2 itu dapat terbaca:

Inilah Lembah Nirwana. Barangsiapa berani merusak tiang ditengah makam dia akan masuk ke api Neraka.

"Hm, banyak sekali tingkah orang2 Thian-tong-kau itu”, dengus Pengemis-sakti Hoa Sin.

Disebelah muka, tiada pintu dan ruangan itu merupakan ruangan buntu. Hanya sebuah pintu yang menuju ke jurang tadi.

"Kemungkinan tiang dan makam itu merupakan pintu rahasia," kata Ceng Sian suthay.

Hoa Sin masih kurang percaya. Ia segera melakukan penyelidikan diseluruh ruang. Yang lain2 pun ikut mencari-cari dan memeriksa ruang itu. Tetapi mereka tak menemukan sesuatu yang menunjukkan tanda dari sebuah pintu.

Akhirnya Hoa Sin menghela napas. Belum sempat ia menemukan akal, tiba2 rombongan dan anakmurid dari berbagai perkumpulan yang ikut pada Hoa Sin itu, berteriak- teriak.

"Serbu ! Hancurkan sarang Thian tong-kau!" mereda rupanya penasaran sekali atas kematian dari ketua dan anggota2 rombongan mereka. Dan setelah berteriak-teriak, mereka pun lalu menyerbu untuk menghancurkan makam dan tiang itu.

Hoa Sin. Ceng Sian suthay dan Hong Hong tojin tertegun. Andaikata hendak mencegah, sudah terlambat. Pun mereka tak menemukan alasan untuk mencegah pengamukan rombongan orang gagah itu.

Berpuluh-puluh jago dan anakmurid berbagai perkumpulan silat, menghujani tiang dengan bacokan pedang dan menghancurkan makam itu.

Krak, krak bum !

Keadaan gunung meletus, memuntahkan lahar api dan menghamburkan batu2 besar, mungkin sama dengan apa yang terjadi dalam ruang Lembah Nirwana saat itu.

Pada saat gunduk makam itu hancur dan tiang besar rubuh maka terdengarlah ledakan yang dahsyat, disusul dengan robohnya langit2 ruang yang terbuat daripada batu karang keras. Kemudian berpuluh-puluh batu besar pun mencurah dari atas langit2 yang roboh itu.

Suasana ruang itu bukan lagi merupakan sebuah Nirwana melainkan lebih tepat kalau disebut puing2 runtuhan yang mengubur berpuluh-puluh jago persilatan. Mereka terkubur dalam tumpukan batu dan runtuhan langit2 karang.

Ngeri, seram, ganas. Rasanya tiada kata yang dapat melukiskan keadaan saat itu. Ternyata ruang Lembah Nirwana itu merupakan sebuah tempat jebakan keji yang telah diatur oleh Thian tong kau. Tiang besar itu merupakan tiang-penyanggah dari pusat markas Thian-tong-kau. Dengan rubuhnya tiang itu maka seluruh bangunan markas Thian-tong-kau pun hancur berantakan.

Ledakan dahsyat tadi berasal dari bahan peledak yang berada dalam makam. Rubuhnya tiang menggoncangkan bahan peledak sehingga meledak dahsyat. Menyebarkan maut yang ngeri, keji.

Sebuah tragedi besar dalam dunia pesilatan.

Bagaimana dengan B'o'on? Apakah dia mati didasar jurang

? Tidak, Blo'onn memang berumur panjang atau belum habis riwayatnya dalam dunia.

Dia tersangkut pada akar rotan yang tumbuh pada dinding karang. Tetapi andaikata tidak terdapat akar rotan itu, Blo'on pun tetap takkan mati. Karena setelah melihat dirinya meluncur turun ke-bawah, dia baru terkejut. Tiba2 ia melihat sebuah lubang pada dinding karang. Keinginan untuk menyelamatkan diri segera timbul dan Ji ih-sin-kang pun memancar. Dengan bergeliatan ia terus melayang kedalam lubang itu. Ah, sebuah terowongan.

"Sumoay !" tiba2 Blo'on terkejut ketika melihat tubuh Sian li meluncur turun. Tanpa sempat memikir apa2 lagi, Blo'on terus loncat menyambar tubuh sumoaynya. Ah .... ia berayun membawa sumoaynya ke dinding karang sebelah muka. Dan ternyata disitu terdapat pula sebuah terowongan, terowongan itu letaknya persis saling berhadapan. Baru ia meletakkan tubuh sumoaynya, tiba2 la melihat lagi tubuh kakek Lo Kun melayang ke bawah.

"Gila, kakek Lo Kun juga nyusul," serentak ia loncat menyambar tubuh Lo Kun dan mendarat di lubang  terowongan yang sebelah muka.

"Suko, aku bagaimana ?" teriak Sian Li yang berada  seorang diri di lubang terowongan selatan Blo’on dan kakek Lo Kun di lobang utara.

"Tunggu kakek, aku hendak mengambil sumoay," kata Blo'on terus loncat ketempat Sian Li,

Saat itu Sian Li sedang membungkuk memeriksa sebuah benda.

"Sumoay, apakah yang engkau lihat ?" tegur Blo'on. "Segulung jaring yang panjang oh, kutahu, "tiba2 Sian Li

berseru, ia mengangkat gulungan jaring itu lalu dilontarkan kearah kakek Lo Kun : "Kakek Lo, sambutilah !"

Lo Kun gopoh menyambuti.

"Benar, inilah alat jembatan yang dipergunakan mereka untuk melintasi mulut jurang," seru Sian Li yang masih mencekal ujung yang sebelah dari jaring. Jaring itu terbuat dari urat2 kerbau yang telah direndam obat sampai bertahun. Lemas tetapi ulatnya bukan kepalang.

"Mari suko, kita melintasi jembatan ini." kata Sian Li yang terus mendahului melangkah keatas jembatan tali.

Kini mereka bertiga telah berkumpul di lubang terowongan sebelah utara.

"Orang2 Thian-tong kau itu tentu menggunakan jembatan tali ini untuk melintasi jurang," kata Sian Li. "O, pantas kalau diatas mulut jurang tadi tak ada jembatannya," kata kakek Lo Kun.

"Sekarang bagaimana, suko?" tanya Sian Li. "Dan bagaimana pendapatmu ?" tanya Blo’on.

"Untuk naik keatas mulut jurang jelas tak mungkin kita lakukan."

"Tetapi para cianpwe itu tentu sibuk menunggu kita," seru Blo'on.

"Habis? Apa daya kita?"kata Sian Li.

"Kalau begitu kita masuk saja kedalam lubang terowongan ini. Mungkin tentu dapat keluar dan mencari mereka," kata Blo'on.

"Benar," seru kakek Lo Kun, "jika tempat ini dipergunakan lalu lintas oleh orang2 Thian-tong kau, tentu terdapat jalan keatas."

Demikian ketiga orang itu segera menyusur terowongan yang gelap. Tiba2 Sian Li teringat: “Suko, cobalah engkau keluarkan mustika merah berbentuk Naga dari kakek Lo tadi."

Blo'on tak tahu apa maksud sumoaynya, tetapi ia menurut juga. Ketika dikeluarkan ternyata mustika merah itu memancarkan sinar terang sekali walau pun agak kemerah- merahan.

"Mustika batu giok yang istimewa sekali," seru Sian Li.

Entah berapa lama mereka menyusur lorong terowongan itu, tiba2 disebelah depan tampak secercah sinar terang. Ketika tiba ditempat itu ternyata mereka tiba di mulut lorong yang tembus keluar. Kini mereka berada disebuah lapangan. Memandang ke sekeliling, Sian Li berteriak kaget.

"Hai, mengapa bangunan itu roboh berantakan ?" ia menunjuk kesebelan timur dimana terdapat puing2 runtuhan bangunan gedung besar.

Mereka segera menghampiri. "Ah, apakah . .. apakah "

“Bagaimana, sumoay ?” tukas Blo'on karena Sian Li tak dapat melanjutkan kata-katanya.

"Apakah para cianpwe dan rombongan orang gagah itu telah tertimbun tumpukan puing ini ?" akhirnya Sian Li dapat juga melampiaskan perasaannya.

"Bagaimana engkau tahu kalau mereka tertimbun runtuhan batu itu ?" tanya Blo'on.

"Lihatlah suko," Sian Li menujuk pada sebuah bekas lubang dari suatu lorong panjang di bawah tanah, "bukankah itu merupakan sebuah lorong panjang di bawah tanah yang kini telah hancur lebur ?”

"Hai, benar," teriak Lo Kun yang terus lari menghampiri. Mereka bertiga memeriksa bekas2 kehancuran itu. Tiba2

Sian Li menjerit; "Suthay. !"

Ia segera lari menuju kesebuah lubang. Disitu tampak Ceng Siau suthay sedang berjuang mati-matian  menyanggah sebuah batu besar yang hendak menindih dirinya.

"Suko lekas tolong suthay," seru Sian Li.

Blo'on terus bekerja. Walau pun jaraknya hanya sepuluhan meter tetapi karena penuh dengan puing dan batu besar, terpaksa Blo'on harus kerja keras sebelum dapat mencapai tempat Ceng Sian suthay.

"Suthay, aku yang mengganti," katanya setelah tiba dan terus menyanggah batu besar itu.

Ceng Sian suthay lepaskan tangannya dan terhuyung2 jatuh terduduk. la duduk pejamkan mata. Rupanya ia telah kehabisan tenaga dan menderita luka dalam yang cukup terat.

"Hai, itulah Hoa pangcu," kembali Sian Li berseru seraya menunjuk pada sebuah tumpukan batu.

Ternyata Hoa Sin juga mengalami penderitaan yang cukup berat. Saat itu dia sedang duduk sambil acungkan kedua tangannya untuk menyanggah dua buah batu yang hendak menindih kepalanya. Jika batu itu ambruk, tentulah dia akan tertimbun.

Tetapi saat itu blo'on sedang berjuang mendorong batu besar di tempat Ceng Sian suthay. Siapakah yang mampu membantu Hoa Sin. Tampak wajah ketua Kay-pang itu sudah pucat lesi. Jelas dia sudah hampir kehabisan tenaga .

"Aku akan menolongnya," seru kakek Lo Kun lalu lari menghampiri. Tanpa banyak pikir kakek itu terus menyanggah kedua batu dengan bahunya.

"Hoa pangcu. silahkan keluar," serunya.

Tetapi secepat terlepas dan tindihan batu, Hoa Sin pun terus pejamkan mata. Ia juga menderita luka dalam yang parah, la hendak berusaha menyalurkan tenaga murninya.

Sian Li melihat di sekeliling tempat itu penuh dengan darah. Ketika diselidiki ternyata terdapat sebuah aliran darah yang berasal dari tumpukan puing2. "Ah, tentulah darah ini berasal dari rombongan orang gagah yang terkubur dalam tumpukan puing," Sian Li menghela napas. Ini benar2 ngeri melihat suasana tempat itu. Sebuah tumpukan puing yang merupakan kuburan dari jago2 persilatan berbagai cabang perkumpulan dan berasal dari beberapa daerah. Mereka telah terkubur hidup-hidupan.

Tiba2 Sian Li teringat akan Pek I lojin dan Hong Ing.

Kemanakah gerangan Kedua orang itu?.

"Hai," serentak berteriaklah mulut gadis itu ketika melihat sebuah pemandangan yang menyayat hati......

O>odwo<O
DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar