Pendekar Bloon Jilid 26 Fajar malam

Jilid 26 Fajar malam

Gemparlah sekalian anakbuah Cian-bin-long kun Buyung Kiong ketika mengetahui bahwa gedung dibagian belakang telah dibakar orang. "Lekas padamkan kebakaran" serentak Cian bin-long- kunpun memberi perintah.

Berpuluh puluh anakbuah maupun jago2 silat yang bekerja pada Ciau bin-long-kun segera berhamburan lari keluar untuk menolong kebakaran.

“Bom, bum, bum ”

Tiba2 terdengar ledakan keras disusul dengan bunyi gemuruh dari bangunan yang rubuh,

Cian bin long-kun makin pucat. Hong Sat koaycengpun ikut gelisah, Ia merasa bahwa musuh akan menghancurkan gedung Cian-bin-long-kun. “Siapakah musuh itu, berapa jumlahnya, ia tak tahu. Tetapi menilik kebakaran yang diterbitkan begitu luas, mereka tentu berjumlah banyak.

Akhirnya timbullah keputusan pada Hong Sat koayceng. Meloloskan seorang Ceng Sian suthay, bukan halangan. Apalagi iapun masih belum yakin dapat mengalahkannya. Yang penting menolong kehancuran gedung muridnya dulu.

"Buyung Kiong, mari kita tumpas mereka" seru Hong Sat koayceng seraya loncat mundur lalu menerobos keluar.

Cian-bin-long-kun terkejut. Jika seorang diri berada di situ, celakalah ia nanti. Ceng Sian suthay tentu akan menindaknya. Maka cepat iapun lari menyusul Hong Sat.

Ceng Sian suthay tertegun. Tiba2 telinganya terngiang semacam suara sehalus nyamuk mengiang "Mengapa suthay tak lekas tinggalkan tempat ini? Kalau mereka datang kembali, suthay tentu repot" Ceng Sian suthay terkejut. Itulah ilmu Menyusup suara yang tinggi. Menilik nadanya, orang yang melepas ilmu Menyusup suara itu mengandung maksud kepadanya. Maka Ceng Sian-pun segera melesat keluar. Ketika berada di jalan yang sepi. tiba2 ia dikejutkan oleh suara orang berseru : "Suthay tak kurang suatu apa ?"

Ceng Sian suthay cepat berpaling. Dari balik sebatang pohon yang tumbuh di tepi jalan, muncullah seorang lelaki baju hitam. Orang itu langsung menghampiri dan memberi hormat.

“Siapakah sicu?" tegur Ceng Sian suthay.

"Aku yang rendah adalah Ong Cun kepala Kaypang cabang kotaraja".

"O," desah Cang Sian suthay. Rahib itu cepat menegur pula, "apa maksud sicu menghadang perjalananku?"

"Sudah lama aku menanti disini. Untung suthay sudah keluar. Jika tidak aku tentu akan menyerbu gedung Cian-bin long-kun lagi".

"O, sicukah yang membakar gedung mereka"

Ong Cun mengiakan : "Cian-bin-long-kun mempunyai banyak anakbuah dan jago2 pukul. Sukar untuk meloloskan diri dari kepungan mereka. Untuk menghindari pertumpahan hebat, terpaksa kugunakan api".

"Ong sicu pandai bertindak", seru Ceng Si an suthay. "tetapi mengapa sicu juga gunakan bahan peledak untuk menghancurkan gedungnya ? Tidakkah hal itu terlampau ganas dan mungkin dapat menimbulkan korban jiwa yang besar ?"

"Bukan aku yang menggunakan bahan peledak itu, suthay. "Ong Cun membantah, "memang aku sendiri juga heran".

"Engkau juga tidak melepaskan ilmu Menyusup suara kepadaku ?" tanya Ceng Sian pula. "Tidak, suthay.”

Ceng Sian suthay terkesiap. Tetapi cepat ia dapat menduga bahwa tentu ada seorang tokoh sakti yang masuk ke gedung Cian-bin-long-kun.

"Adakah ketua kalian, Hoa Sin sicu tak datang ke kotaraja?”tanya Ceng Sian mengalihkan pembicaraan.

"Tidak, suthay. Memang sudah lama Hoa pangcu tak pernah berkunjung ke markas cabang kami."

Ceng Sian suthay kerutkan dahi. Ia menaruh curiga bahwa yang melepas bahan peledak di gedung Cian-bin-long kun dan menyusupkan ilmu Menyusup suara tadi Hoa Sin ketua partai Kay pang. Tetapi ternyata tokoh itu tak datang ke kotaraja.

"Adakah suthay pernah berjumpa dengan pangcu kami ?" Ong Cun bertanya.

"Sejak menghadiri upacara penguburan jenazah Kim Thian- cong sicu, sampai saat ini aku tak berjumpa lagi."

Ong Cun bertanya lagi tentang tujuan Ceng Sian suthay datang ke kotaraja.

"Adakah sicu tak menerima perintah dari Hoa Sin pangcu ?" Ceng Sian suthay balas bertanya,

"O, ya" sahut Ong Cun. "bukankah perintah supaya bantu mencari putera Kim tayhiap yang hilang itu, bukan ?"

Ceng Sian suthay mengiakan.

"Rasanya ada harapan besar kami akan dapat menemukan Kim kongcu itu." kata Ong Cun. Ia lalu menuturkan tentang kedatangan Blo'on bersama seorang gadis di markas cabang Kay pang. Menurut keterangan gadis itu. dia adalah anak murid dari Kim thian-cong tayhiap. "Siapakah namanya ?" Coog Sian suthay bergegas tanya. "Nona Liok Sian-li".

"Benar, itulah dia." seru Ceng Sian suthay girang sekali, "lalu dimanakah mereka sekarang ?

Ong Cun menceritakan pula tentang peristiwa Blo'on dan Sian-li ingin pesiar melihat kotaraja dengan diantar oleh To Jin-sik. Ternyata Bloon telah berkunjung juga ke gedung Cian bin-longkun yang tengah merayakan hari ulang tahunnya,

"Hai. jika begitu dia tentu ditangkap oleh anakbuah Cian- bin-long-kun !" teriak Ceng Sian suthay cemas.

"Memang demikian, Suthay" kata Ong Cun adalah karena menerima laporan dari seorang anakbuah Kay-pang, maka aku membawa beberapa anakbuah untuk menolong mereka."

Ong Cun segera menuturkan tentang pengalamannya menyerbu ke gedung Cian-bin-long-kun. Setelah berhasil membebaskan Blo'on bertiga, ia segera menyuruh anakmuridnya membakar gedung agar mereka kacau dan menghentikan pertempuran.

'Omitohud " seru Ceng Sian suthay. "terima kasih atas bantuan sicu. Lalu dimanakah putera Kim tayhiap dan nona Liok itu sekarang ?"

"Kuminta mereka mengantarkan gadis yang dirampas oleh anakbuah Cian-bin longkun, pulang ke rumahnya. Setelah itu mereka tentu akan kembali ke markas kami, Apabila suthay tak mempunyai lain urusan, sudilah suthay berkunjung ke markas kami."

"Tujuanku ke kotaraja tak lain hanya dalam rangka mencari putera Kim tayhiap itu. Sudah tentu aku girang sekali akan menemuinya di markas sicu". Demikian kedua tokoh itu segera menuju ke markas Kaypang cabang kotaraja. Tetapi Ong Cun segera heran mengapa Blo'on bertiga belum pulang.

"Aneh, padahal mereka sudah dua tiga jam mendahului ?" kata Ong Cun.

Ceng Sian suthay menghiburnya: "Yang penting sicu telah menemukan diri putera Kim tayhiap. Baiklah kita tunggu saja. Kemana mereka akan pergi kalau tak kembali ke markas ini ?"

Demikian kedua tokoh itu beristirahat sambil menunggu kedatangan Blo’on.

Kekuatlran Ong Cun ternyata memang beralasan. Blo'on menimbulkan suatu peristiwa baru lagi.

Setiba di rumah nona Bok Kui-hoa, mereka terkejut karena rumah nona itu dikerumuni para tetangga. Hiruk pikuk orang2 itu masuk keluar rumah orangtua Bok Kui-hoa.

"Hai, apakah yang telah terjadi ?" To jin sik menghampiri seraya menegur salah seorang laki-laki.

"Anu ... ada peristiwa mengerikan ... " "Peristiwa apa ?"

"Paman Soh, mengapa di rumahku ?" tiba' Bok Kui-hoa tampil dan berseru kepada lelaki tengah tua itu.

"O, engkau Kui-hoa ?" orang itu berterial kaget, "benarkah engkau Bok Kui hoa?"

"Sudah tentu aku Bok Kui-hoa, paman Soh. Mengapa para tetangga sibuk berkunjung ke rumahku ?"

Paman Soh mengusap-usap pelupuk matanya. Rupanya ia hendak membuktikan apa yang dilihatnya. Ia tak percaya kalau nona itu Bok Kui hoa. "Tetapi ... bukankah engkau telah diculik orang2 dari gedung Cian-bin-long-kun ?" tanyanya menegas.

"Benar," sahut Bok Kui-hoa, "tetapi aku beruntung ditolong oleh para hohan (orang gagah) ini. Merekapun dengan baik hati mengantar aku pulang".

"Ahhk ... sayang engkau terlambat" paman Soh mengeluh dengan sedih".

"Mengapa paman Soh ?" Bok Kui-hoa makin cemas, "apakah yang telah terjadi dengan ke dua orangtuaku ?"

"Aku dan semua tetangga sangat bersedih sekali melihat nasibmu Kui-hoa," kata paman Soh sembari mengucurkan airmata.

"Kenapa, paman ?" Kui-hoa makin terkejut dan tanpa disadari ia telah mendekap tubuh paman Soh dan diguncang- guncangkannya, "bilang lah paman ... "

"Apa ?" Kui hoa menjerit keras seperti orang kalap, "mereka meninggal ? Tetapi bukankah mereka masih segar bugar ketika aku pergi bersembahyang ke kelenteng sore tadi ?"

"Itulah nasib manusia, Kui-hoa. Hari ini masih segar bubar, besok sudah mati. Kita harus menerima apa yang telah digariskan oleh Thian".

"Tidak, paman " teriak Kui-hoa makin kalap. "tak mungkin ayah ibuku mati apabila tak terjadi sesuatu. Katakanlah, paman …”.

"Orangtuamu itu sudah tua, lagi pula sudah sering berpenyakitan. Jika dia mati itu itu sudah selayaknya. Janganlah engkau berduka". "Paman Soh, bilanglah, kenapa ayah dan ibuku ?" teriak Bok Kui-hoa makin kalap. Bahkan ia terus hendak lari masuk kedalam rumah.

"Tunggu. Kui-hoa." buru2 paman Soh mencegahnya, "janganlah. Ya, memang benar, ayah ibumu telah meninggal. Karena bersedih mendengar engkau telah diculik orang2 gedung Cian-bin-long-kun, akhirnya kedua orargtuamu putus asa dan nekad menggantung ... "

"Yah, mah, oh ... !" Kui-hoa menjerit lalu pingsan.

Jin-sik dan Sian-li sibuk memberi pertolongan untuk menyadarkan nona itu. Setelah sadar maka Jin-tikpun memberi hiburan.

"Sudahlah, nona. jangan bersedih. Nona masih muda, masih banyak harapan."

"Ya, benar", tiba2 Kui-hoa memberingas, "Aku harus hidup, aku akan menuntut balas atas kematian ayahbundaku"

"Bagus !" tiba2 Blo'on berteriak, "hayo kita kembali ke tempat si Cian-bin-long-kun. Akan kuhajarnya !"

"Eh, jangan, kongcu,” Tio Jin-sik terkejut dan buru2 mencekal tangan Blo'on yang hendak ayunkan langkah, "sabar dulu, kongcu. Kita memang harus membantu nona Bok, tetapi haruslah dengan cara yang tepat".

"Cara bagaimana yang tepat itu ?" tanya Bloon.

"Nona", Tio Jin-sik berpaling kepada nonal itu, "apakah engkau sungguh2 hendak melakukan pembalasan kepada Cian-bin-long-kun ?"

"Aku bersumpah !" seru Kui-hoa. "Bagus" seru Tio Jin-sik, "engkau hendak menuntut balas dengan tenagamu sendiri atau dengan bantuan orang lain".

"Akan kubunuh manusia itu dengan tanganku sendiri". "Bagus, nona" seru Tio Jin-sik pula, "memang seharusnya

nonalah yang harus membalas dendam itu sendiri. Tetapi apakah nona mampu untuk melakukan ? Cian-bin-long-kun seorang jago silat yang sakti, kaya dan berpengaruh serta memiliki tukang pukul yang banyak jumlahnya".

Bok Kui-hoa tak dapat menjawab. "Apakah nona mengerti ilmu silat?" "Tidak".

"Jika tidak", jangan harap nona akan dapat mencapai keinginan nona. Hanya kalau nona menguasai ilmusilat yang sakti, barulah nona dapat menghimpas dendam nona".

"Lalu bagaimana menurut pandangan paman To" kata Bok Kui-hoa dengan pandang meminta.

To Jin-sik menghela napas.

"Nona sudah sebatang kara. Apabila tinggal seorang diri di rumah, juga kurang sesuai. Dan nona masih mempunyai dendam berdarah yang harus nona himpaskan. Maka kalau nona setuju, ikutlah tinggal bersama ditempat kami, markas cabang Kay-pang".

Bok Kui-hoa kerutkan dahi. "Apabila nona suka dan thancu kamipun menyetujui, akan kami usahakan supaya nona dapat berguru pada seorang tokoh silat yang sakti dan jujur".

"O," seru Bok Kui-hoa,"tetapi aku seorang anak perempuan dapatkah aku diterima menjadi murid seorang tokoh sakti ?" "Sudah tentu dapat" kata Tio jin-sik, "cobalah buktinya nona Sian li ini. Dia berguru pada seorang tokoh sakti sehingga memiliki kepandaian silat yang tinggi."

"Jika begitu, akupun akan ikut nona Sian-li belajar pada gurunya".

"Ah, sayang Bok cici. Guruku sudah meninggal dunia" seru Sian-li.

"Ya, memang patut disayangkan" kata Tio Jin-sik. "tetapi thancu kami tentu dapat memperkenalkan nona pada lain tokoh lagi. Maukah nona menerima usulku ini ?'

"Baiklah, paman To," akhirnya Bok Kui-hoa menyetujui, "demi membalas sakithati orangtuaku aku bersedia untuk menderita apapun juga.

Demikian mereka mengurus jenasah kedua orangtua Bok Kui-hoa.

"Nona Bok". kata Tio Jin-sik pula. "sebenarnya untuk mengurus jenasah orangtua nona sampai penanamannya pada besok hari, nona harus berada di rumah. Tetapi aku kuatir, Cian-bin-long-kun akan mengirim orangnya kemari untuk membawa nona lagi. Maka lebih baik, nona bersama kita menuju ke markas kami dan menetap disana. Soal jenazah kedua orang tua nona, baik lah kita minta tolong kepada paman Soh dan tetangga supaya menguruskan".

Bok Kui-hoa tak segera menyahut. Berat benar rasa hatinya untuk meninggalkan jenazah orang tuanya yang belum dikubur.

"Paman To." Sian-li ikut bicara, "biarlah cici Kui-hoa malam ini tinggal disini. Aku yang menemaninya. Jika orang2 Cian- bin-long kun datang, akulah yang akan menghadapi mereka. Setelah penguburan selesai, barulah kami datang ke markas."

"Benar, aku juga akan tinggal disini", seru Blo'on, "kasihan dong kalau cici Bok tak menunggui jenazah kedua orangtuanya. Jika paman mau pulang, silahkan pulang sendiri".

To Jin-sik agak bingung. Memang alasan Sian-li dan Blo'on itu benar tetapi iapun menguatirkan keselamatan Bok Kui-hoa. la tak dapat ikut tinggal disini karena kuatir Ong thancu akan cemas menunggu kedatangannya.

Akhirnya diputuskan, Tio Jin sik akan kembali ke markas dulu untuk memberi laporan. Besok pagi akan datang lagi menjemput Kui hoa.

Malam makin sepi. Kui-hoa masih bergadang menunggu di samping peti mati. Sian-li menemaninya untuk menjaga keselamatan nona itu apabila orang2 Cian bin long-kun datang lagi.

Sedang Blo'on karena sebal suruh menunggui peti mati. keluar berjalan-jalan.

Tempat tinggal keluarga Bok itu terletak di ujung kota, diluar dari Kota Kerajaan. Malam itu kota sudah sepi. Rumah2 pendudukpun sudah tutup. Hanya di pusat kota saja yang masih ramai. Terutama rumah2 makan masih banyak dikunjungi tetamu. Demikian kehidupan di kotaraja yang merupakan ibu kota kerajaan. Kehidupan malam berlangsung sampai larut.

Blo'on hanya ingin menghirup udara segar. Ia berjalan menurut sipembawa kakinya. Walaupun rumah keluarga Bok itu terletak di ujung kota, tetapi jalan2 disepanjang tempat itu penuh dengan rumah2, warung2 dan kuil. Bangunan2 yang disaksikan sepanjang jalan, menarik perhatian Blo’on juga. Dan tiada terasa ia makin jauh meninggalkan tempat rumah keluarga Bok.

Tengah dia melamun tak keruan karena tak tahu apa yang harus dilamunkan, sekonyong-konyong ia terkejut karena mendengar bunyi genta yang sedahsyat halilintar meledak. Jantung Blo’on serasa tergetar.

“Dung ... dung ... dung ...”

"Setan", Blo'on menggeram, "siapa yang gila-gilaan memukul gendang itu ?"

Tetapi gendang itu tak kunjung berhenti. Dari satu, dua, tiga sampai sepuluh kali, masih terus menggelegar seperti halilintar, Blo'on menyumbat telinganya dengan tangan, tetapi jantungnya masih berdebar-debar keras. Akhirnya ia tak kuat dan berlarilah ia sekencang-kencangnya menuju ke arah tempat gendang itu.

"Akan kuhajar orang itu ! Masakan tengah malam menabuh gendang seenaknya sendiri dan begitu keras sampai jantungku hampir copot!, demikian Blo'on menggeram dalam hati.

Akhirnya tibalah dia di sebuah menara. Di puncak menara itulah dia mendengar gendang bertalu2 dahsyat.

"Ho, kiranya di atas menara itu," kata Blo’on lalu lari menghampiri. Pintu menara di bawah ditutup tetapi sekali dorong, dapatlah Blo'on membukanya. Ia naik ke atas batu titian yang menjulang ke atas. Menara itu cukup tinggi, tak kurang dari duapuluh meter menjulang ke atas.

Brak … "Berhenti!” selekas mendobrak pintu puncak menara yang teratas. Blo’om segera berteriak menyuruh berhenti seorang lelaki yang hendak mengayunkan alat pemukul.

Lelaki itu sudah hampir menjelang setengah tua tetapi masih gagah. Alat pemukul yang digunakan sebatang kayu yang mempunyai gembulan sebesar buah kelapa. Dan gendang yang hendak dihantam itu, amat besar yang tingginya hampir dua orang.

Pemukul gendang itu terkejut sekali ketika tahu2 muncul seorang pemuda yang aneh, kepalanya gundul tetapi di samping kepala diatas dahi kanan, tumbuh segumpal rambut yang diikat dan tegak ke atas. Sedang pada samping kanan diatas dahi kiri juga tumbuh rambut tetapi pendek seperti habis dipapas.

Karena terkejut, pemukul gendang itu sampai terlongong- longong sehingga kayu yang akan dihantamkan itu berhenti di tengah jalan.

“Siapa ... engkau………” akhirnya orang itu berseru. “Blo'on*

"Blo'on ?" ulang orang itu makin menyalangkan mata lebar2.

"Eh, mengapa engkau heran? Apakah engkau belum pernah mendengar nama itu?

"Belum." sahut orang itu tanpa sadar, "apakah artinya ?" "Celaka !" teriak Blo'on, "masakan begitu saja tak tahu

artinya"

"Apakah artinya?" orang itu makin terpikat. "Artinya ?" tiba2 Blo'on mendelik lalu garuk2 rambutnya sendiri. "aneh, mengapa aku lupa artinya ... "

"Engkau tak tahu sendiri'" teriak orang itu.

"Sudah tentu tak tahu karena nama itu bukan aku yang memberi."

"Siapa ?"

"Orang2".

“O.."

"Sudahlah, jangan banyak tanya. Sekarang ganti aku yang tanya. Siapa namamu ?" cepat Blo'on menukas.

Tiba2 orang itu teringat akan tugasnya. Dia baru saja memukul gendang sampai sepuluh kali, masih kurang dua kali. Dan diapun menyadari bahwa pemuda yang datang itu seperti orang yang tak waras pikirannya.

"Akan kuselesaikan tugasku dulu, baru nanti kuusirnya," demikian ia menimang dalam hati.

Secepat mengambil keputusan ia segera mengangkat alat pemukul lagi, terus hendak dihantamkan ke gendang.

"Berhenti' ...”, teriak Blo’on seraya loncat mendekap gembolan penabuh itu.

"Uh ... uh ... uh ... " mulut orang itu mendesuh dan mendesih tak hentinya ketika ia tak kuat menggerakkan alat pemukul gendang.

"Lepaskan, orang gila !" teriaknya seraya menarik alat pemukul itu sekuat-kuatnya.

"Tidak !" sahut Blo'on sambil mendekap gembolan itu erat2. "Gila !" teriak orang itu, "mengapa engkau mengganggu pekerjaanku ?"

"Pekerjaan ? Engkau bekerja apa ini ?"

"Gendang itu untuk memberi pertandaan waktu kepada seluruh penduduk kota raja. Saat ini sudah pukul dua belas dan aku baru memukul sepuluh kali. Masih kurang dua lagi".

"Siapa yang suruh engkau memukul gendang ini ?" "Bapak wali kota".

"Ha, ha, ha." tiba2 Blo'on tertawa, "siapa bapak wali kota itu ? Dimana tinggalnya ?"

"Beliau tiaggal dalam Kota Dalam". "Jauh dari sini ?"

"Sudah tentu jauh," kata orang itu, "engkau tahu, kota raja ini luasnya tak kurang dari tiga puluh li. Maka baginda telah menitahkan membuat sebuah gendang raksasa untuk pertandaan waktu."

"Engkau memang goblok" tiba2 Blo'on mendamprat, "eh. apakah engkau punya telinga ?"

"Punya." "Masih baik ?"

"Kurang ajar" bentak orang itu. "apa engkau kira aku tuli ?

Hayo, lepaskan !"

Tetapi Blo'on tetap mendekap alat pemukul itu: "Tidak!

Engkau telah ditipu oleh walikota" "Ditipu ?" orang itu heran lagi.

"Ya," sahut Blo'on, "bunyi gendang itu hampir membuat jantungku copot telingaku pecah. Karena tinggal di tempat yang jauh dari sini, maka bapak walikota itu sengaja suruh engkau menabuh sekeras-kerasnya. Dia sendiri tentu tidak terganggu".

"Tetapi bagaimana seluruh penduduk kota raja dapat mendengar kalau gendang itu tak dipukul sekeras-kerasnya ?"

"Hanya supaya orang2 mendengar tanda waktu ?" "Ya."

"Berapa kali engkau harus memukul gendang ini ?" "Tiap sejam satu kali".

"Ho, jika begitu, tiap2 jam orang2 itu harus menyumbat telinganya dan berdebar jantungnya."

"Tetapi selama ini tiada orang yang mati karena mendengar pertandaan waktu gendang ini.”

"Aku yang hampir mati," jawab Blo'on, “dan juga penduduk yang tinggal didekat sekitar tempat ini"

"Ngaco l" teriak menjaga itu.

"Apa ?" Blo'on deliki mata, "engkau tetap hendak memecahkan anak telingaku dan mencopotkan jantungku ?"

"Ini tugasku yang sudah berjalan puluhan tahun !"

"Tidak peduli !" teriak Blo'on. "suruh bapakmu walikota itu datang ke sini. Coba saja, suruh dia dengarkan gendang itu kupukul di dekatnya. Kalau dia tahan, akupun tahan juga. Tetapi kalau dia tak tahan, nah, jangan suruh orang menderita".

Penjaga itu marah. Sejak adu lidah dengan pemuda blo'on itu, sudah hampir seperempat jam dari pertandaan waktu yang harus diselesaikan, ia baru memukul sepuluh kali, masih kurang dua kali lagi.

Karena gugup, penjaga itu menggembor, keras seraya menarik alat pemukul sekuat-kuatnya : "Lepaskan ... !"

Tetapi alangkah kejutnya ketika ia tak mampu menarik alat pemukul itu. Pemuda yang tampaknya seperti orang sinting itu, tegak berdiri sekokoh karang. Gembol atau kepala alat pemukul tetap didekapnya erat2.

"Hm. selama engkau tak mau menghentikan pekerjaanmu membikin rusak jantung dan telinga orang, kayu pemukul ini takkan kulepas." kata Blo'on.

"Bangsat, engkau berani mengganggu pekerjaan ini ? Awas, tugas ini adalah kerajaan yang menitahkan. Kalau tahu engkau mengacau, Kerajaan tentu akan mengirim tentara atau polisi kemari untuk menangkapmu !"

"Hm, aku tak takut !" balas Blo'on, "bahkan walikotapun  aku tak takut. Masakan melindungi telinga dan jantungku sendiri, akan dianggap salah".

"Engkau gila !" tiba2 penjaga itu berteriak keras2 dan mengerahkan seluruh tenaganya.

Namun tetap sia2. Dia tak mampu menarik alat pemukul yang didekap Blo'on. Karena jengkelnya, dia gerakkan kaki untuk menendang. Prak . , .

Karena jaraknya amat dekat dan tak menduga-duga, perut Blo'on kena. Bahkan bukan perut tetapi bagian bawahnya dan menyerempet anunya.

"Aduh ... " Blo'on menjerit dan mendekap anunya. Dengan sendirinya iapun lepaskan alat pemukul gendang.

Dung ..... Penjaga itu masih menarik alat pemukul. Karena Blo'on melepaskan, penjaga itupun terhuyung-huyung kebelakang. Kepalanya membentur gendang, lalu mencelat kemuka tepat arahnya hendak membentur Blo'on.

"Kurang ajar !" Blo'on memekik seraya ayunkan tangannya menampar kepala penjaga itu. Plak ..... rubuhlah penjaga itu tak sadarkan diri lagi.

Memang karena kesakitan, apalagi hendak diterjang penjaga itu, Blo'on marah dan menampar. Tetapi setelah penjaga itu pingsan ia merasa kasihan.

"Bangunlah." diguncang-guncangnya tubuh penjaga itu, "aku hanya minta engkau jangan memukul gendang itu keras2, mengapa engkau marah dan menendang aku ?"

Tetapi penjaga itu tak menyahut lagi. Sampai diguncang- guncang berulang kali. tetap belum sadar.

"Mati ... ?" serentak timbullah pikiran yang menyeramkan dalam hati Blo'on. Ia bingung tak keruan. Kalau penjaga itu sampai mati, dia tentu menjadi pembunuhnya, "celaka, aku menjadi pembunuh.”

Cepat ia hendak lari turun. Tetapi ketika baru dua buah titian ia melangkah, tiba2 ia hentikan langkah.

"Tidak !" ia berkata kepada dirinya sendiri "aku tak boleh berlaku pengecut. Aku yang membunuh, akulah yang wajib menolongnya.

Kembalilah ia kedalam ruang dan mengangkat tubuh penjaga itu. Pikirnya, ia hendak membawanya kepada orang yang dapat memberi obat. Kalau perlu ke rumah Bok Kui-hoa. Bahkan kalau perlu lagi ke markas Kay pang. "Oh, ya benar" katanya seorang diri, "orang- orang  Kaypang itu pandai silat, mereka tentu pandai juga mengobati orang".

Tetapi baru menuruni tangga pertama dari puncak menara, tiba2 ia berhenti lagi.

"Ah, aku harus menolong pekerjaannya. Tadi dia mengatakan harus memukul dua belas kali tetapi baru memukul sepuluh kali. Jadi masih kurang dua kali. Ah. kasihan kalau dia nanti sampai dihukum walikota".

Diletakkannya tubuh penjaga itu diatas titian lalu ia lari kembali ke atas puncak. Diambilnya alat pemukul dan dung ... dung ... dung .

"Aku harus menambahi memukul satu kali lagi karena saat ini sudah terpaut lama dengan keterangannya tadi. Tentu harus ditambah satu kali", pikirnya.

Setelah melemparkan alat pemukul, ia turun dan mengangkat penjaga yang masih pingsan itu ke bawah.

Tetapi alangkah kejutnya ketika tiba diruang paling bawah dari menara itu, ia melihat berpuluh-puluh orang tengah berkerumun dimuka menara.

Blo'on terkejut. Orang2 itupun kaget. Segera mereka maju menghampiri dan menegur : "Hai, siapa engkau? Kenapa penjaga menara itu"

"Aku Blo'on. Siapa kalian ini? Mengapa tengah malam datang ke sini ?"

"Kami penduduk yang tinggal di sekitar menara Gendang ini" jawab salah seorang lelaki yang bertubuh tinggi besar.

"O. mengapa datang kemari ?" "Karena hendak bertanya kepada penjaga menara", kata orang itu.

"O, sayang, dia sedang pingsan. Nanti saja kalau dia sudah sadar. Mudah-mudahan dia tidak mati" sahut Blo'on.

"Mati?" terkejutlah orang itu. "Mau tanya apakah kalian ini ?" ,

"Jam berapakah sekarang ini ? Masakan setengah jam yang lalu, dia memberi pertandaan waktu jam sepuluh. Tetapi tadi tiba2 sudah pukul tiga malam. Apakah benar ?"

"Bukankah menara gendang ini menunjukkan pertandaan waktu kepada seluruh penduduk?” balas Blo'on.

"Ya."

"Nah. turut saja apa yang tadi berbunyi".

"Apa? Saat ini sudah jam tiga?" teriak beberapa penduduk lainnya.

Dalam pada itu, penduduk yang datangpun makin lama makin banyak. Di jalanpun banyak sudah orang berjalan, terutama para pedagang yang hendak menjajakan barangnya dipasar. Rumah2, kedai dan pasarpun mulai buka. Demikian memang kebiasaan penduduk dipinggir kota. Mereka bangun pagi2 dan terus bekerja menurut pekerjaan masin2.

Tetapi ada sebagaian yang heran. Jam tiga malam biasanya sudah hampir terang tanah. Tetapi saat ini masih gelap. Rembulan masih bersinar di tengah langit. Karena heran, ada sebagian orang yang menuju ke menara untuk bertanya waktu kepada penjaga.

"Tidak!” tiba2 terdengar salah seorang penduduk berteriak tak mungkin saat sudah jam tiga.” "Ya, benar, benar” sambut beberapa penduduk lain. “dia tentu salah.”

"Mana penjaga menara ?" terdengar suara lain lagi.

"Itulah yang dipondong pemuda aneh itu,” teriak seseorang.

"Hai, mengapa penjaga itu?" tiba2 seorang laki2 bertubuh gemuk pendek tampil kemuka Blo’on.

“Pingsan," sahut Blo'on. "Kenapa pingsan ?" "Terkena tamparanku.”

"Ho, mengapa engkau menamparnya ?"

"Dia memukul gendang terlalu keras sehingga telingaku hampir pecah dan jantungku hampir copot".

"Hai !" teriak beberapa orang seraya melangkah maju. "Itu sudah menjadi tugasnya. Kalau tidak keras bagaimana mungkin seluruh penduduk kotaraja akan mendengar ?"

"Pemuda setan !" "Anak gila !"

"Dia barangkali bukan manusia !"

"Ya, benar, kalau melihat potongan muka dan rambutnya, dia tentu orang sinting !"

"Hajar setan sinting itu !"

Demikian berpuluh-puluh penduduk yang berada dimuka menara, berteriak-teriak hiruk pikuk. Mereka marah kepada Blo'on karena berani menganiaya penjaga menara. "Tahan, saudara2" tiba2 siorang pendek gemuk berseru, "tak perlu saudara2 turun tangan mengeroyok seorang anak kunyuk seperti itu. Cukup aku, Kera-tangan besi Buyung Kian, yang membekuknya".

"Hai. engkau orang she Buyung ?" teriak Blo'on terkejut. "Ya, mau apa engkau ?"

"Apa engkau masih saudara dengan Cian-bin-long-kun Buyung Kiong ?"

Sebenarnya Buyung Kian, bukan sanak saudara dari Buyung Kiong. Tetapi dia dengar juga siapa Cian-biu-long-kun itu.

"Ya, dia adalah saudaraku!" serunya dengan garang. Dengan mengaku sebagai saudara dari Cian-bin-long-kun, ia yakin pemuda bloon itu tentu ketakutan dan menyerah.

Tetapi diluar dugaan Blo'on malah marah, serunya: "Ho, bagus, bagus. Aku memang hendak mencari Buyung Kiong. Kebetulan engkau juga orang she Buyung."

"Mengapa ?"

"Buyung Kiong dan semua sanak keluarganya orang she Buyung, akan kubasmi !" teriak Blo'on "mereka adalah kawanan manusia yang berhati palsu dan jahat. Harus dibasmi"

Semula Buyung Kian tercengang mendengar kata2 Blo’on tetapi sesaat kemudian iapun marah: "Setan liar, engkau berani menghina aku !"

Dengan sebuah loncatan. Buyung Kian menerjang Blo'on, duk .....

"Celakai" teriak orang pendek gemuk itu ketika tinjunya mengenai tubuh penjaga yang dijadikan perisai oleh Blo'on. "Hai, Buyung loya, mengapa memukul penjaga menara?" teriak orang tinggi besar tadi.

Buyung Kian tak mau menjawab. Setelah mengambil sikap, ia terus menerjang lagi untuk menerkam. Kali ini dia gunakan jurus: Hek-hou-cau-sim atau Macan-hitam-menerkam hati. Tangan dilebarkan untuk mencengkeram. Rencananya, dia hendak merebut tubuh si penjaga dulu baru kemudian akan menghajar Blo'on.

Terkamannya berhasil. Tetapi karena Blo'on hendak memutar tubuh si penjaga, maka Buyung Kian hanya berhasil kepalanya. Sedang kedua kaki penjaga itu matih dipegang Blo'on.

Blo'on segera menarik dan Buyung Kian pun menarik. Terjadilah tarik menarik yang cukup seru. Yang paling celaka adalah penjaga menara itu. Kakinya ditarik Blo'on, kepalanya ditarik Buyung Kian.

"Aduh ... aduh … " tiba2 penjaga menara itu berteriak- teriak. Rupanya karena dibuat tarik-tarikan itu, dia tersadar dari pingsannya.

"Hai, lepaskan" teriak Buyung Kian, "kasihan dia !"

"Kalau kasihan, engkau yang harus melepaskan " balas Blo'on ngotot.

Melihat itu Buyung Kian marah sekali. Tiba2 ia mendapat pikiran. Secepat kilat ia lepaskan kepala orang itu, segera ia hendak loncat menghantam Blo'on.

Tetapi di luar dugaan, Blo'onpun mempunyai pikiran sama. Ia kasihan mendengar penjaga itu merintih-rintih kesakitan. Secepat melepaskan kaki penjaga itu, iapun terus loncat hendak menghajar Buyung Kian. Bluk ... krak ... Terdengar dua buah suara. Yang satu, jatuhnya tubuh penjaga ketika karena kepala dan kakinya pada waktu yang sama. telah dilepaskan.

Yang kedua, adalah benturan tangan antara Blo'on dan Buyung Kian. Mereka saling menerjang dan menghantam pada waktu yang sama. Akibatnya, Buyung Kian menjerit dan terpental rubuh beberapa meter kebelakang.

Buyung Kian si pendek gemuk yang bergelar Kera-tangan- besi itu,sesungguhnya seorang persilatan juga. Dia bekerja pada sebuah perusahaan pengantar barang An Ping piaukiok, dibawah pimpinan The Sam Beng, seorang jago silat termasyhur yang bergelar Kim-liong pian atau Ruyung naga- emas.

Tidak mudah menjadi pegawai sebuah kantor pengantar barang di kotaraja, apalagi semacam An Ping piaukiok yang termasyhur dan mendapat kepercayaan orang. Bahkan kerajaan dan mentri2 kerajaan juga sering menyerahkan kiriman barang kepada kantor An Ping piaukiok itu.

An Ping piaukiok mempunyai selusin jago silat yang berilmu tinggi, Diantaranya yalah Buyung Kian si Kera-tangan-besi.

Digelari sebagai tangan besi karena Buyung Kian itu memiliki tangan yang amat keras. Dan karena dia seorang ahli dalam ilmusilat Kau-kun (silat kera) maka diapun dijuluki Kera tangan-besi.

Ketika beradu pukulan dengan Blo'on, dia merasa bahwa tangan anak itu telah memancarkan tenaga-dalam yang hebat sekali. Sehebat tenaga pukulannya yang dilancarkan itu. Bahkan masih meluapkan tenaga membal yang menyebabkan Buyung Kian terlempar ke belakang. Gamparlah sekalian penduduk melihat kesudahan itu. Bahkan diantara mereka serentak timbul suatu pikiran yang bukan2.

"Dia mungkin bukan bangsa manusia tetapi setan ... " terdengar beberapa suara. Dan suara itu cepat bersambut diantara beberapa orang.

"Tidak !" tiba2 si tinggi besar berteriak, "biar aku yang maju meremuknya."

Dia adalah Hong Lim, seorang pandai besi yang bertenaga kuat sekali. Walaupun ilmu-silat tidak seberapa tinggi, tetapi berkat tenaganya yang sekuat kerbau dan keberaniannya, diapun disegani oleh penduduk disitu.

Tanpa banyak bicara. Hong Lim yang berangasan itu segera maju menjotos dada Blo'on.

Blo'on agak gugup. Ia menyurut mundur selangkah tetapi pandai besi kasar itu mengejarnya. Blo'on hendak menghindar ke samping tetapi kalah dulu dengan tangan si pandai besi yang mencengkeram bahunya.

"Aduh ... " teriak Blo'on teraya meronta sekuat-kuatnya.

Karena kesakitan dia menghantam tangan Hong Lim.

“Hauh ..." sekarang giliran si pandai besi yang menjerit dan mendekap tangannya seraya terbungkuk-bungkuk.

Melihat itu terkejutlah sekalian penduduk. Mereka hampir tak percaya bahwa seorang pemuda yang tampaknya seperti orang Blo'on ternyata mampu mengalahkan dua orang yang terkenal berani.

Dugaan bahwa Blo'on itu bukan manusia biasa, makin keras menghinggapi hati para pendduk. "Kita ringkus beramai-ramai !" teriak mereka. Tetapi nyatanya tiada seorangpun dari yang berteriak itu kelihatan maju. Mereka masih gentar dan takut.

Teriakan itu makin gencar tetapi' tetap tak ada yang maju. Akhirnya ada seorang lelaki muncul dengan membawa pedang, disusul pula oleh dua tiga orang yang membawa tongkat besi, tombak dan golok.

Melihat bahaya itu, tiba2 saja Blo'on mendapat akal. Cepat ia mengangkat tubuh Buyung Kian yang masih pingsan lalu diputar-putar untuk menghadapi serangan keempat orang bersenjata itu.

Bubarlah keempat orang itu. Mereka terkejut dan ngeri menyaksikan cara Blo'on membolang balingkan tubuh Buyung Kian. Sedemikian deras sehingga menyerupai kitiran. Mereka terpaksa mundur.

Sudah terlanjur memutar tubuh Buyung Kian. Blo'on tak mau berhenti. Dia terus mengamuk menyerang penduduk. Sudah tentu para penduduk bubar. Mereka berteriak-teriak memaki-maki Blo'on tetapi tiada seorangpun yang berani menghadapi anak itu.

Suasana makin hiruk. Walaupun takut, tetapi para penduduk itu tak mau pergi. Ada beberapa orang yang berlari- lari pulang untuk mengambil senjata, Mereka mengepung Blo'on. Apabila anak itu sudah kehabisan tenaga, barulah mereka turun tangan.

Tetapi sampai beberapa saat belum juga Blo'on berhenti. Ia menerjang kemuka lalu berlari-lari hendak menerobos keluar. Karena jeri, penduduk itupun segera menyisih ke samping meluangkan sebuah jalan. "Tangkap, pemuda gila ! Tangkap pembunuh mereka berteriak teriak seraya mengikuti dibelakang Blo'on.

Setelah berhasil menerobos keluar dari. Kepungan, Blo’on bingung. Hendak kemanakah dia itu ?

Dan yang menjengkelkan hatinya, berpuluh-puluh penduduk itu masih tetap membuntutinya.

Beberapa saat kemudian, tiba2 dari sebelah muka  terdengar derap kaki kuda lari mendatangi. Ternyata sekelompok prajurit kerajaan.

Melihat Bloon lari sambil mencekal tubuh seorang manusia, barisan prajurit berkuda yang terdiri dari selusin orang itu segera berhenti menghadang jalan.

"Hai, kenapa orang itu .?" seru salah seorang prajurit yang berpakaian indah. Bajunya berlukis seekor naga dalam sebuah lingkaran yang berbentuk pat-kwa atau segi-delapan.

"Dia pingsan," sahut Blo'on. "Kenapa ?"

"Berkelahi dengan aku"

"O, kalau begitu engkau harus ditangkap"; "Mengapa ?" Blo'on heran.

"Karena engkau telah menganiaya seorang manusia".

"Benar," sahut Blo'on. "tetapi dialah yang menyerang aku lebih dulu. Apakah salah kalau orang membela diri itu ?"

"Bohong ! Bohong !" teriak sekalian penduduk, “pemuda sinting itu telah memukul pingsan penjaga menara.”

"Ya, mohon tuan2 menangkapnya. Diapun telah menganiaya seorang lain lagi," seru para penduduk. Pasukan yang datang itu ternyata barisan Gi lim-kun atau bhayangkara istana. Mentri yang mendengar tentang keanehan dari pertandaan waktu, segera mengirim seregu barisan Gi-lim-kun untuk menyelidiki. Kedatangan mereka tepat pada saat Blo'on hendak melarikan diri.

Mendengar keterangan dari beberapa penduduk itu, seorang si-wi atau bhayangkara yang mengepalai barisan itu segera lintangkan tombaknya di tengah jalan.

"Berhenti atau mati !" teriaknya dengan nyaring. Blo'on tertegun, serunya : "Mau apa kalian.” "Siapa engkau ?" seru si-wi itu pula.

Sebelum Blo on sempat menjawab, seorang lelaki telah menerobos keluar dari kerumuman penduduk.

"Loya, dia telah menganiaya hamba dan mengganggu pekerjaan hamba ... "

"Siapa engkau ?"

"Hamba adalah penjaga menara Gendang. Ketika hamba sedang memukul gendang pertandaan waktu, tiba2 orang gila ini muncul dan merebut alat pemukul gendang. Kami berkelahi dan dia telah memukul kepala hamba sampai hamba pingsan."

"Tangkap orang gila itu !" teriak kepala si-wi.

Dua orang prajurit bhayangkara itu segera ajukan kudanya kemuka. Tar, tar ... mereka menghajar Blo'on dengan cambuknya.

"Hai, mengapa kalian hendak menangkap aku?" teriak Blo on seraya berlincahan menghindar.

Kedua si-wi berkuda itu terkejut melihat ketangkasan gerak Blo'on. Pada hal Blo'on sendiri tak menyadari akan hal itu. Karena sampai sekian saat belum juga kedua si-wi itu berhasil merubuhkan Blo'on, maka kepala si-wi segera memberi isyarat kepada barisannya. Dua orang prajurit berkuda maju lagi. Mereka menggunakan ruyung untuk menghajar Blo’on.

Blo'on makin marah. Sambil berlincahan kian kemari iapun menggunakan tubuh Buyung Kian sebagai perisai.

Kembali keempat prajurit si-wi itu gagal untuk merubuhkan Blo'on. Melihat itu kepala siwi segera menyuruh dua orang anak buahnya maju lagi. Yang dua ini menggunakan tongkat untuk menghajar Blo'on.

Sudah terlanjur dirangsang kemarahan Blo’on pun mengamuk. Dipakainya tubuh Buyung Kian untuk menghantam keenam prajurit itu. Karena kuatir mencelakai Buyung Kian, keenam prajurit itupun selalu menghindari benturan dengan Blo'on. Dengan demikian gagallah mereka pula.

"Maju semua !" akhirnya dengan geram kepala barisan segera memberi perintah.

Kini Blo'on dikerubut selusin prajurit si-wi. Sebenarnya siwi yang menjadi bhayangkara diistana itu terdiri dari jago2 silat yang tinggi kepandaiannya. Tetapi karena Blo'on mengamuk tak keruan dan menggunakan tubuh manusia sebagai senjata, selusin siwi itupun tak dapat banyak berbuat apa2.

Memang ada beberapa yang dapat melancarkan cambuk dan tongkat ataupun ruyung untuk menghantam Blo'on, tetapi anak itu seperti kerangsukan setan. Makin kena hajaran, makin memberingas dan makin perkasa.

Akhirnya kepala barisan gi-lim-kun itu mendapat akal. Segera ia mengeluarkan seutas tali dari pinggangnya. Dilontarkannya tali itu secara tiba2 dan cepat sekali sehingga tahu2 tubuh Blo'on telah terjerat.

Blo'on terkejut sekali. Ia hendak meronta tetapi sebuah tongkat kayu telah mengemplang kepalanya. Pada saat ia terhuyung kemuka. Seorang siwi loncat turun dari kuda dan menyikap tubuh Blo'on.

“Uh…” siwi itu terpental ketika Blo’on ngamuk ingin melepaskan diri.

Dua orang siwi cepat loncat turun dan terus menyikap Blo'on. Tetapi kedua orang itupun tak kuasa menahan tenaga Blo'on yang meronta sekuat-kuatnya.

Baru setelah selusin prajurit istana itu serempak menyikap, Blo'on tak berdaya lagi. Pemuda itu diringkus, tubuhnya diikat dengan tali, dinaikkan kuda lalu dibawa pergi oleh barisan gi- lim kun ke istana.

BIo'on langsung di bawa ke markas gi-lim kun dan diserahkan kepada Hok Hong-ciang, kepala pasukan gi-lim- kun.

Tatapi sayang saat itu Hok Hong-ciang sedang masuk ke dalam istana maka untuk sementara Blo'on dimasukkan dalam sebuah kamar tahanan.

Hari itu benar seluruh penduduk Pak-khia gempar. Pertandaan waktu yang berbunyi jam tiga menyebabkan seluruh penduduk bangun lebih pagi dari biasanya. Demikian pula dengan toko2, rumah makan dan suasana kehidupan. Mereka yang biasa bangun pukul enam pagi, heran mengapa hari masih gelap. Mereka yang bangun pukul tujuh pun juga heran mengapa hari masih pagi sekali. Dengan pemukulan tiga kali pada gendang itu, Blo'on telah mengajukan waktu hampir empat jam lebih cepat.

Hukum mati

Kota raja Pakkhia gempar dengan peristiwa pertandaan waktu yang kacau itu. Penduduk bangun pagi2 sekali. Rumah2, toko2, warung2 sudah mulai buka. Ribut orang memperbincangkan jam yang aneh itu. Banyak orang yang berbondong-bondong menuju ke gedung kediaman walikota untuk mencari keterangan.

Hong Kim-ciang, kepala Gi-lim-kun pun bingung mendengar pertandaan waktu yang aneh itu. Segera ia mengirim seregu si-wi ke Menara Genta.

Ketika regu si-wi itu kembali dengan membawa Blo'on, kebetulan Hong Kim ciang sedang dipanggil baginda untuk ditanyai keterangan tentang peristiwa itu.

Sepulangnya dari menghadap baginda, segera kepala Gi-lim kun itu mendapat laporan bahwa orang yang mengacau gendang pertandaan waktu telah ditangkap dan dijebloskan dalam tahanan.

Belum sempat kepala Gi-lim-kun itu mengurus Blo'on, tiba2 terdengar kumandang bunyi gendang penandaan waktu yang berbunyi tiga kali.

"Hai, jam tiga malam !" Hong ciangku (jenderal) berteriak kaget.

Kekagetan itu bukan hanya dia seorang yang merasakan, pun seluruh penduduk kota raja jadi gempar. Bahkan lebih hiruk pikuk lagi daripada tadi. Betapa tidak. Rumah2, warung2, kedai di pasar, sudah mulai buka. Peristiwa Blo’on mencanangkan tiga kali pertandaan waktu, sampai saat itu sudah berselang hampir tiga jam. Seharusnya saat itu sudah jam enam pagi. Tetapi mengapa gendang waktu berbunyi tiga kali lagi ?

Penduduk kota raja benar2 bingung dan gempar. Adakah mereka harus menutup kembali rumahnya atau toko, warung dan kedainya ? Adakah orang2 yang ke pasar itu harus kembali pulang ? Adakah orang2 yang sudah terlanjur bangun itu, harus tidur lagi ? Adakah kehidupan pagi yang sudah mulai bergerak itu, ditunda lagi?

Kiranya setelah kembali ke menara, penjaga itu mulai menghitung-hitung. Peristiwa ia berkelahi dengan Blo'on, lalu ia pingsan. Blo'on memukul gendang tiga kali, Blo'on bertempur dengan Buyung Kian dan pandai besi, Blo’on hendak dikeroyok penduduk, Blo'on bertempur melawan selusin prajurit Gi lim kun dan lain2 sampai si anak itu dibawa ke kotaraja, sudah berselang tiga jam. Demikian menurut perhitungan penjaga itu.

Ia menyadari bahwa pekerjaan sebagai pemukul gendang tentu itu amat penting. Karena pertandaan waktu itu,  dijadikan pegangan waktu oleh seluruh penduduk ibu kota.

Maka bergegas-gegas ia lari ke puncak menara dan apa yang diduganya memang benar. Dari alat pengunjuk waktu yang tersedia disitu, memang menunjukkan bahwa saat itu baru pukul tiga malam. Cepat ia mengambil pemukul itu memukul gendang sebanyak tiga kali.

Maksudnya memang baik tetapi dia tak menyadari bahwa tindakannya itu telah menimbulkan kegemparan besar. "Kacau balau !" Hong ciangkun berteriak marah dalam ruang kantornya, "lekas seret penjaga menara itu ke mari !"

Ia segera memberi perintah kepada prajurit Gi-lim-kun untuk menangkap penjaga itu.

Pagi itu juga Hong ciangkun suruh kedua tawanan itu menghadap untuk diadili.

"Hai, penjaga menara," serunya dengan bengis,. "engkau telah mengacau gendang-waktu sehingga menimbulkan kekacauan dan kegemparan seluruh kota raja. Dosamu terancam hukuman mati!"

Serta-merta penjaga itu berlutut memohon ampun : "Sudilah tayjin memberi ampun kepada hamba. Bukan kehendak hamba hendak mengacau gendang waktu itu tetapi hamba telah dikacau oleh orang ini ... "

Penjaga itu lalu menuturkan peristiwa yang dialaminya dari Blo'on, kemudian ia mengakhiri keterangannya dengan berkata:

"Adalah karena hendak membetulkan kesalahan waktu, maka hamba lalu memukul tiga kali, tepat seperti jam yang seharusnya."

"Goblok !" bentak Hong ciangkun, "adalah karena tindakanmu itu maka rakyat menjadi bingung tak keruan. Mereka sudah bangun, sudah mulai bekerja, lalu apakah hurus ditutup lagi ?”

Penjaga menara itu gemetar. Keringat dingin membasahi sekujur tubuhnya.

"Hamba memang bersalah, tayjin,” ia memberi hormat, "hamba saat itu bingung. Maka hamba putuskan untuk memberi pertandaan waktu benar agar kesalahan itu jangan sampai menimbulkan kebingungan rakyat".

"Dia benar", tiba2 Blo'on berteriak, "coba kalau engkau sendiri, bagaimanakah engkau hendak bertindak ?"

Hong Kim-ciang terbelalak. Sesaat la tak dapat menjawab pertanyaan Blo’on. Memang ia belum memikirkan pemecahan soal itu.

"Bangsat" tiba2 ia membentak keras ketika menyadari bahwa yang bertanya itu pemuda yang menjadi pesakitan. Bukan dia yang menanyai malah pemuda pesakitan itu yang menanyainya. “engkau pesakitan utama, mengapa engkau berani membuka mulut !”

"Karena engkau hendak mempersalahkan paman penjaga menara ini", sahut Blo'on, "sedang engkau sendiri tak dapat mengatasi soal itu mengapa hendak menyalahkan orang".

"Rangket pemuda liar itu !" karena marah sekali Hong ciangkun terus memberi perintah.

"Lho, kenapa ?" teriak Blo'on, "apa salahku ?"

"Jangan banyak mulut! Engkau berani menghina aku !" "Siapa   menghina   ?   Aku   tidak  menghina   tetapi hanya

bertanya   !  Engkau   tidak   adil  dan   tidak   dapat memberi

keadilan. Bisa menyalahkan orang tetapi tak dapat melakukan sendiri".

"Jangan banyak mulut " tiba2 seorang prajurit menerkam Blo'on hendak diseretnya keluar.

Blo'on terkejut sekali. Dan sekali ia berontak maka prajurit itupun terlempar jatuh tersungkur ke lantai.

"Tangkap !" teriak Hong ciangkun. Beberapa prajurit segera berhamburan hendak meringkus Blo'on tetapi Bloon tenang saja.

"Tak perlu kalian turun tangan. Aku memang sudah menjadi tawanan. Mengapa harus di tangkap lagi ? Kalau mau bunuh, bunuhlah. Tetapi awas, kalau aku sudah mati aku tentu menjadi setan yang akan mencekik mati kalian semua !"

Tetapi beberapa prajurit itu tak menghiraukan. Mereka diperintahkan untuk menangkap dan perintah itu harus dijalankan.

Blo'on marah. Ia menyambut prajurit2 itu dengan tinjunya. Walaupun bukan dalam pukulan menurut ilmusilat tetapi prajurit itu menjerit-jerit kesakitan apabila tersambar tangan Blo'on.

Tenaga-dalam Ji-ih-cin-kang dalam tubuh Blo'on telah mengembang dan memancar. Setiap gerak tangan Blo’on menghambur tenaga-dalam yang dahsyat sehingga kawanan prajurit itu terpental semua.

Hong Kim-ciang marah sekali. Tetapi dia seorang yang berpengalaman. Diam2 dia memperhatikan gerak gerik Blo'on. Walaupun tak dapat bermain silat tetapi jelas pemuda aneh itu memiliki tenaga pukulan dahsyat.

Dia sebagai pemimpin barisan gi lim-kun sudah tentu memiliki kepandaian ilmu silat yang amat tinggi. Cepat sekali ia dapat mengetahui bahwa dalam diri pemuda aneh itu tersembunyi suatu keanehan.

"Baik," katanya setelah menimang beberapa saat. "kalau engkau sanggup menerima sebuah pukulanku, engkau bebas dari rangketan."

"Engkau hendak memukul aku ?" teriak Blo'on, apakah ... " "'Jangan banyak mulut dan lekas bersiap !" teriak Hong ciangkun seraya turun dari kursi dan menghampiri ke muka Blo'on.

Blo'on terkejut : "Engkau menghendaki aku diam saja menerima pukulanmu ?"

"Kalau engkau diam atau menangkis, cukup kupukul satu kali. Tetapi kalau engkau hendak bertingkah menghindar, harus sampai satu jurus !"

"Hm, aneh benar ini," Blo'on masih menggerutu, "masakan belum diadili sudah mau dipukul”

"Terimalah pukulanku ini !" rupanya kepala Gi-lim-kun itu sudah tak mau menghiraukan ocehan Blo'on lagi. Serentak ia ayunkan tangannya memukul.

Melihat itu Blo'on terkejut. Serentak …

=====

Hal 48-49 engga ada

=====

nyadari kalau dirinya terbawa dalam pembicaraan yang tak berguna, "sudah, jangan ngaco. Sekarang jawab pertanyaanku dengan sejujurnya".

Kepala pasukan Gi-lim-kun berganti dengan nada dan sikap yang bengis seperti laku seorang pembesar.

"Mengapa engkau mengganggu pekerjaan penjaga Menara Gendang !" Hong ciangkun mulai mengajukan pertanyaan.

"Karena dia memukul gendang terlalu keras sehingga telingaku hampir pecah dan jantungku hampir copot." "Ngaco !" bentak Hong ciangkun, "sudah ber-tahun2 gendang itu berbunyi keras agar seluruh kota raja dapat mendengar. Selama itu tak pernah terdapat orang yang telinganya pecah dan jantungnya copot".

"Tetapi telingaku benar2 ... "

"Menara Gendang itu merupakan pertandaan waktu bagi penduduk Pakkhia. Dan didirikan atas titah baginda. Tindakanmu itu melanggar hukum dan mengganggu ketenangan penduduk. Tahukah engkau apa akibat dari perbuatanmu yang gila-gilaan itu ?"

"Aku tak memikirkan akibat lain2 kecuali telinga dan jantungku sendiri".

"Akibat dari perbuatanmu itu saat ini keadaan kota raja menjadi kacau. Rakyat bingung tak keruan. Rumah2, toko2, warung dan jalan2 sudah mulai bergerak pada saat yang masih malam. Engkau memukul gendang tiga kali, mereka mengira sudah jam tiga. Padahal baru jam duabelas lebih sedikit. Perbuatan itu dapat dianggap suatu pengacauan dan harus dihukum mati."

"Tidak adi!!" teriak Blo'on. "kalau aku membunuh orang, memang pantas aku menerima hukuman mati. Tetapi kalau hanya memukul gendang, masakan harus dijatuhi hukuman mati? Siapa yang membuat undang2 begitu kejam itu ?"

Hong ciangkun tahu bahwa pemuda itu memang kurang waras pikirannya. Dia tak mau menurunkan gengsinya meladeni omongan Blo'on.

“Tok ...” ia jatuhkan palu ke meja dan berseru : "Prajurit2, laksanakan keputusan ini !" Dua orang prajurit yang bersenjata pedang segera tampil kemuka lalu memberi hormat.

"Seorang pemuda tak dikenal yang mengaku bernama Blo’on karena telah bertindak melanggar hukum, mengacau gendang-waktu sehingga menimbulkan kekacauan besar pada rakyat, maka kuputuskan dengan hukuman mati. Bawa dia ke kamar tahanan lagi dan tunggu setelah hari pelaksanaan hukuman mati itu dikeluarkan baru bawa dia ke tempat hukuman."

Kedua prajurit itu memberi hormat lagi lalu hendak menyeret Blo'on. Tetapi Blo'on menolak.

"Tidak, aku akan menunggu dulu sampai paman penjaga menara itu selesai diadili," serunya "kalau kalian nekad hendak membawa aku, aku akan mogok."

Kedua prajurit itu tak peduli. Mereka hendak tetap membawa Blo'on tetapi Hong ciangkun tahu bahwa pemuda aneh itu memiliki tenaga-sakti yang aneh. Diapun tahu pula bahwa Blo'on itu keras kepala. Maka ia terpaksa menyuruh kedua prajurit menunggu dulu.

"Penjaga menara", kata kepala Gi-lim-kun "walaupun tujuanmu baik tetapi tindakanmu itu mengacaukan suasana, menggelisahkan rakyat. Maka engkaupun harus dihukum juga

... "

"Hamba menerima saja apa yang tayjin putuskan kepada hamba. Hamba memang mengaku bersalah," kata penjaga menara itu sambil memberi hormat.

"Dan hukumannya sama ... " "Tidak adil !" tiba2 Blo'on berteriak pula "dia tidak bersalah, yang salah adalah aku. Hukuman mati itu, kasihkan padaku saja !"

Hong Kim ciang terbeliak.

"Dia akan kujatuhi hukuman mati !" teriaknya. "Kasihkan padaku !"

"Gila !" teriak kepala pasukan Gi-Iim-kun itu, "apakah engkau hendak mati dua kali ?"

"Mati berapa kalipun sama saja. Pokok, yang menabuh gendang waktu itu aku, jadi akulah yang harus menerima hukuman. Bebaskan ia!"

Prajurit2 Gi lim-kun yang berada dalam ruang pergadilan itu terkesiap heran. Baru pertama kali itu mereka mendengar seorang pesakitan minta dihukum mati sampai dua kali.

Beda dengan Hong Kim-ciang. Dia tahu bahwa Blo'on itu seorang pemuda yang kurang waras pikirannya. Tetapi diam2 ia merasa kagum atas keperwiraan pemuda itu. Dia berani menanggung semua perbuatannya.

Diam2 ia pun teringat akan peraturan bagi seorang pesakitan yang menerima hukuman mati. Pesakitan itu diberi kebebasan untuk meminta apa saja. Makanan enak dan lain2 pesanan. Ia kuatirkan kalau dalam mengajukan permintaan itu, Blo’on tetap akan menuntut pembebasan penjaga menara dan minta dirinya dihukum mati dua kali. Sudah tentu permintaan itu harus dituruti.

"Keputusan terakhir, akan kumohonkan kepada baginda.

Sekarang kalian kembali ke tempat tahanan lagi." Ketika memandang bayangan Blo’on dan penjaga menara yang diborgol dan diiring oleh prajurit menuju kekamar tahanan. Hong ciangkun geleng2 kepala.

"Pemuda itu kurang waras pikirannya tetapi dia berbudi mulia." diam2 ia memuji. Kemudian timbul dalam pikirannya bahwa seorang yang tidak waras pikirannya, memang tak dapat dikenakan hukuman sepenuh orang yang sehat. Tetapi karena hal itu menyangkut seluruh rakyat kotara-raja, maka diapun tak berani mengambil keputusan sendiri. Ia hendak menghadap baginda melaporkan peristiwa itu dan mohon keputusan.

Saat itu segera ia mengunjungi walikota untuk merundingkan langkah2 mengatasi kekacauan yang terjadi di kota raja. Keduanya bersepakat untuk menyebar prajurit, memberitahu kepada rakyat tentang jam yang harus diturut.

Memang hari itu agak kacau tetapi apa yang sudah terlanjur, misalnya rumah2, toko2 dan kantor2, biarlah terus buka. Sukar untuk menyuruh tutup lagi. Tetapi setelah kesalahan dibetulkan, kekacauan itu tentu selesai.

Demikian kota raja Pakkhia telah mengalami suatu peristiwa yang belum purnah terjadi sejak berpuluh tahun, Walaupun hanya soal gendang waktu tetapi telah menimbulkan kepanikan seluruh penduduk kota raja.

Sekarang marilah kita jenguk Sian li yang masih menemani Kui-hoa menjaga peti mati kedua orangtuanya.

Juga penduduk di daerah perkampungan situ gempar tak keruan. Ada beberapa orang yang menuju ke Menara Gendang.

Sian-li sibuk tak keruan. Ia heran mengapa sejak keluar, Blo'on tak kembali lagi. Kemanakah gerangan sukonya itu. Dan waktu timbul kegemparan gendang waktu berbunyi tiga-kali, Sian-lipun makin bingurg.

"Adakah suko yang melakukan hal itu ?" ia mulai menduga- duga karena tahu bagaimana tingkah laku sukonya.

Ia hendak mencari sukonya tetapi kuatir akan keselamatan Kui-hoa maka terpaksa ia hanya mondar mandir dicengkam kegelisahan.

Menjelang pagi beberapa penduduk kembali dari Menara Gendang dan bercerita bahwa seorang pemuda gundul telah mengacau Menara Gendang, bertempur dengan penduduk lalu datanglah selusin prajurit berkuda untuk menangkapnya.

Sian-li terkejut sekali. Ia berani memastikan bahwa pemuda gundul itu tentu sokonya.

"Lalu dibawa kemana pemuda itu ?" tanyanya cemas.

"Dia ditangkap dan dibawa ke kantor gihu" sahut orang itu. "Celaka !" diam2 Sian-li pucat. Sukonya tentu membuat

gara2 lagi. Dan kali ini harus berurusan dengan tentara kerajaan.

Sian-li ingin saat itu juga menuju ke kantor gi-bun untuk membuktikan kebenarannya berita itu. Tetapi lagi2 ia harus memikirkan keselamatan Bok Kui-hoa. Terpaksa ia harus menahan sabar dan menunggu sampai To Jin sik datang.

"Paman To," cepat ia menyambut kedatangan To Jin-sik dengan pertanyaan, "tidakkah paman mendengar tentang peristiwa gendang-waktu yang kacau itu ?"

"Ya." sahut To Jin-sik. "beberapa anakbuah Kay-pang telah memberi laporan. Yang melakukan pengacauan gendang- waktu itu seorang pemuda .. eh. dimanakah kongcu ?" tiba2 ia alihkan pertanyaan. "Sejak malam tadi dia keluar dan sampai saat ini belum kembali", kata Sian-li, "kurasa pemuda itu tentulah suko ... "

"Hai !" teriak To Jin-sik seperti dipagut ular, "memang kamipun bermula menduga demikian tetapi mengingat dia bersama nona di sini, kamipun hapuskan dugaan itu."

"Memang sorenya suko berada disini, tetapi malam hari dia keluar berjalan-jalan. Katanya hendak mencari angin tetapi ternyata sampai pagi belum pulang. Dan terjadilah peristiwa yang menggemparkan dari gendang pertandaan waktu. Menurut keterangan beberapa penduduk yang menyaksikan, suko telah ditangkap oleh prajurit istana dan dibawa ke Kota Dalam."

"Ah, gawat !" seru Tio Jin-sik, "urusan ini bukan main2 lagi.

Kemungkinan kongcu tentu mendapat hukuman yang berat." "Lalu bagaimana tindakan kita?" Sian-li makin cemas.

"Lebih baik kita cepat pulang ke markas untuk minta pertimbangan Ong thancu dan Ceng Sian suthay."

"Oh, apakah suthay masih di markas ?" Sian-li terkejut.

"Ya, suthay memang bertugas hendak mencari kongcu. Dia tak bersabar menanti kedatangan kongcu. Tetapi lagi2 kongcu telah menghilang dan kemungkinan besar tentu membuat onar besar."

"Tetapi jenazah kedua orangtua taci Kui-hoa belum ditanam", kata Sian-li.

Tio Jin-sik agak bingung. Kalau harus menunggu sampai selesai penguburan, tentu Bio’on terancam jiwanya. Akhirnya ia mengambil keputusan.

"Keselamatan kongcu amat penting sekali. Kita harus berusaha menolongnya selekas mungkin. Soal penguburan kedua orangtua nona Bok, baiklah dipercepat saja. Supaya hari ini selesai. Besok aku datang kemari untuk menjemput nona Bok."

"Dan aku ?" tanya Sian li.

"Baiklah nona tinggal disini untuk menemani nona Bok." "Tidak", Sian-li membantah, "aku harus ikut dalam gerakan

untuk menolong suko itu".

Setelah merenung sejenak. Tio Jin-sik dapat menerima permintaan Sian-li. Nanti malam, ia akan menjemput Kui-hoa ke markas Kay-pang.

Demikian diputuskan, Kui-hoa menunggu sampai jenazah kedua orang tuanya selesai dikubur pada hari itu. Sedang Tio Jin-sik dan Sian-li kembali ke markas Kay-pang.

"Wah, celaka" seru Ong thancu, "apabila kongcu benar ditangkap di istana, urusan tentu akan gawat sekali".

"Thancu" kata Tio Jin sik, "lebih baik kita minta laporan pada anakbuah kita tentang peristiwa itu."

Ong Thancu setuju dan memerintahkan Tio Jin-sik menyelidiki. Tak berapa lama, Jin-sik sudah kembali dengan seorang anakbuah Kay-pang yang tahu akan peristiwa itu. Menurut keterangannya, memang yang ditangkap oleh pasukan Gi-lim-kun seorang pemuda aneh.

"Pasukan Gi lim kun ?" tanya Ong thancu.

"Ya," jawab anakbuah Kay pang itu. "karena peristiwa gendang-waktu itu menggemparkan seluruh rakyat kotaraja, istana sampai mengirim pasukan Gi-lim kun untuk mencari keterangan dan akhirnya menangkap pemuda yang menjadi gara2". "Ah, jika demikian persoalan ini gawat sekali" kata Qng thancu, "jika istana sampai mengirim pasukan, jelas hal itu dianggap sebagai peristiwa besar. Kemungkinan kongcu tentu mendapat hukuman yang berbahaya."

Setelah menyuruh anakbuah itu kembali ke posnya Iagi, Ong thancu segera minta pendapat kepada Ceng Sian suthay mengenai peristiwa blo'on ditangkap.

Ceng Sian Suthay menghela napas.

"Peristiwa ini memang gawat sekali. Apabila istana memandang soal itu suatu pengacauan, hukumannya tentu berat. Kemungkinan ... "

"Kemungkinan bagaimana suthay ?” Sian li makin cemas. "Kemungkinan hukuman mati bukan suatu hal yang tak

mungkin," kata Ceng Sian suthay.

"Hukuman mati ?" Sian-li menjerit kaget, "ah, kalau begitu, aku harus menolongnya."

Sedemikian tegang nona itu ketika mendengar sukonya mungkin dapat dijatuhi hukuman sehingga sehabis berkata ia terus hendak melangkah keluar.

"Tunggu dulu, nona Liok," cepat Ong than cu mencegah, "hendak kemanakah nona ?"

"Menolong suko !" "Dengan cara ?"

"Ih ... " Sian-li tergagap, "membebaskan ia dari penjara."

"Nona Liok," kata Ong thancu dengan nada serius, "mungkin engkau tak tahu bagaimana yang disebut penjara dalam istana itu. Jika kongcu ditawan oleh suatu partai persilatan, mungkin kita masih dapat menyerbu markas partai itu. Tetapi di istana, jangan harap engkau dapat masuk. Selain penjagaan amat kuat dari pasukan Gi-lim-kun, yang berkepandaian tinggi, pun juga terdapat ruang2 rahasia dan dindingnya luar biasa kokohnya. Jangan engkau samakan penjara di istana dengan tempat penahanan di gedung Ciau- bin long-kun"!

"Benar, nona", kata Tio Jin sik, "untuk menolong kongcu, bukan suatu hal yang mudah. Harus direncanakan dengan seksama, tak boleh gegabah. Apalagi nona hanya seorang diri, tak mungkin dapat menghadapi pasukan Gi lim kun"

Setelah diberi pengertian, akhirnya Sian-li menurut juga.

Memang soal ini bukan suatu hal yang mudah.

"Suthay", kata Ong thancu kepada Ceng Sian suthay, "harap suthay suka memberi petunjuk bagaimana kita harus bertindak menolong Kim-kongcu".

"Apa yang terjadi ini, memang suatu persoalan yang gawat. Tetapi hal itu sudah merupakan suatu kenyataan yang harus kita hadapi*, kala Ceng Sian suthay, "menurut pendapatku begini. Pertama, kita barus menyelidiki bagaimanakah putusan hukuman yang dijatuhkan pada diri Lim kongcu itu. Apabila masih panjang waktunya, kita harus menghubungi para ketua ketujuh partai untuk mengundang mereka ke Pakkhia guna merundingkan rencana menolong kongcu."

Ong thancu mengangguk seraya memuji pendapat suthay.

Tetapi Sian-li membantah : "Bagaimana andaikata hukuman itu segera dilaksanakan pada waktu yang cepat, misalnya dalam sehari dua hari ini atau besok pagi ?"

Ceng Sian suthay kerutkan dahi. "Jika memang demikian" katanya sesaat kemudian. "terpaksa kita harus berusaha sendiri".

"Oleh karena itu, yang penting hari ini juga kita harus mengadakan penyelidikan. Jika perlu malam nanti kita masuk ke dalam istana," kata Ong thancu.

"Thancu benar." kata Ceng Sian suthay, "memang tiada lain jalan kecuali seperti yang thancu katakan itu. Kecuali thancu mempunyai hubungan dengan pembesar2 kerajaan yang dapat menolong Kim kongcu".

"Ah, sayang aku tak punya kenalan." kata Ong thancu.

"Ya, tak apalah," untuk melakukan penyelidikan pada siang hari, harap thancu suka memerintahkan anakbuah thancu. Dan apabila gagal, nanti aku yang akan masuk kedalam istana".

Ong thancu menyetujui. Hari itu ia khusus mengirim perintah kepada anakbuahnya untuk mencari berita tentang hukuman yang dijatuhkan kepada Blo'on.

Malamnya, Ong thancu menerima kedatangan beberapa, anakbuah Kay pang. Tetapi mereka gagal untuk mendapat berita itu.

Setelah suruh mereka kembali, Ong thancu segera merundingkan langkah untuk masuk kedalam istana.

"Karena suthay belum pernah melihat wajah Kim kongcu, maka baiklah aku akan menyertai suthay " kata Ong Thancu.

"Aku juga ikut," seru Sian-li.

Ong thancu kerutkan dahi. Dia tak lekas menyahut melainkan memandang Ceng Sian suthay dengan pandang bertanya. "Nona Liok," kata Ceng Sian suthay, "memang  kesungguhan hati nona untuk menolong suko nona itu, pantas dipuji. Tetapi hendaknya kita dapat bertindak hati2. Untuk memasuki istana, bukanlah suatu pekerjaan yang mudah. Karena seperti telah dikatakan Ong thancu tadi, istana itu kecuali memiliki dinding yang amat kokoh dan ruang2 rahasia yang tentunya diperlengkapi dengan alat2 rahasia yang berbahaya, pun dijaga kuat oleh pasukan Gi-lim kun. Anggauta dari pasukan itu, terdiri dari jago2 silat yang sakti. Merekapun berjumlah besar dan memiliki perlengkapan yang …..”

"Maksud suthay ?" tanya Stan li.

Ceng Sian suthay tak menyahut melainkan beralih memandang Ong thancu. Rupanya kepala Kay-pang cabang kotaraja itu dapat menanggapi maksud Ceng Sian Suthay.

Tak lain suthay hendak memperhatikan keselamatan nona. "Harap nona jangan ikut. Percayalah, aku dan sutnay, pasti akan berusaha sekuat tenaga untuk menolong Kim kongcu.”

Tio Jio-sikpun ikut membujuk supaya Sian-li jangan ikut, Akhirnya Sian-li menurut.

Demikian pada malam itu ketika sekalian penduduk sudah tidur dan suasana didalam kota sunyi senyap, dua sosok bayangan hitam meluncur keluar dari markas Kay-pang. Kedua orang itu adalah Ceng Sian suthay dan Ong Cun, kepala Kay- pang cabang Pakkhia.

Ceng Sian suthay terpaksa mengenakan pakaian hitam untuk menghindari perhatian penjaga2 istana. Demikian pula Ong Cun, selain berpakaian serba hitam, diapun mengenakan kedok muka warna hitam.

Sebagai thancu dari Kay-pang cabang kota-raja, Ong Cun memiliki ilmu silat yang tinggi ilmu gin-kangnyapun hebat. Kedua orang itu tertegun ketika berhadapan dengan tembok istana. Tembok yang melindungi istana, tingginya belasan meter.

Kemudian mereka melihat bahwa pintu gerbang yang berdaun pintu tinggi, ditutup rapat-rapat dan dijaga oleh beberapa prajurit. Di atas pintu gerbang tadi dibangun sebuah tingkat. Beberapa penjaga ditempatkan pada tingkat atas pintu gapura. Dari pos penjagaan itu para penjaga dapat melihat apa yang terjadi di luar dan di dalam tembok istana.

"Apakah kita sudah berada dilingkungan istana?" tanya Ceng Sian suthay berbisik.

"Bukan", sahut Ong Cun, "kita baru memasuki Kota Kerajaan atau Kota dalam. Istana atau Kota Terlarang berada di tengah2 Kota Kerajaan ini."

Ceng Sian suthay menghela napas: “Ah jika demikian, sukar rasanya kita akan mencapai Kota Terlarang itu."

"Kaisar memang membangun kotaraja ini sebagai suatu kota yang luas dan ketat sekali" kata Ong Cun pula.

"Lalu bagaimana tindakan kita ?"

"Menurut dugaanku" kata Ong Cun," kiranya belum tentu Kim kongcu dibawa kedalam istana"

"Menyapa ?"

"Kota Terlarang atau istana hanya didiami oleh kaisar dan keluarga kerajaan. Para mentri dan jenderal serta pegawai2 kerajaan tinggal di Kota Kerajaan ini."

"O, mungkinkah kongcu itu ditahan disalah satu dari gedung kediaman mentri “

'Kemungkinan besar begitu." "Kira2 siapakah mentri yang biasa mengurus penahanan ?" "Peng pou-siang-si (Kementerian Tentara) atau Hak su-bun

(Kementerian Kehakiman)" kata Ong Cun".

"Diantara kedua kementerian itu, manakah yang paling besar kemungkinannya?"

"Menurut laporan anakbuah Kay-pang, Kim-kongcu telah ditawan oleh pasukan Gi-lim-kun," kata Ong Cun. "kemungkinan bukan di kedua menterian itu."

"O, apakah Gi-lim-kun mempunyai kekuasaan tersendiri ?" "Ya, Gi lim-kun langsung dibawah kekuasaan istana,

dipimpin oleh Hong ciangkun.”

"Dimana tempat kediaman Hong ciangkun?" "Juga di dalam istana."

Ceng Sian suthay menghela napas : "Ah, jika begitu kita terpaksa harus menyelidiki kedalam istana."

Ong Cun mengiakan.

"Suthay, mari kita mengitar ke arah barat. Jika tak salah, ada suatu tempat yang memungkinkan kita masuk kedalam Kota Kerajaan ini".

Demikian keduanya segera melanjutkan perjalanan mengelilingi tembok Kota Kerajaan.

MaIam makin larut, suasana makin sunyi, tiba2 terdengar gendang waktu bertalu dua kali. Menunjukkan bahwa saat itu sudah pukul dua malam.

Ketika hampir mencapai suatu tempat yang agak gelap, mereka dikejutkan oleh suara bentakan dan gerakan tubuh yang berlincahan macam orang berloncatan. "Ada orang berkelahi," kata Ong Cun seraya maju menghampiri.

Di luar tembok Kota Kerajaan, di sebuah tempat yang sunyi, tampak lima sosok bayangan berserabutan terjang menerjang. Gerakan kelima sosok tubuh itu mirip bayangan setan, cepat dan tangkas sekali.

Ceng Sian suthay dan Ong Cun segera menyelinap ke balik sebatang pohon untuk menyaksikan siapa dan mengapa mereka bertempur.

Kesan pertama cepat menghuni dalam benak kedua tokoh itu, bahwa ternyata pertempuran itu berlangsung antara empat orang lawan seorang. Empat orang itu menilik tubuhnya yang besar dan tinggi. tentu kaum lelaki. Tetapi orang yang dikeroyok itu bertubuh kecil langsing menyerupai seorang perempuan.

Setelah membiasakan pandang mata dalam kegelapan, cepat sekali Ceng Sian suthay dan Ong Cun terkejut dan hampir saja mereka serempak berteriak kaget.

"Ong thancu. apakah orang yang dikerubut itu bukan seorang gadis ?" bisik Ceng Sian suthay.

"Benar, suthay." kata Ong Cun, "dan keempat pengeroyoknya itu mirip dengan kawanan prajurit".

"O," desuh Ceng Sian suthay.

"Menilik pakaiannya mereka seperti kawanan peronda ... suthay, apakah gadis yang dikeroyok itu bukan ... "

"Ya, aku juga menduga kalau nona Liok," cepat Ceng Sian suthay menukas. "Suthay… mari kita turun tangan. Kalau bukan nona Liok. kita lerai saja. Tetapi kalau nona Liok, kita basmi kawanan peronda itu."

Ceng Sian suthay dan Ong Cun segera, bersiap-siap hendak menyerbu. Tetapi baru keduanya hendak ayunkan tubuh. Tiba2 terdengar jeritan ngeri dari orang2 yang sedang bertempur itu.

Dan ketika Ceng Sian suthay serta Ong Cun tertegun memandang kemuka, mereka makin terperanjat ....

^oo^dw^oo^
DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar