Pendekar Bloon Jilid 19 Gunung pusar air

Jilid. 19 Gunung pusar air

"Ha, ha, ha ... " kakek Lo Kun ikut ter tawa geli. "Mengapa engkau tertawa kakek Lo ?" tegur pemuda Liok

"Entahlah, aku hanya ikut tertawa karena mereka tertawa," sahut Lo Kun.

"Engkau tahu apa sebab mereka tertawa ?" tanya pemuda Liok pula.

Lo Kun geleng kepala.

"Mereka tertawa karena geli melihat tingkah lakumu" seru pemuda Liok.

"Kurang ajar !" tiba2 Lo Kun berteriak, ''aku bukan orang gila, mengapa mereka menertawakan aku ?"

"Sudah tentu mereka tertawa karena bibirmu disepit kepiting tadi" "Peduli apa mereka ? Bibir bibirku sendiri, mau putus mau sumbing, kan aku sendiri yang menderita. Mengapa mereka menertawakan aku”.

Kakek Lo Kun terus bersikap hendak menyerang orang2 itu tetapi pemuda Liokpun cepat mencegahnya : "Kakek Lo. janganlah membuat gaduh. Kita kan tetamu, harus pegang aturan. Masakan dia sudah memberi tempat penginapan dan makanan kepada kita, engkau malah membalas terima kasih dengan pukulan ?”

"Ya, kakek Lo, mengapa engkau sudah begitu tidak tahu aturan?" Blo'on ikut mendamprat.

"Sudahlah, jangan ikut2an memaki, memang! aku sudah tahu dan sadar. Aku tak mau mengamuk lagi," kata kakek Lo Kun lalu berseru kepada sidara Hay-giok. "Hai bocah perempuan, kalau kasih makan jangan begitu lagi. Masakan kepiting masih setengah hidup, suruh aku makan. Untung lah aku sudah tua, biar bibirku sumbing, tidak jadi apa. Bagaimana kalau aku masih muda, bukankah aku bisa diusir isteriku ?"

Orang2 itu geli tetapi mereka terpaksa menahan tertawanya.

"Kakek" seru Hay-giok "ya kuingat sekarang" "Apa" teriak kakek Lo Kun.

"Kepiting itu betina." seru Hay-giok "maka dia tentu bukan menggigit bibir kakek karena hendak menyakiti kakek, melainkan karena hendak mencium ..."

"Kurang ajar, anak perempuan, mengapa kau tak malu berkata begitu ? Sekalipun sudah begini tua, tetapi bibir Lo Kun tak mau dicium kepiting betina biar yang bagaimana cantiknya ... "

Kali ini orang2 tak dapat menahan gelinya, lagi. Mereka tertawa dan sidara Hay-giok terus lari kemalu-maluan ... ,

"Paman Hong" sesaat kemudian pemuda Liok berkata, "kami datang kemari hendak membicarakan suatu urusan penting dengan paman "

"O," seru ketua desa. "mari kita masuk dan bicara"

Setelah Blo'on dan rombongan duduk berhadapan dengan kepala desa. maka berkatalah pemuda Liok.

"Paman kami hendak mengusul suatu rencana menolong rakyat disini"

"O, silahkan kami bersedia mendengarkan"

"Paman tak perlu harus mengorbankan puteri paman jadi korban keganasan si Naga Kuning"

"Ah, kita tiada mempunyai kekuatan untuk melawan pengaruh Naga kuning" kata kepala desa.

"Segala akibat, kamilah yang tanggung" seru pemuda Liok dengan tegas

"Baiklan, bagaimana rencanamu ?"

"Salah seorang dari rombongan kami akan menyaru jadi anak perempuan menggantikan puteri paman ..."

"Jangan main2" tukas kepala desa, "begitu Naga Kuning tahu hal itu, bukan saja kalian akan dicincang, pun mereka tentu akan membunuh seluruh rakyat desa ini"

Pemuda Liok tersenyum : "Jangan kuatir paman sudah kukatakan bahwa kamilah yang akan menanggung semua akibatnya. Dan kami jamin rakyat di desa ini pasti takkan menderita malapetaka"

"Eh. bagaimana engkau dapat meyakinkan aku kalau rencanamu itu dapat berhasil ?" kepala desa menegas.

"Nanti apabila kita sudah berhadapan dan berada dalam kamar dengan si Naga Kuning, akan kita usahakan untuk melolohnya dengan arak. Dalam arak itu akan kita campuri dengan obat tidur. Setelah dia tidur, barulah kita bunuh"

"Hai," teriak kepala desa terkejut "tidak semudah itu ! Engkau dapat membunuhnya tetapi didalam markasnya masih banyak anakbuahnya, yang sakti. Kalau mereka tahu kepalanya dibunuh mereka tentu akan mengamuk dan membunuhmu.

Kembali pemuda Liok tertawa : '"Sudahlah, paman, jangan merisaukan hal itu. Nanti kita tentu mempunyai rencana untuk mengatasi mereka. Peribahasa mengatakan : "membunuh ular harus membunuh bagian kepalanya. Menangkap gerombolan penjahat harus meringkus pemimpinnya.

Rupanya kepala desa itu masih sangsi.

"Paman," tiba2 Blo'on buka suara, "mengapa paman diam saja ? Dalam soal menyaru jadi wanita, kita sudah mempunyai pengalaman ketika masuk ke Lembah Melati…. "

"Betul. " seru kakek Lo Kun pula. "aku juga pernah disuruh si Blo'on ini menjadi perempuan tua, dan dia…. " ia menunjuk kearah kakek Kerbau Putih, "juga menyaru jadi perempuan"

"Sudahlah, paman" kata pemuda Liok "kita sudah bersatu padu untuk menolong rakyat disini. Harap paman jangan ragu2 lagi" Karena didesak oleh rombongan tetamu2 aneh itu, terpaksa kepala desa mengalah : "Baiklah tetapi kuminta kalian harus hati2 karena hal ini menyangkut keselamatan jiwa."

Demikian setelah tercapai persepakatan, akhirnya kepala desa itu pulang dengan meninggalkan pesan : "Silahkan kalian berunding. Besok apa yang kalian perlukan, kasih tahu saja. Nanti tentu kusediakan. Besok sore, rombongan orang Naga Kuning akan datang kemari"

Setelah kepala desa pergi maka mulailah pemuda Liok mengajak teman-temannya berunding.

"Sekarang kita harus mengatur rencana. Siapa yang harus menjadi nona pengantin pengganti anak perempuan kepala desa itu. Dan siapa yang harus menjadi pengiringnya" kata pemuda Liok.

"Aku ... eh, tidak," kata kakek Lo Kun membantah perkataannya sendiri. "lebih baik Blo'on' saja yang lebih muda dan lebih cantik"

"Apa? Aku menjadi nona pengantin ? Ya.. ya, aku mau . , eh. apakah pengantin itu ?" tanya Blo'on.

Pemuda Liok tertawa : "Pengantin itu, sepasang pria dan wanita yang akan menjadi suami isteri"

"Memang tolol benar Blo'on ini, masakan sudah sebesar itu masih belum tahu apa artinya pengantin. Bukankah aku pernah berceritera, bahwa aku pernah menjadi pengantin dengan puteri seorang tihu ?"

"O engkau pernah jadi pengantin ? Kalau begitu engkau sajalah, kakek Lo" seru Blo'on.

"Sial dangkal", teriak kakek Lo Kun. "aku memang pernah akan menjadi pengantin tetapi batal karena calon pengantin perempuan dibawa lari orang. Sekarang aku tak mau jadi pengantin lagi. Apalagi harus menjadi calon pengantin dari seekor Naga Kuning. Engkau saja biar dapat pengalaman jadi pengantin.”

Blo'on menyeringai.

"Bagaimana kalau kakek Kerbau Putih saja yang jadi pengantinnya ?" katanya.

"Aku ?" kakek Kerbau Putih deliki mata. "aku sudah tobat menjadi perempuan di Lembah Melati tempo hari. Lebih baik aku disuruh kerjai berat dari pada disuruh jadi perempuan lagi"

"Kalau engkau tak mau dan kakek Lo juga tak mau, habis siapa yang jadi calon pengantin itu ? Bukankah kita sudah sanggup kepada kepala desa ini ?" kata Bloon.

"Engkau" Lo Kun dan kakek Kerbau Putih serempak bereru setaya menuding Bio’on.

"Tidak bisa !" teriak Blo'on.

"Ai, sudahlah, jangan ribut2 tak keruan," kata pemuda Liok, "kalau kalian tak mau semua, biarlah aku saja"

"Engkau ?" teriak Blo'on Lo Kun dan kakek Kerbau Putih serentak.

"Ya, aku sudah berjanji kepada paman kepala desa disini, akulah yang harus melaksanakan" kata pemuda Liok.

"Jangan !" teriak Bloon, "aku saja !" "Tidak !" pekik kakek Lo Kun.

"Aku !"

"Aku !" kakek Kerbau Putih tak mau kalah. Pemuda Liok geleng2 kepala. Geli2 mendongkol ia terhadap tingkah laku ketiga orang aneh itu.

"Begini." katanya, "kedua kakek sudah terlalu tua dan jelek. Engkoh Blo'on terlalu tinggi tubuhnya bagi seorang anak perempuan Tentu mudah diketahui .....

"Apa ? Engkau menghina Lo Kun ?" teriak kakek pendek itu “jelek2 Lo Kun ini dahulu pernah jadi pemuda yang ganteng. Biarpun sudah tua begini, banyak gadis yang jatuh hati kepadaku Buktinya, ketika di Lembah Melati, gadis2 cantik disana selalu mengerumuni aku saja sampai aku muak. Mestinya kata-katamu itu tepat engkau tujukan pada si Kerbau Putih yang bungkuk itu."

"Kurang ajar, engkau Lo Kun !" kakek Kerbau Putih marah, "dahulu sewaktu masih muda. akupun tidak cacat bungkuk seperti ini. Aku seorang pemuda yang cakap, sampai2 puteri tihu tergila-gila kepadaku."

"Sudahlah, sudah" kata pemuda Liok, "sekarang bukan saatnya bertengkar. Yang kukatakan adalah kenyataan kalian sekarang. Kalian sudah tua dan jelek rupa. Soal dahulu waktu muda ganteng dan cakap, itu soal dulu."

"Benar." Blo'on garuk2 kepala, "aku sendiri memang tidak tahu mengapa badanku tumbuh begini tinggi dan besar. Kalau seorang nona pengantin begini tinggi seperti diriku, bukankah pengantin laki harus lebih tinggi ? Tetapi ah. benar, benar bukankah dia seekor naga ?"

"Tidak !" bentak pemuda Liok dengan mengkal, "dia bukan naga tetapi seorang manusia seperti kita. Hanya namanya saja Naga Kuning" "Tak peduli dia naga atau manusia, pokoknya karena dia disebut Naga Kuning, otaknya tetap akan kuambil untuk obat kepalaku" kata Blo'on.

Pemuda Liok geleng2 kepala,

"Ya, ya, sudahlah." katanya "sekarang kita tetapkan saja. Yang jadi pengantin palsu, adalah aku. Sekarang siapa yang jadi pengiringku ?"

"Pengiring lelaki atau perempuan ?" tanya kakek Lo Kun. "Kalau lelaki tentu menimbulkan kecurigaan si Naga Kuning,

lebih baik pengiringnya juga perempuan" sahut pemuda Liok. "Blo'on !" seru Kakek Lo Kun serentak.

"Aku ?" Blo'on menyeringai.

"Ya, engkau masih muda. Nona pengantin muda. pengiringnya juga harus muda" kata kakek Lo Kun,

"Benar" kata pemuda Liok, tetapi janggal kalau pengiring itu hanya seorang. Paling tidak harus tiga empat orang.

"Lalu siapa ?" tanya Lo Kun “Kakek dan kakek Kerbau Putih"

"Tidak" seru Lo Kun, "bukankah tadi engkau mengatakan aku seorang tua jelek rupa? Masakan si Naga Kuning mau menerima seorang perempuan tua yang jelek begini ?"

"Ai." pemuda Liok mendesis, "engkau kan hanya jadi bujang perempuan, bukan nona pengantinnya, masakan si Naga Kuning mau menikah dengan bujang perempuan yang tua"

"Kurang ajar" teriak Lo Kun "engkau anggap aku ini menjadi bujang? Suruh saja si Kerbau Putih yang jadi bujang perempuan" "Tidak," teriak kakek Kerbau Putih. "Aku mau jadi perempuan tetapi jangan dijadikan bujang"

"Habis, kakek minta jadi apa ?" tanya pemuda Liok. "Jadikan aku sebagai ibumu saja"

"Auk ... auk ... " tiba2 kakek Lo Kun batuk2, "masakan perempuan tua sejelek begitu, pantas menjadi ibu seorang nona pengantin yang cantik Tentu tidak dipercaya"

"Lo Kun" balas kakek Kerbau Putih, "jangan terlalu menghina diriku karera punggungku bungkuk ini. Ini karena kecelakaan. DuIu aku tidak begini. Aku seorang pemuda yang bagus dan ibukupun cantik sekali"

"Ha, ha, ha" Lo Kun tertawa keras, "kalau menilik anaknya seperti engkau, pantasnya ibumu itu bangsa onta"

"Keparat, jangan menghina ibuku" kakek Kerbau Putih terus hendak memukul tetapi pemuda Liok cepat mencegah.

"Sudahlah. kakek, jangan berkelahi," katanya, "apakah keberatannya kalau kakek menjadi bujang perempuan ?"

"Aku malu"' jawab kakek Kerbau Putih.

"Malu ? Apanya yang harus malu? Bukankah hanya pura2 saja dan tidak sungguh2 ? Masakan aku berani memperbudak engkau !" pemuda Liok memberi penjelasan.

"Begini sajalah, tiba2 Blo'on buka suara, "kalau kakek Kerbau Putih malu jadi bujang, jadilah ibuku saja. Aku yang jadi bujang sinona pengantin.”

"Tidak sudi" teriak kakek Kerbau Putih " dari pada menjadi ibumu, lebih baik menjadi bujang nona pengantin. Kan hanya pura2 saja. bukan sungguh2" "Baiklah" cepat pemuda Liok memutuskan "Sekarang kita sudah sepakat. Aku yang menyaru jadi nona pengantin dan kalian bertiga menyaru jadi bujang perempuan. Untuk pakaian dan keperluan penyaruan itu, kita minta kepala desa supaya menyediakan"

"Auh ... " tiba Blo'on menguap, "aku sudah ngantuk mau tidur"

"Nanti dulu", cegah pemuda Liok seraya menarik lengan pemuda itu. "yang selesai baru penetapan orangnya tetapi rencana yang kedua belum selesai"

"Uh, masih ada rencana kedua apa lagi ?" Blo'on bersungut- sungut.

"Untuk menghadapi si Naga Kuning kita harus menggunakan siasat" kata pemuda Liok.

"Tak perlu" jawab Blo'on "serahkan saja dia kepadaku. Begitu melihat begitu terus kumenabas kepalanya dan kuambil otaknya"

Pemuda Liok geleng2 kepala.

"Hai, tidak semudah itu, engkoh Bloon" katanya, "masakan dia mau memberikan kepalanya engkau tabas ? Dia tentu akan melawan dan dia itu seorang jago yang sakti ? Apakah  engkaul mampu melawannya ?"

"Hah ?" Blo'on terbeliak.

"Maka untuk menghadapinya, kita harus mengatur rencana Sebenarnya dalam kesempatan berada berdua di dalam kamar, aku dapat menusuknya mati. Tetapi aku belum tahu sampai dimana kepandaian orang itu. Kalau dia memiliki ilmu kebal Thiat poh-san, tentu tak mempan ditusuk senjata tajam"

"Thiat-pon-san ? Apakah itu ?" tanya Bloon. "Thiat-poh san artinya Baju Besi, nama dari suatu ilmu  yang dapat membuat tubuh kebal takmempan ditusuk senjata"

"Masakan tak ada senjata yang mampu menabasnya ?" tanya Blo'on pula.

"Ada" kata pemuda Liok, "tetapi harus menggunakan pedang pusaka yang benar2 tajam sekali.

"Uh, ada. " tiba2 Blo'on berteriak. "pedang pusaka Naga Hijau milik orang desa itu masih di titipkan kepadaku. Nih, pakailah untuk menusuknya. Terapi jangan lupa, potonglah leher si naga itu dan belah kepalanya lalu ambil otaknya. Aku memerlukan sekali"

Sambil berkata Blo'on terus mengeluarkan pedang pusaka dari dalam bajunya, diserahkan kepada pemuda Liok.

"Baiklah" pemuda Liok, "tetapi pedang pusaka ini bukan jaminan bahwa usaha kita akan berhasil. Yang penting kita, manusia yang akan menggunakan pedang itu memiliki kepandaian yang tinggi. Apakah engkau dapat main silat eng koh Blo'on ?"

"Main silat ? Buat apa main silat ? Bukankah seorang yang pandai silat itu tentu akan cari musuh ?" balas Blo'on,

"Bukan begitu" bantah pemuda Liok "seperti halnya dengan pedang pusaka semacam pedang Naga Hijau, tergantung orang yang menggunakannya. Kalau dia jahat pedang ini akan menjadi alat pembunuh yang hebat, kalau orang itu baik, seorang pendekar ymg budiman, pedang ini akan menjadi penolong rakyat untuk membasmi kaum penjahat. Demikian juga halnya dengan ilmu silat. Kalau orang yang memiliki ilmu silat orang yang jahat sombong dan suka mengagulkan diri, dia tentu akan mengikat banyak permusuhan. Tetapi kalau dia seorang manusia yang berbudi luhur dan berjiwa ksatrya, ilmu silat itu banyak gunanya".

"Blo'on. mengapa engkau mengatakan tak dapat main silat

?" tegur kakek Lo Kun "bukanlah ketika menyerbu gereja Siau- lim-si dan dikeroyok oleh kawanan paderi. kuajarkan engkau ilmu silat?"

“Bukan hanya engkau, akupun memberikan pelajaran ilmusilat kepadanya" seru kakek Kerbau Putih.

"Huh, aku tak suka dengan ilmusilat dan akupun tak mau menerima budi kalian." kata Blo’on, "nih akan kukembalikan"

"Dikembalikan ?" kakek Lo Kun melongo. Demikian juga kakek Kerbau Putih dan pemuda Liok.

"Ya."

"Bagaimana caranya engkau hendak mengembalikan ilmusilat itu?" tanya kakek Lo-Kun pula.

"Bagaimana caramu memberikan kepadaku dulu, bagaimana itu pula caraku mengembalikan ilmu itu kepadamu," sahut Blo'on.

Blo"on terus berbangkit dan memanggil Lo Kun: "Kakek Lo, kemarilah engkau. Aku akan mengembalikan ilmusilat pemberianmu. Dahulu engkau mengajarkan gerak2 ilmu itu kepadaku, sekarang akupun hendak mengajarkan gerakan ilmu itu kepadamu ?"

Kini tahulah mereka apa yang akan dilakukan Blo'on, pemuda Liok cepat mencegah: "Sudahlah, engkoh Blo'on. Mari kita rercanakan bagaimana membunuh Naga Kuning. Jangan membuang2 waktu untuk hal yang tak berguna"

Kemudian pemuda Liok bertanya kepada kakek Lo Kun dan kakek Kerbau Putih apakah mereka mempunyai rencana. "Tidak punya" sahut Lo Kun, "aku sudah mulai ngantuk dan tak dapat memikir apa2.”

Pernyataan kakek Lo Kun didukung pula oleh Blo'on dan kakek Kerbau Putih. Terpaksa pemuda Liok mengalah. Mereka lalu masuk tidur.

Keesokan hari datanglah kepala desa mengunjungi tempat penginapan tetamunya.

"Bagaimana dengan rencana kalian ?" tanya kepala desa... Pemuda Liok menuturkan apa yang dibicara kan semalam.

"O, baiklah, akan kusediakan segala keperluannya" kata kepala desa.

"Paman Hong" kata pemuda Liok. "siapakah diantara penduduk disini yang pandai berenang?"

"Rata2 kami kaum nelayan pandai berenang jawab kepala desa.

"Tetapi siapakah diantara mereka yang paling berani dan pandai berenang"

"Lima orang"

"Bagus" seru Pemuda Liok "apakah mereka dapat menyelam kedalam air sampai lama?"

Kepala desa mengangguk : "Ya, mereka dapat berada dalam air selama sejam dua jam.

"Bagus," seru Pemuda Liok pula lalu mendekati kepala desa dan membisikinya.

Kepala desa tampak berulang kali menganggukkan kepala. "Tetapi anakbuah Naga Kuning itu tentu juga pandai

berenaig!" tanyanya sesaat kemudian. "Biarlah" kata pemuda Liok lalu membisiki lagi Tampak kepala desa itu mengangguk-angguk dengan wajib cerah.

"Harap jangan memberitahukan kepada ketiga kawanku itu. Mereka orang linglung, malah nanti dapat menggagalkan rencana ini" pemuda Liok menitipkan pesan kepada kepala desa.

"Hai, apa2an kalian ini bisik2 seperti setan ?” teriak kakek Lo Kun.

"Ah, tak apa2" sahut pemuda Liok, "aku hanya memesan beberapa pakaian wanita untuk kita pakai nanti. Terutama untuk kakek Lo Kun. kumintakan yang bagus"

Demikian hari itu tampaklah kesibukan dalam desa nelayan Hong-ke-cung. Mereka sibuk menyiapkan hidangan2 untuk upacara sembahyangan dan penyambutan temanten. Kuil Hong liong-bio pun dibersihkan dan dihias kain merah.

Singkatnya, menjelang tengah hari segala persiapan telah selesai. Dan mulailah pemuda Liok, kakek Lo Kun dan kakek Kerbau Putih didandani sebagai wanita. Pemuda Liok menolak dihias orang, ia dapat menghias dirinya sendiri.

Kakek Lo Kun. kakek Kerbau Putih dan Blo'on selesai lebih dulu. Mereka bukan lagi kakek dan pemuda gundul tetapi berobah menjadi dua orang wanita tua dan seorang bujang perempuan muda.

"Ah, lelakon gila." gumam Blo'on "masakan setiap kali harus jadi orang perenpuan”

"Uh. kita ini memang orang gila. jadi lelakonnya gila, Sedang namamu saja sudah gila cobalah engkau cari di dunia ini, Siapa yang punya nama Blo'on seperti engkau," desah kakek Lo Kun. "Itulah dia" seru Blo'on, "aku memang senang memakai nama yang tak pernah dipakai orang. Kalau nama seperti Lo Kun. Kerbau Putih, Kerbau Hijau dan lain2, itu sudah banyak dipakai orang ... eh, salah. Kerbau itu bukan orang tetapi binatang. Eh, kakek mengapa engkau memakai nama binatang

? Apakah engkau sudah kehabisan nama orang ?"

Kakek Kerbau Putih menyeringai. Ia sedang, sibuk berjalan mondar mandir untuk melemaskan gaya berjalan seorang wanita.

Ia terkejut ketika namanya diteriaki Blo'on. Ia berhenti : "Apa katamu ?"

"Mengapa engkau memakai nama Kerbau Putih ? Apakah engkau tak dapat mencari nama orang ? Atau apakah  memang engkau sudah kehabisan nama ?"

"Huh" dengus kakek Kerbau Putih "memang orang itu suka bermulut usil, Melihat punggungku bungkuk dan aku tinggal di gunung Hok gu-san (gunung Kerbau mendekam) orang terus memberi nama Kerbau Putih padaku. Begitu tenar nama itu sehingga aku sampai lupa akan namaku sendiri yang aseli"

Waktu Blo'on hendak membuka mulut lagi, tiba2 ia terkejut karena serangkum angin wangi menyambar hidungnya dan pada lain saat dari kamar di sebelah kanan muncul seorang nona yang aduhai ... cantiknya.

"Hah ... ?" Blo'on ternganga.

"Hoh ... ?" kakek Lo Kun melongo.

"Heh ... ?" kakek Kerbau Putih mendelik.

"Siapa engkau ?" teriak Blo'on seraya maju menghampiri. "Ai. nona manis disayang ... " kakek Lo Kun cepat menarik

bahu Blo'on kebelakang sedang ia terus melangkah maju. "Duhai, nona cantik ... " cepat kakek Kerbau Putihpun menarik baju Lo Kun ke belakang, lalu ia melangkah kemuka.

Lo Kun marah. Iapun balas menarik baju, kakek Kerbau Putih lalu berusaha untuk mendahului maju. Demikian kedua kakek linglung itupun segera tarik menarik baju.

Melihatlah itu, Blo'on jengkel. Ia maju dan menarik kedua baju kakek itu. braat ..... baju kakek Lo Kun dan kakek Kerbau Putih dan orangnyapun tersurut kebelakang.

Blo'on dengan langkah lebar terus mengham piri si nona cantik : "Siapakah engkau ?"

Nona itu tertawa geli melihat tingkah laku ketiga orang yang linglung itu,

"Cobalah engkau terka siapa aku ini ?" nona itu tertawa mengikik,

"Otakku kosong, aku tak dapat menerka," kata Blo'on, "bilang saja siapa engkau ini ? Mengapa engkau muncul disini

?"

"Apa engkau tak tahu namaku ?" Blo'on gelengkan kepala.

"Aneh" desis nona cantik itu, "pada hal aku tahu engkau ini Bio’on dan kedua kakek itu Lo Kun dan Kerbau Putih. Hayo, coba engkau terka, siapa aku ?"

Blo'on garuk2 kepala.

"Dunia gila, lelakon gila" gerutu Blo'on. "masakan tiba2 muncul seorang nona cantik yang tahu namaku Huh ... siapakah dia ?"

"Engkoh Blo'on," kata nona itu pula "cobalah engkau hitung berapakah jumlah kawanmu dan siapa2 nama mereka iiu ?" "Aku Blo'on" Blo'on menuding dirinya sendiri, "lalu itu kakek Lo Kun, kakek Kerbau Putih, si Hitam, si Kuning dan si Bagus dan ... hai, mana si Liok ?"

Nona itu tertawa mengikik.

"Apakah engkau ini ... si Liok ?" seru Blo'on.

Nona itu geleng2 kepala : "Ah, engkoh Bloon, engkau ini bagaimana ? Masakan engkau lupa padaku, Ya. memang aku si Liok"

"Tetapi si Liok itu seorang anak lelaki, dan engkau seorang nona. jangan main2 " teriak Blo'on.

"Siapa main2 ?" balas nona itu, "aku menyaru jadi nona pengantin. Engkau memang blo'on benar, Masakan begitu pelupa sekali engkau !"

"Oh, benarkah ? Ah, ya benar, benar" kata Blo'on, "memang tadi engkau masuk kedalam kamar untuk dandan. Tetapi ... mengapa engkau benar2 menjadi seorang nona ? Apakah engkau ini sesungguhnya seorang anak perempuan ?"

Merah padam muka sinona,

"Ah, jangan mempunyai pikiran yang begitu blo'on,, katanya, "mengapa seorang anak lelaki dapat  berobah menjadi seorang nona ? Aku kan hanya menyaru saja ? Dan engkau sendiri, kakek Lo Kun dan Kakek Kerbau Putin, bukankah saat ini juga menyaru jadi wanita ?"

"Blo on, jangan ngoceh tak kernan," tiba2 kakek Lo Kun berteriak, "nih, bajuku robek. Aku malu kalau jadi wanita yang bajunya robek begini. Lebih baik. aku jadi Lo Kun lagi saja"

"Ya, Blo'on. mentang2 engkau hendak menyambut nona cantik, bajuku engkau tarik sampai robek begini " seru kakek Kerbau Putih pula. "Sudahlah, jangan ribut2" kata nona pengantin. "nanti kumintakan baju baru kepada kepala desa"

Mereka lalu duduk berunding.

"Aku telah berunding dengan kepala desa, kata nona pengantin atau pemuda Liok. "Bahwa kali ini kita harus membasmi kawanan Naga Kuning"

"Setuju" teriak Blo'on dan kedua kakek dengan serempak. "Langkah  pertama"  kala  nona  pengantin  pula,  "dalam

penyambutan   rombongan   Naga   Kuning   nanti,   kita akan

siapkan perjamuan. Diantaranya akan dihidangkan arak wangi. Tetapi dalam arak wangi itu akan dicampur dengan obat tidur yang agak lambat kerjanya. Diperkirakan setelah berada di atas perahu baru mereka akan jatuh pulas".

"Bagus," seru Blo'on.

"Maka kuminta kalian jangan ikut minum arak wangi itu.

Kalau minum tentu celaka." kata nona pengantin. "Ya. benar." sahut Bloon.

"Dan jangan lupa, masing2 harus berganti nama. Kalau panggil aku, sebutlah nona Hong Hay-hoa. Dan engkau, engkoh Blo'on. kuberi nama Hong Nio. Jangan lupa." kata nona pengantin.

"Lalu apakah nama yang engkau sukai kakek dan kakek Kerbau Putih?" tiba2 nona pengantin berseru.

Lo Kun dan Kerbau Putih gelagapan. Ternyata walaupun diajak berunding tetapi kedua kakek linglung itu tidak mendengarkan. Mereka hanya terlongong-longong memandang si nona pengantin yang cantik. Kesan si nona supaya jangan ikut minum arak. tak masuk di telinga mereka. "Aku, ah, terserah padamu nona" kata Lo Kun manja. "Bagaimana kalau kusebut Hong ma ?"

"Aduh manisnya nama itu, semanis yang memberikan" kata Lo Kun dengan mata tak pernah lepas memandang si nona.

Pemuda Liok atau nona pengantin diam2 memaki : "Huh. kakek jelek tak jahu diri. Masakan melihat orang tak kedip2 Mengapa orang sudah setua itu masih tergila-gila memandang orang cantik ?"

"Dan engkau kakek Kerbau Putih," kata nona pengantin" bibi Hong Bwe ?"

"Celaka, lagi2 pakai nama Bwe. Dulu di Lembah Melati namaku sudah Bwe, sekarang disuruh pakai nama itu lagi. Tidak mau. nona manis".

"Kalau begitu bibi Hong Ji saja".

Kakek Kerbau Putih mau menerima nama itu

Tak berapa lama datanglah kepala desa. Dia terkejut melihat keadaan dalam ruang itu. Pertama, tak pernah disangkanya bahwa nona pengantin palsu benar2 amat cantik sekali. Bahkan lebih cantik dari anak perempuannya sendiri si Hay-giok.

"Apakah engkau benar2 pemuda Liok tadi ?" kepala desa itu menegas,

"Ah. mengapa paman lupa ? Siapa lagi kalau bukan dia" sahut nona pengantin.

"Astaga" teriak kepala desa itu, "mengapa nada suaramu juga serupa benar dengan anak perempuan ? Apakah engkau sesungguhnya seorang anak perempuan ?"

Nona itu mengikik. "Ah. beginilah cara orang menyamar yang hebat. Harus membuat orang percaya betul bahwa aku seorang nona, wajahku dan suaraku" jawab nona pengantin.

"Ah, tetapi engkau memang tampak cantik sekali. Mungkin di desa ini tiada gadis vang secantik engkau" kata kepala desa "dan Naga Kuning tentu akan tergila-gila"

"Tidak bisa" teriak kakek Lo Kun "kalau dia sungguh2 seorang nona, dia adalah milik kita, tak boleh diambil si Naga Kuning"

Kepala desa hanya tertawa.

'Eh, kepala desa," kakek Lo Kun menyusuli kata2 pula. "apakah patung2 malaekat yang berada dalam kuil itu keramat sekali ?"

Kepala desa melongo.

"Ya, memang keramat. Lalu apa maksudmu?

"Aku akan sembahyang kepada malaekat2 itu, minta supaya si Liok ini jangan bisa kembali menjadi anak lelaki. Kuminta biar dia tetap jadi nona cantik saja,"

"Kalau begitu akupun nanti akan bersembahyangkan juga, meminta supaya Lo Kun jugal tetap menjadi wanita yang bernama Hong-ma”, seru Pemuda Liok.

"Tidak, tidak " teriak Lo Kun, "awas. kalau aku benar2 jadi wanita, tentu engkaulah yang menjadi gara2. Aku tentu marah kepadamu I"

"Eh, engkau tidak adil kakek !" teriak Bio’on. "engkau hendak sembahyang minta supaya si Liok tetap menjadi seorang anak perempuan, mengapa engkau marah kalau dia akan sembahyang minta supaya engkau juga tetap jadi perempuan ? Kalau begitu artinya engkau mau menang sendiri”.

Sekalian orang tertawa ketika melihat kakek Lo meringis tak dapat menjawab.

"Ya, terserah saja bagaimana malaekat hendak bertindak terhadap kita" akhirnya kakek yang pantang kalah bicara itu menggerutu.

"Bagaimana paman, apakah segala persiapan sudah beres

?" tanya nona pengantin kepada kepala desa.

Kepala desa mengangguk.

"Semua sudah beres. Kalian tunggu saja di sini. Kami akan menunggu di kuil Hong-liong-bio. Begitu rombongan orang2 Naga Kuning sudah datang, segera akan kusuruh orang untuk menjemput kalian" katanya.

Kepala desa segera minta diri. Tetapi ketika melangkah keluar pintu, tiba2 ia berhenti dan masuk kembali.

"Ah, tidak benar" serunya.

"Mengapa ?" nona pengantin kerutkan dahi.

"Itu" kepala desa menunjuk kepada kakek Lo Kun "masakan seorang perempuan macam begitu? Mereka tentu akan mengenalnya"

"Mengapa dengan kakek Lo ?" tanya Blo'on karena tak mengerti apa yang dimaksud kepala desa.

"Mengapa dia masih memelihara jenggot begitu panjang ?" seru kepala desa.

"O" seru nona pengantin "ya, benar memang tak sesuai. Seorang wanita tidak harus memelihara jenggot. Kakek Lo, hayo potonglah jenggotmu" "Hah ?" Lo Kun mendelik, "tidak bisa, jenggot ini sudah ikut aku berpuluh-puluh tahun. Masakan sekarang harus dipotong

?"

"Kakek Lo Kun" seru nona pengantin "apabila hendak menolong rakyat desa ini, terpaksa kita harus berkorban. Bahkan kalau perlu berkorban jiwa. Masakan hanya seuntai jenggot yang sudah putih saja engkau sayang ?"

"Tidak ... " belum kakek Lo Kun menyelesaikan kata- katanya tiba2 ia dicengkam dari belakang oleh sepasang tangan yang kuat sehingga ia tak dapat berkutik. Dan lalu tiba2 pula kres ... Blo'on telah memotong jenggotnya.

"Celaka ... " Lo Kun menjerit dan meronta. Tetapi walaupun tak meronta memang orang yang mencengkamnya dari belakang itu sudah lepaskan tangannya.

Ketika berpaling ke belakang, menjeritlah Lo Kun dengan marah : "Keparat, engkau Kerbau Putih ..."

Dia terus hendak menyerang tetapi cepat dicegah nona pengantin : "Sudahlah, kakek Lo,. jangan marah. Memang setelah tak memakai jenggot, engkau lebih tampak muda"

"Benarkah, nona ?" tanya kakek Lo Kun. Nona pengantin mengiakan.

Karena yang mengatakan itu seorang nona cantik maka hilanglah kemarahan Lo Kun. Apalagi setelah melihat nona cantik itu memberi isyarat supaya ia menghampiri kedekatnya. Lo Kun girangi sekali dan buru2 mendekati seraya ajukan telinganya. Nona pengantin membisikinya beberapa patah.

Kemudian nona pengantinpun membisiki Blo'on.

“Kakek Kerbau Putih, kemarilah juga", seru sinona pengantin. Dengan mengangkat kepala, kakek itupun segera menghampiri. Ketika ia ajukan kepalanya ke dekat si nona., sekonyong-konjoig tubuhnya dipeluk dari belakang oleh Lo Kun dan secepat itu pula Blo'onpun terus memotong jenggot kakek Kerbau Putih.

”Jahanam besar ..... !" Kakek Kerbau Putih berputar tubuh terus menghantam Lo Kun. Tetapi Lo Kun sudah meluncur ke samping.

'Ei, ei, mengapa ada orang jadi pengantin malah mau berkelahi ?" seru si nona pengantin.

"Dia ..."

"Senjata makan tuan" seru nona pengantin, "engkau tadi menyikap kakek Lo, sekarang dia membalasmu. Ah. sudahlah. Aku senang dan berterima kasih karena kalian berdua telah rela berkorban jenggot"

Dengan tertawa geli, kepala desapun segera melangkah keluar. Ia masih mendengar, di dalam ruang kakek Lo Kun dan kakek Kerbau Putih masih mengomel panjang pendek karena kehilangan jenggot.

Persiapan di kuil Hong liong bio telah dia-atur dengan rapi. Menjelaig matahari silam, dari seberang sungai. Hong ho muncul iring-iringan tiga buah perahu besar Terdengar tambur riuh rendah dari perahu itu. Perahu yang dimuka, dihias dengan lentera ting warna warni.

Ketika berlabuh di tepi sungai, maka dua puluh lelaki berpakaian seragam, turun dan tegak berjajar jajar dikedua samping jalan.

Seorang lelaki berumur 40 an tahun, muka merah, bertubuh gagah dan mengenakan pakaian warna merah, diiring oleh dua lelaki yang berbadan tinggi besar, muncul dari atas perahu besar berhias indah tadi.

Ketika turun dari perahu, sekalian lelaki yang berbaris di daratan itu membungkukkan tubuh dengan khidmat.

Di darat telah menyambut kepala desa bersama beberapa penduduk.

"Kami haturkan selamat datang kepada Ang Liong-cu ji-ya" demikian sambutan kepala desa kepada lelaki gagah berwajah merah penuh brewok itu.

"Hm, baik" kata lelaki muka merah yang disebut Ang Liong cu ji-ya, "apakah semua sudah engkau sediakan ?"

"Sudah siap, silahkan Ang Liong-cu ji-ya beristirahatlah ke kuil Hong-liong-bio." kata kepala desa.

Demikian maka iringan tetamu yang dikepalai lelaki wajah merah beserta duapuluh anakbuahnya dibawa kepala desa menuju ke kuil Hong li-ong-bio.

Kawanan bajak sungai Hongho (Kuning) mempunyai tiga orang kepala. Yang pertama disebut Hong Liong-cu atau Naga Kuning. Yang kedua dua Ang Liong-cu atau Naga Merah, dan yang ketiga Pek Liong-cu atau Naga Pulih. Disebut demikian karena Hong Liong cu itu bermuka kuning, Ang Liong-cu bermuka merah dan Pek liong cu bermuka putih.

Penyambutan atas kedatangan rombongan Ang Liong-cu itu dilakukan dengan meriah dan besar-besaran. Seluruh penduduk desa nelayan Hong-ke cung sama ikut hadir dalam penyambutan itu.

Nelayan2 yang biasanya tiap hari selalu sibuk kelaut menangkap ikan hari itu mereka tak menangkap ikan. Tua muda, besar kecil sama mengenakan pakaian bagus dan berkerumun di kuil Hong liong-bio untuk menyaksikan nona pengantin akan dibawa oleh Naga Kuning.

“Ang Liong-cu ji-ya" kata kepala desa, "maafkan apabila dalam penyambutan ini kami tak dapat mengadakan pesta besar dan mempersembahkan barang2 antaran yang berharga. Kami rakyat Hong ke cung memang miskin. Hidup kami hanya dari hasil menangkap ikan. Dan tanah disinipun tidak menghasilkan apa2

"Hm,” dengus si muka merah Ang Liong cu "lalu bagaimana dengan persembahan gadis untuk toako-ku itu ?"

Dengan sikap agak pilu dan suara sendat, kepala desa beikata : 'Dalam hal ini, demi mengunjuk kebaktian kami terhadap Hong Liong cu toaya, kami akan mempersembahkan anak perempuan kami sendiri. Hanya sukalah para toaya sekalian memberi maaf kepada anak itu. Dia seorang gadis desa yang kurang pendidikan"

"Ah, tak apalah, pokoknya dia cantik tidak" tanya Ang Liong cu.

"Secantik-cantiknya gadis desa, tentulah takkan melebihi nona2 kota" kata kepala desa. "silah kan ji-ya (tuan kedua) melihatnya sendiri"

Demikian ketika tiba di kuil, maka terdengarlah seruling dan harpa dikumandangkan dengan irama dan lagu2 kaum nelayan.

Dipintu kuil telah siap menyambut beberapa orang wanita. "Apakah artinya itu ?" tanya Ang Liong-cu."

"Mereka hendak menyambut temanten lelaki, kata kepala desa. "Hah ?" Ang Liong-cu menyalang mata, "aku bukan penganten lelaki, aku hanya menjadi wakil dari toako untuk membawa nona itu. Nona itu akan dijadikan isteri toako-ku"

"Tetapi sekalipun demikian, menurut adat istiadat di desa ini, ji-ya harus mewakili temanten lelaki untuk dipertemukan dengan temanten perempuan," kata kepala desa.

Ang Lioug-cu kerutkan dahi.

"Ah. kuminta ji-ya tak perlu keberatan. Kan itu hanya upacara saja nanti akan kuumumkan bahwa ji-ya hanya sebagai wakil dari Hong Liong-cu toaya"

Ang Liong-cu terpaksa menyetujui. Demi upacara bertemunya temanten dilangsungkan, agak terkesiap Ang Liong-cu ketika melibat perawakan temanten perempuan yang langsing. Oleh karena muka temanten perempuan masih ditutup dengan kain kerudung, maka ia tak sempat melihat.

Kedua temanten itu segera melakukan upacara sembahyangan dimuka arca malaekat penunggu kuil. Setelah selesai, maka temanten lelaki lalu membuka kerudung muka temanten perempuan.

"Ih . , " de«is Ang Liong-cu tertahan, ketika menyaksikan wajah temanten perempuan itu. Diam2 ia terkejut melihat kecantikannya. Setitikpun ia tak pernah menyangka bahwa anak perempuan dari kepala desa ternyata seorang gadis yang cantik sekali.

"Ah, toako sungguh beruntung sekali," diam2 pula ia membatin. Dan timbullah rasa mengiri dalam hatinya atas rejeki toakonya si Naga Kuning.

Selesai upacara bertemu temanten, maka temanten lelaki dan perempuan duduk dikursi yang dihias dengan kain merah. Sedang rombongan tetamu dan beberapa penduduk desa lalu duduk di kursi meja perjamuan yang telah disiapkan.

Hidanganpun segera disajikan tak putus-putusnya. Walaupun kesemuanya terdiri dari masakan ikan laut, tetapi karena tukang masaknya pandai maka dapatlah dihidangkan berbagai masakan yang lezat rasanya.

Sebagaimana lazimnya, setiap perjamuan itu takkan meriah apabila tiada minuman arak, maka diedarkan pulalah minuman arak yang wangi kepada para tetamu.

Blo'on, kakek Lo Kun dan Kakek Kerbau Putihpun ikut  duduk tak jauh dari pengantin. Riuh rendah gelak tertawa memenuhi ruang kuil. Dari ruang dalam sampai serambi dan halaman kuil penuh dengan tetamu.

Begitu arak dihidangkan maka meneteskan air liur kakek Lo Kun. la lupa bahwa dirinya sedang menyaru jadi seorang wanita. Maka cepat ia mengangsurkan cawan untuk meminta arak. Untunglah rombongan anakbuah Naga Kuning tidak sempat memperhatikan kejanggalan itu karena mereka sibuk mengurus kegembiraan hatinya sendiri.

Demikian pula dengan kakek Kerbau Putih. Iapun turut minum arak wangi juga.

Beberapa saat kemudian, tiba2 temanten perempuan menjatuhkan supitnya ke lantai. Melihat itu karena sebelumnya sudah bermufakat, maka kepala desapun lalu berbangkit.

"Saudara2 sekalian, perjamuan akan ditutup sampai disini. Segera mempelai perempuan akan menghaturkan tiga cawan arak kepada mempelai lelaki selaku tanda-bakti, kemudian diminta semua tetamu bergiliran menerima arak mohon restu dari berdua temanten" Terdengar tepuk tangan riuh dari segenap tetamu menyambut pengumuman kepala desa itu.

Kemudian upacarapun segera dilangsungkan. Pertama- tama, mempelai perempuan menghaturkan tiga cawan arak kepada Ang Liong-cu. Setelah itu mereka berdiri menerima anakbuah rombongan Ang Liong-cu yang maju untuk menerima pemberian arak dari kedua temanten. Demikian seluruh penduduk desa yang menghadiri upacara perkawinan itu minum arak dari kedua temanten.

Singkatnya Ang Liong-cu dan anakbuahnya merasa puas atas sambutan yang meriah dari penduduk desa Hong-ke cung. Setelah perjamuan selesai maka Ang Liong-cu lalu membawa pengantin untuk toakonya (Hong Liong cu) naik ke dalam perahu.

Saat itu hari sudah malam, rembulan remang bintangpun masih jarang. Perahu menempuh perjalanan keselatan. Angin tak berapa besar sehingga ketiga perahu itu berlayar dengan tenang.

Setelah mengatur anakbuahnya maka Ang Liong-cu lalu masuk kedalam kamar pengantin.

"Nona Hong. mengapa engkau belum tidur tegurnya ketika melihat nona itu masih duduk ranjang.

Terdengar nona itu menghela napas panjang dan rawan. "Eh. mengapa engkau nona ?" Ang Lion cu mengulangi

pula.

"Long-kun" kata si nona dengan nada sedih "mengapa engkau tanyakan hal itu ?"

Ang Liong-cu kerutkan dahi. Terutama ketika nona itu menyebutnya dengan panggilan Longkun atau suami. "Nona ..."

"Ah, masakan longkun hendak menyuruh ku menjelaskan soal ini" kata nona pengantin pula, "bukankah ... bukankah longkun lebih tahu akan kewajiban longkun pada malam pertama kita ... "

"Nona. engkau salah" seru Ang Liong-cu tegas, "aku bukan longkun tetapi hanya mewakili toako ku untuk menjemput nona kemarkas Hong liong-tong"

Hong-liong tong artinya goha Naga Kuning. Tempat itu menjadi markas gerombolan perompak yang dipimpin oleh ketiga Naga.

"Ah, aku tak merasa salah sangka" kata nona pengantin, "karena waktu bersembahyang dihadapan malaekat Hong liong-bio, aku telah menyatakan setya sampai mati kepadamu, longkun"

Ang Liong-cu terbelalak.

"Bagiku dan bagi sin-beng (malaekat) yang melangsungkan sembahyang dihadapannya itulah yang dianggap sebagai suami isteri" kata nona Hong-giok palsu.

"Tidak bisa !" teriak Ang Liong-cu.

“Mengapa tidak bisa”, seru nona pengantin, "apakah longkun mengira aku seorang nona yang jelek ?"

"Bukan begitu" buru2 Ang Liong-cu menjelaskan", tetapi ...

"

"Longkun" tukas nona pengantin "jika longkun takut kepada

Hong Liong-cu toaya, akupun takkan memaksa. Karena akupun malu mempunyai seorang suami penakut. Tetapi menurut adat istiadat, agar perjalanan ini selamat, kuminta longkun menjalankan peradatan sebagai pengartin baru" "Ha ?" mata Ang Liong-cu makin menyalang lebar.

"Jangan kuatir, longkun" kata rona pengantin "aku tidak akan meminta lebih jauh daripada hanya sekedar upacara saja"

"Maksudmu ?"

"Biasanya dalam malam pengantin pertama, seorang pengantin priya akan masuk ke dalam ruang pengantin perempuan, harus membuka kerudung muka pengantinnya"

"Oh. lalu ?"

"Nanti kita bicara lagi"

Ang Liong-cu merenung sejenak. Karena menganggap hal itu tak penting maka iapun mengangguk : "Baiklah ... "

Dengan agak berdebar, Ang Liong-cu pun mulai menyingkap kain kerudung yang menutup wajah pengantin perempuan.

"Ah ... " ia mendesis tertahan ketika menyaksikan wajah pemuda Liok yang menyaru sebagai pengantin perempuan itu. Diam2 ia terkejut karena berhadapan dengan seorang nona yang cantik.

"Terima kasih, longkun " kata nona pengantin dengan suara lembut "engkau telah memberi sinar kehidupan baru kepadaku"

"Nona ... "

"Silahkan longkun duduk, " cepat nona pengantin menyuruh Ang Liong-cu duduk pada sebuah kursi. Kemudian ia berlutut dihadapannya: "longkun, terimalah hormatku yang akan menjadi kawan hidup dan hambamu selama lamanya"

Ang Liong-cu ternganga. "Nona Hong" katanya sesaat kemudian, "harap nona jangan memperlakukan aku sebagai suami. Karena aku hanya wakil saja"

"Bukan halangan." sahut nona pengantin, "yang resmi atau wakil, tetap akan mendapat pelayanan serupa "

"Ah. nona ... " Ang Liong-cu mendesah.

"Sebelum bertemu dengan Hong Liong-cu toaya, engkau tetap kuanggap sebagai longkun"

"Hm. asal jangan melampaui batas2 yang terlarang" kata Ang Liong-cu.

"Terserah pada longkun" nona pengantin tersenyum, "aku sebagai seorang wanita yang telah dinikahkan akan menurut dan paserah kepada kemauan longkun. Apabila longkun takut kepada toaya silahkan saja. Tetapi kalau longkun memang seorang lelaki yang jantan dan mempunyai kebebasan penuh, Iongkunpun akan mendapat pelayananku yang penuh"

"Ah." kembali Ang Liong-cu menghela napas, "bukan soal takut atau berani, tetapi aku harus tahu diri dan menjaga janji. Aku hanya menjadi wakil yang diutus toako untuk menjemput pengantin. Bagaimana aku berani melanggar janji dan merusak kepercayaan toako ?

Nona pengantin tertawa lembut selembut angin yang menghembus tangkai bunga sehingga berguncangan.

"Ah, apakah longkun percaya kalau ada kumbang yang tak tertarik pada bunga yang sedang mekar ?"

Ang Liong-cu tertegun.

"Jika kumbang itu mengatakan tak tertarik, kurasa dia membohongi hatinya. Karena bukankah kumbang itu perlu dengan madu sang bunga?" "Nona Hong, janganlah mendesak dengan ucapan begitu" seru Ang Liong-cu.

"Tidak, longkun." sahut nona pengantin, "aku hanya merasa kasihan kepada kumbang yang memperkosa suara hatinya itu. Pada hal sesungguhnya ia ingin sekali mengisap sari madu bunga itu tetapi dia takut, ah, kasihan kumbang yang bernyali kecil itu"

Merah muka Ang Liong-cu mendengar ucapan terakhir dari sinona pengantin. Perkataan itu sangat mengenai hatinya. Diam2 ia memang bergetar hatinya melihat kecantikan nona pengantin itu.

"Nona Hong. jangan membicarakan soal itu. Aku seorang lelaki yang dapat menjaga kepercayaan saudaraku" kata Ang Liong-cu.

Nona pengantin tertawa.

"Baiklah, longkun. Aku mengagumi peribadimu sebagai seorang lelaki yang dapat dipercaya Tetapi akupun merasa iba karena engkau membohongi suara hatimu. Sebagai rasa hormat dan kasihanku ijinkanlah kupersembahkan kepadamu arak temanten. Marilah kita lewatkan malam pengantin pertama ini dengan duduk bercakap-cakap sambil menikmati arak".

Karena menganggap hal itu tidak membahayakan maka Ang Liong-cupun menyetujui.

Nona pengantin segera menghidangkan arak yang wangi. Setelah minum beberapa cawan. Ang Liong-cu tampak berseri- seri wajahnya.

"Longkun" tiba2 nona pengantin berkata, "apabila longkun tak memandang rendah, ingin kupersembahkan sebuah nyanyian untuk mengenangkan malam pengantin yang luar biasa anehnya ini".

"Oh, silahkan. silahkan" kata Ang Liong-cu "sesuai dengan wajahmu, suaramu tentu amat merdu, ha, ha ... "

Nona pengantin tersenyum, Dari kata2 itu ia dapat menarik kesimpulan bahwa Ang Liong-cu mulai tergerak hatinya.

"Ah, aku hanya seorang gadis nelayan," katanya "wajahku jelek suara buruk maka longkun pun menolak untuk kupersembahkan diriku"

"Ah ... " Ang Liong-cu menghela napas.

"Longkun, aku hendak menyanyi" kata nona pengantin dan mulailah ia mengalunkan suara.

Musim semi, bunga bermekaran Burung2 berkicau riang gembira Langit cerah, alam indah

Semi musim, semilah usia Semi pula harapan remaja Ingin meneguk sari bahagia Bagaikan kumbang dan bunga Impian dara dibuai asmara Menanti belaian taruna

Tetapi duhai kelana Mengapa kau biarkan dia Terlena dalam hampa Menanti sia-sia O, bunga, o dara

Hampalah impian sukma Lara, duka, derita ....

"Auh " tiba2 terdengar Ang Liorg-cu berseru tertahan.

"Longkun. mengapa engkau" nona pengantin terkejut dan menegur. Tetapi Ang Liong-cu telah terkulai di kursinya.

"Longkun" seru nona itu seraya mengguncang tubuh Ang Liong-cu, tetapi kepala bajak nomor dua itu sudah tak berkutik lagi.

Dalam pada itu terdengar pekik jeritan dari anakbuah Ang Liong-cu di atas geladak.

"Celaka, perahu bocor "

"Hai. perahu makin oleng, makin tenggelam "

Tetapi beberapa saat kemudian suara hiruk pikuk itupun lenyap dan sunyi senyap.

"Hm, mereka tentu terkulai tidur," kata nona pengantin lalu merabah tubuh Ang Liong cu "rupanya babi ini juga sudah pulas "

Tiba2 sesosok bayangan menerobos masuk dan berseru : "Celaka, adik Liok ... eh, nona Hong, Hong-ma dan Hong-ji tidur dilantai bersama orang2 itu !"

"O, engkau Hong nio." seru nona pengantin, "rupanya arak telah membuat mereka jatuh pulas. Hayo, kita cepat bekerja saja"

"Bekerja apa," tanya wanita muda yang disebut Hong Nio itu. "Perahu segera akan tenggelam, kita harus lekas2 tinggalkan perahu ini. Apakah perahu mereka sudah datang ?" kata nona pengantin.

"Perahu yang mana ?" tanya Hong Nio "Sudah tentu perahu dari nelayan2 desa Hong-ke-cung itu. Mereka akan menyambut kita" kata nona pengantin.

"Mereka masih di desanya" sahut Hong Nio Nona pengantin terkesiap tetapi segera ia teringat bahwa ia memang tak menceritakan rencana itu kepada Hong Nio alias si Bloon. Cepat2 ia lari keluar, diikuti Hong Nio.

"Celaka , . ! " teriak nona pengantin atau pemuda Liok. "hujan ... "

Ang Liong cu pemimpin kedua dari gerombolan bajak sungai Hong-ho beserta duapuluh anakbuahnya telah tenggelam ditelan arus sungai itu,

Mereka melentuk tidur ketika perahu mereka tenggelam. Mereka tak menyadari mengapa tiba2 mereka  merasa diserang oleh rasa kantuk yang begitu hebat sehingga merekapun tak sempat mengetahui apa sebab perahu mereka tiba2 bocor.

Rombongan bajak Sungai Kuning itu mati tanpa mengetahui apa sebabnya.

Tetapi nona pengantin dan Blo'onpun mengalami peristiwa yang celaka, lebih celaka lagi kedua kakek Lo Kun dan Kerbau Putih.

Pada hal tidak demikian rencana nona pengantin alias pemuda Liok. Dengan kepala desa ia telah mengatur suatu rencana. Pada perjamuan di kuil Hong-liong bio hidangan arak yang diberikan oleh pengantin perempuan kepada anakbuah gerombolan bajak, dicampur dengan obat tidur demikian pula dengan arak yang dihidangkan dalam perjamuan makan itu. Untuk memastikan dan memantapkan rencananya itu berhasil, masih pemuda Liok dalam penyamarannya sebagai nona pengantin telah melakukan siasat merayu An Liong cu dan memberinya minum arak yang dapat menghilangkan tenaga.

Kemudian setelah Ang Liong cu membawa sang nona pengantin, kepala desa Hong ke-cung disuruh pemuda Liok untuk menyiapkan beberapa orang nelayan yang pandai berenang. Mereka disuruh menyelam kebawah perahu anakbuah Ang Liong cu dan melubangi perahu mereka. 

Rencana selanjutnya, kepala desa harus lekas mengirim perahu untuk menolong pemuda Li ok berempat. Dengan demikian, kepala bajak Hong Liong-cu tentu akan menyangka bahwa perahu anakbuahnya telah tenggelam bersama nona pengantin. Dan bebaslah rakyat serta kepala desa Hong-|ke cung itu dari tuduhan membunuh utusan gerombolan bajak. Karena dengan ikut sertanya anak perempuan kepala desa itu tenggelam, tak mungkin Hong Liong cu akan mencurigai kepala desa.

Demikian rencana yang dilakukan oleh pemuda Liok bersama kepala desa. Dan rencana itu lelah berhasil bagus seandainya hujan tidak turun.

Memang gangguan alam sukar diperhitungkan Dan gangguan yang tak terduga-duga itulah telah menggagalkan rencana yang terakhir.

Hujan itu telah menghambat perahu yang dikirim kepala desa sehingga akibatnya pemuda Liok dan Blo'on tenggelam di dalam sungai. Kakek Lo Kun dan kakek Kerbau Putih karena ikut minum arak, pun jatuh pulas dan ikut tenggelam bersama anakbuah gerombolan Ang Liong-cu. Pemuda Liok dan Blo'on tak sempat mencari mereka karena perahu yang bocor itu makin dipercepat tenggelamnya oleh hujan lebat.

Demikian peristiwa yang tragis di desa nelayan Hong-ke- cung Dan cepat kepala desa mendapat laporan dari perahu yang dikirim untuk memberi pertolongan itu. Dia segera mengerahkan seluruh penduduk untuk melakukan percarian kepada keempat orang yang telah membantu rakyat Hong-ke cung. Tetapi usaha mereka sia2 beaka.

Kepala desa dan rakyat Hong-ke-cung merasa berhutang budi kepada rombongan Blo'on. Mereka amat bersedih atas musibah yang menimpa rombongan orang aneh itu.

Untuk menyatakan terima kasih kepada rombongan Blo'on kepala desa dan rakyat. Hong ke-cung lalu mengadakan sembahyang di tepi sungai Hong ho. Mereka memohon  kepada malaekat penunggu sungai agar mayat Blo'on dan rombongannya diselamatkan ke tepi agar dapat dikubur. Dan agar arwah keempat orang itu dapat naik Niiwana.

Sungai Kuning.

Sungai Kuning atau Hongho, merupakan sungai besar nomor dua dari benua Tiongkok,

Bersumber dari pegunungan Yahaltahatse sungai itu mengaliri sepanjang propinsi2 Kansu, Mongolia dalam, Siamsay, Sanse, Holam, Shoa-tang lalu bermuara di propinsi Cenghay dan berlabuh ke Laut Kuning. Sungai itu panjangnya tak kurang dari 4500 km. Daerah sepanjang pengairan sungai itu merupakan tanah subur yang terjadi dari tanah endapan tebal. Disitulah dahulu suku orang Tiong hoa yang aseli pertama-tama tinggal.

Karena banyak mengeluarkan lumpur sehingga air sungai itu berwarna kuning maka dinamakan Hongho atau Sungai Kuning.

Dunia memang penuh dengan alam, benda dan peristiwa2 yang aneh. Bila seorang manusia tenggelam dalam sungai sebesar Sungai Kuning, tak mungkin dia dapat hidup.

Tetapi peristiwa di dunia itu memang aneh, seaneh nasib manusia, mati hidupnya tiada orang yang dapat menentukan dan menyangka.

Demikian pula dengan anakmuda yang kita ikuti kisahnya itu. Entah sudah berapa kali BIo'on menghadapi dan menderita peristiwa aneh yang pada umumnya orang tentu memastikan dia akan mati. Tetapi nyatanya Blo'on masih bernyawa, masih dapat melanjutkan kisah petualangannya yang blo'on.

Dan kali ini dia harus menghadapi sebuah petualangan baru didasar Sungai Kuning. Kalau belum ditakdirkan mati. walaupun tubuhnya diikat dengan sabuk pinggang bersama tubuh pemuda Liok atau si nona pengantin baru, tetapi Blo'on tetap belum putus jiwanya.

Ada suatu keajaiban yang telah menyelamatkan jiwanya. Dan keajaiban itu memang sukar dipercaya tetapi memang nyata2 dialami Blo'on.

Karena air Sungai Kuning berwarna kuning maka Blo'on pemuda Liok tidak dapat melihat suatu apa kecuali air yang keruh lumpur kuning. Gelap sekeliling penjuru air dan tak berapa lama keduanyapun tak ingat apa2 lagi, Dan karena terbenam air dibawa hanyut arus, sabuk pinggan yang mengikat tubuh mereka berdua pun lepas sehingga keduanya tercerai.

Entah tak tahu berapa lama tubuh Blo’on yang tercerai dengan pemuda Liok itu terhanyut di dasar sungai. Tiba2 tubuh kedua orang itu tiba pada suatu kisaran air yang berputar-putar deras sekali. Tubuh mereka ikut berputar-putar keras dan makin keras, makin ke tengah pusat kisaran air. Akhirnya berlenyapanlah kedua tubuh mereka tenggelam kedasar air. Pertama kali Blo'on menyusul pemuda Liok.

Kisaran air itu terletak hampir dekat kemuara Laut Kuning. Merupakan suatu kisaran air yang paling ditakuti oleh kaum nelayan dan tukang2 perahu. Sering terjadi kecelakaan dari perahu2 yang tersedot oleh kisaran air itu dan terus dibawa berputar-putar keras lalu ditelan ke dalam sungai.

Dan secara tak terduga-duga, Blo'on serta pemuda Liok itupun telah di 'makan' air kisaran maut.

Entah berapa lama telah berlalu, tiba2 Blo'on membuka mata. Ia rasakan dirinya berada dalam himpitan benda lunak yang merah, merah warnanya.

Tubuh Blo'on terasa hangat tetapi ia heran mengapa sekelilingnya hanya dilingkungi oleh benda2 putih dan merah. Dan celakanya, hidungnya disengat bau yang luar biasanya anyir dan busuk. Sedemikian anyir dan busuk sehingga ia hendak muntah.

Karena tak tahan, ia berusaha untuk menggerakkan tangan kanannya yang tertindih di bawah perutnya. Tetapi serempak tangannya bergerak, iapun merasa seperti dikocok naik turun, kekanan kiri, maju mundur. Akhirnya berhasillah ia melolos tangannya yang tertindih perut itu lalu didekapkan kehidung. Ia benar2 tak tahan dengan bau yang luar biasa anyirnya.

"Auup ... " sesaat tangan mendekap hidup iapun berseru tertahan dan cepat2 ia tarik pulang tangannya lagi, huak

.....air berikut kotoran keluar dari perutnya.

Jika semula ia hanya tak kuat menahan bau yang luar biasa anyirnya tetapi setelah tangan mendekap ke hidung, ia rasakan bau yang luar bias busuknya. Begitu pula mulutnyapun terasa menelan benda lunak yang luar biasa pahitnya.

"Aduh mak, minta ampun ... " ia meratap Tetapi aneh. mengapa suaranya tak kedengaran. Apakah ia gagu ?

Tetapi sebelum ia dapat menyelidiki keanehan2 itu, tiba2 ia merasa seperti dibuai-buai keras, naik turun, kanan kiri. Untung ia berada dalam gumpalan benda putih yang lunak sekali sehingga ia tak menderita suatu apa.

Setelah guncangan itu agak reda, ia tak dapat menahan diri untuk menggerakkan tangan kirinya, mengusap benda lunak yang melumuri mulutnya.

Setelah sejenak melepaskan tangannya dari himpitan benda lunak, akhirnya ia berhasil menggerakkan tangan kirinya untuk mengusap mulut.

Cret ....

"Aduh ... " kembali Blo'on menjerit dan muntah2 lagi. Air dan kotoran berulang kali muntah keluar dari perutnya.

Ia hendak mengusap benda lunak yang rasanya luar biasa pahit pada mulutnya itu, tetapi siapa tahu malah tambah lagi. Tangan kirinya juga berlumuran dengan benda lunak yang luar biasa busuk dan pahit itu.

Karena tak tahan siksaan itu maka berontaklah ia. Dengan sekuat tenaga ia bergeliatan meronta-ronta hendak melepaskan diri dari himpitan dinding putih yang lunak itu.

Uh ..... tiba2 ia rasakan dirinya berada di udara yang lapang, tidak menekan seperti tadi Tetapi ia heran mengapa dirinya masih saja melayang deras.

Cepat2 ia hendak membuka mata. Tetapi seketika itu ia menjerit, uh ... karena pandang matanya serasa gelap sekali dan kembali ia masuk ke dalam sebuah guha yang gelap dan merah.

Auuh ... kembali ia hendak muntah karena hidungnya dilanda oleh bau yang anyir sekali, lebih anyir dari dinding putih lunak tadi. Tetapi untung hanya anyir dan tidak busuk seperti tadi.

'Hai, apa ini ... " tiba2 ia berkata seorang diri ketika mukanya membentur segumpal rambut. Ia tak tahu dimana saat itu ia berada dan apa yang telah membentur mukanya itu. Tetapi jelas kalau

benda itu terasa seperti seuntai rambut lebat.

"Aduh ... tiba2 ia menjerit kesakitan dan kaget ketika kedua telinganya dicengkeram sepasang tangan orang dan terus ditarik sekeras- kerasnya, Karena kesakitan ia meronta hendak menyilak tangan itu. Tetapi ketika salah sebuah tangan aneh itu tersiak, tiba2 hidungnya dicengkeram dan diremas keras.

"Adu ... hajingngng…. hajingngng ……”

Salah sebuah jari tangan aneh itu telah menyusup masuk kedalam lubang hidung Blo'on. Blo'on tak kuat menahan rasa geli pada hidungnya dan seketika iapun berbangkis sekuat- kuatnya.

Karena jarinya tersemprot ingus, tangan aneh itupun cepat berpindah untuk meremas mulut! Blo'on.

Blo’on gemas. Ia ngangakan mulutnya lebar2! lalu menyambar jari itu terus digigitnya.

"Huhnhh ..." Blo'on menjerit dan gelagapan ketika jari itu tiba2 berobah menjadi semacam benda lunak. Begitu tergigit, benda itupun pecah dan uh pahit, pahit sekali rasanya.

Blo'on muntah2 tetapi air dari benda lunak yang pahit rasanya itu terlanjur mengalir ke dalam keiongkongannya sehingga karena luar biasa pahitnya, ia sampai mendelik.

Habis mendelik, tiba2 tangan aneh itu meraih lehernya dan mencekik kuat2 sehingga untuk yang kedua kalinya Blo'on harus mendelik lagi. Hanya kalau tadi mendelik karena memakan cairan air yang luar biasa pahitnya kini ia mendelik karena tak dapat bernapas. 

Rasa marah dan bingung merangsang hati Blo'on dan akhirnya iapun mengamuk. Dengan cepat ia mencengkeram gumpalan benda semacam rambut tadi terus digaruk kuat2 dan serempak dengan itu iapun bergeliatan meluncur ke atas.

Tiba2 terjadi suatu gerakan yang luar-biasa kerasnya, jauh lebih keras dan terasa daripada ketika Blo’on masih berada dalam dinding benda putih lunak tadi. Ia seolah-olah dilemparkan kian kemari, ada kalanya diangkat ke atas lalu dibanting kebawah. Ada kalanya dibenturkan benda keras kian kemari. Walaupun tidak langsung terkena dengan benturan2 itu, namun ia rasakan badannya sakit juga.

Dibanting dan dikocok begitu rupa, makin lama tubuh Blo'on makin meluncur ke atas. Tiba-tiba ia melihat sebuah benda yang aneh. Bentuknya serupa dengan hati, warnanya merah darah.

"Harum ... " hidungnyapun serentak tergiur oleh suatu bau harum yang membaur dari benda merah itu.

Karena sejak tadi hidung dan mulutnya selalu dijejali dengan benda2 yang busuk dan anyir maka timbullah keinginan Blo'on untuk menelan benda merah itu.

Cepat ia lepaskan cengkeramannya pada benda yang menyerupai rambut, lalu ia bergeliatan meraih benda merah itu. dipetiknya. Tetapi benda itu sukar dipetik. Akhirnya karena jengkel, Blo'on lalu menariknya kuat2.

Cresss ... ,

Benda merah itupun putus, terus ditelannya. Maksudnya hanya akan dikumur dalam mulut tetapi karena saat itu tiba2 terjadi suatu kegoncangan yang luar biasa kerasnya, tanpa sengaja benda itupun terus meluncur masuk kedalam kerongkongan dan turun ke perut.

Tepat pada saat ia menelan benda merah itu, suatu gelombang tenaga yang luar biasa telah mendorong tubuhnya keatas dan seperti dilemparkan, ia 'terbang' ke udara …..

Ia hanya sempat untuk membuka mata dan melihat keadaan diluar. Ternyata di sekeliling penjuru merupakan air yang bening. Tetapi iapun tak kuat membuka mata karena menempuh air itu. Terpaksa ia pejamkan mata lagi.

Sesaat kemudian ia merasakan dirinya bebas dari aliran air maka iapun segera membuka mata. Ah ... gelap lagi.

Bluk ... tiba2 tubuhnya jatuh diatas sebuah benda datar yang amat keras sekali. Sedemikian keras dirinya terbanting sehingga gundulnya berdarah.

"Aduh ... " Blo'on mengeluh kesakitan sembari mengusap- usap gundulnya. Tulang-tulang kaki dan pinggangnyapun terasa seperti patah.

Untuk beberapa saat ia duduk diam dan pejamkan mata.

Pikirannya mulai bekerja.

"Eh. aneh ... " pikirnya, "mengapa otakku terasa dapat untuk berpikir ?"

Kemudian ia membuka mata. Didapatinya di sekeliling tempat disitu gelap gulita.

"Dimanakah aku ini?"

Tetapi ada suatu hal yang melonggarkan perasaannya. Walaupun itu tidak digenangi air, Ia dapat bernapas longgar. Begitu pula ia tidak dihamburi dengan bau yang anyir ataupun busuk.

"Ah. mungkin malam" pikirnya. Memang walaupun sedikit2 sudah mulai dapat bekerja tetapi otaknya belum sehat betul.

"Lebih baik tidur dulu" katanya menghibur diri Iapun lalu rebah tertelentang di atas benda keras yang datar itu.

Blo'on letih juga. Entah berapa lama ia terlempar kedalam sungai dihanyutkan arus sungai kemudian disedot masuk kedalam kisaran air dan masuk kedalam sebuah tempat yang berdinding lunak kemudian berpindah pada sebuah tempat gelap yang berdinding merah. Dan terakhir lalu meluncur ke tempat gelap sekarang ini.

Entah berselang berapa lama ia tertidur, ketika membuka mata. ia rasakan dirinya seperti bergerak-gerak. Walaupun lambat tetapi jelas ia tengah menghampiri ke arah dinding karang yang gelap.

"Aneh" gumamnya seorang diri, "apakah karang yang kududuki ini yang bergerak atau memang diriku yang melayang-layang ?"

Namun ia tak dapat menemukan jawaban. Hanya saja ia merasa tak bergerak ataupun menggerakkan salah sebuah anggauta badannya.

Timbul pikirannya untuk merabah tempati yang didudukinya itu.

"Uh, halus benar" katanya, "tetapi keras dan licin"

Dicobanya memandang ke bawah untuk mengamati tempat yang didudukinya itu, namun tak berhasil. Suasana yang gelap, menghambat pandang matanya.

Karena tak dapat mengetahui apa benda yang didudukinya itu, timbullah pikiran Blo'on untuk mencobanya.

la segera kerahkan tenaga, kepalkan tinju dan menghantam, bluk ...

"Aduh ... ia menjerit kesakitan ketika tulang jarinya serasa patah. Namun iapun penasaran juga. Setelah rasa sakit berkurang, ia segera ayunkan tinjunya pula, duk ...

"Ah ... " kembali ia mengerang. Tetapi kali ini agak tak keras karena rasa sakit pada tulang tinjunyapun berkurang. Duk ... ia menghantam lagi. Walaupun masih sakit tetapi hanya meringis saja dan tak sampai mengerang, Rupanya rasa sakit makin berkurang.

Kemudian ia ayunkan tangan kirinya untuk menghantam, duk ...

"Aduh ... " kembali ia menjerit keras karena tangan kirinya serasa patah. Beda dengan tangan kanannya yang sudah beberapa kali menghamtam tadi.

"Biar, tinju kiriku ini harus menjadi seperti tinjuku yang kanan" pikirnya, Dan iapun lalu meninjukan tangan kirinya lagi, Duk. duk, duk , .

Suatu perasaan berkurang sakit seperti tangan kanannya, segera dirasakan oleh Blo'on. Maka berulang kali ia segera menghujankan pukulan tangan kirinya kepada benda keras yaog didudukinya itu.

Setelah kedua tangannya lelah ia berganti dengan kaki. Sambil berdiri, ia menghentakkan kaki kanannya ke benda keras itu.

"Duk ... aduh" ia menjerit ketika rasakan tulang kakinya serasa remuk Namun ia ingat akan pengalamannya dengan kedua tinjunya tadi. Diulangnya pula dua tiga sampai berpuluh kali.

Memang seperti yang dialami dengan kedua tangannya, rasa sakit pada kakinyapun makin berkurang dan berkurang.

Setelah jemu ia berganti menghunjamkan kaki kiri. Dan apa yang dialami, seperti dengan kaki kanannya. Pertama sakit sekali, kemudian berangsur-angsur kurang.

Dasar Blo'on maka ia tak menyadari bahwa diwaktu ia menghunjamkan tinju dan kaki pada, benda keras yang didudukinya itu, benda itu ternyata bergerak-gerak maju dan makin maju, membawanya ke muka.

Iapun tak menyadari bahwa pukulan dan injakan kaki pada benda keras itu telah memberi suatu kesempatan yang luar biasa. Kaki dan tangannya berobah keras sekali, tahan menghantam benda keras seperti karang dan lain2.

"Ah. capek juga" katanya, "sekarang akan kugunakan kepala saja"

Ia terus duduk dan membungkuk lalu membenturkan gundulnya.

Duk .....

"Aduh ... kepalaku !" ia menjerit dan mendekap gundulnya karena kuatir akan terlepas dari batang lehernya. Kepalanya terasa berputar-putar, pusing tujuh keliling.

"Tidak peduli, hayo kepala" teriaknya, "engkau juga harus mengikuti jejak tangan dan kaki. Tak boleh enak2"

Duk, duk, duk. duk . , .

Berulang kali ia membenturkan kepalanya pada benda keras yang didudukinya sehingga kepalanya sampai benjul2.

Setelah puas, tiba2 ia hentikan gerakan kepala dan berkata seolah memberi perintah : "Hayo. sekarang giliranmu hidung ! Engkau juga harus menderita seperti gundul dan kaki tangan itu"

Prek .....

"Aduh mak ... !" ia menjerit dan mendekap hidungnya ketika hidung itu hampir penyek dan mengucurkan darah.

"Wah, celaka nih," katanya, "kalau kuteruskan hidungku bisa penyek." "Ah. tetapi paling tidak harus sampai lima kali, baru adil," katanya membantah keenggannya.

Iapun terus membenturkan hidungnya sampai lima kali. Setelah itu, ia berseru : "Hai, mulut dan gigi. hayo engkaupun harus memerima bagian. Engkau harus merasakan bagaimana rasa sakit itu!"

Krek ... ,

"Minta ampun, mamah…. " ia menjerit dan mendekap mulutnya yang berlumuran darah. Namun beberapa saat kemudian, ia ulangi lagi menyiksa mulut dan giginya. Setelah lima kali. barulah ia berhenti.

"Sekarang engkau, mata" katanya kepada mata. Tetapi pada saat ia hendak membenturkan matanya kepada benda keras itu, tiba2 ia terkejut! melihat sebuah lubang yang memancarkan sinar terang.

"Hai. udara . !" teriaknya.Dan serentak pada saat itu. iapun meluncur maju dan ... "Hai. udara terbuka ... "

Kemudian ketika ia menundukkan kepala, ia memekik kaget

: "Air ... "

Herannya benar2 sukar dikata ketika ia mendapatkan dirinya terapung di atas sebuah permukaan air yang jernih.

"Dimanakah aku ini ?' serunya. Cepat2 ia memandang kebawah untuk melihat benda apakah sebenarnya yang diduduki itu.

Tetapi baru ia menunduk sekonyong-konyong terdengar sebuah lengking teriakan yang bernada kejut2 girang.

"Engkoh Blo'on . , . !"

-ooo0dw0ooo- 
DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar