Pendekar Bloon Jilid 18 Kay - pang

Jilid 18 Kay - pang

Melihat sutenya terhuyung-huyung, cepat Lan ha-ma atau Katak pemalas Na Kok Kong loncat menerjang kakek Lo Kun.

Tetapi secepat itu pula kakek Kerbau Putih pun sudah maju dan lepaskan pukulan Hang-liong sip pat-ciang.

Na Kok-kong terkejut melihat dahsyatnya tenaga pukulan yang melandanya. "Hang-liong sip-pat ciang ... !" teriaknya seraya loncat menghindar.

Kelima tokoh Kay pang utara terbelalak mendengar teriakan Katak-pemalas Na Kok-kong. Hing liong sip pat ciang atau Delapan belas-tamparan-menundukkan-naga, merupakan ilmu pusaka dari Siau lim si yang termasyhur.

"Siapa engkau, kakek" bentak Na Kok-kong "apakah engkau orang Siau lim-si ?"

"Bukan, aku bukan orang Siau-lim-si. Aku kepala pasukan Gi lim kum di istana ... "

"Engkau kepala pasukan Gi-lim-kun ?" teriak Na Kok kong terkejut tetapi pada lain saat ia tertawa gelak2, "ha, ha, ha ... mungkin kerajaan sudah kehabisan orang gagah sehingga memakai engkau sebagai kepala pasukan bhayangkara !"

Lo Kun terlongong.

"Diam !" bentak Blo'on. Ia marah karena mendengar kakek Lo Kun yang sudah dianggap sebagai kakeknya sendiri.

Mata Ni Kok-kong beralih memandang kepada Blo'on. Dan segera pandang matanya terhenti pada pedang pusaka Naga hijau yang berada di tangan anakmuda itu.

"Hai, gundul." serunya, "kembalikan pedangku itu, lekas !"

Sambil berkata tokoh nomor empat dari Kay-pang utara itupun tiba2 maju menyambar pedang.

Tetapi sebelum dapat mendekati Blo'on, dia sudah diterjang oleh anjing kuning. Dan ketika ia hendak menghantam arjrg itu burung rajawali pun sudah menyambar kepalanya. Cepat ia menyurut mundur seraya menampar burung dan menendang anjing. Tetapi anjing dan burung itu hebat sekali Kedua binatang itu dapat menghindar ke samping, terus hendak menerjang lagi.

Melihat si Kuning dan Rajawali agak kewalahan. Blo'on segera membisiki si kera hitam. Seolah2 kera itu tahu akan bahasa manusia, cepat ia menjemput segenggam pasir terus loncat kedada Na Kok-kong.

Pengemis itu tengah memusatkan perhatian pada rajawali yang hendak menyambar kepalanya. Ia tak tahu kalau seekor kera kecil berbulu hitam tengah loncat menerkam dadanya. Dan gerakan kera itu memang tangkas dan tak mengeluarkan suara apa2.

"Huh ... " tiba2 Katak-pemalas Na Kok-kong menjerit kaget ketika kedua matanya tertabur pasir lembut.

Tepat pada saat ia mendekap matanya, tiba2 ia menjerit sekeras kerasnya ketika daun telinganya digigit si kera hitam sekeras-kerasnya. Dan pada saat ia hendak menampar kera yang duduk pada bahunya, tiba2 kakinya digigit pula oleh anjing Kuning.

Ni Kok-kong. pengemis yang menduduki tingkat keempat dari pimpinan Kay-pang utara dan yang menguasai ilmu tenaga sakti Ha ma kang au Dergkung-katak, saat itu menjerit-jerit kesakitan dan marah. Betapapun ia hendak merentang mata untuk melihat kedua binatang yang menggigitnya, tetapi tak dapat. Kelopak matanya nyeri dengan butir2 pasir lembut yang ditaburkan oleh kera hitam.

Melihat itu beberapa anakbuah Kay-pang segera maju menghalau anjing dan kera. Tetapi kakek Lo Kun dan kakek Kerbau Putih menyambutnya dengan pukulan dan tendangan yang riuh. "Ji-te dan sam-te" bisik Pat-pi sin git Oh Sun kepada Kaki satu Hong Lui dan iblis tertawa To Hoan. "kalian bereskan kedua kakek itu. Aku hendak meringkus pemuda gundul itu"

Kaki satu Hong Lui dan Iblis tertawa To Hoan lalu menyerang Kakek Lo Kun dan kakel Kerbau Putih.

"Hai, pemuda gundul" seru Pat pi-sin-git Oh Sun, "pedang yang engkau pegang itu adalah milik kami partai Kay pang. Serahkanlah kepadaku!”

"Jangan !" cegah si orang desa kepada Blo'on.

"Ngo-te, bekuklah orang desa itu!" teriak Oh Sun kepada Pengemis gemuk Auyang Hok. Auyang Hokpun segera menyerang si orang desa.

"Siapa engkau ?" tanya Bloon.

"Aku Oh Sun bergelar Pat-pi-sin-git, ketua Kay pang" sahut Oh Sun.

"Pat-pi ? O, engkau bertangan delapan ?" seru Blo'on  heran.

“Itu hanya gelar yang diberikan kaum persilatan kepadaku.

Sebenarnya tangankupun hanya dua saja"

"Engkau ketua partai Pengemis ?" tanya Bio’on pula. Oh Sun mengiakan.

"O, jadi pengemis itu juga mempunyai pemimpin ?" tanya Blo'on, "tetapi mengapa pakaianmu begitu indah tidak menyerupai seorang pengemis sama sekali ?"

Oh Sun terkejut dan terbeliak. Tak pernah ia menyangka bahwa seorang pemuda gundul yang ketolol-tololan, berani berkata demikian kepadanya. Namun karena harus berusaha merebut pedang pusaka Naga-hijau, terpaksa ia menahan kemarahan.

"Ya, karena aku harus menghadiri rapat besar kaum pengemis".

"Paman itu mengatakan kalau pedang itu miliknya. Tak boleh diberikan kepadamu, "kata Blo’on.

"Jangan percaya kepada orang desa itu. Dia memang yang mengambil pedang itu dari markas Kay-pang"

"O, dia pencuri ?" Blo'on menegas.

"Benar, jangan percaya omongan seorang pencuri ... " baru Oh Sun berkata begitu tiba2 orang desa itu sehabis menghindari sebuah terjangan dari Kaki-satu Hong Lui, terus berteriak : "Tidak, aku bukan pencuri, jangan percaya kepadanya. Lebih baik kuberikan pedang itu kepadamu dari pada jatuh ditangannya !" teriak siorang desa.

"Ji-te. lekas habisi jiwa bangsat itu," teriak Oh Sun gusar sekali

"Eh, mengapa engkau hendak membunuh jiwanya ? Apakah salah orang itu ?" seru Blo’on.

"Dia mencuri pedang pusaka partai Kay-pang”. "Tidak, dia mengatakan tidak mencuri !"

"Apa engkau percaya ?" "Ya"

"Gila, masakan engkau lebih percaya seorang desa daripada aku seorang ketua partai Kay-pang" seru Oh Sun.

"Suruh orang berkaki buntung itu hentikan serangannya agar aku dapat bertanya lebih jelas kepadanya ... " "Hai. hendak lari kemana engkau !" tiba2 Kaki-satu Hong Lui berteriak keras ketika orang desa itu berputar tubuh dan loncat melarikan diri.

Hong Lui mengejar. Dengan gunakan tongkat setiap kali ia melakukan loncatan sejauh dua tiga tombak.

Orang desa itu terus masuk kedalam sebuah hutan dan Kaki-satu Hong Lui tetap mengejarnya.

"Dia sudah lari aku tak dapat menyuruhnya berhenti bertempur" kata Oh Sun.

“Engkau harus mengejar mereka" seru Blo'on.

Oh Sun terbeliak, belum pernah ia menderita diperintah orang. Baru pertama kali itu. Sebagai ketua Kay pang, dia diperintah oleh seorang anak muda yang tak dikenal.

Oh Sun memandang pemuda itu dengan tajam2 Ia kerutkan dahi melihat wajah dan potongan rambut si Blo'on yang begitu aneh.

"Mengapa engkau melihat aku begitu rupa? Belum pernah lihat orang ?" Blo’on tak senang.

"Siapa engkau ?" tegur Oh Sun:

"Aku tak ingat siapa namaku tetapi orang memanggilku si Blo'on.

“Blo'on ?” ketua Kay pang utara itu terbeliak heran. "Mengapa heran ?"

"Engkau tahu apa arti Blo'on ?"

"Biar berarti apa saja tetapi karena orang memanggil begitu, apa boleh buat aku terpaksa menerima" Diam2 Oh Sun mendapat kesimpulan bahwa pemuda yang dihadapinya itu memang blo'on.

"Blo'on" serunya "kulihat engkau seorang pemuda baik dan jujur"

"Maaf aku tak terima pujian" seru Blo'on sabil goyang2 kedua tangannya.

"Aku pun sebagai seorang ketua partai Kay-pang yang termasyhur tentu takkan bicara bohong”, Oh Sun lebin lanjut.

Blo'on diam saja.

"Pedang yang engkau cekal itu memang berasal dari ketua kami yang terdahulu. Entah bagai mana tahu2 telah berada ditangan orang tadi. Oleh karena itu, harap engkau suka mengembalikan kepadaku. Apapun yang engkau minta untuk pengganti kerugian, aku bersedia untuk memberi"

Blo'on kerutkan dahi.

"Begini" katanya "tadi jelas kudengar kalau orang itu mencegah aku menyerahkan pedang itu kepadamu. Aku bingung. Mana yang harus kuturut”.

"Sudah tentu harus menurut keteranganku. Aku ketua partai Kay-pang, masakan berkata bohong !" seru Oh Sun.

"Ya, benar," kata Blo'on, "memang seharusnya begitu. Tetapi bagaimana kalau orang itu mencari aku untuk meminta kembali pedangnya ?"

“O, suruh saja dia minta kepadaku di markas Kay-pang Kangpak".

"Ya, baiklah." kata Blo'on seraya hendak mengangsurkan pedang itu dan Oh Sunpun dengan wajah berseri segera mengulurkan tangan hendak menyambuti. "Nanti dulu" tiba2 Blo'on menarik kembali pedang Naga- hijau sehingga Oh Sun melongo.

"Mengapa ?" seru Oh Sun.

"Tidak boleh begini" kata Blo'on, "paling betul, aku harus mencari orang itu dan membawanya kemari. Akan kuadu dia dengan engkau."

"Diadu ? Diadu berkelahi maksudmu ?" Oh Sun menegas. "Bukan", sahut Blo'on "hanya diadu keterangannya, siapa

yang lebih betul dan siapa yang bohong !" sahut Blo'on.

"Jangan banyak tingkah, engkau !" tiba2 Lan ha-ma atau Katak-malas Na Kok-kong, tokoh nomor empat dari Jiong-pang atau Kay-pang utara membentak, terus maju hendak menyambar pedang dari tangan Blo'on.

Tetapi pada saat tangan tokoh Partai Jembel itu bergerak, maka si Kuning anjing kesayangan Blo'onpun cepat loncat menerkam dadanya.

"Kurang ajar" teriak Katak-malas Na Kok kong seraya loncat menghindar. Ia tak menyangka sama sekali bahwa untuk kedua kalinya akan disambut oleh anjing kuning.

Setelah menghindar ia terus ayunkan kaki menendang. Tetapi serempak dengan itu tengkuknya pun dicemplak oleh kera hitam yang terus menggigit telinganya lagi.

"Auh ..." menjeritlah Na Kok-kong karena terkejut dan kesakitan. Dengan marah sekali ia ayunkan tangannya untuk menampar kera itu sekuat kuatnya. Tetapi tamparannya hanya mengenai angin kosong karena kera hitampun sudah loncat turun. Dengan murka Na Kok- kong berputar tubuh hendak menghajar kera tetapi binatang nakal itupun sudah Iari menyelinap kebelakang kedua kakek.

Sejak mengadakan perjalanan dengan Blo'on dan ketiga binatang peliharaannya, baik kakek Lo Kun maupun kakek Kerbau Putih dan pemuda Liok akrab sekali dengan ketiga binatang itu.

Demikian ketiga  binatang itupun juga baik kepada mereka.

Telinga Na Kok-kong berdarah. Ia malu dan marah sekali. Melihat kera itu lari ke belakang ke dua kakek, iapun terus hendak mengejarnya tanpa menghiraukan kedua kakek itu.

"Eayah !" tiba2 kakek Kerbau Putih mendorong tubuh tokoh Partai Jembel itu.

Na Kok-kong tak mengira kalau dirinya akan didorong, Dan sedikitpun ia tak menyangka bahwa kakek bungkuk itu memiliki tenaga yang sedemikian saktinya.

"Un ... " Ni Kok-kong terhuyung-huyung kebelakang.

Untunglah disambuti oleh Jembel gemuk Auyang Hok.

Sesungguhnya Na Kok-kong terkejut sekali karena tenaga kakek Kerbau Putih sedemikian kuatnva. Sewaktu didorong, sebenarnya ia sudah mengerahkan sepertiga bagian tenaganya untuk bertahan. Pikirnya, masakan kakek bungkuk itu mampu mendorong. Tetapi diluar dugaan, ia benar2 kehilangan keseimbangan tubuh dan terlempar beberapa langkah. Betapapun ia mencoba mengerahkan tenaga untuk bertahan, tetapi tak mampu.

Dua kali menderita malu, marahlah Na Kok- kong. Digelari Katak pemalas karena ia memiliki tenaga-dalam yang disebut Ha-ma-kang atau tenaga dalam Katak.

la menghampiri kemuka kakek Kerbau Putih, lalu menahan napas. Seketika perutnya menjadi gembung besar seperti seekor katak. Ternyata dia tengah mengerahkan ilmu Ha-ma- kang.

Tiba2 ia loncat seraya ayunkan tinjunya dan mendengkung sekuat-kuatnya seperti bunyi katak.

“Bluk !”

Terdengar bunyi macam buah kelapa jatuh dari ketinggian pohon kelapa.

Kakek Kerbau Putih tersusur jatuh kemuka, Lan-ha-ma Na Kok-kong terpelanting jungkir balik kebelakang. Untung tubuhnya cepat disambut Kui-siau sin-git atau Iblis-tertawa To Hoan.

Kakek Kerbau Putihpun cepat melenting bangun. Wajahnya agak pucat. Sedang Na Kok-konl tampak duduk pejamkan mata. Wajahnya lebih pucat lagi.

Ternyata ketika Na Kok-kong melancarkan pukulan yang dilarnbari tenaga-dalam Ha-ma-kan, sekonyong-konyong kakek Kerbau Putih membalikkan tubuh dan menyambuti pukulan lawan dengan daging benjol di punggungnya. Kakek Kerbau Putih mengolah cacat pada punggungnya itu menjadi suatu senjata yang istimewa. Punuk atau daging benjul pada punggung itu merupakan sumber tenaga-dalam yang hebat. Tenaga dalam yang dapat mementalkan pukulan lawan, baik pukulan tenaga luar maupun dengan tenaga- dalam.

Pukulan tenaga-dalam Ha-ma-kang dari Na Kok-kong telah disambut hangat oleh daging benjul punggung kakek Kerbau Putih. Na Kok-kong terkejut karena pukulannya seperti jatuh di dalam gumpalan kapas. Ia buru2 hendak menarik pulang. Tetapi serempak pada saat ia menarik tangan, segulung gelombang tenaga-dalam yang dahsyat telah mendamparnya.

Kakek Kerbau Putih meminjam tenaga pukulan Na Kok-kong untuk mengembalikannya tapi, akibatnya tokoh nomor empat dari Partai jembel itu jatuh terjerembab kebelakang. Ia menderita luka-dalam lebih berat dari kakek Kerbau Putih.

"Bangsat !" teriak Poan-sin-git atau Jembel gemuk Auyang Hok seraya loncat hendak menghajar kakek Kerbau Putih.

"Engkau sendiri yang bangsat !" tiba2 kakek Lo Kun menyambutnya dengan menandukkan kepala.

“Prak ”

Pukulan si gemuk menghantam kepala kakek Lo Kun tetapi alangkah kejutnya ketika merasakan tangannya seperti menghantam sekeping baja yang amat keras. Bahkan tidak berhenti sampai disitu saja. Pun perutnya masih tertanduk oleh gundul kakek Lo Kun.

Seperti nasib Lsu ha-ma Na Kok-kong pun pengemis gemuk Auyang Hok terlempar seperti layang2 putus tali. Untung Iblis tertawa To Hoan dapat menyambuti tubuhnya. Dua orang sutenya dapat dijatuhkan oleh serombongan orang2 aneh, marahlah Pengemis-iblis-tertawa To Hoan Tokoh ketiga dari partai Jembel itu segera maju hendak menyerang Lo Kun.

"Jangan mengganggu kakekku," teriak pemuda Liok seraya loncat menghadangnya.

Dalam pada itu Pat-p:-sin git Oh Sun tak dapat menahan kemarahannya lagi. Sudah terlanjur bertempur, iapun harus ikut juga. Apalagi ia harus merebut pedang pusaka Geng-hong kiam atau pedang Naga hijau dari tangan pemuda blo'on itu.

"Serahkan pedang itu kepadaku !" teriaknya seraya bergerak menyambar tangan Bio'on Ia gunakan gerak Ok liong than cu atau Naga jahat-menyambar-mustika. Suatu gerak yang cepat dan dahsyat.

"Ih ....," tetapi tiba ketua Partai jembel itu mendesis kaget ketika Blo'on menjujukan ujung pedang Naga hijau ke tangannya. Betapapun ketua partai Jembel itu tahu akan kesaktian pedang pusaka Naga-hijau. Ia tak berani mengambil resiko berbahaya dan cepat menarik pulang tangannya.

Ternyata Blo'on tak mau melanjutkan serangannya. Ia memandang ketua partai Jembel itu dan menegurnya : "Eh, engkau hendak merebut pedang ini ?"

"Pedang itu milik partai kami!" seru Pat pi-sin git Oh Sun dengan muka merah padam.

"Tidak bisa," teriak Blo'on, "sebelum paman yang lari tadi menerangkan bahwa pedang ini benar milikmu, takkan kuserahkan kepadamu."

"Hm, engkau berani kepada Oh Sun, ketua partai Jembel?" 'Tidak berani!' teriak Blo'on, "aku bukan jago berkelahi." "Jika tidak berani, engkau harus menyerahkan pedang itu kepadaku !"

'Tidak bisa !" teriak Blo'on pula, "bukankah aku sudah mengatakan keputusanku? Mengapa engkau masih berkeras hendak mengambil pedang ini?"

"Karena pedang itu milik partai perguruan Jnnbel!" "Apa buktinya?'* tanya Bloon.

"Pedang itu adalah milik ketua kami yang terdahulu "

"Mana ketuamu itu ?" tukas Blo'on. "Hilang tiada ketahuan jejaknya."

"Aneh," kata Blo'on," mengapa ketuamu bisa hilang. Huh, engkau ini memang manusia tak brilian, masakan mempunyai ketua sampai hilang!”

Pat-pi-sin-git Oh Sun melongo.

"Kalau menjaga orangnya saja engkau tak mampu, bagaimana mungkin engkau hendak menjaga pedangnya !" teriak Blo'on lebih lanjut, "pokoknya, tidak bisa ! Kalau engkau menghendaki pedang ini, harus memanggil pemiliknya !"

Pat-pi-siugit Oh Sun marah sekali. Ia terus memukul Blo'on. Blo'on terkejut Ia loncat menghindar ke samping. Oh Sun makin marah, ia lancarkan serangkai serangan yang gencar dan dahsyat sehingga Blo'on pontang panting.

Untunglah anak itu memegang sebatang pedang pusaka. Dengan tak tahu apa nama gerakannya ia memutar pedang melingkar-lingkar untuk melindungi diri.

Wut, wut, wut ..... Seiring dengan suara menderu, pedang itupun berobah menjadi segumpal sinar kebiru-biruanl yang memancarkan hawa dingin.

Oh Sun terkejut. Ia heran melihat jurus permainan pedang Blo'on Tak tahu ia apa namanya Belum pernah sepanjang hidupnya ia melihat ilmu pedang semacam itu.

Sebenarnya Blo'on tak menggunakan jurus ilmupedang. Ia hanya memutar pedang itu asal memutarnya saja dan asal dapat melindungi tubuhnya. Tetapi berkat ia memiliki dasar ilmu tenaga-dalam yang kokoh, gerakan memutar pedang itupun berobah menjadi suatu gerak putaran pedang yang luar biasa sehingga Oh Sun menyangkanya sebagai suatu jurus permainan ilmupedang sakti.

Dalam pada itu, pemuda Liokpun diserang oleh To Hoan si Pengemis-tertawa-iblis. Karena kewalahan, pemuda Liok itupun mencabut pedang dan memainkan ilmupedang Tui- hong-kiam atau ilmu Pedang-pemburu-angin.

Tetapi betapapun juga, karena kalah tinggi kepandaiannya akhirnya pemuda Liokpun terdesak.

Setelah menghindar sebuah tabasan dari pemuda Liok, To Hoan merapat maju dan menampar pergelangan tangan pemuda itu. Pemuda Liok tak sempat menghindar. Tangannya kena tamparan, sakitnya bukan kepalang sehingga pemuda itu lepaskan pedangnya. Pedang mencelat ke udara.

"Jangan melukai orang !" bentak kakek Kerbau Putih seraya loncat menerjang To Hoan yang hendak menyerang pemuda Liok.

“Prak .....” To Hoan menyongsong sebuah pukulan kearah kakek Kerbau Putih. Ketika terjadi benturan antara kedua pukulan, To Hoan tersurut dua langkah kebelakang. Sedang kakek Kerbau Putih hanya terhenti saja.

Sementara itu Oh Sun pun berhasil menebas tangan Blo'on sehingga pedang pemuda itu mental ke udara.

Oh Sun cepat hendak ayunkan tubuh menyambar pedang pusaka itu. Tetapi burung rajawali sudah mendahuluinya.

Dicengkeramannya tangkai pedang dengan kedua cakar lalu dibawanya terbang ke udara.

Oh Sun makin marah. Mengeluarkan senjata rahasia (piau) ia segera melontarkan ke udara Sebatang golok yang disebut Liu-yap to, golok kecil dan setipis daun pohon liu terbuat daripada baja murni. Tajamnya luar biasa.

Golok setipis daun itu, di tangan ketua Kay-pang utara, telah berobah menjadi semacam senjata terbang yang lihay sekali. Liu-yap-to itu melayang dan membabat leher Rajawali.

“Singngng ”

Anjing, kera dan rajawali piaraan Blo'on itu memang istimewa sekali. Sejak berada di gunung, mereka sering menyaksikan Kim Thian-cong memberi pelajaran silat kepada ketiga muridnya,, Thian Goan-pa, Kwik Ing dan Liok Sian-li. Ketiga binatang itu diam2 sering menirukan gerak gerik dalam bermain silat dan tanpa disadari merekapun dapat memainkannya.

Sambaran golok daun Liu-yap-to'yang dilontarkan Oh Sun, dengan sebuah gerak menukik kebawah, dapat dihindari oleh Rajawali.

Tetapi lontaran golok ketua Kay-pang utara itu memang istimewa. Begitu golok daun memlambung ke udara, tiba2 berhenti dan melayang turun menyambar leher Rajawali. Rajawali terkejut. Untunglah burung itu dapat menghindar ke samping, kemudian terus hendak terbang kemuka. Tetapi Oh Sun sudah menyusuli lagi dengan taburan golok daun Liu- yap-to.

“Sring, sring, sring ”

Berturut-turut ketua Kay-pang utara itu telah menyabitkan Liu yap to ke udara. Semua berjumlah delapan batang.

Pat-pi sin-git atau Jembel sakti-delapan-lengan demikian gelar dari Oh Sun. Dan gelar itu diperoleh berkat ketangkasan tangannya. Dalam bermain senjata, sekaligus ia dapat memainkan delapan senjata yang berbeda-beda.

Pun dalam ilmu melontar senjata rahasia, sekaligus ia dapat melemparkan delapan batang Liu yap-to.

Lemparan kedelapan Liu-yap-to dari Oh Sun seketika telah membentuk delapan buah pagar senjata yang melingkari jalan burung Rajawali di udara. Delapan penjuru angkasa seolah- olah telah dikurung oleh golok Liu-yap-to yang berkilau-ki- lauan warnanya.

Dan keistimewaan dari ilmu lontaran Oh Sun yalah golok2 Liu-yap-to itu dapat meluncur lurus ke udara lalu tiba2 berhenti dan meluncur ke bawah lagi. Setiap kali meluncur ke bawah maka Oh Sun segera menampar. Tenaga tamparan segera menghalau Liu-yap-to ke udara lagi.

Terkurung golok dari delapan penjuru, burung rajawali agak bingung. Kemanapun ia hendak terbang dan menerobos, tetap dihadang oleh sambaran Liu-yap-to.

Tiba2 sebatang liu-yap-to meluncur turun menyambar kepala dan sebatang lagi menyambar tubuh. Serempak dengan itu. dua batang liu-yap-to yang sebelumnya meluncur turun, disambuti Oh Sun lalu dilontarkan kearah perut dan kaki rajawali.

Rajawali bingung karena diserang dari atas dan bawah Dan dalam pada itu, dari delapan penjuru, golok2 Liu-yap-topun mulai berhamburan menaburnya.

Untuk serangan dari atas, dengan suatu gerak yang lincah, burung itu gunakan paruhnya untuk mematuk. Tring, tring, dua batang Liu-yap to dapat dipatuknya jatuh. Tetapi untuk dua serangan Liu-yap-to dari bawah, karena burung itu masih mencengkeram pedang, gerakannya menjadi terhalang. Terpaksa ia lepaskan pedang pusaka dan gunakan cakarnya untuk menampar.

“Tring, tring, tring ...”

Terdering berdering-dering bunyi lengking yang lemah dan kedelapan golok Liu-yap-to itu dapat ditamparnya jatuh. Hanya ada sebatang yang lolos dan menyambar ekornya sehingga bulu rajawali itu berhamburan rontok dari udara !

Begitu melihat pedang pusaka Naga-hijau meluncur jatuh diri udara, Oh Sun tak menghiraukan hu yap-to yang juga berhamburan jatuh tertampar cakar burung rajawali, Ketua Kay-pang itu terus berlari hendak menyambuti pedang pusaka.

"Hendak kemana engkau !" tetapi Blo'on cepat menghadang dan bahkan terus menyerang, Ia tak suka berkelahi dan jarang menyerang orang kecuali diserang. Tetapi demi melihat burung piaraannya diserang dengan Liu-yap to bahkan ekor burung itu sampai berondol. marahlah Blo'on.

Oh Sun terkejut tetapi cepat ia sembarangan saja menghantam dan setelah itu terus menyelinap hendak memburu ke arah jatuhnya pedang. "Hm, jangan harap engkau mampu lolos !" diluar dugaan dengan sebuah gerak loncatan. Blo’on sudah menghadang dihadapannya dan menyelipnya lagi.

Oh Sun terkejut melihat ketangkasan gerak anakmuda itu. Lebih terkejut ketika tahu2 tinju anakmuda itu sudah melayang di mukanya.

"Enyahlah !" karena jengkel, Oh Sun menangkis sekuat- kuatnya.

"Aduh , . " Blo'on menjerit kesakitan karena tangannya beradu dengan pukulan Oh Sun. Tetapi Oh Sunpun mencelat sampai beberapa langkah ke belakang Ia terkejut sekali.

Dirasakannya tangan anakmuda itu telah memancarkan tenaga-dalam yang aneh, dapat mementalkan pukulannya. Sebagai seorang ketua Kuy pang utara, sudah tentu Pat-pi sin- git Oh Sun memiliki kepandaian yang tinggi. Tenaga-dalamnya telah mencapai tataran yang mengagumkan.

Tetapi setitikpun ia tak pernah mengira bahwa pukulannya, sekalipun hanya dilambari dengan tujuh bagian tenaga dalam tetapi telah dapat dipentalkan balik oleh tangan Blo'on. Dan lebih kaget pula ia ketika melihat Blo'on hanya menjerit kesakitan sebentar, lalu berdiri tegak tak kurang suatu apa lagi.

Belum sempat ia melanjutkan penilaiannya terhadap anakmuda itu tiba2 ia terkejut ketika melihat pedang pusaka Naga-hijau jatuh ke tanah Ia hendak ayun tubuh untuk memburu tetapi tiba2 kera hitam sudah melayang kemuka dan cepat menyambar pedang pusaka itu terus dibawa lari.....

Tanpa menghiraukan si Blo'on dan lain orang. Oh Sun terus ayun tubuh melayang di udara lalu dengan beberapa kali loncatan ia mengeja si kera yang lari masuk kedalam hutan. Ketika Oh Sun tiba, ternyata kera itu sudah berada di puncak sebatang pohon tua yang lebat daunnya.

"Toako”, tiba2 terdengar seseorang berseru kaget, "mengapa engkau di sini ?"

Oh Sun pun terkejut dan berpaling. Ah, kiranya si Kaki-satu Hong Lui, sutenya yang nomor dua.

“Engkau ji sute," Oh Sunpun balas menegur kaget, "bagaimana dengan orang desa itu ?"

"Dia dapat lolos karena loncat ke dalam sungai. Aku tak dapat berenang dan terpaksa kembali," kata Hong Lui dengan geram.

"Lalu apa kerja toako disini ?" ia balas bertanya pula. Dengan   singkat   Oh   Sun   menceritakan   peristiwa tadi:

"Sekarang pedang pusaka itu dibawa lari monyet hitam keatas

pohon ini."

"Kurang ajar," seru Hong Lui, "kita remuk saja monyet itu." Sambil memandang keatas pohon yang daunnya rindang,

Oh Sun memaki : "Monyet itu memang keparat sekali. Mengapa tak kelihatan tempat persembunyiannya ?"

"Kita panjat saja keatas," kata Hong Lui terus tekankan ujung tongkat ke tanah dan serentak tubuhnyapun melambung beberapa tombak lalu hinggap pada batang dahan yang besar.

Oh Sunpun menyusulnya. Dengan dua tiga kali jungkir balik di udara, tokoh kesatu dari partai Jiong pang atau Kay pang utara itu, sudah berdiri dipuncak paling tinggi.

"Bangsat !" tiba2 Oh Sun berteriak kaget.'l monyet itu sudah berada di pohon sebelah !" Ternyata mata ketua Jiong-pang itu amat tajam. Serentak ia melihat sebuah benda hitam berkelebat melayang ke lain pohon yang berada dua tombak disebelah pohon tempat ia berada !

Oh Sun melayang turun, hinggap pada batang di sebelah bawah lalu ayunkan tubuh melayang ke pohon yang tumbuh  di samping.

Kaki-satu Hong Luipun menggeram. Ia enjot tubuh menyusul. Tetapi selekas kedua orang itu hinggap pada pohon sebelah, monyet hitampun sudah pindah ke lain pohon lagi.

Demikian terjadi kejar mengejar antara dua tokoh partai Jembel dengan seekor kera hitam yang membawa sebatang pedang pusaka.

'Sute, cobalah engkau kejar. Aku akan menunggunya disini" bisik Oh Sun.

Kaki-satu Hong Lui menurut. Dengan gerak sepesat anakpanah meluncur, ia loncat ke pohon tempat si monyet bersembunyi. Setelah terjadi saling kejar mengejar beberapa saat, monyet itu agak bingung, la kembali loncat pada pohon yang pertama lagi.

Tetapi pada saat ia tengah meluncur, dua batang golok Liu- yap to telah melayang ke arahnya.

Monyet itu terkejut. Untung dia pun pandai main silat. Dengan sebuah gerak jungkir balik yang indah, ia berhasil menyelamatkan diri dari golok Liu-yap-to yang ganas. Tetapi pada saat itu pula, sebatang liu-yap to telah meluncur dalam laju yang luar biasa cepatnya, mengarah tangannya. Monyet hitam terkejut. Dlluar kesadaran, ia lepaskan pedang pusaka dan berjungkir balik untuk menyelamatkan tangannya.

“Crek ....” pedang jatuh menancap di tanah. Dengan girang Oh Sun dan Hong Lui terus berhamburan melayang dari puncak pohon yang tinggi. Keduanya tak mempeduhkan lagi kepada monyet hitam.

Tetapi sebelum mereka mendarat di tanah, 'kekonyong- konyong Oh Sun menjerit kaget : "Hai, anjing keparat itu. "

Dan selekas tiba di tanah, ia terus loncat kemuka.

Ternyata begitu pedang jatuh ke tanah, si Kuning anjing kawan monyet hitam, sudah menerkam, menggigit tangkai pedang lalu dibawanya lari menuruni lembah.....

Oh Sun dan Hong Lui berkaok-kaok seperti orang yang kebakaran jenggot. Mereka mengejar ke bawah lembah.

Lembah itu sebuah lembah yang curam, penuh ditumbuhi paku yang licin. Si Kuning dengan lincah dan gesit menyusup diantara gundukan batu, makin lama makin jauh ke bawah.

Walaupun memiliki ilmu gin-kang atau ilmu meringankan- tubuh yang tinggi, tetapi Oh Sun terpaksa harus hati2. Demikian pula dengan si Kaki satu Hong Lui. Walaupun ia dapat berjalan melonjak-lonjak dengan tongkatnya, tetapi karena tanah amat licin, terpaksa ia harus hati2 dan tak dapat mengejar dengan cepat.

Dalam beberapa kejab mereka telah kehilangan jejak anjing itu. Anjing Kuning itu telah menyusup kedalam rimba karang yang berserakan memenuhi dasar lembah itu. Namun kedua tokoh Jiong-pang itu tetap ngotot mengejar sampai ke dasar lembah. Keduanya amat gemas dan marah sekali ketika tak menemukan anjing itu. Anjing itu seolah-olah telan menghilang.

Setelah beberapa saat mencari kian kemari tanpa hasil, akhirnya mereka terpaksa naik ke atas lagi.

Di atas lembah telah menunggu anakbuah

Jiong-pang. Kemudian mereka beramai-ramai kembali hendak membuat perhitungan dengan rombongan Blo'on.

Tetapi alangkah kejut mereka ketika rombongan orang2 aneh itu sudah tak tampak. Dan makin kejut

pula mereka ketika melihat si Katai pemalas Na Kok-kong dan Jembel-gemuk Auya Hok diikat tubuhnya dan mulutnyapun disumbat dengan kain.

Oh Sin merah padam mukanya Sedang si Kaki satu Hong Lui melonjak lonjak seperti orang kalap.

"Celaka, celaka !" ia berteriak-teriak, "kita telah dipermainkan oleh gerombolan manusia gila”. Habis berkata ia terus ayun tubuh loncat ka muka.

"Ji-te, tunggu l'* teriak Oh Sun mencegah, “hendak kemana engkau?" "Mengejar dan menghajar manusia2 gila itu,” sahut Hong Lui seraya hentikan gerakannya.

"Hm, boleh," kata Oh San," tetapi tak perlu terburu nafsu. Kita tolong kedua sute kita dulu dan menanyakan keterangannya. Eh, kemana sam sute ?"

Anakbuah Jiong-pang terkejut. Tadi mereka menyusul Oh Sun kelembah dan tinggalkan ketiga pemimpin mereka yang lain itu. Jelas To Hoan Na Kok-kong dan Auyang Hok masih berada di-situ menghadapi rombongan Blo'on. Mengapa kini yang dua diikat dan yang seorang tidak tampak.

"Lekas bilang," bentak si Kaki-satu Hong Lui yang cepat marah.

"Maaf, ji-ya," seru mereka serempak, "kami sekalian telah menyusul pangcu ke lembah dan tak tahu apa yang telah terjadi disini. Terapi jelas ketika kami pergi, sam ya, su-ya dan ngo-ya masih berada disini."

"Hmm, manusia2 tak berguna, "Hong Lui menggeram.

"Ji sute, tolonglah si sute dan ngo-sute," Oh Sun yang kuatir Hong Lui akan naik pitam terhadap anakbuahnya.

Ternyata Na Kok-kong dan Auyang Hok lelah tertutuk jalandarahnya. Setelah dibuka tali ikatan dan jalandarahnya yang tertutuk, kedua tokoh Jiong-pang itu terus loncat dan lari.

"Berhenti, sute," Hong Lui cepat loncat hadangkan tongkatnya, "mau kemana sute ini ?'

"Menghajar rombongan bangsat itu!" teriak Na -Kok-kong. "Nanti dulu”, cegah Hong Lui pula, "ceritakan dulu apa yang

telah terjadi disini ?" "Ketika aku sedang bersemedhi untuk menyalurkan darahku yang bergolak karena menghantam daging benjol di punggung kakek bungkuk tadi.'' demikian Na Kok-kong mulai menutur. "tiba2 tubuhku dicengkam dari belakang, mulutku? disumbat kain dan lambungkupun di tutuk. Bangsat2 itu memang licik, harus kubunuh."

Jembel-gemuk Auyang Hok pun mengalami nasib serupa. Ia ditubruk kakek Lo Kun sehingga takdapat berkutik. Belum sempat berteriak, mulutnya sudah disumbat oleh Blo'on dengan kain, lalu tubuhnya diikat kencang2 dengan tali. Dan terakhir mereka lalu menutuk lambungnya sehingga ia tak dapat bergerak.

Tiba2 Na Kok-kong berteriak keras dan terus lari.

Hong Lui tercengang. Sebelum ia sempat bertindak, Pat-pi sin-git Oh Sun sudah loncat menarik baju Na Kok-kong.

"Si-sute," seru ketua Kaypang utara itu, "hendak kamana engkau ?"

"Sam ko To Hoan.....," sahut Na Kok kong, "dia tentu dibawa oleh rombongan bangsat itu !”.

"Hai !" teriak Oh Sun terkejut sekali. Memang ia tak melihat To Hoan tokoh nomor tiga dari Jiong-pang bergelar Jembel- iblis-tertawa berada ditempat situ.

"Apakah sam-sute juga dikalahkan ?" teriak ketua Kay pang utara sesaat kemudian.

"Entahlah," sahut Na Kok-kong, "karena saat itu aku sedang disiksa oleh mereka ... "

"Jahanam, hayo kita kejar!" teriak Oh Sun. Demikian rombongan anakbuah Jiong pang dan keempat pemimpin mereka, segera berangkat melakukan pengejaran  ke arah utara.

Ketika hendak memasuki sebuah hutan mereka terkejut karena melihat seorang pederi gundul duduk bersandar pada sebatang pohon.

"Paderi, apakah engkau melihat dua orang kakek dan dua orang pemuda jalan disini ?" tegur Hong Lui seraya menghampiri ketempat paderi muda itu.

Paderi itu tak menyahut melainkan delikan mata kepada Hong Lui.

Sikaki satu Hong Lui terkesiap. Belum ia sempat membuka mulut, seorang anakbuah Jiong-pang maju dan membentak : “Paderi. jangan kurang ajar terhadap ji-pangcu kami!"

Tetapi paderi itu malah beralih deliki mata kepada orang itu.

"Apa? Engkau berani memandang aku begitu bengis ?" tiba2 anakbuah Jiong-pang itu membentak seraya terus menampar mulut si paderi. Plak.....

Paderi itu memberingas. Biji matanya merah seperti darah.

Tetapi entah bagaimana dia tak dapat bicara apa2.

"Hai, apa dia bukan sara-suko," tiba2 Pengemis-gemuk Auyang Hok berteriak seraya maju menghampiri.

„Ah, benar, sam suko," seru Auyang Hok lalu cepat2 menolong, "ah, sam suko kena di tutuk jalan-darahnya. Dia tak dapat berkutik dan bicara "

Berulang kali Pengemis gemuk itu menutuk jalandarah tokoh ketiga dari Jiong-pang yakni Pengemis iblis-tertawa To Hoan, Tetapi tetap tak mampu membukanya. "Hai, aneh, aneh.....," ia menggumam, "mengapa sam suko tak dapat terbebas ?"

Hong Lui menghampiri, memeriksa sejenak lalu berkata: "Dia terkena ilmu tutukan yang mengunakan ilmu Ciong jiu hwat (tangan keras). Harus menggunakan waktu agak lama

......."

Namun tokoh kedua dari Jiong-pang itupun gagal untuk membuka jalandarah dari To Hoan. "Bagaimana ji-te," tegur Oh Sun.

"Aneh," gumam si Kaki-satu Hong Lui "mengapa tak juga terbuka jalandarah sam sute ini.”

Oh Sun terkejut. Ia tahu bahwa dalam ilmu tutukan, ji-te atau adik kedua, Hong Lui itu ahli sekali. Kalau seorang seperti Hong Lui tak mampu, Oh Sun beralasan untuk terkejut. Ia kuatir juga tak mampu. Dan jika ia tak mampu, ia malu kepada anakbuah Jiong-pang.

Setelah memeriksa sebentar, ia berkata : "Bawa sam-sute pulang. Nanti kita usahakan pertolongan.

Demikian rombongan Jiong-pang itu terpaksa berangkat pulang dengan membawa Pengemis ibiis-tertawa To Hoan yung masih tertutuk jalan darahnya. Oleh karena itu To Hoan tak dapat memberi keterangan apa2.

Diam2 Oh Sun menimang. Jika menilik rombongan kakek gila dan pemuda tolol tadi, tak mungkin mereka memiliki kepandaian menutuk jalan-darah yang sedemikian aneh. Ia duga, tentu muncul seorang sakti yang mempermainkan To- Hoan. Lebih baik tunggu sampai To Hoan bebas baru mengatur langkah lagi. Sungai Kuning.

Hari baru saja terang tanah. Fajarpun mulai menyingsing. Mentari pagi pada musim semi memancarkan sinarnya yang keemas-emasan. Namun rupanya kabut malam yang menyelubungi tanah pegunungan masih enggan untuk berpisah dengan pohon2 penghuni hutan. Mereka seolah hendak menghalangi kedatangan sinar mentari pagi.

Dalam keremangan sinar mentari berselubung kabut itulah tampak empat sosok tubuh berjalan menyusur jalan. Yang dua orang, pendek dan terhuyung langkah. Dan yang dua orang, kurus dan semampai. Salah seorarrg dari orang yang bertubuh kurus itu seperti mempunyai tanduk pada kepalanya. Lebih aneh pula, kedua bahu orang itu seperti tumbuh dua buah benda hitam. Siapakah gerangan mereka ?

Ah, kiranya pembaca tentu segera dapat menebak siapakah mereka itu. Ya, benar, memang keempat orang itu bukan lain yalah sahabat kita si B'o'on dengan kedua kakek Lo Kun, Kerbau Putih dan pemuda Liok.

Blo'on mendongkol karena orang2 Kay-pang utara yang mengajaknya berkelahi itu tiba2 pergi meninggalkannya. Oh Sun, ketua Kay pang utara, mengejar monyet hitam kedalam hutan. Anak buah Kay-pang utara atau Jiong-pang, pun segera menyusul ketuanya.

Katak-pemalas Na Kok-kong dan Jembel gemuk  Auyang Hok sedang duduk pejamkan mata menyalurkan tenaga-dalam untuk menenangkan darahnya yang bergolak.

Yang ada tinggal Jembel-iblis-tertawa To Hoan karena masih bertempur dengan pemuda Liok.

"Gila." teriak Blo'on, "mengapa mereka ngacir semua ?"  "Kejar!" seru kakek Lo Kun hendak ayunkan langkah. "Kejar siapa ?” cepat Blo'on maju menghadang.

'Lho, tentu saja orang* itu tadi -Mereka hendak merampas

pedang yang dibawa lari si Hitam." "Ha, ha, ha " tiba2 Blo'on tertawa.

Kakek Lo Kun melongo.

"Eh, mengapa engkau tertawa !? Apakah aku lucu ?" teriaknya.

"Ya, kakek memang lucu," sahut Blo'on, "tetapi aku tak tertawa."

Lo Kun kerutkan dahi : "Lalu mengapa engkau tertawa ?" "Aku teringat pada tingkah laku orang tadi. Dia begitu

gugup setengah mati karena pedang tadi digondol si Hitam. Teiapi monyet itu memang pintar sekali. Tak mungkin dia dapat mengejarnya, ha, ha "

"Kalau begitu, aku tak perlu mengejar ?" tanya Lo Kun. "Sudah tentu tak perlu, kecuali engkau memang hendak

berlatih ilmu lari," kata Blo'on.

Lo Kun bersungut-sungut : "Ho, anak Blo'on, beberapa hari be!akangan ini kulihat engkau makin pintar tetapi pun makin tak keruan. Apakah kepalamu masih sakit ?"

“Kepalaku ? Siapa bilang aku sakit kepala?"

“Bukankah engkau mengatakan sendiri, dan engkau katanya hendak mencari otak naga untuk obatnya?” seru Lo Kun. “Aih aku mengatakan begitu ? Eh, benar, benar, aku memang ingin cari obat pengganti otakku yang kosong ini," kata Blo'on sambil mengelus elus gundulnya.

"Hai, apa apaan kalian !" tiba2 kakek Kerbau Putih berteriak," mengapa omong tak keruan ? Bukankah si Liok sedang diserang orang. Tuh, lihat. dia sibuk menghadapi lawannya !"

Memang saat itu pemuda Liok sibuk sekali menghadapi serangan Iblis-tertawa To Hoan. Pemuda yang berwajah cakap dan berkulit halus serta bertubuh semampai itu, dengan sepenuh tenaganya telah mencurahkan kepandaiannya. Namun ia tetapi terdesak oleh lingkaran serangan To Hoan yang juga menggunakan senjata tongkat besi.

Pemuda Liok curahkan ilmupedang Tui-hong kiam atau Pedang-pemburu-angin. Pedangnya menyambar-nyambar laksana kilat dan mrnderu-deru bagaikan badai.

Namun tongkat To Hoanpun tak kalah dahsyatnya. Tongkat itu berkelebat naik turun laksana seekor naga bergeliatan di udara. Kui gok-ciang atau Tongkat-iblis-menangis, demikian nama tongkat dan ilmu permainan yang digunakan tokoh ketiga dari partai Kay-pang utara itu.

"Apa apaan engkau ?” teriak kakek Lo Kun, "si Liok masih cukup kuat untuk menahan lawan. Yang penting kita ringkus dulu kedua orang yang sedang duduk diam itu. Kalau mereka bargun wah, runyam. Tentu dapat membantu kawannya.”

Tanpa menunggu jawaban, kakek Lo Kun terus menghampiri ketempat Auyang Hok. Secpat kilat ia menubruk tubuh Jembel gemuk itu sekuat dan mengikatnya kuat2 sehingga Auyang Hok hampir tak dapat bernapas. Melihat itu kakek Kerbau Putih pun terus lari ketempat Katak-pemalas Na Kok-kong dan tubruknya.

Tepat pada saat itu, terjadilah detik2 yang menentukan. Karena terdesak dan hampir terancam bahaya dengan nekad pemuda Liok segera taburkan pedangnya kemuka orang.

"Mampus engkau !" teriaknya. Tetapi teriakan itu sudah jauh kumandangnya karena pemuda Liok itu sudah loncat lari. To Hoan terkejut. Untung ia masih dapat miringkan tubuh ke samping. Cret, pedang melayang di sisinya dan hanya berhasil memapas segumpal rambut. Sekalipun begitu, sebagai seorang tokoh pimpinan partai Jiong-pang, To Hoan marah sekali.

"Hai, hendak lari kemana engkau bangsat cilik!” serunya terus loncat mengejar.

Serentak pada saat itu, kakek Lo Kun yang sedang  memeluk tubuh Auyang Hok, segera berteriak : "Hai, Blo'on, lekas ikat tubuh babi gemuk ini”.

Saat itu To Hoan sudah berpuluh tombak larinya. Ia terkejut ketika mendengar teriakan kakek Lo Kun. Tetapi ia memutuskan, lebih dulu membunuh pemuda Liok baru kemudian kembali lagi untuk menolong Auyang Hok dan Na Kok-kong.

Demikian Blo'onlah yang mengikat tubuh kedua pemimpin Kay-pang utara itu lalu menyumpal mulutnya dengan kain yang dirobeknya baju kedua orang itu.

Auyang Hok dan Na Kok kong marah sekali. Dengan sekuat tenaga mereka meronta-ronta "Kurang ajar, babi gemuk" bentak Lo Kun, "aku takkan menyembelihmu, hanya suruh engkau tidur saja. Mengapa engkau hendak berontak ?”

Karena mulut tersumbat kain, Auyang tak dapat berteriak.

Ia hanya dapat meronta makin keras.

Melihat itu Lo Kun jengkel sekali.

"Babi gemuk, engkau memang tak dapat perbaiki. Huh, patutnya engkau disembelih saja,” kata Lo Kun seraya terus mencabut pedang dari pinggang Auyang Hok.

"Hai, kakek Lo Kun, hendak engkau apakan orang itu ?" teriak B'o'on terkejut.

"Menyembelih babi," sahut Lo Kun seraya mencekal leher Auyang Hok dengan tangan kiri dan tangan kanan yang memegang pedang hendak digorokkan.

"Jangan, kakek Lo Kun," seru Blo'on seraya rnenarik baju kakek linglung itu, "dia bukan babi tetapi seorang manusia. Apa engkau doyan makan daging manusia ?"

"Siapa bilang aku suka makan daging manusia," bantah Lo Kun, "dagingnya nanti kita berikan pada si Kuning atau si Hitam atau si Bagus.

Terhadap ketiga binatang piaraan Blo'on, mereka telah bersepakat untuk memberi nama. Karena anjing itu berbulu kuning maka diberi nama si Kuning, karena hitam, maka monyet itu dinamakan si Hitam. Sedang burung rajawali yang bulunya mengkilap indah, mereka memberi nama sebagai si Bagus.

"Tidak sudi," teriak Blo'on," si Kuning tak doyan daging manusia, si Hitam suka makan buah buah segar dan si Bagus hanya gemar makan daging kambing. Dan jangan sekali kali engkau, berani memberi mereka makan daging manusia. Kalau mereka biasa makan daging manusia, kalau lapar, kita kan bisa dimakan mereka nanti !”

Auyang Hok pucat wajahnya ketika lehernya hendak digorok oleh Lo Kun. Untung karena dicegah Blo'on, kakek itu tak jadi menyembelihnya. Sebagai seorang pemimpin Kay- pang yang biasanya mendapat penghormatan dari anakbuahnya, sudah tentu dia tak kuat menahan hinaan yang diderita saat itu dari seorang kakek limbung. la maronta-ronta dan memandang kakek Lo Kun dengan mata berapi api.

Dalam pada itu Na Kok-kongpun tak kurang marahnya, la marah bukan kepalang. Iapun meronta sekuat-kuatnya.

"Eh, babi ini juga minta disembelih," kata Kakek Kerbau Putih yang jengkel juga melihat tingkah Na Kok kong.

"Salah !" tiba2 Lo Kun berteriak, "dia bukan babi. Babi tentu gemuk "

"Huh, dia juga gemuk. Tuh lihat perutnya besar" seru kakek Kerbau Putih.

'O, benar, memang perutnya gemuk. Tetapi badannya mengapa kecil ?" seru kakek Lo Kun, "oh, dia mirip seekor katak"

"Bagus, bagus !" tiba kakek Kerbau Putih berteriak kegirangan, "katak enak sekali dimakan Hayo. kita sembelih katak ini."

Habis berkata iapun terus menghampiri dan mencabut  golok dari pinggang Na Kok-kong.

"Jangan kakek Kerbau Putih" teriak Blo'on, "dia  bukan katak tetapi manusia" Saat itu kakek Kerbau Putih sudah terlanjur mencekal tengkuk Na Kok-kong dan berdiri rapat dengan orang itu.  Pada saat Blo'on berseru mencegah tiba2 Na Kok-kong mendengkung sekuat-kuatnya dan plok ...

“Aduh ”

Kakek Kerbau Pulih menjerit kesakitan seraya mendekap pipinya. Ternyata karena mulutnya tersumbat. Na Kok-kong telah melancarkan ilmu tenaga-dalam Ha ma-kang, mengantarkan segumpal ingus untuk menyemprot muka Kerbau Putih.

Walaupun hanya segumpal air ingus tetapi karena disemburkan dengan tenaga Ha ma-kang maka berubahlah ludah tercampur ingus itu menjadi semacam senjata yang cukup membuat kakek Kerbau Putih meringis kesakitan sampai mengaduh-aduh .....

"Aduh. baunya ..... !" teriak kakek Kerbau Putih sesaat ia mengusap gumpalan ingus yang melekat pada pipinya!

Tiba2 ia maju dan mengusap pipinya ke pakaian Na Kok- kong, sret, sret ... kebetulan muka kakek Kerbau Putih itu menggosok-gosok pada Lambung orang dan seketika itu menggelinjang gelinjanglah tubuh Na Kok-kong karena geli. la geli lekali tetapi tak dapat tertawa maka hanya tubuhnya yang terkial-kial keras.

"Diam !" bentak kakek Kerbau Putih seraya menerkam lambung Na Kok-kong sekuat-kuatnya. Terkaman itu tanpa sengaja telah mengenai jalandarah yang membuat Na Kok kong tak dapat berkutik. Dan karena tanpa sengaja kakek Kerbau Putih itu menggunakan tenaga-dalam dingin, maka kakulah Na Kok-kong. "Tuh, sekarang engkau tentu tak dapat berkutik" kata kakek Kerbau Putih.

"Lho, mengapa babi gemuk ini masih meronta-ronta saja." tiba2 kakek Lo Kun berteriak, Rupanya ia malu dengan kakek Kerbau Putih yang dapat menundukkan Na Kok kong. Maka iapun terus menusukkan jarinya kelambung Auyang Hok.

Hek ..... Auyang Hok menjerit tertahan dan seketika iapun kaku seperti patung.

Blo'on terkejut heran, serunya : "Kakek Lo Kun ilmu apakah yang engkau gunakan untuk membuatnya diam itu ?"

Sambil membusungkan dada menjawablah LoKun : "Itu namanya ilmu Tiam-hiat (menutuk jandarah). Orang yang terkena tiam-hiat tentu akan menjadi patung yang tak dapat bergerak"

"Apa dia akan mati ?" tanya Blo'on.

"Tidak," sahut kakek Lo kun "asal diurut lagi supaya jalandarahnya terbuka, dia tentu dapat bergerak pula".

"O, kalau begitu cobalah kakek menutuknya supaya bergerak."

"Anak bloon, masakan engkau tak percaya pada omonganku, Nih, lihatlah, " ia terus tusukkan jarinya ke lambung Auyang Hok. Crek, kembali lambung itu terkena tutukan lagi sehingga tubuh Auyang Hok makin kaku.

"Celaka !" teriak Lo Kun, "aku lupa bagaimana cara membukanya ... , "

"Oh," Blo'on mengeluh kaget, "lalu bagaimana dia nanti ?"

Lo Kun garuk2 kepalanya tak dapat menjawab. Kemudian ia berpaling ke arah kawannya. "Hai, Kerbau Putih, apakah engkau juga dapat membuka jalandarah si katak itu ?"serunya.

Sambil mengangkat bahu, kakek Kerbau Putih menjawab : "Mengapa tidak bisa ? Goblok engkau Lo Kun !"

Lo Kun garuk2 kepala lagi.

"Ya, Lo Kun memang goblok, eh ... tidak, aku tidak goblok hanya lupa caranya" bantahnya seorang diri. Kemudian berseru, "hai, Kerbau Puluh, cobalah engkau tutuk jalandarah si katak (Na Kok-kong) supaya dapat bergerak lagi. Setelah itu aku minta tolong supaya engkau membuka jalandarah babi  ini" '

"Buat apa membuka jalandarahnya ? Bukankah lebih baik biarkan saja mereka tak bergerak? Bukankah kalau bergerak katak ini bisa menyemprot ingus lagi kepadaku ?" jawab kakek Kerbau Putih.

“Plak”, Lo Kun menampar gundulnya sendiri.

"O, ya. ya benar" serunya "perlu apa halus membuka jalandarahnya ?"

Kemudian ia berpaling ke arah Blo'on, tegurnya marah : "Anak blo'on, engkau memang blo'on. Mengapa engkau suruh aku membuka jalandarah babi ini ? Biarkan saja dia jadi patung atau jadi apa saja. Nanti kawan-kawannya tentu datang menolongnya ..."

"Hai, mana engkoh Liok tadi ?" tiba Blo'on tak menggubris kata2 kakek Lo Kun melainkan berpaling kesamping. Demi melihat pemuda Liok tidak berada di situ, demikian pula iblis— tertawa To Hoan, menjeritlah Blo'on, Lo Kun dan Kerbau Putihpun melonjak kaget. Mereka baru mengetahui bahwa kawan mereka sipemuda Liok tadi, hilang dari tempat itu.

''Celaka, hayo kita cari !" tanpa peduli apa2 lagi, Blo'on terus lari kemuka.

Lo Kun dan Kerbau Putih terpaksa mengikuti.

Pertama-tama yang muncul yalah burung rajawali atau si Bagus. Kemudian muncul pula monyet si Hitam. Kedua binatang itu rerus mengikuti Blo'on.

Sepeminum teh lamanya berlari mereka tiba di sebuah bukit. Ketika melintasi sebuah tikungan karang, tiba2 terdengar seseorang berteriak gembira.

"Ai, ai, benar, benar, akhirnya kalian memang datang ke sini ... "

Blo'on dan kedua kakek hentikan larinya dan berpaling.

"Ah, engkau engkoh Liok!" seru Blo'on ketika melihat seorang pemuda tengah duduk beristirahat diatas sebuah batu karang.

Pemuda itu memang pemuda she Liok. Siapa namanya yang lengkap, ia hanya mengatakan: sebagai Liok Sin-lam. Pemuda itu loncat turun ke tempat rombongan kawan- kawannya.

"Ya, memang aku," kata pemuda Liok itu sambil tertawa," sudah lama juga aku menunggumu di sini. Kukira kakek itu bohong…”

"Aku ?" teriak Lo Kun, "engkau mengatakan aku bohong ?

Aku bohong apa kepadamu ?" Pemuda Liok yang sudah kenal akan watak kakek limbung itu hanya tertawa, sahutnya: "Bukan kakek engkau, tetapi lain orang lagi."

"O, engkau mendapat kakek baru lagi." Blo'on." mana orangnya ?"

"Ya, memang aku bertemu dengan seorang kakek baru yang aneh, pemuda Liok menerargkan, pada saat aku hampir terancam bahaya hendak dipukul lawanku tadi, aku berusaha untuk loncat ke dalam gerumbul. Tiba2 aku seperti membentur sebuah tangan orang dan tahu aku tak sadarkan diri. Ketika aku membuka mata, dihadapanku tampak seorang kakek tua berjenggot putih. Dengan tersenyum dia suruh aku menunggu kedatangan kamu sekalian ditempat ini "

"Siapa dia ?" seru Blo'on.

"Waktu kutanyakan bagaimana dengan tokoh Kay-pang bertempur dengan aku itu, dia hanya tertawa dan mengatakan kalau sudah beres. Tokoh Kay pang itu sudah jinak dan mengakui dosa, saat ini sudah masuk menjadi paderi gundul. Aku percaya saja keterangannya. Tetapi ketika kutanyakan namanya, kakek jenggot putih itu hanya tertawa dan mengatakan ringkas bahwa namanya kakek Jenggot putih. Aku hendak membantah tetapi dia  sudah  lantas  loncat  pergi. "

"Uh, aneh juga," gumam Blo'on, "nanti kalau ketemu dengan seorang kakek jenggot putih kita tangkap saja."

"Mengapa ?" pemuda Liok kerutkan alis yang bagus.

"Dia harus memberi tahu namanya yang sungguh." kata Blo'on, "masakan seorang manusia tak punya nama "

"Ha, ha, ha." tiba2 kakek Lo Kun tertawa geli dan panjang. Blo'on melongo, serunya: "Kakek Lo, mengapa engkau tertawa begitu geli ?"

"Karena mendengar kata-katamu yang lucu tadi,” sahut Lo Kun,

"Lucu ? Apanya yang lucu ?"

"Engkau mengomeli orang yang tak punya nama, ha, ha, tetapi engkau sendiri bagaimana ?”, kata Lo Kun.

"Aku?" Blo'on menegas, "jelek2 kan aku punya nama juga?" "Siapa ?" tanya Lo Kun.

"Blo'on !"

Terdengar gelak tertawa dalam berbagai nada dan irama dari kawan2 Blo'on. Pemuda Liok pun tertawa mengikik.

Tiba2 Blo'on terus ayun langkah berjalan pergi.

"Hai, hendak kemana engkau?" seru kakek Kerbau Putih. "Melanjutkan perjalanan lagi," sahut Blo'on.

Terpaksa orang2 itupun mengikutinya. Setelah melintasi bukit tiba2 mereka mendengar suara anjing menggonggong keras. Blo’onpun berhenti.

"Hai, si Kuning !" serunya kejut2 girang.

Seekor anjing tampak berlari lari muncul dari dalam hutan.

Mulutnya menggondol sebatang pedang.

Melihat kawannya datang, si monyet Hitam-pun terus loncat menyambut. Ia hendak menarik pedang di mulut si Kuning. Tetapi rupanya anjing kuning tak mau melepaskannya,

Monyet Hitam berkuik-kuik ngotot hendak menarik pedang itu tetapi anjing tetap bertahan tak mau melepaskannya. Terjadilah tarik menarik adu kekuatan diantara kedua binatang itu.

"Hai, apa - apaan kalian itu," Blo'on menghampiri, "mengapa saling berebut pedang ? Hayo, berikan kepadaku."

Monyetpun menyisih ke samping dan si Kuning maju kemuka Blo'on lalu lepaskan pedang dibawah kaki tuannya.

Sambil memungut pedang, Blo'on berkata : "Pedang ini milik orang desa tadi. Baiklah kusimpannya dulu. Apabila ketemu lagi dengan dia, tentu akan kuberikan."

"Benar," kata pemuda Liok, "tetapi simpanlah di dalam baju jangan sampai terlihat orang! Ingat, orang2 Kay-pang tadi tentu berusaha hendak merebut pedang itu."

Demikian mereka melanjutkan perjalanan lagi. Dan dua hari kemudian tibalah mereka disebuah desa dekat perairan sungai Hongho atau sungai Kuning.

Mereka mendapatkan desa itu sunyi senyap. Rumah2 penduduk kosong penghuninya. Di sebuah rumah mereka bertemu dengan seorang nenek yang sudah tua sekali.

"Nenek tua," kata pemuda Liok dengan suara lembut, "kami pendatang dari luar daerah yang kebetulan lalu di desa ini. Maksud kami karena hari sudah petang, hendak minta menginap disini."

Nenek itu menghela napas : "Maaf, nak… penduduk desa nelayan sini sedang sibuk berkumpul ditempat ketua desa. Aku seorang nenek tua tak dapat melayani kalian."

Setelah pertanyakan letak rumah ketua desa Blo'on dan rombongannya segera mencari tempat itu.

Ternyata di rumah kediaman ketua desa sedang diselenggarakan sebuah pertemuan besar, diri seiuruh rakyat desa itu. Rumah besar yang dipakai untuk maksud pertemuan itu, penuh dengan rakyat, baik laki maupun perempuan. Lampu yang menerangi rumah itu terang benderang sekali.

Kedatangan rombongan Blo'on sangat mengejutkan mereka. Kepala desa, seorang lelaki berumur 50-an, bertubuh tegap dan berkulit kehitam-hitaman, segera diiringi oleh beberapa lelaki, keluar menyambut.

Pemuda Liok tak ingin terjadi salah faham yang mengakibatkan suasana keruh. Ia mewajibankan diri sebagai jurubicara dari rombongannya.

"Paman sekalian" serta merta ia memberi hormat, "kami datang dari jauh dan kebetulan lalu di desa ini. Karena hari sudah malam, kami hendak mohon menginap di desa ini."

Kepala desa dan beberapa lelaki kekar itu memandang rombongan tetamu dengan seksama. Dari pemuda Liok, Blo'on sampai pada kedua kakek Lo Kun dan Kerbau Putih tak lepas dari pandang penelitian mereka.

Blo'on tercengang heran. Ia sibuk memandang dan meneliti dirinya.

"Eh, paman", tiba2 ia berseru "apa yang engkau pandang pada diriku ?"

"Siapa engkau ini ?" tanya kepala desa.

"Aku seorang manusia seperti engkau. Apa engkau kira aku ini monyet ? Kalau monyet, inilah macamnya,” Blo'on menunjuk pada si Hitam.

"Ya, kutahu engkau seorang manusia," jawab kepala desa itu, “kau masih muda, tetapi kenapa kepalamu gundul dan memakai rambut seperti sepasang tanduk ?" "Keparat !" teriak Blo'on. Kepala desa itu terkejut : "Keparat

? Siapa yang engkau maki ?"

"Orang Hoa-san-pay," sahut Blo'on, "merekalah yang menggunduli rambutku dengan pedang pusaka sehingga tak dapat tumbuh lagi. Hanja bagian dua samping ini yang tumbuh".

Sambil berkata Blo'on menunjuk pada kedua ikat rambutnya.

"Siapa namamu ?" tanya kepala desa itu pula. Rupanya diam2 kepala desa itu tertarik juga perhatiannya.

"Blo'on."

Kepala desa melongo, serunya : "Blo'on ? itu bukan nama tetapi semacam kata ejekan."

"Eh, pak tua" kata Bio’on "jangan engkau sembarangan bicara. Blo'on itu namaku, mengapa engkau tak percaya. Lalu siapa namamu ?”

Tanpa menghiraukan pertanyaan Blo'on, kepala desa itu beralih menghadap kakek Lo Kun. Melihat seorang kakek tua, kepala desa itu mengangguk kepala selaku memberi hormat.

"Maaf, paman," katanya, "dari manakah paman ini ?"

Lo Kun deliki mata : "Sudahlah, jangan banyak bicara basa basi. Lekas berikan kami tempat menginap dan makanan. Sudah setengah hari aku tak menelan nasi."

Mendengar kata2 kakek Lo Kun yang kasar, seorang lelaki yang mengiring di samping kepala desa itu, membentak : "Kakek tua, jangan sekasar itu terhadap kepala desa kami ! Engkau tahu dengan siapa engkau berhadapan ?" Kepala desa buru2 mencegah orangnya : "Hay-cu, jangan cari perkara."

Kemudian kepala desa itu berkata kepada kakek Kerbau Putih : "Dari manakah paman ini?"

"Kami beramai-ramai hendak menuju ke Laut Hitam. Karena kemalaman, kami minta menginap disini," sahut kakek Kerbau Putih.

Kepala desa itu kerutkan dahi : "Laut Hitam ? Dimanakah laut itu ?"

"Lho, apakah di negeri kita ini tak ada Laut Hitam?"

Sejenak kepala desa itu kerutkan kening, lalu menjawab : "Kami hidup sebagai nelayan di desa Hong-ke cung sini sudah berpuluh-puluh tahun Sering kami berlayar mencari ikan jauh sampai ke muara laut. Sepanjang pendengaran kami, di sebelah selatan hanya terdapat sebuah Laut Kuning. Tetapi Laut Hitam kami tak pernah mendengar"

"O," kakek Kerbau Puih garuk2 kepala, lalu menegur Blo'on, "tuh dengarlah. Siapa yang bilang kepadamu kalau di Laut Hitam terdapat seekor naga ?"

Blo'on menyeringai : "Sudahlah, jangan pedulikan orang ini. Cobalah lihat binatang piaraanku ada Kuning, ada Hitam ada Bagus. Kalau ada Laut Kuning masakan tak ada Laut Hitam ? Masakan laut kalah dengan binatang saja?"

"Hai, benar, benar," kata kakek Kerbau Putih lalu berpaling kepada kepala desa, "ho, jangan engkau membohongi aku. Ada Laut Kuning tentu ada Laut Hitam".

Kepala desa tertegun. Segera ia mendapat kesan bahwa ia sedang berhadapan dengan rombongan manusia2 yang kurang waras otaknya. Lebih baik tak perlu banyak omong agar dapat melanjutkan pertemuan lagi.

"Baiklah," katanya, "kalian boleh bermalam di rumah ini. Tetapi karena tempat ini sedang digunakan untuk rapat, maka harap kalian tunggu saja".

"Boleh," seru kakek Lo kun, "tetapi kami minta makan dulu.

Sudah setengah hari, perutku kosong."

Sebenarnya kepala desa itu mendongkol tetapi ternyata dia seorang yang memiliki kesabaran besar. Segera ia perintahkan seorang lelaki untuk membawa rombongan tetamu itu pulang kerumah kepala desa dulu.

Kepala desa mempunyai dua orang anak, yang besar seorang dara berumur 15- 16 tahun. Dan yang kedua,  seorang anak lelaki berumur 10 tahun.

Karena ayahnya sedang memimpin rapat di gedung pertemuan, maka anak lelaki kecil itu yang menemani' tetamunya makan. Sedang tacinya atau dara itu yang melayani.

"Ho, mengapa hidangannya terdiii dari ikan laut semua ?" seru kakek Lo Kun.

"Maaf, kakek," kata Hay-po anak kecil itu, “memang kami nelayan disini, tiap hari makannya ikan sungai."

Beberapa saat kemudian, kembali kakek Lo Kun berteriak : "Hai, anak kecil, siapa yang masak ikan le-hi ini ?"

"Taci ku." "Mana tacimu ?"

"Itu," kata Hay-po seraya menunjuk kepada sidara. "Hai, anak perempuan," Lo Kun berpaling, "mengapa sebagai anak perempuan engkau tak pandai masak ? Cobalah, masakan ikan lehi rasanya begini hambar, kurang manis, kurang asam."

Pemuda Liok tak enak hati. Masakan seorang tetamu berani mencelah hidangan dari tuan rumah. Ia hendak mencegah kakek Lo Kun tetapi dara itu dengan tersenyum sudah mendahului.

"Ya, baiklah," katanya tertawa," akan kutambah garam dan gula."

Tak berapa lama masuk, dara itupun keluar dengan membawa cupuk berisi garam dan gula.

"Celaka, terlalu asin !" Lo Kun menjerit lagi serelah menambahi garam pada masakan ikan le-hi. la menyambar gula dan terus dituangkan. Setelah mencicipi, ia berteriak, "gila, sekarang terlalu manis ... "

Dia menambahi garam dan mencicipi : "Ai terlalu asin . , "Ia menambahi gula, kemudian mengeluh terlalu manis. Demikian sampai terjadi berulang kali. Gula habis, garampun habis.

"Hi, hi, hi ..... " Hay-po si anak kecil tertawa geli. Demikian juga tacinya si dara yang bernama Hay-giok, juga tertawa mengikik.

"Kurang ajar, bocah edan" Lo Kun delik mata pada Hay-po "mengapa engkau malah tertawa” Hay po melongo. la tak kira kalau seorang tetamu berani memakinya. Sesaat kemudian iapun membalas ; "Jangan bicara sembarangan, kakek sinting. Siapa yang gila ? Bukankah salahmu sendiri menambahi gula dan garam ?"

"Ya, tetapi mengapa engkau tertawa ?" "Siapa melarang aku tertawa? Bahkan orang2 Naga Kuningpun tak melarang aku tertawa ?"

"Naga Kuning ?" Lo Kun terkesiap, "siapa Naga Kuning ?"

Belum anak itu menjawab, tiba2 Blo'on sudah menyambar tangan anak itu : "Adik kecil di manakah naga kuning itu ? Ah, kalau ada naga kasih tahu aku mana tempatnya. Aku hendak menangkap naga. Nanti kuberikan kulit dan dagingnya kepadamu Aku hanya mengambil otaknya saja".

Sudah tentu bocah itu melongo. Diberondong dengan kata dari Blo'on yang laksana hujan mencurah itu, dia sampai tak dapat menjawab.

"Eh, engkoh gundul," sesaat kemudian baruIah anak itu dapat berkata, "engkau hendak mencari naga ?"

"Betul adik kecil," kata Blo'on penuh harap "aku memang butuh hendak membunuh naga. Akan kuambil otaknya untuk mengobati otakku yang kosong."

Anak kecil itu merenung sejenak. Tiba2 ia mendapat akal. "Ya, memang ada," katanya, "tetapi apa engkau berani

melawan naga ?"

"Siapa bilang tidak berani ?" teriak Blo'on, "begitu kulihat naga tentu akan kutampar kepala nya !" ..... brak ... tanpa disadari karena terangsang oleh semangatnya yang menyala- nyala tangan Blo'onpun menampar meja makan. Mangkuk yang perisi masakan ikan le-hi di depan kakek Lo Kun mencelat dan tumpah ke pakaian kakek itu.

"Aduh ... , " teriak Lo Kun seraya menyudut mundur, brak

... karena gerakan menyurut mundur itu dilakukan dengan tiba2, kursi yang didudukinya itupun terpelanting jatuh dan ia terjerembablah kakek itu. Si dara Hay-giok terkejut. Cepat2 ia menolong kakek itu bangun. Tetapi secepat itu kakek Lo Kun menghalau tangan si dara supaya jangan menjamah lengannya, kemudian ia menuding Blo’on.

"Bloon, engkau berani menyiram kuah panas kepadaku ?" teriaknya seraya maju menghampiri.

Melihat kakek itu marah, pemuda Liok cepat menghadang : "Sudahlah, kakek Lo, engko Blo'on memang tak sengaja. Jangan marah ...”

“Ya, tetapi dia harus mengganti kuah lehi itu,” kakek Lo Kun masih uring-uringan.

Dara Hay-giok melangkah maju: "Jangan kuatir, kakek. Apa engkau suka kepiting?"

Tiba2 kakek linglung itu deliki mata kepada si dara : "Ho, bocah perempuan, kalau punya kepiting, mengapa tidak engkau keluarkan dari tadi? Engkau tuan rumah tetapi begitu pelit."

'Ya, tunggulah," kata si dara terus melangkah masuk. Dalam pada itu si anak kecilpun bertanya kepada Blo'on :

"Siapa yang dimaki blo'on itu ?”

"Dia bukan memaki, melainkan memanggil namaku," kata Blo'on.

"Apakah namamu Blo'on ?"

Blo'on mengiakan : "Hebat bukan ?"

Bocah lelaki itu tertawa geli. "Jangan tertawa saja !" tiba2 Blo'on membentuk "lekas beritahukan di mana tempat naga kuning itu ?" "Oh, itu," kata Hay po, "tetapi ada kalanya naga itu menjelma menjadi manusia. Dia memang naga siluman."

"Tidak peduli dia akan menjelma jadi manusia atau apa saja, aku tak takut dan tetap akan membunuhnya," kata Blo'on.

"Dan dia punya banyak anakbuah ”

"Tidak takut!" tukas B'o'on.

"Baik," kata anak lelaki itu, "nanti engkau boleh minta izin kepada ayahku untuk membunuh gerombolan naga kuning itu."

Belum Blo'on menyahut, tiba2 si dara Hay-giok muncul dengan membawa sepiring kepiting rebus lalu dihidangkan di muka kakek Lo Kun. "Inilah kepitingnya "

"Bagus anak perempuan, seru kakek Lo kun, "ah, kalau  dulu aku menikah dengan kekasihku, tentu sudah mempunyai anak perempuan sebesar engkau. Anak perempuan pandai masak dan dapat meladeni ayahnya."

"Tetapi kepitingnya masih setengah matang." "Apa ?" tanya kakek Lo Kun.

"Ya, memang begitulah cara memasak hilangan Kepiting- goyang-lidah itu, kakek."

"Kepiting-goyang lidah ?" kakek Lo Kun mengulang, "hebat, hebat sekali nama masakan itu. Hendak kubuktikan apakah lidahku benar2 dapat bergoyang karena makan piting itu."

"Kalau makan, lebih baik pakai pisau supaya jangan tersapit binatang itu," kata si dara.

Lo Kun tak mempedulikan. Segera ia menjemputkan tangan dan terus meremas kepiting lalu dimakannya. "Aduh ..."

Sekalian orang terkejut dan berpaling. "Mengapa ?" tegur pemuda Liok.

"Enak benar masakan anak perempuan itu” seru kakek Lo Kun, "ya, ini baru benar2 dapat menggoyang lidah."

Cepat sekali kakek linglung itu sudah menghabiskan empat ekor kepiting. Rupanya dia betul lupa daratan karena menikmati masakan kepiting itu.

"Bocah perempuan'" serunya berpaling mengambil seekor kepiting lagi, "kelak apabila pulang dari Laut Hitam, aku tentu singgah di sini lagi. Sediakan masakan Kepiting-goyang lidah lagi, ya !"

Selesai berkata, tangannyapun mengantar kepiting ke mulut

: "Aduh ... "

Karena sejak tadi mengoceh tak henti-hentinya, dan juga mengaduh karena merasakan lezatnya masakan kepiting, maka kali ini teriakan mengaduh dari kakek itu, tak mendapat perhatian kawan-kawannya. Mereka sudah jemu mendengar ocehan kakek linglung itu.

"Aduh ..... tolongng ... aduh, bibirku ..." Namun kawan2 itu tak menghiraukan.

"Brak ... tiba2 kakek Lo Kun melonjak ke atas sehingga kakinya membentur meja. Meja tergetar keras hidangan2 pun tumpah ruah. Saat itu barulah pemuda Liok, kakek Kerbau Putih, Blo'on dan Hay-po terkejut. Mereka serempak memandang kearah kakek Lo Kun.

Setelah melonjak keatas Lo Kun mendekap mulutnya dan lari keluar, menjerit-jerit … Sekalian orang terkejut dan berhamburan memburu ke luar. Tampak di halaman kakek Lo Kun melonjak lonjak tak keruan. Lari sana, lari sini, tingkahnya seperti orang gila.

"Kakek Lo, mengapa engkau ?" seru Blo'on seraya mencekal tubuh kakek itu.

"Enyah !" tiba2 Lo Kun menendang kaki Blo'on sehingga anakmuda itu terjungkal ketanah.

*Eh, mengapa engkau ?" kakek Kerbau Pulih pun maju.

Duk ... tiba2 kakek Lo Kun mendupak perutnya sehingga kakek Kerbau Putihpun terpelanting jatuh.

"Ih kenapa kakek ... "

Belum selesai mengucap, kakek Lo Kun sudah menyengkelit kaki pemuda Liok sehingga pemuda itupun rubuh.

Menyusul bocah lelaki Hay-po dan tacinya sidara Hay giok juga diamuk Lo Kun,

Serempak Blo'on dan kawan-kawannya bangun dan menyerbu kakek Lo Kun. Blo'on memeluk tubuhnya, kakek Kerbau Putih mencengkam tangannya dan pemuda Liok meringkus kaki, sidara Hay-giok menyikap perut dan sibocah lelaki Hay po merangkul leher kakek Lo Kun. Karena diringkus oleh lima orang, Lo Kun tak dapat berkutik lagi. Ia hendak meronta tetapi kalah kuat.

"Astaga !" teriak sidara Hay-giok, “mulut kakek ini disepit kepiting. Aduh, sampai berlumuran darah”.

Ternyata sewaktu mengantar kepiting ke mulut tadi, Lo Kun lupa untuk meremas kepiting itu supaya mati. Kepiting yang belum mati, dengan cepat menyepit bibir Lo Kun dengan sepit Lo Kun menjerit kesakitan dan terus menarik kepiting itu. Tetapi celaka..... makin ditarik bibirnya makin sakit karena ikut tertarik menjulur.

Dengan gemas Lo Kun meremas kepiting itu sampai hancur. Tetapi sepit kepiting yang masih menyepit bibirnya tak juga mau lepas. Sepitan itu seperti mati atau tak kena dibuka. Dia menjerit kesakitan tetapi tiada seorang pun yang menghiraukannya.

Karena jengkel, ia melonjak dari kursi, kakinya membentur meja, hidangan tumpah ruah, lalu terus lari keluar dan menjerit - jerit. Ketika kuwan- kawannya memburu keluar mereka belum mengetahui kalau bibir Lo Kun dijepit kepiting, karena Lo Kun mendekap mulutnya dengan tangan. Baru setelah dia dikeroyok dan ramai2 diringkus, tahulah orang kalau bibirnya masih disepit kepiting.

"Hai, aneh, hanya tinggal sepitnya mengapa masih menyepit bibir Kakek Lo begitu kencang?" seru Blo'on, "apakah dia nanti terus begitu ? Wah, runyam, kalau sepit kepiting itu tak dapat lepas, kukek Lo tentu susah makan."

Kakek Kerbau Putih yang mendekap kedua tangan Lo Kun dari belakang, tak dapat melihat bagaimana keadaan bibir Lo Kun. Ia berseru : “Blo'on, hayo, tarik saja sepit kepiting itu supaya lepas."

Tanpa banyak pikir Blo'onpun terus melakukan perintah. "Aduh .... bangsat engkau .... bibirku hilang nanti, aduh

,...," kakek Lo Kun menjerit-jerit seperti babi hendak disembelih.

"Lalu bagaimana ?" Blo'on lepaskan tarikannya.

"Gampang," seru dara Hay-giok lalu menyuruh adiknya. "Hay-po, ambil semangkok air panas." Anak itu cepat lari kedalam rumah dan tak berapa lama muncul dengan membawa semangkuk air panas yang masih mendidih.

"Benamkan sepit kepiting kedalam air panas lalu bukalah sepit itu," seru Hay-giok.

Hay po segera melakukan perintah lagi, tapi karena gopohnya, ia membenam sepit kepiting sampai dengan bibir kakek Lo Kun.

"Aduh. bangsat engkau ..." kakek Lo Kun menjerit kesakitan, ketika bibirnya direndam air mendidih itu. Dengan sekuat tenaga ia meronta lalu menendang Hay po.

Anak itu terkejut. Cepat ia menghindar ke samping. Tetapi karena ia bergerak, mangkuk air panas itupun tumpah ke mulut dan dada Lo Kun.

"Bangsat ... !" dengan kerahkan seluruh tenaga kakek Lo Kun menggembor dan melemparkan orang2 yang meringkusnya itu semua. Kemudian kakek itu mengejar Hay po. la hendak menghajar anak lelaki itu.

Hay-po ketakutan dan lari menuju kegedung pertemuan.

Blo'on dan kawan-kawannya mengejar kakek Lo Kun.

Terkejutlah kepala desa itu ketika melihat puteranya berlari- lari masuk dan terus sembunyi di belakangnya.

"Mengapa, Hay po ?” tegurnya. "Kakek itu hendak membunuh aku ... "

Belum sempat anak itu memberi keterangan kakek Lo Kunpun sudah menerobos masuk dan terus menerjang kepala desa. Beberapa lelaki yang berada di sekeliling kepala desa, cepat maju merintangi. Tetapi mereka dihantam jungkir balik oleh kakek Lo Kun.

Gemparlah suasana dalam gedung itu. Lo Kun diserbu oleh rakyat nelayan desa itu. Tetapi kakek linglung itu mengamuk seperti orang gila.

"Berhenti !" teriak kepala desa dengan nyaring. Dan sekalian orangpun mentaati.

Dan pada itu masuklah rombongan Blo'on Mereka hendak meringkus kakek Lo Kun tetapi dicegah kepala desa.

Setelah suasana tenang, kepala desa itu menegur kakek Lo Kun : "Paman, mengapa engkau mengamuk ?"

"Engkau masih tanya ?" dengus kakek Lo masih geram, "nih, lihatlah bibirku dan mulutku .. "

"Hai, mengapa berlumur darah dan bengkak ? kepala desa terkejut.

"Inilah perbuatan anakmu yang kurang ajar itu. Aku harus memberinya hajaran, "Lo Kun terus hendak menerjang maju.

'Nanti dulu," seru kepala desa, "kalau memang anakku kurang ajar, hajarlah bahkan bunuhlah dia. Aku orang she Hong takkan membelanya. Tapi akupun harus minta keterangan dulu bagaimana duduk perkaranya "

'Bibirku disepitken kepiting lalu disiram dengan air panas. Apakah itu bukan perbuatan kurang ajar. Engkau sebagai seorang ayah, tak mampu menghajar anak. Tak pantas jadi ayah. Lebih baik engkau buang dirimu kedalam laut saja”, teriak Lo Kun seraya menuding muka kepala desa.

Kepala desa tercengang. Pemuda Liok tampil ke muka lalu menuturkan apa yang telah terjadi.

"Kakek Lo ini sendiri yang makan kurang hati2 sehingga bibirnya disepit kepiting. Tetapi dia marah2 dan mengamuk. Harap paman maafkan Kesalahan kami," kata pemuda Liok.

Mendengar cerita itu, seketika pecahlah gelak tawa riuh rendah dari seluruh penduduk yang ada dalam ruang gedung itu.

Ruang gedung seolah-olah bergetar …..

-ooo0dw0ooo-
DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar