Pendekar Bloon Jilid 16 Heboh

Jilid 16 Heboh

Wisma Perdamaian sunyi senyap. Pada hal di dalam wisma itu sedang berkumpul tujuh tokoh yang menjabat sebagai ketua partai persilatan besar.

Hui Gong taysu ketua partai Siau-lim-si, Ang Bin tojin ketua partai Bu-tong-pay, Hong Hong tojin ketua partai Go-bi-pay, Hoa Sin ketua partai Kay-pang atau Pengemis, Ceng Sian suthay ketua partai Kun lun-pay, Sugong In ketua partai Kong- tong-pay dan Pang To-tik, wakil dari partai Hoa san pay.

Mereka tengah merundingkan rencana untuk menghadapi undangan dari dua orang Kim Thian cong dari gunung Hong- san dan gunung Thay-san.

Bahwa Kim Thian-cong itu sudah meninggal memang tak dapat disangsikan. Karena ketujuh ketua partai persilatan itulah yang mengurus penguburannya.

Tiba-tiba Ceng Sian suthay berkata : "Taysu dan totiang, kembali pada persoalan Kim tayhiap, adakah totiang sekalian percaya bahwa Kim Thian-cong itu hidup kembali ?"

"Tidak," sahut Ang Bin tojin.

"Benar, tak mungkin orang mati dapat hidup kembali" seru Hong Hong tojin dari Go-bi-pay.

Juga Sugong ln Ketua Kong tong-pay mendukung pemyataan kedua imam itu.

Ceng Sian suthay mencurah pandang kearah Hui Gong taysu. Karena selain dianggap sebagai partai persilatan yang tertua, pun Siau-lim-si itu dipandang sebagai sumber dan ilmu silat dunia Tiong-goan. Hui Gong taysu seorang paderi tua yang luas pengetahuan dan tinggi kepandaian.

"Omitohud" seru kepala gereja Siau-lim-si itu "ada dua hal yang dapat kita gariskan tentang peristiwa aneh pada diri Kim tayhiap. Pertama, kita kupas dulu sampai dimana luasnya ilmusilat itu. Ilmu silat yang diajarkan guru besar cikal bakal Siau-lim-si yalah Tat Mo cou-su-ya, bertujuan untuk ilmu bela diri dan membangkitkan kegairahan semangat para paderi. Jadi Tal Mo cousu ya benar2 hendak menjalankan apa yang menjadi sari pelajaran agama Hud-kau. Bahwa kecuali membersihkan bathin kita kearah kesucian, pun jasmani kita harus bersih. Bersih dari penyakit. Karena dengan badan yang sehat dan bersih dapatlah pikiran kita lebih terang dan semangat lebih bergairah sehingga memudahkan kita melakukan pelajarun2 dan peraturan2 yang ditentukan oleh gereja.

Hui Gong taysu berhenti sejenak lalu melanjutkan pula : "Ilmu bela diri yang diajarkan cousu ya itu selain tata gerak tangan dan kaki, pun juga ilmu untuk mengatur pernapasan dan hawa-murni dalam tubuh. Misalnya semedhi dan menjalankan pernapasan. Perkembangan selanjutnya amat menggembirakan hati cousu ya, sehingga beliau telah mengajarkan ilmu yang lebih tinggi dan makin tinggi. Cousu pun telah menulis berpuluh-puluh kitab tentang imu silat yang sakti. Siau-lim-si mempunyai 72 ilmu pusaka yang sakti. Sedemikian banyak dan hebat ilmu pusaka itu sehingga sejak beratus tahun setelah Tat Mo cousu meninggal, tak ada seorang ciang-bun-jin (ketua) Siau-lim-si yang mampu menguasai seluruh ilmu itu."

Kembali Hui Gong taysu berhenti. Para ketua partai persilatan diam mendengarkan dengan penuh perhatian.

"Diantara ilmu pusaka yang sukar dipelajari dan jarang terdapat didunia yalah yang disebut ilmu menghentikan pernapasan sampai beberapa hari. Seorang yang dapat menguasai ilmu itu, dapat merobah dirinya seolah-olah seperti orang mati. Tetapi dalam beberapa hari atau setiap waktu yang ….”

"Ih taysu hendak maksudkan bahwa tokoh sesakti Kim tayhiap bukan mustahil juga menguasai ilmu menghentikan pernapasan itu ?' cepat Ceng Sian suthay melanjutkan. "Omitohud" seru ketua Siau-lim-si pula, “seringkali peristiwa didunia ini tidak seperti yang kita harap. Banyak peristiwa2 yang terjadi diluar dari persangkaan orang. Kim tayhiap seorang pendekar besar dalam jamannya. Tidaklah  mengheran kalau andaikata dia memiliki ilmu pernapasan taraf setinggi itu. Tetapi memang suatu kemustahilan apabila Kim tayhiap berbuat sesuatu yang tak terjangkau oleh pikiran kita. Maka sekarang baik-lah kita tinjau pribadi Kim tayhiap."

"Kim tayhiap adalah seorang pendekar besar yang telah menyelamatkan dunia persilatan pada masa itu dari tindakan pemerintah Goan" seru Ceng Sian suthay.

"Kim Thian-cong seorang jago sakti yang dapat mengalahkan beberapa tokoh yang hendak mengacau dunia persilatan" seru Ang Bin tojin pu la.

Satu demi satu ketua peisilatan itu memuji kesaktian dan keperwiraan Kim Thian-cong semasa hidupnya.

“Tetapi dia tetap seorang manusia biasa," tiba-tiba Hoa Sin melantangkan suara sumbang.

"Tepat, manusia yang mempunyai kekurangan dan kelemahan. Keburukan dan kepalsuan," sambut Pang To-tik dengan kata2 yang lebih tajam lagi.

"Oleh karena itu Pang tayhiap dan Hoa pang cu, anggap bukan suatu kemustahilan kalau Kim tayhiap melakukan hal2 yang semacam itu ?" tanya Ceng Sian suthay.

"Aku tak menyangkal," kata Hoa Sin. "Akupun tak menolak”, seru Pang To-tik

"Dengan dasar apakah Hoa pangcu dan Pang tayhiap mengatakan demikian ?" tanya ketua Kun lun pay itu pula. "Dasarnya dia itu seorang manusia yang tak lepas dari kekurangan”, sahut Hoa Sin. "misalnya, perbuatannya terhadap Hiang Hiang niocu, Hek Ih jin dan mungkin masih banyak lagi wanita2 yang tak kita ketahui."

"Karena menilik bahwa Kim tayhiap membangun kebesaran namanya itu bukan semata-mata didasarkan atas kesaktian ilmu silatnya belaka, pun pada kecerdasan otaknya yang hebat dalam merancang siasat menghadapi musuh" seru Pang To-tik

"Dan setelah berhasil mendirikan nama yang  harum, apakah perlunya Kim tayhiap berbuat, misalnya pura2 mati lalu hidup kembali dan berganti warna. Bukankah tanpa itu dia sudah diagungkan orang sebagai pemimpin dunia persilatan ? Mengapa dia harus mendirikan perkumpulan baru lagi?" Ceng Shian suthay mencurah pertanyaan2.

"Itulah keanehan dari mahluk yang disebut manusia,” sahut Pengemis sakti Hoa Sin "takkan pernah mengenal puas takkan pernah mengenal ketenagan."

"Manusia itu pembosan. Selalu menginginkan apa2 yang baru. Mungkin dia menganggap susunan kehidupan dalam dunia persilatan dewasa ini kurang memadai dan perlu dirombak sesuai yang dicita-citakan"' kata Pang To-tik.

"Kalau hanya mendinginkan hal itu, bukankah lebih baik dia berterus terang kepada sekalian partai persilatan dan mengutarakan maksudnya ? Perlu apa dia harus melarikan diri ke Hong san atau ke Thay-san ? Dan kalau memang sungkan melakukan hal itu mengapa dia tak berganti nama saja dan tetap memakai nama Kim Thian cong?", desak Ceng Sian suthay.

"Suthay." Hoa Sin menangkis, "bahwa Kim Thian cong di Hong-san dan Kim Thian cong di Thay san itu benar pelarian dari Kim tayhiap sungguhnya, barulah dugaan saja. Benar atau keliru, baiklah kita buktikan setelah berhadapan muka dengan mereka."

"Dan mengapa suthay memperbincangkan soal itu ? Bukankah saat ini kita tiada lain pilihan kecuali menolak atau menerima undangan mereka" seru Pang To-tik.

“Kalau menurut Pang tayhiap, bagaimanakah kita harus bertindak, menerima atau menolak?”, kata Ceng Sian suthay.

"Omitohud" cepat Hui Gong taysu mencegah terjadinya perbantahan sengit, "sekarang setelah cukup kira buat penilaian, marilah sekarang kita mengambil keputusan. Kita menerima atau menolak undangan itu ? Dan kalau menerima, kemanakah kila harus pergi ke Hong-san atau ke Thay-san?”

Sejenak sunyi, tiba-tiba Ceng Sian suthay membuka suara; "Menurut hematku, baiklah kita bertindak begini. Menolak undangan, berarti mereka akan datang ke markas kita masing2. Ini berbahaya karena kekuatan kita tercerai-berai. Maka terpaksa kita harus datang. Untuk menyelamatkan anak murid perguruan kita dan seluruh kaum persilatan dan bahaya kehancuran…”.

"Aha, apakah suthay sudah memastikan bahwa kedua Kim Thian cong sakti sekali sehingga tenaga kita bertujuh ini tak mampu menghadapinya?” seru Pengemis-sakti Hoa Sin.

"Itulah yang justeru akan kita selidiki lebih dulu." sahut Ceng Sian suthay.

Mata sekalian orang mencurah kearah rahib dari Kun lun  itu.

"Maksudku begini," katanya pula, "sekarang baru akhir bulan tujuh, jadi kita masih ada waktu setengah bulan dari tanggal undangan itu. Nah, marilah kita pilih salah satu, ke Hong-san atau ke Thian-san. Kita beramai-ramai menyelidiki dulu bagaimana Kim Thian cong disitu. Apabila Kim Thian cong itu memang hanya Kim Thian-cong gadungan dan hanya bangsa cecunguk yang berpetualang, kita ringkus saja."

"Bagaimana kalau dia walaupun gadungan tetapi seorang tokoh yang sakti ?" tanya Ang Bin tojin.

"Kita jajal dulu kepandaiannya sampai dimana, apabila memang lebih sakti, kita masih ada waktu untuk berunding lagi mengambil keputusan yang terakhir" kata Ceng Sian suthay.

Wajah Hui Gong taysu mengerut terang. Kepala gereja Siau-lim si itu serentak berseru : "Rasanya pendapat suthay  itu memang yang paling sesuai kita jalankan”.

Beberapa ketua partai persilatanpun tarnpaknya mulai menyetujui. Hanya tiba-tiba saja Pengemis sakti Hoa Sin berseru: "Masih kurang lengkap ! perlu ditambah lagi !"

Ceng Sian suthay berpaling kearah pengemis Hoa yang banyak mulut tetapi memang sering mempunyai buah pikiran baik.

"Api yang perlu ditambah ?" tanyanya.

"Kedua-duanya Hong san dan Thay-san harus diselidiki agar kita dapat gambaran jelas siapa sebenarnya mereka itu" seru Pengemis-sakti.

“Ah,” Hui Gong taysu menghela napas, memang apabila mungkin hal itu dapat kita jalankan. Tetapi tenaga kita terbatas, aku kuatirkan jika terpecah belah dan kekuatan kita akan lemah." "Tidak taysu, kekuatan kita tetap kokoh, karena yang akan menyelidiki ke Thay-san itu hanyalah seorang saja," seru Hoa Sin.

"Siapa ?" Hui Gong taysu.

"Aku !" jawab Pengemis-sakti Hoa Sin. "Aku sendiri yang akan menyelidiki Kim Thian-cong yang seorang itu."

“Engkau tidak sendirian, Hoa pangcu. Aku-lah yang menemani engkau" tiba-tiba Pang To-tik berseru.

Para ketua partai persilatan terkesiap mendengar kesediaan kedua tokoh itu. Namun mereka menganggap masalahnya amat gawat. Harus lekas mendapat pemecahan yang sesuai. Mereka tahu siapa Pengemis-sakti Hoa Sin. Ketua partai Kay- pang itu bukan saja memiliki kepandaian yang luar biasa, pun luar biasa juga perangainya dan kecerdasannya. Apalagi Pang To-tik juga bersedia menemani.

"Taysu," kata Ang Bin tojin, "masalah ini amat gawat dan perlu penyelesaian secepatnya. Aku setu|u dengan pandangan dan kesediaan Hoa pang cu. Kita berlima yang menuju ke gunung Hong-san dan Hoa pangcu bersama Pang tayhiap yang menyelidiki ke gunung Thay san. Kita putuskan saja hal ini agar dapat menentukan kapan kita harus berkumpul di paseban Wisma Perdamaian lagi.”

Hui Gong taysu termenung. Ia takmau cepat2 mengambil keputusan. Tetapi dalam renungannya itu ia tak berhasil menemukan daya yang lebih baik daripada yang diusulkan Hoa sin.

Maka setelah ditawarkan kepada ketua partai persilatan dan mereka memberi persetujuan akhirnya ketua gereja Sau lim  itu memutuskan: “Walaupun kita tak tegah hati melepas Hoa pangcudan Pang tayhiap berdua menuju ke Thay-san namun karena masalah yang kita hadapi memang memerlukan suatu penyelesaian yang cepat dan teliti, kami pun setuju usul Hoa pangcu tadi. Kita terpaksa, paling lambat tiga hari sebelum tanggal limabelas bulan delapan,kita harus berkumpul di Wisma ini pula untuk mengatur langkah yang perlu.”

Serempak pada pembicaraan meningkat pada keputusan itu masuklah Tio Goan-pa, murid pertama dari Kim Thian cong, masuk ke dalam paseban dengan membawa hidangan minuman. Sedang mereka sibuk menghidangkan minuman itu kepada ketujuh partai persilatan, maka pembicaraan merekapun masih tetap berlangsung.

“Apabila pada hari itu, ya kuulang sekali lagi, ialah tiga hari sebelum tanggal limabelas bulan delapan,” kata Hui Gong taysu, “ada fihak yang tidak datang, berarti fihak itu tentu tertimpah bahaya. Dan kita harus lekas-lekas menyusul untuk memberi bantuan"

Kemudian diputuskan pula, karena Hong san lebih dekat maka kelima ketua partai persilatanlah yang menuju ke gunung itu. Sedang Pengemis sakti Hoa Sin dan Pang To-tik menuju ke Thay-san.

Menjelang keputusan ditetapkan, tiba-tiba Goan pa berkata "Maaf para taysu, totiang dan pangcu sekalian. Gian-pa hendak mohon bicara"

Hui Gong taysu berpaling : "Silahkan, sicu"

“Menurut pandangan Goan-pa yang picik,” kata pemuda murid kesatu dari almarhum Kim Thian-cong itu, "persoalan menghadapi kedua orang yang mengaku sebagai suhu itu, merupakan persoalan seluruh dunia persilatan. Maka sebaiknya segenap kaum persilatan dan tokoh2 dapat diikutsertakan dalam persatuan kita." Hui Gong taysu dan sekalian ketua partai persilatan mengangguk dan membenarkan.

"Oleh karena ini, apabila totiang sekalian dapat menyetujui, aku hendak membantu menjalankan tugas untuk mengundang tokoh2 dan kaum persilatan yang tak tergabung dalam ketujuh partai ini, supaya pada tanggal 12 bulan 8 nanti berkumpul disini guna menentukan langkah bersama”.

Usul pemuda itu telah disambut dengan gembira oleh segenap ketua partai persilatan yang hadir.

“Bagus tak kecewa sicu menjadi rnurid kesayangan dari Kim tayhiap,'' seru Hui Gong taysu “guru naga, murid tentu harimau."

Goan-pa mengucap kata2 merendah. Kemudian ia berkata pula : "Agar perutusan ini berhasil, mohon taysu dan sekalian ketua partai persilatan sudi memberi surat tugas kepada Goan-pa agar Goan-pa mendapat kepercayaan mereka dan tugas itu dapat Goan-pa selesaikan dengan baik."

Alasan yang dikemukakan anakmuda itu memang tepat. Tanpa surat yang dibubuhi tanda tangan dari para ketua partai persilatan itu, tentulah sukar bagi Goan-pa untuk mengundang mereka. Memang benar, bahwa banyak sudah tokoh-persilatan luar yang kenal pada Goan-pa sebagai murid dari Kim Thian cong. Tetapi hal itu bukan satu jaminan bahwa mereka akan percaya pada undangan Goan-pa.

Hui Gong taysu-pun segera menulis surat undangan. Setelah dibubuhi tanda tangannya dan keenam ketua partai persilatan yang lain, surat itupun diberikan kepada Goan-pa.

Demikian setelah semua persiapan telah diselesaikan, berangkatlah rombongan ketua persilatan itu menuju ke Hong- san dan ke Thay-san. Goan-pa pun mulai turun gunung Pengemis - Jembel.

Bengawan Yangtse atau Tiangkang, merupakan sungai yang terpanjang didaerah Tiong-goan, panjangnya tak kurang dari 5800 mil. Berasal dari gunung Bayangkara daerah Tibet. Dan jauh bermuara di kota Lamkia (Nanking).

Dunia persilatan membagi daerah kaum persilatan yang menetap di utara Sungai Tiangkang, disebut daerah Kangpak. Dan yang disebelah selatan sungai disebut daerah Kanglam. Wilayah Kanglam, merupakan bagian tengah dari bengawan terpanjang itu.

Saat itu disebuah gunung diluar wilayah Kang lam tampak kesibukan yang luar biasa. Sejak pagi tidak putus putusnya orang berbondong-bondong naik ke gunung Hok-mo-san.

Di sepanjang jalan yang menuju ke puncak gunung penuh dengan orang jualan. Penjual2 makanan dan minuman sama mendirikan kubu2 daerah untuk menjajakan dagangannya. Sepintas keadaan, gunung hampir menyerupai sebuah pasar malam kecil.

Diantara sekian banyak orang yang masih berkerumun di kaki gunung, tampak dua orang lelaki ikut menerjunkan diri dalam lautan manusia.

Yang seorang, seorang kakek tua yang rambut dan jenggotnya sudah memutih. Membawa sebatang tongkat bambu, sedang yang seorang, pun seorang tua mirip dengan seorang petani.

Kedua orangtua itu singgah di sebuah kedai makan dan memesan beberapa hidangan. Ruang kedai makan itu penuh dengan pengunjung. Rupanya mereka pendatang2 dari lain daerah.

Pelayan tercengang ketika mendengar pesanan si kakek berjenggot putih yang minta kuah daging anjing.

"Tetapi anjingnya yang masih kecil. Potong kakinya, sisakan badannya. Buang isi-dalam badan anjing kecil itu dan isilah dengan isi kapri kasih jahe dan tuang sedikit arak," kata kakek berjenggot putih itu.

Pelayan melongo.

"Hai, apakah engkau tuli ?" tegur orangtua berjenggot putih itu.

"Tidak loya (tuan) kami mendengar jelas pesanan tuan. Tetapi selama ini kami belum pernah masak semacam itu," kata pelayan.

"Ho, apa-apaan ini ? Mengapa rumah makan tak mengerti masakan begitu ?"

"Sungguh loya," sahut pelayan, kami memang belum pernah menerima pesanan semacam itu !"

"Hm," kakek berambut putih itu mendengus "kalau begitu boleh ganti dengan Tok kak-kau-lo-bak. Tahu ?"

"Tahu. loya," kata pelayan, "bukankah daging babi dan ayam panggang diiris-iris dan diberi bumbu atasnya ?"

"Tolol “

Uh ... bentakan kakek berjenggot putih hampir sekeras geledek sehingga pelayan yang terpisah tiga langkah dihadapannya terkejut, tersurut dua langkah ke belakang dan membentur meja lain. Kebetulan yang duduk di meja itu, seorang telaki setengah tua. Yang seorang bertubuh gemuk dan yang seorang kakinya buntung satu.

Siorang kaki buntung kebetulan menghadap ke sebelah muka sehingga membelakangi meja tempat kedua orangtua berjenggot putih itu. Sehingga tetamu berkaki satu itu tak tahu kalau hendak dibentur oleh tubuh si pelayan.

Tetapi punggung lelaki berkaki satu itu seperti tumbuh mata. Selekas tubuh si pelayan hendak membenturnya, tiba- tiba ia tamparkan tangan kanan ke belakang dan pelayan itupun terdorong kemuka lagi. Bahkan keras sekali tubuhnya seperti diayun kembali kearah meja tempat kedua kakek itu.

"Berhenti !" tiba-tiba pula kakek berjenggot putih membentaknya. Dan seperti anak kecil yang menurutkan kata, pelayan yang berayun keras itupun berhenti dua langkah di depan meja.

Wajah pelayan itu pucat lesi. Tubuhnya gemetar.

Tiba-tiba kakek jenggot putih itu tertawa: "Hai, kenapa engkau ini ? Apakah engkau sakit ayan?"

"Tidak ... " kala pelayan, "tetapi      "

“Tetapi bagaimana ?"

"Ketika loya membentak, tubuhku seperti terdorong angin keras. Hampir saja aku membentur tetamu yang duduk dibelakang itu. Dan aneh ..... tiba-tiba tubuhkupun didorong oleh angin keras sehingga melayang balik kesini"

"Ha, ha" orangtua jenggot putih itu tertawa" itu namanya engkau menderita penyakit ayan kambing !"

"Ayan kambing ?" pelayan melongo. "Ya," sahut kakek jenggot putih, "penyakit ayan itu beberapa jenis. Ada ayan kambing, ayan anjing, ayan babi, ayan gila ..."

"O." desah pelayan. Tiba-tiba pelayan itu tegang wajahnya dan berseru, "tetapi loya, bagaimana tandanya kalau aku menderita sakit ayan kambing ?"

"Ayan kambing itu apabila mendengar suara bentakan yang keras sekali, dia terus terhuyung-huyung dan gemetar tubuhnya. Ayan anjing kalau tahu orang membawa pentung atau senjata, dia terus melolong lolong seperti anjing kaki buntung. Ayan babi kalau kekenyangan makan dan minum berlebih Iebihan tentu akan kumat dan ber-kuik2 seperti babi gemuk hendak disembelih. Kalau ayan gila, sekali kumat terus menggelepar-gelepar di tanah dan mulutnya berbuih".

"O," pelayan itu mendesah.

"Sekarang dengarkan pesananku," kata kakek berjenggot putih pula, "lok kak-kau-lo-bak yalah anjing berkaki buntung yang dagingnya diiris-iris dipanggang dan diberi bumbu. Selain tok-kak (kaki buntung) pun anjing itu harus gemuk !"

Pelayan itu terlongong, serunya sesaat kemudian : "Jika masakan daging anjing, kami bersedia. Yang gemukpun, kami dapat mengusahakan. Tetapi kalau tuan minta yang kaki buntung, wah, sukar"

“Tidak anjing, apapun boleh. Pokok asal yang berkaki buntung," seru kakek berjenggot putih, lekaslah carikan, aku sudah lapar !"

Pelayan itu tak berani membantah dan terus masuk kedalarn. "Loheng, mengapa engkau hendak mempermainkan pelayan itu ?" tanya kawannya siorangtua berbaju biru

Kakek jenggot putih tertawa lalu menjawab dengan bisik2 : "Kedua tetamu disebelah muka kita itu memiliki sepasang mata yang luar biasa tajamnya".

Kakek baju biru terkesiap. Kini ia baru menyadari bahwa kawannya, si kakek jenggot putih itu, menaruh perhatian pada kedua tetamu. Lebih terkejut pula ia mengetahui bahwa kedua tetamu itu yang seorang berkaki buntung dan yang seorang lagi bertubuh gemuk. la tersadar.

"Loheng, apakah engkau hendak mengolok mereka?”, kakek baju biriu itu gunakan ilmu menyusup suara yang disebut Coan im jip-bi. Bibir bergerak tetapi tak mengeluarkan suara sehingga lain orang tidak dapat mendengarkan.

Kakek jenggot putih itu segera mendengar telinganya terngiang oleh suara lengking halus dari kawannya.

"Hanya sekedar menyelidiki," sahut kakek jenggot putih dengan ilmu menyusup-suara juga.

"O," desuh kakek baju biru, "kenalkah lo-heng pada mereka

?"

"Kalau tak salah, yang berkaki buntung itu itu bernama Tok-

kak-sin-git Hong Lui dan yangi gemuk bernama Poan-git-kay Auyong Hok. Keduanya termasuk kelima tokoh partai Jembel yang di sebut Ngo coat-sin-git atau Lima datuk jembel", kata kakek jenggot putih.

"Mengapa loheng hendak mengganggu mereka ?" tanya si kakek baju biru pula.

"Mereka tentu akan hadir dalam pertandingan digunung ini.

Main2 sedikit dengan mereka, kurasa tak jadi persoalan." Tiba-tiba kakek jenggot putih itu menguap : "Huah ... kurang ajar, mengapa begitu lama tak juga seksai masakan mu. Mataku mulai ngantuk"

'Sabarlah, loheng." kata kakek baju biru. Tetapi kakek baju biru tak dapat melanjutkan kata-katanya lebih panjang karena dilihatnya kakek jenggot putih itu sudah mengulaikah kepalanya ke atas meja dan tidur...

"Ai. dia pengantuk benar" seru kakek baju biru seorang diri dengan suara keras.

Tiba2 telinga kakek baju biru terngiang suara kakek jenggot pulih . “Lote, harap engkau ke luar pura2 buang air. Coba saja mereka nanti akan berbuait apa."

Kakek baju biru itu tahu bahwa kawannya memang berwatak aneh tetapi cerdas pikirannya. Tentu ada sebabnya mengapa dia begitu menaruh perhatian kepada kedua tetamu yang berkaki buntung dan bertubuh gemuk.

Tanpa melihat kearah kedua tetamu itu, kakek baju birupun segera berbangkit dan menghampiri seorang pelayan untuk menanyakan tempat buang air.

Kini hanya tinggal kakek jenggot putih seorang diri tidur dengan kepala rebah di meja.

"Ji ko, aku hendak mengerjakan kakek gila itu" tiba2 siorang gemuk berkata kepada si kaki buntung lalu berbangkit dan terus menghampiri ke tempat kakek jenggot putih.

Secepat kilat ia menutuk dua buah jalandarah pada tubuh kukek jenggot putih itu. Kakek itu bergeliatan lalu diam lagi.

"Engkau apakan dia, lo-ngo ?" tanya si kaki satu ketika kawannva yang gemuk duduk kembali. Lo ngo artinya saudara yang kelima. “Kalau dia bangun, dia tentu akan berjingkrak-jingkrak seperti orang menari tetapi mulutnya bisa menjadi gemuk.

“Si Kaki buntung tertawa : "Ah engkau memang suka mengolok-olok orang. Seorang kakek tua menari-nari tetapi tak bisa omong, tentu akan menimbulkan buah tertawaan orang.

"Kita lihat saja, kata sigemuk tertawa.

Tak berapa lama kakek baju biru muncul kembali dan

mengambil tempat duduk dihadapan kakek jenggot putih.

"Ai, mengapa masih mendengkur ?" seru kakek baju biru itu.

Pelayanpun muncul dengan membawa hidangan yang dipesan. Setelah meletakkan diatas meja, pelayan itupun pergi.

“Loheng, bangunlah, hidangan sudah datang,” seru kakek

baju biru seraya menggolek-golekkan tubuh kawannya.

Tetapi kakek jenggot putih itu tetap tak bangun.

"Loheng, bangun," akhirnya kakek baju biru sedikit menggunakan tenaga untuk mengangkat kepalanya.

Kakek jenggot putih itu menggeliat. Tiba-tiba ia berdiri  terus berjingkrak-jingkrak menari. "Hai, loheng, kenapa engkau ?" kakek baju biru serentak berdiri. Tetapi kakek jenggot putih itu tak menghiraukan dan tetap menari-nari.

Sekalian tetamu terkejut menyaksikan peristiwa itu tetapi tidak seorangpun yang berani mengatakan bahwa tadi si tetamu gemuk yang menghampiri ketempat kakek jenggot putih itu.

"Lote," tiba-tiba telinga kakek baju biru itu mendengar ngiang suara si kakek jenggot putih, "aku akan menghampiri kemuka meja kedua orang itu. Dan engkau supaya pura2 hendak memegang aku tetapi nanti kudorong tubuhmu kuat2 hingga engkau terlempar jatuh ke arah meja mereka. Berusahalah untuk menyambar tongkat si kaki buntung kejarlah aku keluar dari rumah makan ini"

Kakek baju biru itu heran mengapa kawannya begitu mati- matian hendak memusuhi kedua tetamu itu. Tetapi ia tahu, tak nanti kakek jenggot putih itu akan berbuat begitu bila tak ada sebabnya.

Dalam ia merenung, dilihatnya kakek jenggot putih sudah menuju kemuka meja kedua tetamu yang dimaksud. Cepat dia memburunya.

"Loheng, engkau kenapa ?" kakek baju biru terus memburu seraya hendak mendekap.

Tetapi tiba-tiba kakek jenggot putih mendorongnya. Karena tak menyangka-nyangka. kakek baju birupun terhuyung- huyung ke belakang dan tepat menimpah ke meja tempat si kaki buntung dan si gemuk.

Brak ..... Meja terbalik dan mangkuk, piringpun menumpah jatuh berhamburan ke lantai. Masakannya tumpah, mangkuknya pecah.

Si kaki buntung dan si gemuk tak menyangka kalau akan menderita kejadian semacam itu. Layang tubuh kakek baju biru yang didorong oleh kakek jenggot putih sedemikian derasnya sehingga mereka tak keburu menyingkir atau menghalau.

Kedua orang itu cepat loncat mundur sehingga pakaiannya tak tertumpah masakan. Tetapi tangan si kaki buntung dan muka si gemuk kecipratan kuah yang masih panas. Si gemuk berteriak teriak memaki : "Bangsat, kakek gila … "

Tetapi kakek baju birupun sudah menyambar tongkat milik si kaki buntung terus lari mengejar kakek jenggot putih : "Hai, kakek bangsat, hendak lari kemana engkau ... !"

Ternyata kakek jenggot putih sudah ke luar dari rumah dan kakek baju birupun sambil mengacungkan tongkat terus lari mengejarnya seperti hendak menghajarnya .....

Peristiwa ribut2 itu cukup membuat gaduh tetamu lain. Tetapi untunglah pemilik rumah makan cukup dapat menguasai keadaan.

Beberapa pelayan segera mengangkat dan mengatur meja kursi yang terbalik dan mempersilahkan si kaki buntung serta si gemuk duduk lagi.

"Lo-ngo" kata si kaki buntung, "gara-garamu sehingga kita harus menderita begini "

Si gemuk tertawa : "Andaikata bukan aku cari gara2, tentu kedua kakek gila itu sudah kuhajar setengah mati. Ha, ha, si jenggot putih itu akan terus menerus menari-nari sampai duapuluh jam lamanya. Kalau sudah berhenti menari, ia tentu akan lemas karena kehabisan tenaga".

"Lo-ngo, hari sudah petang, mari kita segera naik saja. Mungkin saudara2 kita sudah menunggu-nunggu kedatangan kita," kata si kaki buntung.

Si gemuk mengiakan. Dipanggilnya pelayan disuruh menghitung rekening makanan mereka. "Dua tail, tuan," kata pelayan.

Si gemuk tak menyahut melainkan merogoh saku bajunya hendak mengambil uang. Tiba-tiba ia menjerit : "Hai, kemana uangku ….!"

Ia merogoh kelain saku lalu berganti ke saku celana, muka belakang, kanan kiri, Habis saku2 pada baju dan celananya ditelusuri tetapi tak dapat menemukan sekepingpun juga.

"Aneh, kemanakah uangku ?" serunya makin bingung,  "jelas aku masih punya lima keping perak hancur, mengapa sekarang tak ada ?”

Pelayan memandang kedua tetamu itu dengan kerutkan alis tetapi tak berani buka suara apa2

"Ji ko," seru si gemuk, "jelas uangku hilang dicuri orang." "Siapa yang mencuri ?" tanya si kaki buntung?

"Ketika mau masuk kedalam rumah makan ini, masih kuperiksa uang itu dan ternyata masih berada di saku celanaku. Mengapa sekarang hilang ... "

"Tetapi disini engkau tak pergi kemana-mana lagi dan tak berjumpah dengan orang lagi. Kecuali tadi engkau menghampiri kakek jenggot putih ..... hai, lo-ngo, apakah tak mungkin uangmu dicuri si kakek jenggot putih tadi ?" Si gemuk merenung sejenak lalu berkata : "Ah, rasanya tak mungkin dia dapat mengambil uang itu. Memang tadi tangannya bergeliat menjamah tubuhku tetapi setelah kututuk jalandarah pelemasnya, dia tak berkutik lagi. Ji ko, apakah engkau tak membawa uang ?"

Si kaki buntung gelengkan kepala : "Aku jarang membekal uang. Dan apa perlunya harus membekal uang ? Tiap saat dimanapun saja, apabila aku butuh, aku dapat 'pinjam' pada orang2 itu.”

Yang dimaksudkan dengan kata 'pinjam* itu, bukan pinjam sesungguhnya melainkan mengambil. Dengan kepandaiannya yang sakti, apabila perlu pakai uang, ia dapat masuk kesetiap gadung tanpa diketahui pemiliknya.

"Ah, pinjam saja kepada pemilik rumah makan ini. Kita tulis bon. Seturunnya dari gunung kita bayar," kata si kaki buntung.

Si Gemuk setuju,

"Katakan kepada pemilik rumah makan ini, uangku hilang dicopet orang maka terpaksa aku hutang dulu. Nanti setelah turun gunung kubayar." kata si gemuk kepada pelayan.

Pelayan itu kerutkan dahi. Ia sudah tak senang melihat tingkah si gemuk yang mencelaki seorang kakek jenggot putih hingga kakek itu menari2, merusakkan beberapa mangkuk piring dan lari tanpa membayar hidangan yang dipesannya.

Mendengar ucapan si gemuk hendak pinjam pembayaran makanan, pelayan itu berseru tak senang hati : "Maaf, tuan, kami tak kenal tuan ..apa. Dan tuanpun yang menyebabkan seorang tamu sampai menari-nari dan memecahkan beberapa mangkuk. Itu tak apalah, kami takkan minta ganti rugi. Tetapi untuk hidangan yang tuan makan, kami harap tuan suka membayar rekeningnya.” "Kurang ajar, engkau tak percaya kepadaku?” sentak si gemuk seraya deliki mata.

"Bukan tak percaya, tuan," kata si pelayan, tetapi peraturan rumah makan kami memang harus bayar kontan".

"Bangsat," damprat si gemuk, "panggil majikanmu kemari !"

"Ah. tuan," kata pelayan itu, "majikan sudah memberi perintah kepadaku, tak boleh memberi pinjam kepada tetamu."

"Bangsat !" tiba-tiba si gemuk menampar muka pelayan itu. Pelayan menjerit sembari mendekap mulutnya. Sebuah giginya telah tanggal dan mulutnya mengumur darah.

Pelayan itu bertubuh tegap dan kuat. Karena mendapat tamparan, ia marah lalu hendak balas memukul. Tetapi sebelum tinju dilayangkan, dadanya sudah didorong oleh si gemuk. Pelayan itu terhuyung-huyung dan jatuh menimpah meja.

Melihat kawannya dianiaya, beberapa pelayan segera mengerumuni si gemuk dan hendak menyerangnya.

“Bagus, majulah kalian semua !" seru si gemuk seraya menyambar salah seorang pelayan, menangkap lengannya terus didorong kepada kawah2 pelayan itu.

Terdengar hiruk pikuk jerit teriakan dari para pelayan yang jatuh tumpang tindih.

Masih si gemuk itu menyambar seorang pelayan lain terus diangkat tubuhnya, diputar-putar lalu dilemparkan .....

Tepat ketika tubuh pelayan melayang ke pintu, tiba-tiba muncul seorang lelaki setengah tua berjalan keluar sambil menghisap pipa huncwe. Ketika tubuh pelayan hendak menimpah kepadanya, sekonyon-konyong lelaki Itu julurkan pipa huncwenya dzn hebat ..... tubuh si pelayanpun tersanggah pipa lalu diturunkan ke lantai.

Setelah itu sambil menghisap pipanya pula lelaki setengah tua itu menghampiri ke tempat si gemuk.

"Mengapa tuan lemparkan pelayan itu ?” tegurnya.

Melihat kepandaian lelaki pendatang itu, terkejutlah si gemuk. Bahkan si kaki satupun juga terbeliak.

"Dia kurang ajar !" seru si gemuk.

"Bagaimana kurang ajarnya itu ?" tanya lelaki setengah tua.

"Dia hendak memaksa aku harus membayar. Padahal telah kuterangkan kalau uangku telah hilang entah dimana. Aku akan menulis hutang nanti selelah turun gunung tentu kubayar."

"Tetapi memang peraturan disini, setiap tetamu harus membayar kontan," kata lelaki setengah tua itu sambil menyedot pipanya.

"Siapa engkau !" si gemuk mulai tersinggung, “aku perlu bertemu dengan pemilik rumah makan ini tetapi pelayan itu menolak. Engkau tentu seorang tetamu, jangan ikut campur !"

"Justeru aku harus ikut campur !" bantah orang berpipa itu. "Siapa engkau !" bentak si gemuk.

"Akulah pemilik rumah makan ini."

Si gemuk terkejut tetapi cepat ia tenangkan diri: "O, kebetulan sekali. Aku memang hendak bertemu dengan engkau. Uangku benar2 telah hilang maka aku terpaksa berhutang dulu. Setelah keramaian di gunung selesai, tentu kubayar !" Pemilik rumah makan terdiam sejenak lalu bertanya : "Apakah tuan hendak ikut bertanding?"

"Tidak, hanya menonton saja," sahut sigemuk teraya berpaling kearah kawannya. Si kaki buntungpun mengangguk.

"Apakah tuan anggauta partai Kay-pang ?" "Bukan," sigemuk gelengkan kepala. "Anggauta partai Jiong-pang ?"

"Bukan" kata si gemuk.

"Hm, kalau begitu tuan harus bayar." tiba-tiba pemilik rumah makan itu berseru.

"Kalau aku tak punya uang ?" sigemuk balas bertanya dengan nada agak mengejek.

"Boleh," kata pemilik rumah makan itu dengan  tenang, "asal engkau mampu menerima tiga jurus pukulan huncwe ini"

Tiba-tiba si gemuk tertawa gelak2 : "Ha, ha, ha, jangankan tiga jurus, seratus jurus akupun sanggup menerimanya !"

"Bagus," seru pemilik rumah makan," mari kita keluar ke halaman."

Habis berkata ia terus mendahului melangkah ke pintu.

"Hai ....!" tiba-tiba si kaki satu menjerit keras sehingga si gemuk yang hendak mengikuti keluar daiin pemilik rumah makan itupuni berhenti karena terkejut.

"Mengapa ji ko ?" seru gemuk.

"Kemana tongkatku ?" teriak si kaki satu seraya berbangkit dan melihat kian-kemari.

"Tongkat.... ah, bukankah tadi masih engkau sandarkan di kaki meja" kata si gemuk. "Ya," sahut «i kaki satu, "setelah meja itu dilanda tubuh kakek baju biru sampai terjungkir, ku tak memperhatikan tongkat itu lagi. Tahu2 tongkat itu hilang !"

Si gemuk menghampiri ke hadapan pemilik rumah makan dan membentaknya : "Suruh pelayanmu mengembalikan tongkat jiko-ku. Kalau tidak rumah makan ini tentu kuobrak abrik !"

' Tongkat ?" pemilik rumah makan itu tertegun.

"Ya, longkat yang dipakai jiko berjalan. Tadi rneja telah ditumpahkan seorang tetamu tua dan pelayanmu yang mengangkatnya lagi. Tentu tongkat itu dibawa mereka kedalam. Lekas suruh mereka mengembalikan."

Pemilik rumah makan itu berseru supaya pembantu bantunya keluar semua. Lalu disuruhnya mengembalikan tongkat tetamu kaki satu itu.

"Tidak, loya." seru pelayan2 itu serempak, "kami tak mengambil."

"Engkau dengar tidak," kata pemilik rumah makan kepada  si gemuk, tongkat itu tak diambil pembantuku."

"Bohong !" seru si gemuk terus loncat menyambar seorang pelayan. Dicekiknya leher pelayan itu lalu tangan kanannya diangkat hendak dihantamkan ke kepala pelayan itu : "mau mengembalikan tongkat itu atau kepalamu kuhancurkan "

Tetapi belum sempat ia melayangkan tinjunya, pemilik rumahmakan sudah loncat menusukkan pipanya ke punggung si gemuk.

"Uh ....." pemilik rumah makan itu mendesah kaget ketika tiba2 si gemuk dengan gerakan yang cepat sekali sudah memutar tubuh pelayan dan …disongsongkan ke arah pipa. Terpaksa pemilik rumah makan itu gelincirkan ujung pipa ke samping sehingga hanya mengenai lengan pelayan.

Dan sebelum ia sempat menarik pulang pipanya, si gemuk sudah menyambar batang pipa lalu menyerempaki dengan menendangkan kaki ke perut pemilik rumah makan.

Gerakan menyambar dan menendang itu hampir dilakukan dengan serempak. Cepatnya bukan kepalang.

Pemilik rumah makan itu terkejut. Lepaskan pipa ia terus loncat ke samping,

"Hai, berhenti ... " sekonyong-konyong sesosok tubuh melesat masuk terus loncat ke tempat kedua orang yang bertempur itu.

"Ngo-yo, mengapa engkau berkelahi ?" seru orang itu. Seorang lelaki kurus dalam pakaian yang penuh tambalan, rambut kusut masai, brewok dan berjenggot lebat.

"Lo Ciam, "ia berpaling kearah pemilik rumah makan, "lupa engkau kepadaku ?”

"O, saudara Vi, engkau ... " seru pemilik rumah makan dengan wajah berseri. Tetapi sesaat kemudian tiba-tiba berobah tegang2 pucat, serunya pula, "Siapakah tuan ini ?" Ia menunjuk pada si gemuk.

"Itulah Poan-sin-git Auyang Hok, Ngo-sin-git kay yang nomor lima !" sahut lelaki itu.

"O, maafkan, aku Ciam-kim-tik punya biji mata tetapi tak dapat melihat orang," buru2 pemilik rumah makan itu menjurah ke arah si gemuk.

Si gemuk atau Poan-sin-git si Jembel-gemuk Auyang Hok tak lekas menyahut melainkan memandang kearah lelaki kurus. "Pemilik rumah makan saudara Ciam Kim-tin ini adalah sahabat kita," seru orang itu.

Si gemuk tertawa : "Ah, jangan merendah diri saudara Ciam. Memang kalau tak berkelahi tentu tak kenal."

"Ah, andai ngo-ya mau menyebut diri, tentu Iah Ciam Kim- tik tak berani berlaku kurang adat" kata pemilik rumah makan pula.

Ui Hin atau pendatang yang bertubuh kurus itu adalah than-cu atau ketua cabang Jiong-pang atau partai Jembel diwilayah Kiangse. Ui Hin bergelar Cek-bin tok-git atau Jembel beracun-muka-brewok.

Tiba-tiba ia berpaling dan bergegas menghampiri dihadapan si kaki buntung lalu memberi hormat : “Ah, ji ya juga datang, maafkan Ui Hin terlambat memberi hormat"

"O. engkau juga datang Ui thancu," seru si kaki buntung.

Poan-git Auyang Hok dan Ciam Kim-tikpun segera menghampiri. Ui Hinpun memperkenalkan si kaki buntung itu kepada Ciam Kim-tik.

"Inilah jiya, Tok-kak sin-git Hong lui, orang nomor dua dari Ngo sin-koay-git partai Jiong pang." kata Ui Hin.

'Oh," Ciam Kim-tik serta merta memberi hormat dan minta maaf atas perlakuannya tadi. Kemudian ia suruh pelayan mempersiapkan sebuah meja dan hidangan baru.

Setelah mendengar semua penuturan Jembel-gemuk Auyang Hok tentang peristiwa yang terjadi di rumah makan itu maka Brewok- beracun Ui Hin it terkejut.

"Dalam wilayah Kangse, rasanya tak ada kedua kakek yang seaneh itu,” katanya," tentulah mereka berasal dari lain darah yang hendak menyaksikan pertandingan di gunung ini." "Hmm, kalau menilik gerak geriknya. Kedua kakek itu tentu mengerti ilmusilat.....eh, jelas mereka tentu orang persilatan. Kalau tidak masakan mereka mengoceh kata2 yang aneh dan menyindir aku dan ji-ko?"

Belum Ui Hin dan Ciam Kim-tak membuka suara, tokoh partai Jembel yang bertubuh gemuk itu sudah memekik: "Hai ,

..... benar tentu dia !"

Habis berkata dia terus berbangkit dan hendak melangkah pergi. Tetapi secepat itu Kaki satu Hong Lui menegur:

"Kemana engkau ngo-te !"

"Mengejar kakek jenggot putih itu," rupanya Poan-sin-git Auvang Hok tersadar dan hentikan langkah, "jelas tentu kakek itu yang mencuri uangku. Sekarang aku ingat, ketika kututuk tengkuknya, dia hendak rubuh mendekap pinggangku."

"Ya memang dia," sahut Kaki satu Hon Lui, "karena yang mengambil tongkatku itu tentu si kakek baju biru,"

"Celaka, jiko, kali ini kita kena dikelabui mentah2," Auyaug Hok menggeram.

"Kalau mereka berdua naik gunung, tentu mudahlah nanti kita tangkap," kaia Ui Hin.

'Tidak nanti, tetapi sekarang juga kita harus mengejarnya. Malu dong kalau peristiwa ‘Poan-sin-git Auyang Hok kecopetan uang dan Tok-kak-sin-git Hong Lui kecurian tongkat’ ini " sampai tersiar di dunia persilatan, bukankah nama Nge coat- sin-git akan menjadi buah tertawaan orang?"

Tanpa berkata suatu apa Tok kak-singit Hong Lui berbangkit dari tempat duduk: "Ngo-te, mari kita kejar mereka

!" Ui Hin dan Ciam Kim - tik sipemilik rumah makan terkejut. Bagaimana tokoh nomor dua dari partai Jembel itu akan berjalan apabila kakinya hanya tinggal satu ?

Tetapi keheranan kedua orang itu lekas terjawab ketika melihat tokoh berkaki satu itu melonjak - lonjak ke arah pintu. Hanya dua tiga kali melojak, pemimpin jembel itupun sudah melesat keluar dari rumah makan. Dengan cara meloncat- loncat itu, tak kalahlah dia dengan orang berlari.

"Saudara Ciam terima kasih, Ui thiancu sampai ketemu," habis berkata si gemuk Auyang Hok pun terus loncat ke pintu dan lari menyusul si Jembel kaki satu.

Pemilik rumah makan Ciam Kim-tik geleng2 kepala dan si Brevvok- beracunpun menghela napas. Sebagai ketua cabang Partai Jembel diwilayah Kangse, si brevvok Ui Hin itu merupakan tokoh yang paling ditakuti di kawasan Kangse dan perairan sungai Yangtse.

Tetapi menyaksikan kepandaian dari kedua tokoh Partai Jembel, terutama Tok-kak-sin-git kini, kedua orang itupun diam2 harus merasa jeri dan merasa masih kalah. Tetapi kedua kakek aneh itu sudah tak berani lagi. Terpaksa Kaki- satu Hong Lui dan Jembel Gemuk Auyang Hok melanjutkan perjalanan ke Kangpak untuk menggabungkan diri dengan kawannya.

Haripun makin malam para pengunjung yang hendak menyaksikan keramaian di puncak gunung Hok-hou-san itu makin bertambah ramai.

Apakah yang akan terjadi di gunung itu ?

Ternyata malam itu akan dilangsungkan pertarungan atau adu kepandaian dari dua partai pengemis yang termasyhur. Partai Kay-pang atau Partai Pengemis dan Partai Jiong-pang atau Jembel.

Partai Kay pang telah pecah dua. Yang ting didaerah selatan sungai Yangtse atau Kang-lam tetaip menggunakan nama Kay-pang. Yang a! didaerah utara sungai atau Kangpak, merobah diri menjadi partai Jiong-pang atau Jembel.

Dahulu semasa Han-jiat sin-kay atau Pengemis Sakti bertangan-panas-dingin Suma Kiam masih hidup partai Kaypang telah bersatu dan mengalami masa2 kejayaan,

Han jiat-sin-kay Suma Kiam seorang tokoh yang selain memiliki kepandaian luar biasa, pun mempunyai kewibawaan dan keperibadian yang kuat.

Dia meletakkan batu dasar peraturan partai yang keras dan menjalankan peraturan itu dengan bengis. Setiap anakbuah Kaypang yang bersalah, tanpa pandang bulu tentu akan ditindak. Lawan kawan sangat menaruh perindahan kepada Han-jiat sin-kay Suma Kiam.

Suatu peristiwa mengherankan dan menyedihkan telah terjadi pada limabelas tahun yang lalu. Tiba-tiba Suma Kiam Ienyap. Seluruh anakbuah Kay-pang telah dikerahkan untuk mencari ketua mereka yang sangat dicintai dan ditaati itu. Bahkan seluruh partai2 persilatan ikut pula membantu mencari jejaknya. Tetapi tetap tak berhasil.

Han-jiat-sin-kay- Suma Kiam seolah hilang ditelan  bumi. Tak seorangpun yang tahu dimana beradanya ketua Kay-pang itu.

Peristiwa itu benar2 menggemparkan dunia persilatan. Seorang ketua partai besar dan berpengaruh seperti Kay-pang telah hilang lenyap tanpa dapat diketahui. Berbagai tafsiran dan dugaan timbul dikaIangan kaum persilatan. Tetapi tak ada yang dapat dijadikan dasar untuk menemukan jejak Suma Kiam.

Ada yang mengatakan bahwa ketua Kay-pang itu telah diracuni oleh isterinya karena Suma Kiam telah menjatuhi hukuman mati kepada ayah mertuanya sendiri yang telah melanggar kesalahan besar.

Ayah mertua dari Suma Kiam menjabat sebagai ketua cabang Kaypang di kota raja tetapi telah berhianat.

Karena temaha pangkat dan harta, ayah mertua itu telah dapat 'dibeli' oleh pemerintah Goan. Rahasia dan susunan perkumpulan Kay pang telah jatuh di tangan pemerintah Goan dan mereka segera melakukan pembersihan besar-besaran. Banyak anakbuah dan pimpinan cabang partai Kaypang yang binasa ditangan pemerintah Goan.

Akhirnya setelah melalui penyelidikan yang berbelit-belit dan penuh bahaya, dapatlah Han-jiat sin -kay Suma Kiam mengetahui rahasia penghianatan mertuanya.

Ayah mertuanya dijatuhi hukuman mati. Setelah itu dengan penuh kehormatan dikuburnya jenazah mertua itu. Han-jiat sin-kay Suma Kiam menunaikan tugasnya sebagai seorang ketua Kay-pang dan sebagai seorang anak menantu.

Demikian peristiwa yang dikaitkan dengan lenyapnya Han- jiat sio-kay Suma Kiam.

Tetapi ada pula orang yang mengatakan bahwa tokoh Kaypang itu telah ditangkap dan dibunuh oleh kaki tangan pemerintah Goan, mayatnya dilempar ke laut.

Di sebuah sebagai Han-jiat-sin-kay atau Pengemis sakti bertangan-panas dingin adalah karena dia memiliki dua macam ilmu pukulan yang luar biasa. Tangan kiri dapat memancarkan pukulan tenaga Yin han sin-kang atau tenaga sakti dingin dari hawa Yin (negatif). Dan tangan kanannya dapat melancarkan pukulan Yat-jiat sin-kang atau tenaga sakti panas dari hawa Yang (positif).

Dia merupakan tokoh muda yang cemerlang lekali namanya dalam angkasa persilatan. Hidup sejaman dengan tokoh Kim Thian cong. Keduanya memang bersahabat baik.

Baik Han jiat sin kay Suma Kiam maupun Kim Thian cong semasa hidupnya telah membuat sejarah hidup yang menggemparkan. Tindakan mereka telah dikenyam oleh kaum persilatan khususnya dan rakyat umumnya. Dunia persilatan reda dari pergolakan dan rakyatpun hidup dalam ketenteraman.

Tetapi keduanya telah mengalami hari2 terakhir yang tragis. Han jiat sin-kay Suma Kiam hi lang tak berbekas. Kim Thian cong mayatnyapun dicuri orang.

Setelah tiga tahun tak berhasil menemukan jejak Han jiat- sin-kay Suma Kiam, akhirnya tokoh2 pimpinan telah bersepakat untuk mengadakan pemilihan ketua baru. Dengan catatan, apabila Han jiat sin-kay ternyata masih hidup, jabatan itu harus diserahkan kembali kepadanya.

Menurut garis besarnya, daerah pengaruh Kay pang itu dibagi dua wilayah, utara dan selatan Golongan Kaypang utara, menghendaki supaya tokoh orang Kangpak yang diangkat sebagai ketua, tapi Kaypang daerah selatan menolak dan menghendaki agar Siau bin-sin-kay Kit Wan-leng yang diangkat sebagai ketua Kay-pang. Kit Wan-leng berasal dan daerah selatan. Pat-pi sin-git atau Pengemis-sakti-delapan-lengan Oh Sun yang mewakili golongan utara tetap menolak dan menghendaki diadakan pertandingan adu kesaktian untuk menetapkan pemilihan ketua.

“Tidak" Pangemis-berwajah riang Kit Wan-eng menolak usul itu Han-jiat-sin kay Suma Kiam almarhum, telah menghabiskan separuh dari usianya uutuk mempersatukan Kay-pang, menyelamatkan bahaya kehancuran dari ancaman pemerintah Goan dan bahaya perpecahan dari dalam. Sekarang usaha beliau telah berhasil. Masakan kita harus menghancurkannya lagi ?"

Kit Wan-leng dengan serta merta rela mengundurkan diri demi keutuhan Kaypang. Tetapi para thancu atau ketua cabang daerah selatan tak puas dengan sikap Pat-pi sin-git Oh Sun yang dianggap terlalu angkuh dan congkak. Mereka tetap mendukung pencalonan Kit Wan-leng sebagai ketua.

Hampir terjadi pertengkaran besar yang akan disusul dengan pertempuran antara Kaypang golongan selatan lawan golongan utara.

Pada saat2 ketegangan memuncak, tiba2 Kit Wan-leng pun berbangkit. Dengan suara menggeledek ia berseru menghentikan ketegangan. Kemudian ia mengusulkan suatu pemecahan.

Sambil menunggu hasil pencarian Han-jiat-sin kay Suma Kiam maka baiklah diadakan dua wakil ketua. Satu untuk memimpin Kaypang golongan selatan dan seorang wakil pemimpin untuk Kay pang golongan utara.

Setiap tahun kedua wakil pemimpin itu harus memberi laporan pada rapat besar partai Kaypang. Dibentuk sebuah dewan penimbangan yang terdiri lima tokoh tua untuk memberi peradilan apabila sampai terjadi perselisihan.

Usul Kit Wan-leng itu disetujui. Untuk wakil ketua Kaypang daerah selatan, diangkat Kit Wan Ieng, dan untuk wakil ketua daerah utara, dipilihlah Pengemis sakti delapan-lengan Oh Sun.

Bermula dalam dua tiga tahun, masih terdapat kerukunan antara kedua golongan itu. Tetapi lama kelamaan mulailah terjadi perpecahan. Pat-pi sin-kay Oh Sun telah membentuk lima datuk atau Ngo coat-sin git dan mengumumkan pergantian nama Kay-pang menjadi Jiong-pang.

"Kita bukan pengemis, mengapa harus memakai perhimpunan Kay-pang" kata Oh Sun, "lebih tepatlah kalau kita menyebut diri sebagai kaum jembel atau Jiong-pang.

Tindakan Oh Sun itu menimbulkan kejut dan kgemparan. Kit Wan-leng segera mengadakan rapat besar kaum Kaypang untuk merundingkan peristiwa itu.

Kelima tokoh utara yang menyebut diri sebagai Ngo-coat sin-git atau Lima Datuk Jembel yang tediri dari Pat-pit-sin-git atau Jembel-sakti delapan-lengan Oh Sun, Tok-kat sin-git atau Jembel-sakti- kaki-satu Hong Lui, Kui-siausin-git-atau Iblis tertawa To Hoan, Lun-ha-ma atau Katak-pemalas Na Kok-kong dan Poan-Sin-git atau Jembel gemuk Auyang Hok. Mereka datang dalam rapat besar itu.

Secara kebetulan pula Kaypang selatanpun terdapat lima tokoh pucuk pimpinan yang menurut-urutan kedudukannya terdiri dari kesatu Siau-bin-sin-kay atau pengemis berwajah tertawa Kit Wan-leng, Hoan-tong-sin-kay atau Pengemis- kantong nasi Su Sin, Ciu put-cui Ko Cay Hong-tian-sin-kay atau Pengemis-sinting Ma Kim-tong dan nomor lima Cui-kak-sin-kay atau Pengemis-tidur Li Pit-seng.

Terjadi perbantahan sengit dalam rapat besar itu. Perbantahan yang sukar didamaikan lagi. Kay. pang utara yang merobah nama menjadi Jiong- pang atau Partai Jembel tetap menghendaki supaya nama Kay pang dirobah begitu pula peraturan yang melarang anggauta Kay-pang menjadi pegawai kerajaan.

Partai Jembel harus ditingkatkan arah tujuannya untuk membantu negara, agar dapat memberi bantuan yang positif, harus dibuka pintu untuk memberi kesempatan kepada anggautanya menjabat pegawai kerajaan. Demikian pendirian Partai Jembel.

Tetapi Kay-pang tetap menghendaki azas tujuan yang semula yalah tidak mengikatkan diri pada urusan pemerintahan tetapi bergerak dalam dunia persilatan khususnya dan berjuang menegakkan keadilan dan kebenaran demi kesejahteraan rakyat.

Untuk yang kedua kalinya Pengemis-berwajah-tawa Kit Wan-leng tampil kembali untuk menguasai kegentingan. Dia tetap menghendaki keutuhan persatuan.

Soal perobahan nama, Kay pang dan Jiong-pang itu pada hakekatnya sama. Tetapi tentang perubahan azas tujuan perhimpunan, dia tak setuju kalau dirobah. Untuk membantu negara, banyak lah hal yang dapat disumbangkan. Antara lain menjaga keamanan, membasmi kejahatan dan menindas kekacauan, melindungi kepentingan rakyat. Dalam hal ini kaum persilatan golongan Hiap-gi (ksatrya) dapat memberi sumbangan yang banyak. Tak mesti harus mengikatkan diri pada suatu jabatan pemelintah. Dan untuk menjaga kesatuan dan persatuan Kay pang maka Kit Wan leng mengusulkan supaya ditetapkan ketua secara bergilir. Tiga tahun ketua dari golongan utara dan tiga tahun berikutnya ketua dari golongan selatan. Semua anggauta harus tunduk pada perintah ketua tanpa membedakan daerah asalnya.

Pat pi sin git Oh Sun mau menerima usul itu tetapi dengan sedikit tambahan. Pemilihan, ketua tidak dilakukan secara bergilir tetapi secara adu kepandaian. Pemenang pertama, yang menjadi ketua untuk tiga tahun.

Kit Wan-leng menyatakan bahwa adu kepandaian itu dapat menyebabkan dendam permusuhan. Yang kalah tentu akan malu dan mendendam. Pun membawa akibat yang buruk juga. Salah tangan dapat mengakibatkan luka dan cacat pada lawan.

Kit Wan-leng yang selalu menjaga keutuhan dan kesatuan Kay-pang itu mengusulkan supaya adu kesaktian itu bersifat pi-bu saja. Yalah adu kepandaian tanpa bertempur. Masing2 mengunjuk tiga macam kepandaian. Ilmu kepandaian, tenaga kekuatan, ilmu tenaga dalam dan ilmu gin-kang atau meringankan tubuh.

Tiga tahun yang pertama, pertandingan pibu itu dimenangkan oleh Kit Wan-leng, Tetapi tiga tahun yang kedua, ia mengalah. Pat pi-sin-git Oh un menang dan menjadi ketua.

Selama menjabat ketua itu, banyak tindakan Oh Sun yang merugikan Kay pang golongan selatan. Tetapi karena sudah kalah janji bahwa semua, anggauta harus tunduk pada perintah ketua, tokoh kay-pang selatan tak dapat berbuat apa- apa. Menjelang masa pemilihan yang ketiga, terdilah suatu peristiwa yang aneh. Entah bagaimana tiba2 pada suatu hari dikala bangun, Kit Wan leng telah kehilangan suara. Ia menjadi seorang gagu, Dan bukan itu saja, ia rasakan tenaga galamnya hilang.

Menurut keterangan seorang tabib sakti, telah menderita keracunan makanan. Racun teramat ganas. Apabila dia tak memiliki ilmu tenaga dalam yang kokoh, kemungkinan tentu sudah mati Sebagai gantinya ia harus kehilangan …. dan tenaga dalam.

Keadaan itu ia tuturkan kepada keempat rekannya dan minta supaya dalam pertandingan nanti, keempat orang itu dapat mengajukan ja… nya. Kit Wan-leng pergi mencari obat dan dari itu tiada beritanya lagi.

Kehilangan itu memberi akibat besar kepada Kay-pang golongan salatan. Berturut turut setiap kali masa pemilihan ketua, telah dimenangkan oleh golongan utara.

Kemudian muncullah Liok ci sin-kay Hoa-sin. Dia sebenarnya berasal dari daerah utara kemudian dia telah bertemu dengan seorang sakti yang mendapat ilmu kepandaian yang hebat. Dia menentang pendirian Pat-pi-sin git Oh Sun yang sewenang-wenang. Kemudian ia pindah ke daerah selatan kemudian karena sepak terjangnya yang menonjol, dia diminta untuk menjabat sebagai ketua Kay-pang selatan.

Hoa Sin mau menerima dengan syarat. Ia tak mau maju sebagai jago untuk menghadapi golongan utara.

Dengan begitu untuk yang keempat kalinya selama tiga tahun lagi, pimpinan Kaypang telah jatuh di tangan Pat pi-sin- git Oh Sun lagi. Dan pada hari itu habislah sudah masa jabatan selama tiga tahun itu. Digunung Hok hou-san akan dilangsungkan pertandingan pi-bu guna menentukan ketua Kay-pang yang baru.

Maka berbondong-bondonglah orang mengalir dari segala penjuru, bukan saja anggauta2 Kay pang tetapi pun lain2 tokoh persilatan bahkan rakyat biasa, pun ingin menyaksikan.

Demikian malam itu ribuan orang sama berkerumun mengelilingi sebuah lapangan yang cukup luas. Di tengah lapangan didirikan sebuah panggung yang disebut lui-tay atau panggung adu silat.

Lampu2 bergantungan menerangi empat penjuru, ditambah pula dengan malam purnama sehingga suasana tak ubahnya seperti siang hari.

Di bawah panggung berjajar kursi yang ditempati oleh tokoh2 Kay-pang dan tokoh2 undangan lainnya.

Sebenarnya pertandingan itu termasuk urusan partai Kaypang sendiri tetapi sudah menjadi naluri, sejak bertahun tahun tentu diundang juga tokoh2 persilatan lain. Rakyatpun mendengar dan tentu datang menyaksikan.

Tak berapa lama terdengar genderang dipukul keras sehingga suaranya berkumandang nyaring dan menelan semua suara berisik dari sekalian penonton. Seketika ditanah lapang itupun sunyi senyap.

Seorang lelaki tua dalam pakaian yang bersahaja naik keatas panggung dan mengumumkan bahwa pertandingan pi- bu segera akan dimulai. Ia mempersilahkan ketua Kay-pang untuk naik panggung. Seorang lelaki yang berumur lebih kurang 60 tahun, bertubuh kurus dan memelihara jenggot panjang tampak loncat ke atas panggung. Gerakannya amat gesit sehingga orang tak percaya kalau dia seorang tua yang sudah cukup tinggi umurnya.

Tidak ada yang luar biasa pada diri orang itu kecuali sepasang tangannya yang luar biasa panjangnya sehingga hampir menyentuh lutut. Wajahnya masih berseri-seri merah dan tubuh segar.

Dia membuka pembicaraan dengan memperkenalkan diri sebagai Pat-pi sin kay Oh Sun atau Pengemis-sakli-delapan- lengan yang termasyur.

Kemudian ia menguraikan secara ringkas peraturan yang telah ditetapkan dalam partai Kay-pang untuk memilih ketua yang baru.

Kemudian ia menambahkan : "Aku peribadi dan para auggauta Kaypang golongan utara, berpendapat bahwa cara pemilihan ini, perlu dirobah."

Sekalian orang diam. Hanya tokoh2 Kaypang selatan yang terkejut. Mereka saling bertukar pandang tetapi tak paham apa yang dimaksud dengan ucapan ketua Kay-pang itu.

"Sudah empat kali Kaypang utara mendapat kehormatan untuk memegang tampuk pimpinan Partai Kay-pang. Dan apabila kali ini menang pula, maka genaplah sudah untuk yang kelima kalinya. Lima kali masa jabatan berarti lima kali tiga tahun atau sama dengan limabelas tahun, Limabelas tahun bagi perkembangan sebuah partai, bukanlah waktu yang singkat. Sudah tentu dalam waktu itu tidak sedikit partai telah mengalami perkembangan yang maju. Apabila terjadi pergantian pimpinan lagi, partai tentu akan mengalami perobahan. Setiap perobahan tentu akan mengadakan penghapusan dan mengadakan pembaharuan Dengan demikian tentu akan menghambat perkembangan. "

Berhenti sejenak Pengemis sakti delapan-lengan Oh Sun melanjutkan pula.

"Maka kuputuskan, apabila golongan utara kali ini menang lagi, supaya jabatan ketua itu terus dipegang oleh mereka sampai nanti yang menduduki sebagai ketua itu meninggal, jangan ada pergantian orang itu "

Selagi ucapan ketua Kay-pang itu masih berkumandang, tiba-tiba sesosok tubuh melayang keatas panggung dan berdiri dihadapannya.

"Pangcu, aku mohon bicara," seru orang itu.

"O, engkau Ko than-cu," seru Oh Sun ketika mengetahui yang datang itu Ciu-put-cui sin-kay atau Pengemis-sakti-kebal- mabuk Ko Cay.

"Benar, pangcu," sahut Ko Cay yang bertubuh kurus, wajah kumal seperti orang ketagihan arak.

"Adakah engkau hendak minta arak ?" seru Pat-pi sin-git Oh Sun agak mengejek.

"Ya, begitulah, pangcu," sahut si Kebal-mabuk Ko Cay, "ucapan pangcu tadi laksana arak keras yang membangkitkan seleraku minum."

“O, bicaralah," seru Pat-pi sin-kay.

"Pangcu, aku hendak mohon keterangan. Siapakah pada saat ini yang menjabat ketua partai kita ?" "Oh, engkau benar2 memang ketagihan arak," Pat pi sin git tertawa, "masakan engkau masih bertanya. Sekarang cobalah engkau jawab, apa maksudmu datang kemari ?”.

"Untuk mengadakan pemilihan ketua baru."

"Nah, pertanyaanmu tadi sudah engkau jawab sendiri. Justeru sekarang ini kita hendak memilih ketua yang baru," kala Oh Sin.

Pengemis kebal mabuk tertawa : "Ah, benar, benar. Jadi kalau begitu tak perlu aku ragu2 lagi. Maaf, pangcu, aku hendak kembali kebawah."

Habis berkata ia terus hendak loncat kebawah panggung tetapi secepat itu, Pat-pi sin-git membentak "Tunggu dulu !"

Pengemis kebal mabuk Ko Cay berhenti serunya "Apakah pangcu hendak memerlukan aku?

"Ya" sahut Oh Sun "apa maksud ucapanmu yang terakhir itu ?"

"O, kumaksudkan aku tak perlu meragukan apa yang kudengar tadi," sahut Ko Cay.

"Apa yang engkau dengar ?"

"Bahwa pangcu telah memutuskan hendak merobah peraturan pemilihan ketua partai kita."

"Benar, memang telah kuputuskan begitu”.

“Tetapi kan bukan saat ini melainkan nanti apabila ketua yang baru telah terpilih?" Pengemis kebal mabuk Ko Cay menegas.

Pat-pi sin git Oh Sun terkesiap. Kini baru ia menyadari apa sesungguhnya maksud Ko cay naik ke panggung. Diam2 ia menggeram. "Siapa bilang harus tunggu ketua baru terpilih. Kan sekarang ini aku masih sebagai ketua," sahutnya dengan nada tak senang.

"Maaf, pungcu," Ko Cay masih menahan kesabarannya, “pengertian Ko Cay tidaklah begitu. Saat ini ketua sedang kosong dan akan diperebutkan. Siapa yang akan terpilih sebagai ketua masih belum diketahui. Maka untuk mengeluarkan keputusan, tidaklah tepat. Dapat menggoncangkan suasana. Yang berhak mengeluarkan keputusan adalah ketua baru""

"Ko Cay !" teriak Pat-pi-sin kay dengan bengis, "tahukah engkau apa hukuman anakbuah Kay pang yang berani menghina ketuanya ?"

"Hinaan berat, dibunuh, atau dicabut ilmu ke pandaiannya. Yang ringan, dipotong lengan atau salah satu anggauta badannya."

"Hm, ternyata engkau masih ingat jelas." seru Oh Sun pula. "dan sekarang kujatuhi hukuman kepadamu karena engkau berani menghina ketua Kaypang !"

"Aku tak menghina pangcu!" bantah Ko Cay.

"Mengapa tidak menghina? Bukankah engkau mengangga pada saat ini aku sudah bukan pungcu lagi ?"

Belum Pengemis kebal-arak menjawab, tiba-tiba sesosok tubuh melayang pula keatas panggung dan langsung tegak dihadapan Pengemis-delapan-lengan Oh Sun.

"Pangcu" serunya dengan lantang, "apa yang dikatakan oleh Sam-ko Ko Cay memang benar. Saat ini, kedudukan ketua beku. Dan beku pula semua keputusan yang akan dikeluarkan. Keputusan dan segala perobahan, harus tunggu sampai ketua yang baru"

Pat-pi sin-git Oh Sun memandang pendatang itu latam2. Seorang pengemis yang berwajah seperti orang ngantuk karena matanya hanya setengah meram.

"Ho, engkau Cui kak-sin-kay Li Pit-seng," seru Oh Sun mengeram," apakah engkau baru bangun atau sedang bermimpi ?”

Pendatang itu memang Cui-kak sin kay atau Pengemis gemar-tidur Li Pit-seng. Diberi gelar begini aneh karena pengemis itu memang paling doyan tidur. Kalau kantuknya sudah tiba. di manapun ia tentu tidur. Bahkan sambil berjalanpun ia dapat tidur juga.

Pernah ia ditegur oleh kawan-kawannya supaya merobah tingkahnya itu. Kalau memang terkena penyakit tidur, mereka akan berusaha untuk mencarikan obat.

“Siapa bilang aku sakit tidur ?" ia membantah,"memang aku paling senang tidur karena tidur itu dapat melepaskan ketegangan urat2 dan menenangkan pikiran Tetapi jangan kira kalau aku ini tak tahu apa2. Yang tidur hanya mataku, pikiranku tetap berkeliaran….. "

Memang apa yang dikatakan tokoh nomor empat dari Ngo koay sin kay atau lima pimpinan Kay-pang daerah selatan itu benar. Walaupun matanya terkatup seperti tidur, tetapi dia dapat mendengar suara yang betapapun halusnya. Bahkar kesiur angin lembut dan tebaran daun kering yang gugur ke tanah, ia dapat mendengarkannya.

"Tidak pangcu," sahutnya atas teguran Pat -pi-sin git Oh Sun, "aku tidak tidur, pun tidak bermimpi. Apa yang pangcu katakan tadi, aku dapat mendengarkan semua. Dan apa yang dikatakan sam-ko Ko Cay itupun memang benar"

"Ho, engkau juga hendak menentang pang-cu?"

"Bukan menentang melainkan mengatakan apa yang benar." sahut Cui-kak-sin-kay Li Pit-seng.

"Hm," dengus Oh Sun, "kalau aku dapat membuktikan bahwa aku benar dan kamu salah, apakah katamu ?"

"Terserah pangcu hendak menjatuhkan hukuman apapun, aku bersedia menerima." kata Cui kuk-sin-kay Li Pit-seng.

"Dan engkau juga, setan arak Ko Cay ?" tegur Oh Sin kepada jago nomor tiga dari Kay-ping selatan.

"Ya."

"Bagus," seru Oh Sun lalu berpaling kearah jajaran kursi yang diduduki oleh para tokoh2 Kay-pang. "Siapa lagi yang mendukung pernyataan Pengemis -kebal-arak Ko Cay dan Pengemis-doyah-tidur Li Pit seng bahwa aku saat ini bukan lagi ketua Kay pang, silahkan tampil keatas panggung"

Seketika berhamburanlah dua sosok tubuh melayang ke atas lui-tay.

"Pangcu, akupun mendukung mereka!* seru salah seorang pendatang yang bertubuh pendek gemuk

"Aku juga !'* seru yang seorang pula.

"Hm, bagus Hoan tong sin kay Su Sin dan Hong tian-sin-kay Ma Kim tik" seru Oh Sun gembira, "dengan begitu lengkaplah sudah empat dari kelima tokoh Kaypang selatan yang menentang aku. Hanya kurang seorang yakni Liok-ti sin kay Hoa Sin yang tak berani unjuk batang hidungnya" Berhenti sejenak, ketua Kaypang itu berseru pula : "Apakah masih ada lagi yang mendukung mereka. Kalau masih, silahkan tampil kemuka !"

Tetapi sampai beberapa saat belum juga tampak seseorang lagi yang menyambut pernyataan ketua Kay-pang itu.

"Baiklah," kata Pat-pi-sin git Oh Sun, "sekarang aku hendak membuktikan kepada mereka bahwa pendapat mereka itu tak benar. Dan sekalian anakmurid Kaypang serta para tetamu undangan harap suka menjadi saksi. Bahwa apabila pendapat mereka itu salah mereka bersedia menerima hukuman partai Kaypang !”.

Anakbuah partai Jembel atau Kaypang utara bersorak gemuruh menyambut pernyataan ketuanya. Demikian dengan keempat sin-git atau Jembel-sakti dari Ngo coat-sin-git atau Lima-datuk-jembel-sakti.

Walaupun tak terjadi perpecahan, tetapi tokoh2 Kaypang golongan utara sengaja membedakan diri mereka dengan tokoh2 pimpinan Kay-pang selatan.

Jika tokoh2 pimpinan Kay-pang selatan menggunakan gelar nama sin-kay atau pengemis-sakti, adalah tokoh2 Kay pang utara sengaja memakai gelar sin-git. Sebenarnya git itu artinya pengemis, dan kay juga pengemis. Tetapi tokoh2 Kay-pang utara itu sengaja memberi arti kata git sebagai Jembel.

"Nah, sekarang aku hendak mulai," kata Pat pi sin git Oh Sun, "cobalah kalian berempat menjawab pertanyaanku ini. Siapakah yang paling ditaati dan berkuasa dalam partai Kay- pang kita?"

"Pangcu !" seru keempat tokoh Kay-pang selatan dengan serempak. "Berdasarkan apa maka pangcu itu harus ditaati ?"

"Karena dia telah dipilih oleh rapat besar kaum pengemis dan jembel." sahut Hong-tian-sin-kay atau Pengemis-sinting Ma Kim tong.

"Ya, itu tak usah ditanyakan" Oh Sun memberi tanggapan, "semua ketua memang harus diangkat oleh rapat besar partai Kay pang baru sah. Maksud pertanyaanku yalah kekuasaan apakah yang ada pada pangcu sehingga harus ditakuti dan ditaati ?"

“Ou-kim-pay !" seru Pengemis doyan-tidur Pit-seng.

"Bagus, ternyata engkau memang tidak tidur Pit-seng." seru Pit pi-sin-kay Oh Sun, "tepat sekali jawabanmu. Ou-kim-pay atau Lencana Emas-hitam adalah lambang kekuasaan yang tertinggi dari partai Kay-pang. Barang siapa yang memegang Ou kim-pay, dialah yang harus ditaati. Ketua tanpa lencana Emas-hitam itu tak berarti ketua yang berkuasa lagi. Benarkah begitu ?" tanyanya kepada keempat tokoh Kay-pang selatan.

Keempat tokoh pimpinan Kay-pang selatan itupun mengiakan.

"Sekarang cobalah jawab terus," kata Oh Sun dengan nada bangga, "siapakah yang saat ini membawa lencana Emas hitam itu ?"

"Sudah tentu engkau sendiri, pangcu" kata Pengemis-kebal arak Ko Cay.

"Kalau begitu kalian harus tunduk kepada amanatnya, bukan ?"

“I ... ya ... ", Ko Cay tersekat sekat menjawab. "Telah kukeluarkan keputusan tadi, mengapa kalian tak tunduk bahkan mengatakan bahwa aku tak mempunyai hak untuk mengeluarkan keputusan"

"Memang haruslah ketua baru yang mengeluarkan keputusan baru itu" bantah Ko Cay.

Pat pi-sin git Oh Sun tertawa hina.

"Ketua baru atau lama pada hakekatnya sama. Akhirnya akulah yang akan menjabatnya” katanya dengan angkuh.

"Hm," dengus Pengemis-tidur Li Pit seng, "sering aku mengalami hal2 yang tak sama. Dalam tidur aku bermimpi makan enak, namun arak wangi. Bahkan pernah aku bermimpin menjadi seorang raja yang dikelilingi puteri2 cantik. Aku pun pernah juga bermimpi menjadi jago nomor satu didunia. Tetapi ketika aku bangun, amboi .... aku tetap si Pengemis-tidur Li Pit-seng. Walaupun ayahbundaku sudah memberi nama Pit-seng atau Pasti Menang, tetapi nyatanya aku selalu gagal ”

"Hmm, engkau menyindir aku ? "Oh Sun menggeram, “engkau hendak mengatakan bahwa aku hanya bermimpi saja kalau mengatakan tentu dapat menjabat ketua Kaypang yang kelima kalinya?"

"Mudah-mudahan pangcu berhasil," seru Pengemis- tidur itu, "tetapi harap pancu jangan memastikan dahulu sebelum menghadapi kenyataan."

"Sudahlah, jangan banyak mulut !” bentak Oh Sun. "Aku takkan menyebut-nyebut lagi soal berhasil atau tidaknya meraih jabatan ketua baru. Tetapi yang jelas dan nyata, saat ini akulah pemegang lencana Emas - hitam, lambang kekuasaan tertinggi dari kaum Kay pang !" Habis berkata ia terus merogoh kedalam baju dan mengeluarkan sebuah benda berwarna hitam berkilauan.

“Ou kim pay akan memberi amanat!" teriak Oh Sun dengan nyaring.

Pengemis kantong nasi Su Sin, Pengemis-Kebal-arak, Pengemis sinting Ma Kim tong segera memberi hormat kearah lencan yang diacungkan oleh Oh Sun. Lencana itu lebar duapuluh senti, panjang dua tigapuluh senti. Ditengah tengahnya terdapat empat huruf yang berbunyi KAY PANG KIM LENG PAY atau Lencana emas partay Kay pang. Dibawahnya dibubuhi dengan cap lima jari tangan.

Baik kelima huruf maupun cap tanda tangan lima buah jari itu, tidak ditulis dengan huruf, melainkan digurat dengan jari tangan.

Setelah memandang Ou-kim pay itu sejenak, barulah Pengemis doyan tidur Li Pit seng ikut berlutut.

"Tecu berempat siap menunggu amanat Ou kim-pay," seru keempat pemimpin Kay-pang itu dengan khidmat.

"Kalian berempat adalah pimpinan Kaypang. Sebagai pimpinan seharusnya kalian tahu akan peraturan dan tahu pula untuk menghormati pimpinan yang lebih atas. Apabila pimpinan bertindak tak pegang peraturan, bagaimana dengan sebawahannya ? Bukankah partai Kaypang akan menjadi tak keruan ? Sebuah partai yang sudah tak mempunyai disiplin lagi ?"

Keempat tokoh Kay-pang selatan itu tundukkan kepala tak berani memandang kemuka.

"Maka demi menegakkan kembali kewibawaan partai dan menjunjung peraturan partai, terpaksa hukuman partai akan kami jatuhkan kepada kalian berempat, sekalipun kalian ini menjabat sebagai pucuk pimpinan partai. "

Berhenti sejenak ketua Kay-pang itu melanjutkan pula: "Mengingat bahwa kalian berempat telah menyumbangkan

jasa kepada partai selama berpuluh tahun, maka hukuman mati yang akan kami jatuhkan kepada kalian itu, akan kami peringan dengan hukuman potong sebelah lengan. Nah, bersiaplah untuk menerima hukuman itu !"

Keempat tokoh Kay-pang selatan memberi hormat dan serempak mengiakan.

"Hal, mana hou hwat dari Kay pang, lekaslah naik ke panggung!" seru Oh Sun kearah jajaran anggauta Kay-pang yang berada di bawah panggung.

Hou hwat artinya Pelindung, yalah yang bertugas mengawasi dan menilik apakah anakbuah kaypang menjalankan peraturan atau tidak. Yang melanggar, ditangkap dan dihukum.

Dua sosok tubuh segera melayang keatas panggung. Tetapi Oh Sun agak terkejut karena kedua orang itu agak berbeda arah datangnya.! Yang seorang dari deretan kursi di bawah panggung tetapi yang seorang dari tempat para penonton di samping kanan panggung.

Yang dari deretan kursi orang2 Kay pang, jelas Oh Sun dapat mengetahui sebagai si Kaki satu Hong Lui, tetapi yang dari kalangan penonton, ia tak kenal. Orang itu ternyata seorang yang mengenakan dandanan sebagai seorang petani, pakaiannya dari kain kasar, umurnya sekitar 50-an tahun.

"Ji te, siapakah orang itu ?" seru Oh Sun kepada si Kaki satu Hong Lui. Hong Lui memandang pendatang itu dan kerutkan dahi. "Entahlah, akupun belum mengenalnya."

"Hai, siapakah engkau ? Mengapa engkau berani naik ke panggung ini ?" seru Oh Sun.

Orang desa itu tertawa.

"Aku seorang desa yang tinggal dibagian barat gunung ini.

Tetapi aku pernah melihat juga lencana Emas hitam dari partai Kaypang. Mengapa lencana itu beda dengan lencana yang pangcu pegang itu ?'  sahut orang desa itu.

Pernyataan itu menggemparkan seluruh gelanggang.

Tetapi rupanya  Oh San malah tenang2 saja; "Bagaimana engkau tahu lencana ini palsu?!”

"Karena beda dengan yang kulihat dulu!" Oh Sun nyalangkan mata dan berseru makin bengis : "Dari mana engkau melihatnya ?"

"Han jiat sin kay Suma Kiam dahulu pernan singgah dirumahku. Dia menderita sakit dan dirawat oleh ayahku. Karena pakaiannya penuh darah maka ditanggalkan untuk dicuci. Diapun minitipkan sebuah benda hitam yang katanya adalah Lencana Emas hitam dari Kay pang. Saat itulah aku mendapat kesempatan untuk mengamat-amati benda itu ... " "Ho, apanya yang berbeda ?" seru Oh Sun.

"Bentuknya." sahut orang tua desa itu. "cobalah pangcu bacakan bunyi huruf pada lencana itu"

"Kay pang kim leng pay ..."

"Salah" seru orang desa itu serempak, "yang kulihat pada lencana yang dibawa Han jiat- sin kay Suma Kiam adalah KAY PANG KIM SENG PAY. Jadi bukan Leng tetapi Seng. Leng-pay hanya berarti lencana tetapi Seng-pay artinya Lencana keramat atau suci ... “

"Ngaco !" bentak Kaki satu Hong Lui, "Ou Kim-pay itu tak pernah berpisah dari toa-suhengku. Bagaimana engkau berani mengatakan kalau lencana itu palsu !"

"Ho, siapa yang sudi percaya kalau engkau pernah melihat lencana dari Han jiat sin kay Su- ma Kiam ? Mana buktinya?" seru Pat pi-sin-kay Oh Sun.

"Hm bukti memang tak ada,” sahut orang desa itu "tetapi memang benar aku pernah melihat jelas lencana itu. Begini, pangcu, bolehkah aku melihat lencana ini barang beberapa saat saja ?"

"Untuk apa ?"

"Akan kuperiksa apakah lencana itu benar2-terbuat dari emas hitam atau bukan"

Pat-pi-sin-kay meragu sejenak lalu mengangsurkan lencana itu : "Kemarilah engkau"

Orang desa itupun menghampiri kedekat ketua Kaypang. Ia menerima lencana itu lalu diperiksanya. Tiba-tiba orang itu menjerit : "Celaka, pangcu. lencana ini bukan dari emas hitam melainkan hanya dari batu hitam belaka !"

Secepat kilat Pat-pi-sin-kay Oh Sun dengan tangannya yang amat panjang, telah menyambar kembali lencana itu.

"Emas hitam dari lencana Kay-pang itu kerasnya bukan kepalang. Menurut keterangan Han-Jiiit sin-kay Suma Kiam, emas hitam itu berasal dari batu bintang yang jatuh di daerah gurun pasir Mongolia. Kerasnya bukan kepalang. Dan lencana yang berada pada pangcu itu, terbuat dari logam hitam. Kalau tak percaya silahkan pangcu memotongnya."

Pat-pi -sin-kay Oh Sun terbelalak bimbang.

Diam2 ia terkejut mengapa orang desa itu tahu betul akan lencana itu. Bahkan pernah bertemu dengan Han-jiat-sin-kay Suma Kiam, ketua Kay-pang yang menghilang tanpa bekas itu. Tetapi ia yakin kalau lencana itu tak pernah terpisah dari dirinya, Bagaimana mungkin lencana itu palsu.

"Tidak !" tiba-tiba ketua Kaypang itu menggembor keras, "lencana ini adalah pusaka Kay-pang yang keramat dan agung. Tak dapat sembarangan hendak diperiksa dan dicemarkan oleh seorang desa yang tak ada sangkut pautnya."

'Kalau lencana itu tulen, potonglah kepalanya!" seru siorang desa dengan lantang, "jelas lencana itu palsu, mengapa pangcu takut mengakui?"

Sekonyong-konyong keempat tokoh Kay-pang selatan serempak berbangkit dan berserulah Pengemis-kantong-nasi Su Sin, tokoh kedua dari Ngo-coay-sin kay : "Pangcu, kami mohon supaya Kay pang kim-leng-pay itu diperiksa !”

Pai pi-sin-kay On Sun deliki mata ..... -oo0dw0oo-
DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar