Pendekar Bloon Jilid 15 Karma

Jilid 15 Karma

Ceng Sian suthay adalah ketua partai Kun-lun-pay yang merupakan salah sebuah partai besar dalam dunia persilatan dewasa itu.

Pernyataan rahib itu tentang pengalamannya cukup  menarik perhatian sekalian ketua persilatan yang hadir.

Dan mulailah suthay itu bercerita : "Aku menuju ke selatan untuk mencari jejak putera Kim tayhiap yang hilang itu. Sampai tiba i ujung daratan yang berbatasan dengan laut selatan, tetap belum berbasil kuketemukan sesuatu.

Tetapi laut Lam-hay itu segera membangkitkan ingatanku akan suatu peristiwa besar yang menyangkut mendiang orangtuaku dan kepentingan partai perguruan Kun lun-pay. Segera kuputuskan untuk menyeberangi laut menuju pulau Hailam.

Halaman 6-7 ga ada

lebih tampan, lebih pandai bicara.

Bimbanglah hati Gwat-ngo menghadapi persembahan cinta diri kedua suhengnya itu. Hendak menerima cinta Hong-kiat. tetapi ia lebih tertarik! kepada Ong Han. Namun kalau menerima cinta Ong Han, iapun kasihan kepada Hong-kiat.

Diantara simpang jalan antara Kasihan dan Cinta itu. akhirnya pertimbangan Gwat-ngo lebih condong kepada Cinta. Cinta itu suara hati tetapi kasihan itu hanya getaran hati. Kalau ia memilih Hong-kiat, ia merasa lebih kasihan lagi kepada pemuda itu Karena bukankah suhengnya kesatu itu nanya menerima cinta yang berdasar rasa kasihan saja ? Cinta yang sesungguh nya bukan keluar dari hati nuraninya yang tulus? Bukankah dengan demikian suhengnya itu akan men derita batin ?

Ah, tak mau Gwat ngo memaksa suara hati nya dan menipu Hong-kiat. Lebih baik ia berterus terang menolak cinta Hong- kiat. Biarlah suhengnya itu menderita siksaan batin. Tetapi itu tentu hanya untuk sementara waktu. Kelak tentu suhengnya itp akan memperoleh seorang gadis yang mencin» tainya. Dan diam2 Gwat-ngo berjanji dalam hati akan membantu suhengnya mendapatkan jodoh yang sesuai.

Dengan pertimbangan itu maka mulailah Gwat ngo membuka hatinya untuk menerima cinta Ong Han, suhengnya yang kedua.

Pergaulan antara kedua muda mudi yang menjadi Suheng dan sumoay itu makin hari makin akrab. Walaupun sedapat mungkin Gwat-ngo tak ingin menyakiti hati Hong-kiat karena melihat hubungannya dengan Ong Han, namun Gwat-ngo ta dapat menahan suara hatinya yang mendambakan cinta. Bagaikan sekuntum bunga yang mekar, ia menyambut dengari gembira akan kedatangan sang kumbang berbulu emas.

Hong-kiat bukan tak tahu akan perkembangan kedua sute dan sumoaynya itu. Namun ia seorang yang jujur. Ia  mencintai Gwat ngo dengan se tulus hati. Apabila Gwat-ngo gembira, ia turut gembira. Kebahagiaan Gwat-ngo, merupakan keba hagiaanya pula. Karena ia selalu ipgih membahagiakan sumoaynya itu. Melihat hubungan Gwat-nyo dengan suhengnya yang kedua makin bertambah erat, ia hanya dapat menghela napas ... Pada suatu hari Pek Thian tojin jatuh sakit

"Sudahlah, kalian tak perlu bersedih." kata nya kepada ketiga muridnya yang dengan penuh perihatin siang malam menjaga disampingnya. "setiap awal tentu ada akhir. Apa yang Hidup tentu Mati. Itu sudah kodrat alam. Yang penting bukan lah menjaga dan mempertahankan supaya aku tetap hidup seratus tahun lagi. Karena toh hal itu akan sia2 belaka. Tetapi haruslah menjaga dan mempertahankan apa yang telah kulakukan semasa hidupku"

Ketiga anakmurid itu mengangguk.

"Aku mati, bukan suatu hal yang aneh dan patut disayangkan. Karena setiap manusia tentu tak lnput dari kematian. Tetapi Pek Thian tojin mati, bukan berarti Kun-lun- pay mati juga. Kun-lun-pay harus tetap hidup sampai di akhir jaman. Kun Iuri pay telah menyumbangkan ilmu pusaka dari bang sa kita yang berupa ilmu silat, baik dengan pukul an tangan kosong maupun ilmu permainan pedang Dan hal itu telah diakui oleh dunia persilatan

Berhenti sejenak untuk mengambil napas, ke tua Kun-lun- pay itu berkata pula :

"Kun-lun-pay didirikan oleh kakek moyang kita dengan jerih payah. Maka sudahlah menjadi kewajiban dari anak2 muridnya untuk menjaga dan mempertahankan perguruan kita itu. Maka kalau kalian bertiga benar2 cinta dan sayang kepadaku, kalian harus berlatih keras untuk mencapai tataran kesempurnaan dari berbagai ilmu kepandaian yang telah kuajarkan itu."

"Baik suhu" kata ketiga murid itu.

Pek Thian tojin tertawa girang. Wajahnv» memancarkan sinar kebahagiaan. "Puaslah sekarang apabila ajalku tiba” katanya pula, "Kun-lun-pay pasti tetap jaya di tangan kalian. Namun lepas dari tanggung jawabku kepada partai perguruan, masih ada sebuah tanggung jawabku sebagai seorang ayah terhadap puterinya “

"Yah, janganlah engkau terlalu mencemaskan diriku,'' buru2 Gwat-ngo berseru, "aku sudah cukup dewasa untuk menjaga diriku, Yang penting ayah harus lepaskan pikiran dan mengasoh secukup-cukupnya agar sakit ayah lekas sembuh"

Pek Thian tojin tersenyum : "Sekarang engkau dapat mengatakan begitu kepadaku, Gwat. Tetapi kelak apabila engkau sudah menjadi orang tua. tentu lain lagi bicaramu."

Kemudian orangtua itu berpaling memandang  Hong-kiat lalu Ong Han.

"Hong-kiat." katanya kepada murid pertama "kutahu engkau seorang pemuda yang baik, jujur dan setia. Walaupun engkau agak lamban berpikir tetapi engkau penuh tanggung jawab. Sifat itu amat diperlukan pada pimpinan partai Kun lun- pay . . "

Lalu Pek Thian memandang Ong Han: '"Han engkau seorang pemuda yang berbakat, cerdas dan tangkas. Sifat2 itu juga dibutuhkan oleh seorang pemimpin partai perguruan. Maka aku agak bingung untuk menentukan, siapakah yang kelak a-kan kuserahi pimpinan perguruan Kun lun-pay."

"Suhu," cepat Ong Han berkata, "harap suhu jangan berbanyak pikiran. Toasuhenglah yang harus mengganti kedudukan sebagai pemimpin Kun-lun-pay karena toa suheng adalah murid pertama"

Pek Thian tojin mengangguk : "Benar, memang demikianlah naluri pergantian pimpinan pada tiap partai persilatan. Murid pertama harus yang diangkat sebagai pengganti suhunya. Tetapi aku mempunyai pendirian lain. Pengganti pimpinan partai Kun-lun pay takkan didasarkan atas u-rut-urutan kedudukan muridnya tetapi akan berdasar pada kecakapan dan rasa tanggung jawabnya terhadap partai Kun-lun-pay".

"Engkau lebih cerdas dan lebih cakap," kata Pek Thian tojin. "Tetapi toa suheng lebih jujur, setia rasa dan besar

tanggung jawabnya," tukas Ong Han.

"Itulah sebabnya maka aku bingung," Pek Thian tojin cepat merebut pembicaraan. Setelah itu ia merogoh kebawah kasur tempat tidurnya. Sesaat kemudian ia sudah mencekal sebatang pedang dengan kerangkanya. Kerangkanya terbuat dari kayu cendana yang diukir macam bentuk seekor naga.

"Inilah pedang pusaka Ceng-lui-kiam." kata Pek Thian tojin". sekarang hendak kupersilahkan kalian untuk memilih : pedang atau kerangkanya."

"Hong-kiat, sebagai murid pertama, engkau kuberi kelonggaran untuk memilih lebih dahulu." serunya kepada Hong-kiat.

Tetaoi pemuda jujur itu menolak : "Maaf, suhu murid tak mempunyai pilihan Baik pedang maupun kerangkanya, murid tetap akan menerimanya dengan penuh hormat dan tanggung jawab."

Diam2 Pek Thian tojin memuji kejujuran muridnya yang pertama itu. Lalu ia suruh Ong Han yang memilih. Bermula Ong Han juga menolak tetapi karena didesak oleh suhu dan toa-suhengnya, akhirnya mau juga ia memilih lebih dulu.

"Baiklah, suhu," katanya seraya tampil rneng hampiri pedang, "biarlah murid memilih pedangnya saja." "Hong-kiat, apakah engkau sudah rela mendapat kerangka pedang ?" tanya Pek Thian.

"Murid telah mengatakan, apapun yang akan diterimakan kepada murid, tentu akan murid jaga dan rawat dengan sebaik-baiknya." sahut Hong-kiat.

"Jika begitu, ambillah kerangka pedang Ceng Iui-kiam ini" kata Pek Thian.

Setelah Oog Han mengambil pedang dan Hong kiat kerangkanya maka berkata pula Pek Thian tojin.

"Memang nasib itu sudah digariskan kepada kalian berdua," katanva, "Ong Han, engkau memelih pedang itu berarti engkau memilih isi atau buahnya. Isi atau buah itu yalah ilmu pelajaran dari partai Kun-lun-pay."

Berhenti sejenak ketua partai Kun-lun-pay itu berkata pula : "Engkau telah memiliki delapan bagian dari ilmu kepandaian partai kita. Dan apa yaitu; dapat kuajarkan kepadamu memang hanya sampai pada tataran itu. Tetapi sesungguhnya masih ada dua bagian ilmu pusaka partai kita yang lenyap . . "

"Oh," Ong Han terkejut. "dapatkah kita menggali lagi ilmu itu. suhu ?"

"Adakah engkau mempunyai minat untuk mencari ilmu pusaka kita yang hilang itu ?"

Ong Han mengiakan : "Benar suhu. Murid hendak memperlengkapi ilmu kepandaian partai Kun lun-pay agar dapat menambah kejayaan partai kita"

"Bagus, muridku." seru Pek Thian tojin, "tetapi hal itu tidak mudah."

"Suhu," kata Ong Han. "apapun yang akan terjadi demi kepentingan partai kita. murid sanggup untuk melakukan, sekalipun harus terjun kedalam lautan api. Mohon suhu suka memberi petunjuk."

Karena melihat kesungguhan hati muridnya, Pek Toian tojinpun lalu memberi penjelasan : "Sbenarnya kitab pelajaran ilmusilat partai Kun-lun pay terdiri dari 10 buah Yang berada disitu hanya delaoan buah. Masih ada dua buah yang berada di Mongolia.

"Di tempat siapa ?" tanya Ong Han.

"Seorang pertapa sakti yang tinggal di kota Ulan Bator." “Mengapa suhu tak pernah mencoba kesana” tanya ong

Han pula.

Pek Thian tojin menghela napas : "Aku sudah berulang kali kesana tetapi senantiasa gagal. Ketahuilah muridku. Orang sakti itu.memang aneh dan berilmu tinggi. Dia memberi tahu kepadaku, bahwa aku tak berjodoh dengannya."

Ong Han heran dan menyanakan nama o-rang saksi itu. "Entah siapa namanya. Pokok asal engkau tiba disana, dia

tentu akan tahu sendiri. Tanpa engkau cari dia akan datang sendiri kepadamu apa bila engkau memang berjodoh. Tetapi kalau engkau tak mempunyai rejeki, dia akan memberitahu dengan surat."

"Suhu, ilmu apakah yang berada padanya?" tanya Ong Han. "Yang satu ilmu tutukan jari dari jarak jauh dan yang satu

ilmu pedang terbang."

Ong Han tertarik dan menyatakan akan pergi ke Ulan Bator.

Kemudian Pek Thian tojin berkata kepada ong-kiat: "Muridku, engkau memang seorang jujur dan penerima. Karena engkau menerima pohonnya maka engkaulah yang menggantikan aku sebagai ketua Kun-lun-pay apabila kelak aku menutup mata."

"Suhu ..."

"Jangan membantah, Hong-kiat." cepat Pek Thian tojin mencegah Hong-kiat yang hendak ber kata. "itu memang sudah ketentuan nasib. Yang memilih buah, akan mendapat ilmu pelajaran Kun lun-pay. Yang memilih pohon, akan mendapat kedudukan sebagai ketua Kun-lun-pay."

Demikian keputusan yang diambil Pek Thian tojin Dan keesokan harinya berangkatlah Ong Han menuju ke Mongolia. Suatu perjalanan yang jauh dan sukar.

Beberapa bulan kemudian penyakit Pek Thian tojin makin berat dan akhirnya menutup matalah ketua Kun-lun pay itu. Sebelum meninggal. Pek Thian tojin telah menyerahkan sebuah kim-long atau surat rahasia kepada puterinya Gwat- ngo. So tahun kemudian, baru kim-long itu boleh dibuka.

Li Hong-kiat menjalankan kedudukan sebagai ketua partai dengan hati2 dan bertanggung jawab. Sampai setahun lamanya, belum juga Ong Han pulang.

Karena sudah tiba waktunya maka Gwat-ngo pun segera membuka Kim-long dari ayahnya, la nyata surat warisan itu berisi pesan bahwa apabila dalam waktu setahun Ong Han sudah pulangi

Gwat ngo boleh menikah dengan dia. Tetapi apa bila sampai setahun tak pulang maka Gwat-ngo supaya menikah dengan Hong-kiat.

Gwat Ngo termenung-menung membaca surat peninggalan ayahnya. Sampai beberapa hari ia masih bingung dan bermuram durja. Hong-kiat yang selalu memperhatikan dirinya, segera menanyakan sebab2 kelesuan sumoaynya itu. Gwat-ngo-pun terpaksa menunjukkan surat ayahnya itu.

Hong-kiat tak sampai hati memaksa sumoay nya. Ia tahu sumoaynya itu lebih mencintai Ong Han. Maka ia berkata : "Lebih baik kita tunggu setahun lagi. Tentulah sute sudah pulang."

Gwat-ngo terharu akan kejujuran toa-Suheng nya. Namun betapapun ia tak dapat memaksa suara hatinya.

Tak terasa setahun pun telah habis lagi dan Ong Han tetap belum muncul.

"Sumoay, jangan bersedihlah, mari kita menunggunya lagi satu tahun," kata Hong-kiat menghibur sumoaynya.

Amat terharu sekali Gwat-ngo dibuatnya atas kecintaan yang tiada taranya dari toa-suheng Itu. Diam2 ia mulai mengagumi peribadi Hong-kiat yang luhur.

"Toa-suheng," katanya dengan penuh haru. “kita sudah cukup bersabar menunggu sampai tiga tahun. Apabila tahun yang terakhir ini suheng tetap tak pulang, marilah kita laksanakan perintah ayah . , "

Rupanya memang nasib telah menggariskan perjodohan Gwat-ngo dengan Hong-kiat. Sampai tahun yang ketiga, tetap Ong Han tak pulang. Karena merasa telah lebih dari cukup menunggunya, akhirnya Gwat-ngo melangsungkan pernikahan dengan Hong-kiat. Keduanya hidup bahagia dan di-karunia seorang puteri.

Pada waktu Ong Han pergi ke Mongolia, kaisar Goan-si cou yang berasal dari Mongol, telah wafat. Terjadilah pemberontakan diseluruh negeri yang hendak menumbangkan kekuasaan pemerintahan Goan. Diantara yang berhasil dalam gerakan itu yalah Cu Goan-ciang yang kemudian mengangkat diri menjadi kaisar Beng.

Selama terjadi huru hara pemberontakan2 itu, dunia persilatanpun mengalami pergolakan hebat. Muncullah gerombolan Topeng Hitam yang memaksa partai2 persilatan untuk menentang Cu Goan ciang dan menunjang pemerintahan Goan lagi. Partai persilatan yang menolak, tentu dihancurkan

Pemimpin gerombolan Topeug Hitam itu seorang muda yang sakti sekali kepandaiannya entah berapa banyak jago2 silat Tiong-goan yang telah mati dibawah pedang pusakanya. Kesaktian dan keganasan pemimpin gerombolan Topeng Hitam benar2 merontokkan nyali setiap kaum persilatan.

Usaha mereka hampir berhasil ketika tiba2 muncullah Kim Thian-cong. Topeng Hitam yang menghancurkan. Kim Thian- cong. yang membangun pula. Topeng Hitam mendukung pemerintahan Go-an, Kim Thian-cong menunjang kerajaan Beng.

Akhirnya bertemulah kedua tokoh itu dimuara sungai Hek- liong-kiang (sungai Naga hitam) Da lam pertempuran dahsyat yang berlangsung sampai sehari semalam itu. akhirnya Kim tayhiap dapat menutuk pedang pusaka Ceng-lui-kiam hingga jatuh kedalam sungai. Tetapi Kim tayhiappun menderita luka sebuah tusukan pada bahunya.

Kemudian Kim tayhiap berhasii mencabut topeng kain hitam dari pemimpin gerombolan itu dan tahu siapa sebenarnya dia.

Orang itu pucat.

"Bunuhlah" katanya dengan gagah. "Siapa engkau ?" tanya Kim tayhiap. "Tak perlu engkau tahu namaku !"

"Ha, ha" Kim Thian-cong tertawa, "walaupun engkau tak mau memberitabu tetapi aku dapat mengenali ilmu perguruanmu. Bukankah engkau anak murid . . "

'Tutup mulutmu!" cepat orang itu berteriak "aku mau menyerah tetapi dengan syarat !"

Kini Thian-cong menimang Orang yang umur nya sebaya itu ternyata seorang tokoh dunia persilatan Tionggoan. Murid sebuah partai persilatan termasyhur dan menjadi salah satu dari ketujuh partai persilatan besar.

"Katakan syaratmu !" seru Kim Thian-cong.

"Aku mau menyerah bukan berarti aku kalah kepadamu Tetapi aku hanya mengalah. Aku akan mengundurkan diri dari keaktipan didunia persilat an dan mengasingkan diri. Tetapi engkau tak boleh menyelidiki siapa namaku dan tak boleh menyiarkan diriku kepada dunia persilatan."

Kim Thian-cong menimbang bahwa syarat itu tidak berat maka iapun segera menyanggupi.

"Tetapi ingat, setiap saat kudengar orang membicarakan siapa sebernarnya diri pemimpin gerombolan Topeng Hitam itu, pasti engkaulah yang menyiarkan. Dan aku tentu akan bergerak lagi untuk menghancurkan seluruh partai2 persilatan dan engkau !"

“Baik, ucapan seorang lelaki adalah ibarat seekor kuda yang lepas. Sekali lari takkan dihenti kan lagi." seru Kim Thian-cong, "tetapi engkaupun harus ingat. Begitu kudengar engkau dan gerombolanmu bergerak mengacau dunia persilatan lagi aku tentu akan membuka kedok rahasia dirimu dan akan mengajak seluruh partai persilatan untuk meminta pertanggungan jawab kepada partai perguruanmu !"

Demikian keduanya mengakhiri pertempuran dengan sebuah perjanjian yang aneh. Namun karena perjanjian itu telah diucapkan oleh dua tokoh silat yang sakti, keduanyapun sama2 pegang janji. Sejak mulai saat itu, gerombolan Topeng Hitampun menghilang dari dunia persilatan.

Lima tahun kemudian pada suatu hari Li Hong-kiat dan isterinya terkejut ketika menerima kedatangan Ong Han.

Dengan panjang lebar Ong Han segera menuturkan pengalamannya selama berada di daerah Mongol la berhasil bertemu dengan orang Mongol sakti itu dan diberi ajaran Hoa- gong-ci atau Jari penggurat-langit dan ilmu Hui-kiam atau Pedang-terbang tetapi dengan syarat, sebelumnya aku harus sanggup melaksanakan sebuah perintah dari orang sakti itu.

"Tekadku, aku takkan pulang sebelum membawa kedua ilmu sakti itu." kata Ong Han "maka kuterima permintaannya. Aku diperintah untuk mencarikan Ular katak yang hanya terdapat di danau Balehasj di daerah barat"

Ong Han berhasil menemukan danau itu dan menyelam ke dasar danau Ia berhasil menangkap seekor Ular katak, sejenis binatang aneh yang kepalanya seperti ular tetapi badannya katak.

Tetapi ketika ia hendak membawa ular-katak itu ia telah dikepung oleh suku Kazak dan ditawan.

Ong Han diberi minuman obat yang menghilangkan kesadaran pikirannya lalu diajak oleh suku Kazak berperang melawan lain suku. Dua tahun lamanya ia membantu kepada suku Kazak. Setelah perang selesai dan dianggap berjasa, maka diapun dibebaskan. Ular-katak diberikan kepadanya lagi begitu pula iapun disembuhkan dari kehilangan kesadaran pikirannya, Kemudian bergegas ia kembali ke U-lan Bator. Tetapi orang sakti itu sudah makin parah sakitnya.

Dengan minum ular-katak itu, dapatlah jiwa orang Mongol itu tertolong tetapi dia lumpuh. Tubuhnya tak dapat bergerak.

Untung luh sebelumnya orang itu sudah menyiapkan lukisan dalam sebuah buku. Ong Han disuruh melakukan gerakan sesuai dengan lukisan itu. Dua tahun lamanya Ong Han belajar dengan cara itu. walaupun masih kurang sempurna tetapi ia sudah dapat mencapai delapan bagian.

Pada suatu hari sepulang dari berbelanja ke kota. Ong Han mendapatkan suhunya itu mati di bunuh orang. Mulut suhunya itu masih menggigit seketat daging kecil. Ternyata ujung jari kelingking orang.

Ong Han menduga, ketika hendak dibunuh suhunya masih dapat menggigit jari kelingking mu suh. Ong Han menyimpan bukti itu,

Ada lagi sebuah hal yang mengherankan pada mayat suhunya. Telunjuk jari suhunya itu menuding kearah lantai.

Ong Han yang berotak cerdas segera merang kai dugaan. Digalinya lantai itu dan ternyata memang terdapat sebuah kotak kecil terbuat dari kulit kerbau. Ketika dibuka isinya sebuah surat yang menyatakan bahwa kedua buah kitab pusaka yang berisi ilmu kesaktian itu tersimpan dalam Kuil Kuning di luar tembok istana kaisar Goan.

Dahulu orang Mongol itu diangkat menjadi kepala Kuil Kuning. Tetapi karena dia kesalahan pada kaisar maka dijatuhi hukuman mati, Tetapi ia ditolong oleh It Sian tojin. Untuk membalas budi, kepala Kuil Kuning itu menyerahkan delapan buah kitab pelajaran ilmu sakti. It Sian tojin kemudian menjadi ketua dari partai Kun-lun-pay.

"Itulah sebabnya maka aku sampai sekian lama baru pulang," kata Ong Han kepada toa-su hengnya Hong-kiat.

Atas pertanyaan Ong Han. Hong-kiat yang telah menjadi ketua Kun-lun pay menhela napas.

"Selama lima tahun ini banyak sekali pero-bahan yang telah terjadi." katanya, "suhu telah menutup mata dan akupun terpaksa menerima jabatan sebagai ketua . , . "

Ah, sudah selayaknya suheng melakukan tugas itu." kata Ong Han dengan nada lepas.

"Gwat-ngo, tulunglah engkau ambilkan surat peninggalan suhu itu," kata Hong-kiat. Tak berapa lama Gwat ngopun keluar lagi dengan menyerahkan sebuah sampul surat.

"Sute . . maafkan, aku terpaksa melaksanakan pesan suhu." kata Hong-ktat.

Habis membaca, wajah Ong Han tetap tenang, katanya : "Akulah yang bersalah, suheng. Bahkan suheng sudah memberi kelonggaran waktu lebih dari yang dipesan suhu. Semoga suheng dan sumoay dapat hidup bahagia , . “

Sejak itu tinggallah Ong Han di markas Kun lun-pay. Tetapi sikapnya sekarang jauh berbeda dengan dahulu. Dia berobah menjadi seorang pendiam dan suka melamun.

"Sute. mengapa engkau sekarang suka bermenung melamun seorang diri ?" tegur Hong-kiat.

Ong Han hanya mengatakan tak apa2 Tetapi setelah didesak oleh suhengnya barulah ia menyatakan kalau memikirkan tentang dua buah kitab pusaka yang masih tersimpan dalam Kuil Kuning "Suheng, kejayaan Kun-lun-pay harus kita bangun dan kembangkan seluas-luasnya. Ilmu yang termaktub dalam kitab pusaka itu tiada ternilai saktinya. Dengan memiliki ilmu Pedang-terbaag yang sudah beratus tahun lenyap. Kun lun- pay akan menjagoi dunia persilatan,"

"Lalu bagaimana kehendakmu'" tanya Hong-kiat.

"Aku tetap hendak mencari kitab pusaka itu” sahut Ong Han.

"Tetapi penjagaan disana tentu ketat sekali" katr Hong kiat. "Itulah sebabnya aku selalu termenung memikirkah hal itu,"

sahut Ong Han.

Hong-kiat tertarik akan tujuan sutenya yang mulia. Bukankah sutenya itu berjuang keras demi membangun kejayaan Kun-lun-pay.

"Ah, dia berjuang begitu gigih dan aku ? Aku hanya enak2 berada dalam markas dan menikah dengan sumoaynya, Belum pernah aku keluar untuk melakukan tugas kepentingan partai" diam2 Hong-kiat menilai dirinya.

Dia seorang jujur. Maka segera ia menawarkan tenaganya untuk menemani sutenya menuju ke kota raja.

Demikian kedua suheng dan sute itu segera berangkat.

Urusan partai diserahkan kepada Gwat ngo.

Lebih kurang enam bulan kemudian, pada suatu hari tiba2 muncullah Ong Han dengan membawa luka2 berdarah. Sudah tentu Gwat-ngo terkejut sekali.

"Mana suheng ?" tanyanya cemas.

Ong Han tak menyahut melainkan bercucur an airmata . . . "Oh." Gwat-ngo menjerit, "benarkah dia . .. dia . . celaka .?" Dengan terbata-bata Ong Han menceritakan bahwa dalam usahanya menyelundup ke dalam Kuil Kuning, ia dan suhengnya telah dipergoki oleh para penjaga disitu. Terjadi pertempuran dengan barisan siwi (pasukan istana) yang lebih besar jumlahnya dan terdiri dari tokoh2 silat sakti.

Hong-kiat rubuh dan terluka berat. Bermula Ong Han mengamuk dan hendak adu jiwa untuk membalas kematian suhengnya tetapi dalam detik2 masih dapat bernapas, Hong- kiat mencegah dan menyuruhnya pulang.

"Sute, biarlah satu yang mati jangan dua-dua. Kita harus tetap menegakkan Kun-lun pay. Dan tolonglah engkau rawat sumoay dan anaknya..."

"Bermula aku tak mau," Ong Han melanjut kan keterangannya, "tetapi karena suheng tetap mendesak, akhirnya aku terpaksa membuka jalan-darah dan meloloskan diri ..."

Gwat-ngo tersedu-sedu mendengar berita itu. Betapapun, Hong-kiat. itu adalah suaminya yang yang mencintai dan menyayanginya. Sampai beberapa bulan Gwat-ngo tetap bersedih. Untunglah ada Ong Han yang selalu menghiburnya.

Waktu berjalan pesat sekali. Musim panas berganti musim rontok lalu musim dingin. Dan setelah mengalami musim yang menggigilkan tubuh dan merawankan hati itu, akhirnya tibalah musim semi, musim yang memberi harapan pada semua mahluk di semesta alam.

Sering dengan kedatangan musim semi yang indah gemilang itu. mulai cairlah kabut kesedihan yang menyelubungi hati Gwat-ngo si janda kembang yang masih muda belia itu. Belaian kata2 yang dirangkai indah oleh mulut Ong Han yang pandai bicara, bagaikan sinar matahari yang memancar di musim semi. Memberikan kegairahan dan menimbulkan harapan hidup dalam hati Gwat-ngo. Kelayuan dan kelesuan hidup janda itu, mulai merekah kegairahan dan harapan. Dan bersemi pulalah benih2 asmara yang pernah menjalin antara  ia dengan Ong Han dahulu.

Cinta pertama, selalu berkesan. Ketika Ong Han menyatakan isi hatinya maka Gwat-ngopun menyambutnya dengan sepuluh jari.

Demikian keduanya segera hidup menjadi suami isteri dengan bahagia.

Setahun kemudian pada suatu malam, Ong Han menerima kedatangan seorang tetamu. Secara kebetulan, Gwat ngo dari balik dinding ruangan dapat mendengar pembicaraan mereka. Rupanya orang itu seperti menagih janji kepada Ong Han.

Ong Han beibangkit dan masuk kedalam kamar. Rupanya timbul kecurigaan dalam hati Gwat ngo. Ketika Ong Han masuk, ia pura-pura tidur.

Ternyata Ong Han mengambil sarung pedang yang tergantung pada tembok. Sarung pedang itu yalah kerangka dari pedang Ceng-lui-kiam.

Gwat ngo terkejut. Pada saat itu juga ia hendak menegur tetapi pada lain kilas ia mempunyai lain pemikiran. Untuk apakah Ong Han mengambil kerangka pedang itu ? Ah,  baiklah ia membiarkan saja dulu dan ia hendak tahu apa yang a-kan dilakukan Ong Han dengan sarung pedang itu.

Setelah mengambil sarung pedang, Ong Han terus keluar dan menyerahkan kepada tetamu itu. Kemudian seielah berbicara sebentar, keduanya tertawa lalu berbangkit dan melangkah keluar.

Dengan hati2 Gwat-ngo mengikuti mereka. Tiba di sebuah hutan yang sunyi, sekonyong-konyong Ong Han menghantam orang itu. Karena tak menyangka nyangka, orang itu tak sempat menangkis dan rubuh.

"Penghianat Ong Han, engkau menghianati janji . . . sebagai upah untuk mencelakai suheng-mu, engkau memberi balasan begini ..." orang itu berteriak sekuat-kuatnya tetapi ia tak dapat melanjutkan kata-katanya karena saat itu Ong Han menendangnya kedalam jurang . . .

Bukan kepalang kejut Gwat-ngo ketika menyaksikan peristiwa itu Setelah Ong Han pergi, ia terus turun ke jurang untuk menolong orang itu.

Orang itu menderita luka parah. Tetapi berkat ilmu tenaga dalamnya yang tinggi, ia masih dapat! bernapas. Ternyata dia seorang Mongol murid orang sakti dari kota Ular Bator yang memberi pelajaran ilmu tutukan jari jarak jauh dan ilmu Pcdang-terbang kepada Ong Han. Dengan begitu orang itu masih pernah suheng dari Ong Han

Gwat ngo melekatkan telapak tangannya ke punggung orang itu untuk menyalurkan tenaga-dalamhya. Tak berapa saat orang itupun sadarkan diri Ketika mengetahui Gwat ngo itu isteri Hong-kiat, orang itu menangis minta maaf.

"Maafkan aku nyonyah" katanya, "aku Tol-tai, telah ditipu Ong Han untuk membunuh suamimu . . dia berjarji . . hendak memberikan kerangka pedang Ceng lui kiam . . tetapi ternyata ta curang dan menghantam aku . . "

"Apakah suamiku sudah mati ?" seru Gwat ngo gopoh. "Dia terluka parah dan kubuang dalam jurang. Entah mati entah hidup . . "

'Mengapa engkau menghendaki kerangka pedang itu ?” tanya Gwat ngo pula.

Belum Toltai menjawab tiba2 diatas tebing terdengar suara Ong Han berteriak-teriak memanggil Gwat-ngo.

Rupanya setelah pulang dan tak mendapatkan Gwat ngo berada di tempat tidur, Ong Han terkejut Ia kuatir terjadi sesuatu dengan Gwat-ngo Ia mencari kemana mana tetapi tetap tak bertemu. Akhirnya timbullah kecurigaan, bukan mustahil Gwat-ngo mengetahui peristiwa kedatangan tetamu dari Mongol tadi. Ia mulai gelisah lalu menuju ke jurang tempat pertempuran tadi.

"Hai, mengapa engkau disitu Gwat-moay ?" serunya terkejut ketika matanya yang tajam melihat sesosok tubuh wanita sedang berjongkok menolong seorang lelaki. Buru2 ia lari menuruni jurang

'Celaka . . dia datang lagi," kata Toltai tersendat2, "nyonya .

. lekaslah engkau lari . . "

'Tidak," sahut Gwat-ngo tegas, "aku hendak membuat perhitungan dengan manusia serigala itu !"

"Jangan . . dia lebih sakti . . engkau tentu menderita . . " "Biarlah aku mati asal penghianat itupun mati !" Gwat ngo

tetap menolak.

"Nyonyah . . loloslah sabukku dan gunakan untuk menghadapi serangan Gig Han. Sabuk itu terbuat dari Swat coa (ular saljo) yang telah membeku digurun salju Siberia selama ratusan tahun. Selain mampu menahan senjata, pun apabila mengenai tubuh lawan, lawan tentu akan menggigil kedinginan dan lumpuh tenaganya," dengan paksakan diri Toltai memberi keterangan.

Gwat-ngo menurut dan saat itu Ong Hanpun sudah tiba dihadapan mereka.

"Gwat-moay, mengapa engkau berada disini" tegur Ong Han dengan memberingas.

Sebelum Gwat-ngo menyahut, Toltai sudah mendahului: 'Anjing Ong Han perbuatanmu yang durhaka telah kuberi tahu kepada nyonyah ini. Engkau . manusia , . berhati serigala . . "

"Tutup mulutmu, anjing !" Ong Han membentak dan lepaskan sebuah hantaman dengan meng gunakan ilmu Hoa-

gong-ci atau Jari-penggurat- langit,

Terdengar Toltai menjerit ngeri tetapi menyusul itu, Ong Hanpun menjerit,  seram terus melarikan diri.

Ternyata serempak pada waktu           Ong         Han

menghancurkan         Toltai,

Gwat-ngopun segera menyabat dengan sabuk Swat-coa-han-kut-tay, sabuk ular salju, Bahu Ong Han termakan ujung sabuk. Seketika    menggigillah  dia

Tenaganya serasa hilang Menyadari bahaya yang mengancam, Ong Han terus melarikan diri . . .

"Jahanam, sampai ke ujung langitpun tetap akan kucarimu

!" G vat ngo mengejarnya: Tetapi akhirnya Ong Han dapat meloloskan diri juga.

Setelah mengejar beberapa lama, tiba2 Gwat-ngo merasa pusing dan akhirnya jatuh. Ternyata dia sudah mengandung tiga empat bulan. Perasaan marah, gemas dan dendam yang membakar hatinya telah menyebabkan hawa dalam tubuhnya bergejolak keras dan darahnya berhamburan keras

Ia malu, menyesal dan menderita guncangan batin yang hebat sehingga setelah sadar dari pingsannya, ia berobah linglung pikirannya, la tak mau kembali ke Kun-lun san tetapi merantau ke pegunungan dan hutan belukar. Bahkan ketika melahirkan bayi, ia membuang bayi itu ditengah hutan Ia malu dan jijik merawat anak dari seorang manusia yang berhati binatang seperti Ong Han. Dan sejak itu ia hilang lenyap tiada beritanya.

Partai Kun-lun pay geger karena kehilangan ketuanya yang baru yalah Ong Han serta Gwat-ngo. Demikianpun tak henti- hentinya anak perempuan yang baru berumur tiga tahun itu menangis mencari ibunya.

Untunglah datang seorang rahib tua yang bernama Giok Im sengbo yang bersedia mengambil anak perempuan itu. Setelah anak perempuan itu besar ia diperbolehkan kembali ke gunung kun lun. Kebetulan tiang-lo yang menjabat sebagai pejabat ketua partai Kun lun-pay telah meninggal maka nona itupuh diangkat sebagai penggantinya.

"Demikianlah sekelumit kissah sedih yang pernah melanda partai Kun lun-pay, ''Ceng Siar suthay mengakhiri ceritanya.

'O, nona itu tentu suthay sendiri,"kata An§ Bin-tojin ketua Bu tong pay.

Ceng Sian suthay mengangguk. "Tetapi bagaimana suthay tahu akan riwayat! itu ? Bukankah suthay saat itu masih berumur tiga tahun?"' seru Hong Hong tojin ketua Go-bi-pay

Ceng Sian suthay tersenyum : "Sudah tentu suhuku yang memberitahu. Demikian pula tentang Lam hay It soh, pun suhu menceritakan juga Dia. bukan lain yalah Ong Han, orang yang telah menganiaya ayahku dan mencelakai ibuku !"

"Omitohud" seru Hui Gong taysu, "dendam itu laksana bisul, mudah timbul sukar dilenyapkan Sekalipun sembuh tetapi tetap meninggalkan bekas Mengapa suthay masih mengandung rasa dendam, kepadanya ? Bukankah dia akan menderita sendiri akibat perbuatannya itu ?"

Ceng Sian suthay tak menyahut melainkan termenung diam. Rupanya terjadi pertentangan dalam batinnya.

"Memang telah kuusahakan hal itu sekuat tenagaku," katanya sesaat kemudian, "dan sudah lama aku tak memikirkan persoalan itu. Tetapi pada saat aku tiba di laut selatan dalam rangka mencari putera Kim tayhiap yang hilang' itu, tiba' saja timbullah hasratku untuk menuju ke pulau Hailam."

"Apakah tujuan suthay ke sana ?" tanya Ang Bin tojin. "Bermula hanya ingin menjenguk dan membuktikan apakah

Lam-hay It-soh itu benar paman guruku Ong Han." kata Ceng

Sian suthay.

"Benarkah dia itu ?" seru Hong Hong tojin.

"Aku sendiri memang tak ingat lagi bagaimana wajah paman guruku dahulu," kata Ceng Sian suthay, "maka ketika berhadapan muka, iapun menerima kedatanganku dengan ramah. Setelah berbicara beberapa saat, akupun segera memperkenal kan siapa diriku yang sesungguhnya. Dia terkejut sekali dan pucat lesi ..."

'Omitohud," seru Hui Gong taysu pula, "dosa memang tak ubahnya seperti bayangan. Kemanakah orang hendak lari dan bersembunyi, tetapi rasa dalam hati telah berbuat dosa itu, tetap akan membayanginya ..."

"Dalam tanya jawab dengan dia, dapatlah ku ketahui bahwa ia membunuh ayahku karena marah melihat ayah telah menikah dengan ibuku. Dia masih mencintai ibuku dan tak rela kalau ibu dipersunting lain orang ..."

Beihenti sejenak Ceng Sian suthay melanjutkan : "Sebenarnya aku sudah naik darah mendengar keterangannya itu tapi segera dapat kumaklumi perasaan seorang pemuda yang sedang dimabuk Asmara. Cinta itu memang buta dan dapat membuat orang kalap dan gelap . . "

Berhenti sejenak, Ceng Sian suthay melanjut kan ceritanya pula.

"Ketika kutanyakan tentang pedang pusaka Ceng-lui-kiam. ia menjawab bahwa pedang itu telah terlepas jatuh kedalam bengawan Hek-liong-kiang ketika ia melangsungkan pertempuran hebat dengan Kim Thian-cong."

"Kemudian kutanyakan pula tentang sarung pedang Ceng- liong-kiam. Kukatakan bahwa pedang Ceng lui-kiam itu menjadi haknya karena o-leh sucou (kakek guru) telah diberikan kepadanya Tetapi sarung pedang itu adalah hak milik ayahku. Maka aku berhak untuk meminta.

Mendengar pertanyaau itu, Lam-hay It-soh menghela napas panjang : "Sarung pedang itu telah dicuri oleh muridku".

"Siapa namanya ?" tanyaku. "Sui Kim-san," jawab Lam-hay It soh.

"Mengapa tak engkau kejar ? Bukankah engkau tahu bahwa sarung pedang itu hak milik su-hengmu yang pada suatu hari kemungkinan dapat mencarimu untuk meminta barang itu ?" kutegur-nya dengan tajam.

Kembali Lam hay It soh menghela napas. "Aku tak dapat melakukan hal itu." katanya. "Mengapa ?"

"Karena puteriku telah meninggalkan surat apa bila aku mengejar dan membunuh Kim-san, puteriku itupun akan bunuh diri." kata Lam-hay Is-soh

"Mengapa begitu ?' tanyaku pula, "apakah hubungan puterimu dengan muridmu Kim San itu"

"Puteriku juga kuberi pelajaran ilmusilat bersama Kim san. Hubungan kedua suheng dan su-moay itu erat sekali tak ubah seperti engkoh dan adik. Aku merasa gembira dan membiarkan mereka bergaul bebas. Ternyata pada suatu hari telah terjadi hal yang sama sekali tak pernah kuduga-duga. Kim san dan puteriku minggat dengan membawa sarung pedang Ceng lui kiam. Dan meninggalkan surat itu."

"Apakah engkau melarang mereka menjadi suami isteri ?" tanyaku.

"Bukan melarang tetapi hanya memperingatkan bahwa saat ini mereka jangan memikirkan lain2 hal tetapi harus menumpahkan seluruh perhatian untuk belajar silat. Kelak setelah selesai baru lah nanti aku akan membicarakan soal perjodoan mereka. Tetapi rupanya mereka telah tergoda oleh nafsu sehingga terjadi peristiwa itu."

"Apakah mereka sudah mengadakan hubungan gelap ?" "Begitulah menurut pengakuan dalam surat puteriku itu. Ia mengatakan kalau sudah mengandung”

"Mengapa mereka harus melarikan diri? Bukankah Kalau mereka mengaku terus terang akan perbuatan mereka, engkau tentu akan memberi maaf?"

"Anakku hanya seorang itu . . . "

"Bohong !" kubentaknya keras, "bibit siapakah yang terkandung diperut ibuku kala itu ?"

Lam-hay It-soh gemetar mendengar kata kataku. Wajahnya pucat lesi dan tubuhnya lemah lunglai

"Tetapi bukan maksudku hendak meninggalkan ibumu.

Dialah yang marah dan hendak membunuhku”

"Seharusnya memang begitu. Karena engkau seorang manusia berhati serigala .'" kudampratnya.

Lam-hay lt soh menundukkan kepala berdiam diri. "Siapa nama anakmu ?" tanyaku pula. "Kui giok" 'Pernahkah engkau mendengar berita tentang mereka ?"

Lam-hay It-soh gelengkan kepala : "Sejak peristiwa itu batinku telah menderita pukulan hebat. Aku jemu dengan dunia persilatan. Aku tetap a-kan tinggal disini sampai di akhir hayatku."

Kutatapnya orang itu. Berbagai pikiran berkecamuk dalam batinku saat itu. Apakah aku harus melampiaskan dendam darah ayahku atau apa kah kubiarkan saja dia hidup tersiksa batinnya ?

'"Suthay," tiba2 ia memanggil namaku dengan sebutan suthay, "bukankah kedatanganmu ini hendak menuntut balas atas kematian ayahmu ?" "Hm," aku hanya mendengus.

"Silahkan bunuh aku." katanya dengan nada paserah, "aku takkan balas menyerang ataupun membela diri. Aku sudah merasa berdosa kepada ayahmu atau suhengku sendiri dan ibumu . . "

"Dosa selalu membayangi setiap pembunuh!"

"Karena itu, bunuhlah aku. Agar aku lekas terbebas dari penderitaan hidup."

Aku mendengus : "Yang memberi jiwamu, bukan aku maka akupun tak berhak mencabutnya.-

Lam-hay It-soh menghela napas. Tiba2 matanya memberingas. serunya : "Ceng Sian, apakah maksudmu kemari ?'*

"Pertama, hendak melihat wajah seorang paman guruku yang katanya tinggal di pulau ini. Ke dua. untuk menyaksikan betapakah wujutnya seorang manusia yang begitu sampai hati untuk men celakai suhengnya sendiri dan begitu longgar dada untuk merebut isteri suhengnya. Dan ketiga, untuk menanyakan perihal sarung pedang yang menjadi hak milik ayahku."

"Keinginanmu yang pertama, telah terkabul, Beginilah macamnya manusia yang tak layak menjadi paman gurumu. Keinginanmu yang'kedua, pun telah terkabul. Inilah manusia yang berhati binatang itu. Keinginanmu ketiga, juga telah mendapat jawaban Carilah orang yang bernama Sui Kim san dan mintalah sarung pedang itu kepadanya. Tetapi masih ada sebuah keinginan yang belum engkau utarakan”

"Apa ?" tanyaku. "Engkau harus menuntut balas atas kematian ayah bundamu !" seru Lam hay It-soh.

"Mengapa aku harus menuntut balas? Bukankah tanpa kutuntut engkaupun sudah dituntut oleh karma dosamu. Kalau engkau kubunuh, engkau tentu segera mati. Suatu hal yang jauh lebih enak apabila kubiarkan engkau hidup dalam cengkeraman karmamu ..."

"Ceng Sian, engkau kejam !" teriak Lam-hay It soh terus mencabut sebatang badik dan diangsurkan kemuka. 'Ceng Sian, bunuhlah aku, bunuhlah aku . . "

Aku terkejut melihat kekalapan Lam-hay It soh. Kulihat saat itu dia sudah kehilangan kesadarannya. Dengan mata merah memberingas, ia maju memberikan badik itu kepadaku. Aku terpaksa mundur. Namun dia tetap mendesak maju seperti orang gila. Aku ketakutan sendiri lalu berputar tubuh loncat keluar.

"Ceng Sian. engkau sungguh kejam . . " ia menjerit panjang untuk kemudian tak bersuara lagi.

Saat itu aku sudah lari beberapa tombak. Ketika mendengar teriakannya yang bernada ngeri aku terkejut dan cepat berpaling kebelakang. Ah... Lam-hay It-soh sudah rubuh berlumuran darah.

Cepat aku lari kembali untuk menolongnya. Kulihat dadanya tertanam badiknya sendiri.

"Mengapa engkau bunuh diri sendiri ?" tegurku rawan. Betapun dia masih paman guruku. Dalam keadaan yang sedemikian mengenaskan, timbullah rasa kasihanku. "Aku memang tak layak hidup. Dosaku ber gelimpangan. Lekas. Ceng Sian, waktu . . hanya tinggal sedikit sekali . . ' ia mulai terengah-engah "dengarkanlah pesanku . . "

"Paman, dosamu sudah kumaafkan . . "

"Ah. terlambat Ceng Sian," katanya makin lemah. Wajahnya mulai tampak kuning, "badik yang tertanam didadaku ini . . pusaka dari guruku di Ular Bator, disebut badik Hong-cui-tian (badik Air Kuning), sebuah badik yang keramat dan ganas. Barangsiapa terkena badik ini mayatnya akan menjadi cairan air kuning . . "

"Paman . . " Ceng Sian berseru kaget.

"Dan sebentar lagi, akupun segera akan menjadi cairan juga. Tetapi aku tak menyesal, Ceng Sian. Sekarang dengarkanlah pesanku terakhir . . Pertama, ampunilah kesalahanku terhadap ayah dan ibumu . . "

"Paman, telah kumaafkan semua kesalahanmu "Baik, Ceng Sian, dengan begitu dapatlah nanti aku berangkat ke alam baka dengan tenang hati Kedua, sarung pedang Ceng lui-kiam milik ayahmu yang kuambil kemudian dicuri oleh muridku Kim san itu. sebenarnya merupakan sebuah peta tempat simpanan kitab pusaka sakti. Apabila dapat menemukan kitab pusaka itu dan dapat mempelajari isinya, tentu dapat menjadi tokoh silat yang tiada tandingannya didunia . , "

Ia berhenti sejenak untuk beristirahat lalu me lanjuikan pula

: "Carilah si Kim-san itu dan rebutlah kembali sarung pedang milik Kun-lun-pay yang telah diwariskan kepada ayahmu itu . "

"Baik, paman"

"Dan pesanku ketiga atau yang terakhir, carilah anakku si Kui-giok itu dan berikanlah suratku kepadanya . surat itu kutaruh dalam almari pakaianku. Dan apabila sebentar lagi tubuhku jadi cairan air kuning, janganlah engkau tanam tetapi masukkanlah tulang kerangkaku dalam sebuah peti dan taruhlah .didalam guaku. Biar kelak si Kui-giok yang menyelesaikannya . . Badik Hong-cui-tian ini, kuberikan kepadamu . .

"Paman, benarkah ayahku sudah mati ?" tanyaku gugup karena melihat keadaannya sudah makin payah.

"Soal itu aku tak pasti. Kemungkinan besar dia tentu sudah mati. Setelah kurusakkan wajahnya lalu kulempar kedalam lembah. Oh, suheng ampunilah dosaku . .

Ceng Sian terkejut dan mengira Ong Han a-tau Lam-hay It- soh sudah meninggal tetapi ternyata beberapa saat kemudian, dia membuka mata kembali dan berkata dengan makin lemah.

"Sebenarnya setelah menamatkan pelajaran dari suhuku Tofara di Ulan Bator itu, akupun diusulkan olehnya menjadi pengawal keraton kaisar Goan atau Kubilai Khan Melihat kesaktian dan kecerdikanku, kaisar telah mengangkat aku menjadi panglima istimewa yang ditugaskan untuk membasmi partai persilatan di Tiong-goan.

Agar jangan menyangkut nama baik kerajaan Goan maka kubentuk sebuah gerombolan Topeng Hitam yang mengganas dan membasmi partai2 per silatan yang tak mau tunduk pada pemerintah. Usahaku hampir berhasil seluruhnya andai kata tak muncul seorang jago muda yang bernama Kita Thian cong. Karena kalah, akhirnya aku mengadakan perjanjian kepadanya untuk takkan muncul lagi dalam dunia persilatan . . "

"Nah. kiranya sudah cukup. Ceng Sian. Kurasakan kakiku sudah mulai lunglai. Aku tak dapat lama2 lagi bicara Pesanku terakhir . . jagalah tegaknya partai Kun . . lun . , pay . . " "Paman . . " Ceng Sian berseru tetapi ternyata Lam-hay It- soh sudah putus jiwanya.

"Akupun segera melakukan semua pesannya" Ceng Sian suthay mengakhiri laporannya kepada ketujuh ketua partai persilatan.

Para ketua partai persilatan itupun tertarik akan penuturan rahib ketua Kun-lun-pay.

"Lalu usaha suthay dalam mencari jejak putera Kira tayhiap itu ?" tanya Hui Gong taysu. Ceng Sian suthay menghela napas. "Hampir tak berhasil kecuali mendengar berita tentang munculnya rombongan yang aneh. Seorang pemuda blo'on dengan pengiringnya dua orang kakek linglung, seekor anjing kuning, burung raiawali dan monyet hitam. Tetapi aku belum sempat menyaksikan rombongan orang aneh itu. Ku jelajahi sepanjang pesisir wilayah selatan sehingga tibalah waktunya aku harus berkumpul lagi. di pun cak Giok-li-nia sini."

"O. baiklah suthay," kata Hui Gong taysu lalu berpaling kepada Sugong In ketua Kong-tong pay. Tetapi belum sempat ia membuka mulut, Ceng Sian sudah berkata pula.

"Ah, maaf, taysu," kata rahib itu, "ada sebuah peristiwa kecil yang lupa kuceritakan."

"O, silahkan menutur," kata Hui Gong taysu. "Ketika aku kembali ke daratan dari pulau Hainan itu pada suatu hari aku berjumpa dengan seorang wanita bersama seorang gadis cantik. Wanita itu agak aneh. Dia mengenakan kerudung kain hitam pada mukanya. Entah bagaimana rupanya merekapun tampaknya heran melihat aku berjalan seorang diri di sepanjang pesisir.

"Suhu," tiba2 gadis itu berkata kepada wanita berkerudung itu, "aneh, seorang rahib berjalan seorang diri di tepi pantai. Dan apakah suhu tak melihat sesuatu yang mencurigakan pada diri rahib itu ?"

Saat itu kita sudah berselisih jalan. Kedua wanita itu sudah berada beberada langkah dibelakang Namun masih kudengar juga pembicaraan mereka.

"Apa yang engkau lihat pada rahib itu ?" tanya siwanita berkerudung muka.

"Jubahnya bagian bawah seperti terdapat noda darah . . " kata gadis itu.

"Benar ?" wanita berkerudung menegas. "Benar, suhu" kata si gadis.

"Hm. kalau begitu kita tanya pada rahib itu” kata wanita berkerudung pula.

"Gadis cantik itu telah mendahului suhunya untuk lari mengejar aku" Ceng Sian suthay bercerita lebih lanjut.

"Hai, berhenti dulu suthay" seru si gadis. "Apakah li-sicu perlu dengan aku?" tanyaku.

"Ya," sahut gadis cantik itu, "dari manakah suthay ini dan hendak kemanakah ? Mengapa suthay tampak begitu tergopoh

?"

"Aku habis dari pulau Hailam dan hendak pulang. Hari begini malam dan awan begitu gelap aku harus lekas2 pnlang." sahut Ceng Sian

"Tetapi mengapa pakaian suthay berlumuran noda darah ?" tanya gadis itu pula.

Ceng Sian suthay terkejut. Memandang keba wah pakaiannya. Ia kerutkan kening lalu menyahut:  "Ah, aku habis menolong orang yang terluka . . " '"Siapa '" gadis itu masih mendesak.

"Soal itu tak ada hubungan dengan Li-sicu Nah, kiranya

sudah cukup kita bicara, aku segera melanjutkan perjalanan agar jangan sampai ter timpah hujan," kata Ceng Sian suthay seraya terus gunakan ilmu gin-kang lari pesat menyusur jalan sepanjang pantai.

"Hai, suthay. berhentilah . . " gadis itu terkejut dan terus mengejar. Tetapi ia ketinggalan jauh dibelakang dan akhirnya kehilangan jejak Ceng Sian suthay yang sudah melenyapkan diri kedalam gerumbul pohon.

"Nah. hanya sekelumit peristiwa itu yang lupa kuceritakan," kata Ceng Sian suthay kepada para tokoh persilatan.

Hui Gong taysu mengangguk : "Adakah suthay kenal pada wanita berkerudung dan gadis itu?

Ceng Sian suthay gelengkan kepala : "Tidak Hanya ketika dalam perjalanan kemari, tiba2 aku mendapat kesan, kemungkinan wanita berkerudung dan muridnya itu hendak menuju ke Hailam juga.”

"Omitohud," seru Hui Gong taysu, "apakah suthay hendak maksudkan bahwa wanita berkerudung itu . . .

"Kemungkinan memang dia itu puteri dari Lam-Hay It soh tetapi aku tak berani memastikan. Sebenarnya aku hendak kembali ke Hailam lagi untuk mencarinya tetapi mengingat waktu dari pertemuan kita disini sudah kehwat amat mendesak, a-kupun segera bergegas kemari"

Para ketua partai persilatan yang berada menanggapi pernyataan suthay itu. Mereka tak kenal Lam-hay It-soh, apalagi puterinya. Tetapi sesungguhnva, dugaan Ceng Sian suthay itu memang tepat. Wanita berkerudung kain hitam dan gadis cantik itu bukan lain yalah Hu-Yong sian-cu bersama muridnya nomor dua yalah Ki Lian-hong.

Hu Yong Sian cu mendapat kabar bahwa Lam-hay Is-soh meninggal dunia. Maka bergegas-gegaslah ia berangkat ke pulau Hailarn.

Di tengah perjalanan keduanya suhu dan murid itu telah bertemu dengan Ceng Sian suthay. Sa yang Ceng Sian suthay tak kenal pada Hu Yong sian-cu, sehingga ia tak dapat memberitahukan tentang peristiwa kematian Lam-hay It-soh dan pe san yang ditinggalkan untnk Hu Yong sian-cu.

"Suthay" tiba2 Ang Bin tojin ketua Bu-tong pay membuka suara, "apakah yang suthay katakan bahwa dalam peristiwa yang suthay alami itu, a-kan menambah keruwetan dan ancaman bagi dunia persilatan ?"

"Sui Kim San, menantu Lam-hay It sohyang mencuri sarung pedang Ceng-lui-kiam itu." kata Ceng Sian suthay "apabila dia berhasil mencari tempat kitab pusaka itu, tentu dia akan menjadi to koh yang tiada tandingnya. Jika dia seorang pendekar golongan Putih, itu sih tak apa. Tetapi kalau dia berhaluan Hitam, dunia persilatan tentu a-kan bertambah seorang durjana yang sakti "

"Soal itu masih belum pasti," kata Hui Gong taysu." tetapi yang jelas, puteri dari Lam-hay It-soh itu tentu akan mencari suthay"

"Untuk membuat perhitungan, bukan ?" cepat Ceng Sian suthay menanggapi.

Hui Gong taysu mengangguk. "Ya, aku sendiripun mempunyai perasaan begitu. Kemungkinan besar anaknya itu tentu akan salah faham dan menganggap aku yang membunuh ayahnya. Sayang tiada seorangpun yang menyaksikan peristiwa itu . . "

"Benar, suthay," sambut Ang Bin tojin pula, "orang tentu takkan percaya kalau tokoh semacam Lam hay It-soh akan bunuh diri. Tentu mereka lebih cenderung untuk menduga, suthaylah yang membunuhnya. Karena suthay hendak menuntut ba las dendam atas perbuatan Lam-hay lt-soh terha dap ayah dan ibu suthay."

Ceng Sian suthay menghela napas.

"Memang peristiwa didunia ini sukar diduga katanya, "tetapi asal orang berpijak pada kebenar an dan kesucian, aDapun yang akan terjadi biarlah terjadi. Tak perlu kita kuatir."

Sekarang diminta Sugong In ketua Kong tong pay memberi laporan. Ternyata tidaklah banyaklah yang dilaporkan oleh ketua Kong-tong-pay itu. Hasil pencariannya untuk menyelidiki iejak putera Kim Thian-cong tidak berhasil.

"Hanya pada suatu hari, ketika memasuki wilayah Hokkian, aku mengalami suatu peristiwa yang agak ganjil," kata ketua Kong-tong-pay itu.

"Secara tak seneaja ketika malam itu aku sedang berjalan dikota Seng bu-kwan, kulihat sebuah pemandangan yang aneh. Seorang gadis tengah memanggul sesosok tubuh orang lelaki dan bergegas-gegas lari keluar kota. Bermula hendak kutegurnya tetapi pada lain kilas aku mempunyai pikiran lain. Biarlah kuikuti saja kemana pergi gadis itu . . "

"Ternyata gadis itu lari menuju kesebuah bukit. Dan setelah mendaki bukit, akhirnya gadis itu lari kesebuah kuil gunung yang sudah tua dan rusak keadaannya. Keherananku makin besar. Dengan hati2 aku menyelinap mendekati kuil itu untuk menyelidiki apa yang berada didalamnya.

"Ternyata dalam kuil itu terdapat seorang pertapa yang berpakaian aneh. Jubahnya warna merah berhias dengan gambar2 sulaman patkwa. Melihat kedatangan si nona, pcrtapa itu berseru girang.

"Bagus, Hong-ing, letakkan pemuda itu kemuka sini" serunya.

Ternyata pemuda itu pingsan. Ketika direbahkan dihadapan si pertapa, pemuda itupun tetap tertelentang tidur.

Seorang pemuda yang gundul, memelihara dua buah kuncir di kanan kiri kepalanya, seperti tanduk dan berwajah ketolol- tololan.

"Bangun . . " seru pertapa itu.

Entah bagaimana pemuda itupun seperti menurut perintah sekali. Dia segera menggeliat bangun dan menghadap pertapa itu.

"Hai. bukan . . !" tiba2 pertapa itu berseru keras setelah memandang beberapa jenak kepada pemuda itu.

Nona itupun ikut terbeliak.

"Bukankah engkau suruh aku menculik pemuda yang tinggal di dalam gedung berpintu merah itu ?" seru si gadis.

Pertapa itu mengangguk.

"Benar," sahutnya "tetapi ternyata bukan ia yang kuicehendaki. Memang wajah dan potongan tubuhnya menyerupai sekali tetapi ternyata bukan." "Lalu bagaimana dengan pemuda ini? Apakah harus kukembalikan kerumahnya lagi? tanya sinona

"Tak perlu," sahut si pertapa seraya mengeluarkan sebuah botol dari dalam bajunya.

"Apakah akan dilenyapkan ?" seru si gadis.

Pertapa itu mengekeh : "Heh, heh, terlebih dahulu akan kubedah kepalanya untuk mengambil otaknya setelah itu mayatnya baru kulenyapkan dengan cairan obat ini.

Kemudian pertapa itu memandang si pemuda lekat2 dan tak berapa lama ia berkemak-kemik : "Hai, jiwamu sudah kukuasai, engkau harus melakukan apa yang kuperintahkan

..."

Lalu pertapa itu menyerahkan sebatang pedang kepada si pemuda dan berkata : "Belahlah kepalamu . . "

Tanpa banyak bicara pemuda yang sudah seperti kehilangan pikiran itu segera menyambuti pedang lalu dilekatkan kearah kepalanya dan ....

Melihat peristiwa yang aneh dan kejam itu, aku tak dapat tinggal diam lagi. Kata Sugong In. Serentak kulepaskan sebiji thi-lian-cu (senjata rahasia bunga teratai) kearah batang pedangnya.

Tring . . .

Pedang jatuh terlepas dari tangan si pemuda dan serentak dengan itu Sugong Inpun menerobos masuk kedalam kuil.

"Sungguh kejam sekali perbuatan to-heng !’ seru ketua Kong tong-pay itu kepada sipertapa aneh

Pertapa aneh itu terkejut tetapi pada lain saat ia tertawa keras. Sugong In tertegun dan terlongong-longong mendengar suara tertawa itu.

Beberapa saat kemudian ia menggembor keras dan terus membentak : "Hentikan tertawamu iblis Jtu !"

Ternyata ketua Kong-tong pay menyadari bahwa nada tertawa pertapa aneh itu mengandung suatu pancaran tenaga- daiam yang aneh. Seraya hati menjadi kecewa, pikiran kosong dan semangatpun lumpuh. Untung ia cepat mengetahui sehingga dapat menghalaunya.

Rupanya pertapu itu terkejut karena Sugong ln mampu terlepas dari. cengkeraman nada tertawa nya. Kini dia mulai bersuit-suit.

"Hm, jangan mengumbar ilmu sihir." seru Su gong In terus maju menyerang pertapa itu.

Krak . terdengar letupan keras ketika pertapa itu songsongkan tangannya untuk menangkis tamparan Sugong In.

Tamparan Sugong In itu hanya menggunakan enam bagian tenaganya. Karena ia tak mau membunuh pertapa itu sebelgm mengetahui siapa dirinya itu. Tetapi alangkah kejutnya ketika tamparan nya itu berhamburan lenyap dan bahkan tenaga pukulan pertapa itu masih dapat lanjut melanda kearahnya.

Cepat Sugong In menghindar kesamping. Bum . . . dinding kuil yang berada dibclakangnya, hancur berantakan karena tenaga pukulan pertapa itu.

'Siapa engkau !" teriak Sugong In.

"Jangan turut campur urusanku, enyahlah !” seru pertapa itu, "kecuali engkau sudah bosan hidup" Sugong In tertawa: "Aku seorang imam, tak mungkin aku berpeluk tangan mengawasi suatu ke jadian yang tak kenal peri kemanusia."

Tiba2 pertapa aneh itu bersuit keras lalu me ngeluarkan sebuah alat seruling yang ujungnya besar bundar mirip dengan bentuk sebuah hiolou tempat dupa. Cepat ia meniup seruling aneh itu. Dan serentak berhamburan berpuluh-puluh ekor ular kecil yang terbang menyerbu Sugong In.

Sugong In terkejut. Serentak ia gerakkan kebut pertapaannya (hud-tim) untuk menghalau serangan ular itu. Plak. plak, plak . . puluhan ekor ular itupun terlempar jatuh dan menjadi . . . potongan akar pohon yang kecil2.

Pertapa itu terkejut juga melihat kesaktian Sugong In. Ia segera meniup serulingnya pula. Dan berhamburanlah berpuluh batang pisau terbang mencurah kearah Sugong In.

Juga dengan mainkan hud-tim, Sugong In berhasil menghalau serangan pisau terbang itu. Sebagai ketua partai Kong-tong pay, Sugong In memang tergolong seorang jago angkatan tua yang tinggi ilmu tenaga-dalamnya.

Setelah serangan kedua digagalkan, kembali pertapa itu hendak meniup serulingnya ajaib. Tetapi Sugong In tak mau memberi kesempatan lagi. Serentak ia lepaskan sebuah hantaman keras kepadanya.

Tetapi aneh sekali Yang jebol hanya dinding kuil sedang pertapa itu sudah lenyap. Segera kukejar keluar.

"Hai, imam tua. aku disini menunggu, mengapa engkau tak lekas kemari minta ampun ?” terdengar pertapa itu berseru dari dalam sebuah gerumbul semak. Setelah kuperhatikan arahnya, segera kuham piri tempat itu dan memang benar, pertapa itu te ngah duduk bersadar pada sebatang pohon dan tertawa.

Merasa dipermainkan, segera kuserangnya dengan sebuah pukulan Biat gong ciang (pukulan Membelah-angkasa). Krak . . pohon tumbang dan pertapa itupun hancur lebur.

"Aku terkejut sekali dan menyesal mengapa telah menyerang orang begitu ganas sampai tubuh nya hancur berkeping-keping. Segera kuhampiri. Astaga . .

. ternyata bukan manusia yang kudapati, melainkan kepingan dahan kayu.

"Aku terlongong longong memikirkan peristiwa yang ajaib itu. Jelas kulihat yang duduk itu pertapa aneh tetapi mengapa tiba2

berobah menjadi dahan kayu?" Sugong ln mengakhiri laporannya.

"Omitohud", seru Hui Goan taysu. "itulah  yang  disebut ilmu Sip hun-pian sing, sebuah ilmu untuk mengaburkan pandangan orang. Ilmu itu berasal dari negeri Thian-tiok (India)"

"O," desuh Sugong In, "apakah pertapa itu memang berasal dari Thian tiok ? Ya, mungkin. Kalau menilik pakaiannya yang aneh, memang tak pernah kulihat kaum paderi maupun imam di Ti-ong-goan yang mengenakan jubah pertapaan semacam itu." "Lalu apakah toheng tak mengejarnya?" tanya Hui Gong taysu.

"Inilah yang mengejutkan hatiKU lagi. taysu" kata Sugong In. "ternyata aku terkena ilmunya yang hebat. Ilmu Ih seng coan-siang, ilmu memindahkan suara."

"Bagaimana toheng tahu hal itu ?" kata Hui Gong taysu pula

"Setelah kuselidiki sekitar tempat itu, barulah kudapati secarik kertas berisi tulisan Sampai Jumpa Tempat kertas itu tepat berlawan arah dengan kayu yang disulap menjadi pertapa tadi Dengan begitu, jelas dia mahir juga menggunakan ilmu Memindah suara itu . . "

Beberapa ketua partai persilatan yang mendengar penuturan ketua Kong-tong pay, serempak menghela napas.

"Aneh, mengapa pertapa itu gemar menculik pemuda, kemudian diambil otaknya ?" kata Ang Bin tojin ketua Bu-tong- pay

Dan rupanya dia hendak mencari seorang pemuda yang gundu! ?”tanya Hui Gong taysu.

"Entahlah," kata Sugong In "karena kuatir pemuda itu akan membelah kepalanya sendiri, saat itu aku segera keluar sehingga' tak sempat mendengar apa maksud pertapa aneh itu.

"Ha, ha," tiba2 Pengemis-sakti Hoa Sm tertawa geli.

Sehingga sekalian orang terkejut dan mandangnya heran. "Mengapa Hoa pangcu tertawa ?".tegur Hui-gongln.

"Sudah tentu karena geli baru aku tertawa," sahut pengemis tua yang memang suka bergurau, "apakah Sugong pangcu tak keliru mendengar kata2 pertapa aneh itu ?" "Keliru bagaimana?" tanya Sugong In heran.

"Jangan2 yang dimaksud pertapa itu bukan pemuda gundul tetapi . . orangtua gundul, ha, ha . . . runyam kalau begitu," kata Hoa Sin sembari melirik pada Hui Gong taysu yang berkepala gundul.

Tahu kearah mana kata2 pengemis tua itu tertuju, sekalian orangpun terkesiap kaget. Ucapan ketua Partai Pengemis itu memang ada kemungkinannya.

"Tidak." bantah Sugong In, "jelas kudengar dia mengatakan pemuda gundul, bukan orang gundul.”

"Omitohud" seru Hui Gong taysu yang penuh kesabaran. Ia tak rnarah diperolok Hoa sin Bahkan ia malah berkata : "Terima kasih, Hoa pangcu, kami kaum kepala gundul pasti akan berhati hati menjaga pertapa itu. Siapa tahu kalau sudah kehabisan pemuda gundul, nanti orangtua gundul yang dicarinya "

S6kalian orang tertawa mendengar seloroh ketua gereja Siau-lim si itu.

"Sugong toheng," tiba2 Ceng Sian suthay berseru. "siapakah gadis yang menemani pertapa aneh itu ?"

"Seorang gadis cantik bangsa Han," kata Sugong In. "dan tampaknya nona itu mengerti ilmusilat juga."

Hui Gong taysu. menghela napas.

"Dewasa ini kita benar2 hidup dalam dunia yang kacau" kata ketua Siau lim-si itu." sejak meninggalnya Kim tayhiap, bermacam-macam peristiwa aneh silih berganti muncul di dunia persilatan"

"Bahkan Kim tayhiap itu sendiripun menjadi suatu teka teki yang aneh. Jenazah Kim tayhiap hilang dicuri orang. Kim tayhiap muncul lagi, bahkan dua, di selatan dan di utara," seru Hoa Sin si pengemis sakti.

"Dan terbunuhnya Kam Sian-hong pangcu ketua Hoa-san pay yang masih serba misterius itu sambut Ceng Sian suthay, "lalu peristiwa Lam-hay It-soh yang kehilangan sarung pedang pusaka"

"Dan kemunculan tokoh yang menyebut diri nya sebagai Bu Ing lojin," kata Hui Gong taysu pula, "juga makin menambah peliknya suasana yang sudah keruh ini."

"Taysu," tiba2 Hong Hong tojin dari partai Go-bi-pay berseru, "kurasa ada sesuatu yang aneh tetapi agaknya mempunyai kaitan satu sama lain."

"Silahkan toheng mengatakan."

"Pertapa aneh yang dijumpahi Sugong kaucu itu mencari seorang pemuda yang gundul. Dan ka wanan manusia aneh yang taysu katakan telah datang mengacau di gereja Siau-lim- si itu. diantara-nya terdapat seorang pemuda yang gundul dan blo'on. Adakah . . . apa mungkin pemuda blo'on itu yang hendak dicari si pertapa aneh ?"

Jawab Hni Gong taysu : "Ah, hal memang mungkin saja. Tetapi kita masih belum mengetahui siapa sesungguhnya rombongan pemuda dan kakek linglung itu dan siapa pertapa aneh itu. Apabila kita sempat berjumpa dengan mereka, barulah kita dapat menyelidikinya dangan seksama"

"Taysu !" tiba2 Pengemis-sakti Hoa Sin berteriak keras sehingga para ketua partai persilatan itu ikut terkejut.

'Hoa pangcu, silahkan berkata terus." kata Hui Gong taysu. "Ah, aku telah menemukan sebuah titik dari ujung rahasia itu. Apabila hal itu benar, tentulah kita segera dapat menemukan pangkalnya ?"

Sekalian ketua partai persilatan tercengang' "Wah, kalau dikaitkan, sungguh klop benar," seru Pengemis-sakti Hoa Sin semaunya sendiri tanpa menghiraukan orang2 yang tak mengerti ucapannya itu, "hai . . tetapi mengapa dia mencari pe muda gundul ? Apa hubungannya dengan rencana nya?"

Karena tak tahan melihat ulah si pengemis tua yang mengoceh seorang diri dan memberikan teka teki kepada sekalian orang. Ceng Sian suthay pun menyelutuk : "Hoa pangcu, apakah engkau merasa di paseban ini tiada orangnya kecuali engkau seorang ?"

"Mengapa suthay ?" Hoa Sin terbeliak.

"Adakah engkau tak merasa bahwa engkau omong seorang diri tanpa menghiraukan kita beberapa orang yang mendengarnya ?"

"O," desuh Hoa Sin, "adakah para taysu. totiang dan suthay tak tahu maksud kata-kataku itu?”

"Kami bukan dewa," sahut Ceng Sian suthay agak sebal.

"O, maaf," tersipu-sipu Hoa Sin minta maaf "sangkaku totiang sekalian sudah dapat menerka orang yang kumaksudkan itu. Ya, beginilah. Pertapa aneh itu, kuduga tentulah lhama Panda alias Hong sat-koay ceng dan Tibet itu. Bukankah dia mendendam kepada Kim tayhiap ?"

"Hra, memang kemungkinan begitu." kata Hui Gong taysu," menilik kepandaian dari si pertapa aneh agaknya hanya pendeta2 Thian-tiok dan para lhama dari Tibet yang memiliki." "Tetapi mengapa pertapa aneh itu mencari pemuda gundul bukan mencari Kim tayhiap. Apakah hubungan pemuda gundul itu dengan Kim tayhiap ? Dapatkah taysu menjelaskan ?" tiba Hoa Sin memberondong Hui Gong taysu dengan beberapa pertanyaan. Pada hal dialah yang mengemukakan dugaan bahwa pertapa itu adalah Panda a-lias Hong-sat-koay-ceng.

Sudah tentu ketua Siau-lim itu tertegun. "Ya, memang aneh dan rasanya tiada hubungannya," sahutnya sesaat kemudian.

"Hai," kembali Pengemis-sakti menjerit keras sehingga para ketua partai persilatan itu terbeliak, "mengapa taysu mengatakan tak ada hubungannya? Apakah taysu sudah memikir masak2?"

Andaikata lain orang tentulah sudah marah dikocok pergi datang dengan pertanyaan oleh Hoa Sin begitu rupa. Tetapi Hui Gong taysu cukup fa-ham akan perangai ketua partai Pengemis itu.

"Omitohud." ia berseru sabar, "silahkan Hoa pangcu memberi penjelasan"

"Pemuda gundul yang dicari pertapa itu, aku cenderung untuk menduga sebagai pemuda gundul rombongan manusia2 aneh yang mengacau gereja Siau lim-si dan markas Hoa san pay !"

"Ya, memang ada kemungkinan begitu !" tiba2 Pang To-tik yang sejak tadi diam, ikut bersu ara.

Hoa Sin tertawa : "Pang tayhiap, janganlah lekas2 membenarkan pernyataanku itu. Apakah Pang tayhiap sendiri juga mempunyai dugaan begi tu ?"

"Ya." "Lalu apakah alasan pertapa itu mencari si pemuda gundul dalam rombongan manusia aneh ? tanya Hoa Sin.

Pang To-tik tertegun tak dapat menjawab.

"Bagaimana kalau kita anggap pemuda gundul dalam rombongan kakek linglung itu sebagai putera Kim tayhiap ?" tiba2 Ang Bin tojin ketua Bu-tong-pay berseru.

"Hola, totiang engkau menduga tepat !" tiba2 Hoa Sin berteriak gembira, "ya, kalau kita kaitkan pemuda gundul itu sebagai putera Kim layap yang hilang, tentu akan bertemulah kita dengan suatu alasan yang kuat Karena Kim tayhiap sudah meninggal maka pertapa Panda itu tetap melangsungkan dendamnya kepada putera Kim tayhiap. Ah, cocok sekali !"

"Jangan keburu2 bergirang dulu, Hoa pangcu Ceng Sian suthay menyelutuk, "bagaimana kalau pertapa aneh itu bukan lhama Panda ? Kalau pemuda gundul dari rombongan kakek linglung I tu bukan putera Kim tayhiap ?"

"O. aku kalah," seru Hoa Sin, "tetapi apa alasan suthay untuk menduga pertapa itu bukan lhama Panda dan pemuda gundul itu bukan putera Kim tayhiap ?"

Sejenak merenung ketua rahib dari kun lun pay itu berkata: "Pertapa aneh itu menculik pemuda lalu disuruhnya bunuh diri dan diambil olaknya. Jelas pertapa itu, tentu sedang mengumpulkan bahan ramuan semacam obat dari otak manusia. Dapatkah pertapa semacam itu engkau kaitkan pada lhama Panda yang hendak menuntut balas kepada Kim tayhiap?"

"Aduh, benar juga." pengemis Hoa Siri garuk2 kepalanya. "Mengenai pemuda gundul dari rombongan kakek linglung.

Sekalipun    aku    belum    menyaksikan    sendiri  bagaimana perwujutannya. tetapi berdasar pada keterangan Hui Gong taysu dan Pangtayhinp tadi, pemuda gundul itu seorang anak yang bloon. Adakah Hoa pangcu dapat memcayai keterangan bahwa putera dari seorang pendekar besar seperti Kim tayhiap,seorang anak yang tolol, yang blo'on begitu rupa ? bapak harimau, anak tentu harimau. Masakan Kim tayhiap berputera seorang pemuda semacam itu ? Dupatkah Hoa pangcu memberi alasan ?"

"Ah, celaka lagi," Hoa Sin makin keras menggaruk kepala, "kali ini pengemis tua harus menye rah pada suthay ..."

"Omitohud," seru Hui Gong taysu mengakhiri perdebatan mereka, "semuanya itu hanya dugaan. Setiap dugaan mempunyai kemungkinan benar dan salah. Maka biarlah dugaan itu hidup terus sampai nanti kita bertemu pada kenyataannya.

Sekalian ketua partai persilatan mengangguk

"Ya", kata pula ketua Siau lim-si dengan menghela napas, "memang jejak hidup Kim tayhiap itu luar biasa. Semasa hidupnya ia telah memperlihatkan suatu kemampuan karya besar untuk menenteramkan dunia persilatan. Tetapi setelah m ninggal diapun meninggalkan karya besar yang berupa beberepa peristiwa teka teki mengherankan Jenazahnya telah dicuri orang. Timbulnya dua o-rang wanita yang mengaku telah dipatahkan hatinya oleh Kim tayhiap yani Hiang Hiang niocu dan Hek Bi jin. Beberapa puteranya yang tak ketahuan jejaknya, misalnya Kim yu-yong. putera Hiang Hi ang niocu dan putera dari Hek Bi jin. Mengikat sekian banyak musuh dengan tokoh2 persilatan sakti dari seluruh dunia persilatan Tiong goan sampai ke wilayah Tibet dan Mongolia. ""Dan teka teki yang terbesar yalah munculnya kembali dua orang Kim Thian-cong !" Pengemis sakti Hoa Sin berseru menanggapi.

"Benar," kata Hui Gong taysu, "kedua orang yang mengaku sebagai Kim tayhiap itu, sama2 mendirikan partai  perkumpulan baru dan sama2 pula hendak memaksa kita bubar.”

Rupanya sekalian orangpun memikirkan persoalan itu dengan sungguh2

"Taysu," kata Ceng Sian suthay, "laporan telah kita dengar semua. Dan keadaan yang timbul didunia persilatan, pun telah kita ketahui. Sekarang marilah kita simpulkan suatu rencana bagaimana langkah kita untuk menghadapi kesemuanya itu"

"Benar, suthay." kata Hiu Gong liiysu, "menurut pendapatku, ancaman yang jelas sudah berada didepan mata yalah undangan dari kedua Kim Thian-cong itu, Waktu dari rapat yang ditentukan oleh kedua orang itu hampir bersamaan. Kim Thian-cong di gunung Hongsan mengundang kita supaya datang menghadiri upacara peresmian partai Seng-lian-kau pada tanggal 14 bulan delapan. Sedangkan Kim Thian-cong dari gunung Thaysan pada tanggal 15 bulan delapan. Bagaimana mungkin dalam sehari kita dapat mencapai jarak Hongsan-Thaysan yang beribu-ribu li jauhnya itu ?"

"Pun andaikata bisa, juga tak mungkin." tiba2 Hoa Sin berseru, "karena apabila kita menghadiri ke Hongsan, tentu kita akan mengalami kesulitan karena dipaksa harus masuk menjadi anggota Seng-lian-kau. Sudah tentu Kim Thian-cong dari Seng-lian-kau itu takkan meluluskan kita datang ke gunung Thaysan*' "Aku ada usul," kata Ang Bin tojin ketua Bu-tong-pay, "baiklah kita bagi menjadi dua rombongan. Yang satu ke Hong-san yang lain ke Thay-san. Rombongan ke Hong-san harus menunjukkan surat undangan dari Thaysan sehingga sebagian dari ketua partai persilatan terpaksa menuju keThay san. Demikian pula rombongan kita yang ke Thay san juga harus menyerahkan surat undangan dari Kim Thian-cong gunung Hong-san. Lihat saja bagaimana kedua Kim Thian- cong itu akan bertindak

"Mereka tentu akan marah dan akhirnya bertempur sendiri," seru Sugong In, "aku setuju dengan siasat mengadu domba itu."

Hui Gongpun mengangguk. Demikian pula dengan beberapa ketua paitai persilatan yang lain.

"Rencana itu memang baik," tiba2 Pang To-tik yang hampir tak pernah buka suara, ikut bicara, "tetapi bukan suatu jaminan tentu akan berhasil."

"Bagaimana takkan berhasil ? Bukankah kedua Kim Thian- cong itu tentu akan marah lalu saling bertempur ? Bukankah keduanya menganggap dirinya sebagai pemimpin dunia persilatan ?' bantah Ang Bin tojin.

"Apakah totiang yakin mereka tentu akan bertindak begitu?" tanya Pang To tik.

"Hm, siapakah yang berani menjamin hal itu Semisal. apakah Pang tayhiap dapat menjamin kalau rencana itu akan gagal ?" balas Ang Bin tojin

Pang To-tik tersenyum masam : "Tentu saja tidak, seperti kupastikan totiang juga tentu tak berani menjamin kalau berhasil" "Pang sicu." melihat kedua orang saling mengucap kata2 keras. Hui Gong taysupun segera menyelutuk, "harap sicu suka mengatakan alasan mengapa sicu menguatirkan rencana itu akan gagal dan bagaimana bahayanya ?"

"Menilik kedua tokoh itu telah mengangkat diri sebagai Kim Thian-cong dan mendirikan partai perkumpulan baru, tentulah mereka berkepandaian sakti. Dan mengapa mereka menggunakan nama Kim Thian-cong. tentulah juga ada sebabnya Walaupun kita tak tahu apa alasannya namun dapatlah kupastikan bahwa kedua orang itu, kalau mereka tergolong dalam kalangan Hitam, tentulah kaum durjana yang licik dan licin."

Pang To-tik berhenti sejenak lalu melanjutkan pula : "Mudahlah bangsa durjana licik itu akan cepat2 marah dan dapat diadu domba? Kurasa tidak. Mereka tentu akan menimbang lebih jauh Dan bagaimana kalau mereka tetap memaksa, para ketua dan tokoh2 persilatan yang hadir, Untuk...

Halaman 66 ga ada

-ooo0dw0ooo-
DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar