Pendekar Bloon Jilid 13 Berantakan

Jilid 13 Berantakan

Rambut yang menempel di kepala Blo'on itu atas usul kakek Kerbau Putih, dilekatkan dengan bubur. Memang setelah bubur itu kering, dapat juga rambut palsu itu melekat di kepala Blo'on.

Tetapi karena air panas dalam ember itu tumpah. maka sebagaian ada yang mencurah ke kepala Blo'on. Sebenarnya, setelah bubur kering itu terkena air, rambut palsu Blo'on sudah mulai copot dari gundulnya. Apalagi karena kesakitan, Blo'on berjingkrak-jingkrak dan lari seperti orang gila. Rambut palsu itupun terus saja meluncur jatuh ke lantai.

Ketika Kim-lian berteriak kaget, Blo’onpun ikut terkejut  juga. Seketika ia menyadari apa yang terjadi. Dirabahnya kepala, hai. rambutnya sudah hilang, hanya tinggal gundulnya saja.

"Celaka," Blo'on mengeluh, "aku pasti ketahuan kalau memalsu jadi bujang Ah-moy".

Cepat ia mencari rambut palsunya. Dan setelah ketemu, terus dipakainya lagi. Karena ketegangan itu. ia sampai lupa pada kepalanya yang tersiram air panas.

Kemudian ia mengambil ember yang terguling di lantai, terus hendak melangkah keluar.

"Tunggu!" sekali ayunkan tubuh, Kim-lian pun sudah menghadang di ambang pintu.

"Eh, bukankah nona suruh aku memberi sedikit air dingin pada air panas ini ?"

'Tutup mulutmu !" bentak Kim-lian. Ia benar mendongkol sekali karena dikira tak tahu akan penyamaran Blo’on. Dan juga jawaban Blo'on itu menjengkelkan sekali. Bukankah ember sudah jatuh dan air panas sudah menumpati ke lantai Apunya yang akan d.Lambah air dingin ?

"Siapa engkau !" bentak Kim-lian pula dengan deliki mata. Tetapi Blo'on tak menyahut.

"Bangsat, mengapa engkau tak menyahut” damprat Kim lian makin marah.

Tetap Blo’on tak menyahut,

Plak . . . tiba-tiba dengan gerakan yang cepat sekali, tangan nona itu menampar pipi Blo’on lagi. Karena terkejut, Blo'on goncangkan kepala dan rambut palsunya kembali jatuh ke lantai.

"Uh, rambut celaka, mengapa engkau jatuh saja ?" gumam Blo'on seraya menjemput rambut itu terus dipasang di kepalanya lagi.

"Hayo, engkau mau mengaku atau tidak! Kalau tetap membisu saja, tentu kubunuh engkau !" gertak Kim-lian dengan bengis

"Huh, bukankah nona tadi suruh aku tutup mulut ?

Mengapa sekarang suruh aku mengaku ?" balas Blo’on. .

Merah muka Kim-lian. Hatinya seperti digelitik hendak meledak.

"Bicara ? Siapa engkau ini ?" bentaknya.

"Aku ? Masakan nona tak kenal ? Bukankah aku ini si Ah- moay ?"

"Bangsat, engkau bukan Ah-moay !" "Siapa bangsat itu ? Aku ? Ah, bagaimana seorang bujang perempuan dapat menjadi bangsat"

Duk . . . karena tak kuat menahan kemarahan Kim-lian menghantam dada Blo'on. Blo’on tersurut mundur selangkah tetapi nona itupun terpental mundur selangkah juga.

Nona itu terlongong heran. Ketika tinjunya mengenai dada Blo’on, ia merasa dada orang itu memancarkan tenaga- membal yang kuat sehingga tangannya terpental kebelakang.

Memang nona itu tak tahu bahwa sebenarnya tubuh Blo'on itu mengandung tenaga-dalam yang aneh. Makan rumput Kumis-naga, minum darah Ki-liu dan mendapat saluran tenaga-dalam panas dingin dari kedua kakek Lo Kun dan kakek Kerbau Putih, menjadi tubuh Blo'on sebuah tubuh yang penuh dengan tenaga dalam. Sayang anak itu tak tahu bagaimana mengembangkan tenaga dalamnya.

Tetapi ada suatu keanehan pada tubuh Blo'on. Walaupun ia tak dapat mengembangkan tenaga-dalamnya, namun tenaga- dalam itu setiap saat akan memancar sendiri manakala tubuhnya di pukul orang. Itulah sebabnya maka Kim-lian teribentur oleh suatu pancaran tenaga-dalam yang mementalkan tinjunya.

'"Engkau bukan Ah-moay, tetapi seorang penjahat yang menyelundup kedalam lembah ini dan menyaru jadi Ah-moy !" seru Kim-lian.

"Bukan, aku bukan seorang penjahat!" bantah Blo'on. "aku orang biasa, aku Ah-moy . . "

"Hm. engkau masih berani mengaku Ah-moay ? Rambutmu itu jelas rambut palsu. Cobalah engkau copot, tentu engkau berobah menjadi seorang lelaki yang berkepala gundul !" "Eh, apakah benar begitu ?" masih Blo'on menegas.

Karena dadanya terasa sesak terhimpit kemarahan, Kim-lian hanya menyahut singkat : "Ya!”

"Celaka, kalau begitu kakek Kerbau Putih itu yang membikin malu aku" seru Blo’on mengoceh sendiri.

Kim-lian tercengang. Ia tak mengerti apa yang dikatakan Blo'on tentang kakek Kerbau Putih itu. la tak tahu mengapa seekor kerbau putih disebui sebut sebagai kakek.

"Hai, apakah engkau ini bangsa siluman ?" teriak Kim-lian.

"Siluman? Apakah siluman itu? " Blo'on balas bertanya. "Siluman ialah mahluk yang dapat berganti rupa. Ular yang

bertapa sampai ribuan tahun dapat berganti menjadi manusia atau apa saja yang dikehendaki. Kerbau juga  begitu. Bukankah engkau tadi mengoceh tentang kakek Kerbau Putih

? Kalau seekor kerbau putih bisa menjadi kakek, dia tentu siluman."

"O," desuh Blo'on, "kalau begitu nanti akan kutanyakan pada kakek Kerbau Putih, apakah dia itu bangsa siluman atau bukan."

"Dan engkau tentu juga siluman !" bentak Kim-lian.

"Tidak! Aku bukan siluman, aku manusia biasa. Aku seorang bujang perempuan yang bernama Ah-moy."

Karena tak kuat menahan kemarahannya, Kim lian terus loncat menerjang. Blo'on terkejut dan menghindar ke  samping.

Trang . . . ember diatas kepalanya itupun meluncur jatuh dan kebetulan tepat menjatuhi kepala Kim-lian. Dan celakanya, ember itu tepat sekali menelungkupi kepala si nona sehingga nona itu menjerit jerit kesakitan.

Ternyata dalam ember itu masih ada sedikit sisa air panas. Dan air panas itu mengucur kemuka si nona. Nona itu menjerit-jerit kesakitan sekali. Ia berusaha hendak membuka ember tetapi karena ingin buru-buru dan mukanya seperti diselomoti api, sesaat nona itu tak dapat membuka ember yang rnenutup kepalanya itu.

"Celaka, mengapa nona itu tak mau cepat membuka ember?" seru Blo'on ikut bingung. Cepat ia menghampiri ketempat Kim-lian lalu membantu untuk melepaskan ember itu.

Tetapi celaka, karena bingung, bukan membuka kebalikannya Blo'on malah menekan ember itu kebawah sehingga makin menutup kencang kepala si nona.

"Hai, mengapa engkau malah memasuk kan ember itu ke kepalaku ?” teriak Kim-lian menjerit makin keras. Rasa sakit, gelisah dan ditambah malah ditekan oleh tangan Blo'on, menyebabkah nona itu mengamuk tak keruan.

"Tidak, nona, aku hendak membantumu melepaskan ember ini” kata si Blo'on. Dia semakin bingung karena nona itu terus menerus melonjak-lonjak saja. Tanpa disadar, tangannya mencekal ember kencang. Kim-lian melonjak ke atas dan Blo’on menekan ke bawah, sudah tentu ember makin menyusup kencang ke kepala si nona.

Karena tak kuat menahan kesakitan dan tak dapat bernapas, Kim lian berontak. Ia menendang perut Blo'on sekuat-kuatnya, duk . . . "Aduhhh . . " Blo’on menjerit kesakitan. Perut tertendang ujung kaki, membuat Blo'on kesakitan dan rubuh. Tetapi tangannya masih mencekal ember erat-erat sehingga . . .

Bluk . . . Blo'on jatuh tetapi Kim-lianpun dibawanya jatuh juga. Celakanya malah nona itu yang jatuh lebih dulu dan Blo’on jatuh menimpah ke tubuh si nona. Duk, gundul si Blo'on membentur dada Kim lian sekeras-kerasnya . .

"Aduh," Blo’on menjerit lalu bergeliatan bangun. Tetapi secepat itu ia terus menyambar ember lalu ditariknya keluar dari kepala Kim-lian.

"Ah," Blo’on menghela napas longgar karena telah berhasil mencabut ember dari kepala si nona. Tetapi ketika memandang kearah Kim-lian ternyata nona itu masih rebah di lantai.

"Nona, mengapa engkau tidur di lantai? Bangunlah,” ia mengguncang-guncang tubuh nona itu supaya bangun.

Tetapi Kim-lian tetap meram.

Karena beberapa saat tak dapat membangunkan Kim-lian, Blo’on heran. Dipandangnya muka nona itu. Ah, ia terkejut.

"Mengapa mukanya terdapat bintik-bintik merah?” serunya heran, "tadi dia cantik sekali, mengapa sekarang banyak bintik-bintik merahnya ?"

"Hi, hi" tiba-tiba terdengar suara orang tertawa itu sipemuda Liok.

"Mengapa engkau tertawa." tegur Blo'on.

"Engkau memang tolol," seru pemuda Liok itu "nona itu pingsan, mana bisa hendak engkau bangunkan." "Hai ?" Blo'on berteriak kaget, "pingsan? Mengapa dia pingsan ? Siapa yang membuatnya pingsan ?"

"Dia pingsan karena kepalanya tertutup ember dan ember itu masih terdapat sisa air panas yang mengguyur mukanya. Dia tentu kesakitan sekali. Lalu engkau hendak membantunya melepas ember itu tetapi engkau malah menekannya sehingga lebih masuk lagi."

"O,” Blo’on mendesuh, "tetapi dia memang tak kenal budi Masa aku memberi pertolongan malah perutku ditendang"

Pemuda Liok itu tertawa : "Engkau bukan menolong tetapi malah mencelakainya Sudah tentu dia marah dan menendang perutmu. Karena engkau rubuh, engkau bawa dia rubuh sekali di kepalamu menimpah dadanya. Itulah sebabnya mengapa dia pingsan."

"O," kembali Rlo'on mendesuh, "lalu bagaimana menolongnya ?"

"Tak perlu terburu-buru menolongnya. Biarkan dia pingsan dulu.”

"Ho, apakah engkau tak kasihan ?" tana Blo’on.

"Kasihan sih kasihan, tetapi aku lebih kasihan kepada engkau" kata pemuda itu.

"Aku ? Mengapa ? Aku tak tak apa-apa mengapa engkau kasihan kepadaku. Sebaliknya nona itu kesakitan dan pingsan, engkau tak kasihan. Bagaimana engkau ini ?" seru Blo’on

Pemuda itu tertawa :"Kalau dia kutolong dan sadar dari pingsan, bukankah engkau yang celaka ? Bukankah dia nanti akan marah dan memukul engkau lagi ?" "O, benar," seru Blo'on, "aku sendiri heran mengapa dia begitu bengis kepadaku. Lalu bagaimana, apakah engkau hendak membiarkan saja dia pingsan di lantai ?"'

"Tidak," sahut pemuda Liok lalu menghampiri dan terus mengangkati tubuh Kim-lian dibaringkan di atas pembaringan. Ia memijit beberapa bagian dari tubuh nona itu.

"Hai, mengapa engkau hendak menyadarkannya ? Apakah engkau menghendaki dia supaya menyerang aku ?" teriak Blo'on.

Pemuda itu hanya tertawa : "Kebalikannya, telah kupijat jalan darah pelemasnya. Walaupun nanti dia sadar, tetapi dia tak berkutik."

"O, mengapa ? Apakah engkau tak suka kepadanya ?" seru Blo'on pula.

Pemuda itu tertawa pula : "Apakah engkau kira aku suka kepadanya ?"

"O, aneh ..." habis berkata Blo’on terus terputar tubuh dan ayunkan langkah.

"Hai, hendak kemana engkau?" teriak pemuda itu.

"Kemana lagi kalau tidak balik ke dapur” sahut Blo'on seenaknya.

"Bodoh !" teriak pemuda itu pula, "mengapa engkau harus kembali ke dapur lagi ? Mau apa ?. Apakah engkau ini bujang Ah moy yang aseli ?”

Blo'on seperti disadar. la berdiri tertegun lalu berpaling : "Apakah engkau lihat aku ini tak menyerupai Ah-moy ?"

"Ih", desis pemuda itu, "sudah sejak engkau masuk kedalam kamar ini aku curiga. Dan setelah kuawasi benar- benar, makin jelas kalau engkau ini bukan bujang perempuan sungguh-sungguh tetapi seorang banci”

"Banci ?" ulang Blo'on, "aku tidak banci”"

Kalau tidak banci, engkau ini lelaki atau perempuan?" "Lelaki !"

Pemuda Liok tertawa mengikik karena desakan telah berhasil. Katanya pula : "Kalau lelaki mengapa engkau berpakaian seperti orang perempuan?”

"Bukan kemauanku sendiri tetapi kedua kakek itu yang memaksa."

"Siapa kedua kakek itu ?"

“Kakek Lo Kun dan kakek Kerbau Putih".

“Kerbau Putih ? O. kalau begitu yang dikata kan nona tadi memang benar kalau engkau ini bangsa siluman ?"

"Tidak, aku bukan siluman. Kakek Kerbau Putih itu seorang manusia juga, tua dan bungkuk"

"Tetapi siluman memang bisa menjelma jadi manusia, engkau harus hati-hati," kata pemuda Liok.

"O, baiklah,” seru Blo'on, "nanti akan kutanya kepadanya, apakah ia itu siluman atau bukan"

Habis berkata Blo’on terus hendak pergi lagi. "Hai, hendak kemana engkau?" seru pemuda itu "Mencari kedua kakek kawanku," sahut Blo'on

"Nanti dulu, jangan terburu-buru pergi. Aku hendak bertanya kepadamu," kata pemuda Liok. "Huh, ingat aku bukan bujang perempuan, aku orang lelaki, jangan engkau main gila kepada ku," kata Blo'on.

Merahlah wajah pemuda itu. Wajahnya yang cakap tampak ayu sekali.

"Aku hendak bertanya, siapakah engkau ini sebenarnya ?" tanya pemuda itu.

"Aku ? Aku Blo'on."

"Blo'on ?" ulang pemuda itu, "ah, jangan bergurau. Nama itu kan nona tadi yang jengkel lalu memakimu blo'on. Masakan engkau benar-benar bernama blo’on."

"Benar," Blo'on menegas, "memang aku ini si Blo'on" Pemuda itu kerutkan dahi menatap wajah Blo'on lekat-lekat,

serunya: "Siapa yang memberimu nama itu?"

"Seorang nona anakmurid Hoa-sau-pay," sahut Blo'on. Pemuda Liok makin mengerut : "Anakmurid Hoa-san-pay ?

Siapa namanya?"

"Ah, siapa ya namanya, aku sudah lupa. Tetapi memang benar dia yang kasih nama itu."

"Mengapa engkau mau ?"

"Mengapa tidak mau?" balas Blo’on, "bukankah nama itu enak didengar dan mudah diingat. Kalau terlalu sukar, aku tak dapat mengingat."

“Tetapi kalau tak salah, engkau ini . . "

Baru pemuda Liok hendak berkata, Blo'on sudah menukas : '"Sudahlah, jangan mengurusi diriku. Aku hendak mencari kawan-kawanku" Habis berkata ia terus ayunkan langkah.

"Tunggu," seru pemuda itu pula. Blo'on berhenti : "Tunggu apa lagi ?"

"Akupun hendak mencari kedua kawanku," pemuda Liok terus menghampiri, "mari kita bersama-sama mencari mereka."

Demikian keduanya segera keluar dari villa indah itu dan menuju ke bagian tengah. Tiba-Tiba pula pemuda Liok menegur : "Hai, ya aku ingat sekarang. Bukankah engkau yang jadi patung dalam kuil di tengah hutan itu ?"

"O, engkau pemuda yang datang bersama dua orang lelaki tua dikuil itu ?" Blo'on balas bertanya.

Pemuda Liok mengiakan lalu bertanya lagi "Mengapa engkau menjadi patung ?"

"Itu sih gara-gara kakek Kerbau Putih yang suruh aku jadi patung Dia bilang, kalian ini mungkin bangsa penjahat maka lebih baik jadi patung supaya jangan kalian ganggu," Blo'on menerangkan.

"Apakah engkau lihat aku ini seorang penjahat ?" tanya pemuda Liok.

"Kalau melihat wajahmu, tidak,” kata Blo’on "tetapi entah hatimu, aku tak tahu."

Pemuda Llok tertawa : "Siapa yang tahu hati orang? Seperti siapakah yang tahu pikiran orang? Kalau melihat wajahmu, engkau ini pintar. Tetapi ternyata engkau seperti orang blo’on."

"Tidak seperti tetapi memang namaku Blo'on." kata Blo'on dengan bangga.

"Ih, aneh, mengapa engkau tampak bangga dengan nama itu ?" pemuda Liok heran. "Sudah tentu bangga," kata Blo'on, "karena di dunia ini hanya aku seorang yang bernama Blo'on. Orang tentu pilih nama yang bagus-bagus dan indah-indah. Tetapi apa peduliku. Yang penting kan hatinya. pikirannya . . "

Tiba-Tiba Blo'on berhenti. Berbicara tentang pikiran, ia lalu bertanya : "Apakah yang menyebabkan kita bisa berpikir ?"

"Otak." kata pemuda Liok.

"Hai, benar, benar !" seru Blo'on, "otakku hilang maka aku tak dapat mengingat apa-apa yang telah lalu."

Pemuda Liok terbeliak : "Otakmu hilang ? Siapa yang bilang begitu ?"

"Siapa lagi kalau bukan gadis murid Hoa-san pay yang memberi nama Blo'on kepadaku itu. Dia bilang otakku hilang dan harus diobati dengan Otak naga."

"Apa ? Otak naga ?" ulang pemuda Liok.

"Ya, otak naga," sahut Blo’on, "apa engkau belum pernah melihat naga ? Otaknya dapat menyembuhkan orang yang pikirannya hilang."

"Yang kulihat hanya naga dalam gambaran tetapi naga yang sesungguhnya belum pernah tahu. Mungkin didunia ini tiada orang yang pernah melihat naga "

„O. bodoh benar engkau dan orang-orang itu," seru Blo'on, "naga itu tempatnya di Laut Hitam. Aku memang hendak kesana untuk menangkap naga ini”

Pemuda Liok makin terbelalak heran. Dipandangnya Blo'on lekat-lekat lalu bertanya: "engkau tentunva tidak gila, bukan

?'" "Ya, aku memang tidak gila," sahut Blo'on "hanya saja pikiranku kosong tak dapat mengingat peristiwa yang lalu."

"Siapa namamu yang sesungguhnya ?" tanya pemuda Liok pula.

"Justeru itulah yang akan kucari. Aku sendiri lupa siapa diriku ini."

"O, aku kenal siapa engkau ini," tiba-tiba pemuda Liok berkata.

"Benar ?" Blo'on terkejut, "siapa aku ini ?”

"Engkau adalah Yu-yong suko, putera suhuku yang telah menutup mata," kata pemuda itu.

Blo’on terbeliak lalu berseru : "Siapa nama suhumu ?" "Jari-sakti Kim Thian cong !"

"Hai, Kim Thian cong ?" teriak Blo'on.

Sudah tentu pemuda Liok itu ikut terkejut juga. Ia mengatakan Blo'on itu putera Kim Thian-cong, “mengapa anak itu malah terkejut mendengar , nama ayahnya ?”

"Mengapa ?"

"Kim Thian-cong itu jelas masih hidup !" seru Blo'on.

Pemuda Liok melongo, serunya sesaat kemudian "Jangan gila, suhuku sudah menutup mata, tetapi...”

"Tetapi bagaimana ?" kali ini Blo'on yang terbeliak. "Tetapi mayatnya telah dicuri orang ..."

"Hai !" Blo'on menjerit kaget, "mayatnya dicuri orang ? Siapa pencurinya ? Mengapa engkau memperbolehkan pencuri itu membawa mayat suhumu "Gila omonganmu itu." pemuda Liok menggeram, "siapa yang memperbolehkan ? Kalau tahu tentu kubunuh pencuri itu. Tetapi kita sama sekali tak tahu siapa pencurinya."

"Celaka !" Blo'on menggumam, "buat apa orang mencuri mayat suhumu ?"

"Entahlah, tanya saja nanti pada pencurinya kalau sudah ketemu. Aku memang sedang mencari siapa pencuri itu," kata pemuda Liok, "eh, engkau mengatakan kalau Kim Thian-cong suhu hidup lagi. Bagaimana engkau tahu ."

"Ya, memang," jawab Blo’on, "dia tentu mencuri karena hendak menghidupkan suhumu lagi."

"Sudahlah, jangan linglung," tukas pemuda Liok. "terangkanlah bagaimana engkau tahu kalau suhuku hidup ?"

"O. itu. Ketika aku bersama kedua kakek datang ke gereja Siau lim-si, datang juga seorang lelaki berpakaian hitam yang mengaku sebagai sebagai utusan Kim Thian-cong. Orang itu menyerahkan surat undangan kepadaSiau-lim-si suruh datang kegunung Hong-san untuk menghadiri rapat"

"Rapat apa ?" tanya pemuda Liok.

"Kim Thian cong hendak mengadakan rapat dan mengundang semua orang-orang persilatan. Dia hendak suruh partai-partai persilatan bubar dan menggabungkan diri pada perkumpulan yang hendak dibentuknya.

Pemuda Liok terkejut : "Perkumpulan apa ?”

"Perkumpulan baru yang diberinya nama Seng lian-kau atau Teratai Suci. Barangsiapa tak menurut akan dibunuh. Dengan begitu jelas kalau suhumu itu memang hidup kembali dan sekarang tinggal di Hong san. Kalau engkau hendak menemui, kesanalah saja." Pemuda Liok memandang Blo'on pula. Dia matanya pemuda itu dengan tajam. Ingin ia medapat kepastian, apakah Blo'on itu seorang pemuda normal atau memang otaknya sudah hilang seperti yang dikatakan sendiri itu.

"Mengapa engkau melihati aku saja " tegur Blo'on, "apakah engkau tak percaya keteranganku itu ? Kalau tak percaya silahkan bertanya ke Siau lim-si. Kalau aku bohong, boleh potong kepalaku!"

"Baiklah, anggap saja kalau hal itu memang sungguh- sungguh” kata pemuda Liok, "tetapi mengapa tampaknya engkau ayem-ayem saja mendengar berita itu?"

Blo'on kerutkan alis : "Lalu engkau suruh aku bagaimana ?" "Aneh," pemuda itu membanting-banting kaki pada lantai,

"bukankah Kim Thian-cong itu ayahmu ?"

"Tidak," sahut Blo'on, "aku bukan anak Kim Thian-cong tetapi putera raja".

"Hah?" pemuda itu ternganga mulutnya, "engkau putera raja ? Siapa yang bilang ?"

"Somali".

"Siapa Somali itu ?" mata pemuda Liok membelalak makin lebar.

"Apa engkau belum kenal Somali ? Celaka!"' seru Blo'on. "Somali itu pengawal dari raja. Karena dia berani main gila dengan selir raja, dia dihukum dalam sebuah guha. Kakinya dirantai dan ditaruh dalam kerangkeng besi. Hah, mengerikan sekali. Karena bertahun-tahun dalam keadaan begitu dia sampai tak dapat berdiri lagi. Sekarang terpaksa dia harus tinggal dalam guha menjaga isten kakek Lo Kun dan kekasih kakek Kerbau Putih. Kakek Lo Kun dan kakek Kerbau Putih sekarang hendak mengantar aku ke kota raja menghadap raja. Kalau sudah ketemu, baru nanti kedua kakek itu akan kembali ke guha dan tinggal bersama Somali ..."

"Berhenti !" teriak pemuda Liok sekeras-kerasnya seraya menutupi kedua telinganya. Rupanya ia muak mendengar Blo'on mengoceh seperti hujan mencurah.

Saat itu mereka tiba diujung lorong dan hendak melintasi halaman. Tiba-Tiba dua sosok tubuh berhenti di tengah halaman itu. Rupanya orang itu hendak menuju ke tengah markas tetapi karena mendengar suara orang menyuruh berhenti, mereka berhenti.

Pada hal pemuda Liok itu menghentikan ocehan Blo’on tetapi orang itu mengira kalau mereka yang disuruh berhenti.

Pemuda Liok dan Blo'on terkejut ketika melihat dua orang nona berdiri ditengah halaman. Karena sudah kepergok pemuda Liok dan Blo'on tak dapat bersembunyi lagi. Terpaksa keduanya menghampiri dua sosok orang itu.

"Siapa engkau !" "Siapa engkau !"

Pemuda Liok menegur tetapi berbareng dengan itu kedua orang itupun menegur sehingga kedua saling menegur dalam waktu yang sama.

"Ci Kwi-hwa, kedua orang itu mencurigakan sekali. Kita belum pernah tahu !" kata salah seorang yang bertubuh agak kecil.

Ternyata kedua orang itu adalah Lo Kwi-hoa dan Seng Bi- kiok, murid keenam dan ketujuh dari Hu Yong siancu. Keduanya malam itu bertugas meronda. "Ya, siapakah kalian ?" tegur Kwi-hoa seraya maju menghampiri. Demi melihat pemuda Liok dan seorang pemuda gundul yang mengenakan pakaian perempuan, ia berteriak : "Hai, engkau orang banci dari mana, mengapa engkau berani masuk kedalam markas ini !"

"Nona, akulah pemuda yang ditawan dua hari yang lalu. Tadi aku habis melayani nona Kim-lian lalu disuruh kembali ketempatku lagi," cepat pemuda Liok memberi jawaban.

"O," desuh Kwi hoa yang cepat berganti nada ramah karena melihat pemuda Liok itu bertampang cakap sekali, "tetapi siapakah si banci ini?"

"Dia . . . dia bujangku" akhirnya pemuda Liok menjawab. "Aku ..." karena dianggap sebagai bujang dari pemuda itu,

Blo'on hendak memberi penjelasan dan memberitahukan siapa

dirinya. Tetapi cepat-cepat pemuda Liok menginjak kakinya keras supaya dia diam. Karena cuaca di halaman gelap, jadi gerakan pemuda Liok itu tak sampai ketahuan kedua nona itu.

Kwi-hoa berpaling kearah sumoaynya Bi-ki dan tersenyum, matanya bersinar-sinar. Kemudian ia menarik tangan Bi-kiok diajak menuju ke tepi halaman yang terpisah belasan langkah dari tempat pemuda Liok.

"Jit-moay," bisik Kwi-hoa. Ia menyebut Bi kiok sebagai Jit- moay atau adik seperguruan yang ketujuh, "enak-enak saja Kim-lian sam-suci bersenang diri. Sebaliknya kita berdua disuruh meronda”

Bi-kiok mengangguk : "Memang, para suci kita itu tak adil. Lihat tuh toa-suci San-hoa, masakan tiap malam dia bersenang senang dengan putera tihu. Kita tak pernah diberi kesempatan untuk menemani putera tihu itu." "Ya, oleh karena itu kita harus berusaha mencari sendiri, maukah engkau bantu membantu dengan aku, jit-moay ?"' tanya Kwi-hoa.

"Bagaimana caranya ?"' tanya Bi-kiok.

"Begini," ia membisiki kedekat telinga Bi-kio "pemuda yang ini cakap sekali. Maksudku, kita boleh bergilir menemaninya malam ini. Aku dulu yang menemani dan engkau yang meronda seorang diri Kira-Kira dua jam lagi, ganti engkau yang mencmai dan aku yang meronda."

Bi-kiok gembira tetapi tiba-tiba ia bertanya "Tetapi apakah para suci dan sumoay yang lain takkan mengetahui rencana kita ?"

"Ah, saat ini sudah lewat tengah malam, mereka tentu sudah tidur mendengkur. Dan empat jam lagi kita sudah bebas tugas." kata kwi-hoa

"Baiklah," sahut Bi-kiok. "Apabila ada bahaya atau gangguan, cepat-cepat engkau memberitahu kepadaku." kata Kwi-hoa.

Demikian mereka kembali ketempat pemuda Liok dan.

Blo’on lagi.

"Di mana kamarmu “" tanya Kwi-hoa kepada pemuda Liok. "Aku tinggal di belakang, " sahut pemuda itu sekenanya

saja.

"Ketahuilah, malam ini kami berdua yang meronda. Setiap orang yang keliaran keluar, akan kutangkap. Berbahaya kalau kalian berdua berjalan sendiri. Mari kuantarkan" kata Kwi-hoa.

Pemuda Liok bingung juga. Kalau menolak, orang tentu curiga Kalau mengiakan, ah. ia dapat menduga maksud kedua nona itu. "Apakah nona juga murid dari Partai Melati “ tanyanya.

"Ya, aku Lo Kwi hoa murid ke enam dari Ku Yong siancu dan ini sumoayku yang ke tujuh Seng Bi-kiok."

Akhirnya pemuda Liok terpaksa meluluskan diantar kedua nona itu. Baru berjalan beberapa langkah tiba-tiba terdengarlah genta bertalu talu dengan gencar.

"Genta itu sebuah genta raksasa yang ditaruh di paseban Lian bu-thia ialah paseban untuk berlatih ilmusilat. Genta raksasa itu dipakai untuk berlatih ilmu tutukan jari, ialah sebagai sasaran untuk di-tutuk dengan jari. Tetapi selain itu. apabila markas timbul bahaya, genta itu dipalu sebagai pertandaan bahaya.

Tengah malam buta genta bertalu-talu nyaring, sudah tentu seluruh penghuni markas Lembah Melati terperanjat bangun. Mereka segera keluar dari kamar masing-masing dan cepat berkumpul kepaseban Lian-bu-thia.

Memang demikianlah perintah Hu Yong siancu Bila terjadi bahaya, sekalian anakmurid tak boleh gugup dan bertindak sendiri tetapi harus lekas berkumpul ke paseban Lian bu-thia untuk menerima perintah.

"Wah. celaka," kata Kwi-hoa, rupanya dalam markas telah timbul bahaya. Mengapa kita tak tahu

"Ya, liok-suci" kata Bi-kiok, "kitapun harus lekas-lekas berkumpul ke Lian-bu thia. Lalu bagaimana dengan kedua orang ini ?"

Kwi hoa merenung diam. Rupanya dia tengah cari akal. Beberapa saat kemudian ia berkata kepada pemuda Liok : "Kuantar dulu kalian kekamar-ku dan untuk sementara engkau tinggal saja disitu"' "Ah. lebih baik aku kembali kekamar sendiri saja,' kata pemuda Liok.

"Tidak !" seru Kwi-hoa, "aku hanya sebentar dan tentu segera datang."

Demikian pemuda itu dan Blo'on lalu diajak kesebelah timur ujung halaman dan masuk ke dalam sebuah villa kecil yang menjadi tempat kediaman Kwi-hoa.

Kwi-hoa dan Bi-kiok terus bergegas menuju ke paseban Lian-bu-thia. Ternyata di paseban itu sudah berkumpul beberapa suci dan Mimoay mereka. Tetapi mereka heran mengapa tak melihat Ting San-hoa, toa-suci mereka yang menjadi wakil pimpinan markas.

Tetapi itu masih belum mengherankan. Yang lebih  membuat kedua nona itu terkejut ialah terdapatnya tiga bujang perempuan, ialah bujang Bwe bujang tua An dan bujang muda Ah-moy. Ketiga hujang itu menangis. Dan yang lebih membuat ke dua nona itu terbeliak melongo ialah bujang muda Ah-moay ternyata gundul kepalanya.

"Ai, liok-sumoay dan jit-sumoay, engkau baru datang." seru Lim Sian, murid kelima dari Hu Yong siancu. Dia menyebut Kwi-hoa liok-sumoay atau adik seperguruan keenam Bi kiok sebagai jit-sumoay atau adik seperguruan ketujuh.

"Ya, ngo suci," kata Kwi-hoa, "apakah yang telah terjadi ini"

"Markas telah dikacau orang," sahut Lian Sian, "apakah engkau tak melihat musuh yang menyelundup kedalam markas ?"

"Tidak," sahut Kwi-hoa dan Bi-kiok.

"Aneh," kata Lim Sian, "bukankah malam ini jatuh giliran kalian yang meronda,?" "Ya, tetapi diluar lembah tak tampak suatu apa yang mencurigakan." kata Kwi-hoa lalu bertanya, "sebenarnya apakah yang telah terjadi, ngo-suci ?"

"Ketiga bujang itulah yang membunyikan genta sehingga aku bergegas-gegas lari kemari." ka ta Lim Sian.

"Sudahkah ngo-suci menanyai mereka ?" tanya Bi-kiok. "Mereka hanya menangis gerung-gerung dan tak dapat

menjawab yang jelas," kata Lim Sian.

"Baiklah, kita tanya dulu, agar kalau toa-su ci San-hoa datang, kita sudah dapat memberi keterangan" kata Bikiok seraya menghampiri ketempat ketiga bujang itu.

"Hai, bibi Bwe dan bibi An dan engkau juga Ah moay," ia mulai bertanya, "mengapa kalian' memukul genta ?" Apakah yang telah terjadi ?"

Bujang perempuan Bwe dan An karena sudah tua, mereka agak gugup. Ah-moaylah yang menjawab : "Ai, celaka, nona. Tawanan di guha Kumbang Hitam lolos dan aku, hu. hu, hu “

Ah-moy menangis lagi dengan keras, la jengkel dan marah. "Mengapa Ah-moay ?" tegur Bi-kiok,

"Mereka telah.. telah mencukur rambutku! sampai begini kelimis ..."

"Siapakah tawanan itu ? Berapa jumlah yang lolos ?'.

"Tiga orang, dua orang kakek tua dan seorang masih muda," kata Ah-moy.

Diam-Diam Kwi-hoa membayangkan pemuda itu dan si Blo'on yang ditemuinya itu. Mereka berdua masih muda tentu bukan seperti yang dimaksud Ah-moy. Maka ia memutuskan lebih baik tak mengatakan hal itu kepada Lim Sian. Apalagi kalau mengatakan tentu banyak urusan dan akan menggagalkan rencananya untuk menemani pemuda itu

"Bagaimana mereka meloloskan diri ?" tanya Bi-kiok pula.

Ah-moay lalu menceritakan bagaimana mereka telah disiasati oleh ketiga orang itu sehingga akhirnya diringkus dan diikat. Untung bibi Ho datang ke guha tawanan itu dan dapat melepaskan mereka kalau tidak mereka tentu akan mati.

"Hm, itulah Ah moy, upahnya orang yang genit dan ingin mencari kesenangan dengan orang tawanan. Kalau toa-suci San-hoa tahu, engkau tentu dimaki-maki," kata Bi-kiok.

Mendengar toa-suci San-hoa disebut. bertanyalah Kwi hoa kepada Lim Sian : "Ngo-suci,aneh, mengapa toa-suci tak datang ?"

"Hm, mungkin dia keletihan dan tidur pula” sahut Lim Sian. "Mengapa ?"

"Uh, malam ini dan boleh dikatakan tiap malam dia tentu tidur bersama putera tihu itu," jawab Lim Sian dengan nada agak kurang puas.

"Ih ..." Kwi-hoa mendengus pelahan, "tetapi mana yang lainnya. Mengapa Kim-lian sam suci dan Siu-lan si suci juga tak kelihatan ? Aneh”

"Ya, kemanakah kedua orang itu ?" Lim sian sendiripun ikut merasa aneh.

Hu Yong siancu mempunyai 17 murid. Tujuh orang murid tingkat angkatan pertama. Dan sepuluh orang murid tingkat kedua. Dari ketujuh murid tingkat kesatu itu, yang satu ialah Ki Lian hong diajak Hu Yong siancu ke Lamhay. Saat itu di Lian-bu-thia sudah berkumpul tiga belas orang murid Partai Melati. Yang tak muncul ialah Ting San-hoa, Sui Kim-lian, Ho Siu lan.

Oleh karena sampai beberapa saat belum juga keempat orang itu muncul, akhirnya Lim Sian tak sabar lagi.

"Hayo, kita jenguk mereka" katanya dengan mengajak Kwi- hoa dan Bi-kiok. Yang lain-lain disuruh tetap berada di paseban situ.

Pertama ketiga nona itu menuju ke ruang Biau-him-tong atau ruang Jiwa-terbuai.

Keadaan dalam ruang itu sunyi senyap dan gelap. Tak ada lampu penerangannya.

"Aneh, mengapa ruang ini sunyi senyap” kata Lim Sian, "bukankah disini malam ini dijadikan tempat bersenang- senang diri ?”

"Mari kita jenguk kedalam," kata Bi-kiok seraya terus memutar grendel pintu, "hai, mengapa pintu tidak dikancing dari dalam ?"

Nona itu terus melangkah masuk, menyulut korek dan nyalakan lilin.

"Celaka !" tiba-tiba Bi-kiok menjerit kaget sehingga Lim Sian dan Kwi-hoa menerobos masuk. Demi menyaksikan keadaan dalam ruang itu kedua nona itupun ikut melongo. Mereka melihat bujang perempuan Kiong tidur diatas pembaringan tak dapat berkutik. Ketika selimutnya dibuka ternyata bujang itu telanjang bulat.

"Hai, bangun," Bi-kiok mengguncang-guncang tubuh si Kiong tetapi bujang itu diam saja. "Liok-sumoy, jangan dipaksa, dia tertutuk jalan darahnya," kata Lim Sian.

Bi kiok terkejut lalu memeriksa. Memang apa Yang dikatakan sucinya itu benar. Bujang Kiong tertutuk jalan darahnya. Bi-kiok berusaha untuk membuka jalan darah yang tertutuk itu tetapi tak mampu.

"Aneh, mengapa luar biasa sekali ilmu tutukan orang itu ?" gumamnya dengan geram.

Lim Sian dan Kwi-hoapun berturut-turut mencoba untuk membuka jalan darah si Kiong yang tertutuk tetapi gagal.

"Menilik ilmu tutukan ini, jelas orang itu tentu memiliki kepandaian sakti," kata Kwi hoa.

"Atau mungkin bukan dari Tiong-goan. Menurut suhu, sumber ilmu kepandaian dari dunia persilatan Tiong-goan itu pada dasarnya sama. Demikian juga dengan ilmu menutuk jalan darah. Kalau kita tak mampu membuka jalan darah yang tertutuk itu, jelas kalau musuh tentu bukan tokoh dari dunia persilatan Tiong goan," kata Lim Sian.

Kemudian nona itu berkata pula: "Biarlah, kita tinggalkan dia disini dan memeriksa kelain ruang"

Mereka tiba diruang Hui-hun-tong atau ruang Jiwa-terbang- ke Nirwana. Juga ruang itu tampak sunyi dan gelap. Dan ketika Bi-kiok membuka pintu ternyata pintu tak dikancing.

Ketegangan makin mencengkam ketiga nona itu ketika mereka melangkah masuk dan menyalakan lilin.

Di ruang Hui-hun-tong itu dijadikan tempat bersenang- senang oleh Ho Siu-lan murid keempat dari Hu Yong siancu bersama Bok Kiang, guru silat pada kantor tihu. Sebenarnya yang disuruh mengantar arak kesitu oleh bujang perempuan Kiong ialah Ah-moay alias Blo’on. Tetapi karena tak tahu tempatnya Blo'on telah keliru masuk ke Biau hun-tong atau villa Jiwa lelap yang dipakai nona Sui Kim-lian bersama pemuda Liok.

Tetapi karena terlanjur salah masuk, bujang Kiong disuruh menaruh hidangan arak kedalam kamar oleh Ho Sui lan.

Bok Kiang mencari akal untuk menghadap nona murid keempat dari Hu Yong siancu itu. Akhirnya ia menggunakan akal untuk pura-pura melayani rayuan si nona.

Setelah Siu-lan percaya penuh dan siap menyambutnya ditengah ranjang, tiba-tiba guru silat itu menutuk jalandarah sinona. Seketika nona itu tak dapat berkutik. Juga jalandarah pembisunya ditutuk agar jangan dapat berteriak. Setelah mengikatnya erat-erat, Bok Kiangpun keluar untuk mencari kawan-kawannya.

Walaupun telah menduga bahwa dalam kamar itu tentu terjadi seperti dalam ruang Biau-hun tong tadi, namun tak pernah diduga oleh Lim Sian .Kwi-hoa dan Bi-kiok bahwa yang akan ditemukan dalam kamar itu adalah Ho Siu-lan, suci mereka yang nomor empat. Pun keadaan, nona itu seperti bujang Kiong. Telanjang bulat, hanya ditutupi dengan kain selimut.

Lim Sian segera mencoba membuka jalandarah Siu lan yang tertutuk dan berhasil, Dengan kemalu maluan Siu lan terus hendak mencari pakaiannya tetapi ternyata dibawa oleh Kok Kiang. Maksudnya agar nona itu untuk beberapa waktu tak dapat keluar dari kamar itu.

"Keparat benar guru silat itu." Siau-lan memaki panjang pendek.

"Apakah yang telah terjadi si-suci ?" tanya Lim Sian. Dengan singkat Siu lan lalu menuturkan ba......

Halaman 34-35 gak ada

Lim Sian tergopoh-gopoh membuka jalandarah Ting San- hoa, Beberapa jenak kemudian, San hoa dapat membuka  mata dan mengerang pelahan.

"Toa-Suci . , !" seru Lim Sian dan. Kwi hoa aku Lim Sian dan liok sumoay Kwi-hoa."

"Ih . . " tiba-tiba San hoa bangun serentak, lekas ambil pakaianku !"

Kwi hoa mencarikan tetapi tak ketemu: "mana. toa-suci ?" "Di atas kursi" kata San-hoa,

Tetapi diatas kursi tak ada sepotong pakail pun juga. "Tidak ada, toa-suci" kata Kwi-hoa, "tentu diambil orang !"

"Keparat !" San-hoa memaki, "orang itu memang harus kubunuh !"

San-hoa loncat turun dari ranjang dengan masih memakai selimut untuk membungkus tubuhnya. Ia mencari kian kemari tetapi pakaiannya memang tak ada. Pada saat ia menghampiri lemi kaca untuk memeriksa barangkali pakaiannya ditaruh di dalam situ, tiba-tiba ia menjerit seperti disambar petir.

"Astaga ! Kepalaku . . rambutku kemana” ia melengking dan meraung seperti seekor singa kelaparan.

Lim Sian dan Kwi hoa sebenarnya sudah tahu tetapi takut untuk memberitahu, Keduanya hanya diam saja tak berani buka suara. "Lim Sian. Kwi-hoa, engkau berani menggunduli rambutku

!" serunya seraya maju menghampiri dengan mata merah dan wajah buas.

"Toa-suci !" teriak kedua nona itu dengan cemas, "bukan kami yang melakukannya. Aku tidur di kamarku dan liok- sumoy melakukan ronda malam ini."

San-hoa hentikan langkah : "Benarkah bukan kalian ?" "Wah, bagaimana toa-suci ini," kata Lim Siun kami berdua

yang mencari dan menolong toa suci, bukan yang

menggunduli. Lalu siapakah teman toa suci kemarin malam itu

?"

"Tahukah kalian akan putera tihu itu ? Ke-manakah dia saat ini ?" tanya Ting San-hoa.

"Entahlah kami tak tahu" sahut Lim Sian kemudian bertanya apakah Ting San-hoa perlu hendak menyuruh mereka mengambil pakaian.

Ting Sah-hoa mengiakan.

Lim Sianpuu minta Kwi hoa yang mengambilkan. Kemudian ia berkata kepada Ting San-hoa "Toa suci, masih ada seorang yang belum kami ketemukan ialah Sam-suci Kim-lian. Maka aku hendak mencarinya dan harap toa-suci suka menunggu kedatangan liok-sumoay,"

"Ya, baiklah." kata San-hoa.

Lim Sianpun segeia tinggalkan ruang Lok-hun tong. Ia mencari kemana-mana tetapi tak mendapatkan Kim-lian. Akhirnya ia teringat akan villa tempat suhunya. Kesanalah ia menuju. Dan dugaannya memang tepat. Disitu ia menemukan Kim-lian dalam keadaan wajahnya penuh bintik-bintik merah dan pingsan. "Sam-suci, mengapa engkau begini ?" tanya Lim Sian serta nona itu sudah sadar.

"Bangsat, kemana Ah-moy ?" teriak nona itu dengan marah. "Ah-moy ? Dia berada di Lian-bu-thia bersama sekalian

sumoay" kata Lim Sian.

"Ah, bukan Ah-moy yang itu tetapi Ah moy palsu !" seru Kim-lian makin marah karena menganggap Lim Sian tak cepat dapat menangkap kata-katanya. Pada hal ia belum menjelaskan sendiri.

Dengan singkat Lim Sian lalu menuturkan apa yang terjadi malam itu. Kemudian ia menga jak Kim lian keluar.

Kim-lian mengenakan kain kerudung hitam untuk menutupi mukanya yang masih terluka air panas itu.

Baru kedua nona itu keluar dari villa mewah milik Hu Yong siancu, tiba-tiba mereka dikejutkan pula oleh suara genta bertalu-talu. Cepat kedua nona itu berlari menuju ke Lian-bu thia. Ternyata yang berada disitu hanya ketiga bujang Bwe, An dan Ah-moy.

"Oh, nona Lian dan nona Sian, para nona sedang menuju kearah kebakaran, "Ah-moy menerangkan.

Kim lian dan Lim Sian terkejut. Mereka ber paling. Memang dari penjuru markas tampak api memancarkan cahayanya merah ke langit sehingga hari yang sudah hampir pagi itu tampak terang. Asappun bergulung-gulung membubung ke angkasa.

"Celaka, musuh telah membakar lembah kita," kata Kim lian seraya mengajak Lim Sian untuk menuju kebagian belakang markas. Belum berselang berapa lama dari kepergian gadis-gadis murid Partai Melati itu, muncullah seorang imam tua bersama seorang bujang perempuan tua yang memakai bedak tebal, bertubuh pendek.

Demi melihat perempuan itu, serentak menjeritlah bibi Bwe

: "Bangsat, itulah yang mencelakai aku. Dia memalsu diriku "

Habis berkata bibi Bwe terus lari menyongsong orang yang menyaru jadi dirinya. Plak . karena marahnya bujang Bwe terus menampar muka orang yang menyaru jadi dirinya itu.

"Hai . . . !" bujang Bwe menjerit kaget ketika melihat wajah orang itu. Seorang kakek tua yang berjanggut panjang. Karena kain penutup mukanya tertampar jatuh, tampaklah wajah orang itu dengan jelas.

Memang yang datang itu Soh Hun kisu dan kakek Lo Kun si bujang Bwe palsu, kakek Lo Kun terkejut ketika bujang tua Bwe menyongsong nya dan terus menampar mukanya.

Kakek Lo Kun terkejut, serunya : "Hai, mengapa engkau disini ? Bukankah engkau tidur dalam guha tawanan ?"

"Tua keparat!" maki bujang Bwe itu itu seraya hendak maju menerkam muka kakek Lo Kun tetapi kakek itu sudah cepat menghindar kesamping

"Hai, jangan gila engkau, perempuan tua,” bentak kakek Lo Kun, engkau harus berterima kasih kepadaku karena pekerjaanmu aku yang mewakili ..."

'Tua bangka. engkau mencuri pakaianku Hayo. lepas !" bujang tua Bwe terus menerjang kakek Lo Kun.. Kakek Lo Kun lari menghindar tetapi terus diburu. Dengan demikian kedua orang itu berlari-lari kejar-kejaran di sekeliling paseban Lian- bu-thia. Tengah peristiwa itu berlangsung tiba-tiba dari arah barat muncul pula seorang pemuda bermuka pucat dengan diiring oleh seorang bujang perempuan tua.

Demi melihat pemuda itu, berserulah Hun kisu dengan sangsi-sangsi girang : "Adakah kongcu ini Kho Pik giam kongcu putera Kho tihu

Belum pemuda bermuka pucat itu menyawab muncul pula seorang lelaki setengah tua yang lari-lari menuju ke Lian bu- thia. terus memeluk muda bermuka pucat itu.

"Ah, Kho kongcu, akhirnya kami berhasil menemukan kongcu ..."

"O, Bok kausu," pemuda itu yang bukan lain memang Kho Pik-giam memeluknya dengan girang Kemudian Bok Kiang memperkenalkan pemuda itu dengan Soh Hun kisu.

Apabila ketiga orang itu tengah bercakap-cakap adalah bujang perempuan itu yang celaka karena pada saat Soh Hun kisu menyambut Kho Pik giam, bujang perempuan An pun terus memaki perempuan yang mengiring Kho Pik-giam itu.

"Hai. bangsat, penipu, engkau berani melucuti pakaianku dan mengikat tubuhku !" habis memaki bujang An itu terus menyerbu wanita tua itu.

"Celaka, dia berada disini." diam-diam perempuan tua yang bukan lain dari penyaruan kakek Kerbau putih mengeluh.

Sebelum bujang tua An sempat menerkamnya, ia sudah melarikan diri.

"Hai, kembalikan pakaianku, bangsat tua !" teriak bujang tua An seraya mengejar. Demikian di paseban Lian bu-thia itu berlangsung adegan yang lucu. Dua kakek yang berpakaian sebagai perempuan tengah dikejar oleh dua orang bujang perempuan tua. Mereka berlari-larian mengelilingi paseban itu.

"Ho, engkau kakek Kerbau Putih ?" tegur kakek Lo Kun demi melihat kakek Kerbau Putih disampingnya.

"Ya, aku dikejar oleh perempuan yang kupakai pakaiannya itu." sahut kakek Lo Kun." dan mengapa engkau juga berlari- lari ?"

"Setan pendek, akupun dikejar juga oleh perempuan tua yang kupakai pakaiannya ini," sahut kakek Kerbau Putih.

"Hayo, engkau harus cari akal bagaimana supaya kita dapat lolos ! Bukankah engkau yang suruh aku menyaru jadi perempuan ?"

"Huh. tak usah mengomel, masakan menghadapi dua orang bujang perempuan tua saja kita tak mampu ?" dengus kakek Kerbau Putih. Tetapi diam-diam ia memang belum menemukan akal.

Tengah peristiwa itu masih berlangsung tiba-tiba muncul lagi seorang pemuda cakap bersama seorang bujang perempuan muda.

"Hai. saudara Liok," teriak Bok Kiang menyambut Pemuda itu dengan gembira.

"Siapakah pemuda ini ?" tanya Kho Pik-giam kepada Bok kausu.

Sudah tentu guru silat itu heran mendengar pertanyaan dari putera tihu.

"Bukankah saudara Liok ini sute dari kongcu sendiri ?" serunya heran. "Sute?" Kho Pik-giam mengulang heran, "aneh, mengapa aku belum kenal ?"

"Maaf, Kho kongcu, aku Liok Sin-Iam seorang pengembara. Karena mendengar peristiwa kongcu hilang maka aku memberanikan diri menghadap Kho tihu.  Agar  dapat  diterima maka aku mengaku sebagai sute kongcu," pemuda Liok itu memberi penjelasan tentang dirinya.

Karena melihat pemuda Liok itu seorang pemuda yang cakap dan halus dan pula memang benar-benar telah mencurahkan tenaga untuk menolong dirinya. Kho Pik- giampun menghaturkan terima kasih.

"Hai, engkau !" tiba Ah moay berteriak dan terus lari ketempat Blo'on. "kembalikan rambutku dan pakaianku !"

Blo'on terkejut ketika tahu-tahu seorang perempuan muda yang kepalanya ditutup dengan kain menyerbu dirinya.

"Nanti dulu !" Blo'on songsongkan kedua tangannya kemuka untuk mencegah, "siapa engkau? Mengapa engkau hendak minta rambut dan pakaian dari aku ?"

"Bangsat ! Engkaulah yang menggunduli rambutku dan memakainya." dengan kalap Ah-moay terus merangsang dengan kedua tangannya mencakar muka Blo on.

Blo'on terkejut dan menghindar ke samping tetapi rambutnya kena disamoar oleh Ah-moy terus ditariknya. Uh . .

. berobahlah kini Bloon .menjadi seorang laki yang gundul.

"Hu, hu, hu . , " tiba-tiba Ah-moy menangis, "rambut ini tak dapat tumbuh dikepalaku lagi.. "

"Jangan kuatir, pakailah bubur atau lem. Tadi akupun juga menggunakan bubur untuk mlekatkan rambut itu di kepalaku

..." "Jahanam engkau !" sekonyong-konyong Ah moy timpukkan ikatan rambut itu kemuka Blo'on. Plok . . rambut tepat menampar muka Blo'on sehingga dia gelagapan dan berbangkis , . .

Habis menimpuk, Ah-moy terus maju dan memukul Blo’on. Duk . . aduh, Blo’on menjerit karena hidungnya kena tinju Ah- moy. Tetapi diluar dugaan Ah moypun menjerit-jerit kesakitan sembari mendekap tangannya.

Seperti yang telah diterangkan, tubuh Blo'on itu mengandung tenaga dalam  yang  luar   biasa Blo'on tak  dapat mengembangkan tenaga-dalam itu tetapi apabila dia dipukul tenaga-dalam itu akan memantul, Itulah sebabnya maka Ah-moy menjerit kesakitan.

"Hai, Blo’on, mengapa engkau juga disini” teriak Kakek Lo Kun yang berlari-larian mendatangi bersama kakek Kerbau Putih.

"Lho, kakek berdua juga . , . " belum selesai Blo'on berkata tiba-tiba kedua kakek itu disekap belakang oleh bujang tua Bwe dan bibi An,

Karena terkejut, kakek Lo Kun dan kakek Kerbau Putih berontak, Kedua bujang perempuan itupun terlempar beberapa langkah dan terus jatuh.

Kho Pik-giam, pemuda Liok, Bok Kiang Soh Hun kisu yang tahu duduk perkaranya, sama tertawa gelak-gelak ...

Sesaat kemudian tiba-tiba pemuda Liok berkata: "Lebih baik kita cepat tinggalkan lembah ini."

"Ya, benar," sahut Kho Pik-giam.

"Tidak," tiba Soh Hun kisu berseru, "bakar dulu lembah ini baru kita pergi." "Tidak !" tiba-tiba pula kakek Lo Kun menyeletuk, "jangan main-main engkau imam tua. Membakar lembah ini berarti membakar isteriku !"

Soh Hun kisu melongo.

"Apakah isteri kakek berada disini ?" tegur Kho Pik-giam.

Kakek Lo Kun mengangguk : "Ya." "Siapa namanya dan yang mana ?"

"Namanya Sun Li-hoa, yang paling cantik sendiri itu."

Kho Pik-giam terbeliak, katanya : "Tetapi murid-murid Partai Melati disini tak ada yang bernama pun Li hoa."

"Uh, bagaimana engkau tahu ?"

"Ting San-hoa yang menceritakan kepadaku"

"Ya, benar, kakek," kata pemuda Liok pula nona Kim-lian juga pernah mengatakan begitu padaku."

"Hai, kalian dua orang pemuda tolol. Jelas aku sudah bertemu sendiri dengan isteriku ketika naik kereta bersama seorang pemuda, mengapa kau berani mati mengatakan tidak ada !" kakek Lo Kun marah-marah.

Pemuda Liok terkejut. Bukan karena memikirkan soal isteri Lo Kun yang bernama Sun li hoa itu tetapi karena kata-kata si kakek tentang pemuda yang ditawan. Ya, benar, dalam markas Partai Melati ini memang masih terdapat tawanan- tawanan orang lelaki.

"Saudara-Saudara sekalian," segera ia berkata setelah kita berhasil membebaskan Kho kongcu, sebaiknya jangan kepalang tanggung. Mari kita tolong pemuda-pemuda yang ditawan dalam markas ini !” Ternyata maksud pemuda Liok itu didukung sekalian orang. Hanya guru silat Bok Kiang yang agak membantah : "Aku setuju tetapi kurasa lebil baik salah seorang dari kita yang mengantarkat Kho kongcu pulang dahulu. Karena Kho kongci masih lemah. Yang lain-lain boleh melaksanakan usul saudara Liok itu."

"Tidak, Bok kausu," Kho Pik-giam menolak "aku cukup kuat. Aku ingin menolong juga mereka yang menjadi korban gerombolan wanita cabul di sini."

Akhirnya mulailah rombongan itu menuju k bagian belakang markas. Mereka hendak mengeluarkan pemuda-pemuda yang ditawan di situ. Sebelum pergi mereka menutuk jalan darah Ah-moy supaya pingsan.

Tak berapa lama dari kepergian merek berbondong- bondonglah murid-murid. Partai Melati kembali ke paseban Lian bu-thia lagi. Alangkah kaget mereka ketika melihat beberapa tawanan yaitu pengacau tadi sudah lenyap. Yang ada hanya hanya perempuan tua bibi Bwe, bibi An dan Ah- moy yang menggeletak di tanah tak sadarkan diri.

Ternyata dibeberapa tempat dari markas Partai Melati telah timbul kebakaran. Bangunan yang indah dan mewah dari markas itu telah habis di makan api. Mereka duga kebakaran itu tentu perbuatan dari rombongan putera tihu dan kedua kakek linglung itu.

"Hai, kemanakah gerangan lari mereka ?" I tanya San-hoa dengan geram.

"Kukira mereka tentu belum lari jauh. Kalau kita kejar tentu masih dapat menangkap mereka," kata Kim-lian dengan geram sekali. Memang diantara gadis-gadis murid Partai Melati, yang paling menderita ialah Ting San hoa karena rambutnya dicukur dan Sui Kim-lian yang muka nya melepuh merah karena tersiram air panas.

"Ya, hayo kita kejar dan bunuh mereka!' kata Ting San-hoa.

Ketiga belas murid Partai Melati itu segera menuju ke pintu gerbang. Ketika pintu dibuka, mereka terkejut melihat seorang lelaki berpakaian hitam dan mengenakan kerudung muka warna biru tegak ditengah pintu.

"'Siapa engkau !" tegur Ting San-hoa.

"Adakah aku berhadapan dengan Hu Yong siancu pemimpin Partai Melati ?" tidak menjawab, orang itu malah balas bertanya.

"Suhu tak berada dalam markas. Akulah wakilnya." sahut Ting San-hoa lalu mengulang pertanyaan pula.

"Aku utusan dari Kim Thian-cong tayhiap pemimpin partai Thian-su-kau yang berpusat di gunung Thaysan untuk menemui Hu Yong siancu," kata orang itu.

"Apa maksudmu ?"

"Thian-su-kau ialah partai agama utusan Allah. Partai itulah yang akan mempersatukan dan menenteramkan dunia persilatan. Maka Kim kaucu telah mengirim surat undangan kepada semua partai persilatan dan tokoh-tokoh untuk menghadiri upaca ra peresmian berdirinya partai besar itu."

"Lalu bagaimana partai-partai atau tokoh-tokoh persilatan yang tak mau ikut dalam partai Thian-si-kau itu ?"

"Hanya ada dua pilihan. Ikut atau mati Partai-Partai persilatan harus membubarkan diri dan menyerahkan limu kepandaian partai masing-masing kepada Thian-su-kau Pemimpin kami akan mengajak para ketua partai persilatan untuk membahas dani menciptakan sebuah ilmusilat baru dari inti ilmu silat berbagai aliran dalam dunia  persilatan.  Nantinya didunia persilatan ini hanya ada satu partai persilatan dan satu aliran ilmusilat. Dengan demikian dunia persilatan takkan terjadi pertikaian dan pergolakan lagi."

"Alangkah hebatnya !" seru San-hoa sinis.

"Memang," sahut utusan Baju Biru itu dengan bangga. "Kalau saja semua partai menurut saja seperti anak kecil."

sambut nona itu.

Baju Biru terkesiap. Ditatapnya San-hoa dengan mata berkilat-kilat : "Lalu menurut anggapanmu, apakah suhumu juga akan menolak ?"

"Partai Melati sebuah partai yang bebas. Tak ingin menguasai dunia persilatan dan tak suka terjun dalam kekeruhan dunia persilatan. Kami hidup tenang dalam lemoah yang sunyi dan terpencil. Mengapa harus ikut ramai-ramai dalam partai gabungan dari Kim tayhiap itu ?"

"Itu suatu alasan untuk menghindar dari keharusan yang ditentukan oleh partai Thian-su-kau Suhumu boleh bersikap begitu tetapi harus membubarkan partai ini dan hidup seperti wanita biasa. Pun apabila secara perseorangan dia masih giat dalam dunia persilatan, berarti diapun harus i-kut dalam Thian-su-kau. Pendek kata setiap partai ilan tokoh persilatan harus masuk kedalam partai baru itu. Yang membantah, akan kehilangan nyawa."

"Wah. garang benar, garang benar !" seru Ting San hoa. Memang sebelum pergi, Hu Yon siancu sudah menceritakan tentang kemungkinan datangnya utusan dari dua Kim Thian- cong Kin Thian-cong dari utara dan Kim Tnian-cong da selatan. Pun Hu Yong siancu menerangkan bahw Kim Thian- cong itu sebenarnya sudah meninggal dunia. Tetapi entah bagaimana dewasa itu dalam dunia persilatan telah muncul dua tokoh yang menyebut dirinya sebagai Kim Thian-cong. Dua duanya mendirikan partai baru dan hendak memaksa semua partai persilatan meleburkan diri pada par tai baru itu.

"Kewajibanmu hanyalah menyampaikan surat undangan ini kepada suhumu." kata utusan itu seraya mengeluarkan sepucuk sampul dan menyerah kan kepada San-hoa.

Setelah menerima, timbul pikiran San-hoa untuk menjajal kepandaian utusan itu. Maka iapun berkata : "Tugasmu menyerahkan surat sudah selesai. Sekarang mari kita bicara dalam suasa bebas."

Sejenak utusan baju biru itu memandang gadis-gadis murid Partai Melati dengan tajam. Sepasang bola matanya memancarkan sinar berkilat-kilat dari seorang lelaki.

"Ya, lalu apa maksudmu ?" tanya orang itu

"Sudah menjadi peraturan lembah Melati, bahwa lembah  ini pantang diinjak oleh kaki orang lelaki. Setiap lelaki yang berani menginjakkan kaki ditanah ini, harus tinggal disini dan menurut perintah kami !"

"O," desis orang itu, "kalau aku berkeras pergi ?"

"Boleh saja," sahut San-hoa, asal engkau mampu lolos dari

.barisan kami."

Orang itu tertawa : "Bagus! Aku merasa gembira sekali dikepung oleh gadis-gadis cantik dari Lembah Melati ini !"

San hoa tertawa sinis : "Jangan keburu bererang dahulu sebelum engkau benar-benar sudah lolos dari kepungan barisan Melati." "Baik," sahut orang itu, "lalu dimanakah kita akan mencoba kekuatan ?"

"Engkau seorang tetamu, tentu harus kami layani dengan hormat. Mari silahkan masuk ke paseban Lian bu-thia. Disanalah kita nanti mempertunjukkan barisan itu kepadamu

!"

Orang itu tertawa lalu mengikuti rombongan anakmurid Partai Melati masuk kedalam markas, Tan hoa menuju ke paseban Lian-bu thia.

Ketika mengamati keadaan markas itu, tiba-tiba utusan Baju Biru itu terkejut : "Hai, mengapa keadaan markas Partai Melati menjadi tumpukan puing ? Apakah telah terjadi kebakaran ?"

"Ya, memang ada gerombolan pengacau yang telah membakar markas kami," sahut San-hoa, "tetapi itu urusan kami dan akan kami bereskan sendiri."

"Siapakah yang membakar markas ini ?" masih utusan itu menegas.

San-hoa tertawa dingin : "Telah kukatakan peristiwa itu bukan urusan orang luar, maka janganlah engkau bertanya lebih jauh."

"Siapa bilang aku tak berhak mencampuri urusan ini ?" seru utusan Baju Biru itu, "ingat, dalam surat undangan itu, Thian- su-kau sudah menganggap bahwa semua partai persilatan di dunia persilatan ini sudah menjadi anakbuahnya. Thian su-kau wajib untuk melindungi anakbuahnya !"

San-hoa tertawa mengejek : "Itu anggapan mu sendiri, bung. Tetapi kami Partai Melati belum tentu mau menjadi auggauta Thian-su-kau, hal itu masih menunggu keputusan suhu. Dan selama belum ada keputusannya, saat ini kami belum terikat hubungan apa-apa dengan Thian-su-kau !"

"Hm, seorang budak perempuan yang pintar putar lidah," damprat utusan Baju Biru itu, “Thian su-kau bermaksud baik kepada kalian, mengapa kalian malah mengejek.  Baik, rupanya kalau tidak kutunjukkan sedikit kepandaian, kalian tentu masih keras kepala."

San-hoa tak mau banyak bicara. Segera Ia bertepuk tangan dan berseru: "Melati-mekar-dipagihari !"

Mendengar itu serentak keduabelas gadis-gadis itu berhamburan dan berpencaran membentuk sebuah barisan yang melingkari orang itu.

"Kami sudah siapkan barisan, silahkan engkau menerjang” seru San hoa kepada orang Thian su-kau itu

Orang itupun mendengus lalu mulai bergerak. Lebih dahulu ia membuka serangannya dengan jurus-jurus biasa. Setelah mengetahui bagaimana cara gerak barisan lawan, barulah ia robah gaya serangannya dengan gerak yang istimewa.

Gerak Baju Biru itu memang aneh. Sebentar ia menerjang ke timur, sebentar lagi terus menyerang ke barat dan belum saja anakmurid Partai Melati yang menjaga disebelah barat bergerak, Baju Birupun sudah melesat ke utara. Kemudian belum berhantam dengan nona yang menjaga di utara, tiba- tiba Baju Biru sudah melenting menerjang ke selatan. Sepintas pandang gerakan orang itu mirip dengan seekor burung rajawali yang melayang-layang kian kemari.

Barisan anakmurid Partai Melati terkejut melihat gaya serangan orang itu. Akhirnya mereka melakukan siasat tetap tenang. Kalau musuh menyerang disambut, kalau musuh diam. merekapun diam. Siasat itu ternyata menggagalkan rencana Baju Biru. Dia menggunakan siasat menyerang kalang kabut agar barisanpun ikut kalang kabut. Ternyata siasatnya itu tak menghasilkan.

Tiba-Tiba Baju Biru merobah gerakannya. Kini ia tegak berdiam diri ditengah barisan kemudian maju menyerang Gaya serangannya aneh sekali.

Bukan secepat burung rajawali menyambar, melainkan selambat siput berjalan. Ketika mendekati barisan. ia gerakkan tangannya untnk memukul tetapi gerakan tangannya itu amat pelahan sekali di tampaknva seperti tak bertenaga.

Mau tak mau terangsang juga anggauta barisan yang diserangnya itu. Ko Sui-hoa, seorang murid Partai Melati tingkatan kedua, yang kebetulan berada ditempat itu, serentak menyambar Itangan si Baju Biru.

"Sui-hoa, jangan menyerang . . !" San-hl terkejut dan cepat mencegahnya, tetapi terlambat

Sui-hoa berhasil menerkam tangan lawan. terus hendak ditariknya. Tetapi demi mendengar teriakan San-hoa, Sui hoapun hendak menarik pulang tangannya. Tetapi astaga . . . betapapun ia kerahkan tenaganya untuk melepaskan tangannya tetapi tak mampu. Tangannya serasa melekat dengan ta ngan musuh.

Melihat itu San hoa terus memberi isyarat kepada sumoay- sumoaynya untuk segera menjepit mulai dari kanan kiri dan belakang. Tetapi orang itu cepat bergerak lebih cepat. Secepat kilat ia menarik tangan Sui-hoa, lalu dicengkeram tubuhnya terus diangkat dan diputar-putar untuk menghantam barisan yang hendak menjepitnya. Seketika gemparlah sekalian anakmurid Partai Melati. Mereka sibuk untuk menyingkir. Karena kalau menyongsong, tentu akan melukai sumoal sendiri

"Hm," densus San-hoa serava merogoh ke dalam bajunya. Ia mengambil bubuk Bi cong-hun. obat yang akan membuat orang pingsan apabila mencium baunya.

Tetapi Baju Biru ternyata tajam sekali matanya. Ia daoat menguasai setiap gerak gerik dari kedua belas gadis-gadis itu. Pada saat San hoa merogoh baju, ia sudah curiga. Dan pada saat tangan San-hoa hendak bergerak menimpuk, lapun segera mendahului melemparkan tubuh Sui-hoa kearahnya.

San-hoa terkejut. Lontaran itu amat kuat sekali sehingga tahu-tahu tubuh Sui-hoa sudah melayang tiba. Mau tak mau terpaksa San hoa harus menyambuti karena kalau ia menghindar jelas tubuh sumoynya pasti terbanting ke tanah.

Dan tepat dikala San-hoa menyambuti tubuh Sui-hoa, secepat kilat orang itupun sudah ayunkan tubuh loncat menutuk jalan darah San-hoa. San-hoa rubuh, terus disanggapi orang itu lalu diangkat ke atas dan diputar-putar lagi.

Kali ini barisan anakmurid Partai Melati itu benar-benar panik, Baju Biru memutar-mutar tubuh San hoa dan Sui-hoa bagaikan sepasang baling-baling derasnya.

Anakmurid Partai Melati tertegun kesima,

Mereka benar-benar kehilangan faham dan tak tahu i pa yang akan dilakukan. Pun karena ditutuk jala darahnya, San- hoa tak dapat berkutik dan bersel memberi perintah.

"Berhenti !" tiba-tiba Kim-lian, murid nomor tiga dari Hu Yong siancu, berseru menghentikan orang itu. "Aku mau berhenti kalau engkau sudah menyatakan menyerah !" sahut orang itu.

"Ya, hentikanlah perbuatanmu itu dan nanti kita bicara dengan baik " sahut Kim-lian. Nona ini adalah nona yang melayani pemuda Liok di berakhir mukanya tersiram airpanas gara-gara tingkah laku si Blo'on

Baju Biru ternyata mau menghentikan putarannya : "Ho, untung kalian sudah mau menyerah Kalau tidak, lama kelamaan, anggauta tubuh dari dua orang kawanmu ini tentu akan copot dai persambungannya ?"

Sambil meletakkan tubuh kedua nona itu di tanah, ia berseru : "Bagaimana, apakah kalian sudah menyerah ?”

"Ya ..."

"Tidak ! Tidak' belum selesai Kim-lian berkata, tiba-tiba dari luar paseban terdengar sebuah suara yang parau dan pada lain saat seorang kaki berpakaian wanita, menerobos barisan dan teri tegak menghadapi utusan Thiah-su-kau. Begitu I ba, kakek itu terus menuding Baju Biru.

Halaman 57, 58, 59, 60 ga ada

"Ah, kemungkinan pemuda cakap dan rombongannya itulah yang membakar markas ini " diam-diam ia menimang. Dan cepat ia mendapat akal.

"Hai, pengacau, bukankah kalian yang membakar markas Partai Melati ini ?" tegurnya.

"Hm, itu bukan urusanmu," pemuda Liok menumpas dengan kata-kata. "Siapa bilang bukan urusanku ?" sahut orang Thian-su-kau, "Partai Melati adalah anggauta Thian-su-kau. Aku wajib melindunginya !"

Pemuda Liok terkesiap lalu berpaling kepada Kim-lian : "Nona Sui. benarkah Partai Melati ini menjadi anggauta Thian- su-kau ?"

"Itu bukan urusanmu !" sahut Kim-lian yang rupanya masih marah marah kepada pemuda itu

Pemuda Liok terkesiap,

"Hai, nona cantik," seru kakek Kerbau Putih '"mengapa engkau marah kepada rombongan kami"

"Aku tak marah asal pemuda Liok ini dan si Ah-moy palsu itu mau berlutut minta ampun dengan mencium kakiku !" seru Kim-lian.

"Ah, nona Kim-lian . . " desah pemuda Liok "Aku seorang anak laki, masakan sudi mencium kakimu !" teriak Blo'on.

Soh Hun kisu tiba-tiba melesat maju kehadapan utusan Thian-su kau : "Thian-su-kau hendak menelan dunia persilatan, tentu sudah mempunyai modal kepandaian yang hebat bukan main. Dan engkau sebagai utusannya, tentulah hebat juga kepandaianmu. Aku seorang pertapa tak terkenal, ingin sekali aku mendapat pelajaran dari kau Thian-su-kau yang hendak menjagoi dunia persilatan itu !"

Utusan Thian-su-kau itu terkesiap. Dipandangnya pertapa itu sejenak, lalu berkata : "Siapakah namamu ?"

"Soh Hun kisu."

"Pertapa Pencabut Nyawa ? Uh. Seram” berseru orang Thian su-kau itu, "baiklah, karena namamu begitu seram tentu kepandaianmu seram juga. Aku ingin tahu juga sampai bagaimana seramnya pekerjaanmu sebagai tukang cabut nyawa itu!"

Demikian keduanya segera bersiap. Soh Hu kisu mulai membuka serangan dengan sebuah jurus Thui-jong-ong-gwe atau Mendorong-jendela-melihat rembulan Kedua tangannya menyongsong ke muka untuk mendorong ke dada lawan.

"Hm, betapa sederhana sekali ilmu pertapa ini," dengus utusan Thian-su-kau dalam hati. Kemudian ia mengisar tubuh kesamping lalu secepat kilat menabaskan telapak tangannya ke tangan si pertapa.

Memang jurus Thui-jong-ong-gwe itu jurus yang amat sederhana. Tetapi bukan itu yang akan dilancarkan oleh Soh Hun kisu. Jurus itu hanya untuk memancing lawan. Ketika orang Thian-iu kau itu hendak menabas, segera  Soh  Hun  kisu menarik mundur tangannya lalu secepat kilat ia menerkam ulu hati lawan dongan jurus Hek-hou cau-sim atau Harimau hitam menerkam hati . . .

Orang Thian-su kau itu terkejut melihat gerakan lawan, yang begitu cepat Karena kedua tangannya terlanjur menabas kemuka. maka ia tak sempat untuk menangkis. Dalam ancaman jari maut Suh Hun kisu, utusan berbaju biru itu segera surutkan dadanya kebelakang terus dilanjutkan me rebah kan kepalanya kebelakang sehingga sampai ke tanah.

"Hm, hendak lari kemana engkau," dengus Soh Hun kisu dalam hati. Dan cepat ia maju selangkah lalu ayunkan tinju menghantam sekuat-kuatnya ke perut orang itu !

Baju Biru itu dalam posisi yang berbahaya, kakinya memancang, tubuh dan kepalanya melengkung kebelakang.sampai mencapai tanah. Dan saat itu Soh Hun kisu sudah berada dekat sekali dihadapannya, menghantam perut. Huh . . . tiba-tiba Soh Hun kisn mendesuh kejut ketika pukulannya mengenai angin kosong karena tiba-tiba lawan rebahkan seluruh tubuhnya ketatlah.

Dengan geram, pertapa itu segera menginjakkan kakinya ke tubuh orang. Injakan itu disertai dengan tenaga Cian-kin-tui atau Tindihan-seribu-kati.

"Auhhh . . !"

Terdengar jeritan ngeri. Tetapi bukan dari si Baju Biru melainkan dari Soh Hun kisu. Tubuh pertapa itu terhuyung- huyung seraya mendekap dadanya. Setelah beberapa langkah, iapun rubuh ke tanah.

Sudah tentu sekalian murid-murid Partai Mela dan rombongan Blo'on terkejut menyaksikan adegan itu, Pemuda Liok cepat loncat ketempat pertapa itu. Dirabahnya hidung Soh Hun kisu. ternyaya sudah tak bernapas. Demikianpun denyut jantungnya juga sudah berhenti. Pertapa itu sudah meninggal

Pemuda Liok heran mengapa pertapa itu tak meninggalkan bekas-bekas terluka senjata tajam atau pukulan. la memeriksa dengan teliti dan akhirnya menemukan sebab dari kematian pertapa itu.

Sepasang mata, hidung, mulut dan tenggokan serta dada pertapa Soh Hun tertembus se sebatang jarum emas. Dicabutinya keenam batang jarum emas itu lalu berbangkitlah pemuda Liok.

"Hm, manusia ganas." serunya kepada orang Thian-su-kau yang saat itu sudah berdiri lagi, " begitu kejam engkau mencabut nyawa orang !" "Itu sebagai contoh untuk siapa yang berani menentang Thian-su-kau !" sahut orang itu.

"Hm, terimalah jarum maut kepunyaanmu ini !" tiba-tiba pemuda Liok berseru seraya taburkan keenam jarum maut itu kepada pemiliknya.

"Ha, ha, ini bukan senjata makan tuan tapi senjata kembali kepada tuannya " seru orang Thian su-kau itu seraya kebutkan lengan baju dan tahu-tahu jarum-jarum itu hilang lenyap.

Pemuda Liok terbeliak kaget.

"Hayo, keluarkanlah lagi seluruh kepandaiamu !" seru orang Thian-su-kau itu dengan ini mengejek.

Melihat itu marahlah kakek Lo Kun. Walaupun hanya berkenalan dalam waktu singkat, tetapi ia merasa suka  dengan pemuda Liok itu. Maka melihat pemuda Liok diejek, kakek Lo Kun terus melangkah maju,

"Ho, setan hitam, jangan sumbar-sumbar. Aku yang akan menghajarmu !" seru kakek Lo Kun terus menerjangnya.

Orang Thian su-kau itu terkejut dan maka keraslah dugaannya bahwa kakek itu seorang tak waras. Tetapi iapun terkejut melihat gerakan si kakek yang begitu cepat dan dahsyat. Terpaksa ia menghindar.

Tetapi kakek Lo Kun tetap membayangi Sedemikian pesat sekali kakek itu menyambar hingga orang Thian-su-kau itu hampir tak mempunyai kesempatan untuk bernapas.

"Celaka," diam-diam orang itu mengeluh "kakek limbung ini ternyata hebat sekali kepandaiannya Kalau tak gunakan senjata rahasia, aku bisa celaka . . . " ' Memang Lo Kun telah menggunakan ilmu pe-dang Tui hong-kiam atau Pedang-pemburu angin. Hanya dia tak memakai pedang melainkan dengan tangan kosong saja.

Pada saat Lo Kun ayunkan tangannya hendak menabas leher orang, orang itupun gunakan jurus Thiat-pian kio atau Jembatan-besi. Menekuk tubuh kebelakang sampai kedua tangan menjamah tanah Kemudian pada saat tangan Lo Kun menyambar lewat diatas tubuhnya, tiba-tiba orang itu menggeliat bangun seraya taburkan sebatang pisau tipis.

Lo Kun yang saat itu sedang miringkan tubuh dan berpaling kekiri mengikuti gerak tangannya yang menyambar angin tadi, terkejut sekali karena melihat benda mengkilap putih menyambar ke dadanya.

"Awas hui-to, kakek !" tiba-tiba pemuda Liok berseru memberi peringatan kepada Lo Kun,

Lo Kun cepat loncat mundur tetapi ia menjerit kaget ketika dada bajunya penuh dengan hamburan rambut hitam. Dan ketika merabah jenggotnya ia makin berjingkrak : "Celaka, jenggotku hilang ... I"

"Terimalah ini. pengecut !" tiba-tiba kakek kerbau Putih terus loncat menerjang orang Thian-su-kau.

Orang itu terkejut lagi. Tamparan kakek rambut putih ini hebat dan berbahaya. Ia cepat-cepat menghindar tetapi agak terlambat. Plak, kepalanya tertampar dan kain penutup kepalanya jatuh ke tanah.

"Bagus, kakek Kerbau Putih !" Blo’on berteriak kegirangan,"hajar saja orang itu !"

Orang Thian-su-kau itu tegak berdiri dengal wajah merah padam. Sepasang matanya berkilat-kilat memandang kakek Kerbau Putih. Ia merasa terhina sekali karena kain kepalanya tertampar.

"Hm, kakek bungkuk,” serunya dengan mata berapi-api "jangan kira engkau sudah dapat mengalahkan aku. Tahukah enckau apa yang kupegang ini?”

Kakek Kerbau Putih memandang kearah benda yang dipegang orang itu, lalu berseru: "Ho, apakah bukan sebatang tongkat ?"

"Benar." sahut orang itu, "tahu namanya ?” "Tongkat orang buta !" seru kakek Kerbau Putih "Hm, inilah tongkat ajaib Cian-gok-kui"

"Apa artinya ?" seru kakek Kerbau Putih. "Seribu iblis menangis ..."

---ooo0dw0ooo---
DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar