Pendekar Bloon Jilid 07 Putera raja

Jilid 7 Putera raja

Blo'on tercengang heran melihat kakek pendek itu tiba-tiba tertawa keras.

"Mengapa engkau tertawa ?" tegurnya.

"Aku tertawa karena geli. Geli engkau hendak memikat aku dengan harta itu ! Kalau aku mau, bukankah dulu-dulu sudah kuambil semua. Kubiarkan si raksasa itu mati kelaparan lalu aku pergi ke kota

"Lho, setan tua, engkau hendak pindah ? A-pa engkau sudah mengaku kalah ?" tiba-tiba pula kakek Kerbau Putih berseru. Kakek Lo Kun deliki mata : "Goblok Siapa yang mau pindah

? Aku tak sudi pindah dari bini. Aku mau menunggu engkau sampai mati, baru aku pikir-pikir lagi."

Blo'on menyengir kuda Ia malu karena disemprot oleh kakek Lo Kun.

"Engkau seorang kakek setya," akhirnya ia memuji, "nanti kalau aku pulang ke istana, akan kulaporkan jasamu kepada raja ..."

"Jangan !" teriak kakek Lo Kun pula, "apa itu jasa ! Engkau tahu siapa aku ini T'

"Aku baru kenal sekarang, bagaimana aku tahu dirimu siapa?" jawab Blo'on.

"Dengarkan," kata kakek itu, "aku adalah pengawal peribadi dari Cu Gjan-ciang yang kemudian menjadi raja Beng yang pertama Setelah jadi raja, Cu Goan-ciang mengangkat aku sebagai kepala Gi-lim-kun (bayangkara istana) dengan pangkat Ciangkun (jenderal) ..."

la berhenti sejenak lalu melanjutkan : "Sesungguhnya aku malu melihat tubuhku yang pendek. Para anggauta Gi lim kun bertubuh tinggi besar dan kekar. Tetapi mereka takut kepadaku. Mereka menyebut aku "tayjin" (paduka tuan). Kutolak Karena tubuhku pendak kecil, kusuruh mereka menyebut "siau-jin" (orang rendah). Mereka tertawa tetapi tak berani dimukaku, melainkan dibelakang-ku. Pun ketika raja mengumumkan kenaikan pang \katku menjadi ciang-kun (jenderal), orang yang menghormat aku dengan panggilan 'ciangkun' kumarahi dan kusuruh bilang ‘lo-kun' saja. Hingga sampai sekarang aku disebut orang Lo Kun."

"Pada suatu hari, raja memanggil aku. Aku disuruh menikah dengan gadis atau wanita mana saja yang kupilih. Tetapi raja Beng Thay-cou itu kubantah habis-habisan : "Buat apa kawin?"

"Eh, Lo Kun, engkau sudah cukup tua. Engkau harus beristeri supaya punya anak. Besok kalau engkau tua atau sakit, biar ada yang merawat," kata baginda.

"Tidak bisa," aku membantag. "aku malu. Diriku begini pendek, masa ada wanita yang mau?

"Jangan kuatir," kata baginda, "aku yang mencarikan wanita itu. Tentu dia mau dan engkau tentu puas mendapat isteri cantik."

"Tidak bisa." kubantah lagi, "aku kasihan." "Kasihan kepada siapa ?"

"Kasihan kepada isteriku dan anakku. Isteri-ku tentu malu mempunyai suami orang kate. Anakku tentu besok juga pendek. Dia pun akan menderita ejekan orang. Lebih baik aku sendiri saja yang menanggung."

"Lo Kun, jangan membawa kemauanmu sendiri engkau harus kawin dengan wanita yang kupilihkan !" akhirnya baginda marah. Dan terpaksa aku menurut.

"Aku dinikahkan dengan seorang puteri tiko-jin (residen) wilayah Siamsay," kakek Lo Kun melanjutkan kisahnya. "katanya, puteri itu cantikdan pandai masak, pandai menjahit dan pintar menggubah syair ..."

"Setan tua, rejekimu besar sekali !" tiba-tiba kakek Kerbau Putih menyelutuk.

"Jangan memutus ceritaku, kerbau tua, kakek Lo Kun deliki mata. Lalu melanjutkan lagi : "Dengan diantar oleh rombongan pembesa kerajaan, aku menuju ke Siam-say. Upacara dilakukan besar-besaran sampai tujuh hari tujuh malam sehingga aku tak sempat menjenguk isteriku Aku sibuk menerima ucapan selamat dari para penv be«ar daerah dan orang-orang terkemuka. Setelah tujuh hari, kusuruh rombongan pengiringku pulang dulu. Sebulan lagi aku bersama isteri baru kembali ke kota kerajaan.

Demikian pada malam itu, akupun masuk ke dalam kamar pengantenku. Ya, isteriku yang muda dan cantik akan kupeluk dan kucium sepuas-puasnya. Ah. ah. celaka . . hatiku mulai berdebar-debar lagi seperti hari itu . , . " tiba-tiba kakek Lo Kun mendekap dadanya. Rupanya karena membayangkan peristiwa malam pengantinnya ia menjadi tegang lagi.

"Kamar pengantin hanya diterangi dengan sebatang lilin yang redup. Ranjangnya dicat meral dengan ukir-ukiran gambar naga dan burung cenderawasih emas. Kain selambunya bersulam bunga dan bidadari. Kain sprei dan bantalnya, aduh mak . . . putih bersih dengan sulaman bunga seruni yang timbul. Baunya harum bukan buatan. Ai, baru pertama itu seumur hidupku, akan tidur dalam ranjang yang begitu indah . . .”

Blo'on, Somali dan kakek Kerbau Putih terlongong-longong mendengarkan.

"Isteriku belum tidur. Masih duduk ditempat tidur menunggu aku," kata kakek Lo Kun pula, aku kuatir membikin kaget dia maka dengan berhati-hati aku berjalan berjingkat- jingkat menghampirinya ”

"Aneh," pikirku, "waktu bertemu dalam upacara pernikahan, kulihat isteriku itu seorang nona yang bertubuh langsing kecil, berkulit putih seperti salju. Tetapi saat itu. kulihat tubuhnya gemuk. Apakah selama dalam waktu tujuh hari saja, orang dapat berobah gemuk sekali ? Dan kulihat pula kulitnya tidak seputih tujuh hari yang lalu. Agak merah. Eh, ternyata sampai saat ia berada dalam kamar pengantin, ia masih memakai kerudung muka. Ho. tentu kerudung itu mempelai lelaki yang membuka. Selama mempelai lelaki tak membuka. mempelai perempuan harus tetap memakainya...”

"No .... eh, isteriku, .mengapa engkau tak tidur lebih dulu?" tegurku dengan seramah-ramahnya

Isteriku diam saja, Oh, dia tentu marah, pikirku.

"Isteriku, maafkanlah aku," aku dengan tertawa merayunya, "karena tetamu-tetamu tak habis-habisnya pulang dan pergi, pergi satu datang lima, aku sampai loyo menerima pemberian selamat mereka. Perutku sampai mulas karena terus menerus harus menemani mereka minum arak pengantin ..."

Isteriku tetap diam

"Maaf, isteriku, kutahu bagaimana perasaanmu sebagai pengantin baru Ecgkau tentu kesepian dan kesal hati karena menunggu kedatanganku. Ah, sekarang aku sudah datang, isteriku. Malam ini kita benar-benar akan teranggap sebagai suami isteri, sampai kakek-kakek nenek-nenek . . .

Tetap ia diam saja.

"Isteriku, betapa bahagia kita nanti. Punya anak laki yang bagus, anak perempuan yang cantik, punya cucu, buyut, cicit .

. . ai. tiap tahun baru mereka asan berkunjung ke rumah kita dan menghaturkan selamat kepada kita. Anak, menantu, cucu- cucu sayang pada kita. Kalau sudah tua kita tak perlu kerja. Anak cucu yang akan memelihara!

"Eh, mengapa engkau diam saja, isteriku? Apakah engkau masih marah kepadaku ? Oh, aku memang bersalah, tak segera datang kesini sampai tujuh hari Ya. ya, isteriku, aku akan berlutut dan memberi hormat kepadamu, sampai engkau mencegah baru aku berhenti. Nah, aku mulai ..."

"Aku terus berlutut dibawah kaki isteriku dan paykui (memberi hormat dengan menundukkan kepala sampai ke tanah). Sekali, dua kali, tiga, empat, lima samyai sepuluh, terus duapnluh tiga empat, limapuluh, lama-lama meningkat sampai seiatus kali dan terus saja aku paykui . . .

"Hampir dua jam lamanya aku memberi hormat dengan menunduk dan mengangkat kepala itu tetap isteriku diam saja. Lama kelamaan aku pusing Kalau terus menerus jengkang-jengking begitu aku bisa pingsan. Aneh, mengapa dia diam saja ? Apakah dia benar-benar marah sekali kepadaku ?"

Karena memikir begitu, aku tak dapat menahan sabar lagi dan berseru: "O, isteriku, aku sudah kapok. Tak berani menyiksa engkau lagi. Suruhlah aku berhenti, isteriku, biar aku jangan pusing Kalau aku pingsan, bukankah engkau sendiri yang akan sibuk menolong. Sudahlah, isteriku, perintahkanlah supaya aku berdiri ..."

Walaupun aku meratap-ratap minta ampun tetap isteriku diam saja. Lama kelamaan, aku tak kuat. Pikirku : "Hm, baru jadi mempelai baru sudah begitu kejam menyiksa aku. Kalau sudah jadi isteriku, kelak kepalaku tentu diinjak-injak. Hm, suami harus keras, harus berwibawa, supaya isteri takut dan menghormati. Mumpung masih baru, dia harus kuajar adat ..."

Tanpa menunggu perintahnya, akupun serentak bangun dan berdiri bercekak pinggang dihadapannya.

"Hai, engkau seorang isteriku yang kurang ajar ! Mengapa engkau berani suruh suamimu terus menerus paykui dibawah kakimu. Jangan engkau membanggakan dirimu puteri ti-koan (residen) dan bertingkah seperti puteri raja ! Aku juga seorang jenderal pasukan Gi-lim-kun keraton. Aku bisa cari lain isteri yang lebih cantik dari engkau. Tetapi aku tak mau, aku lebih suka kepadamu. Asal engkaupun jangan sewenang-wenang kepadaku. Bukankah kita harus rukun ? Apakah engkau tak malu kalau anak-anak dan cucu-cucu kita melihat kita bertengkar ?"

Namun isteriku tetap duduk diam.

'Isteriku, ya aku memang bersalah. Aku bersumpah takkan menelantarkan engkau lagi. Jangan merusak malam pengantin kita dengan pertengkaran. Marilah kita nikmati kebahagian sebagai suami isteri ..." karena dia diam saja. akupun tak mau menunggu jawabannya, terus saja kudekap tubuhnya dan kupeluknya.

Aku girang karena dia diam saji. Kuanggap tentu dia sudah memaafkan. Tetapi diam-diam aku pun heran mengapa tubuhnya terasa dingin.

"Isteriku, kita sudah menjadi suami isteri, tak perlu engkau malu-malu kepadaku. Bukalah kerudung mukamu, biar kunikmati betapa indah kecantikan mu. kelak kalau kembali ke kota raja, aku tentu bangga karena tiada seorang puteri dalam istana yang dapat menandingi kecantikanmu ....

Masih, saja nona itu diam. Akhirnya aku tak tahan lagi. Kuulurkan tangan dan membuka kain kerudung yang menutup nona pengantinku itu.

"Aduh, mati aku . . . ," aku loncat mundur sampai beberapa langkah. Kejutku seperti disambar petir karena melihat wajah isteriku itu. Bukan lagi puteri ti-koan yang kecantikannya seperti bidadari turun dari kahyangan. Melainkan seorang nona berkulit hitam yang buruk. wajah Matanya bundar besar, hidung besar, mulut lebar, gigi menonjol.

"Siapa engkau!" teriakku kalap. Tetapi perempuan itu diam saja. Dengan marah kuhampiri terus hendak kupukul. Tetapi karena dia tetap diam saja, aku curiga dan batal memukul. Kupegang tubuhnya ternyata kaku tak dapat berkutik. Ah, haru kuketahui kalau dia telah ditutuk jalan darah-nya hingga tak dapat bergerak dan bicara.

Segera kutolong dan kubuka jalan darahnya Lalu kutanyai. "Maaf, paman kate," tiba-tiba ia berkata dengan menangis.

Hampir kutampar kepalanya karena dia menyebut aku paman kate. Tetapi karena dia menangis, akupun terpaksa menahan kesabaran. Kusuruh dia menceritakan dirinya.

"Aku sebenarnya seorang gadis desa. Rumahku dibalik gunung. Pada suatu hari ketika mencari kayu di hutan, aku diculik seorang lelaki. Aku dipukul sampai pingsan. Ketika tersadar, aku sudah berada disini. Tetapi waktu hendak menjerit mulutku tak dapat bicara. Pun aku tak dapat bergerak. Untung engkau datang "

"Siapa yang menculikmu ?" tanyaku. "Seorang lelaki tetapi tak kuketahui wajahnya karena dia msnyergapku dari belakang," kata perempuan itu, "eh, paman kate, mengapa tadi engkau memeluk aku dan menyebut-nyebut isteri kepadaku ?"

"Huh ?" aku menggeram.

"Ya, biarlah, walaupun engkau bertubuh pendek, tetapi aku suka jadi isterimu ..." nona itu terus memegang lenganku dan menarik kedadanya. Karena terkejut aku kena ditarik dan jatuh kedalam pelukannya.

"Aduh mak . . . tiba-tiba hidungku mencium bau yang luar biasa apeknya. Ternyata dadanya berkeringat dan keringat itu menusuk lubang hidung Karena tak tahan baunya, kudorong nona itu terjungkal kebawah ranjang. Aku terus lari keluar.

Aku mengamuk. Ti-koan kuhajar, pegawai dan siapa saja yang ketemu aku, tentu kupersen dengan tinju dan sepakan. Tikoan merintih-rintih minta ampun dan menanyakan apa kesalahannya.

"Lihatlah, ke kamar pengantin. Anakmu berobah jadi setan .

. . !" habis berkata aku terus lari. Tak tahu mana yang akan kutuju. Pendek kata, aku malu, aku harus lari sejauh jauhnya dari manusia. Dan sejak itu. aku tak sudi melihat orang perempuan lagi ....

Blo'on, Somali dan kakek Kerbau Putih mendengarkan cerita itu dengan terlongong-longong. Mereka geli tetapipun merasa kasihan atas nasib kakek Lo Kun.

"Lalu bagaimana engkau dapat bertemu raja Ing Lok lagi dan disuruh membawa aku kemari?" tanya Somali.

"Itu hanya secara kebetulan. Ketika baginda sedang berburu di hutan, dia melihat aku sedang menangkap seekor harimau hitam. Segera aku di-panggil dan dibawa pulang ke kota raja. Tetapi tak lama kemudian terjadi peristiwa engkau dengan selir raja itu. Aku disuruh baginda memenjarakan engkau disini," kata kakek Lo Kun.

Blo'on tak mau mendengarkan pembicaraan mereka. Ia menuju ke pintu biru. Melihat itu kakek Lo Kun cepat memburu. "Jangan masuk kepintu ini," ia menghadang di depan pintu. "Mengaya ?" tanya Blo'on.

"Tidak ada isinya "

"Aneh," kata Blo'on pala, "kalau tak ada isinya. mengapa engkau melarang aku masuk ?" tanya Blo'on pula.

"Baginda yang memerintahkan !"

"Tetapi bukankah aku putera raja?" kata Blo'on lalu berpaling kepada Somali, "hai, Somali, benar tidak aku ini putera raja ?"

"Benar," kata Somali, "siapa yang tak percaya omonganku, tentu akan kuhajar !"

"Tuh dengar tidak, Lo Kun," kata Blo'on, "karena aku putera raja, akupun berhak masuk ke dalam ruang ini."

"Kalau engkau nekad, terserah saja ..... kakek Lo Kun menyingkir ke samping.

Blo'on membuka pintu. Gelap di dalamnya Pintu direntang lebar agar penerangan dari luar masuk.

"Hai . . . !" Blo'on menjerit dan loncat keluar lagi. "Mengapa ?" tanya Somali.

"Peti mati !" sahut Blo'on.

"Ha, ha," Lo Kun, tertawa "sudah kukatakan jangan masuk, tetapi engkau tetap mau masuk Nah. silahkan lihat peti itu.”

Blo'on menyengir. Ia hendak menutup pintu lagi tetapi tiba- tiba Somali marah: "Di negeriku, raja itu seorang pemberani. Apa yang dikatakan tentu dilaksanakan. Engkau putera raja, mengapa berani membuka pintu tak berani masuk ?" Seketika tegaklah semangat Blo'on, serunya "Siapa bilang aku tak berani ?" ia terus melangkah maju menghampiri peti mati.

Somali mengikuti dibelakangnya. Tetapi kedua kakek masih menunggu diluar.

"Somali, bukalah peti itu !" Blo'on membei perintah. Dan Sornalipun segera melakukan.

Ternyata peti itu tidak dipaku. Somali yang bertenaga besar, dapat mengangkat tutup peti. Dai karena tubuhnya tinggi maka walaupun duduk kepalanya masih cukup tinggi untuk melihat apa yang terdapat peti mati itu.

"Oh, engkau . . ," tiba-tiba Somali memeluk tepi peti dan hendak berusaha berdiri. Tetapi tak dapat karena kedua kakinya sudah tak bertenaga lagi.

"Sun kuihui . . . oh, engkau disini . . ." Somali meratap- ratap dan memanggil-manggil nama Sun kuihui. Sun adalah nama orang dan kuihui artinya selir raja.

Blo'on heran, tegurnya : "Sun kuihui ? Apakah itu ?" "Lihatlah dalam peti ini ... "

Blo'on maju menghampiri dan melongok ke dalam peti. Ternyata dalam peti itu terisi dengan sebuah peti kaca. Didalam peti kaca tampak rebah seorang wanita muda yang cantik dan berpakaian indah. Wanita itu meramkan mata seperti orang tidur.

"Wanita . . . !" teriak Blo'on.

"Benar," sahut Somali, "itulah Sun kuihui". "Apa itu Sun kuihui ?" tanya Blo'on. "Sun nama wanita itu dan kuihui ialah selir raja. Dia memang selir yang paling dicintai raja Ing Lok."

"O, lalu mengapa engkau menangis seperti anak kecil ?" tegur Blo'on pula.

"Ah, karena dialah maka aku sampai dipenjara disini ..."

Saat itu kakek Lo Kun dan kakek Kerbau Putihpun menghampiri masuk. Disini mendengar kata-kata Somali, kakek Lo Kun menyelutuk : "Hai. siapa

Dengan bercucuran airmata Somali menerangkan bahwa selir raja yang menjadi gara-gara ia dihukum baginda, ternyata berada dalam peti mati itu.

"O," kakek Lo Kun berteriak kaget, "jadi peti itu  berisi mayat ? Ketika baginda mengutus orang untuk menyimpan peti itu, aku tak diberitahu apa isinya. Hanya aku dilarang masuk ke dalam ruangan ini."

Habis berkata kakek Lo Kun terus melongok kedalam peti. Dia melihat jenazah yang berada dalam peti kaca, kakek itu terbelalak sampai beberapa saat. Kemudian ia lari keluar mengambl lampu.

"Aneh, mengapa wanita ini mirip dengan puteri tikoan Siam-say yang menjadi calon pengatinku itu?" beberapa saat setelah menyuluhi peti kaca dengan lentera, kakek Lo Kun berkata seorang diri.

"Lo Kun, jangan gila-gilaan engkau," seru Somali, "dia adalah Sun kuihui, selir yang paling dicintai raja Ing Lok. Aku tergila-gila dengan kecantikannya yang gilang gemilang sehingga malam aku nekad masuk ke dalam kamarnya. Ketika di negeriku, aku telah mempelajari semacam ilmu mantra yang dapat menghilangkan kesadaran pikiran orang. Dengan ilmu mantra itu aku dapat menguasainya "

"Huh, jangan jual kentut busuk '" bentak kakek Lo Kun,"masakan wanita secantik itu sudi dengan lelaki macam dirimu !"

"Benar." sahut Somali, "tetapi aku mempunyai ilmu mantra yang dapat membuatnya menurut apa yang kukehendaki. Kupeluknya, kuciumi sepuas-puas hatiku "

"Dia diam saja ?" teriak Lo Kun. "Diam dan paserah . , . "

Duk . . . tiba-tiba kakek Lo Kun menghantam dada Somali. Karena tak menduga dan jaraknya dekat, Somali terjungkal kebelakang.

"Lo Kun, mengapa engkau menghantamnya" teriak Blo'on. "Kurang ajar, dia berani menghina wanita Itu. Wanita itu

benar-benar  mirip  dengan  calon  pengantinku.  Masakan dia

berani menciumi semau-maunya " teriak kakek Lo Kun.

Kakek Kerbau Putih kasihan kepada Somali. Buru-Buru ia menolong membangunkannya supaya duduk.

"Lo Kun, mengapa engkau memukul aku?" teriak Somali. "Karena engkau berani menciumi calon pengantinku," sahut

kakek Lo Kun.

"Siapa calon pengantinmu ?"

“Wanita yang tidur dalam peti kaca itu," sahur kakek Lo Kun, "dia seperti pinang dibelah dua dengan calon pengantinku yang hilang itu. Kemungkinan memang dia !" "Engkau gila !" teriak Somali, "dia Sun kuihui, selir raja Ing Lok !"

"Tidak peduli !" kakek Lo Kunpun berteriak tak kalah kerasnya, "pokok wajahnya sama dengan calon pengantinku yang hilang itu."

Kakek Kerbau Putih melerai: "Sudahlah kakek gila, jangan mengacau. Biarkan Somali melanjutkan ceritanya lagi."

Sornalipun berkisah lagi : "Setelah kuciumi, nafsuku makin berkobar-kobar. Aku tak dapat menekan perasaanku lagi. Sun kuihui terus kupondong dan kubawa kedalam ranjang. Pakaiannya kulepaskan semua . . . "

"Dia diam saja ?" "Diam dan paserah ..."

Duk . . . kakek Lo Kun menghantam dengan marahnya. Tetapi kali ini karena Somali sudah berjaga jaga, maka ia dapat menangkis. Pukulan Lo Kun dapat ditahan tetapi Sornalipun meringis kesakitan.

"Kubunuh engkau jahanam!" kakek Lo Kun makin kalap. Ia terus hendak menanduk orang Persia itu dengan kepalanya. Huh . . . tetapi ia merasa tubuhnya dipegang kuat-kuat dari belakang sehingga ia tak dapat maju.

Lo Kun berdiri tegak dan berpaling. Ketika melihat kakek Kerbau Putih berada dibelakangnya, meluaplah kemarahannya: "Hai, Kerbau, apakah engkau hendak membelanya ? Jangan kuatir, kerbau, sekalipun engkau maju berdua dengan dia, aku tetap dapat melayani !' 

Biasanya kakek Kerbau Putih itu juga linglung. Tetapi entah bagaimana, saat itu rupanya pikirannya terang. Dia tak mau meladeni tantangan kakek Lo Kun. "Setan tua, mengapa engkau seperti anak kecil ? Kalau mau mengajak berkelahi harus menurut aturan? Bukankah kita sudah menetapkan perkelahian itu hanya dilakukan setahun sekali?" serunya, "Jangan salah faham. kenalpun baru sekarang dengan raksasa itu masakan aku hendak membelanya. Tetapi tingkahmu itu tidak benar. Wanita dalam peti itu bukan isterimu. Dia adalah selir raja, mengapa engkau marah terhadap raksasa Somali ?"

"Teapi dia serupa benar dengan calon pengantinku ?" bantah Lo Kun.

"Ah, itu perasaanmu sendiri," kata kakek Kerbauu Putih lalu berkata kepada Somali, "teruskan ceritamulah."

"Ketika sudah hampir tercapai apa yang kuinginkan tiba-tiba pintu didobrak dan selusin si-wi (penjaga istana) menerobos masuk terus meringkus aku dan Sun kuihui. Aku tertangkap basah. Baginda marah sekali dan menitahkan supaya aku dipenjarakan seumur hidup dibawah jurang ini . . .”

"Ha, ha, benar, benar! Memang demikianlah ganjaran orang yang berani mengganggu selir raja, " kakek Lo Kun tertawa girang.

"Engkau tak tahu kalau Sun kuihui juga berada disini ?" tanya kakek Kerbau Putih.

"Sama sekali tidak. Andaikata tahu, tentu aku mengamuk." kata Somali.

"Engkau bangsat, Somali !" tiba-tiba kakek Lo Kun kumat penyakitnya lalu menendang Somali. Plak . . . karena tak menduga, Somali mencelat sampai dua langkah kebelakang.

"Bangsat kate, mengapa engkau menyerang aku lagi ?" teriak Somali dengan marah. "Engkaulah yang .mencelakai wanita itu sehingga dia turut dihukum oleh raja!" teriak Lo Kun,

"Ho, aku sudah amat menderita sekali menerima hukuman raja. Mengapa engkau ikut-ikutan hendak menyakiti diriku ? Apakah engkau berhak?"

'"Berhak," sahut kakek Lo Kun, "karena wanita itu serupa benar dengan calon pengantinku yang hilang."

"Setan tua ..." teriak kakek Kerbau Putih. Tetapi belum habis dia berkata, kakek Lo Kun sudah deliki mata kepadanya: "Ho, kerbau, engkau hendak membelanya lagi ? Kalau begitu, kuajukan saja waktu pertandinnan itu. Tidak satu tahun lagi tetapi sekarang juga !"

Habis berkata kakek linglung itu terus sing-singkan lengan baju bersiap-siap.

"Lo Kun, jangan berkelahi !" seru Blo'on, "engkau dengar tidak perintahku. Aku putera raja”

Lo Kun menurut, tetapi kakek Kerbau Putih masih penasaran, serunya : "Lo Kun. mengapa engkau begitu ngotot mengaku selir raja itu seperti calon pengantinmu?"

"Sudah tentu", sahut kakek Lo Kun, "dia memang menyerupai sekali dengan puteri ti-koan yang dinikahkan dengan aku itu. Kalau tak percaya, lihatlah sendiri !"

Karena ingin tahu kakek Kerbau Putihpun menghampiri peti mati dan melongok isinya.

"Astaga ." kakek Kerbau Putih menjerit dan loncat mundur.

Sikapnya amat tegang sekali, tubuhnyapun gemetar.

"Mengapa engkau ?" tegur kakek Lo Kun karena heran melihat tingkah laku kakek rambut pulih itu. "Dia ... dia ... "

"Setan, dia bagaimana ? Apa engkau anggap dia jelek rupanya ?" seru kakek Lo Kun.

"Dia mirip dengan nona yang kucintai . . ,"

Plak . . . tiba-tiba kakek Lo Kun ayunkan tangan menampar kepala kakek Kerbau Putih: “Kurang ajar engkau kakek gila ! Engkau berani mengaku dia sebagai kekasihmu ?"

Karena tak menyangka, kakek Kerbau Putih tersurut selangkah. Kemudian dengan mata merah padam ia memberingas : "Setan tua, dia benar seperti kekasihku, puteri seorang ti-koan dari Hong-yang hu !"

Lo Kun beranjak hendak maju menyerang lagi tetapi tiba- tiba punggungnya dijotos Somali, duk.... karena tak menyangka dan jaraknya dekat, kali i-ni kakek Lo Kun harus merasakan betapa rasanya orang yang jatuh tengkurap mencium tanah ...

Dia tengel-tengel bangun lalu berputar tubuh menghadap Somali: "Somali. mengapa engkau memukulku”

"Karena engkau juga liar," jawab Somali, "bukankah engkau juga hendak menyerang kakek itu?"

"Ho, jelas kalian berdua memang sudah bersekongkel hendak melawan aku." gumam kakek Lo Kun," tadi si kerbau yang membela engkau sekarang engkau yang membela dia."

"Lo Kun, jangan berkelahi !" tiba-tiba Blo'on menyelutuk, "dengarkan dulu keterangan kakek kerbau mengapa dia mengaku wanita itu kekasihnya. Hayo, kakek rambut putih, ceritakanlah riwayatmu", Kakek Kerbau Putih menurut, dia bercerita : "Dahulu semasa muda, aku tidak sejelek ini. Aku seorang pemuda yang cakap dan pintar. Aku ini anak siapa, kalian tahu ?"

"Tidak," sahut Blo'on.

"Aku ini sebenarnya anak seorang ti-koan (lurah) Ayahku kaya dan berkuasa Aku disuruh belajar ilmu sastera agar kelak dapat menggantikan kedudukan ayah. Bahkan kalau dapat, bisa mencapai pangkat yang lebih tinggi lagi. Tetapi aku tak suka ilmu sastra, aku lebih senang belajar ilmu silat. Ayah menuruti permintaanku, mengundang seorang guru silat untuk mengajar aku. Sejak memiliki kepandaian silat, aku mulai nakal. Aku sering kelayapan di luar dan sering berkelahi. Karena aku anak tihu, tak ada orang yang berani menentang. Aku makin binal. Kupelihara beberapa gerombolan pemuda jago berkelahi. Selain mabuk, judi akupun suka mengganggu wanita.

Pada suatu hari ketika malam Keng-thi-kong siau Sembahyang Tuhan Allah, banyaklah gadis-gadis yang keluar untuk bersembahyang ke keleteng. Tay-im si merupakan kelenteng yang terbesar diwilayah Siamsay. Pada malam itu ramai sekali orang datang berkunjung untuk bersembahyang. Kuajak anakbuahku pesiar ketempat itu. Menikmati gadis- gadis pingitan yang jarang keluar dari rumah.

Ditengah tengah keramaian, tiba-tiba datang sekelompok lelaki berpakaian seragam, memikul sebuah tandu. Empat orang lelaki yang berjalan di muka tandu, berteriak teriak sambil mengayun-ayunkan tongkat untuk menyuruh orang- orang memberi jalan. Tandu masuk kedalam kelenteng dan turunlah seorang gadis yang cantik sekali.

Saat itu hatiku seperti melonjak-lonjak ingin mendekati gadis jelita itu. Dari beberapa orang, kudapat keterangan bahwa gadis jelita itu ternyata puteri tihu. Ayahku hanya seorang ti-koan, kalah tinggi kedudukannya. Tetapi aku sudah terlanjur mabuk kepayang. Aku harus mendapatkan gadis jelita itu, dengan jalan dan pengorbanan apapun juga. Demikian tekad hatiku.

Kuikuti rombongan pengawal tandu itu sampai ditempat kediaman tihu. Gedung tihu dijaga ketat sekali. Tetapi aku nekad. Dengan jalan menyelundup dari pagar tembok belakang, aku berhasil masuk ke gedung tihu. Dengan susah payah akhirnya dapat kutemui kamar jelita itu . . . .

Kakek Kerbau Putih berhenti sejenak, lalu melanjutkan lagi : "Bermula nona itu kaget dan hendak menjerit. Tetapi cepat kuberikan pisauku kepadanya. Dari pada menjerit, kusuruh dia membunuh aku saja.

"Tentu engkau dibunuhnya, kerbau !" teriak kakek Lo Kun. 'O, tidak, tidak," seru Kerbau Putih, "memang saat ini aku

tak keruan ujutku. Tetapi pada masa itu aku seorang pemuda yang cakap dan ganteng. Dengan tutur bahasa yang lembut dan sikap yang sopan santun, jelita itu tertarik denganku. Ia lebih girang ketika mengetahui bahwa aku putera tikoan.

Sejak malam itu, berkali-kali aku mengadakan pertemuan gelap dengan jelita itu. Kita makin mencintai satu sama lain. Akupun bersumpah dihadapannya. jika tak menikah dengan dia, lebih baik aku mati atau takkan menikah seumur hidup.

Tetapi kisah asmara kita tak berlangsung lama. Cong-tok (gubernur) memberi tahu kepada ti-hu ayah gadis itu bahwa puterinya akan diambil isteri oleh seorang pembesar kerajaan. Aku gelisah bukan main. Akhirnya aku nekad. Kekasihku itu harus kubawa lari. Lalu kuculik seorang gadis desa, setelah kututuk jalan darahnya lalu kubawa kedalam gedung residen dan kutukarkan dengan puteri ti-hu. Bermula kekasihku takut melarikan diri tetapi serta kuancam, apabila dia tak mau menurut kehendakku lebih baik aku mati bunuh diri di hadapannya, akhirnya ia menurut juga. Tengah malam aku berhasil membawa puteri ti-hu pergi. Tetapi akupun takut pulang kerumah karena kuatir ayah akan marah dan terembet dengan urusan ini.

"Aku hendak membawa kekasihku pergi jauh ke sebuah tempat tak dikenal orang." kata kakek Kerbau Putih melanjutkan ceritanya, "tetapi ketika lewat di gunung Hok-gu- san, aku telah dihadang oleh gerombolan penyamun. Mereka berjumlah lebih banyak dan aku hanya seorang diri. Akhirnya aku dapat diringkus lalu dilempar kedalam jurang.

"Lalu bagaimana dengan nona itu" tanya Somali

"Dia dibawa oleh mereka!" kakek Kerbau Putih menghela napas panjang, "untung aku masih hidup, ah, tetapi sebenarnya lebih baik aku mati saja."

"Mengapa ?” tanya Somali.

"Karena sejak itu, wajahku yang cakap hancur punggungku bungkuk begini. Karena malu bertemu orang, aku bersembunyi didasar jurang gunung Hok gu-san," kakek Kerbau Putih mengakhiri, ceritanya.

"O, engkau juga bernasib malang." kata kakek Lo Kun, "hai

. . . tetapi mengapa eagkau mengaku wanita dalam peti kaca itu sebagai kekasihmu?”

"Memang benar dia kekasihku !" teriak kakek Kerbau Putih. Lalu tiba-tiba ia memandang Somalil "hai, Somali, mengapa engkau mengatakan kalau wanita itu Sun kuihui selir raja Ing Lok ?" "Tentu saja", sahut Somali, "akulah yang tahu paling jelas !" "Engkau tahu asal usul dia diambil selir raja ?"

"Ya, pada suatu hari, ketika mengikuti baginda memadam- kan pemberontakan suku Biau didaerah Sinkiang seoraug kepala kampung daerah itu telah menghaturkan seorang gadis cantik yang di akunya sebagai anaknya. Baginda amat tertarik sekali dengan kecantikan gadis itu. Gadis itu dibawa pulang ke kota raja dan diangkat menjadi Sun kuihui."

"Tetapi jelas dia adalah kekasihku. Aku dapat mengenali ciri-cirinya," bantah kakek Kerbau Putih.

"Bagaimana cirinya ?"

"Diatas mulutnya, mempunyai sebuah tahi lalat."

"Tetapi akupun tahu jelas akan ciri-ciri dari Sun kuihui yang pernah kupeluk itu. Di dadanya sebelah kiri terdapat sebuah tahi lalat ..."

"Bagaimana engkau tahu?" teriak kakek Kerbau Putih. "Tentu saja tahu karena bajunya saat itu telah kulepas ..."

belum sempat Somali bicara habis. dua buah pukulan menghunjamnya dari kanan dan kiri. Pukulan dari kanan berasal dari tangan kakek Kerbau Putih dan yang dari kiri pukulan kakek Lo Kun. Kedua kakek linglung marah sekali mendengar keterangan Somali.

Somali cepat menangkis tetapi ia harus menggerung karena kesakitan : "Bangsat, mengapa kalian memukul aku ?"

"Engkau menghina kekasihku !" teriak kakek Kerbau Putih. "Engkau kurang ajar terhadap calon pengantinku !" seru

kakek Lo Kun pula. Somali terlongong, serunya : "Bangsat, dia itu jelas Sun kuihui . . ."

"Kekasihku." teriak kakek Kerbau Putih. "Calon pengantinku “

"Sun kuihui !" jerit Somali.

Ketiga orang itu berteriak, memekik dan menjerit makin lama makin keras. Masing-Masing mengukuhi pernyataannya sendiri.

Blo’on bising mendengarnya. Cepat ia menutup telinganya dengan tangan dan menjerit : "Hai, berhenti kamu !"'

Rupanya ketiga orang itu mau juga menuruti perintah Blo'on. bentakan Blo'on sedahsyat petir menyambar.

"Somali, Lo Kun dan kakek Kerbau, bagamana maksud kalian ini ?" tanya Blo'on.

"Wanita dalam peti kaca itu jelas Sun kui hui yang kucintai

..."

"Bangsat Somali " cepat kakek Lo Kuil mendamprat tetapi

secepat itu pula Blo'on membentaknya : "Diam engkau !" "Lalu bagaimana maksudmu, Somali ?" kata Blo'on pula. "Dia akan kuambil dan akan kubawa pulang ke Persia "

"Bangsat, akan kubunuhmu !" teriak kakek Kerbau Putih dengan memberingas.

"Jangan mengganggu orang bicara, kakek Kerbau." bentak Blo’on pula, "kalau kalian tak mendengar kata-kataku, lebih baik aku pergi saja dan silahkan berkelahi sampai mati !" Habis berkata Blo'onpun terus hendak melangkah keluar tetapi ketiga orang itu serampak mencegah : "Jangan pergi, engkau harus memutuskan urusan ini dulu !"

"Hm, baik." Blo’on berhenti, "tetapi kalial harus diam. jangan membawa kemauan sendiri.”

"Kakek Kerbau, bagaimana keinginanmu ?” tanya Blo’on. "Jelas wanita itu adalah kekasihku. Karena sekarang sudah

berjumpa, harus kubawa pulang ke gunung Hok-gu-san." "Hmmm." kakek Lo Kun menggigil geram.

"Lo Kun. bagaimana kehendakmu ?" tanya Blo'on kepada kakek itu.

"Wanita itu jelas calon pengantinku yang hilang. Karena dia sudah berada disini. tentu akan Kujaga sampai aku mati !" sahut Lo Kun.

Blo'on garuk-garuk kepalanya yang sudah mulai tumbuh rambutnya. Lalu menggumam : "Wah susah ini. Seorang wanita, dibuat rebutan tiga orang lelaki Bagaimana caranya membagi ?"

Beberapa saat kemudian, Blo'on berteriak girang : "O, benar, benar! Jangan kuatir, aku dapat memutuskan perkara ini ... "

Ia terus menghampiri peti lalu melongok ke dekat peti kaca yang berisi wanita cantik itu : "Hai. wanita, ketahuilah. Saat ini ada tiga manusia lelaki yang mengaku engkau sebagai kekasih-nva. Sekarang engkau harus menjawab sendiri. Benarkah engkau ini Sun kuihui yang pernah dipeluk Somali ?"

Tiada jawaban dari wanita cantik dalam peti kaca itu. "Celaka, engkau dengar tidak, Somali ? Dia tak menjawab, tandanya menyangkal !" teriak Blo'on.

"Tetapi dia su . . " baru Somali hendak membantah. Bloon sudah memberi isyarat tangan suruh dia diam. Lalu Blo'on bertanya lagi kepada wanita cantik itu : "Kalau  begitu,  engkau tentulah kekasih dari kakek Kerbau Putih itu ?”

Juga tak ada jawaban.

"Uh, kakek Kerbau Putih, dia tak menjawab berarti menyangkal !" seru Blo'on.

"Uh, aneh ..." gumam kakek itu.

"Kalau begitu apakah engkau benar calon pengantin dari kakek Lo Kun ?" Blo'on tak mengacuhkan terus mengajukan pertanyaan lagi.

Namun tetap tak berjawab.

"Kakek Lo Kun, dia juga menyangkal menjadi calon pengantinmu !"

"Heran, mengapa begitu ?" kakek Lo Kul yang linglung garuk-garuk kepala.

"Tidak aneh, tidak heran karena kalian goblok semua !" teriak Somali, Sun kuihui sudah meninggal dunia, masakan dapat menjawab pertanyaanmu ?"

"Meninggal ?" Blo'on kerutkan dahi, "kalau meninggal mengapa badannya masih utuh seperti orang hidup ? Ah, dia tentu tidak meninggal melainkan tidur . . "

"Tidak !" teriak Somali makin kalap, "dia memang sudah meninggal tetapi jenazahnya dibalseM”

"Apa itu dibalsem ?" tanya Blo'on. "Dinegeriku ada semacam obat yang dilumurkan pada tubuh sesosok mayat. Mayat itu tak dapat busuk selamanya. Dibalsem namanya atau diawetkan supaya tetap seperti hidup." kata Somali.

"Benarkah itu kakek Kerbau ?" tanya Blo'on "Ya,"

"Benarkah itu, Lo Kun ?” "Benar."

"Kalau begitu, dia sudah mati. Tetapi mengapa kalian hendak berebut mengambilnya ? Apakah kalian hendak menikah dengan mayat ?"

"Biar." sahut Somali, "pada masa hidupnya aku tak dapat memperisteri, biarlah setelah mati akan kuambil sebagai isteri."

"Tidak gadisnya, jandanyapun tetap akan kupersunting." seru kakek Kerbau Putih.

"Karena calon pengantin yang hidup tak mampu kujadikan isteri, sekalipun sudah jadi mayat tetap akan kujadikan calon pengantinku," kakek Lo Kun tak mau kalah suara.

"Ha, gila, gila," Blo'on garuk-garuk kepalanya yang gundul, "kalau masih hidup dapat kutanya dia akan memilih siapa. Tetapi karena sudah mati bagaimana dapat kutanyai ?"

Blo’on mondar-mandir sambil berteliku tangan. Rupanya ia sedang mencari akal bagaimana memecahkan persoalan itu.

"Ya, hanya dengan cara itu," tiba-tiba ia berhenti dan berseru kepada ketiga orang itu. "begini keputusanku. Karena kalian semua hendak menginginkan seorang wanita yang sudah mati. Maka wanita itu akan kubagi tiga. Kalian masing- masing mendapat satu bagian. Adil bukan ?”

Dan tanpa mempeduhkan ketiga orang terlongong longong, Blo'on melanjutkan pula : "Engkau kakek Kerbau, karena kenal lebih dulu dengan wanita itu, engkau boleh ambil kepalanya. Kakek Lo Kun mendapat bagian tubuhnya dan Somali bagian kaki ..."

"Tidak ! Tidak Tidak!" serempak ketiga orang itu berseru menolak, "kalau engkau berani mengganggu wanita itu. tentu kubunuh!"

"Habis, bagaimana kehendak kalian?" teriak Blo'on mulai penasaran.

"Berikan kepadaku, dia kekasihku !' seru kakek Kerbau Putih.

"Berikan kepadaku karena dia calon pengantinku !'" jerit kakek Lo Kun.

"Berikan kepadaku karena dia pujaan hatiku!” teriak Somali pula.

Blo'on merenung diam. Sampai lama baru ia berkata pula : "Begini sajalah. Aku tak dapat memutuskan urusan ini. Yang mampu dan berhak memutuskan ialah raja. Maka marilah kita menghadap raja meminta keputusannya. Setuju?" "Setuju !" akhirnya ketiga orang itu menyatakan persetujuannya.

"Tetapi bagaimana kalau kita pergi dan wanita itu diambil orang?" kata kakek Kerbau Putih.

"Benar, benar," seru Lo Kun dan Somali.

"Hm, kalau begitu. Somali yang jaga disini. Dia tak bisa jalan, lebih baik tinggal disini. Dan engkau kakek Lo Kun dan kakek Kerbau Patih ikut aku menghadap raja!"

"Mengapa harus ikut ke kota raja ?" teriak kakek Lo Kun. "Karena  setelah  menghadap  raja,  aku  tak  mau  kembali

kesini  lagi.  Lalu  siapa  yang  menyampaikan  keputusan raja

kepada Somali?" jawab Blo'on

Kedua kakek itu mengangguk dan menyetujui

"Tetapi awas. Somali, jangan engkau kurang ajar memeluk dan menciumi calon pengantinku itu lagi !" kakek Lo Kun meninggalkan ancaman.

"Ya Somali, kalau engkau berani berbuat cabul terhadap kekasihku itu, engkau tentu kucincang " pesan kakek Kerbau Putih.

Somali hanya geleng-geleng kepala melihat kedua kakek itu berjalan mengikuti Blo'on yang menuju ke pintu putih.

"Hai. tunggu dulu Lo Kun !" tiba-tiba Somali berteriak "kalau engkau pergi, lalu siapa yang menyediakan makanan untukku?"

Lo Kun tertegun : "Ai, benar, benar. Kalau tak makan dia tentu mati . . , tunggu !" tiba-tiba ia lari kembali keatas guha dan tak berapa lama muncul pula dengan membawa sebuah peti. Peti penuh berisi botol, katanya seraya mengambil sebuah botol warna putih : "Botol ini beris pil makanan. Isinya beribu- ribu butir pil. Tiap hari engkau cukup makan sebutir pil, tentu sudah kenyang. Dan botol lain-lainnya berisi arak. Apabila habis, engkau boleh naik ke atas guha dan mengambilnya lagi."

Somali mengerut dahi : "Makanku banyak, lima takeran dua tiga orang. Masakan pil sekecil itu dapat mengenyangkan perutku ?"

"Ho, Somali, jangan memandang enteng pil iti. Pil itu disebut Poh-leng-tan, terbuat dari sari-sari gandum dan hati binatang-binatang yang tahan lapar, antara lain ular yang umurnya seratus tahun. Pembuatan itu menurut resep pusaka dari keluargaku. Di dunia tak ada orang yang mampu membuatnya. Sudahlah, jangan kuatir. kalau engkau mati kelaparan, bunuhlah aku !" kata Lo Kun,

"Apakah isi pintu putih itu ?" tanya Blo-on

"Sebuah pintu rahasia yang akan tembus sampai ke  lamping gunung " kata Lo Kun.

"Kalau begitu kita keluar saja dari pintu ini" kata Blo'on. "Jangan, jangan !" teriak kakek Lo Kun, "berbahaya sekali ! "Mengapa ?" tanya Blo'on.

"Ada penunggunya !"

Blo'on dan kakek Kerbau Putih terbeliak kaget: "Penunggu ?

Siapa psnunggunya?"

"Seekor binatang purba, kepalanya seperti singa tetapi bertanduk.”

"Kenapa takut kepada binatang itu ?" "O, engkau tak tahu. Pernah sekali aku mencoba masuk kedalam terowongan itu. Aku hampir mati disemburnya. Binatang itu dapat menyemburkan asap beracun !" Lo Kun menerangkan,.

"Huh, seram !" seru Blo'on terus hendak melangkah keluar. "Mengapa tak jadi masuk." teriak Somali demi melihat

ketiga orang itu keluar dari pintu-putih

"Ada penunggunya, seekor binatang anjing-naga yang ganas." sahut Blo'on.

"Dan engkau takut ?"

"Ho, Somali, apa engkau kira jiwaku ini murah? Kalau aku mati, siapakah yang akan menghadap raja ?" seru Blo'on.

"Kurang ajar engkau Somali, bukankah engkau suruh kita bertiga masuk supaya mati dan wanita itu hendak engkau ambil sendiri ?" teriak kakek Lo Kun.

"Ho, Somali, aku bukan anak kecil yang mudah engkau tipu!" kakek Kerbaupun ikut bersuara.

Somali menyahut: "Kalau kalian berdua, matipun aku tak Peduli. Tetapi anak itu, dia putera raja, masakan bicaranya seperti orang gila. Di negeriku Persia, raja dan putera raja itu disembah orang karena bicaranya tegas. Sudah membuka pintu tak berani masuk, itu pengecut. Itu bukan laku seorang putera raja !"

Blo'on malu, serunya : "Hai, Somali, jangan menghina putera raja. Engkau kira aku takut masuk ? Tidak, aku tidak takut. Kakek Lo Kun dan kakek Kerbau, kalau kalian takut, tak usah ikut. Aku hendak masuk sendiri ..." tiba-tiba burung rajawali dan monyet hitam loncat menghampiri Blo’on, Blo’on girang . "Ho, engkau mau ikut masuk ? Bagus. mari kita masuk . . . " ia terus melangkah kedalam pintu putih lagi.

"Tunggu, aku ikut!" kakek Lo Kun dan Kerbau Putih serempak lari mengusul.

Dibelakang pintu putih itu merupakah sebuah lorong jalan yang panjang dan gelap. Untung lorong terowongan itu cukup tinggi dan lebar sehingga mereka dapat berjalan dengan tegak.

Entah berapa lama dan beberapa panjang lorong yang mereka tempuh itu, tiba-tiba mereka tiba di sebuah tempat yang lebar. Sebuah tempat terbuka yang jauh lebih terang daripada terowongan tadi. Dan aneh pula, tanah di tempat itu tampak hijau.

Ketika Blo'on dan kedua kakek linglung melangkah maju, barulah mereka mengetahui bahwa warna hijau tua pada tanah itu ternyata tumbuhan (lumut) yang subur sehingga hampir sejari tinnginva. Sepintas pandang menyerupai permadani hijau Di atas ruang itu tertutup dengan gumpal- gumpal batu kerucut yang berlubang kecil-kecil. Melalui lubang-lubang kecil itulah sinar matahari dan rembulan dapat memancar masuk. Dan dari lubang-lubang kecil itu pula angin dan air hujan maupun embun masuk ke dalam ruang.

Sekeliling ruang, merupakan dinding karang yang tak rata bentuknya. Pun penuh ditumbuhi pakis yang tebal.

Blo'on berpaling memandang kakek Lo Kun tegurnya : "Kakek, mana binatang purba yang engkau katakan itu ? Mengapa tak ada di tempat ini . . . "

Belum selesai bicara, kakek Lo Kun cepat membentak : "St, diam, dengarkanlah !" Blo’on terkejut dan memandang kemuka. Tampak tanah bertabur pakis yang berada didekat dinding karang tiba-tiba mulai bergerak, menggelembung keatas. Makin lama makin naik dan makin membesar sehingga menyerupai seekor kerbau.

"Dia mulai bangkit !" seru kakek Lo Kun dengan suara tertahan, "rupanya dia mencium bau manusia ..."

Blo'on, kakek Kerbau Putih dan Lo Kun memandang gunduk tanah yang menonjol keatas itu dengan penuh perhatian.

Setelah menggunduk tinggi, sekonyong-konyong gunduk tanah itu meledak. Berkeping-keping tanah batu karang berhamburan memenuhi ruangan menimbulkan debu yang tebal.

Belum Blo'on dan kedua kakek hilang kejut nya, tiba-tiba terdengar suara mendering tajam bagai berpuluh-puluh senjata beradu. Kemudian disusul dengan sebuah suara yang dahsyat. Sebuah ringkikan yang jauh berlipat ganda kerasnya dari ringkik kuda. Nadanya melengking tinggi sehingga telinga Blo'on dan kedua kakek itu serasa pecah. Dinding karang bergetaran pakis bertebaran laksana salju jatuh dibumi.

Karena kejutnya. Blo'on terus memeluk kedua kakek itu erat-erat. Burung rajawali mengepak-ngepak sayp dan monyet hitampun loncat mendekap ke-kepala Blo'on.

Beberapa saat kemudian Blo'on lepaskan pelukannya tetapi terus menjerit: "Hai, wangi sekali!"

"Celaka, lekas tutup hidungmu, jangan menyedot hawa wangi dari binatang itu !" cepat kakek Lo Kun meneriakinya. Dan ia sendiripun terus menghentikan pernapasannya. "Ha." Blo'onpun cepat menutup hidung dengan sebelah tangannya, "tetapi kalau membuka mulut, hawa wangi itu tetap akan masuk kedalam tubuh kita !"

"Hm, untung engkau mengajak aku, Kalau tidak kalian tentu sudah mati," kata kakek Kerbau Putih seraya merogoh bajunya. Ia mengeluarkan sebuah botoi kecil dari batu  kumala. Menuang isi-nya tiga butir pil warna putih, besarnya seperti biji kedele.

"Nih, engkau sebutir dan engkau sebutir," ia memberikan kepada Blo'on dan kakek Lo Kun, “kulumlah pil itu dimulut, khasiatnya dapat menolak hawa racun."

Habis berkata iapun terus mengulum sebutir dimulutnya.

Blo'on dan Lo Kun menurut.

Saat itu tebaran debu batu karang dan pakis sudah menipis dan merekapun dapat melihat apa yang berada dalam ruang itu.

Seekor mahluk mengerikan. Kepalanya menyerupai singa yang bertanduk, badannya bersisik kekuning-kuningan. Sepasang gundu matanya yang besarnya seperti buah apel, tampak bersinar memancarkan api, Tinggi binatang itu hampir sama dengan seekor anak kerbau, ekornya pendek. Hidungnya mendengus dan menghamburkan asap putih. Asap itulah yang bertebaran memenuhi ruang dengan hawanya yang wangi.

"Kilin emas ... !" tiba-tiba kakek Kerbau Putih berseru tertahan.

"Apa ?" tanya Blo'on.

"Binatang itulah yang disebut ki-lin atau warak. Binatang yang jarang terdapat di dunia. Apa lagi yang bersisik emas seperti itu, kiranya hanya terdapat dalam dongengan saja. Ah, hebat benar . . , "

"Uh, bagaimana engkau tahu ?" dengus kakek Lo Kun. "Dulu ketika aku masih muda, aku disuruh ayah belajar

sastera. Guruku menceritakan tentang seekor binatang yang jarang terdapat dalam dunia. Namanya ki-lin. Kilin emas merupakan kilin mustika, rajanya ki-lin. Ki-lin yang tak terdapat duanya dikolong jagad ini !'"

"Apa gunanya ?" tanya Blo'on.

"Kalau ki-lin emas muncul di dunia, pertada akan lahir seorang nabi besar atau seorang raja besar atau sekarang manusia luar biasa . . . "

"O, karena kita beruntung melihat ki-lin emas, kita ini manusia luar biasa" kata kakek Lo Kun.

"Ho, ho, tanpa melihat ki-lin, engkau memang sudah manusia luar biasa. Coba saja, apakah didunia terdapat kakek tua berambut hitam?" kata kakek Kerbau Putih.

"Benar, benar," sahut kakek Lo Kun, "engkaupun termasuk manusia luar biasa juga, kerbau. Coba carilah manusia yang mendukung daging benjol seperti engkau, ha, ha, . . , "

"Kakek Kerbau," kata Blo'on, "apakah ki-lin itu mempunyai daya khasiat lain ?"

"Ya. apabila engkau makan dagingnya, keringatmu tentu wangi sekali. Kalau minum darahnya engkau dapat hidup sampai seribu tahun . . "

"Ho. kalau begitu mari kita tangkap ki-lin itu", seru kakek Lo Kun. "Ya, benar," seru Blo'on terus mendahului lari kemuka menghampiri ki-lin.

"Hai, jangan gegabah. Dia dapat menyemburkan uap beracun !" seru kakek Lo Kun yang terpaksa menyusul maju. diikuti kakek Kerbau Putih. Rupanya rnahluk aneh itu tahu kalau tiga orang manusia menghampirinya. Biji matanya makin memancar sinar api. Tiba-Tiba ia menguap. Segumpal asap putih segera bergulung gulung melanda Blo'on.

"Celaka," teriak Blo'on seraya loncat ke samping lalu loncat menubruk binatang itu. Tetapi binatang itu teramat gesit sekali. Dengan kisarkan tubuh, ia menghindari tubrukan Blo'on. Kemudian menyerang dengan tanduk.

Tetapi saat itu kakek Lo Kunpun sudah lari mendatangi dan menyambar ekornya. Plak, ki-lin kebaskan ekornya tepat menampar tangan si kake Kakek Lo Kun meringis kesakitan karena tangan nya seperti ditampar sapu baja.

Dari samping kakek Kerbau Putihpun menerjang. la berhasil memukul tubuh binatang itu. Tetapi bukan ki-lin yang rubuh melainkan kakek Kerbau Putih yang menjerit kesakitan. Tinjunya serasa menghantam keping baja yang keras sekali.

Entah herapa ratus tahun umur ki-lin itu sehingga sisik badannya telah membatu karang. Kerasnya seperti baja.

Bloon terlongong-longong melihat kedua kakek itu menjerit kesakitan dan mengelus-elus tangannya. Tiba-Tiba ki-lin itu loncat menanduknya. Karena jaraknya amat dekat dan gerakan binatang i tu secepat angin berhembus, Bloon tak sempat menghindar lagi. Dalam gugupnya, ia gerakkan kedua tangannya untuk menangkap sepasang tanduk binatang itu. Dan berhasil. Karena tanduknya dicengkeram orang, ki-lin mengamuk. Ia mendorong maju untuk mendesak Bloon dan anak itu tak mampu menahannya. Ia serasa dibawa terbang ke belakang dan bruk dinding karangpun jebol berhamburan menimbuni

Blo'on dan ki-lin.

Terdengar ringkikan dahsyat. Batu-Batu karang menimbuni kedua mahluk itu berguguran dan berterbangan ke sekeliling. Ki-lin memberosot mundur setelah keluar dari lubang yang jebol itu, binatang itu terus lari kembali ke tempat ia muncul tadi.

Kakek Lo Kun dan kakek  Kerbau Putih menyaksikan peristiwa Blo'on   diseret  ki-lin tadi. Tetapi karena ki- lin itu    bergerak terlampau   cepatnya kedua kakek itu tak sempat     menolong. Sesaat   melihat  ki-lin keluar dari timbunan karang, kedua kakek itu     berhamburan loncat    memburunya. Tetapi tiba-tiba ki-lin itu       menguap, menyemburkan segumpall asap putih

yang tebal. Karena kaget dan kuatir terkena racun, kedua kakek itupun berloncatan mundur. Kemudian mereka menyelinap hendak mengejar lagi. Tetapi ki-lin sudah menyusup masuk kedalam tanah. "Ah, dia masuk kedalam bumi," teriak kakek Lo Kun ketika mendapatkan tempat ki-lin melenyapkan diri itu ternyata merupakan sebuah lubang kecil yang gelap dan tak diketahui berapa dalamnya.

"Hai. setan tua. jangan gila !" cepat kakek Kerbau Putih menyambar lengan kakek Lo Kun ketika kakek itu hendak terjun kedalam lubang.

"Akan kutangkap binatang itu." seru kakek Lo Kun.

"Engkau gila," kata kakek Kerbau Putih, "lubang ini tak diketahui berapa dalamnya. Mungkin mencapai perut bumi. Dan ki-lin itu dapat menyembulkan uap beracun. Bukankah engkau hanya mengantar jiwa saja ?"

"Ho, kalau tak berani menempuh bahaya tentu tak bakal mendapat barang mustika itu, "bantah kakek Lo Kun.

"Kalau engkau memang hendak nekat, terserah," kakek Kerbau Putih lepaskan cekatannya dan terus ayunkan langkah.

"Hai. hendak kemana engkau ?" teriak kakek Lo Kun. "Menolong anak itu lebih penting daripada melihat engkau

mati," sahut kakek Kerbau Putih.

"Ai, benar, kasihan anak itu , ... " kakek Lo Kun terus lari bahkan mendahului kakek Kerbau Putih menghampiri ketempat Blo'on.

Blo'on menggeletak tak berkutik Matanya meram, napas berhenti. Kepalanya berdarah.

"Celaka, anak ini mati !" seru kakek Lo Kun seraya mengguncang-guncang-kan tubuh Blo'on supaya bangun. “Kita angkut keluar." kata kakek Kerbau Pulih. Kedua kakek itu segera menggotong tubuh si Blo'on keluar, diletakkan di tanah. Kemudian kakek Kerbau Putih memeriksa keadaannya.

"Ya. dia sudah mati, jantungnya tak berdetak. kasihan ..." kata kakek itu beberapa saat kemudian.

"Lalu ?”

"Kita kubur saja didalam lubang itu," kata kakek Kerbau Putih seraya menunjuk kepada lubang yang jebol tadi.

Kakek Lo Kun termenung. Kemudian ia berkata : "Apakah anak itu benar-benar sudah mati ? Cobalah engkau periksa lagi !"

"Kebanyakan tentu sudah mati. Jantungnya sudah berhenti, eh, nanti dulu ..." ia memegang pergelangan tangan Blo'on untuk memeriksa denyut jantungnya, "ya, benar, memang sudah berhenti. Tetapi aneh. mengapa darahnya masih mengalir seperti orang hidup ?"

"Ho, kalau begitu tak perlu kita buru-buru menguburnya. Biarlah dia berada disini. Kutunggu saja, sembari menunggu kalau-kalau ki-lin itu akan muncul lagi."

Kakek Kerbau Putih setuju. Keduanya lalu duduk bersila, pejamkan mata dan bersemedhi memulangkan tenaga.

Dalam ruang itu makin gelap. Rupanya hari sudah malam dan rembulan belum muncul sehingga tak ada sinar penerangan yang menembus kedalam ruang.

Entah sampai beberapa lama, barulah kedua kakek itu menyudahi persemediannya. Kakek Lo Kun yang pertama- tama membuka segera berteriak kaget :

"Hai, apakah itu . . !” Ternyata monyet hitam sedang berlincahan di atas tanah yang tertutup pakis hijau. Tak henti-hentinya monyet itu memunguti benda berwarna merah, Sebesar jagung.

Kakek Lo Kun menghampiri. Ingin ia tahu apakah biji-biji merah yang dipungut monyet itu. Tahu-Tahu ia melihat sebutir biji merah itu terletak ditempat yang agak menyudut. Buru- Buru ia menyambarnya. Tetapi baru tangan hendak menjamah, tiba-tiba burung rajawali menguak dan menyambar biji merah itu dengan paruhnya lalu terbang keatas melayang turun di atas dada Blo'on yang rebah menelentang.

Burung itu menghampiri ke leher lalu tiba-tiba menunduk dan menyusupkan biji merah itu kemulut Blo'on. Setelah itu burungpun menguak lagi. Rupanya monyet mengerti kalau dipanggil burung rajawali. Ia cepat berlari-lari menghampiri dengan membawa segenggam biji-biji merah. Monyet itupun segera susupkan biji-biji merah itu. ke dalam mulut Blo'on. ,

Setelah habis, monyet itu melonjak-lonjak seperti orang gembira, bercuit-cuit lalu duduk disamping blo'on. Rajawalipun loncat turun dan menjaga di dekat Blo'on.

Kakek Lo Kun melongo karena biji merah yang hendak diraihnya itu telah digondol burung rajawah. Ia mendongkol tetapi untunglah ia melihat lagi sebutir biji merah yang menyelip dibawah rumpun pakis yang lebat. Cepat diambilnya.

"Hai, wangi sekali, . . . “ ia berteriak kaget "biji apakah ini?" "Kakek goblok, itu bukan biji buah !" tiba-tiba terdengar

sebuah suara dari belakang

Lo Kun terkejut dan cepat berpaling kakek Kerbau Putih sudah berada di belakangnya. "Lalu biji apa ?" tanya Lo Kun. "Darah ki-lin !"

"Hai,darah ki-lin ?" kakek Lo Kun melonjak kaget, "bagaimana mungkin? Mengapa darah dapat membeku seperti biji jagung begini?”

Kakek Kerbau Putih menghela napas : "Ah, memang setiap benda atau mahluk mustika tentu mempunyai sesuatu yang luar biasa. Ki-lin itu memang mahluk luar biasa yang tak terdapat keduanya dalam dunia. Mungkin usianya sudah beratus ratus tahun. Biasanya ki-lin tidak bertarduk tetapi ki-lin itu bertanduk. Kalau bukan karena umurnya yang sudah keliwat tua, tentulah ki-lin itu sebuah mahluk yang luar biasa, sebuah ki-lin mustika ..."

Berhenti sejenak kakek Kerbau Putih melanjutkan lagi ? "Kulit dan ekornya begitu keras sekali melebihi baja. Dan

menyemburkan asap wangi. Tadi ketika membenturkan anak

itu kedinding karang sehingga jebol, tentulah binatang itu juga terluka dan mengucurkan darah. Kalau tidak, dia tak mungkin meringkik keras dan melarikan diri ke dalam sarangnya...”

“O, benar” seru kakek Lo Kun

"Kucuran darahnya jatuh di tanah dan membeku jadi biji-biji merah itu. Jangan heran," sepat-cepat Kerbau Putih mencegah ketika kakek Lo Kun hendak membantah, "memang yang disebut binatang mustika tentu mempunyai keluarbiasaan yang mustahil. Kalau darahmu dan darahku mengucur, tentu hilang kedalam tanah. Tetapi darah ki-lin mustika itu mungkin lain sifatnya. Begitu menyentuh tanah terus membeku ..." "Hai, bukankah tadi engkau mengatakan bahwa darah ki-lin itu dapat menambah umur panjang?” tiba-tiba kakek Lo Kun teringat.

“Benar, kalau ki-lin biasa," sahut kakek Kerbau Putih,  "tetapi karena ki-lin itu ki-lin mustika, darahnva tentu berkhasiat hebat."

"Kurang ajar monyet itu, mengapa biji merah itu dimasukkan kemulut anak itu ?" serentak kakek Lo Kun terus hendak menghampiri monyet.

"Eh mau apa engkau ?" cepat kakek Kerbau Putih mencekal lengan kawannya.

"Menghajar monyet!" “Kenapa ?"

"Mengapa dia memberikan darah ki-lin itu kepada anak yang sudah mati ?"

"Ah, tentulah monyet itu hendak mengobatinya," sahut kakek Kerbau Putih, "memang bangsa binatang tahu akan khasiat tumbuh-tumbuhan maupun benda-benda yang mengandung obat. Dan bukankah engkau masih mempunyai sebutir ?"

"Ya." sahut kakek Lo Kun, "tetapi ini hal nya cukup untuk diriku. Lalu bagaimana engkau?”

Kakek kerbau Putih tertawa: "Aku tak ingin makan  biji darah itu, bung."

"Mengapa ?"

"Aku tak suka hidup seribu tahun. Buat apa hidup begitu panjang. Badan dan tulang-tulang kita akan sakit semua. Kalau engkau takut mati, telan saja biji darah itu" "Huh, Kerbau gila, engkau mau cari enak sendiri !" kakek Lo Kun menggumam "engkau suruh aku berumur panjang, biar kalau engkau mati aku dapat menguburmu. Lalu siapakah kelak yang akan mengubur aku ? O, tidak, tidak, jangan harap engkau dapat menipu aku !" 

Keduanya lalu menghampiri ke tempat Blo'on dan duduk menunggu. Entah sampai berapa lama, tiba-tiba ruang menjadi agak terang. Jalur-Jalur sinar matahari mulai menembus melalui lubang-lubang kecil karang penutup ruang.

"Sudah siang, mengapa anak itu belum bergerak ?. Kalau jelas sudah mati, hayo, kita kubur saja !" seru kakek Lo Kun.

Kakek Kerbau Putih setuju. Mereka lalu membuat liang didalam dinding karang yang jebol tadi. Andaikata kedua kakek itu bukan orang linglung mereka tentu segera mengetahui bahwa dibagian dalam dari dinding yang jebol itu merupakan sebuah ruangan yang cukup lebar. Dan apabila mau memperhatikan lebih lanjut, tentu mereka akan terperanjat melihat keadaan ruang itu. Namun mereka kakek linglung yang tak menghiraukan segala apa. Mereka hanya asyik membuat libang untuk mengubur Blo'on.

Setelah selesai merekapun keluar lagi dan hendak mengangkat tubuh Blo'on. Ketika tubuh Blo'on dibawa masuk, burung rajawali dan monyet diam saja dan mengikuti masuk. Tetapi pada waktu Blo'on dimasukkan kedalam liang terus ditimbuni pecahan batu karang, tiba-tiba terdengar suara anjing menggonggong dan beberapa saat kemudian, seekor anjing besar berbulu kuning loncat masuk terus menubruk kakek Lo Kun.

Ternyata anjing kuning itu adalah kawan dari burung raajwali dan monyet. Sejak Blo'on jatuh kedasar jurang, anjing itu masih menunggu diatas tepi jurang. Pun ketika burung rajawali bersama monyet melayang turun ke dasar jurang, anjing itu masih tetap menunggu diatas. Tetapi karena sampai malam berganti siang, belum juga Blo’on dan burung rajawali serta monyet hitam naik ke atas, anjing itupun mulai gelisah. Akhirnya ia mulai menuruni jurang dan berhasil menemukan tempat mereka berada.

Anjing kuning itu mempunyai naluri dan hidung yang tajam. Ia marah karena tuannya ditimbuni batu oleh dua orang kakek yang tak dikenalnya. Serentak ia loncat menerkam kakek Lo Kun. Monyet dan burung rajawahpun bergerak menyerang kakek Kerbau Putih. Burung rajawali menyambar-nyambar kepala dan monyet melempari kaki itu dengan pecahan batu karang.

Karena kewalahan kedua kakek itu lari keluar. Anjing, burung rajawali dan monyetpun tak mau mengejar. Mereka menjaga ditepi lubang tempat Blo'on dimasukkan.

Beberapa keping batu karang yang dilemparkan monyet hitam tadi dapat ditangkis dan dihindarkan kakek Kerbau Putih. Ada beberapa yang terlempar masuk kedalam liang dan tepat menimpah muka dan dada Blo'on.

Sebenarnya tempat disitu merupakan sebuah ruang guha. Pintu guha ditutup dengan pecahan batu karang yang kecil yang disusun sampai ke atas. Berpuluh-puluh tahun lamanya, pintu dari susunan batu karang itu ditumbuhi pakis lebat sehingga sepintas pandang menyerupai dinding karang. Tak disengaja, ki-lin telah mendorong Blo'on tepat ke arah pintu itu hingga jebol. Apabila bukan terbuat dari susun batu karang, Blo'on tentu sudah remuk tulang punggungnya.

"Kurang ajar anjing itu," kakek Lo Kun menggeram lalu berteriak, "hai, anjing, hayo keluar sini. kuremuk mulutmu 1" "Kurang ajar anjing itu, "kakek Lo Kun menggerarn sambil mengusap-usap daun telinganya, "Lihatlahah, kupingku telah digigitnya sampai berdarah."

"Engkau masih untung," sahut kakek Kerbau Putih, "tadi biji mataku hampir saja hilang karena ditutuk paruh burung itu. Nih lihatlah, alisku hilang ..."

"Kalau begitu mari kita masuk menghajarnya lagi." kata kakek Lo Kun terus hendak melangkah kedalam guha.

"Jangan." kata kakek Kerbau Putih. "Jangan ? Engkau takut ?"

"Bukan takut tetapi malu."

"Malu kenapa ?" tanya kakek Lo Kun. "Karena aku seorang manusia !"

"O . . . "

"Manusia musuhnya tentu manusia dan anjing dengan anjing. Kalau manusia musuh anjing, entah manusia itu yang menjadi anjing, atau anjing itu yang jadi manusia."

"O, benar, benar," teriak kakek Lo Kun yang linglungnya memang lebih berat, "kalau begitu aku tak sudi berkelahi dengan anjing itu. Enak saja dia jadi manusia dan aku jadi anjing."

Kakek Kerbau Putih tak menyahut. Dan ketika kakek Lo Kun berpaling ternyata kakek Kerbau Putih itu sudah duduk bersemedi pejamkan mata.

"Setan, mengapa tak mengajak orang," ia menggumam terus ikut duduk dimuka kakek Kerbau Putih dan bersemedhi memulangkan tenaga. Siangpun berganti malam dan tempat itu mulai gelap lagi. Kedua kakek itu masih tetap terbenam dalam semedhinya. Anjing kuningpun mulai rebahkan diri di tepi liang. Burung rajawali mulai mendekam dan pejamkan mata. Hanya si monyet hitam yang masih melek. Monyet itu memang nakal dan suka mengganggu orang. Tetapi dia pintar suka dan cepat sekali menirukan perbuatan orang

Sebenarnya ketiga binatang itu adalah binatang peliharaan Blo'on. Tetapi sejak Blo'on kehilangan ingatannya akan masa yang lalu, iapun lupa siapa ketiga binatang itu. Namun karena anak itu memang gemar akan binatang, maka dibiarkan saja ketiga binatang itu mengikutinya.

Dahulu ketika tinggal di gunung, monyet itu sering melihat ayah Blo'on dan beberapa muridnya berlatih silat. Blo'on sendiri tak mau belajar silat. Tetapi monyet itu diam-diam telah memperhatikan menirukan gerak-gerak permainan silat yang mereka lakukan. Walaupun tidak seluruhnya bisa menirukan, tetapi monyet dapat juga melakukan gerak-gerak ilmu silat. Bahkan ilmu melontar atau menimpuk dengan senjata rahasia, pun ia juga ikut menirukan murid-murid ayah Blo'on yang sedang berlatih.

Dan monyet itu memang suka usil, senang menggoda orang. Keadaan sunyi menyebabkan dia tak betah. Apalagi tak dapat tidur. Maka ia mulai bergerak, berkeliaran di dalam guha itu. Ia hendakk mencari sesuatu yang dapat dimakan.

Ketika masuk ke dalam, ia terkejut karena melihat sebuah sinar terang macam kunang-kunang. Dihampirinya sinar itu. Apabila dia seorang manusia dia tentu sudah menjerit dan lari ketakutan. Tetapi karena dia seekor binatang monyet, maka pemandangan yang disaksikan itu, tak mengguncangkan perasaannya. Tempat yang didatanginya itu ternyata sebuah balai-balai batu. Diatas balai-balai itu rebah sesosok kerangka manusia yang menelentang. Sinar kecil yang berwarna putih kebiru- biruan itu berasal dari dalam batok kepala tengkorak itu.

Monyet makin heran. Ia loncat keatas balai-balai batu dan menghampiri kebagian kepala tengkorak, rupanya gerakan monyet itu walaupun pelahan sekali namun mengejutkan benda yang bersinar itu Tiba-Tiba benda bersinar itupun lenyap Monyet terkejut. Ia tak mau gegabah memegang batok kepala. Ia menunggu disisi kepala tengkorak itu dengan diam. Rupanya nalurinya mengatakah bahwa didalam batok kepala tengkorak tersimpah suatu benda yang ajaib.

Lama juga ia menunggu sehingga hampir kesal dan tak tahan. Ketika ia hendak mengulurkan tangan kelubang mata tengkorak itu, tiba-tiba ia terkesiap karena melihat benda bersinar itu muncul lagi. Ia menahan napas dan makin diam.

Benda bersinar itu makin terang dan makin naik keatas sehingga lubang-lubang mata, hidung dan mulut tengkorak itu seperti memancar sinar. Monyel hitam makin heran. Namun dia tak berani bergerak.

Tak berapa lama, sinar itupun menyembul keluar dari lubang hidung tengkorak. Besarnya sama dengan biji buah asam. Melihat itu monyet hitam tak dapat menahan hatinya lagi. Secepat kilat ia menyambar benda bersinar itu terus loncat turun.

Seiring dengan turunnya monyet itu ketanah, terdengarlah bunyi mendering yang tajam sekali macam suara suitan. Dan menyusul dari lubang hidung tengkorak itu merayap keluar seekor binatang kelabang raksasa. Panjangnya mencapai sekaki orang, besarnya sama dengan belut, badannja penuh tumbuh bulu hitam yang panjang. Umurnya entah berapa puluh tahun, mungkin mencapai seratusan tahun karena kelabang itu dapat mengeluarkan ciu atau mustika.

Binatang yang bertapa sampai ratusan tahun memang dapat mengeluarkan sesuatu yang luar biasa. Ular mengeluarkan tanduk, ki-lin tumbuh tanduk, kelabang memiliki mustika dan lain-lain. Bahkan bangsa tanamanpun juga demikian. Misalnya rumput Liong-si-jau atau Kumis-naga yang menurut puluhan murid Hoa-san-pay, telah dimakan oleh Blo'on

Biasanya pada malam hari, kelabang itu keluar dari sarangnya dalam batok kepala tengkorak yang terbujur diatas balai-balai batu itu. Pada waktu keluar ia muntahkan mustikanya keluar, untuk menerangi jalan dan sekedar untuk dibuat permainan ditelan dimuntahkan pula. Sama sekali binatang itu tak menyangka bahwa pada malam itu tiba-tiba mustika yang dimuntahkan keluar itu telah lenyap. Marahlah kelabang raksasa itu. Ia merayap keluar mencari mahluk yang melalap mustikanya.

Rupanya monyet hitam tahu juga akan binatang yang menyeramkan itu Apalagi ternyata kelabang itu merayap cepat kearahnya. Ia terus loncat dan lari ketempat liang lagi. Ditamparnya burung rajawali supaya bangun lalu ia bercuit- cuit menunjuk ke muka. Mata burung rajawali yang tajam cepat dapat melihat kelabang itu. Cepat la terbang dan melancarkan serangan dengan paruhnya yang tajam. Namun kelabang yaog sudah ratusan ratusan tahun umurnya Itu, keras sekali badannya. Paruh rajawali tak dapat melukainya. Bahkan burung itu harus hati-hati karena kelabang itu dapat menyemburkan uap beracun.

Melihat itu monyet hitam yang cerdik lalu mencari batu karang. Dengan keping-keping batu karang itu ia menimpuk kelabang. Tetapi kelabang tetap tak menderita apa-apa. Badannya sudah sekeras batu karang Akhirnya monyet mendapat akal. Ia mengangkat batu karang yang lebih besar terus dirimbunkan ketubuh kelabang. Masih kelabang itu dapat meronta dan bergeliatan sehingga batu karang yang menincihnya itu mulai berkisar. Melihat itu monyet hitam marah. Ia mengangkat lagi batu yang lebih besar terus ditindihkan ke badan kelabang. Setelah ditindih dengan beberapa batu kajang yang besar, akhirnya kelabang itu tak dapat berkutik.

Kini monyet melonjak-lonjak girang. Ia menepuk-menepuk kepala burung rajawali sebagai pernyataan terima kasih atas bantuannya.

Setelah itu monyet lalu menuju ke liang, loncat kedalam, Ia memasukkan lagi mustika kelabang itu kedalam mulut Blo'on.

Karena berasal dari darah ki-lin, biji-biji merah sebesar jagung yang dimasukkan kedalam mulut Blo'on tadi sudah hancur dan mengalir kedalam kerongkongan Blo'on terus kedalam perut. Tetapi beda halnya dengan mustika kelabang yang keras.

Mustika itu tetap terkulum dalam mulut Blo'on karena tak mau hancur.

Karena mendengar suara berisik, anjing kuningpun bangun. Tepat pada saat itu, kakek Lo Kun pun masuk kedalam jebolan dinding karang. Maksudnya hendak melihat apa yang terjadi pada diri anak itu. Tetapi tiba-tiba anjing kuning menggeram dan bangun dengan sikap hendak menerjang.

"Setan" kakek Lo Kun memaki, "apabila di tempat yang luas, engkau tentu sudah kuhajar .. " "Ai, kakek tua, sudahlah, jangan berkelahi dengan anjing lagi. Engkau kan manusia, mengapa bermusuban dengan anjing," tiba-tiba kakek Kerbau Putih yang terjaga, berseru mencegah.

Akhirnya kakek Lo Kun terpaksa keluar.

Malampun berganti siang. Pergantian waktu itu dapat diketahui dari cahaya yang menembus masuk dari lubang- lubang kecil batu kerucut.

"Bagaimana kita sekarang ini ?" tanya kakek Lo Kun.

Kakek Kerbau menyahut : "Kurasa lebih baik kita kembali saja ketempat Somali. Aku sungguh tak tega kalau meninggalkan kekasihku itu dijaga orang Persia itu."

"Benar," teriak kakek Lo Kun, "kita hendak mengantar putera raja menghadap raja. Kalau sekarang dia sudah mati, habis apa yang akan kita bawa kepada raja ?'

Kedua kakek linglung itu berbangkit terus hendak berjalan kedalam terowongan yang menuju ke tempat Somali.

"Hai, mengapa aku tidur disini ... "

Kedua kakek itu tertegun, berputar tubuh memandang kearah jebolan dinding karang.

"Mana Lo Kun dan kakek Kerbau? Mengapa aku disuruh tidur diatas tanah ?" terdengar pula suara dalam liang kubur.

Ternyata Blo’on telah hidup kembali. Dan memang sebenarnya dia belum mati hanya pingsan. Biji merah dari darah ki-lin emas itu memang hebat sekali khasiatnya. Sebiji darah saja sudah membuat orang kepanasan tubuhnya. Dan Blo'on telah dijejali tujuh delapan biji darah itu. Tubuhnya seperti dibakar api dan jantungnyapun serasa berhenti. Sehari semalam Blo on tak sadarkan diri. Untung sebelumnya dia sudah makan rumput mustika Liong-si-jau sehingga dia memiliki daya tahan yang kuat. Andaikata tidak, urat-urat jantungpun pasti sudah putus . , .

Hawa panas dari biji-biji darah ki-lin itu membuat darahnya mendidih dan meluap-luap seperti lahar gunung berapi. Dan seperti telah dituturkan dalam bagian muka, Bloon mendapat saluran tenaga dingin dari kakek Kerbau Putih dan tenaga dalam panas dari kakek Lo Kun. Dua macam tenaga-dalam itu karena dilanda oleh lahar panas menjadi seperti gelombang lautan yang didampar badai raksasa. Darah dalam tubuh anak itu mengalir deras dan binal, menyusup keseluruh urat-urat yang betapapun halusnya, nadi dan jalan darah.

Dalam tubuh orang terdapat apa yang disebut jalan darah Seng-si-hian-kwan. Jalan darah ini merupakan jalan darah yang terakhir tetapipun yang paling sukar ditembus.

Seorang jago silat yang sudah berpuluh tahun meyakinkan ilmu tenaga-dalam, mungkin telah mencapai tingkat yang tinggi. Tetapi belum tentu Jalan darah Seng-si-hian-kwannya sudah dapat tertembus dengan aliran tenaga-dalam itu. Apabila jalan darah itu dapat tertembus, maka selesailah dia pada tataran yang terakhir. Tenaga-dalam dilancarkan menurut sekehendak hati dan pada setiap saat yang dikehendaki. Tenaga-dalamnya dapat dikendalikan dan diperintah oleh pikiran.

Apa yang terjadi pada diri Blo'on ? Karena kekuatan rumput Liong-si-jau, dua macam tenaga dalam panas dingin dan dihempaskan oleh khasiat biji darah ki-lin purba, tertembuslah jalan darah Seng-si-hian-kwan dari Blo’on tanpa anak itu harus berjerih payah meyakinkan ilmu tenaga-dalam sampai berpuluh tahun. Tetapi suatu keanehan pun telah timbul pada diri anak itu. Ibarat tempat, tubuhnya sudah dibuka. Tetapi sayang dia tak mengerti ilmu mengembangkan tenaga-dalam sehingga tak dapat mengisi tubuhnya yang sudah sedemikian hebatnya Memang tenaganya kini jauh lebih hebat dari semula, begitu pula gerakannya lebih ringan dan gesit. Tetapi karena dia belum pernah berlatih memusatkan dan mengembangkan tenaga-dalam. betapapun tetap kalah lihay dengan seorang tokoh persilatan yang ilmu tenaga-dalamnya sudah mencapai tataran tinggi.

Karena terkejut dirinya tidur dalam liang, Blo'on melonjak bangun dan sekali bergerak, ia sudah melayang keatas tepi liang. Yang pertama menyambutnya ialah anjing Kuning. Anjing itu serta merta lalu merunduk kepala dan menjilat-jilat kaki blo’on dengan mesra. Lalu burung rajawali yang melayang dan hinggap dikepala. Terakhir monyet hitam yang loncat memeluk lehernya. Binatangpun dapat menumpahkan kegembiraannya terhadap tuan yang disayanginya.

"Turun !" bentak Blo'on seraya menyiak burung dan monyet lalu menyingkirkan anjing dengan kakinya. Rupanya ketiga binatang itupun mengerti Mereka menurut perintah Blo'on. Blo"on lalu melangkah keluar,

"Hah, mayat hidup . . . !" karena kejutnya melihat Blo'on, kedua kakek linglung itu saling serentak saling berdekapan.

"Gila!" teriak Blo'on, "mengapa kalian itu ? Kedua kakek linglung itu makin kencang berpelukan. Blo'on mendongkol tercampur heran. Ia segera menghampiri : "Mengapa kalian ini

!" teriaknya.

Kedua kakek tak menghiraukan. Mereka sibuk mempererat tangannya memeluk sang kawan. "Hm, gila," Blo'on mengkal. Tangan kanan mencengkeram tengkuk kakek Kerbau Putih, tangan kiri mencekik tengkuk kakek Lo Kun, terus di-siak kekanan dan kiri. Uh, uh . . . kedua kakek itu terhuyung-huyung beberapa langkah dan terpisah dari kawannya.

"Ampun, mayat, jangan mengajak aku ke akhirat," kakek Lo Kun berlutut, "aku minta tempo dulu. Setelah selesai memecahkan persoalan calon pengantinku, baru aku mau ikut engkau !"

"Edan !" Blo'on memekik, "siapa yang engkau sebut mayat?"

"Engkau ! Engkau tadi sudah mati, mengapa hidup lagi ?" seru kakek Lo Kun.

"O" desuh Blo'on, "tetapi aku belum mati. Sekarang aku hidup lagi. siapa yang melempar aku kedalam liang itu ?"

"Aku berdua dengan Kerbau Putih," jawab kakek Lo Kun, "karena mengira engkau sudah mati. kami segera membuat liang dan menguburmu. Tetapi pada waktu hendak menimbuni dengan pecahan karang, ketiga binatang itu mengeroyok aku. Ya, untung binatang itu menghalangi, kalau tidak engkau tentu sudah terpendam dalam liang." kakek Kerbau Putih menyelutuk.

"O, kalian memang hebat," tiba-tiba Blo'on malah memberi pujian kepada kedua kakek linglung itu, "kelak kalau bertemu raja, kalian tentu akal kumintakan ganjaran besar."

"Ganjaran ? Mengapa ?" kakek Kerbau Putih heran.

"Karena kalian tak jadi mengubur seorang putera raja yang masih hidup. Apakah itu bukan suatu jasa yang besar ?" "Benar, benar," tiba-tiba pula kakek Lo Kun yang lebih hebat linglungnya berteriak, "jika tak ada dua kakek seperti kita berdua ini, engkau tentu sudah mati !"

Blo'on hendak bicara lagi tetapi tiba-tiba monyet hitam loncat dihadapannya dan melonjak-lonjak sembari menunjukkan sebuah benda putih kebiru-biruan sebesar biji asam.

"Uh, engkau dapat apa itu ?" Blo’on ulurkan tangan menyambuti. Dilihatnya benda itu amat keras, berkilau- kilauan, "apakah ini ?"

Monyet hitam menyambar tangan Blo"on terus ditarik supaya berjalan kearah jebolan karang Blo'on memang sayang binatang, Walaupun setelah menderita hilang ingatan untuk masa lampau sehingga dia lupa akan ketiga binatang peliharaannya, namun kini setelah binatang itu selalu mengkuti Saja, timbullah rasa sukanya kepada mereka Ia menurut saja tangannya digelandang ke dalam jebolan dinding karang.

Ketika tiba di gunduk karang yang menimbuni kelabang raksasa, monyet itu berhenti dan bercuit-cuit melongok kebawah batu. Blo'on heran dan ikut melongok.

"Astagai apakah itu !" ia memekik kaget ketika melihat seekor kelabang besar tertindih dibawah batu..

Kakek Lo Kun dan kakek Kerbau Putihpun Ikut masuk. Mereka menghampiri ke tempat Blo'on "Hola, seekor kelabang raksasa '" teriak kakek Kerbau Putih seraya memeriksa kelabang yang sudah tak berkutik, "bukan main, seumur hidup belum pernah aku melihat binatang kelabang yang begini besar dan menyeramkan." "Bunuh sajalah !" kakek Lo Kun terus hendak mengangkat batu dan dihantamkan.

"Jangan," teriak kakek Kerbau Putih, "kelabang ini termasuk binatang mustika. Umurnya tentu sudah ratusan tahun. Dan biasanya kelabang yang sudah begitu tua, dapat mengeluarkan mustika ..."

"Oh, apakah ini ?" tiba-tiba pula Blo'on teringat pada saat ia tersadar mulutnya mengulum sebuah benda Lalu benda itu dimuntahkan keluar dan di ambil lagi oleh monyet hitam.

Setelah memeriksa benda itu, kakek Kerbau Putih berteriak girang: "Benar, benar, benda itu memang mestika kelabang. Khasiatnya dapat menghilangkan segala racun yang bagaimana ganasnyapun. Bagus, rejekimu memang besar sekali, simpanlah mustika itu baik-baik Bangkai kelabang ini akan kusimpan. Khasiatnya juga sama, dapat memurahkan segala macam racun !"

Selagi kedua kakek itu sibuk mengambil kelabang yang tertindih batu karang, Blo'onpun ayunkan langkah karena ditarik tangannya oleh monyet hitam. Monyet itu mengajaknya menghampiri dinding guha, tempat meja batu.

Demi melihat sesosok tulang kerangka manusia rebah membujur diatas meja batu. Blo'on menjerit ketakutkan.

"Astagafirullah, minta ampun.....Setan tengkorak !" ia terus lari keluar . . .

bersambung.

---ooo0dw0ooo--- 
DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar