Pendekar Bloon Cari Jodoh Jilid 44 Bujuk rayu

Jilid 44 Bujuk rayu

Ko Cay Seng memang pernah bertempur melawan Huru Hara maka diapun tak terkejut. Tidak demikian dengan paderi To Thian dan imam Amita. Paderi dan imam itu benar2 terkejut bukan kepalang.

Menurut tingkatan dalam vihara Siau-lim, paderi yang memakai gelar Thian itu termasuk golongan murid angkatan (generasi) kelima. Dan paderi Thian To memang termasuk murid angkatan kelima dari vihara Siau-lim.

Dia seorang murid yang cerdas dan amat disayang oleh kakek-gurunya, Goan Hui taysu. Sebenarnya, guru dari Thian To itu adalah Peh ong taysu, ketua vihara Siau-lim yang sekarang.

Tetapi berkat bakatnya yang menonjol dan otak yang cerdas maka Thian To langsung dibawah pimpinan kakek- gurunya. Paderi muda itu akan dibina menjadi seorang tokoh Siau-lim yang kelak akan dapat mengangkat nama dan derajat vihara Siau-lim.

Maka walaupun namanya saja murid dengan guru tetapi sebenarnya ilmu kepandaian Thian dengan gurunya (Peh Hong taysu) itu setingkat. Waktu ditugaskan mengembara keluar, sebenarnya ilmu kepandaian Thian To itu sudah hampir selesai. Memang demikianlah peraturan dari vihara Siau-lim. Setiap murid harus melaksana darma mengembara. Setelah kembali dan lulus dari segala coba dan derita, barulah kepandaian ditingkatkan lagi dengan diberi ilmu kepandaian vihara Siau-lim.

Tetapi ternyata Thian To lancung dalam cobaan. Dia gagal dan bahkan murtad karena ikut pada kerajaan Ceng. Dia takut akan ancaman vihara Siau-lim yang tentu akan mencarinya untuk dihukum. Oleh karena itu, jalan satu- satunya lebih baik nyeberang ikut pada kerajaan Ceng. Yang memang kelak kemudian hari, dalam pembasmian pada vihara Siau-lim yang dilakukan kerajaan Ceng, Thian To banyak memberi bantuan ke kerajaan Ceng.

Sementara Anita, adalah seorang lhama dari daerah Mandal Gobi. Di daerah Mongol, terdapat dua vihara yang besar. Vihara Teratai Putih di Manda1 Gobi dan vihara Pagoda Suci di daerah Sandala.

Umum bahwa adanya dua buah aliran agama yang tidak searah, tentu akan menimbulkan pertentangan, betapapun halus cara2 yang dilakukan.

Demikian pula antara fihak vihara Teratai Putih dengan Pagoda Suci, diam2 telah timbul persaingan untuk berebut pengaruh pada rakyat.

Vihara Pagoda Suci dibawah lindungan Dalai Lhama atau kepala dari agama lhama yang besar pengikutnya di Tibet sampai ke Mongol.

Vihara Mandal Gobi menganut aliran dari Panchen Lhama, Dan antara kedua vihara, Mandal Gobi dan Sain Sandala, telah timbul persaingan yang walaupun secara diam2 tetapi cukup sengit. Amita tahu bahwa hanya dengan kekerasan, barulah dapat merebut kekuasaan dari pengaruh vihara Sain Sandala. Maka dia segera mengadakan hubungan dengan partai persilatan Go-bi-pay di Go-bi-san. Dan bahkan diapun meminta pelajaran ilmusilat dari perguruan itu.

Demikian dengan bantuan fihak Go-bi-pay, akhirnya dapatlah Amita melenyapkan pengaruh vihara Pagoda Suci.

Namun semua di dunia ini tidak langgeng. Malam berganti siang dan siangpun kembali malam. Vihara Pagoda Suci telah lumpuh dan vihara Teratai Putih yang jaya.

Tetapi beberapa tahun kemudian, muncullah sepasang muda mudi yang datang ke vihara Teratai Putih di Mandal Gobi untuk mengajukan tantangan adu kepandaian. Sudah tentu para lhama vihara itu terkejut. Mereka tak kenal dan tak bermusuhan dengan sepasang muda mudi itu. Tapi tanpa hujan tanpa angin, mereka ditantang.

Akhirnya terjadilah pertempuran. Tak seorang lhama dari vihara itu yang mampu menandingi kegagahan sepasang muda mudi itu. Amita turun tangan sendiri tetapi diapun dikalahkan juga, terpaksa harus melarikan diri.

Amita mengembara. Sebenarnya dia hendak meminta bantuan kepada partai Go-bi-pay. Tetapi ia merasa telah mengingkari janji ke partai itu sehingga ia takut kalau partai itu tak mau membantunya.

Kemudian ia mendengar tentang pergolakan yang terjadi di Tiong-goan. Bahwa bangsa Ceng telah membantu jenderal Go Sam Kui untuk mengeyahkan pemberontak Li Cu Seng yang menduduki kotaraja Pak-kia dan mengangkat diri sebagai raja.

Ke Tiong-goanlah dia ayunkan langkah ingin mengetahui apa yang telah terjadi sebenarnya. Di tengah perjalanan ia mendengar berita tentang pasukan Ceng yang berhasil mengusir Li Cu Seng dari. kotaraja. Tetapi kemudian ia mendengar bahwa orang Boan tak mau menyerahkan kotaraja Pak-kia bahkan pemimpin mereka telah mengangkat diri sebagai raja. Itulah yang disebut 'mengusir serigala dengan memasukkan harimau ke dalam rumah.

Bahkan selanjutkan kerajaan Ceng makin bernafsu hendak menguasai seluruh kerajaan Beng. Diam2 timbul pikiran Amita. Alangkah baiknya kalau ia bekerja kepada kerajaan yang baru itu untuk menghancurkan pengaruh vihara Sain Sandala.

Demikian secara kebetulan pula dia bertemu dengan Ko Cay Seng yang menerima keinginan Amita dengan gembira sekali. Ko Cay Seng mengajak paderi To Thian dan Amita lhama menuju ke Yang-ciu, "Kita harus menunjukkan pahala agar beginda memberi pangkat kita," kata Ko Cay Seng kepada kedua orang itu.

Begitulah asal usul kedua paderi dan lhama yang datang bersama Ko Cay Seng di Yang-ciu dan kini sedang berhantam melawan pendekar Huru Hara.

Huru Hara paling benci kepada bangsa Han yang mau menjadi antek musuh, maka terhadap lawannya itu, dia benar2 menumpahkan seluruh perhatian dan tenaganya.

Ada suatu keanehan pada tenaga-sakti Ji-ih-sin-kang yang dimiliki pendekar Huru Hara, Bahwa tenaga-sakti itu dapat digerakkan menurut keinginan hati Huru Hara. Karena menumpahkan perhatian maka Huru Hara dapat memperhatikan segala gerak gerik serangan ketiga lawannya dan otomatis diapun lantas menirukannya. Bukan main kejut Ko Cay Seng dan kedua kawannya ketika sekaligus Huru Hara dapat menirukan gaya permainan dan jurus2 serangan mereka,

“Gila,” dengus To Thian yang terkejut ketika waktu melancarkan tusukan pedang ke lâmbung lawan, tahu2 lawan juga menusuk lambungn. Gerak dan jurus tusukan To Thian itu sama benar dengan yang dilakukan Huru Hara.

Tetapi untunglah Amita lhama menyabat dari belakang. Tasbih lhama itu terbuat dari bahan besi hitam yang kerasnya bukan main. Dan tenaga dalam yang dimiliki lhama itu memang tinggi. Apabila terkena, punggung Huru Hara pasti hancur berantakan.

Tetapi punggung Huru Hara seperti tumbuh mata. Walaupun sedang menghadapi To Thian namun tenaga- sakti Ji-ih-sin-kang yang sedang memancar itu, dapat merasakan sambaran angin dari tasbih Amita lhama.

Dia cepat berkisar dan tring …… terjadilah benturan antara pedang padri To Thian dengan tasbih Amita lhama.

"Haya……. . " keduanya berteriak kaget dan menyurut mundur. Keduanya adalah jago2 yang memiliki tenaga- dalam tinggi dan kepandaian sakti. Mereka tak mengira sama sekali bahwa gerak tubuh Huru Hara itu sedemikian cepatnya. Dan benturan senjata mereka menyebabkan tangan mereka sama bergetar kesemutan.

"Hm, mau lari kemana engkau," bentak Ko Cay Seng yang taburkan pit untuk menutuk enam buah jalandarah di tubuh Huru Hara.

"Siapa yang lari !" bentak Huru Hara seraya mainkan pedangnya sederas angin puyuh. Tring…., tring........ berulang kali ujung pit dari Ko Cay Seng harus membentur pedang magnit dari Huru Hara.

Ko Cay Seng terkejut sekali. Ia merasa pit tidak dapat bergerak dengan cepat seperti biasanya. Ada suatu tenaga aneh yang menyedot pit sehingga dia harus kerahkan tenaga-dalamn untuk menggerakkannya dengan keras. Sekalipun begitu tak urung terdapat hambatan juga dalam gerakan pitnya itu sehingga mudah dicegat oleh pedang lawan.

Memang benar. Ko Cay Seng belum tahu kalau pedang Huru Hara itu sebuah pedang yang terbuat dari besi magnit yang mampu memancarkan daya sedot keras.

Ko Cay Seng memang bingung. Ia tahu jelas bahwa Huru Hara itu tidak menggunakan jurus ilmu pedang yang genah tetapi asal menggerakkan saja. Namun setiap gerakan, pedang Hura Hara cepatnya bukan alang- kepalang. Dan lagi serasa pedang Huru Hara itu dapat menyedot senjatanya.

Dalam pada itu, paderi To Thian dan Amita pun sudah bergerak menerjang Huru lagi. Dan Huru Hara harus melayani tiga tokoh yang sakti.

Sesungguhnya kepandaian dari paderi To Thian itu memang hebat. Tetapi karena sejak murtad dari vihara Siau-lim, dia malas untuk berlatih ketambahan pula selama itu dia hanya mengumbar nafsu kepada wanita maka tenaga dan staminanyapun menurun. Dalam berapa puluh jurus kemudian, napasnya sudah terengah-engah dan keringatpun mengucur deras.

Huru Hara sempat memperhatikan keadaan paderi itu. Dia tak kenal siapa To Thian dan tak mau peduli dari vihara mana paderi itu. Pokoknya yang dilihatnya ialah, paderi itu telah membela kerajaan Ceng, harus dibasmi. Tiba2 Huru Hara merobah gerakan pedangnya. Ia teringat bahwa dulu ketika berhadapan dengan beberapa tokoh sakti, dia telah diserang habis-habisan dengan sebuah ilmu pedang yang hebat sekali, sehingga dia hampir celaka. Sekarang dia teringat akan gerakan ilmu pedang itu. Dan memang pernah juga ia coba2 untuk menirukannya. Sekarang dia hendak menggunakannya untuk menghadapi Ko Cay Seng bertiga.

Ko Cay Seng, paderi To Thian dan Amita lhama terkejut sekali waktu Huru Hara secara tiba2 telah mengganti permainan pedangnya.

"Ngo-heng-pat-kwa-kiam-hwat!" serentak Ko Cay Seng dan paderi To Thian berseru kaget, setelah mengetahui ilmu pedang yang dimainkan Huru Hara.

Ngo-heng artinya lima unsur bumi yani Kim, Bok, Cui, Hyea dan Tho atau Logam. Kayu, Air, Api dan Tanah. Dalam ilmu pedang, kelima unsur itu diwujudkan dengan gerak yani Kim sebagai gerak ketahanan, Bok sebagai gerak pengayoman atau perlindungan, Cui sebagai gerak menggenangi atau kelemasan, Hwe sebagai gerak yang ganas dan Tho sebagai gerak menyerap atau ketenangan.

Sedang Pat-kwa artinya Segi-delapan, lambang dari roda kehidupan alam. Dalam ilmu pedang digunakan sebagai delapan gerak kearah delapan arah.

Karena Ngo-heng digabung dengan Pat-kwa, maka lengkaplah unsur bumi dan alam. Maka lengkaplah gerakan pedang itu.

Ngo-heng-pat-kwa-kiam memang suatu ilmu pedang yang sukar dipelajari. Limapuluh tahun yang lalu di dunia persilatan muncul seorang jago yang memiliki ilmu pedang itu. Kemunculannya dalam gelanggang persilatan, cepat sekali mengundang kekaguman dan penghormatan orang2 persilatan. Banyak jago2 silat ternama yang jatuh dan dikalahkan oleh jago baru itu. Tetapi sayang, jago muda itu tak lama. Dia sakti dalam ilmu pedang tetapi tidak punya pengalaman dalam dunia persilatan. Akhirnya karena terlalu percaya pada mulut orang, dia dapat diracun. Sejak itu dia terus menghilang dari dunia persilatan.

Memang pada waktu itu tak tersangka-sangka ketika Huru Hara masih bernama pendekar Blo`on, dia telah bertemu dengan seorang kakek tua yang tinggal di sebuah hutan. Kakek itu seorang kakek biasa tetapi diluar dugaan, dia dapat memberikan petunjuk tentang gerakan suatu ilmu pedang, Kata kakek itu, "Anakmuda, aku sudah cacat, tenagaku sudah hilang karena diracuni orang Tetapi aku tak rela kalau ilmu pedang ini sampai hilang dalam dunia persilatan. Kuajarkan ilmu pedang itu kepadamu dengan harapan kelak engkau dapat menggunakannya untuk tujuan yang mulia."

Sebenarnya waktu itu Blo’on menolak. Dia mengatakan tak ingin dan tak suka belajar ilmu silat apalagi ilmu pedang. Alasannya. ilmu silat dan ilmu pedang itu hanya untuk mencelakai orang saja.

"Engkau salah anakmuda," kata orang aneh itu. "ilmu itu tergantung pada pemiliknya. Jika hendak digunakan untuk maksud jahat memang berbahaya tetapi kalau digunakan untuk tujuan mulia amatlah bermanfaat sekali. Dan apakah engkau tahu apa yang akan terjadi dalam negeri kita ini kelak ?"

Blo’on terkesiap dan gelengkan kepala.

"Menurut berbagai keanehan alam yang akhir-akhir itu sering muncul, kemungkinan di negeri kita akan timbul perobahan yang besar," kata orang itu pula.

"Keanehan apa ?" tanya Blo`on. “Orang ramai membicarakan keanehan yang sering terjadi di beberapa daerah. Misalnya ada bayi yang memakai ekor, ada kucing yang ekornya tidak tumbuh dipantat tetapi dikepala, ada anjing yang keluar tanduk dan lain2. Juga di langit sering timbul bintang2 yang aneh, Timbulnya bintang kemukus (komet), bintang yang mengeluarkan sinar merah dan lain2 tanda alam itu, merupakan suatu perlambang dari perobahan besar yang akan terjadi."

"Perobahan apa saja yang kakek maksudkan?"

"Yang disebut perobahan besar hanialah laku pada perobahan pemerintahan atau kerajaan”

"Maksud kakek akan terjadi pergantian raja ?" “Ya.”

"Kan sudah biasa kalau raja yang tua mati lalu diganti dengan anaknya."

"Bukan begitu yang kumaksudkan," kata kakek itu, "melainkan suatu pergantian dari raja lain bangsa.”

"Jadi bukan baginda dari kerajaan Beng yang sekarang ini ?"

"Bukan, tetapi akan timbul kerajaan baru yang akan menggantikan kerajaan Beng sekarang.”

"Ah. ," Bloon mendesuh.

"Oleh karena itu, anakmuda, engkau harus bersiap-siap untuk menghadapi jaman itu. Waktu itu tentu akan timbul peperangan besar. Jika kau ingin membuktikan dirimu untuk membela negara engkau harus memiliki ilmu kepandaian tinggi. Nah, ilmu pedang yang akan kuberikan padamu ini, termasuk ilmu pedang yang sudah ada lagi dalam dunia persilatan. Apabila engkau gunakan untuk menghantam musuh di medan perang, tentulah musuh akan kocar kacir."

Bloon terkesiap, "Benarkah itu ?"

"Yang penting engkau harus mencobanya dulu. Kalau memang tak suka, boleh tak usah berlatih lagi," kata kakek itu.

"Jika untuk menghadapi musuh yang hendak mengganggu negara kita, aku bersedia untuk belajar ilmu pedang itu. Tetapi ada satu syarat," kita Blo'on.

"Apa syaratmu ?"

"Begitu peperangan selesai, ilmu itu terus ku buang."

Kakek itu heran. Tetapi dia segera dapat menilai peribadi pemuda itu. Dia setuju dan lalu mengajarkan ilmu pedang itu kepada Blo’on.

Sebenarnya Blo’on tak pernah berlatih lagi hingga dia muncul ke dunia persilatan dengan nama Loan Thian Te atau pendekar Huru Hara, dia sudah hampir tak pernah memainkan ilmu pedang itu.

Sekarang dalam menghadapi tiga tokoh silat yang hebat, karena sampai sekian lama. Entah sudah berapa ratus jurus, belum juga selesai, teringatlah dia akan ilmu pedang yang pernah diterimaya dari kakek tak dikenal itu.

Dan selekas dimainkannya maka Ko Cay Seng bertiga terkejut sekali. Serasa empat arah delapan penjuru berkelebat pedang Huru Hara. Tubuh Huru Hara seperti tak tampak lagi. Yang ada hanialah segulung sinar pedang yang melingkupi tubuhnya. Pit, pedang dan tasbih tak dapat menembus lingkaran sinar itu.

Selain Ko Cay Seng, juga paderi To Thian dan Amita lhama merasakan bahwa gerak senjatanya terasa berat, seperti disedot oleh lingkar sinar pedang lawan. Maka dalam beberapa waktu kemudian, napas paderi To Thian mulai tersengal-sengal dan keringat membasahi kapalanya.

"Hm, paderi ini harus kuberi hajaran dulu,” pikir Huru Hara.

Tring ….. plok…… auh ..... terdengar benturan senjata dan tendangan kaki yang mengenai tubuh lalu disusul dengan melayangnya sesosok tubuh sampai beberapa meter ke belakang.

Itulah tubuh paderi To Thian yang termakan kaki Huru Hara. Dan setelah dapat menyelesaikan paderi itu. Huru Hara lalu menggencarkan serangan kepada Ko Cay Seng.

Hilangnya To Thian, terasa sekali bagi Ko Cay Seng berdua. Tekanan Huru Hara makin berat. Tetapi Ko Cay Seng seorang manusia yang licin. Tak mudah untuk menangkapnya.

Bum .....

Sekonyong-konyong Ko Cay Seng membanting sebutir pi-lik- tan (pelor halilintar) ke seketika berhamburanlah asap tebal menyelimuti tempat itu.

Huru Hara terkejut dan cepat loncat mundur. Ia kuatir asap itu mengandung racun. Dia pun berusaha untuk menembuskan pandang matanya kedalam asap. Tetapi Ko Cay Seng dan Amita lhama tak tampak lagi.

Memang Ko Cay Seng mempunyai senjata istimewa ialah yang disebut Pi-lik-tan atau pelor-geledek. Begitu ditaburkan, pelor itu segera meletus dan menghamburkan asap yang tebal. Dan pic-lik-tan itu diramu dengan ramuan obat bius. Barang siapa yang menyedot asap tentu akan pening kepalanya dan rubuh. Untung Ko Cay Seng memang hanya ingin melarikan diri saja. Andaikata dia menunggu karena percaya Huru Hara tentu akan rubuh pingsan, dia sendirilah yang akan celaka. Berkat minum darah kilin dan makan buah Hay-te- som ketika dahulu dia pernah kecemplung dalam laut dan menemukan sebuah kerajaan dalam laut (baca : Pendekar Blo'on).

Huru Hara kebal akan asap beracun yang ditaburkan Ko Cay Seng itu. Selekas asap itu menipis dia terus menerjang untuk mencari kedua lawannya. Tetapi Ko Cay Seng dan Amita lhama, bahkan paderi To Thian sudah tak kelihatan batang hidungnya.

Tiba2 dia teringat akan Ah Liong dan kawanan anak2 yang tengah bertempur dengan Hong-hay-ji dan si Pendekar Tengkorak-pencabut-nyawa. Serentak dia berpaling, ah .....

merekapun lenyap.

“Kemanakah mereka ?" tanya Huru Hara seorang diri. Tetapi ia memutuskan untuk kembali ke tempat Su tayjin saja. Biarlah Ah Liong anakbuahnya menyelesaikan kedua lawannya. percaya anak2 itu tentu mampu mengatasi musuh2-nya.

Su Go Hwat disembunyi dalam sebuah gua yang pelik, pintu gua teraling oleh batu cadas dan gerumbul pohon. Gua itupun jarang didatangi orang. Itulah sebabnya Huru Hara tak kuatir untuk meninggalkannya dulu karena hendak menolong Ah Liong.

Tetapi begitu tiba di gua tersebut, bukan kepalang kejut Huru Hara ketika tak melihat mentri pertahanan itu berada disitu.

"Su tayjin, dimanakah tayjin !" teriak Huru Hara. Namun tiada penyahutan sama sekali. Walaupun diulang sampai beberapa kali juga tak ada penyahutan. "Celaka !" diam2 Huru Hara mengeluh, "hanya ada dua kemungkinan. Kalau tak dibawa musuh, tentulah tayjin digondol binatang buas."

Huru Hara tegang sekali. Ia merasa bertanggung jawab atas keselamatan mentri pertahanan itu.

"Hm, gara2 bocah kuncung itu, aku sampai meninggalkan tayjin seorang diri," ia marah pada Ah Liong yang dianggapnya sebagai gara2 sehingga Su tayjin sampai hilang.

"Kemana aku harus mencarinya ?" akhirnya tibalah dia pada suatu pertanyaan yang terakhir.

Dia telah melakukan pemeriksaan dengan seksama. Kalau digondol binatang buas tentu akan meninggalkan bekas2 noda darah. Ternyata lantai gua itu tetap bersih dan tak ada tanda2 telah terjadi pergumulan yang berdarah. Sebagai anak yang pernah tinggal di gunung dan sering berkeliaran ke daerah pedalaman, Huru Hara dapat mengenal bau beberapa binatang, misalnya bau harimau, serigala, ular dan bahkan bangsa burung. Ia tak mencium suatu bau binatang dalam gua itu.

Dengan begitu kemungkinan kedua, bahwa Su tayjin telah disergap musuh, lebih besar.

"Adakah Ko Cay Seng dan kawan-kawannya yang melakukan perbuatan ini? Tetapi apakah mereka mengetahui tempat persembunyian Su tayjin ?" Huru Hara membantah sendiri.

"Ya, kemungkinan besar memang manusia durjana itu," pada lain saat ia menyangkal sendiri, "dia seorang manusia yang julid dan licin. Bukan mustahil kalau dia sebelumnya telah menyebar anakbuahnya. Waktu dia dan kawan2 bertempur dengan aku, anakbuahnya disuruh mencari Su tayjin. Ya, ini memang lebih besar kemungkinannya.”

Akhirnya ia memutuskan untuk mencari rombongan Ko Cay Seng. Jika perlu dia hendak menerjang ke daerah pendudukan musuh dan menghadap panglima besar  Torgun untuk menuntut keselamatan jiwa Su tayjin.

Dia teringat akan keinginan panglima Torgun yang meminta kepadanya supaya bekerja pada pasukan Ceng. Tetapi dia menolak.

"Sekarang demi kepentingan jiwa Su tayjin, kalau perlu aku bersedia menyerahkan diri pada musuh asal Su tayjin dibebaskan," ia menimang-nimang keputusan dalam hati.

Begitulah dia segera ayunkan langkah untuk mencari Su tayjin. Dia hendak memburu jejak Ko Cay Seng yang diduga telah menculik mentri pertahanan Su.

Kemanakah perginya Su Go Hwat ?

Ternyata yang diduga Huru Hara itu memang benar, Ketika Hong-hay-ji sedang bertempur dengan Ah Liong, diam2 Ko Cay Seng telah memberi bisikan kepada seorang pengawalnya untuk membawa anakbuahnya menyelidiki daerah disekeliling tempat itu dan menangkap Su Go Hwat.

Pengawal Ko Cay Seng melaksanakan tugasnya dengan cermat dan di gua itu dia dan buahnya berhasil menemukan tempat persembunyian Su Go Hwat.

"Hm, kiranya tayjin berada disini." seru pengawal yang bernama Kong-go, seorang jago dari wilayah Hek-liong- kiang.

"Jangan maju mendekat, selangkah berani maju, aku akan bunuh diri," seru Su Go Hwat seraya lekatkan sebatang belati ke dadanya. Kong-go terkesiap, "Ah, mengapa tayjin akan berbuat senekad itu ? Kami tidak bermaksud mencelakai tayjin. Kami bahkan hendak menolong tayjin dari kesulitan."

"Persetan ! Bukankah engkau budak orang Boan ?”

"Ya," sahut Kong-go, "mengapa kita harus merasa hina menjadi ponggawa kerajaan Ceng ? Bukankah raja Ceng lebih pintar, lebih bijaksana dan kuat dari raja Beng ? Menjadi ponggawa kerajaan yang menang, bukan suatu hinaan."

"Jahanam ! Hanya orang Han yang berwatak anjing, mau berhamba pada orang Boan!"

"Jangan salah fiham, tayjin. Aku bukan suku Han, aku dari propinsi Kilin yang berdekatan dengan saku Boan."

"0, pantas engkau mau jadi hamba mereka."

"Tayjin, seorang yang bijaksana dan pandai seperti tayjin mengapa tidak berpandangan luas ? Bukankah kerajaan Ceng itu yang akan menjadi yang dipertuan dari bumi Tiong- goan ? Lihatlah, kotaraja Pak-khia sudah jatuh “

"Itu karena gara2 jenderal Go Sam Kui !"

"Itulah contohnya," seru Kong-go, "menghadapi pemberontak saja raja Beng sudah tak mampu mengatasi dan harus meminta bantuan pasukan Ceng. Kalau sekarang orang Boan merasa herb untuk menduduki kotaraja, itu kan sudah pantas

"Itu kesalahan Go Sam Kui !"

"Tidak," bantah Kong-go. "jenderal Go Sam Kui tidak salah. Karena melihat raja Beng lemah dan dikuasai oleh kaum durna, jenderal Go putus asa dan meminta bantuan pasukan Ceng. Dia memang hertindak tepat." "Lebih baik Li Cu Seng yang menjadi raja daripada harus orang Boan !"

"Tayjin salah," Kong-go manyangkal pula, "yang disebut Tionggoan (Tiongkok) itu terdiri dari beberapa suku, antara lain suku Boan. Maka orang Boan pun berhak untuk memegang pemerintahan Tioang-goan dan bukan hanya orang Han saja yang berhak !"

"Hm," dengus Su Go Hwat geram,"sekarang engkau mau apa ?"

"Kami minta agar tayjin suka keluar dan akan kami iringkan ketempat yang aman. Masa tayjin seorang mentri pertahanan, koq harus sembunyi dalam gua begini ?"

"Tidak !" teriak Su Go Hwat, "lebih baik ku mati daripada harus menyerah kepadamu.”

Kong-go terkesiap. Ia mendapat kesan bahwa Su Go Hwat itu seorang yang keras kepala.

Ia mendapat akal. Ia memberi hormat kepada mentri, "Baiklah, tayjin, kalau tayjin tak mau, aku pun tak berani memaksa. Harap tayjin baik2 menjaga diri."

Habis berkata Kong-go terus pergi. Dia mencari tempat yang agak jauh dari gua itu lalu memberi perintah kepada anakbuahnya. "Kita harus mengatur siasat untuk menangkap mentri yang keras kepala itu. Siapa diantara kalian yang dapat menangkap ular ?"

Seorang anakbuah menampilkan diri. Dia segera diperintah untuk mencari ular. Tak berapa lama dia sudah berhasil menangkap dua ekor ular. Ternyata Kong-go seorang ahli menaklukkan ular. Dia menghilangkan bisa (racun) ular itu lalu suruh anakbuah itu melepaskan ke pintu gua, Sedang dia penjaga di samping pintu gua. Kalau Su Go Hwat ketakutan lari keluar, terus akan disergapnya. Demikian rencananya.

"Jahanam !" terdengar Su Go Hwat marah2 didalam gua.

Tetapi tak berapa lama kemudian tak ada suaranya lagi.

Tetapi sampai sekian lama menunggu, belum juga Su Go Hwat keluar. Sudah tentu Kong-go tentram sekali. Ia teringat kalau Su Go Hwat masih membekal piau belati, “Ah, kemungkinan dia dapat membunuh ular itu," pikirnya.

Kong-go kembali kepada anakbuahnya untuk bcrmusyawarah.

"Loya," seru seorang anakbuah, "aku mempunyai akal untuk menangkap mentri itu."

"Bagaimana caranya ?"

"Aku mempunyai setanggi harum yang asapnya dapat membuat orang pingsan. Apabila kubakar dan kutiupkan kedalam gua, asap itu tentu akan tersedot dan mentri Su pasti rubuh," kata anakbuah itu.

"Bagus," seru Kong-go. Dia memerintahkan agar anakbuah itu segera melaksanakannya.

Memang waktu melihat dua tiga ekor ular masuk, mentri Su nekad membabat dengan belatinya sehingga ular itu mati. Dia memang sudah bulat tekadnya, lebih baik mati daripada jatuh ke tangan musuh.

Beberapa saat ke:nudian dia mencium bau yang harum. Ia heran tetapi cepat menyadari bahwa asap itu tentu bukan sewajarnya. Ia tahu bahwa di kalangan kaum persilatan golongan hitam terutama kaum Cay-hoa (pemetik bunga atau perusak wanita), memang sering menggunakan asap harum untuk membius korbannya supaya pingsan. "Hm, mereka hendak menggunakan dupa Bi-hun-hiang untuk merubuhkan aku," pikir Go Hwat. Diapun segera mendapat akal untuk menghadapi mereka. Dia cepat2 menutup hidung dengan saputangannya.

Setelah beberapa saat, Kong- go berseru, “apakah tayjin benar2 tak mau menyerah ?" Kong-go sengaja berseru begitu untuk menyelidiki apakah mentri sudah pingsan atau masih sadar. Ternyata mentri Su diam saja.

“Su tayjin !" Kong-go mengulang seruannya namun tetap tiada penyahutan.

"Mungkin sudah rubuh, loya," kata anakbuah yang memiliki obat Bi-hun- hiang tadi, "obatku ini memang istimewa sekali."

"Ah, tetapi kita harus hati2," kata Kong-go.

Rupanya anakbuah itu terlalu membanggakan setangginya, "Boleh aku yang masuk untuk melihat mentri?"

"Apa tidak berbahaya ?"

"Harap loya jangan kuatir, mentri Su pasti sudah rubuh."

Karena melihat orang begitu yakin, terpaksa Kong-go menyetujui. Dan melangkahlah anakbuah kedalam gua. Dilihatnya mentri Su memang sudah menggeletak di tanah tak berkutik. Sebenarnya dia hendak memberitahu kepada Kong-go tapi entah bagaimana timbullah keinginannya untuk membanggakan diri. Dia terus menghampiri lalu berjongkok hendak mengangkat tubuh mentri maksudnya hendak membawanya keluar.

"Aduh............. " tiba dia menjerit ngeri ketika sebatang benda berkilat memancar dan tahu2 dadanya tertusuk ujung belati. Suara jeritan anakbuah itu terdengar di luar. Kong-go terkejut. Ia duga anakbuahnya tentu menderita kecelakaan. Jelas tentulah mentri Su belum rubuh.

"Celaka," ia mengeluh, "kalau aku memaksa masuk menangkapnya, dia tentu akan bunuh diri. Namun kalau tidak masuk, juga tak mungkin mau keluar.

Dia hendak membakar setanggi harum tetapi benda itu ikut dibawa oleh pemiliknya yaitu anakbuah tadi.

"Cari kayu atau daun kering. Aku hendak membakar gua ini," katanya.

Tak berapa lama siaplah sudah seonggok ranting dan daung2 kering dimuka pintu gua. Kong go terus membakarnya. Asap segera berbondong-bondong masuk kedalam gua.

Mentri Su benar2 kelabakan. Berulang kali napasnya sesak dan hendak batuk tetapi ditahan.

Asap makin bergulung-galung masuk ke dalam gua, Kong-go dan anakbuahnya mengepung gua itu.

"Tayjin, kalau engkau suka damai, kuhentikan asap ini," seru Kong-go.

"Jangan mimpi !” sahut mentri Su yang mendekap hidungnya. Dia berusaha hendak menghindari kesesakan napas akibat asap itu tetap gagal. Dia memang tak kuat bertahan lagi kalau disuruh terus menerus mendekap hidung. Akhirnya ia coba melepaskan tangannya. Seketika dia berbatuk- batuk.

Pada saat Su Go Hwat sudah hampir tak tahan lagi dan hendak menerobos keluar, sekonyong2 terdengar suara seorang gadis melengking, "Hai apa-apaan itu ?" Kong-go terkejut dan berpaling. Ah, ternyata yang datang kesitu adalah seorang gadis cantik bersama seorang kakek pendek.

Setelah menenangkan diri dengan menganggap bahwa gadis itu hanya seorang gadis lemah, apalagi kakeknya bertubuh pendek seperti orang linglung, legahlah perasaan Kong-go.

"Hai, siapa nama kalian ?" tanyanya.

"Tidak perlu," kata gadis itu, "sebelum engkau menjawab pertanyaanku ini."

"Engkau hendak tanya apa ?"

"Mengapa engkau membuat api unggun didepan sebuah gua itu?”

"Ada seekor ular dalam gua itu. Caranya menangkap ialah dengan disembur asap tebal, binatang itu tentu akan jinak kembali.

"Tetapi siapa orang yang engkau cari itu ?" seru Kong-go.

Agak tersipu-sipu pipi gadis itu ketika menerima pertanyaan seperti itu.

"Hm, jangan bohong. Masakan hendak menangkap burung saja pakai segala asap," seru gadis itu.

"Percaya atau tidak, itu terserah kepadamu. Mengapa engkau usil ?" tegur Kong-go yang mulai tak sabar.

"Tentu saja aku harus usil," sahut gadis itu, bukankah kalian ini prajurit2 Ceng ?"

"Ya," sahut Kong-go, "sebenarnya engkau harus berterima kasih kepadaku."

"Terima kasih ? Perlu apa aku harus berterima kasih kepadamu ?" "Engkau pasti mendengar, bahwa setiap kali pasukan Ceng menduduki suatu tempat, tentu mereka akan mengganggu wanitanya. Engkau seorang gadis cantik, bukannya engkau lari menyembunyikan diri tetapi malah engkau berani datang kapadaku. Masih untung aku bukan bangsa hidung belang. Kalau aku tak berbuat apa2 kepadamu seharusnya engkau berterima kasih. Jangan banyak usil dan lekaslah engkau pergi dari sini !"

Gadis itu mendengus hina, "Uh, yang harus berterima kasih seharusnya engkau."

"Mengapa ?"

"Ketahuilah, bahwa aku ini paling benci kalau ketemu dengan orang Boan. Setiap prajurit Boan yang bertemu aku, tentu mati. Kalau aku masih baik2 bertanya kepadamu, engkau sudah untung dan harus berterima kasih."

Kong-go tertawa mengakak."Ha, ha, ha, hauppppp . . . buhhh," tiba2 Kong-go mengaup dan mulutnya menguak muntah2.

Gadis itu dan anakbuah Kong-go heran. Mereka tak tahu apa yang telah terjadi pada diri Kong-go,

"Bajingan............. ," Kong-go memaki-maki kalang kabut, "siapa yang melontarkan benda busuk kedalam mulutku !"

Kini barulah orang2 itu tahu apa yang telah terjadi, Tetapi merekapun melongo karena merasa tak pernah melontarkan benda busuk kedalam mulut perwira Boan itu. Dan mereka pun tak tahu siapa yang melakukan perbuatan itu.

"Ing, hayo kita pergi," tiba2 kakek pendek menarik tangan gadis cantik untuk diajak pergi. "Kemana ? Bukankah kita harus menyelesaikan mereka dulu," kata gadis itu yang tangannya telah ditarik si kakek dibawa pergi.

Seteleh agak jauh baru kakek pendek itu berkata, "Perwira Boan itu sudah kusuruh menelan upil (kotoran) hidungku."

"Jadi yang melontarkan benda busuk kedalam mulutnya tadi, kakek ?"

Kakek pendek itu mengangguk dan keduanya tertawa geli.

"St !" tiba2 kakek itu mendesis suruh sigadis berhenti tertawa.

"Mengapa paman Cian ?" tanya gadis itu heran. "Aku mendengar suara orang memaki kalang kabut." "Tentu perwira Boan tadi."

"Bukan, bukan dia, suaranya agak parau seperti orang tua. Dan perwira Boan itu tertawa."

"Ah, mari kita lanjutkan perjalanan saja."

"Hm, Tiau Ing, engkau tentu tak percaya. Hayo kita kembali. Kalau apa yang kukatakan keliru, engkau boleh menampar kepalaku," kata kakek itu seraya balik kearah gua lagi. Gadis itu terpaksa mengikuti.

Bukan kepalang kejut mereka ketika melihat anak prajurit Ceng sedang menggotong seorang laki2 tua yang tak sadarkan diri. Dan terutama gadis itu. Begitu melihat siapa lelaki yang tengah gotong itu, ia serentak menjerit. "Ayahhhhh…….”

Gadis itu terus lari menghampiri tetapi seorang  anakbuah Kong-go maju menghalang. "Jang............. , " sebelum anakbuah itu sempat berkata, tangan gadis itupun sudah melayang kearah mukanya, plak

..... aduh….. anakbuah itu menjerit, dua buah giginya rontok, mulut berdarah dan terhuyung mundur sambil mendekap mulut.

Cepat sekali gadis itu menghantam empat orang anakbuah Keng-go yang menggotong lelaki tua tadi.

Keempat prajurit itu menjerit dan lepaskan tubuh lelaki tua itu yang cepat disanggapi si gadis.

"Ayah, ayah, mengapa engkau disini?” seru gadis itu seraya menggolek-golekkan tubuh si lelaki tua. Tetapi lelaki tua itu masih pejamkan mata seperti orang tak sadar.

"Tiau Ing, siapakah dia ?" tanya kakek pendek, yang ikut menghampiri.

"Ayahku," jawab si gadis, "0, Su tayjin ?"

"Ya."

"Kenapa dia ?" "Dia pingsan."

Kakek pendek gopoh mengeluarkan sebuah cupu (kotak dari kulit) dan mengambil sebutir ramuan pil, "minumkanlah "

Benar juga tak berapa lama setelah diminumi pil, lelaki tua yang tak lain adalah Su Go Hwat, mulai membuka mata.

"Engkau Tiau Ing !" serunya kepada gadis itu.

"Benar, ayah, oh, mengapa engkau berada disini ?" tanya gadis itu. "Aku telah dihianati oleh Bok Lim yang hendak menyerahkan aku kepada orang Boan," kata Sa Go Hwat, "Tiau Ing, mengapa engkau berada disini ?"

“Ayah…..," nada Tiau Ing berganti sember dan beberapa butir airmata menitik dari pelapuknya.

"Tiau Ing, mengapa engkau menangis ? Apakah telah terjadi sesuatu pada dirimu?" Su Hwat terkejut melihat wajah puterinya.

"Hong Liang ”

"Hong Liang ? Dia berani berbuat apa kepadamu ?"

Tiau Ing tak menyahut tetapi airmatanya makin membanjir deras.

"Dia seorang penghianat. Aku merasa bersalah karena terlalu percaya pada mulutnya.”

"Tetapi apa yang telah terjadi pada dirimu Ing ?" Su tayjin makin cemas.

Belum sempat Su Tiau Ing menjawab, tiba2 terdengar Kong-go berseru, "Hola, Su tayjin, disini bukan tempat bicara. Kalau tayjin mau bicara dengan siocia, mari kuantarkan ke tempat yang aman."

Tiau Ing terkejut. Ia menyadari bahwa itu masih dalam bahaya, "Ayah, ceritanya amat panjang, Akan kubereskan dulu mereka baru nanti kuceritakan semuanya."

Gadis itu mengusap airmata dan berseru pada kakek tua yang tak lain adalah kakek Cian-li-ji, "Paman Cian, mari kita hajar mereka !"

"Baik," kata Cian-li-ji yang terus sing- singkan lengan baju dan berteriak, "hai, musuh, bersiaplah kalian hendak kuhajar !" Andaikata bukan sedang menghadapi urusan yang penting seperti saat itu, tentulah Kong-go dan anakbuahnya akan tertawa geli melihat perwujudan kakek Cian-li-ji, lagak dan bicaranya.

"Engkau setan atau manusia ?" tegur Kong go menahan geli.

"Hus, kurang ajar, babi ! Engkau ini babi hutan, ya!

Masakan aku bukan manusia !"

"Kalau manusia mengapa begitu kate dan linglung ?" "Siapa bilang linglung ? Kalau aku linglung tentu

keponakanku si Huru Hara tak mau mempunyai paman seperti aku."

Begitu mendengar nama Huru Hara, seketika Kong-go teringat kalau tuannya (Ko Cay Seng) masih bertempur dengan Huru Hara. Kalau pertempuran itu selesai. andaikata Huru Hara yang menang, tentulah pemuda itu akan datang kesitu untuk mengambil Su tayjin.

"Ah, berbahaya, aku harus lekas2 menyelesaikan anak perempuan, dan kakek ini," pikirnya.

"Serang !" serentak dia memberi perintah kepada anakbuahnya. Serentak keduapuluh anakbuah Kang-go itupun menyerbu Tiau Ing dan kakek Cian-li-ji.

Tiau Ing berhasil merobohkan seorang anak buah Kong- go yang pedangnya lalu dipakai untuk menghadapi Kong- go. Memang Kong-go sengaja memilih Tiau Ing karena melihat kalau nona itu memiliki ilmusilat yang tinggi. Sedang kakek Ciu-li-ji ia serahkan saja kepada anakbuahnya.

Kong-go menggunakan golok yang berat. bertenaga kuat. Dia bertenaga kuat dan perkasa. Tetapi Tiau Ing gesit dan lincah sekali. Memang dalam gebrak permulaan sampai beberapa saat Kong-go masih dapat bertahan. Tetapi setelah limapuluh jurus lewat, mulailah serangan Kong-go mengendor. Dia mulai kehabisan napas.

Sedangkan beberapa belas prajurit yang mengeroyok Cian-li ji, juga kewalahan menghadapi kakek pendek itu. Gerakan kakek itu benar2 seperti bayangan. Gesitnya bukan alang kepalang.

Walaupun tidak menggunakan senjata Cian-li-ji memiliki senjata yang luar biasa ampuhnya. Senjatanya itu adalah gundulnya. Setiap dapat lubang kesempatan, dia terus membentur dada lawan dengan kepalanya.

"Aduhhhh," beberapa kali terdengar prajurit Boan itu menjerit. Ada yang roboh karena dadanya ambrol, ada yang lari, ada yang terlempar jatuh kedalam jurang.

Cian-li-ji memang hebat. Beberapa waktu kemudian kawanan prajurit Boan itu sudah di ganyang habis. Ada yang lari pontang-panting seperti dikejar setan, ada yang roboh.

"Ing ," kakek itu berpaling, "eh, kemana anak itu?"

"Lho, kemana Su tayjin ayah anak itu? Mengapa juga tak kelihatan?" kembali ia berteriak kaget karena tak melihat Su Tiau Ing dan Su tayjin berada disitu.

"0, Tiau Ing tentu masih mengejar orang Boan lawannya tadi," akhirnya ia menduga-duga dan terus lari mencarinya.

Memang dugaan kakek itu tepat. Karena merasa situasinya tidak menguntungkan, Kong-go sengaja mundur. Dia menghendaki supaya Tiau Ing mengejarnya. Dia nanti hendak menuju ke tempat Ko Cay Seng agar diberi bantuan. Su Tiau Ing memang kena terpancing. Melihat lawan main mundur, ia mengira kalau lawan sudah kehabisan tenaga. Terhadap orang Boan, dia memang benci setengah mati. Maka diapun geram kepada Kong-go. Dia hendak membunuh perwira Boan itu.

Entah sudah berapa jauh keduanya meninggalkan halaman gua. Kong-go sengaja menyusup ke sana sini dalam gerumbul pohon dan semak. Tiau Ing semakin panas.

Tiba2 ketika baru keluar dari hutan, terdengarlah suara orang berteriak. "Hai, Ing, ayahmu hilang !"

Tiau Ing berpaling dan dilihatnya kakek Cian-li-ji berlari- cari mendatangi, Gadis itu terkejut sekali mendengar kata2 Cian-li-ji sehingga sesaat ia hentikan serangannya.

"Apa ? Ayah menghilang? Apakah dibawa mereka ?" serunya cemas.

"Tidak," kata Cian-li-ji yang secepat itu sudah tiba dihadapan Tiau Ing, "kawanan babi Boan itu sudah kubereskan semua tetapi waktu kucari ternyata ayahmu lenyap, Dan juga engkau sendiri?

"Celaka, tentu dibawa mereka !" teriak Tiau Ing. "Siapa ?"

"Hayo,  cepat,  kita  harus  menyelamat  ayah. ,"

Tiau Ing terus lari. Cian- li-ji melongo. Ketika ia hendak ayunkan langkah, tiba2 Tiau Ing berlari mendatangi lagi.

"Lho, kenapa engkau balik ?" tegur Cian li-ji. "Mana perwira Boan tadi ?" seru Tiau Ing.

"Siapa ? Orang yang bertempur dengan engkau tadi ?" "Ya." "Lho, engkau yang bertempur mengapa kau tak tahu dimana lawanmu."

"Dia tadi masih berdiri di muka gerumbulan pohon itu.

Sekarang dimana dia ?"

"0, makanya engkau kembali lagi kemari karena hendak mencarinya ? Wah, engkau memang cerdik. Sayang terlambat "

"Mengapa ?"

"Su tayjin sudah lenyap dan perwira Boan itupun ngacir, wah, wah “

"Paman Cian, ini urusan serius, jangan main menialahkan saja." Tiau Ing bersungut-sungut, "bukankah tadi engkau mengatakan kalau engkau tahu ayah sudah tinggalkan gua itu ?"

"Ya, memang begitu, tetapi engkau tak percaya, kan ?" kata Cian-li-ji.

"Sudah tentu tak percaya sebelum melihat buktinya "

"Sekarang ?"

"Ya, masih setengah percaya."

"Lho mengapa setengah percaya ? Koq tidak percaya penuh ?"

"Sebab aku tak tahu bagaimana cara paman mengetahui bahwa ayah telah meninggalkan gua,” kata Tiau Ing.

"Siapa namaku ?"

"Cian-li-ji . . . . o, telinga seribu. Apakah paman .

. . ."

"Begitulah," sahut kakek pendek itu dengan busungkan dada, "telingaku dapat menangkap suara sejauh seribu li." "0," Tiau Ing terkesiap, "lalu cobalah paman dengarkan, dimana ayah sekarang ?"

Cian-li-ji mengangguk. Dia berjongkok dan lekatkan telinganya ke tanah. Keningnya mengerut

"Kenapa paman ?" tanya Tiau Ing.

"Kudengar derap langkah berpuluh-puluh manusia tengah berjalan kemari,” kata Cian-li-ji.

"Apakah pasukan musuh ?," "Mungkin"

"Lebih baik kita sembunyi dulu dibalik gerumbul itu," kata Tiau Ing terus melesat kedalam gerumbul semak. Cian- li-ji juga mengikuti.

Tak berapa lama apa yang dikatakan Cian-li-ji memang benar. Beratus-ratus lelaki muncul di tempat itu. Mereka membawa bermacam-macam senjata dan berbris seperti sebuah pasukan. Mirip dengan pasukan, tetapi tak mengenakan seragam prajurit.

Yang berada dimuka dua orang pemuda. Yang satu berwajah cakap dan yang satu bertubuh gagah tegap.

"Su toako, mengapa sampai sekarang belum bertemu Ko tayjin ?" tanya pemuda tegap.

"Ya," sahut pemuda cakap yang dipanggil Su toako, "kemungkinan nanti kalau sudah tiba di Yang-ciu."

"Su toa ..... " baru pemuda tegap itu hendak bicara lagi tiba2 dari balik gerumbul disebelah kiri, melesat sesosok tubuh langsing kehadapan mereka.

"Jahanam, akhirnya kita bertemu disini," seru gadis itu seraya menuding kearah Su toako. "Ing-moay, engkau ?" orang yang dipanggil Su toako itu terkejut seperti melihat hantu muncul.

"Ya, Su Hong Liang, engkau kira aku sudah mati ? Aku bersumpah, kalau aku sampai mati aku akan menjadi setan untuk mencekikmu !" seru gadis itu yang tak lain adalah Su Tiau Ing.

"Ing-moay, jangan salah faham. Aku tak bermaksud mencelakaimu tetapi aku sayang kepadamu ”

"Bangsat, jangan banyak mulut ! Engkau seorang penghianat dan engkau tega mencelakai diriku. Manusia semacam engkau tidak pantas harus hidup di dunia lagi, lihat pedangku !"

Su Tiau Ing terus menyerang dengan pedang tapi Su Hong Liong loncat mundur dan menyusup masuk kedalam pasukannya.

"Tahan !" seru pemuda tegap tadi sambil lintangkan tombaknya, "jangan main bunuh orang."

"Engkau berani menghalangi aku ?" teriak Su Tiau log. "Siapakah nona lni ?" tanya pemuda tegap.

"Tak perlu ceriwis, menyingkirlah! Aku tak bermusuhan dengan engkau tetapi aku hendak mencari Su Hong Liang

!"

"Tidak bisa nona," kata pemuda tegap itu “Su Hong Liang toako adalah pimpinan pasukan ini.”

"Cis, pasukan apa ini ? Bukankah pasukan penghianat ?" cemooh Su Tiau Ing.

"Jangan menghina, nona, " kata pemuda tegap itu, "kami adalah pasukan Suka Rela yang membantu kerajaan Beng melawan musuh." "Pasukan Suka Rela ? Ah, yang kuketahui hanya pasukan Barisan Tani dan Lasykar Rakyat. Baru kali ini  aku mendengar barisan Suka Rela. Siapa yang membentuknya ?"

"Su Hong Liang toako.”

Tiau Ing terkejut. Benar Su Hong Liang yang membantu pasukan itu ? Apa tujuannya

"Bohong!" tiba2 terdengar teriakan sebuah suara parau dan ketika muncul," berpaling, ternyata kakek Ciang-li-ji sudah muncul, "kudengar kalian tadi berbincang-bincang mengenai seseorang bernama Ko Cay Seng. Ing, kenalkah engkau manusia yang bernama Ko Cay Seng.

"Dia tangan kanan dan panglima Boan, Torgun, paman,” sahut Tiau Ing, "bagus, engkau hendak menipu aku ? Kalian mengatakan pasukan ini membantu kerajaan Beng melawan musuh, ternyata kalian hendak menemui Ko Cay Seng sasterawan bangsat itu ! Jelas pasukan yang dibentuk Su Hong Liang, tentu berfihak kepada orang Boan!"

"Nona . ,"

"Basmi paman !" teriak Tiau Ing kepada Cia-li-ji dan kakek pendek itu terus mengamuk. Direrjangnya barisan Suka Rela itu. Semantara Tiau ing pun terus menyerang pemuda tegap itu.

Saat itu terjadilah pertempuran besar antara seratus pasukan Suka Rela dengan dua orang lawannya, Tiau Ing dan Cian-li-ji.

Memang aneh untuk dikata. Dua orang, seorang gadis cantik dan seorang kakek pendek, mampu melawan beratus Suka Rela. Hal itu memang dapat dimaklumi. Kebanyakan anakbuah barisan Suka Rela itu hanyalah pemuda2 pengangguran yang terpikat dengan bujukan dan janji dari Su Hong Liang agar mau masuk menjadi anggauta barisan Suka Rela. Mereka rata2 tak mengerti ilmu silat dan kalau ada yang mengerti juga hanya tergolong jago2 kelas tiga atau empat saja. Sudah tentu mereka tak kuasa menahan amukan kedua lawan yang sedang marah itu.

Tetapi karena mereka berjumlah ratusan, mau tak mau Tiau Ing dan Cian-li-ji kewalaban juga, keduanya tak mampu untuk mengalahkan lawan dalam waktu yang singkat. Apalagi pemuda tegap itu juga memiliki kepandaian silat yang cukup tinggi.

Kemanakah mentri pertahanan Su Go Hwat?

Ternyata waktu terjadi pertempuran, ia melihat perwira Boan yang bernama Kong-go itu diam-diam menyelinap pergi. Su Go Hwat segera mengikutinya. Ia tak puas dan harus membasmi perwira Boan itu.

Tetapi karena dia seorang Bun atau pembesar sipil maka langkahnyapun kalah gesit dari Kong-go. Tak berapa lama mentri itu sudah kehilangan jejak orang yang hendak dikejarnya, tersesat jalan.

"Ah," keluhnya, "nasib orang memang sukar diduga. Aku seorang mentri pertahanan, menga harus berkeliaran seorang diri di tengah hutan yang sepi ini. Pada hal peperangan sedang berlangsung hebat. Kota  Yang-ciu sudah jatuh, kalau aku tidak lekas2 datang ke Kim-leng untuk memperkuat penjagaan kota itu. Ah, bagaimana ini

..... "

Demikian yang menjadi keresahan pikiran mentri itu. Bukan karena dia menyesal karena dirinya sebagai mentri harus keluyuran ditengah hutan melainkan karena dia tak dapat lekas-lekas ada di Kim-leng. Memang sebagai seorang pembesar tinggi, sudah tentu mentri Su jarang sekali menjelajah pegunungan di daerah2. Pekerjaannya selama itu sudah sangat menyita waktunya. Sudah tentu tak kenal jalan. Namun dia nekad menuju ke selatan.

Beberapa waktu kemudian, dia mendengar suara derap kuda lari. Ah, aku segera tiba di jalan besar, pikirnya. Maka diapun segera menuju kearah yang diperkirakan dilalui oleh suara derap kuda itu.

Memang dugaannya benar. Dengan susah payah akhirnya ia berhasil keluar dari hutan lebat dan tiba di jalan. Tetapi baru dia muncul, kira2 pada jarak sepelepas panah jauhnya, tampak tiga penunggang kuda tengah melarikan kudanya dengan kencang.

Mentri Su terkejut. Ia tak tahu siapakah ketiga penunggang kuda itu, kawan atau lawan. Demi keselamatan, ia segera hendak menyelinap kembali kebalik gerumbul. Tetapi terlambat. Ketiga penunggang kuda itu seperti angin puyuh datangnya. Cepat sekali mereka sudah tiba.

"Hai, siapa itu!" teriak salah seorang yang bermata tajam ketika melihat sesosok tubuh menyelinap kedalam gerumbul.

Begitu tiba, ketiga penunggang kuda itupun berhenti. Salah seorang yang berpakaian seperti lhama, loncat turun dan memburu kedalam gerumbul.

"Jangan dekat aku! Siapa engkau!" teriak orang yang bersembunyi dalam gerumbul atau mentri Su.

Lhama itu terkesiap ketika melihat mentri Su mengancam dengan sebilah pedang pendek.

"Siapa engkau !" lhama itu balas menegur. "Jawab dulu pertanyaanku, siapa engkau,” mentri tetap mendesak.

"Aku Amita lhama."

"Amita lhama ? Engkau seorang lhama, mengapa engkau datang kemari ?" mentri Su agak curiga.

"Aku membantu Ko Cay Seng tayjin untuk menyelesaikan Yang-ciu. Eh, pakaianmu seperti orang pembesar kerajaan Beng ? Siapakah engkau. Kenalkah engkau pada neng-poh-siang-si Su Go Hwat ?"

Diam2 mentri Su terkejut dalam hati. Ia pernah mendengar laporan dari Huru Hara bahwa Torgun mempunyai seorang tangan kanan orang Han yang membantu untuk menghancurkan kaum pendekar kerajaan Beng. Kalau tak salah orang itu juga she Ko bernama Cay Seng,

"Hm, kenal," katanya, "tetapi sebelum memberi keterangan lebih lanjut, kuminta engkau mengatakan dulu, siapakah Ko tayjin itu dan bagaimana pangkatnya?"

"Ko tayjin adalah tangan kanan dari panglima besar Torgun dari Kerajaan Ceng "

"Amita lhama !" tiba2 dari sebelah luar terdengar suara orang berseru memanggil lhama itu, “jangan lama2, kalau mencurigakan bunuh saja dan lekas kita lanjutkan perjalanan. Berbahaya kalau sampai lama2 disini."

"Baik, "sahut Amita lalu mendesak mentri Su, “lekas katakan dimana Su tayjin, kalau tak mau akan kubunuh engkau!"

Cepat sekali Su Go Hwat dapat menguasai keadaan yang berbahaya pada saat itu, Diapun segera menyahut, "Setelah kota Yang-ciu pecah, dia larikan diri ke Kim-leng." “Baik, tetapi awas kalau engkau bohong. Kelak apabila bertemu lagi tak kuberi ampun," kata Amita terus keluar mendapatkan Ko Cay Seng ketiga penunggang kuda itu terus mencongklangkan kudanya.

Sambil menempuh perjalanan Ko Cay Seng bertanya, "Siapakah yang taysu temukan dalam gerumbul tadi?"

"Ah, hanya seorang lelaki tua yang ketakutan,” sahut Amita.

"0, makanya dia terus lari menyembunyikan diri dalam gerumbul ketika melihat kita datang."

"Ya, memang dapat dimaklumi kalau setiap orang sekarang ini dihinggapi penyakit ketakutan. Bahkan mungkin saking takutnya dia tadi memakai pakaian seperti seorang pembesar kerajaan Beng.

"Berpakaian pembesar negeri?" "Ya."

"Ah, tak mungkin. Kalau bukan seorang berpangkat mana bisa memakai pakaian pembesar negeri?"

"Ya, dia memang mengenakan baju kebesaran, o, malah jarang akan melihat baju kebesaran seperti itu."

"Apa katanya?"

"Menjawab pertanyaanku, dia mengatakan kalau Su Go Hwat lari ke Kim-leng."

Sejenak Ko Cay Seng hening. Dia merasa ada suatu keanehan pada keterangan Amita lhama itu.

"Dia mengenal mentri Su Go Hwat?" "Ya." "Kalau begitu dia tentu seorang pembesar kerajaan juga.

Apakah taysu pernah melihat Su Go Hwat ?” "Belum, hanya mendengar namanya saja."

"Dia kenal Su Go Hwat ..... hm, bagaimana perwujutan orang itu tadi?"

"Perawakan sedang, tidak pendek tidak tinggi berwajah bersih, umur setengah baya "

"Berkumis?" "Ya."

"Berjenggot agak panjang?" "Ya."

"Mempunyai tahi lalat pada keningnya?”

"0 ..... ," Amita tak lekas menjawab karena sedang mengingat-ingat. Tiba2 dia berteriak, ‘Ya, ya, benar ‘

"Celaka!" serentak Ko Cay Seng berteriak dan hentikan kudanya, "benarkah dia mempunyai tahi lalat pada dahinya?"

"Ya, .sekarang aku ingat jelas ..... hai!" tiba2 Amita tersentak kaget ketika tanpa bilang apa-apa, Ko Cay Seng terus melarikan kudanya kembali kearah hutan tadi, "Ko tayjin, kemana engkau!"

Tetapi Ko Cay Seng tak memperdulikan dan tetap mencongklang sekencang-kencangnya. Sudah tentu Amita lhama heran tetapi terpaksa menyusu1 juga.

"Ah, dia sudah lenyap, "kata Ko Cay Seng tiba di tempat mentri Su bersembunyi. Dia turun dari kudanya ,dan terus menyusup kedalam hutan. Pikirnya, mentri Su tentu masih bersembunyi dalam hutan. Memang dugaannya tepat. Setelah beberapa saat menyusup kedalam hutan, dia tiba disebuah lembah dan melihat tiga orang sedang duduk beristiiat dibawah pohon. Yang satu, seorang lelaki setengah tua, lalu seorang gadis manis dan seorang kakek pendek.

"Hola, Su tayjin, mengapa tayjin berada disini.” Ko Cay Seng menghampiri dengan muka seri-seri.

"Jahanam, engkau!" teriak si gadis ketika mengenali siapa yang datang.

"0, engkau nona Su, jangan salah faham aku tak bermaksud jahat kepada Su tayjin," seru Ko Cay Seng.

Su Tiau Ing sudah terlanjur bersumpah untuk  membunuh setiap orang Han yang bekerja pada kerajaan Ceng. Dia bersumpah untuk membalas dendam kepada Su Hong Liang.

Serentak nona itu mencabut pedang dan menghadang didepan Ko Cay Seng, "Anjing she Ko hari ini adalah hari terakhir bagimu. Disinilah tempat kuburmu, lihat serangan!"

Tiau Ing terus lancarkan ilmu pedang Gio li-kiam yang hebat. Ko Cai Seng terpaksa menghadapi dengan senjata pitnya. Berulang kali terdengar dering ujung pit menutuk batang pedang. Dan beberapa kali Tiau Ing rasakan tangannya bergetar akibat tutukan itu. Memang dia masih kalah tinggi ilmu lwekangnya dengang Ko Cay Seng.

Ko Cay Seng tak mau melukai Tiau Ing karena kuatir apabila nona itu sampai menderita maka, tentulah mentri Su akan marah dan tak dapat dibujuknya.

Limapuluh jurus telah berlalu. Tiba2 Tiau Ing rasakan kepalanya pening, perut mual mau muntar dan keringat dinginpun mengucur. Permainan pedangnyapun mengendor.

Melihat itu timbullah rencananya. Ia hendak menangkap Su Tiau Ing untuk dijadikan sandera agar mentri Su Go Hwat mau menyerah. Ya, apabila puteri tunggal yang disayanginya itu dapat ditangkap, tentulah ia dapat memaksa. mentri Su.

Boan-thian-loh-u atau Hujan-mencurah-dari-langit, demikian jurus yang dimainkan Ko Cay Seng untuk merangsang. Seketika Tiau Ing seperti ditabur oleh hujan sinar pit yang lebat.

Walaupun kepalanya makin terasa pening tetapi kesadaran pikirannya masih belum hilang. Ia tahu bahwa tak mungkin untuk menghadapi serangan pit yang sedemikian derasnya. Namun ia masih mempunyai sebuah jurus simpanan yang jarang sekali digunakan kecuali dalam keadaan terpaksa.

Kim- dan- thou-sian atau Jarum-emas menusuk-benang, Tiau Ing kerahkan sisa tenaganya dan terus taburkan pedangnya kearah ulu hati orang, uhh……. tetapi setelah itu diapun terhuyung-hurung lalu roboh. Dia tak sempat menyaksikan bagaimana hasil dari taburan pedangnya itu karena sudah kehabisan tenaga.

Sudah tentu Ko Cay Seng terkejut melihat kenekadan nona itu. Dia menusuk dengan ujung pit untuk menghalau, tetapi pedang melesat seperti kilat sehingga tutukan pit melesat dan pedang seketika terus meluncur maju.

"Uh ," mulut Ko Cay Seng mendesuh karena walaupun dia sudah cepat miringkan tubuh namun tak urung bajunya tersempet. Baju robek dan dagingnyapun terkelupas. Walaupn agak nyeri tetapi Ko Cay Seng tahu kalau lukanya itu hanya luka luar yang kecil! Dan diapun segera melihat suatu keserempatan baik untuk menguasai Tiau Ing. Cepat ia loncat ke tempat nona itu.

"Uhhhbh............. ," pada saat Ko Cay Seng loncat, kakek Cian-li-jipun juga loncat hendak melindungi Tiau Ing. Kakek itu menyongsong kedatangan Ko Cay Seng dengan kepalanya. Memang Cay Seng kaget setengah mati karena perutnya hendak ditanduk kepala Cian-li-ji. Untung dia cepat miringkan tubuh. Namun tak urung keserempet juga sehingga terhuyung-huyung beberapa langkah.

Tetapi kakek itu sendiri juga gentayangan karena sundulan kepalanya hanya menyerempet. pun masih untung. Andaikata luput sama sekali dia tentu akan meluncur jauh ke arah gerumbul semak.

"Ing-ji ..... ," teriak Su Go Hwat seraya lari hendak menolong puterinya yang menggeletak itu.

Melihat itu Ko Cay Seng memberingas. Inilah suatu kesempatan yang bagus untuk menangkap Su Go Hwat. Serentak dia loncat menerkam.

Tetapi pada saat tangan menjamah lengan Su Go Hwat, tiba2 pinggangnya terasa disekap orang sekuat-kuatnya dan ditarik mundur.

Plak............. Ko Cay Seng menampar ke belakang,  tetapi alangkah kejutnya ketika tangannya serasa menampar sebuah batu bundar yang keras sekali. Cepat menutuk jalan darah jiok-ti-hiat pada pergelangan lengan orang itu, barulah orang itu lepaskan sekapannya.

Ternyata yang mendekapnya itu adalah kakek Cian-li-ji. Dan yang ditampar Ko Cay Seng adalah gundul kakek itu. Sebenarnya Cian-li-ji hendak menyekap pinggang orang sekeras-kerasnya supaya tulangnya remuk tetapi karena jalandarah pada lengannya ditutuk, ia merasa kesemutan, cepat2 lepaskan pitingannya.

"Kakek keparat, mengapa selalu menghalangi ?" teriak Ko Cay Seng dengan marah sekali.

"Babi hutan !" balas Cian-li-ji, "kalau engkau berani mengganggu gadis itu, aku akan mengadu jiwa dengan engkau !"

"Tidak, aku tidak mengganggu gadis itu. Aku hanya ingin menghibur Su tayjin supaya jangan cemas," seru Ko Cay Seng. Dia memang cerdik. dalam waktu yang singkat ia tahu kalau Cian-li-ji itu seorang kakek kurang waras. Dan diapun tahu ternyata kakek itu hanya mengutamakan untuk lindungi Tiau Ing,

'Biar, dia kan ayahnya. Masakan mau menolong puterinya mengapa tak boleh ? Apa engkau belum punya anak ?" celoteh Cian-li-ji.

Ko Cay Seng melongo tetapi segera ia menyadari kalau kakek limbung itu sedang mengoceh, "Ya, aku tahu. Tetapi sebagai seorang kawan aku wajib menghibur Su tayjin. Begini saja, engkau yang menolong gadis itu dan aku yang menghibut Su tayjin, setuju ?"

Sejenak Cian-li-ji kerutkan dahi berpikir, kemudian berseru, "Bagus, setuju "

"Lojin, jangan percaya omengan budak Boan itu," tiba2 mentri Su berseru memberi peringatan.

"0. engkau ini seorang budak ?" seru Cian-li-ji kepada Ko Cay Seng. Sudah tentu Ko Cay Seng melengak dan tersipu- sipu malu. Sebelum dia sempat memberi jawaban, Cian- li-ji sudah membentaknya, "Hai, budak, mengapa engkau tak tahu adat ! Hayo, lekas ambilkan air hangat untuk menolong siocia. Dan jangan lupa bawa hidangan arak, lekas !"

Perut Ko Cay Seng seperti kaku rasanya ketika dia dibentak-bentak dan disuruh mengambilkan air hangat. Karena tak tahan, dia membentak, "Setan kate, lu kira gua ini seorang budak !"

''Su tayjin mengatakan engkau ini seorang budak Boan. Mana si Boan, suruh dia datang kemari! Engkau boleh mengatakan dihadapannya kalau engkau bukan budaknya. Kalau tidak, aku tak percaya dan tetap menganggap engkau ini seorang budak!"

"Kakek gila, engkau!" karena tak tahan lagi, Ko Cay Seng terus menghantam Cian-li-ji.

"Lho, budak, engkau berani memukul aku?"

Cian-li-ji berteriak seraya menghindar, "awas, kalau aku ketemu si Boan, akan kulaporkan perbuatanmu!"

Demikian keduanya lalu terlibat dalam pertempuran yang seru. Ko Cay Seng heran mengapa kakek yang tampaknya seperti orang limbung itu ternyata memiliki gerakan yang luar biasa gesitnya. Berulang kali dia gunakan jurus yang keras dan ganas, tetapi kakek tetap dapat menghindar.

"Hm, kalau terlibat terlalu lama dengan setan cebol ini, kemungkinan situasi akan berobah. Siapa tahu jangan2 Huru Hara keburu datang juga,” pikirnya. Ia segera mengambil senjata pitnya untuk lekas2 menyelesaikan Cian-li-ji. "Lho, gila, masakan seorang budak membawa alat tulis. Tentu milik tuanmu si Boan engkau curi, budak!" teriak Cian-li-ji.

"Mampus engkau, kakek gila," dengan bernapsu sekali Ko Cay Seng lalu mainkan pit untuk menyerang Cian-li-ji.

Cian-li-ji ngeri juga melihat ribuan sinar titik putih berhamburan mencurah kepadanya. Apa boleh buat, terpaksa dia berlari-lari kian kemari untuk menjauhi.

Pertempuran saat itu tidal mirip dengan perkelahian lagi melainkan seperti orang main petak atau kejar-kejaran.

"Wah, kurang ajar benar, budak ini. Kalau aku begini saja, lama2 napasku habis," pikir Cian li-ji seraya menyusup masuk kedalam gerumbul pohon. Dalam kesempatan selagi Ko Cay Seng celingukan kian kemari untuk mencari lawan, Cian li-ji sempat mengambil buli2 arak dan meneguknya beberapa kali. Setelah itu dia loncat ke tengah gelanggang lagi.

Ko Cay Seng menerjang lagi tetapi pada at itu tiba2 Cian-li-ji menyemburnya, tring, tring tring terdengar

suara bergemerincingan seperti batu2 kecil yang jatuh pada papan besi. Ternyata suara itu berasal dari percikan semburan arak yang berbenturan dengan sinar pit.

Ko Cay Seng terkejut. Semburan benda dari mulut kakek itu berbau seperti arak tetapi mengapa dapat berobah keras ketika beradu dengan pantulan ujung pit?

Demikian pertempuran kini berjalan dengan berimbang. Cian-li-ji gentar menghadapi ribuan sinar pit tetapi Ko Cay Seng juga tak berani terlalu mendesak karena takut akan semburan mulut kakek itu.

Tetapi setelah beberapa kali menyembur habislah arak di mulut kakek itu. Kini Ko Cay Seng tak memberi kesempatan lagi. Didesaknya Cian-li-ji dengan serangan pit yang segencar hujan mencurah.

Cian-li-ji kelabakan benar2. Akhirnya dia melarikan diri. Ko Cay Seng tak mau mengejar. Ia harus lekas2 menangkap Su Go Hwat.

"Su tayjin, apakah engkau benar2 tak mau ikut aku?" katanya seraya maju menghampiri.

"Berani mendekat, aku akan bunuh diri!" kembali Su Go Hwat mengancam seraya melekatkan ujung belati ke dadanya.

"Hm, orang ini benar2 keras kepala," diam2 Ko Cay Seng menimang lalu mencari akal.

Sebagai seorang ahli tutuk jalandarah dengan senjata pit, Ko Cay Seng mahir akan seluruh jalandarah orang. Disamping itu ilmu menutuk itu membutuhkan tenaga- dalam yang tinggi. Dalam mempelajari beberapa ilmu yang menggunakan tenaga-dalam, antara lain dia juga parnah belajar ilmu tutuk dengan jari pada jarak jauh, Namun ilmu itu belum berhasil dikuasai sepenuhnya.

Kini berhadapan dengan mentri Su yang nekad hendak bunuh diri, diam2 ia memutuskan untuk untuk coba menggunakan jauh itu.

Kek-gong-tiam-hwat atau Ilmu menutuk dari jarak jauh, segera dilancarkan Ko Cay Seng dengan suatu gerakan seolah-olah seperti orang menuding kepada Su tayjin, "Su tayjin, engkau tidak bijaksana. Apakah nyawamu sudah tidak berharga lagi? Pada hal negara dan rakyat masih membutuhkan engkau!"

Tepat pada saat Ko Cay Seng selesai bicara tiba2 mentri Su rasakan tangan kanannya kesemutan tidak dapat digerakkan, tring, belati yang digenggam di tangan kanannyapun terlepas jatuh ke tanah. Ia tak tahu apa sebabnya. Yang dirasakannya hanialah persambungan tulang lengannya seperti kesemutan dan kaku. Hanya itu saja.

Tanpa disadari ia menunduk memeriksa yang terjadi pada 1engannya. Tetapi pada saat juga Ko Cay Seng sudah melesat dan cepat menguasainya.

"Hm, Su tayjin, apa engkau masih hendak berkeras kepala?" tegurnya dengan geram.

Su tayjin terkejut tetapi ia rasakan tenaganya sudah lenyap, "Hm, bangsat, kalau mau bunuh, bunuhlah. Aku tak takut !"

"Apa engkau benar2 tak takut mati ?" seru Ko Cay Seng serasa menambah sedikit tenaga tangannya yang mencengkeram bahu mentri.

Tiba2 sebuah batu melayang kearah Ko Cay Seng, keras dan deras sekali. Pyur batu itu hancur berhamburan. Ko

Cay Seng memang lihay, sekalipun sedang menyiksa Su Go Hwat tetapi telinga dan matanya masih tajam2 memperhatikan keadaan di sekeliling. Ia terkejut ketika mendengar derap langkah orang menyiak gerumbul di sebelah muka, Dan lebih terkejut lagi ketika sebuah benda hitam melayang kearahnya. Cepat ia gunakan tangan kiri untuk menyongsongkan pit. Dan tepatlah tutukannya itu. Batu hancur berkeping-keping.

"Lepaskan," pada saat selesai menutuk batu, Ko Cay Seng terkejut ketika melihat seorang pemuda secepat kilat loncat menerjangnya. Cepat juga Ko Cay Seng mengangkat tubuh Su Go Hwat dibawa loncat menghindar ke samping, sehingga terjangan orang luput. "Jangan bergerak !' bentak Ko Cay Seng ketika melihat orang itu hendak menyerangnya lagi, “atau Su tayjin kubunuh !"

"Teruskan Kim hiantit," seru mentri Su kepada orang itu yang tak lain adalah pendekar Huru Hara.

Sebagaimana dituturkan dibagian depan, Sebab Ko Cay Seng dan kawan2 melarikan diri, Huru Hara segera balik ketempat mentri Su. Tetapi ternyata mentri tak ada. Dia lalu mencarinya. Ketika tiba di hutan, bertemulah dia dengan Amita lhama yang hendak menyusul Ko Cay Seng.

"Hm, engkau lhama busuk," seru Huru Hara "kali ini jangan harap engkau dapat lobos lagi.”

Amita memang gentar menghadapi Huru Hara, Namun karena sudah terlanjur kepergok. dia pun tak mau unjuk kelemahan, "Hm, jangan kira aku takut kepadamu, jahanam. Mari kita selesaikan pertempuran tadi."

Amita mengeluarkan tasbih dan Huru Hara pun memakai pedang Thiat-cek- kiam. Keduanya segera terlibat dalam pertempuran yang seru, tapi walaupun seluruh kepandaiannya telah dikeluarkan semua tetapi Amita tak dapat mengalahkan Huru Hara.

“Mana kepalamu!,” bentak Huru Hara ketika berhasil menabas leher Amita. Tetapi Amita juga bukan jago sembarangan. Dalam keadaan yang berbahaya itu dia gunakan jurus Thiat-pian (jembatan besi gantung) untuk membuang kepalaya ke belakang dengan kaki masih tetap tegak tubuh melengkuag ke belakang.

Selekas tabasan pedang Huru Hara Amitapun membuang tubuh bergelundung kesamping, menjemput segenggam tanah dan terus taburkan ke arah Huru Hara, "Awas, terima hadiahku itu !" Huru Hara terkejut ketika melihat lhama itu taburkan benda hitam kepadanya. Cepat dia loncat mundur setombak jauhnya.

"Hai, hendak lari kemana engkau I" setelah taburan tanah itu lenyap, Huru Hara terkejut karena melihat Amita melarikan diri loncat kedalam gerumbul pohon. Huru Hara memburunya tetapi lhama itu sudah lenyap.

"Hm, daripada mengejar lhama itu baiklah aku mencari Su tayjin saja," akhirnya ia hentikan pengejarannya dan kembali masuk kedalam hutan.

Setelah baberapa saat mencari kian kemari, akhirnya bertemulah juga. Tepat pada saat itu Ko Cay Seng sedang menyiksa mentri Su.

Dari jarak jauh karena hendak membebaskan Su tayjin, Huru Hara menjemput sebutir batu dan ditimpukkan, setelah itu dia terus menerjangnya. Tetapi kesemuanya itu tak berhasil. Ko Cay Seng masih menguasai mentri.

"Hm, kalau engkau menurut perintahnya, segera kuhancurkan urat jantungnya, "seru Ko Cay Seng seraya mengangkat pit ke punggung mentri.

Huru Hara terkesiap. Dalam keadaan terdesak, tentulah Ko Cay Seng nekad akan melaksanakan ancamannya. Kalau dia menuruti perintah mentri, tentulah mentri itu akan binasa. Apa boleh buat, terpaksa dia menahan diri.

"Apa kemauanmu ?" serunya.

"Tinggalkan tempat ini !" seru Ko Cay Seng "Hm, jangan mimpi !" dengus Huru Hara.

"Apakah engkau tak menghendaki jiwa Su tayjin selamat? "Selembar rambut Su tayjin engkau ganggu aku tentu akan mengadu jiwa denganmu !" balas Huru Hara,

"Baik," kata Ko Cay Seng, "menyingkirlah sampai jarak seratus langkah dari sini dan jangan membuat gerakan  apa2. Setelah aku tinggalkan tempat ini sampai sepeminum teh."

Sejenak mengerut dahi, Huru Hara menjawab, "Baik, tetapi aku akan membawa nona itu.

Ko Cay Sang menyetuiui. Huru Hara mengangkat tubuh Su Tiau Ing yang masih pingsan dan dibawa menyingkir. Setelah menolong nona itu Huru Hara hendak mencari akal untuk membebaskan Su tayjin.

Baru berjalan belasan langkah, tiba2 ia mendengar Ko Cay Seng menjerit kaget, "Hai, apa-apaan ini !"

Huru Hara berpaling, bluk .... tanpa disadari karena dicengkam rasa kejut besar, dia sampai melepaskan tubuh Tiau Ing sehingga nona itu jatuh ketanah.

"Ai," tiba2 Tiau Ing dapat merintih, “kenapa aku ini ?" "0. nona sudah siuman ?" Huru Hara terkejut juga.

Tiau Ing bangun dan terus bertanya, "Mana ayah ?" "Itu," kata Huru Hara menunjuk ke muka.

"Ayahhhh," Tiau Ing terus hendak lari menghampiri tetapi dicegah Huru Hara, "tunggu nona biarkan anak2 itu yang membereskan !"

Ternyata saat itu Ko Cay Seng sedang sibuk mengusap- usap muka, tubuh dan kakinya sambil menghantam kian kemari ke udara untuk menghalau ratusan tawon yang menyerangnya. Dan di sekelilingnya terdapat Ah Liong dengan anakbuahnya.

Karena tak tahan, Ko Cay Seng terpaksa lepaskan Su tayjin. Mentri itu segera lari dan disambut oleh anak2.

"Bagus, Ah Liong," seru Huru Hara yang cepat menghampiri bersama Tiau Ing. Tiau Ing memeluk ayahnya.

"Ah Liong, kepung jahanam itu, jangan sampai terlepas, aku hendak menyelamatkan Su tayjin," kata Huru Hara.

"Jangan kuatir, engkoh. Serahkan babi itu pada kami," sahut Ah Liong dengan busungkan dada'

Tetapi pada saat Huru Hara hendak membawa mentri Su, sekonyong-konyong dari empai penjuru, terdengarlah suara sorak bergemuruh dan pada lain saat lembah itu sudah dikepung oleh ribuan prajurit Ceng. Mereka siap dengan senjata terhunus. Bahkan barisan regu pemanah merekapun sudah siap dengan busur terpentang.

Lima enam orang tampil ke muka. Mereka adalah perwira Borga, Hong- hay-ji, Pendekar-tengkorak-pencabut- nyawa Ang Kim, Amita lhama, paderi To Thian, seorang perwira Boan yang tinggi besar dan Su Hong Liang.

Ko Cay Seng segera lari menghampiri mereka. Ah Liong dan anakbuahnyapun bergabung dengan Huru Hara. Kini mereka dikepung oleh pasukan musuh.

"Hai, kunyuk2, menyerah atau mati !" seru perwira Boan yang tinggi besar itu.

Ternyata setelah melarikan diri, Amita bertemu dengan Su Hong Liang. Su Hong Liong segera mengirim orang untuk meminta bala bantuan kepada pasukan Ceng. Pasukan Ceng itu langsung datang dari Yang-ciu dan dipimpin oleh Gotat seorang perwira Boan yang khusus diutus Torgun untuk menangkap mentri Su Go Hwat.

"Engkoh Hok, bagaimana kita ?" tanya Ah Liong. "Apakah senjata kalian tawon dan semut masih ?" tanya

Huru Hara.

"Tinggal sedikit," sahut Ah Liong.

Huru Hara kerutkan dahi. Ia tak takut menghadapi musuh tetapi ia mencemaskan keselamatan mentri dan puterinya.

"Nona Su, apakah engkau tak terluka ?"' tanyanya kepada Tiau Ing.

"Aku tak kena apa2," sahut nona itu, "mari kita tempur mereka. Aku hendak membunuh Su Hong Liang."

Huru Hara mengangguk. Kemudian pertanya, “Ah Liong, bagaimana kawan-kawanmu ?"

"Mereka siap mengadu jiwa, engkoh Hok," jawab Ah Liong.

Kembali Huru Hara merenung. Dia tahu kemungkinan Ah Liong masih dapat meloloskan diri tapi anak2 yang lain kemungkinan besar tentu tak mampu lolos.

Dalam detik2 itu Huru Hara benar2 menghadapi suatu situasi yang gawat dan berat. Ia harus tanggung jawab akan keselamatan anak-anak . Lebih2 terhadap mentri Su Go Hwat. Kalau melawan, tentu akan jatuh beberapa korban anak2 itu.

"Loan hiantit, mengapa engkau ragu2?" tiba2 mentri Su Go Hwat menegur, “lawanlah mereka. Tak usah engkau hiraukan jiwaku. Lebih baik aku mati daripada harus jatuh ketangan mereka.” "Ya, Loan-heng," seru Tiau Ing pula, "sudah terlanjur besar sekali pengorbanan yang kita berikan. Rakyat dan prajurit serta para pejuang kita, sudah banyak yang gugur. Mengapa kita harus sayang kalau kehilangan jiwa ?"

"Engkoh Hok, prajurit2 pasukan Bon-bin sudah siap bertempur," seru Ah Liong pula.

Namun Huru Hara masih belum memberi pernyataan apa2. Dia masih menimang-nimang.

"Loan-heng, akulah yang akan menyerbu mereka," seru Tiau Ing seraya menghunus pedangnya.

"Siocia, kami akan mengiringkan engkau menyerbu mereka !" seru anak2 itu serempak.

"Tunggu !" tiba2 Huru Hara mencegah.

Tiau Ing dan anak2 itu berhenti dan mencurah pandang kearah Huru Hara.

"Takut ?" seru Tiau Ing. Huru Hara gelengkan kepala.

-oo0dw0oo-
DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar