Pendekar Bloon Cari Jodoh Jilid 41 Konyol

Jilid 41 Konyol

Prajurit yang membawa surat dari Ko Cay Seng dan komandan Yemu untuk Su Go Hwat, telah keluar dari gedung markas tempat Su Go Hwat. Wajahnya merah.

Su Go Hwat menolak untuk meninggalkan kota Yang- ciu. Melalui pembicaraan yang cukup panas, akhirnya prajurit Boan itu diusir untuk segera pergi dari kota Yang- ciu.

Ketika melalui sebuah lapangan yang terletak di dekat pintu kota utara, prajurit itu tertarik melibat sekawan anak2 sedang mengadakan latihan berbaris dan serangan.

Prajurit itu menghampiri.

Dia melihat seorang anak berambut kuncung dengan lagak seperti seorang jenderal tengah melakukan inspeksi pada barisan anak2 dan menerima penghormatan mereka.

"Lapor, jenderal!” seru seorang anak yang tegak dihadapannya dalam sikap seorang militer.

"Ya."

"Ada seorang prajurit dari musuh yang datang menghadap mentri Su Go Hwat yang mulia!"

"0, lalu ?" seru si jenderal kuncung.

"Kami dengar, dia menyerahkan surat dari komandan pasukan musuh, menuntut agar Su tay-jin menarik mundur pasukannya dari kota ini."

"Gila !" seru jenderal Kuncung itu, “apakah Su tayjin meluluskan ?"

"Tidak," sahut prajurit itu, "prajurit itu diusir seperti anjing oleh Su tayjin."

"Bagus !" seru jenderal Kuncung, "kita akan mempertahankan kota ini sampai titik darah yang penghabisan. Bukankah kalian bersedia ?"

Serempak kawanan barisan anak itu menyahut dengan lantang, "Siap, jenderal !" Prajurit Boan terkejut. Tak diduga samasekali bahwa semangat membela tanah-air telah meresap juga kedalam jiwa anak2. Tetapi pada lain saat dia tertawa.

"Hm, jenderal Kuncung itu berlagak sekali. Dia mengira peperangan itu seperti anak main2 saja," dengusnya.

"Hai, siapa engkau !" tiba2 jenderal Kuncung itu menghardiknya dengan galak.

Ternyata barisan anak itu melihat bahwa di tepi  lapangan tampak seorang prajurit sedang tegak memandang mereka. Mereka tahu bahwa jelas prajurit itu tidak mengenakan seragam prajurit Beng. Segera mereka memberitahukan hal itu kepada jenderal Kuncung.

"Aku sedang berjalan melalui tempat ini dan tertarik melihat kalian berlatih," sahut prajurit Boan.

"Kurang ajar ! Engkau seorang mata-mata, bukan ?" seru jenderal Kuncung.

"Lho, apakah orang dilarang berada di tempat ini ?" prajurit Boan itu terkejut.

"Kalau rakyat atau prajurit kami, tidak dilarang. Tetapi engkau bukan prajurit Beng, mengapa engkau berdiri disini. Bukankah engkau hendak memata-matai gerak gerik kami

?"

"Uh, siapa yang sudi melakukan hal itu ?"

"Siapa lagi kalau bukan manusia semacam engkau !"

"Eh mengapa engkau begitu garang ? Engkau anggap aku ini siapa ?"

"Siapa kenal dengan engkau !" "Aku adalah utusan komandan Yemu yang sedang mengepung kota ini. Aku hendak menyerahkan surat kepada mentri Su Go Hwat."

"Kurang ajar, engkau hendak membujuk supaya yang mulla Su tayjin menyerah ?"

"Bukan membujuk dengan maksud buruk tetapi dengan maksud baik agar seorang pemuda yang mengaku bernama Huru Hara dibebaskan dari hukuman mati oleh komandanku."

"Apa ? Pendekar Huru Hara ?" "Hm.”

"Dimana dia sekarang ?" "Kami tawan."

"Bangsat, engkau berani menawan saudaraku yang tercinta itu ?"

"0, apakah dia saudaramu ?" "Ya, mau apa !"

"Bagus, kalau begitu, ikut saja aku, nanti kuantarkan engkau kepadanya."

"Kentut !" teriak jenderal Kuncung yang tak lain adalah Ah Liong.

"Eh, bocah kuncung, engkau benar2 kurang ajar. Mentang2 engkau menjadi seorang jenderal gadungan saja, engkau sudah berlagak seperti tuan besar "

"Tangkap !" teriak jenderal Kuncung.

Beberapa anak itu segera menyerbu. Tetapi prajurit Boan itu menyambut mereka dengan hantaman dan tendangan. "Minggir," seru jenderal Kuncung dan serampak kawanan anak2 itu menyisih kesamping.

"Engkau mau menyerah atau tidak ?" seru jenderal Kuncung.

"Kalau engkau dapat bertahan untuk menyedot lima kali kentutku, aku bersedia menyerahkan diri," seru prajurit Boan.

"Baik," Ah Liong terus menyerang.

Prajurit Boan itu terkejut melihat gerak-gerik Ah Liong. Bocah kuncung itu berputar-putar mengelilinginya, makin lama makin cepat, sehingga ia merasa seperti dikepung oleh lima enam bocah kuncung.

"Rasakan bogemku ini," prajurit Boan menerjang dengan menghantamkan tinjunya yang berat, tetapi uhhh ia mendengus kaget ketika tinjunya mengenai tempat kosong dan bahkan kakinya serasa terkait oleh kaki orang sehingga dia kehilangan keseimbangan tubuh dan menjorong ke muka.

Huh .... kembali dia mendengus kaget ketika punggungnya dicemplak oleh dua orang anak. Tak ampun lagi dia segera jatuh mencium tanah. Punggungnya diinjak- injak oleh beberapa orang anak.

Duk plak ..... kepala dan punggungnya dihujani dengan pukulan dan tendangan. Dan yang paling mengerikan sendiri adalah ketika ia merasa tali celananya putus dan celananya ditarik kebawah.

"Matiiiikkk......... ," prajurit Boan yang menjadi utusan komandan pasukan Ceng, menjerit dan meronta sekuatnya untuk mendekap ,. anunya. Celana prajurit itu telah copot. Bajunya juga terasa bergerak-gerak hendak melepaskan diri dari badan. Dia nekad hendak mempertahankan.

"Bangsat," bentak jenderal Kuncung dan tahu2 celana dalam prajurit itu dengan cepat ditarik kebawah, aduh .....

"Kalau berani melawan, burungmu akan kupotong," teriak Ah Liong si jenderal Kuncung.

Prajurit Boan itu adalah seorang prajurit pilihan. Baik dalam keberanian dan ilmu perang, dia selalu menonjol. Itulah sebabnya dia diangkat sebagai wakil komandan, orang yang paling dipercayai komandannya.

Berpuluh pertempuran sudah ia alami di medan perang dengan pasukan Beng. Tetapi selama itu, dialah yang selalu tertawa melihat prajurit Beng rubuh bermandi darah dan mengerang-erang meregang jiwa. Belum pernah ia mengalami peristiwa semacam yang dirasakan seperti hari itu.

Dia rebah tengkurap, punggung, tengkuk dan kepalanya diinjak-injak dan digebuki sampai tele-tele. Celana luar dan dalam dicopot dengan paksa dan kini baju prajurituya juga akan dilucuti. Sebenarnya ia marah. Lebih baik ia mati saja daripada menanggung malu yang begitu besar. Tetapi sial dangkal. Jenderal Kuncung yang menjadi kepala pasukan anak itu tak mau membunuhnya melainkan hanya hendak melucuti pakaian seragamnya. Dan apabila dia berontak, jenderal Kuncung itu akan memotong anunya.

"Celaka, kalau tanpa anu aku kan jadi orang kasim ( kebiri ) nanti. Ah, isteriku tentu lari," pikirnya dan terkenanglah ia akan isterinya yang cantik.

”Daripada kehilangan barang yang amat berharga, lebih baik aku menyerah saja. Toh nanti lain waktu masih ada kesempatan untuk membalas semua hinaan ini. Awas, besok kalau jatuh ke tanganku, kawanan anak2 bajingan ini akan kupotong anunya," pikir prajurit itu.

Setelah pakaian seragam dilucuti, jenderal Kuncung memerintahkan supaya mengikat prajurit itu dan ditaruh di hutan.

Ketika kawanan anak2 itu habis melakukan perintah dan kembali, mereka tidak mendapatkan Ah Liong berada disitu.

"Kemana jenderal kita?"

"Jenderal mengenakan pakaian seragam prajurit Ceng dan menitahkan supaya kita berjaga disini untuk membantu mempertahankan kota ini," sahut salah seorang kawan mereka.

Memang benar. Setelah memakai pakaian seragam prajurit Ceng, Ah Liong terus berangkat menuju ke markas pasukan Ceng.

Karena saat itu sudah petang dan memakai pakaian seragam prajurit Ceng, dapatlah Ah Liong lolos dari pemeriksaan. Singkatnya dia tiba di markas komandan.

"Baik, kubunuh saja komandan mereka," pikirnya tetapi pada lain kilas ia urungkan niatnya dan memutuskan untuk mencari tempat Huru Hara.

Ketika menyusup dari satu ke lain kubu untuk mencari tempat Huru Hara ditahan, dia terkejut ketika melihat suara orang tertawa mengikik. Suara itu berasal dari dalam sebuah tenda yang terletak di ujung sebelah kanan kubu komandan.

Tertarik oleh suara itu, dia berhenti dan menghampiri ke dekat tenda lalu menyiak tenda kubu. Ah, hampir saja dia berteriak keras ketika menyaksikan apa yang terjadi dalam kubu itu.

Seorang prajurit tengah memaksa seorang pelayan untuk melayani nafsunya. Gadis itu sudah menggeletak di tanah dan tak dapat berbuat apa2 karena mulutnya di dekap tangan prajurit, sedang tubuhnyapun sedang ditindihi tubuh prajurit itu.

Melihat itu marahlah Ah Liong. Dia merangkak masuk dan .....

"Uhhh . , ...." prajurit itu mendesuh kaget ketika celananya ditarik kebawah. Buru2 dia mendekapnya. Memang saat itu tangan kiri mendekap mulut si gadis pelayan, tangan kanan tengah membuka kancing celana. Tetapi dia merasa belum menarik celananya ke bawah, mengapa celana itu dapat longsor turun sendiri.

Memang nanti diapun akan menyiak celananya ke bawah tetapi maksudnya bukan seluruhnya lepas. Dia masih takut kalau sampai kepergok orang, tentulah dia akan mendapat hukuman dari komandan. Gadis itu adalah pelayan yang berkerja pada dapur umum pasukan.

Sudah lama dia memang menaruh hati pada gadis itu, Apalagi sudah berbulan-bulan dia tak bertemu dengan wanita. Dia sudah ngebet sekali.

Malam itu dia pura2 sakit kepala ketika si gadis membawakan minuman. Dia pura2 suruh gadis itu mengeriki lehernya. Sebagai seorang pelayan. sudah tentu gadis itu takut dan menurut saja. Dia seorang gadis bangsa Han yang kehilangan keluarganya dan dipaksa menjadi pelayan.

Kehadiran seorang perempuan muda dalam anak pasukan, tentu menimbulkan kehebohan. Berulang kali dia hampir diperkosa oleh anakbuah pasukan tetapi untung selalu kepergok orang.

Komandan marah dan suruh pelayan itu menjadi pelayan di kubunya. hendak menyelamatkan pelayan itu dari gangguan prajurit. Dia memang tahu bahwa prajurit yang bertempur di medan perang itu tentu selalu berkobar nafsunya. Sebenarnya biar saja gadis itu dicemarkan prajuritnya. Tetapi ternyata kehadiran pelayan itu banyak kali menimbulkan perkelahian dan bahwa sampai terjadi pembunuhan. Mereka saling berebut untuk mendapatkan gadis itu. Itulah sebabnya komandan segera bertindak untuk mengamankan gadis itu.

Eh, siapa tahu, pada malam itu ketika habis meneguk arak sampai mabuk, komandanpun bangkit nafsunya. Dan kebetulan gadis itu sedang datang membawakan minuman. Tak ampun lagi dia terus mencemarkannya.

Sejak itu, gadis yang malang nasibnya itu  menjadi gundik komandan. Tetapi mengapa malam itu dia berada dalam kubu seorang prajurit? Tak lain karena tipu muslihat dari prajurit itu yang pura2 sakit dan minta obat kepada pelayan.

Pada saat gadis pelayan itu mengeriki lehernya, dengan gaya harimau lapar menerkam korban, prajurit terus memeluk tubuh si gadis mendekap mulut dan menindihinya. Setelah itu dia mulai membuka kancing celananya.

"Uhhhh . . . ," kembali mulut prajurit yang telah kerasukan setan itu mendesis kaget ketika celananya terasa bergerak melorot ke bawah.

Cepat dia mendekap. Tetapi setelah di lepas, kembali bergerak melorot kebawah lagi. Dia makin bingung. Kalau terus menerus digoda begitu, kan dia tak dapat menyampaikan hasratnya.

Kembali terasa celananya itu bergerak merosot kebawah. Dia menyambar lagi. Karena dia dalam posisi rebah tengkurap menindih pelayan gadis itu, maka gerakan tangannya untuk menahan luncur celananya itupun melingkar ke belakang.

Uh, ia terkejut ketika tiba2 tangannya didekap oleh sebuah tangan orang. Sebelum ia sempat meronta, tahu jari kelingkingnya dibekuk keatas. klikkkk aduh. ia menjerit

kesakitan sekali. Tulang jari kelingkingnya patah, sakitnya sampai dia mengucurkan keringat. Dan seketika nafsunya yang sudah berkobar-kobar itupun padam.

Dukkkkk sebelum dia sempat berbalik tubuh untuk

melihat siapa yang telah menekuk melihat siapa yang telah menekuk jari kelingkingnya sampai patah itu, punggungnya sudah dihunjam oleh sebuah tinju yang kecil tetapi kerasnya seperti palu besi.

Tak ampun lagi, prajurit itupun terkapar dan meregang- regang seperti itik yang disembelih lehernya.

"Jangan takut, cici," gadis yang meronta ke samping dan terlepas dari tindihan prajurit itu terkejut ketika melihat seorang anak laki2 berambut kuncung, nongol dihadapannya.

"SIapa engkau?" tegur gadis pelayan itu.

"Aku hendak menolong cici, lekas keluar dari sini," kata si kuncung Ah Liong yang masih memakai pakaian prajurit.

Setelah berada diluar tenda, gadis pelayan itu berkata, "Engkau seorang prajurit, tetapi mengapa engkau masih seperti anak kecil?" "Sudahlah, cici, itu tidak penting," kata Ah Liong, "bukankah cici sudah terlepas dari ancaman prajurit itu?"

"Ya."

"Sekarang cici hendak kemana?"

"Kemana kalau tidak kembali pada kubu komandan disini."

"Lho, mengapa cici tidak melarikan diri saja? Apakah cici tidak punya tempat tinggal?"

Gadis itu tertegun kemudian menghela napas, "Sudah lama aku kehilangan rumah dan orangtua. Dan terpaksa aku dipaksa ikut pada pasukan ini. Aku disuruh menjadi pelayan komandan pasukan."

"0, kalau begitu laporkan saja perbuatan prajurit itu kepada komandan."

"Hm, sama sajalah," kata gadis pelayan itu. "Mengapa sama?"

"Prajurit dan komandan sama2 serigala dan harimau. Terlepas dari kawanan serigala; aku jatuh ketangan harimau. Tidakkah sama artinya?"

"Apakah komandan juga berbuat tak senonoh kepadamu?"

Gadis pelayan itu menunduk, tersipu-sipu malu.

"Hm, prajurit2 Boan memang bangsat semua. Tidak ada seorang prajurit Boan yang baik. Maka kita harus membasmi mereka, tak perlu diberi ampun lagi."

"Tetapi aku hanya seorang anak perempuan lemah, apa dayaku?" "Ada," seru Ah Liong, "coba engkau kasih tahu, dimana pamuda yang telah ditawan kemarin Itu?"

"Pemuda yang mana?"

"Bukankah ada seorang pemuda yang telah ditawan oleh komandanmu?"

Gadis itu merenung beberapa jenak, "0, itu, ya, memang ada. Itu atas permufakatan komandan deagan Ko tayjin.”

"Dimana dia sekarang?"

"Ditaruh dalam sebuah gua didalam hutan." "Apakah cici dapat mengantarkan aku?"

Gadis itu kembali berdiam. Beberapa saat kemudian, dia berkata, "Baik, mari kuantarkan."

Gadis itu memang telah bertekad hendak melepaskan diri dari cengkereman pasukan Boan. Jika perlu dia akan mengorbankan jiwa. Hal itu timbul ketika ia melihat bagaimana seorang bocah yang masih kuncung, berani menyaru menjadi prajurit dan telah menolongnya dari perkosaan prajurit Boan tadi.

Diam2 gadis itu malu dalam hati. Mengapa selama ini ia hanya paserah saja akan nasib, mau saja melakukan apa yang dikehendaki komandan pasukan Boan. Dia makin merasa malu karena merasa bahwa sikap dan langkahnya yang paserah itu bersumber hanya karena takut mati. Jika ia berani mati, tentulah takkan ia mengalamit nasib sedemikian.

Itulah sebabnya dalam beberapa jenak saja, terjadi suatu perobahan besar dalam jiwanya. Dia hendak membantu Ah Liong.

"Cici, siapakah namamu ?" tanya, Ah Liong dalam perjalanan. "Lian Hoa."

"0, Lian-hoa artinya bunga teratai. Ya, nama itu memang tepat sekali. Engkau ibarat bunga teratai yang hidup dalam lumpur tetapi hatimu tetap mulia, cici."

Sejak bertahun-tahun, baru pertama kali itu Lian Hoa mendengar orang memuji dan menghibur derita hidupnya. Beberapa titik airmata mengalir ke pipi.

"Cici, mengapa engkau menangis ?" tegur Ah Liong kaget.

"Ah, tak apa. Airmata gembira, adik," kata Lian Hoa," dan engkau sendiri, siapa namamu ?"

"Ah Liong."

"Apakah engkau berasal dari kota Yangiu ?" "Tidak, aku hanya ikut pada engkoh Hok." "Siapa engkoh Hok itu ?"

"Pemuda yang ditawan pasukan ini."

Tiba2 muncul dua orang prajurit Ceng yang sedang meronda, "Hai, berhenti, mau kemana kalian" tegur salah seorang,

Ah Liong terkejut. Untung saat itu hari sudah mulai malam. Dan Lian Hoapun dengan tabah segera menjawab, "kami disuruh komandan untuk memberi minuman pada tawanan itu."

Kedua prajurit itupun tertegun lalu menyisih, "Kalau begitu silakan."

Memang mereka kenal siapa Lian Hoa, pelayan khusus dari komandan mereka. "Silakan nyonya komandan ..... ," salah seorang prajurit menyengir dan mengejek.

"Apa katamu ?" Lian Hoa marah. Ia tahu walau prajurit itu dulu pernah mau mengganggunya tetapi ketahuan komandan dan dihukum. Tentulah dia masih mendendam.

"Tidak apa2," kata prajurit itu seraya ngeloyor. "Hm, penghianat!" maki Lian Hoa.

Prajurit itu berhenti serentak, "Apa katamu?”

"Huh . . . , " Lian hoa terus ayunkan langkah balas tak mengubrisnya.

"Apa katamu?" prajurit itu lari dan menghadang didepan Lian Hoa, "engkau memaki aku penghianat?"

"Tanya pada dirimu sendiri, siapa engkau ini!" sahut Lian Hoa.

"Perempuan lacur!" prajurit itu balas memaki.

Plakkkkk . . . . tiba2 Lian Hoa marah dan menampar muka prajurit itu sekeras-kerasnya. Seumur hidup baru pertama kali itu dia menampar mulut orang. Oleh karena dia seorang gadis lemah dan gemetar menahan kemarahan, maka tamparannyapun tak terasa apa2.

"Engkau lancang!" tiba2 prajurit itu menerkam tangan Lian Hoa, ditarik dan terus dipeluknya.

"Lepaskan!" Lian Hoa berteriak meronta. Tetapi prajurit itu nekad mencium pipi Lia Hoa dengan amat bernafsu sekali.

"Uhhhh ..... " tiba2 prajurit itu berteriak kaget, lepas pelukannya dan gopoh mendekap pinggang celananya. Wajahnya merah padam. "Hajarlah lagi, cici," seru Ah Liong kepada Lian Hoa. Lian Hoa menurut, plak, plak, plak . . . bertubi-tubi tangan nona itu menampar muka dan mulut si prajurit. Anehnya, prajurit itu hanya mengisar mukanya kian kemari tak berani membalas karena kedua tangannya masih mendekap celananya erat2.

Melihat itu kawannya kasihan juga. Ia segera membentak, "Sudah, jangan terlalu. Mentang-mentang jadi kekasih komandan saja!"

Makin malu Lian Hoa mendengar kata2 itu, dia berpaling dan plak .. . . ia menampar mulut prajurit yang itu. Tetapi prajurit itu sudah bersiap. Tangan Lian Hoa disambar dan terus dipelintir ke belakang.

"Uhhhh . . . , " sebelum prajurit itu sempat membuka mulut, tiba2 ia sudah mendesuh kaget dan cepat2 lepaskan tangannya, mendekap perutnya.

"Hajar!" seru Ah Liong.

Kini Lian Hoa memuaskan diri untuk menghajar muka prajurit yang kedua itu dengan tamparan dan cakaran. Karena tak tahan kedua prajurit itupun lari.

"Bagus, bagus, cici, begitulah kalau berhadapan dengan prajurit Ceng. Jangan dikasih hati, hajar terussss," seru Ah Liong tertawa.

"Tetapi aneh," gumam Lian Hoa, "mengapa mereka tak berani membalas? Mereka mendekap perutnya saja ?"

Ah Liong geli dalam hati tapi ia sungkan untuk memberitahukan rahasianya. Ia hanya mengatakan, "Mereka tentu sakit perut." "Tetapi tidak," kata Lian Hoa, "setiap kali engkau bergerak ke belakangnya, prajurit itu tentu terus mendekap perutnya kencang2. Apa ya sebabnya ?"

"Kutonjok pantatnya supaya perutnya mulas," kata Ah Liong sekenannya saja.

Keduanya la!u melanjutkan perjalanan. Tiba disebuah hutan, mereka masuk dan menuruni sebuah lembah.

"Celaka, guha itu juga dijaga prajurit," Lian Hoa mengeluh seraya menunjuk pada sebuah tempat dimana tampak dua orang prajurit sedang berdiri dengan menyanggul tombak.

"Wah, bagaimana nanti alasan cici kepada mereka ?" tanya Ah Liong kuatir.

"Tak usah kuatir," kata Lian Hoa seraya maju menghampiri ke muka kedua prajurit itu.

"0, engkau," seru salah seorang prajurit yang kenal pada Lian Hoa.

"Ya."

"Mau apa ?"

"Komandan suruh kalian membawa tawanan itu ke markas," kata Lian hoa.

Lian Hoa memang cerdik. Kalau dia mengatakan disuruh komandan untuk mengambil tawanan tentu kedua penjaga itu tak percaya. Tetapi ia mengatakan kalau kedua penjaga itu yang suruh membawa tawanan ke markas. Dengan kata2 itu, hilanglah keraguan kedua penjaga.

Keduanya segera membuka terali pintu gua dan melangkah masuk. Tetapi baru dua langkah, tiba2 punggung mereka dibantam oleh sebuah tangan kecil yang amat kuat, duk, duk .... kedua penjaga itupun jatuh tengkurap, terus diinjak Ah Liong.

Sementara Lian Hoa terus masuk dan berseru, "Hohan, silakan keluar !"

Memang yang berada didalam itu adalah Huru Hara. Dia masih lemas dan tak dapat berbuat apa2. Terpaksa Lian Hoa menuntunnya keluar,

"Ah, engkau engkoh Hok," seru Ah Liong. “mengapa engkau tak berusaha untuk berontak?”

Huru Hara yang masih lemah hanya geleng2 kepala dan menghela napas. "Aku dikasih obat bius pelemas tenaga."

"Siapa yang memberi ?" Ah Liong terkejut, "Ko Cay Seng dan komandan disini."

"Engkoh Hok mari kita keluar," kat Ah Liong seraya menyerahkan pakaian seragam prajurit Ceng, "pakailah pakaian supaya mereka tak curiga."

Huru Hara dan Lian Hoa heran, dari mana anak itu mendapatkan pakaian seragam prajurit. Tetapi Huru Hara memakainya juga.

Ternyata Ah Liong telah melucuti pakaian kedua penjaga tadi dan mengikat mereka, menyumbat mulut mereka dengan robekan baju.

Setelah pintu dikunci, anak kuncinya dibuang kedasar jurang oleh Ah Liong. Ketiganya lalu lolos.

Mereka terpaksa menuju ke barat dan dari situ mereka mengitari menuju ke selatan lagi untuk masuk ke kota Yang-ciu,

Tetapi pada waktu hampir keluar dan daerah pendudukan pasukan Ceng, tiba2 mereka dikejutkan oleh dua ekor kuda yang mencongklang kencang. Jelas kedua penunggang kuda itu tengah menuju kepada mereka.

Cepat sekali kedua penunggang kuda itu tiba dan menghadang, "Ho, bagus, Lian Hoa. engkau berani meloloskan diri!" seru salah seorang dari kedua pendatang itu yang tak lain adalah komandan pasukan. Sedang yang seorang, yang mengenakan dandanan sebagai seorang sasterawan tak lain adalah Ko Cay Seng.

Kedua pembesar itu tengah enak2 minum arak tiba2 penjaga datang melapor bahwa ada dua orang prajurit yang melihat Lian Hoa bersama seorang prajurit tengah menuju ke hutan.

Kedua prajurit itu adalah yang habis ditampar dan dicakar Lian Hoa tadi. Mereka mendendam dan melaporkan peristiwa itu kepada komandan dengan maksud agar komandan menghukum prajurit yang berani mengajak Lian Hoa keluar pada malam itu. Mereka duga, prajurit itu tentu akan mengajak in-de-hoy pada Lian Hoa.

Sudah tentu komandan terkejut. Dia lalu mencari pelayan yang disayanginya itu. Tiba di gua tahanan, dia mendapatkan dua sosok tubuh rebah dalam ruang gua dan pintu terali dikunci. Sudah tentu komandan kelabakan. Dia memanggil anakbuah untuk mendobrak pintu.

Setelah berhasil masuk, kedua penjaga itu memberi keterangan dari peristiwa yang telah dialaminya.

"Perempuan busuk," seru komandan marah," dia berani mengajak lari tawanan kita ?"

Bersama Ko Cay Seng, komandan lalu mengadakan pengejaran pada malam itu juga. Dan akhirnya mereka berhasil menyusul. Hal itu disebabkan karena tenaga Huru Hara masih belum pulih. “Komandan, apakah Huru Hara belum diberi minum obat bius lagi ?" kata Ko Cay Seng dalam perjalanan.

"Sebenarnya sejam lagi, dia harus diberi minum. Tetapi sekarang dia sudah lolos," jawab komandan.

Memang setiap enam jam, Huru Hara dipaksa minum obat yang membuat tenaganya hilang. Dan sejam nanti memang sudah tiba waktunya harus diberi minum obat.

"Hai, komandan, lekas beri hormat !" teriak Ah Liong sambil melangkah ke muka.

Komandan itu terbelalak ketika melihat prajurit yang berpakaian seragam prajurit Ceng, memerintahkannya memberi hormat. Setelah dipandang dengan seksama, dia makin terkejut. Ternyata prajurit itu masih anak.

"Kurang ajar, siapa engkau !" teriak komandan.

"Aku jenderal Kuncung dari pasukan Yangciu ! Engkau kan hanya berpangkat mayor, mengapa engkau tak memberi hormat kepadaku !"

"Gila !" teriak Komandan seraya ayunkan cambuk menghajar Ah Liong. Tetapi dengan gesit Ah Liong lompat kesamping lalu loncat maju dan menarik kaki komandan itu, "Turun babi !"

Gerakan Ah Liong memang luar biasa gesitnya. Sebelum tahu apa yang terjadi, komandan itu rasakan kakinya dibetot sekuat-kuatnya sehingga ia jatuh ke bawah.

Tarrr .....

Ko Cay Seng yang tertegun menyaksikan adegan itu segera tersadar dan ayunkan cambuknya menghayar Ah Liong. Ah Liong menghindar tetapi topinya tersambar jatuh. Ko Cay Seng terbeliak ketika melihat anak itu masih memelihara kuncung.

"Hai. bangsat, engkau berani menghina aku,” teriak Ah Liong seraya bercekak pinggang.

"Kuncung, jangan kurang ajar, nih, rasakanlah cambukku," seru Ko Cay Seng seraya mengayunkan cambuknya lagi.

Permainan cambuk dari Ko Cay Seng memang berbeda dengan komandan Yemu. Jika komandan pasukan Ceng itu hanya berdasarkan pada tenaga luar, tidak demikian dengan gerakan Ko Cay Seng yang dilambari tenaga-dalam. Maka walaupun hanya cambuk, di tangan Ko Cay Seng dapat berobah menjadi senjata yang sakti. Kadang dapat tegak lurus seperti cempuling yang menusuk. Kadang seperti gerak naga yang sedang hermain diatas air. Kadang menyambar-nyambar seperti petir yang membelah angkasa. Hebatnya bukan main.

Menghadapi itu, Ah Liong kewalahan sekali. Memang dengan mengandalkan ilmu meringankan-tubuh, anak itu dapat menyelamatkan diri tetapi karena terus menerus dihujani serangan, mau tak mau Ah Liong menjadi kewalahan juga.

Tarrr . . . . suatu gerakan menusuk yang dihindari Ah Liong, tiba2 dirobah Ko Cau menjadi suatu cambukan yang cepat. Tak ampun lagi, punggung Ah Liong terhajar. Anak itu kesakitan tetapi dia tak mau mengerang. Dia hanya terhuyung- huyung.

Dukkkk .... tiba2 komandan tadi yang sudah berdiri tegak, terus loncat menghantam sehingga Ah Liong rubuh.

Hal 26-27 kosong Habis berkata komandan itu terus hendak mulai menyerang tetapi distop Ah Liong lagi, "Tunggu dulu. Kita bicarakan dulu apa taruhannya?"

"Taruhan?"

"Ya, kalau aku kalah, aku bersedia menyerahkan diri, terserah hendak engkau apakan."

"Kupenggal kepalamu!"

"Boleh, boleh, itu mudah diatur," kata Ah Liong tersenyum, "tetapi bagaimana kalau engkau yang kalah?"

"Engkau boleh bebas!"

"Belum cukup kalau hanya begitu saja!" "Lalu apa yang engkau kehendaki?"

"Kebebasan untuk kami bertiga. Aku, cici Lian Hoa dan engkohku itu. Apa engkau berani meluluskan? Ah, tetapi kalau tak berani. jangan engkau paksa dirimu, nanti engkau menyesal sendiri."

"Mengapa tidak berani?" teriak Yemu yang menjadi panas hatinya mendengar ejekan Ah Liong.

"Bagus, ternyata engkau juga seorang komandan yang jantan. Tidak banyak jumlahnya orang Boan yang bersifat jantan seperti engkau. Kebanyakan mereka peng . . . "

"Tutup mulutmu dan lekas siap menyambut seranganku," seru komandan Yemu terus maju menerjang.

Ah Liong memang sengaja hendak menguras tenaga komandan itu, disamping ia mempunyai harapan, mudah- mudahan dengan mengulur waktu sehingga pertempuran berjalan lama itu, tenaga engkoh Hok-nya (Huru Hara) dapat pulih. Komandan Yemu memang gagah perkasa dalam medan perang. Terutama kepandaiannya naik kuda dengan permainan tombaknya, telah dapat membunuh entah berapa ribu prajurit Beng. Tetapi dalam ilmusilat, dia memang tidak begitu tinggi. Apalagi berhadapan dengan Ah Liong yang memiliki dasar ilmu gin-kang (meringankan tubuh) yang hebat. Benar dia kewalahan karena diajak berputar-putar seperti gangsingan.

Yemu mendongkol sekali karena terus menerus harus mengejarkan pukulan dan tendangan ke arah bayangan Ah Liong yang memutarinya. Namun ia terpaksa harus meladeni begitu karena kalau ia berhenti maka kepala atau punggungnya tentu ditabok dari belakang oleh Ah Liong.

"Bajingan," teriak Yemu marah. Dia terus mencabut tombak. Dengan tombak dapatlah lari setan cilik itu dihalangi, pikirnya.

Rencananya itu memang benar tetapi tidak seluruhnya mengenai sasaran yang dtinginkan. Karena terhalang oleh gerakan tombak yang merintang jalan, Ah Liong juga merobah cara permainannya. Dan tiba-tiba dia telah mendapat akal. Begitu ditusuk dia loncat mundur. Ditusuk lagi dia mundur clan terus main mundur saja setiap tusuk tombak. Lama kelamaan, keduanya makin jauh dari tempat semula dan beberapa saat kemudian lenyap dibalik gerumbul pohon.

Kini yang tinggal di tempat itu hanya Lian Hoa, Huru Hara dan Ko Cay Seng. Lian Hoa tak mempedulikan Ko Cay Seng, ia menghampiri Huru Hara.

"Hohan, bagaimana keadaanmu ?" tanyanya. "Sudah lumayan, tidak begitu lemas seperti tadi," kata Huru Hara.

"Hohan," kata Lian Hoa dengan berbisik "bukankah setiap kali hohan diminumi obat oleh komandan ?" Huru Hara mengangguk.

"Itulah obat bius yang menghilangkan tenaga." "Ya, apakah engkau tahu obat penawarnya?

Lian Hoa gelengkan kepala menghela napas "Apabila tahu, aku tentu akan berusaha untuk mengambilnya."

Tiba2 Huru Hara teringat bahwa ia mempunyai beberapa butir buah som Cian-lian-hay-te-som. Buah Som yang tumbuh di dasar laut dan berumur seribu tahun itu, khasiatnya dapat menolak segala jenis racun.

Selama ditawan dalam gua, tenaga Huru Hara benar2 lemas sekali sehingga untuk menggerakkan tangan saja rasanya tak mampu.

Cepat Huru Hara mendapat akal, "Nona, maukah engkau membantu aku ?"

"Tentu hohan, katakanlah apa yang harus kulakukan," Lian Hoa gopoh menjawab.

"Dalam saku baju-dalamku, ada sebuah bungkusan dari sutera "

"0, apakah hohan suruh aku mengambilkan?"

"Ya, tetapi begini," kata Huru Hara, "jangan diambil keluar nanti ketahuan orang she Ko itu. Cukup nona buka bungkusan sutera itu didalam saku saja dan ambilkan dua butir benda !yang se-besar jagung. Kemudian nona bungkus lagi. Kedua butir jagung itu masukkan kedalam mulutku

..... "

Sejenak berdiam, Lian Hoa mengiakan. Ia merogohkan kedua tangannya kedalam baju-dalam Huru Hara.

"Hai, mau apa itu !" tegur Ko Cay Seng ketika melihat perbuatan Lian Hoa. "Dia merasa iganya sakit, minta supaya kuurut," untung Lian Hoa tidak gugup dan dapat memberi alasan.

Ko Cay Seng mendapat keterangan dari komandan Yemu bahwa Lian Hoa itu seorang pelayan yang lemah, tidak mengerti ilmu silat. Dengan dasar keterangan itu, Ko Cay Sengpun tak curiga.

"Huh, engkau seorang gadis, apa tidak malu kalau mengurut iga seorang lelaki?" Ko Cay Seng hanya memberi sentilan.

"Aku kan hanya seorang pelayan yang sudah tak punya harga lagi," balas Lian Hoa, “apalagi kongcu ini memang sakit. Apakah aku sampai hati melihat orang kesakitan tanpa memberi pertolongan?"

"Kata komandan Yemu, engkau seorang gadis yang penurut, mengapa engkau pandai membantah?" kata Ko Cay Seng seraya maju menghampiri.

"Aku tidak membantah tayjin," jawab Lian Hoa yang tangannya sudah mulai menyentuh bungkusan sutera dalam baju-dalam Huru Hara, kemudian ia mulai membukanya. "aku hanya memberi pertolongan kepada orang yang meminta tolong.'

"Menurut kata komandan, engkau seorang gadis yang lemah dan tak panya pengetahuan apa- apa. Mengapa engkau hendak mengurut? Apa kah engkau pandai mengurut? 0, mungkin tadi malam komandan suruh engkau mengurutnya, ya?” ejek Ko Cay Seng.

Merah muka Lan Hoa mendengar ucapan itu. Ia diam saja dan mulai menjemput dua butir benda sebesar jagung lalu membungkusnya lagi "Baiklah," katanya seraya menarik keluar kedua tangannya. Namun Ko Cay Seng yang tajam matanya dan mengawasi akan gerak gerik Lian Hoa.

Dan Hoa segera tahu kalau tangan gadis itu menggenggam. Tentu berisi sesuatu.

"Buka tanganmu !" cepat ia melesat kehadapan Lian Hoa dan membentak.

Lian Hoa terkejut. Kalau ia menurut perintah, tentulah akan ketahuan. Maka ia nekad, "Buka mulut, hohan ,"

habis berkata dengan cepat Lian Hoa hendak memasukkan som ke mulut Huru Hara.

"Ihhhhh," tetapi tiba2 ia menjerit kaget ketika bahunya tertampar tangan orang dan otomatis tangannya tersentak keatas, genggamnya terbuka dan berhamburanlah kedua butir som itu ke tanah.

Ternyata Ko Cay Seng yang celi, tahu apa yang terjadi. Lian Hoa bergerak cepat tetapi Ko Cay Seng lebih cepat lagi. Sebelum Lian Hoa sempat memasukkan som kemulut Huru Hara, Ko Cay Seng sudah mendahului menampar bahu gadis itu..

Lian Hoa terkejut dan menyadari apa yang terjadi. Merasa kalau perbuatannya sudah ketahuan, ia malah nekad. Tadi waktu lolos dari gua tahanan, untuk menjaga keselamatan, Lian Hoa mengambil pedang dari penjaga gua. Sekarang ia mencabut pedang itu terus membacok Ko Cay Seng dengan kalap.

"Ho, budak hina, engkau berani kurang ajar kepadaku, "Ko Cay Seng mendamprat. Dengan hanya miringkan tubuh, pedang Lian Boa meluncur ke belakang. Kalau Ko Cay Seng mau, dia dapat menutuk jalan darah gadis itu, Tetapi dia memang sengaja tak mau melukainya karena. ia kuatir akan timbul salah faham dengan komandan Yemu.

Ia mencekal lengan Lian Hoa untuk merebut pedang. Tetapi Lian Hoa nekad, digigitnya tangan Ko Cay Sang sekeras-kerasnya . .

"Aduh . , ..." Ko Cay Sang kesakitan dan terpaksa lepaskan cekalannya, "budak liar, kalau tak mengingat Yemu, engkau tentu sudah kuhajar !"

Namun Lian Hoa tak peduli segala apa. Berbalik tubuh dia terus menyerang lagi. Tetapi karena berhadapan dengan seorang tokoh seperti Ko Cay Seng, sudah tentu Lian hoa tak dapat berbuat apa2. Masih untung Ko Cay Seng tak mau bertindak. Kalau mau, tentu gadis itu sudah menderita.

"Hai, berhenti !" tiba2 terdengar orang berteriak. Ko Cay Seng berpaling. Yang muncul ada lah komandan Yemu. Tetapi belum sempat Ko Cay Seng membuka mulut, ' tiba2 ia merasakan suatu sambaran angin tajam membelah punggungnya. Cepat ia condongkan tubuh  kesamping untuk menghindar tapi tak urung bahunya terpapas sedikit. Dan sebelum ia sempat berdiri tegak pedang Lian Hoa sudah menabas lehernya lagi.

Jarak begitu dekat, hampir merapat. Dan Ko Cay Seng dalam posisi, tubuhnya condong ke samping. Sukar baginya untuk menghindar lagi. Dalan keadaan yang gawat itu, terpaksa ia gunakan jurus yang berbahaya. Sekonyong- konyong ia geIiatkan tangan kanan menghantam ke belakang. Ihhhhh seketika tubuh Lian Hoa terhuyung- huyung ke belakang sampai beberapa langkah dan terus rubuh muntah darah dan menggeletak tak berkutik. Dada gadis itu telah terkena pukulan jurus Tay-bong-hoam-sim atau Ular-naga-membalik-badan dari Ko Cay Seng,  Pukulan yang dilancarkan dengan tenaga-dalam itu tepat mangenai dada Lian Hoa. Tak ampun lagi gadis itu terjungkal roboh.

"Ko tayjin, mengapa engkau membunuh dia!" tanpa disadari karena melihat kekejaman Ko Cay Seng, komandan Yemupun memberingas.

"Jangan salah faham, komandan," kata Ko Cay Seng, "aku tak sengaja membunuhnya. Lihat punggungku ini. Dia menabas dengan kalap dan tadipun kalau aku tak menghantamnya, leherku pasti terbabat."

"Mengapa dia ngamuk ?"

"Bermula kulihat dia mengurut perut pemuda itu tetapi ternyata dia mengambil sesuatu. kusuruh memperlihatkan dia terus hendak memasukkan ke mulut si pemuda. Terpaksa kutampar hingga benda itu jatuh. Tetapi pelayan itu malah nekad menyerang aku dengan pedang. Aku tak mau melukainya dan hanya menghindar saja. Waktu komandan datang dan aku berpaling dia terus menabas aku

.

"Hm. apakah benda itu," kata Yemu.

Ko Cay Seng menghampiri ke tempat Huru Hara yang masuk duduk bersila pejamkan mata.

Dia mencari kian kemari, tak melihat apa2. "Mana benda itu ?" ulang Yemu.

"Tadi jatuh beraamburan disini mengapa sekarang hilang

?"

"Tidak mungkin !"

Ko Cay Seng terkesiap.

"Mengapa tayjin tega membunuh seorang pelayan yang

tak  bersalah  ?"  tegur  Yemu  denga  mata  merah.  Keras dugaannya bahwa Ko Cay Sen memang hendak mempunyai maksud tak baik terhadap Lian Hoa.

"Apa engkau tak percaya kepadaku ?" seru Ko Cay Seng.

"Aku mau percaya tetapi tak ada sesuatu yang dapat kupercaya," sahut Yemu, "aku lebih percaya apa yang kusaksikan tadi, bagaimana tayjin telah menghantam dada seorang anak perempuan yang lemah.

"Komandan, apa maksudmu ?" Ko Cay Seng makin kaget.

"Ko tayjin," seru Yemu dengan nada masih mengandung kemarahan, "memang Lian Hoa itu bernasib malang. Kemana saja ia berada tentu diganggu oleh orang lelaki. Karena sering timbul perkelahian dan pembunuhan diantara anakpasukan maka Lian Hoa pun kusuruh tinggal di markas menjadi pelayanku. Eh, baru saja dia keluar malam ini, dia sudah mendapat gangguan lagi. "

"Komandan harus meminta pertanggungan jawab kepada pemuda itu," kata Ko Cay Seng.

"Bukan dia yang membunuh Lian Hoa " "Hah. lalu siapa yang engkau maksudkan ?" "Orang yang telah membunuh gadis itu !"

"Komandan Yemu, apa katamu ?" Ko Cay Seng terkejut.

"Orang yang membunuh jiwa Lian Hoa itu harus membayar dengan jiwanya juga !"

"Engkau gila, komandan. apakah engkau maksudkan aku ?"

"Tayjin mengakui atau tidak kalau tayjin yang membunuh Lian Hoa." "Ya, benar. Tetapi aku terpaksa untuk menyelamatkan jiwaku."

"Seharusnya tayjin jangan hanya berpikir untuk menyelamatkan jiwa tayjin sendiri, tetapi juga jiwa pelayan yang tak berdosa. Begitu baru tepat."

"Ah, komandan, kan hanya jiwa seorang pelayan saja. Nanti komandan tentu akan mendapat ganti yang lebih muda dan lebih cantik lagi."

"Aku telah berjanji kepada Lian Hoa bahwa aku sanggup melindungi jiwanya. Ternyata dia telah meninggal, apakah aku harus ingkar janji?"

"Ya, tetapi itu terjadi karena tak kusengaja."

"Tidak! Sengaja atau tidak sengaja, tetapi aku harus menetapi janjiku kepada Lian Hoa."

Ko Cay Seng makin kaget, "Komandan, mengapa engkau tiba2 bersikap begitu kepadaku? Apakah engkau lebih berat jiwa seorang pelayan daripada jiwaku?"

"Bangsa Boan selalu menepati janji. Walau pun dia hanya seorang budak tetapi karena aku sudah berjanji maka haruslah kutepati."

"Maksudmu?"

"Hutang jiwa bayar jiwa!" teriak Yemu.

Tiba2 Ko Cay Seng tertawa, '0, kutahu, sekarang aku tahu mengapa sebabnya engkau begitu marah dan mati- matian hendak meminta pertanggungan jiwa kepadaku."

"Apa yang engkau ketahui?"

"Pelayan itu bukan pelayan biasa tetapi tentu pelayan khusus bagimu. Buktinya engkau mau berjanji untuk melindungi jiwanya. Tidakkah itu menunjukkan bahwa antara engkau dan dia telah terjalin hubungan yang mesra sekali?"

"Tutup mulutmu, anjing Han!" bentak Yemu seraya mencabut tombak dan terus menyerang Ko Cay Seng dengan kalap.

Memang Yemu pernah beristeri tetapi isterinya sudah meninggal. Dalam diri Lian Hoa ia telah mendapatkan seorang pengganti yang menyocoki hatinya. Walaupun hanya sebagai gundik, tetapi dia benar2 jatuh hati kepada Lian Hoa. Dan memang Lian Hoa berparas cantik dan berbudi lemah lembut.

Ko Cay Seng kewalahan. Dengan penjelasan apapun ternyata Yemu tak mau menerima. Terpaksa dia melayani. Ia tahu Yemu itu hanya pandai berperang di medan perang. Tentang ilmusilat, jelas perwira Boan itu tidak berapa tinggi.

Sambil melayani dengan menghindar, diam2 Ko Cay Seng mempertimbangkan. Kalau mau nembunuh Yemu, baginya adalah ibarat hanya membalikkan telapak tangannya. Tetapi dengan pembunuhan itu, akibatnya tentu besar. Kemungkinan dia akan mendapat teguran dari Torgun dan sikap permusuhan dari kalangan perwira serta prajurit Boan.

Namun apabila teringat bagaimana sikap Yemu yang telah memakinya sebagai anjing Han panaslah hati Ko Cay Seng. Ingin rasanya ia menghancurkan batok kepala komandan itu.

“Hm, baiklah kuberi sedikit hajaran saja orang Boan itu supaya kelak jangan berani menghina aku lagi," setelah mempertimbangkan masak2 akhirnya Ko Cay Seng mengambil keputusan. Saat itu tampak Yemu meluncur mengarah lambung, Ko Cay Seng miringkan tubuh dan dalam sebuah gerak yang luar biasa cepatnya, ia berputar tubuh dan crek ia menutuk jalandarah pada punggung orang. Seketika itu Yemu tegak seperti patung.

"Bang . ," dia hendak berteriak tetapi cepat pula Ko Cay Seng menutuk lehernya dan seketika Yemupun tak dapat bersuara lagi.

"Hm, Yemu, engkau berani memaki aku sebagai anjing. Baik, akan kulaporkan hal ini kepada tay-ciangkun Torgun. Lihat saja bagaimana hukumanmu nanti," katanya kepada Yemu yang tak dapat berkutik dan bicara.

"Engkau mengatakan bahwa seorang ksatria Boan itu harus pegang janji. Tetapi engkau lupa bahwa seorang ksatrya Boan itu tentu tak ada yang mau membela setengah mati pada seorang pelayan walaupun engkau mencintainya setengah mati. Kalau panglima Torgun mendengar hal ini, hm, dimana engkau hendak menaruh mukamu ?"

Ko Cay Seng hendak menghampiri Huru Hara. Tetapi tiba2 ia mendapat akal. "Hm, dengan siasat itu, tentu orang akan percaya "

Ia kembali menghampiri Yemu yang saat itu karena tertutuk jalandarahnya, tak dapat berkutik seperti patung.

"Yemu. engkau berani memaki aku sebagai anjing Han. Baiklah," kata Ko Cay Seng, "aku memang akan menjadi anjing, bahkan anjing serigala yang akan membunuh manusia Boan yang berani merampok tanah-airku " Ko

Cay Seng mencabut pedang Yemu dan terus menusuk dada komandan pasukan Ceng itu. Karena jalandarahnya tertutuk tak dapat bicara. Yemu tak dapat menjerit kecuali sepasang matanya melotot keluar seolah-olah hendak menelan Ko Cay Seng.

Setelah Yemu mati. Ko Cay Seng lalu menghampiri Huru Hara, "Nah. sekarang giliranmu. Dengan begitu orang tentu menyangka bahwa engkau dan Yemu bertempur mati- matian sampai kalian berdua sama2 mati, Ha. ha, ha, siapa yang takkan percaya ?"

Ko Cay Seng tidak mau menggunakan pedang yang habis dibuat membunuh Yemu tetapi berganti memakai tombak Yemu. Dengan demikian biarlah memberi kesan kalau Huru Hara mati kena tombak komandan itu.

"Nah, mengingat engkau seorang pemuda Han, aku tak mau berlaku kejam. Kuberimu waktu lima menit untuk mengucap doa agar arwahmu diterima di sisi Tuhan," kata Ko Cay Seng.

Ko Cay Seng mengira segala rencananya tentu akan berjalan lancar. Bukankah di hutan tiada orang lain kecuali mereka bertiga? Yemu sudah mati, Lian Hoa sudah tewas dan kini tinggal Huru Hara yang sudah tak dapat berkutik.

"Tetapi dimana anak kuncung itu?" tiba2 teringat akan Ah Liong yang dikejar Yemu tadi. "ah, tak perlu dihiraukan. Kalau dia masih hidup dan berani balik kemari, tentu akan kubunuh sekali "

Setelah beristirahat beberapa jenak dan diperhitungkan sudah antara lima menit lamanya, Ko Cay Seng berbangkit dan menghampiri Huru Hara, "Nah, sudah lima menit, sekarang bersiaplah untuk menempuh perjalanan ke akhirat

.

Ia menutup kata-katanya dengan ayunkan tombak yang langsung ditujukan ke dada Huru Hara. Tring .....

Tiba2 terdengar suara benturan yang melengking tajam dan batang tombak Ko Cay Seng pun tergetar karena terhantam sebuah batu.

"Kurang ajar!" serentak ia berpaling untuk melihat siapa yang berani melontar batu ke arah batang tombaknya.

"Engkau ! " serunya kejut2 geram. Yang muncul dan

melemparkan batu untuk menolak batang tombak Ko Cay Seng, bukan lain adalah Ah Liong si jenderal kuncung.

Sebenarnya dia sudah gembira sekali karena dapat memancing Yemu untuk mengejarnya kedalam hutan. Rencananya, dia memang hendak mengulur waktu sehingga Huru Hara dapat pulih tenaganya.

Tetapi ditengah jalan tiba2 ia heran karena tak melihat Yemu. Kemanakah komandan itu. Dia terpaksa kembali untuk mencarinya. Tetapi karena malam hari dan hutan gelap, dia tersesat. Sampai lama sekali baru berhasil keluar dari hutan terus menuju ke tempat Huru Hara.

Apa yang disaksikan di tempat itu, benar2 membuatnya terkejut sekali. Ko Cay Seng tengah ayunkan tombak ke dada Huru Hara. Celaka kalau tak diccgah, Huru Hara pasti binasa. Namun untuk mencapai tempat Ko Cay Seng, jelas tak keburu waktunya.

Satu-satunya jalan ialah memungut batu dan dilemparkan sekuat-kuatnya ke arah senjata Ko Cay Seng. Beruntung lontarannya itu dapat tepat mengenai ujung tombak Ko Cay Seng sehingga tersiak ke samping. Dengan begitu selamatlah jiwa Huru Hara.

"Hi, hi, hi memang aku," sahut Ah Liong "mengapa

engkau hendak membunuh engkohku ? "Apa salahnya ?" "Lihat, dia telah membunuh komandan Yemu, maka dia harus kubunuh. Bahkan engkau juga harus mati, setan cilik

!"

Walaupun Ah Liong diam2 mengeluh namun ia tak mau mengunjuk ketakutan. Ia mengeluh karena ternyata Huru Hara masih belum pulih tenaganya. Iapun tahu siapa Ko Cay Seng itu. Kalau bertempur dengan Ko Cay Seng, terus terang, AhLiong mengaku kalah. Diam2 anak itu memutar otak mencari akal bagaimana menghadapi orang she Ko itu.

"Ya, kalau memang harus mati ditanganmu, akupun tak dapat berbuat apa2," kata Ah Liong "hanya aku heran melihat engkau ini."

"Apa yang engkau herankan ?"

"Engkau seorang Han, mengapa engkau membantu orang Boan untuk merebut kerajaan Beng.”

"Engkau anak kecil, mana tahu urusan negara."

"Tetapi aku pernah mendengar orang barkata bahwa orang yang membantu musuh untuk musuhi bangsanya itu disebut penghianat. Besok kalau mati akan dilempar kedalam neraka, dimasukan dalam kuali minyak yang mendidih. Apa engkau tidak takut ?"

"Hus, jangan ngoceh tak keruan,” bentak Ko Cay Seng, "aku tidak memusuhi bangsaku sebaliknya malah menyelamatkan mereka."

"Menyelamatkan ?" teriak Ah Liong, "ah, rasanya tak seorangpun bangsa Han, termasuk aku sendiri, yang merasa engkau selamatkan. Malah aku merasa engkau celakakan."

"Aku mencelakakan engkau apa ?" "Bukankah engkau hendak membunuh aku?" "Tentu," seru Ko Cay Seng, "lekas engkau bcrsiap untuk menyertai engkohmu menghadap raja Akhirat."

"Baik, kalau ditanya raja Akhirat, aku harus bilang apa ?" seru Ah Liong.

"Bilang kalau di dunia orang2 seperti kalian itu tiada gunanya, hanya mengotori dunia saja."

"Baik," kata An Liong, "nanti aku juga akan bilang supaya di dunia ini diisi saja dengan manusia2 penghianat seperti engkau!"

"Jahanam !" teriak Ko Cay Seng lalu maju menutuk dada Ah Liong. Ia gemas juga kepada anak yang bengal itu.

Ah Liong tahu bahwa Ko Cay Seng itu lihay sekali ilmu tutuknya. Dia teringat pada anak buahnya. Anak2 itu mempunyai senjata ampuh yaitu tawon dan semut. Sayang anak pasukannya tak ikut. Kalau mereka ada, tentulah Ko Cay Seng kelabakan.

Pada waktu melancarkan serangan yang gencar, Ah Liong kelabakan. ,,Betapa tidak. Ko Cay Seng memiliki ilmu tutuk yang sekaligus dapat menutuk enam buah jalandarah lawan. Memang Ah Liong hanya mampu loncat ke samping atau ke belakang untuk menghindar. Ia mengandalkan ilmu meringankan tubuh atau ginkang. Tetapi berhadapan dengan Ko Cay Seng. benar2 anaK itu tak dapat banyak bertingkah. Sebagai seorang ahli tutuk jalandarah, tentu memiliki tenaga- dalam yang tinggi. Dan orang yang memiliki tenaga-dalam dengan sendirinya juga hebat gin-kangnya. Ah Liong memang mati kutu.

Dalam suatu serangan gencar yang dilancarkan Ko Cay Seng, Ah Liong terpojok. Dia nekat untuk mengadu jiwa. Sambil menghantam, Ah Liong hendak benturkan kepalanya ke dada Ko Cay Seng, dek . . . . . Memang benturan itu tepat mengenai perut Ko Cey Seng. Tetapi bukan Ko Cay Seng yang rubuh melainkan Ah Liong yang terlekat. Kepala An Liong menempel lekat2 pada perut Ko Cay Seng. Jelas Ko Cay Seng telah menggunakan tenaga-dalam sedot untuk menyedot kepala Ah Liong. Dan setelah menyedot, sekali ayunkan tangan, dengan mudah Ko Cay Seng akan dapat menghantam remuk kepala anak itu.

Ko Cay Seng memang gemas kepada Ah-Liong. Segera ia mengangkat tangannya dan dihantamkan ke kepala Ah Liong, uhhhh .....

Belum sempat tinju diayun turun, tiba2 rasakan bahunya disentak ke belakang oleh sebuah tangan yang keras hingga dia terpental beberapa langkah.

Memang. pada saat ia mengangkat tinju, tenaga-dalam disalurkan ke lengan hingga sedotan pada kepala Ah Liong berkurang. Dan ketika ia merasa bahunya dicengkeram orang, cepat2 ia kembalikan tenaga-dalam untuk menolak. Tetapi alangkah kagetnya ketika tenaga untuk menolak itu dipancarkan kembali oleh tangan orang yang mengusai bahunya. Dengan begitu ia rasakan tenaganya lunglai dan mudah disentak ke belakang.

"Engkau .... !" Ko Cay Seng berteriak kaget ketika melihat yang menyentaknya itu tak lain adalah Huru Hara.

"Ya memang aku," sahut Huru Hara, "kalau mau menghancurkan tulang pi-peh-kutmu, engkau tentu jadi orang cacat. Tetapi aku sengaja tak mau berlaku curang dan memberi kesempatan kepadamu untuk, bertempur membela diri. Hayo, lekaslah engkau bersiap menghadapi aku!"

Ko Cay Seng masih terlongong heran. "Heran ?" seru Huru Hara, baik, akan kuberi tahu kepadamu. Pil yang berhamburan jatuh tadi berhasil kujilat dari tanah dan kutelan maka engkau dan Yemu tak dapat menemukan pil itu.”

"0." desuh Ko Cay Seng.

"Dan engkau yang membanggakan diri sebagai kaki tangan nomor satu dari Torgun, ternyata dapat dikelabuhi oleh seorang anak kecil yang menjadi adikku itu."

"Mana mungkin !" seru Ko Cay Seng.

"Anak itu telah mempedayakan komandan Yemu lalu dengan engkau dia mengajak bicara sampai begitu lama, apa maksudnya ?"

"Mengulur waktu ?" seru Ko Cay Seng. ”Ya”

"Supaya engkau pulih tenagamu ?" "Benar."

"Ya, kutahu ”

"Sekarang sudah terlambat," seru Huru Hara  "rencanamu untuk menghapus jejak setelah membunuh komandan Boan itu, tak dapat engkau laksanakan. Yang mati hanya komandan Boan itu.

Ko Cay Seng seorang ko-jiu (jago sakti) kelas satu. Bagaimanapun juga ia harus pegang gengsi. Dia tak mau mengunjuk ketakutan berhadapan dengan Huru Hara.

"Siapa bilang tidak bisa ? Sebentar lagi engkau tentu akan mampus juga !"

"Jangan hanyak bicara, pakailah senjatamu” seru Huru Hara. Ko Cay Seng menyadari bahwa berhadapan dengan Huru Hara, dia memang harus memakai sepasang thiat-pit (pit besi) baru dapat menundukan. Tanpa sungkan lagi. dia segera mencabut sepasang thiat-pitnya.

Huru Hara menjemput pedang yang dipakai Lian Hoa tadi.

"Aku hendak menggunakan pedang nona itu untuk menuntut balas atas keganasanmu membunuhnya!" 'seru. Huru Hara.

"Boleh, boleh, memang kelas dari semacam engkau hanya sampai pada tingkatan gadis pelayan saja," ejek Ko Cay Seng.

"Pelayan adalah suatu pekerjaan," sahut Huru Hara, "tetapi jelas dia bukan berasal dari keluarga pelayan melainkan dari orang baik2. Karena keganasan pasukan Boan, dia sampai kehilangan orangtua dan rumah. Terpaksa mau menjadi pelayan."

"Tetapi walaupun seorang pelayan, aku lebih menghormatinya daripada engkau, manusia penghianat yang menghianati rakyatmu sendiri!" Huru Hara melanjutkan dampratannya.

"Bangsat, engkau berani menghina aku!" Ko Cay Seng taburkan sepasang pit dalam suatu lingkaran sinar yang kemudian berobah menjadi semacam kembang api yang mencurah ke arah Huru Hara.

Huru Hara juga memainkan pedangnya yang diputar- putar deras sekali sehingga timbullah sebuah lingkaran sinar putih yang membungkus diriya, tring, tring, tring .....

Terdengar dering melengking ketika ujung thiat-pit disambut oleh pedang. Diam2 Ko Cay Seng terkejut. Boan-thian-hong-cu atau Hujan-prahara-mencurah dari langit, adalah nama jurus permainan thiat-pit yang dilancarkan Ko Cay Seng. Huru Hara dilanda curah ujung pit yang segencar hujan deras.

Huru Hara menyadari bahwa apabila dia ngadu kekerasan, jelas pedangnya akan menderita. Thiat-pit lawan itu terbuat dari baja murni yang luar biasa kerasnya. Tadi selintas ia melihat bahwa mata pedangnya telah gempil beberapa bagian.

Huru Hara menggunakan siasat untuk berloncatan kian kemari, kadang lari mengitari lawan. Dia menggunakan tata-langkah Jit-seng-pok atau Tujuh-bintang-berpindah- tempat.

"Mati lu!" tiba2 Ko Cay Seng membentak keras ketika ujung pit menusuk leher Huru Hara.

Huru Hara masih dapat miringkan kepala sehingga hanya kain kepalanya yang berlubang. Tetapi dengan serempak dia dapat menabas bahu Ko Cay Seng, cret . . . .

Darah segera mengalir membasahi lengan bahu sasterawan itu. Ko Cay Seng terhuyung-huyu mundur. Huru Hara terus hendak menerjang lagi. Dia hendak menghabisi jiwa manusia yang berhianat itu.

Tetapi pada saat dia hendak ayunkan tubuh tiba2 terdengarlah derap kaki orang berlari gemuruh menuju ke tempat itu. Pada lain saat, muncullah berpuluh-puluh prajurit Ceng.

"Bunuh bangsat itu," serentak Ko Cay Seng berteriak seraya menuding Huru Hara.

Berpuluh-puluh pasukan Ceng itu segera menyerang Huru Hara. Huru Hara marah. Dia meagamuk hebat sehingga prajurit2 Ceng itu ngeri dan mundur. Ternyata mereka adalah pasukan komandan Yemu yang hendak mencari komandannya. Seluruh markas gempar mendengar berita tentang pembunuhan penjaga gua dan lolosnya tawanan. Mereka segera memencar diri untuk mencari komandannya. Dan prajurit2 yang muncul itu, kebetulan yang pertama-tama menemukan jejak komandan Yemu.

Huru Hara hendak mengamuk untuk memblasmi prajurit2 Ceng itu tetapi lapat2 dia mendengar dari beberapa penjuru seperti terdengar derap orang menghampiri. Ia duga tentulah anak pasukan musuh yang datang.

Sebenarnya Huru Hara tak memikirkan keselamatan diri tetapi dia teringat akan Ah Liong yang masih terluka itu. Kalau mereka juga menyerang Ah Liong, anak itu tentu celaka.

Akhirnya ia memutuskan untuk membawa Ah Liong lari tinggalkan tempat itu. Iapun teringat akan keadaan kota Yang- ciu.

Selekas memanggul Ah Liong, dia terus loncat dan menghilang dalam hutan. Ko Cay Seng suruh anak pasukan melakukan pengejaran. Sementara dia memerintahkan agar mayat Yemu dibawa ke markas.

Tak seorangpun prajurit maupun perwira dalam pasukan Ceng yang tak percaya akan keterangan Ko Cay Seng bahwa Yemu mati karena dibunuh Huru Hara. Tak ada yang memiliki kecurigaan terhadap Ko Cay Seng. Masa Ko Cay Seng akan membunuh Yemu sendiri, pikir mereka.

Diam2 Ko Cay Seng memang gemas sekali mengalami peristiwa itu. Serentak ia hendak menggunakan peristiwa kematian Yemu itu untuk membakar kemarahan pasukan Ceng yang berada di luar kota Yang- ciu, untuk menyerang Yang- ciu. Dengan kekuasaan dan kepandaiannya bicara, Ko Cay Seng berhasil menimbulkan kemarahan seluruh anak pasukan Ceng. Besok pagi akan dilakukan serangan besar- besaran untuk menghancurkan kota Yang-ciu.

Sementara Huru Hara yang memanggul Ah Liong akhirnya berhasil masuk kedalam Yang-ciu dan menghadap Su Go Hwat.

"Ah, Su tayjin belum pulang, masih berada di Kim-long," kata seorang perwira.

"Lalu siapakah yang diserahi tugas untuk mempertahankan kota ini?" tanya Huru Hata. "Bok Lim ciangkun."

Huru Hara teringat. Memang dia pernah mengusulkan kepada Su Go Hwat agar Bok Lim. Wakil dari jenderal Ko Kiat, diberi tugas untuk memimpin pasukan pertahanan kota Yang-ciu. karena ia melihat, sejak Su Go Hwat menaruh kepercayaan penuh kepadanya, sikap Bok Lim lalu berobah. Dia kuatir Bok Lim akan berbalik berpaling pada musuh.

Setelah mendapat keterangan, Huru Hara membawa Ah Liong ke asrama tempat tinggalnya. Ia memberi anak itu sebutir som. Setelah itu ia lalu mencari Bok Lim.

“O. Loan-heng sudah datang," sambut Bok Lim bagaimana kabarnya ?"

Dengan panjang lebar Huru Hara menuturkan semua pengalaman yang dideritanya selama mengikuti Su Hong Liang berada di markas besar pimpinan balatentara Ceng.

"Ah, masakan Su Hong. Liang kongcu bakerja pada musuh ?" Bok Lim terkejut. "Memang hal itu sukar dipercaya, tetapi apa yang kulihat sendiri adalah suatu kenyataan," jawab Huru Hara, "bagaimana menurut pendapat ciangkun Perlukah hal itu kulaporkan kepada Su tayjin ?"

"Lebih baik jangan dulu," kata Bok Lim pertama, kemungkinan besar Su tayjin takkan percaya. Dan bahkan malah akan menambah rasa kejut Su tayjin. Beliau tentu merasa malu dan sedih…..”

Huru Hara menganggap alasan itu memang tepat. Kemudian ia bertanya tentang tindakan Bok Lim, sampai berapa jauhkah persiapan untuk mempertahankan kota Yatig-ciu dari serbuan musuh.

"Soal itu," kata Bok Liam yang mendadak berganti nada angkuh. "sudah kuatur beres."

"Syukurlah," kata Huru Hara tak mengacuhkan sikap orang, "karena kurasa, dengan melihat persiapan2 musuh, apabila melakukan serangan tentu dengan cara besar- besaran. Apalagi panglima Torgun tentu menganggap kalau Su tayjin menolak tawarannya.

Kemudia, Huru Hara menyatakan bahwa apabila sampai besok pagi, Su tayjin belum kembali dia hendak menyusul ke Kim-leng untuk menyampaikan berita dari panglima Torgun itu.

Setelah menghadap Bok Lim di markas, Huru Hara lalu kembali ke asramanya untuk menjenguk keadaan  Ah Liong. Ternyata disitu sudah hadir beberapa anak2. Mereka adalah anakbuah Ah Liong. Mereka mengatakan karena mendengar jenderal Kuncung pulang, mereka segera berbondong-bondong menjenguk.

Ah Liong sendiri sudah sembuh. Tetapi tampak wajahnya mengerut tegang. Begitu melihat kedatangan Huru Hara, Ah Liong terus berkata: “Engkoh Hok . eh, jenderal besar . .. ce ka .ka . .!"

"Mengapa ?" Huru Hara heran.

"Bok Lim ciangkun, komandan pasukan pertahanan kota ini telah melarang barisan Bon-bin!"

Huru Hara tertegun. Ia lupa apa yang dimaksudkan barisan Bon-bin itu, "Apa itu barisan Bon bin ?"

"Ai, mengapa engkoh Hok lupa. Barisan Bon-bin kan barisan anak2 yang menjadi anakbuahku itu."

"Mengapa dinamakan Bon-bin ?"

"Bon-bin artinya Kebun Binatang. Karena mereka semua memakai senjata rahasia dari berbagai binatang."

"Mengapa Bok Lim melarang barisan itu ?" tanya Huru Hara.

"Itulah yang aneh," kata Ah Liong, "juga peronda dikurangi jumlahnya "

"Hai, gila !" teriak Huru Hara, "kota ini dikepung musuh. Setiap saat musuh akan menyerang. Mengapa tidak diadakan ronda ?"

"Ya," dengus Ah Liong, "menurut keterangan anakbuah kita, memang sikap dan tindakan komandan Bok Lim itu mencurigakan dan aneh sekali.”

"Bagaimana ?"

"Bukannya bertindak keras untuk memerintahkan prajurit2 berjaga-jaga tetapi sebaliknya. Sejak Su tayjin pergi, dia malah sering bikin pesta Katanya untuk menyegarkan semangat anak prajurit agar jangan menjadi loyo karena terus menerus tegang saja." "Hm, memang aneh dan mencurigakan sekali," kata Huru Hara dan serentak dia teringat akan sikap dan nada bicara Bok Lim ketika ia menanyaka,n tentang persiapan penjagaan kota Yang- ciu tadi.

"Lalu bagaimana tindakan kita, engkoh, eh jenderal ?" tanya Ah Liong. Tiap kali teringat kalau sedang berhadapan dengan anakbuah barisan Bon-bin, Ah Liong terus berganti sebutan memanggil jenderal kepada Huru Hara.

"Kita harus waspada pada malam ini. Kemungkinan dengan kematian Yemu itu, mereka menuduh tentu aku yang membunuh. Olen karena itu "mereka tentu akan marah dan kemungkinan besar malam ini akan melakukan serangan besar-besaran,"

"Jenderal," seru Ah Liong, "apakah engkau mengidinkan anak pasukan kami untuk bergerak melakukan penjagaan pada malam nanti ?"

"Baik," sahut Huru Hara, "tetapi lakukanlah secara diam2 saja agar jangan menimbulkan salah faham dengan Bok Lim."

"Demi kepentingan rakyat, mengapa kita harus takut kepada Bok Lim?"

"Bukan takut kepadanya, Ah Liong," kata Huru Hara, "tetapi setiap perselisihan dalamkota, hanya akan melemahkan kekuatan kita saja."

"Tetapi kalau dia bertindak nyeleweng ?" tanya Ah Liong.

"Basmi sampai tuntas !" kata Huru Hara dengan nada tegas.

Ah Liong mengiakan. Dia lalu berunding dengan anakbuah pasukannya. Sementara hari itu Huru Hara sengaja berkeliling kota untuk melihat persiapan yang dilakukan Bok Lim untuk menjaga kota Yang-ciu.

Ditihatnya para prajurit yang bertugas menjaga pintu kota, tampak bersemangat dan sehat. Mereka mengatakan bahwa tiap hari mereka mendapat makanan nasi dan minum arak.

Huru Hara terkejut. Dari mana Bok Lim memperoleh rangsum ? Pada hal ransum sudah menipis dan tiap penduduk harus dijatah. Jatahnya hanya tiba cukup untuk dibubur. Tetapi mengapa para prajurit mendapat makanan nasi dan arak ?

Huru Hara menyelidiki ke pengurus bagian ransum. Ternyata mendapat keterangan bahwa mereka tidak menerima penambahan ransum lagi.

"Lalu bagaimana keadaan ransum sampai hari ini ?" tanya Huru Hara,

"Makin menipis," sahut orang itu, "anehnya Bok ciangkun tidak pernah memberi perintah untuk mengurangi jatah ransum yang diberikan kepada penduduk dan prajurit.

Huru Hara menemui petugas yang membagikan ransum. Berkata petugas itu, "Memang neh." katanya, "Bok ciangkun memerintahkan supaya jatah beras untuk penduduk dikurangi separoh dan diberikan  kepada prajurit."

"0," Huru Hara terkejut, "apakah rakyat tidak marah?" "Siapa yang berani marah?" kata petugas "bermula

memang ada beberapa penduduk yang ngamuk dan memprotes ke kantor Bok ciang tetapi mereka malah ditangkap dan dihukum, tiga orang mendapat 50 kali cambukan." Huru Hara makin gelisah mendengar keterangan2 yang dikumpulkan itu. Apa maksud Bok Lim berbuat begitu? Dia hanya memperhatikan kepentingan prajurit tetapi menindas rakyat.

"Hm, dalam peperangan ini, tidak hanya prajurit saja tetapi seluruh rakyat Yang-ciu ikut serta mempertahankan kota. Tidak adil kalau rakyat dibedakan begitu," pikirnya.

Malam itu memang tiada kejadian suatu apa dan Huru Harapun sudah siap akan menyusul Su tayjin ke Kim-leng.

Tetapi pada waktu ia hendak berangkat, tiba-tiba ia mendengar suara gemuruh dari empat penjuru. Serentak ia lari keluar. Dilihatnya prajurit-prajurit berserabutan lari menuju ke tembok Ternyata pasukan Ceng melakukan serangan.

Huru Hara heran mengapa prajurit2 Ceng sempat naik keatas tembok kota. -Pada hal dulu, jangankan memanjat tembok kota, sedang untuk mendekati kota saja sudah sukar karena prajurit dan rakyat Yang-ciu selalu siap menjaga diatas tembok kota. Setiap kali prajurit musuh maju, tentu disambut dengan hujan anakpanah.

Huru Hara lari menuju ke pintu utara. Karena disitu merupakan pos penting. Kalau pintu utara jebol, tentulah musuh dapat menyerbu masuk kota.

Apa yang diduganya memang benar. Disitu telah berlangsung pertempuran yang dahsyat. Ia heran mengapa pintu sampai terbuka.

Tiba2 pandangannya tertumbuk pada seorang perwira Beng yang tengah naik kuda merah. itulah Bok Lim, komandan pertahanan kota Yang-ciu. Huru Hara cepat lari menghampiri. "Bok ciangkun, siapa yang suruh membuka pintu kota?" seru Huru Hara.

"Aku!" "Mengapa?"

"Aku memang hendak memancing mereka masuk kota, baru nanti kita hancurkan," kata Lim.

Huru Hara terkejut tetapi ia anggap siasat itu baik juga. Namun ia heran mengapa dalam kota tak terdapat persiapan2 untuk menyergap musuh yang dipancing masuk itu.

"Buka pintu dan mundur tanpa menghiraukan Huru Hara, Bok Lim terus berseru memberi perintah.

Prajurit yang menahan musuh di pintu kota segera menurut perintah. Mereka berbondong-bondong mundur. Bagaikan gelombang mendampar ke pantai, berhamburan'pasukan musuh menerjang kedalam kota.

Huru Hara menyelinap diantara kekacau itu. Dia berusaha untuk mendekati pintu kota.

Ternyata Bok Lim memang mengatur rencana seperti apa yang dikatakan kepada Huru Hara. Setelah sejumlah besar musuh masuk ke dalam kota, dari empat penjuru muncullah pasukan Beng untuk menyerang mereka.

Tetapi ada suatu hal aneh yang dilihat dirasakan Huru Hara. Pertama, jumlah pasukan Beng yang menyerang itu tidak banyak. hanya terdiri dari dua tiga puluh prajurit. Kedua, ketiga puluh prajurit itu kebanyakan prajurit2 yang setengah tua. Sudah tentu mereka cepat dapat dibasmi pasukan musuh yang menyerang dengan beringas. Sudah tentu pasukan Beng itu terdesak mundur. Melihat itu timbullah kecurigaan Huru Hara. aneh sekali Bok Lim ini, pikirnya.

Saat itu rakyatpun beramai-ramai keluar melambur pasukan Ceng. Tetapi mereka hanya berdiam dalam beberapa waktu saja. memang semangat rakyat hebat sekali namun banyaklah korban yang berjatuhan menjadi korban keganasan prajuit2 Ceng itu.

"Terlalu aku tak dapat membiarkan mereka menderita lebih banyak," akhirnya Huru Huru mengambil keputusan.

Dia tak mau memberi ampun kepada musuh. Dia pun tak mau memperpanjang pertempuran menjadi berkelarutan lama. Serentak ia mencabut pedang Thiat-cek-kiam (pedang magnit), terus lari menerjang musuh.

Seketika gemparlah pasukan Ceng itu. Mereka terdiri dari seratusan prajurit. Mereka berusaha untuk melawan amukan Huru Hara. Tetapi mereka heran mengapa senjata mereka selalu terbetot oleh pedang pemuda itu. Dan setiap ada prajurit Ceng yang menjorok kemuka, tentu segera disambut dengan teadangan atau pun tinju Huru Hara.

Pasukan Ceng itu kacau. Tiba2 mereka menjerit kesakitan dan berjingkrak-jingkrak seperti orang gila. Dan serempak muncullah anak2 yang menghujani mereka dengan pentung dan pecut.

Huru Hara gembira. Dilihatnya yang mimpin kawanan anak2 itu adalah Ah Liong. Pasukan anak2 yang disebut pasukan Bon-bin itu telah menabur prajurit2 Ceng dengan semut dan tawon. Itulah sebabnya prajurit2 Ceng berjingkrak-jingkrak seperti orang kerangsukan setan. Dan dengan mudah anak2 itupun mengerjai mereka dengan pentungan, gebukan dan pecutan. Melihat itu rakyatpun bersemangat untuk membantu. Tak lama seratus prajurit Ceng itu dapat diringkus. Ada yang menggeletak berlumur darah, ada yang kelabakan karena tak kuat menahan gigitan semut yang merayap masuk kedalam baju, ada yang minta ampun karena dihajar dengan pecut o!eh anak2

"Ah Liong, ringkus mereka, aku hendak menutup pintu," seru Huru Hara seraya hendak lesat pergi.

"Tak perlu engkoh repot2, pintu sudah ku tutup," seru Ah Liong.

"Engkau?"

"Ya, aku dan anak pasukan menyambut musuh yang hendak menerobos masuk. Setelah dapat menghalau mereka, pintu lalu kututup. Tetapi aneh, engkoh Hok .. . "

"Aneh bagaimana?"

"Prajurit2 yang jaga pintu kota itu menghalangi kami untuk menutup pintu. Kata mereka Bok ciangkun yang suruh membuka pintu Itu. Tanpa perintah Bok ciangkun, mereka tak berani menutup pintu lagi."

"Gila!. Dan engkau menurut?"

"Tidak sudi, engkoh Hok," seru Ah Liong, kan celaka kalau membiarkan musuh terus masuk kedalam-kota. Kita tutup pintu kota, lalu kita hancurkan musuh yang sudah masuk kedalam kota ini."

"Bagus, Ah Liong, engkau memang anak pintar," Huru Hara metnuji, "lalu bagaimana musuh yang berada diluar tembok kota itu?"

"Kuajak encik2, empeh2 membantu pekerjaan prajurit kita yang menjaga diatas tembok untuk menghalau setiap prajurit musuh yang hendak memanjat tembok kota." "Lho, apakah prajurit2 musuh itu tidak menggunakan panah?"

"Ya, dong, mereka menghujani panah kepada pasukan kita yang menjaga tembok kota. Tepi mereka tetap tak mampu memanjat naik."

"Hebat," seru Huru Hara, "dengan senjata apa rakyat dan prajurit kita dapat menghalau musuh?"

"Mudah, sederhana dan berhasil," kata Ah Liong sambil busungkan dada.

"Apa saja?"

"Air panas dan ..”

"Dan apa ?" tanya Huru Hata.

"Karena memasak air sampai mendidih itu memerlukan waktu dan kayu bakar, padahal kita harus berhemat menggunakan kayu bakar maka terpaksa .. . terpaksa . . . ah, tetapi apakah engkau tidak marah atas perbuatanku ini, engkoh Hok.

"Katakan saja, kalau memang untuk menyelamatkan rakyat, aku tentu tak marah," kata Huru Hara.

”Beberapa hari ini, aku telah mengadakan rundingan dengan anakbuah pasukan Bon-bin, bagaimana mencari senjata yang murah, gampang dan dapat mengapokkan musuh. Akhirnya ada. Anak2 itu setiap hari rajin mengumpulkan kotoran . . orang. Mereka menganjurkan, setiap penduduk kalau buang kotoran supaya ditempatkan dalam kaleng. Nah, dengan kaleng2 berisi kotor itu, kami lontarkan kepada musuh yang hendak memanjat tembok kota. Hasilnya, mereka lari terbirit- birit ”

Huru Hara melongo.

-oo0dw0oo- 
DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar