Pena Wasiat (Juen Jui Pi) Jilid 53

 “Saudara Cu, kau jangan percaya dengan perkataan orang ini,“ Kian Hui seng segera memperingatkan dengan suara dingin.

“Saudara Kian,” kata Cu Siau-hong kemudian, “Ditinjau dari situasi dan kondisi yang terpampang dihadapan kita sekarang, agaknya untuk sementara waktu kita terpaksa harus mempercayai mereka.”

“Bila hal ini sampai terjadi, niscaya kalian akan terpancing dan masuk perangkap mereka.”

“Sekalipun dia hendak memancing kita masuk perangkap, kebetulan sekali kitapun hendak menelusuri jejak mereka, jadi kita sama-sama mempunyai maksud dan tujuan yang berbeda.”

“Kian tayhiap kelewat menaruh curiga,” komentar Si Han.

“Si Han !,” seru Kian Hui seng dengan lantang, “Lohu sudah cukup payah kalian peras, kalian menahan anak istriku sebagai sandera dan memaksa lohu membunuh orang, akibatnya aku dan Cu Siau-hong harus bertarung mati-matian semalaman suntuk..”

“Bagaimana sekarang?,” sela Si Han, “Apakah anak istrimu masih berada di tangan mereka?”

“Sudah tertolong.”

“Bagaimana mungkin sudah tertolong?”

“Lohu dan saudara Cu bekerjasama untuk menyelamatkan anak istriku dari cengkeraman kalian.” Sesaat Si Han menjadi termenung dan membungkam dalam seribu bahasa.

“Si Han, apakah kau mempunyai kesulitan?,” tiba-tiba Kian Hui seng menegur.

Si Han menghembuskan napas panjang, dia berpaling dan memandang sekejap kearah Si Ih nio, ujarnya:

“Adikku, kau saja yang berbicara !”

Si Ih nio manggut-manggut, setelah menarik napas panjang ia berkata:

“Kini kami dua bersaudara datang menyampaikan  berita, menurut perasaan kalian kami ini orang baik atau orang jahat?”

“Hal ini sulit dikatakan,” sahut Oh Hong cun.

“Dengan mempergunakan sepasang tanganku, aku bisa melepaskan jarum bulu kerbau, mungkin kalian agak jeri menghadapiku. Nah siapakah diantara kalian yang bersedia maju untuk menotok jalan darah diatas sepasang lenganku in?,” kata Si Han.

“Tidak perlu !, aku orang she Kian percaya dengan kecepatan golok yang kumiliki, setiap saat aku masih bisa mengawasi gerak-gerik dari Si lote, asal kau berani menggerakkan lenganmu itu, maka aku akan segera melancarkan serangan.”

Si Han tertawa.

“Kalau begitu, aku harus benar-benar bersikap sangat berhati-hati sekali,” serunya.

“Si Han, apa yang hendak kau ucapkan sekarang, utarakan dengan cepat namun aku tetap akan waspada dan mengawasi dirimu secara ketat sebelum mendapat suatu tanda bukti yang nyata.” Si Han termenung beberapa saat lamanya, kemudian baru ujarnya.

“Kehadiran Kian tayhiap di tempat ini sama sekali diluar dugaanku..”

“Padahal dalam kenyataan pun aku baru tiba belum lama.”

“Walaupun kami dua bersaudara datang kemari atas perintah orang lain, sesungguhnya kami mempunyai dua tujuan.”

“Yang semacam…,” sela Oh Hong cun.

“Seandainya kekuatan yang kalian miliki tidak begitu besar, aku akan menasehati kepada kalian agar meletakkan senjata dan berlalu saja dari sini, namun kalian akan mengundurkan diri dari keramaian dunia persilatan semenjak saat itu, namun hal itu pun berarti akan menolong kalian semua dari ancaman bahaya maut.”

“Si Han, betulkah keselamatan kami bisa terjamin?”

Sekali lagi Si Han harus termenung sambil berpikir beberapa saat lamanya, kemudian baru menjawab:

“Mungkin. Walaupun diantara rombongan kalian terdapat juga beberapa orang yang akan dihukum mati oleh mereka, namun jumlah yang bakal mati sudah pasti jauh lebih berkurang.”

“Apakah kau bisa mengambil keputusan ?,” tiba-tiba Cu Siau-hong menyela dari samping.

“Tidak dapat.”

“Kalau toh tak bisa mengambil keputusan, darimana kau bisa ketahui kalau mereka bisa melepaskan sebagian diantara kami?,” desak Oh Hong cun dengan cepat. “Maksudku, apabila telah berhasil menaklukkan kalian, maka aku akan mengajak kalian untuk berjumpa dengan seseorang. Sebaliknya apabila kalian tak bisa diajak bicara, maka kami berdua akan berupaya untuk menangkap beberapa orang pemimpin kalian, memaksanya untuk menerima keadaan. Sayang kami sama sekali tidak menyangka.”

“Kau tidak menyangka kalau Kian tayhiap berada disini bukan?,” sambung Thian Pak liat.

Si Han memandang sekejap kearah Cu Siau-hong lalu ujarnya:

“Sebetulnya tindakan kami untuk menghadapi kalian akan dimotori oleh adikku, sayang sekali adikku sudah terkurung oleh hawa pedang dari Cu Siau-hong.”

“Syukur…,” diam-diam Cu Siau-hong berpekik di hati, “Untung saja aku memasang gaya Thian lo wang gwat (jaring langit mengurung rembulan), begitu mencabut pedang sehingga pihak lawan berada dibawah kekuasaanku, coba kalau bukan begitu, mungkin keadaan saat ini sudah amat kacau.”

Dalam pada itu, Oh Hong cun telah berkata lagi: “Dengan menggunakan cara apakah kalian hendak

menghadapi kami yang berjumlah banyak sekaligus?”

“Didalam kenyataan, kami tak lebih hanya akan menghadapi beberapa orang pentolan saja diantara kalian,” Si Han menerangkan lebih jauh.

“Lohu benar-benar tidak habis mengerti, dengan mempergunakan cara apakah kau hendak menghadapi kami?” Si Han berpaling dan memandang sekejap kearah Si Ih nio, kemudian serunya:

“Adikku, kita bicarakan saja dengan mereka.” Si Ih nio segera mengangguk.

Maka Si Han segera berkata:

“Sebetulnya adikku itu membawa semacam asap beracun, asal kupecahkan perhatian kalian, maka adikku akan segera melepaskan asap beracun tersebut, barang siapa berada pada radius lima kaki disekitar tempat ini, jangan harap dia dapat meloloskan diri.”

“Oooh..rupanya kalian berdua masih mempunyai senjata rahasia yang begitu lihay, pengetahuan lohu benar-benar sangat picik.”

“Benda itu bukan milik kami, sebelum datang kemari adikku baru saja memperoleh benda itu.”

Kian Hui seng segera manggut-manggut.

“Yaa,aku sudah mengerti sekarang, sudah pasti ada seseorang yang sedang menantikan jawaban kalian.”

“Benar !”

“Siapakah orang ini?,” tanya Oh Hong cun.

“Kalau dibicarkan, mungkin kalian tak akan percaya, aku sendiripun tak tahu siapakah dia.”

“Dengan nama serta kedudukan Si lote di dalam dunia persilatan, mengapa kau rela menerima perintah dari seseorang yang tidak kau ketahui nama dan asal usulnya tanpa berusaha untuk melawan?”

“Oh tua, apa yang dia katakan adalah kata-kata yang sesungguhnya,” timbrung Kian Hui seng secara tiba-tiba. “Saudara Kian, soal ini….”

“Oh tua,” kembali Kian Hui seng menukas, “Kau belum mengetahui tentang kelihayan mereka, ketika aku diperalat oleh mereka, pada hakekatnya aku pun tak pernah berhasil untuk menyaksikan raut wajah asli mereka..”

“Apakah mereka menggunakan nama palsu?,” tanya Oh Hong cun lebih lanjut.

“Nama palsu pun tidak ada, orang-orang penting mereka hampir semuanya menyembunyikan diri; asal dapat menyaksikan raut wajah asli mereka, sudah pasti orang itu bukan termasuk orang penting, karena orang-orang yang berkedudukan penting tak ingin meninggalkan sedikit kesanpun untuk kita semua.”

“Kalau begitu, peristiwa ini benar-benar merupakan suatu kejadian yang aneh sekali, bukankah setiap manusia yang berkelana didalam dunia persilatan hanya bertujuan untuk mencari nama besar dan kedudukan? Tentu saja disamping kekuasaan dan uang pun merupakan sasaran dari perjuangan mereka, namun kebanyakan orang lebih mementingkan nama dan kedudukan.”

“Tapi kenyataannnya, organisasi yang misterius ini sama sekali berbeda dengan prinsip umat persilatan pada umumnya, mereka bisa membuat keonaran namun tidak ingin orang lain mengetahui identitas mereka yang sebenarnya.”

“Disinilah letak kelebihan dari organsiasi tersebut, yang lebih menakutkan lagi adalah orang orang-orang penting mereka tidak banyak jumlahnya, tapi hampir semua jago yang berada dalam kolong langit telah dipergunakan tenaganya oleh mereka.” “Ehmmmm…setelah uraian dari Kian tayhiap tadi, sebenarnya tidak kupahami pun sekarang sudah menjadi paham kembali,” Si Han segera berseru.

“Saudara Si, kalau begitu kau pun telah diperalat mereka?,” tanya Cu Siau-hong.

“Seandainya Kian tayhiap tidak mempunyai pengalaman yang hampir sama dengan pengalamanku, kukuatir sekali untuk mengutarakannya keluar, sebab aku kuatir kalian semua tak akan percaya.”

“Sekarang, apakah kau sudah memahami semuanya?” “Benar, aku sudah memahami semuanya.”

“Koko ! Kalau begitu beritahukanlah persoalan kita kepada mereka..,” seru Si Ih nio .

Si Han manggut-manggut.

“Sesungguhnya kami sendiri pun tidak mempunyai kemampuan untuk melindungi diri sendiri, kami tak lebih hanya ingin menjadi seorang anak yang berbakti kepada orang tuanya, sebab itu sudah lebih dari cukup untuk kami berdua.”

“Jadi…“

“Yaaa, ayah kami telah ditangkap dan disandera mereka,” sambung Si Han lebih lanjut, “ Dengan ayah kami sebagai sandera mereka mengancam kami berdua berdua untuk mendengarkan dan melaksanakan perintah mereka untuk menunjukkan rasa bakti terhadap ayah kami, terpaksa kami berdua pun harus menerima perintah mereka.”

“Tentunya ilmu silat yang dimiliki ayah kalian tidak berada dibawah kamu berdua bukan?”, kata Oh Hong cun. “Benar ! Ilmu silat keluarga Si adalah ilmu silat keturunan, sudah tentu ilmu silat yang dimiliki ayahku masuh jauh diatas kami berdua, tapi belakangan ini nasibnya kurang beruntung hingga mengidap  suatu penyakit aneh, setelah berbaring selama bertahun-tahun dalam keadaan sakit, ilmu silatnya sudah banyak yang hilang, itulah sebabnya beliau berhasil ditangkap mereka secara mudah.”

“Aaah..Si lote, lohu pun pernah merasakan keadaan seperti ini, maka lohu merasa simpatik sekali terhadap musibah yang menimpa diri kalian berdua sekarang,” kata Kian Hui seng.

Si Han tetawa getir.

“Keadaan dari kami berdua sekarang benar-benar serba buntu, maju tak benar, mundur pun tak bisa, harap kalian sudi memberi petunjuk buat kami berdua.”

Kian Hui seng segera berpaling, kemudian katanya:

“Cu lote, apakah kau mempunyai suatu pendapat atau usul?”

“Seandainya apa yang dialamai saudara Si merupakan suatu kenyataan, tentu saja kita harus membantu dirinya.”

Si Han menghela napas panjang.

“Kian tayhiap, saudara sekalian, mungkin kalian menganggap perbuatanku ini akan menjerumuskan diriku dalam keadaan anak yang tidak berbakti, namun aku sendiri pun mengerti, seandainya nasib kami berdua kurang beruntung dan tewas ditangan kalian, otomatis ayah kami pun akan kehilangan untuk dijadikan sandera, bisa jadi mereka akan segera melepaskannya.”

Kian Hui seng manggut-manggut. “Ya..betul !,” katanya.

“Saudara Si dapat berpikir secermat ini, siaute benar benar merasa amat kagum,” seru Cu Siau-hong.

Mendadak Thian Pak liat menimbrung:

“Saudara Si, kau sudah berbicara setengah harian lamanya tapi belum kau jelaskan masalah tentang racun yang disebarkan ke tubuh kami, sebenarnya kami benar benar sudah keracunan atau tidak?”

“Terus terang saja saudara Thian, aku sendiri pun tidak tahu.”

“Kalau begitu, besar kemungkinannya mereka hanya menggertak atau menakut-nakuti kami saja?”

“Sulit untuk dikatakan !”

“Si lote, apakah kalian berdua membawa sesuatu benda yang mencurigakan?,” tiba-tiba Kian Hui seng bertanya.

Mendengar ucapan tersebut, Si Han segera berseru keras. “Adikku, cepat ! Kau buang peluru asap beracun tersebut

sejauh-jauhnya dari tempat ini.”

Si Ih nio segera memahami duduknya persoalan, tanpa banyak berbicara lagi dia membalikkan badan dan kabur dari situ.

Dalam waktu singkat dua puluh kaki dia sudah lari, kemudian dari dalam sakunya mengeluarkan beberapa macam barang dan semuanya dibuang kedalam jurang.

Kian Hui seng masih tak berani mengendorkan pengawasannya terhadap lawannya ini, sebab jarum bulu kerbau pencabut nyawa dari Si Han benar-benar menakutkan sekali. Thian Pak liat maupun Tham Ki wan merupakan ahli didalam ilmu senjata rahasia, tapi setelah mengetahui dari mana Si Han memperoleh julukan Jit poh tui hun tersebut, mereka ikut dibuat tertegun.

Mereka tidak habis mengerti Si Han akan menggunakan cara apakah untuk melepaskan senjata rahasianya yang kecil dan lembut itu.

Dalam pada itu Si Ih nio telah berjalan kembali, katanya: “Koko, ketiga butir peluru asap beracun itu sudah

kubuang semua ke dalam jurang.” Thian Pak liat segera tertawa.

“Kita sudah berbicara setengah harian lamanya, apakah kami benar-benar keracunan?,” kembali dia berseru.

“Kalau kalian sendiri pun tidak tahu nampaknya terpaksa kita harus pergi menjumpai orang itu.”

“Betul, kita gunakan taktik siasat melawan siasat,” sambung Cu Siau-hong cepat.

“Si lote, cara ini memang cukup, sayang sudah agak terlambat, aku percaya mereka pasti ada orang yang secara diam-diam mengawasi semua gerak-gerik kita,” seru Oh Hong cun.

“Sekalipun mereka mengirim orang untuk mengawasi kita secara diam-diam, kita harus pergi menjumpai mereka,” kata Si Han kemudian, “Sebab apakah kalian sudah keracunan atau tidak hanya mereka saja yang dapat memberi jawaban yang terang. Untung saja kita belum sampai bertarung, aku mempunyai banyak alasan untuk menutupi rahasia ini.” Oh Hong cun, si jago tua yang berpengalaman itupun tidak mempunyai usul lain, maka setelah termangu-mangu untuk beberapa saat lamanya, dia lantas berseru:

“Cu lote, menurut pendapatmu apa yang harus kita lakukan sekarang?”

“Berbicara menurut situasi dan kondisi sekarang, tampaknya kita hanya mempunyai sebuah jalan ini saja.”

“Baiklah ! Si lote, kami harap kau berbicara sejujurnya,” seru Oh Hong cun kemudian.

“Oh tua, masa kau akan suruh aku orang she Si bersumpah lebih dahulu?”

“Si Han, berapa orang yang boleh ikut bersamamu?,” timbrung Kian Hui seng tiba-tiba.

“Soal ini, mereka sih tidak memberikan batas yang jelas, tapi untuk memperkokoh kekuatan di pihak kita, tak ada salahnya kalau kalian pergi dengan membawa beberapa orang lebih banyak, tetapi harus bisa ditutupi dengan alasan yang kuat pula.”

“Baik, kalau begitu lohu akan ambil bagian,” seru Kian Hui seng dengan cepat.

“Aku juga ikut !,” sambung Oh Hong cun.

“Thian heng, Tham heng adalah ahli senjata rahasia,” kata Cu Siau-hong selanjutnya, “Paling cocok untuk menghadapi manusia semacam mereka, maka jika ditambah aku seorang jadi berjumlah lima orang, entah kebanyakan atau tidak?”

“Tidak, tidak terlalu banyak juga tidak kurang, persis sekali,” seru Si Han. “Kalau begitu Si lote dan Ho lote harap tetap tinggal disini untuk membantu Pek bi taysu melakukan pertahanan di tempat ini,” ucap Oh Hong cun kemudian.

“Aku lihat, suatu pertempuran seru tak bisa dihindari lagi, moga-moga kalian bisa kembali semua dalam keadaan selamat,” seru Si Eng dengan cepat.

“Lebih baik lagi kalian mengatur suatu kode rahasia untuk mengadakan hubungan dengan kami sehingga bila pertarungan berkobar kami pun bisa membawa orang untuk datang membantu,” sambung Ho Hou poo pula.

Oh Hong cun manggut-manggut, setelah meninggalkan beberapa pesan lagi, ia baru menjura sembari berkata:

“Nah Si lote, kalian berdua boleh berjalan didepan sebagai penunjuk jalan !”

Si Han segera membalikkan badan dan berangkat lebih dahulu meninggalkan tempat itu.

Kian Hui seng segera mengikuti dibelakang Si Han secara ketat, bisiknya dengan lirih:

“Si lote, paling baik lagi jika kau bersikap jujur, sebab demi keselamatan orang lain bisa jadi aku orang she Kian akan turun tangan dengan sepenuh tenaga.”

“Aku telah bertekad untuk membantu kalian dengan hati yang lurus, harap kalian jangan banyak curiga, satu-satunya harapan yang kukandung sekarang adalah meminta bantuan dari kalian semua untuk menolong ayah kami dari cengkeraman mereka.”

“Asal kau bersikap jujur dan bersungguh hati tentu sja kami pun akan membantu kalian dengan seluruh kekuatan yang dimiliki.” Pembicaraan kedua orang itu dilangsungkan dengan suara yang amat lirih setengah berbisik, oleh sebab itu hanya kedua orang itu saja yang secara dipaksakan masih dapat menangkap pembicaraan tersebut.

Di pihak lain Si Ih nio juga sedang berbicara dengan Cu Siau-hong.

Namun pembicaraan kedua orang ini pun dilangsungkan dengan lirih sekali, sedemikian lirihnya sehingga cuma mereka berdua saja yang dapat mendengarnya.

Terdengar Si Ih nio sedang berkata:

“Saudara Cu, nampaknya kau masih belum mempercayai kami secara seratus persen?”

“Yaa, apa boleh buat? Kita kan baru berkenalan belum lama, terpaksa kami harus meningkatkan kewaspadaan untuk menjaga segala kemungkinan yang tidak diinginkan.”

“Apa yang diucapkan kakakku tadi merupakan ucapan yang sejujurnya, moga-moga saja kau dapat mempercayainya.”

“Aku perc aya, tapi aku masih tetap akan menjaga nona dengan sangat berhati-hati.”

Si Ih nio segera berpaling sambil tertawa:

“Jangan kuatir, aku tak bakal melepaskan jarum beracun untuk melukaimu…”

“Aku yakin nona pasti memiliki ilmu silat lain yang lebih hebat daripada kakakmu bukan?”

Si Ih nio tidak mengakui, pun tidak menyangkal, dia hanya tersenyum manis sebagai ganti dari jawaban tersebut.

Cu Siau-hong turut tertawa, katanya lagi: “Nona, kau merahasiakan ilmu simpananmu, apakah kurang percaya kepada diriku?”

“Tidak, walau pun kita belum sampai melangsungkan pertarungan, namun dilihat dari posisi jurus seranganmu tadi, aku sudah tahu kau memiliki kesempurnaan yang luar biasa didalam permainan ilmu pedang.”

“Nona, Cu Siau-hong memberanikan diri untuk menasehati nona dengan beberapa patah kata, moga-moga kau jangan masukkan kata-kataku ini di dalam hati.”

“Katakanlah..”

“Bila nona enggan membicarakan tentang ilmu silat yang kau miliki, aku pun segan untuk bertanya lebih jauh, tapi aku berharap nona jangan menaruh kesalahpahaman terhadap kami gara-gara persoalan ini.”

“Saudara Cu, aku tidak memahami arti daripada perkataanmu itu?”

“Padahal maksudku sudah amat jelas, kakakmu bergelar Jit poh tui hun, artinya didalam bidang tersebut dia memiliki kemampuan yang luar biasa sehingga membuat orang sukar untuk menduganya, bila nona tak mau memberi keterangan, terpaksa akupun harus meningkatlkan kewaspadaannya terhadap dirimu.”

“Ooohh..setelah kau berbolak-balik membicarakan persoalan tersebut, sekarang aku baru memahami keadaan yang sesungguhnya.”

“Nona, dunia persilatan terlampau berbahaya, mau tak mau aku harus bersikap lebih berhati-hati lagi, apabila ada bagian yang melukai hati nona, semoga nona bersedia untuk memaafkan.” “Baiklah ! Apabila kau bersikeras ingin tahu, siaumoay akan membeberkan dengan terus terang, yang paling kuandalkan adalah sejenis senjata rahasia yang dinamakan Liong hong huan (gelang naga dan burung hong)..”

“Terima kasih nona !”

Si Ih nio mendongakkan kepalanya dan memandang sekejap kedepan kemudian ujarnya:

“Mulai sekarang, lebih baik kita jangan bercakap-cakap lagi, paling baik lagi jika kalian mulai memutar otak untuk mempersiapkan jawaban kalian nanti.”

Sementara itu, mereka sedang berjalan mendekati sebuah hutan yang cukup lebat didepan sana.

Di dalam dunia persilatan mempunyai suatu pantangan yang besar, yaitu bila bertemu hutan jangan dimasuki, apalagi dalam cuaca yang begitu gelap gulita.

Tanpa sadar Oh Hong cun segera meningkatkan kewaspadaannya untuk menghadapi segala kemungkinan yang tak diinginkan.

Untung saja Si Han segera menghentikan langkahnya sambil berseru :

“Si Han datang memberi laporan !”

Dari dalam hutan segera muncul serentetan suara teguran yang amat dingin bagaikan es:

“Tampaknya kalian berdua sudah berada dibawah pengawasan pihak lawan…”

“Sikap permusuhan diantara kami belum berubah, tentu saja tak dapat mencegah pihak mereka mempertinggi kewaspadaannya.”

“Baik ! Agaknya adikmu….” “Adikku telah membuang asap beracun yang kalian serahkan kepad kami itu sebagai pernyataan ketulusan hati kami, pihak lawan adalah kawanan jago yang sudah lama berkelana dalam dunia persilatan, mau tak mau kami harus menampilkan kebesaran jiwa dan keterbukaan kami terhadap mereka.”

Orang yang berada dalam hutan itu termenung sebentar, kemudian katanya lagi:

“Sekarang apa yang telah mereka sanggupi?”

“Mereka datang untuk meminta obat penawar  racun, aku tak dapat memberi jawaban, maka terpaksa kuajak mereka datang kemari dan membicarakan sendiri dengan kalian.”

“Kalau begitu, mereka bukan datang untuk menyerah?” “Bukan,  mereka  masih  menaruh  curiga  akan  ucapan

yang  kusampaikan  kepada  mereka,  orang-orang  itu tidak

percaya kalau mereka sudah keracunan, padahal kami berdua hanya sebagai penyampai berita, tentu saja kami pun tak dapat memberikan penjelasan yang memuaskan.”

Sekali lagi orang yang berada dalam hutan itu termenung beberapa saat lamanya, kemudian serunya:

“Si Han, bagus sekali cara kerjamu !”

“Kami berdua harus pandai memutar lidah, untung saja tak sampai menyia-nyiakan keinginanmu, tapi tentang ayahku…”

“Tutup mulut !,” bentak orang didalam hutan itu dingin, “Bila kalian ingin menyampaikan sesuatu, itu merupakan urusan pribadi kalian sendiri, kita dapat membicarakannya secara pribadi. Tak perlu kau siarkan didepan mata para jago persilatan lainnya.” “Baik, aku tahu salah.”

“Si Han, berapa orang dari pihak mereka yang datang?,” kembali orang dalam hutan itu bertanya.

“Lima orang”

“Adakah pemimpin yang bisa diajak berbicara?”

“Ada ! Lohu dapat mengambil keputusan,” sahut Oh Hong cun cepat.

“Siapakah kau?”

“Oh Hong cun dari Lu ciu”

Orang di dalam hutan segera tertawa terbahak-bahak: “Haah..haah…haaaah..setengah abad lamanya kau

berkelana dalam dunia persilatan tanpa hasil, aku tidak habis mengerti bagaimana caramu sehingga bisa diangkat menjadi pemimpin umat persilatan?”

Paras muka Oh Hong cun berubah hebat.

Cu Siau-hong segera menegur pula dengan suara dingin: “Kami datang untung berunding, aku harap masing-

masing pihak dapat saling menghormati kedudukan lawannya.”

“Haaah…haaah…haaah..,” sekali lagi orang yang berada didalam hutan itu tertwa terbahak-bahak,” Berunding? Aku pikir Si Han tentunya sudah memberitahukan duduknya persoalan secara jelas bukan?”

“Benar, dia memang sudah menerangkan duduknya persoalan”

“Umur kalian hanya tinggal besok sehari, kini tengah malam   sudah   lewat   dan   kalian   datang   kemari  untuk memohon kami mengampuni jiwa kalian, hmm…! Persyaratan apa lagi yang harus kita rundingkan?”

“Kalau begitu, kami tidak seharusnya datang kemari?,” seru Oh Hong cun gusar.

“Datangnya sih harus datang, setelah datang kalian baru ada harapan untuk mendapatkan obat penawar racunnya.”

Cu Siau-hong yang diam-diam mengawasi situasi, segera berbisik kepada Oh Hong cun:

“Oh tua, kau tak usah terlampau sungkan lagi terhadap keparat itu..”

Oh Hong cun segera mendehem berat-berat dan kemudian serunya:

“Aku harap kau mendengarkan secara baik-baik, kami datang kemari karena mendapat undangan dari Si Han, bukan kemari merengek-rengek minta ditolong nyawa kami, aku harap bila kau ingin berbicara, sedikitlah tahu diri.”

“Aku benar-benar merasa keheranan, padahal kalian adalah orang-orang yang menantikan kematian, mengapa masih begitu berani untuk menantang aku?”

Oh Hong cun segera tertawa dingin: “Heehhh…heeeh…heeeeh, kau keliru besar. Jangan toh

belum tentu kami keracunan, sekali pun benar-benar sudah

keracunan pun tak nanti akan bertekuk lutut untuk minta ampun kepada kalian, kami hidup tidak gembira, mati tidak takut, yang penting asal hati kami tenteram, itu sudah lebih dari cukup.”

“Si Han, bagaimana caramu untuk membicarakan persoalan ini dengan mereka?,” seru orang dalam hutan itu dengan gusar. “Aku hanya mendapat tugas untuk mengundang beberapa orang pentolan untuk datang kemari, dan sekarang kami sudah melaksanakan perintah dengan sebaik baiknya, orang yang kami undangpun sudah datang. Tentang apa yang hendak kalian lakukan setelah kalian datang, hal ini toh bukan urusan kami”.

“Benar,” sambung Si Ih nio, “Kita toh sudah membicarakan secara baik-baik, asal aku telah membawa mereka datang kemari, berarti kami telah menyelesaikan tugas kami. Sekarang kalian harus segera melepaskan ayahku !”

“Ayahmu berada disini, asal kuayunkan tangan maka dia akan segera dilepaskan cuma, tugas untuk kalian berdua belum selesai.”

“Apa yang harus kulakukan lagi?”

-oo>dw<oo-

“SI HAN, keselamatan ayahmu masih berada ditangan kami, aku minta kalian sedikitlah tahu diri.”

Si Han menggerakkan bibirnya, hendak mengucapkan sesuatu, tapi niat tersebut kemudian diurungkan.

Terdengar orang yang berada dalam hutan itu berkata lebih jauh.

“Sekarang, kalian berdua harap segera masuk ke dalam hutan !”

Si Han berdua saling berpandangan sekejap, tampak jelas kalau mereka agak gugup menghadapi keadaan demikian.

Kian Hui seng segera menjengek. “Saudara, enak benar caramu berbicara, kami datang karena mempercayai perkataan dari mereka berdua bila kalian tidak memberikan suatu pertanggungan jawab yang sempurna, jangan harap mereka dapat berlalu dihadapan kami.”

“Mereka tak dapat berlalu? Mengapa?”

“Sebab mereka berdua masih berada didalam jarak yang dapat kami jangkau dengan serangan senjata kami.”

“Si Han, sungguhkah perkataan itu?”

“Kau toh bisa menyaksikan sendiri,” jawab Si Han dengan suara yang amat ketus.

Orang yang berada didalam hutan itu marah sekali, segera bentaknya:

“Kau sebagai Jit poh tui hun termasuk jago kenamaan, mengapa begitu tak becus macam gentong nasi saja?”

“Seandainya aku si tujuh langkah pencabut nyawa benar benar memiliki kemampuan seperti apa yang kau katakana, tak nanti ayah kami berhasil kalian sandera dan kami pun tak usah tunduk dibawah ancaman kalian yang licik itu.”

“Si Han, berulang kali kau mencoba memusuhi aku, memangnya kau benar-benar sudah tidak ambil perduli terhadap keselamatan ayahmu lagi..?,” ancam orang dalam hutan itu lagi.

“Bila kalian tak mau membebaskan ayahku sekarang juga, tampaknya maksud kalian untuk melepaskan sandera hanya merupakan suatu taktik yang amat mencurigakan.”

“Ehmmm…”

“Kalian menganggap diri sendiri sebagai si kuat dan menganggap kami berdua sebagai kaum lemah yang dapat diperas,  Cuma  kau  harus  mengerti,  kami  bertekuk   lutut kepada kalian karena ayah kami terjatuh di tangan kalian, seandainya kami tahu kalau kemungkinan ayah kami dibebaskan amat tipis, kami berdua pun tak akan sudi untuk mendengarkan perintah kalian lagi.”

Orang yang berada didalam hutan itu termenung sampai lama sekali, mulutnya membungkam dalam seribu bahasa.

Dengan suara dingin Oh Hong cun segera berseru:

“Bila kau masih saja berkeras kepala tak tahu aturan, jangan salahkan kalau kami akan menyerbu masuk.”

Mendadak orang yang berada dalam hutan itu berkata: “Baiklah, salah seorang diantara kalian boleh masuk

kemari…”

“Seorang?,” tukas Oh Hong cun. “Benar!”

“Kami datang berlima maka kami akan masuk bersama sama!,” Oh Hong cun kembali menegaskan.

Untuk kesekian kalinya orang yang berada didalam hutan itu termenung beberapa saat lamanya.

Ketika lama sekali belum juga kedengaran suara jawaban, tak tahan lagi Oh Hong cun membentak:

“Hei, mengapa kau tidak menjawab?”

Suasana dalam hutan itu masih tetap hening sepi dan tak kedengaran sedikit suara pun.

Dengan suara dingin Si Han segera berseru: “Kemungkinan sekali dia sudah kabur, mari kita masuk

kedalam untuk melihat keadaan!” “Memasuki hutan ini?” “Aaai…mungkin kalian masih menaruh curiga terhadap diriku.”

Baru saja dia akan melangkah masuk kedalam hutan, tiba-tiba terdengar suara tertawa yang amat dingin dan menyeramkan berkumandang memecahkan keheningan.

“Heeh…heehh..heeh..Si Han kau terlampau tak sanggup menahan diri.”

“Kau…” Si Han menjadi tertegun untuk beberapa saat lamanya dengan mata terbelalak.

Orang yang berada dalam hutan itu berkata lebih jauh: “Aku berada disini terus semenjak tadi, justru karena aku

mencurigaimu maka aku sengaja berbuat demikian, sekarang semuanya telah terbukti dengan jelas, kau telah menghianati kami, maka kau akan menerima hukuman yang paling keji, demikian pula dengan nasib ayahmu.”

“Tak bisa dikatakan sebagai suatu penghianatan”, tukas Si Han dengan cepat, “Aku toh bukan anggota dari organisasi kalian, kita hanya melangsungkan suatu barter, aku membawa mereka datang kemari untuk berunding dengan kalian, soal berhasil atau tidak hasil perundingan tersebut, hal mana sama sekali tiada sangkut pautnya dengan kami berdua.”

“Oooh…masuk akal juga perkataanmu itu,” jengek orang dalam hutan itu.

“Asal kau bisa diajak berbicara, kita boleh memperbincangkannya lebih jauh, orang yang kalian inginkan sudah kuajak kemari asal kaupun melepaskan ayah kami, barter ini dianggap selesai, kami pun akan segera pergi dari sini.” “Si Han, sekalipun kau anggap hal ini sebagai barter, tapi tugasmu sekarang belum selesai.”

“Maksudmu?”

“Mereka hanya sampai diluar hutan dan belum memasuki hutan ini, dan lagi orang yang mereka bawapun sedikit kelewat banyak.”

“Mereka memangnya bukan manusia-manusia yang datang untuk menyerahkan diri, bisa mengajak mereka datang kemari pun aku harus menggunakan banyak pikiran dan tenaga. Sedang mengenai jumlah mereka, aku pikir di dalam hal ini kaupun harus mengerti, sesungguhnya mereka datang dari empat arah delapan penjuru yang membentuk satu kelompok baru, bila yang datang cuma satu dua orang saja, siapakah yang mampu mengambil keputusan?”

“Bukankah Oh Hong cun adalah pimpinan mereka?” “Betul, lohu memang dipilih menjadi pimpinan mereka,”

jawab Oh Hong cun dengan cepat, “tapi didalam kelompok yang terdiri dari ratusan orang sudah sewajarnya jika terdapat beberapa orang yang akan membantu tugas lohu ini, mereka adalah pembantu lohu, tapi merekapun merupakan wakil dari jago-jago lainnya.”

Orang yang berada dalam hutan itu segera tertawa dingin.

“Oooh, aku mengerti sekarang, jadi orang-orang inilah yang telah mengangkatmu sebagai pemimpin mereka?”

“Bila kau berkata demikian, tak bisa dianggap salah ucapanmu itu.”

“Baik, harap kalian tunggu sebentar, aku akan segera memberi jawaban untuk kalian.” “Paling tidak urusan kami berdua toh sudah selesai,” teriak Si Han dengan suara keras, “Aku harap kau segera membebaskan ayah kami.”

“Sebelum urusan menjadi beres, apa gunanya kalian berdua merasa gelisah dan cemas?”

Lama kelamaan Si Han menjadi marah juga, segera bentaknya:

“Paling tidak, aku harus berbicara beberapa patah kata dengan ayah lebih dulu, aku harus tahu apakah dia masih hidup atau tidak.”

“Aku rasa tidak perlu,” tukas orang dalam hutan itu cepat.

Si Han masih ingin mengumbar hawa amarahnya lagi, tapi segera dicegah oleh Kian Hui seng dengan suara lirih:

“Si siauheng, bersabarlah dulu.”

Sementara itu Si Ih nio juga sedang menyumpahi dengan penuh kemarahan dan kebencian.

“Kalian manusia-manusia licik yang berhati busuk, sudah berbicara tapi tak mau menepati, aku…”

“Adikku, tak usah dibicarakan lagi,” tukas Si Han cepat,”Kami toh sudah menunggu beberapa hari, apa salahnya untuk menunggu beberapa saat lagi.”

Setelah lewat setengah batang hio kemudian, dari dalam hutan itu baru terdengar seseong berkata dingin.

“Sekarang, kalian boleh masuk kedalam, cuma kalian harus melepaskan semua senjata tajam yang dibawa.”

“Hmm, dalam soal ini kau jangan mimpi,” jengek Oh Hong cun. “Jika kau keberatan, kami akan menyerbu sendiri kedalam hutan !”

“Aku terima perintah,” Cu Siau-hong segera berseru.

Mendadak dia melejit ke udara dan menerobos masuk kedalam hutan tersebut.

“Saudara Cu, hati-hati !,” seru Kian Hui seng.

Sambil melintangkan golok panjangnya didepan dada, diapun pelan-pelan bergerak masuk ke dalam hutan.

Tham Ki wan dan Thian Pak liat ikut bersiap-siap memasuki hutan tersebut, tapi segera dicegah oleh Cu Siau hong.

“Harap kalian jangan masuk ke hutan!”

Terpaksa Thian Pak liat dan Tham Ki wan menghentikan langkahnya, namun mereka sudah bergerak kebelakang dua bersaudara Si sambil bersiap-siap menghadapi segala kemungkinan.

Andaikata dua bersaudara Si melakukan gerakan yang mencurigakan, mereka berdua akan segera turun tangan.

Dengan suara lirih Si Han segera berseru.

“Saudara, dalam situasi dan kondisi seperti ini, masa kalian masih mencurigai aku? Apakah tindakan kalian ini tidak sedikit kebangetan?”

Thian Pak liat yang berdiri dibelakang Si Han segera tertawa, sahutnya:

“Saudara Si tak usah banyak curiga, kini saudara Cu dan Kian tayhiap sudah memasuki hutan, tapi mereka toh tidak memaksa kalian berdua sebagai penunjuk jalan, hal ini menunjukkan kalau dia telah mempercayai kalian.” “Aku sama sekali tidak bermaksud untuk menegur,” bisik Si Han,”Terus terang saja, sudah seharusnya bila kalian tidak mengendorkan perasaan curiga kalian terhadap kami berdua cuma berada dalam situasi dan kondisi seperti ini, kemungkinan besar suatu bentrokan kekerasan akan terjadi setiap saat, bila musuh mulai menyerang, kami berdua pun pasti akan bergerak untuk menyongsongnya, bisa jadi gerakan ini akan menimbulkan kecurigaan kalian hingga secara tiba-tiba menyerang kami berdua. Seandainya sampai begini, bukankah kami bakal mati penasaran.”

Thian pak liat segera tertawa.,

“Tak usah kuatir saudara Si, aku dan saudara Tham bukanlah manusia yang semberono !”

“Kalau memang begitu, bagus sekali !,” bisik Si Han,”Perlukah kita memberi bantuan untuk mereka yang ada dalam hutan?”

“Aku rasa tidak perlu, saudara Cu toh sudah meninggalkan pesannya…”

“Yang paling kukuatirkan adalah keselamatannya, aku tahu kalau ilmu silat yang dimiliki Kian tayhiap sangat lihay, sekalipun bertemu dengan sergapan juga masih sanggup untuk dihadapinya, tapi Cu Siau-hong tersebut…aku kuatir kalau dia tak mampu menghadapi situasi semacam itu”.

“Tentang hal ini, saudara Si tak usah kuatir, ilmu silat yang dimiliki saudara Cu sama sekali tidak berada dibawah kemampuan Kian tayhiap…”

“Oooh..benarkah demikian?” “Apakah saudara Si tidak percaya?” “Jarang sekali kudengar manusia semacam ini didalam dunia persilatan.”

“Kalau ada mutiara yang tercecer dalam dunia persilatan, hal tersebut lumrah, apalagi seorang pendekar yang sejati kebanyakan tak suka mencari nama dan kedudukan namun bila sudah menghadapi perubahan besar dalam dunia persilatan, mereka akan tampil kedepan tanpa diminta dan berjuang demi ditegakkannya keadilan dan kebenaran tanpa pamrih.”

“Betul !,” Si Han manggut-manggut.

Sementara itu, dari dalam hutan telah terdengar suara dari Cu Siau-hong sedang berseru lantang:

“Oh tua, saudara Thian dan saudara lainnya, sekarang kalian boleh masuk kemari.”

Oh Hong cun segera mengiakan, dia bergerak lebih dulu memasuki hutan tersebut.

Thian pak liat dan Si Han sekalian mengikuti dibelakangnya.

Tampak ujung golok dari Kian Hui seng sedang ditudingkan diatas tenggorokan seorang manusia berkerudung hitam.

Cu Siau-hong berdiri disampingnya.

Sementara diatas tanah berumput berbareng pula empat orang manusia berjubah panjang warna hitam.

“Saudara Si, kau kenal dengan dia?,” tanya Kian Hui seng kemudian.

Dengan seksama Si Han memperhatikan sekejap orang berbaju hitam itu lalu menggeleng.

“Tidak, aku tidak kenal !” Cu Siau-hong segera mengayunkan pedangnya dan mencongkel kain kerudung hitam diatas wajah orang itu hingga terlepas.

Dibawah sinar rembulan yang remang-remang, tampaklah seraut wajah yang aneh sekali.

Atau lebih tegasnya dia memiliki sepasang alis mata yang hitam dan panjang, pada hakekatnya sama sekali bukan wajah manusia, tapi sudah pasti dia adalah manusia.

Terdengar dia menghela napas panjang, lalu berkata: “Aku toh sudah bilang, tak usah melepaskan kain

kerudung hitam itu, tapi kau tak mau percaya, sekarang tentunya kalian sudah mengerti bukan?”

“Apakah kau mengenakan selembar topeng kulit manusia?,” tegur Cu Siau-hong.

“Bukan topeng, melainkan raut wajahku yang sesungguhnya,” jawab manusia bermuka bulu itu.

“Lohu sudah banyak tahun berkelana dalam dunia persilatan, namun belum pernah menjumpai wajah seaneh raut wajahmu itu,” seru Oh Hong cun pula.

“Manusia tentu saja tak mungkin dilahirkan dengan wajah seaneh ini, tapi dengan suatu ilmu pertabiban yang tinggi, tidak sulit untuk merubah wajah seorang menurut kehendak hati masing-masing orang.”

“Jadi wajahmu sengaja dirubah?”

“Benar, raut wajahku ini merupakan suatu perlambang yang sangat baik, maka aku tidak dapat muncul kembali dalam dunia persilatan.”

“Maka kaupun selamanya berdiam disini,” sambung Kian Hui seng dengan cepat. “Yaa, dan selamanya aku harus menyimpan rahasia, kami pun menjadi orang-orang yang paling setia terhadap mereka.”

Oh Hong cun memandang sekejap kearah manusia manusia berjubah panjang yang berada disekeliling sana kemudian tanyanya lagi:

“Bagaimana dengan mereka?”

“Mereka semuanya normal, tapi cuma manusia-manusia yang beringas atas perintah belaka.”

“Aaiii..kalu begitu, kaupun termasuk orang yang menderita akibat ulah mereka,” ucap Cu Siau-hong.

Manusia bermuka bulu itu turut menghela napas panjang.

“Sejak wajah kami berubah menjadi berbulu, hanya ada  jalan yang bisa kami tempuh, pertama adalah bunuh diri dan kedua tetap berada disini menjadi budak mereka.”

ooooooodOwOOOkOzooooooo

“Betul-betul suatu tindakan yang amat kejam!” seru Cu Siau-hong.

“Dengan raut wajah semacam ini, bukan saja aku tak dapat menancapkan kaki kembali dalam dunia persilatan, sekalipun dengan anak biniku juga malu untuk bertemu lagi,” kata manusia bermuka bulu itu.

“Yaa, ucapanmu betul juga” Oh Hong cun mengangguk, “Setelah bertemu anak dengan istri, kau toh tak mungkin mengenakan selembar kain kerudung secara terus menerus.”

“Setelah gagal untuk pulang, sebenarnya aku ingin mati saja, biar urusan menjadi beres, tapi akupun tak tega membiarkan   mereka   menderita   kelaparan   dan tersiksa, maka apa boleh buat lagi? Terpaksa aku harus bertahan terus sampai sekarang.”

“Bila kau bertahan terus, apakah anak istrimu tak bakal kelaparan dan menderita?”

“Benar, mereka memang cukup dapat dipercaya, asal kami berjalan dengan jujur dan setia, tidak ada niat untuk berkhianat, maka anak istriku akan mendapatkan sejumlah uang belanja setiap bulannya yang cukup untuk biaya hidup mereka bahkan kehidupan mereka bisa dilewatkan dengan baik dan makmur, karena uang yang mereka terima setiap bulannya selalu seputar lima puluhan tahil perak.”

“Ehmmm…inilah yang dinamakan budi dan ancaman digunakan bersama-sama, Cuma…cara mereka menggunakan orang benar-benar kelewat kejam,” seru Oh Hong cun.

Selama ini Si Han hanya bersabar terus, tapi akhirnya tak sanggup untuk menahan diri lebih jauh, segera selanya:

“Saudara, sesungguhnya saat ini ayahku berada dimana?”

Manusia bermuka bulu itu tertawa getir.

“Apakah kau ingin mengetahui hal yang sesungguhnya?” dia menegur.

Si Han merasa terkesiap, sahutnya cepat:

“Tentu saja ingin mengetahui hal yang sesungguhnya.” “Ayahmu sudah mati!”

Si Han betul-betul merasa sangat emosi, hawa pembunuhan yang amat tebal pun segera menyelimuti seluruh wajahnya, sedangkan Si Ih nio sudah tak mampu lagi untuk membendung air matanya, dia menangis tersedu sedu dengan amat sedihnya. Sambil menghela napas panjang, manusia bermuka bulu itu berkata lagi:

“Usianya sudah begitu lanjut, penyakitan lagi, ditambah pula wataknya yang berangasan, bagaimana mungkin dia bisa menahan siksaan yang amat berat ini?”

“Seharusnya aku sudah berpikir sampai kesitu..”

Kemudian setelah berhenti sejenak, sambungnya lebih jauh:

“Tadi, bukankah kau yang memberitahukan kepadaku bahwa dia orang tua masih hidup di dunia ini?”

“Yaa, memang aku yang memberitahukan kepadamu, kau harus mengerti, sebelum kulepaskan kain kerudung hitam yang menutupi wajahku, aku masih tetap setia kepada mereka, tapi sesudah kulepaskan kain cadar hitam ini, keadaan pun sama sekali berbeda.”

“Maksudmu?”

“Raut wajahku yang aneh dan memalukan ini sudah diketahui orang, ini berarti aku sudah memperoleh kebebasan dari siksaan dan mengembalikan sifat kemanusiaanku, aku sudah memberikan banyak persoalan kepada kalian, apakah kalian masih belum mengerti?”

“Jangan-jangan…” kembali Oh Hong cun berhenti berbicara.

Manusia bermuka bulu itu segera menyambung:

“Yaa, aku sudah bertekad untuk mati, sekalipun kalian tidak membunuhku, aku akan membunuh diriku sendiri”

“Aaai, sobat! Lebih baik kau membawa kami untuk berjumpa dengan orang itu, mengapa kau harus menginginkan kematian?” “Ketika kau melepaskan kain kerudung hitamku tadi, aku telah bertekad untuk mati.”

“Tapi buat apa? Sekalipun kau tak bisa merubah penyaruan yang mereka lakukan ats dirimu, toh kau bisa mengorek bulu panjang diatas wajahmu itu dengan pisau? Kalau bisa berjumpa dan berkumpul kembali dengan anak istrimu, bukankah hal ini merupakan suatu kejadian yang amat membahagiakan?”

Dengan cepat manusia bermuka bulu itu menggelengkan kepalanya berulang kali.

“Tak ada gunanya, mereka tak akan melepaskan aku, bila aku tak mati, sudah pasti mereka akan menyiksa anak istriku.”

Mendadak dia mengeluh kesakitan lalu muntah darah segar, tubuhnya segera terkapar kembali diatas tanah.

Dengan cepat Si Han mencengkeram tubuh manusia bermuka bulu itu sambil menegur:

“Kau tak boleh mampus dengan begitu saja..”

Namun manusia bermuka bulu itu sudah tidak menjawab lagi, sepasang matanya dipejamkan rapat-rapat dan menghembuskan napasnya yang penghabisan.

“Si lote, aku pikir dia tak nanti akan membohong,” kata Oh Hong cun kemudian.

“Aku percaya kalau apa yang dikatakan adalah kata-kata yang jujur, tapi aku ingin tahu dimanakah jenazah ayahku sekarang? Bagaimanapun juga kami toh harus bersembahyang didepan layonnya sebagai pelampiasan rasa bakti kami sebagai seorang anak.” “Saudara Si aku pikir mereka tak akan menyimpan jenasah Si Locianpwe dengan begitu saja,” kata Cu Siau hong.

“Sekarang, ayah sudah mati, yang paling penting buat kita sekarang adalah membalas dendam,” kata Si Ih nio tiba-tiba.

“Aku mengerti” jawaban dari Si Han kedengaran amat sedih, pilu dan murung.

“Sebelum melakukan balas dendam, hal yang terpenting adalah menenangkan diri,” kata Kian Hui seng pula dari samping, “Kondisi dan situasi yang kita hadapi sekarang amat berbahaya, hawa pembunuhan berada disekeliling kita, apabila kita sampai teledor bisa jadi akan menyebabkan terjadinya kematian yang mengesankan.”

“Terima kasih atas petunjukmu!”

“Setelah orang ini mati, kita pun dihadapkan pada suatu kesulitan yang paling besar,” kata Oh Hong cun kemudian.

“Apakah kita tak mampu untuk menemukan kembali orang-orang mereka?” tanya Cu Siau-hong.

“Benar!”

“Saudara Oh, soal ini tak usah kau kuatirkan, “ kata Kian Hui seng cepat, “Meskipun kita tak mampu menemukan mereka, namun mereka tak nanti akan melepaskan kita dengan begitu saja.”

“Ooohh…!”

“Benar, akan datang sendiri untuk mencari kalian!”, mendadak terdengar seseorang menyambung dengan suara yang dingin bagaikan es. “Tepat sekali kedatanganmu itu, beberapa orang rekanmu telah mampus, kami memang ingin mencari seseorang untuk dijadikan sebagai petunjuk jalan.”

Orang itu termenung sejenak, kemudian katanya:

“Jadi Jin Cap pwee (manusia delapan belas) telah mati?” “Ooohh, rupanya dia bernama Jin Cap pwe,” demikian

Oh Hong cun berpikir.

“Benar!” Sementara itu Kian Hui seng tengah menjawab, “Dia tak mau menjawab pertanyaan kami, terpaksa kamipun membunuh mereka, siapa namamu..?

“Aku Jin Cap kau (manusia Sembilan belas)” “Jadi kalian semua she Jin?” sela Oh Hong cun.

“Soal ini tak usah kau ketahui, sebab nama seseorang tidak lebih hanya merupakan perlambang saja.”

“Padahal hal inipun bukan suatu yang luar biasa,” sela Cu Siau-hong tiba-tiba, “Kalian tak lebih hanya membagi kelompok dengan sebuatan Thian, Tee dan Jin!”

“Sungguh mengagumkan..sungguh mengagumkan! Kau memang hebat dan pintar..”seru Jin Cap kau cepat.

“Tidak usah sungkan,” tukas Oh Hong cun, “Dapatkah kau mengantar kami untuk berjumpa dengan orang yang ingin kami jumpai?”

“Dapat! Tujuan kedatanganku kemari adalah hendak mengajak kalian kesana.”

“bagus sekali, kalau begitu mari kita berangkat sekarang juga!”

“Sekarangpun aku sudah merasa agak mengerti, rupanya atasan kami sudah tahu kalau Jin Cap pwee telah tewas, maka aku dikirim kemari sebagai penunjuk jalan kalian.” Cara orang ini berbicara amat ramah dan halus, sama sekali berbeda dengan nada pembicaraan Jin Cap pwee tadi.

“Sekarang kau boleh menampakkan dirimu agar kami saksikan manusia macam apakah dirimu itu?” seru Kian Hui seng.

“Aku rasa tidak perlu, tapi aku akan bertindak sebagai petunjuk jalan untuk kalian, kalian ikuti saja dibelakangku.”

“Waktu yang kami miliki sangat terbatas, harap kau segera membawa kami kesitu.”

“Tunggu dulu, aku masih ada beberapa patah kata yang harus disampaikan lebih dulu.”

“Katakanlah!”

“Si Han dan Si Ih nio harus tetap tinggal disini dan tak boleh menempuh perjalanan bersama-sama.”

“Maaf, permintaanmu itu tak bisa kukabulkan, Jin Cap kau, kau harus mengerti, kedatangan kami kemari adalah untuk berunding, bukan untuk menyerah, syarat macam apa pun dari kalian tak nanti akan kami terima.”

“Kalau memang begitu, harap kalian tunggu sebentar, aku harus minta petunjuk lebih dulu.”

Dari kejauhan sana tiba-tiba berkumandang suara seruan seseorang:

“Bawa mereka kemari!”

“Baik!” jawab Jin Cap kau kemudian.

Pelan-pelan dia munculkan diri dari balik kegelapan, orang itu mengenakan pakaian berwarna hitam dengan wajah mengenakan kain kerudung berwarna hitam pula.” Dandanan semacam ini memang sudah berada dalam dugaan Oh Hong cun sekalian, maka mereka sama sekali tidak terkejut atau pun merasa tercengang.

Jin Cap pwee sudah muncul dalam dandanan yang aneh dan sekarang Jin Cap kau berasal dari kelompok “Jin” yang sama, bisa diduga kalau dandanan mereka berdua tak akan selisih terlalu banyak.

Walaupun demikian antara Jin Cap kau dan Jin Cap pwee tetap ada pula perbedaannya, yakni Jin Cap kau mempunyai watak yang lebih ramah dan halus dalam pembicaraan.

Tampak dia menjura kepada semua orang, lalu katanya: “Aku akan membawa jalan untuk kalian.”

Berangkatlah orang-orang itu mendaki puncak bukit, diatas puncak bukit tersebut nampak sebuah rumah gubuk.

Tiba diluar rumah gubuk tersebut dengan sikap yang sangat menghormat Jin Cap kau berkata:

“Mereka datang berlima.”

“Suruh mereka masuk, pasang lentera!” Perintah orang yang berada didalam ruangan itu dengan suara berat.

Sekali lagi Jin Cap kau membungkukkan badan memberi hormat.

“Silahkan masuk saudara!”

Cahaya api berkilat, lentera telah disulut dalam ruangan tersebut.

Cu Siau-hong segera berebut dimuka dan berjalan masuk kedalam ruang gubuk lebih dulu. Dia memang sengaja menyerempet bahaya untuk berjalan dipaling depan, sebab biasanya semua ancaman selalu datangnya dari arah depan.

Dalam ruangan itu duduk seorang kakek berbaju hitam yang amat lebar, sayang sekali paras mukanya tertutup dengan selapis kain cadar berwarna hitam.

Dibawah kain cadar itu tampak jenggotnya yang berwarna putih, ini membuktikan kalau usia manusia bercadar hitam ini sudah berusia lanjut.

Disisi kiri dan kanan kakek berbaju hitam itu masing masing berdiri seorang bocah berbaju hijau.

Kedua orang bocah itu semuanya berwajah bersih dan mungil, yang sebelah kiri membawa sebilah pedang panjang, sedangkan disebelah kanannya membawa sebilah kampak kayu yang diatasnya terletak tiga buah gelang emas.

Dipandang dari luar, gubug ini tampaknya tidak terlalu besar, tapi setelah masuk kedalam ruangan, segera terasa kalau ruangan itu tidak kecil.

Dihadapan manusia berbaju hitam itu berderet lima buah kursi yang terbuat dari bambu.
DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar