Pena Wasiat (Juen Jui Pi) Jilid 52

Kalau berbicara dari mulut luka tersebut, sesungguhnya luka yang diderita oleh Cu Siau-hong ini tidak terhitung seberapa.

Tapi karena kuku tersebut mengandung racun yang amat jahat, maka keadaannya menjadi sama sekali berbeda.

“Lukanya meski tidak terlampau parah, namun rasanya sukar ditahan lagi…”, kata Cu Siau-hong kemudian.

Thian pak liat segera berpaling dan memandang sekejap kearah Ho Hou poo, kemudian ujarnya:

“Saudara Ho, tampaknya aku harus minta kepadamu untuk mengorbankan bubuk Po mia san tersebut.”

Sementara itu Tham Ki wan telah maju mendekat dengan langkah cepat, lalu serunya:

“Mari kuperiksa dulu keadaan mulut lukanya.” “Racun yang berada diujung panah kuku tersebut pasti amat ganas dan aku rasa tak bakal salah lagi,” seru Cu Siau hong.

Dengan amat seksama Tham Ki wan memeriksa sekejap keadaan luka dari si anak muda itu, kemudian manggut manggut.

“Benar, diujung panah kuku memang ada racunnya, inilah yang disebut bubuk penghancur tulang, semacam racun yang cukup menggetarkan perasaan setiap orang yang terkenanya.”

“Sungguh menggemaskan, sungguh menggemaskan, seharusnya aku bisa menduga hal ini sedari tadi,” seru Oh Hong cun.

“Racun semacam ini memang tidak akan bekerja dengan segera, namun kehebatannya sangat mengerikan hati, racun itu akan menyebar mengikuti peredaran darah dan menyusup kedalam seluruh organ tubuh manusia, kemudian baru mulai bekerja dari dalam badan, kemudian setelah organ tubuh didalam badan korbannya mulai rusak, dia baru menjalar keseluruh bagian tubuh lainnya sampai orang itu mati, konon sebelum mati, sang korban akan merasakan suatu penderitaan dan siksaan yang luar biasa sekali hebatnya..”

“Tampaknya kau seperti memahami sekali akan sifat racun itu,” kata Thian pak liat tiba-tiba.

“Yaa, karena ayahku juga tewas oleh bubuk penghancur tulang tersebut..”

Jawaban tersebut segera membuat Thian Pak liat menjadi tertegun, serunya kemudian:

“Apakah diapun tewas ditangan si kakek keleningan emas pengejar sukma?” “Entahlah, tapi setelah menyaksikan keadaan luka yang diderita oleh saudara Cu sekarang, sembilan puluh persen kemungkinan besar memang dibunuh olehnya.

Thian Pak liat berpaling dan memandang sekejap kearah Ho Hou poo, bibirnya bergerak seperti hendak mengucapkan sesuatu tetapi akhirnya niat itu diurungkan.

Terdengar Tham Ki wan berkata lagi.

“Keganasan racun penghancur tulang itu amat jahat sekali, lebih baik kalau pertolongan diberikan sedini mungkin, sehingga racunnya belum sampai tersebar luas keseluruh bagian tubuh lainnya.”

Ho Hou poo tertawa hambar, dari dalam sakunya dia mengeluarkan sebungkus bubuk obat dan pelan-pelan diangsurkan kedepan kemudian katanya:

“Saudara Thian, setelah minum obat ini paling tidak harus bersemedi selama satu jam lamanya sebelum racun yang mengeram dalam tubuh bisa didesak keluar.”

Ketika menerima bubuk obat itu, mendadak satu ingatan melintas dalam benak Thian Pak liat, segera pikirnya:

“Aneh, mengapa orang she Ho ini tidak mau menyerahkan obat ini secara langsung kepada Cu Siau-hong sendiri? Entah apa maksud dan tujuannya memberikan obat itu kepadaku?”

Kemudian setelah termenung sejenak, dia berpikir lebih jauh.

“Seandainya isi bungkusan ini adalah obat beracun dan aku yang menyerahkan ketangan Cu Siau-hong, andaikata pemuda itu sampai keracunan dan tewas, bukankah aku yang bakal dituding sebagai pembunuhnya?” Meskipun dia merasa amat curiga akan tetapi keadaan Cu Siau-hong membuatnya tak bisa menunda-nunda waktu lagi, maka sambil membuka pembungkus obat tersebut, katanya :

“Saudara Cu, telanlah obat ini.”

Agaknya Cu Siau-hong juga merasa kalau waktu tidak mengijinkan dirinya untuk menunda waktu lagi, maka dia segera telan bubuk obat berwarna putih itu.

Thian pak liat segera mengambil sebagian kecil dari bubuk obat tersebut dan ditaburkan disekitar mulut luka dari Cu Siau-hong.

Setelah membuang kertas pembungkus obat itu ke tanah, sambil berpaling kearah Ho Hou poo dia lantas berseru:

“Saudara Ho, moga-moga saja obat po mia san pemberianmu ini masih belum kehilangan daya kerjanya.”

Ucapan mana sudah jelas mengandung arti ganda, dan sebagai seorang jagoan yang berpengalaman sudah barang tentu Ho Hou poo dapat menangkap arti lain dari ucapan tersebut, sambil tertawa dingin segera serunya cepat :

“Apa maksudmu berkata demikian?” Thian Pak liat tertawa.

“Bila sesuatu benda sudah kelewat lama disimpan, bukankah ada kalanya akan berubah bentuk?”

“Benar, po mia san ini memang sudah berusia belasan tahun lamanya, kemungkinan besar memang sudah berubah warna, apalagi kemungkinan besar memang bukan po mia san yang sesungguhnya,” seru Ho Hou poo dengan perasaan mendongkol.

“Kalau bukan po mia san, hal ini berarti obat tadi adalah obat beracun yang amat ganas.” “Pendapat saudara Thian memang benar.” Thian Pak liat tertawa.

“Baik, kita adalah dua belalang yang diikat kakinya menjadi satu, kau tak bisa meninggalkan aku dengan begitu saja, akupun bisa terbang seorang diri, apabila saudara Cu Siau-hong sampai mati akibat dari keracunan, kita berdualah yang akan mengganti selembar nyawanya itu.”

Dalam pada itu, Cu Siau-hong sudah duduk bersila diatas tanah dan mengatur pernapasan.

Ho Hou poo mendengus dingin, kemudian dengan langkah cepat berjalan menuju kedepan.

Thian Pak liat berkerut kening, dengan langkah cepat pula dia mengikuti dibelakangnya.

Setelah berjalan sejauh dua tiga kaki, Ho Hou poo segera berhenti, kemudian sambil berpaling serunya:

“Thian pak liat, mengapa kau terus menguntil dibelakangku?”

“Seandainya saudara Ho benar-benar mempunyai rencana untuk melarikan diri, terpaksa akupun harus mengikuti saudara Ho untuk kabur pula dari sini.”

“Hmm, seandainya aku tak berhasil meracun Cu Siau hong, kenapa harus meninggalkan tempat ini? Kalau aku hendak membunuhnya, pasti akan kutunggu sampai dia mampus.”

“Terhadap manusia seperti Ciu Siau-hong, sebelum menyaksikan jiwanya putus dan tubuhnya dikubur kedalam tanah, belum bisa dikatakan kalau dia sudah mati.”

“Berapa lembar jiwa yang dimiliki Cu Siau-hong?” “Hanya selembar.” “Kalau hanya mempunyai selembar jiwa, mengapa tidak bisa dibunuh? Kalau dibilang maka kita hanya bisa mengatakan untuk membunuhnya mungkin jauh lebih sulit daripada membunuh orang lain.’

“Betul, tampaknya dia memang bukan seorang manusia berumur pendek.”

“Kenapa?”

“Biasanya orang yang terkena bubuk penghancur tulang, jiwanya tak pernah tertolong lagi, tapi siapa tahu justru kau masih mempunyai sebungkus po mia san untuk menyelamatkan jiwanya, bukankah hal ini merupakan kemujurannya?”

Ho Hou poo segera tertawa.

“Ucapanmu memang benar, ada dua kali kesempatan hampir saja kupergunakan obat tersebut, tapi akhirnya toh tak pernah kugunakan, seakan-akan po mia san itu sedang menunggu kedatangan pemiliknya yang sebenarnya.”

“Inilah salah satu alasan mengapa dia tak akan mati,” kata Thian pak liat kemudian.

Ho Hou poo tertawa.

“Ada sementara persoalan, tampaknya memang sudah diatur segala sesuatunya oleh sesuatu kekuatan yang tak Nampak dari atas langit sana, seandainya bubuk po mia san tersebut telah kupergunakan semenjak dahulu, bukankah selembar jiwa Cu Siau-hong pada saat ini tak bisa tertolong lagi?”

Thian Pak liat tertawa, mendadak dia membalikkan badan dan melayang kearah tengah lembah. Pada saat itulah ada dua sosok bayangan manusia yang melayang turun dari atas bukit yang curam diseberang sana dengan kecepatan bagaikan sambaran petir.

Dengan suatu gerakan yang cepat sekali mereka langsung menerjang kearah Cu Siau-hong yang sedang duduk bersemedi itu.

Thian Pak liat segera membentak keras, tangannya diayunkan kedepan dan dua batang hui piau segera meluncur kedepan dan menyambar kedua orang tersebut.

Bersamaan itu pula tubuhnya ikut menerjang kearah lelaki tersebut.

Gerakan tubuh yang dilakukan kedua orang lelaki itu benar-benar amat cepat, piau terbang yang dilepaskan oleh Thian Pak liat tadi segera menjadi sasaran yang kosong.

Dalam pada itu, manusia berbaju hitam itu sudah menyambar lewat melalui sisi tubuhnya.

Thian Pak liat melancarkan pula sebuah pukulan, namun kembali gagal untuk menghajar manusia berbaju hitam itu.

Dalam pada itu Tham Ki wan dan Si Eng masih tetap berada disamping tubuh Cu Siau-hong.

Serentak kedua orang itu meloloskan senjata masing masing dan menyongsong datangnya kedua oarng manusia berbaju hitam tadi.

Senjata yang dipergunakan Tham Ki wan dan Si Eng adalah dua bilah pedang panjang.

Sebaliknya senjata yang digunakan oleh kedua orang lelaki berbaju hitam itu adalah dua bilah golok besar.

“Traang, traang, traang, traaang…”, empat kali dentingan nyaring yang memekakkan telinga berkumandang  memecahkan  keheningan  tahu-tahu kedua bilah golok tersebut sudah berhasil menghantam sepasang pedang tersebut hingga tergetar kesamping.

Sementara kedua orang lelaki berbaju hitam itu tetap melanjutkan terjangannya kearah Cu Siau-hong.

Sekarang keadaan sudah mulai jelas, rupanya tujuan dari kedua orang lelaki berbaju hitam ini adalah untuk membunuh Cu Siau-hong.

Tapi ilmu silat yang dimiliki kedua orang yang berbaju hitam itupun lihay sekali, buktinya dengan kekuatan bacokan golok mereka, serangan pedang dari Tham Ki wan dan Si Eng berhasil dipukul mundur sampai mencelat kesamping.

Setelah kedua belah pihak saling bergebrak satu kali dalam hati Tham Ki wan dan Si Eng pun sudah mempunyai perhitungan yang masak, agaknya kepandaian silat yang dimiliki kedua orang lelaki berbaju hitam itu cukup untuk memaksa mereka harus melangsungkan suatu pertarungan yang amat seru.

Tapi tujuan dari kedua orang berbaju hitam tersebut tidak berada disitu, mereka berusaha menembusi cegatan cegatan yang ada dan berusaha sepenuh tenaga untuk membinasakan Cu Siau-hong.

Ilmu meringankan tubuh yang dimilki kedua orang ini benar-benar lihay sekali, gerakan tubuh mereka pun sangat cepat, sewaktu Tham Ki wan melepaskan senjata rahasia, mereka berdua sudah berhasil menerjang kehadapan Cu Siau-hong.

Berada dalam keadaan demikian, meskipun Tham Ki wan menggenggam senjata rahasia ditangan, dia tak berani menyambitnya kedepan, kuatir salah melukai Cu Siau hong. Sementara itu kedua orang manusia berbaju hitam itu sudah mengangkat sepasang golok mereka dan membacok kebawah secara amat ganas, mata golok yang berkilauan disertai hawa serangan yang dahsyat langsung menyambar keatas batok kepala Cu Siau-hong.

Disaat cahaya golok sudah hampir menyentuh tubuh si anak muda itulah, mendadak Cu Siau-hong menjatuhkan diri bergelinding kearah samping.

Dengan demikian maka bacokan golok dari kedua orang manusia berbaju hitam itupun mengenai sasaran yang kosong.

Dalam detik yang bersamaan itulah, Seng Hong, Hoa Wan, Ong Peng dan Tan Heng telah menyerbu kemuka.

Kedua belah pihak sama-sama membentuk selapis jaring pedang yang kuat dan rapat untuk membendung terjangan kedua orang manusia berbaju hitam itu kearah depan.

Berada didalam keadaan seperti ini mau tak mau kedua orang manusia berbaju hitam musti memberikan perlawanan.

----OOOdwOOO----

Sementara itu, Ong Peng dan Tan Heng telah menerobos kemuka dan menyambar tubuh Cu Siau-hong, kemudian dibawa melompat mundur kebelakang.

Cepat-cepat Tham Ki wan menghampiri kedepan.

Mereka sudah merasakan bacokan golok dari dua orang manusia berbaju hitam itu dan tahu pula kalau tenaga dalam yang dimiliki kedua orang manusia berbaju hitam itu amat sempurna. Dalam anggapan mereka berdua, Hoa Wan dan Seng Hong sudah pasti bukan tandingan dari kedua orang manusia berbaju hitam itu.

Sebab bila dilihat dari wajah mereka berdua, kedua orang itu tak lebih baru berumur belasan.

Siapa tahu jurus pedang yang dipergunakan kedua orang itu sangat hebat dan mengerikan, bukan saja berhasil membendung sergapan dari dua orang manusia berbaju hitam itu, bahkan mereka lebih banyak melancarkan serangan daripada bertahan.

Semula Tham Ki wan bermaksud untuk membantu kedua orang bocah tersebut, tapi sekarang dia malah berhenti tertegun.

Kemudian sambil memandang sekejap kearah Si Eng, bisiknya dengan suara lirih:

“Saudara Si, meskipun usia mereka masih kecil, ternyata kesempurnaan ilmu pedang yang dimilikinya sudah mencapai pada puncaknya, aku lihat mereka lebih tangguh daripada kita semua.”

Baru selesai dia berkata, permainan pedang Seng Hong dan Hoa Wan tahu-tahu telah berubah.

Kali ini kedua orang kiam tong tersebut telah mempergunakan jurus pedang sakti ajaran dari Cu Siau hong.

Mata pedang yang berkelebat segera memancarkan cahaya tajam yang menggidikkan hati, ditengah jeritan ngeri yang memilukan hati, pinggang kedua orang manusia berbaju hitam itu sudah kena disambar sehingga putus menjadi dua bagian. Sementara itu Thian Pak liat dan Ho Hou poo sudah berjalan mendekati semua.

Si Eng segera memuji.

“Sebuah ilmu pedang yang amat bagus !”

Seng Hong dan Hoa Wan tertawa sambil manggut manggut, mereka segera membalikkan badan dan lari kearah Cu Siau-hong.

Sementara itu Cu Siau-hong sudah dibawa oleh Ong Peng dan Tan Heng mundur sejauh beberapa kaki, waktu itu dia masih duduk bersila sambil mengatur pernapasan.

Ketika dua orang kiam tong tersebut sampai disitu, merekapun segera berdiri disisinya dengan hormat.

Menyaksikan kesemuanya itu Tham Ki wan segera berbisik.

“Tampaknya mereka bukan merupakan sekelompok manusia yang berkumpul karena suatu perjumpaan yang secara kebetulan.”

“Yaa, mereka terdiri dari sekelompok manusia,” kata Thian Pak liat cepat, “kemungkinan besar Cu siauhiap merupakan pemimpin mereka.”

“Kalau begitu besar kemungkinannya orang-orang yang berada dalam kereta pun ada sangkut pautnya dengan mereka?, “ seru Ho Hou poo tiba-tiba.

Si Eng segera tertawa.

“Kalau ada angka delapan dan sembilan, angka sepuluh tak akan ketinggalan, cuma tampaknya rombongan manusia-manusia tersebut hanya ada keuntungan buat kita tanpa ada maksud merugikan.” “Ayo jalan !,” ajak Ho Hou poo kemudian, “mari kita tengok bagaimana keadaan luka Cu Siau-hong.”

Waktu itu Cu Siau-hong masih memejamkan matanya rapat-rapat, dia masih tetap duduk bersemedi untuk mengatur pernapasan.

“Saudara Ho,“ Thian Pak liat segera berbisik, “apakah orang yang telah minum obat po mia san tidak boleh melakukan sesuatu gerakan ataupun tindakan?”

“Tentang soal ini, siaute merasa kurang begitu jelas.”

Mendadak Cu Siau-hong membuka matanya sambil melompat bangun, serunya sembari menjura:

“Terima kasih banyak atas perhatian dari saudara sekalian, kini siaute telah berhasil mendesak keluar racun keji yang mengeram didalam tubuhku ini.”

Mendengar ucapan tersebut, Ho Hou poo menjadi tertegun.

“Masa begitu cepat?.” serunya tercengang. Cu Siau-hong tertegun.

“Racun yang masuk kedalam tubuhku belum kelewat dalam, dalam gelisahku setelah diusik oleh dua manusia tak dikenal tadi, keringat bercucuran dari tubuhku, akibatnya sewaktu siaute mencoba untuk mengatur napas tadi, terasa olehku bahwa semua racun sudah diusir keluar dari dalam badan.”

Ho Hou poo dan Thian Pak liat sekalian tahu kalau pemuda itu berbohong, mestinya dia memiliki semacam ilmu tenaga dalam yang sama sekali berbeda dengan aliran lwekang pada umumnya, oleh karena itu racun yang mengeram dalam tubuhnya bisa diusir keluar dengan begitu cepat. Sekalipun mereka sudah mengerti, namun tak seorangpun yang buka suara lagi.

Sambil tertawa Thian Pak liat segera mengalihkan pokok pembicaraan ke soal lain, ujarnya:

“Saudara Cu, dewasa ini kita sedang berada dalam posisi mati hidup bersama, oleh sebab itu kami berharap diantara kedua belah pihak bisa saling berhubungan secara blak blakan.”

“Betul !, bila saudara Thian ada persoalan silahkan saja ditanyakan, bila aku tahu, pasti akan kujawab.”

“Benarkah si kakek keleningan emas pengejar sukma telah menderita luka?”

Cu Siau-hong termenung beberapa saat lamanya, kemudian menjawab:

“Pertanyaan dari saudara Thian ini sungguh-sungguh membuat siaute terbungkam dan tak tahu bagaimana harus menjawab.”

“Maksudmu ?”

“Aku hanya bisa mengatakan bahwa besar kemungkinan dia sudah terluka, namun aku tak berani memastikan seratus persen.”

“Saudara Cu, waktu itu kalian saling bergebrak satu sama lainnya, masa tidak kau ketahui apakah pihak lawan sudah terluka atau tidak?” seru Ho Hou poo pula dengan suara keras.

Cu Siau-hong tertawa getir.

“Apa yang kuutarakan adalah kenyataan yang sebenarnya, saudara Ho, perlu kau ketahui jurus serangan itu belum lama berhasil kupelajari, untuk melangsungkan pertarunganpun baru pertama kali ini kugunakan.” “Seandainya tusukan itu mengena ditubuh lawan, seharusnya saudara Cu bisa merasakan bukan..? seru Si Eng.

“Di dalam tusukan itu siaute telah mengerahkan tenaga dalam sebesar sepuluh bagian,” tukas Cu Siau-hong, “dan lagi ujung pedangku sama sekali tidak menyentuh tubuh lawan…”

“Hawa pedang maksudmu?”, tukas Thian Pak liat. “Betul,  cuma  tenaga  dalam  yang  siaute  miliki   belum

cukup   sempurna,   sehingga   khiam   khi   tersebut   hanya

mampu memancar sejauh setengah depa.”

“Itu sudah lebih dari cukup, seandainya hawa pedang bisa memancar sejauh setengah depa maka siapa yang terkena sudah pasti akan menemui ajalnya.”

Dari pembicaraan yang berlangsung tersebut, akhirnya beberapa orang itu berhasil juga untuk mengorek keadaan orang yang sesungguhnya.

Selain itu mereka pun merasa terperanjat sekali, mereka tidak menyangka kalau tingkatan ilmu silat yang dimiliki Cu Siau-hong telah berhasil mencapai tingkatan yang sedemikian tingginya sehingga dari tubuh pedang tersebut bisa memancarkan hawa pedang.

Si Eng termenung beberapa saat lamanya, mendadak ia tertawa terbahak-bahak.

“Haah…haaah..haah..saudar Cu, tampaknya kau masih mempunyai banyak kepandaian silat yang belum pernah kau praktekkan bukan?”

“Yaa, ada beberapa jurus ilmu pedang yang kelewat keji dan ganas sehingga siaute jarang sekali melatihnya, otomatis sewaktu dipergunakan juga menjadi kaku.” Semua keterangan tersebut sudah diutarakan dengan jelas, sebagai orang yang cerdik pasti tak akan bertanya lebih jauh.

Sambil manggut-manggut Si Eng lantas bertanya: “Saudara Cu, sekarang apa yang harus kita lakukan?”

“Tak ada pilihan kedua, terpaksa kita harus berjalan terus dan menghantar orang-orang itu sampai di puncak tebing Yang jit gay.”

Mendadak Thian Pak liat menghela napas panjang, sambil berpaling dan memandang sekejap kea rah Oh Hong cun katanya:

“Oh tua, tampaknya sekalipun kita bisa sampai ditebing Yang jit gay, juga belum tentu…..”

Berbicara sampai disitu, mendadak dia menutup mulutnya dan tidak berbicara lagi.

Pena Wasiat merupakan seorang tokoh persilatan yang dihormati dan disanjung oleh setiap umat persilatan, Thian pak liat tak berani sembarangan berbicara sehingga  menodai nama besar tokoh persilatan itu.

Tapi agaknya Oh Hong cun cepat menangkap maksud hati yang sebenarnya dari jago tersebut, sambil tertawa ujarnya:

“Thian lote, apakah kau maksudkan belum tentu Pena Wasiat akan muncul dari puncak tebing Yang jit gay.”

“Aku hanya merasakan pertemuan yang diselenggarakan kali ini sama sekali berbeda dengan pertemuan yang diselenggarakan tahun-tahun sebelumnya.”

“Dimana letak perbedaannya?” “Aaiii…sekalipun kita benar-benar sudah sampai di tebing Yang jit gay, mungkin masih ada kejadian lain yang akan berlangsung ditempat tersebut.”

Padahal Oh Hong cun maupun Tham Ki wan juga mempunyai perasaan demikian hanya saja tak mengutarakannya keluar.

“Memandang jauh kedepan hanya kabut tebal menyelimuti angkasa, mundur kebelakang hanya hawa pembunuhan yang berlapis-lapis, seandainya kita menuju tebing Yang jit gay, besar kemungkinan kita masih berkesempatan untuk menyaksikan munculnya Pena Wasiat, sebaliknya bila kita mundur dengan begitu saja, maka apapun tidak akan berhasil kita saksikan,” kata Cu Siau-hong.

“Yaa, sekarang kita sudah semakin mendekati tebing Yang jit gay, sebaliknya jalan untuk mundur malah lebih jauh, lebih baik kita membesarkan keberanian masing masing untuk melanjutkan perjalanan kearah depan.”

“Tepat !,” seru Cu Siau-hong lagi, “meninjau diri siaute sekarang, sebagian besar umat persilatan telah menitipkan semua kepercayaan mereka kepada saudara-saudara sekalian, bagaimanapun keputusan kita sekarang, mereka pasti tak akan menolak.”

“Dalam hal ini harap saudara Cu tak usah kuatir,” ucap Thian Pak liat kemudian, sekarang tiada orang yang akan mengusulkan untuk mundur dari sini, sekali pun kita suruh mereka pergi, belum tentu mereka mau pergi, maksud siaute, situasi yang terbentang pada saat ini sudah jelas sekali, tujuan yang terutama dari pihak lawan adalah untuk menghadapi perempuan tersebut, persoalannya sekarang, siapakah     perempuan     itu?     Mengapa     pihak     lawan menganggap serius kehadirannya disitu dan berupaya untuk membinasakannya?”

“Saudara Thian, perempuan itu mengetahui banyak sekali rahasia dari organisasi rahasia tersebut, untuk menjaga agar rahasia tersebut tidak sampai bocor dan diketahui setiap orang, maka mereka selalu berupaya untuk membinasakannya, yang siaute ketahui pun tak lebih hanya beberapa masalah ini saja.”

“Cu lote, apakah dia tidak menggunakan sedikit rahasia tersebut kepadamu?”

“Tidak !”

“Lantas apa tujuannya saudara Cu dengan membawa perempuan itu menuju ke tebing Yang jit gay?,” tanya Si Eng.

“Konon Pena Wasiat adalah tokoh yang menegakkan keadilan dan kebenaran bagi dunia persilatan, aku bermaksud untuk menyerahkan dia kepada orang tersebut.”

Si Eng segera menghela napas panjang.

“Menyerahkan kepadanya?, Seandainya dia tidak bersedia untuk menerimanya?”

“Manusia seperti kakek keleningan emas pengejar sukma pun bisa dijaring agar membantu pihaknya, aku lihat gembong dibalik layar ini merupakan seorang tokoh yang sukar dihadapi,” seru Ho Hou poo.

“Seandainya Pena Wasiat tidak berani menerima tanggung jawab ini mungkin didunia dewasa ini tiada orang yang bisa menghadapinya lagi,” ujar Cu Siau-hong kemudian. Oh Hong cun menghela napas panjang, dia seperti hendak mengucapkan sesuatu, tapi niat tersebut kemudian diurungkan.

Mendadak pada saat itulah terdengar suara bentakan nyaring berkumandang memecahkan keheningan, lalu tampak sesosok bayangan manusia meluncur datang dengan kecepatan bagaikan sambaran petir.

Ong Peng dan Tan Heng tidak mendapat pesanan, maka mereka segera menyongsong kedepan.

Tapi setelah mengetahui siapa yang datang, mereka segera mundur kembali kebelakang.

Sementara itu si pendatang pun telah berhenti pula.

Dengan paras muka berubah hebat, Oh Hong cun segera berseru:

“Aaahhh, tok ko bu seng (golok lewat tanpa suara) Kian Hui seng?”

Kian Hui seng tersenyum.

“Betul, memang aku seorang she Kian.”

Kemudian setelah mengalihkan sorot matanya ke wajah Cu Siau-hong, ujarnya lagi:

“Saudara Cu, akhirnya siuheng berhasil juga menyusuli dirimu…”

“Aku datang membantumu,” tukas Kian Hui seng cepat. Cu Siau-hong segera menjura.

“Terima kasih banyak saudara Kian.”

To kok bu seng atau golok lewat tanpa suara Kian Hui seng adalah seorang tokoh persilatan yang mempunyai nama besar sekali didalam dunia persilatan. Nyatanya sekarang, manusia yang bernama dan berkedudukan begitu tinggipun bersikap begitu sungkan terhadap Cu Siau-hong, hal mana membuat pandangan semua jago terhadap Cu Siau-hong pun segera ikut berubah pula.

Manusia bila dibandingkan dengan manusia, barang dibandingkan barang, maka akan segera terlihat mutu dari masing-masing jenisnya.

Buru-buru Oh Hong cun menjura sambil berseru: “Sungguh kebetulan sekali kedatangan dari saudara

Kian, selama ini siaute diangkat mereka menjadi pemimpin, serasa berat tanggungjawab tersebut bagiku, sekarang beban ini harus kuserahkan kepada saudara Kian untuk memikulnya.”

“Tidak bisa !,” tolak Kian Hui seng, “Kedatanganku kemari adalah untuk membantu saudara Cu, segala sesuatunya hanya kulakukan bila ada perintah darinya.”

“Aaah, ucapan Lo Kian kelewat serius, Siau-hong tidak berani menerimanya,” buru-buru Cu Siau-hong berseru.

Kian Hui seng tertawa.

“Tak usah sungkan-sungkan lagi, aku tergesa-gesa datang kemari tujuannya tak lain adalah untuk membantu dirimu, jangan kau anggap diriku sebagai orang luar, bila ada orang persoalan, silahkan saja diperintahkan kepadaku.”

“Kian tua, soal ini…”

“Siau-hong, jangan panggil aku dengan sebutan tersebut, seandainya kau sudi memberi muka kepadaku, seharusnya kau menggil Kian heng atau toako kepadaku, bila kau tak ingin bersahabat denganku, boleh saja kau menyebut dengan panggilan apa saja.” Cu Siau-hong tertawa getir, katanya kemudian:

“Kalau toh saudara Kian telah berpesan demikian, siaute pun akan menurut perintah saja.”

“Baik, begitulah baru saudaraku yang baik,”seru Kian Hui seng sambil tertawa.

Setelah berpaling dan memandang sekejap kearah Oh Hong cun, dia berkata lagi:

“Saudara Oh, sekarang kau sudah mengerti bukan, kedatangan aku orang she Kian kemari adalah untuk menerima perintah.”

“Kalau begitu Cu lote, aku lihat kaulah yang harus memikul tanggungjawab ini,” seru Oh Hong cun kemudian.

“Oh tua,“ ucap Cu Siau-hong kemudian, “diantara kami semua, kaulah tokoh silat yang mempunyai nama dan kedudukan yang paling tinggi, lebih baik kau saja yang tetap memegang tampuk pimpinan.”

“Lote, nama dan kedudukan To kok bu seng Kian tayhiap didalam dunia persilatan seratus kali lipat melebihi diriku, kalau dia saja bersedia memenuhi perkataan dari Cu lote, apalagi aku Oh Hong cun..”

“Oh tua, bukan begitu maksudku,” tukas Cu Siau-hong segera, “ meskipun Siau-hong mendapat kasih sayang dari saudara Kian, namun bagaimanapun juga masih kekurangan pengalaman dalam dunia persilatan, tidak pantas bagiku untuk memikul tanggungjawab yang berat tersebut, apalagi Siau-hong dan saudara Thian sekalian juga bersedia membantu Oh tua dengan sepenuh tenaga.”

“Soal ini…”

“Oh tua, tak usah menampik lagi.” “Oh tua,” Thian Pak liat segera menyambung, “perkataan dari Cu lote muncul dari hati yang jujur, semoga kau tak usah menampik lagi meskipun kekuatan kami sangat lemah, namun kami semua pasti akan menunjang dirimu.”

Sambil tertawa Si Eng berkata pula:

“Pengalamanmu sangat luas, pengetahuanmu juga amat dalam, paling tidak dalam setiap perundingan tak akan sampai dirugikan dengan begitu saja, kalau soal berkelahi atau beradu jiwa, biar kami yang menampilan diri.”

Oh Hong cun termenung beberapa saat lamanya, kemudian diapun manggut-manggut.

“Baiklah ! Setelah saudara sekalian berkata demikian bila lohu menampik lagi rasanya memang kelewatan sedikit.”

“Nah begitulah baru gaya seorang tokoh silat.” Sambil tertawa Kian Hui seng segera berseru pula:

“Saudara Oh, apabila kau hendak memerintahkan sesuatu, siaute akan segera melaksanakannya.”

Setelah berlangsungnya pembicaraan itu, semua rasa takut dan jeri yang semula masih mencekam perasaan para jago pun kini sudah tersapu semua hingga punah tak berwujud.

Dengan kehadiran Kian Hui seng berarti kekuatan dipihak para pendekar menjadi lebih tangguh, tanpa terasa semua orang pun merasakan semangatnya berkobar kembali.

Oh Hong cun mendongakkan kepalanya sambil menghembuskan napas panjang, kemudian ujarnya:

“Saudara sekalian, aku rasa kita perlu melanjutkan perjalanan lebih cepat lagi.” “Kenapa?”

“Kalau dulu, kita bisa mempergunakan dusun yang ada untuk tempat bersantap sambil beristirahat, tapi sekarang kita sudah tak bisa berbuat demikian lagi.”

“Betul !,” sahut Ho Hou poo, ”kita harus berjaga-jaga terhadap usaha mereka meracuni, masalah terpenting yang kita hadapi sekarang adalah soal rangsum, sebelumnya kita sama sekali tidak mempersiapkan rangsum dalam jumlah yang cukup banyak, sekarang untuk mempersiapkannya lagi sudah tak mungkin bisa.”

“Dari rangsum yang dibawa semua orang, kira-kira masih bisa bertahan selama berapa hari lagi?”, tiba-tiba Hui seng bertanya.

“Mungkin masih bisa bertahan selama dua hari lagi.” “Bila cuma dua hari, urusan memang terasa agak

gawat.”

“Saudara Kian,” kata Cu Siau-hong kemudian,”Mungkinkah mereka benar-benar akan meracuni semua sumber air yang ada disekitar tempat ini?”

“Soal ini sulit untuk dikatakan.”

“Saudara Kian, sebetulnya mereka adalah organisasi macam apa..?

“Saudaraku, walaupun aku pernah diperalat oleh mereka, tapi sedikit sekali yang berhasil kupahami tentang diri mereka itu, terus terang saja aku masih belum tahu siapakah mereka itu.”

Oh Hong cun yang mendengar perkataan tersebut menjadi tertegun, serunya tanpa terasa:

“Kaupun pernah diperalat mereka?” “Benar ! Aku pernah diperalat mereka, mereka telah menangkap anak istriku dan dijadikan sebagai sandera, dengan cara inilah mereka memaksa diriku untuk bertarung sampai setengah malaman dengan saudara Cu.”

Beberapa patah katanya ini kembali mengejutkan semua orang. Cu Siau-hong bisa bertarung setengah malaman dengan Kian Hui seng bahkan masih hidup sampai sekarang, sekalipun ia belum berhasil mengungguli Kian Hui seng, paling tidak pemuda itu tak sampai menderita kekalahan ditangan Golok lewat tanpa suara ini.

Padahal To Kok bu seng Kian Hui seng merupakan seorang tokoh yang paling ditakuti dalam dunia persilatan dewasa ini, namun kenyataan Cu Siau-hong mampu bertanding seimbang dengannya, dari sini bisa dinilai pula sampai dimananakah kelihayan ilmu silat yang dimiliki anak muda tersebut.

Sambil mengelus jenggotnya Oh Hong cun bertanya: “Dalam pertarungan malam itu, siapakah yang berhasil

mengungguli pertempuran tersebut?”

“Kian toakolah yang telah mengampuni diriku,” seru Cu Siau-hong cepat.

“Saudaraku, kau tak usah berbasa basi lagi didalam pertarungan tersebut, mula-mula aku memang tidak menggunakan sepenuh tenaga, tetapi sampai akhirnya walaupun aku telah mengerahkan segenap kekuatan yang kumiliki, toh ternyata tak mampu menangkan dirimu, saudaraku, terus terang saja kukatakan, sampai pada akhirnya justru kaulah yang selalu berbuat mengalah dengan memberi pengampunan bagiku.”

“Saudara Kian, padahal kau bisa membunuhku dalam lima puluh gebrakan…” Kian Hui seng segera tertawa tergelak:

“Haah…haahh…haaah…. tapi lima puluh gebrakan kemudian, aku sama sekali tidak menemukan kesempatan semacam itu lagi.”

Setelah berhenti sejenak, kembali dia melanjutkan: “Saudaraku, engkoh tua ada beberapa patah kata yang

hendak     disampaikan     kepadamu,     harap     kau     suka

mendengarkan dengan seksama.”

Sewaktu mengucapkan perkataan itu, wajahnya nampak serius dan bersungguh-sungguh.

Buru-buru Cu Siau-hong menjura sembari berkata: “Silahkan saudara Kian memberi petunjuk.”

“Organisasi rahasia yang dihadapi sekarang merupakan suatu organisasi sadis yang belum pernah dijumpai sebelumnya dalam dunia persilatan, mereka tak segan-segan menggunakan berbagai cara yang keji untuk  mengumpulkan banyak sekali jago-jago yang berkepandaian tinggi, kemudian memperalat mereka dengan berbagai cara untuk mencelakai orang atau membunuh orang, pada hakekatnya tiada lubang yang tak bisa mereka susupi, sudah separuh abad lebih aku berkelanan didalam dunia persilatan, banyak sudah manusia keji yang kujumpai, tapi belum pernah kutemukan organisasi yang begini buas dan kejinya. Kau memang memiliki ilmu pedang yang sangat tinggi dan hebat, sayangnya hatimu justru kelewat lemah dan ramah….”

“Siaute akan perhatikan ucapan saudara Kian.” “Saudaraku,  yang  lain  tak  usah  kubicarakan  lagi, aku

hanya berharap bila kemudian hari kau bertemu lagi dengan orang-orang dari organisasi tersebut, seranglah secara keji dan tak perlu berbelas kasihan lagi kepada mereka.”

“Aku mengerti.”

“Kalian sudah mengerti, janganlah berbelas kasihan lagi.”

Oh Hong cun yang berada disisinya menimbrung: “Sesudah mendengar penjelasan dari saudara Kian, hati

kami pun telah memperoleh suatu gambaran secara garis

besarnya, sekarang harap saudara sekalian sudi mengumpulkan semua rangsum yang terdapat dimasing masing anak buahnya sambil membaginya secara adil kepada seluruh jago. Sekarang kita sudah berada dalam posisi antara hidup dan mati, masalah ini tak perlu dikelabuhi lagi, jelaskan kepada mereka tentang situasi yang kita hadapi sekarang, mati hidup rejeki atau bencana separuh tergantung pada takdir dan separuh lagi tergantung pada kekuatan diri sendiri.”

Kawanan jago persilatan yang datang dari berbagai penjuru dunia ini setelah melalui berbagai percobaan yang berat serta merta secara otomatis telah berubah menjadi sekelompok manusia yang berdisiplin dan amat teratur.

Begitu perintah dari Oh Hong cun diturunkan, semua orang segera melaksanakannya dengan cepat.

Kini Pek bi taysu dengan dua belas lohan nya juga sudah membentuk sebuah pasukan kecil yang bersama-sama para jago meneruskan kembali perjalanannya kedepan.

Sesudah melewati selat yang sempit, haripun menjadi gelap. Oh Hong cun lantas memilih sebuah tebing berbatu untuk berhenti. Soal rangsum ada yang mengurus, untuk sesaat kawanan jago persilatan itu dibikin kerepotan setengah mati.

Sebagai jagoan persilatan yang sepanjang tahun berkelanan terus dalam dunia persilatan, boleh dibilang belum pernah mereka terjun ke dapur untuk untuk mempersiapkan hidangan untuk diri sendiri, tapi setelah keadaan yang memaksa mereka terpaksa merekapun harus turun tangan.

Atas usul dari Kian Hui seng, pada seputar sepuluh kaki dari tempat mereka beristirahat, dibuat beberapa buah api unggun.

Sekalipun hal ini berarti telah membocorkan tempat beristirahat dari para jago, namun seandainya ada orang yang memasuki daerah seluas lima belas kaki dari tempat mereka berada, jejak mereka sudah pasti tak akan lolos dari pengawasan para peronda malam.

Dengan sangat cermat dan berhati-hati sekali Oh Hong cun mengatur penjagaan disekitar situ, bahkan tempat menginap merekapun diatur sedemikian rupa sehingga nampak lebih rapi dan sempurna.

Empat penjuru semua diatur penjagaan yang amat ketat.

Setelah melakukan pembicaraan dengan Kian Hui seng tadi, bukan saja Oh Hong cun telah mendapatkan kembali keberaniannya, bahkan diapun merasa dirinya memperoleh penghormatan yang selama ini belum pernah dirasakan, kawanan pemuda tersebut rata-rata memiliki ilmu silat yang sangat lihay, terutama sekali Cu Siau-hong, dengan kemampuan yang dimilikinya sudah mampu untuk melampaui kehebatan diri To kok bu seng Kian Hui seng yang merupakan seorang pendekar besar, paling tidak  kedua orang itu memiliki kepandaian yang seimbang, tapi kenyataannya mereka menghormatinya. Bagaimanapun juga dia sudah berusia setengah abad lebih, sudah banyak tahun dia berkelana dalam dunia persilatan, siapapun pasti mengharapkan nama besarnya tetap dikenang orang dan sekarang kesempatan tersebut telah datang maka dia merasa sudah sepantasnya bila dia manfaatkan kesempatan ini untuk melakukan suatu usaha yang besar dan cemerlang.

Itulah sebabnya Oh Hong cun segera memutuskan dirinya untuk berdaya upaya dengan sekuat tenaga untuk mensukseskan proyeknya ini, dia mulai benar-benar memikirkan keselamatan dari orang-orang tersebut.

Tengah malam sudah tiba, medadak dari arah barat daya sana muncul dua sosok bayangan manusia.

Waktu itu komandan peronda malam adalah Thian Pak liat, sembari menurunkan peringatan untuk memperketat penjagaan dia segera mengirim orang untuk melaporkan kejadian ini kepada Oh Hong cun.

Sementara dia sendiri dengan membawa empat orang segera maju menyongsong kedatangan lawan.

Yang datang dua orang, satu lelaki dan satu perempuan. Yang lelaki berusia empat puluh tahunan dengan memakai baju panjang berwarna hitam, sedangkan yang perempuan berusia dua puluh tahunan dan berwajah cantik lagi genit.

Manusia berbaju hitam itu segera berhenti kemudian sambil tertawa ujarnya:

“Aku tidak membawa senjata apa pun !”

Thian Pak liat tetap mempertahankan jaraknya sejauh tujuh delapan depa dengan pihak lawan, ditatapnya orang itu tajam-tajam, betul juga orang itu memang tidak bersenjata. Begitu pula dengan perempuan itu, dia mengenakan pakaian hijau tanpa membawa senjata.

Sesudah tertawa hambar, pelan-pelan manusia berbaju hitam itu berkata:

“Aku berharap bisa menjumpai pimpinan kalian.” “Ada urusan apa?,” tanya Thian Pak liat.

“Urusan besar, urusan besar yang sangat penting artinya.”

“Dapatkah kau menyebutkan siapa namamu?” “Aku Si Han, sedang dia adalah adikku Si Ih nio,”

“Jit poh tui hun (tujuh langkah pencabut nyawa) Si Han?”

“Ya, benar !”

“Aku adalah Thian Pak liat, sudah lama mendengar nama besarmu, sungguh beruntung kita bisa bersua muka hari ini.”

“Ooh, rupanya saudara Thian.”

“Saudara Si, apakah kau bersikeras hendak menjumpai pemimpin rombongan kami?”

“Masalahnya menyangkut suatu kejadian yang besar, bila saudara Thian bisa memberi keputusan, tak ada salahnya siaute memberitahukan kepada saudara Thian.”

Sementara pembicaraan berlangsung, Oh Hong cun dengan Cu Siau-hong telah muncul di arena.

“Nah itu dia! Pemimpin kami sudah datang,” kata Thian Pak liat kemudian,”bila saudara Si hendak menyampaikan sesuatu, boleh disampaikan langsung kepadanya.”

“Dia adalah…” “Lu ciu tayhiap..” “Ooohhh, Oh Hong cun?”

“Tidak berani, tidak berani,” seru Oh Hong cun cepat,”sahabat sendiri…?

“Oh tua, tokoh persilatan ini adalah Tujuh langkah pengejar sukma Si Han,” buru-buru Thian Pak liat menerangkan.

Oh Hong cun Nampak tertegunkemudian serunya: “Selamat berjumpa, selamat berjumpa.”

Si Han tertawa, kembali selanya:

“Oh tua kau kelewat memuji.”

Setelah berhenti sejenak, sambungnya lebih jauh:

“Ada pun kedatanganku kemari karena hendak menyampaikan suatu hal kepadamu.”

“Baik, lohu akan mendengarkan dengan seksama.” “Tentunya saudara sekalian tidak tahu bukan?” “Soal apa?”

“Rombongan Oh tua sekalian terdiri dari ratusan orang lebih?”

“Yaa, begitulah !”

“Sayang mereka tidak ada harapan lagi untuk melihat matahari terbenam esok sore.”

“Apa maksudmu?”

“Mereka semua sudah keracunan.”

“Saudara Si, mengapa siaute tidak merasakan sesuatu gejala ini?,” tanya Thian Pak liat. “Sebab mereka belum sampai waktunya untuk merasakan bekerjanya racun tersebut.”

“Saudara Si, sampai kapan racun itu baru akan mulai kambuh?”

Si Han termenung sebentar, kemudian sahutnya: “Selewatnya  tengah  hari  besok,  racun  itu  akan  mulai

bekerja, sebelum matahari terbenam di langit barat, kalian

semua pun akan bersama-sama berangkat pulang ke alam baka.”

“Sejak racun itu mulai bekerja sampai tibanya ajal, semuanya membutuhkkan waktu berapa lama?”

“Kira-kira satu jam”

“Ehmmm, racun seperti itu tidak termasuk racun yang kelewat keras daya kerjanya.”

“Hanya bisa dibilang senacam obat beracun yang agak lamban daya kerjanya, tapi bila sudah mulai bekerja tiada obat yang bisa menolongnya lagi.”

“Kapan racun itu kalian sebar?,” tanya Oh Hong cun pula.

Menghadapi ketenangan dari beberapa orang itu, mau tak mau bergidik juga perasaan Si Han.

Bila seorang yang mengetahui bahwa dia dan seluruh rekannya sudah keracunan bahkan jiwanya bakal melayang, namun wajahnya sama sekali tidak menampilkan rasa gugup atau kaget, kejadian semacam ini benar-benar merupakan suatu peristiwa yang tidak gampang.

Biasanya gejala seperti ini hanya menunjukkan dua kemungkinan. Pertama, mereka sama sekali tidak percaya kalau diri mereka sudah keracunan.

Kedua, mungkin orang-orang tersebut benar-benar memiliki semacam semangat yang tak gentar menghadapi kematian.

Oh Hon cun menghembuskan napas panjang, kemudian katanya:

“Maaf bila lohu kelewat sembrono, memanggil Si lote kepadamu…”

Si Han segera tertawa.

“Menghormati kaum tua sudah merupakan kewajiban generasi muda macam kami.”

“Baik ! Lote…kapankah kalian menyebarkan racun itu dan bagaimana cara melepaskan racun itu dan bagaimana cara melepaskan racun tersebut ke tubuh kami sekalian.”

“Kalau dibicarakan, sesungguhnya cara untuk melepaskan racun ini merupakan sejenis sistem penyebaran racun yang paling sempurna dan paling sukar diduga dikolong langit dewasa ini, kami telah menyebarkan racun itu diatas permukaan jalanan, asal kalian menempuh perjalanan menelusuri jalan perbukitan itu, besar kemungkinan kalian sudah terkena racun jahat itu.”

“Ooooouw..benar-benar suatu sistim penyebaran racun yang lihay dan luar biasa,” puji Oh Hong cun.

“Baik !.” kata Thian Pak liat pula,”Anggap saja kami telah keracunan, mungkin saudara Si datang bukan untuk menghantar obat penawar racun untuk kami bukan?”

“Tentu saja kedatanganku kemari erat sekali hubungannya dengan obat penawar racun tersebut.” “Tapi yang pasti obat penawar racun itu tak ada disaku kalian berdua bukan?”, tambah Oh Hong cun.

“Tentu saja tak mungkin, aku pikir saudara Oh pasti mengerti, aku pun bukan seorang manusia yang kelewat bodoh.”

“Kalau begitu maksud kedatangan Si lote karena ada makna lain?”

Si Han manggut-manggut.

“Betul, aku datang untuk membicarakan masalah obat penawar tersebut…”

“Baik, lohu akan memasang telinga baik-baik untuk mendengarkan uraianmu.”

“Mari kita membicarakan soal syarat-syarat yang dibutuhkan.”

“Syarat apa?”

“Bagi mereka yang tak ingin mati, kami bersedia mempersembahkan obat penawarnya, tapi dia harus meninggalkan tempat ini kembali ke desa kelahirannya dan sejak kini tidak mencampuri urusan dalam dunia persilatan lagi.”

“Oooh, maksudmu menyimpan golok mengasingkan diri dan mengundurkan diri dari keramaian dunia persilatan.”

“Betul, begitulah maksud kami.”

Oh Hong cun segera manggut-manggut.

“Suatu ide yang sangat bagus,” serunya, ”Hanya persoalannya sekarang betulkah mereka semua bisa sampai di kampung halaman masing-masing dalam keadaan selamat?” “Pasti bisa ! Tentang hal ini, harap Oh tua jangan menguatirkan.”

“Seandainya ada yang tak mau pulang?,” sela Thian Pak liat tiba-tiba.

“Yaa, dengan berat hati terpaksa harus kami kabarkan bahwa orang itu dipersilahkan untuk menunggu sampai bekerjanya racun dalam tubuhnya dan mampus secara mengenaskan.”

Thian Pak liat tersenyum.

“Saudara Si, aku merasa rada heran,”katanya. “Apa yang mengherankanmu?”

“Bukankah tujuan kalian meracuni kami adalah untuk membuat kami mati semua?”

“Betul !”

“Tapi mengapa pula kalian datang untuk menawarkan pertolongan buat kami semua?”

“Sebab Thian mengajarkan pada umatnya agar menyayangi sesamanya seperti menyayangi diri sendiri, kami tidak ingin membunuh orang kelewat banyak…”

“Ooohhhh..”

“Saudara Si,” tiba-tiba Cu Siau-hong menimbrung, ”Kau datang atas perintah seseorang ataukah atas prakarsa sendiri?”

“Kalau aku bukan lagi mengibul, seharusnya aku memang datang atas perintah orang lain.”

“Menurut apa yang aku ketahui, biasanya orang yang datang atas perintah orang lain tak akan bisa mengambil keputusan.” “Saudara adalah…”

“Aku Cu Siau-hong !,” tukas pemuda itu cepat. “Ooohhh…”

Sambil tersenyum kembali Cu Siau-hong berkata:

“Saudara Si, seandainya kami menahan kalian berdua secara paksa, akibat semacam apakah yang akan terjadi?”

“Aku tahu, kalian memang bisa berbuat demikian, tapi akibatnya kalian harus membayar mahal atas perbuatan kalian ini.”

“Membayar mahal? Apa maksudmu?”

“Pertama, bukan suatu pekerjaan yang gampang untuk membekuk kami dua bersaudara, sekalipun kalian berjumlah banyak, tapi aku percaya sudah pasti kalian akan membayar dengan beberapa lembar nyawa orang-orangmu sebelum berhasil membekuk kami berdua, kedua, sekalipun kami dua bersaudara berhasil kau bunuh, tapi kalian pun harus membayar dengan ratusan lembar jiwa kalian.”

Cu Siau-hong segera tertawa hambar.

“Saudara Si, mungkin saja kami akan mati keracunan, tapi kalau untuk menghadapi kalian berdua, aku pikir bukanlah suatu pekerjaan yang kelewat sukar.”

“Heeeh..heeeeh…heeeh…sungguh besar amat lagakmu

!,” seru Si Han sambil tertawa dingin.

“Saudara Si, bila kau tidak percaya dengan perkataanku, silahkan saja untuk membuktikan sendiri !”

“Tapi kami berdua tidak membawa senjata….”

“Aku tahu dan tampaknya disinilah letak kecerdasan kalian.” “Bila kami benar-benar keracunan,” kata Thian Pak liat,”dengan cara keji kalian yang begitu rendah dan munafik, kami pun tak usah membicarakan soal peraturan dunia persilatan lagi dengan kalian.”

Oh Hong cun tidak ambil diam, dia pun lalu berkata:

“Si lote, paling baik kau mencari akal untuk melindungi keselamatan sendiri, sebab kalau sampai jatuh ke tangan kami, waah bisa rada repot.”

“Repot soal apa?”

“Seandainya kalian telah meracuni kami dan nasib kalian berdua kurang beruntung sehingga terjatuh ke tangan kami, maka kami akan menjatuhi hukuman kepada kalian berdua sesuai dengan keinginan orang banyak.

“Yaa, bisa juga akan dicincang menjadi berkeping keping, bisa jadi menyiksamu sehebat-hebatnya tapi berusaha untuk membuat kalian mati dalam tempo selambat-lambatnya sampai racun didalam tubuh kami mulai bekerja,” Thian Pak liat menambahkan.

Paras muka Si Han segera berubah hebat.

“Jadi maksud kalian hendak memaksa kami berdua untuk beradu jiwa…?

“Betul, kami memang berharap kalian mengerahkan semua tenaga yang dimiliki,” sahut Cu Siau-hong.

“Aaah…!”

“Kami akan pergunakan ilmu sejati, kapandaian asli untuk menaklukkan kalian dan berharap kalian bisa kalah dengan puas.”

Si Han segera berpaling dan memandang nona berbaju hijau itu sekejap, kemudian katanya: “Adikku, rupanya kita sudah salah menilai mereka.”

“Kita menghendaki nyawa orang , bila orang pun segan melepaskan kita, rasanya hal ini memang sesuatu yang lumrah,” sahut Si Ih nio.

Si Han segera mengangguk.

“Yaa, apabila kalian bersikeras hendak menahan kami berdua, tentu saja kami berdua tak akan menyerah dengan begitu saja, entah kalian menghendaki keroyokan ? ataukah berduel satu lawan satu?”

“Aku siap menunggu petunjuk dari saudara Si,” jawab Cu Siau-hong dengan cepat.

Tiba-tiba terdengar seorang berkata lantang.

“Tidak, kau harus serahkan Si Han untuk bagianku, Ih heng paling benci untuk bertarung melawan kaum wanita.”

Bersamaan dengan ucapan mana, orangnya juga muncul didepan mata semua orang.

Dia adalah To kok bu seng (golok lewat tanpa suara) Kian Hui seng, si jago tua kita.

Paras muka Si Han kontan berubah hebat, serunya tanpa terasa:

“Kian tayhiap…”

“Betul, Si Han, bukankah kau menggunakan pedang lembek?,“ sela Kian Hui seng dengan cepat, ”Aku pikir senjatamu tentu sudah kau sembunyikan dibalik ikat pinggangmu bukan?”

Si Han segera tertawa.

“Seandainya aku tidak mengeluarkan senjata, tentunya Kian tayhiap tak akan menggunakan golokmu bukan?,” ucapnya kemudian. “Seandainya ucapanku ini ditarakan dua bulan berselang, aku memang akan terbelenggu dan termakan oleh ucapan tersebut, tapi sekarang lohu sudah tidak doyan dengan cara macam begitu.”

“Oohh, kalau begitu Kian tayhiap tetap bersikeras akan mempergunakan golokmu?”

Kian Hui seng segera tertawa terbahak-bahak. “Haah…haaah…haaah…Si Han, mungkin orang lain

tidak begitu memahami dirimu, tapi lohu cukup  mengetahui akan dirimu itu, kau bergelar Jit poh tui hun (tujuh langkah pencabut nyawa) selain ilmu pedang, kau pun memiliki semacam jarum beracun yang luar biasa, konon bisa dikeluarkan disaat sedang bertarung melawan orang lain, selain bentuknya lembut seperti bulu kerbau, lagipula bila terkena serangan, orang tak akan merasakan apa-apa.”

“Bagus, kalau toh Kian tayhiap sudah tahu, aku terpaksa harus berbicara dengan jelas.”

“Oooh..”

“Apa yang dikatakan Kian tayhiap betul semuanya, cuma ada satu hal yang belum kau katakana, jarum berbulu kerbauku ini masih ada semacam lagi yang mengandung racun jahat, barang siapa terkena racun tersebut maka tujuh langkah kemudian jiwanya pasti melayang. Itulah sebabnya orang lantas menyebut siaute sebagai Jit poh tui hun atau tujuh langkah pencabut nyawa.”

Setelah mendongakkan kepalanya dan tertawa terbahak bahak, Si Han berkata lebih jauh:

“Banyak orang yang tewas oleh jarum beracun itu, sayang sekali mereka sama sekali tidak tahu.” Kian Hui seng segera manggut-manggut.

“Oohh, rupanya nama Jit poh tui hun diperoleh dari cara begini, baru malam ini lohu mengetahui secara pasti.”

Tangan kanannya segera diangkat dan golok panjang yang tersoren dipinggangnya telah berada dalam genggaman.

Cara To kok bu seng Kian Hui seng dalam mencabut goloknya ternyata sama sekali tidak menimbulkan sedikit suarapun, golok panjang yang tahu-tahu sudah berada didalam genggamannya itu seakan-akan seperti muncul karena kena disihir saja, tahu-tahu sudah berubah lagi menjadi selapis kabut golok yang membuat seluruh tubuhnya terlindung dibalik cahaya golok tersebut.

Si Han ingin menggerakkan sepasang tangannya untuk melepaskan jarum beracun bulu kerbau, tapi disaat yang terakhir dia urungkan niatnya itu dan menahan diri.

Si Han mengerti, asal dia bergerak, maka golok panjang yang berada ditangan Kian Hui seng pasti akan menyerang tiba bagaikan gelombang ombak di tengah samudra.

Oleh sebab itu dia tidak bergerak dan akibatnya Kian Hui seng juga rada rikuh untuk melanjutkan serangan goloknya.

Sambil tertawa hambar Oh Hong cun segera menegur: “Si lote, apakah kau telah bersiap-siap untuk

menyerahkan diri saja untuk dibelenggu?”

Setiap jago yang hadir di arena sudah dapat melihat kalau Si Han dibikin keder hatinya oleh golok maut Kian Hui seng. “Si Han, aku memberi kesempatan untukmu,” kata Kian Hui seng kemudian,”Bila kau enggan turun tangan maka kau tidak akan memperoleh kesempatatan lagi.”

Dalam pada itu Si Ih nio sudah berada dalam ancaman serangan pedang Cu Siau-hong, sepasang mata Cu Siau hong yang tajam bagaikan sembilu itu menatap terus wajah Si Ih nio tanpa berkedip, pedangnya telah diloloskan dari sarung, sedangkan ujung pedangnya yang mendongak ke atas persis mengarah tubuh Si Ih nio.

Namun didalam perasaan Si IH nio, gerakan pedang lawannya seolah-olah sudah mengurung ketujuh buah jalan darah penting diseluruh tubuhnya, begitu dia bertindak teledor, bisa jadi pihak musuh bisa manfaatkan kesempatan untuk menerobos masuk.

Maka Si Ih nio sama sekali tak berani berkutik.

Sebenarnya Si Han sangat mengharapkan bantuan dari adiknya, tapi setelah berpaling dan mengetahui keadaan yang sebenarnya kontan saja hatinya menjadi dingin separuh.

Setelah menghembuskan napas panjang, Si Ih nio berseru:

“Koko, kita telah berjumpa dengan musuh yang berilmu silat amat tangguh.”

Si Han segera tertawa getir.

“Betul ! Kita telah bertemu dengan jago yang berilmu silat sangat tinggi, sekarang aku sedang mempertimbangkan.”

“Apa yang kau pertimbangkan?” “Aku sedang berpikir, seandainya kita melancarkan serangan kilat, berapa bagian kesempatan kita untuk berhasil.”

“Aku lihat, kesempatan untuk kita tidaklah terlampau besar.”

Sekali lagi Si Han tertawa getir.

“Adikku, tahukah kau? Bila kita tidak menyerang, kita berdua pun tidak akan lolos dari kematian, andaikata Oh Hong cun menyerahkan kita untuk diadili secara umum mungkin kita betul-betul bisa dijatuhi hukuman yang mengerikan.”

Si Ih nio menghela napas seperti hendak mengucapkan sesuatu, namu niat itu kemudian diurungkan.

Sambil tertawa dingin Oh Hong cun segera berkata:

“Si lote, terus terang saja kami masih merasa setengah percaya setengah tidak terhadap gertak sambalmu tadi, aku pun masih belum dapat mempercayai seratus persen.”

“Apa yang diucapkan kakakku adalah kejadian yang sesungguhnya…”, Si Ih nio segera menimpali.

“Kalau begitu hanya ada satu cara untuk membebaskan kalian dua bersaudara dari keadaan ini.”

“bagaimana caramu itu?”

“Carikan obat penawar racun untuk kami semua !”

“Aku bersedia mengajak kalian ke sana tapi aku tak bisa menjamin kalau kalian pasti akan berhasil memperoleh obat penawar racun tersebut..”

“Tentang soal ini…”

“Jauhkah tempat itu?”, tiba-tiba Cu Siau-hong menimbrung. “Tidak jauh, cuma sepuluh li dari sini.”

oooOOOdwOOOooo
DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar